Tutorial Tumbang Amel
-
Upload
putri-yekti -
Category
Documents
-
view
89 -
download
12
description
Transcript of Tutorial Tumbang Amel
Bagian Ilmu Kesehatan Anak TUTORIAL KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
GIZI BURUK TIPE MARASMUS +
IKTERIK OBSTRUKTIF + DELAYED DEVELOPMENTAL
oleh:
Amilia Wahyuni
NIM. 06.55352.00295.09
Pembimbing:
dr. INDRA TAMBOEN, Sp.A.
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2012
RESUME PASIEN
Identitas Pasien
Nama : An. F
Jenis Kelamin : perempuan
Usia : 5 tahun
Anamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang :
Mata pasien menjadi kuning sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Kuning
juga dialami hingga ke seluruh tubuh pasien
Sejak umur 3-4 bulan, kenaikan berat badan yang dialami pasien hanya sedikit
saja sekitar 1-2 ons per bulan dan terkadang tidak ada kenaikan berat badan
sama sekali. Hal ini dialami pasien sampai sekarang.
Nafsu makan pasien selama ini baik. Pasien mulai mengalami penurunan
nafsu makan baru sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
BAK pasien berwarna kuning pekat, dan BAB berwarna pucat.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah di rawat di RS pada usia 21 hari karena kondisi paru yang
belum matang sempurna.
Saat berusia 3 tahun, pasien di rawat di RS selama 10 hari karena mengalami
diare.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien diberi ASI sejak lahir, namun selalu muntah setiap kali diberi. Hal ini
dialami pasien hingga usia 21 hari (saat pasien di rawat di RS), semenjak saat
itu pasien tidak mau mengkonsumsi ASI lagi, melainkan susu formula.
Pasien mulai makan bubur sejak usia 6 bulan dan hingga sekarang pasien
hanya mengkonsumsi bubur yang dicampur sayur-sayuran. Dalam sehari
pasien makan 3 kali sehari dan dapat menghabiskan sekitar satu mangkok
kecil setiap kali makan.
Sejak kecil pasien susah BAB. Jika BAB pasien selalu menangis, dan hampir
selalu diberi obat pencahar lewat anus setiap kali BAB.
Riwayat Pre, Peri, dan Postnatal
A. Pemeliharaan Prenatal:
Periksa di : Puskesmas
Penyakit kehamilan : Perdarahan antepartum
Obat-obatan : Penambah darah
B. Riwayat Kelahiran:
Lahir di : Rumah Sakit, ditolong bidan
Usia kehamilan : 34 minggu
Jenis partus : Spontan
C. Pemeriksaan Postnatal :
Periksa di : Puskesmas
Keadaan anak : Sehat
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Berat Badan Lahir : 2800 gram
Panjang Badan Lahir : Ibu pasien lupa
Berat Badan Sekarang : 8000 gram
Tinggi Badan Sekarang : 78 cm
Miring : 8 bulan
Tengkurap : 1 tahun
Tersenyum : 1 tahun
Duduk : Belum bisa
Gigi Keluar : 1 tahun
Merangkak : Belum bisa
Berdiri : Belum bisa
Berjalan : Belum bisa
Berbicara dua suku kata : Belum bisa
Masuk TK : Belum
Riwayat Makan Minum Anak
Usia 0 – 21 hari : ASI ( Alasan berhenti : pasien selalu muntah setiap
minum ASI)
Usia 3 minggu – 7 bulan: susu formula jenis: BMT Platinum, jumlah: 12 x
120 cc (awalnya tiap pemberian hanya 30 cc, lalu jumlah ditingkatkan sampai
120 cc); takaran : 2 sendok takar dalam 120 cc air
Usia 7 bulan – 1 tahun: susu formula jenis: BMT Platinum, jumlah: 12 x 120
cc (awalnya tiap pemberian hanya 30 cc, lalu jumlah ditingkatkan sampai 120
cc); takaran : 2 sendok takar dalam 120 cc air; Bubur susu (promina)
sebanyak 3 kali/hari sebanyak 1 mangkok kecil
Usia 1 – 2 tahun : Jenis : Dancow 1+; jumlah: 10 x 120 cc; takaran : 2 sendok
takar dalam 120 cc air; buah-buahan seperti papaya, anggur, pisang dan jeruk;
Tim saring 3 kali/hari sebanyak 1 mangkok kecil
Usia 2 – 3 tahun : Jenis : Dancow 1+; jumlah: 10 x 120 cc; takaran : 2 sendok
takar dalam 120 cc air; buah-buahan seperti papaya, anggur, pisang dan jeruk;
Makanan padat berupa nasi, sayur, dan ikan 3 kali/hari sebanyak 1 mangkok
kecil
Usia 3 tahun – sekarang : Dancow 3+; jumlah : 10 x 120 cc; takaran : 2
sendok takar dalam 120 cc air; buah-buahan seperti papaya, anggur, pisang
dan jeruk; Makanan padat berupa nasi, sayur, dan ikan 3 kali/hari sebanyak 1
mangkok kecil
Riwayat Imunisasi
Jenis I II III IV Booster I Booster II
BCG
Polio
Campak
DPT
Hepatitis B
0 bulan
0 bulan
9 bulan
2 bulan
0 bulan
//////////
2 bulan
-
4 bulan
2 bulan
//////////
4 bulan
//////////
6 bulan
4 bulan
//////////
6 bulan
//////////
//////////
//////////
//////////
-
//////////
-
-
//////////
-
//////////
-
-
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Nadi : 92 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup
Frekuensi nafas : 28 x/menit, reguler
Suhu tubuh : 36,6 C per aksiler
Status Gizi :
BB : 8000 gram TB : 81 cm
Kepala/Leher :
Rambut : Warna kemerahan, agak kusam
Wajah : old man face
Mata : Anemis (+/+), ikterik (+/+),
Kulit : tampak ikterik
Abdomen : Bising usus meningkat
Pemeriksaan Penunjang :
Darah Lengkap : Leukosit : 9.100 sel/mm3
Hb : 7,2%
Hematokrit : 22.2%
Trombosit : 409.000 sel/mm3
Diagnosis Banding :
- Gizi buruk tipe marasmus
- Gizi buruk tipe marasmus-kwarshiorkor
Diagnosa Kerja:
- Gizi buruk tipe marasmus
Diagnosa lain:
- Ikterik obstruktif et causa obstruksi bilier
- Delayed developmental
- Anemia
Penatalaksanaan IGD:
IVFD KAEN 3B 12 tetes per menit
Zink 1 x 1 tab
Asam folat 1 x 1 tab
Prognosa : Dubia
FOLLOW UP
Tanggal 22 Mei 2012 (Di Ruangan)
Kimia Darah
o GDS : 132 mg/dl
o SGOT : 137 U.I
o SGPT : 114 U.I
o Bilirubin total : 23,6 mg/dl
o Bilirubin direct: 14,7 mg/dl
o Bilirubin indirect: 8,9 mg/dl
o Protein total : 6,6 mg/dl
o Albumin : 4,3 g/dl
o Globulin : 3,3 g/dl
o Kolesterol : 287 mg/dl
o Trigliserida : 368 mg/dl
o HDL-Kolesterol: 36 mg/dl
o LDL-Kolesterol: 177 mg/dl
o Asam urat : 3,0 mg/dl
o Ureum : 20,8 mg/dl
o Kreatinin : 0,5 mg/dl
Elektrolit
o Natrium : 136 mmol/L
o Kalium : 2,8 mmol/L
o Klorida : 96 mmol/L
Urin Lengkap
o Berat Jenis : 1,015
o Hemoglobin/darah: (+)
o Warna : Kuning
o Kejernihan : Keruh
o pH : 6,0
o Bilirubin : (+)
o Sel epitel : (+)
o Leukosit : 0-2
o Eritrosit : 0-3
o Bakteri : (+)
Serologi
o HBs Ag : (-)
Tanggal 25 Mei 2012
Pemeriksaan MSCT Scan Abdomen dengan Kontras
Hasil:
Besar liver normal, dengan dilatasi dari intrahepatal bile duct dan dilatasi
dari EHBD. Tak tampak massa/nodul di parenchym liver.
Gall blader, dilatasi sampai proksimal dengan gambaran hipodens/bulat ec
batu non opaque/massa kistik/hipodense dengan ukuran:
Coronal : 2,63 x 1,76 cm
Axial : 2,34 x 1,66 cm
Sagital : 1,99 x 2,67 cm
Curiga suatu batu non opaque/massa hipodense/kistik di proksimal GB/
CBD yang menyebabkan dilatasi IHBD/EHBD
Pancreas/spleen dalam batas normal
Curiga caliectasis sinistra ec batu/massa di buli
Ginjal kanan normal
Buli dilatasi dengan gambaran slight hyperdense di sisi kiri, curiga massa
buli.
Tanggal 1 Juni 2012
Urin Lengkap
o Berat jenis : 1,005
o Hemoglobin/darah: +1
o Warna : Kuning
o Kejernihan : Jernih
o pH :7,0
o Sel epitel : (+)
o Leukosit : 1-2
o Eritrosit : 4-6
Tanggal 2 Juni 2012
Feses Lengkap
o Warna : Kuning kehijauan
o Konsistensi : Agak padat
o Eritrosit : 0-1
o Leukosit : 0-1
Tanggal 8 Juni 2012
Feses Lengkapo Warna : Kuning
o Konsistensi : Agak keras
o Eritrosit : 0-2
o Leukosit : 0-1
Tanggal 11 Juni 2012
Kimia Darah
o GDS : 103 mg/dl
o SGOT : 210 U.I
o SGPT : 184 U.I
o Alkali fosfatase: 1159 U.I
o Gama GT : 810 U.I
o Bilirubin total : 21,2 mg/dl
o Bilirubin direct: 12,6 mg/dl
o Bilirubin indirect: 8,6 mg/dl
o Protein total : 5,6 mg/dl
o Albumin : 3,5 g/dl
o Globulin : 2,1 g/dl
o Kolesterol : 435 mg/dl
o Asam urat : 3,1 mg/dl
o Ureum : 22,8 mg/dl
o Kreatinin : 0,5 mg/dl
PEMBAHASAN
GIZI BURUK
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,
atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga
bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor),
karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan
kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun)
dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah
suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan
ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe
malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan
gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses
terjadinya kekurangan gizi menahun.
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).
Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu
standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah
standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar
dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk
kekurangan gizi tingkat
berat atau akut.
A. Klasifikasi Gizi Buruk
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis
dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat
lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah
patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare),
pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak
menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah
gejala pada marasmus adalah :
a) Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b) Wajah seperti orang tua
c) Iga gambang dan perut cekung
d) Otot paha mengendor (baggy pant)
e) Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2. Kwarshiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai
seluruh tubuh
a) Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala
kusam.
c) Wajah membulat dan sembab
d) Pandangan mata anak sayu
e) Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
3. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita
demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.
B. Patofisiologi Gizi Buruk
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia
bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana
makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan
kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen
ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun
senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada
sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya
terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai.
Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut
adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena
kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).
Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella
dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti
gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan
protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan
lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL
dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan,
pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting
edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting
edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular
menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial.
Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor
tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium
berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor,
selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma
pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel
dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang
rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya
gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik.
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah
kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan
makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu,
karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan
hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain
faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa
sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar
sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori
yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan
akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas
susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan
sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis
pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut
pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan
yang kurang akan menimbulkan marasmus
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu
yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai
infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam
marasmus
C. Dampak Gizi Buruk
Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja
terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di
samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk
akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga
sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain
yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem
pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga
mudah sekali terkena infeksi. Karena berberbagai disfungsi yang di alami,
ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan
lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar
normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan
namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan
mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak
buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.
Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance
anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya
dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan
mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu
pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi
patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk
terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan
bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang
adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan
integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa
percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak.
D. Faktor Penyebab Gizi Buruk
Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang
dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita
penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering
diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku,
pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan,
tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan,
pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh
karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor
Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi
kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup
baik maupun gizinya.
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan
yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang
kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan
secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan
pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran
setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling
memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi
malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan
sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Gizi ensensial, yang bisa disebabkan
oleh: asupan yang kurang karena makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk
dari usus (malabsorbsi), penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan
kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal ginjal atau
keringat yang berlebihan.
E. Penilaian status gizi secara Antropometri
Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian
secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat
penilaian adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian
status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi
makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
1) Penilaian secara langsung
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang
sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai
indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan
keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan
memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa
tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak,
misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah
makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi
sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih
menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional
Status)
b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau,
juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa
(1973) dalam.
c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk
2002).
2) Penilaian Secara Tidak Langsung
1. Survei konsumsi makanan
2. Statistik vital
3. Faktor ekologi
F. Klasifikasi
Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya
KEP. Tingkat KEP I dan KEP II disebut tingkat KEP ringan dan sedang dan KEP
III disebut KEP berat. KEP berat ini terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan
gabungan keduanya. Maksud utama penggolongan ini adalah untuk keperluan
perawatan dan pengobatan. Untuk menentukan klasifikasi diperlukan batasan-
batasan yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini di setiap negara relatif
berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di negara tersebut,
berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis.
Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI
Tahun 1999 dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu Overweight, normal,
KEP I(ringan), KEP II (sedang) dan KEP III (berat). Baku rujukan yang
digunakan adalah WHO-NCHS, dengan indeks berat badan menurut umur.
Klasifikasi KEP menurut Depkes RI
Kategori Status BB/U (%Baku WHO-NCHS,
1983)
Overweight Gizi lebih > 120 % Median BB/U
Normal Gizi Baik 80 % – 120 % Median BB/U
KEP I Gizi Sedang 70 % – 79,9 % Median BB/U
KEP II Gizi Kurang 60 % – 69,9 % Median BB/U
KEP III Gizi Buruk < 60 % Median BB/U
Sumber: Depkes RI(1999:26)
Sedangkan klasifikasi kurang Energi Protein menurut standar WHO
Klasifikasi
Malnutrisi sedang Malnutrisi Berat
Edema Tanpa edema Dengan edema
BB/TB -3SD s/d -2 SD < -3 SD
TB/U -3SD s/d -2 SD < -3 SD
G. Terapi Penyakit
Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase yaitu
fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Pengobatan rutin yang dilakukan di
rumah sakit ada 10 langkah penting yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemi
2. Atasi/cegah hiportemia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth)
8. Koreksi defisiensi nutrient mikro
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase
stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil
memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase.
Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun
Marasmik-Kwashiorkor.
Bagan dan jadwal pengobatan
1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah
rendah)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak
dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah,
suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan
usahakan memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak
dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok.
Jika anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa
dan segera rujuk ke RSU kabupaten.
2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C.
Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah
ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut
(Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan
meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat
apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan
pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali.
Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau
pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia.
Tidak dibenarkan penghangatan anak dengan menggunakan botol
berisi air panas.
3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi
buruk dengan dehidrasi adalah :
Ada riwayat diare sebelumnya
Anak sangat kehausan
Mata cekung
Nadi lemah
Tangan dan kaki teraba dingin
Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah
jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan
tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok
makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus
untuk KEP disebut ReSoMal (lampiran 4).
Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk
dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak
dapat minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer
Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan 1:1.
KEP berat/gizi buruk yang dirujuk ke RSU harus dilakukan tindakan
pra rujukan untuk mengatasi hipoglikemi, hipotermi, dan dehidrasi.
4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit diantaranya :
Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk
pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.
Jangan obati edema dengan pemberian diuretika.
Berikan :
- Makanan tanpa diberi garam/rendah garam
- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X
(dengan penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau
bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak
mengandung mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium)
dalam bentuk makanan lumat/lunak
Contoh bahan makanan sumber mineral
Sumber Zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam
Sumber Cuprum : daging, hati.
Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.
Sumber Magnesium : kacang-kacangan, bayam.
Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, apel, alpukat,
bayam, daging tanpa lemak.
5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan
adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada
semua KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas
dengan dosis sebagai berikut :
Umur
Atau
Berat Badan
KOTRIMOKSASOL
(Trimetoprim + Sulfametoksazol)
Beri 2 Kali Sehari Selama 5 Hari
AMOKSISILIN
Beri 3 Kali
Sehari
Untuk 5
Hari
Tablet dewasa
80 mg trimeto
prim + 400 mg
sulfametok
sazol
Tablet Anak
20 mg trimeto
prim + 100
mg
sulfametok
sazol
Sirup/5ml
40 mg trimeto
prim + 200
mg
sulfametok
sazol
Sirup
125 mg
per 5 ml
2 sampai 4
bulan
(4 - < 6 kg)
¼ 1 2,5 ml 2,5 ml
4 sampai 12
bulan
(6 - < 10 Kg)
½ 2 5 ml 5 ml
12 bln s/d 5
thn
(10 - < 19 Kg)
1 3 7,5 ml 10 ml
Catatan :
Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita
penyakit infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar
infeksi tidak menjadi lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi
komplikasi rujuk ke Rumah Sakit Umum.
Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan
berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-
hati. Berikan metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari.
Bila diare berlanjut segera rujuk ke rumah sakit , bila diare berlanjut
atau memburuk, anak segera dirujuk ke rumah sakit.
6. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk
Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu :
Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi
Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati,
karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan
dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk
memenuhi metabolisma basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang
dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa
agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai
berikut :
- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
- Energi : 100 kkal/kg/hari
- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila
anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet
- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti
dan jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan
kebutuhan anak
Keterangan :
Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan
pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2
jam)
Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dalam sehari, maka berikan sisa formula
tersebut melalui pipa nasogastrik ( dibutuhkan ketrampilan petugas )
Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari
Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi
setiap jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4
jam
Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
Pantau dan catat :
- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Banyaknya muntah
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
- Berat badan (harian)
- selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita
dengan edema , mula-mula berat badannya akan berkurang
kemudian berat badan naik
7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)
Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :
Fase Transisi (minggu ke 2)
Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan
untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per
100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein
2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi
bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan
energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit
formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali
pemberian (200 ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi:
1. Frekwensi nafas
2. Frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut
nadi > 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan,
kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi
menaikkan volume seperti di atas.
3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan
sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
- Protein 4-6 gram/kg bb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas
dan sering
- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
- Protein 4-6 g/kgbb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan
Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
Pemantauan fase rehabilitasi
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu.
Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi
menyeluruh.
Tahapan Pemberian Diet
Fase stabilisasi : Formula who 75 atau pengganti
Fase transisi : Formula who 75 formula who 100 atau
pengganti
Fase rehabilitasi : Formula who 135 (atau pengganti)
Makanan keluarga
8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan
mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan
preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai
naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat
memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
Tambahan multivitamin lain
Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi
folat atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut :
Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi
Umur
Dan
Berat Badan
Tablet Besi/Folat
Sulfas Ferosus 200 Mg +
0,25 Mg Asam Folat
Berikan 3 Kali Sehari
Sirup Besi
Sulfas Ferosus 150 Ml
Berikan 3 Kali Sehari
6 sampai 12 bulan
(7 - < 10 Kg)
¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)
12 bulan sampai 5
tahun
½ tablet 5 ml (1 sendok teh)
Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat
dengan dosis tunggal sebagai berikut :
Umur Atau Berat Badan Pirantel Pamoat (125mg/Tablet)
(Dosis Tunggal)
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet
9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet
3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet
Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis
Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A
200.000 IU 100.000 IU
6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul
12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -
Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian
kapsul Vitamin A.
9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental
dan perilaku, karenanya berikan :
- Kasih sayang
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain
dsb)
10. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah
Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat
dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di
desa.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan
dirumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada
lampiran 5, dan aktifitas bermain.
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
- Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di
Puskesmas
- Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-
Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat
lampiran 5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara
teratur di posyandu/puskesmas.
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat
- penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
- Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
- Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau
100.000 SI) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.
IKTERIK
Defenisi
Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan
sklera akibat akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar
bilirubin harus mencapai 35-40 mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi
klinik.
Jaundice (berasal dari bahasa Perancis ‘jaune’ artinya kuning) atau ikterus
(bahasa Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan
membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada
jaringan tersebut.
Anatomi Sistem Hepatobilier
Pengetahuan yang akurat akan anatomi hati dan traktus biliaris, dan
hubungannya dengan pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan
hepatobilier karena biasanya terdapat variasi anatomi yang luas. Deskripsi
anatomi klasik pada traktus biliaris hanya muncul pada 58% populasi.
Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral
(divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu
keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian
tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar
(pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih
kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi
duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan
foregut, nantinya membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi
duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-
hepatik dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier,
termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal
Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana
duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus
sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen
ekstrahepatik percabangan biliaris.
Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus
biliaris. Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-
0,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal,
retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki
dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa
1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal
duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris
komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung
bersama duktus pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut
ampula Vater.
Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus
vaskular peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri
hepatika, dan pleksus ini mengalir kedalam sistem vena porta atau langsung
kedalam sinusoid hepatikum.
Metabolisme Normal Bilirubin
Bilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel
retikuloendotelial, cincin heme setelah dibebaskan dari besi dan globin diubah
menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Biliverdin berubah menjadi bilirubin
yang berwarna kuning. Bilirubin ini dikombinasikan dengan albumin membentuk
kompleks protein-pigmen dan ditransportasikan ke dalam sel hati. Bentuk
bilirubin ini sebagai bilirubin yang belum dikonjugasi atau bilirubin indirek
berdasar reaksi diazo dari Van den Berg, tidak larut dalam air dan tidak
dikeluarkan melalui urin. Didalam sel inti hati albumin dipisahkan, bilirubin
dikonjugasikan dengan asam glukoronik yang larut dalam air dan dikeluarkan ke
saluran empedu. Pada reaksi diazo Van den Berg memberikan reaksi langsung
sehingga disebut bilirubin direk.
Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah merah yang
terlalu banyak, kekurangmampuan sel hati untuk melakukan konjugasi akibat
penyakit hati, terjadinya refluks bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam
darah karena adanya hambatan aliran empedu menyebabkan tingginya kadar
bilirubin didalam darah. Keadaan ini disebut hiperbilirubinemia dengan
manifestasi klinis berupa ikterus.
Klasifikasi
Gambar 3 berisi daftar skema bagi klasifikasi umum jaundice: pre-hepatik,
hepatik dan post-hepatik. Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik
sejak defeknya terletak pada jalur metabolisme bilirubin melewati hepatosit.
Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat
defek hepatosit (jaundice hepatik) atau sebuah kondisi pre-hepatik.
Jaundice Obstruktif
Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik
menyebabkan terjadinya kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran
empedu, sebelum sumbatan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan
meningkat dan ini merupakan tanda adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan
kolangitis dan kemudian pembentukan abses menyertai demam dan septisemia
yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit ikterus obstruktif.
Patofisiologi jaundice obstruktif
Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk
pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen,
obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam
komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan
berbagai hormon.
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan
komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di
usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi
sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai
usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi,
mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi
vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan,
seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau
osteomalasia.
Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa
bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi
sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan,
pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena
malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya
esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak
terpengaruh.
Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik,
disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan
asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas
dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi
mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu
hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal
bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.
Etiologi jaundice obstruktif
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding
saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik).
Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di
dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu
atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat
menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu.
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan
antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel
duodenum dan striktur sfingter papila vater.
Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma,
karsinoma ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier.
Gambaran klinis jaundice obstruktif
Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri
jaundice obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten
mungkin diduga kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa
abdomen, nyeri yang menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam,
mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona
kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-
ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga
diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier).
Pemeriksaan pada jaundice obstruktif
1. Hematologi
Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin
terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat
pada kolestasis.
Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu
hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi
maligna ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase
meningkat 10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10
kali nilai normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi
dihilangkan.
Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma
pankreas dan kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-
40 mg/dL, alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin
tetap normal.
Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat
pada karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula,
namun penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada
penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya.
2. Pencitraan
Tujuan dibuat pencitraan adalah: (1) memastikan adanya obstruksi
ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik
dibandingkan hepatik), (2) untuk menentukan level obstruksi, (3) untuk
mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi, (4) memberikan informasi
pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya (misal, informasi
staging pada kasus malignansi)
USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level
obstruksi, mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain
sehubuungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu,
perubahan parenkimal hepatik).
USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%,
memperlihatkan batu kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi,
namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat
memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang
mengelilinginya.
CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu,
pankreas, ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra-
dan ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk
menilai malignansi bilier.
ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi.
Namun prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti
kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan.
EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti
staging malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan
berkembang menjadi modalitas penting dalam evaluasi sistem
pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging tumor
ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus
biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista
dan biopsi lesi padat.
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan
teknik visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas.
Hal ini terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan
ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat
invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.
Penatalaksanaan jaundice obstruktif
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan
untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu.
Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan
batu atau reseksi tumor. Upaya untuk menghilangkan sumbatan dapat dengan
tindakan endoskopi baik melalui papila Vater atau dengan laparoskopi.
Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan
penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu
yang terhambat dapat dialirkan. Drainase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya
dengan pemasangan pipa nasobilier, pipa T pada duktus koledokus atau
kolesistotomi. Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan
biliodigestif. Drainase interna ini dapat berupa kolesisto-jejunostomi, koledoko-
duodenostomi, koledoko-jejunostomi atau hepatiko-jejunostomi.
Status gizi
Titik pertemuan berada di dibawah -3 SD GIZI BURUK
Perhitungan Kebutuhan Gizi
Fase Stabilisasi (An. F/5th/BB 8 kg)
Kebutuhan kalori = 80-100 kkal/kgBB/hari 640 – 800 kkal/hari
Kebutuhan protein = 1-1,5 gr/kgBB/hari 8 – 12 gr/hari
Kebutuhan cairan 130 ml/kgBB/hari (tanpa edema berat) 1040 ml/hari
Pemberian cairan rumatan KA-EN 3B®
8 tetes/menit (makro) = 11520 tetes/hari = 576 ml/hari
Kalori dari KA-EN 3B® = 108 kkal/1000 ml
108
1000= x
576 x = 62,208 kkal/hari
Setelah pemberian KA-EN 3B® :
Kebutuhan kalori (640-800) – 62,208 = 577,792 – 737,792 kkal/hari
Kebutuhan cairan 1040– 576 = 464 ml/hari
Formulasi F-75
Rencana pemberian per 2 jam (12 x 1), sebanyak 100 ml
Total pemberian F-75 = 1200 ml
Kalori dalam F-75 = 750 kkal/1000 ml
750
1000= x
1200 x = 900 kkal/hari
Protein dalam F-75 = 9 gr/1000 ml
9
1000= x
1200 x = 10,8 gr/hari
Kebutuhan perhari Fakta kasus
Kebutuhan kalori = 640 – 800
kkal/hari
Kebutuhan protein = 8 – 12
gr/hari
Kebutuhan cairan = 1040 ml/hari
Kalori = 962,208 kkal/hari
Protein =10,8 gr/hari
Cairan = 1776 ml/hari
USUL:
Rencana pemberian per 2 jam (12 x 1), sebanyak 80 ml
Total pemberian F-75 = 900 ml
Kalori dalam F-75 = 750 kkal/1000 ml
750
1000= x
900 x = 675 kkal/hari
Protein dalam F-75 = 9 gr/1000 ml
9
1000= x
900 x = 8,1 gr/hari
Pemberian cairan rumatan KA-EN 3B®
Kebutuhan cairan 1040– 900 = 140 ml/hari
140/24 = 6 tetes/menit ( mikro )
Kalori dari KA-EN 3B® = 108 kkal/1000 ml
108
1000= x
140 x = 15,12 kkal/hari
Setelah pemberian KA-EN 3B® dan F75:
Jumlah Kalori = 675 + 15,12 = 690,12 kkal/hari
Ursodeoxycholic acid
Ursodeoxycholic acid (UDCA) secara luas digunakan dalam pengobatan berbagai
penyakit hati kolestatik kronis. UDCA adalah asam empedu dihidroksil (3α,7β-
dihydroxy-5β-cholanic acid) yang normalnya terdapat pada empedu manusia
walau dalam konsentrasi yang sangat kecil yaitu 3% dari total asam empedu.
Beberapa mekanisme kerja UDCA telah diketahui sehubungan dengan terjadinya
kolestasis, antara lain : (1) melindungi kolangiosit yang terganggu terhadap
toksisitas dari asam empedu; (2) stimulasi sekresi pada sistem bilier yang
terganggu; (3) stimulasi detoksifikasi asam empedu yang hidrofobik; atau (4)
inhibisi apoptosis hepatosit. Belum jelas mekanisme yang mana yang berperan
penting dalam efek terapeutiknya terhadap penyakit kolestatik kronis. Namun
dugaan paling kuat efek terapeutik UDCA ini berganting pada penyakit spesifik
dan derajat beratnya penyakit. Pada sirosis bilier primer derajat awal ketika fungsi
sekretorik belum terganggu, fungsi proteksi tehadap toksisitas asam empedu lebih
penting daripada sistem sekresinya. Sedangkan pada derajat lanjut, fungsi sekresi
lebih penting untuk mencegah retensi asam empedu hidrofobik dan substansi
toksik lainnya di dalam hepatosit.
Dosis 10-20 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis (BB = 8 kg)
= 80-160 mg/hari (2-3dosis)
Bisa diberikan 3 x 50 mg dalam puyer (sediaan kapsul 250 mg)
Lampiran
BMT Platinum
Kandungan : Per 100 g Fat 27 g, DHA 50 mg, EPA 100 mg, α-linolenic acid 3 g,
phospholipids 230 mg, carbohydrate 55.5 g, lactose 300 mg, protein 12.6 g,
lactoferrin 50 mg, taurine 20 mg, cysteine 200 mg, mineral 2.2 g, vit A 1,800 iu,
β-carotene 45 mcg, vit D 350 iu, vit E 5 iu, vit K 25 mcg, vit C 100 mg, vit B1 0.4
mg, vit B2 0.7 mg, niacin 5 mg, vit B6 0.3 mg, vit B12 2 mcg, folic acid 100 mcg,
pantothenic acid 3 mg, choline 40 mg, inositol 35 mg, Ca 360 mg, phosphorus
200 mg, Mg 45 mg, Fe 6 mg, Zn 2.7 mg, iodine 50 mcg, Na 160 mg, Cl 330 mg,
K 540 mg, copper 320 mcg, manganese 30 mcg. Energy: 515 kCal.
Indikasi : suplemen nutrisi untuk anak 0 – 1 tahun
Aturan pakai : 0-7 hari 2 sendok peres bubuk dilarutkan ke dalam 60 ml air
matang, diberikan 8 x/hari; 7-14 hari 3 sendok peres bubuk dilarutkan ke dalam
90 ml air matang, diberikan 7 x/hari; ½ - 1 bulan 4 sendok peres bubuk dilarutkan
ke dalam 120 ml air matang, diberikan 6 x/hari; 1 – 2 bulan 4 sendok peres bubuk
dilarutkan ke dalam 180 ml air matang, diberikan 6 x/hari; 2 – 3 bulan 7 sendok
peres bubuk dilarutkan ke dalam 210 ml air matang, diberikan 6 x/hari; ≥ 3 bulan;
Dancow 1+
Kandungan : Per 30 g Dancow Balita 1+ Fat 6.1 g, linoleic acid 1.1 g, protein
5.1 g, carbohydrate 16 g, sugar 3 g, fructooligosaccharides 0.9 g, Na 75 mg, vit A
360 iu, vit D 55.2 iu, vit E 2.3 iu, vit K 5.7 mcg, vit B 1 0.14 mg, vit B2 0.24 mg,
niacin 1.95 mg, vit B6 0.15 mg, folic acid 45 mcg, vit B12 0.36 mcg, vit C 12 mg,
Ca 249 mg, phosphorus 153 mg, K 240 mg, Mg 17 mg, Fe 2.1 mg, Zn 1.8 mg,
iodine 29 mcg, selenium 4 mcg, linolenic acid 141 mg, DHA 9 mg, pantothenic
acid 0.7 mg, biotin 15 mcg, choline 15 mg, inositol 6.9 mg, taurine 15 mg, Cl 173
mg, manganese 17 mcg, Ca/phosphorus 1.6, linoleic/α-linolenic acid 8.1. Energy:
140 kCal. Per 30 g Dancow Balita 1+ Madu Fat 6.1 g, linoleic acid 1.1 g, protein
5.1 g, carbohydrate 16 g, sugar 2.3 g, fructooligosaccharides 0.9 g, Na 75 mg, vit
A 360 iu, vit D 55.2 iu, vit E 2.3 iu, vit K 5.7 mcg, vit B1 0.14 mg, vit B2 0.24 mg,
niacin 2 mg, vit B6 0.15 mg, folic acid 45 mcg, vit B12 0.4 mcg, vit C 12 mg, Ca
249 mg, phosphorus 153 mg, K 240 mg, Mg 17 mg, Fe 2.1 mg, Zn 1.8 mg, iodine
29 mcg, selenium 4 mcg, linolenic acid 141 mg, DHA 9 mg, pantothenic acid 0.7
mg, biotin 15 mcg, choline 15 mg, inositol 6.9 mg, taurine 15 mg, Cl 173 mg,
manganese 17 mcg, Ca/phosphorus 1.6, linoleic/α-linolenic acid 8.1. Energy: 140
kCal. Per 30 g Dancow Balita 1+ Vanilla Fat 6.1 g, linoleic acid 1.1 g, protein
5.1 g, carbohydrate 16 g, sugar 3 g, fructooligosaccharides 0.9 g, Na 75 mg, vit A
360 iu, vit D 55.2 iu, vit E 2.3 iu, vit K 5.7 mcg, vit B 1 0.14 mg, vit B2 0.24 mg,
niacin 2 mg, vit B6 0.15 mg, folic acid 45 mcg, vit B12 0.4 mcg, vit C 12 mg, Ca
249 mg, phosphorus 153 mg, K 240 mg, Mg 17 mg, Fe 2.1 mg, Zn 1.8 mg, iodine
29 mcg, selenium 4 mcg, linolenic acid 141 mg, DHA 9 mg, pantothenic acid 0.7
mg, biotin 15 mcg, choline 15 mg, inositol 6.9 mg, taurine 15 mg, Cl 173 mg,
manganese 17 mcg, Ca/phosphorus 1.6, linoleic/α-linolenic acid 8.1. Energy: 140
kCal. Per 30 g Dancow Balita 1+ Coklat Fat 6 g, linoleic acid 1.1 g, protein 5.4
g, carbohydrate 15 g, fructooligosaccharides 0.7 g, sugar 3 g, Na 78 g, vit A 360
iu, vit D 55.2 iu, vit E 2.3 iu, vit K1 5.7 mcg, vit C 12 mg, vit B1 0.14 mg, vit B2
0.24 mg, niacin 2 mg, vit B6 0.15 mg, pantothenic acid 0.7 mg, folic acid 45 mcg,
K 273 mg, phosphorus 168 mg, Fe 2.1 mg, Ca 243 mg, Mg 23 mg, Zn 1.8 mg,
iodine 29 mcg, selenium 4 mcg, linolenic acid 141 mg, DHA 9 mg, biotin 15 mcg,
choline 15 mg, inositol 7 mg, taurine 15 mg, Cl 180 mg, manganese 57 mcg,
Ca/phosphorus 1.4. Energy: 140 kCal.
Indikasi : suplemen nutrisi untuk anak 1 – 3 tahun
Aturan pakai : 3 sdm (30 g) bubuk dilarutkan ke dalam 185 ml air matang
Dancow 3+
Kandungan : Per 30 g Dancow Balita 3+ Madu Fat 6.1 g, linoleic acid 1.1 g,
protein 6 g, carbohydrate 14.7 g, sugar 2.3 g, fructooligosaccharides 0.9 g, Na 80
mg, vit A 360 iu, vit D 55.2 iu, vit E 2.3 iu, vit K 5.7 mcg, vit B1 0.14 mg, vit B2
0.24 mg, niacin 1.95 mg, pantothenic acid 0.7 mg, vit B6 0.15 mg, folic acid 45
mcg, vit B12 0.36 mcg, vit C 12 mg, Ca 333 mg, phosphorus 179 mg, K 282 mg,
Mg 21 mg, Fe 2.1 mg, Zn 2.1 mg, iodine 29 mcg, selenium 4 mcg, linolenic acid
141 mg, DHA 9 mg, biotin 15 mcg, choline 15 mg, inositol 6.9 mg, taurine 15
mg, Cl 203 mg, manganese 24 mcg, Ca/phosphorus 1.9, linoleic/α-linolenic acid
8.1. Energy: 140 kCal. Per 35 g Dancow Balita 3+ Coklat Fat 6.9 g, linoleic acid
1.3 g, protein 6.3 g, carbohydrate 17.5 g, sugar 6.6 g, Na 90 mg, vit A 420 iu, vit
D 64.4 iu, vit E 2.6 iu, vit K1 6.7 mcg, vit C 14 mg, vit B1 0.16 mg, vit B2 0.28 mg,
niacin 2.3 mg, pantothenic acid 0.8 mg, vit B6 0.18 mg, folic acid 53 mcg, vit B12
0.4 mcg, K 320 mg, Ca 355 mg, phosphorus 196 mg, Fe 2.5 mg, Mg 28 mg, Zn
2.1 mg, iodine 34 mcg, selenium 4 mcg, linolenic acid 164.5 mg, DHA 10.5 mg,
biotin 17.5 mcg, choline 17.5 mg, inositol 8.1 mg, taurine 17.5 mg, Cl 207 mg,
manganese 91 mcg, Ca/phosphorus 1.8. Energy: 160 kCal. Per 30 g Dancow
Balita 3+ Vanilla Fat 7.1 g, linoleic acid 1.1 g, protein 6 g, carbohydrate 14.7 g,
sugar 3 g, fructooligosaccharides 0.9 g, Na 85 mg, vit A 360 iu, vit D 55.2 iu, vit
E 2.3 iu, vit K 5.7 mcg, vit B1 0.14 mg, vit B2 0.24 mg, niacin 2 mg, pantothenic
acid 0.7 mg, vit B6 0.15 mg, folic acid 45 mcg, vit B12 0.4 mcg, vit C 12 mg, Ca
333 mg, phosphorus 179 mg, K 282 mg, Mg 21 mg, Fe 2.1 mg, Zn 1.8 mg, iodine
29 mcg, selenium 4 mcg, linolenic acid 141 mg, DHA 9 mg, biotin 15 mcg,
choline 15 mg, inositol 6.9 mg, taurine 15 mg, Cl 203 mg, manganese 24 mcg,
Ca/phosphorus 1.9, linoleic/α-linolenic acid 8.1. Energy: 140 kCal.
Indikasi : suplemen nutrisi untuk anak 3 – 5 tahun
Aturan pakai : 3 sdm (30 g) bubuk dilarutkan ke dalam 185 ml air matang