TUTORIAL NEUROLOGI - MYELOMENINGOKEL.docx
-
Upload
alif-via-saltika-putri -
Category
Documents
-
view
32 -
download
2
Transcript of TUTORIAL NEUROLOGI - MYELOMENINGOKEL.docx
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik NeurologiFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman
MIELOMENINGOKEL
Disusun oleh:Alif Via Saltika Putri
Rita Yuliana
Pembimbing:dr. William S. Tjeng, Sp. A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA
April 2015
Tutorial Klinik
MIELOMENINGOKEL
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase AnakALIF VIA SALTIKA PUTRI
RITA YULIANA
Menyetujui,
dr. William S. Tjeng, Sp. A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA
April 2015
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
yang berjudul “Mielomeningokel”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan referat ini tidak lepas
dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. William S. Tjeng, Sp. A.,sebagai dosen pembimbing klinik selama stase
ilmu penyakit anak.
2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
3. Rekan sejawat dokter muda angkatan 2014 yang telah bersedia memberikan
saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, penulis
membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna
memperbaiki laporan ini.Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Samarinda, April 2015
Penulis
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Mielomeningokel adalah defek pada tulang belakang dan korda spinalis.
Sebelum lahir, tulang belakang, korda spinalis dan kanalus spinalis tidaklah
tertutup secar sempurna. Mielomeningokel adalah bentuk paling serius dari spina
bifida, pada bayi dengan mielomeningokel, tulang dan vertebra tidak terbentuk
secara sempurna. Hal ini menyebabkan terbentuknya sebuah kantong pada spina
yang terbuka. Kantong ini tertutupi oleh membran yang berisi cairan serebrospinal
dan jaringan yang melindungi korda spinalis, yaitu meningen. Kantong ini
mengandung korda spinalis dan saraf didalamnya. Kantong ini sendiri dapat
terbuka sebelum lahir atau setelah lahir.
Mielomeningokel merupakan suatu anomali kongenital. Terdapat 1 dalam
1000 kelahiran bayi di Amerika serikat, menderita mielomeningokel. Penyebab
utama terjadinya mielomeningokel belum diketahui dengan pasti. Dugaan terbesar
terdapat pada faktor genetik. Jika seorang wanita memiliki anak dengan
mielomeningokel, maka terdapat kemungkinan sebesar 3-5% pada anak yang
dilahirkan akan mengalami kondisi serupa.
Mielomeningokel dapat menimbulkan kecacatan dan mengganggu tumbuh
kembang anak, sehingga perlu peninjauan lebih lanjut mengenai
mielomeningokel.
4
RESUME
Pasien MRS pada tanggal 15 April 2015 melalui Poliklinik Bedah Saraf
RSUD A.W. Sjahranie Samarinda dan dirawat inap di Ruang Melati.
Anamnesis
Identitas Pasien:
Nama : An. Z
Umur : 3 tahun 6 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Otista Samarinda
Tanggal masuk : 15 April 2015
No. RM : 74 78 65
Identitas Ayah Pasien:
Nama : Bapak A
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan terakhir : SMA
Alamat : Jl. Otista Samarinda
Identitas Ibu Pasien:
Nama : Ibu W
Umur : 21 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : SMK
Alamat : Jl. Otista Samarinda
1. Keluhan Utama
Luka post operasi reseksi mielomeningokel
5
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 15 April 2015 pasien dibawa oleh keluarganya ke
Poliklinik Bedah Saraf RSUD AWS Samarinda untuk kontrol luka post
operasi reseksi mielomeningokel. Pasien menjalani operasi sekitar 3 bulan
yang lalu di RSUD AWS Samarinda. Namun saat kontrol luka belum
kering. Tidak ada keluhan BAK dan BAB. Pasien di rawat inap di ruang
Melati untuk pemeriksaan laboratorium lengkap dan rencana bedah plastik
untuk rekonstruksi bekas operasinya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki benjolan pada punggung yang tidak nyeri sejak
lahir hingga sekarang ukurannya tidak terlalu berubah. Awalnya teraba
lunak seluruh bagian namun saat usia 12 bulan mulai teraba keras pada
bagian pinggirnya. Benjolan dioperasi sekitar 3 bulan yang lalu. Pasien
belum bisa berjalan hingga kini dan kaki terkulai lemas. Ibu mengaku
bahwa kaki pasien lebih panjang sebelah kiri (sekitar 2 cm). Riwayat
hidrosefalus dan telah dipasang VP shunt saat usia 3 bulan.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami
keluhan serupa.
5. Riwayat Lingkungan
Rumah tempat tinggal pasien dan keluarga diakui cukup bersih dan
terdapat beberapa ventilasi, tidak pengap, dan pencahayaannya cukup.
Jarak antara rumah cukup berdekatan.
6. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Post Persalinan
Ibu pasien melakukan pemeriksaan ANC ke dokter spesialis
kandungan setiap tiga bulan. Selama hamil ibu pasien tidak mengalami
permasalahan, demam tidak ada, hipertensi tidak ada, diabetes tidak ada,
trauma tidak ada, mengkonsumsi jamu tidak ada, mengkonsumsi alkohol
6
dan rokok tidak pernah. Ibu pasien rutin mengonsumsi sumplemen
penambah darah. Saat melakukan USG pada usia kandungan 7 bulan,
dokter spesialis menyatakan bahwa kepala janin membesar lebih dari
normal.
Pasien lahir di klinik ditolong oleh dokter umum. Pasien lahir
spontan pervaginam letak sungsang presentasi bokong pada usia 8 bulan
kandungan. Berat badan 2200 gram, langsung menangis kuat, biru atau
kuning disangkal. Terdapat trauma saat lahir pada kaki kanan pasien.
Ibu pasien saat ini memakai KB pil.
7. Riwayat Makanan & Minuman
Pasien tidak minum ASI sejak lahir hingga saat ini, karena ASI
tidak keluar. Pasien diberi susu formula sejak lahir hingga saat ini. Saat ini
dalam sehari biasanya diberikan 3-4 x 120 cc. Pasien mulai diberikan
bubur susu saat usia 6 bulan, tim saring saat 12 bulan, buah dan makanan
padat saat 15 bulan hingga sekarang.
8. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Usia saat imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG + //////// /////// /////// /////// ///////
Polio + + + + - -
Campak + - /////// /////// /////// ///////
DPT + + + /////// - -
Hepatitis B + + + /////// - -
7
9. Pertumbuhan dan perkembangan anak
BB Lahir : 2200 gram
PB Lahir : 40 cm
BB sekarang : 10,2 kg
PB sekarang : 78,5 cm
Gigi keluar : 8 bulan Berdiri : -
Tersenyum : 4 bulan Berjalan : -
Miring : 4 bulan Berbicara 2 suku kata : 17 bulan
Tengkurap : 6 bulan Masuk TK : -
Duduk : 8 bulan Masuk SD : -
Merangkak : - Sekarang kelas : -
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis, E4V5M6
Tanda-tanda vital
1. Frekuensi nadi : 108 x/menit kuat angkat
2. Frekuensi nafas : 26 x/menit
3. Suhu : 37,4oC
Status Gizi
Berat Badan : 10,2 kg
Panjang Badan : 78,5 cm
BB/PB : -2SD sampai +2SD (normal)
8
Status generalisata
Kepala
Lingkar Kepala : 49 cm (normal)
Rambut : hitam, tipis, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
refleks cahaya (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung -|- , sekret (-)
Telinga : bentuk normal, sekret (-)
Mulut : mukosa basah, tidak pucat, tidak sianosis, faring tidak
hiperemis
9
Leher
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, retraksi suprasternal (-),
retraksi ICS (-), retraksi subcostal (-)
Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : wheezing (-/-), ronki (-/-), bunyi jantung I & II normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : bentuk normal, simetris, datar, scar (-)
Palpasi : soefl, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT <2 detik, tidak edema
Inferior : akral hangat, CRT <2 detik, tidak edema, kaki kiri lebih
panjang 2 cm dibanding kaki kanan, flaksid, clubfoot
Pemeriksaan Neurologis
Motorik
MMT 5 5
4 4
Sensorik sulit dievaluasi
Status Lokalis
Look
Bekas benjolan terletak di daerah lumbosakral dengan diameter 5 cm.
Warna lebih gelap dibanding area kulit sekitarnya.
10
Feel
Nyeri tekan pada benjolan (-)
Bekas benjolan berkonsistensi kenyal bagian tengah dan bagian
pinggir teraba keras
Follow-up
11
16 April 2015 (Hari I) 17 April 2015 (Hari II)
S Keluhan (-) Batuk (↓), Sesak napas (+), demam (-)
O Composmentis
KU tampak sakit sedang
HR: 100x/menit
RR: 24x/menit
T: 37,30C
Kepala: ane (-), ikt (-), sianosis (-), napas
cuping hidung (-) tonsil dan faring dbn
Thorax: Ves (+), whe (-), rho (-/-), s1s2
tunggal reguler
Abdomen: Soefl, BU (+)N, NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”
Status lokalis regio lumbosakral:
L: Luka tertutup verban, verban kering
F: Nyeri (-)
Composmentis
KU tampak sakit sedang
HR: 102x/menit
RR: 25x/menit
T: 37,20C
Kepala: ane (-), ikt (-), sianosis (-), napas
cuping hidung (-) tonsil dan faring dbn
Thorax: Ves (+), whe (-), rho (-/-), s1s2
tunggal reguler
Abdomen: Soefl, BU (+)N, NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”
Status lokalis regio vertebralis:
L: Luka kering (+)
F: Nyeri (-)
A Post op reseksi cele Post op reseksi cele
P 1. Pro repair
2. Konsul BS: alih rawat ke dokter Sp.B
1. Pro repair menunggu jadwal
12
18 April 2015 (Hari III) 20 April 2015 (Hari V)
S Keluhan (-) Keluhan (-)
O Composmentis
KU tampak sakit sedang
HR: 100x/menit
RR: 26x/menit
T: 37,00C
Kepala: ane (-), ikt (-), sianosis (-), napas
cuping hidung (-) tonsil dan faring dbn
Thorax: Ves (+), whe (-), rho (-/-), s1s2
tunggal reguler
Abdomen: Soefl, BU (+)N, NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”
Status lokalis regio vertebralis:
L: Luka kering (+)
F: Nyeri (-)
Composmentis
KU tampak sakit sedang
HR: 102x/menit
RR: 24x/menit
T: 37,20C
Kepala: ane (-), ikt (-), sianosis (-), napas
cuping hidung (-) tonsil dan faring dbn
Thorax: Ves (+), whe (-), rho (-/-), s1s2
tunggal reguler
Abdomen: Soefl, BU (+)N, NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”
Status lokalis regio vertebralis:
L: Luka kering (+)
F: Nyeri (-)
A Post op reseksi cele Post op reseksi cele
P Pro repair Pro repair
13
21 April 2015 (Hari VI) 22 April 2015 (Hari VII)
S Keluhan (-) Keluhan (-)
O Composmentis
KU tampak sakit sedang
HR: 100x/menit
RR: 26x/menit
T: 37,00C
Kepala: ane (-), ikt (-), sianosis (-), napas
cuping hidung (-) tonsil dan faring dbn
Thorax: Ves (+), whe (-), rho (-/-), s1s2
tunggal reguler
Abdomen: Soefl, BU (+)N, NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”
Status lokalis regio vertebralis:
L: Scar op kering (+)
F: Nyeri (-)
Composmentis
KU tampak sakit sedang
HR: 102x/menit
RR: 24x/menit
T: 37,20C
Kepala: ane (-), ikt (-), sianosis (-), napas
cuping hidung (-) tonsil dan faring dbn
Thorax: Ves (+), whe (-), rho (-/-), s1s2
tunggal reguler
Abdomen: Soefl, BU (+)N, NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”
Status lokalis regio vertebralis:
L: Luka kering (+)
F: Nyeri (-)
A Post op reseksi cele Post op reseksi cele
P Pro repair Advice dr. Sp.B:
- Perawatan luka konservatif
- Tidak perlu op karena luka sudah
kering
- Boleh rawat jalan, kontrol ke dr.
Sp.BA
- Aff hecting
Pemeriksaan Penunjang:
1. Pemeriksaan laboratorium
Lab
17/4/2015Haemoglobin 12,4 11-16,5 g/dl
Leukosit 9.610 4000-10000/µL
Trombosit 316.000 150000-450000/µL
Hematokrit 36,2 37,0-54,0 %
APTT 32,9 ” 28-34 ”
PT 13,6 ”
Na 138 135-155 mmol/L
K 4,5 3,6-5,5 mmol/L
Cl 108 95-108 mmol/L
GDS 77 50-150 mg/dl
Ur 23,2 10-40 mg/dl
Cr 0,5 0,5-1,5 mg/dl
Hbs Ag Non reaktif
Ab HIV Negatif
Diagnosis Sementara
Post op reseksi mielomeningokel
Penatalaksanaan:
Rencana pembedahan (pro repair)
Prognosa
Dubia
14
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
MIELOMENINGOKEL
Definisi
Spina bifida adalah keadaan dimana kanal spina terbagi menjadi dua
bagian. Kelainan ini merupakan suatu anomali kongenital akibat tidak
menutupnya arkus neural dimana meningen dan atau elemen neural dapat masuk
kedalam bagian tersebut, sehingga menimbulkan berbagai manifestasi klinis
(Winn, 2011).
Spina bifida terbagi menjadi aperta (lesi terlihat) dan okulta (tidak ada lesi
yang terlihat). Meningokel, mielomeningekel, lipomeningomielokel, mieloskiasis,
dan rachischisis adalah sebutan yang sesuai dengan temuan patologi. Spina bifida
aperta biasanya diikuti dengan defek pada kulit dengan kemungkinan ikut
bocornya cairan serebrospinal kedalam kantong pembungkus tersebut (Winn,
2011).
Mielomeningokel adalah jenis spina bifida aperta yang melibatkan
kolumna vertebra, serta paling berat dibandingkan dengan jenis spina bifida yang
lainnya. Pada mielomeningokel, komponen neural ikut masuk (berherniasi)
kedalam kantong pembungkus, sehingga menimbulkan manifestasi saraf (Winn,
2011).
Klasifikasi
Defek tuba neural dapat digolongkan berdasarkan tempat terjadinya
menjadi disrafia kranial dan spinal.
Spina bifida terbagi menjadi:
1. Spina bifida okulta, adalah kondisi dimana penonjolan meningen dilapisi oleh
kulit normal.
15
2. Spina bifida sistika, adalah kondisi dimana penonjolan meningen tidak dilapisi
oleh kulit normal, sehingga rentan terhadap trauma dan infeksi.
Etiologi
Penyebab mielomeningokel belum diketahui, namun dapat terjadi pada
defek saat penutupan neural tube, merupakan akibat kelainan genetik, pada anak
sulung yang menderita mielomeningokel, memiliki kemungkinan memiliki
saudara dengan kelainan yang sama sebesar 10%. Anak yang lahir dengan
mielomeningokel, memiliki risiko lebih tinggi memiliki anak di masa depan
dengan kelainan yang sama. Meskipun pada banyak kasus
tidak terdapat riwayat keluarga dengan kelainan yang sama.
Faktor nutrisi dan lingkungan diduga berperan penting dalam
menyebabkan mielomeingokel. Hal ini lebih berisiko terjadi pada keadaan
kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi selama kehamilan
seperti TORCH, mutasi gen karena terpapar bahan radiologi, dan obat-obatan
yang mengandung bahan teratogenik. Terdapat bukti yang jelas, bahwa pada
konsumsi asam folat pada masa kehamilan akan menurunkan kemungkinan
terjadinya mielomeningokel sebesar 50%. Pemberian asam folat efektif sebelum
masa
16
konsepsi hingga 12 minggu masa gestasi ketika pembentukan neural tertutup
secara sempurna (Kliegman, Behrman, Jenson, & Stanton, 2007).
Dianjurkan memberikan asam folat pada wanita yang masih dapat hamil
dan memiliki keinginan untuk hamil sebesar 0,4 mg/hari. Sedangkan, wanita
hamil direkomendasikan mengkonsumsi asam folat 1 mg/hari. Bagi wanita yang
memiliki riwayat defek pada lempeng neural, harus mendapatkan 4 mg/hari.
Dimulai 1 bulan sebelum merencakan kehamilan. Keadaan ini dapat dipantau
dengan melihat kadar asam folat dalam darah (Kliegman, Behrman, Jenson, &
Stanton, 2007).
Penggunaan obat – obatan yang menghambat asam folat seperti
trimetoprim dan obat – obatan anti kejang seperti karbamazepin, fenitoin,
fenobarbital dan primidone akan meningkatkan risiko terjadinya
mielomeningokel. Pada wanita pengguna anti kejang asam valproate, 1-2%
melahirkan anak dengan mielomeningokel. Para ahli neurologis, menyarankan
penggunaan suplemen asam folat (Tandon & Ramamurthi, 2012).
Epidemiologi
Mielomeningokel merupakan suatu anomali kongenital. Terdapat 1 dalam
1000 kelahiran bayi di Amerika serikat, menderita mielomeningokel. Penyebab
utama terjadinya mielomeningokel belum diketahui dengan pasti. Dugaan terbesar
terdapat pada faktor genetik. Jika seorang wanita memiliki anak dengan
mielomeningokel, maka terdapat kemungkinan sebesar 3-5% pada anak yang
dilahirkan akan mengalami kondisi serupa.
Patogenesis
Hal ini terjadi oleh karena terjadi gangguan pada proses penutupan tuba
neural. Gangguan ini terjadi selama minggu keempat kehidupan embrio, dimana
terbentuk celah neural pada bagian tengah lempeng neural. Tuba neural inilah
yang kemudian menjadi jaringan otak dan medula spinalis. Defek tuba neural
dapat digolongkan berdasarkan tempat terjadinya menjadi disrafia kranial dan
17
spinal.
Celah pada tuba neural memiliki mekanisme yang belum dapat dijabarkan
dengan pasti, namun B. N. French mengemukakan 4 teori dugaan atas kelainan
tersebut, sebagai berikut.
1. Terhentinya perkembangan embrio (developmental arrest). Dalam hal ini
neuroporus anterior gagal menutup sempurna (biasanya paling lambat hari
ke-24), sehingga ada bagian-bagian otak, seperti selaput otak dengan atau
tanpa jaringan otak dan saraf yang keluar dan terjepit.
2. Teori Hidrodinamik. Diduga meningokel terjadi akibat distensi tabung
neural yang berlebihan sehingga akhirnya ia tetap meninggalkan celah atau
defek.
3. Neuroskisis. Menjabarkan bahwa celah terjadi akibat terbelahnya tabung
neural setelah ia menutup sempurna.
4. Herniasi sekunder, teori ini menerangkan bahwa meningokel terbentuk
pada stadium perkembangan bayi yang sudah lanjut dan disebabkan oleh
penyebab sekunder seperti dari lingkungan.
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Spina bifida ditandai dengan munculnya benjolan pada punggung yang
muncul sejak lahir. Gejala yang muncul merupakan akibat dari kebocoran cairan
serebrospinal atau korda spinal yang terbuka. Karena kulit yang terdapat disekitar
benjolan umumnya tidak tumbuh secara sempurna, pada saat proses persalinan,
dapat saja terjadi kebocoran cairan serebrospinal akibat pecahnya kantong
pembungkus tersebut. Akibatnya, dapat saja terjadi meningitis (Kliegman,
Behrman, Jenson, & Stanton, 2007).
Defisit neurologi dapat berupa gangguan motorik, sensoris, dan disfungsi
sfingter, tergantung pada berat dan letak defek. Pada beberapa kasus yang sangat
berat, terjadi hipotonik pada ekstremitas, atonia sfingter, dan dapat munculnya
prolaps rekti. Kondisi ini akan menimbulkan berbagai disfungsi pada organ dan
struktur berupa tulang, kulit, dan saluran genitouri, disertai dengan sistem saraf
perifer dan sistem saraf pusat. Mielomeningokel dapat muncul sepanjang aksis
18
saraf, namun lumbosakral merupakan daerah tersering munculnya
mielomeningokel. Lesi pada region lumbosakral akan menimbulkan inkontinensia
urin dan gangguan defekasi, yang disertai dengan anestesia pada area perineal
tetapi tidak menimbulkan disfungsi motorik (Kliegman, Behrman, Jenson, &
Stanton, 2007).
Mielomeningokel bisa disertai dengan malformasi chiari dan hidosefalus.
Abnormalitas skeletal yang menyertai seperti kifosis, skoliosis, dan deformitas
pada tulang panjang dan kaki, hemivetebra dan lain-lain (Winn, 2011).
Bayi baru lahir dengan defek pada midlumbar ditandai dengan kantong
kistik tipis yang menutupi jaringan epitel. Jaringan saraf berada tepat dibawah dari
kantong kistik tersebut. Kadang jaringan saraf tersebut dapat terlihat. Kantong ini
dapat bocor kapan saja, dan terjadi kebocoran cairan serebrospinal. Pemeriksaan
pada bayi menunjukan paralisis tipe flaksid pada ekstremitas bawah, tidak
terdapatnya refleks pada tendo dalam, tidak ada respons terhadap sentuhan dan
nyeri, serta kejadian yang tinggi akan munculnya abnormalitas postural pada
ekstremitas bawah (seperti clubfeet dan subluksasi dari panggul). Urin yang
menetes dan spingter anus yang selalu relaks adalah tanda dari gangguan
mielomeningokel. Mielomeningokel pada daerah midlumbar biasanya ditandai
dengan defisit neurologis tipe LMN karena kelainan adalah akibat disrupsi conus
medularis (Tandon & Ramamurthi, 2012).
Pada umumnya mieloeningokel berkonsistensi lunak, berpulsasi, dan isi
kantungnya berupa korda spinalis. Gejala bervariasi tergantung letak lesi pada
aksis neural (Tandon & Ramamurthi, 2012).
Bayi dengan mielomeningokel biasanya ditandai dengan peningkatan
defisit neurologis pada daerah torakal. Namun, pasien dengan mielomeningokel
pada daerah torakal atas atau servikal umumnya memiliki defisit neurologis yang
lebih sedikit dan biasanya tidak disertai dengan hidrosefalus (Kliegman, Behrman,
Jenson, & Stanton, 2007).
Hidrosefalus disertai dengan kelainan defek chiari tipe II muncul pada
sekitar 80% pasien dengan meningokel. Umumnya semakin rendah letak
19
deformitas pada neuroaksis, akan semakin jarang munculnya hidrosefalus.
Pembesaran ventrikel dapat berjalan secara lambat atau cepat, menyebabkan
penonjolan dari ubun – ubun, pelebaran vena pada scalp, bentukan setting-sun
pada mata, iritabilitas, dan muntah yang disertai dengan bertambah besarnya
ukuran kepala (Kliegman, Behrman, Jenson, & Stanton, 2007).
Hidrosefalus dan malformasi chiari II menimbulkan manifestasi disfungsi
hindbrain, berupa, kesulitan untuk makan, tersedak, stridor, apnue, paralisis korda
vokalis, spasitisitas pada ekstremitas atas, dimana jika tidak ditangani dapat
menyebabkan kematian. Krisis chiari akibat herniasi kebawah medula dan tonsil
cerebelar melalui foramen magnum (Winn, 2011).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diagnostik yang sering dilakukan adalah
pemeriksaan foto polos pada lokasi meningokel, seperti foto polos kepala atau
foto polos vertebra. Foto polos kepala dan vertebra dapat menujukan defek kepala,
deformitas spinal dan anomali tulang. MRI digunakan untuk menginvestigasi
kelainan jaringan saraf dan untuk menilai beratnya malformasi hidrosefalus dan
malformasi Chiari (Tandon & Ramamurthi, 2012).
Pemeriksaan USG adalah salah satu alternatif penunjang lain untuk
mendeteksi defek dan isi meningokel. Penegakan diagnosis suatu
mielomeningokel dapat dimulai saat prenatal. Skrining prenatal melalui USG dan
menilai kadar alfa fetoprotein (AFP). Hal ini dapat dilakukan sekitar minggu
ke-12, 22, dan 32. Bahkan pada bayi yang ubun-ubunnya masih belum menutup,
pemeriksaan ini dapat memberikan informasi lebih lengkap mengenai struktur
intrakranial. CT-Scan adalah pemeriksaan penunjang diagnostik terpilih untuk
kasus-kasus mielomeningokel yang dalam hal ini hampir seluruh informasi dapat
diperoleh secara lengkap (Tandon & Ramamurthi, 2012).
Penatalaksanan
Managemen dan supervisi anak dan keluarga dengan mielomeningokel
memerlukan kerja multidisiplin antara dokter bedah, dokter spesialis anak, dan 20
pasien sendiri. Edukasi terhadap orang tua sangat penting, mengingat penegakan
diagnosis dari mielomeningokel dapat diketahui bahkan saat pasien belum
dilahirkan. Orang tua perlu diberi penjelasan dan waktu untuk dapat menerima
keadaan pasien (Kliegman, Behrman, Jenson, & Stanton, 2007).
Penanganan terapi berupa tindakan operasi yang dilakukan
sedini mungkin saat penderita layak untuk menjalani pembedahan. Tindakan
pembedahan dapat ditunda hingga beberapa hari, kecuali terdapat kebocoran dari
cairan serebrospinal. Evaluasi terhadap kelainan kongenital lainnya dan fungsi
renal perlu dilakukan sebelum dilakukan tindakan pembedahan. Beberapa pasien
dengan mielomeningokel, akan mengalami tindakan pembedahan tahap kedua,
yaitu tindakan pembedahan pemasangan shunting ventricular peritoneal untuk
mengatasi hidrosefalus. Kasus-kasus dengan gejala peningkatan tekanan
intrakranial membutuhkan tindakan drainase atau pemasangan pintas ventrikulo-
peritoneal terlebih dahulu sebelum dilakukan operasi reseksi. Jika terdapat gejala
disfungsi dari hindbrain, tindakan pembedahan awal berupa dekompresi saraf
spinal. Pada penderita mielomeningokel dengan tanda-tanda adanya infeksi
(ada luka terbuka), maka perlu dilakukan perawatan lokal dan pemberian
antibiotik dosis tinggi. Teknik operasi disesuaikan per individu berdasarkan hasil
evaluasi pemeriksaan diagnostik (Lindsay, et. al).
Indikasi terapi definitif meliputi alasan kosmetik, pencegahan kerusakan
jaringan otak atau jaringan saraf medulla spinalis lebih lanjut, pencegahan
ulserasi, rupture, dan kebocoran cairan serebrospinal serta indikasi perawatan
penderita. Kontraindikasi operasi adalah keadaan umum penderita yang jelek dan
kerusakan otak hebat dengan hanya sedikit harapan dapat terjadi perkembangan
mental. Clubfeet perlu dilakukan pemasangan casting dan dislokasi pada sendi
panggul perlu dilakukan tindakan operatif (Tandon & Ramamurthi, 2012).
21
Evaluasi lebih lanjut terhadap sistem genitouri perlu dilakukan. Ajarkan
orangtua pasien untuk pemasangan kateter urin reguler, untuk mengatasi
neurogenic bladder. Hal ini penting untuk menghindari infeksi dan refluks yang
akan memicu munculnya pielonefritis dan hidronefrosis. Inkontinensia fekal
terkadang sulit diterima pada masa sekolah, dimana anak dengan kelainan
mielomeningokel tidak dapat menahan buang air besar. Beberapa anak
memperoleh bowel trained dengan regimen time enema atau supositoria yang
membantu evakuasi kotoran sebanyak 1- 2 kali per hari (Kliegman, Behrman,
Jenson, & Stanton, 2007).
Ambulasi adalah harapan yang diinginkan anak dan orangtua, tergantung
pada tingkat lesi dan fungsi dari otot ilipsoas. Hampir semua anak dengan lesi
pada sakral dan lumbosakral dapat melakukan ambulasi, sedangkan anak dengan
lesi yang lebih tinggi, umumnya melakukan ambulasi dengan bantuan braces dan
tongkat (Tandon & Ramamurthi, 2012).
Prognosis
Anak yang lahir dengan mielomeningokel, memiliki angka kematian
sekitar 10-15% dan kebanyakan akan meninggal sebelum usia mereka mencapai 4
tahun. Sekitar 70% pasien yang sembuh, memiliki kemampuan intelegensi yang
22
normal, namun kejang yang sering munul pada kasus lebih sering dari populasi
yang lain. Riwayat meningitis atau ventrikulitis dapat menyebabkan bertambah
parahnya kemungkinan gangguan kognitif. Karena mielomeningokel adalah
keadaan kronik yang menyebabkan kecacatan (disabilitas), perlu diskusi dengan
dokter lain (Kliegman, Behrman, Jenson, & Stanton, 2007).
23
BAB 3
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien An. Z 3 tahun 6
bulan datang bersama orang tuanya ke Poliklinik Bedah Saraf RSUD AWS
Samarinda pada 15 April 2015. Diagnosis masuk dan diagnosis kerja pasien ini
adalah Post op mielomeningokel. Diagnosa diruangan adalah Post op
mielomeningokel. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
TEORI KASUS
ANAMNESIS
- Munculnya benjolan pada
punggung yang muncul saat lahir.
- Defisit neurologi dapat berupa
gangguan motorik, sensoris, dan
disfungsi sfingter, tergantung pada
berat dan letak defek.
- Hidrosefalus disertai dengan
kelainan defek chiari tipe II
muncul pada sekitar 80% pasien
dengan mielomeningokel.
- Trauma saat lahir dapat
menyebabkan deformitas pada
tungkai pasien.
- Pasien memiliki benjolan pada
punggung yang tidak nyeri sejak
lahir.
- Ukurannya tidak terlalu berubah
- Awalnya teraba lunak seluruh
bagian namun saat usia 12 bulan
mulai teraba keras pada bagian
pinggirnya
- Pasien belum bisa berjalan hingga
kini dan kaki terkulai lemas
- Riwayat hidrosefalus
- Terdapat trauma saat lahir pada
kaki kanan pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
- Benjolan pada punggung yang muncul
saat lahir dengan ukuran yang
bervariasi
- Pada umumnya mieloeningokel
- Bekas benjolan terletak di daerah
lumbosakral dengan diameter 5
cm.
24
berkonsistensi lunak, berpulsasi, dan
isi kantungnya berupa korda spinalis.
- Pemeriksaan pada bayi menunjukan
paralisis tipe flaksid pada ekstremitas
bawah, tidak terdapatnya refleks pada
tendo, tidak ada respons terhadap
sentuhan dan nyeri, serta kejadian
yang tinggi akan munculnya
abnormalitas postural pada
ekstremitas bawah (seperti clubfeet
dan subluksasi dari panggul).
- Warna lebih gelap dibanding area
kulit sekitarnya.
- Nyeri tekan pada benjolan (-)
- Bekas benjolan berkonsistensi
kenyal bagian tengah dan bagian
pinggir teraba keras
- Kaki kiri lebih panjang 2 cm
dibanding kaki kanan, flaksid,
clubfoot
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- USG
- Foto rontgen
- CT-scan
- MRI
Telah dilakukan pemeriksaan
penunjang foto rontgen kepala dan
tulang belakang serta MRI, namun
hasil pemeriksaan tidak dibawa ke
RS
DIAGNOSIS
Sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang
- Pasien memiliki benjolan pada
tulang belakang yang tidak nyeri
sejak lahir. Teraba lunak bagian
tengah, agak keras bagian
pinggir.
- Pasien belum bisa berjalan
hingga kini dan kaki terkulai
lemas
- Riwayat hidrosefalus
- Terdapat trauma saat lahir pada
kaki kanan pasien.
- Bekas benjolan terletak di daerah
lumbosakral dengan diameter 5
25
cm.
- Warna lebih gelap dibanding
area kulit sekitarnya.
- Nyeri tekan pada benjolan (-)
- Bekas benjolan berkonsistensi
kenyal bagian tengah dan bagian
pinggir teraba keras
- Kaki kiri lebih panjang 2 cm
dibanding kaki kanan, flaksid,
clubfoot
PENATALAKSANAAN
- Tindakan pembedahan dapat ditunda
hingga beberapa hari, kecuali terdapat
kebocoran dari cairan serebrospinal.
- Beberapa mengalami tindakan
pembedahan tahap kedua, yaitu
tindakan pembedahan pemasangan
shunting ventricular peritoneal untuk
mengatasi hidrosefalus.
- Club feet perlu dilakukan pemasangan
casting dan dislokasi pada sendi
panggul perlu dilakuakn tindakan
operatif.
Reseksi mielomeningokel 3 bulan
yang lalu
Tindakan pembedahan pemasangan
shunting ventricular peritoneal
untuk mengatasi hidrosefalus saat
usia 3 bulan
Pro repair
KOMPLIKASI
- Bocornya kantong pembungkus
mielomeningokel, sehingga dapat
menyebabkan bocornya cairan CSF
dan menimbulkan meningitis.
Tidak ditemukan adanya komplikasi
pada pasien ini
DAFTAR PUSTAKA26
Kliegman, R., Behrman, R., Jenson, H., & Stanton, B. (2007). Nelson Textbook of
Pediatrics. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Lindsay, Kenneth; Bone, Ian; Callander, Robin. 2006. Neurology and
Neurosurgery Illustrated, 4th Ed., Churchill Livingstone, UK.
Tandon, P. N., & Ramamurthi, R. (2012). Ramamurthi&Tandon's Textbook of Neurosurgery. India: Jaypee Brothers medical Publisher.
Winn, H. (2011). Youmans Neurological Surgery. New York: Elsevier.
27