Tutorial Klinik VK 1 - Eklampsia
-
Upload
achmad-aidil-tazakka -
Category
Documents
-
view
63 -
download
10
description
Transcript of Tutorial Klinik VK 1 - Eklampsia
SMF/ Lab Obstetri dan Ginekologi Tutorial Klinik
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
EKLAMPSIA
Disusun Oleh:
Prilandy Jayastari (1410029041)
Dhyani Chitta Mayasari (1410029016)
Dwi Akbarina Yahya (0910015007)
Achmad Aidil Tazakka (0910015006)
Adelia Listiana Dewi (0910015012)
Pembimbing:
dr. Yasmin Sabina S., Sp.OG
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Syahranie
Samarinda
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eklampsia adalah bentuk kelanjutan dari preeklampsia yang disertai dengan
keadaan kejang tonik-klonik (grand mal ) yang disusul dengan koma. Kejang di sini
bukan akibat kelainan neurologis (saraf) dan dapat muncul sebelum, selama, dan
setelah kehamilan.
Tanda dan gejala eklampsia didahului dengan memburuknya preeklampsia dan
timbul gejala-gejala nyeri kepala frontal, nyeri epigastrium, gangguan penglihatan,
mual, hiperrefleksia. Gejala klinisnya yaitu hipertensi, edema dan proteinuria, kejang-
kejang dan/atau koma, kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ-organ.
Mencegah timbulnya eklampsia jauh lebih penting dari mengobatinya, karena
sekali ibu mendapat serangan, maka prognosis akan jauh lebih buruk. Pada umumnya
eklampsia dapat dicegah atau frekuensinya dapat diturunkan. Cara pengobatan dan
pencegahannya pun harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan di rumah sakit.
Penanganan eklampsia tidak boleh sembarangan, karena akan berakibat sangat fatal
baik pada ibu atau janin bila penanganannya tidak dilakukan oleh tenaga medis yang
benar-benar profesional. Oleh karena itu, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan
yang tepat sangat diperlukan pada kasus eklampsia.
1.2 Manfaat penulisan
1. Bagi dokter muda sebagai bahan pembelajaran kepaniteraan klinik mengenai
eklampsia
2. Bagi masyarakat dapat memberikan sumber informasi mengenai eklampsia
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi hingga penatalaksanaan eklampsia
2. Untuk mengetahui perbandingan antara teori dan kasus nyata eklampsia
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Rabu, 14 Januari 2015
pukul 16.20 wita di ruang nifas Mawar RSUD AW. Sjahranie Samarinda.
Anamnesis:
Identitas pasien:
Nama : Ny. I
Umur : 19 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Sunda
Alamat : Desa Sidomukti Rt.028 Kec.Muara Kaman Kab. KUKAR
Masuk RS (MRS) : Hari Rabu, 19 Januari 2010 pukul 16.20
Identitas suami:
Nama : Tn. N
Umur : 22 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh
Suku : Kutai
Alamat : Desa Sidomukti Rt.028 Kec.Muara Kaman Kab. KUKAR
Keluhan Utama:
Perut kencang-kencang (+), keluar air-air bercampur lendir dan darah.
3
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RSUD atas rujukan bidan dari Puskesmas Sebulu karena
terasa mulas dan keluar air dari jalan lahir. Pasien merasakan mulas-mulas sejak 4
jam SMRS, mulas-mulas awalnya dirasakan jarang namun semakin lama semakin
sering, kuat dan teratur dirasakan. Pasien juga mengaku sudah keluar air-air dari jalan
lahir sejak 4 jam SMRS. Ketuban pecah saat pasien dalam perjalanan menuju ke
RSUD AWS. Pasien rutin kontrol ke poli penyakit dalam RSUD AWS untuk
pengobatan diabetes.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes sejak 2014, dan pernah dirawat di RSUD
AWS pada bulan Maret 2014 karena diabetes.
Riwayat Haid:
- Menarche usia 12 tahun
- Siklus teratur setiap 28 hari
- Lama haid 4 hari
- Hari Pertama Haid Terakhir : 6 April 2014
- Taksiran Persalinan : 13 Januari 2015
Riwayat Perkawinan:
Perkawinan yang pertama, kawin pertama usia 16 tahun, lama menikah 4 bulan.
Riwayat Obstetrik:
Hamil ini
Ante Natal Care:
Selama kehamilan ini pasien rutin memeriksakan kandungan di bidan
puskesmas tiap bulan.
4
Kontrasepsi:
Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi.
Pemeriksaan fisik:
1. Berat badan 65 kg, tinggi badan 151 cm
2. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
3. Kesadaran : Composmentis, GCS :
E4V5M6
4. Tanda vital:
Tekanan darah : 110/90 mmHg
Frekuensi nadi : 86 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu : 36,3°C
5. Status generalis:
Kepala : normochepali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-)
Telinga/hidung/tenggorokan : tidak ditemukan kelainan
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax:
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : hepar: pembesaran (-), limpa: pembesaran (-)
6. Ekstremitas : Atas: akral hangat
Bawah: edema tungkai (-/-), varices (-/-), refleks patella (+/+)
7. Status Ginekologi:
1. Inspeksi : cembung, striae gravidarum (+)
2. Palpasi :
a. Leopold I : Teraba kepala, TFU : 30 cm
b. Leopold II : Teraba punggung kanan
c. Leopold III: Teraba bokong
5
d. Leopold IV: Sudah masuk pintu atas panggul (PAP)
e. Taksiran Berat Janin (TBJ) : 2.790 gram
f. HIS : 4x/10’ 30-35”
3. Auskultasi : DJJ 138 x/menit, terdengar jelas di abdomen dextra lebih
tinggi dari umbilikus ibu.
4. Pemeriksaan Dalam : v/v normal, ∅ lengkap, ketuban (-), kepala di Hodge II
Pemeriksaan Tambahan :
Laboratorium Darah Lengkap
a. Leukosit : 16.100/mm3
b. Hb : 12,9 gr/dl
c. HCT : 37,6 %
d. Trombosit : 199.000 / mm3
e. BT : 3 menit
f. CT : 10 menit
g. Gula darah sewaktu (GDS) : 144
h. Ureum : 31,2 gr/dl
i. Creatinin : 0,7 gr/dl
j. HbsAg : Non Reaktif
k. 112 : Non Reaktif
l. Protein : +1
Diagnosis kerja:
GIP0A0 + gravid 40-41 minggu + tunggal hidup + inpartu kala II + DM tipe 1
Penatalaksanaan IGD :
-
Penatalaksanaan VK :
Observasi keadaan umum & vital sign, kolaborasi dengan obgyn
6
Laporan Kelahiran Bayi:
Bayi lahir jenis kelamin perempuan dengan Apgar score 8/9, berat badan 3.300
gram dan panjang badan 52 cm, anus ada dan tidak didapatkan kelainan yang lain.
Follow up:
No Tanggal Follow up Lab
1 14-01-2015
16.20
Menerima pasien baru dari IGD, dengan
diagnosa GIP0A0 + gravid 40-41 minggu +
tunggal hidup + inpartu kala II + DM Tipe I
Dilakukan observasi keadaan umum dan vital
sign serta kolaborasi dengan obgyn
2 16.56 Bayi lahir perempuan, apgar score 8/9. BB
3200 gram, panjang badan 32 cm, tunggal,
hidup. Plasenta lahir spontan lengkap,
perineum epis, kontraksi uterus baik,
perdarahan (+)
Lapor dr.Sp.OG advice : Nifedipin 2 x 10 mg
(PO)
3 18.00 Tekanan darah : 170/100
Memberikan nifedipine 10 mg per oral
4 21.00 S: pasien mengeluhkan penglihatan kabur dan
pusing
O: Kesadaran compos mentis, GCS 15
E4M5V6. Tekanan darah 170/100 mmHg,
TFU 1 jari di bawah pusat, GDS : 249
A: Post Partus Hari ke 0
P: konsul dr. jaga ruangan depan advice :
- Insulin extra 4 IU
7
- Terapi lain lanjut
- Besok cek GDP, GD2PP, HbA1c,
5 22.00 S: -
O: Kesadaran compos mentis, GCS 15
E4M5V6. Tekanan darah 170/110 mmHg,
nadi 84x/menit, nafas 20x/menit, suhu
36,70C, anemis -/-, TFU 1 jari di bawah
pusat.
A: Post partus hari ke 0
P: injeksi insulin extra 4 IU
Nifedipine 10 mg ( per oral)
6 23.00 S: -
O: Kesadaran compos mentis, GCS 15
E4M5V6. Tekanan darah 140/100 mmHg,
nadi 76x/menit, nafas 20x/menit, suhu
36,70C, anemis -/-, TFU 1 jari di bawah
pusat.
A: Post partus hari ke 0
P: -
7 15-01-2015
03.00
S: pasien kejang
O: Kesadaran compos mentis, GCS 15
E4M5V6. Tekanan darah 170/90 mmHg, nadi
116x/menit, nafas 29x/menit, suhu 36,70C,
anemis -/-
A: Post partus hari ke 1
P: O2 3lpm
Dipasang kateter
8
8 15-01-2015
03.15
Menelpon dr.sp.OG advice :
Protap MGSO4
Nifedipine 3x 10 mg
15-01-2015
03.20
S: pasien kejang kedua
O: Tekanan darah 190/100 mmHg, nadi
121x/menit, nafas 32x/menit, suhu 39,60C,
GDS 266
A: Post partus hari ke 1
P: bolus MgSO4 40% 2 gr pelan
5 cc diencerkan sampai dengan 10 cc
15-01-2015
03.30
S: -
O: Tekanan darah 160/100 mmHg, nadi
120x/menit.
A: Post partus hari ke 1
P: Memberikan Nifedipine 5 mg (5L)
15-01-2015
04.00
S: Pasien kejang ketiga
O: Tekanan darah 160/100 mmHg, nadi
120x/menit.
A: Post partus hari ke 1
P: Menelpon dr.Sp.OG advice :
Drip catapres 2 ampul dalam RL dalam 12
tpm
Konsul anastesi untuk pindah ke HCU
Konsul IPD untuk kontrol GDS
15-01-2015
06.00
S: -
O: Tekanan darah 140/100 mmHg, nadi
105x/menit, suhu 38,50C, pernapasan
29x/menit.
9
A: Post partus hari ke 1
P: Menelpon dr.Sp.OG advice :
Cefotaxime 3x1 gram
Observasi keadaan umum & Vital Sign
ketat
15-01-2015
10.00
Pasien dipindahkan ke HCU
16-01-2015 S: penurunan kesadaran (+), sesak (-)
O: GCS E2V3M5. Tekanan darah 103/61
mmHg, nadi 111 x/menit, suhu 36,30C,
pernapasan 24 x/menit GDS : 223
TFU : 2 jari di bawah pusat.
A: P1A0 PP Spontan + Riwayat eklampsia +
DM tipe I hari ke-2
P: Cefotaxime IV 3 x 1 gr
Ranitidin IV 2 x 1 gr
Lab :
Hb : 11,5
Leukosit : 17.300
Hct : 33 %
Trombosit : 138.000
17-01-2015 S: (-)
O: GCS E4V5M6. Tekanan darah 72/53
mmHg, nadi 89 x/menit, suhu 36,30C,
pernapasan 19 x/menit GDS : 161
TFU : 2 jari di bawah pusat.
A: P1A0 PP Spontan + Riwayat eklampsia +
DM tipe I hari ke-3
P: Diet DM sonde / N67 6 x 200 cc
IVFD KAEN 3B 80 cc/jam
Cefotaxime IV 3 x 1 gr
Ranitidin IV 2 x 1 gr
Novorapid 6 – 6- 6
Loveramid 0 – 0 – 8
10
Konsul dr.Satria Sp.An :
Besok direncanakan pindah ruanga
Makan minum bebas
IVFD KAEN 3B 40 CC/ jam
Tunda konsul Neuro
18-01-2015 S: (-)
O: CM, Tekanan darah 104/66 mmHg, nadi
80 x/menit, suhu 370C, pernapasan 20
x/menit, O2 nasal 3 lpm.
TFU : 2 jari di bawah pusat.
A: P1A0 PP Spontan + Riwayat eklampsia +
DM tipe I hari ke-4
P: Diet bebas TKTP
IVFD KAEN 3B 40 cc/jam
Cefotaxime 3 x 1 gr (Hari ke-5)
Ranitidin IV 2 x 1
Novorapid 6-6-6
Levemir 0-0-8
Pindah ruangan
19-01-2015 S: mual (-) , muntah (-), penglihatan kabur (-)
O: CM, GCS E4V5M6. Tekanan darah
109/71 mmHg, nadi 102 x/menit, suhu
36,30C, pernapasan 15 x/menit.
TFU : 2 jari di bawah pusat.
A: P1A0 PP Spontan + Riwayat eklampsia +
DM tipe I hari ke-4
P: Diet bebas TKTP
IVFD KAEN 3B 40 cc/jam
Cefotaxime 3 x 1 gr (Hari ke-5)
11
Ranitidin IV 2 x 1
Novorapid 6-6-6
Levemir 0-0-8
Pindah ruangan
20-01-2015 S: Lemas, pusing, tidak bisa tidur
O: Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 100
x/menit, suhu 36,30C, pernapasan 24 x/menit.
TFU : 2 jari di bawah pusat.
A: P1A0 PP Spontan + Riwayat eklampsia +
DM tipe I hari ke-4
P: besok cek GDP & GD2PP
Cefadroxil 2 x 500 mg
PCT 3 x 500 mg
SF 2 x 300 mg
Novorapid 3 x 6 IU
Lovemir 0 – 0 – 8
Diet DM, rencana konsul gizi
21 –01-2015 S: Lemas, tidak bisa tidur
O: Tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 88
x/menit, suhu 36,00C, pernapasan 20x/menit.
GD2PP : 271
TFU : 2 jari di bawah pusat.
A: P1A0 PP Spontan + Riwayat eklampsia +
DM tipe I hari ke-6
P: Konsul Sp.PD untuk rencana pulang.
22-01-2015 S: Lemas, tidak bisa tidur
O: Tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 61
x/menit, suhu 36,50C, pernapasan 13x/menit.
TFU : 2 jari di bawah pusat.
A: P1A0 PP Spontan + Riwayat eklampsia +
Konsul dr. Sp.PD
advis:
Extra Novorapid 8 IU
setelah itu boleh
12
DM tipe I hari ke-6
P: Konsul Sp.PD untuk rencana pulang.
Cefadroxil 2 x 500 mg
SF 2 x 300 mg
PCT 3 x 500 mg
Novorapid 3 x 6 IU
Lavvemir 0 – 0 – 8
Diet DM 1700 kkal
Kontrol Sp.PD & Sp.OG
pulang.
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Eklampsia dalam bahasa Yunani berarti “halilintar”, karena serangan kejang-
kejang timbul dengan tiba-tiba seperti petir.
Eklampsia adalah preeklampsia yang mengalami komplikasi kejang tonik
klonik yang bersifat umum. Koma yang fatal tanpa disertai kejang pada penderita
preeklampsia juga disebut eklampsia. Namun kita harus membatasi definisi diagnosis
tersebut pada wanita yang mengalami kejang dan kematian pada kasus tanpa kejang
yang berhubungan dengan preeklampsia berat.
Eklampsia merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsia yang tidak teratasi
dengan baik. Selain mengalami gejala preeklampsia, pada wanita yang terkena
eklampsia juga sering mengalami kejang kejang. Eklampsia dapat menyebabkan
koma atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau setelah melahirkan.
Eklampsia adalah bentuk kelanjutan dari preeclampsia yang disertai dengan
keadaan kejang tonik-klonik (grand mal) yang disusul dengan koma. Kejang di sini
bukan akibat kelainan neurologis (saraf) dan dapat muncul sebelum, selama, dan
setelah kehamilan. Namun kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama
pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari postpartum. Sedangkan yang dimaksud
dengan preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan edema (penimbunan
cairan dalam cairan tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai dan kaki) akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala
ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (kelainan
plasenta). Fatal coma tanpa kejang juga bisa diartikan sebagai eklampsia. Tetapi perlu
ada batasan untuk mendiagnosis wanita dengan kejang dan memperhatikan kematian
tanpa kejang yang disebabkan oleh preeklampsia berat (PEB).
Eklampsia merupakan kumpulan gejala, yang utama tekanan darah tinggi dan
adanya protein dalam urin. Pada eklampsia ringan, tekanan darah 140/90 sampai
dengan <160/110 dan kadar protein semikuantitatif +2; eklampsia berat, tekanan
14
darah > 160/110 dan kadar protein semikuantitatif > +2. > +2 berarti kebocoran
protein lebih banyak dan itu menunjukkan tingkat kebocoran ginjal lebih parah
dibandingkan eklampsia ringan.
2.2 Klasifikasi
Menurut saat terjadinya eklampsia kita mengenal istilah:
1. Eklampsia antepartum ialah eklampsi yang terjadi sebelum persalinan
(paling sering) setelah 20 minggu kehamilan.
2. Eklampsia intrapartum ialah eklampsia sewaktu persalinan.
3. Eklampsia postpartum, eklampsia setelah persalinan.
Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapat dibagi menjadi:
1. Eklampsia gravidarum
· Kejadian 50% sampai 60%
· Serangan terjadi dalam keadaan hamil
2. Eklampsia parturientum
· Kejadian sekitar 30% sampai 35%
· Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan, terutama saat mulai
inpartu
3. Eklampsia puerperium
· Kejadian jarang yaitu 10%
· Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir
2.3 Faktor Predisposisi
Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik,
mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita
preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau
eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia.
15
2.4 Etiologi dan Patofisiologi
Etiologi
Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi
banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain:
a. Teori genetik
Eklampsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia.
b. Teori imunologik
Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Janin yang merupakan benda asing
karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu.
Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda asing, dan rahim
tidak dipengaruhi oleh sistem imunologik normal, sehingga terjadi modifikasi respon
imunologi dan terjadilah adaptasi. Pada eklampsia terjadi penurunan atau kegagalan
dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan.
c. Teori iskhemia regio utero placental
Kejadian eklampsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placental
menimbulkan bahan vasokonstriktor yang bila memakai sirkulasi, menimbulkan
bahan vasokonstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi renin
angiotensin dan aldosteron. Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general,
termasuk odem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang
meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin vasokonstriksi selanjutnya akan
mengakibatkan hipoksia kapiler danpeningkatan permeabilitas pada membran
glomerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih jauh.
d. Teori radikal bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ischemia placenta adalah radikal bebas. Radikal
bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat
reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu atau dua
elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila ikatan pasangan elektron
rusak. Sehingga elektron yang tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari
16
atom lain dengan menimbulkan kerusakan sel. Pada eklamsia sumber radikal bebas
yang utama adalah placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami iskemia.
Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada
membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel. Pada eklamsia kadar lemak lebih
tinggi dari pada kehamilan normal, dan produksi radikal bebas menjadi tak terkendali
karena kadar anti oksidan juga menurun.
e. Teori kerusakan endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi pembuluh
darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari pengaruh
vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal
bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang
menghasilkan peroksidase asam lemak jenuh.
Pada iskhemia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak
adalah sel endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai
pada glomerulus ginjal yaitu berupa “glumerulus endotheliosis”. Gambaran
kerusakan endotel pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre
eklamsia.
f. Teori trombosit
Plasenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari asam
arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Iskhemi regio utero
plasenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal bebas asam
lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan iskhemi regio utero plasenta yang terjadi
menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi
kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7 :
1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi
kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.
g. Teori diet ibu hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil ± 2-2 ½ gram per hari. Bila terjadi kekurangan
kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan janin.
17
Kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot
sehingga menimbulkan sebagai berikut: dengan dikeluarkannya kalsium dari otot
dalam waktu yang lama, maka akan menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung
yang menyebabkan menurunnya strike volume sehingga aliran darah menurun.
Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi,
sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.
Patofisiologi
Pada wanita yang mati karena eklampsia terdapat kelainan pada hati, ginjal,
otak, paru-paru dan jantung. Pada umumnya ditemukan necrose, oedema, ischemia
dan thrombosis. Pada placenta terdapat infarct karena degenerasi syncytium.
Perubahan lain yang terdapat ialah retensi air dan natrium, haemokonsentrasi dan
kadang-kadang asidosis.
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang diduga berhubungan
dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resistensi intra mural
pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium
yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak kembar atau
hidramnion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriktor yang bila
memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan ini mengakibatkan
peningkatan produksi renin, angiotensin, dan aldosteron. Renin angiotensin
menimbulkan vasokonstriksi generalisata dan semakin memperburuk iskemia utero
plasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air dan elektrolit dan odema
generalisator, termasuk odema intima pada anterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ,
termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya
proses eklampsia.Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
18
timbulnya hipertensi arterial.Vasospasme dapat diakobatkan karena adanya
peningkatan sensitivitas dari sirkulating pressor. Eklampsia yang berat dapat
mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain.Gangguan perfusi plasenta dapat
sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta, sehingga dapat berakibat
terjadinya intrauterine growth retardation.
2.5 Manifestasi Klinik Eklampsia
1. Didahului memburuknya preeklampsia dan timbul gejala-gejala nyeri kepala
frontal, nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, mual, hiperrefleksia.
2. Jika gejala ini tidak dikenali dan diatasi akan segera timbul kejangan, dgn 4
macam tingkat :
a) Stadium invasi (awal atau aurora).
Mata terpaku terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan
bergetar, kepala dipalingkan ke kanan dank e kiri. Stadium ini berlangsung
selama kurang lebih 30 detik.
b) Stadium kejang tonik.
Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku,tangan menggenggam dan
kaki membengkok ke dalam, pernapasan berhenti, muka mulai kelihatan
sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung selama kurang lebih
20-30 detik.
c) Stadium kejang klonik.
Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam waktu cepat. Mulut
terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata
melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama
1-2 menit kejang klonok berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas
seperti orang mendengkur.
d) Stadium koma.
Lamanya ketidaksadaran (koma) ini berlangsung selama beberapa
menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan
baru dan akhirnya ibu tetap dalam keadaan koma.
19
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Eklampsia
digolongkan menjadi kasus antepartum, intrapartum atau postpartum
tergantung saat kejadiannya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau
sesudah persalinan. Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan
kejang biasanya dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah
wajah. Beberapa saat kemudian seluruh tubuh menjadi kaku karena
kontraksi otot yang menyeluruh, fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15
detik. Pada saat yang bersamaan rahang akan terbuka dan tertutup dengan
keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otot – otot
wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi dan relaksasi
secara bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini kadang – kadang
begitu hebatnya sehingga dapat mengakibatkan penderita terlempar dari
tempat tidurnya, bila tidak dijaga. Lidah penderita dapat tergigit oleh karena
kejang otot – otot rahang. Fase ini dapat berlangsung sampai 1 menit,
kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi semakin lemah dan jarang
dan pada akhirnya penderita tidak bergerak.
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan berhenti.
Selama beberapa detik penderita sepertinya meninggal karena henti nafas,
namun kemudian penderita bernafas panjang, dalam dan selanjutnya
pernafasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang
pertama ini akan diikuti dengan kejang – kejang berikutnya yang bervariasi
dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut
status epileptikus.
Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa
saat. Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang
yang terjadi jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera
setelah kejang. Namun pada kasus – kasus yang berat, keadaan koma
berlangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa
sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi
hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.
20
Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia
dan dapat mencapai 50 kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia
sampai asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat
dapat ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang
terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan
pada susunan saraf pusat.
3. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai
400 C.
4. Gejala Klinis
1. Kehamilan > 20 minggu, atau saat persalinan atau masa nifas.
2. Tanda-tanda pre-eklampsia (hipertensi, edema dan proteinuria).
3. Kejang-kejang dan/atau koma.
4. Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ-organ.
2.6 Diagnosis
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang yang bukan
disebabkan oleh hal lain.
Eklampsia merupakan kumpulan gejala, yang utama tekanan darah tinggi dan
adanya protein dalam urin. Pada eklampsia ringan, tekanan darah 140/90 sampai
dengan <160/110 dan kadar protein semikuantitatif +2; eklampsia berat, tekanan
darah > 160/110 dan kadar protein semikuantitatif >+ 2. >+2 berarti kebocoran
protein lebih banyak dan itu menunjukkan tingkat kebocoran ginjal lebih parah
dibandingkan eklampsia ringan.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan eklampsia sama dengan penatalaksanaan preeklampsia berat.
Dengan tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri
kehamilan secepatnya digunakan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Jika preeklampsia diketahui lebih awal dan ditangani lebih cepat, eklampsia
akan lebih sulit terjadi. Sangat jarang dimulai dan proses cepat terjadi eklampsia
21
diantara pemeriksaan antenatal yang biasa dan sering. Jika wanita berada di luar
rumah sakit saat terjadi konvulsi, paramedis harus segera dipanggil untuk
memberikan pertolongan pertama sebelum dibawa ke rumah sakit.
Prinsip penatalaksanaan :
1. Penderita eklampsi harus dirawat inap di rumah sakit.
2. Pengangkutan ke rumah sakit.
Sebelum dikirim, berikan obat penenang untuk mencegah serangan kejang-
kejang selama dalam perjalanan, yaitu pethidin 100 mg atau luminal 200
mg atau morfin 10 mg.
3. Tujuan perawatan di rumah sakit ialah menghentikan konvulsi, mengurangi
vasospasme, meningkatkan dieresis, mencegah infeksi, memberikan
pengobatan yang cepat dan tepat, serta melakukan terminasi kehamilan
setelah 4 jam serangan kejang yang terakhir, dengan tidak memperhitungkan
tuanya kehamilan.
4. Sesampainya di rumah sakit, pertolongan pertama adalah :
a) Membersihkan dan melapangkan jalan pernapasan.
b) Menghindarkan lidah tergigit dengan mennberikan tough spatel.
c) Pemberian oksigen
d) Pemasangan infuse dektrosa atau glukosa 10%, 20%, 40%.
e) Menjaga agar jangan sampai terjadi trauma, serta dipasang kateter tetap
(dauer catheter).
5. Observasi penderita
Observasi penderita dilakukan di dalam kamar isolasi yang tenag, dengan
lampu redup(tidak terang), jauh dari kebisingan dan rangsangan . kemudian
dibuat catatan setiap 30 menit berisi tensi, nadi, respirasi, suhu badan.
Reflex, dan dieresis. Bila memungkinkan dilakukan funduskopi sekalli
sehari. Juga dicatat tingkat kesadaran danjumlah kejang yang terjadi.
Pemberiaan cairan disesuaikan dengan jumlah dieresis, pada umumnya 2
liter dalam 24 jam. Kadar protein urin diperiksa dalam 24 jam kuantatif.
6. Regim-regim pengobatan :
22
a) Regim Magnesium Sulfat
Injeksi MgSO4 20% dengan dosis 4 gr intravena perlahan-lahan selama 5-10
menit, kemudian disusul dengan suntikan i.m diteruskan dengan dosis 4 gr
setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan sampai 24 jams etelah konvulsi
berakhir atau setelah persalinan, bila tidak ada kontraindikasi(perhatikan
nafas, reflex,dan diuresis). Juga harus tersedia kalsium glukonas sebagai
antidotum.
Kegunaan MgSO4 adalah untuk mengurangi kepekaan syaraf pust agar dapat
mencegah konvulsi, menambah dieresis, kecuali bila ada anuria, dan untuk
menurunkan pernafasan yang cepat.
b) Regim sodium pentotal.
Dosis inisial suntikan intravena perlahan-lahan sodium pentotal 2,5% adalah
sebanyak 0,2-0,3 gr. Dengan infus secara tetes (drips) tiap 6 jam berikan:
1 gr sodium pentotal dalam 500 cc dekstrosa 10%.
½ gr dalam 500 cc 10%
½ gr dalam 500 cc 5%
½ gr dalam 500 cc 5%
Selama 24 jam
Kerja pentotal sodium adalah untuk menghentikan kejang dengan segera.
Obat ini hanya diberikan di rumah sakit, karena cukup berbahaya, dapat
menghentikan nafas (apnea).
c) Regim valium (diazepam).
Dengan dosis 40 mg dalam 500 cc glukosa 10% dengan tetesan 30 tetes per
menit. Seterusnya diberikan setiap 2 jam 10 mg dalam infuse atau suntikan
i.m, sampai tidak ada kejang. Obat ini cukup aman.
7. Pemberian antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari yaitu
penisilin prokain 1.2-2,4 juta satuan.
8. Penanganan obtetrik
23
Setelah pengobatan terdahulu, dilakukan penilaian tentang status obstetrikus
penderita : keadaan janin, keadaan serviks dan sebagainya. Setelah kejang
dapat diatasi, keadaan umum penderita diperbaiki, kemudian direncanakan
untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat jalannya persalinan dengan
cara yang aman. Langkah-langkah yang dapat diambil adalah :
a) Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan
pervaginam dipenuhi maka dilakukan persalinan tindakan dengan trauma
yang minimal.
b) Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif langsung dilakukan
amniotomi selanjutnya diikuti sesuai dengan kurva dari Friedman, bila ada
kemacetan dilakukan seksio sesar.
c) Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vacuum atau forceps. Bila janin
mati dilakukan embriotomi.
d) Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primi),serta kepala janin masih
tinggi atau ada kesan terdapat disproporsi sefalovelvik, atau ada indikasi
obstetric lainnya, sebaiknya dilakukan seksio sesarea(bila janin hidup).
Anastesi yang dipakai local atau umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
e) Selain itu tindakan seksio sesar dikerjakan pada keadaan-keadaan:
o Penderita belum inpartu
o Fase laten
o Gawat janin
2.8 Komplikasi
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan
kadang–kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah
persalinan urin output akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan
kondisi penderita. Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu beberapa hari
sampai 2 minggu setelah persalinan. Apabila keadaan hipertensi menetap setelah
persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit vaskuler kronis.
24
Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi
karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas
yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita
mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian
cairan yang berlebihan.
Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan
atau beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masif. Apabila
perdarahan otak tersebut tidak fatal maka penderita dapat mengalami hemiplegia.
Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat
hipertensi kronis. Pada kasus yang jarang perdarahan otak dapat disebabkan
pecahnya aneurisma Berry atau arterio venous malformation.
Pada kira – kira10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan
dengan variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab
kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema
pada lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik
dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.
Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang
berat bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri
yang luas. Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat
herniasi uncus trans tentorial.
Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis,
penderita berubah menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari
sampai sampai 2 minggu namun prognosis penderita untuk kembali normal baik
asalkan tidak terdapat kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat – obat
antipsikosis dengan dosis yang tepat dan diturunkan secara bertahap terbukti efektif
dalam mengatasi masalah ini.
Pada Ibu:
1. CVA ( Cerebro Vascular Accident )
2. Edema paru
3. Gagal ginjal
25
4. Gagal hepar
5. Gangguan fungsi adrenal
6. DIC ( Dissemined Intrevasculer Coagulopaathy )
7. Payah jantung.
8. Lidah tergigit (kejang)
9. Merangsang persalinan
10. Gangguan pernafasan
Pada Anak :
1. Prematuritas
2. Gawat janin
3. IUGR (Intra.Uterine Growth Retardation)
4. Kematian janin dalam rahim.
Organ-organ yang mengalami perubahan akibat eklampsia.
1. Otak
Pada eklampsia, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada
pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan
serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi
perdarahan.
2. Plasenta dan rahim.
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen
terjadi gawat janin. Pada penyakit eklampsi sering terjadi peningkatan tonus
rahim dan kepekaannya terhadap rangsangan, sehingga terjadi paertus
prematurus.
3. Ginjal.
Filtrasi glomelurus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini
menyebabakan filtrasi natrium melalui glomelurus menurun, sebagai akibatnya
terjadilah retensi garam dan air. Filtasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari
normal sehingga pada keadaaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
26
4. Paru-paru
Kematian ibu dalam masalah eklampsi lebih sering disebabkan oleh edema paru
yang meninbulkan drkompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi
pnemonia, atau abses paru.
edema paru :
(Kardio genik) Hipertensi > peningkatan afterload > payah jantung ventrikel
kiri > darah kembali ke pulmo > hipertensi pulmo > edema paru.
(Nonkardiogenik) sel endotel pembuluh darah kapiler rusak > pengeluaran
trobomboksan > hipertensi > permebialaitas kapiler paru turun > edema.
5. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasem pembuluh darah. Bila terdapat
hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya eklampsi atau preeklampsi
berat. Pada eklampsi ablasio retina yang disebabkan edema intra-olu;er dan
merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain
yang menandakan adanya eklampsi adalah ditemukanya skotoma, diplopia, dan
ambliopia. Hal ini desebabkan oleh adanya perubahan pembulah darah dalam
pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.
6. Keseimbangan air dan elektrolit.
Pada preeklampsia berat dan eklampsi , kadar gula darah naik sementara, asam
laktat dan asam organic lainya naik, sehingga cadangan alkali akan turun.
Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai,
zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan
karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan
alkali dapat kembali pulih normal.
2.9 Diagnosis Banding
Secara umum seorang wanita hamil aterm yang mengalami kejang selalu
didiagnosis sebagai eklampsia. Hal ini karena diagnosis diferensial keadaan ini
seperti, epilepsi (anamnesa epilepsi +), ensefalitis dan meningitis (pungsi lumbal),
Tetanus (kejang tonik/kaku kuduk), Febrile convulsion” (panas +) dan tumor otak
27
serta pecahnya aneurisma otak memberikan gambaran serupa dengan eklampsia.
Prinsip : setiap wanita hamil yang mengalami kejang harus didiagnosis sebagai
eklampsia sampai terbukti bukan.
Eklampsia dipandang sebagai bentuk ensefalopati hipertensi dalam konteks
peristiwa-peristiwa patologis yang menyebabkan preeklampsia. Diperkirakan bahwa
resistensi pembuluh darah otak berkurang, menyebabkan peningkatan aliran darah ke
otak. Selain fungsi abnormal dari endothelium, ini menyebabkan edema serebral.
Biasanya kejang eklampsia tidak akan menyebabkan kerusakan otak abadi, namun,
perdarahan intrakranial bisa terjadi.
2.10 Prognosis
Prognosis eklampsia ialah morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi tinggi.
a) Kematian maternal
Di negara-negara maju kematian maternal lebih rendah, yaitu sekitar 3-
15%. Di negara-negara berkembang angka ini lebih tinggi yaitu sekitar 9,8-
25,5% (Hardjito dan Martohoesodo, 1997). Kematian maternal biasanya
disebabkan oleh: perdarahan otak (25%), kegagalan jantung-paru (50%),
kegagalan ginjal (10%), infeksi (5%),kegagalan hepar (5%), dan lain-lain
(5%).
b) Kematian perinatal (bayi)
Kematian perinatal di negara maju lebih rendah dibandingkan dengan
negara-negara berkembang. Di negara berkembang dilapporkan berkisar
antara 42,2%-50%. Sebab kematian bayi terutama adalah hipoksia
intrauterine dan prematuritas.
Kriteria Eden
Adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsi, yang terdiri dari :
a) Koma yang lama (prolonged coma).
b) Frekuensi nasi diatas 120 kali per menit.
c) Suhu 39,40C atau lebih.
28
d) Tekanan darah lebih dari 200 mmHg.
e) Konvulsi lebih dari 10 kali.
f) Protein uria 10 gr atau lebih.
g) Tidak ada edema, edema menghilang.
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, maka eklampsia tergolong ringan,
bila dijumpai 2 atau lebih tergolong berat dan prognosis akan lebih jelek. Tingginya
kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang disebabkan oleh karena kurang
sempurnanya pengawasan antenatal dan natal, penderita eklampsia sering datang
terlambar,sehingga terlambat memperoleh pengobatan yang tepat dan cepat. Biasanya
preeklampsia dan eklampasia murni, tidak menyebabkanhipertensi menahun.
2.11 Pencegahan
Mencegah timbulnya eklampsia jauh lebih penting dari mengobatinya, karena
sekai ibu mendapat serangan, maka prognosis akan jauh lebih buruk. Pada umumnya
eklampsi dapat dicegah atau frekuensinya dapat diturunkan. Upaya-upaya untuk
menurunkannya adalah dengan ;
1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklampsi
bukanlah suatu penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka oleh
masyarakat awam.
2. Meningkatkan jumlah poliklinik (balai) pemeriksaan ibu hamil serta
mengusahakan agar semua ibu hamil memeriksakan kehamilannya sejak hamil
muda.
3. Pelayanan kebidanan bermutu, yaitu pada tiap-tiap pemeriksaan kehamilan
diamati tanda-tanda preeklampsi dan mengobatinya sedini mungkin.
4. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas,
apabila setelah dirawat inap tanda-tanda tidak menghilang.
29
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Teori Kasus Gejala dan tanda kala II
persalinan :
1. Ibu merasa ingin meneran
bersamaan dengan
terjadinya kontraksi
2. Ibu merasakan peningkatan
rektum dan atau vagina
3. Vulva-vagina dan sfingter
ani membuka
4. Meningkatnya pengeluaran
lendir bercampur darah
Eklampsia didahului dengan
memburuknya preeklampsia dan
timbul gejala-gejala nyeri kepala
frontal, nyeri epigastrium,
gangguan penglihatan, mual,
hiperrefleksia. Menurut waktu
terjadinya terdapat eklampsia
puerperium, dimana kejadiannya
jarang yaitu 10%
dan terjadi serangan kejang atau
koma setelah persalinan berakhir
Pasien perempuan berusia 19
tahun, pendidikan terakhir SMP,
pekerjaan IRT mengeluh perut
kencang-kencang (+), keluar air-
air bercampur lendir dan darah.
Pasien mengalami kejang setelah
persalinan berakhir.
30
1.2 Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus Tekanan darah diastolik
merupakan indikator dalam
penanganan hipertensi dalam
kehamilan, oleh karena tekanan
diastolik mengukur tahanan
perifer dan tidak bergantung
pada keadaan emosional pasien.
Pada eklampsia ringan, tekanan
darah 140/90 sampai dengan
<160/110 dan kadar protein
semikuantitatif +2; eklampsia
berat, tekanan darah > 160/110
dan kadar protein semikuantitatif
>+ 2. >+2 berarti kebocoran
protein lebih banyak dan itu
menunjukkan tingkat kebocoran
ginjal lebih parah dibandingkan
eklampsia ringan.
Seluruh kejang eklampsia
didahului dengan preeklampsia.
Tanda pasti kala II ditentukan
melalui pemeriksaan dalam
dimana pembukaan serviks telah
lengkap.
Tekanan darah ante partum :
110/90 mmHg
Tekanan darah 1 jam post partum
: 170/100 mmHg
Tekanan darah 5 jam post partum
: 170/110 mmHg
Tekanan darah 6 jam post partum
: 140/100 mmHg
Tekanan darah 10 jam post
partum : 170/90 mmHg
Pada pasien terjadi kejang
sebanyak 3 kali.
Pemeriksaan status generalisata
dbn
Inspeksi : cembung, striae
gravidarum (+)
Palpasi :
o Leopold I : Teraba kepala, TFU
: 30 cm
o Leopold II : Teraba punggung
kanan
o Leopold III: Teraba bokong
o Leopold IV: Sudah masuk pintu
atas panggul (PAP)
o HIS : 4x/10’ 30-35”
Auskultasi : DJJ 138 x/menit,
terdengar jelas di abdomen
31
dextra lebih tinggi dari
umbilikus ibu.
Pemeriksaan Dalam : v/v
normal, ∅ lengkap, ketuban (-),
kepala di Hodge II
4.3 Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
Pada eklampsia ringan, tekanan
darah 140/90 sampai dengan
<160/110 dan kadar protein
semikuantitatif +2; eklampsia
berat, tekanan darah > 160/110
dan kadar protein semikuantitatif
>+ 2. >+2 berarti kebocoran
protein lebih banyak dan itu
menunjukkan tingkat kebocoran
ginjal lebih parah dibandingkan
eklampsia ringan.
Laboratorium Darah
Lengkap
Leukosit : 16.100/mm3
Hb : 12,9 gr/dl
HCT : 37,6 %
Trombosit : 199.000 /
mm3
BT : 3 menit
CT : 10 menit
Gula darah sewaktu (GDS) :
144
Ureum : 31,2 gr/dl
Creatinin : 0,7 gr/dl
HbsAg : Non Reaktif
112 : Non Reaktif
Protein : +1
32
4.4 Tatalaksana
Teori Kasus
Prinsip :
1. Membersihkan dan
melapangkan jalan
pernapasan.
2. Menghindarkan lidah
tergigit dengan memberikan
tough spatel.
3. Pemberian oksigen
4. Pemasangan infuse dektrosa
atau glukosa 10%, 20%,
40%.
5. Menjaga agar jangan sampai
terjadi trauma, serta
dipasang kateter tetap (dauer
catheter).
6. Observasi penderita
dilakukan di dalam kamar
isolasi yang tenang, dengan
lampu redup (tidak terang),
jauh dari kebisingan dan
rangsangan . kemudian
dibuat catatan setiap 30
menit berisi tensi, nadi,
respirasi, suhu badan.
Reflex, dan dieresis. Bila
memungkinkan dilakukan
Pemberian O2 3 lpm
Kejang pertama :
Protap MgSO4
Nifedipine 3x 10 mg
Kejang kedua :
bolus MgSO4 40% diencerkan
sampai dengan 10 cc
Kejang ketiga :
Drip catapres 2 ampul dalam RL
dalam 12 tpm
Konsul anastesi untuk pindah ke
HCU
Konsul IPD untuk kontrol GDS
33
funduskopi sekalli sehari.
Juga dicatat tingkat
kesadaran dan jumlah
kejang yang terjadi.
Pemberiaan cairan
disesuaikan dengan jumlah
dieresis, pada umumnya 2
liter dalam 24 jam. Kadar
protein urin diperiksa dalam
24 jam kuantatif.
6. Regim-regim pengobatan :
a) Regim Magnesium Sulfat
Injeksi MgSO4 40%
dengan dosis 4 gr intravena
perlahan-lahan selama 5-
10 menit, kemudian
disusul dengan suntikan
i.m diteruskan dengan
dosis 4 gr setiap 4 jam.
Pemberian ini dilakukan
sampai 24 jam setelah
konvulsi berakhir atau
setelah persalinan, bila
tidak ada
kontraindikasi(perhatikan
nafas, reflex,dan diuresis).
Juga harus tersedia
kalsium glukonas sebagai
antidotum.
34
7. Pemberian antibiotika
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Pasien Ny. I, umur 19 tahun, rujukan bidan dari Puskesmas Sebulu karena terasa
mulas dan keluar air dari jalan lahir dan sudah keluar air-air dari jalan lahir sejak 4
jam SMRS. Ketuban pecah saat pasien dalam perjalanan menuju ke RSUD AWS.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, Diagnosis
pasien adalah Eklampsia Post Partum.
35
Daftar Pustaka
Angka Kematian Ibu, dilihat 15 Januari 2015,
<http://www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?
option=com_docman&task=doc_download&gid=290&Itemid=111>.
Angsar, MD 2009, ‘Hipertensi dalam kehamilan’, dalam Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirodrdjo, edk 4, eds. T Rachimhadhi & Wiknjosastro GH, Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Artikasari, K 2009, ‘Hubungan antara primigravida dengan angka kejadian
preeklamsia/eklamsia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode 1 Januari – 31
Desember 2008’, skripsi S.Ked, Universitas Muhammadiyah Surakarta, dilihat
15 Januari 2015, < http://etd.eprints.ums.ac.id/4063/>
Basuki, B 2000, Aplikasi metode kasus-kontrol, FKUI, Jakarta.
Corwin & Elizabeth, J 2009, Buku saku patofisiologi, edk 3, Nike Budhi, EGC,
Jakarta.
Cunningham, FG, Leveno, KJ, Bloom, SL, Hauth, JC, Gilstrap, L & Wenstrom, KD
2005, Williams Obstetrics, 22th edn, McGraw-Hill, New York.
DeCherney, AH & Pernoll, ML 2006, Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment, 10th edn, McGraw-Hill, New York.
Farid, Mose, JC, Sabarudin, U & Purwara, BH 2001, ‘Perbandingan Kadar Nitrik
Oksida Serum Penderita Preeklampsia dengan Hamil Normal’, Indonesian
Journal of Obstetrics and Gynecology, vol. 25, no. 2, hh. 69 – 79.
Karkata, MK 2006, ‘Faktor resiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan’,
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology, vol. 30, no. 1, hh. 55-57.
Kartha, IBM, Sudira, N & Gunung, K 2000, ‘Hubungan kadar trigliserida serum pada
umur kehamilan kurang dari 20 minggu dengan risiko terjadinya preeklampsia
pada primigravida’, Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology, vol. 24,
hh. 88 – 92.
36
Manuaba, IBG, Manuaba, IAC & Manuaba, IBGF 2007, Pengantar kuliah obstetri,
EGC, Jakarta.
Manurung, RT & Wiknjosastro 2007, ‘Mortalitas maternal pada preeklampsia berat
dan eklampsia di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo
Pangemanan, WT 2002, Komplikasi akut pada preklampsia. Universitas Sriwijaya
Palembang.
Roeshadi, RH 2007, ‘Upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian ibu
pada penderita preeklampsia dan eklampsia’, Indonesian Journal of Obstetrics
and Gynecology, vol. 31, no. 3, hh. 123-133.
37