tumbuhan racun mahoni
-
Upload
emil-fitrah-az -
Category
Documents
-
view
206 -
download
7
description
Transcript of tumbuhan racun mahoni
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu tumbuhan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah biji mahoni.
Pada tahun 70-an, mahoni banyak dicari orang sebagai obat orang-orang mengkonsumsi biji
mahoni hanya dengan menelan bijinya setelah membuang bagian yang pipih. Biji mahoni
memiliki efek farmakologis antipiretik, anti jamur, menurunkan tekanan darah tinggi
(hipertensi), kencing manis (diabetes mellitus), kurang nafsu makan, demam, masuk angin,
ekzema, dan rematik.
Hasil penelitian yang sering dipublikasi adalah ekstrak biji mahoni untuk menurunkan
kadar glukosa darah pada binatang percobaan (untuk mengobati kencing manis). Ada juga
laporan bahwa ekstrak biji mahoni termasuk salah satu obat tradisional yang dapat menghambat
pertumbuhan HIV AID dalam laboratorium. Penelitian ekstrak mahoni sebagai antibiotik juga
telah dilaporkan, bahkan penelitinya menganjurkan agar diteliti lebih jauh, karena potensial
untuk digunakan sebagai antibiotik baru terutama untuk bakteri yang resistan terhadap antibiotik
yang ada. Namun demikian telah dibuktikan juga bahwa mahoni mengandung bahan yang toksik
pada kadar tertentu dalam air, sehingga dapat menyebabkan ikan kejang, tenggelam dan akhirnya
mati. Belum diketahui berapa dosis maksimum yang bisa diterima oleh tikus percobaan agar bisa
tetap hidup. Hasil penelitian sebelumnya juga mengatakan bahwa biji mahoni dapat merusak
ginjal mencit.
Ginjal merupakan organ vital yang sangat penting bagi tubuh, dimana ia menjalankan
berbagai fungsi antara lain fungsi ekskresi hasil metabolisme dan zat asing yang tidak
dibutuhkan tubuh, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan konsentrasi
osmolaritas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan keseimbangan asam-basa,
pengaturan tekanan arteri, sekresi hormon dan glukoneogenesis. Oleh sebab itu penelitian ilmiah
yang berkaitan dengan efek toksik dari pemakaian tanaman obat yang akan digunakan untuk obat
tradisional sangat penting dilakukan agar berguna bagi masyarakat.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui efek nefrotoksik ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq)
pada tikus putih jantan galur wistar
2. Untuk mengetahui dosis optimal efek nefrotoksik dari ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia
mahagoni Jacq) pada tikus putih jantan galur wistar
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi
tentang efek nefrotoksik dari ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) pada tikus
putih jantan galur wistar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Biji Mahoni
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Genus : Swietenia
Spesies : Swietenia mahagoni (L.) Jacq.
b. Morfologi dan Penyebaran
Mahoni termasuk pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35-40 m dan
diameter mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris dan tidak berbanir. Kulit
luar berwarna cokelat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan kulit batang
berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi cokelat tua, beralur
dan mengelupas setelah tua. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun, mahkota
bunganya silindris, kuning kecoklatan, benang sari melekat pada mahkota, kepala sari
putih, kuning kecoklatan. Buahnya buah kotak, bulat telur, berlekuk lima, warnanya
cokelat. Biji pipih, warnanya hitam atau cokelat. Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar
di hutan jati dan tempat-ternpat lain yang dekat dengan pantai, atau ditanam di tepi
jalan sebagai pohon pelindung. Tanaman yang asalnya dari Hindia Barat ini, dapat
tumbuh subur bila tumbuh di pasir payau dekat dengan pantai.
c. Kandungan Kimia
Biji Mahoni mengandung Triterpenoid, Alkaloid, Flavonoid dan Saponin.
d. Khasiat Pengobatan
Biji Mahoni memiliki efek farmakologis analgetik, antipiretik, anti jamur,
menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes mellitus),
kurang nafsu makan, demam, masuk angin, eczema dan rematik. Bagian biji dari
tumbuhan ini digunakan oleh masyarakat sebagai obat dengan hanya menelan bijinya
setelah membuang bagian yang pipih.
II.2 Nefrotoksik
Nefrotoksik adalah salah satu efek samping yang paling penting dalam
keterbatasan terapi. Meskipun pasien dipantau dengan ketat, ne f ro toks i s i t a s
muncu l da l am 10 -25% da r i p rog ram t e r ap i . Da r i dahu lu ,
ne f ro toks i s i t a s telah dianggap akibat dari kerusakan tubulus. Hal ini menyebabkan
ketoksikan yang be r s i f a t l e t a l dan sub - l e t a l pada pe rubahan r eabso rbs i
da l am se l t ubu lu s dan dapa t m e n y e b a b k a n o b s t r u k s i t u b u l a r y a n g
s i g n i f i k a n . G e j a l a - g e j a l a p e n y a k i t p a d a k e j a d i a n nefrotoksik sering
dikaitkan dengan berkurangnya filtrasi glomerulus. Pengurangan filtrasi
glomerulus dapat disebabkan oleh adanya obstruksitubular dan kerusakan
tubulus, yang berumpan balik menyebabkan aktivasi
tubuloglomerular :vasokonstriksi ginjal dan kontraksi mesangial.(Lopez dkk, 2011).
Nefrotoksisitas adalah suatu efek racun dari beberapa bahan, bisa berupa bahan
kimia beracun dan obat keras, terhadap ginjal. Ada beragam bentuk dari
toksisitas. Nefrotoksisitas hendaknya tidak dikacaukan dengan fakta bahwa beberapa jenis
obat lebih mempengaruhi ekskresi ginjal dan dosis penggunaannya hendaknya diatur agar
tidak memberatkan kerja ginjal (misalnya heparin).
Nefrotoksin adalah senyawa kimia yang menunjukkan efek nefrotoksisitas. Efek
nefrotoksik akan lebih besar pada pasien yang telah mengalami gangguan ginjal. Selain
senyawa kimia dari beberapa obat-obatan, komponen nefrotoksin lainnya adalah logam
berat yang bisa mengganggu kerja enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme energi
dan asam aristolokat (aristolochic acid) yang ditemukan dalam beberapa tanaman
(termasuk obat herbal dengan bahan baku tanaman ini).
Nefrotoksisitas biasanya dimonitor dengan uji darah. Penurunan fungsi ginjal
ditandai dengan meningkatnya kandungan kreatinin darah. Kadar kreatinin normal sekitar
80 – 120 mm/l.
II.3 Hewan Coba
Pada dasarnya tidak ada satu hewan pun yang sempurna untuk uji nefrotoksik
yang nantinya akan digunakan oleh manusia. Walaupun tidak ada aturan tetap yang
mengatur pemilihan spesies hewan coba, yang lazim digunakan pada uji nefrotoksik adalah
tikus putih. Pada awalnya, pertimbangan dalam memilih hewan coba hanya berdasarkan
avaibilitas, harga, dan kemudahan dalam perawatan. Namun, seiring perkembangan zaman
tipe metabolisme, farmakokinetik, dan perbandingan catatan atau sejarah avaibilitas juga
ikut dipertimbangkan. Hewan yang paling sering dipakai adalah tikus putih dengan
mempertimbangkan faktor ukuran, kemudahan, harga, dan hasil yang cukup konsisten dan
relevan.
II.4 Perlakuan Hewan Coba
Telah dilakukan penelitian uji nefrotoksik dari ekstrak etanol biji mahoni
(Swietenia mahagoni Jacq) selama 40 hari, satu kali sehari secara oral dengan hewan
percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan dewasa galur wistar, umur 2-3 minggu
dengan berat 180-200 gram sebanyak 24 ekor dikelompokkan menjadi 4 kelompok dosis @
6 ekor, masing-masing kelompok dengan 1 waktu pengamatan yaitu 40 hari pengambilan
darah dilakukan pada hari ke-41.
II.5 Ekstrak
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian
tanaman, hewan, dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif yang terdapat
pada bagian tanaman, hewan, dan beberapa jenis ikan pada umumnya mengandung
senyawa yang mudah larut dalam pelarut organik. Pelarut organik yang sering digunakan
dalam mengekstraksi zat aktif dari sel tanaman adalah methanol, etanol, kloroform, heksan,
eter, benzene, dan etil asetat.
Proses ekstraksi zat aktif dalam sel tanaman adalah pelarut organik akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat
aktif akan larut dalam pelarut organik tersebut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi
antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel, maka larutan pekat akan
berdifusi ke luar sel, dan proses ini berlangsung secara berulang terus sampai terjadi
keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel.
1. Tujuan Ekstraksi
a. Senyawa kimia diketahui untuk ekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini prosedur
yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dimodifikasi yang sesuai untuk
mengembangkan proses atau di sesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
b. Bahan yang diperiksa untuk menemukan kelompok kimia tertentu misalnya alkaloid,
flavonoid, atau saponin. Meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan
keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini metode umum yang
digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka.
Kemudian diikuti dengan uji kimia atau kromatografi yang sesuai untuk kelompok
senyawa kimia tersebut.
c. Organisme dan atau hewan yang digunakan dalam pengobatan tradisional yang biasa
dibuat dengan berbagai cara, misalnya TCM (Trsaditional Chinese Medicine),
seringkali herba yang dididihkan dalam air dan diberikan sebagai obat.
d. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun.
2. Jenis Ekstraksi
a. Ekstraksi Secara Dingin
Ekstraksi ini diperuntukan untuk bahan alam yang mengandung komponen
kima yang tidak tahan pemerasan dan bahan alam yang mempunyai tekstur yang
lunak. Yang termasuk dalam ekstrkasi secara dingin, diantaranya :
1) Metode Maserasi
Prinsip kerja dari metode maserasi, yaitu simplisia atau bahan yang
diekstraksi telebih dahulu ditimbang dan dimasukkan ke dalam bejana maserasi
pada suhu kamar terlindung dari cahaya selama 5 hari, lalu disaring dan
ampasnya ditambahkan cairan penyari lagi seperti semula dan dilakukan 3 kali 5
hari. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan, lalu dilakukan
pekerjaan selanjutnya.
Ada beberapa modifikasi metode maserasi, antara lain :
a) Modifikasi digesti, yaitu maserasi yang dilakukan dengan menggunakan
pemanasan lemah, dengan suhu antara 40 – 50 C.
b) Modifikasi dengan menggunakan mesin pengaduk yang diperuntukan untuk
mempercepat proses penyarian.
c) Remeserasi adalah penyarian yang dilakukan setelah penyarian pertama
selesai diperas.
d) Maserasi melingkar adalah penyari yang dilakukan dengan cairan penyari
yang selalu bergerak dan menyebar sehingga kejenuhan cairan penyari dapat
merata.
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara :
Memasukkan simplisia yang sudah diserbuk dengan derajat halus tertentu
sebanyak 10 bagian ke dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk
mekanik, kemudian ditambah 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan
selama 5 hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-
ulang diaduk. Setelah lima hari, disaring ke dalam bejana wadah penampung
kemudian ampas diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan
diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang
diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama
2 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dari filtratnya lalu diendapkan.
Kelebihan metode maserasi antara lain :
1) Proses maserasi tidak memerlukan keterampilan operator yang lebih
banyak.
2) Lebih murah dalam pelaksanaannya karena tidak memerlukan peralatan
khusus
3) Metode ini cocok untuk obat-obatan yang mengandung sedikit atau tidak
sama sekali stirak, benzoe, aloe, dan tolu, yang hampir seluruhnya larut
dalam menstrum.
4) Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif
yang mudah larut dalam cairan penyari.
Kekurangan metode maserasi :
1) Metode maserasi tidak cocok untuk mengekstraksi komponen kimia yang
tidak tahan terhadap pemanasan.
2) Maserasi tidak dapat digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung
zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari.
3) Pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna.
4) Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama beberapa
waktu.
2) Metode Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan
cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.
Prinsip kerja metode ini adalah : serbuk simplisia ditempatkan pada suatu
bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif dalam sel simplisia yang dilalui sampai dalam keadaan
jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh gaya beratnya sendiri dan tekanan
penyari dari cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung
untuk menahan gerakan ke bawah.
Alat yang digunakan dalam metode perkolasi disebut perkolator. Bentuk
perkolator ada tiga macam, yaitu :
a) Perkolator bentuk tabung
b) Perkolator bentuk corong
c) Perkolator bentuk paruh
Tiap tipe mempunyai kegunaan khusus dalam ekstraksi obat. Bentuk
tabung terutama untuk ekstraksi obat sampai sempurna dengan paling sedikit
pengeluaran biaya dari menstrumnya (energi listrik).
Perkolator bentuk corong dipakai untuk perkolasi obat yang sangat
mengembang selama dilakukan proses maserasi dan karena permukaan bagian
atasnya melebar sehingga memungkinkan meluasnya bahan dalam kolom
dengan sedikit resiko yaitu kolom terlalu padat atau pecahnya gelas perkolator.
Proses pengerjaan perkolasi :
Simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara perkolasi diserbuk
dengan derajat halus sesuai dan ditimbang kemudian dimaserasi selama 3 jam,
kemudian massa dipindahkan ke dalam perkolator dan cairan penyari
ditambahkan hinggga selapis di atas permukaan bahan, didiamkan selama 24
jam. Setelah itu kran perkolator dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml per
menit. Cairan penyari ditambahkan secara kontinyu hingga penyarian sempurna.
Perkolat diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan kemudian dilakukan pengujian
selanjutnya.
Kelebihan metode perkolasi, antara lain :
1) Metode perkolasi diperuntukkan untuk mengekstraksi bahan alam yang
tidak tahan terhadap pemanasan dan untuk bahan alam yang bertekstur
lunak.
2) Hasil ekstraksi bahan aktif yang tinggi, ekstrak yang kaya dan juga
pemanfaatan simplisia secara optimal serta waktu pembuatan.
3) Aliran penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan
larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan perbedaan
konsentrasi.
4) Ruang diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairfan penyari karena kecilnya cairan kapiler tersebut ,maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Kekurangan metode perkolasi, antara lain :
1) Proses perkolasi memerlukan keterampilan operator yang lebih banyak dari
pada proses maserasi.
2) Metode perkolasi lebih mahal dalam pelaksanaanya, karena memerlukan
peralatan yang khusus dan waktu yang lebih banyak diperlukan oleh
operator.
3) Pengisian perkolator yang sangat kompak dapat menghambat aliran
menstrum atau dapat menghambatnya.
4) Larutan dipanaskan terus-menerus, sehingga zat yang tidak tahan
pemanasan kurang cocok.
3) Metode Soxhletasi
Metode soxhletasi adalah proses penyairan simplisia secara
berkesinambungan. Prinsip kerja dari metode ini adalah : cairan penyari
dipanaskan hingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-
molekul cairan oleh pendingin dan turun menyari simplisia di dalam klonsong
dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa
siphon, proses ini berlangsung hingga penyarian zat aktif sempurna dan ditandai
dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa siphon atau jika
diidentifikasi dengan TLC tidak menampakkan noda lagi.
Proses pengerjaan soxhletasi :
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan dan
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisis kertas
saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klonsong tidak boleh lebih tinggi
dari pipa siphon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang
sesuai, kemudian ditempatkan di atas water bath atau heating mantle dan diklem
dengan kuat, kemudian klonsong yang telah diisi sampel dipasang pada labu
alas bulat yang dikuatkan dengan klem, dan cairan penyari ditmbahkan untuk
membasahi sampel yang ada dalam klonsong. Ekstrak yang diperoleh
selanjutnya dipersiapkan untuk pengerjaan lebih lanjut.
Kelebihan metode soxhletasi :
Metode soxhletasi diperuntukkan untuk mengekstraksi bahan alam yang
tidak tahan terhadap pemanasan, dan bertekstur lunak.
Kekurangan metode soxhletasi :
1) Waktu yang dibutuhkan untuk mengekstraksi cukup lama, sehingga
kebutuhan energinya tinggi (listrik, gas.
2) Pemanasan tergantung dari bahan pelarut yang berpengaruh negatif terhadap
bahan tumbuhan yang peka suhu (niosida alkoloid).
3) Bahan ekstraksi yang terakumulasi dalam labu mengalami beban panas
dalam waktu lama.
4) Alat yang digunakan untuk metode ini sangat mahal.
b. Ekstraksi Secara Panas.
Ekstraksi secara panas dilakukan untuk mengekstraksi komponen kimia yang
tahan terhadap pemanasan seperti glikosida, saponin, dan minyak-minyak menguap
yang memepunyai titik didih tinggi. Selain itu, pemanasan juga diperuntukkan untuk
membuka pori-pori sel simplisia sehingga pelarut organik mudah masuk ke dalam sel
untuk melarutkan zat aktif.
Ekstraksi secara panas terdiri dari beberapa metode, diantaranya adalah :
1. Metode Refluks
Prinsip kerja dari metode refluks adalah : cairan dipanaskan sehingga
menguap dan uap tersebut dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga
mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke
dalam labu alas bulat sambil menyari simplisia, proses ini berlangsung secara
berkesinambungan dan biasanya dilakukan 3 kali selama 4 jam.
Simplisia yang biasa diekstraksi dengan metode refluks adalah simplisia
yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan
mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah atau biji, dan herba.
Kelebihan metode refluks :
Metode refluks cocol untuk mengekstraksi simplisia yang mempunyai
komponen kimia yang tahan terhadap pemansan dan mempunyai tekstur yang
keras seperti akar, batang, buah/biji, dan herba.
Kekurangan metode refluks :
1) Alat yang digunakan dalam metode refluks sangat mahal.
2) Bahan alam yang diekstraksi hanya khusus untuk sampel yang bertekstur
keras saja.
Proses pengerjaan metode refluks :
Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat kemudian
ditambahkan pelarut organik sampai serbuk simplisia terendam kurang lebih 2
cm di atas permukaan sampel atau 2/3 dari volume labu, kemudian labu alas
bulat dipasang kuat pada statif water bath atau heating mantle, kemudian
kondensor di pasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan statif.
Aliran air dan water bath dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan.
Setelah 4 jam dilakukan penyarian, filtratnya ditampung dalam wadah
penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti semula.
Ekstraksi dilakukan 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan
dengan alat rotavapor kemudian dilakukan pengujian selanjutnya.
2. Destilasi Uap Air
Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang
mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang
mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal. Pada metode ini uap air
digunakan untuk menyari simplisia dan dengan adanya pemanasan kecil uap air
tersebut menguap kembali bersama minyak menguap dan dikondensasikan oleh
kondensor sehingga terbentuk molekul-molekul cairan yang menetes ke dalam
corong pisah penampung yang telah diisi air.
Kelebihan metode destilasi uap air :
Destilasi uap air dapat digunakan untuk mengekstraksi bahan alam yang tahan
terhadap pemanasan untuk memperoleh minyak menguap dari simplisia
tanaman.
Kekurangan metode destilasi uap air :
1) Pada penyairan dalam skala besar, perlu dipikirkan dalam hal alat, waktu,
serta jenis pelarut, ruangan dan lain sebagainya.
2) Alat destilasi uap air yaitu proses hidrolik tidak untuk mengekstraksi bahan
yang cukup besar, karena untuk memindahkan ampas dari bejana penyari ke
dalam alat destilasi memerlukan banyak proses atau pekerjaan.
Proses pengerjaan destilasi uap air :
Sampel yang akan diekstraksi direndam dalam gelas kimia selama 2 jam
setelah itu dimasukkan ke dalam bejana (B), bejana (A) diisi air dan pipa-pipa
penyambung serta kondensor dan penampung corong pisah dipasang dengan
kuat. Api bunsen pada bejana (A) dinyalakan sehingga airnya mendidih dan
diperoleh uap air yang selanjutnya masuk ke dalam bejana (B) melalui pipa
penghubung untuk menyari simplisia dengan adanya bantuan api kecil pada
bejana (B), minyak menguap yang telah diisi selanjutnya menguap menuju
kondensor karena adanya pendingin balik, uap dari minyak menguap mengalami
kondensasi menjadi molekul-molekul minyak menguap yang menetes ke dalam
corong pisah penampung yang telah diisi air. Lapisan minyak menguap dan air
dipisahkan dan dilakukan pengujian selanjutnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen
III.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Februari sampai Juli 2011 bertempat di
Laboratorium Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang dan
Laboratorium Kesehatan Daerah Sumatera Selatan
III. 3 Alat dan Bahan
a. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Biosystem A15, mikrofoto
kamera merk Sony, Sentrifugal IEC made in USA, timbangan analitik, tabung efendrof,
jarum suntik untuk oral (sonde), labu ukur, Alat destilasi vakum, botol maserasi, rotary
evaporator, kapas, tisue, sarung tangan, masker kain panel, erlemeyer, beacker glass, spatel,
aluminium voil, Perlengkapan pemeliharaan tikus (kandang, tempat makan dan minum),
dll.
b. Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ekstrak biji mahoni, 24 ekor
tikus putih jantan galur wistar, pakan pellet hewan, aquadest, tween 80, dan etanol 96%.
Hewan percobaan. Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan dewasa
galur wistar, umur 2-3 minggu dengan berat 180-200 gram sebanyak 24 ekor
dikelompokkan menjadi 4 kelompok dosis @ 6 ekor, masing-masing kelompok dengan 1
waktu pengamatan yaitu 40 hari pengambilan darah dilakukan pada hari ke-41.
III.4 Prosedur Kerja
a. Pengambilan sampel.
Tanaman mahoni diambil di daerah kawasan PT. Pusri Palembang Sumatera Selatan.
b. Uji kandungan fitokimia.
Dilakukan pemeriksaan Alkaloid, flavonoid, Terfenoid, Steroid, Fenolik dan Saponin.
c. Pembuatan ekstrak.
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol
96%, cara kerjanya adalah sebagai berikut: Tanaman Biji Mahoni dirajang kemudian
masukkan dalam bejana maserasi tambahkan etanol 96% hingga sampel terendam
semuanya. Wadah ditutup simpan pada tempat yang terlindung dari cahaya matahari
sambil diaduk-aduk biarkan selama 5 hari. kemudian ekstrak disaring, diulangi
perendaman dengan etanol 96% sebanyak 3 kali sehingga zat yang berkhasiat didalam
tanaman biji mahoni tidak ada yang tersisa atau tersaring dengan sempurna. Selanjutnya
pelarut di uapkan dengan bantuan alat destilasi pada suhu tertentu sehingga di peroleh
ekstrak yang kental.
d. Penentuan dosis.
Hewan percobaan dikelompokkan secara acak menjadi 4 kelompok dosis (6 ekor
tikus/kelompok dosis). Masing-masing hewan dari tiap kelompok dosis diberikan
perlakuan dengan ekstrak biji Swietenia mahagoni Jacq sebanyak 2,5 ml secara oral
dengan dosis sebagai berikut: 25,48 mg/200 gBB tikus, 50,96 mg/200 gBB tikus, 76,44
mg /200 gBB dan kelompok kontrol yang hanya diberi aquadest.
e. Pembuatan larutan sediaan uji.
Pembuatan larutan ekstrak biji mahoni pada berbagai dosis dilakukan dengan cara
mendispersikan ekstrak biji mahoni dalam air dengan tambahan tween 80 1%.
f. Pengelompokkan perlakuan pada tikus dan lama pemberian.
Sebelum diberikan perlakuan, tikus dipuasakan selama 18 jam, dan dikelompokkan
secara acak menjadi 4 Kelompok, yaitu kelompok dosis 25,48 mg/200 gBB tikus, 50,96
mg/200 gBB tikus, 76,44 mg /200 gBB dan kelompok kontrol, yang diberikan secara oral
selama 40 hari.
g. Pengambilan darah.
Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-41. Sampel darah diambil melalui
bagian ekor tikus, sampel darah ditampung kedalam tabung efendorf kemudian didiamkan
beberapa saat sebelum disentrifus, setelah disentrifus dipisahkan bagian atas yang jernih
kemudian dilakukan pemeriksaan kreatinin dan ureum dengan menggunakan alat
Biosystem A15 di Balai Besar Kesehatan Palembang.
h. Parameter pengukuran.
Penetapan kadar tes fungsi ginjal tikus setelah diberi larutan uji (pada masing-
masing kelompok) selama 40 hari, akan diukur dengan menggunakan alat Biosystem A15
yang dilakukan pada hari ke-41. Parameter tes fungsi ginjal meliputi tes kadar kreatinin
dan kadar ureum darah dari tikus putih jantan dewasa galur wistar.
i. Analisis data.
Analisa data dikumpulkan dari hasil percobaan dengan mengamati kadar
kreatinin dan ureum darah pada tikus putih jantan yang telah diberi larutan uji. Kemudian
dianalisa dengan Anova dilanjutkan dengan uji Duncan dan Independent test.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
Dari proses ekstraksi biji mahoni diperoleh rendemen sebanyak 11,20%.
Hasil Uji Pendahuluan Kandungan Metabolit Sekunder (Swietenia mahagoni) ditunjukkan
pada Tabel 1.
Hasil Uji Nefrotoksik Ekstrak Etanol Biji Mahoni Terhadap Tikus Putih Jantan
Dewasa Galur Wistar. Efek nefrotoksik pemberian ekstrak biji buah mahoni dari Swietenia
mahagoni Jacq. dengan pemberian tiga dosis yaitu 25,48 mg/200 gBB, 50,96 mg/200 gBB,
dan 76,44 mg/200 gBB, dan kontrol diperoleh data pada uji fungsi ginjal (pemeriksaan
ureum dan kreatinin serum) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.
Nilai ureum darah tikus setelah pemberian ekstrak biji buah mahoni dari Swietenia
mahagoni Jacq dengan dosis 25,48 mg/200 gBB, 50,96 mg/200 gBB,
Tabel 1: Hasil Uji Pendahuluan Kandungan Metabolit Sekunder (Swietenia mahagoni)No Kandungan Kimia Pereaksi Hasil1. Alkaloid Mayer (+)2. Flavonoid Logam Mg/HCL (+)3. Terpenoid/ steroid Liebermann- Buchard (+)4. Saponin Air/ ocok (+)5. Fenol FeCl3 (−)
Tabel 2: Nilai Rata-rata Ureum dan KreatininKelompok Perlakuan Nilai Rata-rata Kadar Ureum Nilai Rata-rata Kadar Kreatinin
Kontrol 55,64 ± 8,80 0,87 ± 0,0425,48 mg 45,90 ± 6,02 0,80 ± 0,1250,96 mg 65,84 ± 9,21 1,00 ± 0,0576,44 mg 68,11 ± 13,03 1,05 ± 0,12
dan dosis 76,44 mg/200 gBB. Didapat rata-rata kadar ureum kontrol sebesar 55,64 ± 8,80,
dosis 25,48 mg/200 gBB sebesar 45,90 ± 6,02, dosis 50,96 mg/200 gBB sebesar 65,84 ±
9,21, dan dosis 76,44 mg/200 gBB sebesar 68,11 ± 13,03 (Tabel 2). Sedangkan nilai
kreatinin darah tikus setelah pemberian ekstrak biji buah mahoni dari Swietenia mahagoni
Jacq dengan dosis 25,48 mg/200 gBB, 50,96 mg/200 gBB, dan dosis 76,44 mg/200 gBB.
Didapat rata-rata kadar kreatinin kontrol sebesar 0,87 ± 0,04, dosis 25,48 mg/200 gBB
sebesar 0,80 ± 0,12, dosis 50,96 mg/200 gBB sebesar 1,00 ± 0,05, dan dosis 76,44 mg/200
gBB sebesar 1,05 ± 0,12 (Tabel 2).
Dari data statistik ANOVA satu arah tersebut pada tiap kolom kadar ureum berbeda
sangat signifikan (P < 0,01). Dilanjutkan dengan uji Duncan, diperoleh pada dosis 50,96
dan 76,44 mg/200 gBB juga tidak berbeda secara bermakna. Sedangkan pada kreatinin dari
data statistik T-test independent juga terdapat perbedaan sangat signifikan (P < 0,01). Dari
data tersebut diduga pada dosis 50,96 mg/200 gBB sudah menyebabkan nefrotoksik.
IV.2 Pembahasan
Penelitian ini menggunakan ekstrak biji buah mahoni dari Swietenia mahagoni Jacq
yang diperoleh dari kawasan PT Pusri dengan dosis pemberian 25,48 mg/200 gBB, 50,96
mg/200 gBB, dan 76,44 mg/200 gBB selama 40 hari (satu kali sehari). Penentuan dosis
berdasarkan pada konversi dari dosis mencit ke tikus berdasarkan pada penelitian
sebelumnya yang telah diujikan pada mencit. Penggunaan hewan uji dengan galur, umur,
jumlah dan berat yang sama dapat meminimalkan variasi biologi sehingga data layak untuk
dibandingkan. Hewan coba diberikan perlakuan selama 40 hari secara terus menerus satu
kali sehari dengan maksud mengetahui fungsi ginjal ditinjau dari parameter ureum dan
kreatinin darah.
Setelah pemberian ekstrak etanol biji mahoni selama 40 hari pada hari ke-41 darah
tikus diambil ke-mudian dilakukan pemeriksaan pada Balai Besar Laboratorium Kesehatan
Palembang, yang merupakan laboratorium pemerintah yang sudah terakreditasi sehingga
diharapkan mendapat data yang akurat. Dari pemberian ekstrak etanol biji mahoni pada
dosis 25,48 mg/200 gBB didapat kadar ureum darah tikus yaitu: 45,90 mg/dL lebih kecil bila
dibandingkan dengan kontrol: 55,64 mg/dL, akan tetapi masih dalam kadar normal ureum
darah 41,64-62,67 mg/dL. Sedangkan pada dosis 50,96 mg/200 gBB dan dosis 76,44
mg/200 gBB, kadar ureum yaitu 65,84 mg/dL dan 68,11 mg/dL. lebih besar bila
dibandingkan dengan kontrol 55,64 mg/dL dan kadar normal ureum. Nilai kreatinin darah
tikus pada dosis 25,48 mg/200 gBB yaitu 0,80 mg/dL lebih kecil bila dibandingkan dengan
kontrol 0,87 mg/dL, maupun kadar normal kreatinin: 0,578-1,128 mg/dL. Sedangkan pada
dosis 50,96 mg/200 gBB dan dosis 76,44 mg/200 gBB, kadar kreatinin darah tikus sebesar
1,00 mg/dL dan 1,05 mg/dL lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol, namun masih
dalam kadar normal kreatinin.
Terjadinya peningkatan kadar ureum dan kreatinin pada dosis 50,96 mg/200 gBB dan
dosis 76,44 mg/200 gBB kemungkinan disebabkan oleh kandungan triterpenoid dari biji
mahoni, diperkirakan senyawa ini dapat mengubah membran sel dengan cara berinteraksi
dengan lapisan lemak dan dengan kekuatan anti ATPasenya dapat mengahambat transport
Natrium. Apabila transport oleh Na+ / K+ ATPase pada membran sel dihambat, lebih sedikit
Ca2+ intra sel dikelu-arkan dan Ca2+ intra sel meningkat. Meningkatnya Ca2+ intra sel seperti
Phospolipase, Protease, Endonuklease, dan Triphosphatase adenosin yang dapat
menyebabkan kerusakan sel. Terjadinya kerusakan sel pada ginjal dapat menyebabkan
fungsi sel ginjal terganggu sehingga kemampuan ginjal untuk menyaring kreatinin dan
ureum berkurang dan mengakibatkan serum ureum dan kreatinin meningkat.
Korelasi antara perbedaan dosis pemberian dengan peningkatan kadar ureum setelah
diuji dengan uji statistik Anova satu arah dan dilanjutkan dengan uji statistik duncan
memperlihatkan terdapat perbedaan yang sangat signifikan (P < 0,01). Sedangkan kreatinin
pada dosis 50,96 mg/200 gBB setelah diuji dengan uji statistik T-test juga terdapat
perbedaan yang sangat signifikan (P < 0,01). Dengan demikian semakin besar dosis
pemberian ekstrak Swietenia mahagoni Jacq semakin mempengaruhi peningkatan kadar
ureum dan kreatinin darah.
Dari Analisa ini diperoleh bahwa pemberian ekstrak biji mahoni selama 40 hari pada
dosis 50,96 mg/200 gBB, sudah menyebabkan peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Pada
ureum lebih besar dibandingkan dengan kontrol maupun kadar normal, sedangkan pada
kreatinin juga lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol, akan tetapi masih dalam
keadaan kadar normal.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Pemberian ekstrak etanol biji mahoni selama 40 hari dengan dosis 25,48 mg/200 gBB
mengalami penurunan kadar ureum dan kreatinin darah tikus bila dibandingkan dengan
control tetapi masih dalam kadar normal ureum yaitu 41,64 - 62,67 mg/dL dan kadar
normal kreatinin yaitu 0,578 - 1,128 mg/ dL.
2. Pada dosis 50,96 dan 76,44 mg/200 gBB didapat kadar ureum 65,84 mg/dL dan 68,11
mg/dL, lebih besar bila dibandingkan dengan control 55,64 mg/dL dan kadar normal
ureum 41,64 - 62,67 mg/dL. Sedangkan kadar kreatinin pada dosis 50,96 mg/200 gBB
dan dosis 76,44 mg/200 gBB juga lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol, akan
tetapi masih dalam kadar normal kreatinin darah.
V.2. Saran
1. Dilakukan penelitian lanjutan uji nefrotoksik dengan memeriksa histopatologi tikus putih
jantan dewasa galur wistar.
2. Dilakukan penelitian yang sama dengan memfraksinasi ekstrak etanol biji mahoni dan
dilihat efek nefrotoksik dari masing-masing fraksi.
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha, S. 2006. Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Vol 2, 131-134, Trubus Agriwidya. Jakarta.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Gorshkova I.A., Gorshkov B.A, and Stonik V.A. 1989. Inhibition of Rat Brain Na+ K+ ATPase by Triterpene Glycusides from Holothurians (psolus fabricii). J.Toxican 27 (8) : 927-936.
Guyton, A.C., J.E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi ke-9). Terjemahan oleh : Irawati Setiawan. Jakarta. EGC.
Lu, Frank.C. 1995. Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penelitian Resiko (Edisi ke-2). Terjemahan oleh: Nugroho, Edi Bustami, Zunilda S. Darmansyah. Iwan. UI press. Jakarta Indonesia.
Madigan MT, Martinko JM, Dunlap PV, Clark DP. 2008. ”Biology of Microorganisme” 12 edition. San Francisco.
Robbin - Kumar. 2007. Basic pathology., edisi 8., Sauders Elselvier., Philadelpia.
Wulandari, 2008. Efek Toksisitas Subkronis Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia Mahagoni Jacq) Terhadap Gambaran Hispatologi Ginjal Mencit (Mus musculus) Jantan, thesis, Universitas Airlangga.