Tulisan Post Modern Jurisprudence

28
Sabtu, 31 Juli 2010 POSTMODERNIST JURISPRUDENCE POSTMODERNIST JURISPRUDENCE SUATU TELAAH SINGKAT Oleh: Ari Wahyudi Hertanto, S.H., M.H. A. Pendahuluan Sekelumit adalah uraian tentang filsafat postmodern sebelum kita membahas lebih dalam lagi tentang apa yang akan dibahas dalamPostmodern Jurisprudence. Secara umum filsafat postmodern tumbuh dan berasal dari filsafat kontinental, yang merupakan suatu bentuk kritisisi postmodern dan analisa dari apa yang mereka katakan sebagai para filsuf Barat. Yang sangat dipengaruhi oleh eksistensialisme dan post-structuralism, dan oleh beberapa filsufnya sebelumnya seperti Martin Heidegger, Friederich Nietzsche, dan selanjutnya Ludwig Wittgenstein. Dimana secara umum memiliki karakteristik adanya skeptisisme terhadap suatu metafisis yang (cenderung) stabil dan humanisme, dan khususnya terhadap cara pandang filosofis yang bermuara pada suatu pencerahan dimana Barat menciptakan suatu kemajuan melalui akumulasi stabilitas, pengetahuan yang positif. Sementara sebagian kalangan asyik akan kekhusukan mereka terhadap pencerahan yang terjadi dalam bentuk gejala kemajuan, rasionalitas, konsensus, humanitas, dan arti kehidupan, para filsuf postmodern lebih memprihatinkan dan memikirkan tentang implikasi filosofis dari hal-hal tersebut seperti perbedaan, schizophrenia, pluralisme, menjadi manusia buatan (cyborg), dan arti kematian dan ketiadaan. Meskipun banyak kritik yang menyerupai karakteristik filsafat postmodern sebagai suatu bentuk nihilisme, para filsuf postmodern itu sendiri secara internal memandang filsafat mereka sebagai filsafat kebebasan (liberatory philosophy). Oleh sebagian kalangan masyarakat hal tersebut diidentifikasikan dengan relativisme, meskipun demikian filsafat postmodern membahas lebih dari itu, bahkan lebih

description

Kriminologi Hukum

Transcript of Tulisan Post Modern Jurisprudence

Sabtu, 31 Juli 2010POSTMODERNIST JURISPRUDENCE

POSTMODERNIST JURISPRUDENCESUATU TELAAH SINGKATOleh: Ari Wahyudi Hertanto, S.H., M.H.

A. PendahuluanSekelumit adalah uraian tentang filsafat postmodern sebelum kita membahas lebih dalam lagi tentang apa yang akan dibahas dalamPostmodern Jurisprudence. Secara umum filsafatpostmoderntumbuh dan berasal dari filsafat kontinental, yang merupakan suatu bentuk kritisisi postmodern dan analisa dari apa yang mereka katakan sebagai para filsuf Barat. Yang sangat dipengaruhi oleh eksistensialisme danpost-structuralism, dan oleh beberapa filsufnya sebelumnya seperti Martin Heidegger, Friederich Nietzsche, dan selanjutnya Ludwig Wittgenstein. Dimana secara umum memiliki karakteristik adanya skeptisisme terhadap suatu metafisis yang (cenderung) stabil dan humanisme, dan khususnya terhadap cara pandang filosofis yang bermuara pada suatu pencerahan dimana Barat menciptakan suatu kemajuan melalui akumulasi stabilitas, pengetahuan yang positif. Sementara sebagian kalangan asyik akan kekhusukan mereka terhadap pencerahan yang terjadi dalam bentuk gejala kemajuan, rasionalitas, konsensus, humanitas, dan arti kehidupan, para filsuf postmodern lebih memprihatinkan dan memikirkan tentang implikasi filosofis dari hal-hal tersebut seperti perbedaan, schizophrenia, pluralisme, menjadi manusia buatan (cyborg), dan arti kematian dan ketiadaan.

Meskipun banyak kritik yang menyerupai karakteristik filsafat postmodern sebagai suatu bentuk nihilisme, para filsuf postmodern itu sendiri secara internal memandang filsafat mereka sebagai filsafat kebebasan (liberatory philosophy). Oleh sebagian kalangan masyarakat hal tersebut diidentifikasikan dengan relativisme, meskipun demikian filsafat postmodern membahas lebih dari itu, bahkan lebih spesifik, mengklaim telah melampauinya (lebih utama lagi, kebanyakan dari filsuf postmodern menempatkan postmodernitas secara historikal; yang bukan merukan abstraksi murni atau argumen logis).

1. Sejarah Filsafat PostmodernIstilah postmodern (merujuk pada etimologi latin, postmodern secara literatur berarti setelah apa yang sekarang after what is now) merujuk pada pergerakan filosofis dan kebudayaan, premis sentralnya adalah menolak seluruh metanarratives (cara berpikir yang mempersatukan pengetahuan dan pengalaman untuk mencari dan memberikan suatu definitif tentang kebenaran universal). Namun demikian postmodernisme sangatlah sulit untuk disebutkan definisi pastinya, karena sebagian besar orang (termasuk dalam pengertian sebagai komunitas masyarakat) telah terdapat suatu pemahaman terlebih dahulu tentang modernisme sebelum seseorang memahami betul tentang postmodernism, dan modernism (dan modernitas) itu sendiri juga masih sulit untuk diberikan definisi pastinya.

Para postmodernist mengklaim bahwa modernitas merupakan terkarakterisasi oleh kemanunggalan pemikiran (monolithic mindset) yang tidak dapat dipertahankan dalam keberagaman budaya dan fragementasi dunia (contoh postmodernism) sebagaimana yang saat ini kita tengah kita jalani. postmodernisme, disamping mencakup suatu kemengaliran dan kelipatan akan perspektif, secara tipikal menolak memberikan perlakuan khusus terhadap sebuah klaim kebenaran yang satu terhadap lainnya.

Filsafat postmodern dilansir tumbuh dan berasal di Prancis pada sekitar tahun 1960-1970-an. Tetapi, perkembangannya sangat dipengaruhi oleh beberapa tulisan yang dibuat pada awal abad ke-20, termasuk tulisan tentangphenomologist- Edmund Husserl, eksistensialis Martin Heidegger, psikoanalisis Jacques Lacan, strukturalis Roland Barthes, dan positivis logis Ludwig Wittgenstein.

Postmodernisme untuk kali pertamanya diidentifikasikan sebagai suatu disiplin teoritis pada tahun 1980, tetapi seiring dengan pergerakan budaya yang memangsanya dalam kurun waktu berjalan. Kapan tepatnya modernisme mulai memberikan peluang terhadappostmodernismsulit untuk ditentukan, atau setidaknya hampir dapat dikatakan tidak mungkin. Beberapa sarjana/teoritis menolak bahwa perbedaan tersebut memang ada, melalui pengkajian postmodernisme, terhadap semua klaim tentang fragmentasi dan pluralisme, sebagaimana tetap menunjukkan keberadaan dalam kerangka yang lebih besar terhadap kerangka kerja paramodernist. Jurgen Habermas dalam hal ini merupakan pendukung dari pemikiran ini.

2. Filsuf yang Mengawali Filsafat PerkembanganPostmodernYang sangat mempengaruhi perkembangan awal para filsufpostmodernadalah Michel Foucault, Jean-Francois Lyotard, dan Jacques Derrida. Foucault menggunakan pendekatan filsafatpostmoderndengan menggunakan perspektif historikal, yang dibangun dalam ide strukturalisme, tetapi untuk hal yang sama menolak strukturalisme denganre-historicizingdandestabilizingstruktur filsafat dari pemikiran-pemikiran Barat. Dirinya juga memikirkan tentang bagaimana pengetahuan didefinisikan dan berubah dikarenakan praktek kekuasaan. Sementara itu postmodernisme juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan beberapa disiplin kontemporer akademis, yang menyolok adalah yang berkaitan dengan cakupan sosiologi. Banyak dari asumsi yang dikemukakan memiliki keterhubungan denganfeministdanteori post-colonial.

Tulisan Lyotard sebagian besar adalah berupa pemikiran tentang peran naratif dalam kebudayaan manusia, dan khususnya tentang bagaimana peran tersebut berubah dan telah meninggalkan modernitas dan memasuki era postindustrial atau lazim dikenal dengan kondisipostmodern. Dirinya membantah bahwa filsafat modern melegitimasi klaim atas kebenaran (sebagaimana yang diklaim oleh para filsuf filsafat modern) atas pemikiran mereka tentang dasar logis dan empiris, tetapi lebih kepada dasar dari cerita-cerita yang diterima (atau metanarratives) tentang pengetahuan dan dunia atau dengan apa yang diterminologikan oleh Wittgenstein sebagai permainan bahasa (language-games). Lebih jauh lagi Lyotard membantah bahwa dalam kondisi postmodern ini, metanarratives tidak akan berfungsi lagi dalam melegitimasi klaim akan suatu kebenaran. Dirinya menyarankan bahwa dalam kebangkitan dari suatu keruntuhan metanarratives modern, masyarakat kemudian mengembangkan sebuah permainan bahasa (language-games) yang baru seseorang tidak dapat mengklaim tentang suatu kebenaran mutlak selain dari merayakan hubungan dunia yang selalu berubah (baca : perubahan antara masyarakat dan dengan masyarakat dan dunia).

Derrida, terhadapnya dekonstruksi yang diatribusikan, melakukan pendekatan terhadap filsafatpostmodernsebagai suatu bentuk kritisisi tekstual. Dirinya mengkritisisi filsafat Barat yang memberikan perlakuan khusus terhadap konsep keberadaan (presence) dan logos, yang berlawan dengan ketiadaan (absence) dan penandaan (marking) atau tulisan (writing). Derrida sedemikian rupa men-deskonstruksi-kan filsafat Barat dengan menunjuan, sebagai contoh, tentang bagaimana pandangan ideal Barat terhadap keberadaan logos yang menggangsir dengan menggunakan ekspresi bahwa sesuatu yang ideal adalah dari bentuk penandaan (markings) oleh penulis yang tidak ada. Walaupun demikian, untuk memperbesar paradoks ini, Derrida mereformulasikan kebudayaan manusia sebaik ketiadaan kerjasama dari berkembangbiaknya penandaan dan tulisan, dengan ketiadaan penulis.

Walaupun Derrida dan Foucault disebutkan sebagai filsufpostmodern, tetapi satu sama lain saling menolak banyak pendapat lainnya. Seperti terhadap Lyotard, keduanya sangat skeptis terhadap suatu kemutlakan atau universalitas klaim akan kebenaran. Tidak seperti Lyotard, bagaimanapun juga, mereka (atau setidaknya) lebih pesimistis terhadap klaim sebagai pemerdeka (emancipatory) terhadap pemainan bahasa yang baru; demikian halnya beberapa diantara para filsuf itu lebih mengkaraterisasikan dirinya sebagaiPost-Structuralistdibandingkan sebagaiPostmodernist.

B. Jean Francois Lyotard Answering the Question: What is Postmodernism?Hipotesis yang dikemukakan adalah berkisar tentang status pengetahuan yang berubah seiring dengan masyarakat yang memasuki tahap yang dikenal dengan istilah era pasca industrial dan budaya yang kemudian disebut dengan istilah postmodern. Transisi ini telah berlangsung setidaknya pada akhir tahun 1950-an, dimana Eropa menandainya dengan selesainya tahap rekonstruksi. Pertumbuhannya yang cepat atau lambat tergantung pada negara yang bersangkutan, dan sudah barang tentu antara negara yang satu dengan negara yang lain berbeda dan sangat digantungkan pada lingkup aktifitasnya masing-masing, dimana keadaan yang sangat bervariasi tersebut menimbulkan ketidakadaan hubungan temporer yang berakibat pada timbulnya kesulitan untuk melakukan sketsaoverview. Sebuah bagian dari deskripsi dapat diperlukan sebagai hipotesa. Pada setiap tingkatan, kita sangat memahami betul bahwa adalah bukan sesuatu hal yang bijaksana apabila kita menggantungkan totalitas diri padafuturology.

Ilmu pengetahuan merupakan bagian yang dikaji oleh Lyotard dalam suatu bentuk diskursus. Dan menurutnya dikatakan sebagai suatu kewajaran bahwa dalam kurun waktu 40 tahun ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengemuka memiliki keterkaitan dengan bahasa:phonologydan teori tentang linguistik, permasalahan tentang komunikasi dan sibernetika, teori-teori modern tentang aljabar dan informatika, komputer dan bahasanya, masalah menterjemahkan pencarian area terhadap keselarasan antara bahasa komputer, masalah penyimpanan informasi dan data banks, telematika dan penyempurnaan kemampuan berpikir terminal terhadap paradoksologi. Yang artinya fakta hanya berbicara bagi mereka yang berkepentingan.

Setidaknya hal tersebut merupakan bagian yang mewarnai perubahan waktu yang berjalan, dan dengan menilik beberapa tulisan yang mencakup tentang gaya bahasa maupun permasalahan yang dimuat sebagai isi dari tulisan tersebut memberikan suatu pemahaman tentang konteks kebenaran yang tersusun melalui rangkaian permainan kata oleh penulisnya. Kajiannya tersebut tidak hanya terbatas pada sejarah seni tetapi juga pada bidang-bidang lainnya. Sehingga dengan memperhatikan berbagai literatur dan dengan turut memperhatikan uraian dan pendapat para filsuf lainnya seperti Rene Descartes, Immanuel Kant, Hegel, Augustine, Jurgen Habermas dan masih banyak lainnya, setidaknya memberikan pengaruh terhadap hipotesa Lyotard. Yang semuanya mengarah pada suatu gagasan tentang modernisme.

Sejalan dengan pemikiran modernisme para filsuf dan rekonstruksi yang oleh Lyotard secara sedemikian rupa dirombak segala pemikirannya, tidak lain perlu dipahami bersama terlebih dahulu bahwa modernisasi yang dimaksud oleh Lyotard memiliki cakupan yang tidak terbatas pada terjadinya Aufklarung revolusi industri yang terjadi di Eropa. Melainkan, modernisme dilihat dalam konteks pemikiran; dan aktualisasi dari pemikiran tersebut. Pemikiran modern menurutnya adalah ditandai dengan pemikiran-pemikiran rasionalitas, dan menurutnya pemikiran rasionalitas tersebut sebenarnya merupakan barometer bagi aliranpostmodern, bahkan menurut hematnya pemikiran rasionalitas tersebut sudah dapat dikatakan berkembang sejak zamannya Rene Descartes (atau bahkan jauh sebelumnya), yang kemudian disusul oleh pendapat-pendapat dari para filsuf lainnya. Tetapi, hal yang menarik adalah dahulu pemikiran yang bersifat rasionalitas tersebut semestinya mengerucut dalam bentuk aktualisasi konkrit. Namun demikian, pada saat itu semuanya oleh banyak kalangan dianggap sebagai suatu angan-angan utopis.

Sampai dengan terjadinya aufklarung revolusi industri yang merupakan aktualisasi dari pemikiran yang dahulu terbatas sebagai angan-angan dan dengan memperhatikan gejala yang timbul serta dampak yang diberikan, dipandang sebagai fase pertumbuhan yang signifikan dalam artikulasi modernisasi/modernism. Fase ini terjadi dikarenakan terjadinya perkembangan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yang mana didalamnya turut terdapat andil peran bahasa (permainan bahasa).

Transformasi bidang teknologi ini dapat diperkirakan memiliki suatu dampak pada dunia pengetahuan. Dua prinsip utamanya adalah riset dan transmisi dari proses belajar yang diperoleh, yang setidaknya dapat dirasakan dampaknya sekarang atau setidaknya di masa mendatang. Secara alamiah pengetahuan tidak dapat tetap bertahan untuk tidak berubah dalam konteks transformasi secara umum. Lazimnya ia dapat menyesuaikan dengan saluran-saluran yang ada, tetapi hal yang mendasar yang dianggapnya merupakan ide daripostmodernism, sebagaimana melansir tanggapan dari Sekolah Frankfurt adalah berkaitan dengan pemahaman terhadap apa itu pengetahuan, teknologi, dan permainan bahasa, yang tanpa disadari sebenarnya telah memberikan peran terhadap alienasi manusia dan kebudayaan dalam menjalani kehidupannya.

Maksud yang ingin disampaikan adalah tanpa disadari manusia sebenarnya telah dijajah oleh apa yang dinamakan teknologi. Menurutnya dikatakan bahwa pengetahuan pada akhirnya menjadi binasa dan berakhir dikarenakan dirinya kehilangan nilai manfaatnya. Contoh konkritnya adalah pengetahuan yang dimiliki oleh negara maju dengan negara berkembang berbeda satu sama lain, dilain pihak negara maju lebih banyak memiliki pengetahuan dan penguasaan terhadap teknologi, yang mana pada akhirnya berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya tersebut ternyata justru dipergunakan atau dimanfaatkan untuk menghambat kemajuan atau bahkan menyerang negara maju atau negara berkembang lainnya. Yang dapat diilustrasikan dengan memperhatikan dalam beberapa dekade terakhir pertumbuhan ekonomi telah mencapai pada tahap membahayakan stabilitas negara melalui bentuk-bentuk baru sirkulasi kapital yang lazim dikenal dengan istilah generiknya sebagaimulti national corporations. Bentuk baru dari sirkulasi kapital ini menunjukkan bahwa yang terjadi adalah keputusan investasi ini (setidaknya secara parsial) berada diluar kendali suatu bangsa atau negara. Implikasi yang timbul dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, seperti begitu banyaknya penduduk mengakibatkan murahnya tenaga kerja, yang mana hal ini dimanfaatkan secara optimal oleh negara-negara investor untuk mengeruk keuntungan semaksimal mungkin dengan memperkecil biaya dan dengan demikian marjin keuntungan yang diperoleh akan lebih besar.

Lebih jauh lagi dengan berkembanganya kemajuan teknologi dibidang komputer dan telematika. Seperti contoh IBM diberikan wewenang untuk mempergunakan lingkar orbit bumi dan meluncurkan satelit atau satelit housing databanks. Banyak pertanyaan yang akan timbul seperti: siapa yang dapat mengakses satelit dimaksud?; siapa yang akan menentukan bahwa jalur atau suatu data tertentu dilarang untuk diakses? Negara? Ataukah negara dengan secara mudah akan menjadi salah satu pengguna diantara pengguna lainnya? permasalahan hukum baru akan muncul kepermukaan dan terhadapnya akan dipertanyakan siapa yang akan mengetahui?

Penyederhanaan dari pemahamannya adalah tanpa disadari bahwa manusia telah dijajah oleh apa yang dinamakan teknologi, yang merupakan buah dari pengetahuan. Manusia menjadi ketergantungan terhadap teknologi yang dan akibat ketidaksadarannya tersebut mengakibatkan manusia yang bersangkutan telah menganggap hal tersebut sebagai suatu kewajaran. Sementara itu akibat yang terjadi adalah manusia tidak jauh berbeda seperti mesin yang telah terprogram sedemikian rupa dan terikat dengan rutinitas yang ada, serta pada akhirnya manusia itu sendiri mengalami kesulitan untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan dimaksud.

Dilain pihak permainan bahasa merupakan suatu hal yang menarik dan berguna untuk dibahas dengan mempergunakan 3 cara observasi tentang permainan bahasa dimaksud. Pertama, bahwa aturan mainnya tidak dibawa oleh mereka sendiri (penulis) sebagai legitimasi bagi mereka, tetapi merupakan objek dari suatu kontrak, baik secara eksplisit ataupun tidak yang semestinya mengikat para pemainnya (yang semestinya tidak perlu lagi dikemukakan bahwa para pemainlah yang menemukan/membuat peraturan tersebut). Kedua, bahwa apabilatidak ada peraturan, maka dengan demikian tidak ada permainan, hal ini juga berlaku terhadap hal-hal yang sifatnya modifikasi yang tidak signifikan sekalipun yang merubah suatu peraturan dan sifat permainan, seperti halnya gerakan atau setidaknya perkataan yang tidak dapat memuaskan peraturan oleh karenanya bukan merupakan bagian dari permainan yang telah mereka definisikan bersama. Ketiga, bahwa keterangan sangatlah diperlukan terhadap segala sesuatu yang telah dikatakan, karena setiap perkataan semestinya dipikirkan pula sebagai suatu gerakan dalam permainan.

Sedikit banyak memang untuk memahami hal uraian tersebut di atas, terbilang sulit, tetapi yang ingin disampaikan dalam aliran postmodernism adalah mencoba untuk menggali tentang arti penting dari permainan kata dengan mengangkat pemikiran tentang metanarasi. Selayaknya kita ketahui bersama tentang terminologi metafisis, yang berangkat dari kata meta ta fisika,dimana didalamnya terkandung arti sesuatu yang melampaui fisik (fisika) atau dengan kata lainnya adalah sesuatu yang berada di awang-awang atau lazim disebut konsepsi. Sasaran dari metanarasi adalah serupa, yaitu mencoba untuk melampaui dari sesuatu yang ada didalam suatu narasi atau bahasa. Dalam aliranpostmodernsegala sesuatu objek selalu dikaitkan sebagai suatu kumpulan bahasa yang manifestasinya adalah berupa kata-kata. Pengetahuanpun dalam hal ini juga merupakan bahasa yang tersetruktur dalam rangkaian kata-kata, yang kemudian melahirkan apa yang dinamakan teknologi. Wujud dari teknologi baik berupa benda ataupun materi lainnya menurut aliran ini juga merupakan kumpulan bahasa yang dapat dikaji lebih mendalam dengan mempergunakan cara metanarasi tersebut.

Dengan kata lain teks-teks besar atau pemikiran-pemikiran besar (grand narrative) sebenarnya menjajah manusia, yang wujudnya adalah teknologi yang selama ini dianggap sebagai dewa tanpa melihat sesuatu yang ada dibaliknya. Hal ini berlaku pada ideologi dan hukum, dimana secara tajam dikatakan omong kosong dan tidak ada apa-apanya, dimana hal ini terjadi dikarenakan didalamnya banyak kepentingan yang tidak sesuai dengan kepentingan manusia. Contoh, hukum apakah merupakan manifestasi keadilan? Benar atau tidak? Karena kepentingan perumus perangkat hukum belum tentu secara total dapat mengartikulasikan hakekat sesungguhnya dari keadilan. Oleh karenanya segala sesuatu yang lahir dari modernisme seharusnya patut untuk dicurigai dan oleh karenanya perlu untuk didekonstruksikan secara pengetahuan dan bahasa. Namun, kembali lagi bahwa semuanya dipandang sebagai suatu metanarasi.

Perumpamaan lainnya adalah kebanyakan orang telah mengetahuiStarbucks Caf,postmodernismmencoba untuk menggali tentang apa yang ada dibalikicontersebut. Apabila dikaji maka dapat diidentifikasi bahwa akan lebih bergengsi untuk duduk dan memesan kopi dan makanan diStarbucks Cafdibanding harus nongkrong di warung tegal. Tanpa disadari pemikiran semacam itu justru menguntungkan para kaum kapitalis dan juga mengakibatkan pergeseran budaya dalam struktur suatu kelompok masyarakat. Ternyata dari kata-kataStarbucks Cafdibaliknya memiliki tabir-tabir yang sangat rumit dan komplek, yang oleh sementara kalangan tidak dipahami tentang hakekat tersebut.

Dengan kata lain aliranpostmodernismmenganggap bahwagrand strategymerupakan kumpulan kata-kata yang bermuara pada pengetahuan. Pengetahuan itu sendiri pada akhirnya melahirkan anak haram dan kapitalisme, yang bernama teknologi. Teknologi, tidak terlepas dari bentuk, hasil maupun materi lainnya, pada aplikasinya dilihat sebagai sautu kumpulan kata-kata yang tersaji dalam suatu narasi yang terhadapnya dapat dilakukan metanarasi. Sehingga pada akhirnya berdasarkan hasil kajian dari aliranpostmodernismdikatakan bahwa teknologi itu sendiri yang memanfaatkan manusia.

C. Jennifer Wicke Postmodern Identity and the Legal SubjectDalam tulisannya penulis berupaya untuk memberikan suatu identifikasi terhadappostmodernism, yang mana kehadirannya merupakan suatu fenomena dan menimbulkan banyak kontradiksi dari berbagai kalangan. Salah satunya dikarenakanpostmodernismitu sendiri dengan melansir dari konsep metanarasi yang disampaikan oleh Lyotard, memberikan suatu gambaran tentang kompleksitas dan membawa paham antikemapanan. Yang oleh karenanya akan memberikan suatu dampak tersendiri, baik berupa benturan atas pemikiran logis yang mendominasi dalam konteks hukum itu sendiri.

Menurutnyapostmodernismmerupakan istilah yang mewarnai dan muncul pada tahun 1980-an dalam peta filsafat kritis dan tetap menggantung pada posisinya dalam peperangan pemikiran dan budaya, sebagaimana yang dimulai pada abad-19, meskipun sampai saat ini makna daripostmodernitu sendiri juga memikul konsekuensi beban tersendiri.Postmodernitu sendiri menurutnya telah mengakibatkan tatanan metafisika Barat menjadi goyah dengan adanya metanarasi terhadap mereka yang mencakup didalamnya aspek perkembangan, alasan atau bahkan revolusi, atau krisis dalam representasi.

Pada intinya identifikasi terhadappostmodernadalah untuk menghadapi konfrontasi yang timbul dari kalanganpost-structuralist. Menurutnya merupakan sesuatu hal yang menarik upaya untuk memahami lebih dalam tentang apa itu hukum dengan menggunakan pola aliranpostmodernismtersebut, termasuk pula apabila didalamnya dibahas tentang subjek hukum, tidak dalam suatu konstruksi yang manunggal, dikarenakan masih terdapat lubang-lubang yang memiliki potensial konflik dan dari hal tersebut dapat timbul berbagai bentuk rintangan dan tantangan.

Sementara itu identitas yang diberikan terhadappostmodernadalah terbatas pada lingkup kebudayaan dikarenakan faktor prosedur ekonomi dan sosial yang melatarbelakanginya. Sedangkan, pemahaman yang diberikan tentang postmodern itu sendiri dianggapnya terlalu luas dan oleh karenanya menjadi tidak relevan. Dirinya memberikan penilaian bahwapostmodernmerupakan bentuk dari perkembangan modernisasi tersebut, yang mana akan lebih mengena apabila terbatas pada pendekatan materi dan dipandang sebagai suatu romantisasi atau tampilan yang bersifatpostmodernis.

D. Pierre Schlag Normativity and Politics of FormDalam ilustrasinya dipergunakan serial filmSupranatural, Heroes, Desperate Housewivesdan seterusnyayang dahulu pernah ditayangkan dan menjadi tontonan yang hangat bagi para pemirsanya. Melalui kotak yang lazim kita kenal sebagai televisi telah menayangkan berbagai macam tayangan yang secara tidak disadari memberikan suatu pemahaman yang mempersempit cara pandang seseorang terhadap suatu permasalahan. Akan berbeda halnya apabila seseorang membaca novelLord of the RingsataupunHarryPotterterlebih dahulu dan kemudian menonton filmnya di bioskop, tetapi bagaimana kalau pada kenyataannya dibalik kita menonton filmnya terlebih dahulu baru membaca novelnya. Sudah dapat diterka bahwa yang terjadi adalah terjadinya pembatasan ilustrasi oleh seseorang.

Pesan yang ingin disampaikan dalam tulisan ini adalah tidak jarang dalam penayangan-penayangan film tersebut memiliki suatu misi yang terbatas pada perspektif tertentu, dimana para pemirsanya akan digiring untuk terbentuknya suatu opini. Sehingga dengan demikian kerangka dasar terbentuk dan akhirnya mengakibatkan objektifitas seseorang tidak lagi pada posisi yang semestinya, sudah barang tentu faktor keberpihakan atau penanaman karakter peran telah tertanam didalam benaknya. Hal ini juga sebenarnya terkait dengan aspek diferensiasi terhadap kekuatan, kebenaran, rasionalitas, retorika dan penipuan/pengingkaran.

Tidak jarang dengan menggunakan media yang sama juga dijadikan sebagai ajang untuk membingungkan pemirsanya dengan melahirkan kontradiksi-kontradiksi yang terjadi didalamnya, atau justru oleh sementara kalangan hal tersebut dipandang sama sekali bukan sebagai suatu kontradiksi. Namun, kejadian tersebut sebenarnya tidak hanya terbatas pada filmL.A. Law, Law and Order, ataupunAlly McBealyang disajikan dan sarat dengan muatan hukum. Sehingga para pemirsanya menjadi terkonstruksikan tentang bagaimana kinerja birokrasi dan hukum di Amerika Serikat. Memang itu merupakan refleksi parsial tetapi apabila hanya ditafsirkan bahwa potret hukum di Amerika Serikat hanya dibatasi pada apa-apa yang disajikan dalamL.A. Law, Law and Order, ataupunAlly McBeal, jelas dapat dipertanyakan kembali.

Pemirsanya juga dengan secara tidak sadar menyerap norma-norma maupun niali-nilai politis yang ada didalamnya, dan penting untuk diperhatikan bahwa kondisi semacam ini lahir setelah tahap modernisasi. Dan potret yang ingin ditangkap adalah mengenai dampak dari suatu modernisasi, yang menurut penulis dapat dimasukan sebagai aliranpostmodernism. Pandangan demikian merupakan sikap yang diambil, dikarenakan melalui suatu tayangan sudah barang tentu terdapat muatan moral, nilai, etika, horor, sadis, pelecehan, bencana, rekonstruksi, penipuan, pembohongan publik dan lain sebagainya, yang memagari kebebasan berpikir seseorang. Dan kembali mengutip apa yang dikemukakan oleh Lyotard, bahwa pada akhirnya manusia dijajah oleh apa yang dinamakan teknologi.

FILSAFAT HUKUM Resume Buku FILSAFAT DAN TEORI HUKUM POST MODERN ( Dr. Munir Fuady, S.H, M.H, LL.M)

1 Votes

Tugas Mata KuliahFILSAFAT HUKUMResume Buku FILSAFAT DAN TEORI HUKUM POST MODERN ( Dr. Munir Fuady, S.H, M.H, LL.M )Guna Memenuhi Tugas Terstruktur IDisusun Oleh :LOVETYAUniversitas BrawijayaFakultas HukumMalang2008BAB IDunia Hukum Sedang BergejolakDunia akan kacau seandainya hukum tidak ada, tidak berfungsi atau kurang berfungsi. Ini adalah suatu kebenaran yang telah terbukti dan diakui bahkan sebelum manusia mengenal peradaban sekalipun. Mengapa masyarakat Amerika Serikat sampai membenarkan pengiriman putra-putra bangsanya untuk bergerilya dan mempertaruhkan nyawanya di hutan tropis dan rawa rawa dalarn Perang Vietnam pada awal dekade 1960-an?Mengapa kerusakan lingkungan terjadi di mana-mana? Dan yang lebih penting lagi, mengapa semua masalah tersebut dan luluh lantak seperti itu terjadi pada abad ke-20 ini, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi sedang mengkiaim dirinya berada di puncak kemajuannya di atas menara gading itu? Semua ini memperlihatkan.dengan jelas betapa ilmu hukum dan ilmu sosial serta ilmu budaya sudah gagal dan lumpuh sehingga sudah tidak dapat menjalankan fungsinya lagi sebagai pelindung dan pemanfaat terhadap peradaban dan eksistensi manusia di bumi ini.Karena itu, dalam bidang ilmu nonsains, bahkan juga kemudian dalam ilmu sains itu sendiri, terdapat gejolak gejolak dalam bentuk pembangkangan, yang semakin lama tensinya semakin tinggi. Gejolak tersebut yang kemudian mengkristal menjadi protes yand akhirnya melahirkan aliran baru dengan cara pandang baru terhadap dunia, manusia, dan masyarakat dbngan berbagai atributnya itu. Karena sains juga mempunyai watak anarkis, maka pada awal mulanya setiap pembangkangan dianggap sebagai konsekuensi dari perkembangan sains sehingga pembangkangan tersebut dianggap wajar-wajar saja.Science is an essentially anarchistic enterprise: Theoretical anarchism is more humanitarian and more likely to encourage progress than its law-and-order alternatives(Paul Feyerabend, 1982: 17).Bagi para penganut ajaran postmodem, perbedaan merupakan inti dari segala kebenaran. Karena itu, mereka tidak mempercayai kepada hal-hal yang universal, harmonis, konsisten, dan transendental. Tidak ada musyawarah-musyawarahan dalarn mencari kebenaran dan menghadapi realitas. Yang ada hanyalah perbedaan-perbedaan, dan perbedaan-perbedaan tersebut harus selalu dihormati.Aliran postmodern ini masuk pula ke dalam bidang hukum, yang bersama-sama dengan paham terakhir di bidang hukum, saat itu, yaitu paham realisme hukum serta bersama pula dengan paham kritis radikal seperti aliran Frankfurt di Eropa, mereka bersama-sama mempolakan suatu aliran baru dalam bidang hukum, yang tentu saja radikal, yaitu yang disebut dengan aliran hukurn kritis (critical legal studies). Seorang pelopor utama dari aliran critical legal studies, yaitu Roberto Mangabeira Unger menyatakan bahwa:the critical legal studies movement has undermined the central ideas of modem legal though and put another conception of law in their place(Roberto Mangabeira Unger, 1986: 1).Dalam berbagai bidang ilmu terdapat berbagai variasi terhadap visi dan perkembangan aliran terakhirnya di abad kedua puluh itu. Ada yang secara langsung melawan paham sebelumnya berupa paham positivisme yang sangat dipengaruhi oleh pola pikir ilmiah rasional berdasarkan ilmu dan teknologi. Aliran-aliran hukum yang sangat dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dengan cara berpikir dengan menggunakan rasio yang abstrak-silogisme sebagaimana yang dilakukan paharn positivisme dari Agust Gornte, ajaran hukum. murni dan grundnorm dari Hans Kelsen dari Jerman, ataulbun ajaran hukum alam, bahkan ajaran-ajaran seperti dari Durkheirn, Von Jhering, Max Weber, dan Gustav Radbruch sebelumnya sudah dilabrak habis oleh aliran realisme hukum pada, sekitar dekade 1930-an. Jadi, tidak benar jika ilmu hukum selalu bersifat konservatif dan cenderung mempertahankan status quo sebagaimana yang dituding oleh banyak orang.Aliran realisme hukum ini melakukan pembangkangan terhadap teori dan konsep hukum yang ada dengan mengajukan banyak pertanyaan penting terhadap hukum.Hanya saja, eksistensi kehidupan aliran. realisme hukum tersebut kemuthan memang dalarn keadaan megap-megap dan dunia hukum menjadi semakin redup setelah meninggalnya para pelopor dari aliran realisme hukum itu, terutama dengan meninggalnya Karl Llewellyn, Joreme Frank, dan Felix Cohen.Akan tetapi, kemudian dunia hukum kembali bersinar lagi, terutama dengan munculnya aliran baru pada akhir abad ke~20 yang disebut dengan critical legal studies.Aliran critical legal studies merupakah suatu aliran yang bersikap anti liberal, antiobiektivisme, antiformalisme, dan antikemapanan dalam teori dan filsafat hukum, yang dengan dipengaruhi oleh pola pikir postmodem, neomarxism, dan realisme hukum, secara radikal mendobrak paham hukum yang sudah ada sebelumnya, yang menggugat kenetralan dan keobjektifan peran dari hukum, hakim, dan penegak hukum lainnya terutama dalam hal keberpihakan hukum dan penegak hukum terhadap golongan yang kuat/mayoritas/berkuasa/kaya dalam rangka mempertahankan hegemoninya, atau keberpihakan hukum terhadap politik dan ideologi tertentu, di mana aliran critical legal studies ini dengan menolak unsur kebenaran objektif dari ilmu pengetahuan hukum, dan menolak-pula kepercayaan terhadap unsur keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum yang objektif, mereka mengubah haluan hukurn untuk kernudian digunakan sebagai alat untuk menciptakan emansipasi dalam dunia politik, ekonomi, dan sosial budaya.Modernisme mengakibatkan militerisme. Karena unsur religius dan moral tidak berdaya, manusia cenderung menggunakan kekuatan kekuasaan sehingga perang crengan senjata canggih, kekerasan, ataupun militerisme tidak terelakan. Meskipun penggunaan agama secara fundamentalis juga dapat mengakibatkan hat yang sama afas nama perjuangan menegakkan agama secara kaku.Sebagai konsekuensi penggunaan kekuasaan secara koersif, maka timbullah kembali paham tribalisme, yang hanya mementingkan suku atau kelompoknya sendri.(I. Bambang Sugiharto, 1996:30).Perkembangan dunia modern yang sarat dengan ilmu dan teknologi dan dengan cara berpikir yang sekuler dan kapital liberalisme, ternyata telah membawa petaka berupa kehancuran planet bumi sekaligus merupakan ancaman terhadap kehidupan dan peradaban manusia. Karena itu, di mana-mana dewasa ini semangat menyelesaikan segala persoalan manusia dengan mengikutsertakan pertimbangan spiritual sudah mulai bergema lagi. Faktor agama yang suclah lama tidur lelap karena dipandang hanya sebagai candu yang meninabobokan masyarakat, diundang untuk turun tangan kembali. Jika pada masa-masa lalu ternyata agama dapat bersikap aktif dan komunikatif, dengan adaptasi-adaptasi tertentu, diharapkan tentunya agama tersebut dapat memainkan perannya kembali.RelativismeMerupakan suatu paham yang mengajarkan bahwa semua putusan terhadap nilai bersifat relatif terhadap perspektif dan tujuan yang terbatas. Jadi, tidak ada tempat berpijak yang secara objektif menentukan bahwa sesuatu itu secara normatif benar atau tidak.sekarang zaman postmodern telah datang, yang akan menjungkirbalikkan hampir semua asumsi dan pola pikir zaman modern yang terkesan congkak (arogan) tersebut.Postmodern merupakan penolakan yang radikal terhadap pernikiran modern. Sebagaimana diketahui bahwa paham falsafah modern ini dibentuk oleh Immanuel Kant, Rene Descartes, dan David Hume. Meskipun harus diakui bahwa pemikiran pada era modern tersebut telah juga melakukan lompatan-lompatan, terutama dengan berkembangnya secara pesat ilmu pengetahuan dan teknologi, yang menggantikan konsep pramode prailmiah yang sangat menekankan pada kepercayaan, mitos, takhayul, cerita-cerita primitif, dan hal-hal yang tidak logis lainnya.BAB IISketsa Post Modern : Porak Porandanya PengetahuanIstilah postmodern sekarang sangat sering digunakan, tetapi lebih sering lagi disalahgunakan. Sangat sulit mendefinisikan postmodern dalam satu atau dua kalimat saja karena postmodern pada hakikatnya berisikan aneka ragam, saling berserakan, dan sering kali isinya saling bertolak belakang, bahkan terkesan seperti kapal pecah sehingga suatu definisi untuk itu memang tidak dibutuhkan. Itulah dia watak postmodem, suatu ungkapan sangat populer, tetapi tanpa definisi yang jelas.Di samping itu, bagi kaum postmodem, perbedaan merupakan inti dari segala kebenaran. Karena itu, merekatidak mempercayai pada hal-hal yang universal, harmonis, dan konsisten. Tidak ada musyawarah musyawarahan dalarn mencari kebenaran dan menghadapi realitas. Yang ada hanyalah perbedaan-perbedaan, dan perbedaan-perbedaan tersebut harus selalu dihormati.Kaum postmodern percaya bahwa tidak ada suatu yang transenden dalam realitas. Nietzsche mengatakan bahwa Tuhan sudah mati. Menurut paharn postmodem, realitas yang sama dapat ditafsirkan secara berbeda beda oleh pihak yang berbeda beda. Karena itu, tidak mengherankan jika Jacques Derrida, seorang pelopor aliran postmodem, mengajak manusia untuk berhenti mencari kebenaran (sebagaimana yang dilakukan oleh kaurn pencerahan), bahkan seyogianya kita membuang pengertian kebenaran tersebut. Tidak ada kebenaran yang absolut, universal, dan permanen. Yang ada hanyalah kebenaran menurut suatu komunitas tertentu saja. Yang diperlukan bukanlah usaha mencari kebenaran, melainkan yang diperlukan adalah percakapan dan penafsiran yang terus menerus terhadap suatu realitas, tanpa perlu memikirkan suatu kebenaran yang objektif.Paham postmodem juga menolak teori korespondensi, yang menyatakan bahwa suatu kebenaran baru ada jika adanya hubungan yang selaras antara. statement yang diucapkan dan realitas/fakta.Menurut teori korespondensi:Jika Anda berkata ada sebuah roti apel di lemari es, saya perlu melihat ke dalam lemari es itu untuk membuktikan apakah perkataan Anda benar.(Stanley J. Gren-i, 2001: 69).Oleh kaum realis, teori korespondensi ini dianggap berlaku universal dimana-mana. Menurut kaum realis, pikiran manusia, dapat mengetahui suatu realitas secara, utuh sehingga. dunia dapat digambarkan secara. utuh, lengkap, dan tepat termasuk menggambarkan rahasia alam semesta, melalui ilmu pengetahuan. Dan kesemuanya itu dapat digambarkan dengan suatu bahasa. yang tepat. Dengan demikian, menurut kaurn postmodem, bahasa. berfungsi sebagai permainan catur, yang memiliki aturan bagaimana seharusnya, suatu pion digerakkan. Jacli, bahasa. ticlak dapat begitu saja clihubungkan dengan suatu realitas karena bahasa ticlak menggambarkan realitas secara tepat clan objektif, tetapi bahasa hanya menggambarkan dunia. dengah berbagai cara. bergantung konteks dan keinginan yang menggunakan bahasa. tersebut.Dengan demikian, aliran critical legal studies, yang antara lain merupakan refleksi aliran postmodem ke dalam bidang hukum mencoba memberikan suatu jawaban atau minimal merupakan suatu kritikan terhadap kenyataan bahwa hukum pada akhir abad ke-20 memang timpang, baik dari segi tataran teoritis, filsafat, maupun dalam tataran praktisnya. Di samping itu, dengan pendekatan secara induktif, bergerak dari kenyataan hukum yang diterapkan dalam masyarakat, menyebabkan para pemikir hukum pada akhir abad ke-20 terpaksa harus mengakui beberapa premis hukum baru, yang memporak-porandakan premis hukum yang lama.BAB IIIPengaruh Dari Realisme HukumThe life of the law has not been logic, it has been experience the law can not dealt with as if it contained only the axioms and corollaries of a book of mathematics.,(Oliver Wendell Holmes)A.Latar Belakang Lahirnya Aturan Realisme HukumGerakan critical legal studies, yang semula merupakan keluh kesah dari beberapa pernikir hukum di Amerika Serikat yang kritis, tanpa disangka ternyata begitu cepat gerakan ini nenemukan jati dirinya dan telah menjadi suatu aliran tersendiri dalam teori dan filsafat hukum. Dan ternyata pula bahwa gerakan ini berkembang begitu cepat ke berbagai negara dengan kritikan dan buah pikirnya yang cukup segar dan elegan..Sebagaimana biasanya suatu aliran dalarn filsafat hukurn, maka aliran realisme hukum juga lahir dengan dilatarbelakangi oleh berbagai faktor hukum dan nonhukum, yaitu faktor-faktor sebagai berikut:Faktor perkembangan dalam filsafat dan ilmu pengetahuan. Faktor perkembangan sosial dan politik.Walaupun begitu, sebenarnya aliran pragmatism dari William James dan John Dewey itu sendiri sangat berpengaruh terhadap ajaran dari Roscoe Pound dan berpengaruh juga terhadap ajaran dari Oliver Wendell Holmes meskipun tidak sekuat pengaruhnya terhadap ajaran dari Roscoe Pound.Pengaruh dari aliran fragmatisme dalam filsafat sangat terasa dalam aliran realisme hukum. Sebagaimana diketahui bahwa kala itu (awal abad ke-20), dalam dunia filsafat sangat berkembang ajaran pragmatisme ini, antara lain yang dikembangkan dan dianut oleh William James dan John Dewey. Bahkan, dapat dikatakan bahwa pragmatisme sebenarnya merupakan landasan filsafat terhadap aliran realisme hukum. Dalam tulisan tulisan dari para penganut dan inspirator aliran realisme hukum, seperti tulisan d.ari Benjamin Cardozo atau Oliver Wendell Holmes, sangat jelas kelihatan pengaruh dari ajaran pragmatisme hukum ini.Hubungan antara aliran realisme hukurn dan aliran sosiologi hukum ini sangat unik. Di satu pihak, beberapa fondasi dari aliran sosiologi hukum mempunyai kemiripan atau overlapping, tetapi di lain pihak dalam beberapa hal, kedua aliran tersebut justru saling berseberangan. Roscoe Pound, yang merupakan penganut aliran sociological jurisprudence, merupakan, salah satu pengritik terhadap aiiran realisme hukum. Akan tetapi, yang jelas, sesuai dengan namanya, aliran realisme hukum lebih aktual dan memiliki program-program yang lebih nyata dibandingkan dengan aliran sociological jurisprudence.B.Konsep Pemikiran Dari Realisme HukumPaham realisme hukum memandang hukum sebagaimana seorang advokat memandang hukum. Bagi seorang advokat, yang terpenting dalam memandang hukum adalah bagaimana. memprediksikan hasil dari suatu proses hukum dan bagaimana masa depan dari kaidah hukum tersebut. Karena itu, agar dapat memprediksikan secara akurat atas hasil dari suatu putusan hukum, seorang advokat haruslah juga mempertimbangkan putusan-putusan hukum pada masa lalu untuk kemudian memprediksi putusan pada masa yang akan datang.Para penganut aliran critical legal studies telah pula bergerak lebih jauh dari . aliran realisme hukurn dengan mencoba menganalisisnya dari segi teoretikal-sosial terhadap politik hukum. Dalarn hal ini yang dilakukannya adalah dengan menganalisis peranan dari mitos hukurn yang netral yang melegitimasi setiap konsep hukum, dan dengan menganalisis bagaimana sistern hukurn mentransformasi fenomena sosial yang sarat dengan unsur politik ke dalam simbol-simbol operasional yang sudah dipolitisasi tersebut. Yang jelas, aliran critical legal studies dengan tegas menolak upaya-upaya dari ajaran realisme hukum dalam hal upaya aliran realisme hukum untvk memformulasi kembali unsur netralitas dari sistern hukum.Seperti telah dijelaskan bahwa aliran realisme hukum ini oleh para pelopornya sendiri lebih suka dianggap sebagai hanya. sebuah gerakan sehingga mereka. menyebutnya sebagai gerakan realisme hukum (legal realism movement). Nama populer untuk aliran tersebut memang realisme hukum (legal realism) meskipun terhadap aliran ini pernah juga diajukan nama lain seperti:Functional Jurisprudence.Experimental Jurisprudence.Legal Pragmatism.Legal Observationism.Legal Actualism.Legal ModestyLegal Discriptionism.Scientific Jurisprudence.Constructive Scepticism.C.Hubungan Realisme Hukum Dengan Critical Legal StudiesKaum realist hukum tidak percaya terhadap pendekatan pada hukum yang dilakukan oleh kaurn positivist dan naturalist, yang pada prinsipnya menyatakan bahwa hakirn hanya menerapkan hukurn yang dibuat oleh pembentuk undang-undang. Bahkan, sebagaimana yang dikemukakan oleh aliran formalisme hukurn bahwa penalaran hukum (legal reasoning) merupakan penalaran yang bersifat syllogism, di mana premis mayor berupa aturan hukurn dan premis minor berupa fakta-fakta yang relevan, sedangkan hasilnya berupa putusan hakim. Menurut ajaran realisme hukum, aliran positivisme maupun allran formalisme sama-sama meremehkan penerapan hukum oleh hakim, di mana menurut golongan ini, peranan hakirn hanya sebatas menerapkan hukum atau paling jauh hanya menafsirkan hukum seperti yang terdapat dalarn aturan perundangundangan. Sebaliknya, menurut aliran realisme hukum, hakim tidak hanya menerapkan atau menafsirkan hukum. Dalarn banyak hal, ketika hakirn memutuskan perkara, hakirn justru membuat hukum. Hukurn yAng dibuat oleh hakirn ini umumnya sangat dipengaruhi oleh latar belakang politik dan perasaan dari hakirn yang memutuskan perkara tersebut.Aliran realisme hukurn pada prinsipnya me.mberikan beberapa tesis sebagai berikut:1.Tesis PertamaAturan hukurn yang ada tidak cukup tersedia untuk dapat menjangkau setiap putusan hakirn karena masing-masing fakta hukum dalarn masing-masing kasus yang bersangkutan bersifat unik.2.Tesis KeduaKarena itu, dalarn memutus perkara, hakirn membuat hukum yang baru.3.Tesis KetigaPutusan hakim dalam kasus-kasus yang tidak terbatas tersebut sangat dipengaruhi oleh pertimbangan politik dan moral d.ari hakim itu sendiri, bukan bbrdasarkan pertimbangan hukum.Karena masuknya ilmu-ilmu positif ke dalam bidang hukum menjadikan hukum seperti kerangka-kerangka yang mati dan tidak berjiwa, maka keadilan yang sebenarnya merupakan tujuan utama bagi hukum, semakin jauh dan kenyataan. Unsur-unsur antropologis sama sekali diabaikan. Nilai-nilai, termasuk nilai keadilan, kebenaran, perlindungan, rasa sayang, empati, dan. lain-lain tidak pernah lagi dipertimbangkan oleh hukum. Hakim dipaksa menjadi semacam robot-robot. Dari sini timbul gagasan untuk menggantikan hakim dengan mesin-mesin komputer saja.D.Kritik Terhadap Realisme HukumSebagai sebuah aliran yang menjelajahi sampai ke dunia filsafat, adalah wajar jika terhadap aliran realisme hukum terjadi perbedaan pendapat dan kritikan-kritikan. Bahkan, pada awal-awal kelahirannya, tentang konsep konsep dari aliran ini sempat menjadi perdebatan yang terbilang sengit di antara para ahli hukum. Sekitar tahun 1931, bahkah terjadi perdebatan yang cukup seru di antara para ahli hukurn kala itu, khususnya antara Roscoe Pound, Karl Llewellyn, dan Jorerne Frank. Polemik tersebut sangat membekas dan terus berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya dari aliran realisme hukurn ini.Kritik terhadap aliran realisme hukum juga diajukan terhadap hal-hal yang berkenaan dengan pandangannya tentang proses judisial. Dalam hal ini kritik diajukan terhadap statement yang normatif dan terhadap konsep logic, sedangkan terhadap penekanan kaum realis hanya terhadap kasus-kasus yang susah saja.Mengenai logika hukum, kaum realisme hukum dikritik bahwa kaum realisme hukum tersebut, terutama Joreme Frank, gagal melihat bahwa logika bukan alat untuk menemukan sesuatu, melainkan lebih merupakan suatu demonstrasi, di mana dari premise yang tetap dapat ditarik kesimpulan tertentu dengan alasan yang logis. Sebagaimana diketahui bahwa kaum realisme hukum memang menentang penarikan kesimpulan hukum dengan menggunakan logika melalui silogisme. Akan tetapi, sebenarnya kaum realisme hukurn sudah membedakan antara alasan (reason) untuk suatu pendapat (opinion) dan logika (logic) untuk mengambil suatu keputusan hukum..BAB IVCritical Legal Studies :Latar Belakang dan PerkembanganA.Latar Belakang Lahirnya Critical Legal StudiesSebagaimana diketahui bahwa banyak kekecewaan terhadap filsafat,teori, dan praktek hukum yang terjadi di paruh kedua dari abad ke-20.Sedangkan aliran lama yang mainstream saat itu., semisal aliran realisme hukum, di samping perannya semakin tidak bersinar, semakin tidak populer, dan juga ternyata tidak dapat menjawab berbagai tantangan zaman di bidang hukum. Sangat terasa, terutama pada akhir abad ke-20, bahwa diperlukan adanya suatu aliran dan gebrakan baru dalarn praktek, teori, dan filsafat hukum untuk menjawab tantangan zaman tersebut. Maka, aliran critical legal studies datang pada saat yang tepat dengan menawarkan diri sebagai pengisi kekosongan dan kehausan akan doktrin doktrin baru dalarn hukum kontemporer.Aliran critical legal studies mengritik aliran-aliran hukum yang sedang berkembang saat itu yang diyakini oleh sebagian besar ahli hukum sebagai aliran modern dalarn hukum. Aliran-aliran hukurn yang dibilang modern tersebut memiliki -karakteristik yang liberal dan plural, sama dengan paham yang berlaku pada umumnya di bidang-bidang sosial dan politik lainnya, Karena itu, ke dalam bidang hukum, aliran-aliran hukum yang mendapat kecaman keras dari aliran critical legal studies tersebut, disebut dengan liberalisirne dan pluralisme hukum.B.Critical Legal Studies Sebagai Tanggapan Terhadap Ketidakberdayaan HukumMenyadari akan kebobrokan hukum yang sudah sampai pada tataran teoretis dan filsafat ini, maka pada akhir abad ke-20, tepatnya mulai dekade 1970-an, beberapa ahli hukum mulai melihat hukum dengan kacamata. yang kritis, bahkan sangat kritis, dengan gerakannya. yang terbilang revolusioner, akhirnya memunculkan suatu aliran baru dalarn filsafat hukum, yang kemudian dikenal dengan sebutan aliran hukum kritis (critical legal studies). Meskipun aliran critical legal studies belum tentu juga mempunyai teori yang bersifat alternatif, tetapi paling tidak, dia sudah punya. sejarah.Di samping itu, aliran critical legal studies ini juga berbeda secara konsepsi dengan pendekatan hukum secara sosiologis (sociolegal studies). Pendekatan pada hukum secara sosiologis memiliki kelemahan utama berupa terabaikannya karakter orientasi kebijaksanaan hukum (policy oriented). Khusus untuk masalah ini, berbagai alternatif pendekatan baru telah dilakukan oleh para ahli hukum, seperti munculnya ajaran berupa sosiologi hukum kritis (critical sociology of law) atau pendekatan pada hukum (dan juga pada fenomena sosial lainnya) berupa pendekatan secara dialektikal yang modern, semacam yang dilakukan oleh ahli pikir seperti Derrida, atau bahkan seperti yang dimunculkankan oleh Hegel, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut, antara. lain oleh Bhaskar, dengan doktrinnya berupa realisme kritikal dialektis (dialectical critical realism). Pendekatan nonkonvensional terhadap hukum seperti ini sudah barang tentu sangat bertentangan dengan pendekatan-pendekatan hukum secara klasik, yang terialu menekankan pada cara berpikir identitas (identity thinking).C.Critical Legal Studies, Formalisme, dan Pluralisme HukumSebagaimana diketahui bahwa aliran critical legal studies merupakan reaksi terhadap aliran-aliran hukum sebelumnya, di mana aliran hukum sebelumnya tersebut sangat berpegang pada. paradigma bahwa hukum terpisah dengan faktor politik dan moral, dengan mengagung-agungkan manusia sebagai pernegang hak individual dan penyandang kewajiban hukum, dan dengan mengabaikan hubungan politik dan sosial di antara para anggota masyarakat.Di samping itu, menurut paham formalisme hukum, hukum bersifat imperatif, karena hukum tersebut dibuat oleh negara. dan alat-alat pelengkapan negara bertugas untuk menjalankan hukum tersebut. Pemerintah bersama~sama dengan DPR mempunyai otoritas untuk membuat undang-undang, yang akan diterapkan oleh hakim di pengadilan. Pemikiran seperti ini membawa akibat bahwa validitas hukum tidak lagi dilihat pada aspek substantifnya. Yang dilihat hanyalah faktor formalnya, seperti keabasahan prosedur pembuatan dan penerapan hukum, kewenangan pejabat pembuat dan penerap hukum, dan lain-lain.D. Critical Legal Studies dan Sejarah HukumAliran critical legal studies juga banyak memberikan pandangannya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan sejarah hukum.Selanjutnya, kaum critical legal studies juga. Tidak percaya pada pandangan kaurn adaptationism, baik terhadap pandangan kaurn adaptationism yang deskriptif maupun terhadap pandangannya yang normatif.Pandangan yang deskriptif dari kaurn adaptationism menyatakan bahwa sejarah masa lalu hanya berisikan suatu daftar dari tema-tema umurn saja, sedangkan pandangannya yang normatif menyatakan bahwa. masa kini merupakan perbaikan yang terus-menerus terhadap masa lalu sehingga. apa yang terjadi masa kini harus disambut dengan baik.Sebenarnya, yang pertama sekali mengembangkan terminologi teori kritis adalah mazhab frankfurt, yang dipelopori oleh para anggota dari Institute for Social Research dari University of Frankfurt, yang umumnya merupakan para sarjana berhaluan kiri. Kemudian, istilah teori kritis ini, yang sebenarnya tidak begitu jelas batas-batasnya, berkembang ke berbagai bidang ilmu, yang di kembangkan antara lain oleh sarjana atau kelompok dari sarjana dalam bentuk teori-teori sebagai berikut:Teori marxist dari Frankfurt School, Teori semiotic and linguistic dari Julia Kristeva dan Roland Barthes, Teori psychoanalythic dari Jacquest Lacan,Critical legal studies dari Roberto Unger dan Duncan Kennedy, Teori queer, Teori gender, Teori kultural, Teori critical race,Teori radical criminology.E..Critical Race Theory( Race Crits )Sebagaimana diketahui bahwa konferensi pertama yang menandakan lahirnya gerakan critical legal studies ini dibuat dalam tahun 1977 di University of Wisconsin, Medison, dalam tahun 1977. Lebih kurang dua puluh tahun kemudian, muncul dua pengembangan yang merupakan generasi kedua dari aliran critical legal studies, yaitu aliran critical feminist jurisprudence dan aliran critical race theory.F.Respons dari Kaum Ortodoks Terhadap Critical Legal StudiesSebagai suatu ajaran dalarm filsafat, sudah barang tentu aliran critical legal studies ini mendapat resp6ns dan kritik dari berbagai sudut pandang. Di antara respons yang penting terhadap aliran critical legal studies tersebut adalah responsns dari kaum ortodoks, yang merupakan para penganut dari aliran liberal dalam hukum. Pada pnn.sipnya, mereka mengritik aliran critical legal studies ini, baik dari segi indeterminasi dan legitimasi maupun dari hasil yang didapati. Mernang banyak ahli hukum menyatakan bahwa karena posisi yang diambil oleh aliran critical legal studies ini sangat ekstrem, dalam, banyak hal malahan overstated, menyebabkan mereka sangat mudah dikritik oleh pihak yang tidak menyetujuinya.BAB VICritical Legal Studies TentangKekuasaan dan MasyarakatA.Peranan Hukum dalam MasyarakatBagaimanapun juga, hukum mengatur kepentingan masyarakat. Karena itu, tentu saja, peranan hukum dalammasyarakat yang teratur seharusnya cukup penting. Tidak bisa dibayangkan betapa kaeaunya masyarakat jika hukurn tidak berperan. Masyarakat tanpa hukum akan merupakan segerombolan serigala, di mana yang kuat akan memangsa yang lemah, sebagaimana pernah disetir oleh ahli pikir terkemuka, yaitu Thomas Hobbes beberapa ratus tahun yang silam. Homo Homini Lupus. Dan, yang kalah bersaing dan fidak bisa beradaptasi dengan perkembangan alam akan tersisih dan dibiarkan tersisih, sebagaimana disebut oleh Charles Darwin dalam teori seleksi alamnya (natural selection), di mana yang kuat yang akan survive (the fittest of survival). Karena itu, intervensi hukurn untuk mengatur kekuasaan dan masyarakat merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak), Dalam hal ini, hukum akan bertugas untuk mengatur dan membatasi bagaimana kekuasaan manusia tersebut dijalankan sehingga tidak menggilas oranglain yang tidak punya kekuasaan.BAB VIICritical Legal Studies Menurut Roberto UngerA.Kritik Terhadap Paham Formalisme dan ObjektivismeKetika paham formalisme tidak menggantungkan diri pada unsur-unsur dlluar hukum apa yang mereka lakukan hanyalah melakukan analogl-analogi. Dengan demikian, apa yang.mereka sebut sebagai penalaran hukum (legal reasoning) hanyalah semacam permainan analogi saja yang tidak ada akhirnya. Padahal, hak-hak manusia dan masyarakat tidak layak untuk selamanya dipertahankan hanya dengan menggunakan analogi. Lihat saja, misalnya, bagaimana seorang mahasiswa hukum yang cerdas dengan mudah dapat membantah keputusan hukum.Roberto Unger mengakui tentang adanya penjabaran dari pihak yang boleh dibilang konservatif terhadap kritik kaurn critical legal studies tentang formalisme. Menurut pihak konservatif tersebut, kritikan oleh kaurn critical legal studies tersebut hanya valid jika ditujukan terhadap konstruksi hukum yang sistematik dari para, ahli hukurn yang sangatambisius.dantidak valid jika ditujukan terhadap argumentasi yang khusus dan problem oriented dari pihak lawyer dan hakim dalarn praktek. Akan tetapi, menurut Unger, kritik kaum critical legal studies terhadap ajaran formalisme, ~sebenarnya juga dalam rarigka mempertahankan ajaran formalisnie dengan berbagai argumentasi, di samping,juga dalarn rangka menunjukkan bahwa tidak benar tindakan yang memisahkan antara penalaran hukum (legal reasoning) dan politik, ideologi, dan filsafat (Roberto Unger, .1986: 11).B.Konsep Konsep dari Aliran Critical Legal StudiesTelaahan dari para penganut aliran critical legal studies terhadap hukum juga ikut membicarakan antara peranan dari fakta (praktek) dan nilai (ide). Argumen konstruktif mereka, yakni dalarn bentuk program-program institutional dan pelaksanaan doktrin deviatidnist, menelaah hubungan antara praktek dan ide, yang selalu dipengaruhi oleh konflik sosial yang diaktualisasi dalarn bbrbagai bentuk eksperimen kolektif. Para penganut aliran critical legal studies menganalisis dengan kritis terhadap doktrindoktrin hukum dan tradisi hukurn yang ada yang mengikat manusia dan masyarakat. Menurut mereka, setiap tradisi penuh, dengan hal-hal yang ambiguitas, yang sangat memungkinkan timbul argumentasi alternatif yang bersifat persuasif.Para pengritik memperbedakan antara fakta dan preskriptif (norma) sehingga mereka sampai pada pendapat tentang ketidaklayakan dasardasar sekular mengenai suatu putusan yang normatif., Dalam hal ini, peranan agama-agama dapat memperjelas duduk persoalan yang mengajarkan bahwa apa yang imperatif dilakukan dalam hidup adalah visi tentang kenyataan yang sebenarnya (ultimate reality). Para pengritik percaya bahwa tanpa adanya hubungan antara visi dan imperatif, akan sia-sialah dan tidak mempunyai dasar terhadap setiap usaha untuk mensakralkan setiap perintah yang mesti diikuti oleh manusia.C.Program program Institusional dari Aliran Critical Legal StudiesPara penganut aliran critical legal studies juga mengritik pandangan modern tentang organisasi pemerintahan. Sebab, menurut para penganut aliran critical legal studies tersebut bahwa setiap sarana untuk membatasi kekuasaan hegara, akan cenderung juga merugikan masyarakat. Karena itu, diperlukan suatu cara yang bersifat resolusi, di mana dapat terjadi pembatasan kekuasaan negara tanpa membatasi aktivitas negara yang bersifat transformatif.