Tulisan Ini Adalah Salah Satu Forward Dari Dosen Di FK

2
Tulisan ini adalah salah satu forward dari dosen di FK-UAJ yang didapati dari milis lain. Saya kira sangat baik untuk merenungi jalan kita menuju dunia dan profesi dokter. Jika kita ingin menjadi dokter untuk bisa kaya raya, maka segeralah kemasi barang-barang kita. Mungkin fakultas ekonomi lebih tepat untuk mendidik kita menjadi businessman bergelimang rupiah daripada kita harus mengorbankan pasien dan keluarga kita sendiri demi mengejar kekayaan. Jika kita ingin menjadi dokter untuk mendapatkan kedudukan sosial tinggi di masyarakat, dipuja dan didewakan, maka silahkan kembali ke Mesir ribuan tahun yang lalu dan jadilah firaun di sana. Daripada kita di sini harus menjadi arogan dan merendahkan orang lain di sekitar kita hanya agar kita terkesan paling berharga. Jika kita ingin menjadi dokter untuk memudahkan mencari jodoh atau menarik perhatian calon mertua, mungkin lebih baik kita mencari agency selebritis yang akan mengorbitkan kita sehingga menjadi artis pujaan para wanita. Daripada kita bersembunyi di balik topeng klimis dan jas putih necis, sementara kita alpa dari makna dokter yang sesungguhnya. Dokter tidak diciptakan untuk itu, kawan. Memilih menjadi dokter bukan sekadar agar bisa bergaya dengan BMW keluaran terbaru, bukan sekadar bisa terihat tampan dengan jas putih kebanggaan, bukan sekadar agar para tetangga terbungkuk-bungkuk hormat melihat kita lewat. Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan pengabdian. Mengabdi pada masyarakat yang masih akrab dengan busung lapar dan gizi buruk. Mengabdi pada masyarakat yang masih sering mengunjungi dukun ketika anaknya demam tinggi. Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan empati, ketika dengan lembut kita merangkul dan menguatkan seorang bapak tua yang baru saja kehilangan anaknya karena malaria. Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan kemanusiaan, ketika kita tergerak mengabdikan diri dalam tim medis penanggulangan bencana dengan bayaran cuma-cuma. Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan kepedulian, saat kita terpaku mendoakan kesembuhan dan kebahagiaan pasien-pasien kita. Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan berbagi, ketika seorang tukang becak menangis di depan kita karena tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit anaknya yang terkena demam berdarah. Lalu dengan senyum terindah yang pernah disaksikan dunia, kita menepuk bahunya dan berkata, jangan menangis lagi, pak, Insya Allah saya bantu pembayarannya. Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan kasih sayang, ketika dengan sepenuh cinta kita mengusap lembut rambut seorang anak dengan leukemia dan berbisik lembut di telinganya, "d, mau diceritain dongeng nggak sama oom dokter?" Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan ketegasan, ketika sebuah perusahaan farmasi menjanjikan komisi besar untuk target penjualan obat-obatnya, lalu dengan tetap tersenyum kita mantap berkata, maaf, saya tidak mungkin mengkhianati pasien dan hati nurani saya. Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan pengorbanan, saat tengah malam tetangga dari kampung sebelah dengan panik mengetuk pintu rumah kita karena anaknya demam dan kejang-kejang. Lalu dengan ikhlas kita beranjak meninggalkan hangatnya peraduan menembus pekat dan dinginnya malam. Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan terjal lagi mendaki untuk meraih cita-cita kita. Bukan, bukan kekayaan atau penghormatan manusia yang kita cari. Tapi ridha Allah lah yang senantiasa kita perjuangkan. Yah, memilih menjadi dokter adalah memilih jalan menuju surga, tempat di mana dokter sudah tidak lagi perlu ada. NB: Ini bukan provokasi untuk menjadi dokter miskin, bukan juga mengatakan bahwa dokter tidak perlu penghormatan atau hal-hal duniawi lainnya. Tulisan ini hanya sekadar sebuah nasihat untuk diri sendiri dan rekan sejawat semua untuk meluruskan kembali niat kita dalam menjadi seorang dokter. Karena setiap amalan tergantung pada niatnya. Silakan menjadi kaya, silakan menjadi terhormat, asal jangan itu yang menjadi tujuan kita. Dokter terlalu rendah jika diniatkan hanya untuk keuntungan duniawi semata. Mungkin akan sangat susah untuk menggenggam erat idealisme ini nantinya. Namun saya yakin, jika ada kemauan yang kuat dan niat yang

description

Kesaksian

Transcript of Tulisan Ini Adalah Salah Satu Forward Dari Dosen Di FK

Page 1: Tulisan Ini Adalah Salah Satu Forward Dari Dosen Di FK

Tulisan ini adalah salah satu forward dari dosen di FK-UAJ yang didapati dari milis lain. Saya kira sangat baik untuk merenungi jalan kita menuju dunia dan profesi dokter.

Jika kita ingin menjadi dokter untuk bisa kaya raya, maka segeralah kemasi barang-barang kita. Mungkin fakultas ekonomi lebih tepat untuk mendidik kita menjadi businessman bergelimang rupiah daripada kita harus mengorbankan pasien dan keluarga kita sendiri demi mengejar kekayaan.

Jika kita ingin menjadi dokter untuk mendapatkan kedudukan sosial tinggi di masyarakat, dipuja dan didewakan, maka silahkan kembali ke Mesir ribuan tahun yang lalu dan jadilah firaun di sana. Daripada kita di sini harus menjadi arogan dan merendahkan orang lain di sekitar kita hanya agar kita terkesan paling berharga.

Jika kita ingin menjadi dokter untuk memudahkan mencari jodoh atau menarik perhatian calon mertua, mungkin lebih baik kita mencari agency selebritis yang akan mengorbitkan kita sehingga menjadi artis pujaan para wanita. Daripada kita bersembunyi di balik topeng klimis dan jas putih necis, sementara kita alpa dari makna dokter yang sesungguhnya.

Dokter tidak diciptakan untuk itu, kawan.

Memilih menjadi dokter bukan sekadar agar bisa bergaya dengan BMW keluaran terbaru, bukan sekadar bisa terihat tampan dengan jas putih kebanggaan, bukan sekadar agar para tetangga terbungkuk-bungkuk hormat melihat kita lewat.

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan pengabdian. Mengabdi pada masyarakat yang masih akrab dengan busung lapar dan gizi buruk. Mengabdi pada masyarakat yang masih sering mengunjungi dukun ketika anaknya demam tinggi.

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan empati, ketika dengan lembut kita merangkul dan menguatkan seorang bapak tua yang baru saja kehilangan anaknya karena malaria.

Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan kemanusiaan, ketika kita tergerak mengabdikan diri dalam tim medis penanggulangan bencana dengan bayaran cuma-cuma.

Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan kepedulian, saat kita terpaku mendoakan kesembuhan dan kebahagiaan pasien-pasien kita.

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan berbagi, ketika seorang tukang becak menangis di depan kita karena tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit anaknya yang terkena demam berdarah. Lalu dengan senyum terindah yang pernah disaksikan dunia, kita menepuk bahunya dan berkata, jangan menangis lagi, pak, Insya Allah saya bantu pembayarannya.

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan kasih sayang, ketika dengan sepenuh cinta kita mengusap lembut rambut seorang anak dengan leukemia dan berbisik lembut di telinganya, "d, mau diceritain dongeng nggak sama oom dokter?"

Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan ketegasan, ketika sebuah perusahaan farmasi menjanjikan komisi besar untuk target penjualan obat-obatnya, lalu dengan tetap tersenyum kita mantap berkata, maaf, saya tidak mungkin mengkhianati pasien dan hati nurani saya.

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan pengorbanan, saat tengah malam tetangga dari kampung sebelah dengan panik mengetuk pintu rumah kita karena anaknya demam dan kejang-kejang. Lalu dengan ikhlas kita beranjak meninggalkan hangatnya peraduan menembus pekat dan dinginnya malam.

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan terjal lagi mendaki untuk meraih cita-cita kita. Bukan, bukan kekayaan atau penghormatan manusia yang kita cari. Tapi ridha Allah lah yang senantiasa kita perjuangkan.

Yah, memilih menjadi dokter adalah memilih jalan menuju surga, tempat di mana dokter sudah tidak lagi perlu ada.

NB: Ini bukan provokasi untuk menjadi dokter miskin, bukan juga mengatakan bahwa dokter tidak perlu penghormatan atau hal-hal duniawi lainnya.

Tulisan ini hanya sekadar sebuah nasihat untuk diri sendiri dan rekan sejawat semua untuk meluruskan kembali niat kita dalam menjadi seorang dokter. Karena setiap amalan tergantung pada niatnya. Silakan menjadi kaya, silakan menjadi terhormat, asal jangan itu yang menjadi tujuan kita. Dokter terlalu rendah jika diniatkan hanya untuk keuntungan duniawi semata. Mungkin akan sangat susah untuk menggenggam erat idealisme ini nantinya. Namun saya yakin, jika ada kemauan yang kuat dan niat yang tepat, idealisme ini akan terbawa sampai mati. Walaupun harus sendirian dalam memperjuangkannya, walaupun banyak yang mencemooh dan merendahkan. Saya yakin, Tuhan tidak akan pernah salah menilai setiap usaha dan perjuangan hamba-hamba- Nya. "Tidak akan pernah."