Tulisan Hukum Ketahanan Pangan

29
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENCAPAIAN SWASEMBADA BERAS PADA PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh sebab itu, ketahanan pangan merupakan program utama dalam pembangunan pertanian saat ini dan masa mendatang. Ketahanan pangan sendiri menurut literatur memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi : 1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu, 2. Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses, 3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan sosial, 4. Berorientasi pada pemenuhan gizi, 5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif. Salah satu target yang akan dicapai kementrian pertanian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan adalah dengan melakukan swasembada beras. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi. Penduduk Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 241 juta jiwa 1 . Pada tahun 2011, data BPS menunjukkan bahwa tingkat konsumsi beras mencapai 139kg/kapita lebih tinggi dibanding dengan Malaysia dan Thailand yang hanya berkisar 65kg - 70kg perkapita pertahun. Beras sebagai makanan pokok utama masyarakat Indonesia sejak tahun 1950 semakin tidak tergantikan meski roda energi 1 “BKKBN: Jumlah Penduduk Indonesia 241 Juta”, www.gatra.com

Transcript of Tulisan Hukum Ketahanan Pangan

  • KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENCAPAIAN SWASEMBADA BERAS PADA

    PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar belakang

    Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional

    suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh sebab itu,

    ketahanan pangan merupakan program utama dalam pembangunan pertanian saat ini

    dan masa mendatang.

    Ketahanan pangan sendiri menurut literatur memiliki 5 unsur yang harus

    dipenuhi :

    1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu,

    2. Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses,

    3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan

    sosial,

    4. Berorientasi pada pemenuhan gizi,

    5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif.

    Salah satu target yang akan dicapai kementrian pertanian dalam rangka

    mewujudkan ketahanan pangan adalah dengan melakukan swasembada beras.

    Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk dengan tingkat

    pertumbuhan yang tinggi. Penduduk Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan mencapai

    241 juta jiwa1. Pada tahun 2011, data BPS menunjukkan bahwa tingkat konsumsi beras

    mencapai 139kg/kapita lebih tinggi dibanding dengan Malaysia dan Thailand yang hanya

    berkisar 65kg - 70kg perkapita pertahun. Beras sebagai makanan pokok utama

    masyarakat Indonesia sejak tahun 1950 semakin tidak tergantikan meski roda energi 1BKKBN:JumlahPendudukIndonesia241Juta,www.gatra.com

  • diversifikasi konsumsi sudah lama digulirkan, hal ini terlihat bahwa pada tahun 1950

    Konsumsi beras nasional sebagai sumber karbohidrat baru sekitar 53% Bandingkan

    dengan tahun 2011 yang telah mencapai sekitar 95%.

    Dalam rencana strategis Kementerian Pertanian menempatkan beras, sebagai

    satu dari lima komoditas pangan utama. Kementerian Pertanian mentargetkan

    pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan atas tanaman pangan pada

    tahun 2010-2014 yakni padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi

    jalar Karena padi sudah pada posisi swasembada mulai 2007, maka target pencapaian

    selama 2010-2014 adalah swasembada berkelanjutan dengan sasaran produksi padi

    sebesar 75,7 juta ton GKG (Gabah Kering Giling).

    Terkait dengan swasembada beras capaian produksi komoditas pertanian selama

    tahun 2005-2009 telah menunjukan prestasi sangat baik, antara lain: peningkatan

    produksi padi dari 57,16 juta ton tahun 2007 menjadi 60,33 juta ton pada tahun 2008,

    atau meningkat 3,69 %, sehingga terjadi surplus 3,17 juta ton GKG, dan mendorong

    beberapa perusahaan untuk mengekspor beras kelas premium. Target produksi padi

    2009 sebesar 63,5 juta ton, sementara berdasarkan ARAM III (Juni 2009) produksi padi

    telah mencapai 63,8 juta ton atau mencapai 100,5 % dari target tahun 2009.

    Peningkatan produksi ini telah menempatkan Indonesia meraih kembali status

    swasembada beras sejak tahun 2007.

    Pada tahun 2011, APBN untuk Kementerian Pertanian ditetapkan sebanyak

    Rp17,6 triliun naik cukup signifikan dibanding pada tahun 2009 sebesar Rp8,2 triliun.

    Jumlah itu, menurut Menteri Pertanian Suswono, belum berdampak pada peningkatan

    produktivitas. Hal tersebut dikarenakan periode 2010-2014 ini sektor pertanian bergerak

    stagnan. Pertumbuhan produksi pangan pokok masyarakat Indonesia ini tak lebih dari

    3%. Produksi tanaman pangan padi lebih rendah dari target yang ditetapkan yakni

    hanya mencapai 65,39 juta ton GKG di banding yang ditargetkan yakni sebanyak 70,06

    juta ton GKG.

    Kinerja Kementrian Pertanian terkait dengan pelaksanaan program Ketahanan

    Pangan dipertanyakan selama tahun 2011, dimana pada semester 1. Prof Dr Bustanul

    Arifin, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA, Ekonom INDEF-Jakarta mengatakan,

    dengan metode estimasi yang digunakan Pemerintah dan Badan Pusat Statistik (BPS),

    Indonesia memiliki surplus beras sekitar 6 juta ton. Produksi padi sampai 1 Juli 2011

    diramalkan mencapai 68 juta ton gabah kering giling (GKG) (atau setara 39,2 juta ton

    beras dengan laju konversi 0,57. Konsumsi beras 139,15 kg per kapita, maka total

    konsumsi beras 237,6 juta penduduk Indonesia seharusnya 33 juta ton, sehingga

    selisih produksi dengan konsumsi mencapai 6 juta ton.2 Meski secara hitungan

    matematis dan ramalan Indonesia mengalami surplus beras namun disisi lain Badan 2Arifin,Bustanul,AnekdotKebijakanSurplusBeras10JutaTon,www.metrotvnews.com

  • Pusat Statistik mencatat sejak januari hingga Agustus 2011 Bulog sebagai badan

    stabilisator telah melakukan impor beras dengan jumlah impor beras yang masuk ke

    Indoensia mencapai 1,62 juta ton dengan nilai US$ 861,23 juta. Impor tertinggi pada

    periode Januari hingga Agustus 2011 berasal dari vietnam yang mencapai 905.930 ton

    atau 55,83%.3 Kebijakan ini menuai kritik dari beberapa kalangan termasuk sejumlah

    ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) yang menyebutkan

    bahwa kebijakan ini anomali, karena pemerintah dalam hal ini BULOG melakukan impor

    beras disaat terjadi panen raya (surplus beras).4 Ketua Komisi IV DPR Rohmahurmuziy

    mengatakan terjadi ketidaksingkronan data produski dan konsumsi yang dimiliki masing-

    masing stakeholders pengambil keputusan dengan kebijakan perberasan nasional. Atas

    ketidaksingkronan kebijakan ini Ketua Komisi IV DPR Rohmahurmuziy, meminta untuk

    dilakukan audit.

    Badan Pemeriksa Keuangan merupakan badan pemeriksaan eksternal Pemerintah

    berdasarkan Peraturan BPK No. 1 tahun 1997 memiliki kewenangan melakukan

    pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dimana jenis pemeriksaan yang

    dilakukan salahsatunya adalah Pemeriksaan Kinerja. Pemeriksaan kinerja dilakukan

    untuk mengetahui pelaksanaan program yang dibiayai dengan keuangan negara, tingkat

    kepatuhannya terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta

    untuk mengetahui tingkat kehematan, efisiensi, dan efektivitas dari program tersebut.

    3Agustus2011,imporberascapai1,62jutaton,www.Kontan.co.id.4surplusBeras4,3JutaTon,2011,www.bkp.deptan.go.id,

  • II. PERMASALAHAN

    a. Apakah yang di maksud dengan Ketahanan Pangan?

    b. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan

    dengan target swasembada beras?

    c. Apa dasar hukum program Nasional ketahanan pangan melalui

    swasembada beras?

  • III. PEMBAHASAN

    A. Definisi Ketahanan Pangan

    Dari perspektif sejarah istilah ketahanan pangan (food security) dalam kebijakan

    pangan dunia pertama kali digunakan tahun 1971 oleh PBB untuk membebaskan dunia

    terutama negara-negara berkembang dari krisis produksi dan suply maknan pokok. Jadi

    dapat dikatakan bahwa munculnya ketahanan pangan karena terjadi krisis pangan dan

    kelaparan. 5

    Fokus ketahanan pada masa itu menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan

    pokok dan membebaskan daerah dari krisis pangan yang nampak pada definisi

    ketahanan pangan oleh PBB sebagai berikut: food security is availability to avoid acute

    food shortage in the even of wide spread coop vailure or other disaster (syarif, Hidayat,

    Hardinsyah dan Sumali, 1999)6.

    Selanjutnya definisi tersebut disempurnakan pada International Conference of

    Nutrition 1992 yang disepakati oleh pimpinan negara anggota PBB sebagai berikut:

    Ketahanan pangan adalah tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang

    baik dalam jumlah dan mutu pada setip saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Di

    Indonesia, secara formal dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional, istilah

    kebijakan dan program ketahanan pangan di adop sejak 1992 (Repelita VI) yang definisi

    formalnya dicantumkan dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pasal

    1 angka 17 menyatakan bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan

    bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

    maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pengembangan ketahanan pangan

    mempunyai perspektif pembangunan yang sangat mendasar karena (Maleha dan

    Susanto):

    1. akses terhadap pangan dengan gizi seimbang merupakan hak yang paling azasi

    bagi manusia

    2. keberhasilan dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia sangat

    ditentukan oleh keberhasilan pemenuhan kecukupan konsumsi pangan dan gizi

    3. ketahanan pangan merupakan basis atau pilar utama dalam mewujudkan

    ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan.

    Dapat dikatakan ketahanan pangan merupakan konsentrasi untuk mewujudkan

    akses setiap individu untuk memperoleh pangan yang bergizi. Dalam ketahanan pangan

    terdapat 3 (tiga) komponen penting pembentukan ketahanan pangan yaitu: produksi

    5MalehadanSusanto,KajianKonsepKetahananPangan,JurnalProtein,www.ejournal.ac.id6 Syarief, Hidatar, Hardinsyah dan Sumali, 1999, Membenahi Konsep Ketahanan Pangan Indonesia:Pembangunan Gizi dan Pangan dari Perspektif Kemandirian Lokal., Thaha, Hardnsyah dan Ala (Editor),.Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan (PERGIZI PANGAN) Indonesia dan Center For Regional ResourceDevelopmentdancommunityEmpowerment,Jakarta.

  • dan ketersediaan pangan, jaminan akses terhadap pangan, serta mutu dan keamanan

    pangan.7

    Berdasarkan definisi ketahanan pangan dalam UU RI No. 7 tahun 1996 yang

    mengadopsi FAO (Food Association Organization) , didapat 4 komponen yang harus

    dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahan pangan yaitu:

    1. kecukupan ketersediaan pangan

    2. stabilitas ketersediaan pangan

    3. fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun

    4. aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta

    5. kualitas/keamanan pangan

    Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang

    diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

    konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan

    lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/ atau pembuatan

    makanan atau minuman.

    B. Program Ketahanan Pangan

    Ketahanan pangan nasional masih merupakan isu yang strategis bagi Indonesia

    mengingat kecukupan produksi, distribusi dan konsumsi pangan memiliki dimensi yang

    terkait dengan dimensi sosial, ekonomi dan politik. Dengan demikian diperlukan

    penyelarasan peningkatan produksi disatu pihak.

    Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas

    berbagai subsistem, subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan

    dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dari interaksi

    ketiga subsistem tersebut.8

    1. subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta

    keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Ketersediaan pangan harus

    dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman,

    terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan yang tersedia bagi

    masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari

    waktu ke waktu.

    2. subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksesibilitas secara fisik dan ekonomi

    atas pangan secara merata. Sistem distribusi bukan semata-mata menyangkut

    aspek fisik dalam arti pangan tersedia disemua lokasi yang membutuhkan tetapi

    juga masyarakat. Surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan

    7Tupan,WujudKetahananPangandenganKearifanLokal,Bidanginformasi,PusatdokumentasidanInformasiIlmiahLembagaIlmuPengetahuan(PDIILIPI),www.pdii.lipi.go.id8MalehadanSusanto,KajianKonsepKetahananPangan,JurnalProtein,www.ejournal.ac.id

  • pangan bagi individu masyarakatnya. Sistem distribusi ini perlu dikelola secara

    optimasl dan tidak bertentangan dengan mekanisme pasar terbuka agar tercapai

    efisiensi dalam proses pemerataan akses pangan bagi seluruh penduduk.

    3. subsistem pangan menyangkut upaya peningktan pengetahuan dan kemampuan

    masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang

    baik. Sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal.

    Ketahanan pangan merupakan prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan

    Jangka menengah Nasional (RPJMN) tahap II 2010-2014. Kebijakan pembangunan

    pertanian Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 berkaitan dengan pembangunan

    ketahanan pangan yaitu :

    1. melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat

    baik kinerja dan hasilnya, antara lain bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk,

    alsintan, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT);

    2. melanjutkan dan memperkuat kegiatan yang berorientasi pemberdayaan

    masyarakat seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Lembaga

    Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa (SMD) dan

    Penggerak Membangun Desa (PMD), dan rekrutmen tenaga pendamping lapang

    guna mempercepat pertumbuhan industri pertanian di perdesaan;

    3. pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula

    konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan;

    4. pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri;

    5. peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi

    komoditas impor;

    6. peningkatan kualitas dan kuantitas public goods melalui perbaikan dan

    pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan

    jalan usahatani;

    7. jaminan penguasaan lahan produktif;

    8. pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani;

    9. penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional;

    10. pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan

    pendampingan;

    11. penguatan akses petani terhadap iptek, pasar, dan permodalan bunga rendah;

    12. mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang

    intensif dan dukungan iklim usaha yang kondusif;

    13. pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secara vertikal dan/atau

    horizontal dengan konsolidasi usahatani produktif berbasis lembaga ekonomi

    masyarakat yang berdaya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional;

  • 14. pengembangan bio-energi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi

    kebutuhan energi masyarakat khususnya di perdesaan dan mensubstitusi BBM;

    15. pengembangan diversifikasi pangan dan pembangunan lumbung pangan

    masyarakat untuk mengatasi rawan pangan dan stabilisasi harga di sentra

    produksi;

    16. peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan

    dan hewan secara terpadu;

    17. peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional.

    18. penguatan sistem perkarantinaan pertanian;

    19. penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifik lokasi (kearifan lokal)

    dan sesuai agro-ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi

    kebutuhan petani;

    20. pengembangan industri hilir pertanian di perdesaan yang berbasis kelompok tani

    untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, membuka

    lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan keseimbangan

    ekonomi desa-kota;

    21. berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani

    seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan

    Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk

    bersubsidi;

    22. peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat

    generasi muda menjadi wirausahawan agribisnis;

    23. peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel

    dan good governance.

    Untuk melaksanakan tugas pembangunan pertanian selama periode 2010-2014,

    strategi yang akan ditempuh Kementerian Pertanian dilakukan melalui penerapan

    Tujuh Gema Revitalisasi, yaitu: (1) Revitalisasi Lahan, (2) Revitalisasi Perbenihan dan

    Pembibitan, (3) Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana, (4) Revitalisasi Sumber Daya

    Manusia, (5) Revitalisasi Pembiayaan Petani, (6) Revitalisasi Kelembagaan Petani, serta

    (7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir.

    Ketujuh gema revitalisasi pembangunan pertanian tersebut, menjadi acuan pada

    strategi Badan Ketahanan Pangan dalam memfasilitasi program pembangunan

    ketahanan pangan tahun 2010-2014.

  • C. Arah Kebijakan Ketahanan Pangan Oleh Badan Ketahanan Pangan

    Kebijakan pembangunan ketahanan pangan yang akan dilaksanakan Badan

    Ketahanan Pangan mengacu pada arah kebijakan pembangunan pertanian Kementerian

    Pertanian tahun 2010-2014 tersebut yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian

    Nomor: 15/Permentan/Rc.110/1/2010

    Tahun 2011 merupakan tahun kedua pelaksanaan program dan kegiatan

    ketahanan pangan tahap II sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Badan

    Ketahanan Pangan Tahun 2010-2014. Arah pembangunan ketahanan pangan juga

    mengacu pada hasil KTT Pangan 2009, yang antara lain menyepakati untuk menjamin

    pelaksanaan langkah-langkah yang mendesak pada tingkat nasional, regional dan global

    untuk merealisasikan secara penuh komitmen Millenium Development Goals (MDGs)

    tahun 2000 dan Deklarasi World Food Summit (WFS) 1996, untuk mengurangi penduduk

    dunia yang menderita lapar dan malnutrisi hingga setengahnya pada tahun 2015

    Dengan mengacu pada RPJMN dan kesepakatan KTT pangan, arah kebijakan

    umum pembangunan ketahanan pangan nasional 2010-2014 adalah untuk: (1)

    meningkatkan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan, (2) meningkatkan

    sistem distribusi dan stabilisasi harga pangan, serta (3) meningkatkan pemenuhan

    kebutuhan konsumsi dan keamanan pangan.

    Program yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan yang merupakan

    Badan Eselon 1 pada Departemen Pertanian yang menangani secara khusus Program

    Ketahanan Pangan ditentukan bahwa Pembangunan ketahanan pangan periode 2010-

    2014 lingkup Badan Ketahanan Pangan, sesuai tugas pokok dan fungsinya memiliki 1

    (satu ) program yaitu Program Peningkatan Diversifikasi dan Peningkatan

    Ketahanan Pangan Masyarakat sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Badan

    Ketahanan Pangan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor:

    61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang: Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

    Pertanian. Program tersebut mencakup 4(empat) Sasaran program (outcome) yang

    hendak dicapai yani : (1) pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Kerawanan

    Pangan; (2) pengembangan Distribusi dan Stabilisasi Harga Pangan; (3) pengembangan

    Penganekaragaman Konsumsi dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar; dan (4)

    dukungan Manajemen dan Teknis lainnya pada Badan Ketahanan Pangan.

    Khusus untuk yang terkait dengan target kementrian pertanian yakni

    swasembada beras adalah yang pertama yakni meningkatkan ketersediaan dan

    penanganan kerawanan pangan.

    Indikator sasaran kegiatan pengembangan ketersediaan pangan dan penanganan

    daerah rawan pangan tersebut pada tahun 2014 adalah (a) pengembangan desa mandiri

    pangan sebanyak 3.300 desa; (b) pemberdayaan lumbung masyarakat sebanyak 1000

    lumbung; (c) penanganan daerah rawan pangan di 450 kabupaten/kota; (d) data dan

  • informasi ketersediaan, cadangan dan rawan pangan di 33 provinsi; serta (e)

    terlaksananya pemantauan dan pemantapan ketersediaan dan kerawanan pangan di 33

    provinsi.

    a. Keluaran/Output Sasaran Kegiatan Pengembangan Ketersediaan Pangan Dan

    Penanganan Daerah Rawan Pangan

    Sasaran kegiatan (output) adalah meningkatnya pemantapan ketersediaan

    pangan dan penanganan kerawanan pangan. Kegiatan prioritas terdiri dari 4 sub

    kegiatan yaitu:

    i. Pengembangan Desa Mandiri Pangan, adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat

    di desa rawan pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan masyarakat dengan

    pendekatan penguatan kelembagaan masyarakat, pengembangan sistem

    ketahanan pangan dan koordinasi lintas sektor, selama empat tahun secara

    berkesinambungan. Untuk desa yang telah dibina selam 4 tahun dan telah mandiri

    dilakukan replikasi untuk membina 3 desa rawan pangan di sekitarnya melalui

    gerakan Sekolah Lapangan (SL) desa mandiri pangan;

    Peraturan Kepala Badan Ketahanan Pangan No. 006/Kpts/Ot.140/K/01/2011 Desa

    Mandiri Pangan adalah desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk

    mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui pengembangan subsistem

    ketersediaan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi dengan memanfaatkan

    sumberdaya setempat secara berkelanjutan. ii. Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat, adalah kegiatan pemberdayaan

    masyarakat di daerah rawan pangan dengan mengembangkan cadangan pangan

    masyarakat untuk antisipasi masa panen/masa paceklik, selama 3 tahun. Selain itu

    dalam mempercepat fungsinya cadangan pangan tersebut, diusulkan adanya

    dukungan pembangunan/rehabilitasi fisik lumbung dari APBN, serta dipadukan

    dengan pemanfaatn Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pertanian;

    iii. Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP), adalah kegiatan untuk membangun

    komitmen dan memfasilitasi pemerintah daerah di daerah rawan pangan, agar

    secara cepat dapat mengantisipasi apabila terjadi bencana rawan pangan kronis

    dan transien. Kegiatan dipadukan dengan penerapan instrumen Sistem

    Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), melalui tahap pengumpulan data, analisis,

    pemetaan, peramalan dan intervensi melalui penyediaan dana bansos;

    iv. Koordinasi analisis dan perumusan kebijakan ketersediaan dan penanganan rawan

    pangan, adalah kegiatan dalam rangka penyediaan data dan informasi serta hasil

    analisis, secara berkala dan berkelanjutan untuk perumusan kebijakan dan

    program ketersedian dan kerawanan pangan, antara lain : Neraca Bahan Makanan

  • (NBM), peta ketahanan pangan dan kerentanan pangan serta data kemiskinan dan

    rawan pangan.

    b. Capaian/Outcome Program Badan Ketahanan Pangan

    Seperti disebutkan diatas bahwa Program Badan Ketahanan Pangan tersebut

    memiliki 4(empat) Sasaran program (outcome) yang hendak dicapai yani : (1)

    Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Kerawanan Pangan; (2) Pengembangan

    Distribusi dan Stabilisasi Harga Pangan; (3) Pengembangan Penganekaragaman

    Konsumsi dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar; dan (4) Dukungan Manajemen dan

    Teknis lainnya pada Badan Ketahanan Pangan.

    c. Indikator Capaian/Outcome

    Adapun indikator program (outcome) yaitu: (1) Prosentase realisasi

    pengembangan desa mandiri pangan dalam mengurangi jumlah penduduk rawan

    pangan; (2) Prosentase realisasi penguatan kelembagaan distribusi pangan masyarakat

    dalam stabilisasi harga dan cadangan pangan masyarakat; (3) Prosentase realisasi

    gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi dan keamanan dalam peningkatan

    konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang, serta (4) Prosentase realisasi

    koordinasi analisis dan rumusan kebijakan ketahanan pangan.

    Seperti telah disinggung sebelumnya, Swasembada pangan berarti kita mampu

    untuk mengadakan sendiri kebutuhan pangan masyarakat dengan melakukan realisasi

    dan konsistensi kebijakan tersebut. Sehingga swasembada pangan umumnya

    merupakan capaian peningkatan ketersediaan pangan dengan wilayah nasional.

    D. Ketersediaan Pangan

    Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri

    dan/atau sumber lain. Pasal 2 PP No. 68 tahun 2002 Pasal 2 Penyediaan pangan

    diselenggarakan untuk mewujudkan penyediaan pangan dilakukan dengan :

    a. mengembangkan sistem produksi pangan yang bertumpu pada sumberdaya,

    kelembagaan dan budaya lokal;

    b. mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan;

    c. mengembangkan teknologi produksi pangan;

    d. mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan;

    e. mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif.

    Pada tahap I pelaksanaan RPJMN yakni periode 2005-2009 pertumbuhan

    ketersediaan komoditas pangan nabati mengalami peningkatan. Capaian produksi

    komoditas pertanian selama tahun 2005-2008 telah menunjukan prestasi sangat baik,

  • antara lain: peningkatan produksi padi dari 54,15 juta ton GKG tahun 2005 menjadi

    60,33 juta ton GKG pada tahun 2008, atau meningkat rata-rata 3,69% setiap tahun.

    Target produksi padi 2009 sebesar 63,5 juta ton GKG, sementara berdasarkan ARAM III

    (Oktober 2009) produksi padi telah mencapai 63,8 juta ton GKG atau mencapai 100,5 %

    dari target tahun 2009. Peningkatan produksi ini telah menempatkan Indonesia meraih

    kembali status swasembada beras sejak tahun 2007.

    1. Sumber Ketersediaan Pangan

    Ketersediaan pangan menurut PP No.68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan

    tersebut harus diutamakan bersumber dari dalam negeri. Pasal 3 peraturan pemerintah

    tersebut menyatakan bahwa Sumber penyediaan pangan berasal dari produksi pangan

    dalam negeri, cadangan pangan, dan pemasukan pangan. Pemasukan pangan dilakukan

    apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan tidak mencukupi kebutuhan

    konsumsi dengan tetap memperhatikan kepentingan produksi dalam negeri.

    Penyediaan produksi pangan dalam negeri untuk makanan pokok umumnya

    dilakukan dengan melakukan swasembada pangan.

    Cadangan Pangan pada PP No. 68 tahun 2002 didefinisikan sebagai

    berikut:Cadangan pangan nasional adalah persediaan pangan di seluruh wilayah untuk

    konsumsi manusia, bahan baku industri dan untuk menghadapi keadaan darurat.

    Cadangan pangan nasional terdiri atas:

    a. Cadangan pangan pemerintah desa

    b. Cadangan pangan pemerintah kabupaten/kota

    c. Cadangan pemerintah propinsi

    d. Cadangan pemerintah pusat.

    Cadangan pangan pemerintah adalah cadangan pangan tertentu bersifat pokok di

    tingkat nasional sebagai persediaan pangan pokok tertentu, misalnya beras, sedangkan

    di tingkat daerah dapat berupa pangan pokok masyarakat di daerah setempat.

    Cadangan pangan pemerintah pusat dijadikan sebagai stok beras nasional dan dikelola

    oleh PERUM Bulog.

    Telah disebutkan di atas bahwa sumber penyediaan pangan selaian produksi

    dalam negeri dan cadangan nasional juga terkait dengan pemasukkan pangan, Untuk

    melakukan pemasukkan pangan wajib mengikuti ketentuan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku di antaranya:

    1. Peraturan Menteri Keuangan No.13/PMK.011/2011 tentang perubahan kelima atas

    PMK No.110/PMK010/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan

    Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.

  • 2. Peraturan Menteri Keuangan No.241/PMK.011/2010 tentang perubahan keempat

    atas PMK No.110/PMK010/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan

    Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.

    3. Surat Menteri Perdagangan No.47/M-DAG/1/2011 Penyesuaian terhadap tarif Bea

    Masuk Impor dan Beberapa Produk Pangan dan Bahan Pangan.

    Kebijakan ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan dan kerawanan pangan

    diarahkan untuk: (a) meningkatkan dan menjamin kelangsungan produksi dalam negeri

    menuju kemandirian pangan; (b) mengembangkan kemampuan pengelolaan cadangan

    pangan pemerintah dan masyarakat secara sinergis dan partisipatif; dan (c) mencegah

    dan menanggulangi kondisi rawan pangan secara dinamis.

    2. Strategi Badan Ketahanan Pangan Terkait Ketersediaan Pangan

    Strategi Badan Ketahanan Pangan tahun 2010-2014, diimplementasikan dalam

    langkah operasional untuk: (a) pemantapan ketersediaan pangan dan kerawanan

    pangan; (b) pemantapan sistem distribusi pangan yang efeisien dan efektif; (c)

    pembinaan konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang pada masyarakat; (d)

    pembinaan keamanan pangan segar; (e) penguatan kelembagaan ketahanan pangan

    secara efisien dan efektif; serta (f) peningkatan manajemen ketahanan pangan.

    Langkah operasional untuk pemantapan ketersediaan pangan dan kerawanan

    pangan yaitu:

    a. Mendorong kemandirian pangan melalui swasembada pangan untuk komoditas strategis (beras, jagung, kedelai, gula, daging sapi);

    b. Meningkatkan keragaman produksi pangan berdasarkan potensi sumberdaya lokal/wilayah;

    c. Pemberdayaan masyarakat di daerah rawan pangan melalui pengembangan desa mandiri pangan;

    d. Pemberdayaan lumbung pangan masyarakat di daerah rawan pangan;

    e. Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) melalui Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan Gizi (SKPG) untuk penanganan kerawanan pangan kronis

    dan transien.

    3. Swasembada Pangan

    Untuk mencapai Program Ketahanan Pangan ada 2 pilihan yaitu dengan cara

    swasembada pangan atau kecukupan pangan9. Swasembada pangan diartikan sebagai

    pemenuhan kebutuhan pangan, yang sejauh mungkin berasal dari pasokan domestik

    dengan meminimalkan ketergantungan pada perdagangan pangan. Dilain pihak konsep

    9MalehadanSusanto,KajianKonsepKetahananPangan,JurnalProtein,www.ejournal.ac.id

  • kecukupan pangan dalah sangat berbeda dengan konsep swasembada pangan,

    menuntut adanya kemampuan menjaga tingkat nasional merupakan prakondisi penting

    dalam memupuk ketahanan pangan dan stabilitas harga.

    Ketahanan pangan nasional selama ini dicapai melalui kebijaksanaan

    swasembada pangan dan stabilitas harga. Oleh sebab itu pemantapan swasembada

    beras merupakan salah satu fokus dalan terwujudnya ketahanan pangan. Hal ini dalam

    rangka mewujudkan Visi, Misi dan Tujuan dari Kementrian Pertanian yang terdapat

    dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 15/Permentan/Rc.110/1/2010 Tentang

    Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014. Berikut merupakan beberapa Visi,

    misi dan tujuan kementrian pertanian yang terkait penetapan target pelaksanaan

    swasembada beras sebagai penunjang terwujudnya swasembada beras adalah:

    Visi :Terwujudnya Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan Yang Berbasis

    Sumberdaya Lokal Untuk Meningkatkan Kemandirian Pangan, Nilai

    Tambah, Daya Saing, Ekspor dan Kesejahteraan Petani.

    Misi :a. mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis

    iptek dan sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan melalui

    pendekatan sistem agribisnis.

    b. menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang mendukung

    keberlanjutan peningkatan produksi dan produktivitas untuk

    meningkatkan kemandirian pangan.

    c. menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu

    memanfaatkan iptek dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk

    pertanian berdaya saing tinggi.

    Tujuan :1. Mewujudkan sistem pertanian industrial unggul berkelanjutan yang

    berbasis sumberdaya lokal.

    2. Meningkatkan dan memantapkan swasembada berkelanjutan

    Sesuai amanat dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana

    Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, Indonesia saat ini

    memasuki periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap

    ke-2 (2010-2014), setelah periode RPJMN tahap ke-1 (2005-2009) berakhir. Pada

    Periode tahap ke-1 PJMN yakni 2005-2009 untuk produksi padi departemen Pertanian

    telah mencapai hasil yang positif yakni telah berhasil mencapai swasembada.

    Swasembada pangan merupakan target utama kementrian Pertanian dalam rangka

    mewujudkan Ketahanan Pangan. Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri

    Pertanian No. 15/Permentan/Rc.110/1/2010 selama lima tahun ke depan (2010-2014),

    dalam membangun pertanian di Indonesia, Kementerian Pertanian mencanangkan 4

    (empat) target utama, yaitu:

  • 1. pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan.

    2. peningkatan Diversifikasi Pangan.

    3. peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor.

    4. peningkatan Kesejahteraan Petani.

    4. Swasembada Beras

    Swasembada ditargetkan untuk tiga komoditas pangan utama yaitu: kedelai, gula

    dan daging sapi. Agar tercapai swasembada, sasaran produksi kedelai, gula dan daging

    sapi pada tahun 2014 adalah kedelai sebesar 2,70 juta ton biji kering, gula 5,7 juta ton

    dan daging sapi 546 ribu ton; atau masing-masing meningkat rata-rata 20,05 persen per

    tahun (kedelai), 17,63 persen per tahun (gula) dan 7,30 persen per tahun (daging sapi).

    Adapun swasembada berkelanjutan ditargetkan untuk komoditas padi dan

    jagung. Agar posisi swasembada padi dan jagung dapat berkelanjutan, maka sasaran

    peningkatan produksinya harus dipertahankan minimal sama dengan peningkatan

    permintaan dalam negeri. Dengan memperhitungkan proyeksi laju pertumbuhan

    penduduk nasional, permintaan bahan baku industri dalam negeri, kebutuhan stok

    nasional dan peluang ekspor, maka sasaran produksi padi pada tahun 2014 ditargetkan

    sebesar 75,70 juta ton gabah kering giling (GKG) dan jagung 29 juta ton pipilan kering

    atau masing-masing tumbuh 3,22 persen per tahun (padi) dan 10,02 persen per tahun

    (jagung).

    Untuk target Pencapaian Swasembada dan swasembada berkelanjutan

    1. Swasembada

    a. Kedelai: Produksi 2,7 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 20,05% per

    tahun)

    b. Gula: produksi 5,7 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 17,63% per

    tahun)

    c. Daging sapi: produksi 0,55 juta ton di tahun 2014

    2. Swasembada Berkelanjutan

    a. Padi: Produksi 75,70 ton di tahu 2014 (kenaikan rata-rata 3,22% per tahun)

    b. Jagung: Produksi 29 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 10,02% per

    tahun

  • Target, sasaran produksi dan rata-rata pertumbuhan tiap tahun selama 2010-

    2014 untuk lima komoditas pangan utama sebagaimana Tabel 3.1 berikut:

    Tabel 3.1

    sasaran produksi dan rata-rata pertumbuhan tiap tahun selama 2010-2014

    Komoditas Target Produksi Tahun

    2009 (2 juta

    ton)

    Sasaran Produksi

    (juta ton)

    Rata-rata

    pertumbuhan

    per tahun

    1 Padi Swasembada

    berkelanjutan

    63,844) 66,68 75,70 3,22

    2 Jangung Swasembada

    berkelanjutan

    17,664) 19,80 29,00 10,02

    3 Kedelai Swasembada

    2014

    1,004) 1,30 2,70 20,05

    4 Gula Swasembada

    2014

    2,855) 2,99 5,7 17.63

    5 Daging

    Sapi

    Swasembada

    2014

    0,405) 0,41 0,55 7,30

    Keterangan : 1) GKG, 2) Pipilan Kering (PK), 3) Karkas, 4)Angka Ramalan III, 5) Angka Target

    Sedangkan strategi untuk mencapai swasembada berkelanjutan padi, yaitu akan

    dilakukan melalui: (1) percepatan peningkatan produktivitas padi sawah, padi

    rawa/lebak dan padi gogo dengan fokus pada lokasi yang masih mempunyai

    produktivitas dibawah rata-rata nasional/propinsi/kabupaten, dan (2) perluasan areal

    tanam terutama untuk padi gogo dan padi rawa/lebak melalui pemanfaatan lahan

    peremajaan Perhutani dan Inhutani maupun pembukaan lahan/cetak sawah.

    Wilayah Sebaran Produksi Padi di wilayah Indonesia:

    - NAD

    - Sumatera Utara

    - Sumatera Barat

    - Sumatera Selatan

    - Lampung

    - Banten

    - Jawa Barat

    - Jawa Tengah

    - DIY

    - Jaw Timur

    - Bali

    - NTB

    - Kalimantan Barat

  • - Kalimantan Selatan

    - Sulawesi Tengah

    - Sulawesi Selatan

    Pendekatan yang dilakukan dalam pencapaian sasaran produksi padi, jagung dan

    kedelai selama 2010-2014 tetap akan dilakukan melalui penerapan Sekolah Lapang

    Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) yang diikuti upaya pengamanan produksi

    dengan mengantisipasi peningkatan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan

    Dampak Perubahan Iklim (DPI) melalui pengawalan ketat, pemberdayaan petugas,

    koordinasi dengan instansi terkait, gerakan pengendalian, peningkatan kewaspadaan,

    dan penyiapan sarana dan prasarana. SL-PTT diharapkan akan tetap mendapat

    dukungan benih melalui Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) dan Cadangan Benih

    Nasional (CBN) dan dukungan pupuk melalui Bantuan Langsung Pupuk (BLP) yang akan

    difokuskan di lokasi-lokasi yang Sebaran sentra produksi padi, jagung, dan kedelai.

    Secara keseluruhan, sasaran produksi komoditas tanaman pangan dan

    pertumbuhannya selama 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 3.2.

  • Tabel 3.2

    sasaran produksi komoditas tanaman pangan dan pertumbuhannya selama 2010-2014

    KOMODITAS 2010 2011 2012 2013 2014 PERTUMBUHAN

    (%/TAHUN) (Ribu Ton)

    1 Padi 66.680

    68.800

    71.000

    73.300

    75.700 3,22

    2 Jagung 19.800

    22.000

    24.000

    26.000

    29.000 10,02

    3 Kedelai 1.300

    1.560

    1.900

    2.250

    2.700 20,05

    4 Kacang Tanah 882

    970

    1.100

    1.200

    1.300 10,20

    5 Kacang Hijau 360

    370

    390

    410

    430 4,55

    6 Ubi Kayu 22.248

    22.400

    25.000

    26.300

    27.600 5,54

    7 Ubi Jalar 2.000

    2.150

    2.300

    2.450

    2.600 6,78

    Ket: 1) GKG (gabah kering giling); 2)pipilan Kering

    Terkait dengan pelaksanaan swasembada beras dalam rangka menunjang

    Ketahanan Pangan pada tahun 2011 diterbitkan Instruksi Presiden No. 5 tahun 2011

    tentang Pengamanan Beras Nasional dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim yang

    mengamanatkan kepada menteri terkait untuk melakukan upaya pengamanan produksi

    beras/gabah nasional dalam rangka menghadapi kondisi iklim ekstrim. Kementrian

    Pertanian dalam hal ini diinstruksikan oleh presiden untuk mengambil langkah-langkah

    berikut:

    a. Melakukan analisa risiko dampak iklim ekstrim terhadap produksi dan distribusi

    gabah/beras serta mendeskriminasikan informasi kepada petani

    b. Meningkatkan luas lahan dan pengelolaan air irigasi untuk pertanian padi dalam

    mengantisipasi dan menghadapi kondisi iklim ekstrim

    c. Meningkatkan ketersediaan benih, pupuk, dan pestisida yang sesuai, baik dalam

    jenis, mutu, waktu, lokasi dan jumlah

    d. Meningkatkan tata kelola usaha tani, pengendalian organisme penganggu

    tumbuhan, penanganan bencana banjir, dan kekeringan pada lahan pertanian padi.

    e. Menyediakan dan menyalurkan bantuan benih, pupuk dan pestisida secara cepat

    serta bantuan biaya usaha tani, bagi daerah yang mengalami puso dan terkena

    bencana

    f. Meningkatkan alat dan mesin pertanian, baik dalam jumlah maupun mutu untuk

    mempercepat pengelolaan usaha tani padi.

  • g. Meningkatkan alat dan mesin pertanian baik dalam jumlah maupun mutu untuk

    mempercepat pengelolaan usaha tani padi

    h. Meningkatkan kegiatan pasca panen untuk mengurangi kehilangan hasil dan

    penurunan mutu gabah/beras pemerintah.

    i. Meningkatkan penganekaragaman konsumsi dan cadangan pangan, terutama

    dengan memanfaatkan sumber pangan lokal.

    5. Dukungan utama

    Dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 15/Permentan/Rc.110/1/2010 disebutkan

    dukungan utama untuk menunjang keberhasilan pencapaian target swasembada Beras

    yakni:

    a) Penyediaan pupuk (subsidi dan non-subsidi): urea 35,15 juta ton, SP-36 22,23

    juta ton, ZA 6,29 juta ton, KCL 13,18 juta ton, NPK 45,99 juta, dan organik 53,09

    ton.

    b) Subsidi: pupuk, benih/bibit dan kredit/bunga.

    c) Perluasan lahan baru-baru 2 juta ha untuk tanaman pangan, hortikultura,

    perkebunan, hijauan makanan ternak dan padang penggebalaan

    d) Investasi pemerintah dan swasta di bidang pertanian

    Dukungan Kementrian/Lembaga lain.

    a. Kebutuhan Pupuk

    Peraturan Menteri Pertanian No.15/Permentan/Rc.110/1/2010 Tentang Rencana

    Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014 menyebutkan dalam mendukung upaya

    peningkatan produksi untuk pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan

    diperlukan dukungan sarana produksi baik benih, pupuk, obat-obatan, alat dan mesin

    pertanian. Khusus untuk pupuk selama 5 tahun (2010-2014) diperkirakan kebutuhan

    urea 35,15 juta ton, SP-36 22,23 juta ton, ZA 6,29 juta ton, KCL 13,18 juta ton, NPK

    45,99 juta ton dan Organik 53,09 juta ton.

  • Tabel 3.2

    Perkiraan Kebutuhan Pupuk Bersubsidi 2010-2014

    Jenis

    Pupuk

    2010 2011 2012 2013 2014 Total

    Juta (Ton)

    Urea 7,1 7,07 7,03 7 6,96 35,16

    SP-36 4,53 4,53 4,44 4,39 4,34 22,23

    ZA 1,21 1,23 1,26 1,28 1,31 6,29

    KCL 2,82 2,73 2,64 2,55 2,45 13,19

    NPK 8,07 8,63 9,2 9,74 10,35 45,99

    Organik 10,42 10,51 10,61 10,72 10,82 53,08

    Sumber: Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014

    b. Subsidi Pupuk

    Fasilitasi pemberian subsidi pupuk disebutkan dalam Peraturan Menteri Pertanian

    No.15/Permentan/Rc.110/1/2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian

    2010-2014 disebutkan skim subsidi pupuk adalah subsidi harga yang penyalurannya

    dilaksanakan dengan pola tertutup menggunakan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok

    (RDKK). Dalam rangka perbaikan sistem penyaluran pupuk bersubsidi yang saat ini

    dilaksanakan dengan pola tertutup menggunakan Rencana Defenitif Kebutuhan

    Kelompok (RDKK), maka peran aktif Pemerintah Daerah sangat diharapkan yaitu

    melalui:

    1. Penerbitan Peraturan Gubernur dan Bupati/Walikota tentang aloksi kebutuhan

    pupuk bersubsidi sebagai penjabaran Peraturan Menteri Pertanian tentang

    Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian,

    2. Pengawalan dan pendampingan serta validasi data RDKK,

    3. Optimalisasi peran Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) dalam

    pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi di masing-masing wilayahnya.

    Peraturan terkait dukungan Subsidi Pupuk terhadap target Swasembada Beras:

    Peraturan Presiden No. 15 tahun 2011 tentang perubahan Peraturan Presiden No. 77 tahun 2005 tentang penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang dalam

    Pengawasan.

    Peraturan Menteri keuangan No. 94/PMK.02/2011 tentang Tata cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Pupuk.

    Peraturan Menteri Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/2/2009 tentang perubahan Peraturan Menteri Perdagangan No. 21/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan

    dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian.

  • Peraturan Menteri Pertanian No.22/Permentan/SR.130/4/2011 tentang perubahan Peraturan Menteri pertanian No. 06/Permentan/SR.130/2/2011 tentang

    kebutuhan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian TA

    2011

    Surat Menteri Perindustrian No. 15/M-IND/1/2011 Usul Penurunan Tarif Bea Masuk Bahan Baku Pupuk.

    c. Subsidi Benih

    Sebagaimana pupuk, benih juga merupakan sarana produksi penting yang

    penggunaannya perlu terus didorong agar petani menggunakan benih unggul dalam

    usahataninya. Salah satu insentif bagi petani agar menggunakan benih unggul adalah

    dengan memberikan subsidi benih unggul, benih subsidi langsung maupun tidak

    langsung. Subsidi tidak langsung seperti yang telah berjalan selama ini yaitu melalui

    subsidi harga terhadap produksi benih yang dihasilkan oleh BUMN benih PT Sang Hyang

    Seri dan PT Pertani.

    Peraturan terkait dukungan Subsidi Benih terhadap target Swasembada Beras:

    Peraturan Menteri Keuangan Republik Indoneisa No. 562 KMK.02/2004 tentang Subsidi Benih Padi, Kedelai, Jagung Hibrida, dan Jagung Komposit Bersertifikat

    Hasil Produksi PT. Sang Hyang Seri (Persero), PT Pertani (Persero) dan Penangkar

    Swasta TA 2004

    Peraturan Menteri Keuangan No.129/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dan Subsidi Benih Padi Non Hibrida, Jagung

    Komposit, Jagung Hibrida, dan Kedelai Bersertifikat.

    Peraturan Menteri Keuagan No. 167/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Benih Nasional dan Bantuan

    Langsung Benih Unggul.

    Peraturan Menteri Pertanian No.24/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Pedoman Umum Bantuan Langsung Benih Ungguk TA 2010

    Peraturan Menteri Pertanian NO. 48/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Pedoman Umum Cadangan Benih Nasional.

    Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jendral Tanaman Pangan No. 44/KPA/SK.310/C/3/2011 Perubahan Lampiran Keputusan Kuasa Pengguna

    Anggaran Direktorat Jendral Tanaman Pangan No. 36/KPA/SK.310/C/3/2011

    tentang Pengangkatan Tim Penyususun Refernesi Harga Kegiatan Subsidi Benih,

    Cadangan Benih Nasional (CBN) dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU)

    Dirjen Tanaman Pangan TA 2011.

  • d. Subsidi Bunga/Kredit

    Subsidi bunga kredit adalah selisih bunga antara bunga yang diterima perbankan

    dengan bunga yang dibayar petani. Subsidi bunga merupakan salah satu insentif bagi

    petani/peternak yang ada pada skim kredit program. Setidaknya ada tiga skim kredit

    program yang mendapat subsidi bunga saat ini,

    Tiga skim kredit program saat ini adalah:

    1. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)

    2. Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP)

    3. Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS)

    KKP-E adalah kredit modal kerja dan atau investasi yang diberikan oleh Perbankan

    kepada petani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan (tebu), peternakan, koperasi

    dalam rangka pengadaan pangan dan kelompok tani dalam rangka pengadaan alat dan

    mesin pertanian. Lahan yang dibaiayai sampai 4 Ha dengan plafon maksimum Rp. 50

    juta per debitur. Suku bunga kepada petani tebu 7 persen dan kepada petani non tebu 6

    persen per tahun.

    KPEN-RP merupakan kredit investasi yang diberikan oleh Perbankan kepada petani

    sawit, kakao, dan karet.

    KUPS merupakan kredit yang diberikan oleh Perbankan kepada pelaku usaha peternakan

    e. Sasaran Perluasan Lahan Pertanian

    Dalam Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan uraikan bahwaUntuk

    mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan sebagaimana diuraikan di atas,

    juga diupayakan melalui perluasan areal lahan pertanian baru seluas 2 (dua) juta

    hektar, dengan rincian selama lima tahun ke depan (2010-2014) adalah sebagai berikut:

    250.000 ha cetak sawah, 400.000 ha pembukaan lahan kering, 400.000 ha perluasan

    areal hortikultura, 585.430 ha perluasan areal perkebunan rakyat, 351.000 ha

    pengembangan areal Hijauan Makanan Ternak (HMT) dan padang pengembalaan seluas

    13.570 ha.

    E. Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan Program Nasional Ketahanan

    Pangan

    Pasal 45 UU N. 4 tahun 1996 menyatakanan Pemerintah bersama masyarakat

    bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan, yakni pemerintah Pemerintah

    menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap

    ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi,

    beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.

  • Pasal 3 UU No. 4/ 1996 menyatakan bahwa Tujuan pengaturan, pembinaan, dan

    pengawasan pangan adalah: (i) tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan

    keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia; (ii) terciptanya

    perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan (iii) terwujudnya tingkat

    kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan

    masyarakat.

    Pembinaan dilakukan oleh Pemerintah dengan cara: a. menyelenggarakan,

    membina, dan atau mengkoordinasikan segala upaya atau kegiatan untuk mewujudkan

    cadangan pangan nasional; b. menyelenggarakan, mengatur, dan atau

    mengkoordinasikan segala upaya atau kegiatan dalam rangka penyediaan, pengadaan,

    dan atau penyaluran pangan tertentu yang bersifat pokok; c. menetapkan dan

    menyelenggarakan kebijakan mutu pangan nasional dan penganekaragaman pangan; d.

    mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dan atau menanggulangi gejala

    kekurangan pangan, keadaan darurat, dan atau spekulasi atau manipulasi dalam

    pengadaan dan peredaran pangan.

    Dalam kerangka mendorong dan mensinkronkan pembangunan ketahanan

    pangan, Badan Ketahanan Pangan sebagai salah satu Unit eselon I pada Kementerian

    Pertanian, mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengkajian,

    pengembangan dan koordinasi di bidang ketahanan pangan, bersama-sama instansi

    terkait lainnya dalam memantapkan ketahanan pangan terutama dalam meningkatkan

    percepatan diversifikasi pangan dan memantapkan ketahanan pangan masyarakat.

    Peranserta Badan Ketahanan Pangan dalam mendorong pemantapan ketahanan

    pangan tersebut dilakukan melalui pelaksanaan koordinasi perumusan kebijakan dan

    langkah-langkah implementasi pemantapan ketahanan pangan masyarakat dengan

    kegiatan pengembangan desa mandiri pangan, penanganan daerah rawan pangan,

    pemberdayaan lumbung pangan masyarakat, penguatan lembaga ekonomi pedesaan

    (LUEP), diversifikasi konsumsi pangan serta dukungan pemerintah daerah dalam

    penyediaan anggaran pembangunan serta berkembangnya peran kelembagaan yang

    mengelola kegiatan-kegiatan ketahanan pangan berdasarkan dana Dekonsentrasi dan

    Tugas Pembantuan di Provinsi dan kabupaten/kota semakin optimal.

    Selain itu Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dilakukan perumusan

    kebijakan, evaluasi dan pengendalian ketahanan pangan. Pasal 17 PP No. 68 tahun 2002

    mengamanatkan bahwa perumusan kebijakan evaluasi dan pengendalian ketahanan

    pangan dilakukan dengan berkoordinasi dengan dewan ketahanan pangan.

  • Dalam Peraturan Presiden No. 83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan

    disebutkan bahwa Dewan mempunyai tugas membantu Presiden dalam:

    a. Merumuskan Kebijakan dalam rangka mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional

    b. Melaksanakan evaluasi dan Pengendalian dalam rangka mewujudkan Ketahanan

    Pangan Nasional.

    Tugas Dewan tersebut meliputi kegiatan dibidang penyediaan pangan, distribusi

    pangan, cadangan pangan, penganekaragaman pangan, pencegahan dan

    penanggulangan masalah pangan dan gizi. Dalam pasal 4 Perpres 83 tahun 2006

    menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas, Dewan di bantu oleh Sekretariat Dewan,

    dimana Sekretariat Dewan tersebut secara ex-officio dilaksanakan oleh Badan Ketahanan

    Pangan yang merupakan unit kerja struktural di Lingkungan Departemen Pertanian.

    Untuk membantu mewujudkan Ketahanan Pangan Nasioanal maka pada tingkat provinsi

    dibentukDewan Ketahanan Pangan Provinsi dan pada tingkat Kabupaten/Kota dibentuk

    Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota.

    Pasal 3 ayat (3) Peraturan Presiden No. 22 tahun 2009 menyatakan bahwa

    Evaluasi dan Pengendalian percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis

    sumber daya lokal dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan Dewan ketahanan

    Pangan.

    F. Peran Pemerintah Daerah

    Melalui berbagai kesepakatan internasional dan nasional, Indonesia telah

    menyatakan komitmen dan berperan aktif dalam berbagai program yang terkait dengan

    ketahanan pangan dan kemiskinan, antara lain melalui deklarasi Roma Tahun 1996 pada

    Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan Dunia, Deklarasi Millenium Development Goals

    (MDGs) Tahun 2000, International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights

    (ICOSOC) yang sudah diratifikasi oleh Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 11

    Tahun 2005, Regional ASEAN pada Sidang ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry

    (AMAF) di Ha Noi pada bulan Oktober 2008. Di dalam negeri telah terwujud melalui

    kesepakatan Gubernur selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Provinsi dan

    Bupati/Walikota selaku Ketua DKP Kabupaten/Kota dalam Konferensi dan Sidang

    Regional DKP pada bulan Nopember 2008.

    Dalam penyelenggaraan ketahanan pangan, peran Pemerintah Daerah Provinsi

    dan Kabupaten/Kota dalam mewujudkan ketahanan pangan sebagaimana diamanatkan

    dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 adalah melaksanakan dan

    bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayah masing-

    masing dan mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan

    pangan, dilakukan dengan: (a) memberikan informasi dan pendidikan ketahanan

  • pangan; (b) meningkatkan motivasi masyarakat; (c) membantu kelancaran

    penyelenggaraan ketahanan pangan; (d) meningkatkan kemandirian ketahanan pangan.

    Mengingat pentingnya ketahanan pangan, pemerintah mengambil langkah tegas

    dengan mengeluarkan (a) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang

    Organisasi Perangkat Daerah, (b) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang

    Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat

    Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada

    Masyarakat, dan (c) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

    Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah

    Daerah Kabupaten/Kota sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000

    tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.

    Dalam pasal 2 ayat 3 PP No. 38 Tahun 2007 yang mengatur mengenai pembagian

    Urusan Pemerintah Pusat dan Urusan pemerintahan daerah ditentukan bahwa bidang

    urusan pertanian dan ketahanan pangan merupakan urusan yang dibagi bersama antar

    tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Pasal 3 peraturan pemerintah tersebut juga

    menentukan bahwa tiap urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai

    dengan sumber pendanaan, pengalihan saran dan prasarana serta keegawaian.

    Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 7 huruf m, Peraturan Pemerintah Nomor

    38 Tahun 2007 bahwa Ketahanan Pangan sebagai urusan wajib dalam

    penyelenggaraan pemerintahan, berpedoman kepada standar pelayanan minimal

    yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan dilaksanakan secara bertahap oleh

    Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/Kota.

    Perwujudan ketahanan pangan harus dilaksanakan secara sinergis seluruh sektor

    dan pemangku kepentingan dengan koordinasi secara terpadu antara pemerintah dan

    pemerintah daerah. Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan

    Ketahanan Pangan (DKP), merupakan wadah forum koordinasi. Di tingkat pusat Presiden

    RI sebagai Ketua DKP, Menteri Pertanian RI sebagai Ketua Harian DKP dan Badan

    Ketahanan Pangan sebagai ex-officio Sekretariat DKP. Ketua DKP di tingkat Provinsi dan

    Kabupaten/Kota adalah Gubenur dan Bupati/Walikota. Sejak tahun 2002 hingga tahun

    2009 telah dibentuk 33 DKP Provinsi dan 450 DKP Kabupaten/Kota.

    G. Dasar Hukum Pelaksanaan Program Ketahanan Pangan Swasembada Beras

    1. Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan

    2. Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian

    Pangan Berkelanjutan

    3. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

    Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah

    Kabupaten/Kota

  • 4. Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan

    5. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan

    Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah, laporan Keterangan

    Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

    dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Masyarakat.

    6. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi

    Pangan.

    7. Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2006 Tentang Dewan Ketahanan Pangan

    8. Peraturan Menteri Pertanian No. 06/Permentan/SR.130/2/2011 tentang

    Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi

    9. Peraturan Presiden No. 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi

    Kemnetrian Negara

    10. Peraturan Presiden No. 47 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi

    Kementrian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1

    Kementrian Pertanian.

    11. InInstruksi Presiden No. 5 tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras

    Nasional Dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim

    12. Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan

    13. Peraturan Menteri Pertanian/Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan No.

    05/Permentan/PP.200/2/2011 tentang Pedoman Harga Pembelian Pemerintah

    Untuk Gabah dan Beras di Luar Kualitas

    14. Peraturan Menteri Keuangan No. 94/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Penyediaan

    Anggaran, Perhitungan, Pembayaran dan Pertanggungjawaban Subsidi Pupuk.

    15. Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.010/2006 tentang Perubahan Kelima

    Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 110/PMK.010/2006 tentang Penetapan

    Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor

    16. Peraturan Menteri Pertanian No. 65/Permentan/OT.140/12/2010 tentang Standar

    Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota

    17. Peraturan Menteri Pertanian No. 15/Permentan/RC.110/1/2010 tentang Rencana

    Strategis Kementrian Pertanian 2010-2014

    18. Peraturan Presiden No. 15 tahun 2011 tentang perubahan Peraturan Presiden

    No. 77 tahun 2005 tentang penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang dalam

    Pengawasan.

    19. Peraturan Menteri Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/2/2009 tentang perubahan

    Peraturan Menteri Perdagangan No. 21/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan

    dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian.

    20. Peraturan Menteri Pertanian No.22/Permentan/SR.130/4/2011 tentang

    perubahan Peraturan Menteri pertanian No. 06/Permentan/SR.130/2/2011

  • tentang kebutuhan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor

    Pertanian TA 2011

    21. Peraturan Menteri Keuangan No.129/PMK.02/2010 tentang Tata Cara

    Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dan Subsidi Benih Padi Non

    Hibrida, Jagung Komposit, Jagung Hibrida, dan Kedelai Bersertifikat.

    22. Peraturan Menteri Keuagan No. 167/PMK.02/2010 tentang Tata Cara

    Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Benih Nasional

    dan Bantuan Langsung Benih Unggul.

    23. Peraturan Menteri Pertanian No.16/Permentan/SR.130/3/2011 tentang Pedoman

    Umum Bantuan Langsung Pupuk 2011

    24. Surat Menteri Perindustrian No. 15/M-IND/1/2011 Usul Penurunan Tarif Bea

    Masuk Bahan Baku Pupuk.

    25. Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jendral Tanaman Pangan No.

    44/KPA/SK.310/C/3/2011 Perubahan Lampiran Keputusan Kuasa Pengguna

    Anggaran Direktorat Jendral Tanaman Pangan No. 36/KPA/SK.310/C/3/2011

    tentang Pengangkatan Tim Penyususun Refernesi Harga Kegiatan Subsidi Benih,

    Cadangan Benih Nasional (CBN) dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU)

    Dirjen Tanaman Pangan TA 2011.

    26. Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.

    44/KPA/SK.310/C/3/2011 Perubahan Lampiran Keputusan Kuasa Pengguna

    Anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 36/KPA/SK.310/C/3/2011

    tentang Pengangkatan Tim Penyususun Referensi Harga Kegiatan Subsidi Benih,

    Cadangan Benih Nasional (CBN), dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU)

    Direktorat Jenderal Tahun Anggaran 2011

    27. Rencana Strategis Badan ketahanan Pangan 2010-2014

    H. PENUTUP

    Ketahanan pangan merupakan basis utama dalam wewujudkan ketahanan ekonomi

    dan ketahanan nasional yang berkelanjutan. Ketahanan pangan merupakan sinergi dan

    interaksi utama dari subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana dalam

    mencapai ketahanan pangan dapat dilakukan alternatif pilihan apakah swasembada atau

    kecukupan. Hingga saat ini upaya pemerintah dalam mencapai tujuan ketahanan pangan

    melalui swasembada beras terus digalakkan, hal ini mengingat ketergantuangan

    masyarakat Indonesia yang besar terhadap beras sebagai makanan pokok dan sumber

    karbohidrat. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada tahun 1950 Konsumsi

    beras nasional sebagai sumber karbohidrat baru sekitar 53% sedangkan tahun 2011

    yang mencapai sekitar 95%.

  • Upaya pemerintah sendiri dalam pencapaian swasembada pada RPJMN 2005-2025

    yakni periode I (2005-2009) melalui Kementrian Pertanian menunjukan prestasi yang

    sangat baik, antara lain: peningkatan produksi padi dari 57,16 juta ton tahun 2007

    menjadi 60,33 juta ton pada tahun 2008, atau meningkat 3,69 %, sehingga terjadi

    surplus 3,17 juta ton GKG, dan mendorong beberapa perusahaan untuk mengekspor

    beras kelas premium. Target produksi padi 2009 sebesar 63,5 juta ton, sementara

    berdasarkan ARAM III (Juni 2009) produksi padi telah mencapai 63,8 juta ton atau

    mencapai 100,5 % dari target tahun 2009. Peningkatan produksi ini telah menempatkan

    Indonesia meraih kembali status swasembada beras sejak tahun 2007.

    Namun pada periode tahap II RPJMN yakni 2010-2014 berbagai kalangan

    menganggap kinerja kementrian pertanian dalam mewujudkan swasembada beras

    sebagai upaya peningkatan terhadap Ketahanan Pangan belum menunjukkan prestasi

    yang baik, mengingat anggaran APBN %. Pada tahun 2011,APBN Kementerian Pertanian

    sebanyak Rp17,6 triliun naik cukup signifikan dibanding pada tahun 2009 sebesar

    pemerintahmemberikanalokasiAPBN sebanyakRp8,2 triliun, namun target capaian produksi

    padi sebanyak 70,06 juta ton GKG hanya berhasil dicapai sebanyak 65,39 juta ton GKG.

    Sehingga kebiajakan impor beras masih dilakukan BULOG.

    Pengembangan ketahanan pangan seperti di ulas di atas mempunyai perspektif

    pembangunan yang sangat mendasar karena:

    1. akses terhadap pangan dengan gizi seimbang merupakan hak yang paling azasi bagi

    manusia

    2. keberhasilan dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan

    oleh keberhasilan pemenuhan kecukupan konsumsi pangan dan gizi

    3. ketahanan pangan merupakan basis atau pilar utama dalam mewujudkan ketahanan

    ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan.

    Oleh sebab itu swasembada pangan pada khususnya swasembada beras

    merupakan target utama kementrian Pertanian dalam rangka mewujudkan Ketahanan

    Pangan. Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian No.

    15/Permentan/Rc.110/1/2010 selama lima tahun ke depan (2010-2014), dalam

    membangun pertanian di Indonesia, Kementerian Pertanian mencanangkan 4 (empat)

    target utama, yaitu:

    1. pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan.

    2. peningkatan Diversifikasi Pangan.

    3. peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Ekspor.

    4. peningkatan Kesejahteraan Petani.

    Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa pencapaian ketahanan pangan

    merupakan program yang sangat penting diwujudkan agar Indonesia terhindar dari

    ancaman kerawanan pangan yang saat ini sedang mengancam dunia secara global.

  • Upaya mencapai keberhasilan swasembada dan swasembada berkelanjutan atas

    tanaman pangan sebagai salah target mencapai ketahanan pangan yang ditetapkan

    penting untuk mendapat dukungan seluruh pihak karena Ketahanan pangan merupakan

    salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu negara, baik di bidang

    ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Maka dari itu upaya untuk mewujudkan

    ketahanan pangan merupakan tantangan yang tidak mudah dan harus mendapatkan

    prioritas.

    I. SUMBER Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2010-2014 Rencana Strategis Badan Ketahanan pangan 2010-2014 Tupan, Wujud Ketahanan Pangan dengan Kerifan Lokal,Jakarta, PDII-LIPI Puslitbangtan, Peluang Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. Rakkyat Merdeka, Data BPS di Raguka: DPR Minta audit Produksi Beras,

    www.rakyat merdekaonline.com 2011 Badan Ketahanan Pangan, Surplus Beras 4,3 Juta Ton,

    www.bkp.deptan.go.id Posman Sibuea, Ketergantuangan Indonesia Pada Beras, 2012.