tugs prof suparwata.doc

39
Mekanisme hemostasis, sistem koagulasi, obat antikoagulan, anti trombosis, dan trombolitik Oleh Ghany Hendra Wijaya, 0806451385 Mekanisme Hemostasis Hemostasis adalah rangkaian proses untuk menghentikan perdarahan dari pembuluh darah yang luka. Proses-proses yang terjadi adalah sebagai berikut: Gambar 1 Yang pertama terjadi adalah penyempitan (vasokonstriksi) pada daerah yang luka. Luka pada pembuluh darah kecil biasanya cukup dengan proses ini. Contohnya pada mimisan, cukup dengan kapas diberi adrenalin (yang bersifat vasokonstriktor) maka darah bisa berhenti. Jikapun belum bisa dihentikan (misalnya pembuluh darahnya cukup besar), setidaknya akan mengurangi darah yang keluar. Proses ini merupakan peran vaskuler dalam hemostasis. Yang kedua adalah proses terbentuknya sumbat platelet. Trombosit menggumpal membentuk sumbat/ plug agar darah tidak keluar. Namun sumbatan ini belum terlalu kuat untuk menutup

Transcript of tugs prof suparwata.doc

Page 1: tugs prof suparwata.doc

Mekanisme hemostasis, sistem koagulasi, obat antikoagulan, anti trombosis, dan

trombolitik

Oleh Ghany Hendra Wijaya, 0806451385

Mekanisme Hemostasis

Hemostasis adalah rangkaian proses untuk menghentikan perdarahan dari pembuluh darah

yang luka. Proses-proses yang terjadi adalah sebagai berikut:

Gambar 1

Yang pertama terjadi adalah penyempitan (vasokonstriksi) pada daerah yang luka. Luka pada

pembuluh darah kecil biasanya cukup dengan proses ini. Contohnya pada mimisan, cukup

dengan kapas diberi adrenalin (yang bersifat vasokonstriktor) maka darah bisa berhenti.

Jikapun belum bisa dihentikan (misalnya pembuluh darahnya cukup besar), setidaknya akan

mengurangi darah yang keluar. Proses ini merupakan peran vaskuler dalam hemostasis.

Yang kedua adalah proses terbentuknya sumbat platelet. Trombosit menggumpal membentuk

sumbat/ plug agar darah tidak keluar. Namun sumbatan ini belum terlalu kuat untuk menutup

dan masih bersifat semipermeabel (makanya jika sedang penyembuhan luka, kita lihat ada

luka yang masih basah, darahnya memang sudah berhenti tapi ada yang keluar seperti getah.

Getah adalah plasma). Dari sumbat trombosit ini plasma masih bisa melewati celah-celahnya,

eritrosit tidak bisa.

Terakhir adalah proses koagulasi darah, akan terbentuk benang-benang fibrin. Sumbatan yang

terbentuk lebih rapat, bersifat nonpermeabel. Saat ini luka sudah mengering.

Page 2: tugs prof suparwata.doc

Ketiga proses diatas adalah proses hemostasis, proses tubuh untuk menghentikan perdarahan

karena trauma. Namun hemostasis juga berperan untuk mencegah perdarahan spontan.

Makanya kita lihat orang-orang dengan kelainan hemostasis gampang mengalami perdarahan

bahkan tanpa trauma. Hemostasis juga berperan untuk menjaga agar darah tidak menggumpal

dan tetap cair, agar bisa mengalir baik tanpa ada sumbatan.

Gambar 2

Skema ini menunjukkan proses yang sama seperti yang dijelaskan diatas. Saat terjadi luka

pada pembuluh darah, maka akan terjadi vasokonstriksi. Selain itu platelet akan mendekat ke

endotel, kemudian platelet-platelet akan saling beragregat membentuk mula-mula primary

platelet aggregation (PPA). PPA ini sifatnya reversible, sudah menempel tapi masih bisa

lepas-lepas. Setelah terjadi pelepasan granul maka berubah menjadi secondary platelet

aggregation (SPA) yang lebih stabil, namun masih semipermeabel. Barulah setelah ada fibrin

(hasil proses koagulasi) sumbatan ini menjadi nonpermeabel, tidak dapat dilewati cairan.

Fibrin ini sendiri merupakan hasil proses koagulasi dari jalur ekstrinsik maupun instrinsik,

yang akan dijelaskan dibawah.

Jadi dalam proses hemostatik itu ada tiga reaksi. Pertama reaksi vaskuler (vasokontriksi

tadi), kedua reaksi seluler (platelet membuat sumbatan). Kedua reaksi ini berperan pada

hemostasis primer. Jadi jika ada istilah gangguan pada hemostasis primer, maksudnya itu

pada dua reaksi ini. Ketiga reaksi biokimia (interaksi antar faktor koagulasi hingga

menghasilkan fibrin), reaksi ini adalah hemostasis sekunder.

Peran pembuluh darah pada hemostasis:

Page 3: tugs prof suparwata.doc

- Vasokonstriksi. Tujan nya agar mempersempit lumen sehingga darah yang keluar lebih

sedikit (jikapun ternyata tidak cukup menghentikan perdarahan)

- Saat ada luka endotel pembuluh darah bisa merangsang faktor koagulasi dan platelet

- Endotel bisa mensintesis berbagai macam substansi seperti von Willebrand factor,

tissue plasminogen activator (t-PA), plasminogen activator inhibitor -1 (PAI-1),

prostacyclin (PGI2), thrombomodulin (PC activation), Glycosaminoglycan (heparan

sulphate, dermatan sulphate).

Trombosit. Merupakan sel yang berasal dari sitoplasma megakariosit (hanya fragmentasi

saja), ukurannya sangat kecil dan bentuknya discoid (seperti cakram), bikonveks. Tidak

memiliki inti namun sitoplasmanya punya banyak granula (granula α dan granula padat) yang

isinya macam-macam dan dilepaskan saat proses release. Membran trombosit juga memiliki

reseptor glikoprotein dan memiliki dua lapis fosfolipid (phospholipid bilayer) yang asimetris

karena berbeda lapisan dalam dan luarnya. Fosfolipid yang bermuatan negative contohnya

fosfatidil serin menghadap ke sebelah dalam. Namun saat trombosit teraktivasi, maka terjadi

perubahan orientasi (dalam jadi luar, dan sebaliknya) sehingga fosfatidil serin jadi keluar dan

menyebabkan trombosit jadi bermuatan negative. Sifat negative ini yang menyebabkannya

berperan dalam koagulasi, penjelasannya dibawah. Adapun isi-isi granul trombosit:

- Granula α berisi PF4, b-thromboglobulin, platelet derived growth factor, vWF,

fibrinogen, F V

- granula padat berisi Ca, ADP, ATP

Seperti yang telah diketahui, trombosit asalnya dari megakarioblas, kemudian matur menjadi

megakariosit (ada gambar-gambar sel-sel ini di slide). Pinggir-pinggir megakariosit akan

menjadi platelet yang dilepas ke sirkulasi. 1/3 trombosit akan tersimpan di limpa. Makanya

bila terjadi splenomegali, yang disimpan juga akan bertambah, sehingga jumlah yang ada

didarah turun/ terjadi trombositopeni). Sementara 2/3 nya bersirkulasi di darah. Half time nya

3-4 hari, 15% digunakan setiap hari untuk hemostasis, dan jumlah normalnya 140-360 x 109/l

. Gambar potongan horizontal trombosit, terlihat bundar, ada granul (granul α dan granul

padat), serta ada kanal-kanal yang bermuara pada membran. Kanal ini adalah invaginasi

membran yang masuk ke sitoplasma, fungsinya sebagai jalan keluar zat-zat granul. Bila

trombosit teraktivasi (gambar yang sebelah kanan tanda panah) maka trombosit menjadi bulat

plus punya tonjolan (pseudopodia) yang berguna saat beragregasi, agar saling mengikat

dengan kuat. Di bawahnya jadi ada mikrotubulus yang akan membuat trombosit berkontraksi,

Page 4: tugs prof suparwata.doc

sehingga organel-organel mengumpul di tengah dan semua isi granula dikeluarkan (proses

release).

Peran trombosit:

- Membentuk sumbat platelet. Adapun sumbat ini dimulai dengan penempelan trombosit

ke jaringan subendotel (subendotel yang berupa jaringan kolagen jadi terekspos saat ada

luka pembuluh darah). Yang menjembatani penempelen trombosit-subendotel ini adalah

von Willebrand Factor. vWF ada di di endotel dan trombosit. Dalam kasus defisiensi

vWF, penderita jadi gampang berdarah karena adhesi trombosit terganggu. Setelah

menempel, trombosit-trombosit jadi beragregasi dengan stimulasi ADP, thrombin,

thromboxan A2, epinephrine, collagen. Setelah beragregasi, dilepaskanlah isi granul

seperti ADP (merangsang agregasi trombosit lain), PF4 dan β-thromboglobulin

(menetralkan heparin), PDGF (merangsang proliferasi dan migrasi otot polos yang

asalnya dari media ke intima untuk mempertebal pembuluh darah. Berperan pada

aterogenesis juga)

- Menstabilkan sumbatan ini dengan membantu teraktivasinya proses koagulasi.

Diperankan oleh trombosit bermuatan negative tadi (disebut platelet factor 3, PF3)

Gambar tahap-tahap yang dilalui trombosit:

Saat terjadi luka, platelet akan menempel ke subendotel

Untuk menempel, butuh vWF. vWF/ FVIII didalam darah keduanya membentuk kompleks

Page 5: tugs prof suparwata.doc

Terjadi pelepasan granul. Jadi sebenarnya pelepasan granul bisa sebelum/ sesudah agregasi.

ADP yang dikeluarkan merangsang agregasi trombosit lain sehingga lama-lama jadi

gumpalan.

Gambaran trombosit berlekuk-lekuk menandakan trombosit teraktivasi dan telah bermuatan

negatif

Trombosit bermuatan negative penting untuk proses koagulasi karena bisa membantu

pembentukan benang-benang fibrin, dan sumbat jadi nonpermeabel

Gambar 3

Gambar diatas menunjukkan trombosit yang teraktivasi lebih bulat dan berpseudopodi. Isi

granul dikeluarkan lewat kanal. Dimembrannya ada glikoprotein yang berfungsi sbg reseptor.

Page 6: tugs prof suparwata.doc

Misalnya Gp IIb/IIIa (reseptor untuk fibrinogen, sebab saat proses agregasi trombosit

fibrinogen menjadi jembatan antara trombosit). Antibodi thd reseptor ini menjadi strategi

obat jantung mencegah agregasi trombosit. Gp Ia/IIa menjadi reseptor kolagen. GpIb/IX

menjadi reseptor vWF.

Gambar 4

Strategi lain menghambat agregasi trombosit adalah dengan menghambat thromboxan A2

(obat aspirin). Sebab thromboxan A2 merangsang agregasi trombosit dan bersifat

vasokonstriktor. Proses pembentukannya ada di skema. Fosfolipid membran teraktivasi oleh

enzim-enzim dalam trombosit (fosfolipase A2) sehingga melepaskan asam arakidonat. Oleh

COX dirubah menjadi prostaglandin, mula-mula PGG2, kemudian PGH2. Dengan

thromboxan sintetase maka berubah menjadi thromboxan A2. Aspirin mengasetilasi COX

sehingga menghambat pembentukan tromboxan A2. Namun yang terjadi di endotel lain,

prostaglandin akan dirubah menjadi prostasiklin dengan prostasiklin sintetase. Prostasiklin

bersifat menghambat agregasi trombosit dan menjadi vasodilator. Normalnya, keduanya

ada dalam kondisi seimbang.

SISTEM KOAGULASI.

Adapun faktor-fakor koagulasi jumlahnya ada 14, dinomori sesuai penemuannya.

Page 7: tugs prof suparwata.doc

Keterangan:

- Kolom 1 dan 2 itu namanya, kolom ketiga sifat faktornya

- Serin protease berarti enzim proteolitik yang bersifat akan memotong pada aa serine

(active site nya di serine)

- Faktor I/ fibrinogen, membantu agregasi trombosit dan menjadi prekusor fibrin (jadi

perannya ada di sumbatan platelet dan di proses koagulasi)

- Faktor II/ protrombin, suatu proenzim yang diaktifkan menjadi enzim, bersifat serine

protease

- Faktor III, satu-satunya yang berasal dari jaringan, maka kadang disebut tissue factor.

Harusnya ada di luar di tunika adventisia, tapi jadinya ketemu darah karena ada luka.

Makanya jalur koagulasi yang diaktivasinya disebut jalur ekstrinsik. Tapi disebutkan jika

monosit bisa juga menghasilkan blood borne tissue factor bila teraktivasi.

- Selebihnya bisa dibaca dari tabel. Jika dua faktor terakhir tidak dinomori karena awalnya

ada di sistem kinin

JALUR-JALUR PROSES KOAGULASI

Jalur instrinsik mulai dari sini Jalur ekstrinsik mulai dari sini

Gambar 5

Page 8: tugs prof suparwata.doc

Jalur ekstrinsik dimulai dengan masuknya tissue thromboplastin dari luar karena adanya

luka (makanya namanya jalur ekstrinsik), mengaktifkan faktor VII. Pokoknya yang ada huruf

a dibelakangnya itu artinya sudah aktif. Faktor VIIa dibantu Ca++ mengubah faktor X

menjadi Xa. Kemudian Ca++, PF3 (trombosit yang permukaan negative), faktor Xa dan Va

membentuk kompleks protrombinase, yang bisa memecah protrombin menjadi thrombin

dan pecahannya F1.2. Kemudian thrombin yang terbentuk merubah fibrinogen menjadi

fibrinogen monomer dan FPA, FPB. Fibrin monomer bergabung menjadi fibrin polimer, yang

dengan bantuan faktor XIIIa menjadi fibrin yang stabil karena terbentuk ikatan silang (cross

link).

Sedangkan jalur instrinsik dimulai dengan teraktivasinya faktor XII karena adanya negative

surface. Kemudian membentuk faktor XIa. Faktor XIa membentuk faktor IXa. Kemudian

Ca++, PF3, faktor IXa dan faktor VIIIa membentuk komplek ten-ase. Dinamai begitu

karena bekerja pada faktor X, merubahnya menjadi faktor Xa. Untuk selanjutnya yang terjadi

sama dengan diatas (common pathway).

Teori air terjun ini merupakan teori pembekuan yang sudah lama, masih ada revisinya.

Revisinya:

Gambar 6

- Tissue factor (TF) dan faktor VIIa juga bisa mengaktifkan faktor IX

- Trombin selain bekerja pada fibrin, juga bisa mengaktifkan faktor XI

- Tidak ada peran HMWK dan faktor 12, karena defisiensi keduanya tidak menimbulkan

gejala perdarahan

- Ada TFPI (tissue factor pathway inhibitor) yang menghambat 10 dan 7

- Ada TAFI (thrombin activated fibrinolitic inhibitor) yang menghambat fibrinolisis

Page 9: tugs prof suparwata.doc

Jika lihat di skema air terjun ini, disudut kiri atas terlihat bahwa Faktor XIIa bisa merubah

prekallikrein menjadi kallikrein. Kemudian kallikrein bersama HMWK bisa membantu

mengaktivasi faktor XII. Maka faktor XII bisa memperbanyak aktivasi dirinya.

Gambar 7

Skema ini mirip dengan skema yang sebelumnya.

Intinya menunjukkan faktor-faktor yang merupakan

serin protease merupakan suatu enzim pemotong

pada active sitenya di serine. Misalnya faktor XII

yang teraktivasi, dibantu HMW dan kininogen

mengaktifkan faktor XI yang menjadi substratnya.

Dan seterusnya. Dari gambar ini terlihat jika faktor

V, faktor VIII, dan HMW bersifat sebagai kofaktor.

Faktor XIII yang merupakan suatu transglutaminase

Dari skema yang pertama, terlihat bahwa thrombin bersifat autokatalitik. Trombin bisa

mengaktifkan faktor V dan faktor VIII untuk mengamplifikasi aktivasi dirinya. Jadi bila

thrombin sudah terbentuk bisa makin banyak, dan hal ini berbahaya karena bisa menghambat

aliran darah. Jadi ada mekanisme homesotasis untuk mencegahnya.

Mekanisme homeostasis ada yang bersifat lokal, misalnya fibrin (jika sudah terbentuk

fibrin, maka proses berhenti) dan aliran darah (dengan aliran darah lancar maka bisa

membawa pergi faktor aktif dan mengencerkannya, jadi tidak terbentuk terus). Kalo inhibitor

yang humoral ada Antithrombin, Protein C, Protein S, Heparin cofactor II, dan TFPI .

Yang bersifat seluler adalah sel hati dan RES karena bisa membersihkan darah dari faktor-

faktor aktif tadi.

Page 10: tugs prof suparwata.doc

Antitrombin. Merupakan antikoagulan alamiah yang disintesis di hati. Maka pada penderita

gangguan hati, kadarnya akan berkurang. Pada penderita sindrom nefrotik kadarnya juga

berkurang karena AT bisa terbuang lewat ginjal. Fungsinya untuk menetralkan thrombin dan

serine protease lain (XIIa, XIa, Xa, IXa, VIIa, kallikrein, plasmin) sehingga proses koagulasi

dihambat dan menjadi tidak berlebihan. Bila AT sendiri kerjanya lambat. Bila ditambah

heparin, maka meningkatkan aktivitas AT. Heparin sendiri tidak bisa bekerja tanpa AT. Maka

AT merupakan heparin kofaktor.

Protein C dan S. Keduanya merupakan protein yang tergantung vitamin K. Protein C

diaktifkan oleh thrombin

Dengan bantuan trombomodulin yang ada diendotel, sehingga menjadi activated protein C/

APC. Protein C dibantu protein S akan bekerja menginaktivasi faktor Va dan VIIIa (kedua

faktor ini bukan serine protease jadi tidak terhambat oleh AT). Skema disamping adalah

mengenai pengaktifan protein C, dan prosesnya bersama protein S, dan platelet dalam

menginaktivasi faktor Va dan VIIIa

Tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Berfungsi untuk menghambat faktor Xa dan VIIa.

Mekanisme kerjanya dengan membentuk kompleks antara faktor Xa dan TFPI. Kemudian

kompleks F Xa-TFPI ini juga bisa membentuk kompleks dengan komplek F VIIa-TF

kompleks membentuk kompleks kuartener. Gambar mekanisme kerjanya disamping.

SISTEM FIBRINOLISIS.

Fibrinolisis adalah respon fisiologis pada deposisi fibrin intra dan ekstravaskuler. Fungsinya

untuk menghancurkan fibrin dengan proses enzimatik. Terdiri dari plasminogen, plasminogen

activator, dan inhibitor. Plasminogen yang merupakan proenzim dari plasmin bisa ditemukan

Page 11: tugs prof suparwata.doc

di plasma dan cairan tubuh lain. Plasmin sendiri merupakan enzim proteolitik dengan substrat

fibrin, fibrinogen, V, VIII, hormon, komplemen.

Aktivator plasminogen ada yang fisiologik, contact-phase dependent, dan eksogen.

1. Physiologic plasminogen activators:

- Tissue-type plasminogen activator (t-PA), ada di endotel

- Urinary- type plasminogen activator (u-PA), ada diurin, tapi di darah juga ada

2. Contact-phase dependent activators: F XIIa, Kallikrein

3. Exogen:

- Streptokinase (SK)

- Staphylokinase (SAK)

- Vampire bat plasminogen activator

Sedangkan inhibitor sistem fibrinolisis ada antiplasmin (a2 plasmin inhibitor, a2

macroglobulin, antithrombin, a1 antitrypsin, TAFI dan Transamin), plasminogen activator

inhibitor (PAI-1, PAI-2, PAI-3).

Gambar 8

Penjelasan skema diatas. Jika terjadi bekuan darah, maka sebagian plasminogen akan melekat

pada bekuan, tapi ada juga plasminogen yang masih bebas. Dengan adanya plasminogen

activator, keduanya berubah menjadi plasmin. Plasmin pada bekuan akan merubah fibrin

menjadi FDP (fibrin degradation product) dan D dimer. Sedangkan plasmin bebas akan

dinetralkan dengan antiplasmin, sebab berbahaya bila tidak dinetralkan. Bila masih ada saja

yang tidak ternetralkan, maka plasmin bebas ini akan merubah fibrinogen, faktor V, dan

Page 12: tugs prof suparwata.doc

faktor VIII menjadi FDP, namun tanpa D dimer. Maka ada tidaknya D dimer menunjukkan

apakah fibrin atau fibrinogen yang didegradasi.

ANTIKOAGULAN

Antikoagulan digunakan untuk mencegah dan menatalaksana keadaan thrombosis

dengan jalan menghambat pembentukan atau fungsi dari faktor pembekuan darah.

Antikoagulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya thrombus dan emboli

serta mencegah bekunya darah pada pemeriksaan laboratorium atau transfusi. Terapi

antikoagulan merupakan terapi medikasi utama untuk DVT karena merupakan pengobatan

yang nonivasif, memiliki komplikasi yang rendah, dan memiliki luaran klinis yang

menurunkan baik morbiditas maupun mortalitas. Meta-analisis randomized trial dari UFH

dan LMWH menunjukkan bahwa keduanya memberikan hasil yang hampir serupa, dengan

resiko DVT rekuren sebanyak 4%, resiko PE 5% dan resiko perdarahan mayor 3%.

Baik antikoagulan oral maupun heparin menghambat pembentukan fibrin dan

digunakan untuk profilaksis dalam mengurangi insiden tromboemboli terutama pada vena.

Pada arteri juga bemanfaat untuk pengobatan thrombosis karena mempengaruhi pembentukan

fibrin yang diperlukan untuk mempertahankan gumpalan trombosit. Sementara untuk

terapeutik, dimana thrombus sudah terbentuk, antikoagulan mencegah pembesaran thrombus

dan mengurangi kemungkinan terjadinya emboli, namun tidak memperkecil thrombus.1

Antikoagulan spektrum sempit (single-protein target) dibuat untuk menggantikan

antikoagulan spektrum luas (heparin & warfarin). Target molekuler masing-masing agen ada

pada gambar 1.2

Page 13: tugs prof suparwata.doc

Gambar 9

Antikoagulan dibagi menjadi 3 kelompok: (1) heparin, (2) antikoagulan oral, terdiri dari

derivate 4-hidroksikumarin, misalnya: dikumarol, warfarin serta derivate indan-1,3-dion,

misalnya anisindion, (3) antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion kalsium, salah satu

faktor pembekuan darah.

Heparin

Page 14: tugs prof suparwata.doc

Gambar 10

Farmakokinetik

Heparin tidak diabsorbsi secara oral, oleh karena itu diberikan secara SK atau IV. Pemberian

SK bioavailibilitasnya bervariasi, mula kerjanya lambat 1-2 jam tetapi masa kerja lebih lama.

Efek antikoagulan segera timbul pada pemberian suntikan bolus IV dengan dosis terapi, dan

terjadi kira-kira 20-30 menit setelah suntikan SK. Heparin cepat dimetabolisme terutama di

hati. Masa paruhnya tergantung dosis yang digunakan, suntikan IV 100, 400, atau 800

unit/kgBB memperlihatkan masa paruh maisng-masing kira-kira 1, 2.5 dan 5 jam. Masa

paruh memendek pada pasien emboli paru dan memanjang pada pasien sirosis hepatis atau

penyakit ginjal berat. Heparin berat molekul rendah mempunyai masa parhu lebih panjang

disbanding heparin standar. Metabolit inaktif diekskresi melalui urin. Heparin tidak melalui

plasenta dan tidak terdapat dalam air susu ibu.

Farmakodinamik

Efek antikoagulan heparin timbul akibat ikatan dengan AT-III. AT-III berfungsi

menghambat protease faktor pembekuan termasuk faktor IIa (thrombin), Xa, dan IXa, dengan

cara membentuk kompleks yang stabil dengan protease faktor pembekuan.

Heparin juga dilaporkan menekan kecepatan sekresi aldosterone, meningkatkan kadar

Page 15: tugs prof suparwata.doc

tiroksin bebas dalam plasma, menghambat activator fibrinolitik, menghambat penyembuhan

luka, menekan imunitas selular, menekan reaksi host terhadap graft dan mempercepat

penyembuhan luka bakar.

Untuk monitoring terapi, agar obat efektif mencegah pembekuan dan tidak

menimbulkan perdarahan, maka diperlukan penentuan dosis yang tepat dan pemeriksaan

darah berulang. Karena respon pasien terhadap heparin bervariasi maka satu atau dua tes

untuk aktivitas heparin diperlukan pada permulaan terapi. Monitoring pemeriksaan lab

mungkin diperlukan bila heparin diberikan secara intermiten IV atau infus IV. Tes yang

dianjurkan untuk monitor pengobatan adalah waktu pembekuan darah (whole blood clotting

time), prothrombin time (PT), atau activated partial thromboplastin time (aPTT).

Pemeriksaan aPTT yang paling banyak dilakukan. Trombosis umumnya dapat dicegah bila

aPTT 1.8-2.5 kali nilai normal.

Indikasi

Heparin diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan thrombosis vena dan emboli

paru. Penggunaan heparin jangka panjang dapat bermanfaat bagi pasien yang mengalami

tromboemboli berulang meskipun telah mendapat antikoagulan oral. Heparin digunakan

untuk pengelolaan awal pasien angina tidak stabil atau infark miokardium akut dan sesudah

angiplasti koroner atau pemasangan stent dan selama operasi yang membutuhkan bypass

kardiopulmoner. Heparin juga digunakan untuk pasien DIC tertentu.

Preparat heparin BM rendah seperti enoxaparin, dalteparin, diindikasikan untuk

pencegahan tromboemboli vena. Kelebihan heparin BM rendah dibandingkan heparin standar

adalah profil farmakokinetiknya yang lebih dapat diprediksi, sehingga memungkinkan

penggunaan subkutan dengan dosis berdasarkan BB tanpa memerlukan pemantauan lab ketat.

Keuntungan lain adalah lebih rendahnya insiden trombositopenia yang diinduksi heparin.

Frekuensi pemberian kurang dibandingkan heparin standar (1-2 kali sehari).

Heparin merupakan obat terpiluh untuk wanita hamil yang memerlukan antikoagulan,

karena berbeda dengan warfarin, heparin tidak melewati plasenta dan tidak menimbulkan

cacat kongenital.

Kontraindikasi

Heparin dikontraindikasikan pada pasien yang sedang dalam perdarahan atau

cenderung mengalami perdarahan (pasien hemophilia, permeabilitas kapiler yang meningkat,

threatened abortion, endocarditis bakteriak subakut, perdarahan intracranial, lesi ulseratif

Page 16: tugs prof suparwata.doc

terutama pada saluran cerna, anesthesia lumbal atau regional, HT berat dan syok. Heparin

juga dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat dosis besar etanol, peminum alcohol

dan pasien yang hipersensitif terhadap heparin.

Efek samping dan intoksikasi

Bahaya utama dari pemberian heparin adalah perdarahan. Insiden perdarahan tidak

meningkat pada pasien yang mendapat heparin BM rendah. Jumlah episode perdarahan

meningkat dengan meningkatnya dosis total perhari dan dengan derajat perpanjangan aPTT.

Terjadinya perdarahan dapat dikurangi dengan (1) mengawasi dosis obat, (2) menghindari

penggunaan bersamaan dengan obat yang mengandung aspirin, (3) seleksi pasien, dan (4)

memperhatikan kontraindikasi pemberian heparin. Selama masa tromboemboli akut,

resistensi terhadap heparin dapat terjadi, dan karena itu efek antikoagulan harus dimonitor

dengan tes pembekuan darah.

Perdarahan ringan akibat heparin biasanya cukup diatasi dengan menghentikan

pemberian. Namun perdarahan yang cukup berat perlu dihentikan secara cepatdengan

pemberian protamine sulfat, suatu antagonis heparin, yang diberi melalui infus IV lambat.1

Karena heparin berasal dari jaringan hewan maka harus diperhaikan kemungkinan

alergi pada pasien, Reaksi hipersensitivitas berupa menggigil, demam urtikaria, atau syok

anafilaksis. Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi myalgia, nyeri tulang dan

osteoporosis.

Posologi

Untuk pengobatan tromboemboli vema dimulai dengan suntikan bolus 5000 U, diikuti

dengan 1200-1600 U/jam yang diberikan melalui infus IV. Terapi dipantau dengan

pemeriksan aPTT. Umumnya diasumsikan efek terapeutik tercapai bila waktu pembekuan

1.8-2.5 kali nilai normal aPTT. Pada awal pengobatan, aPTT perlu diukur dan kecepatan

infus diseusaikan tiap 6 jam.

Dosis heparin yang sangat tinggi diperlukan untuk mencegah pembekuan selama

bypass kardiopulmonal.

Heparin secara SK dapat diberikan pada pasien yang memerlukan pengobatan

antikoagulan jangka panjang tetapi warfarin tidak boleh diberikan (misalnya pada

kehamilan). Dosis total ekitar 35.000 U/hari diberikan sebagai dosis terbagi tiap 8 atau 12

Page 17: tugs prof suparwata.doc

jam.

Untuk mencegh DVT dan tromboemboli diberikan heparin dosis rendah, disarankan

5000 U secara SK tiap 8-12 jam. Pemantauan laboratorium tidak dibutuhkan karena

rangkaian pengobatan tersebut tidak memperpanjang aPTT.

Preparat heparin BM rendah (enoxaparin, dalteparin. Ardeparin, dan nadroparin)

diberikan dengan regimen dosis tetap atau disesuaikan dengan berat bada dan dieikan secara

SK 1 sampai 2 kali sehari. Dosis enoksaparin untuk mencegah DVT adalah 30 mg dua kali

sehari sedangkan dosis dalteparin yang dianjurkan 2.500 unit SK 1 kali sehari.

ANTIKOAGULAN ORAL

Farmokinetik

Semua derivate 4-hidroksikumarin dan derivate indan-1,3-dion dapat diberikan peroral,

warfarin dapat kiha diberikan IM dan IV. Absorpsi dikumarol dari saluran cena lambat dan

tidak sempurna. Dalam darah dikumarol dan warfarin hampir semuanya terikat dengan

albumin plasma.Hanya sebagian kecil yang terdapat dalam bentuk bebas sehingga degradasi

dan ekskresi menjadi lambat. Masa paruh warfarin 48 jam sedangkan dikumarol 10-30 jam.

Masa paruh dikumarol sangat bergantung dosis dan berdasarkan faktor genetik masing-

masing individu.

Efek terapi tercapai dalam 12-24 jam setelah kadar puncak obat dalam plasma, karena

diperlukan waktu untuk mengosongkan faktor pembekuan darah dalam sirkulasi. Semakin

besar dosis awal, semakin cepat timbul efek terapi.

Dikumarol dan warfarin mengalami hidroksilasi oleh enzim di hati menjadi bentuk inaktif,

Ekskresi melalui urin dan sebagian melalui feses. Pemberian antenatal memungkinkan

terjadinya hipoprotrombinemia pada neonatus. Obat-obatan ini juga disekresi ke dalam ASI.

Efek samping yang paling sering terjadi ialah perdarahan. Harus segera dihentikan

pemberian antikoagulan oral dan diberikan suntikan vitamin K IV. Perdarahan ringan cukup

diberikan dosis tunggal 1-5 mg, untuk perdarahan berat diberikan dosis 20-40 mg, ditambah

setelah 4 jam bila perlu. Selain perdarahan juga dapat terjadi efek samping mual, muntah,

purpura dan urtikaria, alopesia, nekrosis kelenjar mammaer dan kulit.

Farmakodinamik

Antikoagulan oral merupakan antagonis vitamin K. Vitamin K ialah kofaktor yang

berperan dalam aktivasi faktor pembekuan darah II, VII, IX, dan X yaitu dalam mengubah

Page 18: tugs prof suparwata.doc

residu asam glutamate menjadi asam gama-karboksiglutamat. Untuk berfungsi, vitamin K

mengalami siklus oksidasi dan reduksi di hati. Antikoagulan oral mencegah reduksi vitamin

K teroksidasi sehingga aktivasi faktor pembekuan tidak terjadi.

Karena efek antikoagulan oral berdasarkan penghambatan produksi faktor pembekuan,

efeknya baru nyata sedikitnya 12-24 jam. D

Respon terhadap antikoagulan oral dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya asupan vitamin

K, banyaknya lemak yang terdapat dalam makanan, atau interaksi dengan obat lain. Bayi baru

lahir, pasien kakeksia dan pasien dengan gangguan fungsi hati lebih sensitif terhadap

antikoagulan oral. Selain itu respon terhadap antikoagulan oral meningkat atau masa kerjanya

memanjang pada pasien dengan insufisiensi ginjal dan demam. Pada pasien yang resisten

terhadap antikoagulan oral diperlukan dosis 10-20 kali dosis lazim. Penggunaan antikoagulan

oral bersama kortikotropin atau kortikosteroid dapat menyebabkan perdarahan berat.

Untuk monitoring terapi. Harus selalu diperiksa PT, serta diperhatikan kemungkinan

terjadinya perdarahan. Komplikasi perdarahan terjadi apabila PT ratio 1.3-1.5 kali nilai

normal.Kisaran terapeutik antikoagulan oral dinyatakan dengan INR. Umumnya kisaran

terapeutik bila INR 2.0-3.0. Untuk pasien dengan katup jantung prostetik umumnya

dianjurkan INR lebih tinggi yaitu 3.0-4.0. Kadang-kadang ditemukan pasien yang resisten

terhadap antikoagulan oral sehingga dibutuhkan dosis yang lebih besar.

Interaksi Obat

Obat yang mengurangi respon terhadap antikoagulan oral

Dalam kelompok ini terutama dikenal barbiturate, glutetimid dan rifampisin. Barbiturat

menginduksi enzim mikrosom di hari sehingga mengurangi masa paruh kumarin. Pada

kebanyakan pasien efek ini nyata setelah pemakaian bersama selama 2 hari, kadang efek baru

terlihat setelah satu minggu, Dipercepatnya metabolism antikoagulan oral oleh obat tersebut

menyebabkan dosis harus ditingkatkan 2-4 kali bertahap dalam waktu beberapa minggu

untuk mengembalikan efektivitasnya.

Obat yang meningkatkan respon terhadap antikoagulan oral

Pada pasien yang sedang dalam pengobatan antikoagulan oral, pemakaian dosis besar

salisilat dapat menyebabkan perdarahan. Efek ini mungkin dusebabkan oleh efek langsung

salisilat berupa iritasi lambung, penekana fungsi trombosit, atau karena hipoprotrombinemik.

Page 19: tugs prof suparwata.doc

Antibiotik dan obat lain yang mempengaruhi mikroflora usus dapat meningkatkan efek

antivitamin K dari antikoagulan oral sebab mikroflora usus merupakan sumber vitamin K.

Tetapi efek ini biasanya tidak terlihat kecuali bila terjadi defisiensi vitamin K pada makanan.

Obat antiinflamasi seperti fenilbutazon, sulfinpirazon, oksifenbutazon dan asam

mefenamat dapat menggeser antikoagulan oral dari ikatannya dengan albumin plasm

sehingga terjadi peningkayan kadar antikoagulan oral bebas dalam darah. Biotransformasi

dan ekskresi juga meningkat sehingga masa paruh memendek.

Indikasi

Antikoagulan oral digunakan untuk mencegah progresivitas atau kambuhnya DVT atau

emboli paru setelah terapi awal dengan heparin. Antikoagulan oral juga efektif untuk

tromboemboli vena pada pasien ang mengalami operasi tulang atau ginekologis dan

mencegah terjadinya emboli pada pasien infark miokard akut, katup jantung prostetikm atau

fibrilasi atrium. Pada suatu penelitian didapatkan penggunan selama lebih dari satu tahun

meningkatkan resiko perdarahan intracranial.

Kontraindikasi

Antikoagulan oral dikontraindikasikan pada penyakit dengan kecenderungan perdarahan,

tukak saluran cerna, diverticulitis, colitis, endocarditis bacterial akut, keguguran yang

mengancam, anestesi lumbal dan defisiensi vitamin K serta penyakit hati dan ginjal berat.

Selain itu obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian jangka panjang pada alkholisme, pasien

dengan pengobatan intensif salisilat, hipertensi berat, dan TB aktif. Pemberian antikoagulan

oral pada wanita hamil dapat menyebabkan perdarahan pada neonatus,juga dilaporkan

terjadinya embriopati.

Posologi

Natrium warfarin: Oral, IV. Masa protrombin harus ditentukan sebelum mulai terapi

dan setiap hari sampai respon stabi. Masa protrombin harus tetap diperiksa dengan

interval tertentu secara teratur. Pengobatan dimulai dengan dosis kecil 5-10 mg/hari,

selanjutnya didasarkan pada masa protrombin. Dosis pemeliharaan umumnya 5-7

mg.hari.

Dikumarol: oral. Dosis dewasa 200-300 mg pada hari pertama, selanjutnya 25-100

mg/hari tergantung hasil pemeriksaan masa protrombin. Penyesuaian dosis perlu

Page 20: tugs prof suparwata.doc

sering dilakukan selama 7-14 hari pertama dan masa prtorombin diperiksa setiap

hari selama masa tersebut. Dosis pemeliharaan 25-150 mg/hari.

Anisindion: oral. Dosis dewasa 300 mg pada hari pertama, 200 mg pada hari kedua

dan 100 mg pada hari ketiga. Dosis pemeliharaan 25-250 mg/hari

ANTITROMBOTIK

Hemostasis merupakan proses penghentian pendarahan pada pembuluh darah yang cedera.

Secara garis besar proses pembekuan darah berjalan melalui 3 tahap,yaitu:

1. Aktifitas tromboplastin

2. Pembentukan trombin dari protrombin

3. Pembentukan fibrin dari fibrinogen

Dalam proses ini di butuhkan faktor–faktor pembekuan darah, yang sampai saat ini telah

dikenal 15 faktor (kaskade pembekuan darah tercantum pada lampiran). Proses pembekuan

darah akan dihentikan oleh sistem anti koagulan dan fibrinolitik di dalam tubuh. Faktor

faktor yang menghentikan proses pembekuan darah adalah :

1. Larutnya faktor pembekuan darah dalam darah yang mengalir.

2. Metabolisme bentuk aktif faktor pembekuan darah oleh hati .

3. Mekanisme umpan balik di mana trombin menghambat aktifitas faktor V dan VIII.

4. Adanya mekanisme anti koagulasi alami terutama oleh antitrombin III, protein C dan S.

Penggunaan obat anti trombotik bertujuan mempengaruhi proses trombosis atau

mempengaruhi pembentukan bekuan darah (clot) intravaskular, yang melibatkan platelet dan

fibrin. Obat anti platelet bekerja mencegah perlekatan (adesi) platelet dengan dinding

pembuluh darah yang cedera atau dengan platelet lainnya, yang merupakan langkah awal

terbentuknya trombus. Obat anti koagulan mencegah pembentukan fibrin yang merupakan

bahan esensial untuk pembentukan trombus. Obat trombolitik mempercepat degradasi fibrin

dan fibrinogen oleh plasmin sehingga membantu larutnya bekuan darah. Anti trombosit (anti

platelet) adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan

terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri.

Beberapa obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin, sulfinpirazon, dipiridamol,

dekstran, tiklopidin, prostasiklin ( PGI-2 ). Obat anti trombosit yang telah terbukti

efektifitasnya dalam pencegahan stroke adalah :

Page 21: tugs prof suparwata.doc

1. Aspirin (asetosal, asam asetil-salisilat).

Aspirin bekerja mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim

cyclic endoperoxides. Aspirin juga menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn

trombosit, sehingga akhirnya menghambat agregasi trombosit. Aspirin menginaktivasi enzim-

enzim pada trombosit tersebut secara permanen. Penghambatan inilah yang mempakan cara

kerja aspirin dalam pencegahan stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack). Pada endotel

pembuluh darah, aspirin juga menghambat pembentukan prostasiklin. Hal ini membantu

mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah yang rusak. Penelitian akhir-akhir ini

menunjukkan bahwa aspirin dapat menurunkan resiko terjadinya stroke, infark jantung non

fatal dan kematian akibat penyakit vascular pada pria dan wanita yang telah pernah

mengalami TIA atau stroke sebelumnya.

Farmakokinetik

Mula kerja : 20 menit -2 jam. Kadar puncak dalam plasma: kadar salisilat dalarn plasma tidak

berbanding lurus dengan besamya dosis. Waktu paruh : asam asetil salisilat 15-20 rnenit ;

asarn salisilat 2-20 jam tergantung besar dosis yang diberikan. Bioavailabilitas : tergantung

pada dosis, bentuk, waktu pengosongan lambung, pH lambung, obat antasida dan ukuran

partikelnya. Metabolisrne : sebagian dihidrolisa rnenjadi asarn salisilat selarna absorbsi dan

didistribusikan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh dengan kadar tertinggi pada plasma, hati,

korteks ginjal , jantung dan paru-paru. Ekskresi : dieliminasi oleh ginjal dalam bentuk asam

salisilat dan oksidasi serta konyugasi metabolitnya.

Farmakodinamik

Adanya makanan dalam lambung memperlambat absorbsinya ; pemberian bersama antasida

dapat mengurangi iritasi lambung tetapi meningkatkankelarutan dan absorbsinya. Sekitar 70-

90 % asam salisilat bentuk aktif terikat pada protein plasma.

lndikasi

Menurunkan resiko TIA atau stroke berulang pada penderita yang pernah menderita iskemi

otak yang diakibatkan embolus. Menurunkan resiko menderita stroke pada penderita resiko

tinggi seperti pada penderita tibrilasi atrium non valvular yang tidak bisa diberikan anti

koagulan.

Kontra indikasi .

Page 22: tugs prof suparwata.doc

hipersensitif terhadap salisilat, asma bronkial, hay fever, polip hidung, anemi berat, riwayat

gangguan pembekuan darah.

lnteraksi obat:

obat anti koagulan, heparin, insulin, natrium bikarbonat, alkohol clan, angiotensin converting

enzymes.

Efek samping:

Nyeri epigastrium, mual, muntah , perdarahan lambung.

Tidak dianjurkan dipakai untuk pengobatan stroke pada anak di bawah usia 12tahun karena

resiko terjadinya sindrom Reye. Pada orang tua harus hati- hati karena lebih sering

menimbulkan efek samping kardiovaskular. Obat ini tidak dianjurkan pada trimester terakhir

kehamilan karena dapat menyebabkan gangguan pada janin atau menimbulkan komplikasi

pada saat partus. Tidak dianjurkan pula pada wanita menyusui karena disekresi melalui air

susu.

Dosis : FDA merekomendasikan dosis: oral 1300 mg/hari dibagi 2 atau 4 kali pemberian.

Sebagai anti trombosit dosis 325 mg/hari cukup efektif dan efek sampingnya lebih sedikit.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf merekomendasikan dosis 80-320 mg/hari untuk

pencegahan sekunder stroke iskemik.

2. Tiklopidin

Tiklopidin adalah inhibitor agregasi platelet yang bekerja menghalangi ikatan antara platelet

dengan fibrinogen yang diinduksi oleh ADP (Adenosin Di Pospat) secara irreversibel, serta

menghalangi interaksi antara platelet yang mengikutinya. Proses ini menyebabkan

penghambatan pada agregasi platelet dan pelepasan isi granul platelet. Penderita yang diberi

Tiklopidin harus dimonitor jumlah netrofil dan trombositnya setiap dua minggu selama 3

bulan pertama pengobatan. Netropeni berat dapat terjadi dalam waktu 3 minggu sampai 3

bulan sejak pengobatan dimulai. Karena waktu paruhnya panjang, maka penderita yang

berhenti mendapat Tiklopidin dalam waktu 90 hari sejak dimulai harus tetap dimonitor darah

lengkap clan hitung jenis lekositnya. Kadang-kadang dapat terjadi trombositopeni saja atau

kombinasi dengan netropeni. Tiklopidin adalah obat pilihan pertama untuk pencegahan

stroke pada wanita yang pemah mengalami TIA serta pada pria dan wanita yang pemah

mengalami stroke non kardioembolik. Walaupun Tiklopidin telah terbukti efektif pada pria

yang pernah mengalami TIA, tetapi obat ini merupakan pilihan kedua bila tidak ada

Page 23: tugs prof suparwata.doc

intoleransi terhadap aspirin.

Farmakokinetik :

Mula kerja : diabsorbsi cepat. Kadar puncak dalam plasma: 2 jam. Waktu paruh : 4-5 hari.

Bioavailabilitas : > 80%. Metabolisme : terutama di hati . Ekskresi : 60% melalui urine dan

23% melalui feses

Farmakodinamik :

bioavailabilitas oral meningkat 20% hila diminum setelah makan ; pemberian bersama makan

dianjurkan untuk meningkatkan toleransi gastrointestinal. 98% terikat secara reversibel

dengan protein plasma terutama albumin dan lipoprotein.

Indikasi

Mengurangi resiko stroke trombotik pada penderita yang pernah mengalami precursor

stroke atau pemah mengalami stroke merupakan pilihan bila terjadi intoleransi terhadap

aspirin.

Kontraindikasi

Hipersensitivitas terhadap Tiklopidin, kelainan darah (misalnya netropeni,trombositopeni),

gangguan pembekuan darah, perdarahan patologis aktif (misalnya perdarahan lambung,

perdarahan intrakranial), gangguan fungsi hati berat.

Interaksi obat

aspirin, antasida, simetidin, digoksin, teofilin, fenobarbital, fenitoin, propanolol,heparin,

antikoagulan oral, obat tibrinolitik.

Efek samping

Paling sering : diare, mual, dispepsia, rash, nyeri gastrointestinal, netropeni, purpura, pruritus,

dizziness, anoreksia, gangguan fungsi hati. Kadang-kadang ecchymosis, epistaksis,

hematuria, perdarahan konjunktiva, perdarahan gastrointestinal, perdarahan perioperatif,

perdarahan intraserebral, urtikaria, sakit kepala, asthenia, nyeri, tinnitus. Hati -hati Pada usia

di bawah 18 tahun belum terbukti keamanan dan efektifitasnya. Tidak dianjurkan pada

penderita gangguan fungsi hati berat. Penggunaan selama kehamilan hanya bila sangat

dibutuhkan. Bila diberi pada wanita menyusui harus dihentikan menyusuinya.

Page 24: tugs prof suparwata.doc

Dosis :

Dewasa dan orang tua : 2 x 250 mg/hari diminum bersama makanan. Tidak dianjurkan untuk

usia di bawah 18 tahun. Dosis yang direkomendasikan Perdossi adalah 250-500 mg/hari pada

penderita yang tidak tahan dengan aspirin.

OBAT TROMBOLITIK

Biasanya obat ini digunakan untuk infark jantung akut untuk melarutkan bekuan darah yang

terbentuk pada arteri koronaria. Walaupun riwayat adanya gangguan pembuluh darah otak

merupakan kontra indikasi penggunaannya, pada saat ini sedang berlangsung beberapa

penelitian mengenai penggunaannya pada stroke (misalnya tissue plasminogen activator,

streptokinase dan urokinase). Pemberiannya secara IV atau IA, dan harus segera diberikan

dalam waktu 90 menit sampai 6 jam setelah serangan. Saat ini penggunaanya masih dalam

taraf eksperimental.

Streptokinase berasal dari Streptococcus C. hemolyticus .Ia menginaktifasi plasminogen

dengan cara tidak langsung yaitu dengan bergabung terlebih dahulu dengan plasminogen

untuk membentuk kompleks aktifator. Selanjutnya kompleks tersebut mengkatalisis

perubahan plasminogen bebas menjadi plasmin. Waktu paruhnya bifasik. Fase cepat 11-13

menit dan fase lambat 23 menit. Loading dose 250.000 IU per infus selama 30 menit diikuti

dengan 100.000 IU/jam (biasanya selama 24-72 jam). Urokinase diisolasi dari urin manusia.

Urokinase bekerja langsung mengaktifkan plasminogen. Seperti streptokinase obat ini tidak

bekerja spesifik terhadap fibrin sehingga menimbulkan lisis sistemik (fibrinogenolisis dan

destruksi faktor pembekuan darah lainnya). Waktu paruhnya sekitar 20 menit. Loading dose

yang dianjurkan 1000-4.500 IU/kgBB IV dilanjutkan dengan infus IV 4.400 IU/kgBB/jam.

NERVE-CELL PROTECTANTS

Akhir-akhir ini sedang dikembangkan sejumlah sediaan yang dikenal sebagai nerve-cell

protectants. Sediaan -sediaan ini diharapkan dapat bekerja melindungi, sel neuron dari

kematian bila mengalami iskemi, walaupun dengan efek farmakologis yang berbeda-beda.

Beberapa sediaan seperti calcium channel blockers, N-methyl-Daspartate (NMDA)

antagonists, free radical scavengers dan membrane stabilizers telah dicoba pada infark

serebri akut. Sejauh ini hanya nimodipin yang memperoleh rekomendasi dari FDA untuk

Page 25: tugs prof suparwata.doc

profilaksis atau terapi stroke akut karena terbukti menurunkan morbiditas dari perdarahan sub

arakhnoid akut (PSA).

Nimodipin

Sebagai calcium channel blockers kerjanya sama seperti calcium channel blockers yang lain.

Nimodipin mempunyai efek yang lebih besar pada arteri serebral daripada arteri lainnya,

mungkin karena sifat lipofiliknya yang kuat. Mekanisme kerjanya mengurangi defisit

neurologis setelah PSA (perdarahan sub arachnoid) belum diketahui. Penelitian yang

dilakukan menunjukkan bahwa untuk PSA nimodipin terbukti mengurangi neurologic

ischemic deficits bila diberikan sebelum 96jam mulai serangan dan dilanjutkan selama 21

hari dengan dosis 60 mg/4 jam. Sedangkan untuk stroke iskemik akut nimodipin tidak

memberikan basil yang baik.

Farmakokinetik

Kadar puncak dalam plasma: dalam 1 jam setelah pemberian. Waktu paruh : 8-9 jam.

Bioavailabilitas: diabsorbsi dengan cepat, tetapi karena langsung dimetabolisme di hati maka

bioavailibilitas(BA) rata-ratanya hanya 13%. Metabolisme : di hati (first-pass metabolism).

Ekskresi : melalui urine dalam bentuk metabolit, hanya < 1 % dalam bentuk aktif.

Farmakodinamik

Pemberian bersama makanan menurunkan kadar plasma dan BA bila dibandingkan dengan

pemberian saat lambung kosong. Lebih dari 95% terikat pada protein plasma. Pada gangguan

fungsi hati metabolismenya berkurang ; pada sirosis hati, BA nya meningkat.

lndikasi

Perbaikan hasil secara neurologis dengan mengurangi insidens dan beratnya kerusakan pada

penderita dengan PSA akibat pecahnya aneurisma congenital yang berada dalam kondisi

neurologis yang baik setelah serangan.

Interaksi obat

dengan calcium channel blockers yang lain.

Efek samping

Page 26: tugs prof suparwata.doc

Sering penurunan tekanan darah, gangguan fungsi hati, edema, diare, rash, sakit kepala,

keluhan saluran cerna, mual, dispnoe, kelainan EKG, takikardi, bradikardi, nyeri/kram otot,

depresi. Kadang-kadang : hepatitis, gatal, perdarahan lambung, trombositopeni, anemi,

palpitasi, muntah, wheezing, dizziness, rebound vasospasm, hipertensi, light-headedness,

jaundice.

Dosis

60 mg/4 jam per oral selama 21 hari, sebaiknya 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan.

Pemberian pertama harus dimulai sebelum 96 jam terjadi serangan. Penderita dengan sirosis

hati harus diturunkan dosisnya menjadi 30 mg/4 jam dan dimonitor tekanan darah dan

nadinya secara ketat.

Daftar Pustaka:

1. Setiawati A, Nafrialdi, Dewoto R, Istiantoro YH, Suherman SK, Gan S. Farmakologi dan

Terapi edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008.

2. Longo Dl, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Coma in:

Harrison’s Principle of Internal Medicine 18th ed. New York. McGrawHill. 2011. E-

book.

3. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono T, Rudiman R (editor). Buku Ajar Ilmu

Bedah edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007; p. 307-8.

4. Barnett HJM. Aspirin in Stroke Prevention An Overview. Stroke. 1990;21(suppl lV) : IV-40-IV-43.

5. Biller J, Bruno A. Acute Ischemic Stroke. In : Johnson RT, Griffin JW editors. Current Therapy in Neurologic Disease. 5th ed. St.Louis: Mosby; 1997. p.191-197.

6. Chamorro A, Vila N, Ascaso C, Blanc R. Heparin in Acute Stroke With Atrial Fibrillation. Arch Neurol.1999 ; 56 : 1098-1102.

7. Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi. Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia. Jakarta. 1999.

8. Morgenstern LB, Grotta JC. Transient Ischemic Attacks. In : Johnson RT, Griffin JW editors. Current Therapy in Neurologic Disease. 5th ed. St.Louis: Mosby; 1997.p.187-190.

9. Rosmiati H. dan Gan VHS. Antikoagulan, Antitrombosit, Trombolitik dan Hemostatik Dalam : Ganiswat;a SG editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta:

Page 27: tugs prof suparwata.doc

10. Rowland LP and Klein DF. Current Neurologic Drugs. 1 st ed. Philadelphia: Current Medicine; 1996 .p. 1-19.

11. Wahlgren NG. Pharmacological Treatment of Acute Stroke. Cerebrovasc Dis.1997 : 7(suppI3) : 24-30.