Tugas terjemahan anestesi

download Tugas terjemahan anestesi

of 59

Transcript of Tugas terjemahan anestesi

Dari seluruh kompartemen cairan, air merupakan komponen utama dalam tubuh. Jumlah air dalam tubuh menggambarkan hampir 60% dari jumlah berat badan rata-rata dewasa. Pada laki-laki dengan berat badan 70 kg, jumlah air dalam tubuh ialah 600 mL/kg, atau 4 L. Persentase relatif air bervariasi kepentingannya dengan usia, jenis kelamin, dan adipositas. Contohnya, otot mengandung 75% air, sedangkan jaringan adiposa hanya mengandung 10% air. Awalnya, kandungan air pada fetus adalah tinggi tetapi pada kehamilan tua dan tahun ketiga sampai lima kehidupan, kandungan air menurun secara progresif. Jumlah air dalam tubuh dibagi kepada dua komponen dasar yaitu kompartemen intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan sisa dari cairan dalam tubuh ditemukan di luar sel di dalam kompartemen ekstraseluler. Kompartemen intraseluler dan ektraseluler dipisahkan oleh membran sel yang permeabel terhadap air. Pada dewasa, volume cairan intraseluler adalah rata-rata 400450 mL/kg (kira-kira 30 L), dan volume cairan ekstraseluler adalah rata-rata 150-200 mL/kg (kira-kira 14 L). Berbanding orang tua dan perempuan, volume cairan ekstraseluler (CES) adalah lebih besar pada dewasa muda dan laki-laki (Tabel 46-1). Volume darah adalah 60-65 mL/kg dan terdistribusi sebagai 15% dalam arteri dan 85% dalam sistem vena. Dalam darah, reaksi metabolik utama terjadi di dalam sel darah merah (SDM) dan komparteman cairan intraseluler. Komponen utama kompartemen ekstraseluler adalah volume plasma (30-35 mL/kg) dan cairan interstitial (120-165 mL/kg). Konstituensi lain CES adalah cairan transeluler, termasuk cairan pleural, cairan peritoneal, humor aqueous, keringat, urin, limfe dan cairan serebrospinal. Plasma menjadi pertimbangan khusus karena ia penting dalam praktek klinis. Plasma adalah komponen darah nonseluler dan ia dalam keseimbangan yang terusmenerus dengan cairan interstitial. Perbedaan utama plasma berbanding dengan cairan interstitial adalah plasma mengandung konsentrasi protein yang lebih tinggi. Konsentrasi protein yang lebih tinggi dalam plasma ini, mengakibatkan tekanan osmotik plasma 20 mmHg lebih besar berbanding cairan interstitial dan CES. Gradiensi ini membantu mempertahankan volume intraseluler. Tabel 46-1 Elektrolit Komposisi elektrolit dalam cairan tubuh Plasma (mEq/L) Cairan Intraseluler (mEq/L) Sodium Potassium Magnesium Kalsium 142 4 2 5 10 150 40 1 4.5 2 5 Cairan Ekstraseluler (mEq/L) 140

1

Klorida Bikarbonat

103 25

103 7

117 28

Di adaptasi dari Rhoades RA, Tanner GA: Medical Physiology. Boston, Little, Brown, 1995. Kompartemen CES mengandung sodium, klorida, dan bikarbonat dalam konsentrasi yang tinggi. Permeabilitas terhadap ion-ion dan protein ini sangat bervariasi pada setiap organ. Otak mempunyai permeabilitas yang paling kurang terhadap ion-ion dan hati mempunyai permeabilitas yang paling tinggi terhadap ionion. Pengaturan cairan tubuh dan komposisinya adalah multifaktorial dan melibatkan atrial natriuretic peptide, vasopresin (hormon antidiuretik [ADH]), aldosteron (renin, angiotensin), hormon paratiroid, kalsitonin, prostaglandin, reseptor dopaminergik, reseptor -adrenergik, mekanisme rasa haus, dan sifat renal intrinsik. Keseimbangan cairan menggambarkan perbedaan di antara cairan masuk dan cairan keluar. Hampir 60% cairan yang keluar setiap hari diekresikan melewati urin. Pada saat suhu tinggi atau olahraga yang tertentu, jumlah cairan keluar melalui keringat bertambah dan mungkin mempengaruhi sejumlah besar cairan keluar setiap hari. Olahraga berat bisa meningkatkan cairan keluar melalui keringat lebih 50 kali dari kadar normal. Peningkatan ventilasi, tanpa sadar memperbesarkan kehilangan cairan melalui saluran pernafasan (Tabel 46-2). Di bawah keadaan ini, kehilangan cairan renal dikurangi untuk mengkompensasi cairan yang keluar tanpa sadar dan keringat yang banyak.

Tabel 46-2 Sumber Kehilangan Urin Keringat Feses

Kehilangan cairan setiap hari Aktivitas Normal dan Suhu (ml) 1400 100 100 700 2300 Aktivitas Normal dan Suhu Tinggi (ml) 1200 1400 100 600 3300 5000 100 1000 6600 Olahraga Berterusan (ml) 500

Kehilangan tanpa sadar Total

Dari Rhoades RA, Tanner GA: Medical Physiology. Boston, Little, Brown, 1995. FISIOLOGI SODIUM/NATRIUM Sodium adalah ion positif yang paling banyak terdapat di dalam kompartemen CES dan

ia sangat kritis dalam menentukan osmolaritas intraseluler dan ekstraseluler. Pembagian sodium di antara plasma dan cairan interstitial, secara kasar adalah 5 atau 6 terhadap 1 pada equilibrium, dan pembagian waktu equilibrium adalah 15-20 minit. Keseimbangan sodium ekstraseluler ditentukan oleh intake sodium relatif terhadap pengeluaran sodium. Kebanyakan orang mengkonsumsi lebih banyak garam dari yang mereka butuhkan. Keadaan normal, pada individu sehat, fungsi utama ginjalnya pada keseimbangan sodium adalah mengekresikan sodium yang berlebihan. Kebutuhan terhadap sodium bervariasi dengan usia. Bagi bayi baru lahir sebelum 32 minggu kehamilan, kebutuhannya adalah 3 mEq/kg/hari dan untuk tempoh terbatas, kebutuhannya adalah 2-3 mEq/kg/hari. Saat neonatus, kehilangan sodium adalah 1 mEq/kg/hari, proses pertumbuhan menggunakan 0.5 mEq/kg/hari. Kebutuhan dewasa terhadap sodium berkurang sampai kira-kira 1.5 mEq/kg/hari. Pengeluaran sodium melalui urin menggambarkan kebanyakan sodium yang hilang dan hampir sama dengan intake sodium setiap hari. Di bawah kondisi tertentu, akan tetapi, kehilangan sodium melalui keringat yang banyak, terbakar, muntah yang berat atau diare mungkin bisa bermakna. Biasanya, sebanyak 10 mL urin bisa dibentuk untuk setiap milliosmole dari larutan yang diekskresikan melalui ginjal. Respon ginjal normal terhadap hambatan volume dengan diuresis dan terhadap sodium yang banyak dengan natriuresis; jika terjadi intake sodium yang kurang atau pengurangan volume, ginjal akan merespon dengan antinatriuresis dan antidiuresis (contoh pasien yang sedang dioperasi akan mengekresi hanya 1.2-1.6 mOsm/mL dari larutan). Dalam berbagai proses patofisiologis, pengeluaran sodium melalui urin yang abnormal tinggi atau rendah akan terjadi dan dijelaskan secara ringkas dalam teks berikutnya. Banyak faktor yang mengatur reabsorpsi sodium di tubulus yaitu yang terpengaruh semasa tempoh preoperatif, termasuk faktor hemodinamik dan fisik, faktor hormonal, dan aktivitas saraf simpatik ginjal. Keseimbangan dari paksaan Starling bertanggungjawab terhadap transpor sodium dan air melewati dinding kapiler peritubuler. Tekanan bersih di dalam kapiler peritubuler adalah kira-kira 10 mmHg dalam keadaan yang diambil dari cairan yang diabsorpsi. Volume ekpansi dengan saline isotonik mengurangkan konsentrasi protein plasma dan juga mengurangi tekanan osmotik koloid di dalam kapiler peritubuler. Sistem renin-angiotensin (SRA) terlibat dalam mengontrol tekanan darah dan volume darah bersama-sama dengan sistem saraf simpatik, sistem kinin-kallikrein dan arginin vasopresin. SRA memegang peran dalam fungsi homeostasis sodium dan ginjal, terutamanya di bawah kondisi tertekan. SRA mungkin akan dimulakan melalui pengurangan tekanan darah di dalam arteri ginjal, berkurangnya penghantaran sodium ke makula densa atau melalui aktivasi sistem saraf simpatik. Dalam responnya, renin disintesiskan oleh prekusornya prorenin, dan disekresikan oleh sel juxtaglomerular

3

ginjal. Renin, aspartyl-protease (sama dengan pepsin dan katepsin), memecah substratnya, angiotensinogen yang mana adalah 2-globulin, untuk membentuk angiotensin I. Walaupun, kebanyakan renin dihasilkan oleh ginjal, isoenzim renin telah ditemukan di dalam banyak jaringan termasuk otak, adrenal, di dasar vaskuler, uterus dan plasenta. Gen untuk renin pada manusia telah diklonkan. Tingkat angiotensinogen bertambah setelah nefrektomi; oleh estrogen, hormon tiroid, dan glukokortikoid; dan semasa penghambatan enzim angiotensin I-converting. Angiotensin I secara cepat diubah menjadi angiotensin II oleh enzim angiotensin I-coverting atau oleh endopeptidase. Sirkulasi pulmonal muncul menjadi tempat utama dari aktivitas angiotensin-converting enzyme (ACE), walaupun ACE juga ditemukan di dalam endotel pembuluh darah jantung, ginjal, korteks adrenal, testis, dan otak. Angiotensin II adalah vasopresor poten yang merangsang sekresi aldosteron melalui korteks adrenal. Angiotensin II mempunyai efek menghambat vagal dan menyebabkan rangsangan ganglionik. Angiotensin II, tidak semuanya menahan sekresi renin oleh efek langsung pada sel juxtaglomerular. Studi berpendapat bahwa angiotensin II bisa merangsang peningkatan lokal dari adenosin, yaitu menghambat pelepasan renin dan juga bisa berpartisipasi dalam mekanisme negative-feedback loop yang mana angiotensin I mambatasi sendiri biosintesisnya. Angiotensin II didegradasi di dalam plasma menjadi carboxyl-terminal heptapeptide angiotensin III atau aminoterminal heptapeptide, yang mana keduanya muncul menjadi aktif secara biologi. Penurunan tekanan darah, berkurangnya penghantaran sodium ke makula densa, atau perangsangan simpatik yang mungkin mengaktivasi SRA, membentuk angiotensin II. Ini mengakibatkan tekanan darah bertambah dan retensi sodium yang disebabkan oleh peningkatan sekresi aldosteron. SRA tidak mempunyai peran aktif dalam mempertahankan tekanan darah normal. Tekanan hidrostatik bertindak dalam mempertahankan tekanan pengisian glomerular agar stabil. Ini mempengaruhi venous return, cardiac output dan tekanan darah. Kelebihan atas mekanisme ini di bawah keadaan tekanan adalah pelbagai dari sistem pengaturan neurohormonal, termasuk sistem saraf simpatik, ADH, hormon atrial natriuretic, dan prostaglandin (Tabel 46-3). Ahli anestesi harus memahami bahwa nitroprusside mengakibatkan hipotensi yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas renin dan ditandai dengan pertambahan dalam konsentrasi ADH dalam plasma, yang mana tidak terlihat dengan trimethapan yang mengakibatkan penurunan tekanan darah. Sebaliknya, pengaturan propranolol semasa nitroprusside yang mengakibatkan hipotensi akan mencegah pertambahan aktivitas renin dalam plasma. Tabel 46-3 Penyebab Penyebab utama natriuresis dan antinatriuresis Mekanisme

Natriuresis Tingkat volume-expansi Tingkat volume-deplesi Antinatriuresis Tingkat edematous Tingkat nonedematous Gagal jantung, penyakit hati kronik, sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut, edema idiopatik Perdarahan, intake sodium rendah, pengeluaran diuretik, pemberian mineralokortikoid akut, pengeluaran sodium nonrenal melalui keringat atau muntah, atau keduanya Intake sodium tinggi, inappropriate antidiuretic hormone syndrome Addisons disease, pengeluaran garam renal, penyalahgunaan diuretik

Hiponatremia Hiponatremia, secara tipikal didefinisikan sebagai konsentrasi sodium/natrium dalam plasma kurang dari 135 mEq/L, bisa disebabkan oleh kehilangan sodium yang berlebihan daripada keringat yang berlebihan, muntah, diare, luka bakar, dan pemberian diuretik. Kebanyakan penyebab hiponatremia biasanya adalah jumlah cairan tubuh yang berlebihan, bukannya defisiensi dari jumlah sodium dalam tubuh. Di bawah kondisi normal, intake cairan jarang sekali melampaui kemampuan ginjal untuk mengeksresi cairan bebas. Hiponatremia, selalunya berhubungan dengan pelepasan vasopresin nonfisiologis (ADH) dan kerusakan kapasitas dilusi renal. Sekresi ADH yang normal adalah dimediasi oleh peningkatan osmolalitas plasma lebih dari 280 mOsm atau pengurangan dalam volume sirkulasi yang efektif. Faktor lain yang berpengaruh dalam perlepasan ADH termasuk nyeri, rangsangan simpatetik, dan rasa mual. Setelah dilepaskan, ADH berikatan dengan reseptor V2 dalam duktus pengumpul medula. ADH meningkatkan permeabilitas air dari segmen ini dengan memfasilitasi fusi saluran air kepada membran sel apikal. Bila memastikan penyebab hiponatremia, osmolalitas serum harus didapatkan untuk menentukan sama ada hiponatremia menggambarkan hipotonisitas sebenar. Ini memberi pemahaman tentang penyebab yang mendasari tingkat sodium yang rendah. Hiponatremia bisa terjadi pada penderita yang hipotonik, normotonik, atau hipertonik. Status volume penderita harus dievaluasi untuk pemahaman tambahan tentang masalah yang mendasari terjadinya abnormalitas dalam fisiologis sodium (Tabel 46-4).

5

Tabel 46-4 Hiponatremia hipovolemik Perdarahan

Jenis hiponatremia dan penyebabnya Hiponatremia hipervolemik Gagal jantung kongestif Sindrom nefrotik Sirosis Sindrom transuretral prostat Hiponatremia euvolemik Sindrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) Pseudohiponatremia

Edema luka bakar Peritonitis

Hiponatremia bisa dilihat dalam hiperlipidemia (seperti kilomikronemia) atau hiperproteinemia. Hiperosmolalitas sebagai akibat dari molekul bukan natrium (hiperglikemia, overdosis manitol) yang mengeluarkan air dari ruang intraseluler untuk mengencerkan konsentrasi sodium ekstraseluler. Penurunan bermakna dalam total sodium dalam tubuh kebanyakannya terjadi dari pengaturan diuretik. Ini adalah kasus dari hiponatremia normotonik. Sindrom transuretral prostat adalah penyebab hiponatremia yang diketahui. Sindrom ini disebabkan oleh absorpsi intravaskuler dari larutan irigasi, yang mana secara tipikal mengandung glisin. Absorpsi air bebas menyebabkan hiponatremia karena dari pengenceran sodium serum. Sindrom ini adalah kasus hiponatremia hipotonik sebenar. Sindrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) adalah berhubungan dengan sejumlah proses termasuk kelainan pulmonal dan kranial, dan dengan beberapa neoplasma khususnya karsinoma sel oat dari paru-paru. Pengaktifan simpatetik (nyeri post operasi) juga bisa mendahului kepada peningkatan secara bermakna kadar ADH dalam ketiadaan dari volume konstriksi. SIADH mungkin terjadi dengan pengaturan pelbagai obat-obatan, termasuk hipoglikemik oral, antidepresi trisiklik, dan diuretik. Kadar tinggi vasopresin yang disekresikan secara intermiten pada abnormal permulaan yang rendah atau pada osmolalitas rendah yang berterusan. Adanya hiponatremia ditambah dengan osmolalitas urin melebihi dari pengenceran maksimal memastikan diagnosis. Pada penderita dengan SIADH, konsentrasi sodium dalam urin selalunya tidak melebih 30 mEq/mL, fraksi eksresi sodium adalah lebih besar dari 1%, dan asam urat serum dikurangi. Penderita dengan SIADH memperlihatkan respon dengan ciri restriksi air; penurunan 2-3 kg berat badan ditemani oleh koreksi dari hiponatremia dan pembuangan garam diatas 2-3 hari. Ini adalah contoh lain dari hiponatremia hipotonik. Hiponatremia juga terjadi dalam kelainan campuran, yang mana pelepasan ADH nonosmotik dan penurunan kadar ekskresi sodium melalui urin. Ini bisa terjadi

dalam volume lanjutan kontraksi intraktabel gagal jantung, dan sirosis hepatis lanjutan dengan asites. Tanda dan gejala yang berhubungan dengan hiponatremia adalah kritikal untuk ahli anestesi, khususnya untuk sindrom transuretral prostat diatur dengan anestesi regional. Mual, muntah, gangguan penglihatan, tingkat depresi kesadaran, agitasi, konfusi, koma, kejang, kram otot, lemas, atau mioklonus bisa terlihat tergantung tingkat hiponatremia. Edema otak terjadi pada atau di bawah kadar serum 123 mEq/L, gejala jantung terjadi pada 100 mEq/L. Hiponatremia berhubungan dengan peningkatan volume intravaskuler yang bisa mengakibatkan edema pulmonal, hipertensi, dan gagal jantung. Karena sindrom transuretral prostat adalah kasus kelebihan air, pengobatannya harus dengan restriksi air. Diuretika loop bisa ditambahkan untuk memfasilitasi ekskresi air bebas. Saline hipotonik harus digunakan hanya pada kasus hiponatremia berat dengan gejala neurologik. Jika diperlukan, dosis sodium yang dibutuhkan untuk mengkoreksi kekurangan bisa dihitung dengan menggunakan rumus di bawah: Dosis (mEq) = (Berat Badan (kg) x (140 [Na+]) (mEq/L)) x 0.6 Kadar optimal dari koreksi ini muncul menjadi 0.6-1 mmol/L/jam sehingga konsentrasi sodium adalah 125 mEq dan koreksi diteruskan pada kadar rendah. Satu setengah dari kekurangan bisa diatur diatas 8 jam pertama dan setengah jam kemudian di atas 1-3 hari jika gejala remit. Kemungkinan komplikasi dari saline yang hipertonik termasuk edema serebral dan myelinolisis potine serebral. Akan tetapi, pengobatan yang sesuai untuk pengobatan hiponatremia khususnya pada penderita dengan gejala neurologik, terus-menerus menjadi daerah yang kontroversi. Konsentrasi sodium harus diatur setiap 1-2 jam semasa koreksi cepat. Penderita yang sedang menstruasi adalah berisiko besar untuk perkembangan neurologik dengan sekuele setelah hiponatremia. Ayus dan kawan-kawan menemukan bahwa, walaupun kejadian hiponatremia post operasi adalah sama di antara laki-laki dan perempuan, 97% dari mereka dengan kerusakan otak permanen adalah perempuan, dan 75% dari mereka adalah dari usia reproduktif. Mekanisme dari perbedaan jenis kelamin adalah tidak diketahui; akan tetapi, penjelasan yang mungkin melibatkan perubahan dalam proses adaptasi otak terhadap hiponatremia. Estrogen muncul untuk merubah fungsi dari Na+/KATPase dalam otak tikus, yang mana bisa merubah mekanisme kompensasi otak terhadap hiponatremia. Beberapa agen yang turut campur tangan dengan konsentrasi urin pada duktus pengumpul, termasuk litium dan demeclocycline, yang digunakan untuk mengatur hiponatremia kronik. Antagonis ADH dan pengaturan urea sebagai diuretik osmotik adalah di bawah penelitian, walaupun pengetahuan tambahan adalah diperlukan.

7

Pengobatan cepat bagi hiponatremia bisa menyebabkan myelinolisis potine sentral. Pengawasan hiponatremia melibatkan eliminasi dari kondisi yang mendasari bila mungkin (contoh, hentikan prostat transuretral secepat mungkin). Penggunaan normal saline (308 mOsm/L) sendiri bisa mengakibatkan hiponatremia bertambah parah, tergantung pada serum penderita dan osmolalitas urin. Koma berat atau kejang bisa diatasi dengan satu atau lebih pendekatan: 30% saline hipertonik (513 mEq/L), restriksi cairan, atau furosemid. Penyebab utama yang mengakibatkan hiponatremia post operasi adalah sekresi SIADH (Tabel 46-5). Tabel 46-5 Penyebab Pseudohiponatremia (osmolalitas normal) Hiponatremia dengan peningkatan osmolalitas efektif Hiponatremia sebenar dengan osmolalitas efektif normal Hiponatremia sebenar dengan edema (kelebihan sodium): osmolalitas efektif rendah Hiponatremia sebenar dengan edema (kehilangan sodium): osmolalitas efektif rendah Hiponatremia dengan normal atau pengembangan volume arterial efektif Sekresi Sindrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH), intoksikasi air disebabkan oleh polidipsia primer, kelebihan air pada gagal ginjal lanjut, penyakit vaskuler atau penyakit inflamasi ginjal Pengurangan hantaran sodium ke segmen dilusi Hipernatremia Hipernatremia didefinisikan sebagai peningkatan dalam konsentrasi sodium Kelaparan;mixedema? Gama-globulin, litium, trishydroxmethylaminomethane (THAM) Penyakit jantung kongestif, sindrom nefrotik, sirosis hepatis, edema idiopatik, hipoalbuminemia disebabkan oleh malnutrisi Pembuangan renal atau extrarenal Hiperglikemia, akumulasi manitol Penyebab utama hiponatremia Mekanisme Hiperlipidemia, hiperproteinemia

ekstraseluler dan bisa ditemani oleh adanya rendah, normal atau tingginya kandungan sodium total tubuh. Penyebab utama dari hipernatremia adalah kelebihan air hilang, intake air yang tidak mencukupi, kekurangan ADH, atau kelebihan intake sodium (contoh, dengan larutan yang mengandung konsentrasi sodium tinggi seperti sodium bikarbonat). Diabetes insipidus bisa diakibatkan dari defisiensi vasopresin atau

ketidakmampuan ginjal untuk mengproduksi hipertonik medula interstitium. Diabetes insipidus dicirikan oleh produksi volume besar dari urin dilusi. Defisiensi vasopresin ini dikenal sebagai sentral diabetes insipidus dan merupakan kelainan endokrin. Defisiensi vasopresin terlihat setelah operasi pituitari, fraktur tengkorak dasar, dan cedera kepala berat. Sebaliknya, nefrogenik diabetes insipidus bisa terjadi jika ginjal tidak bisa menghasilkan hipertonik medula interstitium dan merupakan ketidakmampuan untuk mengkonsentrasi urin. Nefrogenik diabetes insipidus boleh diakibatkan oleh mana-mana penyakit sistemik atau ginjal yang merusak fungsi tubular. Pada sentral diabetes insipidus atau nefrogenik, penderita kehilangan kadar air dalam tubuh secara bermakna dalam tempoh waktu yang singkat, di mana bisa menyebabkan hipovolemia yang sangat dalam jika penderita tidak mempunyai akses air yang mencukupi. Kira-kira 50% penderita dengan sentral diabetes insipidus diklasifikasi mempunyai penyakit idiopatik. Kondisi ini dipikirkan menjadi penyebab dari proses autoimun yang mempengaruhi respon hipotalamus terhadap hipertonisitas. Penderita dengan nefrogenik diabetes insipidus ditandai dengan peningkatan level vasopresin dalam plasma karena hiperosmolalitas yang bermakna dalam plasma. Sel tubular renal bisa bertindak balas buruk terhadap efek vasopresin untuk berbagai alasan. Contohnya, obstruksi uretral atau penyakit kista medula menyebabkan pengurangan sensitivitas terhadap vasopresin. Pelbagai agen farmakologis merusak kemampuan vasopresin yang mempengaruhi transpor air (Tabel 46-6) dan berakibat kepada nefrogenik diabetes insipidus.

Tabel 46-6 Litium Foskarnet Glyburide

Obat yang menyebabkan nefrogenik diabetes insipidus

Demeclocycline Metoksifluran Amfoterisin B

Penderita dengan output urin terus-menerus lebih dari 100mL/jam, yang mengembang hipernatremia perlu dievaluasi untuk diabetes insipidus dengan menentukan osmolalitas urin dan serum. Jika osmolalitas urin adalah kurang dari 300mOsm/L dan sodium serum melebihi 150 mEq/L, diagnosis diabetes insipidus adalah disarankan. Pada penderita dengan sentral diabetes insipidus, 1deamino-8-Darginin vasopresin (DDAVP), analog vasopresin juga dikenal sebagai desmopresin

9

asetat, bisa diatur untuk mengkoreksi kekurangan vasopresin. Penyebab yang mendasari nefrogenik diabetes insipidus perlu ditemukan dan diterapi jika mungkin. Dengan adanya mekanisme haus yang tidak rusak, sedikit peningkatan dalam konsentrasi sodium serum (contoh: 3-4 mmol/L) diatas nilai basal menyebabkan rasa sangat haus. Kekurangan rasa haus dengan adanya hipernatremia di dalam otak harus berjaga-jaga bahwa penderita diindikasikan terjadi defek dalam osmoreseptor atau pusat rasa haus di kortikal. Tanda objektif hipernatremia yang biasa adalah letargi atau perubahan status mental, di mana bisa berlanjut kepada koma dan konvulsi. Tanda dan gejala tambahan dari hipernatremia termasuk haus, syok, edema periferal, mioklonus, asites, tremor otot, kram otot, reflek hiperaktif, efusi pleura, dan peningkatan volume cairan intravaskular. Dengan hipernatremia akut dan berat, peralihan osmotik air dari sel menyebabkan pengunduran usia dari otak dengan robeknya pembuluh meningeal dan perdarahan dalam otak. Pengembangan hipernatremia secara perlahan selalunya dapat ditolerir dengan baik karena kemampuan otak untuk mengatur volumenya. Pengobatan melibatkan penyimpanan kembali osmolalitas normal dan volume, termasuk membuang sodium yang berlebihan dengan pengaturan diuretik dan cairan kristaloid hipotonik, melalui penentuan dan pembuangan cairan atau melalui beberapa kombinasi dari pendekatan ini. Kecepatan dari koreksi tergantung kadar pengembangan hipernatremia dan gejala yang berhubungan. Karena hipernatremia kronik adalah ditolerir baik, koreksi cepat tidak memberikan keuntungan dan bisa bertambah buruk atau lethal karena bisa berakibat edema otak. Secara tipikal, maksimun dari 10% konsentrasi sodium dalam serum, atau kira-kira 0.7 mmol/L per jam, harus menjadi kadar sasaran untuk koreksi. Hipernatremia meningkatkan kadar minimum alveolar concentration dari agen anestetik inhalasi, dimungkinkan karena peningkatan kendali sodium semasa depolarisasi dari perangsangan membran (Tabel 46-7). Tabel 46-7 Penyebab Kerusakan pusat rasa haus Larutan (osmotik) diuresis Kehilangan air berlebihan: renal Kehilangan air berlebihan: ekstrarenal Kelainan gabungan Penyebab utama hipernatremia Mekanisme Koma, hipernatremia essensial Pemberian manitol, diabetik ketoasidosis, koma hiperosmolar nonketotik Pituitary diabetes insipidus, nefrogenik diabetes insipidus Keringatan Koma dengan pemberian makanan nasogastrik hipertonik

FISIOLOGI POTASIUM/KALIUM Potasium adalah ion positif yang paling banyak di dalam cairan intraseluler. Dalam jangka pendek (minit), keseimbangan potasium adalah dipengaruhi oleh insulin, pH, agonis -adrenergik dan konsentrasi bikarbonat. Pengaturan jangka panjang dari eksresi potasium dan keseimbangan awal melibatkan ginjal dan aldosteron. Beberapa faktor menyebabkan konsentrasi potasium rendah kepada rata-rata 0.4-0.5 mEq/L bila terukur dengan sampel heparinisasi arterial berbanding dengan sampel pembekuan vena. Peningkatan dalam intake potasium meningkatkan eksresi potasium renal melalui pelbagai mekanisme seluler. Dalam respon terhadap peningkatan level potasium ekstraseluler, aldosteron disekresikan dari zona glomerulosa kelenjar adrenal dan beraksi dengan duktus pengumpul kortikal terhadap peningkatan sekresi potasium ke dalam cairan tubular dan juga peningkatan eksresi potasium. Banyak efek terlihat semasa perubahan dalam kadar normal potasium disebabkan oleh kepentingan potasium dalam membran potensial sel. Potasium adalah kation utama intraseluler, dengan lebih 98% dari potasium tubuh ditemukan di antara cairan intraseluler. Dalam keadaan istirahat, konduksi membran sel adalah lebih tinggi untuk potasium dibanding sodium. Peningkatan konduksi ini menyebabkan potensial transmembran mendekati kepada nilai potasium (-90mV). Perubahan dalam konsentrasi potasium ekstraseluler merubah membran potensial istirahat, di mana bisa menyebabkan sel menjadi tidak berespon atau lebih berespon terhadap peralihan sodium ke dalam sel. Tinggi atau rendahnya kadar potasium bisa berakibat dalam masalah lethal secara potensial pada perangsangan jaringan, terutamanya jaringan kardiak. Banyak faktor yang mengatur untuk mempertahankan gradiensi normal potasium transmembran. Enzim transeluler yang paling penting terlibat dalam pengaturan potasium adalah Na+/KATPase yang mana mempertahankan gradiensi transeluler. Agen -adrenergik meningkatkan aktivitas dari Na+/KATPase melalui pengikatan pada reseptor permukaan sel, dan dengan itu menghubungkan transpor potasium kepada sistem saraf simpatik. Insulin menyebabkan banyak sodium masuk ke dalam sel melalui antiporter- Na+/H+, di mana pengurangan konsentrasi proton intraseluler. Peningkatan sodium mesti dibuang dalam pertukaran dengan potasium. Syok bisa memberi kesan buruk pada aktivitas Na+/KATPase dengan membatasi jumlah ATP yang tersedia untuk transpor ion karena peralihan aktivitas anaerobik. Transpor potasium adalah dipengaruhi oleh pH. Tubuh menggunakan potasium dengan mengurangi ion hidrogen ekstraseluler yang berlebihan dengan memindahkan potasium

11

luar sel dan ion hidrogen ke dalam sel. Asidemia bisa menjadi hiperkalemia dengan memindahkan potasium luar sel. Kebutuhan potasium bervariasi dengan usia dan pertumbuhan. Bayi membutuhkan 2-3 mEq/kg/hari, sedangkan dewasa menggunakan 1.0-1.5 mEq/kg/hari. Kebutuhan potasium adalah berhubungan dengan kadar metabolik (2.0 mEq/100kkal). Dengan pertimbangan ini, kebutuhan meningkat secara dramatis semasa pertumbuhan sel setelah penubuhan nutrisi pada individu yang kelaparan sebelumnya. Kadar potasium yang tinggi atau rendah secara ekstrim bisa mengancam jiwa. Hipokalemia Hipokalemia (5.5 mEq/L) bisa terjadi pada tingkat penyakit yang pelbagai, sebagai respon terhadap obat yang mengurangi ekskresi potasium renal (Tabel 46-9), atau setelah peralihan potasium transeluler tiba-tiba dari intrasel ke ekstrasel. Kemungkinan lethal terjadi dari hiperkalemi semasa anestesia bisa terjadi dengan perfusi kembali dari pembuluh darah besar setelah waktu iskemia (selalunya lebih dari 4 jam). Iskemi menyebabkan asidosis secara bermakna pada area yang terkena, di mana menyebabkan aliran keluar potasium intrasel. Bila area diperfusi kembali, tubuh menerima sejumlah besar potasium bolus yang tidak bisa didistribusi kembali dengan cukup secara cepat, mengakibatkan kemungkinan fatal hiperkalemia. Tabel 46-9 Obat-obatan penyebab hiperkalemia Muntah, diare khususnya diare sekresi, adenoma villus 2-agonis, alkalosis akut, paralisis periodik hipokalemi, terapi insulin, terapi vitamin B12, kelebihan litium

13

Amilorid Antagonis angiotensin II Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors Pentamidin Spironolakton Suksinilkolin Triamteren Trimetoprim

Keadaan atau obat apapun mengakibatkan hambatan adrenal atau pengurangan kadar aldosteron bisa menyebabkan retensi potasium. Kenyataannya, hiperkalemia harus juga dipertimbangkan dalam diagnosis differensial dan terjadi respon lisis dari komponen sel dari darah. Hiperkalemia bisa dipisahkan kepada proses akut atau kronis. Hiperkalemia akut bisa terjadi dalam berbagai keadaan dan selalunya adalah ditolerir secara jelek berbanding hiperkalemia kronik. Penyebab hiperkalemia kronik yang umum terjadi dengan anestesia adalah gagal ginjal. Penderita dibawah pengaruh anestesi, walaupun dengan peningkatan secara moderat konsentrasi potasium (>5.5 mEq/L) harus mempunyai penilaian elektrokardiograf bagi menentukan tingkat keparahan hiperkalemia. Secara klinis, hiperkalemia bisa menyebabkan kelemahan otot dan malah kelumpuhan. Perubahan dalam inisiasi dan konduksi dari konduksi jantung meningkat secara otomatis dan meningkatkan repolarisasi. Peningkatan kecil kadar potasium (6-7 mEq/L) bisa hadir dengan puncak gelombang T dan bisa berkembang kepada pemanjangan interval PR, perluasan kompleks QRS, fibrilasi ventrikular, atau malah asistole sebagai kadar pendekatan 10-12 mEq/L. Pengobatan klinis hiperkalemia ditentukan oleh pengaturan dan adanya perubahan elektrokardiograf; ia melibatkan stabilisasi jantung dari efek potasium dengan kalsium intravena dan redistribusi potasium dari plasma ke dalam sel. Sebagai tambahan kepada kalsium, glukosa intravena, insulin, bikarbonat, dan hiperventilasi adalah terapi utama yang digunakan dalam pengaturan kamar operasi. 10 unit insulin, pemberian dengan dektrosa, kadar potasium serum rendah di antara 10-20 minit, dan efek akhir 4-6 jam. Pertukaran resin, dialisis, diuretik, agonis aldosteron, dan agonis -adrenergik adalah terapi tambahan yang baik (Tabel 46-10). Tabel 46-10 Mekanisme Pseudohiperkalemia Penyebab utama hiperkalemia Penyebab Sampel lisis, masalah teknikal

Perubahan keseimbangan potasium interna Perubahan keseimbangan potasium eksterna

Asidosis, defisiensi insulin, hipoaldosteronisme, hipertemia maligna, paralisis periodik, nekrosis sel Obat-obatan, termasuk suksinilkolin, digitalis, dan penghambat non selektif Meningkatnya uptake oleh terapi penggantian; transfusi; antibiotik yang mengandung garam potasium Berkurangnya ekskresi oleh penyakit ginjal; hipoaldosteronisme; obat termasuk heparin, amilorid, triamteren, spironolakton, obat-obatan nonsteroid, Angiotensin-converting enzyme inhibitors, dan antagonis reseptor angiotensin

FISIOLOGI KALSIUM Kalsium adalah komponen utama yang memperantarai konraksi otot; eksokrin, endokrin, dan sekresi neurokrin; pertumbuhan sel; dan transpor dan sekresi cairan dan elektrolit. Kira-kira 1300 g kalsium dalam 70 kg dewasa, di mana 99% adalah di dalam tulang dan gigi. Ginjal adalah organ utama yang bertanggungjawab mengatur kalsium di antara 4.5-5 mEq/L. Kalsium paling banyak terdapat dalam susu dan produk susu, adalah diabsorpsi secara jelek oleh usus, dan diekskresi paling utama dalam feses dan urin. Sirkulasi kalsium muncul dalam tiga bentuk: terikat pada protein plasma (paling utama albumin) dan tidak difiltrasi oleh kapiler glomerular (40%); terionisasi, secara fisiologi aktif, difiltrasi di membran glomerular, dan dipertahankan konsentrasinya pada 2.0-2.5 mEq/L (50%); dan tidak terionisasi dan terikat dengan fosfat, sulfat dan sitrat (10%). Karena perubahan dalam pH merubah fraksi dari kalsium yang terikat kepada albumin, kadar dari kalsium terionisasi bisa berubah tanpa perubahan kalsium total. Kebanyakan kalsium difiltrasi adalah diabsorpsi kembali di tubulus proksimal, segmen asenden loop of Henle, dan tubulus distal. Karena kalium penting dalam hampir-hampir semua fungsi seluler, konsentrasi intrasel dan ekstraselnya adalah dikontrol dengan ketat. Energi dihabiskan untuk mengepam kalsium intrasel keluar dari sitosol ke dalam retikulum sarkoplasma atau ekstrasel. Seperti potasium, ketika syok dan kehabisan energi intrasel, kalsium terakumulasi di antara sel dan menjadi terpostulasi untuk memfasilitasi kematian sel. Konsentrasi protein serum adalah sangat penting menentukan konsentrasi ion kalsium. Kalsium terionisasi bisa diukur secara langsung dengan menggunakan elektroda spesifik untuk kalsium. Bila kalsium terionisasi tidak bisa diukur, perkiraan jumlah kalsium yang terikat kepada protein adalah diberikan oleh persamaan berikut:

15

Kalsium terikat protein (%) = 0.8 x Albumin (g/L) + 0.2 x Globulin (g/L) + 3 Kadar kalsium plasma juga mesti dievaluasi dengan hati-hati mempertimbangkan konsentrasi albumin plasma. Untuk menganggar kalsium terionisasi pada penderita dengan protein serum subnormal, koreksi 1 mg/dL adalah ditambah kepada kalsium serum untuk setiap 1 g/dL yang albumin serumnya adalah di bawah 4.0 g/dL. Contohnya, jika kalsium serum adalah 7.8 g/dL (nilai subnormal) dan albumin serum adalah hanya 3.0 g/dL, keadaan kalsium serum adalah dikoreksi dengan menambahkan 1 mg/dL; maka nilai koreksi 8.8 g/dL adalah dalam nilai normal. Dalam beberapa minit, sedikit berkurangnya konsentrasi kalsium ekstraseluler, kelenjar paratiroid melepaskan horman paratiroid, di mana peningkatan reabsorpsi kalsium pada segmen asenden loop of Henle dan tubulus distal, pengurangan ekskresi kalsium. Eksisi kelenjar paratiroid mengeliminasi sekresi hormon paratiroid, di mana homeostasis kalsium terganggu secara bermakna. Kalsitonin, diproduksi di dalam kelenjar tiroid, mengurangi reabsorpsi kalsium renal secara akut tetapi mempunyai sedikit efek pada homeostasis kalsium kronik. Operasi pembuangan kelenjar tiroid mengeliminasi kalsitonin tanpa mengubah konsentrasi ion kalsium ekstrasel. Tulang bertindak sebagai perantara kalsium utama tubuh. Bila kelenjar paratiroid melepaskan hormon paratiroid dalam responnya terhadap kekurangan kadar kalsium, reabsorpsi tulang adalah beruntung, dan kalsium dilepaskan. Vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium daripada traktus gastrointestinal, dan bertindak sebagai potensiasi oleh hormon paratiroid. Hiperkalsemia Hiperkalsemia adalah berhubungan dengan banyak proses penyakit dan mempunyai banyak tanda dan gejala. Hiperkalsemia ringan sampai sedang (11-14 mg/100mL) selalu tidak mempunyai gejala, tapi bila kadarnya mencapai 15 mg/100mL, perubahan klinis menjadi lebih biasa. Hiperkalsemia memproduksi perubahan utama dalam sistem saraf sentral (contoh, perubahan status mental), traktus gastrointestinal (contoh, muntah), ginjal (contoh, poliuri, kalkuli renal, oliguri, gagal ginjal), dan jantung (contoh, gangguan konduksi jantung). Sekarang, hiperkalsemia adalah biasanya terdiagnosa pada penderita asimptomatik, sedangkan bentuk klinis sebelumnya adalah manifestasi awal. Kemungkinan penyebab hiperkalsemia termasuk terapi diuretika tiazid, keganasan, atau adenoma hormon paratiroid. Pengobatan yang diperlukan termasuk diuresis dan pemberian normal saline untuk mendilusi kalsium plasma. Pengobatan utama ini juga berguna karena sodium menghambat reabsorpsi kalsium

renal. Terapi tambahan termasuk bisfofonat, kalsitonin, ambulasi, dan pengobatan keadaan yang mendasari. Keadaan tertentu, termasuk berbagai kanker yang berhubungan dengan hiperkalsemia, bisa diobati dengan agen pengurang kalsium seperti mitramisin dan glukortikoid. Pengaturan anestesi penderita dengan hiperkalsemia harus melibatkan pertahanan dari hidrasi dan output urin dengan cairan mengandung sodium. Pengawasan penderita dengan elektrokardiogram adalah berguna untuk mendeteksi kelainan konduksi jantung dengan memendeknya PR atau QT interval, dengan atau tanpa perluasan kompleks QRS. Penderita dengan kelemahan otot harus menerima dosis pelumpuh otot nondepolarisasi yang dikurangi (Tabel 46-11). Tabel 46-11 Penyebab Terkait peratiroid Penyebab utama hiperkalsemia Mekanisme Hiperparatiroidisme primer, termasuk adenoma soliter dan keganasan endokrin multipel; terapi litium; familial hiperkalsemia hipokalsiurik Terkait vitamin D Intoksikasi vitamin D; hiperkalsemia idiopatik pada bayi; meningkat dalam 1,25 (OH)2D; sarkoidosis dan penyakit granulomatous lain Berhubungan dengan turnover tulang tinggi Terkait keganasan, termasuk hubungan dengan gagal ginjal Hipertiroidisme, immobilisasi, tiazid, intoksikasi vitamin A Tumor solid dengan metastasis, tumor solid dengan mediator humoral hiperkalsemia, keganasan hematologis, hiperparatiroidisme sekunder berat, intoksikasi aluminium, milk-alkali syndrome

Hipokalsemia Dalam ruang operasi, hipokalsemia adalah biasanya banyak disebabkan oleh hiperventilasi akut atau infus darah sitrat yang melebihi dari 1.5 mL/kg/min. Kebanyakan penyebab hipokalsemia (konsentrasi plasma kurang dari 4.5 mEq/L) pada penderita rawat inap adalah kadar albumin rendah, seperti pada penderita yang sakit kritis dengan sepsis berat, terbakar, atau gagal ginjal akut dan pada penderita setelah transfusi ekstensif. Banyak penderita yang sakit kritis mempunyai albumin plasma rendah dan kadar kalsium plasma rendah dengan kadar kalsium terionisasi normal. Tidak ada alasan untuk mengkoreksi defisiensi kalsium, tapi keseluruhan nutrisi harus diperbaiki. Tanda dan gejala utama hipokalsemia termasuk perubahan status mental, tetani, tanda positif Chvostek dan Trousseau, spasme laring, hipotensi, dan disritmia. Penilaian elektrokardiograf harus menunjukkan pemanjangan interval QT atau malah blok jantung pada kasus berat. Pengobatan melibatkan infus intravena dari 10%

17

kalsium klorida (1.36 mEq/L) atau kalsium glukonat (0.45 mEq/L). Bila dosis kalsium yang sama diberikan, kedua persiapan adalah sama efektif untuk menyimpan kadar kalsium normal (Tabel 46-12).

Tabel 46-12 Penyebab

Penyebab utama hipokalsemia termasuk keadaan neonatus Mekanisme Hipoparatiroidisme herediter, hipoparatiroidisme didapat, hipomagnesemia Kurangnya vitamin D aktif: kurangnya intake atau kurangnya cahaya matahari; metabolisme terapi antikonvulsan yang tidak sempurna; vitamin D-dependent rickets type I

Tiada hormon paratiroid Tidak efektifnya hormon paratiroid

Pseudohiperparatiroidisme Tertewasnya hormon paratiroid

Vitamin D tidak efektif: malabsorpsi intestinal; vitamin D-dependent rickets type II Hiperfosfatemia akut, berat; lisis tumor, gagal ginjal akut, rhabdomyolisis; osteitis fibrosa setelah paratiroidektomi

Bila hipokalsemia disebabkan oleh volume infus yang besar dari saline isotonik (seperti yang terlihat semasa resusitasi pada syok), ia mungkin ditemani oleh hipomagnesemia. Hipomagnesemia bisa karena rusaknya tindakan vitamin D dan lambatnya koreksi dari hipokalsemia postresusitasi. Kadar magnesium harus diperiksa dan dikoreksi bila perlu. FISIOLOGI MAGNESIUM Magnesium sulfat telah digunakan selama banyak tahun di atas dasar empirik untuk mengawal konvulsi pada penderita dengan preeklampsi toksemia. Ion magnesium adalah dibutuhkan untuk banyak reaksi biokimia, dan kekurangannya bisa menghasilkan akibat penting secara klinis. Banyak sifat farmakologis hanya baru-baru ini telah dihargai. Magnesium diekskresi melalui traktus gastrointestinal dan ginjal. Total magnesium tubuh adalah hampir 2000 mEq. Magnesium ini adalah kation keempat terpenting di dalam tubuh dan merupakan kation intraseluler kedua terpenting. Magnesium mengaktifkan hampir 300 sistem enzim, termasuk banyak terlibat dalam

metabolisme energi. Ia dibutuhkan untuk memproduksi dan memerankan adenosin trifosfat, di mana fungsi penuh hanya bila diubah kepada magnesium. Proses lain yang tergantung pada magnesium termasuk produksi DNA, RNA, dan sintesis protein. Magnesium dibutuhkan untuk mengatur kemasukan kalsium ke dalam sel dan aksi kalsium di dalam sel. Magnesium memainkan peran penting dalam mengatur kebanyakan fungsi sel dan mungkin dianggap sebagai fisiologis alami antagonis kalsium. Hipomagnesemia Dengan tiadanya magnesium dalam makanan, ginjal mampu mengurangi ekskresi secara bermakna; tapi, hipomagnesemia adalah biasa pada penderita rawat inap, khususnya mereka yang dalam perawatan kritis, dan dimanifestasi bersama dengan ditemukan hipokalsemia. Sedikit hipomagnesemia terjadi pada olahragawan, dalam keadaan hipermetabolik seperti kehamilan, dan semasa penyesuaian dingin. Magnesium yang disimpan bisa menghilang pada penderita yang dibawah terapi diuretik jangka panjang atau penderita dengan diare kronis. Ingesi alkohol kronis menyebabkan kehilangan magnesium secara bermakna, dan kebanyakan pencandu alkohol yang dirawat inap mengalami kadar magnesium rendah. Defisiensi magnesium sendiri atau dalam kombinasi dengan diuretik menyebabkan hipokalemia dan digitalis menyebabkan aritmia bisa merespon terhadap terapi magnesium. Ia adalah seperti penderita yang teranestesi dengan defisiensi magnesium meningkatkan risiko aritmia perioperatif. Kekuatan otot pernafasan dirusak oleh hipomagnesemia, di mana bisa mengalami akibat klinis yang penting untuk anestesi dan perhatian kritis. Manifestasi tambahan termasuk iritabilitas sistem saraf pusat dengan kejang dan hiperrefleksia dan spasme otot skeletal (tanda positif Trousseau dan Chvostek). Pengobatan termasuk magnesium sulfat (1-2 mEq/kg), di mana harus diberi di atas 8-12 jam dengan pengukuran dan ramalan secara hati-hati kadar elektrolit. Pada aritmia akut, magnesium bisa diberikan dengan dosis 8-12 mmol/L (200-300 mg) intravena di atas 1-5 minit dengan pengawasan tertutup tekanan darah dan denyut jantung. Tekanan arterial, refleks tendon dalam, dan konsentrasi magnesium harus diawasi semasa penggantian asimptomatik dan mengancam jiwa. Pada penderita asimptomatik dengan hipomagnesemia ringan, penggantian oral adalah dipilih. Lebih jauh dari teori berisiko defisiensi magnesium dan memblok neuromuskular, kritikal klinis hipomagnesemia penting adalah berhubungan dengan keadaan dan proses patofisiologis berasosiasi dengan pengaturan keadaan ini (Tabel 46-13). Tabel 46-13 Penyebab Penyebab utama hipomagnesemia Mekanisme

19

Gangguan nutrisi primer Kelainan gastrointestinal

Intake tidak mencukupi; total nutrisi parenteral: refeeding syndrome Defek absorpsi spesifik; sindrom malabsorpsi; diare berkepanjangan; penyedotan nasogastrik berkepanjangan; pankreatitis

Kelainan endokrin

Hiperparatiroidisme; hipoparatiroidisme; hipertiroidisme; hiperaldosteronisme primer; Bartter syndrome; diabetes atau alkoholik ketoasidosis; pemberian epinefrin; Sindrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH); hungry bone syndrome setelah paratiroidektomi

Alkoholisme kronis, pengeluaran alkoholik, peningkatan ekskresi renal

Ingesi etanol; idiopatik; setelah transplantasi ginjal; obatan seperti sisplatin, aminoglikosida, amfoterisin B, diuretika, pentamidin, dan teofilin; fase penyembuhan nekrosis tubular akut; terapi faktor rangsangan koloni

Hipermagnesemia Hipermagnesemia (>2.5 mEq/L) banyak terjadi basanya dari penyebab iatrogenik dan penggunaan berlebihan antasida atau laksatif. Ia adalah jarang dalam kedokteran klinis, karena magnesium adalah berhubungan buruk dengan absorpsi dari traktus gastrointestinal dan eliminasi renal dari kelebihan magnesium adalah terlalu cepat (dalam 4-8 jam muatan magnesium). Karena eliminasi adalah secara langsung berhubungan dengan kecepatan filtrasi glomerular, penderita dengan gagal ginjal adalah berisiko tinggi mengembangkan hipermagnesemia. Tanda dan gejala adalah secara langsung berhubungan dengan kadar darah dan termasuk perubahan dalam saraf, kardiovaskular, pernafasan, dan sistem genitourinarius. Magnesium menekan sistem saraf sentral dan, pada awal 1900, telah digunakan secara efektif sebagai anestesi umum. Magnesium berpenetrasi ke dalam blood brain barrier secara jelek, tapi kadarnya di dalam cairan serebrospinal dikontrol dengan baik oleh mekanisme transpor aktif. Magnesium mungkin tidak mempunyai sifat utama antikonvulsi kecuali konvulsi diakibatkan dari defisiensi magnesium. Ia dipercaya bahwa aktivitas antikonvulsi dari magnesium adalah berhubungan dengan kekuatan aksi vasodilasi otak yang membalik vasospasme otak, yang dipikirkan menjadi penyebab konvulsi terpenting. Pada sistem saraf perifer, magnesium mencampuri pelepasan neurotransmitter pada semua persimpangan sinaptik dan menyebabkan aksi anestesi lokal. Pada persimpangan neuromuskular, konsentrasi magnesium 5 mmol/L menyebabkan blokade neuromuskular presinaptik secara bermakna dan meningkatkan aksi pelumpuh

otot nondepolarisasi. Ia mungkin menyebabkan kelemahan otot berat pada penderita dengan sindrom Eaton-Lambert atau miastenia gravis. Magnesium memanjangkan aksi pelumpuh otot depolarisasi (seperti suksinilkolin); pemberian sebelum menggunakan suksinilkolin mencegah pelepasan potasium ditimbulkan oleh relaksan. Pada sistem kardiovaskular, magnesium menghasilkan vasodilatasi melalui aksi langsung pada pembuluh darah dan bercampur dengan lingkungan luas dari bahan vasokontriktor. Ia juga mengurangi nada pembuluh perifer melalui blokade simpatetik dan hambatan pelepasan katekolamin. Dalam jantung terisolasi, peningkatan konsentrasi ion magnesium ditandai dengan depresi tekanan kontraktil. Pengurangan kemampuan miokard harus didemontrasikan setelah bolus 2.5 g magnesium sulfat. Laporan telah dipublikasi bahwa depresi miokard berat dengan kombinasi magnesium dan diltiazem. Pada jantung yang terisolasi, magnesium menghasilkan bradikardi, tapi pada subjek yang intak, hambatan vagal asetilkolin yang terlepas diproduksi oleh magnesium yang terlebih memandu memperlahankan intrinsik, dan terjadi takikardi ringan. Magnesium adalah efektif dalam mengobati berbagai aritmia, termasuk aritmia ventrikular, torsade de pointes, aritmia berhubungan dengan pemberian epinefrin, dan digitalis terasosiasi aritmia. Ia juga efektif pada aritmia tertentu yang diinduksi oleh hipokalemia, alkoholisme, dan miokard infark dan bisa melindung melawan bupivakain yang menginduksi aritmia. Pada sistem respirasi, magnesium tidak punya efek pada respirasi pusat, dan ia hanya punya efek depresi pernafasan yang disebabkan oleh blok neuromuskular yang dihasilkannya. Ia adalah bronkodilator yang efektif dan telah digunakan secara sukses pada asma berat. Karena magnesium menghambat katekolamin-induksi aritmia, kemungkinan magnesium bisa meningkatkan efektivitas -agonis dalam pengaturan asma telah dinilai dalam trial klinis. Pada sistem genitourinarius, magnesium adalah tokolitik kuat dan telah digunakan banyak tahun dalam pengaturan prematur labor. Magnesium juga digunakan dalam obstetri untuk mencegah penderita preekslampsi dari terjadinya kejang. Studi pada binatang menunjukkan bahwa magnesium mengsupresi aktivitas tajam elektroensefalograf. Kadar terapi magnesium dalam lingkungan dari 5.0-7.0 mg/dL bila diberikan untuk preekslampsi. Bila kadar melebihi 15-20 mg/dL, depresi pernafasan bisa menjadi sangat dalam. Dalam ginjal, magnesium adalah vasodilator ginjal dan diuretik. Gejala dan perubahan elektrokardiograf dari hipermagnesemia bersamaan kadar serum; menekan konduksi kardiak, perluasan kompleks QRS, pemanjangan interval PQ, dan mual muncul diantara 5 dan 10 mg/dL. Sedasi, hipoventilasi, pengurangan refleks tendon mendalam, dan kelemahan otot muncul pada kadar di antara 20-34 mg/dL, dengan hipotensi, bradikardi, vasodilatasi difus terjadi pada kadar 24-48 mg/dL. Arefleksia, koma, dan paralisis pernafasan terjadi saat 48-72 mg/dL. Untuk

21

alasan ini, semua penderita yang diterapi dengan magnesium adalah secara klinis diobservasi untuk intoksikasi magnesium. Eliminasi magnesium melibatkan pengisian cairan diikuti oleh atau dengan diuresis konkomiten. Terapi definitif melibatkan dialisis. Kebalikkan efek magnesium yang sementara bisa diatur dengan terapi kalsium. Karena hipermagnesemia menyebabkan efek depolarisasi dan nondepolarisasi pelumpuh otot, agen ini mesti dititrasi secara hati-hati dalam persimpangan dengan ramalan yang sesuai dengan blokade neuromuskular. Dalam pemotongan efek defisiensi magnesium adalah dikenali dengan baik, dan kebanyakan unit pelayanan kritis mengatur kadar magnesium. Dalam unit pelayanan koronari, beberapa studi telah menunjukkan bahwa infus magnesium sulfat bisa mengurangi kejadian dan keparahan aritmia jantung yang berhubungan dengan miokard infark. Banyak laporan dalam sastera mendeskripsikan efek bronkodilator magnesium dan ia sukses digunakan dalam pengaturan asma. Magnesium bisa mengurangi kejadian adrenergik yang diperantarai aritmia tanpa dicampuri dengan aksi bronkodilatasi -stimulansia dan menyumbang kepada relaksasi otot polos dari bronkiolus. Dalam ringkasannya, magnesium mempunyai beberapa kepentingan aksi farmakologis. Jalan eliminasinya adalah di ginjal. Magnesium harus dianggap sebagai obat kardiovaskular, pertama dan yang terkemuka, dengan antagonis kalsium dan sifat antiadrenergik yang bisa ditemani oleh depresi miokard ringan. FISIOLOGI FOSFAT Kira-kira 1 g fosfur dimakan setiap hari. Secara umum, intakenya melampui kebutuhan metabolik. Hampir 70% (700 mg) diabsorpsi secara utama dari usus kecil, dengan sisanya (300 mg) dieliminasi ke dalam feses. Dalam tambahan kepada 1,25-(OH)2D3 (vitamin D), hormon paratiroid memfasilitasi absorpsi fosfat dari lumen usus. Usus mengsekresi fosfat ke dalam lumen dan kemudian diabsorpsi kembali, kecuali ia diikat oleh kalsium atau antasid atau ia hilang melalui diare atau drainase melalui ostomis atau fistula. Di bawah keadaan diet normal, absorpsi fosfat terjadi melalui jalan difusi paraseluler dengan sedikit pengaturan. Bila konsentrasi fosfat luminal adalah rendah, mekanisme transpor aktif sodium-dependent diaktivasi, dan fosfat tambahan diserap. Bila intake diet adalah normal, absorpsi fosfat adalah proses tidak teregulasi secara essensial. Tapi, kation seperti kalsium, magnesium, dan aluminium mengurangi absorpsi fosfat melalui pengikatan secara langsung dengan fosfat di dalam lumen usus. Ia berguna secara klinis pada gagal ginjal untuk membatasi jumlah fosfat yang diabsorpsi kembali oleh usus. Karena tidak teregulasinya secara alami absorpsi fosfat dalam usus, ginjal menjadi organ utama yang mengekskresi kelebihan fosfat. Ginjal

secara normal mengekskresi 700 mg/hari melalui penapisan 6 g dan reabsorpsi 5.3 g. Pengeluaran fosfat melalui urin hampir sama dengan absorpsi intestinal. Fosfat menyimpan dan melepaskan energi melalui ikatan fosfat berenergi tinggi dan adalah struktur penting protein, lipid dan tulang. Fungsi tulang adalah sebagai reservoir utama fosfat dan kalsium dalam tubuh. Bila tubuh memerlukan lebih kalsium, tulang terpecah untuk melepaskan kalsium untuk kegunaan tubuh. Sebagai tambahan terhadap kalsium, jumlah fosfat secara bermakna adalah juga dibebaskan. Keseimbangan ini diatur oleh proses regulasi yang didiskusikan dalam bagian sebelumnya. Faktor sokongan dalam uptake seluler termasuk glukosa, fruktosa, alkalosis, insulin, stimulasi -adrenergik, dan anabolisme. Fosfat terjadi dalam bentuk organik dan inorganik. Plasma mengandung fosfat lipid, fosfat ester organik, dan inorganik fosfat, termasuk divalen (HPO42-) dan monovalen (H2PO4-) fosfat. Pada pH fisiologis, 80% dari fosfat inorganik adalah divalen. Secara normal, plasma fosfat inorganik dipertahankan di antara 3.0-4.5 mg/100 ml pada dewasa dan 4.0-5.0 mg/100 ml pada anak-anak. Hormon paratiroid menghambat reabsorpsi fosfat inorganik pada tubulus proksimal dan meningkatkan ekskresi fosfat inorganik. Pada hewan, tiroparatiroidektomi, hormon paratiroid tidak ada, dan reabsorpsi fosfat inorganik meningkat secara bermakna dan akhirnya meningkatkan kadar fosfat inorganik plasma. Pada penderita dengan hiperparatiroidisme, sekresi hormon paratiroid meningkat, dan kadar fosfat inorganik dalam plasma adalah rendah; akan tetapi, keadaan stabil ekskresi fosfat inorganik urin adalah tidak meningkat karena ia tergantung secara luas pada absorpsi fosfat inorganik intestinal. Pengurangan diet fosfat inorganik menyebabkan hampir 100% reabsorpsi fosfat inorganik yang ditapis dan untuk mengurangi fosfat urin kepada nol. Hiperfosfatemia Hiperfosfatemia berat terjadi setelah kerusakan jaringan atau kematian sel. Hiperfosfatemia sedang sampai berat bisa disebabkan oleh rusaknya kemampuan ekskresi fosfat karena gagal ginjal. Sebagai gagal ginjal yang bertambah buruk dan kecepatan filtrasi glomerular jatuh di bawah 25 ml/minit, hiperfosfatemia bisa berkembang. Penyebab lain termasuk iatrogenik, hipotermia, gagal hati masif, dan keganasan hematologis tertentu berhubungan dengan turnover sel tinggi. Penambahan turnover sel bisa menjadi bagian dari keganasan atau bisa diakibatkan oleh destruksi sel bila kemoterapi dilakukan. Hipoparatiroidisme bisa menyebabkan hiperfosfatemia dengan adanya fungsi ginjal normal. Peningkatan cepat dalam fosfat serum bisa menyebabkan perkembangan hipokalsemia berat. Hipokalsemia diakibatkan oleh kurangnya produksi kalsitriol, di

23

mana secara bermakna mengurangi absorpsi kalsium di traktus gastrointestinal. Ia mungkin bisa dengan terang mempresipitasi kalsium dan fosfat, lebih lanjut mengurangi kadar kalsium serum. Bila produk kalsium fosfat melebihi 70, risiko kalsifikasi abnormal meningkat. Pengobatan melibatkan pemberian antasid yang berikatan dengan fosfat seperti aluminium antasid dan sukralfat, kalsium sitrat, atau kalsium karbonat dan bisa termasuk dialisis, khususnya pada penderita dengan gagal ginjal. Hipofosfatemia Hipofosfatemia mempunyai banyak penyebab dan menjadi berat bila kadar serum fosforus kurang dari 1mg/dl. Kondisi yang menyebabkan kadar fosfat yang rendah termasuk alkalosis respiratori yang berkepanjangan dan pengambilan seluler yang cepat. Hipofosfatemia berat dengan defisiensi yang total biasanya menggambarkan diet yang buruk atau konsumsi antasid pengikat fosfat atau keduanya. Hipofosfatemia terjadi pada keadaan alkoholisme (50% alkaholik yang di rawat inap), ketoasidosis, diuresis osmotik, asidosis, dan katabolisme. Penurunan intake dan absorpsi serta peningkatan urien adalah penyebab sering. Pada alkoholik kronik, reduksi kadar fosforus pada otot skletal terjadi karena kehilangan fosfat renal. Sindroma hipofosfatemik adalah termasuk gabungan dari kekurangan fosfat, rhabdomiolisis, kardomiopati, insufisiensi respiratorik karena kelemahan otot, disfungsi leukosit, demineralisasi, skletal asidosis metabolik, dan disfungsi sistem syaraf. Sebelum menginisiasi pengobatan, penyebab hipofosfatemia perlu diidentifikasi dengan jelas melalui pengukuran gas darah arteri dan konsentrasi ion kalsium, magnesium, kalium, dan serum serta fosforus urin. Garam fosfat seperti natrium atau kalium fosfat tersedia dalam sediaan oral atau intravena. Kadar total yang ingin didapatkan dari penambahan volume distribusi (400ml/kg) dengan kadar fosfat inorganik yang diinginkan. Kadar administrasi intravena tidakboleh melebihi 0,25 mmol/kg selama 4-6 jam untuk menghindari hipokalsemia dan kerusakan jaringan. Suplementasi oral sering dilimitasi pada 30mmol/hari (1gr/hari) karena dapat menginduksi diare. Hiperfosfatemia perlu dihindari karena bisa menyebabkan hipokalsemia dan deposit kristal pada mata, jantung, paru, pembuluh darah, dan ginjal. Kebanyakan pasien dengan hipofosfatemik seperti dengan ketoasidosis diabetikum atau sedang olahraga berat, bukanlah deplesi fosforus yang berat kecuali mereka sudah lama sakit. Mereka bisa dirawat dengan segelas susu (100mg/dl atau 33mmol/l fosforus). Setelah kadar serum fosfat normal, konsentrasi serum fosfat inorganik dan ion kalsium serta sampel urin 24 jam perlu dimonitor untuk memastikan adanya keseimbangan. Fisiologi Klorida Klorida adalah anion predominan dalam volume ECF. Hiperkloremik, asidosis

metabolik merupakan hasil dari kelebihan intake atau eksresi inadekuat karena disfungsi ginjal. Bila mengadmisiter infus pada pasien tertentu kadar garam bikarbonat, asetat, sitrat, atau fosfat perlu disubsitusikan untuk garam klorida. Kehilangan berlebihan klorida pada sekresi lambung atau urin menyebabkan alkalosis hipokloremik. Deplesi klorida cendeung melimitasi eksresi bicarbonat dan ini dapat disebabkan oleh reduksi penghantaran klorida ke tubulus pengumpul dimana klorida diperlukan untuk sekresi bicarbonat dalam penukaran klorida-bicarbonat. Reabsorpsi ditingkatan pada keadaan deplesi klorida karena umumnya berhubungan dengan deplesi volume ECF. Ketika tersedia reabsorpsi klorida yang sedikit, sejumlah fraksi natrium perlu direabsorpsi dengan bikarbonat dengan peningkatan sekresi proton60. Natrium atau kalium klorida peru diadministrasi bila terjadi deplesi volume intravaskular atau hipokalemia. Bila ini tidak bermasalah, 0,1N asam hidroklorida (HCl) perlu diadministrasi melalui kateter sentral. Dosis klorida= (Cl yang diinginkan Cl yang diukur) x 0,2 x BB (kg) Fisiologi Glukosa danPengaturan Cairan Close Monitoring Glukosa merupakan sumber energi penting, dan insulin memfasilitasi pergerakan glukosa ke dalam sel dalam suatu proses yang juga memerlukan kalium dan fosfat. Sel darah merah, luka yang sedang sembuh, otak, dan medula adrenalis memerlukan glukosa sebagai bahan bakar atau bensin dalam jumlah kira-kira 2mg/kg/min. Untuk mengkontrol glukosa darah penting dilakukan monitoring yang ketat. Strip reagen yang mengandung glukosa oksidase diukur dengan glukometer, memberikan hasil yang cepat dan reliable penting untuk mengetahui regimen insulin atau agen hipoglikemik oral bagi setiap pasien dan kemuadian mengukur glukosa darah preoperatif, intraoperatif, dan postoperatif. Kerusakan pada organ, penyakit arteri koronari, adan neuropati otomomik bisa mengkontribusi pada resiko terjadinya aspirasi, miokard infark, dan neuropati periperal. Hiperglikemia Hiperglikemia (>180-200 mg/dl) sering disebabkan oleh defisiensi insulin, resistensi reseptor insulin, atau kelebihan glukosa. Hiperglikemia menyebabkan diuresis osmotik, exaserbasi otak dan sumsum tulang, gangguan ginjal karena iskemia, delayed wound healing, dan merusak fungsi WBC. Hiperglikemi meningkatkan resiko ikterik neonatus, resiko kerusakan otak neonatus, fetal asidosis kalau fetus menjadi iskemia. Pada saat insulin yang supramaximal, orang dewasa hanya dapat menggunakan glukosa dengan rata-rata 3-5 mg/kg/min pada saat istirahat (kira-kira 240 ml/ jam dari 5% pelarut). Rata-rata maximal metabolisme sedikit dalam keadaan stres dan meningkat lebih dari rata-rata metabolik. Secara umum, rata-rata normal dapat

25

mencapai 2-3 mg/kg/min (120-180 mg/kg/min) dengan 100 gr/jam untuk 70 kg (200ml dari 5% larutan dextrose/jam) dan optimal rata-rata