TUGAS SARJANA
Transcript of TUGAS SARJANA
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
PENGENDALIAN PERSEDIAAN SUKU CADANG MESIN-
MESIN PABRIK DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III
PKS RAMBUTAN TEBING TINGGI
TUGAS SARJANA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Oleh
HERWANDI SILALAHI
080423044
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat TYME, atas segala berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Tugas Sarjana di PTPN III PKS
Rambutan Tebing Tinggi dan dapat menyelesaikan laporan ini.
Pelaksanaan Tugas Sarjana merupakan pengalaman yang berharga, dimana
saya dapat memperoleh pelajaran yang banyak dari dunia kerja secara langsung.
Tugas Sarjana ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar
sarjana pada Jurusan Teknik Industri, Program Ekstensi, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara. Dalam hal ini penulis mengangkat suatu
permasalahan yaitu “Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-mesin
Pabrik”.
Penulis berupaya menyempurnakan laporan ini, namun penulis menyadari
bahwa tidak ada yang sempurna, mungkin terdapat kekurangan-kekurangan akibat
kesalahan penulis, untuk itulah penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun guna menyempurnakan laporan ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga laporan ini
bermanfaat bagi kita semua.
Universitas Sumatera Utara Penulis
Medan, Juni 2009
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam penulisan Tugas Sarjana ini, penulis mendapatkan banyak bantuan,
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT., selaku Ketua Departemen Teknik Industri,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Ir. Elisabeth Ginting, MSi., selaku dosen pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan dan waktunya kepada penulis untuk menyelesaikan
tugas sarjana ini.
3. Ibu Ir. Nurhayati Sembiring, MT., selaku dosen pembimbing II yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan kepeda penulis dalam
penyelesaian tugas sarjana ini.
4. Bapak Rediman Silalahi, ST., selaku Manager Pabrik Kelapa Sawit PTPN III
PKS Rambutan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan riset tugas sarjana pada perusahaan tesebut.
5. Bapak Seno A.P, ST., selaku asisiten pada bagian pengolahan Pabrik Kelapa
Sawit yang telah banyak memberikan bimbingan selama pelaksanaan riset
tugas sarjana ini.
6. Seluruh staf dan karyawan pada PTPN III PKS Rambutan yang bersedia
memberikan masukan-masukan mengenai pabrik.
7. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan baik secara moril
maupun material dan doa, serta abang dan adik yang saya sayangi.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
8. Siska Damayanti, Amd., yang setia menemani, memberikan dukungan dan
bantuan kepada penulis.
9. Semua teman-teman penulis angkatan 2003 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
10. Seluruh staff Jurusan Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.
Penulis berupaya menyempurnakan laporan ini, namun penulis menyadari
bahwa tidak ada yang sempurna, mungkin terdapat kekurangan-kekurangan akibat
kesalahan penulis, untuk itulah penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun guna menyempurnakan laporan ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga tugas sarjana ini
bermanfaat bagi kita semua.
Universitas Sumatera Utara Penulis
Medan, Juni 2009
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR ISI
BAB HALAMAN
JUDUL …………………………………………………………………….. i
LEMBAR PENGESAHAN……………...……………………….………. ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………… iii
UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………. iv
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... vi
DAFTAR TABEL ………………………………………………............... x
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………......... xi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. xii
ABSTRAK …………………………………………………….....……... xiii
I PENDAHULUAN…………………………………………….………… I-1
1.1. Latar Belakang Permasalahan ............................................................ I-1
1.2. Rumusan Permasalahan ...................................................................... I-2
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ I-3
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................. I-3
1.5. Pembatasan Masalah ........................................................................... I-3
1.6. Asumsi Masalah .................................................................................. I-4
1.7. Sistematika Penulisan .......................................................................... I-4
II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ............................................... II-1
2.1. Sejarah Perusahaan ............................................................................ II-1
2.1.1. Ruang Lingkup Bidang Usaha ................................................. II-3
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN
2.1.2. Lokasi Perusahaan ................................................................... II-4
2.1.3. Organisasi dan Manajemen ...................................................... II-5
2.1.4. Pembagian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab .............. II-4
2.1.5. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ....................................... II-8
2.1.6. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya ............................. II-16
2.2. Proses Produksi ................................................................................ II-17
2.2.1. Standar Mutu Produk ............................................................. II-18
2.2.2. Bahan yang Digunakan .......................................................... II-19
2.3. Uraian Proses ................................................................................... II-21
2.4. Mesin dan Peralatan ......................................................................... II-33
2.5. Utilitas .............................................................................................. II-44
2.6. Safety and Fire Protection ............................................................... II-45
2.7. Waste Treatment .............................................................................. II-46
III LANDASAN TEORI .............................................................................. III-1
3.1. Pengertian dan Tujuan Pengendalian Persediaan ............................. III-1
3.2. Fungsi dan Jenis-Jenis Persediaan ………………………………… III-4
3.3. Sistem Persediaan …………………………...…………………..... III-5
3.4. Sistem Pemesanan dalam Pengendalian Persediaan ……….……… III-7
3.5. Biaya-Biaya dalam Persediaan ………………...………………….. III-9
3.6. Model-Model Persediaan ………………...………………………. III-14
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN
3.7. Pengendalian Persediaan dengan Klasifikasi ABC ........................ III-16
3.7.1. Identifikasi Material Menggunakan Klasifikasi ABC …….. III-18
3.7.2. Penggunaan Klasifikasi ABC ………………..…….............. III-19
3.8. Metode Economic Order Quantity ……..…………….…..……… III-20
3.9. Terminologi Sistem Persediaan ……………………………..…… III-23
3.10. Klasifikasi Suku Cadang …………………………...…………… III-25
IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... IV-1
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... IV-1
4.2. Rancangan Penelitian ....................................................................... IV-1
4.3. Objek Penelitian …………………………………………………... IV-2
4.4. Variabel Penelitian ……………………........................................... IV-2
4.5. Jenis Penelitian ………………………………………………......... IV-2
4.6. Pelaksanaan Penelitian ……………………………………………. IV-3
4.7. Pengolahan Data ……………………………………………...…… IV-5
4.8. Analisis Pemecahan Masalah …………………………...………… IV-7
4.9. Kesimpulan dan Saran ………………………………………...…... IV-8
V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ………………....... V-1
5.1. Metode Pengumpulan Data …………………………….………...... V-1
5.1.1. Data Primer …………………………………………...……... V-1
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN
5.1.2. Data Skunder ………………………………………...………. V-2
5.2. Pengolahan Data ……………………..…………………...………... V-6
5.2.1. Menentukan Total Harga Suku Cadang Mesin …….......…..... V-6
5.2.2. Penentuan Material Kritis ............................................…...…. V-9
5.2.3. Data Break Down Time Mesin Kritis .................................... V-15
5.2.4. Data Pemakaian Suku Cadang Mesin Kritis Tahun 2009 ..... V-15
5.2.5. Perhitungan Jumlah Pemesanan Menggunakan
Metode EOQ ………………………………………...…….. V-16
5.2.6. Reorder Point Pemesanan ………………………...……….. V-23
5.2.8. Total Biaya Persediaan ……………………………….……. V-28
VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ……...………….…………. VI-1
6.1. Analisis Klasifikasi ABC …………………………….…………… VI-1
6.2. Analisis Frekuensi Pemesanan Suku Cadang Mesin ……………… VI-2
6.3. Analisis Jumlah Pemesanan Ekonomis …................……………… VI-3
6.4. Analisis Total Biaya Persediaan ....................................................... VI-3
VII KESIMPULAN DAN SARAN …………………………...…………. VII-1
7.1. Kesimpulan ……………………………………………….……… VII-1
7.2. Saran …………………………………………………….……...... VII-2
DAFTAR PUSTAKA …………………………….….............................. xiv
LAMPIRAN
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
2.1. Susunan dan Jumlah Tenaga Kerja PTPN III PKS Rambutan......... II-14
2.2. Jam Kerja Bagian Produksi ...……………………………………... II-15
2.3. Jam Kerja Bagian Administrasi...…………………………………. II-15
2.4. Standar Mutu Minyak Sawit...………………………………….…. II-18
2.5. Standar Mutu Inti Sawit...…………………………….………........ II-19
5.1. Data Kebutuhan Suku Cadang Tahun 2009 ………………………….. V-3
5.2. Data Break Down Time Mesin Tahun 2008 ......................................... V-4
5.3. Total Harga Suku Cadang Mesin Tahun 2009 ……………………….. V-6
5.4. Total Harga Suku Cadang Terbesar Sampai Terkecil ………………... V-8
5.5. Klasifikasi Suku Cadang Mesin dengan Sistem ABC ……………… V-11
5.6. Kelompok Suku Cadang Kritis (Kelompok A) ................................... V-14
5.7. Data Break Down Time Suku Cadang Mesin Kritis Tahun 2008 ....... V-15
5.8. Data Pemakaian Suku Cadang Mesin Tahun 2009 ............................. V-16
6.1. Ringkasan Pengelompokkan Sistem ABC ………………………….. VI-1
6.2. Perbandingan Frekuensi Pemesanan oleh Perusahaan dengan
Metode EOQ ………………………………………………………… VI-2
6.3. Perbandingan Jumlah Pemesanan oleh Perusahaan dengan
Metode EOQ ………………………………………………………… VI-3
6.4. Perbandingan Total Biaya Persediaan Perusahaan per Tahun dengan
Metode EOQ ………………………………………………………… VI-9
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
2.1. Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III PKS
Rambutan ……………………………………………………….... II-7
2.2. Grafik Sistem Perebusan Tiga Puncak ………………………….. II-25
2.3. Blok Diagram Proses Pengolahan Kelapa Sawit (TBS) ….…….. II-32
3.1. Diagram Sistem Persediaan Q-Sistem …………………………... III-9
3.2. Grafik Biaya Pemesanan .............................................................. III-11
3.3. Grafik Biaya Peyimpanan ............................................................ III-12
3.4. Grafik Total Biaya Persediaan ……....…………………………. III-13
3.5. Pengelompokkan Barang Sistem ABC ………………………… III-18
4.1. Tahapan Proses Penelitian ………………………………………. IV-4
4.2. Blok Diagram Pengolahan Data ………………………………… IV-6
5.1. Hasil Pengelompokkan Suku Cadang Sisitem ABC ……………. V-13
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN HALAMAN 1. Data Break Down Time Mesin Tahun 2008 ……………............. L-1
2. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Suku Cadang
Kritis .…………………………………………………………..... L-2
3. Surat Permohonan Tugas Sarjana ………………………………. L-3
4. Surat Permohonan Riset Tugas Sarjana untuk Perusahaan ........... L-4
5. Surat Balasan dari Perusahaan ...................................................... L-5
6. Surat Keputusan Tugas Sarjana …………………………………. L-6
7. Lembar Asistensi ........................................................................... L-7
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
ABSTRAK PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan adalah suatu perusahaan industri yang bergerak di bidang pengolahan minyak sawit (Crude Palm Oil) dan inti sawit (Palm Kernel). Perusahaan beroperasi dengan menggunakan mesin/peralatan yang semi modern. Mesin dan peralatan memiliki suku cadang, dimana suku cadang mesin harus selalu tersedia di gudang. Persediaan suku cadang mesin di gudang dapat menimbulkan biaya penyimpanan. Semakin lama suku cadang yang disimpan akan mengakibatkan semakin besar biaya penyimpanan (biaya investasi), sebaliknya penyimpanan suku cadang yang tidak terlalu lama dapat menurunkan biaya penyimpanan, akan tetapi menyebabkan frekuensi pembelian suku cadang semakin besar yang berarti total biaya pemesanan semakin besar. Oleh sebab itu perusahaan harus melakukan pengendalian persediaan suku cadang mesin yang lebih efektif dan efesien. Kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan selama ini mampu menjamin kelancaran persediaan suku cadang mesin, sehingga tidak terjadinya kekurangan persediaan di gudang. Namun sistem pemesanan tidak tetap dan kuantitas pemesanan terlalu besar, sehingga dapat menimbulkan biaya persediaan suku cadang yang tidak optimal. Oleh sebab itu penulis ingin memberikan solusi bagaimana mendapatkan total biaya persediaan yang lebih ekonomis (optimal). Pengoptimalan biaya persediaan suku cadang mesin dilakukan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) dan Metode Lot For Lot. Penelitian dilakukan terhadap jenis suku cadang yang dinilai kritis dengan tahap-tahap pengolahan sebagai berikut : (1) Mengetahui pemakaian suku cadang mesin berdasarkan break down time mesin, (2) Penentuan suku cadang kritis berdasarkan klasifikasi ABC, (2) Penentuan jumlah pemesanan ekonomis, (3) Penentuan titik pemesanan kembali, dan (4) Perhitungan total biaya persediaan yang optimum. Dari jumlah pemakaian suku cadang mesin berdasarkan break down time mesin dan penentuan suku cadang mesin berdasarkan klasifikasi ABC diperoleh 12 item suku cadang kritis dari 40 item suku cadang mesin, yaitu : Phericall roller bearing, Roller clain pitch, Left & right handed worm P/N 13, Nozzle, Press cylinder S/N 12, Bcarer ref 7 ac.ar.al, Coupling p/n 58949044, Trust miracle, Pipa steam, Bearing SKF 29326, Top screen assembly mesh 40, dan Top screen assembly mesh 30. Hasil total biaya persediaan yang diperoleh menggunakan metode LFL adalah sebesar Rp. 6.630.000, sedangkan total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp. 17.528.250. Artinya dengan menggunakan metode LFL perusahaan dapat menghemat total biaya persediaan sebesar Rp 10.898.250 atau sebesar 49,93 % dari total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi merupakan suatu industri yang
berproduksi dengan menggunakan peralatan/mesin yang semi modern dalam
melaksanakan kegiatan produksinya. Tersedianya bahan dan peralatan/mesin yang
dibutuhkan merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjamin kelancaran
proses produksi. Tanpa adanya sistem persediaan yang baik, perusahaan akan
dihadapkan pada permasalahan yang dapat mengganggu kelancaran proses
produksinya, maka perlu diadakan persediaan baik bahan maupun peralatan/mesin
untuk memenuhi kebutuhan.
Dalam suatu proses produksi ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
yaitu bagaimana meningkatkan kapasitas produksi, perencanaan dan pengendalian
persediaan. Persediaan suku cadang mesin berguna untuk mengganti suku cadang
mesin yang mengalami kerusakan agar proses produksi tidak terhambat. Investasi
persediaan suku cadang memerlukan biaya yang tinggi, akan tetapi dilain pihak
suku cadang harus siap sedia di gudang untuk kelangsungan proses pelayanan
dalam pemeliharaan dan perbaikan suku cadang mesin.
Untuk mencapai jumlah pemesanan yang ekonomis dan total biaya
persediaan yang optimal, maka perusahaan harus senantiasa menjaga ketersediaan
suku cadang mesin. Hal ini terkadang tidak dilakukan perusahaan dengan
perhitungan yang cermat dan kurang efisien, yaitu rata-rata penyimpanan suku
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
cadang mesin di gudang sekitar 10 sampai 11 bulan setiap tahunnya ditambah
dengan terjadinya break down time mesin, sehingga dapat menimbulkan kerugian
terhadap total biaya persediaan suku cadang mesin.
Sistem pemesanan suku cadang mesin-mesin di PTPN III PKS Rambutan
yang ada pada saat ini dilakukan dengan sistem pemesanan secara periodic setiap
tahunnya. Kebijakan dalam pengendalian persediaan suku cadang mesin yang
diterapkan oleh perusahaan saat ini menimbulkan biaya penyimpanan yang cukup
besar. Berdasarkan data nilai barang pada tahun 2008 di PTPN III PKS Rambutan
diketahui bahwa jumlah total harga 40 jenis suku cadang yang dibeli adalah
sebesar Rp. 395.792.500, sedangkan nilai dari pemakaian suku cadang mesin
sebesar Rp. 364.935.000. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi akumulasi
nilai suku cadang sebesar Rp. 66.857.500 atau sekitar 16,89 %. Dengan biaya
penyimpanan selama 11 bulan, maka biaya total persediaan yang dikeluarkan oleh
perusahaan sebesar Rp. 27.928.190, artinya biaya yang diserap akibat
penyimpanan suku cadang yang cukup lama lebih besar. Hal ini merupakan suatu
masalah yang harus dipecahkan.
1.2. Rumusan Permasalahan
Adapun masalah yang ada pada PTPN III PKS Rambutan dalam hal
pengendalian persediaan suku cadang mesin-mesin yaitu jumlah pemesanan suku
cadang yang tidak ekonomis, sehingga apabila pemesanan dilakukan, kuantitas
pemesanannya bervariasi yang mengakibatkan menumpukknya suku cadang
digudang. Apabila persediaan suku cadang digudang menumpuk, maka akan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
menimbulkan biaya investasi (biaya penyimpanan) terhadap suku cadang tersebut.
Biaya investasi terhadap suku cadang mesin dapat menimbulkan biaya persediaan
suku cadang tidak optimal, sehingga masalah-masalah tersebut dapat
menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap perusahaan. Maka permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana meminimisasi biaya
persediaan suku cadang mesin-mesin pabrik yang optimum berdasarkan sistem
pemesanan tetap (Q sistem) dan ukuran pemesanan dengan metode Lot For Lot.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Menentukan suku cadang mesin-mesin pabrik yang dinilai paling kritis.
2. Menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis.
3. Menentukan titik pemesanan kembali (reorder point)
4. Meminimisasi biaya persediaan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian tugas sarjana ini antara lain :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perusahaan dalam
menyusun perencanaan dan pengendalian persediaan suku cadang mesin yang
optimal di masa yang akan datang.
2. Menambah informasi-informasi secara teoritis tentang hal-hal yang
berhubungan dengan pengendalian persediaan suku cadang mesin.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3. Dapat membandingkan teori-teori yang diperoleh pada saat mengikuti
perkuliahan dengan praktek di pabrik.
1.5. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Pemecahan masalah yang dilakukan hanya pada bagian persediaan suku
cadang mesin-mesin pabrik .
2. Jumlah pemakaian suku cadang tahun 2009 berdasarkan break down time
mesin tahun 2008.
3. Pembahasan hanya dilakukan terhadap suku cadang mesin-mesin yang dinilai
paling kritis.
4. Pengelompokan suku cadang mesin-mesin kritis dilakukan dengan
menggunakan analisis klasifikasi ABC.
5. Model persediaan yang digunakan berdasarkan sifatnya adalah static
deterministic inventory model, sedangkan berdasarkan kebijakan yang
digunakan menggunakan fixed reorder quantity models.
6. Analisis masalah dibatasi hanya pada metode EOQ dan Lot For Lot.
7. Aspek finansial dibatasi hanya pada biaya–biaya yang berhubungan dengan
masalah persediaan suku cadang mesin-mesin pabrik.
1.6. Asumsi Masalah
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
1. Lead time pemesanan untuk setiap jenis suku cadang mesin diketahui dan
konstan.
2. Pemesanan suku cadang mesin dilakukan tanpa adanya potongan harga.
3. Tidak adanya kekurangan persediaan (stock out cost).
4. Proses produksi dianggap cukup baik dan tidak terjadi perubahan pada mesin-
mesin pabrik.
5. Pola kerusakan mesin (break down) diketahui dan konstan.
I.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tugas sarjana terdiri atas tujuh bab, yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, tujuan, perumusan
masalah, pembatasan masalah, dan asumsi yang dipakai untuk
menganalisa data yang ada.
BAB II : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Bab ini berisikan tentang sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang
usaha, proses produksi, serta organisasi dan manajemen.
BAB III : LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan secara lengkap tentang dasar teori yang
dipakai dalam analisis dan pemecahan masalah yang dirumuskan
untuk mencapai tujuan studi.
BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Pada bab ini diuraikan tentang tempat dan waktu penelitian, obyek
penelitian, dan tahapan proses penelitian.
BAB V : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisikan tentang data yang diambil untuk mendukung
pelaksanaan studi/penelitian dan perhitungan terhadap data yang
diambil untuk memperoleh variabel-variabel yang dipakai dalam
menentukan analisa.
BAB VI : ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
Bab ini berisikan tentang penganalisaan variabel-variabel yang
diperoleh untuk mendapatkan perhitungan dan kesimpulan yang
tepat terhadap penelitian.
BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memuat butir-butir penting dari hasil penganalisaan dan
memberikan saran atau usulan mengenai berbagai hal
kemungkinan aplikasi hasil studi ini dalam dunia nyata.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan
PTPN III PKS Rambutan merupakan salah satu Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha pengolahan kelapa sawit.
Pada awalnya PTPN III bernama PTP V, dimana PTP V tersebut adalah
perusahaan perkebunan milik swasta Belanda dengan nama NV RCMA (Rubber
Culture Mats Chaappij Amsterdam). Pada tahun 1958 perusahaan
dinasionalisasikan menjadi PPN cabang Sumatera Utara. Nasionalisasi menjadi
cabang Sumatera Utara ini berdasarkan PP No. 24/1958 JO, keputusan Menteri
Pertanian No. 229.1957 JO, No. 49/1958 JO dan UU No. 86/1958. Perusahaan ini
melakukan aktivitas produksi selama tiga tahun. Karena terjadinya pergolakan-
pergolakan politik, maka dilakukan reorganisasi dalam tubuh perusahaan. Dengan
PP No. 164/1961 tanggal 26 Agustus 1961 PPN cabang Sumatera Utara berubah
nama menjadi PPN Sumatera Utara IV. PPN Sumatera Utara IV berproduksi
selama dua tahun. Pada tanggal 20 Mei 1963 dilakukan reorganisasi dalam
perusahaan. Reorganisasi ini menghasilkan perubahan nama perusahaan menjadi
PPN karet V dari tahun 1963 sampai dengan 1968.
Pada tanggal 19 April 1968, dengan surat keputusan Menteri Pertanian No.
55/KPT/OP/1968, PPN karet berubah menjadi PNP V, PNP V kembali berubah
nama menjadi PTP V dengan dikeluarkannya PP No. 17/1971 tanggal 29 Mei
1971 dan SK Menteri Keuangan No. 258/SK/IV/1/1976 pada tanggal 19 Maret
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
1976. Pada tahun 1992 dilakukan konsolidasi bersama PTP lainnya. Konsolidasi
teresebut menghasilkan penggabungan perusahaan yang menggabungkan PTP III,
PTP IV dan PTP V dengan seorang direksi yang berkedudukan di PTP masing-
masing. Pada tahun 1996 penggabungan PTP tersebut menjadi PTP Nusantara III
yang berkedudukan di Sei Skambing Medan Sumatera Utara. Sedangkan Pabrik
Kelapa Sawit Rambutan dibangun pada tahun 1983 dan merupakan salah satu
pabrik dari 11 PKS yang dimiliki oleh PTP Nusantara III yang terletak di Desa
Paya Bagas Kecamatan Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi
Sumatera Utara sekitar 85 km ke arah Tenggara Kota Medan.
Tata letak PTPN III PKS Rambutan terdiri atas :
1. Tempat pengolahan kelapa sawit
2. Laboratorium
3. Instalasi
4. Pembangkit tenaga listrik
5. Bengkel
6. Tempat penyimpanan minyak sawit dan inti sawit
7. Kantor
8. Parkir
9. Perumahan staff dan karyawan
10. Kamar mandi
11. Pengolahan limbah
Dalam menghadapi pasar bebas di era globalisasi sekarang ini, PTPN III
PKS Rambutan telah menerapkan :
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
1. Sistem Manajemen Mutu ISO 9001
Sasaran Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 adalah untuk menjamin produksi
yang dihasilkan sesuai dengan standar secara konsisten dan memuaskan
pelanggan yang telah di audit oleh pihak external pada bulan Mei tahun 2000
(PT. TUV INTERNASIONAL INDONESIA) dan telah mendapat Sertifikat
ISO 2002.
2. Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001
Tujuan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 adalah mengembangkan
usaha perkebunan dan industri hilir yang berwawasan lingkungan. Telah
menjalani TRIAL AUDIT oleh pihak eksternal (PT Surveyor Indonesia) pada
bulan Juni tahun 2000.
3. Sistem Manajemen Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Tujuan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja adalah
memberikan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap seluruh
staff dan karyawan. Telah menjalani audit oleh pihak eksternal (PT.
Sucopindo) pada bulan oktober 2000. Atas Rekomendasi PT. Sucopindo, PKS
Rambutan memperoleh “SERTIFIKAT DAN BENDERA EMAS“.
PTPN III PKS Rambutan juga mendapatkan “PIAGAM PENGHARGAAN
ZERO ACCIDENT AWARD”
2.1.1. Ruang Lingkup Bidang Usaha
PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi bergerak dalam bidang usaha
pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dan inti
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
sawit (Kernel), sedangkan produk sampingannya berupa cangkang dan fiber yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar penggerak turbin untuk menghasilkan
tenaga listrik dan uap yang digunakan oleh pabrik. Pengolahan yang dilakukan
menggunakan prinsip pemisahan antara minyak yang terkandung dalam daging
buah dengan intinya.
Dalam memproduksi CPO dan kernel ini, pabrik menetapkan suatu sasaran
mutu yang harus dicapai untuk menjaga kualitas dan standar mutu CPO
internasional. Hasil produksi perusahaan diusahakan mencapai standar mutu
minyak sawit Indonesia yang telah diperkenalan, yaitu Standard Indonesia Palm
Oil I (SIPO I), SIPO II, Standard Indonesia Kernel Oil I (SIKO I), SIKO II dan
telah terdaftar pada ISO 9000. Penerapan standar ini diperkirakan akan menjadi
keharusan bagi perusahaan yang mengekspor produknya terutama ke luar negeri.
2.1.2. Lokasi Perusahaan
PKS Rambutan terletak di Desa Paya Bagas, Kecamatan Rambutan,
Kotamadya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara. PKS Rambutan berada pada
3°35 Lintang Utara dan 98°41 Bujur Timur atau berada ± 85 km arah Tenggara
kota Medan. Elevasi pabrik berada pada 18 meter diatas permukaan laut. Dengan
elevasi seperti ini suhu minimum dan maksimum berkisar antara 22°C - 32°C dan
suhu rata-rata mencapai 27°C. PKS Rambutan mempunyai curah hujan rata-rata
lima tahun terakhir 1447 mm/tahun dengan 86 hari hujan dan beriklim sedang.
Unit kebun rambutan mempunyai luas area 6351,26 ha yang dibagi dua
budidaya perkebunan, yaitu komoditi kelapa sawit dan komoditi karet. Luas
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
budidaya karet memiliki area 1720,78 ha, sedangkan sisanya merupakan budidaya
tanaman kelapa sawit dan areal penunjang aktifitas dan kuantitas dari perkebunan
kebun Rambutan. PKS Rambutan mengolah tandan buah segar yang berasal dari
berbagai daerah. Daerah-daerah pemasok TBS yang diolah di PKS Rambutan
adalah kebun rambutan, kebun sei induk, kebun tanah raja, kebun gunung para,
kebun gunung Pamela dan pihak luar seperti koperasi dan perkebunan inti rakyat
(PIR).
2.1.3. Organisasi dan Manajemen
Organisasi merupakan wadah atau tempat dilakukannya segala rencana
serta kebijakan-kebijakan perusahaan dalam pencapaian tujuan bersama.
Organisasi harus digerakkan dengan suatu proses yang dinamika dan khas, yang
disebut dengan manajemen. Struktur organisasi memberikan gambaran secara
skematis tentang hubungan, kerja sama, pembagian tugas, pendelegasian
wewenang serta pembatasan tanggung jawab dari orang-orang yang terdapat
dalam organisasi dengan jelas. Struktur organisasi yang digunakan PTPN III PKS
Rambutan adalah struktur organisasi yang berbentuk lini dan fungsional karena
terlihat adanya pembidangan tugas, dimana pembagian unit-unit organisasi
didasarkan pada spesialisasi tugas. Disamping itu, wewenang dari pimpinan
dilimpahkan pada unit-unit organisasi di bawahnya dalam bidang-bidang tertentu
secara langsung. Struktur organisasi juga ditentukan dan dipengaruhi oleh badan
usaha, jenis usaha, besarnya usaha dan sistem produksi perusahaan tersebut.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Organisasi garis adalah suatu bentuk struktur organisasi dimana
kekuasaan dan tanggung jawab diturunkan secara garis dari tingkat pimpinan atas
kepada bawahannya. Dalam bentuk organisasi ini tidak seorang bawahan yang
memiliki atasan lebih dari satu orang, jadi kesimpang siuran perintah yang
diterima oleh bawahan sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi. Pada struktur
organisasi garis prinsip unity of command atau kesatuan dalam komando akan
terpelihara dengan baik. Atasan hanya memerintah bawahan tertentu dan bawahan
akan memberikan laporan kepada atasan yang memberi perintah.
Organisasi fungsional dalam struktur organisasi ini yaitu, setiap petugas
memiliki fungsi yang telah ditentukan oleh pimpinan perusahaan. Jadi tugas dan
tanggung jawab dalam organisasi ini dibagi menurut fungsi masing-masing.
Pimpinan tiap bidang berhak memerintah kepada semua pelaksana yang
menyangkut bidang kerjanya. Petugas-petugas yang setingkat mempunyai
wewenang dan tanggung jawab yang sama. Struktur organisasi PTPN III PKS
Rambutan dapat dilihat pada gambar 2.1.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2.1.4. Pembagian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab
Dalam malakukan aktivitas perusahaan PTPN III PKS Rambutan
membutuhkan tenaga kerja dan staffnya untuk menjalankan fungsi manajemen.
Tugas, wewenang dan tanggung jawab dilakukan sesuai dengan jabatannya
masing-masing. Pembagian tugas dalam organisasi didasarkan atas kualifikasi dan
tanggung jawab. Pembagian tugas dan tanggung jawab dari pimpinan/staff yang
bekerja di PTPN III PKS Rambutan adalah sebagai berikut :
A. Manajer
1. Memimpin dan mengkoordinir masinis kepala yang ditetapkan direksi.
2. Memimpin dan mengkoordinasi tugas-tugas operasional pabrik.
3. Menilai dan mengevaluasi seluruh laporan pekerjaan pabrik, baik di
bidang produksi, teknik, pengangkutan maupun administrasi.
4. Melaksanakan dan memelihara kelengkapan dalam rangka kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) di lingkungan pabrik .
5. Mengatur, mengkoordinir dan menciptakan sistem administrasi dan
pelaporan yang baik dibidang teknik dan pengolahan serta melakukan
peningkatan kinerja pabrik.
6. Melakukan koordinasi dengan bagian terkait terutama untuk pekerjaan
dibidang pengolahan produksi, teknik, administrasi dan laboratorium.
7. Melakukan pengawasan secara menyeluruh atas aset perusahaan termasuk
produksi hasil olahan dan mengawasi pengolahan limbah pabrik.
8. Membuat laporan kepada direksi.
9. Membina hubungan baik dengan instansi dan masyarakat disekitar pabrik.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
10. Melakukan penilaian terhadap karyawan pada setiap akhir tahun atau
periode penilaian karyawan.
B. Masinis Kepala (Maskep)
1. Menjamin dan menyetujui proses pengolahan.
2. Menjamin dan menyetujui rencana pemeliharaan pabrik.
3. Menjamin bahwa kebijaksanaan mutu dimengerti , ditetapkan, dipelihara
diseluruh unit pabrik.
4. Membantu manajer untuk mengidentifikasikan persyaratan-persyaratan
sumber daya manusia dan menggunakan personil terlatih disetiap posisi.
5. Meninjau persyaratan kontrak yang berhubungan dengan pemeliharaan
pabrik.
6. Meninjau persyaratan bahan kimia, peralatan dan pembuatan yang
diusulkan oleh asisten pengolahan, asisten teknik, dan laboratorium.
7. Meninjau rencana produksi dan jadwal pemeliharaan peralatan di pabrik.
8. Mengidentidikasikan kebutuhan pemeliharaan untuk semua personil yang
langsung mempengaruhi mutu.
9. Mengevaluasi kemajuan proses pengolahan dan peralatan mesin.
10. Membantu ADM dalam pembuatan dan peninjauan kontrak.
C. Asisten Pengolahan
1. Menentukan sasaran mutu tahunan yang berhubungan dengan proses
pengolahan.
2. Menentukan standard stok produksi sesuai rencana yang telah ditentukan
oleh perusahaan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3. Menjamin bahwa kebijaksanaan mutu dimengerti, diterapkan dan
dipelihara oleh mandor-mandor dan pekerja pada proses pengolahan.
4. Membuat rencana pemakaian tenaga kerja, peralatan dan bahan-bahan
kimia yang digunakan pada proses pengolahan sesuai ketentuan yang ada.
5. Berusaha agar proses produksi dilakukan secara efektif dan afesien untuk
mencapai produktifitas yang tinggi.
6. Mengendalikan proses pengolahan dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan.
7. Mengawasi barang yang dipasok pelanggan jangan sampai rusak atau
hilang.
8. Melakukan pengawasan terhadap bahan baku yang diterima serta produk
yang dikirim.
9. Mengawasi dan mengevaluasi kondisi persediaan produk digudang.
10. Mengendalikan catatan mutu terhadap identifikasi, pengarsipan,
pemeliharaan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.
11. Bertanggung jawab terhadap kebersihan seluruh lingkungan pabrik.
12. Bertanggung jawab tehadap pencapaian target produksi sesuai dengan
bahan baku yang diterima.
13. Menandatangani dan mengevaluasi check sheet dalam proses pengolahan.
14. Mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan untuk semua mandor di proses
pengolahan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
D. Asisten Laboratorium
1. Menjamin bahwa kebijaksanaan mutu dimengerti, ditetapkan dan
dipelihara diseluruh tingkat organisasi di laboratorium dan sortasi.
2. Membuat rencana pemakaian bahan-bahan serta alat yang berhubungan
dengan analisa lanoratorium dan sortasi untuk disampaikan kepada kepala
pengolahan setelah disetujui ADM.
3. Menjamin bahwa pemeriksaan dan pengujian pada penerimaan bahan
dalam proses dan prodeuk akhir telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur
dan catatan mutu yang telah ditetapkan.
4. Mengawasi bahwa semua dokumen mutu yang berhubungan dengan
sortasi dan laboratorium telah dipelihara dengan baik.
5. Mengawasi bahwa pada identifikasi penerimaan bahan baku pada proses
maupun produk akhir telah dilaksanakan sesuai dengan persyaratan yang
telah ditetapkan.
6. Menyetujui laporan hasil pemeriksaan dan pengujian pada penerimaan
bahan baku pada awal maupun produk akhir.
7. Mengevaluasi teknik statistik yang berhubugan dengan aktifitas pengujian
dan pemeriksaan di laboratorium dan sortasi.
E. Asisten Teknik
1. Menerima laporan hasil perbaikan reperasi yang diborongkan kepada
kontraktor.
2. Membantu maskep dan mengevaluasi reperasi yang dilakukan oleh
kontraktor.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3. Menentukan spare part yang digunakan mesin sesuai dengan standard
yang ditetapkan.
4. Menjamin bahwa kebijakan mutu dimengerti seluruh mandor dan
karyawan teknik.
5. Menjamin bahwa semua aktifitas yang dilakukan o;eh pelaksana teknik
sesuai dengan quality procedure yang telah diimplementasikan sampai
efektif.
6. Mempersiapkan agenda pertemuan untuk tinjauan manajemen yang
berhubungan dengan masalah-masalah teknik.
7. Mengajukan permintaan bahan, alat, mesin untuk kepentingan teknik
sesuai dengan perencanaanyang telah dibuat.
8. Memelihara semua dokumen dan catatan mutu dibagian teknik.
9. Menjamin bahwa semua peralatan/mesin yang digunakan dalam proses
telah siap dioperasikan.
10. Merencanakan semua peralatan/mesin untuk dipelihara secara rutin.
11. Menandatangani laporan pemeliharaan rutin dan break down maintenance.
12. Membuat laporan bulanan emergency maintenance.
F. Asisten Tata Usaha
1. Merencanakan, mengarahkan dan mengawasi kegiatan-kegiatan bidang
administrasi dan keuangan.
2. Mengkoordinir laporan bulanan dan tahunan atas anggaran kegiatan di
pabrik.
3. Menyusun rancangan anggaran belanja perusahaan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
4. Menganalisa dan memberikan tindakan perbaikan terhadap administrasi
pabrik.
5. Membuat laporan pertanggungjawaban kepada manager.
G. Papam (Perwira Pengaman)
1. Menyusun rencana kerja dibidang keamanan.
2. Mengkoordinir petugas keamanan.
3. Melaksanakan dan mengawasi kegiatan pengamanan terhadap aset pabrik
Membuat laporan pertanggungjawaban bidang keamanan kepada manager.
H. Karyawan
1. Melakukan kegiatan operasional di lantai pabrik.
2. Membantu atasan dalam melakukan tugas.
3. Bertanggung jawab kepada atasan atas pekerjaan yang dipercayakan
padanya.
2.1.5. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja
Tenaga kerja/karyawan pada suatu pabrik sangat dibutuhkan untuk
mendukung kelancaran proses pengoperasian pabrik PTPT III PKS Rambutan.
Perusahaan tersebut memiliki jumlah tenaga kerja sebanyak 227 karyawan dan
pimpinan. Susunan dan jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tabel 2.1. Susunan dan Jumlah Tenaga Kerja PTPN III PKS Rambutan
No KETERANGAN JUMLAH
(Orang)
1 Manajer 1
2 Maskep 1
3 Asisten Tata Usaha 1
4 Asisten Teknik 2
5 Asisten Pengolahan 2
6 Asisten Laboratorium 1
7 Karyawan Pengolahan Shift I 42
8 Karyawan Pengolahan Shift II 42
9 Karyawan Laboratorium/Sortasi 33
10 Karyawan Bengkel 38
11 Karyawan Dinas Sipil 15
12 Karyawan Administrasi 17
13 Karyawan Bagian Produksi 8
14 Karyawan Bagian Keamanan/Hansip 13
Jumlah 227
Sumber : PTPN III PKS Rambutan
Jam kerja karyawan pada bagian produksi pabrik PTPT III PKS Rambutan
dibagi atas dua shift, dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tabel 2.2. Jam Kerja Bagian Produksi
Shift I
Senin s/d Sabtu
Jam Kerja
Jam Istirahat
07.00 – 19.00 Wib
10.00 – 11.00 Wib
dan
15.00 – 16.00 Wib
Shift II
Senin s/d Sabtu
Jam Kerja
Jam Istirahat
19.00 – 07.00 Wib
21.00 – 22.00 Wib
dan
02.00 – 03.00 Wib
Sumber : PTPN III PKS Rambutan
Sedangkan untuk jam kerja karyawan pada bagian administrasi dapat dilihat
pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Jam Kerja Bagian Administrasi
Senin s/d Jum’at Jam Kerja
Jam Istirahat
07.00 – 16.00 Wib
12.00 - 14.00 Wib
Sabtu Jam Kerja
Jam Istirahat
07.00 – 16.00 Wib
09.30 – 10.00 Wib
Sumber : PTPN III PKS Rambutan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2.1.6. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya
Sistem pengupahan pada pabrik PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi
adalah sebagai berikut :
1. Gaji pokok bulanan
2. Premi pengolahan, dihitung berdasarkan sawit yang diolah
3. Catu beras tiap bulan
Selain pemberian gaji tetap, perusahaan juga memberikan imbalan
kompensasi yang merupakan suatu bentuk balas jasa yang besarnya ditentukan
berdasarkan prestasi, serta mempunyai kecenderungan untuk diberikan secara
tetap, seperti pemberian bermacam-macam fasilitas kepada karyawan, pemberian
tunjangan, dan pemberian insentif. Pemberian kompensasi ini merupakan
pendorong utama bagi karyawan untuk lebih meningkatkan semangat dan gairah
dalam bekerja. Agar kompensasi yang diberikan dapat memberikan efek positif,
maka jumlah yang diberikan haruslah dapat memenuhi kebutuhan secara minimal
serta sesuai dengan peraturan yang ada.
Selain pemberian gaji diatas, perusahaan juga memberikan beberapa
tunjangan seperti :
1. Tunjangan Kesehatan
2. Tunjangan Keluarga
3. Tunjangan pemakaman
4. Tunjangan Hari raya
5. Bonus Tahunan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Sistem pengupahan dan fasilitas yang diberikan kepada setiap karyawan
dilakuka secara adil sesuai dengan prestasi kerja karyawan tersebut, agar tidak
terjadi kecemburuan sosial yang mengakibatkan dampak buruk bagi karyawan
dan perusahaan itu sendiri. Dengan adanya pemeberian upah dan fasilitas yang
dibutuhkan oleh setiap karyawan, maka karyawan dapat bekerja dengan baik
sehingga perusahaan dapat menghasilkan produksi yang baik dan berkualitas.
2.2. Proses Produksi
Proses adalah cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-
sumber yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Sedangkan produksi
adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau
jasa. Dari uraian diatas, proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode atau
teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa
dengan menggunakan sumbar-sumber yang ada.
Kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang penting disamping
kacang-kacangan, jagung dan sebaginya. Minyak kelapa sawit yang digunakan
berasal dari daging buah (misocrap) dan dari inti sawit (endosperm). Selain
menghasilkan minyak dan inti sawit, hasil dari proses buah kelapa sawit adalah
tandan buah kosong yang dapat diabukan dan digunakan sebagai pupuk kalium,
cangkang yang dapat diolah menjadi arang untuk pengeras jalan di kebun, ampas
dan fiber dapat digunakan untuk bahan bakar boiler. Proses produksi kelapa sawit
meliputi :
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
1. Penimbangan Tandan Buah Sawit (TBS)
2. Penampungan TBS Sementara
3. Perebusan
4. Penebahan
5. Pengempaan
6. Pemurnian Minyak Sawit
7. Pengolahan Biji
8. Pengeringan Inti Sawit
2.2.1. Standar Mutu Produk
Agar dapat menghasilkan minyak sawit (CPO) dan inti sawit (Kernel)
yang berkualitas, diperlukan batasan-batasan atau standar mutu produk. Dalam
pengendalian mutu minyak sawit dipakai tiga parameter kualitas faktor, yaitu :
kadar Asam Lemak Bebas (ALB), kadar air, dan kadar kotoran. Standar mutu
minyak kelapa sawit umumnya dihubungkan dengan maksud dan penggunaanya.
Standar mutu minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Standar Mutu Minyak Sawit
NO Parameter Produksi (%) Ekspor (%)
1 Asam Lemak Bebas 3,5 5,00
2 Kadar Air 0,15 0,15
3 Kadar Kotoran 0,02 0,02
Sumber : Laboratorium PKS Rambutan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Sedangkan standar mutu inti sawit dipakai enam parameter, yaitu : kadar
ALB, kadar Air, kadar kotoran, inti pecah, kadar minyak, dan inti berubah warna.
Standar mutu Inti sawit dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Standar Mutu Inti Sawit
NO Parameter Produksi (%) Ekspor (%)
1 Asam Lemak Bebas Max 5,00 Max 5,00
2 Kadar Air Max 7,00 Max 7,00
3 Kadar Kotoran Max 6,00 Max 6,00
4 Inti Pecah Max 15,0 Max 15,0
5 Kadar Minyak Min 49,0 Min 49,0
6 Inti Berubah Warna Max 40,0 Max 40,0
Sumber : Laboratorium PKS Rambutan
2.2.2. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam proses pengolahan kelapa sawit adalah
bahan baku, dan bahan penolong. Bahan baku adalah bahan utama yang
diperlukan dalam pembuatan produk. Bahan baku pada produk minyak kelapa
sawit adalah tandan buah sawit (TBS) yang terdiri dari dura, psipera, dan tenera.
Perbandingan ketiga jenis varietas buah kelapa sawit ini sebagai berikut :
a. Dura
Spesifikasi : Bentuk buah agak bulat
Tebal pericarp 2-6 mm
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tebal cangkang 2-5 mm
Percent pericarp terhadap buah, 70 %
Percent inti terhadap buah, 10 %
b. Pesifera
Spesifikasi : Ukuran buah lebih kecil
Tebal pericarp, sangat tebal
Tebal cangkang, 0-0,1 mm
Percent pericarp terhadap buah, 95 %
Percent inti terhadap buah, 5 %
c. Tenera
Spesifikasi : Buah agak lonjong
Tebal pericarp, 4-10 mm
Tebal cangkang, 1-25 mm
Percent inti terhadap buah, 5 %
Kualitas maupun kuantitas minyak dan inti sawit erat hubungannya
dengan umur buah. Didalam buah mentah terdapat asam lemak bebas yang rendah
namun minyaknya rendah. Didalam buah yang kelewat masak terdapat minyak
dalam jumlah yang banyak akan tetapi kadar asam lemak bebasnya tinggi. Secara
ekomonis buah yang diinginkan untuk dipanen adalah buah yang kandungan
minyaknya tinggi dan kadar asam lemak optimum. Buah masak yang demikian
lazim disebut buah yang berumur enam bulan sejak polinasi.
Sedangkan bahan penolong adalah bahan yang digunakan untuk
membantu proses produksi tetapi tidak ikut dalam pembuatan produk. Bahan peno
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
long yang digunakan oleh PTPN III PKS Rambutan adalah :
1. Steam (uap)
Steam disuplai dari back preassure vessel (BPV) yaitu suatu tangki
penampung uap. Uap dihasilkan dari boiler untuk memutar turbin sehingga
menghasilkan tenaga listrik.
2. Air panas
Air panas diperoleh dari hasil pemanasan air bersih oleh uap pada suatu tangki
yang disebut hot water tanki, dari tangki ini air panas disalurkan pada setiap
stasiun yang memerlukannya.
2.3. Uraian Proses
Uraian proses produksi dari awal hingga akhir pengolahan kelapa sawit
adalah sebagai berikut :
1. Stasiun Penerimaan Buah
Stasiun penerimaan buah berfungsi untuk menerima tandan buah sawit
(TBS) yang berasal dari kebun. Pada stasiun ini TBS melalui tahapan
penimbangan buah dan penumpukan buah. Tandan buah sawit yang masuk ke
PKS Rambutan ditimbang di jembatan timbang yang terbuat dari plat baja
berbentuk segi empat. Fungsi dari jembatan timbang adalah untuk mengetahui
jumlah berat tandan yang akan diolah dengan cara sebagai berikut :
1. Truk berisi TBS ditimbang dan dinyatakan sebagai bruto.
2. Setelah ditimbang TBS dibongkar di loading ramp dan truk kosong ditimbang
kembali dan dinyatakan sebagai tara.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3. Selisih antara bruto dan tara adalah netto dan merupakan berat TBS yang
diterima di pabrik.
Tujuan penimbangan adalah :
1. Mengetahui rendemen yang dihasilkan minyak sawit dari TBS yang diolah.
2. Mengetahui kapasitas olah.
3. Mengetahui TBS yang masuk, sehingga diketahui input dari perusahaan.
2. Penampungan TBS sementara (Loading ramp)
Setelah tandan buah sawit ditimbang, kemudian dilanjutkan ketempat
penampungan TBS sementara untuk disortasi dan dimasukkan kedalam lori.
Proses di loading ramp sangat bergantung pada jumlah kapasitas lori. Fungsi
sortasi adalah untuk mengetahui kualitas TBS dari setiap TBS yang masuk ke
PKS Rambutan dan menseleksi bahan atau TBS yang bisa diolah, dan yang tidak
bisa diolah dikembalikan lagi ke kebun. Sebelum pengisian lori dilakukan,
dipastikan letak posisi lori tepat pada pintu loading ramp.
3. Stasiun Perebusan (Sterilizer)
TBS yang telah dimasukkan kedalam lori, selanjutnya ditarik oleh rail
track yang merupakan landasan untuk bergerak yang terbuat dari baja. Rail track
ini mempunyai jumlah tiga unit untuk jalannya lori. Buah ditarik menuju sterilizer
untuk direbus. Pada proses perebusan ada tiga unit ketel rebusan, setiap unit diisi
sebanyak delapan lori, setiap lori berisi TBS sebanyak 2,5 ton. Sistem perebusan
memakai sistem tiga puncak tekanan uap atau steam dengan memakai alat kontrol
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
yang bernama Program Logical Control (PLC). Adapun tujuan dari perebusan,
yaitu :
1. Memudahkan brondolan lepas dari tandan.
2. Melunakkan buah sehingga mudah diaduk.
3. Menonaktifkan enzim-enzim yang merusak mutu minyak.
4. Melekangkan inti dari cangkang.
5. Menggumpalkan zat putih telur (protein) dalam buah agar pemurnian mintak
mudah dilakukan.
Dalam perebusan diperlukan waktu 90 menit dengan menggunakan suhu
140ºC. Perebusan diperlukan tekanan uap atau steam sebesar 2,8 – 3,0 kg/cm.
Kapasitas sterilizer dalam perebusan TBS adalah 30 ton/jam. Pada perebusan ini
air yang dibuang melalui condensat pump untuk membuang udara pada buah
sehingga tidak terjadi isolasi yang dapat direndam. Cara pembuangan air
kondensat dalam perebusan adalah cara perebusan tiga puncak dengan
menggunakan pemanasan pada tekanan kerja dilakukan tiga kali penaikan tekanan
uap dan pengeluaran kondensat serta udara yang kemudian akan menuju
pembuangan limbah. Proses perebusan tiga puncak antara lain :
a. Daeration
Yaitu pembuangan udara dengan cara memasukkan uap secara perlahan-lahan
yang bertujuan untuk mendorong udara keluar, sehingga tercapai tekanan
hampa dan keran udara terbuka.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
b. Maintain pack I
Yaitu menaikkan tekanan dalam ketel rebusan yang bertujuan untuk
mengeluarkan air dalam buah. Prosesnya sebagai berikut :
- Kran pemasukan uap (in let steam) dibuka 15 menit untuk mencapai tekanan
2,3 kg/cm.
- Kemudian in let steam ditutup, sedangkan outlet steam kran pembuangan
kondensat dan udara dibuka dengan cepat untuk menurunkan tekanan
menjadi 0,3 kg/cm.
- Waktu yang dipergunakan untuk menurunkan tekanan dari 2.3 kg/cm2
menjadi 0.2 kg/cm2 adalah 3 menit, kemudian kran-kran ditutup kembali.
c. Maintain pack II
Yaitu memasukkan uap untuk mencapai tekanan kerja 2,7 kg/cm yang
bertujuan untuk merebus dengan tekanan uap tertutup.
d. Maintain pack III
Memasukkan uap untuk mencapai tekanan 2,5 - 3,0 kg/cm yang bertujuan
untuk membuang air kondensat. Prosesnya adalah :
- Kran in let steam dibuka penuh untuk mencapai tekanan 3.0 kg/cm2.
- Jumlah waktu untuk mencapai puncak tiga ( tekanan 3.0 kg/cm2 ) adalah 13
menit.
- Puncak tiga ini ditahan selama 45 menit (keadaan ini disebut holding time).
- Selesai masa tahan in let steam ditutup sedangkan outlet steam kran
pembuangan kondensat dan pembuangan udara dibuka selama 5 menit
sehingga tekanan turun menjadi 0 kg/cm2.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
- Setelah tekanan dalam perebusan turun hingga 0 kg/cm2 dan air kondensat
terkuras habis, pintu pengeluran dapat dibuka dan dengan bantuan capstand
lori-lori dikelurkan untuk proses lanjutan. Waktu yang dipergunakan untuk
membuka pintu mengeluarkan lori adalah 5 menit.
Secara grafik, sistem perebusan dengan tiga puncak dapat dilihat pada
Gambar 2.2.
Tekanan steam perebusan ( kg/cm2 )
Gambar 2.2. Grafik sistem perebusan tiga puncak (triple peak)
4. Stasiun Penebah (Threeser)
Buah yang telah selesai direbus kemudian dikeluarkan dari sterilizer
menggunakan penarik lori (capstan) dibawa ke stasiun penebah, kemudian
diangkat dengan pengangkat lori (hosting crane) lalu dimasukkan ke tempat
penebahan buah (threeser). Setelah buah masuk ke threseer yaitu alat untuk
memisahkan antara brondolan dengan janjangan dengan cara membanting dan
Waktu perebusan
90’ ( menit )
3.0
2.3
0
0.2
2.7
45’
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
mendorong janjangan keluar menuju empty bunch conveyor (janjangan kosong).
Empty bunch conveyor berfungsi untuk membawa janjangan kosong ke empty
bunch hopper atau tempat penampungan sementara janjangan kosong yang
kemudian akan diangkut ke areal tanaman. Sedangkan brondolan menuju
conveyor pengiriman buah (fruit transfrer conveyor).
Dari fruit transfer conveyor brondolan diproses ke fruit elevator yang
berfungsi untuk mengangkut brondolan dengan alat bantu timba-timba dari
pembagi yang diarahkan ke fruit distributor conveyor yang berfungsi untuk
membagi brondolan kedalam alat pencacah (digester) yang selanjutnya akan
memisahkan daging buah dan biji. Digester berfungsi untuk melumatkan daging
buah agar mudah diproses dan memisahkan butiran-butiran minyak dengan
menggunakan suhu 80° - 90°C. Proses ini harus dalam keadaan panas agar serat-
serat buah atau cangkang mudah terpisah dari bijinya dan menjadi lembut, dimana
jika dingin akan menjadi beku. Pada proses digester menggunakan air dengan
perbandingan antara air dan buah yaitu 1: 2.
Pada digester terdapat empat pasang mata pisau, tiga yang berguna untuk
mengaduk dan satu pasang untuk mengeluarkan massa. Brondolan yang telah
dicacah kemudian dipress menggunakan screw press yang berfungsi untuk
pengepressan minyak yang terdapat pada daging buah dengan tekanan 60 kg/cm,
sehingga minyak kasar keluar dari daging buah. Pada proses pengepressan
brondolan menghasilkan perbandingan pengenceran antara minyak sebesar 40 %,
air 40 % dan ampas 20 %. Pada proses pengepressan ini untuk mengepress
minyak yang terdapat pada daging buah menggunakan alat bantu tangki air panas
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
dengan temperatur 95°C yang berasal dari menara air dengan persediaan air untuk
pabrik dengan pH = 7.
5. Stasiun Pengempaan (press in station)
Pengempaan adalah proses pemerasan minyak dari massa remasan dan
mengusahakan agar kehilangan pada ampas remasan sekecil mungkin. Alat yang
digunakan terdiri dari sebuah press cylinder yang berlubang-lubang dan
didalamnya terdapat screw press yang berputar-putar berlawanan arah. Tekanan
kempa diatur oleh dua buah cones yang berada pada bagian ujung pengempa yang
dapat digerakkan maju-mundur secara hidrolis.
Dengan tolakan pisau kempa dalam digester, massa adukan keluar dan
masuk kedalam alat kempa melalui feed screw, selanjutnya dikempa oleh mesin
screw. Proses pemerasan didasarkan pada prinsip kerja double screw yang
berputar berlawanan arah, sehingga massa remasan ditekan dan mengeluarkan
minyak kasar (crude oil). Minyak keluar dari feed screw dan main screw dan
ditampung dalam talang minyak, selanjutnya dialirkan ke saringan bergetar (sand
trap tank). Untuk memudahkan pemisahan dan pengaliran minyak pada feed
screw dilakukan injeksi uap dan penambahan panas. Setelah minyak diperas
sebagai sisanya berupa ampas dan biji yang didorong keluar dan jatuh kedalam
screw conveyor untuk dibawa ke alat pemisah ampas dan biji. Proses pengempaan
merupakan tahapan proses yang memisahkan proses produksi selanjutnya menjadi
dua bagian, yaitu crude oil diteruskan ke proses pemurnian minyak (clarification),
sedangkan ampas dan biji dibawa ke proses pengolahan biji.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
6. Stasiun Klarifikasi (Proses Pemurnian Minyak)
Minyak kasar yang keluar dari proses pengempaan (Screw press) masih
mengandung kotoran-kotoran, pasir, cairan dan benda kasar lainnya. Oleh karena
itu perlu dilakukan pemurnian untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan
yang tidak diharapkan. Minyak dari pengadukan dan pengempaan dialirkan ke
crude oil tank melalui sand trap tank yang berfungsi menangkap pasir yang
terikut dengan minyak dan vibro separator yang berfungsi memisahkan kotoran
berupa sabut dan kotoran lainnya yang tidak dapat lolos dari saringan/ayakan.
Kemudian minyak dari crude oil tank dipompakan ke stasiun klarifikasi.
Fungsi dari crude oil tank adalah :
1. Menurunkan NOS
2. Menambah panas
3. Transit tank
Tahapan-tahapan proses pemurnian minyak, yaitu :
a. Vertical clarifier Tank (VCT)
Vertical continue Tank adalah tangki pemisah. Minyak dalam tangki ini
masih bercampur dengan sludge (lumpur, air dan kotoran lainnya).
Pemisahan minyak dari sludge berdasarkan perbedaan berat jenis antar
minyak dengan sludge melelui proses pengendapan. Agar pemisahan minyak
dan sludge dapat berlangsung terus menerus dan sempurna, maka temperature
di dalam tangkiperlu dijaga 950C dengan mengalirkan uap melalui pipa
pemanas (coil). Minyak dialirkan ke oil tank dan dialirkan ke sludge tank.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
b. Oil Tank
Pure tank adalah bejana penampang minyak sebelum diolah dengan
menggunakan oil purifier. Temperatur minyak tetap 900 - 950C agar minyak
tetap cair sehingga mudah diproses.
c. Oil Purifier
Oil purifier adalah suatu mesin yang berfungsi memisahkan minyak dari
kotoran dan air. Pemisahan minyak dari kotoran/sludge adalah berdasarkan
dengan berat jenis dengan cara memberikan gaya centrifugal. Putaran alat ini
7500 per menit, kemudian minyak yang dihasilkan dipompakan ke vacum
drier untuk dikeringkan, sedangkan sludge dialirkan ke fat-fit.
d. Vacuum Dryer
Vacuum dryer berfungsi mengeringkan minyak. Proses pengeringan adalah
dengan cara mengabutkan minyak didalam vacum. Air akan menguap
meninggalkan minyak kemudian minyak yang sudah bebas air ini
dipompakan kedalam tangki timbun.
e. Sludge Tank
Sludge tank adalah bejana penampung sludge sebelum diolah menggunakan
sludge separator. Temperatur sludge tetap dijaga 900 – 950C agar tetap
mencair, sehingga mudah diproses.
f. Sludge Separator
Sludge sparator adalah suatu mesin yang berfungsi memisahkan minyak dari
kotoran kasar dan air. Pemisahan minyak dari kotoran/sludge adalah
berdasarkan perbedaan berat jenis dengan cara memberikan gaya centrifugal.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Minyak yang dihasilkan dipompakan ke vertical clarifier Tank sedangkan
sludgenya dialirkan ke fat – fit. Seluruhnya sludge dari pabrik dialirkan ke
fat-fit untuk mengutip minyak yang masih ada, sisanya berupa limbah yang
dialirkan ke sistem penanganan limbah.
Setelah minyak yang diproses menjadi murni, selanjutnya minyak murni
disimpan ditempat penyimpanan sementara minyak (storage tank) sebelum
dikirim.
7. Stasiun Pengolahan Biji (Kernel Plan)
Adapun tahapan-tahapan dalam pengolahan biji adalah sebagai berikut :
a. Cake Breaker Conveyor
Fungsi dari cake creaker conveyor adalah untuk membawa dan memecahkan
gumpalan cake dari stasiun press ke depericarper. CBC merupakan konveyor
berbentuk uliran terbuka untuk menghantarkan ampas kempa ke alat pemolis
biji (polishing drum), sambil bongkahan ampasnya dipecah-pecah dan
dikeringkan sepanjang uliran. Uliran berputar digerakkan oleh elektromotor.
Pemecah ampas dilakukan sambil memberikan pemanasan dengan
menggunakan uap yang dimasukkan, sehingga temperatur mencapai 700C.
b. Depericarper
Fungsi dari depericarper adalah untuk memisahkan fiber dengan nut dan
membawa fiber menuju boiler untuk dijadikan bahan bakar.
c. Nut Polishing Drum
Fungsi dari Nut polishing drum adalah :
1. Membersihkan biji dari serabut-serabut yang masih merekat.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2. Membawa nut dari depericarper ke nut transport.
3. Memisahkan nut dari sampah.
Nut yang keluar dari nut polishing drum dibawa ke nut silo menggunakan nut
elevator.
d. Nut Silo
Fungsi dari nut silo adalah sebagai tempat penyimpanan sementara nut
sebelum diolah selanjutnya. Nut silo dilengkapi dengan 3 unit pemanas yang
disusun bertingkat dan dilengkapi dengan shacking grac (pengguncang)
untuk mengeluatkan biji kering.
e. Ripple Mill
Fungsi dari ripple mill adalah memecah nut dengan sistem pemulas, sehingga
biji terpecah menjadi cangkang dan inti yang kemudian menuju LTDS. Ripple
mill memecah biji dengan gaya sentrifugal. Biji yang masuk akan terdampar ke
dinding, sehingga biji terpecah dan cangkang terlepas dari inti.
f. Kernel Grading Drum
Fungsi kernel grading drum adalah menyaring nut utuh dan nut pecah yang
berukuran besar yang dapat terikut ke produksi untuk diproses ulang dan
mengurangi beban peralatan pada proses selanjutnya. Kernel grading drum
dapat ditempatkan stelah ripple mill atau setelah LTDS.
g. Light Tenera Dust Separation (LTDS)
Fungsi LTDS adalah memisahkan cangkang, inti utuh dan inti pecah dan
membawa cangkang untuk bahan bakar boiler.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
h. Hydrocyclone
Fungsi hydrocyclone adalah mengutip kembali inti yang terikut dengan
cangkang, mengurangi loses inti pada cangkang dan kadar kotoran menurut
berat jenisnya, yang kemudian akan menuju ke penyimpanan inti (kernel
silo).
i. Kernel Silo
Fungsi kernel silo adalah mengurangi kadar air yang terkandung dalam inti
produksi. Penurunan kadar air pada inti bertujuan untuk menghindari
penjamuran pada saat penyimpanan. Penurunan inti harus benar-benar
diawasi dengan cermat dan jangan sampai lengah.
j. Kernel Storage
Fungsi kernel storage adalah sebagai tempat penyimpanan inti sementara
yang akan menuju gedung inti yang akan dikirim kepada pelanggan
menggunakan truk.
Proses pengolahan TBS dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
TBS Timbangan
Loading ramp
Perebusan
Penebah
Pengempa
Pemurnian minyak
Sand Trap Tank
Vibro Separator
Crude Oil Tank
VCT
Oil Tank
Oil Purifier
Vacum Dryer
Storage Tank
Pengolahan biji
Cake Breaker Conveyor
Depericarper
Nut Polishing Drum
Nut Silo
Ripple Mill
Kernel Grading Drum
LTDS
Hydrocyclone
Kernel Silo
Kernel Dryer
Kernel Storage
Gambar 2.3. Blok Diagram Proses Pengolahan Kelapa Sawit (TBS)
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
8. Pengeringan Inti Sawit
Air merupakan media untuk proses reaksi biokimia seperti pembentukan
asam lemak bebas, pemecahan protein dan hidrolisa karbohidrat yang cukup
banyak terkandung terutama dalam inti sawit yang dihasilkan dengan pemisah
secara basah alat pengeringan inti yang dipakai adalah tipe rectangulair. Alat ini
mengeringkan inti dengan udara panas, yaitu mengalirkan udara melalui heater
yang terdiri dari spiral berisi uap panas dengan suhu 1300C (heater atas), 850C
(heater sedang), dan 600C (heater bawah). Udara panas dihembuskan dan keluar
dari lubang yang sudah ada, sehingga pengeringan inti setiap lapisan dapat terjadi
dengan baik. Masa pengeringan tergantung dari kadar air dalam inti, yang
dipengaruhi oleh sistem perebusan bua, fermentasi biji dan sistem pemisahan inti
dengan cangkang.
2.4. Mesin Dan Peralatan
Mesin adalah suatu peralatan yang digerakkan oleh suatu kekuatan/tenaga
yang dipergunakan untuk membantu manusia dalam melakukan proses
pengerjaan/produksi, sedangkan peralatan merupakan instrumen atau perkakas
dari suatu mesin. Mesin dan peralatan adalah salah satu faktor utama proses
produksi. Pemilihan mesin dan peralatan yang tepat akan meningkatkan
produktivitas dan meminimumkan biaya produksi. Adapun spesifikasi mesin dan
peralatan yang digunakan PTPN III PKS Rambutan dalam kegiatan produksi
pengolahan Minyak Sawit (Crude Palm Oil) dan Inti Sawit (Palm Kernel) adalah
sebagai berikut :
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
1. Sterilizer Station
Spesifikasi sterilizer 8 lori adalah :
Diameter = 2.700 mm
Panjang = 28.500 mm
Kapasitas = 20 ton
Tekanan uap = 0 – 3,5 kg/cm2
Temperatur uap = 115°C – 140oC
Dibuat oleh = Kesco
Jumlah = 3 unit
Fungsi = Sebagai ruangan untuk tempat perebusan buah
2. Threshing Station
a. Hoisting Crane
Merk = Demag
Kapasitas = 6,5 ton
Jumlah = 2 unit
Fungsi = Mengangkat buah dari dalam lori ke thresser
b. Automatic feeder
Panjang = 5860 mm
Lebar = 3300 mm
Kapasitas = 35 ton/jam
Power (P) = 250 Hp
Tegangan (V) = 220 V
Arus (I) = 1,42 A
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Putaran = 24 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Cos Ø = 0,8
Fungsi = Menggerakkan dan mengatur kecepatan pada mesin
polishing drum (bantingan)
3. Theresher (Mesin penebah)
Diameter = 2057 mm
Panjang = 5029 mm
Kapasitas = 35 ton/jam
Power (P) = 240 Hp
Tegangan (V) = 220 V
Arus (I) = 1,36 A
Putaran = 25 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Cos Ø = 0,8
Fungsi = Sebagai tempat bantingan agar buah dapat terlepas dari
tandannya
4. Empty Bunches Conveyor ( Konveyor Janjangan Kosong )
HORIZONTAL INCLINED
Panjang = 25.000 mm 20.000 mm
Garpu/timba = 109 pcs 82 pcs
Type = Reinold Reinold
Pitch = 4” 4”
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Z = 16 16
Panjang rantai = 46.000 mm 40.000 mm
Power (P) = 600 Hp 400 Hp
Tegangan (V) = 220 V 220 V
Arus (I) = 3,4 A 2,27 A
Putaran = 10 rpm 15 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Cos Ø = 0,8
Fungsi = Membawa janjangan kosong ke empty bunch conveyor
5. Empty Bunch Hopper (Penimbun janjangan kosong)
Tinggi = 5000 mm
Panjang = 17500 mm
Lebar = 10000 mm
Power (P) = 240 Hp
Tegangan (V) = 220 V
Arus (I) = 1,36 A
Putaran = 25 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Cos Ø = 0,8
Fungsi = Membongkar jajangan langsung ke trailer–trailer atau
truk–truk yang ditempatkan di bawah hopper
6. Fruits Elevator (Timba–timba buah)
Panjang = 3000 mm
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Kapasitas = 35 ton/jam
Daya = 5,5 Kw
P.Timba = 525 mm
L.Timba = 220 mm
Power (P) = 150 Hp
Tegangan (V) = 220 V
Arus (I) = 0,85 A
Putaran = 40 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Cos Ø = 0,8
Fungsi = Mengangkat buah untuk disuplai ke fruits distributing
conveyor
7. Pressing Station
a. Fruits Distributing Conveyor
Diameter = 600 mm
Panjang = 7.000 mm
Power (P) = 200 Hp
Tegangan (V) = 220 V
Arus (I) = 1,14 A
Putaran = 24 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Cos Ø = 0,8
Fungsi = Membawa berondolan-berondolan menuju digester
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
8. Digester
Internal diameter = 1200 mm
Tinggi Conteiner = 3000 mm
Isi = 3200 ltr
Kapasitas = 10 ton/jam
Power (P) = 240 Hp
Tegangan (V) = 220 V
Arus (I) = 1,36 A
Putaran = 10 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Cos Ø = 0,8
Type = LD 3200
Jumlah = 4 unit
Fungsi = Melumatkan berondolan-berondolan sebelum di press
9. Twin Screw Press
Panjang = 4910 mm
Lebar = 1478 mm
Tinggi = 1035 mm
Kapasitas = 10 – 12 ton/jam
Power (P) = 600 Hp
Tegangan (V) = 380 V
Arus (I) = 1,97 A
Putaran = 24 rpm
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Frekwensi (F) = 50 Hz
Cos Ø = 0,8
Type = LP 10 – 12
Jumlah = 4 unit
Fungsi = Memisahkan buah yang sudah lumat menjadi minyak dan
cake
10. Clarification Station
a. Vibrio Separator
Merek = Amcko
Diameter = ± 1524 mm (60” )
Jumlah = 2 unit
Power (P) = 4,05 Hp
Tegangan (V) = 380 V
Arus (I) = 0,01 A
Putaran = 1480 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Cos Ø = 0,8
Fungsi = Memisahkan partikel-partikel besar yang ada dalam
crude oil yang dialirkan dari sand trap tank
b. Crude Oil Tank
Kapasitas = 5 m3
c. Continuous Settling Tank
Kapasitas = 90 m3
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Jumlah = 1 unit
Diameter = 5000 m
Fungsi = Memisahkan minyak dari bahan lain bukan minyak
d. Sludge Tank
Kapasitas = 24 m3
Jumlah = 1 unit
Fungsi = Mempersiapkan cairan sisa agar lebih muda diproses
kembali pada decanter
e. Oil Tank
Kapasitas = 24 m3
Jumlah = 4 unit
Fungsi = Menampung minyak yang berasal dari continious tank
dan untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam
minyak
f. Sludge Drain Tank
Kapasitas = 15 m3
Panjang = 5000 m
Lebar = 2000 m
Tinggi = 1500 m
Fungsi = Menampung hasil pengutipan minyak dari sludge
separator
g. Hot Well Water Tank
Kapasitas = 6 m3
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Fungsi = Menampung kelebihan dari tangki air panas, air
kondensasi dan air pendingin turbin.
h. Sludge Oil Recovery Tank
Kapasitas = 150 m3
Jumlah = 2 unit
11. Kernel Recovery Station
a. Depericarper
Kapasitas = 35 ton TBS/jam
Jumlah = 1 unit
Power (P) = 4 Hp
Tegangan (V) = 220 V
Arus (I) = 0,02 A
Putaran = 1500 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Fungsi = Memisahkan biji atau nut dari sabut/fibre dan campuran
lain yang tergolong fraksi ringan
b. Cake Breaker Conveyor
Diameter = 7 00 mm
Power (P) = 100 Hp
Tegangan (V) = 220 V
Arus (I) = 0,57 A
Putaran = 60 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Cos Ø = 0,8
Kapasitas = 35 ton TBS/jam
Jumlah = 1 unit
Fungsi = Memecahkan gumpalan-gumpalan ampas yang keluar
dari screw press dan juga untuk mengurangi kadar air
yang terdapat dalam ampas agar memiliki persyaratan
bagi bahan bakar boiler
c. Polishing Drum
Diameter = 1000 mm
Panjang = 7900 mm
Power (P) = 150 Hp
Tegangan (V) = 220 V
Arus (I) = 0,85 A
Putaran = 1500 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Cos Ø = 0,8
Fungsi = Memisahkan kernel dengan bahan lain yang bukan kernel
d. Fibre Cyclone
Diameter cyclone = 2500 mm
Tinggi = 2440 mm
Kapasitas = 35 ton/jam
Jumlah = 1 unit
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Fungsi = Menampung serat-serat yang terangkat akibat tekanan
isap
e. Nut Conveyor
Diameter = 300 mm
Kapasitas = 5 ton biji/jam
Power (P) = 240 Hp
Tegangan (V) = 220 V
Arus (I) = 1,36 A
Putaran = 25 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Cos Ø = 0,8
Fungsi = Membawa kernel menuju transport pneumatic biji
f. Pneumatic Nut Transport
Kapasitas = 5 ton biji/jam
Power (P) = 240 Hp
Tegangan (V) = 220 V
Arus (I) = 1,36 A
Putaran = 25 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Cos Ø = 0,8
Jumlah = 1 unit
Fungsi = Membawa kernel menuju nut silo
g. Nut Silo
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Kapasitas = 30 m3
Jumlah = 2 unit
Fungsi = Tempat penampung nut sebelum dipecahkan
h. Ripple Mill
Type = E 450
Kapasitas = 6 ton nut/jam
Power (P) = 100 Hp
Tegangan (V) = 220 V
Arus (I) = 0,57 A
Putaran = 25 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Cos Ø = 0,8
Jumlah = 2 unit
Fungsi = Memecahkan nut yang diperoleh dari nut silo
i. Cracked Mixture Conveyor
Diameter = 380 mm
Jumlah = 2 unit
Power (P) = 150 Hp
Tegangan (V) = 220 V
Arus (I) = 1,36 A
Putaran = 40 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Cos Ø = 0,8
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Fungsi = Membawa inti agar dipisahkan menjadi kernel dan sheel
j. Kernel Pneumatic Separator
Tinggi I = 1730 mm
Diameter = 1830 mm
Tinggi II = 610 mm
Diameter = 910 mm
Jumlah = 2 unit
Fungsi = Memisahkan cracker mixture pada LTDS, dimana sheel
tenera yang halus dapat dibuang
k. Claybath Separator
Panjang = 6.000 mm
Lebar = 2.006 mm
Spesifik grafity lumpur = 1.11 – 1.14 kg/dm3
Jumlah = 1 unit
Fungsi = Memisahkan inti dengan cangkang berdasarkan
pada perbedaan berat jenis.
12. Kernel Silo Dryer
Kapasitas = 40 m3
Power (P) = 9,23 Hp
Tegangan (V) = 220 V
Arus (I) = 0,05 A
Putaran = 25 rpm
Frekwensi (F) = 50 Hz
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Putaran = 1450 rpm
Kec. Kipas = 2100 rpm
Cos Ø = 0,8
Jumlah = 2 unit
Fungsi = Mengeringkan inti dengan jalan pemanasan
dengan uap dan juga menurunkan kadar air
sehingga asam lemak bebas
13. Kernel Bulk Silo
Kapasitas = 400 ton inti
Jumlah = 1 unit
Fungsi = Gudang penimbunan kernel yang siap untuk
dipasarkan.
2.5. Utilitas
Utilitas merupakan sarana pendukung yang harus dipenuhi dalam proses
produksi, setiap perusahaan mempunyai peralatan baik itu yang langsung
berhubungan dengan proses produksi maupun peralatan penunjang lainnya. Untuk
menghasilkan produk setengah jadi ataupun produk jadi, untuk itu utilitas harus
dijaga keberadannya untuk mengoptimalkan kerja.
Utilitas yang terdapat pada pabrik PTPN III PKS Rambutan adalah :
1. Bengkel
Bengkel yang dimaksud adalah tempat melakukan kegiatan perbaikan mesin
dan peralatan-peralatan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2. Boiler
Fungsinya untuk memanaskan air dimana uap airnya akan dialirkan ke mesin
sterilizer, station clarification, threeser dan mesin-mesin lain yang
membutuhkan dalam proses produksi. Jumlahnya 2 unit.
3. Generator Setting (Genset)
Berfungsi sebagai pembangkit tenaga listrik, selain dari PLN.
4. Water Treatment (Stasiun Penjernihan Air)
Water treatment adalah pengolahan air di luar ketel yang berfungsi untuk :
1. Menghilangkan unsur garam dalam air
2. Mengendapkan kotoran dalam air
3. Pengaturan pH air
4. Menghilangkan gas yang bersifat korosi
5. Menjernihkan air untuk dialirkan ke pabrik dengan cara penangkapan zat
padat yang harus dibersihkan dengan sedimentasi bak dan sortasi
5. Stasiun Pembangkit Tenaga Listrik (Power Plant)
Berfungsi untuk menghidupkan mesin dan peralatan pada proses pengolahan,
penerangan pabrik dan penerangan di perumahan karyawan.
2.6. Safety and Fire Protection
Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan
kerja, cacat dan kematian yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja. Kecelakaan
kerja yang terjadi dapat mengakibatkan hambatan-hambatan yang sekaligus juga
merupakan kerugian secara tidak langsung seperti kerusakan mesin dan peralatan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
kerja. Masalah keselamatan harus benar-benar diperhatikan pada saat perancangan
dan bukan baru dipikirkan kemudian setelah pabrik didirikan. Namun sekalipun
pabrik sudah beroperasi, perencanaan tetap penting untuk mencapai standar
keselamatan kerja yang tinggi.
Cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan adalah dengan menggunakan
peralatan pelindung diri yang tergantung pada jenis pekerjaan di lapangan. Alat-
alat pelindung diri meliputi :
1. Kaca mata untuk pekerja yang melakukan pengelasan.
2. Pelindung telinga khusus digunakan khusus bagi pekerja yang mendapatkan
kebisingan dari, generator listrik, mesin-mesin diesel, kompresor dan
sebagainya.
3. Pelindung pernapasan berupa masker khusus untuk melindungi dari
pencemaran akibat gas, uap, debu dan sebagainya.
4. Sepatu pengaman untuk melindungi pekerja dari kecelakaan yang disebabkan
oleh benda berat yang menimpa kaki, benda tajam yang mungkin terinjak,
lantai yang licin.
5. Topi/helm khusus untuk melindungi kepala pekerja saat bekerja dari benda
yang jatuh atau melayang dari atas.
6. Sarung tangan khusus untuk melindungi tangan dari tusukan, sayatan, terkena
benda panas, aliran listrik dan sebagainya.
Untuk pengamanan arus listrik maka saklar-saklar harus ditempatkan pada
posisi yang mudah di jangkau dan tertutup, sekring-sekring harus pada panel
tertutup, kabel listrik harus terpasang yang bagus agar tidak terjadi korslet antar
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
dan putuskan aliran listrik bila terjadi hal-hal yang membahayakan keselamatan
pekerja.
2.7. Waste Treatment
Pengolahan limbah pada pabrik terdiri dari dua proses, yaitu :
1. Proses Pengolahan Limbah Padat
Limbah padat yang berasal dari proses perontokkan buah dari tandannya
menghasilkan limbah berupa tamdan kosong, dimana dari pembakaran tandan
kosong ampas dan cangkang akan menghasilkan abu. Cangkang mengandung
kalori yang tinggi, oleh karena itu sebagian cangkang digunakan untuk bahan
bakar bolier dan sebagian lagi dimanfaatkan untuk pengeras jalan. Ampas
juga mengandung kalori yang cukup tinggi. Abu yang dihasilkan dikumpulkan
ditempat penampungan tandan kosong, kemudian diangkut dengan truk ke
kebun dan dapat digunakan untuk pupuk.
2. Proses Pengolahan Limbah Cair
Limbah cair minyak sawit terdiri dari komponen-komponen antara lain
karbohidrat, protein, minyak dan lemak. Dimana komponen-komponen
tersebut didegradasi oleh bakteri sehingga terbentuklah metana dan CO2 yang
cepat menguap. Limbah cair diolah dengan cara pengolahan atau pemurnian
air industri pada Water Purifying Facilities. Setelah diolah dan dimurnikan air
ini kemudian digunakan kembali untuk keperluan industri, maupun untuk
keperluan konsumsi.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Pengertian dan Tujuan Pengendalian Persediaan
Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan perdagangan
ataupun pabrik selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan,
perusahaan akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu
tidak dapat memenuhi keinginan para pelanggannya, dan terhambatnya proses
produksi. Hal ini mungkin terjadi, karena tidak selamanya suku cadang tersedia
pada setiap saat, yang berarti bahwa perusahaan akan kehilangan kesempatan
memperoleh keuntungan yang seharusnya didapat. Jadi persediaan sangat penting
artinya untuk setiap perusahaan. Persediaan ini diadakan apabila keuntungan yang
diharapkan dari persediaan tersebut (terjadinya kelancaran usaha) hendaknya lebih
besar daripada biaya-biaya yang ditimbulkannya.
Beberapa pengertian mengenai peresediaan menurut para ahli sebagai
berikut :
1. Pengertian persediaan menurut William J. Stevenson adalah An inventory is a
stock or store of goods. Artinya persediaan adalah suatu barang yang disimpan
ataupun dijual.1
2. Persediaan (inventory) menurut Jhon E. Biegel didefenisikan sebagai berikut :
1William J Stevenson, Production/Operation Management (United States Of America: Homeewood, Illinois, 1986), p.467.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
“Inventory may be defined as material held in storage for later use or sale”.
Artinya persediaan didefenisikan sebagai suatu material yang disimpan di
gudang untuk penggunaan selanjutnya, atau untuk dijual.2
3. Menurut Martin K. Starr defenisi persediaan sebagai berikut :
“Inventory deals with the determination of optimal procedure for procuring
stock of commodities to meet future demand“. Artiya persediaan berhubungan
dengan penetuan prosedur yang optimal dalam pengadaan stok untuk
permintaan masa yang akan datang.3
Sistem pengendalian persediaan dapat didefenisikan sebagai serangkaian
kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga,
kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar
pesanan harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersedianya
persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat. Pengendalian
Dari defenisi-defenisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
persediaan adalah suatu prosedur pengerjaan yang optimum untuk mengadakan
persediaan barang-barang untuk memenuhi permintaan masa yang akan datang.
Setiap perusahaan harus dapat menentukan dan mempertahankan suatu tingkat
persediaan optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran perusahaan
dalam jumlah, waktu yang tepat dan biaya yang rendah. Untuk mengatur
tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimal, maka perlu suatu sistem
pengendalian persediaan.
2J.E. Biegel, Production Control A Quantitatif Approach (New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited, Second Edition, 1981), p. 90. 3Martin K. Starr, Inventory Control Theory and Practice (New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited, 1981), p. 3.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
persediaan secara umum bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas
optimal dalam penyediaan material.
Sedangkan tujuan khusus pengendalian persediaan bagi perusahaan yaitu :
1. Menjaga supaya perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan sehingga
dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.
2. Menjaga agar pembelian dalam jumlah yang relatif sedikit dan frekuensinya
yang besar dapat dihindarkan sehingga total biaya pemesanan besar.
3. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau
berlebih, sehingga biaya yang timbul akibat persediaan tidak terlalu besar.
4. Mencapai penggunaan mesin yang optimal.
5. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan
ataupun penjualannya.
Pada dasarnya persediaan mempermudah atau memperlancar jalannya
operasi perusahaan yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk
memproduksi barang secara terus menerus. Dengan adanya persediaan, produksi
tidak perlu dilakukan khusus buat konsumsi, atau sebaliknya tidak perlu konsumsi
didesak supaya sesuai dengan kepentingan produksi. Alasan diperlakukannnya
persediaan oleh suatu perusahaan ataupun pabrik adalah karena :
1. Dibutuhkannya waktu untuk menyelesaikan operasi produksi untuk
memindahkan produk dari suatu tingkat ke tingkat proses yang lain, yang
disebut persediaan dalam proses dan pemindahan.
2. Alasan organisasi, untuk memungkinkan satu unit atau bagian membuat
jadwal operasinya secara bebas, tidak tergantung pada yang lainya.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Persediaan merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi
perusahaan yang secara kontinue diperoleh, diubah yang kemudian dijual
kembali. Sebagian besar dari sumber-sumber perusahaan juga sering dikaitkan
didalam persediaan yang akan digunakan dalam perusahaan atau pabrik. Nilai dari
persediaan harus dicatat, digolongkan menurut sejenisnya yang kemudian
dibuatkan perincian dari masing-masing barang dalam suatu periode yang
bersangkutan. Pada akhir periode, pengalokasian biaya-biaya dapat dibebankan
pada aktivitas yang terjadi dalam periode tersebut dan untuk aktivitas mendatang
juga harus ditentukan.
3.2. Fungsi dan Jenis-Jenis Persediaan
Beberapa fungsi penting yang dikandung oleh persediaan dalam
memenuhi kebutuhan perusahaan adalah sebagai berikut :
1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang
yang dibutuhkan perusahaan.
2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik, sehingga harus
dikembalikan.
3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.
4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman, sehingga
perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia dipasar.
5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas.
6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang
diperlukan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
7. Mencapai penggunaan mesin yang optimal.
Sedangkan jenis-jenis persediaan adalah sebagai berikut :
1. Fluctuation stock, merupakan persediaan untuk menjaga terjadinya fluktuasi
permintaan yang tidak diperkirakan sebelumnya, dan untuk mengatasi jika
terjadi kesalahan/penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu produksi,
atau pengiriman barang.
2. Anticipation stock, merupakan jenis persediaan untuk menghadapi permintaan
yang dapat diramalkan, misalnya pada musim permintaan tinggi, tetapi
kapasitas produksi pada saat itu tidak mampu memenuhi permintaan.
Persediaan ini juga dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sukarnya
diperoleh bahan baku sehingga tidak mengakibatkan terhentinya proses
produksi.
3. Lot-size inventory, merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang
lebih besar daripada kebutuhan pada saat itu.
4. Pipeline inventory, merupakan persediaan yang sedang dalam proses
pengiriman dari tempat asal ketempat dimana barang itu akan digunakan.
Misalnya barang yang dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan, yang
dapat memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu.
3.3. Sistem Persediaan
Sistem persediaan adalah suatu mekanisme mengenai bagaimana
mengelola masukan-masukan yang sehubungan dengan persediaan menjadi
output, dimana untuk itu diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
tertentu. Mekanisme sisitem ini adalah pembuatan serangkaian kebijakan yang
memonitor tingkat persediaan, menentukan persediaan yang harus dijaga, kapan
persediaan harus dipesan, dan berapa banyak pesanan yang harus dilakukan.
Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya produk jadi, barang
dalam proses, komponen dan bahan baku secara optimal dalam kuantitas yang
optimal dan pada waktu yang optimal. Kriteria optimal adalah minimal biaya total
yang terkait dengan persediaan, yaitu biaya penyimpanan, biaya pemesanan, dan
biaya kekurangan persediaan.
Variabel keputusan dalam pengendalian persediaan tradisional dapat
diklasifikasikan kedalam variabel kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif,
variabel keputusan pada pengendalian persediaan sistem persediaan adalah
sebagai berikut :
1. Berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan atau dibuat.
2. Kapan pemesanan dilakukan.
3. Berapa jumlah persediaan pengaman.
4. Bagaimana mengendalikan persediaan.
Sedangkan secara kualitatif, masalah persediaan berkaitan dengan sistem
pengoperasian persediaan yang akan menjamin kelancaran pengelolaan
persediaan. Variabel keputusan sistem persediaan secara kualitatif adalah :
1. Jenis barang apa yang dimiliki.
2. Dimana barang tersebut berada.
3. Berapa jumlah barang yang dipesan.
4. Siapa saja yang menjadi pemasok masing-masing item.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Ada dua cara atau sistem yang umum dalam menentukan jumlah
persediaan pada akhir suatu periode, yaitu dengan :
1. Periodic System, yaitu setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara fisik
dalam menentukan jumlah persediaan akhir.
2. Perpetual system atau disebut juga book inventories yaitu sistem persediaan
yang melakukan pemesanan pada saat persediaan berada pada reorder point.
3.4. Sistem Pemesanan (Order System) dalam Pengendalian Persediaan
Dalam usaha menutupi kebutuhan persediaan, maka dilakukanlah kegiatan
pemesanan barang. Pemesanan barang yang dibutuhkan pada saat persediaan
mencapai titik tertentu (order point system), dan pemesanan yang dilakukan pada
saat dimana waktu tertentu ditetapkan dicapai (order cycle system).
Secara umum ada dua sistem pemesanan yang biasa dipakai, yaitu :
1. Sistem ukuran pemesanan tetap (Fixed order quantity system). Pada sistem
ukuran pemesanan tetap, jumlah barang yang dipesan setiap kali pesanan
jumlahnya tetap, sedangkan waktu periode pemesanan bervariasi. Sistem
ukuran pemesanan tetap sering disebut dengan Q sistem.
Dikatakan metode Q karena variabel keputusan adalah Q (yang menotasikan
kuantitas) pesanan. Kriteria optimal adalah total biaya persediaan yang
minimal.
2. Sistem pemesanan interval tetap (Fixed order interval system), atau sering
disebut dengan P sistem. Pada sistem pemesanan interval tetap, jumlah barang
yang dipesan bervariasi, sedangkan periode pemesanannya tetap.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Model P adalah suatu model persediaan yang variabel keputusannya adalah
periode pemeriksaan persediaan (berapa hari/minggu/bulan/periode sekali
pemeriksaan dilakukan pada persediaan). Dalam model ini, jumlah unit yang
dipesan akan berubah-ubah tergantung sisa atau jumlah persediaan saat
diperiksa. Besar kecilnya jumlah pemesanan akan berubah-ubah tergantung
sisa, sementara variabel yang tetap adalah jarak waktu pemeriksaan.
Pada pemecahan masalah persediaan menggunakan Q sistem. Beberapa
alasan yang dijadikan dasar dalam memilih Q sistem adalah sebagai berikut :
1. Permintaan diketahui dengan pasti dan konstan selama periode persediaan.
2. Semua item yang dipesan diterima seketika, tidak bertahap.
3. Jarak waktu sejak pesan sampai pesanan datang (lead time) pasti.
4. Semua biaya diketahui dan bersifat pasti.
5. Kekurangan persediaan (stock out) tidak diizinkan. Tidak ada diskon dalam
tingkat kuantitas pesanan.
Sedangkan model P berfungsi dengan cara yang sangat berbeda
dibandingkan model Q karena hal-hal berikut :
1. Model P tidak mempunyai titik pemesanan kembali, tetapi lebih menekankan
pada target persediaan.
2. Model P tidak mempunyai nilai EOQ karena jumlah pemesanannya akan
bervariasi tergantung permintaan yang sesuai dengan target persediaan.
3. Dalam model P, interval pemesanannya tetap sedangkan kuantitas pesanannya
berubah-ubah.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Untuk lebih jelas, diagram sistem persediaan “Q” sistem dapat dilihat pada
Gambar 3.1.
Reorder point
Tingkat persediaan
Persediaan rata-rata
Juml
ah pe
rsedia
an
Gambar 3.1. Diagram Sistem Persediaan Q-Sistem
Waktu0
Q/2
Q
3.5. Biaya-Biaya dalam Persediaan
Tujuan dari manajemen persediaan adalah memiliki persediaan dalam
jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat dan dengan biaya yang rendah. Oleh
karena itu, kebanyakan model-model persediaan menjadikan biaya sebagai
parameter dalam mengambil keputusan. Biaya persediaan adalah semua
pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat persediaan. Biaya tersebut
adalah biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan biaya
kekurangan persediaan. Unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan adalah
sebagai berikut :
1. Biaya Pembelian (Purchasing cost)
Biaya pembelian dari suatu item adalah harga pembelian setiap unit item jika
item tersebut berasal dari sumber-sumber eksternal, atau biaya produksi perunit
bila item tersebut berasal dari internal perusahaan. Dalam kebanyakan teori
persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan kedalam total biaya
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
pembelian untuk periode tertentu dan hal ini tidak akan mempengaruhi jawaban
optimal tentang berapa banyak barang yang harus dipesan. Total biaya
pembelian item-item selama satu periode pengendalian persediaan dapat
dirumuskan sebagai berikut :
∑=
=f
jjjcp QCT
1
dimana : Tcp = Total biaya pembelian selama satu periode
f = Frekwensi pembelian selama satu periode
Cj = Biaya pembelian per unit pada pembelian ke-j
Qj = Jumlah pemesanan setiap kali pemesanan ke-j
2. Biaya Pemesanan (Order cost)
Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan
pemesanan barang, daru penempatan pesanan sampai tersedianya barang.
Biaya pemesanan ini meliputi semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka
mengadakan pemesanan barang tersebut, yang dapat mencakup biaya
administrasi dan penempatan order, biaya ekspedisi, biaya pemilihan pemasok,
biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan biaya
pemeriksaan barang. Biaya pemesanan tidak tergantung dari jumlah yang
dipesan, tetapi tergantung dari beberapa kali pesanan dilakukan. Total biaya
pemesanan selama satu periode pengendalian peresediaan dirumuskan sebagai
berikut :
∑=
=f
jjco AT
1
dimana : Tco = Total Biaya Pemesanan selama satu periode
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
f = Frekwensi pembelian selama satu periode
Aj = Biaya pemesanan ke-j
Grafik biaya pemesanan dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Order quantity
Ann
ual c
ost
Gambar 3.2. Grafik Biaya Pemesanan
D/Q x S
3. Biaya Penyimpanan (Holding cost)
Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan
diadakannya persediaan barang. Yang termasuk biaya ini antara lain :
1. Biaya sewa gudang
2. Biaya administrasi pergudangan
3. Gaji pelaksana pergudangan
4. Biaya listrik
5. Biaya modal yang tertanam dalam persediaan
6. Biaya asuransi
7. Biaya kehilangan ataupun kerusakan dan penyusutan barang selama dalam
penyimpanan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Biaya penyimpanan dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu sebagai
persentase dari nilai rata-rata persediaan per tahun dan dalam bentuk rupiah
per tahun per unit barang.
∑=
=l
tttch HIT
1.
dimana : Tch = Total biaya penyimpanan selama satu periode
l = Panjang satu periode pengendalian persediaan
It = Jumlah persediaan pada waktu ke-t
Ht = Biaya penyimpanan per unit barang per satuan waktu ke-t
Grafik biaya penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Order quantity
Ann
ual c
ost
Q/2 x H
Gambar 3.3. Grafik Biaya Penyimpanan
4. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage cost)
Biaya kekurangan persediaan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak
tersedianya barang pada waktu yang diperlukan. Biaya kekurangan persediaan
pada dasarnya bukan biaya nyata, melainkan berupa biaya kehilangan
kesempatan. Termasuk dalam biaya ini, antara lain semua biaya kesempatan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
yang timbul karena terhentinya proses produksi sebagai akibat tidak
tersedianya bahan yang diproses, biaya administrasi tambahan, biaya
tertundanya penerimaan keuntungan, bahkan biaya kehilangan pelanggan.
Total biaya kekurangan persediaan selama satu periode dirumuskan sebagai
berikut : ∑=
=G
jjscs ZCT
1
dimana : Tcs = Total biaya kekurangan persediaan
G = Frekwensi terjadinya stock out selama satu periode
Cs = Biaya per unit untuk pengadaan darurat stock out ke-j
Zj = Waktu pemenuhan pada stock out ke-j
Hubungan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan(total biaya
persediaan) dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Order quantity
Ann
ual c
ost
Gambar 3.4. Grafik Total Biaya Persediaan
HxQSxQDTC
2+=
Q0
Dari gambar diatas dengan jelas dapat diketahui bahwa semakin besar
jumlah barang yang dipesan, maka ongkos penyimpanan semakin bertambah
tinggi sedangkan ongkos pemesanan semakin kecil. Sebaliknya semakin kecil
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
jumlah barang yang dipesan, maka biaya pemesanan semakin besat sehingga
biaya penyimpanan semakin kecil. Dengan demikian untuk memperoleh jumlah
pemesanan optimum dan kapan dilakukan pemesanan haruslah dicari
keseimbangan antara ongkos penyimpanan dan ongkos pemesanan.
3.6. Model-Model Persediaan
Ada beberapa model dari persediaan yang dapat dilihat dari sifatnya,
antara lain :
1. Model persediaan berdasarkan sifat-sifat demand, terdiri dari :
a. Static deterministic inventory models, dimana demandnya diketahui dan
konstan serta laju demand sama untuk tiap periodenya.
b. Dynamic deterministic inventory models, dimana demandnya diketahui
dan konstan, tetapi laju demand untuk tiap periode bervariasi.
c. Static probabilistic inventory models, dimana demand adalah variabel
random berdistribusi probabilistic tergantung pada panjang periode.
Distribusi probabilistic demand sama untuk tiap periode.
d. Dynamic probabilistic inventory models, model ini sama dengan model c,
tetapi pada distribusi probabilistic demand yang berbeda untuk masing-
masing periode.
2. Model persediaan berdasarkan jenis kebijakan yang digunakan, terdiri dari :
a. Periodic-Review Policy
Berdasarkan kebijakan ini, tingkat persediaan ditinjau pada interval waktu
yang sama (T). T merupakan lamanya periode pengamatan. Jika pada
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
akhir dari periode T tingkat inventory lebih tinggi dari ukuran pemesanan
kembali yang ditetapkan tidak ada tindakan yang perlu dilakukan. Akan
tetapi, bila tingkat inventory kurang atau sama dengan reorder level, perlu
dilakukan pemesanan untuk mencapai tingkat persediaan yang maksimum.
b. Order-Up to R Policy
Berdasarkan kebijakan ini, reorder level (r) disesuaikan dengan ukuran R.
Oleh karena itu ukuran order Qi = R – Li selalu dilaksanakan diakhir
periode Ti. R dan T adalah dua parameter yang hanya diperlukan pada
kebijakan ini.
c. Continous-Review Policy
Berdasarkan kebijakan ini, tingkat persediaan dipantau terus menerus dan
ukuran order selalu dilakukan jik tingkat persediaan berada pada reorder
level atau dibawahnya.
d. Fixed-Reorder-Quantity Policy
Kebijakan ini mirip dengan kebijakan peninjauan terus menerus, tetapi
pada kebijakan ini jumlah unit dikeluarkan dari persediaan sekali pada
suatu waktu, sehingga tingkat persediaan dapat ditinjau ketika persediaan
berada tepat pada R. Oleh karena itu ukuran pemesanan yang tetap (Q)
selalu dilakukan ketika Li = R.
e. Base-Stock Policy
Berdasarkan kebijakan ini, kita mengatur reorder level sama dengan R,
dan order dilakukan setiap terjadi penarikan dari persediaan. Oleh karena
itu jumlah stok yang ada dalam persediaan dan jumlah yang dipesan harus
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
sama dengan R pada tiap waktu. Tingkat persediaan yang maksimum
dianggap sebagai tingkat stok dasar (base-stock level).4
Yang dimaksud dengan nilai dalam klasifikasi ABC bukan harga
persediaan per unit, melainkan volume persediaan dalam satu periode (biasanya
satu tahun) dikalikan dengan harga per unit. Jadi nilai investasi adalah jumlah
nilai seluruh item pada satu periode, atau dikenal dengan istilah volume tahun
rupiah. Suatu item tertentu dikatakan lebih penting dari item yang lain karena item
3.7. Pengendalian Persediaan dengan Klasifikasi ABC
Pengendalian persediaan dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain
dengan menggunakan analisa nilai persediaan. Dalam analisa ini, persediaan
dibedakan berdasarkan nilai investasi yang terpakai dalam satu periode. Biasanya
persediaan dibedakan kedalam tiga kelas, yaitu kelas A, B dan C sehingga analisa
ini dikenal dengan klasifikasi ABC. Klasifikasi ABC diperkenalkan oleh HF
Dickie pada tahun 1940an. Klasifikasi ABC merupakan aplikasi persediaan yang
menggunakan prinsip pareto. Idenya untuk memfokuskan pengendalian
persediaan kepada item (jenis) persediaan yang bernilai tinggi (critical) daripada
persediaan yang bernilai rendah (trivial). Klasifikasi ABC membagi persediaan
dalam tiga kelas berdasarkan atas nilai persediaan. Dengan mengetahui kelas-
kelas tersebut maka dapat diketahui item persediaan tentunya yang harus
mendapat perhatian lebih intensif dibanding dengan item yang lain.
4Elsayed, E.A, Thomas O. Boucher, Analysis And Control Production System (New Jersey: Second Edition, Prentice Hall, 1994), p. 67 – 69.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
itu memiliki nilai investasi yang lebih tinggi. Konsekwensinya item itu mendapat
perhatian lebih besar dibandingkan item lain yang memiliki nilai investasi yang
lebih rendah. Namun tidak berarti item yang memiliki nilai investasi rendah tidak
perlu diperhatikan, hanya saja pengendaliannya tidak seakurat yang memiliki nilai
investasi tinggi. Kriteria masing-masing kelas dalam klasifikasi ABC adalah
sebagai berikut :
Kelas A : Persediaan yang memiliki nilai volume tahunan rupiah yang tinggi.
Kelas ini mewakili sekitar 80 % dari total nilai persediaan, meskipun
jumlahnya hanya sedikit, hanya sekitar 20 % dari seluruh item.
Persediaan yang termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian yang
tinggi dalam pengadaannya karena berdampak biaya yang tinggi.
Pemeriksaan dilakukan secara intensif.
Kelas B : Persediaan dengan nilai volume tahunan rupiah yang menengah.
Kelompok ini mewakili sekitar 15 % dari nilai persediaan tahunan,
dan sekitar 30 % dari jumlah item.
Kelas C : Barang yang nilai volume tahunan rupiahnya rendah, yang hanya
mewakili sekitar 5 % dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari
sekitar 50 % dari jumlah item persediaan.
Konsep ini menunjukkan tentang persediaan suku cadang dalam skala
harga dan kontribusi barang-barang tersebut dari harga keseluruhan. Dalam
penggambaran berbentuk grafik sistem koordinat, pada basis menyatakan
persentase kumulatif dari item dan pada ordinat menyatakan persentase kumulatif
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
dari harga barang-barang tersebut. Pengelompokan barang berdasarkan klasifikasi
ABC dapat dilihat pada Gambar 3.5.
0 20 50 100
Persentase Kumulatif Jumlah Barang (%)
Perse
ntase
kumu
latif
Total
Harg
a (%)
A
B
C
80
95100
Gambar 3.5. Pengelompokan Barang Sistem ABC
3.7.1. Identifikasi Material Menggunakan Analisis Klasifikasi ABC
Klasifikasi ABC sering juga disebut sebagai analisis ABC yang
merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun
berdasarkan biaya penggunaan material per periode waktu (harga per unit
dikalikan volume penggunaan material tersebut). Periode waktu yang umum
digunakan adalah satu tahun. Analisis ABC juga dapat ditetapkan menggunakan
kriteria lain, tergantung pada faktor-faktor penting apa saja yang menentukan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
material tersebut. Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang menentukan
kepentingan suatu material, yaitu :
1. Nilai total uang dari material
2. Biaya per unit dari material
3. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material
4. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk
membuat material
5. Panjang dan variasi waktu tenggang dari material.
6. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material.
7. Resiko penyerobotan atau pencurian material.
8. Biaya kehabisan stock atau persediaan dari material.
9. Kepekaan material terhadap perubahan desain.
Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20 atau hukum pareto, dimana sekitar 80 %
dari nilai total persediaan material diwakili oleh 20 % persediaan material.
3.7.2. Penggunaan Klasifikasi ABC
Penggunaan klasifikasi ABC adalah untuk menetapkan :
1. Frekuensi perhitungan inventori (cycle inventory), dimana material-material
kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan inventori
dibandingkan material kelas B dan kelas C.
2. Prioritas rekayasa (engineering), dimana material kelas A dan B memberikan
petunjuk pada bagian rekayasa dalam peningkatan program reduksi biaya
ketika mencari material-material tertentu yang perlu difokuskan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3. Prioritas pembelian, dimana aktivitas pembelian seharusnya difokuskan pada
bahan-bahan bernilai tinggi. Fokus pada material-material kelas A untuk
pemasok dan negoisasi.
4. Keamanan, meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih baik
dibandingkan nilai penggunaan, namun analisis ABC boleh digunakan sebagai
indikator dari material-material (kelas A,B,C) yang seharusnya aman
disimpan dalam ruangan terkunci untuk mencegah kehilangan, kerusakan,
atau pencurian.
5. Sistem pengisian kembali, dimana klasifikasi ABC akan membantu
mengidentifikasikan metode pengendalian persediaan yang digunakan.
6. Keputusan investasi, karena material-material kelas A menggambarkan
investasi yang lebih besar dalam persediaan, maka perlu lebih berhati-hati
dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stock pengaman
material kelas A dibandingkan material kelas B dan C.
3.8. Metode Economic Order Quantity
Salah satu cara perhitungan yang digunakan dalam pengendalian
persediaan adalah Metode Economic Order Quantity (EOQ). Metode EOQ
mengandung pengertian bahwa pada waktu tercapai titik pemesanan kembali,
dilakukan pemesanan sebesar EOQ. Metode EOQ merupkan sebuah perhitungan
dengan rumus mengenai berapa jumlah, atau frekwensi pemesanan, atau nilai
pemesanan yang paling ekonomis. Dalam hampir semua situasi yang menyangkut
pengelolaan persediaan barang jadi, metode ini dapat dikatakan cocok untuk
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
digunakan. Metode EOQ dapat dilaksanakan apabila kebutuhan-kebutuhan
permintaan pada masa yang akan datang memiliki jumlah yang konstan dan relatif
memiliki fluktuasi perubahan yang sangat kecil. Apabila jumlah permintaan dan
masa tenggang diketahui, maka dapat diasumsikan bahwa jumlah permintaan dan
masa tenggang merupakan bilangan yang konstan dan diketahui. EOQ dihitung
dengan menganalisis total biaya (TC). TC pada satu periode merupakan jumlah
dari biaya pemesanan ditambah biaya penyimpanan selama periode tertentu.
Dalam metode EOQ digunakan beberapa notasi sebagai berikut :
D = Jumlah kebutuhan barang (unit/tahun)
S = Biaya pemesanan (rupiah/pesan)
h = Biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang)
C = Harga barang (rupiah/unit)
H = h x C = biaya penyimpanan (rupiah/unit/tahun)
Q = Jumlah pemesanan (unit/pesanan)
T = Jarak waktu antar pesan (tahun,hari,bulan)
F = Frekuensi pemesanan ( kali/tahun)
TC = Biaya total persediaan (rupiah/tahun)
Cara untuk memperoleh EOQ adalah sebagai berikut :
Biaya pemesanan per tahun = Frekuensi pesanan x Biaya pesan
= SxQD
Biaya penyimpanan per tahun = Persediaan rata-rata x Biaya penyimpanan
= HxQ2
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Biaya total per tahun = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan
= SxQD
+ HxQ2
EOQ terjadi jika : Biaya pemesanan = Biaya penyimpanan
Maka :
SxQD
= HxQ2
2 DS = HQ 2
HDSQ 22 =
Jadi : HDSQ 2
=
Q* adalah EOQ, yaitu jumlah pemesanan yang memberikan biaya total
persediaan yang rendah. EOQ juga bisa diperoleh dengan membuat turunan dari
fungsi total biaya (TC) terhadap Q sebagai berikut :
TC = SxQD + HxQ
2
SQDdHdQ
dQdTC )(
2+−=
= 22 QDSH
− = 0
Maka : HDSQ 2
=
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3.9. Terminologi Sistem Persediaan
Beberap terminologi sistem persedian adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan (demand)
Keputusan pengadaan persediaan dibuat berdasarkan perkiraan demand masa
yang akan datang. Sifat dari demand akan mempengaruhi keputusan yang
akan dibuat. Laju demand adalah besarnya demand yang terjadi per satuan
waktu. Sifat-sifat demand antara lain :
a. Deterministic, dimana besarnya demand diketahui.
b. Probabilistic, dimana besarnya demand tidak diketahui dan berbentuk
suatu distribusi tertentu.
c. Static, dimana laju demand untuk tiap-tiap periode sama.
d. Dynamic, dimana laju demand setiap periode tidak sama.
2. Waktu Tenggang (lead time)
Untuk memesan suatu barang sampai barang tersebut datang/siap dipakai
diperlukan jangka waktu yang bisa bervariasi dari beberapa jam sampai
beberapa bulan. Perbedaan waktu antara saat memesan sampai saat barang
datang disebut waktu tenggang (lead time). Waktu tenggang sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan dari barang itu sendiri dan jarak pembeli dan
pemasok.
3. Penggantian Persediaan (replenishment)
Penggantian persediaan adalah penambahan persediaan yang ada digudang.
Jumlah penggantian adalah jumlah barang yang diterima sesuai besarnya
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
order yang terjadi. Laju penggantian adalah laju penambahan persediaan
dalam gudang yang mempunyai bermacam-macam pola.
4. Titik Pemesanan Ulang (reorder point)
Pada saat harus diadakan pemesanan kembali sedemikian rupa, sehingga
kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan tepat waktu disebut titik
pemesanan ulang (reorder point). Titik pemesanan ulang menandakan
pembelian harus segera dilakukan untuk menggantikan persediaan yang telah
digunakan. Jika titik pemesanan ulang ditetapkan terlalu rendah, maka
persediaan barang akan habis sebelum persediaan pengganti diterima,
sehingga proses produksi dapat terganggu. Akan tetapi jika titik pemesanan
ulang ditetapkan terlalu tinggi, maka persediaan baru sudah datang, sedangkan
persediaan digudang masih banyak. Hal ini akan mengakibatkan pemborosan
biaya dan investasi yang berlebihan. Titik pemesanan ulang dihitung dengan
mengalikan tenggang waktu (lead time) dengan permintaan per hari. Jika
asumsi bahwa satu tahun terdiri dari 365 hari, maka permintaan per hari
adalah 365D . Jadi, rumus untuk titik pemesanan ulang adalah :
365LxDROP =
5. Periode Pemesanan (scheduling period)
Periode pemesanan adalah interval waktu antara pemesanan yang terjadi.
Untuk sistem persediaan dengan periode pemesanan tetap, maka jumlah yang
dipesan biasanya tergantung dari besarnya order level.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
6. Level Pemesanan (order level)
Level pemesanan adalah besarnya persediaan sebagai patokan dalam
penentuan ukuran pemesanan.
7. Persediaan Pengaman (safety stock)
Persediaan pengaman berfungsi untuk melindungi atau menjaga kemungkinan
terjadinya kekurangan barang, misalnya penggunaan barang yang lebih besar
dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan barang yang
dipesan. Persediaan pengaman dapat ditentukan berdasarkan persentase dari
kebutuhan dari kebutuhan selama waktu tenggang. Besarnya nilai safety stock
tergantung pada ketidakpastian pasokan maupun permintaan. Pada situasi
normal, ketidakpastian pasokan bisa diwakili dengan standar deviasi lead time
dari supplier, yaitu waktu antara perusahaan memesan sampai material atau
barang diterima. Sedangkan ketidakpastian permintaan biasanya diwakili
dengan standar deviasi besarnya permintaan per periode. Kalau permintaan
per periode maupun lead time sama-sama konstan maka tidak diperlukannya
safety stock karena permintaan selama lead time memiliki standar deviasi nol.
3.10. Ukuran Lot (Lot Sizing)
Perencanaan produksi dan penyediaan bahan baku merupakan dua hal
yang berkaitan. Berapa banyak bahan baku yang harus disediakan, ditentukan oleh
berapa jumlah produk yang akan dibuat pada suatu periode tertentu. Metode
perencanaan untuk penyediaan bahan baku ada beberapa macam. Dua di antara
metode perencanaan penyiapan bahan baku adalah lot-for lot dan economic order
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
quantity. Dua metode ini dipilih karena kedua metode tersebut mempunyai
karakter yang berbeda dalam penyediaan kebutuhan bahan baku (bahan baku
dalam kasus ini adalah impeller pompa). Pada metode lot-for-lot penentuan
jumlah sediaan bahan baku ditetapkan sedemikian rupa untuk memenuhi
kebutuhan bersih satu periode tunggal. Sedangkan pada metode economic order
quantity penentuan sediaan bahan baku ditetapkan berdasarkan kebutuhan yang
diperkirakan (expected requirements).
Dalam sistem MRP dikenal berbagai macam teknik pengukuran lot.
Berdasarkan tingkatannya, teknik penentuan lot dapat dikategorikan sebagai
berikut :
1. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas
2. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas terbatas
3. Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas
4. Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas terbatas
Teknik penetapan ukuran lot untuk satu tingkat dengan asumsi kapasitas tak
terbatas dapat diklasifikasikan lagi kedalam empat cara, sebagai berikut :
1. Fixed Order Quantity (FOQ)
2. Lot-For-Lot (LFL)
3. Fixed Periode Requirement (FPR)
4. Economic Order Quantity (EOQ)
5. Period Order Quantity (POQ)
Teknik ukuran lot FOQ dan EOQ berorientasi pada tingkat kebutuhan, sedangkan
teknik ukuran LFL dan FPR merupakan teknik ukuran lot diskrit, karena hanya
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
memenuhi permintaan dengan jumlah yang sama seperti telah direncanakan dalam
periode tertentu. Ukuran lot diskrit tidak akan menghasilkan sisa jumlah
komponen karena teknik tersebut hanya memenuhi permintaan dengan jumlah
yang sama seperti telah direncanakan. Kelemahan dari teknik ini adalah bila
dimasa yang akan datang (periode mendatang) terjadi lonjakan permintaan, maka
harus dilakukan perhitungan ulang.
Teknik penentuan ukuran lot mana yang paling baik dan tepat bagi suatu
perusahaan adalah persoalan yang sangat sulit, karena sangat tergantung pada hal-
hal sebagai berikut :
1. Variasi dari kebutuhan, baik dari segi jumlah maupun periodenya.
2. Rentang waktu perencanaan.
3. Ukuran periodenya (minggu, bulan, dan sebagainya).
4. Perbandingan biaya pesan dan biaya simpan.
Hal-hal inilah yang mempengaruhi keefektifan dan keefisienan suatu metode
dibandingkan metode lainnya. Dalam prakteknya, teknik LFL seringkali menjadi
pilihan. Apabila ada kesulitan yang berarti barulah teknik yang lain dipakai.
Kesulitan lainnya dalam penentuan lot adalah untuk kasus struktur produk yang
bertingkat banyak karena masih dalam tahap pengembangan. Sehingga bisa
disimpulkan ada 2 pendekatan dalam menentukan ukuran lot, yaitu periode demi
periode untuk kasus satu level dan level demi level untuk kasus multi level.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3.10.1. Fixed Order Quantity (FOQ)
Dalam metode FOQ ukuran lot ditentukan secara subyektif. Berapa
besarnya dapat ditentukan berdasarkan pengalaman produksi atau intuisi. Tidak
ada teknik yang dapat dikemukakan untuk berapa ukuran lot ini. Kapasitas
produksi selama lead time produksi dalam hal ini dapat digunakan sebagai dasar
untuk menentukan besarnya lot. Sekali ukuran lot ditetapkan, maka lot ini akan
digunakan untuk seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan. Berapapun
kebutuhan bersihnya, rencana pesan akan tetap sebesar lot yang telah ditentukan
tersebut. Metode ini dapat ditempuh untuk item-item yang biaya pemesanannya
(ordering cost) sangat mahal.
Besarnya jumlah mencerminkan pertimbangan faktor-faktor luar, seperti
peristiwa atau kejadian yang tidak dapat dihitung dengan teknik-teknik penentuan
ukuran lot. Beberapa keterbatasan kapasitas atau proses yang harus
dipertimbangkan antara lain batas waktu rusak, pengepakan, penyimpanan dan
lain sebagainnya. Apabila teknik ini akan diterapkan dalam sistem MRP, maka
besar jumlah pemesanannya dapat menjadi sama atau lebih besar dari kebutuhan
bersih, yang terkadang diperlukan bila ada lonjakkan permintaan. Sebagai contoh
ukuran lot produksi secara intuitif telah ditetapkan sebesar 100 unit, kemudian
pemesanan dilakukan apabila jumlah kebutuhan bersih untuk beberapa periode
yang akan datang mendekati 100. Salah satu ciri dari metode FOQ adalah ukuran
lotnya selalu tetap, tetapi periode pemesanannya yang selalu berubah. Contoh
penetapan ukuran lot dengan metode FOQ dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tabel 3.1. Penetapan ukuran Lot dengan Metode FOQ
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8
Kebutuhan Bersih 20 50 60 80 40 40 40 60
Jumlah Pemesanan 100 100 100 100
Persediaan 80 30 70 90 50 10 70 10
3.10.2. Economic Order Quantity (EOQ)
Penetapan ukuran lot dengan metode EOQ sangat populer sekali dalam
sistem persediaan tradisional. Dalam teknik ini besarnya ukuran lot adalah tetap.
Penentuan lot berdasar biaya pesan dan biaya simpan, dengan rumus sebagai
berikut :
HDSEOQ 2
=
Dimana dalam contoh diatas D : Jumlah Kebutuhan = 400
S : Biaya Pesan = Rp. 21.500
H : Biaya Simpan = Rp. 3000/periode
Maka EOQ = 75 unit. Contoh penetapan ukuran lot dengan metode EOQ dapat
dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Penetapan ukuran Lot dengan Metode EOQ
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8
Kebutuhan Bersih 20 50 60 80 40 40 40 60
Jumlah Pemesanan 75 75 75 75 75 75
Persediaan 55 5 20 15 50 10 45 60
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Biaya simpan = 55 + 5 + 20 + 15 + 50 + 10 + 45 + 60 x Rp. 3000 = Rp 780.000
Biaya pesan = 6 x Rp. 21.500 = Rp 129.000
Biaya Total = Rp 909.000
Metode EOQ ini biasanya dipakai untuk horison perencanaan selama satu
tahun. Metode EOQ baik digunakan bila semua data konstan dan perbandingan
biaya pesan dan biaya simpan sangat besar.
3.10.3. Lot-For-Lot (LFL)
Teknik penetapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit.
Disamping itu, teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik
ukuran lot yang ada. Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat
dinamis) terutama apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan
teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan
teknik ini ongkos simpan menjadi nol (0). Oleh karena itu, sering sekali
digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya simpan per unit sangat mahal.
Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak
teratur, maka teknik LFL ini memiliki kemampuan yang lebih baik. Disamping itu
teknik ini sering digunakan pada sistem produksi manufaktur yang mempunyai
sifat set-up permanen pada proses produksinya.
Pada metode lot-for-lot penentuan jumlah kebutuhan bahan baku
ditetapkan berdasarkan kebutuhan bersih untuk satu periode tunggal. Komponen
biaya pada metode lot-for-lot terdiri dari biaya pemesanan (atau biaya persiapan
pembuatan, dalam kasus bahan baku dibuat/disiapkan sendiri di perusahaan) dan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
biaya penyimpanan. Biaya pemesanan (atau biaya persiapan pembuatan) yang
dinyatakan dalam parameter cP, merupakan besarnya biaya untuk memesan
ataupun mempersiapkan pembuatan bahan baku yang dibutuhkan. Sedangkan
biaya penyimpanan, yang dinyatakan dalam parameter cH, merupakan besarnya
biaya yang harus dikeluarkan untuk menyimpanan bahan baku selama bahan baku
tersebut belum digunakan. Biaya penyimpanan ini biasanya diperhitungkan per
satuan waktu (bisa per minggu, per bulan dan sebagainya). Dua jenis biaya ini
dipakai sebagai sarana untuk membandingkan metode perencanaan bahan baku
yang mana yang akan dipilih. Contoh penetapan ukuran lot menggunakan metode
LFL dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Penetapan ukuran Lot dengan Metode LFL
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8
Kebutuhan Bersih 20 50 60 80 40 40 40 60
Jumlah Pemesanan 20 50 60 80 40 40 40 60
Persediaan 0 0 0 0 0 0 0 0
Biaya simpan = Rp 0 x Rp 3000 = Rp 0
Biaya pesan = Rp 8 x Rp 21.500 = Rp 168.000
Biaya Total = Rp 168.000
3.10.4. Fixed Period Requirement (FPR)
Dalam metode FPR penentuan ukuran lot didasarkan pada periode waktu
tertentu saja. Besarnya jumlah kebutuhan tidak berdasarkan ramalan, tetapi
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
dengan cara menjumlahkan kebutuhan bersih pada periode yang akan datang. Bila
dalam metode FOQ besarnya jumlah ukuran lot adalah tetap sementara selang
waktu antar pesanan tidak tetap. Dalam metode FPR ini selang waktu antar
pesanan dibuat tetap dengan ukuran lot sesuai pada kebutuhan bersih.
Untuk contoh yang sama, misalnya ditentukan periode pemesanan adalah
setiap 2 periode, hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Penetapan ukuran Lot dengan Metode FPR
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8
Kebutuhan Bersih 20 50 60 80 40 40 40 60
Jumlah Pemesanan 70 140 80 100
Persediaan 50 0 80 0 40 0 60 0
Biaya pesan = Rp 21.500 x 4 = Rp 86.000
Biaya Simpan = Rp 3000 x 230 = Rp 690.000
Biaya Total = Rp 776.000
3.10.5. Period Order Quantity (POQ)
Pada metode POQ pemesanan atau pembelian dilakukan secara periodik
dengan jangka waktu antar pemesanan selalu sama. Adapun prosedur dalam
pengerjaan POQ adalah :
1. Hitung EOQ
2. Gunakan EOQ untuk menghitung frekuensi pemesanan per tahun (N)
EOQDN =
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Dimana N : Frekuensi pemesanan per tahun
D : Jumlah Kebutuhan per tahun
3. Hitung POQ
NTahunperPeriodeJumlahPOQ =
Contoh :
- Demand per tahun = D = 1440
- Ongkos pesan = S = Rp 60 per order
- Cost rate of carrying 1 unit in inventory = h = 0.3 per tahun
- Ongkos 1 unit = P = Rp 90 per unit
- Jumlah minggu per tahun = 50
Maka POQ = 50/18 = 3
Contoh perhitungan lot dengan metode POQ dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Penetapan ukuran Lot dengan Metode POQ
Periode
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
GR
SR
POH
NR * * * 20 34 8 50 0 51 0 9 38 13
PORec 62 101 60
PORel 62 101 60
80903.014406022
=×××
==hAEOQ λ
1880
1440===
EOQN λ
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3.11. Klasifikasi Suku Cadang
Pengendalia persediaan suku cadang adalah bagian dari tugas manajemen
logistik dalam suatu perusahaan. Menurut penggunaanya, suku cadang dapat
dibagi menjadi tiga jenis. Pembagian ini sangat berguna untuk membagi kebijakan
penyimpanan dan pengisian kembali. Selain itu, untuk menentukan kebijakan
dalam jenis dan jumlah penyimpanannya nanti, perlu juga diketahui perbedaan
jenis peralatannya dipandang dari fungsinya. Pembagian suku cadang dimaksud
adalah :
1. Suku cadang habis pakai (Consumable parts)
Yaitu jenis suku cadang untuk pemakaian biasa, yaitu yang akan aus dan
rusak karena gesekan, tegangan, kena panas dan sebagainya. Kerusakan suku
cadang jenis ini dapat terjadi sewaktu-waktu, sehingga penggantiannya dapat
pula sewaktu-waktu. Oleh karena itu pengaturannya haruslah sedemikian rupa
sehingga sewaktu-waktu diperlukan haruslah selalu tersedia, atau dapat
diadakan dalam waktu singkat sehingga tidak mengganggu jalannya peralatan.
Suku cadang jenis ini misalnya seal, v-belt, dan oil filter.
2. Suku cadang pengganti (Replacement parts)
Adalah jenis suku cadang yang penggantiannya biasanya dilakukan pada
waktu overhaull, yaitu pada waktu diadakan perbaikan besar-besaran. Waktu
overhaull ini biasanya dapat dijadwalkan sesuai dengan rekomendasi pabrik
pembuat peralatan tersebut. Oleh karena itu, biasanya jenis suku cadang ini
tidak disimpan dalam persediaan, kecuali untuk peralatan yang bersifat vital.
Suku cadang jenis ini misalnya gasket, piston dan piston rings.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3. Suku cadang jaminan (Insurance parts)
Adalah jenis suku cadang yang biasanya tidak pernah rusak, tetapi dapat rusak
juga, dan apabila rusak dapat menghentikan operasi dan produksi. Suku
cadang jaminan ini biasanya bentuknya besar, harga mahal, dan waktu
pembuatannya lama. Contohnya cylinder head, crankshaft, dan flywheel.
3.11.1. Pengelolaan Suku Cadang
Suku cadang atau material merupakan bagian pokok yang perlu
diperhitungkan dalam pengaruhnya terhadap biaya perawatan. Biaya material dan
suku cadang untuk perawatan biasanya berkisar antara 40 sampai 50 persen dari
total investasi, termasuk adanya kerugiankerugian karena kerusakan. Dengan
demikian, rata-rata perusahaan mengeluarkan sekitar 15 sampai 25 persen dari
total biaya perawatan untuk suku cadang dan material. Oleh karena itu, pemakaian
material atau suku cadang direalisasikan sehemat mungkin dan perlu pengontrolan
dalam pengelolaannya. Pada dasarnya pengontrolan material atau suku cadang
dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan usaha dan kondisi pengoperasiannya.
Namun demikian perubahan dapat saja terjadi dan memerlukan pengaturan setiap
waktu. Jadi setiap bagian perawatan perlu mengorgasisasian sistem penyimpanan
suku cadang dan mengembangkan suatu program pengontrolan yang dibutuhkan
secara khusus.
Dalam kaitan ini, penting adanya perhatian manajemen untuk
pengontrolan material atau suku cadang yang dibutuhkan pada pekerjaan
perawatan. Usaha-usaha yang perlu ditangani dalam mengelola dan mengontrol
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
suku cadang mencakup sistem order, rencana teknik untuk mengganti atau
memperbaiki, penanggulangan masalah produk yang berubah karena pengaruh
material atau suku cadang, persediaan suku cadang sesuai dengan kebutuhan
fasilitas yang akan menggunakannya.
3.11.2. Kontrol Suku Cadang
Untuk pengelolaan suku cadang yang dikontrol dengan baik, maka perlu
adanya :
a. Sistem pencatatan (record system)
Penyimpanan suku cadang, material, dan perlengkapan lainnya harus tercatat
secara sistematis. Perlu adanya sistem penomoran dalam pembukuan yang
menjelaskan deskripsi, lokasi, biaya, sumber, dan lain-lain yang menjadi
pokok dalam sistem pengolahan data.
b. Sistem penyimpanan
Sistem penyimpanan dapat diartikan sebagai sistematika dalam penempatan,
penyimpanan dan pencatatan barang, komponen, suku cadang, atau material
yang disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga akan mempermudah pelayanan
pengoperasiannya secara praktis dan ekonomis.
3.11.3. Fungsi Kontrol Suku Cadang
a. Mengelola penyimpanan barang secara aktif, termasuk tata letak, sarana untuk
penyimpanan, pemanfaatan ruang gudang, prosedur penerimaan dan
pengeluaran barang, suku cadang dan lain-lain.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
b. Tanggung jawab teknis untuk keberadaan suku cadang. Termasuk metode
penyimpanan, prosedur perawatan untuk mencegah kerusakan, pencegahan
kehilangan.
c. Sistem pengontrolan stok (persediaan suku cadang). Catatan inventarisasi,
prosedur pemesanan, pengadaan barang.
d. Perawatan untuk bahan-bahan khusus, dalam pengiriman barang, dalam
proses pemakaian, kesiapan suku cadang dalam jumlah dan spesifikasi yang
sesuai menurut kebutuhannya.
e. Melindungi suku cadang dari kerugian atau kehilangan karena penyimpanan
yang kurang terkontrol, dan mencegah adanya pemindahan barang tanpa
diketahui.
3.11.4. Dasar-dasar Kontrol Suku Cadang
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan suku cadang adalah bahwa
penyimpanan stok tidak terlalu lebih atau tidak terlalu kurang dari kebutuhan.
Jumlah maksimum dan minimum penyimpanan suku cadang harus ditentukan
secermat mungkin. Batas-batas tersebut dapat ditentukan berdasarkan pengalaman
dan kebutuhan nyata (lihat gambar 1).
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3.12. Pengertian dan Tujuan Maintenance
3.12.1. Pengertian maintenance
Maintenance merupakan suatu fungsi dalam suatu industri manufaktur
yang sama pentingnya dengan fungsi-fungsi lain seperti produksi. Hal ini karena
apabila kita mempunyai mesin/peralatan, maka biasanya kita selalu berusaha
untuk tetap dapat mempergunakan mesin/peralatan sehingga kegiatan produksi
dapat berjalan lancar. Dalam usaha untuk dapat menggunakan terus
mesin/peralatan agar kontinuitas produksi dapat terjamin, maka dibutuhkan
kegiatan-kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang meliputi :
a) Kegiatan pengecekan.
b) Meminyaki (lubrication).
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
c) Perbaikan/reparasi atas kerusakan-kerusakan yang ada.
d) Penyesuain/penggantian spare part atau komponen.
Ada dua jenis peneurunan kemampuan mesin/peralatan yaitu :
1. Natural Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan secara alami
akibat terjadi pemburukan/keausan pada fisik mesin/peralatan selama waktu
pemakaian walaupun penggunaan secara benar.
2. Accelerated Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan akibat
kesalahan manusia (human error) sehingga dapat mempercepat keausan
mesin/peralatan karena mengakibatkan tindakan dan perlakuan yang tidak
seharusnya dilakukan terhadap mesin/peralatan.
Dalam usaha mencegah dan berusaha untuk menghilangkan kerusakan
yang timbul ketika proses produksi berjalan, dibutuhkan cara dan metode untuk
mengantisipasinya dengan melakukan kegiatan pemeliharaan mesin/peralatan.
Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau
menjaga mesi/peralatan dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian
yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan
sesuai dengan apa yang direncanakan. Jadi dengan adanya kegiatan maintenance
maka mesin/peralatan dapat dipergunakan sesuai dengan rencana dan tidak
mengalami kerusakan selama dipergunakan untuk proses produksi atau sebelum
jangka waktu tertentu direncanakan tercapai.
Hasil yang diharapakan dari kegiatan pemeliharaan mesin/peralatan
(equipment maintenance) merupakan berdasarkan dua hal sebagai berikut :
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
1. Condition maintenance yaitu mempertahankan kondisi mesin/peralatan agar
berfungsi dengan baik sehingga komponen-komponen yang terdapat dalam
mesin juga berfungsi dengan umur ekonomisnya.
2. Replecement maintenance yaitu melakukan tindakan perbaikan dan
penggantian komponen mesin tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal yang
telah diencanakan sebelum kerusakan terjadi.
3.12.2. Tujuan maintenance
Maintenance adalah kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil, maka
seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan berbiaya rendah.
Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat
digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka
waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai.
Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain :
1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana
produksi.
2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang
dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak
terganggu.
3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang diluar batas
dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang
ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan mengenai investasi terseut.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
4. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien
keseluruhannya.
5. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.
6. Memaksimumkan ketersedian semua peralatan sistem produksi (mengurangi
downtime).
7. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin/peralatan.
3.12.3. Break Down Time
Kerusakan mesin/peralatan (equipment failur breakdowns) akan
mengakibatkan waktu yang terbuang sia-sia yang mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan akibat berkurngnya volume produksi atau kerugian material akibat
produk yang dihasilkan cacat. Kerugian karena set-up dan adjustment adalah
semua waktu set-up termasuk waktu penyesuaian (adjustment) dan juga waktu
yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan mengganti uatu jenis produk ke jenis
produk berikutnya untuik produksi selanjutnya. Dengan kata lain total yang
dibutuhkan mesin tidak berproduksi guna menganti peralatan (dies) bagi jenis
produk berikutnya sampai dihasilkan produk yang sesuai untuk proses
selanjutnya.
Loading time adalah waktu yang tersedia (availability) per hari atau per
bulan dikurang dengan waktu downtime mesin direncanakan (planned downtime).
Loading time = Total availability – Planned downtime
Planned downtime adalah jumlah waktu downtime mesin untuk pemeliharaan
(scheduled maintenance) atau kegiatan manajemen lainnya. Operation time
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu downtime mesin (non-
operation time), dengan kata lain operation time adalah waktu operasi tesedia
(availability time) setelah waktu downtime mesin keluarkan dari total availability
time yang direncanakan. Downtime mesin adalah waktu proses yang seharusnya
digunakan mesin aka tetapi karena adanya gangguan pada mesin/peralatan
(aquipment failures) mengakibatkan tidak ada output yang dihasilkan. Downtime
meliputi mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan mesin/peralatan, penggantian
cetakan (dies), pelaksanaan prosedur setup dan adjesment dan lain-lainnya.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan proses pemecahan masalah yang
digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang ada pada suatu perusahaan, yang
disusun berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan yang ingin dicapai dengan
menggunakan teori-teori pendukung dalam pemecahan masalah, dan melakukan
pengumpulan data baik melalui studi literatur maupun melalui studi lapangan,
melakukan pengolahan data, kemudian menganalisis pemecahan masalah sampai
kepada penarikan kesimpulan dari permasalahan yang diteliti.
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PTPN III PKS Rambutan T. Tinggi. Penelitian dan
pelaksanaan tugas sarjana ini berlangsung selama lima bulan yang dimulai pada
tanggal 06 Pebruari 2009 sampai 31 Juli 2009.
4.2. Rancangan Penelitian
Adapun metode pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini
didasarkan pada jumlah pemesanan suku cadang mesin-mesin pabrik yang
ekonomis dan biaya persediaan yang minimum dengan menggunakan metode
Economic Order Quantity (EOQ) dan metode Lot For Lot.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
4.3. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah hal-hal apa saja yang menjadi titik perhatian suatu
peneliti. Objek penelitian pada tugas sarjana ini adalah suku cadang mesin yang
dipesan oleh perusahaan.
4.4. Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu :
1. Variabel independen (Variabel bebas)
Variabel independen adalah variabel penelitian yang mempengaruhi dan
menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Adapun variabel
independen dalam penelitian ini adalah jumlah kebutuhan suku cadang tahun
2009, penentuan suku cadang kritis dengan menggunakan klasifikasi ABC,
dan biaya-biaya yang berhubungan dengan masalah persediaan.
2. Variabel dependen (Variabel output)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
dari variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
jumlah pemesanan suku cadang yang ekonomis dan total biaya persediaan
yang optimal.
4.5. Jenis Penelitian
Jenis penelitian digolongkan pada tipe penelitian deskriptif analitic, yaitu
suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian yang
ditujukan untuk menyelidiki secara terperinci tentang pekerjaan manusia.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Penelitian ini menguraikan tentang karakteristik dari suatu keadaan dan
menganalisa perbandingan tiap alternatif.
4.6. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian merupakan langkah awal dalam melakukan
pennyelesaian masalah. Langkah-langkah awal yang dilakukan dalam pelaksanaan
penelitian adalah :
1. Melakukan studi pendahuluan dengan mengetahui latar belakang masalah.
2. Merumuskan masalah dan menentukan tujuan penelitian.
3. Melakukan studi literatur berdasarkan referensi yang ada.
4. Menentukan model keputusan yang akan digunakan.
5. Merancang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laporan tugas sarjana.
6. Melakukan penelitian di pabrik.
7. Melakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan pemecahan masalah.
8. Melakukan pengolahan data, yaitu membuat klasidikasi ABC untuk mencari
suku cadang mesin yang kritis, menentukan pemakaian suku cadang mesin
dengan mengetahui break down time mesin, menentukan jumlah kebutuhan
suku cadang kritis tahun 2009, menentukan titik pemesanan kembali, dan
meminimisasi total biaya persediaan.
9. Melakukan analisa terhadap hasil yang diperoleh dengan penerapan
perusahaan.
10. Membuat kesimpulan dan memberikan saran terhadap perusahaan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Secara garis besar tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat
dilihat pada gambar 4.1. di bawah ini.
Studi Pendahuluan
Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Studi Literatur/Pustaka
Penerapan Model Keputusan
Perancangan faktor-faktor yang berpengaruh
Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan Data - Jumlah pemakaian suku cadang mesin tahun 2009 - Harga suku cadang mesin tahun 2009 - Data break down time tahun 2008 - Biaya yang berhubungan dengan persediaan
Pengolahan Data- Klasifikasi ABC untuk mencari suku cadang kritis - Break down time suku cadang kritis- Jumlah kebutuhan suku cadang kritis tahun 2009- Jumlah pemesanan ekonomis- Reorder point- Total biaya persediaan
Analisa Data dan Evaluasi
Kesimpulan dan Saran
Gambar 4.1. Tahapan Proses Penelitian
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
4.7. Pengolahan Data
Data yang diperoleh berdasarkan sumber dari perusahaan. Kemudian
dilakukan pengolahan data dengan pengelompokan data mesin-mesin pabrik
berdasarkan klasifikasi ABC. Setelah dilakukan pengelompokan data berdasarkan
klasifikasi ABC selanjutnya data diolah menggunakan metode EOQ (Economic
Order Quantity) dan metode LFL, selanjutnya dilakukan analisis data dengan
membandingkan metode EOQ, LFL dengan metode yang diterapkan oleh
perusahaan (POQ). Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui jumlah pemakaiaan suku cadang mesin tahun 2009
2. Mengetahui data break down time mesin tahun 2008
3. Membuat klasifikasi ABC
4. Menentukan item suku cadang mesin yang kritis
5. Menentukan pemakaian suku cadang mesin kritis tahun 2009
6. Menentukan jumlah pemesanan ekonomis dengan menggunakan rumus :
HDSQ 2* =
7. Menentukan reorder point pemesanan dengan rumus :
52LxDROP =
Dimana :
ROP = Titik pemesanan ulang
D = Tingkat kebutuhan barang per unit waktu
L = Waktu tenggang (lead time)
52 = Asumsi satu tahun dalam minggu
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
8. Total biaya persediaan (Total annual cost) metode EOQ dengan rumus :
TC = SxQD + HxQ
2
9. Total biaya persediaan (Total annual cost) metode LFL
10. Total biaya persediaan (Total annual cost) metode POQ
Secara garis besar tahapan yang akan dilakukan dalam pengolahan data ini
dapat dilihat pada gambar 4.2. di bawah ini.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Jumlah Kebutuhan suku cadang tahun 2009
Klasifikasi Sisitem ABC
Item Suku Cadang Kritis
Jumlah Pemesanan Ekonomis
HDSQ 2* =
Titik Pemesanan Ulang
Total Biaya Persediaan EOQ
TC = HxQSxQD
2+
52LxDROP =
Break down time
Jumlah pemskaian suku cadang kritis tahun 2009
Total Biaya Persediaan LFL
Total Biaya Persediaan POQ
Gambar 4.2. Blok Diagram Pengolahan Data
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
4.8. Analisis Pemecahan masalah
Setelah melakukan pengumpulan dan pengolahan data menggunakan
metode EOQ dan LFL kemudian total biaya persediaan yang diperoleh dianalisa
dan diinterpretasikan untuk melihat perbandingan jumlah pemesanan, frekuensi
pemesanan dan total biaya persediaan yang diperoleh dengan metode yang
diterapkan oleh perusahaan.
4.9. Kesimpulan dan Saran
Setelah menganalisa data, kemudian diambil kesimpulan dari hasil
penelitian dan pengolahan data. Sedangkan saran adalah masukan-masukan
ataupun usulan yang diberikan oleh peneliti terhadap perusahaan dalam
menentukan pengendalian persediaan suku cadang yang optimal.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang digunakan dalam menentukan tingkat
persediaan suku cadang yang optimal, maka data-data yang diperlukan diperoleh
dengan cara :
1. Melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian.
2. Mencatat data dan informasi yang berhubungan dengan pemecahan
masalah pada perusahaan.
3. Melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang memberi informasi yang
diperlukan.
4. Membaca buku-buku dan melakukan studi literatur yang dapat membantu
pemecahan masalah.
5.1.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian
secara langsung di lapangan. Adapun data-data yang diperlukan adalah :
1. Melalui wawancara
Wawancara adalah dialog langsung melalui pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan kepada responden. Sumber data dari metode ini adalah responden,
yaitu orang yang menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti secara lisan. Data
yang diambil dengan metode ini adalah data mesin-mesin yang ada, jumlah
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
suku cadang dan biaya yang dikeluarkan oleh peusahaan dalam pembelian
suku cadang mesin.
2. Melalui observasi
Sumber data dari metode observasi merupakan data yang langsung diamati
yang dapat digunakan sebagai indikator penilaian. Observasi tidak dapat
dilakukan melalui penggunaan telepon atau surat. Observasi mengharuskan
peneliti berada di objek riset.
5.1.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber data pada
objek penelitian dan dari literatur-literatur atau referensi yang berhubungan
dengan masalah yang dibahas. Dalam penelitian ini data yang diperlukan dalam
pemecahan masalah adalah data skunder. Adapun data skunder yang dibutuhkan
dalam pemecahan masalah adalah :
a. Data kebutuhan suku cadang mesin tahun 2009
b. Data waktu break down mesin tahun 2008
c. Data pemakaian suku cadang mesin tahun 2009
d. Data harga satuan terakhir dari masing-masing suku cadang mesin
e. Data waktu menunggu kedatangan (lead time) suku cadang mesin
f. Biaya yang berhubungan dengan masalah persediaan
1. Data kebutuhan suku cadang mesin tahun 2009
Data kebutuhan suku cadang mesin tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tabel 5.1. Data Kebutuhan Suku Cadang Tahun 2009
No Nama Suku Cadang Satuan Kebutuhan per Tahun
Harga Satuan
(Rp) 1 Nozzle buah 9 3.150.000 2 Phericall roller bearing buah 5 12.125.000 3 Oil seal buah 2 200.000 4 Nozzle 53419-83 buah 10 426.950 5 Buthing 536280-01 buah 8 375.000 6 Leading off screen buah 1 6.500.000 7 Eriction pad buah 3 125.000 8 Screw 8341 buah 9 5.200 9 Housing bearing SN 511 buah 2 975.000 10 Hanger bearing c/w bronze bushing set 5 1.075.000 11 Pilow bearing buah 2 822.250 12 Angular ball bearing double row buah 2 1.450.000 13 Sheet packing API garlock lembar 1 1.850.000 14 Bcarer ref 7 ac.ar.al buah 8 1.637.500 15 Top screen assembly mesh 40 buah 10 1.300.000 16 Top screen assembly mesh 30 buah 10 1.300.000 17 Top screen assembly mesh 20 buah 10 1.300.000 18 Resistance rubber gasket buah 6 640.000 19 Coupling p/n 58949044 buah 5 3.900.000 20 Wire rope p/n 58944044 meter 38 285.000 21 Roller clain pitch meter 12 4.487.500 22 Sproket T12 pitch buah 2 3.384.000 23 Mur + baut + ring plate 1” buah 200 2500 24 Bearing SKF 22215 c/w T.bush buah 2 1.050.000 25 Trust miracle liter 10 1.811.200 26 Trust greasheld 677 HT buah 2 1.845.100 27 Trust greasheld 6888 HD buah 2 2.765.000 28 Stering arm L/H buah 5 550.000 29 Stering arm R/H buah 5 524.000 30 Bottom stering arm buah 2 515.000 31 Press cylinder S/N 12 buah 4 5.125.000 32 Strainer S/N buah 2 855.000 33 Bearing SKF 23026 buah 2 3.300.000 34 Bearing SKF 29326 buah 2 6.550.000 35 Left & right handed worm P/N 13 buah 8 3.775.000 36 Adjustine cone P/N 8 buah 2 585.000 37 Elbow steam 2” buah 24 32.000 38 Kawat las meter 20 34.000 39 Pipa steam batang 12 1.265.500 40 Baut + mur + ring plate 2” buah 25 4.500
Sumber : Kantor Tata Usaha PKS Rambutan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2. Data break down time mesin
Break down time merupakan waktu kehilangan kesempatan mesin untuk
beroperasi karena mesin tersebut rusak atau sedang diperbaiki. Data break
down time mesin 2008 dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Data Break Down Time Mesin Tahun 2008
Mesin Periode Total Break Down
Time (Jam)
Sterilizer Januari Mei September
7.35 8.20
11.30
Threser Januari Mei September
8.25 9.45 9.00
Digester Januari Mei September
7.00 10.25 8.25
Vibro separator Januari Mei September
8.00 8.30 7.45
Hoisting crane Januari Mei September
9.45 11.20 8.45
Empty bunch hoper Januari Mei September
10.35 10.45 7.45
Depericarper Januari Mei September
10.00 11.30 8.00
Sumber : Kantor Teknik PTPN III PKS Rambutan
3. Biaya-biaya yang berhubungan dengan persediaan suku cadang mesin-mesin
adalah :
1. Biaya Pemesanan Suku Cadang
Biaya pemesanan suku cadang terdiri dari :
1. Biaya transportasi (lokal) = Rp 75.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2. Biaya administrasi = Rp 35.000
3. Biaya pemeriksaan barang = Rp 45.000
4. Biaya bongkar muat barang = Rp 25.000
5. Biaya telepon (lokal) = Rp 15.000
Biaya pemesanan = Rp 195.000
2. Biaya Penyimpanan Suku Cadang
Besarnya biaya penyimpanan tergantung pada jumlah barang yang
disimpan di gudang. Jika suku cadang yang disimpan semakin lama, maka
biaya penyimpanannya semakin besar, tetapi biaya pemesanan semakin
kecil. Biaya penyimpanan suku cadang terdiri atas :
1. Holding cost, yaitu biaya yang timbul akibat adanya modal yang
tertanam dalam persediaan. Besarnya biaya ini disesuaikan dengan
bunga uang yaitu 6 % per tahun.
2. Insurance cost, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menjamin
keselamatan barang dan pajak kekayaan. Jadi biaya penyimpanan
adalah :
1. Holding cost = 6 %
2. Insurance cost = 4 %
Biaya penyimpanan = 10 %
4. Biaya Kekurangan Persediaan
Biaya kekurangan persediaan suku cadang mesin-mesin dianggap tidak ada,
karena perusahaan selalu mengantisipasi kekurangan-kekurangan persediaan.
Jadi biaya kekurangan persediaan adalah 0 %.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
5. Waktu ancang-ancang (Lead time = L)
Waktu ancang-ancang adalah waktu antara pada saat pemesanan sampai
dengan diterimanya pesanan tersebut oleh perusahaan. Lead time untuk setiap
pemesanan adalah 5 minggu. Daerah pemesanan suku cadang mesin berada di
kota Medan, tepatnya di kantor direksi PTPN III Jl. Sei Batang Hari. Suku
cadang mesin yang di pesan berasal dari dalam maupun luar negeri,
tergantung kepada jenis suku cadang yang di pesan.
5.2. Pengolahan Data
Pengolahan data untuk pemecahan masalah pada tugas sarjana ini
dilakukan melalui beberapa tahap. Setelah data-data yang dibutuhkan diperoleh,
maka pengolahan data dilakukan berdasarkan metode yang telah dikemukakan
pada bab sebelumnya.
Menentukan Total Harga Suku Cadang Mesin
Data suku cadang mesin yang dihasilkan adalah sebanyak 40 suku
cadang.. Total harga suku cadang mesin dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Total Harga Suku Cadang Mesin Tahun 2009
No Nama Suku Cadang Jlh
Kebutuhan per Tahun
Harga Satuan (Rp)
Total Harga (Rp)
1 Nozzle 9 3.150.000 28.350.000 2 Phericall roller bearing 5 12.125.000 60.625.000 3 Oil seal 2 200.000 400.000 4 Nozzle 53419-83 10 426.950 4.269.500 5 Buthing 536280-01 8 375.000 3.000.000 6 Leading off screen 1 6.500.000 6.500.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tabel 5.3. Total Harga Suku Cadang Mesin Tahun 2009 (Lanjutan)
No Nama Suku Cadang Jlh
Kebutuhan per Tahun
Harga Satuan (Rp)
Total Harga (Rp)
7 Eriction pad 3 125.000 375.000 8 Screw 8341 9 5.200 46.800 9 Housing bearing SN 511 2 975.000 1.950.000
10 Hanger bearing c/w bronze bushing 5 1.075.000 5.375.000 11 Pilow bearing 2 822.250 1.644.500 12 Angular ball bearing double row 2 1.450.000 2.900.000 13 Sheet packing API garlock 1 1.850.000 1.850.000 14 Bcarer ref 7 ac.ar.al 8 1.637.500 19.800.000 15 Top screen assembly mesh 40 10 1.300.000 13.000.000 16 Top screen assembly mesh 30 10 1.300.000 13.000.000 17 Top screen assembly mesh 20 10 1.300.000 13.000.000 18 Resistance rubber gasket 6 640.000 3.840.000 19 Coupling p/n 58949044 5 3.900.000 19.500.000 20 Wire rope p/n 58944044 38 285.000 10.830.000 21 Roller clain pitch 12 4.487.500 53.850.000 22 Sproket T12 pitch 2 3.384.000 6.768.000 23 Mur + baut + ring plate 1” 200 2500 500.000 24 Bearing SKF 22215 c/w T.bush 2 1.050.000 2.100.000 25 Trust miracle 10 1.811.200 18.112.000 26 Trust greasheld 677 HT 2 1.845.100 3.690.200 27 Trust greasheld 6888 HD 2 2.765.000 5.530.000 28 Stering arm L/H 5 550.000 2.750.000 29 Stering arm R/H 5 524.000 2.620.000 30 Bottom stering arm 2 515.000 1.030.000 31 Press cylinder S/N 12 4 5.125.000 20.500.000 32 Strainer S/N 2 855.000 1.710.000 33 Bearing SKF 23026 2 3.300.000 6.600.000 34 Bearing SKF 29326 2 6.550.000 13.100.000 35 Left & right handed worm P/N 8 3.775.000 30.200.000 36 Adjustine cone P/N 8 2 585.000 1.170.000 37 Elbow steam 2” 24 32.000 768.000 38 Kawat las 20 34.000 680.000 39 Pipa steam 12 1.265.500 15.186.000
40 Baut + mur + ring plate 2” 25 4.500 112.500 Sumber : Kantor Teknik PTPN III PKS Rambutan
Selanjutnya total harga setiap jenis suku cadang diurutkan dari yang
terbesar sampai yang terkecil seperti pada Tabel 5.4.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tabel 5.4. Total Harga Suku Cadang Terbesar Sampai Terkecil
No Nama Suku Cadang Jlh
Kebutuhan per tahun
Harga Satuan (Rp)
Total Harga (Rp)
1 Phericall roller bearing 5 12.125.000 60.625.000 2 Roller clain pitch 12 4.487.500 53.850.000 3 Left & right handed worm P/N 13 8 3.775.000 30.200.000 4 Nozzle 9 3.150.000 28.350.000 5 Press cylinder S/N 12 5 4.100.000 20.500.000 6 Bcarer ref 7 ac.ar.al 6 3.300.000 19.800.000 7 Coupling p/n 58949044 5 3.900.000 19.500.000 8 Trust miracle 10 1.811.200 18.112.000 9 Pipa steam 12 1.265.500 15.186.000 10 Bearing SKF 29326 8 1.637.500 13.100.000 11 Top screen assembly mesh 40 10 1.300.000 13.000.000 12 Top screen assembly mesh 30 10 1.300.000 13.000.000 13 Top screen assembly mesh 20 10 1.300.000 13.000.000 14 Wire rope p/n 58944044 38 285.000 10.830.000 15 Sproket T12 pitch 2 3.384.000 6.768.000 16 Bearing SKF 23026 2 3.300.000 6.600.000 17 Leading off screen 1 6.500.000 6.500.000 18 Trust greasheld 6888 HD 2 2.765.000 5.530.000 19 Hanger bearing c/w bronze bushing 5 1.075.000 5.375.000 20 Nozzle 53419-83 10 426.95. 4.269.500 21 Resistance rubber gasket 6 640.000 3.840.000 22 Trust greasheld 677 HT 2 1.845.100 3.690.200 23 Buthing 536280-01 8 375.000 3.000.000 24 Angular ball bearing double row 2 1.450.000 2.900.000 25 Stering arm L/H 5 550.000 2.750.000 26 Stering arm R/H 5 524.000 2.620.000 27 Bearing SKF 22215 c/w T.bush 2 1.050.000 2.100.000 28 Housing bearing SN 511 2 975.000 1.950.000 29 Sheet packing API garlock 1 1.850.000 1.850.000 30 Strainer S/N 2 855.000 1.710.000 31 Pilow bearing 2 822.25 1.644.500 32 Adjustine cone P/N 8 2 585.000 1.170.000 33 Bottom stering arm 2 515.000 1.030.000 34 Elbow steam 2” 24 32.000 768.000 35 Kawat las 20 34.000 680.000 36 Mur + baut + ring plate 1” 200 2.500 500.000 37 Oil seal 2 200.000 400.000 38 Eriction pad 3 125.000 375.000 39 Baut + mur + ring plate 2” 25 4.500 112.500 40 Screw 8341 9 5.200 46.800
Sumber : Hasil pengolahan data
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
5.2.2. Penentuan Material Kritis
Pada studi ini pengelompokan suku cadang mesin menggunakan sistem
ABC hanya membahas jenis suku cadang yang termasuk kelompok A saja atau
kelompok suku cadang yang dinilai paling kritis.
Langkah-langkah perhitungan metode pareto (klasifikasi ABC) adalah sebagai
berikut :
1. Hitung total harga tiap suku cadang yang merupakan hasil perkalian antara
jumlah kebutuhan suku cadang dengan harga suku cadang per satuan.
2. Urutkan total harga tiap jenis suku cadang mulai dari nilai terbesar sampai
nilai terkecil.
3. Tambahkan secara kumulatif total harga tiap jenis suku cadang berdasarkan
hasil urutan.
4. Konversikan kumulatif total harga menjadi persen kumulatif dengan cara
membagi kumulatif total harga tiap jenis suku cadang.
5. Dari persen kumulatif total harga suku cadang dapat diketahui berapa banyak
suku cadang yang termasuk dalam golongan A, B, dan C. Golongan A
mempunyai persen kumulatif total harga mulai dari 0 s/d < 80 %, golongan B
mulai dari 80 % s/d < 95 %, dan golongan C dari 95 % s/d 100 %.
Untuk menghitung persen kumulatif harga suku cadang dari setiap
kelompok ABC adalah :
%100arg
argarg% xcadangsukuahkumulatiftotalcadangsukusetiapahkumulatifahkumulatif =
Sebagai contoh untuk persen kumulatif harga phericall roller bearing adalah :
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
%100500.792.395000.625.60arg% x
RpRpahKumulatif =
= 15,32 %
Dengan mengikuti langkah metode pareto diatas, maka hasil perhitungan
klasifikasi suku cadang mesin dengan % kumulatif harga dapat dilihat pada Tabel
5.5.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Klasifikasi setiap jenis suku cadang mesin yang telah dikelompokkan
berdasarkan sistem ABC dapat dilihat pada Gambar 5.1.
0 23,25 17,54 100
Persentase Kumulatif Jumlah Barang (%)
Perse
ntase
kumu
latif
Total
Harg
a (%
)
A
B
C
76,55
94,29100
Gambar 5.1. Pengelompokan Suku Cadang Sistem ABC
Dari Tabel 5.5 dan Gambar 5.1 diatas, maka pengelompokan item suku
cadang adalah sebagai berikut :
1. Kelompok A
Pengendalian lebih ditunjukkan pada Kelompok A, yaitu kelompok yang
menyerap modal sangat besar dari seluruh pengeluaran untuk pengadaan suku
cadang mesin selama tahun 2009. Jenis-jenis suku cadang dalam kelas ini
berjumlah 23,25 % dari jumlah keseluruhan suku cadang dengan menyerap
76,75 % dari modal yang tertanam pada persediaan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2. Kelompok B
Kelompok B menyerap 17,54 % dari modal yang tertanam pada persediaan
suku cadang dan berjumlah 32,46 % dari jumlah keseluruhan suku cadang.
3. Kelompok C
Meliputi jumlah suku cadang yang berada diluar kedua kelas tersebut diatas.
Kelompok C menyerap modal sekitar 5,71 % dari modal yang tertanam pada
persediaan suku cadang dan jumlahnya meliputi 44,29 % dari keseluruhan
jenis suku cadang.
Dari pengelompokan ketiga kelas tersebut, maka kelompok A merupakan
item suku cadang mesin yang kritis, dimana modal yang diserap sangat besar
sekitar 76,75 %. Hasil pengelompokan suku cadang yang kritis (kelompok A)
dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Kelompok Suku Cadang Kritis (Kelompok A)
No Nama Suku Cadang Kelompok 1 Phericall roller bearing A 2 Roller clain Pitch A 3 Left & right handed worm P/N 13 A 4 Nozzle A 5 Press cylinder S/N 12 A 6 Bcarer ref 7 ac.ar.al A 7 Coupling p/n 58949044 A 8 Trust miracle A 9 Pipa steam A
10 Bearing SKF 29326 A 11 Top screen assembly mesh 40 A 12 Top screen assembly mesh 30 A
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
5.2.3. Data Break Down Time Mesin kritis
Setelah diketahui suku cadang mesin kritis, maka data break down time mesin
2008 dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Data Break Down Time Suku Cadang Mesin kritis Tahun 2008
Mesin Jenis Suku Cadang Kritis Periode
Total Break Down Time
(Jam)
Sterilizer Pipa steam Januari
Mei September
7.35 8.20
11.30 Nozzle Trust miracle
Threser Left & right handed worm P/N Januari
Mei September
8.25 9.45 9.00 Coupling p/n 58949044
Digester Roller clain Pitch Januari Mei September
7.00 10.25 8.25
Vibro separator Bcarer ref 7 ac.ar.al Januari
Mei September
8.00 8.30 7.45 Phericall roller bearing
Hoisting crane Top screen assembly mesh 40 Januari
Mei September
9.45 11.20 8.45 Top screen assembly mesh 30
Empty bunch hoper Press cylinder S/N 12
Januari Mei September
10.35 10.45 7.45
Depericarper Bearing SKF 29326 Januari Mei September
10.00 11.30 8.00
Sumber : Kantor Teknik PTPN III PKS Rambutan
5.2.4. Data Pemakaian Suku Cadang Mesin Tahun 2009
Setelah diketahui suku cadang mesin kritis dan break down time mesin,
maka dapat diketahui data pemakaian suku cadang mesin. Data pemakaian suku
cadang mesin tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Tabel 5.8. Data Pemakaian Suku Cadang Mesin Tahun 2009
Mesin Jenis Suku Cadang Break down
(jam/periode)
Pemakaian (unit/periode)
Januari Mei September
Sterilizer Pipa steam 7.35 4 4 4 Nozzle 8.20 2 4 3 Trust miracle 11.30 4 5 1
Threser Left & right handed worm 8.25 3 3 2
Coupling p/n 58949044 9.45 2 2 1 9.00
Digester Roller clain Pitch 7.00
2 4 6 10.25 8.25
Vibro separator Bcarer ref 7 ac.ar.al 8.00 2 2 2 Phericall roller bearing 8.30 1 2 2 7.45
Hoisting crane Top screen mesh 40 9.45 4 6 Top screen mesh 30 11.20 4 6 8.45
Empty bunch hoper Press cylinder S/N 12
10.35 2 2 1 10.45 7.45
Depericarper Bearing SKF 29326 10.00 4 3 1 11.30 8.00
Sumber : Hasil pengolahan data
5.2.5. Perhitungan Jumlah Pemesanan Menggunakan Metode EOQ
Pemecahan masalah dalam penulisan tugas sarjana ini adalah dengan
menggunakan metode EOQ. Berikut ini perhitungan biaya persediaan suku
cadang yang kritis.
A. Phericall roller bearing
Data-data yang dibutuhkan adalah :
1. Jumlah kebutuhan phericall roller bearing dalam satu tahun (D = 5)
2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)
3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)
4. Harga barang per unit phericall roller bearing (C = Rp 12.125.000)
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang phericall roller bearing untuk
setiap kali pesan diperoleh dengan mengunakan rumus :
HDSQ 2* =
)000.125.12(%10)000.195()5(2*
RpRpQ =
= 1,27 ≈ 2 unit/pesan
B. Roller Clain Pitch
Data-data yang dibutuhkan adalah :
1. Jumlah kebutuhan roller clain pitch dalam satu tahun (D = 12)
2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)
3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)
4. Harga barang per unit roller clain pitch (C = Rp 4.487.500)
Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang roller clain pitch untuk setiap
kali pesan adalah :
HDSQ 2* =
)500.487.4(%10)000.195()12(2*
RpRpQ =
= 3,22 ≈ 4 unit/pesan
C. Left & right handed worm P/N 13
Data-data yang dibutuhkan adalah :
1. Jumlah kebutuhan left & right handed worm P/N 13 (D = 8)
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)
3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)
4. Harga barang left & right handed worm P/N 13 (C = Rp 3.775.000)
Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang left & right handed worm P/N
13 untuk setiap kali pesan adalah :
HDSQ 2* =
)000.775.3(%10)000.195()8(2*
RpRpQ =
= 2,87 ≈ 3 unit/pesan
D. Nozzle
Data-data yang dibutuhkan adalah :
1. Jumlah kebutuhan nozzle per tahun (D = 9)
2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)
3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)
4. Harga barang per unit nozzle (C = Rp 3.750.000)
Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang nozzle untuk setiap kali pesan
adalah :
HDSQ 2* =
)000.750.3(%10)000.195()9(2*
RpRpQ =
= 3,06 ≈ 3 unit/pesan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
E. Press cylinder S/N 12
Data-data yang dibutuhkan adalah :
1. Jumlah kebutuhan press cylinder S/N 12 per tahun (D = 5)
2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)
3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)
4. Harga barang per unit press cylinder S/N 12 (C = Rp 4.100.000)
Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang press cylinder S/N 12 untuk
setiap kali pesan adalah :
HDSQ 2* =
)000.100.4(%10)000.195()5(2*
RpRpQ =
= 2,18 ≈ 3 unit/pesan
F. Bcarer ref 7 ac.ar.al
Data-data yang dibutuhkan adalah :
1. Jumlah kebutuhan bcarer ref 7 ac.ar.al per tahun (D = 6)
2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)
3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)
4. Harga barang per unit bcarer ref 7 ac.ar.al (C = Rp 3.300.000)
Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang bcarer ref 7 ac.ar.al untuk setiap
kali pesan adalah :
HDSQ 2* =
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
)000.300.3(%10)000.195()6(2*
RpRpQ =
= 2,67 ≈ 3 unit/pesan
G. Coupling p/n 58949044
Data-data yang dibutuhkan adalah :
1. Jumlah kebutuhan coupling p/n 58949044 per tahun (D = 5)
2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)
3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)
4. Harga barang per unit coupling p/n 58949044 (C = Rp 3.900.000)
Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang coupling p/n 58949044 untuk
setiap kali pesan adalah :
HDSQ 2* =
)000.900.3(%10)000.195()5(2*
RpRpQ =
= 2,24 ≈ 3 unit/pesan
H. Trust miracle
Data-data yang dibutuhkan adalah :
1. Jumlah kebutuhan trust miracle per tahun (D = 10)
2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)
3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)
4. Harga barang per unit trust miracle (C = Rp 1.811.200)
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang trust miracle untuk setiap kali
pesan adalah :
HDSQ 2* =
)200.811.1(%10)000.195()10(2*
RpRpQ =
= 4,63 ≈ 5 unit/pesan
I. Pipa steam
Data-data yang dibutuhkan adalah :
1. Jumlah kebutuhan pipa steam per tahun (D = 12)
2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)
3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)
4. Harga barang per unit pipa steam (C = Rp 1.265.500)
Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang pipa steam untuk setiap kali
pesan adalah :
HDSQ 2* =
)500.265.1(%10)000.195()12(2*
RpRpQ =
= 6,08 ≈ 6 unit/pesan
J. Bearing SKF 29326
Data-data yang dibutuhkan adalah :
1. Jumlah kebutuhan bearing SKF 29326 per tahun (D = 8)
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)
3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)
4. Harga barang per unit bearing SKF 29326 (C = Rp 1.937.500)
Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang pipa steam untuk setiap kali
pesan adalah :
HDSQ 2* =
)500.937.1(%10)000.195()8(2*
RpRpQ =
= 4,01 ≈ 4 unit/pesan
K. Top screen assembly mesh 40
Data-data yang dibutuhkan adalah :
1. Jumlah kebutuhan top screen assembly mesh 40 per tahun (D = 10)
2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)
3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)
4. Harga barang per unit top screen assembly mesh 40 (C = Rp 1.300.000)
Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang pipa steam untuk setiap kali
pesan adalah :
HDSQ 2* =
)000.300.1(%10)000.195()10(2*
RpRpQ =
= 5,07 ≈ 5 unit/pesan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
L. Top screen assembly mesh 30
Data-data yang dibutuhkan adalah :
1. Jumlah kebutuhan top screen assembly mesh 30 per tahun (D = 10)
2. Biaya pemesanan suku cadang sekali pesan (S = Rp 195.000)
3. Biaya penyimpanan suku cadang (h = 10 %)
4. Harga barang per unit top screen assembly mesh 30 (C = Rp 1.300.000)
Jumlah pemesanan ekonomis suku cadang pipa steam untuk setiap kali
pesan adalah :
HDSQ 2* =
)000.300.1(%10)000.195()10(2*
RpRpQ =
= 5,07 ≈ 5 unit/pesan
5.2.6. Reorder Point Pemesanan
Reorder point (ROP) adalah menunjukkan suatu tingkat persediaan
dimana pada saat itu harus dilakukan pesanan. Rumus yang digunakan untuk
mencari reorder point pemesanan untuk suku cadang kritis, dimana lead time
pemesanan 5 minggu adalah :
52LxDROP =
Perhitungan setiap reorder point suku cadang mesin kritis adalah sebagai
berikut :
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
1. Reorder point phericall roller bearing adalah :
52
LxDROP =
52
55 x= = 0,48 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan phericall roller bearing mencapai 1
unit, pesanan untuk phericall roller bearing yang baru tepat diterima, sehingga
tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 2 unit.
2. Reorder point roller clain pitch adalah :
52
LxDROP =
52
512 x= = 1,15 unit ≈ 2 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan roller clain pitch mencapai 2 unit,
pesanan untuk roller clain pitch yang baru tepat diterima, sehingga tingkat
persediaan naik kembali sampai Q = 4 unit.
3. Reorder point left & right handed worm P/N 13 adalah :
52
LxDROP =
52
58 x= = 0,76 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan left & right handed worm P/N 13
mencapai 1 unit, pesanan untuk left & right handed worm P/N 13 yang baru
tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 3 unit.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
4. Reorder point nozzle adalah :
52
LxDROP =
52
59 x= = 0,86 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan nozzle mencapai 1 unit, pesanan untuk
nozzle yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali
sampai Q = 3 unit.
5. Reorder point press cylinder S/N 12 adalah :
52
LxDROP =
52
55 x= = 0,38 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan press cylinder S/N 12 mencapai 1 unit,
pesanan untuk press cylinder S/N 12 yang baru tepat diterima, sehingga
tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 3 unit.
6. Reorder point bcarer ref 7 ac.ar.al adalah :
52
LxDROP =
52
56x= = 0,48 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan bcarer ref 7 ac.ar.al mencapai 1 unit,
pesanan untuk bcarer ref 7 ac.ar.al yang baru tepat diterima, sehingga tingkat
persediaan naik kembali sampai Q = 3 unit.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
7. Reorder point coupling p/n 58949044 adalah :
52
LxDROP =
52
55 x= = 0,48 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan coupling p/n 58949044 mencapai 1
unit, pesanan untuk coupling p/n 58949044 yang baru tepat diterima, sehingga
tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 3 unit.
8. Reorder point trust miracle adalah :
52
LxDROP =
52
510 x= = 0,96 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan trust miracle mencapai 1 unit, pesanan
untuk trust miracle yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik
kembali sampai Q = 5 unit.
9. Reorder point pipa steam adalah :
52
LxDROP =
52
512 x= = 1,15 unit ≈ 2 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan pipa steam mencapai 2 unit, pesanan
untuk pipa steam yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik
kembali sampai Q = 6 unit.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
10. Reorder point bearing SKF 29326 adalah :
52
LxDROP =
52
58x= = 0,76 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan bearing SKF 29326 mencapai 1 unit,
pesanan untuk bearing SKF 29326 yang baru tepat diterima, sehingga tingkat
persediaan naik kembali sampai Q = 4 unit.
11. Reorder point top screen assembly mesh 40 adalah :
52
LxDROP =
52
510 x= = 0,96 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan top screen assembly mesh 40
mencapai 1 unit, pesanan untuk top screen assembly mesh 40 yang baru tepat
diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 5 unit.
12. Reorder point top screen assembly mesh 30 adalah :
52
LxDROP =
52
510 x= = 0,96 unit ≈ 1 unit
Artinya, pada waktu tingkat persediaan top screen assembly mesh 30
mencapai 1 unit, pesanan untuk top screen assembly mesh 30 yang baru tepat
diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q = 5 unit.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
5.2.7. Total Biaya Persediaan Metode EOQ
Total biaya persediaan suku cadang kritis dihitung dengan menggunakan
rumus :
HxQSxQDTC
2+=
1. Total biaya persediaan phericall roller bearing, 1 kali penyimpanan selama 4
Bulan, h = 3,33 % adalah :
)000.125.12%33.3(22000.195
25 RpxxRpxTC +=
TC = Rp 487.500 + Rp 403.763
= Rp 891.263
2. Total biaya persediaan roller clain pitch, 2 kali penyimpanan selama 8
Bulan, h = 6,67 % adalah :
)500.487.4%67.6(24000.195
412 RpxxRpxTC +=
TC = Rp 585.000 + Rp 598.633
= Rp 1.183.633
3. Total biaya persediaan left & right handed worm P/N 13, 1 kali penyimpanan
selama 4 bulan, h = 3,33 % adalah :
)000.775.3%33,3(23000.195
38 RpxRpxTC +=
TC = Rp 520.000 + Rp 188.561
= Rp 708.561
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
4. Total biaya persediaan nozzle, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan, h = 3,33 %
adalah :
)000.750.3%33,3(23000.195
39 RpxxRpxTC +=
TC = Rp 585.000 + Rp 187.313
= Rp 772.313
5. Total biaya persediaan press cylinder S/N 12, 2 kali penyimpanan selama 4
bulan dan 8 bulan adalah :
)000.100.4%10(23000.195
35 RpxxRpxTC +=
TC = Rp 325.000 + Rp 615.000
= Rp 940.000
6. Total biaya persediaan bcarer ref 7 ac.ar.al, 1 kali penyimpanan selama 4
bulan, h = 3,33 % adalah :
)000.300.3%33,3(23000.195
36 RpxxRpxTC +=
TC = Rp 390.000 + Rp 164.835
= Rp 554.835
7. Total biaya persediaan coupling p/n 58949044, 1 kali penyimpanan :
)000.900.3%33,3(23000.195
35 RpxxRpxTC +=
TC = Rp 325.000 + Rp 194.805
= Rp 519.805
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
8. Total biaya persediaan trust miracle, 1 kali penyimpanan selama 4 bulan :
)200.811.1%33,3(25000.195
510 RpxxRpxTC +=
TC = Rp 390.000 + Rp 150.782
= Rp 540.782
9. Total biaya persediaan pipa steam, 2 kali penyimpanan selama 4 bulan dan 8
bulan adalah :
550.12626000.195
612 RpxRpxTC +=
TC = Rp 390.000 + Rp 379.650
= Rp 769.650
10. Total biaya persediaan bearing SKF 29326 adalah, 1 kali penyimpanan selama
4 bulan :
)500.637.1%33,3(24000.195
48 RpxxRpxTC +=
TC = Rp 390.000 + Rp 109.056
= Rp 499.056
11. Total biaya persediaan top screen assembly mesh 40, 1 kali penyimpanan
selama 4 bulan adalah :
)000.300.1%33,3(25000.195
510 RpxxRpxTC +=
TC = Rp 390.000 + Rp 108.225
= Rp 498.225
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
12. Total biaya persediaan top screen assembly mesh 30, 1 kali penyimpanan
selama 4 bulan adalah :
)000.300.1%33,3(25000.195
510 RpxxRpxTC +=
TC = Rp 390.000 + Rp 108.225
= Rp 498.225
5.2.8. Total Biaya Persediaan Metode Lot For Lot (LFL)
Metode Lot For Lot adalah pembelian dilakukan sebanyak jumlah
pemesanan yang diperlukan, dimana pada metode lot for lot tidak terjadi
penyimpanan suku cadang mesin.
Perhitungan total biaya persediaan menggunakan metode Lot For Lot adalah
sebagai berikut :
1. Total biaya persediaan phericall roller bearing
Biaya pesan (S) = Rp 195.000
Biaya penyimpanan (H) = 0
Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000
Total Biaya = Rp 585.000 + 0
= Rp 585.000
2. Total biaya persediaan roller clain pitch
Biaya pesan (S) = Rp 195.000
Biaya penyimpanan (H) = 0
Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Total Biaya = Rp 585.000 + 0
= Rp 585.000
3. Total biaya persediaan left & right handed worm P/N 13
Biaya pesan (S) = Rp 195.000
Biaya penyimpanan (H) = 0
Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000
Total Biaya = Rp 585.000 + 0
= Rp 585.000
4. Total biaya persediaan nozzle
Biaya pesan (S) = Rp 195.000
Biaya penyimpanan (H) = 0
Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000
Total Biaya = Rp 585.000 + 0
= Rp 585.000
5. Total biaya persediaan press cylinder S/N 12
Biaya pesan (S) = Rp 195.000
Biaya penyimpanan (H) = 0
Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000
Total Biaya = Rp 585.000 + 0
= Rp 585.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
6. Total biaya persediaan bcarer ref 7 ac.ar.al
Biaya pesan (S) = Rp 195.000
Biaya penyimpanan (H) = 0
Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000
Total Biaya = Rp 585.000 + 0
= Rp 585.000
7. Total biaya persediaan coupling p/n 58949044
Biaya pesan (S) = Rp 195.000
Biaya penyimpanan (H) = 0
Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000
Total Biaya = Rp 585.000 + 0
= Rp 585.000
8. Total biaya persediaan trust miracle
Biaya pesan (S) = Rp 195.000
Biaya penyimpanan (H) = 0
Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000
Total Biaya = Rp 585.000 + 0
= Rp 585.000
9. Total biaya persediaan pipa steam
Biaya pesan (S) = Rp 195.000
Biaya penyimpanan (H) = 0
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000
Total Biaya = Rp 585.000 + 0
= Rp 585.000
10. Total biaya persediaan bearing SKF 29326
Biaya pesan (S) = Rp 195.000
Biaya penyimpanan (H) = 0
Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 585.000
Total Biaya = Rp 585.000 + 0
= Rp 585.000
11. Total biaya persediaan top screen assembly mesh 40
Biaya pesan (S) = Rp 195.000
Biaya penyimpanan (H) = 0
Biaya pemesanan = 3 x Rp. 195.000 = Rp 390.000
Total Biaya = Rp 390.000 + 0
= Rp 390.000
12. Total biaya persediaan top screen assembly mesh 30
Biaya pesan (S) = Rp 195.000
Biaya penyimpanan (H) = 0
Biaya pemesanan = 2 x Rp. 195.000 = Rp 390.000
Total Biaya = Rp 390.000 + 0
= Rp 390.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
5.2.9. Total Biaya Persediaan Metode Period Order Quantity (POQ)
Dalam hal ini perusahaan menerapkan metode POQ, dimana pembelian
dilakukan secara periodik dengan jangka waktu antar pemesanan selalu sama.
Perhitungan total biaya persediaan untuk setiap suku cadang mesin kritis
yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah :
1. Biaya total phericall roller bearing
Kebutuhan suku cadang per tahun = 5 unit
Biaya pemesanan per tahun = Frekuensi pesanan x Biaya pesan
= 1 x Rp 195.000
= Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun = Persediaan rata-rata x Biaya penyimpanan
= )12.125.000%10(25 Rpxx
= Rp 3.031.250
Biaya total persediaan per tahun = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan
= Rp 195.000 + Rp 3.031.250
= Rp 3.226.250
2. Biaya total roller clain pitch
Kebutuhan suku cadang per tahun = 12 buah
Biaya pemesanan per tahun = Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun = )500.487.4%10(2
12 Rpxx
= Rp 2.692.500
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 2.692.500
= Rp 2.887.500
3. Biaya total left & right handed worm P/N 13
Kebutuhan suku cadang per tahun = 8 buah
Biaya pemesanan per tahun = Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun = )000.775.3%10(28 Rpxx
= Rp 1.510.000
Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 1.510.000
= Rp 1.705.000
4. Biaya total nozzle
Kebutuhan suku cadang per tahun = 9 buah
Biaya pemesanan per tahun = Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun = )000.150.3%10(29 Rpxx
= Rp 1.417.500
Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 1.417.500
= Rp 1.612.500
5. Biaya total press cylinder S/N 12
Kebutuhan suku cadang per tahun = 5 buah
Biaya pemesanan per tahun = Rp 195.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Biaya penyimpanan per tahun = )000.100.4%10(25 Rpxx
= Rp 1.025.000
Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 1.025.000
= Rp 1.220.000
6. Biaya total bcarer ref 7 ac.ar.al
Kebutuhan suku cadang per tahun = 6 buah
Biaya pemesanan per tahun = Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun = )000.300.3%10(26 Rpxx
= Rp 990.000
Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 990.000
= Rp 1.185.000
7. Biaya total coupling p/n 58949044
Kebutuhan suku cadang per tahun = 5 buah
Biaya pemesanan per tahun = Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun = )000.900.3%10(25 Rpxx
= Rp 975.000
Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 975.000
= Rp 1.170.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
8. Biaya total trust miracle
Kebutuhan suku cadang per tahun = 10 buah
Biaya pemesanan per tahun = Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun = )200.811.1%10(2
10 Rpxx
= Rp 905.600
Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 905.600
= Rp 1.100.600
9. Biaya total pipa steam
Kebutuhan suku cadang per tahun = 12 buah
Biaya pemesanan per tahun = Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun = )500.145.1%10(2
12 Rpxx
= Rp 687.300
Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 687.300
= Rp 882.300
10. Biaya total bearing SKF 29326
Kebutuhan suku cadang per tahun = 8 buah
Biaya pemesanan per tahun = Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun = )500.637.1%10(28 Rpxx
= Rp 655.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 655.000
= Rp 850.000
11. Biaya total top screen assembly mesh 40
Kebutuhan suku cadang per tahun = 10 buah
Biaya pemesanan per tahun = Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun = )000.300.1%10(2
10 Rpxx
= Rp 650.000
Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 650.000
= Rp 845.000
12. Biaya total top screen assembly mesh 30
Kebutuhan suku cadang per tahun = 10 buah
Biaya pemesanan per tahun = Rp 195.000
Biaya penyimpanan per tahun = )000.300.1%10(2
10 Rpxx
= Rp 650.000
Biaya total persediaan per tahun = Rp 195.000 + Rp 650.000
= Rp 845.000
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
BAB VI
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
Seperti yang telah diuraikan pada BAB I, bahwa tujuan penelitian dalam
pemecahan masalah ini adalah menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis
(optimum), menentukan reorder point dan meminimisasi total biaya persediaan
suku cadang mesin. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan metode
Economic Order Quantity (EOQ), Lot For Lot (LFL) dan Period Order Quantity
(POQ). Yang menjadi objek penelitian ini adalah suku cadang mesin yang dipesan
oleh perusahaan. Dari 40 item jumlah suku cadang yang dipesan oleh perusahaan,
diperoleh 12 item suku cadang yang termasuk kedalam suku cadang kritis
(kelompok A), dimana cara pengelompokkannya dilakukan dengan klasifikasi
ABC.
6.1. Analisis Klasifikasi ABC
Setelah diperoleh total harga, persen kumulatif harga, dan persen
kumulatif barang dari setiap item suku cadang mesin, selanjutnya item suku
cadang mesin dikelompokkan dengan sistem ABC. Ringkasan pengelompokkan
sistem ABC dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Ringkasan Pengelompokan Sistem ABC
Kelompok % Harga % Barang A 76,75 23,25 B 17,54 32,46 C 5,71 44,29
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
6.2. Analisis Jumlah Pemesanan Suku Cadang Mesin
Dari hasil perhitungan pada BAB V, maka dapat dibandingkan jumlah
pemesanan suku cadang mesin oleh perusahaan (Metode POQ) dengan jumlah
pemesanan dengan menggunakan metode EOQ dan jumlah pemesanan metode lot
for lot. Perbandingan jumlah pemesanan oleh perusahaan dengan metode EOQ
dan metode lot for lot dapat dilihat pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Perbandingan Jumlah Pemesanan oleh Perusahaan
dengan Metode EOQ dan Lot for Lot
No Nama Suku Cadang Perusahaan
Metode POQ (kali/tahun)
Metode EOQ (kali/tahun)
Metode Lot for Lot
(kali/tahun) 1 Phericall roller bearing 1 3 3 2 Roller clain Pitch 1 3 3 3 Left & right handed worm 1 3 3 4 Nozzle 1 3 3 5 Press cylinder S/N 12 1 2 3 6 Bcarer ref 7 ac.ar.al 1 3 3 7 Coupling p/n 58949044 1 2 3 8 Trust miracle 1 2 3 9 Pipa steam 1 2 3
10 Bearing SKF 29326 1 2 3 11 Top screen assembly mesh 40 1 2 2 12 Top screen assembly mesh 30 1 2 2
Dari uraian tabel diatas, dapat dilihat bahwa perusahaan melakukan
pesanan satu kali dalam setahun. Artinya dengan melakukan pemesanan suku
cadang sebanyak satu kali per tahun, maka terjadi penyimpanan suku cadang yang
cukup lama di gudang. Penyimpanan suku cadang di gudang dapat mengakibatkan
biaya peyimpanan (biaya investasi). Sedangkan dengan menggunakan metode
EOQ dan lot for lot, penyimpanan suku cadang mesin tidak terlalu lama. Dengan
perbedaan jumlah pemesanan ketiga metode tersebut, metode Lot for Lot lebih
ekonomis.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
6.3. Analisis Total Biaya Persediaan
Dari hasil perhitungan total biaya persediaan pada BAB V, maka dapat
diketahui perbandingan total biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan dalam
pembelian suku cadang mesin yang kritis. Perbandingan total biaya persediaan
yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan total biaya persediaan dengan
menggunakan metode EOQ dan metode Lot for Lot dapat dilihat pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Perbandingan Total Biaya Persediaan Perusahaan
per Tahun dengan Metode EOQ dan Lot for Lot
No Nama Suku Cadang
Total Biaya Persediaan Perusahaan
(Rp)
Total Biaya Persediaan
Metode EOQ (Rp)
Total Biaya Persediaan Metode Lot for Lot (Rp)
1 Phericall roller bearing 3.226.250 891.263 585.000 2 Roller clain Pitch 2.887.500 1.183.633 585.000 3 Left & right handed worm 1.705.000 708.561 585.000 4 Nozzle 1.612.500 772.313 585.000 5 Press cylinder S/N 12 1.220.000 940.000 585.000 6 Bcarer ref 7 ac.ar.al 1.185.000 554.835 585.000 7 Coupling p/n 58949044 1.170.000 519.805 585.000 8 Trust miracle 1.100.000 540.782 585.000 9 Pipa steam 882.000 769.650 585.000
10 Bearing SKF 29326 850.000 499.056 585.000 11 Top screen assembly mesh 40 845.000 498.225 390.000 12 Top screen assembly mesh 30 845.000 498.225 390.000
TOTAL 17.528.250 8.376.348 6.630.000
Dari hasil uraian diatas diperoleh bahwa hasil pemecahan masalah dengan
menggunakan metode Lot for Lot memberikan jumlah pemesanan yang ekonomis
dan biaya persediaan yang optimum dibandingkan biaya yang diterapkan oleh
perusahaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.3 adanya perbedaan yang signifikan
antara total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam satu tahun
sebesar Rp 17.528.250 dengan penerapan metode Lot for Lot sebesar Rp
6.630.000. Selisih antara kedua metode tersebut sebesar Rp 10.898.250, artinya
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
dengan penerapan metode Lot for Lot, maka perusahaan dapat menghemat total
biaya persediaan sebesar Rp 10.898.250.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan data dan analisis pemecahan masalah yang
telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemecahan masalah dalam pengendalian persediaan suku cadang mesin pada
penelitian ini menggunakan ukuran pemesanan tetap (Q sistem) dan Lot For
Lot.
2. Dari 40 item suku cadang yang dipesan oleh perusahaan diperoleh 12 item
suku cadang mesin yang kritis (kelompok A) berdasarkan klasifikasi ABC,
yaitu :
a. Phericall roller bearing
b. Roller clain pitch
c. Left & right handed worm P/N 13
d. Nozzle
e. Press cylinder S/N 12
f. Bcarer ref 7 ac.ar.al
g. Coupling p/n 58949044
h. Trust miracle
i. Pipa steam
j. Bearing SKF 29326
k. Top screen assembly mesh 40
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
l. Top screen assembly mesh 30
3. Dengan menggunakan metode EOQ, diperoleh total biaya persediaan suku
cadang mesin, yaitu sebesar Rp 8.376.348, metode LFL sebesar Rp 6.630.000.
Artinya metode LFL lebih optimum.
4. Total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan tahun 2009 sebesar
Rp 17.528.250, sedangkan total biaya persediaan menggunakan metode LFL
sebesar Rp 6.630.000. Selisih antara kedua total biaya tersebut sebesar Rp
10.898.250, artinya dengan pengendalian persediaan menggunakan metode
LFL, maka perusahaan dapat menghemat total biaya persediaan sebesar Rp
10.898.250 per tahun, atau sebesar 49,93 % dari total biaya persediaan yang
dikeluarkan oleh perusahaan.
7.2. Saran
Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, penulis mengajukan beberapa
saran untuk dapat memperoleh kondisi perencanaan pengendalian suku cadang
mesin yang lebih efektif dan efisien pada masa yang akan datang, antara lain :
1. Sebaiknya perusahaan melakukan perencanaan dan pengendalian persediaan
dengan menggunakan metode Lot For Lot (LFL), sehingga jumlah pemesanan
dan biaya persediaan yang dikeluarkan lebih optimal.
2. Dengan Penerapan metode LFL, maka tidak terjadi kekurangan/kehabisan
suku cadang mesin,
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
3. Dengan metode EOQ, biaya investasi suku cadang mesin pada perusahaan
dapat digunakan untuk keperluan lainnya, sehingga biaya yang dikeluarkan
perusahaan tidak terlalu boros.
4. Perhitungan pengendalian persediaan suku cadang mesin seperti yang
dilakukan pada penelitian ini dapat juga digunakan untuk pengendalian
persediaan bahan.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
DAFTAR PUSTAKA
Biegel, J. E., Production Control a Quantitatif Approach, New Delhi, Prentice
Hall of India Private Limited, Second Edition, 1981.
Eddy Herjanto, Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Kedua, Penerbit PT.
Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta, 1955.
Freddy Rangkuti, Manajemen Persediaan, Penerbit PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2004.
Martin K. Starr, Inventory Control Theory and Practice New Delhi, Prentice Hall
of India Private Limited, 1981.
Richardus E. I, Richardus D., Manajemen Persediaan, Penerbit PT. Grasindo,
Jakarta, 2003.
Sofjan Assauri, Manajemen Operasi dan Produksi, Edisi Keempat, Penerbit
Lembaga Fakultas Ekonomi, UI, Jakarta, 1978.
Teguh Baroto, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Penerbit Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2002.
William, J. Stevensoon, Production/Operation Management, Penerbit United
States Of America Homewood, Illinois, 1986.
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Lampiran-1
Tabel L-1
Data Break Down Time Suku Cadang Mesin Tahun 2009
Mesin Jenis Suku Cadang Kritis Periode Total Break
Down Time (Jam)
Sterilizer
Pipa steam
Januari Mei
September
7.35 Nozzle 8.20 Trust miracle 11.30 Buthing 536280-01 2.30 Leading off screen 3.10 Eriction pad 2.10
Threser Left & right handed worm P/N
Januari Mei
September
8.25 Coupling p/n 58949044 9.45 Screw 8341 9.00 Housing bearing SN 511 8.25
Digester Roller clain Pitch
Januari Mei
September
7.00 Hanger bearing c/w bronze bush 10.25 Pilow bearing 8.25 Angular ball bearing double row 7.00 Sheet packing API garlock 10.25
Vibro separator
Bcarer ref 7 ac.ar.al
Januari Mei
September
8.00 Phericall roller bearing 8.30 Wire rope p/n 58944044 7.45 Roller clain pitch 8.00 Sproket T12 pitch 8.30 Mur + baut + ring plate 1” 7.45 Bearing SKF 22215 c/w T.bush 8.00
Hoisting crane
Top screen assembly mesh 40
Januari Mei
September
9.45 Top screen assembly mesh 30 11.20 Trust greasheld 677 HT 8.45 Trust greasheld 6888 HD 9.45 Stering arm L/H 11.20 Stering arm R/H 8.45 Bottom stering arm 9.45
Empty bunch hoper Press cylinder S/N 12
Januari Mei
September
10.35 Adjustine cone P/N 8 10.45 Elbow steam 2” 7.45 Kawat las 10.35 Baut + mur + ring plate 2” 10.45
Depericarper Bearing SKF 29326
Januari Mei
September
10.00 Oil seal 11.30 Nozzle 53419-83 8.00 Buthing 536280-01 10.00 Bearing SKF 23026 11.30
Sumber : Kantor Teknik PKS Rambutan
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Lampiran-2
Tabel L-2
Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Metode EOQ
No Nama Suku Cadang
Total Biaya Persediaan Perusahaan
(Rp) 1 Phericall roller bearing 3.226.250 2 Roller clain Pitch 2.887.500 3 Left & right handed worm 1.705.000 4 Nozzle 1.612.500 5 Press cylinder S/N 12 1.220.000 6 Bcarer ref 7 ac.ar.al 1.185.000 7 Coupling p/n 58949044 1.170.000 8 Trust miracle 1.100.000 9 Pipa steam 882.000 10 Bearing SKF 29326 850.000 11 Top screen assembly mesh 40 845.000 12 Top screen assembly mesh 30 845.000 13 Top screen assembly mesh 20 805.200 14 Wire rope p/n 58944044 823.650 15 Sproket T12 pitch 798.560 16 Bearing SKF 23026 773.000 17 Leading off screen 705.240 18 Trust greasheld 6888 HD 699.560 19 Hanger bearing c/w bronze bushing 658.320 20 Nozzle 53419-83 432.210 21 Resistance rubber gasket 235.210 22 Trust greasheld 677 HT 235.210 23 Buthing 536280-01 235.210 24 Angular ball bearing double row 235.210 25 Stering arm L/H 235.210 26 Stering arm R/H 235.210 27 Bearing SKF 22215 c/w T.bush 235.210 28 Housing bearing SN 511 235.210 29 Sheet packing API garlock 235.210 30 Strainer S/N 235.210 31 Pilow bearing 235.210 32 Adjustine cone P/N 8 235.210 33 Bottom stering arm 235.210 34 Elbow steam 2” 235.210 35 Kawat las 235.210 36 Mur + baut + ring plate 1” 235.210 37 Oil seal 235.210 38 Eriction pad 235.210 39 Baut + mur + ring plate 2” 235.210 40 Screw 8341 235.210
TOTAL 27.928.190 Sumber : Hasil Pengolahan Data
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Lampiran-3
Tabel L-3
Hasil Perhitungan Frekuensi Pemesanan Suku Cadang Kritis
No Nama Suku Cadang
Frekuensi
Pemesanan
(kali/tahun)
1 Phericall roller bearing 5
2 Roller clain Pitch 4
3 Left & right handed worm P/N 13 3
4 Nozzle 3
5 Press cylinder S/N 12 2
6 Bcarer ref 7 ac.ar.al 2
7 Coupling p/n 58949044 3
8 Trust miracle 2
9 Pipa steam 2
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Lampiran-4
Tabel L-4
Hasil Perhitungan Interval Waktu Pemesanan
Suku Cadang Kritis
No Nama Suku Cadang
Interval Waktu
Pemesanan
(hari)
1 Phericall roller bearing 73
2 Roller clain Pitch 91
3 Left & right handed worm P/N 13 122
4 Nozzle 122
5 Press cylinder S/N 12 183
6 Bcarer ref 7 ac.ar.al 183
7 Coupling p/n 58949044 122
8 Trust miracle 183
9 Pipa steam 183
Herwandi Silalahi : Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik DI PT. Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi, 2009.
Lampiran-5
Tabel L-5
Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan
Suku Cadang Kritis
No Nama Suku Cadang
Total Biaya
Persediaan
(Rp/tahun)
1 Phericall roller bearing 1.581.250
2 Roller clain Pitch 1.453.125
3 Left & right handed worm P/N 13 1.086.250
4 Nozzle 1.057.500
5 Press cylinder S/N 12 902.500
6 Bcarer ref 7 ac.ar.al 885.000
7 Coupling p/n 58949044 877.500
8 Trust miracle 842.800
9 Pipa steam 733.650