Tugas Online 1 Epidemiologi Penyakit Menular Adelina Romaito 2013-31-173
-
Upload
ucii-emsiil -
Category
Documents
-
view
273 -
download
8
description
Transcript of Tugas Online 1 Epidemiologi Penyakit Menular Adelina Romaito 2013-31-173
TUGAS ONLINE
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
‘’ Riwayat Alamiah Penyakit Anthrax dan Pencegahannya‘’
Disusun Oleh :
Adelina Romaito (2013-31-173)
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
KESEHATAN MASYARAKAT
JAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Anthrax adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Bacillus anthracis. Penyakit tersebut
merupakan zoonosis khususnya binatang pemakan rumput seperti domba, kambing, dan
ternak. Manusia terinfeksi penyakit ini apabila endospora masuk ke dalam tubuh melalui
kulit yang lecet atau luka, inhalasi atau makanan yang terkontaminasi. Secara alamiah
manusia dapat terinfeksi apabila terjadi kontak dengan binatang yang terinfeksi anthrax atau
produk binatang yang terkontaminasi kuman antraks. Walaupun jarang, penularan melalui
gigitan serangga juga dapat terjadi. Penyebaran spora melalui aerosol potensial digunakan
pada peperangan dan bioterorisme. Anthrax kulit merupakan infeksi yang paling sering
terjadi, dan ditandai dengan lesi kulit terlokalisasi dengan eschar (ulkus nekrotik) sentral
dikelilingi edema non pitting. Anthrax inhalasi ditandai dengan mediastinitis hemorhagik,
infeksi sistemik yang progresif, dan mengakibatkan angka kematian yang tinggi. Anthrax
gastrointestinal jarang terjadi dan dihubungkan dengan mortalitas yang tinggi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Penyakit Anthrax
Anthrax adalah penyakit yang mengancam kehidupan infeksi yang biasanya
mempengaruhi hewan, khususnya ruminansia (seperti kambing, sapi, domba, dan
kuda). Dan merupakan penyakit menular mematikan yang disebabkan oleh bakteri
pembentuk spora yang disebut Bacillus anthracis. Anthrax yang juga dikenal dengan
nama Splenic fever (radang limpa) ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama
atau relatif singkat yaitu 1 – 5 hari. Anthrax dapat ditularkan ke manusia melalui
kontak dengan hewan yang terinfeksi atau produk mereka, Anthrax tidak menyebar
dari orang ke orang.
Agen dari anthrax adalah bakteri yang disebut Bacillus anthracis yang bersifat gram
positif dan aerobik yang berukuran panjang 1-9 mikrometer. Sementara peneliti lain
menemukan basil Anthrax, itu adalah seorang dokter Jerman dan ilmuwan, Dr Robert
Koch, yang membuktikan bahwa bakteri anthrax adalah penyebab penyakit yang
mempengaruhi hewan ternak di masyarakat. Di bawah mikroskop, bakteri terlihat
seperti batang yang besar. Namun, dalam tanah, di mana mereka tinggal, organisme
anthrax ada dalam bentuk aktif yang disebut spora. Spora ini sangat kuat dan sulit
untuk dihancurkan. Spora telah dikenal untuk bertahan hidup di tanah selama 48
tahun.
Anthrax dapat menginfeksi manusia dalam tiga cara. Yang paling umum adalah
infeksi melalui kulit, yang menyebabkan sakit jelek yang biasanya hilang tanpa
pengobatan. Manusia dan hewan dapat menelan anthrax dari bangkai hewan mati
yang telah terkontaminasi anthrax. Menelan antraks dapat menyebabkan serius,
penyakit fatal. Bentuk yang paling mematikan adalah anthrax inhalasi. Jika spora
antraks yang terhirup, mereka bermigrasi ke kelenjar getah bening di dada dimana
mereka berkembang biak, menyebar, dan menghasilkan racun yang sering
menyebabkan kematian.
Ada tiga bentuk penyakit yang disebabkan oleh anthrax kutaneus (kulit) anthrax,
anthrax inhalasi, dan gastrointestinal (usus) anthrax. Gejala pertama halus, bertahap
dan seperti flu (influenza). Dalam beberapa hari, namun, penyakit memburuk dan
mungkin ada gangguan pernapasan parah. Shock, koma, dan kematian ikuti. Anthrax
inhalasi tidak menyebabkan radang paru-paru yang benar. Bahkan, spora dijemput di
paru-paru oleh sel-sel pemulung yang disebut makrofag. Sebagian besar spora
dibunuh. Sayangnya, beberapa bertahan dan diangkut ke kelenjar di dada yang disebut
kelenjar getah bening.
Di kelenjar getah bening, spora yang bertahan hidup berkembang biak, menghasilkan
racun yang mematikan, dan menyebar ke seluruh tubuh. Perdarahan parah dan
kematian jaringan (nekrosis) terjadi dalam kelenjar getah bening di dada. Dari sana,
penyakit ini menyebar ke paru-paru yang berdekatan dan seluruh tubuh. Anthrax
inhalasi adalah penyakit yang sangat serius, dan sayangnya, kebanyakan individu
yang terkena akan mati bahkan jika mereka mendapatkan antibiotik yang tepat.
2.2 Triad Epidemiologi
2.2.1 Agent
Pada penyakit anthrax agent utamanya yaitu bakteri Bacillus anthracis.
Bacillus anthracis adalah organisme berbentuk batang yang sifatnya aerobik,
gram positif, tidak bergerak, dan mampu membentuk spora . Dalam kondisi
tidak kondusif untuk tumbuh dan memperbanyak diri, maka kuman akan
mulai membentuk spora. Untuk pembentukan spora diperlukan keberadaan
oksigen bebas. Dalam situasi alamiah, siklus vegetatif terjadi dalam
lingkungan rendah oksigen dari induk semang terinfeksi, dan dalam tubuh
induk semang organisme tersebut secara khas berada dalam bentuk vegetatif.
Begitu berada di luar tubuh induk semang, spora mulai terbentuk dengan
terdedahnya bentuk vegetatif terhadap udara. Bentuk spora esensialnya adalah
fase eksklusif di lingkungan.
Meskipun belum pernah diteliti di Indonesia, lalat dianggap mempunyai peran
penting dalam menyebarkan anthrax secara mekanis terutama pada situasi
wabah hebat di daerah endemis. Kebanyakan lalat pengigit (biting flies) dari
spesies Hippobosca dan Tabanus bertindak sebagai penular yang bertanggung
jawab terhadap terjadinya perluasan wabah besar di Zimbabwe pada 1978-
1979, dimana lalat meloncat dari satu komunitas ternak ke komunitas lainnya.
Lalat makan cairan tubuh bangkai ternak terjangkit anthrax dan kemudian
mendepositkan feses atau muntahan yang mengandung kontaminan kuman
dalam jumlah besar pada helai daun pepohonan dan semak-semak di
sekitarnya.
2.2.2 Host
Dalam hal ini yang menjadi host pada penyakit anthrax yaitu manusia dan
hewan ternak itu sendiri. Manusia yang terkena penyakit anthrax ditularkan
melaui kontak langsung dengan hewan sakit, menghirup spora dari hewan
yang sakit, spora anthrax yang ada di tanah atau rumput dan lingkungan yang
tercemar spora anthrax maupun bahan-bahan yang berasal dari hewan yang
sakit, seperti kulit, daging, tulang, dan darah.
2.2.3 Lingkungan
Lingkungan yang kemungkinan penyebaran penyakit anthrax lebih cepat yaitu
pada daerah peternakan dan pada iklim kering dan cuaca panas. Dalam hal ini,
iklim kemungkinan mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung
cara bagaimana ternak kontak dengan spora anthrax. Sebagai contoh, selama
periode kering ternak merumput lebih dekat dengan tanah oleh karena
kebanyakan tanaman atau vegetasi menjadi layu dan juga meranggas, sehingga
membuka lebih besar kemungkinan spora anthrax tertelan oleh ternak. Begitu
juga pola perilaku musim meningkatkan kemungkinan pendedahan terhadap
spora anthrax. Terjadinya wabah anthrax dilaporkan seringkali didahului
dengan perubahan ekologi atau iklim, seperti banjir atau hujan yang diikuti
dengan kekeringan.
2.3 Riwayat Alamiah
2.3.1 Tahap Prepathogenesis
Manusia tertular anthrax baik secara langsung maupun tidak langsung. Tiga
modus penularan anthrax ke manusia yang umum diketahui sejak lama yaitu
melalui kulit, melalui pencernaan, dan melalui pernafasan. Anthrax kulit
biasanya menjangkiti orang yang melakukan penjagalan, pengulitan atau
pembedahan karkas terinfeksi atau juga penanganan kulit, wol atau bulu
hewan yang terkontaminasi spora anthrax. Umumnya penyakit terjadi setelah
kuman atau spora masuk ke jaringan kulit melalui luka lecet atau luka
tergores. Dimulai dengan lepuh kecil, kemudian secara cepat membentuk bisul
bernanah dan setelah itu menjadi koreng berwarna hitam (black scab).
Anthrax pencernaan atau anthrax lambung (antraks gastrointestinal) biasanya
ditularkan akibat kuman atau spora yang tertelan lewat mulut. Biasanya akibat
makan daging terinfeksi yang tidak dimasak secara matang dari ternak lokal
atau satwa liar. Penularan dari ternak lokal umum terjadi di negara-negara
berkembang (termasuk Indonesia) dimana tidak dilakukan pemeriksaan daging
atau vaksinasi ternak sesuai dengan kaidah kesehatan masyarakat veteriner
dan kesehatan hewan yang benar.
Anthrax pernafasan terjadi akibat terhirupnya spora anthrax yang sangat kecil
sekali, dengan diameter 1-5 mikron. Biasanya kasus ini ditemukan pada para
pekerja pabrik wol, akan tetapi dari statistik anthrax di dunia pernah juga
seorang pekerja konstruksi yang menangani kain wol terkontaminasi, seorang
perempuan yang memainkan alat musik bongo terbuat dari kulit ternak
terinfeksi. Namun demikian, tingkat kejadian anthrax pernafasan di negara-
negara industri tetap rendah dan tidak dianggap sebagai masalah kesehatan
masyarakat.
Pada manusia, angka fatalitas kasus (case fatality rate) dari anthrax kulit
biasanya hanya 20% apabila tidak diobati. Sedangkan pada anthrax
pencernaan berkisar antara 25-75%, dan anthrax pernafasan biasanya sangat
fatal (100%).
2.3.2 Tahap Pathogenesis
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi (masa antara kontak dengan anthrax dan awal gejala)
mungkin relatif singkat, dari satu sampai lima hari. Seperti penyakit
menular lainnya, periode inkubasi untuk antraks cukup bervariasi dan
mungkin seminggu sebelum seorang individu yang terinfeksi merasa sakit.
2. Masa klinis
Pada umumnya masa klinis penyakit anthrax adalah sebagai berikut
Pada pernafasan diawali dengan panas, menggigil dan mialgia dengan
nyeri dada pada 3-5 hari setelah menginhalasi spora anthrax. Setelah 1-2
hari berikutnya pasien memburuk menjadi panas tinggi, sesak nafas hebat,
sianosis (badan biru), sakit dada yang terasa “remuk” dan schok.
Pada Kulit, lesi dimulai dengan hilangnya rasa sakit, kadang-kadang
berupa papula pruritus yang sedang (pada umumnya mengenai daerah
lengan, leher atau wajah) dan meluas menjadi lesi vesiculer yang
dikelilingi oleh lesi disekitarnya. “Gelatinnous halo” mengelilingi vesikel
yang akan berkembang menjadi ulkus (luka) dan eschar hitam dengan
cepatnya berkembang diatas ulkus. Sedangkan, gejala antraks tipe kulit
ialah bisul merah kecil yang nyeri. Kemudian lesi tadi membesar, menjadi
borok, pecah dan menjadi sebuah luka. Jaringan disekitarnya membengkak
dan lesi gatal tetapi agak terasa sakit.
Beberapa gejala-gejala anthrax tipe pencernaan adalah mual, pusing,
muntah, tidak nafsu makan, suhu badan meningkat, muntah berwarna
coklat atau merah, buang air besar berwarna hitam, sakit perut yang sangat
hebat (melilit). Daging yang terkena anthrax mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut: berwarna hitam, berlendir dan berbau.
Sedangkan secara spesifik Gejala klinis penyakit anthrax dibedakan
berdasarkan tipe penyakit anthrax :
a. Tipe kulit (cutaneous Anthrax)
Mula-mula terjadi papel, desertai gatal-gatal dan rasa sakit .
2-3 hari kemudian menjadi vesikel yang berisi cairan kemerahan.
Kemudian haemorhagic dan menjadi jaringan nekrotik yang
berbentuk ulcus dengan kerak berwarna hitam ditengah dan kering
yang disebut eschar (tanda patognomonik anthax) diikuti oleh
bentuk vesikel disekitarnya.
Disekitar ulcus sering didapati erytema dan edema.
Pada perabaan edema tersebut tidak lunak dan tidak lekuk (non
pitting) bila ditekan.
b. Tipe pencernaan (Gastrointestinal Anthrax)
Bersifat perakut atau akut
Gejala awal rasa sakit perut yang hebat, mual, muntah, tidak nafsu
makan dan suhu tubuh meningkat.
Konstipasi diikuti diare akut berdarah
Hematemesis
Toxemia
Shock dan meninggal biasanya kurang dari 2 hari
CFR bervariasi 5-75%
Tipe ini umumnya terjadi karena memakan daging yang tidak
dimasak dengan sempurna
c. Tipe Pernapasan
Sangat jarang terjadi biasanya akibat dari perluasan anthrax tipe
kulit atau karena menghirup udara yang mengandung spora
antraks.
Gejala awal ringan dan spesifik dimulai dengan lemah, lesu,
subfebril, batuk non produktif (seperti tanda-tanda bronchitis)
Kemudian mendadak dispnoe, sianosis, stridor dan gangguan
respirasi berat
Shock, meninggal biasanya dalam waktu 24 jam
d. Tipe Radang Otak (meningitis anthrax)
Umumnya merupakan komplikasi antraks tipe pulmonal, intestinal
atau cutaneus yang kemudian melalui aliran darah tiba pada
jaringan otak sehingga menimbulkan peradangan.
Demam, sakit kepala hebat, kejang, kesadaran menurun, kaku
kuduk.
Muntah
Diakhiri dengan koma
Liquor cerebro spinalis (LCS) berwarna keruh kuning kemerahan
Masa klinis juga bisa didentifikasi melalu pemeriksaan di labolatorium
untuk memastikan positif tertular penyakit anthrax. Diagnosis secara
laboratorium dilakukan dengan berbagai metode atau uji :
Mikroskopis, dengan pewarnaan metilen blue polichromatic, gram
atau wright
Kultural bakteriologik pada media agar darah dan kaldu protein
Uji ascoli
Identifikasi B.antracis dengan media gula-gula
Uji biologik menggunakan hewan percobaan
Uji serologi dengan PCR (Polymerasi Chain Reaction) dan ELISA
(Enzyme Linked Immunosorbent Assay) sampel yang diambil
untuk pemeriksaan laboratorium tersebut diatas adalah serum darah
vena, swab darah vena, usap ulcus swab, dahak dan tanah tempat
hewan mati dikubur.
3. Masa laten dan periode infeksi
a. Tipe kulit :
Rasa nyeri jarang terjadi kalaupun ada justru di daerah edema
Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening regional
Demam sedang dan sakit kepala
Bila tidak segera mendapat pengobatan dapat berkembang
menjadi septicemia dan shock
b. Tipe pencernaan (Gastrointestinal Anthrax)
Konstipasi diikuti diare akut berdarah
Hematemesis
Toxemia
Shock dan meninggal biasanya kurang dari 2 hari
CFR bervariasi 5-75%
Tipe ini umumnya terjadi karena memakan daging yang tidak
dimasak dengan sempurna
c. Tipe Pernapasan
Mendadak dispnoe, sianosis, stridor dan gangguan respirasi
berat.
Shock, meninggal biasanya dalam waktu 24 jam.
d. Tipe Radang Otak (meningitis anthrax)
Demam, sakit kepala hebat, kejang, kesadaran menurun, kaku
kuduk.
Muntah
Diakhiri dengan koma
Liquor cerebro spinalis (LCS) berwarna keruh kuning
kemerahan.
2.4 Pencegahan
Pengendalian penyakit anthrax mendapat prioritas secara nasional. Upaya
pengendalian penyakit Antrax telah ditetapkan dan didasarkan pada azas
pewilayahan/zoning (NIPOSPOS, 2005), sebagai berikut:
2.4.1 Periode Prepathogenesis (Tingkat Pencegahan Primer)
1. Bagi daerah bebas Anthrax, didasarkan kepada pengawasan ketat
pemasukan hewan ternak ke daerah tersebut.
2. Bagi daerah endemik Anthrax didasarkan pada pelaksanaan vaksinasi
ternak secara rutin diikuti monitoring.
3. Bagi ternak tersangka sakit, dilakukan penyuntikan antibiotik dan 2
minggu kemudian disusul dengan vaksinasi anthrax.
4. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang
bahaya anthrax serta upaya penanggulangannya dengan bekerjasama
seluruh instansi dan pihak terkait lain termasuk pemuka
masyarakat/agama, LSM, kader desa melalui berbagai cara seperti
pencetakan brosur, leaflet, spanduk, sosialisasi melalui berbagai media
(elektronik dan cetak) serta pertemuan-pertemuan informal.
2.4.2 Periode Pathogenesis (Tingkat Pencegahan Sekunder)
Pelaksanaan langkah-langkah operasional strategis dalam upaya
mengendalikan penyakit anthrax adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pengamatan untuk meningkatkan kewaspadaan dini terhadap
kemungkinan munculnya kasus pada ternak khususnya di daerah endemis
yang setiap tahun ada kecenderungan muncul, serta terus memantau secara
intensif daerah dan lokasi endemis yang ada.
2. Pelaksanaan vaksinasi massal untuk mengoptimalkan cakupan vaksinasi
setiap tahun pada ternak sapi, kerbau, kambing dan domba di lokasi-lokasi
endemis anthrax.
3. Penelitian untuk dapat menghasilkan vaksin yang lebih baik yaitu
mempunyai potensi atau tingkat kekebalan yang cukup lama, aman
terhadap semua jenis ternak dan murah.
4. Memproduksi vaksin dalam jumlah cukup untuk kesiap-siagaan apabila
terjadi wabah minimal sebesar 600 juta dosis dan untuk memberikan
subsidi bagi daerah yang masih kekurangan vaksin.
5. Pelaksanaan pengawasan lalu lintas ternak yang keluar dan masuk lokasi
endemis bekerjasama dengan aparat karantina hewan dan instansi terkait
lain.
6. Pelaksanaan pemeriksaan ternak sebelum maupun setelah ternak dipotong
(ante/post mortum) di Rumah Potong Hewan.
7. Pertemuan koordinasi untuk meningkatkan koordinasi dengan seluruh
instansi terkait khususnya dengan Departemen Kesehatan beserta
jajarannya sampai ke tingkat kecamatan/Puskesmas khususnya apabila
dicurigai adanya kasus penularan pada manusia.
2.4.3 Tingkat Pencegahan Tersier
1. Praktek-praktek sosial dalam masyarakat peternakan, termasuk pertukaran
ternak sapi.
2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang
bahaya anthrax serta upaya penanggulangannya dengan bekerjasama
seluruh instansi dan pihak terkait lain termasuk pemuka
masyarakat/agama, LSM, kader desa melalui berbagai cara seperti
pencetakan brosur, leaflet, spanduk, sosialisasi melalui berbagai media
(elektronik dan cetak) serta pertemuan-pertemuan informal.
3. Vaksinasi anthrax diberikan kepada hewan yang tidak sedang diobati
dengan antibiotika, misalnya pada sapi yang mendapat pengobatan
antibiotoika terhadap mastitis, karena pemberian vaksin menjadi tidak
effektif. Dianjurkan pula setidaknya 6 (enam) minggu sebelum dipotong
dan dikonsumsi, ternak agar lebih dulu divaksinasi anti anthrax.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit anthrax adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bacillus antrachis
yang dalam kondisi tertentu dapat berbentuk spora. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh
hewan melalui rumput yang dimakan oleh hewan ternak tersebut dan mengandung
spora bakteri Bacillus antrachis yang terdapat di dalam tanah tempat tumbuh rumput.
Penyakit ini dapat menyebabkan kematian apabila tidak mendapatkan penangan yang
lebih lanjut. Pengobatannya dapat berupa obat antibiotik pada tipe masing-masing
penyakit.
3.2 Saran
Sebaiknya pengusaha peternakan lebih memperhatikan untuk menjaga kebersihan
sanitasi lingkungan pada daerah peternakan yang ia kelola. Memberikan vaksin yang
rutin pada daerah endemik anthrax. Serta kita sebagai konsumen sebaiknya jika
memasak daging harus sampai matang agar aman untuk dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKaA
Pohan, Herdiman T.2005.Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan Antraks. Majalah Kedokteran Indonesia.
Hardjoutomo, S., M.B. Poerwadikarta, dan E. Martindah. 1996. Anthrax pada hewan dan
manusia di Indonesia. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 7-8
November 1995. pp: 305-318.
Anthrax: current, comprehensive infection on pathogenesis, microbiology, epidemiology,
diagnosis, treatment and prophylaxis. Available at:
http//www.cidrap.umn.edu/cidrap/content/bt/anthrax/biofacts/anthraxfacsheet.html
http://sanirachman.blogspot.com/2009/09/bacillus-anthracis-penyebab-anthrax.html
www.google.com