Tugas Medlin 3 - 1

72
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas perayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan yang beragam, berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang perlu diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu standar. Mutu pelayanan di rumah sakit pada saat ini masih belum memadai. Menurut Wijono ( 1999 ), mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan. Mutu dalam pelayanan di rumah sakit berguna untuk mengurangi tingkat kecacatan atau kesalahan. Manajemen Mutu menurut J.M Juran dan Wijono,

description

Metodologi Penelitian

Transcript of Tugas Medlin 3 - 1

Page 1: Tugas Medlin 3 - 1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas perayanan kesehatan perorangan

merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam

mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan

kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat

kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan yang

beragam, berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran

yang berkembang sangat pesat yang perlu diikuti oleh tenaga kesehatan dalam

rangka pemberian pelayanan yang bermutu standar.

Mutu pelayanan di rumah sakit pada saat ini masih belum memadai.

Menurut Wijono ( 1999 ), mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu jasa

pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan

kepuasan. Mutu dalam pelayanan di rumah sakit berguna untuk mengurangi tingkat

kecacatan atau kesalahan. Manajemen Mutu menurut J.M Juran dan Wijono, 1999

bahwa mutu yang lebih tinggi memungkinkan untuk mengurangi tingkat

kesalahan, mengurangi pekerjaan ulang, mengurangi kegagalan di lapangan,

mengurangi ketidakpuasan pelanggan, mengurangi keharusan memeriksa dan

menguji, meningkatkan hasil kapasitas, memberikan dampak utama pada biaya, dan

biasanya mutu lebih tinggi biaya lebih sedikit

Indikator mutu suatu rumah sakit dilihat juga dari tingkat kejadian yang

menyebabkan pasien cedera. Tidak ada satupun dokter atau petugas kesehatan yang

ingin mencelakakan pasiennya. Oleh karena itu, keselamatan pasien ( Patient Safety

) yang telah menjadi isu global perlu disosialisasikan terus menerus dalam

Page 2: Tugas Medlin 3 - 1

2

lingkungan rumah sakit. Menurut Mitchell ( 2008 ), perawat merupakan kunci

dalam pengembangan mutu melalui keselamatan pasien.

Institute of Medicine, Amerika Serikat pada tahun 2000 menyatakan bahwa

“ TO ERR IS HUMAN , Building a Safer Health System “. Pada laporan tersebut

dijelaskan bahwa ditemukan kejadian tidak diharapkan sebesar 2,9 % di rumah

sakit Utah dan Colorado dimana 6,6 % diantaranya meninggal. Pada tahun 2004

WHO juga menyatakan adanya adverse event dengan rentang 3,2 – 16,6 % pada

rumah sakit di berbagai negara. Dari penemuan ini WHO mencanangkan World

Alliance for Patient Safety bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan

keselamatan pasien.

Sejak awal tahun 1900, institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu

pada tiga elemen yaitu struktur, proses dan outcome dengan berbagai macam

program regulasi yang berwenang misalnya antara lain penerapan Standar

Pelayanan Rumah Sakit, ISO, Indikator Klinis dan lain sebagainya (Depkes RI,

2006). Standar keselamatan pasien rumah sakit yang saat ini digunakan mengacu

pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Join

Commision on Accreditation of Health Organization di Illinois pada

tahun 2002. Enam tujuan penanganan keselamatan pasien menurut Joint

Commission International antara lain: mengidentifikasi pasien dengan benar,

meningkatkan komunikasi secara efektif, meningkatkan keamanan dari high-

alert medications, memastikan benar tempat, benar prosedur, dan benar

pembedahan pasien, mengurangi risiko infeksi dari pekerja kesehatan,

mengurangi risiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada pasien (Lia dan Asep,

2010).

Menurut Agency of Healthcare Research and Quality (2004)

dalam menilai budaya keselamatan pasien di rumah sakit terdapat beberapa aspek

dimensi yang perlu diperhatikan yaitu harapan dan tindakan supervisor/manajer

dalam mempromosikan keselamatan pasien, pembelajaran-peningkatan

Page 3: Tugas Medlin 3 - 1

3

bekerlanjutan, kerjasama tim dalam unit, keterbukaan komunikasi, umpan balik

terhadap error, respon tidak menyalahkan, staf yang adekuat, persepsi secara

keseluruhan, dukungan manajamenen rumah sakit, kerjasama tim antar unit,

penyerahan dan pemindahan pasien dan frekuensi pelaporan kejadian.

Penting diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada

pasien. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal

tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan. Berbagai upaya

dilakukan untuk menurunkan angka kesalahan dan meningaktkan keselamatan

pasien dengan fokus individu bukan pada sistem atau proses. Oleh karena itu

diperlukan komitmen tenaga medis untuk menjaga keselamatan pasien

,kompeten dan etis dalam keperawatan. Keselamatan pasien merupakan suatu

sistem yang sangat dibutuhkan mengingat saat ini banyak pasien yang dalam

penanganannya sangat memprihatikan,dengan adanya sistem ini diharapkan dapat

meminimalisir kesalahan dalam penanganan pasien baik pada pasien UGD, rawat

inap maupun pada pasien poliklinik (PERSI 2006).

Keperawatan merupakan bagian terbesar di suatu rumah sakit.

Keperawatan merupakan kelompok profesi yang paling depan dan terdekat

dengan penderitaan, kesakitan, serta kesengsaraan yang dialami pasien dan

keluarganya. Pelayanan keperawatan memiliki konstribusi yang sangat penting

dalam membangun citra rumah sakit. Craven dan Hirnle (Setiowati, 2010)

mengemukakan bahwa ketidakpedulian akibat keselamatan pasien akan

menyebakan kerugian bagi pasien dan pihak rumah sakit, seperti biaya yang

harus ditanggung pasien menjadi lebih besar, pasien semakin lama dirawat di

rumah sakit dan terjadinya resistensi obat. Kerugian bagi rumah sakit yang harus

dikeluarkan menjadi lebih besar yaitu pada upaya tindakan pencegahan

terhadap kejadian luka tekan, infeksi nosokomial, pasien jatuh dengan cidera,

kesalahan obat yang mengakibatkan cidera.

Page 4: Tugas Medlin 3 - 1

4

Di Indonesia, laporan insiden keselamatan pasien pada tahun 2007

dilaporkan DKI Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu 37,9 % ( KKP-RS, 2008 ).

Data tentang KTD diatas belum mewakili data KTD yang sebenarnya di Indonesia,

jumlah KTD diperkirakan relatif tinggi ( Budiharjo, 2008 ).

Rumah sakit tak hanya menjadi tempat pasien mendapatkan kesembuhan

tetapi juga merupakan tempat berkembangnya berbagai macam penyakit dan

kuman. Mulai tahun 2001, Depkes RI telah memasukkan pengendalian infeksi

nosokomial sebagai salah satu tolok ukur indikator rumah sakit. Bahkan menurut

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan

Pasien Rumah Sakit, pengurangan risiko infeksi terkati pelayanan kesehatan

merupakan salah satu sasaran keselamatan pasien.

Pencegahan infeksi nosocomial memerlukan kerja tim yang solid yang

merupakan praktik kolaboratif antar tim kesehatan. Angka kejadian infeksi luka

infus ( phlebitis ) menjadi salah satu jenis infeksi nosokomial. Dari sebuah

penelitian di Portugal 2010 disebutkan bahwa kejadian phlebitis mencapai 11,06 %

dari target 5 %. Derajat phlebitis yang paling banyak terjadi adalah grade 1 sekitar

37 % dan grade 2 sekitar 53,06 %. Pada Permenkes 129 tahun 2008 tentang standar

minimal pelayanan Rumah Sakit disebutkan bahwa standar kejadian phlebitis

adalah <1,5 %. Data statistik yang didapat dari Yayasan Kesehatan mengenai

infeksi nosokomial,phlebitis menempati peringkat pertama infeksi nosokomial di

Indonesia dibandingkan infeksi lainnya yaitu sebanyak 16.435 kejadian phlebitis

dari 588.328 pasien beresiko di Rumah Sakit Umum di Indonesia atau lebih kurang

2,8% dan sebanyak 293 kejadian phlebitis dari 18.800 pasien yang beresiko di

Rumah Sakit khususatau swasta di Indonesia pada tahun 2006 atau lebih kurang

1,5% (Depkes, 2007).

Ciputra Hospital merupakan Rumah Sakit Umum swasta yang mempunyai

visi “ Menjadi Rumah Sakit Pilihan Yang Handal dan Berkualitas “. Ciputra

Hospital mulai beroperasi sejak 1 November 2011. Ciputra Hospital merupakan

Page 5: Tugas Medlin 3 - 1

5

salah satu rumah sakit yang telah mendapatkan peringkat Memuaskan pada

Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 dari Departemen Kesehatan Republik

Indonesia pada 1 Oktober 2014. Sebagai rumah sakit yang mengedepankan Mutu

dan Keselamatan Pasien, Ciputra Hospital berupaya untuk menurunkan dan

mencegah terjadinya infeksi di rumah sakit. Pemantauan terhadap mutu dan

keselamatan pasien ini dituangkan dalam indikator mutu rumah sakit yang antara

lain adalah indikator sasaran keselamatan pasien dan pencegahan dan pengendalian

infeksi. Berbagai program orientasi dan pelatihan terkait mutu dan keselamatan

pasien dilakukan. Orientasi dan pelatihan mutu dan keselamatan pasien tidak hanya

diberikan kepada tenaga medis, namun kepada seluruh karyawan termasuk tenaga

kontrak.

Kejadian infeksi luka infus atau phlebitis di Ciputra Hospital memang masih

tergolong kecil. Pada tahun 2014 kejadian phlebitis 0,2 %, akan tetapi derajat

phlebitis yang ditemukan sudah sampai pada fase phlebitis derajat 2. Kebijakan

pelaporan phlebitis di Ciputra Hospital dilakukan jika phlebitis sudah masuk pada

derajat 2. Hal ini memungkinkan terjadinya phlebitis derajat 1 yang tidak terlaporkan

mungkin mencapai jumlah yang tidak sedikit. Pada tahun 2015 periode bulan Januari

hingga Mei 2015 saja sudah terjadi 3 kejadian phlebitis derajat 2 disertai ekstravasasi

yang cukup luas, satu diantaranya terjadi di ruang perawatan intensif. Faktor kimiawi

dari penggunaan obat High Alert High Consentration juga dapat berpengaruh besar

terhadap terjadinya phlebitis. Namun demikian kepedulian dan pengetahuan perawat

perlu dipertanggung jawabkan dalam terjadianya phlebitis.

Dari telusur harian dari tim telusur Ciputra Hospital, seringkali ditemukan

kateter intravena sudah melewati batas penggantian atau lebih dari 3x24 jam. Saat

akan melakukan insersi perawat tidak melakukan five moment cuci tangan terutama

sebelum melakukan tindakan invasif. Dari hasil wawancara dengan 10 perawat,

didapatkan 7 dari 10 perawat belum dapat membedakan derajat phlebitis. Sehingga

Page 6: Tugas Medlin 3 - 1

6

saat phlebitis masih pada derajat 1, kemungkinan besar perawat kurang aware

sehingga phlebitis meningkat menjadi derajat 2.

Penelitian ini dikhususkan pada pasien rawat inap mengingat perawatan

pada pasien rawat inap sangat membutuhkan perhatian yang lebih. Perawat di ruang

rawat inap seringkali berfokus pada tugas rutin. Selain itu penelitian ini juga

ditujukan pada perawat di ruang perawatan intensif terkait pemberian obat-obatan

melalui intravena yang mempunyai konsentrasi pekat. Pasien rawat inap pada

suatu ruangan membutuhkan penanganan jangka panjang yang perlu

keseriusan dari pada tenaga kesehatan untuk menghindari terjadinya

kesalahan penanganan dalam praktiknya (Sumijatun 2007).

Pentingnya penerapan keselamatan pasien dalam mengurangi kejadian

phlebitis sebagaimana yang telah dijelaskan membuat peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai “ Hubungan Penerapan Patient Safety terhadap

Kejadian Phlebitis Di Ruang Rawat Inap Dewasa dan Ruang Intensif Care Rumah

Sakit Ciputra Hospital Citra Raya Tangerang Tahun 2015 “

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian yang dinyatakan di dalam latar belakang seperti mana

tersebut di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagaimana berikut :

1. Apakah terdapat hubungan penerapan patient safety dengan kejadian phlebitis ?

2. Bagaimana hubungan penerapan standar prosedur operasional pemasangan

kateter intravena dengan kejadian phlebitis ?

3. Apakah terdapat hubungan keterampilan perawat dalam memasng infus dan

kejadian phlebitis ?

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Page 7: Tugas Medlin 3 - 1

7

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penerapan

patient safety dan kejadian phlebitis di Ciputra Hospital tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus daripenelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui hubungan penerapan patient safety dan kejadian phlebitis

di Ciputra Hospital tahun 2015.

b. Untuk mengetahui penerapan standar prosedur operasional pemasangan

kateter intravena dengan kejadian phlebitis dan kejadian phlebitis di Ciputra

Hospital tahun 2015

c. Untuk mengetahui hubungan keterampilan perawat dalam memasang

kateter intravena dan kejadian phlebitis di Ciputra Hospital tahun 2015

D. MANFAAT

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk dijadikan bahan

masukan dalam menyusun kebijaksanaan dalam mencegah kejadian phlebitis di

rumah sakit. Selain itu antara manfaat lain yang diharapkan dari penelitian ini

adalah :

1. Bagi penelitian, diharap peneliti dapat menerapkan displin ilmunya di lapangan

khususnya dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

2. Bagi perawat, diharap dapat meningkatkan kepatuhan dalam penerapan patient

safety dan dalam melaksanakan standar prosedur operasieonal pemasangan

kateter intravena untuk mencegah kejadian phlebitis.

3. Bagi rumah sakit, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan untuk

dapat meningkatkan budaya keselamatan dalam rangka mengurangi dan

mencegah kejadian phlebitis.

Page 8: Tugas Medlin 3 - 1

8

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KESELAMATAN PASIEN

Menciptakan budaya keselamatan pasien merupakan hal yang sangat

penting. Hal tersebut dikarenakan budaya mengandung dua komponen yaitu nilai

dan keyakinan, dimana nilai mengacu pada sesuatu yang diyakini oleh anggota

organisasi untuk mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, sedangkan

keyakinan mengacu pada sikap tentang cara bagaimana seharusnya bekerja dalam

organisasi (Sashkein & Kisher, dalam Tika, 2006). Dengan adanya nilai dan

keyakinan yang berkaitan dengan keselamatan pasien yang ditanamkan pada

setiap anggota organisasi, maka setiap anggota akan mengetahui apa yang

seharusnya dilakukan dalam penerapan keselamatan pasien. Dengan demikian,

perilaku tersebut pada akhirnya menjadi suatu budaya yang tertanam dalam setiap

anggota organisasi berupa perilaku budaya keselamatan pasien.

1. Pengertian

Patient Safety adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan

pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi assessmen risiko, identifikasi dan

pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis

insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta

implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut

diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh

Page 9: Tugas Medlin 3 - 1

9

kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan

yang seharusnya diambil (Depkes RI, 2006)

Safety adalah bebas dari kejadian cedera. Menurut WHO (2009)

menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan tindakan yang

dilakukan oleh individu dan organisasi untuk melindungi pasien dari kerugian

karena efek pelayanan kesehatan. The National Patient Safety

Foundation mendefinisikan bahwa patient safety adalah upaya

menghindarkan, mencegah dan perbaikan dari kasus adverse outcome atau

perlukaan yang disebabkan oleh proses layanan kesehatan.

Menurut IOM keselamatan pasien adalah mengutamakan sistem

pemberian perawatan yang mencegah kesalahan (pencegahan kerugian

pada pasien), belajar dari kesalahan yang terjadi, membangun budaya

keselamatan yang melibatkan para profesional tenaga kesehatan,

manajemen dan pasien. Sedangkan menurut AHRQ keselamatan pasien

didefinisikan sebagai pencegahan bahaya yaitu bebas dari kecelakaan atau

hasil dari perawatan medis.

Definisi keselamatan pasien menurut KKP-RS (Komite Keselamatan

Pasien Rumah Sakit) adalah bebasnya pasien dari harm/cedera yang tidak

seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit,

cedera fisik/sosial/psikologis, cacat, kematian, dan lain-lain) terkait dengan

pelayanan kesehatan.

2. Prinsip Safety System

Menurut IOM, ada lima prinsip untuk merancang safety system di

organisasi kesehatan, yaitu : (Kohn et al, 2000)

a. Prinsip 1 : provide leadership yang meliputi :

1) Menjadikan patient safety sebagai tujuan utama/prioritas

2) Menjadikan patient safety sebagai tanggungjawab bersama

Page 10: Tugas Medlin 3 - 1

10

3) Menunjuk/menugaskan seseorang yang bertanggungjawab untuk safety

program

4) Menyediakan sumber daya manusia dan dana untuk analisa error dan

redesign system

5) Mengembangkan mekanisme yang efektif untuk mengidentifikasi ‘unsafe’

dokter

b. Prinsip 2 : memperhatikan keterbatasan manusia dalam perancangan proses

1) Design job for safety

2) Menyederhanakan proses

3) Membuat standard proses

c. Prinsip 3 : mengembangkan tim yang efektif

d. Prinsip 4 : antisipasi untuk kejadian tak terduga dengan pendekatan proaktif, menyediakan antidotum dan training simulasi

e. Prinsip 5 : menciptakan atmosfer ‘learning’

1) Menggunakan simulasi

2) Mendorong pelaporan kejadian

3) Memastikan tidak ada tekanan saat melaporkan kejadian

4) Mengimplementasikan mekanisme umpan balik dan belajar dari kesalahan

3. Tujuan Keselamatan Pasien

Adapun tujuan keselamatan pasien dalam Panduan Keselamatan Pasien Rumah

Sakit, adalah : (Depkes RI, 2006)

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat

Page 11: Tugas Medlin 3 - 1

11

c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit

d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

pengulangan KTD

4. Standar Keselamatan Pasien

Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang disusun mengacu pada “Hospital

Patient Safety Standards” meliputi : (Depkes RI, 2006)

a. Hak pasien

b. Mendidik pasien dan keluarga

c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

d. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan

program peningkatan keselamatan pasien

e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

g. Komunikasi merupakan kunci staf untuk mencapai keselamatan pasien

5. Langkah Keselamatan Pasien

Di Indonesia, kegiatan keselamatan pasien sudah dilaksanakan oleh RS

sejak lama namun dalam bentuk elemen-elemennya saja dan bukan merupakan

suatu program yang komprehensif. Misalnya telah dilaksanakannya sistem

pengendalian infeksi nosokomial, sistem K3 (kesehatan dan keselamatan kerja),

manajemen risiko, informed consent, audit medis, review kasus dan evaluasi

berbagai program mutu pelayanan lainnya. Jadi, kegiatan keselamatan pasien

dalam bentuk sistem yang komprehensif memang baru dimulai sejak tahun 2000-an

Page 12: Tugas Medlin 3 - 1

12

(Lumenta dalam Hamdani, 2007).

Mengacu pada hal tersebut, maka RS harus merancang proses baru atau

memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui

pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD dan melakukan

perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses

perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi dan tujuan RS, kebutuhan

pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat

dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan ”Tujuh

Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit” yaitu : (Depkes RI, 2006)

a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Ciptakan kepemimpinan

dan budaya yang terbuka dan adil.

b. Pimpin dan dukung staf anda. Bangunlah komitmen dan fokus kuat dan jelas

tentang keselamatan pasien di rumah sakit anda.

c. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Kembangkan sistem dan proses

pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan assessmen hal yang potensial.

d. Kembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf anda agar dengan mudah dapat

melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada Komite

Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)

e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan cara-cara komunikasi

yang terbuka dengan pasien

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.

g. Dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar

bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul

h. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien. Gunakan

informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan

pada sistem pelayanan.

Page 13: Tugas Medlin 3 - 1

13

6. Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di

semua rumah sakit yang terakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.

Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life Saving patient Safety

Solution dari WHO Patient Safety ( 2007 ) yang digunakan juga oleh Komite

Keselamatan Rumah Sakit ( KKPRS PERSI ) dan dari Joint Commision

International ( JCI ).

Sasaran Keselamatan ditujukan untuk mendorong peningkatan secara

khusus dalam keselamatan pasien. Sasarn dari keselamatan pasien menyoroti

area yang bermasalah dalam pelayanan kesehaan yang menguraikan tentang

solusi atas consensus berbasis bukti dan keahlian terhadap permasalahan ini.

Berikut merupakan enam sasaran keselamatan pasien yaitu :

a. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien

b. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Efektif

c. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (

High – Alert Medication

d. Sasaran IV : Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien

operasi

e. Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan

Kesehatan

f. Sasaran VI : Pengurangan Risiko Jatuh

Pada Standar Akreditasi Rumah Sakit dinyatakan di beberapa bab yaitu

bab Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien ( PMKP ), bab Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi ( PPI ), bab Kualifikasi dan Pendidikan Staff ( KPS ) dan

Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit ( SKPRS ), bahwa anggota staf klinis

dan non klinis, pekerja kontrak, tenaga sukarela dan mahasiswa / trainee wajib

diberikan orientasi dan pelatihan tentang mutu dan keselamatan pasien serta

Page 14: Tugas Medlin 3 - 1

14

pencegahan dan pengendalian infeksi. Hal ini bertujuan untuk melibatkan staf-

staf tersebut dalam menggunakan keselamatan pasien dan pengendalian infeksi

dalam kegiatan rutinnya.

7. Insiden Keselamatan Pasien

Pelaporan insiden dianggap penting karena pelaporan akan menjadi awal proses

pembelajaran mencegah kejadian yang sama terulang kembali. ( KKPRS, 2008 )

Dalam Permenkes No. 1691 tahun 2011 disebutkan bahwa insiden keselamatan

pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang

mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada

pasien, terdiri dari :

a. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi

untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.

b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah (nearmiss) merupakan suatu

kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak

mengambil tindakan yang seharusnya diambil (ommission) yang dapat

mencederai pasien tetapi cedera serius tidak terjadi, yang disebabkan

karena keberuntungan, pencegahan atau peringanan. Kejadian Tidak Cedera

c. (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul

cedera.

d. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah (adverse event) adalah suatu

kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pada pasien

akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil (ommission).

e. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau

cedera yang serius

Page 15: Tugas Medlin 3 - 1

15

Masalah yang dihadapi dalam pelaporan insiden seringkali menganggap suatu

pelaporan insisden adalah “pekerjaan perawat”. Oleh karena itu laporan sering

disembunyikan/ underreport karena takut disalahkan. Budaya blame culture

seringkali membuat jera karyawan yang ingin melapor.

8. Alur pelaporan Insiden

Rumah sakit juga perlu memperjelas alur pelaporan insiden seperti dijelaskan

pada Panduan Pelaporan Insiden Persi 2008 yaitu :

a. Apabila terjadi suatu insiden di rumah sakit, wajib segera ditindaklanjuti

( dicegah / ditangani ) untuk mengurangi dampak / akibat yang tidak

diharapkan

b. Setelah ditindaklanjuti segera buat laporaninsidennya dengan mengisi

Formulir Pelaporan insiden pada akhir jam kerja / shift kepada Atasan

langsung. Jangan menunda laporan, pelaporan sebaiknya ditulis 2x24 jam.

c. Setelah selesai mengisi laporan, segera serhkan kepada atas langsung

pelapor.

d. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko

terhadap insiden yang dilaporkan.

e. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan

dilakukan sebagai berikut :

Grade Biru : Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu

maksimal 1 minggu

Grade hijau : Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu

maksimal 2 minggu

Grade kuning : Investigasi komprehensif / RCA oleh tim keselamaan

pasien di RS , waktu maksimal 45 hari

Grade merah : Investigasi komprehensif / RCA oleh tim keselamaan

Page 16: Tugas Medlin 3 - 1

16

pasien di RS , waktu maksimal 45 hari

f. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi

dan laporan insiden dilaporkan ke Tim Keselamatan Pasien di RS

g. Tim Keselamatan Pasien di RS akan menganalisa kembali hasil investigasi

danlaporan insiden untuk menentukan apakh perlu dilakukan investigasi

lanjutan ( RCA ) dengan melakukan regrading.

h. Untuk grade kuning / merah, Tim Keselamatan Pasien di RS akan

melakukan analisa akar masalah / Root Cause Analysis ( RCA )

i. Setelah melakukan RCA, tim Keselamatan Pasien di RS akan membuat

laporan dan rekomendasi untuk perbaikan seta pembelajaran untuk

mencegah kejadian yang sama terulang kembali.

j. Hasil RCA, rekomendasi dan rencan kerja dilaporkan kepada Direksi.

k. Rekomendasi untuk perbaikan dan pembelajaran diberikanumpan balik

kepada unit terkait.

l. Unit kerja membuat analisa dan trend kejadia di satuan kerjanya masing-

masing.

m. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh tim Keselamatan Pasien di RS.

Pada Standar Akreditasi Rumah Sakit dinyatakan di beberapa bab yaitu bab

Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien ( PMKP ), bab Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi ( PPI ), bab Kualifikasi dan Pendidikan Staff ( KPS ) dan

Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit ( SKPRS ), bahwa anggota staf klinis

dan non klinis, pekerja kontrak, tenaga sukarela dan mahasiswa / trainee wajib

diberikan orientasi dan pelatihan tentang mutu dan keselamatan pasien serta

pencegahan dan pengendalian infeksi. Hal ini bertujuan untuk melibatkan staf-staf

tersebut dalam menggunakan keselamatan pasien dan pengendalian infeksi dalam

kegiatan rutinnya.

B. PHLEBITIS

Page 17: Tugas Medlin 3 - 1

17

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan tenaga

kesehatan di sebagian besar pelayanan kesehatan. Peningkatan biaya untuk

mengatasi infeksi yang berhubungan pelayanan kesehatan atau HAI’s ( Healthcare

Assosiate Infections ) merupakan keprihatinan besar bagi pasien dan tenaga

kesehatan. Infeksi seringkali ditemukan dalam semua bentuk pelayanan kesehatan

termasuk infeksi saluran kemih ( ISK ) terkait pemasangan kateter, infeksi aliran

darah atau blood stream infections dan Ventilator Assosiated Pnemonie atau

pnemoni akibat pemasangan ventilator.

1. Pengertian

Dalam pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya

komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi

intravena adalah komplikasi sistemik dan komplikasi lokal.

Komplikasi sistemik lebih jarang terjadi tetapi seringkali lebih serius

dibanding komplikasi lokal seperti kelebihan sirkulasi, emboli udara

dan infeksi. Komplikasi lokal dari terapi intravena antara lain

infiltrasi, phlebitis, trombophlebitis, hematoma, dan ekstravasasi

(Potter and Perry, 2005)

Phlebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh

iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya

daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan

atau sepanjang vena. Insiden plebitis meningkat sesuai dengan

lamanya pemasangan jalur intravena. Komplikasi cairan atau obat

yang diinfuskan (terutama PH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat

kanula dimasukkan. Pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan

masuknya mikroorganisme pada saat penusukan (Brunner dan Sudarth,

2002).

Page 18: Tugas Medlin 3 - 1

18

Menurut Infusion Nursing Society (INS, 2006) phlebitis

merupakan peradangan pada tunika intima pembuluh darah vena, yang

sering dilaporkan sebagai komplikasi pemberian terapi infus.

Peradangan didapatkan dari mekanisme iritasi yang terjadi pada

endhothelium tunika intima vena, dan perlekatan tombosit pada area

tersebut.

2. Klasifikasi Phlebitis

Pengklasifikasian phlebitis didasarkan pada faktor-faktor

penyebabnya. Ada empat kategori penyebab terjadinya phlebitis yaitu kimia,

mekanik, agen infeksi, dan post infus (INS, 2006)

a. Chemical Phlebitis ( Phlebitis Kimia )

Kejadian phlebitis ini dihubungkan dengan bentuk respon

yang terjadi pada tunika intima vena dengan bahan kimia yang

menyebabkan reaksi peradangan. Reaksi peradangan dapat terjadi

akibat dari jenis cairan yang diberikan atau bahan material kateter

yang digunakan.

PH darah normal terletak antara 7,35 - 7,45 dan cenderung

basa. PH cairan yang diperlukan dalam pemberian terapi adalah 7

yang berarti adalah netral. Ada kalanya suatu larutan diperlukan

konsentrasi yang lebih asam untuk mencegah terjadinya

karamelisasi dekstrosa dalam proses sterilisasi autoclaf, jadi

larutan yang mengandung glukosa, asam amino, dan lipid yang

biasa digunakan dalam nutrisi parenteral lebih bersifat

flebitogenik.

Osmolitas diartikan sebagai konsentrasi sebuah larutan

atau jumlah partikel yang larut dalam suatu larutan. Pada orang

sehat, konsentrasi plasma manusia adalah 285 ± 10 mOsm/kg H20

Page 19: Tugas Medlin 3 - 1

19

(Sylvia, 1991). Tonisitas suatu larutan tidak hanya

berpengaruh terhadap status fisik klien akaan tetapi juga

berpengaruh terhadap tunika intima pembuluh darah. Menurut Imam

Subekti vena perifer dapat menerima osmolalitas larutan sampai dengan 900

mOsm/L. Semakin tinggi osmolalitas (makin hipertonis) makin mudah

terjadi kerusakan pada dinding vena perifer seperti phlebitis,

trombophebitis, dan tromboemboli. Pada pemberian jangka lama

harus diberikan melalui vena sentral, karena larutan yang bersifat

hipertonis dengan osmolalitas > 900 mOsm/L, melalui vena sentral

aliran darah menjadi cepat sehingga tidak merusak dinding.

Pembagian jenis cairan infus tergantung pada faktor yang

membedakan cairan tersebut, bisa berdasarkan tonisitas suatu larutan,

besar molekul suatu cairan, atau dibedakan pada komposisi atau

kandungan dalam suatu larutan infus (PT Otsuka Indonesia, 2009).

Pembagian cairan infus menurut tonisitas suatu larutan, berdasarkan pada

tekanan osmotik yang terdapat dalam larutan tersebut, antara lain :

1) Larutan isotonik.

Adalah cairan infus yang mempunyai tekanan osmotik sama seperti

cairan tubuh normal. Larutan isotonik adalah larutan yang memiliki

osmolalitas total sebesar 280 - 310 mOsm/L Sebagai contoh : normal

saline (Na Cl0,9%), Ringer Laktat (RL).

Cairan isototonik akan menjadi lebih hiperosmoler apabila ditambah

dengan obat, elektrolit maupun nutrisi (INS, 2006).

2) Larutan hipotonik

Larutan dikatakan hipotonik apabila mempunyai tekanan osmotic lebih

rendah dari cairan tubuh, misalnya : D5%, dan cairan rumatan.

3) Larutan Hipertonik

Page 20: Tugas Medlin 3 - 1

20

Cairan infus yang memiliki tekanan osmotik lebih tinggi dari plasma

darah disebut hipertonik. Dinding tunika intima akan mengalami

trauma pada pemberian larutan hiperosmoler yang mempunyai

osmolalitas lebih dari 600mOsm/L. Contohnya adalah cairan

manitol.

Berdasarkan besar molekul yang terkandung dalam suatu larutan, cairan

infus dapat dibedakan menjadi :

1) Cairan koloid.

Mempunyai ukuran molekul yang besar, sehingga tidak akan keluar

dari membrane kapiler. Contohnya adalah larutan albumin dan steroid.

2) Cairan kristaloid.

Ukuran molekulnya lebih kecil disbanding cairan koloid. Cairan

ini berfungsi untuk mengisi sejumlah volume cairan kedalam plasma

(volume expander). Misalnya cairan NaCl 0,9% dan RL.

Sedangkan berdasarkan komposisi yang terkandung dalam suatu cairan

infus, dapat dibedakan menjadi :

1) Cairan elektrolit

Cairan ini diberikan untuk memenuhi kebutuhan akan beberapa

elektolit tubuh yang mengalami kekurangan, misalnya NaCl, RL,

Ringer Asetat.

2) Cairan nutrisi

Untuk cairan ini komposisi yang ada dalam larutan diberikan untuk

memberikan dukungan nutrisi (PT Otsuka Indonesia, 2009). Kecepatan

pemberian larutan intravena juga dianggap salah satu penyebab

Page 21: Tugas Medlin 3 - 1

21

utama kejadian phlebitis. Pada pemberian dengan kecepatan rendah

mengurangi irritasi pada dinding pembuluh darah. Penggunaan

material katheter juga berperan pada kejadian phlebitis. Bahan kateter

yang terbuat dari polivinil klorida atau polietelin (teflon) mempunyai

resiko terjadi phlebitis lebih besar dibanding bahan yang terbuat dari

silikon atau poliuretan (INS,2006).

Partikel materi yang terbentuk dari cairan atau campuran obat

yang tidak sempurna diduga juga bisa menyebabkan resiko

terjadinya phlebitis. Penggunaan filter dengan ukuran 1 sampai dengan

5 mikron pada infus set, akan menurunkan atau meminimalkan

resiko phlebitis akibat partikel materi yang terbentuk tersebut. (Darmawan,

2008)

b. Mechanical Phlebitis ( Phlebitis mekanik )

Phlebitis mekanikal sering dihubungkan dengan pemasangan

atau penempatan katheter intravena. Penempatan katheter pada

area fleksi lebih sering menimbulkan kejadian phlebitis, oleh karena pada saat

ekstremitas digerakkan katheter yang terpasang ikut bergerak dan

meyebabkan trauma pada dinding vena. Penggunaan ukuran katheter yang

besar pada vena yang kecil juga dapat mengiritasi dinding vena. (The

Centers for Disease Control and Prevention, 2002)

c. Bacterial Phlebitis ( Phlebitis Bakterial )

Phlebitis bacterial adalah peradangan vena yang berhubungan

dengan adanya kolonisasi bakteri. Berdasarkan laporan dari The

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2002

dalam artikel intravaskuler catheter - related infection in adult

and

Page 22: Tugas Medlin 3 - 1

22

pediatric kuman yang sering dijumpai pada pemasangan katheter

infus adalah stapylococus dan bakteri gram negative, tetapi dengan

epidemic HIV/ AIDS infeksi oleh karena jamur dilaporkanmeningkat.

Adanya bakterial phlebitis bisa menjadi masalah yang serius sebagai

predisposisi komplikasi sistemik yaitu septicemia. Faktor-faktor yang

berperan dalam kejadian phlebitis bakteri antara lain :

1) Tehnik cuci tangan yang tidak baik.

2) Tehnik aseptik yang kurang pada saat penusukan.

3) Tehnik pemasangan katheter yang buruk.

4) Pemasangan yang terlalu lama. (INS, 2002)

Cuci tangan merupakan hal yang penting untuk mencegah

kontaminasi dari petugas kesehatan dalam tindakan pemasangan infus.

Dalam pesan kewaspadaan universal petugas kesehatan yang melakukan

tindakan invansif harus memakai sarung tangan. Meskipun telah

memakai sarung tangan, tehnik cuci tangan yang baik harus tetap dilakukan

dikarenakan adanya kemungkinan sarung tangan robek, dan bakteri mudah

berkembang biak di lingkungan sarung tangan yang basah dan hangat,

terutama sarung tangan yang robek ( CDC, 1989). Tujuan dari cuci tangan

sendiri adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari

permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Cuci

tangan menggunakan sabun biasa dan air, sama efektifnya dengan cuci

tangan menggunakan sabun anti mikroba (Pereira, Lee dan Wade, 1990).

Selama prosedur pemasangan atau penusukan harus

menggunakan tehnik aseptic. Area yang akan dilakukan penusukan harus

dibersihkan dahulu untuk meminimalkan mikroorganisme yang ada, bila

kulit kelihatan kotor harus dibersihkan dahulu dengan sabun dan air sebelum

diberikan larutan antiseptic.

Page 23: Tugas Medlin 3 - 1

23

Lama pemasangan katheter infus sering dikaitkan dengan

insidensi kejadian phlebitis. May dkk (2005) melaporkan hasil, di mana

mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15

pasien menyebabkan bebas flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang

dipublikasi baru-baru ini oleh Webster disimpulkan bahwa kateter bisa

dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam JIKA tidak ada kontraindikasi.

The Centers for Disease Control and Prevention menganjurkan

penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi

(Darmawan, 2008)

d. Post Infus Phlebitis

Phlebitis post infus juga sering dilaporkan kejadiannya

sebagai akibat pemasangan infus. Phlebitis post infus adalah peradangan

pada vena yang didapatkan 48-96 jam setelah pelepasan infus. Faktor yang

berperan dengan kejadian phlebitis post infus, antara lain :

1) Tehnik pemasangan catheter yang tidak baik.

2) Pada pasien dengan retardasi mental.

3) Kondisi vena yang baik.

4) Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam.

5) Ukuran katheter terlalu besar pada vena yang kecil.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Phlebitis

Terjadinya phlebitis secara khusus dibagi menjadi 2 faktor utama yaitu faktor

Internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat mempengaruhi

terjadinya phlebitis adalah :

a. Usia

Page 24: Tugas Medlin 3 - 1

24

Pertahanan terhadap infeksi dapat berubah sesuai usia. Pada pasien anak

vena yang kecil dan keadaan yang banyak bergerak dapat mengakibatkan

kateter bergeser dan hal ini yang bisa menyebabkan phlebitis (Perry dan

Potter, 2005).

b. Status nutrisi

Pada pasien dengan gizi buruk mempunyai vena yang tipis sehingga mudah

rapuh, selain itu pada gizi buruk daya tahan tubuhnya kurang sehingga jika

terjadi luka mudah terkena infeksi (Perry dan Potter, 2005).

c. Stress

Tubuh berespon terhadap stress dan emosi atau fisik melalui adaptasi imun.

Rasa takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadi diantara anak-anak,

konsekuensi rasa takut ini dapat sangat mendalam dimana anak-anak yang

mengalami lebih banyak rasa takut dan nyeri karena pengobatan akan

merasa lebih takut terhadap nyeri dan cenderung menghindari perawatan

medis, dengan menghindari pelaksanaan pemasangan infus/berontak saat

dipasang bisa mengakibatkan phlebitis karena pemasangan yang berulang

dan respon imun yang menurun (Wong, 2009 dikutip dari Pate dkk, 1996).

d. Keadaan vena

Vena yang sering terpasang infus mudah mengalami phlebitis (Perry dan

Potter, 2005).

e. Faktor penyakit

Penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi terjadinya phlebitis,

misalnya pada pasien Diabetes Militus (DM) yang mengalami aterosklerosis

Page 25: Tugas Medlin 3 - 1

25

akan mengakibatkan aliran darah ke perifer berkurang sehingga jika terdapat

luka mudah mengalami infeksi (Darmawan, 2008).

Sedangkan faktor eksternal yang dapat mendukung terjadinya phlebitis adalah

sebagai berikut :

a. Obat atau cairan (faktor kimiawi)

Osmolaritas dan pH cairan infus yang tinggi selalu diikuti resiko phlebitis.

Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama

pencampuran juga merupakan faktor kontribusi terhadap phlebitis (Terry,

1995).

b. Lokasi dan lama pemasangan (faktor mekanis)

Phlebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kateter. Pada penempatan

kateter yang baik yang perlu diperhatikan: bahan (resiko tertinggi untuk

phlebitis dimiliki kateter dengan bahan yang terbuat dari polivinil klorida),

ukuran kateter (ukuran kateter harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan

difiksasi dengan baik), lokasi pemasangan (dalam pemasangan diperlukan

skill yang memadai dan pemilihan lokasi perlu diperhatikan dimana kateter

yang dipasang pada daerah lekukan sering mengakibatkan phlebitis bila

pasien banyak gerak), dan lama pemasangan (Terry, 1995). The Centers for

Disease Control and Intravenous Nurses Society menganjurkan penggantian

kateter secara rutin tiap 72-96 jam untuk membatasi potensi terjadinya

phlebitis.

c. Aseptik dressing (faktor bakterial)

Faktor yang berkontribusi terhadap adanya phlebitis bakterial salah satunya

adalah tehnik aseptik dressing yang tidak baik. Pendeteksian dan penilain

phlebitis bisa dilakukan dengan cara melakukan aseptik dressing. Menurut

Page 26: Tugas Medlin 3 - 1

26

Lee KE (2000) perawatan infus dilakukan tiap 24 jam sekali guna

melakukan pendeteksian dan penilaian adanya phlebitis akibat infeksi

kuman, sehingga kejadian phlebitis dapat dicegah dan diatasi secara dini.

Daerah insersi pada pemasangan infus merupakan jalan masuk kuman yang

potensial ke dalam tubuh, dengan perawatan infus tiap 24 jam dapat

memutus perkembangbiakan daripada kuman (Zahra, 2010). Menurut

Joanne (1998) phlebitis bisa disebabkan karena timbulnya kontaminasi

mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu. Penggantian

balutan yang jarang dan tidak teratur dilakukan mengakibatkan kurangnya

observasi pada lokasi pemasangan dan pemutusan perkembangbiakan

kuman terjadi lebih lama sehingga kurang perhatian pada gejala awal dari

phlebitis (Terry, 1995). Penggunaan transparent dressing telah

meminimalkan masuknya bakteri pada daerah insersi. Selain itu dengan

penggunaan transparent dressing perawat dapat melihat adanya tanda

phlebitis tanpa harus membuka balutannya.

4. Diagnosa dan Pengenalan Tanda Phlebitis

Phlebitis dapat didiagnosa atau dinilai melalui pengamatan visual yang dilakukan

oleh perawat. Andrew Jackson telah mengembangkan skor visual untuk kejadian

phlebitis, yaitu :

Tabel VIP Score ( Visual Infusion Phlebitis Score) oleh Andrew Jackson.

Skor Kondisi Luka Infus Kesimpulan Gambar

Page 27: Tugas Medlin 3 - 1

27

0 Tempat suntikan tampak sehat

Tak ada tanda phlebitis

1 Salah satu dari berikut jelas,

a. Nyeri area penusukan

b. Adanya eritema di area penusukan

Mungkin tanda dini phlebitis

2 Dua dari berikut jelas ;

a. Nyeri area penusukan

b. Eritema

c. Pembengkakan

Stadium dini phlebitis

3 Semua dari berikut jelas ;

a. nyeri sepanjang kanul

b. eritema

c. indurasi

Stadium moderatphlebitis

4 Semua dari berikut jelas ;

a. nyeri sepanjang kanul

b. eritema

c. indurasi

d. venous chord teraba

Stadium lanjut atau awal thrombophlebitis.

INS (Infusion Nursing Society)2006.

Page 28: Tugas Medlin 3 - 1

28

5. Tindakan Pencegahan Phlebitis

Kejadian phlebitis merupakan hal yang masih lazim terjadi pada

pemberian terapi cairan baik terapi rumatan cairan, pemberian obat

melalui intravena maupun pemberian nutrisi parenteral. Oleh karena itu

sangat diperlukan pengetahuan tentang faktor - faktor yang berperan dalam

kejadian phlebitis serta pemantauan yang ketat untuk mencegah dan mengatasi

kejadian phlebitis. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah

terjadinya phlebitis yang telah disepakati oleh para ahli, antara lain ;

a. Mencegah phlebitis bacterial

Pedoman yang lazim dianjurkan adalah menekankan pada kebersihan

tangan, tehnik aseptik, perawatan daerah infus serta antisepsis kulit.

Untuk pemilihan larutan antisepsis, CDC merekomendasikan

penggunaan chlorhexedine 2%, akan tetapi penggunaan tincture yodium,

iodofor atau alcohol 70% bisa digunakan.

b. Selalu waspada tindakan aseptic

Selalu berprinsip aseptic setiap tindakan yang memberikan manipulasi pada

daerah infus. Studi melaporkan Stopcock (yang digunakan sebagai jalan

pemberian obat, pemberian cairan infus atau pengambilan sampel darah )

merupakan jalan masuk kuman.

c. Rotasi kateter

May dkk (2005) melaporkan hasil pemberian Perifer Parenteral

Nutrition(PPN), di mana mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan

kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis.

Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi baru-baru ini oleh

Page 29: Tugas Medlin 3 - 1

29

Webster dkk disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya

lebih dari 72 jam jika tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease

Control and Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap

72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi.

d. Aseptic Dressing

INS merekomendasikan untuk penggunaan balutan yang transparan

sehingga mudah untuk melakukan pengawasan tanpa harus

memanipulasinya. Penggunaan balutan konvensional masih bisa dilakukan,

tetapi kassa steril harus diganti tiap 24 jam.

e. Ketepatan Pemberian

Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus larutan

hipertonik diberikan makin rendah risiko flebitis. Namun, ada paradigma

berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan osmolaritas tinggi.

Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika durasi hanya beberapa jam.

Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu kontak

campuran yang iritatif dengan dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan

pemberian tinggi (150 - 330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan

kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju

infus yang diinginkan, dengan filter 0.45mm. Katheter harus diangkat bila

terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan

dalam pemberian infus sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan

maintenance atau nutrisi parenteral.

f. Titrable Acidity

Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang dibutuhkan untuk

menetralkan pH larutan infus. Potensi phlebitis dari larutan infus tidak bisa

ditaksir hanya berdasarkan pH atau titrable acidity sendiri. Bahkan pada

Page 30: Tugas Medlin 3 - 1

30

pH 4.0, larutan glukosa 10% jarang menyebabkan perubahan karena

titrable acidity nya sangat rendah (0.16 mEq/L). Dengan demikian

makin rendah titrable acidity larutan infus makin rendah risiko phlebitisnya.

g. Heparin dan Hidrokortison

Heparin sodium, bila ditambahkan ke cairan infus sampai kadar akhir 1

unit/mL, mengurangi masalah dan menambah waktu pasang katheter. Risiko

phlebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (misal,

kalium klorida, lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat dikurangi dengan

pemberian aditif IV tertentu, seperti hidrokortison. Pada uji klinis dengan

pasien penyakit koroner, hidrokortison secara bermakna mengurangi

kekerapan phlebitis pada vena yg diinfus lidokain, kalium klorida atau

antimikrobial. Pada dua uji acak lain, heparin sendiri atau

dikombinasi dengan hidrokortison telah mengurangi kekerapan phlebitis,

tetapi penggunaan heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat disertai

dengan pembentukan endapan kalsium.

C. KERANGKA BERPIKIR

Keselamatan pasien (Patient Safety) merupakan salah satu indikator penting

dan tidak dapat dihilangkan untuk menilai mutu suatu rumah sakit. Menurut

Standar Akreditasi Rumah Sakit Tahun 2012 dinyatakan bahwa sasaran

keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit dan

menjadi salah satu prioritas kegiatan yang wajib dievaluasi.

Phlebitis merupakan salah satu salah satu infeksi yang dapat terjadi di

rumah sakit. Sasaran kelima dari 6 sasaran keselamatan pasien yaitu pengurangan

risiko infeksi di rumah sakit

Dalam penerapan patient safety kita perlu melibatkan staf sehingga kejadian

phlebitis dapat diminimalisir. Pada Standar Akreditasi Rumah Sakit dinyatakan

Page 31: Tugas Medlin 3 - 1

31

bahwa anggota staf klinis wajib diberikan orientasi dan pelatihan tentang mutu dan

keselamatan pasien serta pencegahan dan pengendalian infeksi. Hal ini bertujuan

untuk melibatkan staf-staf tersebut dalam menggunakan keselamatan pasien dan

pengendalian infeksi dalam kegiatan rutinnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan penerapan keselamatan pasien

mempunyai hubungan terhadap kejadian phlebitis jika perawat memiliki

pengetahuan yang cukup mengenai patient safety, mampu memberikan respon

sikap yang positif terhadap penerapan patient safety, serta dapat melaksanakan

praktik dengan menerapkan patient safety.

Kerangka berpikir di atas dapat digambarkan melalui tabel dibawah ini

Input Proses Outcome1. Salah satu

indikator mutu RS Patient Safety

2. Salah Satu Sasaran Patient Safety Pengurangan Risiko Infeksi Rumah Sakit

3. Salah satu infeksi yang terjadi di rumah sakit Phlebitis

KARS 2012 Rumah sakit wajib menerapkan patient safety dengan :1. Memberi

pengetahuan tentang patient safety

2. Mengevaluasi sikap / respon keterlibatan staf ( perawat ) dalam patient safety

3. Mengevaluasi praktik penerapan patient safety

Kejadian Phlebitis dapat diminimalisir dengan menerapkan Patient Safety dalam kegiatan praktik rutin

Page 32: Tugas Medlin 3 - 1

32

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERASIONAL

A. KERANGKA KONSEP

Berdasarkan landasan teori yang diuraikan dalam teori terkait, maka peneliti

menentukan kerangka konsep penelitian yaitu variabel independen dan variabel

dependen. Variabel Pada penelitian ini Patient Safety merupakan variabel bebas.

Hal-hal yang akan dikaji untuk melihat hubungan patient safety terhadap kejadian

phlebitis meliputi pengetahuan, sikap dan praktik perawat dalam menerapkan

patient safety.

Variabel-variabel dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan

data interval. Pola hubungan antar variabel dari penelitian ini adalah hubungan

asimetris bivariat. Dengan demikian kerangka konsep dari penelitian ini adalah :

Pengetahuan perawat mengenai patient safety

Sikap perawat dalam merespon patient safetyKEJADIAN PHLEBITIS

Page 33: Tugas Medlin 3 - 1

33

B. HIPOTESIS

Hipotesis dari penelitian ini adalah jika perawat memiliki pengetahuan,

sikap / respon dan praktik penerapan patient safety yang baik maka kejadian

phlebitis mungkin dapat diminimalisir.

Praktik perawat untuk melaksanakan patient safety

Page 34: Tugas Medlin 3 - 1

34

C. DEFINISI OPERASIONAL

VARIABEL PENELITIAN

DIMENSI TEORI/KONSEPDEFINISI

OPERASIONALINDIKATOR BUTIR PERNYATAAN

1. PENERAPAN PATIENT SAFETY

Pengetahuan

a. Pengertian Patient Safety

b. 6 Sasaran Patient Safety- Identifikasi pasien

- Komunikasi efektif

- Pengawasan obat

- Ketepatan operasi

Pemahaman responden tentang patient safety.

Sistem pemberian pelayanan pasien dengan lebih aman

Memastikan nama pasienMenyampaikan pesan dengan benarMemberikan obat dengan benarMemastikan operasi dan pasien benar

Pengetahuan- Arti patient

safety- Mengetahui

6 sasaran keselamatan pasien

- Melakukan 6 sasaran keselamatan pasien dengan benar

1. Saya sudah mengikuti sosialisasi patient safety

2. Saya mengetahui keselamatan pasien adalah memberikan asuhan kepada pasien lebih aman

3. Saya mengetahui 6 sasaran keselamatan pasien

4. Saya memastikan nama dan tanggal lahir pasien sebelum melakukan tindakan

5. Saya menginformasikan kepada pasien tindakan yang akan saya lakukan kepada pasien

6. Saya menjelaskan obat yang saya berikan kepada pasien

Page 35: Tugas Medlin 3 - 1

35

- Pengurangan infeksi ( cuci tangan sesuai five moment )

- Pencegahan pasien jatuh

Menjaga supaya tidak terjadi infeksi pada pasienMenjaga supaya pasien tidak cedera / jatuh

7. Saya memastikan pasien benar sebelum mengantar ke kamar operasi

8. Saya melakukan 6 langkah cuci tangan

9. Saya memasang pagar tempat tidur pasien

Sikap

Langkah keselamatan pasien rumah sakit a. Bangun kesadaran akan

nilai keselamatan pasien. b. Pimpin dan dukung staf

anda. c. Integrasikan aktivitas

pengelolaan risiko.d. Kembangkan sistem

pelaporan.

Reaksi responden dalam keterlibatannya membangun keselamatan pasien

Usaha yang dilakukan rumah sakit untuk membangun keselamatan pasien

Sikap :- Melakukan 6

sasaran keselamatan pasien

- Berpartisipasi dalam program keselamatan pasien

- Ada dukungan pemimpin

- Aktif dalam pelaporan insiden

1. Saya senang telah mendapatkan informasi tenang patient safety

2. Saya berpartisipasi dalam program keselamatan pasien

3. Saya mendapatkan dukungan dari atasa saya dalam melaksanakan patient safety

4. Saya mengetahui risiko yang dapat membahayakan keselamatan pasien

5. Saya melaporkan kejadian terkait keselamatan pasien

Page 36: Tugas Medlin 3 - 1

36

e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien.

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.

g. Dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah

h. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

keselamatan pasien

yang saya lakukan6. Saya melaporkan kejadian

terkait keselamatan pasien yang orang lain lakukan

7. Saya selalu menginformasikan tindakan yang akan saya lakukan terhadap pasien

8. Saya menceritakan kejadian terkait keselamatan pasien

9. Saya mengetahui cara melakukan analisis akar masalah

10. Saya menerapkan keselamatan pasien dalam asuhan yang saya berikan

Praktik

Pelaporan insiden terkait keselamatan pasien

Tindakan perawat dalam menjamin keselamatan pasien

Penyampaian kejadian yang

Praktik :- Kesadaran

melaporkan jika ada kejadian terkait keselamatan

1. Saya membuat laporan ketika ada kejadian keselamatan pasien

2. Saya membuat laporan jika atasan saya meminta saya membuatnya

3. Saya mendapat pujian

Page 37: Tugas Medlin 3 - 1

37

terkait keselamatan pasien

pasien dari atasan saya jika saya melaporkan kejadian terkait keselamatan pasien

4. Saya membuat laporan insiden lebih dari 24 jam

5. Saya mengetahui alur pelaporan insiden keselamatan pasien

PHLEBITIS Prosedur pemasangan infus

Pengertian Phlebitis Infeksi pada vena akibat penusukan infus

1. Mengetahui cara mengidentifikasi adanya phlebitis

2. Melakukan prosedur pemasangan infus dengan tepat

1. Saya melakukan pengontrolan infus setiap shift

2. Saya mengetahui jika terjadi phlebitis pada pasien yang terpasang infus

3. Saya mengetahui penyebab phlebitis ysang terjadi pada pasien.

4. Saya dapat menilai derajat phlebitis

5. Saya mendokumentasikan jika ditemukan phlebitis

6. Saya melaporkan jika ada phlebitis

Klasifikasi Phlebitis : kimia, mekanik, agen infeksi, dan post infus

Faktor penyebab phlebitis : internal dan eksternal

Derajat phlebitis : 0 - 4

Page 38: Tugas Medlin 3 - 1

38

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional

analitik karena menganalisa hubungan antar variabel ( Dharma, 2011 ). Tujuan dari

penelitian ini untuk mengetahui hubungan anatara variabel bebas ( penerapan

patient safety ) dan variabel terikat ( kejadian phlebitis ).

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional karena pengukuran

variabel bebas dan variabel terikat dilakukan dalam waktu yang sama

( Notoadmojo, 2005 )

B. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi adalah unit dari suatu hasil penelitian yang akan diterapkan.

( Dharma, 2011 ). Populasi dari penelitian ini adalah semua perawat fungsional

yang bertugas di ruang rawat inap dewasa dan ruang perawatan intensif Ciutra

Hospital Tangerang yang berjumlah 45 orang.

2. Sample

Sampel adalah unit yang lebih kecil lagi yaitu sekelompok individu

yang merupakan bagian dari populasi terjangkau tempat peneliti langsung

mengumpulkan data atau melakukan pengamatan/penilaian pada unit ini.

( Dharma, 2011 ). Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling

yaitu total perawat pelaksana yang bertugas di ruang perawatan dewasa dan

ruang perawatan intensif Ciputra Hospital Tangerang dengan kriteria inklusi :

a. Perawat pelaksana di ruang perawatan dewasa dan ruang perawatan intensif

Ciputra Hospital Tangerang.

Page 39: Tugas Medlin 3 - 1

39

b. Perawat tidak dalam masa cuti

c. Bersedia menjadi responden

d. Masa kerja minimal 1 tahun

Kriteria eksklusinya adalah semua perawat pelaksana di ruang perawatan

dewasa dan ruang perawatan intensif Ciputra Hospital yang masuk kriteria

inklusi tetapi tidak masuk kerja selama penelitian berlangsung.

Penentuan sampel yang akan diobservasi pada saat melakukan

pemasangan infus menggunakan convenience sampling yaitu mengambil

sampel yang kebetulan ditemui selama penelitian berlangsung.

C. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan dewasa dan ruang perawatan

intensif Ciputra Hospital Tangerang pada tahun 2015. Penelitian ini dilakukan

memalui beberapa tahapan yaitu :

1. Tahap persiapan :

a. Penyelesaian administrasi dan perizinan penelitian

b. Penjajagan awal dan melakukan studi pendahuluan

2. Tahap pelaksanaan

Pengumpulan data atau pengisian skala ukur oleh responden dilaksanakan oleh

peneliti sendiri mulai bulan November 2015 sampai dengan Desember 2015 di

ruang perawatan dewasa dan ruang perawatan intensif di Ciputra Hospital

Tangerang.

3. Tahap akhir

Sebelum pengumpulan data kuantitatif, terlebih dahulu dilakukan editing dan

coding data, dilanjutkan entry data, pengolahan data dengan menggunakan

SPSS. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat untuk mengetahui

gambaran variabel independen dan variabl dependen. Analisis bivariat untuk

mengetahui hubungan variabel independen dan variabel dependen.

Page 40: Tugas Medlin 3 - 1

40

D. ETIKA PENELITIAN

Masalah etika dalam penelitian merupakan masalah yang crusial mengingat

penelitian akan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etik penelitian

harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak azasi. Peneliti mengajukan

permohonan ijin kepada Direktur Ciputra Hospital Tangerang terlebih dahulu,

kemudian setelah mendapatkan persetujuan selanjutnya peneliti melakukan

penelitian dengan menekankan masalah etika meliputi :

1. Informed Consent ( lembar persetujuan peneliti )

Informed consent diberikan kepada sampel penelitian sebelum dilakukan

penelitian. Jika bersedia, sampel peneliti harus menandatangani lembar

persetujuan, tetapi jika menolak peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati

hak-hak sampel penelitian.

2. Anonimity ( tanpa nama )penelitian

Untuk menjaga kerahasiaan , peneliti tidak akan mencantumkan nama sampel

3. Confidentiality ( kerahasiaan )

Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-

masalah lainnya. Semua infomrasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti

E. ALAT PENGUMPUL DATA

Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa metode / cara sesuai

dengan kepentingan dan relevansinya dengan tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian tersebut. Instrumen-instrumen pengumpul data yang digunakan adalah :

1. Kuesioner

a. Kuesioner tentang patient safety

Lembar kuesioner ini digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau

tingkat pemahaman responden terhadap konsep patient safety meliputi

pengertian, sasaran keselamatan pasien, sikap dalam penerapan patient

Page 41: Tugas Medlin 3 - 1

41

safety serta pelaporan insiden yang tertuang dalam 24 pernyataan. Jawaban

responden terhadap 24 butir pernyataan diberikan skor pada setiap

jawabannya yaitu : Sangat benar : 5; benar : 4; kurang benar : 3; tidak

benar : 2 ; sangat tidak benar : 1.

b. Kuesioner tentang phlebitis

Lembar kuesioner ini digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau

tingkat pemahaman responden terhadap phlebitis dan tindakan yang

dilakukan saat menemukan phlebitis meliputi pengertian, derajat phlebitis,

penyebab phlebitis serta pelaporan phlebitis yang terutang dalam 6

pernyataan. Jawaban responden terhadap 6 butir pernyataan diberikan skor

pada setiap jawabannya yaitu : Sangat benar : 5; benar : 4; kurang benar : 3;

tidak benar : 2 ; sangat tidak benar : 1.

2. Observasi

Lembar observasi yang digunakan untuk menilai ketepatan pelaksanaan

prosedur pemasangan infus adalah menggunakan instrument evaluasi tindakan

keperawatan dari Depkes 2008. Nilai yang diberikan adalah 1 jika perawat

melakukan langkah yang terdapat pada lembar observasi dan 0 jika perawat

tidak melakukan prosedur yang tertera pada lembar observasi.

F. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengisian kuesioner yang

dilakukan dengan memberikan kepada responden serta melakukan observasi pada

perawat yang sedang melakukan proseudr pemasangan infus. Adapun langkah-

langkah pengumpulan data adalah :

1. Peneliti meminta izin untuk melakukan penelitian sesuai judul skripsi kepada

Univesitas Esa Unggul Jakarta.

Page 42: Tugas Medlin 3 - 1

42

2. Peneliti mendatangi Ciputra Hospital Tangernag sesuai dengan surat ijin

penelitian serta menyerahkan proposal sederhana.

3. Peneliti memberikan penjelsan singkat tentang maksud dan tujuan penelitian

kepada responden penelitian. Bila responden setuju untuk berpartisipasi dalam

kegiatan penelitian selanjutnya diberikan lembar persetujuan penelitan.

4. Setalah mendapatkan persetujuan dari responden, peneliti memberikan

kusesioner pada responden kemudian memberikan penjelasan tentnag cara

pengisian kkuesioner dan diminta untuk memilih jawaban sesuai point yang ada.

5. Pengisian kuesioner dilakukan dengan memberikan kepada responden untuk

diisi.

6. Kuesioner yang telah diisi secara lengkap untuk selanjutnya diserahkan kepada

peneliti.

G. PENGOLAHAN DATA

Data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data yang

bertujuan untuk menghasilkan informasi yang benar sesuai dengan tujuan penelitian

( Arikunto, 2000 ). Adapun langkh-langkahnya sebagai berikut :

1. Editing

Melakukan editing data langkah yang dilakukan adalah menata dan menyusun

semua lembar jawaban skala yang terkumpul berdasarkan nomor skala yang

telah ditentukan. Kemudian memeriksa kembali jawaban responden satu persatu

dengan maksud untuk memastikan bahwa jawaban atau pertimbangan yang

diberikan sesuai dengan perintah dan petunjuk pelaksanaan. Jawaban skala yang

memenuhi persyaratan dipersiapkan untuk dilakukan pemrosesan data pada

langkah berikutnya, sementara data yang tidak memenuhi persyaratan

dimusnahkan untuk kerahasiaan.

Page 43: Tugas Medlin 3 - 1

43

2. Coding

Pengkodingan data dilakukan dengan maksud untuk memudahkan proses

pengolahan data. Pengkodingan ini adalah mengklasifikasikan jawaban

responden menurut macamnya dengan cara menandai masing-masing jawaban

dengan tanda kode tertentu.

3. Processing

Pemrosesan data atau pengolahan data pada penelitian ini dimulaidengan

tabulating skor atau melakukan entry data kasar dalam bentuktabulasi pada

lembar kertas data. Tujuannya adalah memastikan kesiapan datadengan tepat

sebelum di entry data kedalam program computer.

4. Cleaning data

Cleaning dilakukan pengecekan kembali data yang sudah di entry pada program

komputer dengan maksud untuk mengevaluasi apakah masih ada kesalahan atau

tidak.Tahap selanjutnya adalah dilakukan analisis data, analisis ini bertujuan

untuk mengetahui hubungan dan pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat

H. ANALISA

Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan,

sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai

social, akademis dan ilmiah. Analisis yang digunakan adalah :

1. Analisis Univariat

Analisis ini untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik masing-

masing variabel yang diteliti (Nursalam.2002). Analisis ini disajikan dalam

bentuk tabel dengan distribusi frekwensi sebagai informasi untuk

mendiskripsikan semua variabel penelitian yaitu pengetahuan , sikap dan praktik

dalam penerapan patient safety serta pengetahuan terhadap phlebitis.

Page 44: Tugas Medlin 3 - 1

44

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau korelasi (Nursalam.2002). Dalam penelitianini analisa

bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variable independen yaitu

pengetahuan dan sikap dengan variabel dependen yaitu praktik perawat

menerapkan patient safety.

Uji stastistik yang digunakan adalah uji korelasi Spearman-Rank oleh karena

pengujian hubungan variabel independen dan variabel independen menggunakan skala

ordinal.

Page 45: Tugas Medlin 3 - 1

45