Tugas Mata Kuliah Eksitabel Sel

29
1 BAB I PENDAHULUAN Tubuh selalu melakukan hemeostasis. Baik sel baik berdiri sendiri maupun sebagai sel tunggal maupun bergabung sebagai organisma multiselluler, harus berkomunikasi agar tetap eksis. Sel-sel dalam organisma juga membutuhkan komunikasi satu sama lain baik yang dekat maupun yang jauh, untuk menjaga keseimbangan, pertumbuhan dan perkembangan hidup organisma. Komunikasi intrasel maupun intersel dilakukan melalui suatu jejaring (network) komunikasi, dengan tujuan mengkoordinasi dan regulasi pertumbuhan, diferensiasi, metabolisma sel dan bahkan ketahanan hidup. Sel menyajikan berbagai informasi melimpah . Ternyata sel tidak selamanya dapat berkomunikasi secara mulus, karena pada kenyataannnya ada penyakit yang timbul akibat adanya gangguan komunikasi sel. Padahal komunikasi sel berfungsi untuk memelihara kondisi seimbang di dalam sel (hemeostasis) guna memenuhi kebutuhan hidup sel dan menanggapi stimulus dari luar sel. Pada hakikatnya, sel senantiasa berupaya memberi respon terhadap lingkungan yang selalu berubah. Stimulus dari luar sel diterima dan masuk ke dalam sel melalui proses transduksi. Pesan stimulus dilanjutkan oleh kurir kedua yang membangkitkan proses fosforilasi pada substrat efektornya, dan akhirnya pesan stimulus diubah ke respon fisiologik yang tepat, baik di dalam sitoplasma maupun di dalam nukleus (Paul S.Poli, 2009). Tetanus merupakan kelainan neurologi yang

description

tetanospasmin

Transcript of Tugas Mata Kuliah Eksitabel Sel

15

BAB I PENDAHULUAN

Tubuh selalu melakukan hemeostasis. Baik sel baik berdiri sendiri maupun sebagai sel tunggal maupun bergabung sebagai organisma multiselluler, harus berkomunikasi agar tetap eksis. Sel-sel dalam organisma juga membutuhkan komunikasi satu sama lain baik yang dekat maupun yang jauh, untuk menjaga keseimbangan, pertumbuhan dan perkembangan hidup organisma. Komunikasi intrasel maupun intersel dilakukan melalui suatu jejaring (network) komunikasi, dengan tujuan mengkoordinasi dan regulasi pertumbuhan, diferensiasi, metabolisma sel dan bahkan ketahanan hidup. Sel menyajikan berbagai informasi melimpah . Ternyata sel tidak selamanya dapat berkomunikasi secara mulus, karena pada kenyataannnya ada penyakit yang timbul akibat adanya gangguan komunikasi sel. Padahal komunikasi sel berfungsi untuk memelihara kondisi seimbang di dalam sel (hemeostasis) guna memenuhi kebutuhan hidup sel dan menanggapi stimulus dari luar sel. Pada hakikatnya, sel senantiasa berupaya memberi respon terhadap lingkungan yang selalu berubah. Stimulus dari luar sel diterima dan masuk ke dalam sel melalui proses transduksi. Pesan stimulus dilanjutkan oleh kurir kedua yang membangkitkan proses fosforilasi pada substrat efektornya, dan akhirnya pesan stimulus diubah ke respon fisiologik yang tepat, baik di dalam sitoplasma maupun di dalam nukleus (Paul S.Poli, 2009). Tetanus merupakan kelainan neurologi yang disebabkan oleh toksin bakteri Clostridium tetani. Bakteri Clostridium Tetani merupakan kuman berbentuk gram-positif anaerob motil yang ditemukan di seluruh dunia pada tanah, lingkungan gersang, kotoran binatang dan kadang- kadang pada feses manusia. Kontaminasi luka dengan spora C. Tetani sering terlihat tetapi pembentukan tunas dan produksi toksin hanya terjadi pada jaringan tubuh yang mati, pada bagian tubuh dengan benda asing dan pada infeksi aktif. Gejala tetanus seringkali dimulai dari otot-otot fasial seperti otot tulang rahang (Locjaw) dan kemudian berlanjut ke otot-otot leher, bahu, punggung dan ektremitas atas serta bawah. Spasme yang menyeluruh mengganggu pernafasan. (Toy, et al, 2014). Tetanus akibat bakteri Clostridium Tetani menghasilkan tetanospasmin yang menyebabkan peningkatan stimulasi yang berulang pada motor neuron sehingga tidak terjadi ralaksasi otot. Berdasarkan hal tersebut diatas mahasiswa ingin lebih memahami tentang efek tetanospasmin terhadap kontraksi otot. Artikel ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sel eksitabel sehingga diharapkan pemahaman mengenai sel eksitabel menjadi lebih baik. Tentunya dalam pembuatan tugas ini masih banyak kekurangan untuk itu diperlukan kritik dan saran yang membangun.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Neuromuskular Junction Neuromuskular Junction menghubungkan sistem saraf ke sistem otot melalui sinapsis antara serabut saraf eferen dan serat otot , juga dikenal sebagai sel-sel otot . Sebagai potensial aksi mencapai akhir dari motor neuron , Voltage gate chanell calsium terbuka yang memungkinkan kalsium masuk ke neuron . Kalsium mengikat sensor protein (sinaptotagnin ) dari vesikel sinaptik memicu vesikel fusi dengan membran plasma dan pelepasan neurotransmitter berikutnya dari motor neuron ke dalam celah sinaptik . Pada vertebrata , motor neuron melepaskan asetilkolin ( Ach ) , sebuah neurotransmitter molekul kecil , yang berdifusi melalui sinaps dan mengikat reseptor nicotinic acetylcholine (nAChRs ) pada membran plasma dari serat otot , juga dikenal sebagai sarcolemma . nAChRs yang ionotropic , yang berarti mereka berfungsi sebagai saluran ligan gated ion . Pengikatan Ach dengan reseptor dapat mendepolarisasi serat otot , menyebabkan kaskade yang akhirnya menghasilkan kontraksi otot (Wikipedia, 2015) Secara biokimiawi keseluruhan proses pada neuromuscular junction dianggap berlangsung dalam 6 tahap, yaitu:1. Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal saraf dengan menggunakan enzim kolin asetiltransferase 2. Asetilkolin kemudian disatukan ke dalam partikel kecil terikat-membran yang disebut vesikel sinap dan disimpan di dalam vesikel ini. 3. Pelepasan asetilkolin dari vesikel ke dalam celah sinaps merupakan tahap berikutnya. Peristiwa ini terjadi melalui eksositosis yang melibatkan fusi vesikel dengan membran presinaptik. Dalam keadaan istirahat, kuanta tunggal (sekitar 10.000 molekul transmitter yang mungkin sesuai dengan isi satu vesikel sinaps) akan dilepaskan secara spontan sehingga menghasilkan potensial end plate miniature yang kecil. Kalau sebuah akhir saraf mengalami depolarisasi akibat transmisi sebuah impuls saraf, proses ini akan membuka saluran Ca 2+yang sensitive terhadap voltase listrik sehingga memungkinkan aliran masuk Ca 2+ dari ruang sinaps ke terminal saraf. Ion Ca 2+ini memerankan peranan yang esensial dalam eksositosis yang melepaskan asitilkolin (isi kurang lebih 125 vesikel) ke dalam rongga sinaps. 4. Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah sinaps ke dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan bagian yang menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor asetilkolin (AChR) dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan terminal saraf. Kalau 2 molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka reseptor ini akan mengalami perubahan bentuk dengan membuka saluran dalam reseptor yang memungkinkan aliran kation melintasi membran. Masuknya ion Na +akan menimbulkan depolarisasi membran otot sehingga terbentuk potensial end plate. Keadaan ini selanjutnya akan menimbulkan depolarisasi membran otot di dekatnya dan terjadi potensial aksi yang ditransmisikan disepanjang serabut saraf sehingga timbul kontraksi otot.5. Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis oleh enzim asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut: Asetilkolin + H2O Asetat + Kolin Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina basalis rongga sinaps 6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport aktif di mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin. Setiap reseptor asetilkolin merupakan kompleks protein besar dengan saluran yang akan segera terbuka setelah melekatnya asetilkolin. Kompleks ini terdiri dari 5 protein subunit, yatiu 2 protein alfa, dan masing-masing satu protein beta, delta, dan gamma. Melekatnya asetilkolin memungkinkan natrium dapat bergerak secara mudah melewati saluran tersebut, sehingga akan terjadi depolarisasi parsial dari membran post sinaptik. Peristiwa ini akan menyebabkan suatu perubahan potensial setempat pada membran serat otot yang disebut excitatory postsynaptic potential(potensial lempeng akhir). Apabila pembukaan gerbang natrium telah mencukupi, maka akan terjadi suatu potensial aksi pada membran otot yang selanjutnya menyebabkan kontraksi otot (Kevin Lim, 2015)Beberapa sifat dari reseptor asetilkolin di neuromuscular junction adalah sebagai berikut:1. Merupakan reseptor nikotinik (nikotin adalah agonis terhadap reseptor) 2. Merupakan glikoprotein bermembran dengan berat molekul sekitar 275 kDa. 3. Mengandung lima subunit, terdiri dari 2 4. Hanya subunit yang mengikat asetilkolin dengan afinitas tinggi.5. Dua molekul asetilkolin harus berikatan untuk membuka saluran ion, yang memungkinkan aliran baik Na +maupun K+6. Bisa ular -bungarotoksin berikatan dengan erat pada subunit - dan dapat digunakan untuk melabel reseptor atau sebagai suatu ligand berafinitas untuk memurnikannya. 7. Autoantibody terhadap reseptor termasuk penyebab miastenia grafis. (Kevin Lim, 2015). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 3 : The Neuromuscular Junction (Kevi Lim, 2015)

Gambar 4: Muscle contraction (http://yewbiotech.com/blog/muscle-contraction/B. Neurotransmitter

Neourotransmitter merupakan zat kimia yang membawa informasi menyebrangi celah sinaptik dari suatu neuron menuju neuron berikutnya. Saat ini terdapat lebih dari 100 berbagai neurotransmitter yang telah dikenali. Dari penelitian, ditemukan bahwa neurotransmitter yang ditemukan berbeda dalam bagian atau daerah otak yang berbeda. Neurotransmitter dilepaskan pada saat terjadinya stimulasi saraf. Neurotransmitter berfungsi dalam membedakan fungsi dari berbagai jaringan otak (Mardianto dkk, 2012). Neurotransmiter merupakan senyawa kimia pembawa pesan yang meneruskan informasi elektrik dari sebuah neuron ke neuron lain atau sel efektor. Sifat neurotransmiter adalah sebagai berikut: disintesis di neuron presinaps, disimpan di vesikel dalam neuron presinaps dilepaskan dari neuron di bawah kondisi fisiologis , segera dipindahkan dari sinaps melalui uptake atau degradasi ,berikatan dengan reseptor menghasilkan respon biologis. Berbagai neurotransmitter yang ditemukan di sistem saraf yaitu excitatory (acetylcholine,aspartate, ,dopamine,histamine ,norepinephrine , epinephrine ,glutamate ,serotonin ) dan Inhibitory (GABA,Glycine ) (Widodo, 2013) Asetilkolin merupakan substansi transmitter yang disintesis diujung presinap dari koenzim asetil A dan kolin dengan menggunakan enzim kolin asetiltransferase. Kemudian substansi ini dibawa ke dalam gelembung spesifiknya. Ketika kemudian gelembung melepaskan asetilkolin ke dalam celah sinap, asetilkolin dengan cepat memecah kembali asetat dan kolin dengan bantuan enzim kolinesterase, yang berikatan dengan retikulum proteoglikan dan mengisi ruang celah sinap. Kemudian gelembung mengalami daur ulang dan kolin juga secara aktif dibawa kembali ke dalam ujung sinap untuk digunakan kembali bagi keperluan sintesis asetilkolin baru (Tri Wibowo, 2012)Beberapa sifat dari reseptor asetilkolin di neuromuscular junction adalah sebagai berikut:1. Merupakan reseptor nikotinik (nikotin adalah agonis terhadap reseptor) 2. Merupakan glikoprotein bermembran dengan berat molekul sekitar 275 kDa. 3. Mengandung lima subunit, terdiri dari 2 4. Hanya subunit yang mengikat asetilkolin dengan afinitas tinggi.5. Dua molekul asetilkolin harus berikatan untuk membuka saluran ion, yang memungkinkan aliran baik Na +maupun K+6. Bisa ular -bungarotoksin berikatan dengan erat pada subunit - dan dapat digunakan untuk melabel reseptor atau sebagai suatu ligand berafinitas untuk memurnikannya. 7. Autoantibody terhadap reseptor termasuk penyebab miastenia grafis. (Kevin Lim, 2015). -Aminobutyric acid (GABA) adalah neurotransmiter inhibisi utama pada sistem saraf pusat. GABA berperan penting dalam mengatur exitability neuron melalui sistem saraf. Pada manusia, GABA juga bertanggung jawab langsung pada pengaturan tonus otot.GABA dibentuk dari dekarboksilasi glutamat yang dikatalis oleh glutamate decarboxylase (GAD).GAD umumnya terdapat dalam akhiran saraf. Aktivitas GAD membutuhkan pyridoxal phosphate (PLP) sebagai kofaktor. PLP dibentuk dari vitamin B6 (pyridoxine, pyridoxal, and pyridoxamine) dengan bantuan pyridoxal kinase. Pyridoxal kinase sendiri membutuhkan zinc untuk aktivasi. Kekurangan pyridoxal kinase atau zinc dapat menyebabkan kejang, seperti pada pasien preeklamsi.Reseptor GABA dibagi dalam dua jenis: GABAA dan GABAB. Reseptor GABAA membuka saluran florida dan diantagonis oleh pikrotoksin dan bikukulin, yang keduanya dapat mnimbulkan konvulsi umum.Pada vertebrata, GABA berperan dalam inhibisi sinaps pada otak melalui pengikatan terhadap reseptor spesifik transmembran dalam membran plasma pada proses pre dan post sinaps. Pengikatan ini menyebabkan terbukanya saluran ion sehingga ion klorida yang bermuatan negatif masuk kedalam sel dan ion kalium yang bermuatan positif keluar dari sel. Akibatnya terjadi perubahan potensial transmembran, yang biasanya menyebabkan hiperpolarisasi. Reseptor GABAA merupakan reseptor inotropik yang merupakan saluran ion itu sendiri, sedangkan Reseptor GABAB merupakan reseptor metabotropik yang membuka saluran ion melalui perantara G protein (G protein-coupled reseptor).Neuron-neuron yang menghasilkanyang menghasilkan GABA disebut neuron GABAergic. Sel medium spiny merupakan salahsatu contoh sel GABAergic .(Tri Yuwono, 2012)Glisin (Gly, G) atau asam aminoetanoat adalah asam amino alami paling sederhana. Rumus kimianya NH2CH2COOH. Glisin merupakan asam amino terkecil dari 20 asam amino yang umum ditemukan dalam protein.Glisin bekerja sebagai transmiter inhibisi pada sistem saraf pusat, terutama pada medula spinalis, brainstem, dan retina. Jika reseptor glisin teraktivasi, korida memasuki neuron melalui reseptor inotropik, menyebabkan terjadinya potensial inhibisi post sinaps (Inhibitory postsynaptic potential / IPSP). Strychnine merupakan antagonis reseptor glisin yang kuat, sedangkan bicuculline merupakan antagonis reseptor glisin yang lemah. (Tri Yuwono, 2012)

C. Mekanisma umum Kontraksi OtotTimbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan-urutan tahap berikut:1. Suatu potensial aksi berjalan di sepanjang sebuah syaraf motorik sampai ke ujungnya pada serabut otot.2. Di setiap ujung, saraf menyesekresi zat neurotransmitter yaitu asetilkolin dalam jumlah sedikit.3. Asetilkolin bekerja pada daerah setempat pada membran serabut otot untuk membuka banyak kanal kation berpintu aseltilkolin melalui molekul protein yang terapung pada membran.4. Terbukanya kanal berpintu asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion natrium untuk berdifusi ke bagian dalam membran serabut otot. Hal ini menyebabkan depolarisasi setempat yang kemudian menyebabkan permukaan kanal natrium berpintu listrik (voltage-gated sodium channel). Peristiwa ini akan menimbulkan suatu potensial aksi pada membran.5. Potensial aksi akan berjalan di sepanjang membran serabut otot dengan otot dengan yang sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang membran serat saraf.6. Potensial aksi akan menimbulka depolarisasi membran otot dan banyak aliran potensial aksi mengalir melalui pusat serabut otot. Disini, poetensial aksi menyebabkan retikulum sarkoplasma melepaskan sejumlah besar ion kalsium yang telah tersimpan di retikulum ini.7. Ion kalsium meginisiasi kekuatan menarik antara filamen aktin dan miosin yang menyebabkab kedua filamen tersebut bergeser satu sama lain dan menghasilkan proses kontraksi.8. Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum sarkoplasma oleh pompa membran CA ++, dan ini tetap disimpan dalam retikulum sampai potensial aksi otot tang baru datang lagi, pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot terhenti. (Guyton, 2011)

D. Kejadian- kejadian molekuler selama kontraksi1. Sebelum kontraksi otot, suatu potensial aksi merambat sepanjang sarkolema dan dari sini diteruskan ke bagian dalam serat melalui tubulus T .2. Potensial aksi dari tubulus-tubulus T menyebabkan perubahan pada potensial membran dalam sisterna terminal reticulum sarkoplasma dan ini menyebabkan pelepasan pada ion-ion Ca dari reticulum ke dalam sarkoplasma seklilingnya (dalam keadaan istirahat sebagian besar Ca dalam serat terpusat pada sisterna terminal reticulum sarkoplasma).3. Ion-ion Ca ini berikatan pada troponin (troponin C) yang mempunyai afinitas sangat kuat terhadap ion-ion Ca ini. Selama keadaan istirahat, kompleks troponin (toponin I)-tropomiosin menghambat tempat perlekatan pada filament aktin untuk kepala-kepala myosin, mungkin secara fisik menutupi kepala-kepala myosin tersebut.4. Melalui pengikatan ion-ion Ca pada molekul troponin, molekul ini diperkirakan berubah bentuk. Dengan demikian hambatan tempat perlekatan pada filament aktin oleh kompleks troponin-tropomiosin ditiadakan.5. Kapala-kepala myosin kemudian dengan segera secara fisik berhubungan dengan tempat-tempat perlekatan aktin dimana mencetuskan pergeseran filament-filamen.6. Fragmen-fragmen meromiosin berat dapat berikatan dengan salah satu ujungnya pada tempat tertentu pada filament aktin yang terdapat setiap 36 nm.7. Hal ini adalah sama betul dengan preodisitas aktin, dan sekarang diyakini bahwa setiap kepala myosin selama kontraksi arahnya miring berkontak dengan filament aktin terdekat.8. Selama kontraksi, filament aktin bergeser lebih jauh dari pada jarak antara 2 kepala myosin yang berturutan.9. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut : setelah terikat pada suatu tempat perlekatan pada filament aktin, setiap kepala myosin mengangguk ke arah garis M, sehingga filament aktin tertarik pada jarak tertentu ke arah garis M.10. Segera sesudah itu, kepala myosin dilepaskan dari tempat perlekatan dan kembali ke posisi semula tegak lurus tehadap fragmen meromiosin yang berbentuk batang.11. Pada posisi ini kepala myosin berhubungan dengan tempat perlekatan berikutnya yang terletak sepanjang filament aktin, tidak jauh dari tempat tersebut, setelah itu kepala myosin kembali mengangguk ke arah garis M dan seterusnya.12. Dengan demikian filament aktin tertarik selangkah demi selangkah ke arah garis M. Anggukan-anggukan kepala myosin disebabkan oleh suatu perubahan kekuatan pengikatan antara kepala dan bagian batang molekul meromiosin akibat pengikatan pada filament aktin.13. ATPase yang terdapat pada kepala myosin akan memecah ATP sehingga tersedia energi yang digunakan untuk kontraksi.14. Kontraksi ini berlangsung terus selama ion-ion Ca dalam sarkoplasma konsentrasinya masih cukup tinggi.15. Akan tetapi dengan memakai pompa Ca aktif di dekat membrane reticulum sarkoplasma ion-ion Ca terus menerus dan secara aktif dipompakan ke dalam sisterna longitudinal reticulum berlangsung kira-kira 20 mili detik, kemudian konsentrasi Ca dalam sarkoplasma menurun sampai tingkat paling rendah (kurang dari 10 M) yang terdapat selama keadaan istirahat.16. Dengan demikian pengikatan ion-ion Ca pada troponin terhenti, dan kompleks troponin-tropomiosin kembali menghambat tempat-tempat perlekatan pada filament aktin,17. Jadi serat ini dipertahankan dalam keadaan istirahat.18. Kebutuhan energi untuk transfort aktif ion-ion Ca ke dalam reticulum sarkoplasma tersedia dari pemecahan ATP, dan karena itu kontraksi dan relaksasi keduanya membutuhkan ATP.19. Rangkaian perangsangan/ kontraksi melalui system tubulus T menerangkan mengapa semua myofibril pada serat otot diaktivasi secara serentak dan hampir bersamaan dengan merambatnya potensial aksi pada sarkolema. (http://cahyadiblogsan.blogspot.com/2012/02/kontraksi-otot.html )

Gambar 3: Mekanisma kontraksi otot. (https://sites.google.com/a/wdpsd.com/general-human- anatomy-and-physiology/updates/unit-5)

Gambar4. Pergerakan kepala myosin dan aktin (NeuroGASTRO, 2015 )(www.neurogo2015.org/)

E. MEKANISMA RELAKSASI OTOT Untuk bisa berfungsi dengan baik, otot manusia harus bisa melakukan kontraksi dan relaksasi. Untuk bisa melakukan kontraksi, sel-sel otot membutuhkan aliran sinyal neurotransmitter acetylcholine yang berasal dari sel-sel saraf (neuron) motorik (-motoneuron/alpha motoneuron) di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Untuk bisa melakukan relaksasi, sel-sel -motoneuron di sumsum tulang belakang membutuhkan penghambat (inhibitor) berupa neurotransmitter yang dikirimkan oleh neuron lainnya, yaitu GABA (Gamma Amino Butiric Acid) dan Glycine.Untuk bisa melakukan tugasnya, GABA dan Glycine harus diantar/ditransport dalam bentuk gelembung (vesikel) dari tempat penyimpanannya sampai ke tempat bertemu antar sel neuron (sinaps).Setelah vesikel yang mengandung GABA dan Glycine tadi sampai di sinaps dengan -motoneuron, maka vesikel akan membuka pintunya dengan bantuan protein yang disebut synaptobrevin.Setelah pintu vesikel terbuka, maka GABA dan Glycine dapat melakukan tugasnya, yaitu menghambat aliran sinyal acetylcholine sehingga sel-sel otot dapat mengalami relaksasi.

F. PATOFISIOLOGI PENYAKIT TETANUS Tetanus adalah penyakit infeksi akut disebabkan eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani, ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan kejang- kejang otot rangka (Mahadewa, 2009). Tetanus disebabkan oleh eksotoksin Clostridium tetani, bakteri bersifat obligat anaerob. Bakteri ini terdapat di mana-mana, mampu bertahan di berbagai lingkungan ekstrim dalam periode lama karena sporanya sangat kuat. Clostridium tetani telah diisolasi dari tanah, debu jalan, feses manusia dan binatang. Bakteri tersebut biasanya memasuki tubuh setelah kontaminasi pada abrasi kulit, luka tusuk minor, atau ujung potongan umbilikus pada neonatus; pada 20% kasus, mungkin tidak ditemukan tempat masuknya. Bakteri juga dapat masuk melalui ulkus kulit, abses, gangren, luka bakar, infeksi gigi, tindik telinga, injeksi atau setelah pembedahan abdominal/pelvis, persalinan dan aborsi. Jika organisme ini berada pada lingkungan anaerob yang sesuai untuk pertumbuhan sporanya, akan berkembang biak dan menghasilkan toksin tetanospasmin dan tetanolysin. Tetanospasmin adalah neurotoksin poten yang bertanggung jawab terhadap manifestasi klinis tetanus, sedangkan tetanolysin sedikit memiliki efek klinis. (Laksmi , 2014) Tetanus bacillus mengeluarkan dua racun, tetanospasmin dan tetanolysin. Tetanolysin mengoptimalkan kondisi bakteri untuk haemolysisnya. Tetanospasmin mengarah ke sindrom klinis tetanus .Tetanospasmin adalah polipeptida dua rantai 150.000 Da yang awalnya tidak aktif. Rantai berat (100.000 Da) dan rantai ringan (50.000 Da) yang dihubungkan oleh sebuah lingkaran sensitif protease yang dibelah oleh jaringan Protease meninggalkan jembatan disulfida yang menghubungkan dua rantai. Cahaya atau A-rantai, seng endopeptidase menyerang-vesikel protein membran sociated (VAMP), synaptobrevin bertindak untuk mencegah penghambatan neurotransmitter rilis dari interneuron spinal cord (Aruma , 2014). Fungsi tetanolisin diketahui dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang sehat pada luka terinfeksi, menurunkan potensial reduksi dan meningkatkan pertumbuhan organisme anaerob. Tetanolisin ini diketahui dapat merusak membran sel lebih dari satu mekanisme. Tetanospasmin (toksin spasmogenik) ini merupakan neurotoksin potensial yang menyebabkan penyakit. Tetanospasmin ini mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran neurotransmiter glisin dan GABA pada terminal inhibisi daerah presinaps sehingga pelepasan neurotransmiter inhibisi dihambat dan menyebabkan relaksasi otot terhambat. Batas dosis terkecil tetanospasmin yang dapat menyebabkan kematian pada manusia adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan atau 175 nanogram untuk manusia dengan berat badan 75 kg. (Idmgarud, 2009).G. Mekanisma Kerja Tetanospasmin Terdapat dua mekanisme yang dapat menerangkan penyebaran toksin ke susunan saraf pusat: (1) Toksin diabsorpsi di neuromuscular junction, kemudian bermigrasi melalui jaringan perineural ke susunan saraf pusat, (2) Toksin melalui pembuluh limfe dan darah ke susunan saraf pusat. Masih belum jelas mana yang lebih penting, mungkin keduanya terlibat. Pada mekanisme pertama, toksin yang berikatan pada neuromuscular junction lebih memilih menyebar melalui saraf motorik, selanjutnya secara transinaptik ke saraf motorik dan otonom yang berdekatan, kemudian ditransport secara retrograd menuju sistem saraf pusat. Tetanospasmin yang merupakan zinc- dependent endopeptidase memecah vesicle- associated membrane protein II ( VAMP II atau synaptobrevin) pada suatu ikatan peptida tunggal. Molekul ini penting untuk pelepasan neurotransmiter di sinaps, sehingga pemecahan ini mengganggu transmisi sinaps. Toksin awalnya mempengaruhi jalur inhibisi, mencegah pelepasan glisin dan -amino butyric acid (GABA). Pada saat interneuron menghambat motor neuron alpha juga terkena pengaruhnya, terjadi kegagalan menghambat refleks motorik sehingga muncul aktivitas saraf motorik tak terkendali, mengakibatkan peningkatan tonus dan rigiditas otot berupa spasme otot yang tiba-tiba dan potensial merusak. Hal ini merupakan karakteristik tetanus. Otot wajah terkena paling awal karena jalur axonalnya pendek, sedangkan neuron-neuron simpatis terkena paling akhir, mungkin akibat aksi toksin di batang otak. Pada tetanus berat, gagalnya penghambatan aktivitas otonom menyebabkan hilangnya kontrol otonom, aktivitas simpatis yang berlebihan dan peningkatan kadar katekolamin. Ikatan neuronal toksin sifatnya irreversibel, pemulihan membutuhkan tumbuhnya terminal saraf yang baru, sehingga memanjangkan durasi penyakit ini (Laksmi, 2014). Tetanus merupakan kelainan neurologi dimana Closridium Tetani untuk pembentukan tunas dan produksi toksin hanya terjadi pada jaringan tubuh yang mati, pada bagian tubuh dengan benda asing dan pada infeksi aktif. Toksin yang dilepaskan akan menyekat pelepasan beberapa neurotransmitter inhibisi termasuk asam -aminobutirat (GABA) sehingga organ vesikel pada sinaps mengalami perubahan. Dengan penurunan inhibisi laju cetusan (firing rate) resting motor neuron akan meningkat. Karena peningkatan stimulasi yang berulang pada motor neuron, maka ion kalsium yang dilepaskan dari retikulum sarkoplasma tetap terikat pada troponin dan memperpanjang waktu untuk pendauran jembatan silang (atau cross-bridge cycling) sehingga tidak terjadi relaksasi otot. (Toy, et al, 2014) Tetanospasmin menghambat pelepasan neuron inhibitor yang berfungsi mengatur kontraksi otot sehingga otot akan berkontraksi secara tidak terkontrol yang menyebabkan terjadi kekakukan. Neuron yang melepaskan neurotransmiter inhibitor mayor yaitu Gamma Aminobutyric Acid dan glisin. Dimana GABA dan glisin sensitif terhadap tetanospasmin sehingga terjadi kegagalan pada respon reflek motor pada stimulasi sensorik. Penghambatan ini disebabkan karena pemecahan synaptobrevin (protein yang berfungsi pada pelepasan vesikel, sehingga mengurangi inhibisi dan meningkatkan kecepatan istirahat pada neuron. (Stephen, 2014). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 5,6 dan 7.

Gambar 4: Vesikel sinap eksositosishttp://cshperspectives.cshlp.org/content/3/12/a005637/F2.expansion.html

Gambar 6: Vesikel Sinap normal dan yang dihambat tetanospasminhttp://www.uark.edu/misc/jdurdik/MechPATH/skinwn.html

Gambar 7. Mekanisma kerja tetanospasminhttps://www.studyblue.com/notes/note/n/lecture-9-infection-and-pathogenicity/deck/5968595

Pengaruh tetanospasmin terhadap pelepasan neurotransmiter dapat terjadi melalui invasi saraf terminal, aksi potensial dependent calcium entry, dan peranan kalsium itu sendiri terhadap pelepasan transmiter. Terdapatnya hambatan aliran kalsium oleh toksin juga dapat menghambat pelepasan eurotransmiter, selain itu pelepasan transmiter dari saraf terminal presinaps juga tergantung pada kalsium. Toksin diketahui dapat memodifikasi proses mekanisme perubahan 4 Ca dependent menjadi 1 Ca dependent, bersamaan dengan meningkatnya daya ikat kalsium. Vesikel sinaptik memerlukan 4 kalsium untuk dapat berataut pada membran presinaps bagian dalam, untuk kemudian bergabung dan melepaskan transmiter. Tetanospasmin ini merubah keadaan tadi menjadi 1 ca dependent, bersamaan dengan menurunnya afinitas terhadap kalsium. Dengan demikian vesikel sinaps menjauhi membran presinaps yang aktif dan neurotransmiter yang gagal dilepaskan. Hipotesa lain oleh Gambale dan Montal, yang menyebutkan bahwa setelah toksin masuk ke dalam sel, meniumbulkan passive cation channel yang menyebabkan sel tetap berdepolarisasi sehingga mencegah pelepasan transmiter. Sedangkan Sanberg dkk mengemukakan bahwa tetanospasmin dapat menginhibisi pelepasan asetilkolin dari sel faeokromositoma adrenal tikus dan mencegah akumulasi cGMP (cyclic guanosin monophosphate) (Idmgarut blogs, 2009).

BAB IIIKESIMPULAN1. Ternyata sel tidak selamanya dapat berkomunikasi secara mulus, karena pada kenyataannnya ada penyakit yang timbul akibat adanya gangguan komunikasi sel. Padahal komunikasi sel berfungsi untuk memelihara kondisi seimbang di dalam sel (hemeostasis) guna memenuhi kebutuhan hidup sel dan menanggapi stimulus dari luar sel.2. Berbagai neurotransmitter yang ditemukan di sistem saraf yaitu excitatory (acetylcholine,aspartate,dopamine,histamine ,norepinephrine,epinephrine ,glutamate, serotonin ) dan Inhibitory (GABA,Glycine ) .3. Untuk bisa berfungsi dengan baik, otot manusia harus bisa melakukan kontraksi dan relaksasi. Untuk bisa melakukan kontraksi, sel-sel otot membutuhkan aliran sinyal neurotransmitter acetylcholine yang berasal dari sel-sel saraf (neuron) motorik (-motoneuron/alpha motoneuron) di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Untuk bisa melakukan relaksasi, sel-sel -motoneuron di sumsum tulang belakang membutuhkan penghambat (inhibitor) berupa neurotransmitter yang dikirimkan oleh neuron lainnya, yaitu GABA (Gamma Amino Butiric Acid) dan Glycine.4. Tetanospasmin yang merupakan zinc- dependent endopeptidase memecah vesicle- associated membrane protein II ( VAMP II atau synaptobrevin) pada suatu ikatan peptida tunggal. Molekul ini penting untuk pelepasan neurotransmiter di sinaps, sehingga pemecahan ini mengganggu transmisi sinaps. Toksin awalnya mempengaruhi jalur inhibisi, mencegah pelepasan glisin dan -amino butyric acid (GABA). Pada saat interneuron menghambat motor neuron alpha juga terkena pengaruhnya, terjadi kegagalan menghambat refleks motorik sehingga muncul aktivitas saraf motorik tak terkendali, mengakibatkan peningkatan tonus dan rigiditas otot berupa spasme otot yang tiba-tiba dan potensial merusak.5. Pengaruh tetanospasmin terhadap pelepasan neurotransmiter dapat terjadi melalui invasi saraf terminal, aksi potensial dependent calcium entry, dan peranan kalsium itu sendiri terhadap pelepasan transmiter. Terdapatnya hambatan aliran kalsium oleh toksin juga dapat menghambat pelepasan eurotransmiter, selain itu pelepasan transmiter dari saraf terminal presinaps juga tergantung pada kalsium. Toksin diketahui dapat memodifikasi proses mekanisme perubahan 4 Ca dependent menajadi 1 Ca dependent, bersamaan dengan meningkatnya daya ikat kalsium. Vesikel sinaptik memerlukan 4 kalsium untuk dapat berataut pada membran presinaps bagian dalam, untuk mkemudian bergabung dna melepaskan transmiter. Tetanospasmin ini merubah keadaan tadi menjadi 1 ca dependent, bersamaan dengna menurunnya afinirtas terhadap kalsium. Dengan demikian vesikel sinaps menjauhi membran presinaps yang aktif dan neurotransmiter yang gagal dilepaskan. Hipotesa lain oleh Gambale dan Montal, yang menyebutkan bahwa setelah toksin masuk ke dalam sel, menimbulkan passive cation channel yang menyebabkan sel tetap berdepolarisasi sehingga mencegah pelepasan transmiter. Sedangkan Sanberg dkk mengemukakan bahwa tetanospasmin dapat menginhibisi pelepasan asetilkolin dari sel faeokromositoma adrenal tikus dan mencegah akumulasi cGMP (cyclic guanosin monophosphate).

Daftar PustakaAroma Arum, 2014. Dental Caries As A Risk Factor Of Teatanus. J.Medula Unila Volume 3 Nomer 2.Behrman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Nelson. Volume 2.Jakarta: EGC. 2000

Contraction of skleletal muscle. http://samedical.blogspot.com/2010/07/contraction-of-skeletal-musFaal 1, Departemen Ilmu Faal ,Fakultas Kedokteran , Universitas AirlanggaGuyton, 2011. Guyton and Hall texbook of medical Psysiologi Twelfth Edition, Elsevier,IncKeadaan kontraksi dan relaksasi miofibril .https://sites.google.com/a/wdpsd.com/general- human-anatomy-and-physiology/updates/unit-5Kevin Lim, 2004.The Neuromuscular JunctionKiking Rirtawan, 2004. Tetanus, USU Digitaly LibraryMahadewa TGB, Maliawan S. Diagnosis & Tatalaksana Kegawat Daruratan Tulang Belakang.Jakarta: CV Sagung Seto;2009 Muscular system, 2015.http://whs-anatomyphysiology.wikispaces.com/Muscular+SystemMuscle contraction .http://yewbiotech.com/blog/muscle-contraction/ Mekanisma kerja tetanospasmin.http://www.uark.edu/misc/jdurdik/MechPATH/skinwn.htmlMardianto dkk, 2012, neurotransmitterPaul s.Poli, 2011. Komunikasi sel.Penerbit Buku Kedokteran EGCRibbe, 2012. Infection and PhatogenicitySynaptic Vesicle Exocytosis, Cold Spring Harbor Laboratory Press. http://cshperspectives.cshlp.org/content/3/12/a005637/F2.expansion.htmlStephen, et al, 2014. Adjunctive Use of Ceftriaxone and Sodium Valproate in the Management of Tetanus: A Case Report and Literature ReviewThwaites CL, Yen LM. Tetanus. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL, Kochanek PM, editors. Textbook of Critical Care. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.p.1401-4.Widodo, 2013. Neurotransmitter