Tugas kritis
-
Upload
dewi-kulsum -
Category
Healthcare
-
view
64 -
download
3
Transcript of Tugas kritis
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
KASUS PEMICU KELOMPOK KEPERAWATAN ANAK KRITIS
Bayi R, Laki-laki 6 hari, masuk dirawat di Ruangt NICU RS X dengan diagnosis medis NKB
SMK (34 minggu, 1750 gram), Sepsis e.c Acenetobacter Baumanil. Bayi R merupakan
rujukan RS Daerah Y, 4 hari SMRS ibu mengatakan BAB anaknya berdarah warna merah
tua, perut semakin membesar sejak usia 3 hari, bayi lemah dan selalu memuntahkan cairan
yang masuk, nafas sesak. Riwayat ACC tidak teratur, persalinan ditolong bidan, pengeluaran
mekonium < 24 jam pertama (+), riwayat pemberian vit. K (+). Hasil pemeriksaan
laboratorium saat ini menunjukan Leukosit 4000/mm3, trombosit 32.000/mm3, hasil foto
polos abdomen menunjukan terdapat udara pada vena porta, distentensi fokal atau gas non
spesifik, Pnematosis intestinal, dan Pnemoperitonium.
Berdasarkan kasus di atas :
1. Apa yang menjadi penyebab perdarahan pada By. R ?
2. Bagaimana konsep penyakit pencernaan yang dialami By. R dan penatalaksanaan medis
nya?
3. Bagaimana cara pemberian terapi nutrisi enteral pada By. R ?
4. Buat askep untuk kasus By. R!
Jawaban.
1. Patofisiologi terjadinya pendarahan pada By. R adalah cedera mukosa mungkin karena
infeksi, isi intraluminal imunitas yang belum matang, pelepasa vasokontriksi dan mediator
inflasi. Hilangnya integritas mukosa memungkinkan bagian dari bakteri dan toksin masuk
ke dinding usus dan sepsis pada NEC berat.
NEC merupakan hasil akhir dari suatu rentetan interaksi yang terjadi bersamaan antara
perusakan mukosa usus oleh berbagai faktor (iskemi, infeksi) dan reaksi penjamu terhadap
perusakan tersebut (sirkulasi, imunologi dan inflamasi). Kerusakan mukosa usus
menyebabkan perdarahan di saluran usus.
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
2. Konsep penyakit pencernaan yang dialami By. R
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Definisi
Necrotizing Enterocolitis (NEC) adalah sindrom nekrosis usus akut yang etiologinya
tidak diketahui (Cloherty, 2008).
NEC adalah suatu iskemik, nekrosis dan peradangan pada usus terutama terjadi pada
bayi prematur setelah mulai mendapat makanan enteral (Gomela, 2009).
NEC merupakan penyakit utama yang berat pada saluran cerna pada neonatus, yang
mengakibatkan nekrosis dan peradangan usus (Yu dan Monintja, 2000).
NEC adalah peradangan usus akut paling sering terjadi pada bayi prematur dengan
berat badan < 2000 gram (https://lenteraimpian wordpress.com/necrotizingenterocolitis di
akses tgl 20 Maret 2015).
NEC merupakan sindrom cedera usus dan merupakan keadaan darurat usus yang
paling umum terjadi pada bayi prematur yang dirawat di unit perawatan intensif neonatus
(Marcdante dkk, 2014).
B. Epidemiologi
Angka kejadian NEC sangat bervariasi antar negara bagian di Amerika Serikat,
berkisar antara 3-28% dengan rata-rata 6-10% terjadi pada neonatus dengan berat lahir
kurang dari 1500 gram. Berbanding terbalik antara usia kehamilan saat lahir atau berat lahir
dengan insiden NEC, artinya semakin cukup usia kehamilan atau semakin cukup berat lahir,
semakin rendah resiko terjadinya NEC.
NEC lebih sering terjadi pada neonatus laki-laki dan beberapa penulis melaporkan
angka kejadian lebih banyak pada orang afrika daripada orang kulit putih atau ras hispanik.
Walaupun kebanyakan neonatus yang menderita NEC adalah neonatus yang lahir pada usia
kehamilan preterm, namun 5-10% dari kasus yang dilaporkan, juga terjadi pada neonatus
yang lahir pada usia kehamilan lebih dari 36 minggu. Sebagian basar kasus NEC terjadi
pada bayi prematur yang lahir pada usia gestasi sebelum 34 minggu yang telah diberi minum
enteral (Marcdante,dkk 2014).
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
C. Etiologi
Penyakit ini paling sering muncul pada neonatus yang sakit dan merupakan
kedaruratan bedah yang paling sering terjadi di antara neonatus baru lahir. Skala penyakitnya
berbeda-beda, dari yang rendah (dapat sembuh sendiri) sampai berat (inflamasi dan nekrosis
menyebar pada lapisan mukosa dan submukosa usus). NEC merupakan penyakit yang
dominan terjadi pada neonatus prematur.
Pada neonatus prematur terdapat penurun immun, immaturitas saluran cerna dan
abnormalitas peristaltik. Hal ini dapat menyebabkan maldigesti dan malabsorbsi nutrisi yang
memacu pertumbuhan bakteri, kolonisasi dan iskemik pada usus neonatus prematur. Selain
itu ketidakstabilan kardiorespirasi, homeostatik, dan rendahnya autoregulasi aliran darah
menyebabkan neonatus prematur lebih rentan terhadap kejadian iskemik atau hipoksia, dan
menempatkan mereka pada resiko NEC. Karena kejadian prematur inilah muncul beberapa
penyebab terjadinya NEC, antara lain :
• Iskemia Gastrointestinal
Telah disebutkan diatas bahwa pada neonatus prematur terjadi ketidakstabilan dalam
kardiorespirasi, homeostatik dan rendahnya autoregulasi. Dari keadaan tersebut maka
tubuh neonatus yang mengalami NEC memiliki keterbatasan dalam perfusi jaringan.
Saat mengalami keterbatasan perfusi, terjadi mekanisme pertahanan tubuh yang
melindungi otak dan jantung dari kerusakan akibat iskemik, yaitu aliran darah ditubuh
diprioritaskan untuk dialirkan ke kedua organ tubuh tersebut dengan memindahkan
aliran darah dari daerah mesentrika dan renal. Sehingga pada neonatus yang
mengalami asfiksia, aliran darah ke abdomen, ileum dan kolon menurun drastis
selama episode tersebut.
Apabila terjadi gangguan regulasi di mesentrika menuju intestin, maka akan terjadi
hipoksia pada area organ tubuh yang mendapatkan aliran darah dari mesentrika yang
mencetuskan terjadinya injuri pada mukosa epitel intestinal. Saat hal tersebut terjadi,
bakteri dapat dengan mudah masuk pada area injuri dan mengakibatkan kerusakan
jaringan, termasuk nekrosis dan ulcerasi.
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
• Imunitas Neonatus
Neonatus yang memiliki imunitas rendah dan saluran GI yang belum matur, memiliki
kemungkinan untuk terserang NEC. Pada saat lahir, mukosa usus neonatus belum
memiliki antibodi imunoprotektif utama di gastrointestinal, IgA. Karena ASI
memiliki faktor protektif nonspesifik dan spesifik seperti sel imunokompeten, IgA,
laktoferin, lisozim dan lactobacillus bifidus growth factor, ASI dapat mengurangi
insiden dan keparahan NEC. Pada saluran gastrointestinal yang belum matur, usus
belum mampu mencerna makanan dengan baik, terutama makanan-makanan formula.
Ditambah lagi, barrier mukosa belum berkembang dengan baik, sehingga dapat
terjadi translokasi bakteri dan antigen makanan yang tidak tercerna ke lamina propia
sehingga mengaktifkan sel peradangan.
• Makanan Enteral
Neonatus prematur memiliki saluran cerna yang belum sempurna sehingga jika diberi
makanan berlebih dapat terjadi malabsorbsi. Salah satu contoh makanan enteral
adalah susu formula. Susu formula mengandung karbohidrat dan lemak yang
merupakan cairan hipertonis jika masuk ke dalam tubuh manusia. Pada neonatus sehat
jika cairan hipertonis tersebut masuk, usus akan berfungsi dengan baik untuk
mengabsorbsi kandungan susu tersebut. Tetapi tidak pada neonatus dengan NEC.
Pada neonatus dengan NEC, terjadi malabsorbsi parsial terhadap lemak dan
karbohidrat pada susu akibat organ tubuh yang belum matur, bakteri-bakteri
berfermentasi membentuk asam organik, karbondioksida dan gas hidrogen hasil
nutrent yang sisa. Saat NEC berkembang neonatus mengalami kehilangan karbohidrat
yang besar pada intestin, mengakibatkan penurunan substansi pada feses dan
hydrogen-filled Cysts diantara mukosa usus.
• Invasi Bakteri
Invasi bakteri ini masih sangat erat hubungannya dengan makanan enteral. Karena
pencernaan dan motilitas yang belum sempurna dapat meninggalkan makanan dalam
lumen usus untuk waktu yang lama menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dan
translokasi bakteri. Adanya media yang cocok berasal dari nutrisi enteral
menyebabkan proliferasi bakteri diikuti oleh invasi terhadap mukosa usus dan
menimbulkan kerusakan akibat produksi gas (metana dan hidrogen) yang dihasilkan
organisme menyebabkan pneumatosis intestinal yang merupakan patognomonic NEC
akibat gas fermentasi yang dihasilkan bakteri terperangkap pada jaringan. Selanjutnya
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
terjadi nekrosis atau gangren transmural usus dan berakhir dengan perforasi dan
peritonitis.
D. Faktor Predisposisi
1. Berat badan lahir rendah dan kurang bulan
2. Neonatus dengan asfiksia
3. Neonatus dengan sindroma gangguan pernafasan/apnea berulang
4. Neonatus lahir dengan infeksi perinatal
5. Neonatus yang mendapat katerisasi vena umbilikalis
6. Penyakit jantung bawaan sianotik
7. Hiptermia, hipotensi dan ganggua keadaan umum lainnya.
E. Patogenesis
Patogenesis NEC sulit untuk dipahami dan kontroversial, meskipun demikian,
patogenesis NEC adalah multifaktor. Ada tiga mekanisme patologis utama dalam proses
terjadinya NEC: cedera iskemik pada usus, kolonisasi bakteri usus, dan adanya suatu substrat
seperti formula.
Cedera hipoksisk/iskemik menyebabkan aliran darah ke usus menurun. Hipoperfusi usus ini
selanjutnya merusak mukosa usus, dan sel mukosa yang melapisi usus menghentikan sekresi
enzim protektif. Bakteri yang berproliferasi dibantu oleh makanan enteral (substrat),
menginvasi mukosa usus yang rusak sehingga terjadi kerusakan usus lebih lanjut karena
pelepasan bakteri dan gas hidrogen. Gas mulanya membela lapisan serosa dan submukosa
usus (pneumatosis intestinal). Gas tersebut juga dapat robek ke dalam bantalan vaskular
mesentrika, yang akan didistribusikan ke dalam sistem vena hepar. Tiksin bakterial yang
berkombinasi dengan iskemia mengakibatkan nekrosis. Nekrosis usus yang sangat tebal
mengakibatkan perforasi dengan pelepasan udara bebas ke dalam rongga peritoneal
(pneuperotoneum) dan peritonitis.
F. Manifestasi Klinis
Gejala yang muncul pada NEC dapat terjadi tiba-tiba umumnya onset terjadi pada 1-2
minggu setelah kelahiran dan bisa terjadi hingga beberapa minggu. Onset NEC berbanding
terbalik dengan usia kehamilan dimana neonatus yang lahir pada 28 minggu cenderung
menderita NEC lebih besar dari pada neonatus yang lebih matang.
Berikut ini adalah beberapa gambaran klinis yang ditunjukan oleh neonatus :
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
1. Aspirat/muntah biliosa
2. Intoleransi makanan
3. Tinjah berdarah
4. Distensi dan nyeri abdomen yang dapat berlanjut ke tahap perforasi dengan gambaran:
5. Nyeri abdomen bertambah
6. Dinding abdomen keras, terdapat tahanan dan tampak pucat
7. Edema dinding abdomen
8. suara usus yang menghilang
9. Terjadi sepsis dengan gambaran :
• Instabilitas suhu
• Ikterus
• Apnea dan bradikardi
• Letargi
• Hipoperfusi : syok
NEC pada neonatus matur berbeda dengan neonatus matur. Tidak seperti neonatus prematur
yang berkembang pada minggu kedua atau ketiga kehidupan (rata-rata 12 hari), sebagian besar
kasus terlihat pada minggu pertama (rata-rata 2 hari). NEC pada neonatus matur biasanya
akibat penyakit sekunder, dari kondisi seperti asfiksia saat lahir, polisitemia, penyakit jantung
bawaan, infeksi rotavirus, dan hirsprung disease. Prognosis umumnya lebih baik daripada
prematur, dengan tingkat kematian 0%-13%.
Manifestasi klinis dari NEC menurut Gomella,dapat dikategorikan sesuai dengan kriteria
Bell's, yaitu :
1.Stadium I (suspek NEC)
a. kelainan sistemik: tandanya tidak spesifik, termasuk apnea, bradikardia, letargi dan suhu
tidak stabil.
b. kelainan abdominal : termasuk intoleransi makanan, rekuren residual lambung, dan
distensi abdomen.
c. kelainan radiologik : gambaran radiologik bisa normal atau tidak spesifik.
2.Stadiun II (terbukti NEC)
a. kelainan sistemik : seperti stadium I ditambah dengan nyeri tekan
abdominal dan trombositopenia.
b. kelainan abdominal : distensi abdomen yang menetap, nyeri tekan, edema dinding usus,
bising usus hilang dan perdarahan rektal.
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
c. kelainan radiologik : gambaran radiologik yang sering adalah
pneumatosis intestinal dengan atau tanpa udara vena porta atau asites.
3.Stadium III (NEC lanjut)
a. Kelainan sistemik : termasuk asidosis respiratorik, dan asidosis metabolik, gagal nafas,
hipotensi, penurunan jumlah urin, neutropenia dan disseminated intravascular
coagulation (DIC).
b. kelainan andominal : distensi abdomen dengan edema, indurasi dan diskolorasi
c. kelainan radiologik : gambaran yang sering ditemui adalah pneumoperitoneum.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Darah lengkap dan hitung jenis
Hitung jenis leukosit bisa normal, tetapi biasanya meningkat atau rendah
(leukopenia), trombositopenia sering terlihat. 50% kasus terbukti NEC, jumlah
platelet < 50.000 uL.
3. Kuktur
Specimen darah, urin, feses dan cairan serebrospinal sebaiknya diperiksa untuk
kemungkinan adanya virus, bakteri dan jamur yang patogen.
4. Elektrolit
Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan hipernatremia serta hiperkalemia
sering terjadi.
5. Analisa gas darah
Asidosis metabolik ataupun campuran asidosis metabolik dan respiratorik mungkin
terlihat.
6. Sistem koagulasi
Jika dijumpai trombositopenia ataupun perdarahan screening koagulopati lebih
lanjut harus dilakukan. Prothrombin time memanjang, partial tromboplastin time
memanjang, penurunan fibrinogen dan peningkatan produk pemecah fibrin,
merupakan indikasi terjainya disseminated intravascular coagulation (DIC).
7. C- Reaktif Protein
Mungkin tidak meningkat atau pada kasus NEC yang lanjut karena neonatus tidak
bisa menghasilkan respon inflamasi yang efektif.
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
8. Biomarker
Dilakukan untuk mendiagnosis dan memprediksi penyebab NEC seperti gas
hydrogen, mediator inflamasi di dalam darah, urin atau feses dan genetik marker,
tetapi semua kerugian membatasi kegunaannya. Penelitian lebih lanjut tentang
genomic dan proteomic marker terus diteliti.
9. Pemeriksaan radiologis
Selain dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis merupakan
pemeriksaan rutin yang sering dilakukan oleh klinisi untuk mendeteksi adanya
kelainan. Pemeriksaan dapat dilakukan secara polos ataupun media kontras. Pada
anak dengan NEC yang umumnya menunjukan gejala penyakit akut dan berat, perut
kembung, muntah-muntah, menyerupai gejala ileus, maka tidak dilakukan dengan
kontras foto polos tanpa persiapan. Foto dilakukan pada posisi anteroposterior,
ataupun left lateral decubitus (LLD).
H. Penatalaksanaan
prinsip dasar penatalaksanaan NEC yaitu merencanakan asuhan keperawatan pada
akut abdomen dengan ancaman terjadi peritonitis septik. Tujuannya adalah untuk mencegah
perburukan penyakit, perforasi intestinal dan syok.
Pengelolaan dasar : menurut (Gomella, 2009) yaitu:
1. Pasien dipuasakan untuk mengistirahatkan saluran cerna selama 7-14 hari pemenuhan
kebutuhan nutrisi dasar melalui parenteral total.
2. Lakukan decompresi lambung.
3. Lakukan monitoring ketat pada vital sign dan kondisi abdomen.
4. Lakukan monitoring perdarahan saluran cerna. Periksa semua cairan
5. aspirasi lambung dan feses, apakah ada perdarahan.
6. Perbaiki kondisi respiratorik dukungan pernapasan yang diperlukan
untuk mempertahankan parameter gas darah dalam batas normal. Distensi abdomen
menyebabkan hilangnya volume paru dapat meningkatkan kebutuhan ventilasi
tekanan positiv.
7. Perbaiki kondisi sirkulasi. Cairan pengganti diperluhkan bila mengarah pada syok.
Penggunaan inotropik untuk menjaga tekanan darah dalam baras normal
8. Lakukan monitoring yang ketat terhadap intake dan output cairan. Usahakan untuk
mempertahankan produksi urine 1-3 ml/Kg BB/jam. Jangan menambah kalium ke
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
dalam cairan infus bila terjadi hiperkalemia dan anuria.
9. Lepaskan pemasangan katerisasi pada arteri dan vena umbilical dan ganti dengan
kateterisasi arteri dan vena perifer, tergantung dari keparahan penyakit.
10. Lakukan monitoring pemeriksaan laboratorium. Lakukan kultur darah dan urine
sebelum memulai pemberian antibiotik.
11. Berikan antibiotik parenteral selama 10-14 hari. Mulai dengan pemberian Ampicillin
dan Gentamicin, pada keadaan curiga infeksi stafilokokus tambahkan Metronidazole
atau Clindamicin untuk mengcover kuman anaerob.
12. Lakukan monitoring adanya DIC. Fresh-frozen plasma dan Cryoprecipitate diperluhkan
bila terjadi DIC. Tranfusi PRC dan trombosit mungkin juga diperluhkan.
13. Pemantauan pemeriksaan radiografik untuk mendeteksi adanya perforasi usus.
14. Konsul ke bagian bedah.
15. Penatalaksanaan bedah
Pneumoperitoneum merupakan indikasi mutlak untuk dilakukan intervensi bedah.
Indikasi relatif pembedahan yaitu gas vena portal, selulitis dinding abddomen, dilatasi
segmen intestinal yang menetap dilihat dari radiografi, massa abdomen yang nyeri dan
perubahan kondisi klinis yang sulit diatasi dengan tatalaksana medis.
Penatalaksanaan NEC menurut (lowry W.A 2014) :
Stadium I
1. Buat NPO
2. Decompresi usus (memasang selang Repogle pada pengisapan intermitten rendah).
3. Monitor kardiorespirasi kontinu
4. Masih diperdebatkan : melepaskan kateter umbilikal dan memasang jalur arteri dan vena
perifer.
5. Antibiotik spektrum luas (gentamisin dan ampicillin atau vankomisin, klindamisin dapat
ditambahkan bila perforasi atau nekrosis usus dicurigai).
6. Pantau perdarahan patologik
7. Pemantauan ketat masukan dan keluaran
8. Hilangkan kalium dari sema cairan
9. Foto polos abdomen serial, pandangan decubitus untuk mengevaluasi udara bebas setiap
6-12 jam selama 48-72 jam pertama, kemudian bila perlu.
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
Stadium II
1. Semua penatalaksanaan stadium I ditambah pemberian TPN 100-120 kkal/kg/hari.
2. Sesuaikan cairan untuk kemungkinan tranfusi produk darah.
3. Dukungan pernafasan bila diperluhkan
4. Dukungan kardiovascular bila diperluhkan (mis. Dopamin)
5. Sangat mempertimbangkan konsultasi bedah
Stadium III
1. Semua penatalaksanaan Idan II : ditambah hipotensi refrakter dapat menjadi masalah
akan memerluhkan dukungan dengan presor, ekspansi volume intravascular dengan
produk darah atau larutan kristaloid
2. Temuan yang sering dalam stadium ini adalah trombositopenia, DIC, leukopenia atau
neutropenia
3. Intervensi bedah perlu pada stadium ini.
I. Pencegahan
Mencegah prematuritas, pemberian antibiotik enteral dan penggunaan cairan
parenteral secara bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian kortikosteroid antenatal,
penundaan atau melambatkan menaikan pemberian makanan, pemberian ASI dan
penggunaan prebiotik enteral dapat menjadi pendekatan yang paling baik dalam mencegah
NEC.
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
3. Cara pemberian terapi nutrisi enteral pada By. R
NUTRISI ENTERAL PADA NEC
Nutrisi enteral adalah pemberian asupan nutrisi melalui saluran cerna dengan
menggunakan feeding tube, kateter, atau stoma langsung melintas sampai ke
bagian tertentu dari saluran cerna.4 Pemberian nutrisi dengan cara ini mengabaikan
peran mulut dan esophagus sebagai tempat pertama masuknya makanan. Target yang dituju
adalah bagian usus paling proksimal yang masih dapat menjalankan fungsinya, dimulai dari
lambung hingga usus halus.
Manfaat nutrisi enteral tidak jauh berbeda dengan cara pemberian per
oral yaitu proses pencernaan dan absorbsi nutrisi dapat berlangsung secara
aman, mendekati fungsi fisiologis, mampu menjaga imunitas saluran cerna,
mengurangi pertumbuhan bakteri yang berlebihan, menjaga keseimbangan
mikrorganisme saluran cerna, mudah, dan lebih murah dari segi finansial.
a. Rute Nutrisi Enteral
Pemberian nutrisi enteral dapat dilakukan dengan menggunakan feeding tube.
Dukungan nutrisi dengan menggunakan feeding tube berdasarkan lokasi
insersi feeding tube dibedakan menjadi transnasal dan enterostomi.
b. Nutrisi enteral transnasal
Nutrisi enteral transnasal dikenal sebagai cara yang noninvasif, dapat diberikan
melalui orogastrik, nasogastrik, nasoduodenal, dan nasojejunal. Nutrisi enteral
dengan menggunakan cara tersebut dilakukan dengan menginsersikan feeding
tube melalui mulut atau hidung sampai ke lokasi saluran cerna tertentu.
Penggunaan feeding tube secara transnasal pada umumnya digunakan sebagai
pilihan terapi nutrisi secara intermitten dan jangka pendek (kurang dari tiga bulan).
Ukuran NGT atau OGT yang dapat digunakan disesuaikan berdasarkan usia anak
seperti nampak pada Tabel berikut :
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
Tabel . Ukuran NGT dan OGT untuk Anak Berdasarkan Usia
Usia Ukuran Tube Panjang Tube (cm)
Prematur s/d neonatus 4-5 Fr 33-41
Bayi s/d anak 5-8 Fr 41-91
Anak s/d remaja 8-14 Fr 91-114
Sumber: Forchielli
c. Nutrisi enteral enterostomi
Dukungan nutrisi enteral secara enterostomi dikenal sebagai cara pemberian nutrisi
enteral yang invasif. Pemberian nutrisi secara enterostomi dapat dilakukan dengan
cara gastrostomi dan jejunostomi. Formula nutrisi diberikan melalui feeding tube
yang terpasang pada area gastrostomi dan jejunostomi. Pemberian nutrisi
enteral secara gastrotomi atau jejunostomi dianggap mampu mempertahankan posisi
feeding tube dalam jangka waktu lama (lebih dari 3 bulan), karena terfiksasi pada
dinding abdomen anterior, tidak terpengaruh gerakan pernapasan, dapat menghindari
komplikasi chronic nasal discharge, sinusitis, perkembangan yang abnormal dari
hidung, trauma psikologi, serta problem feeding di kemudian hari.
Akses gastrotomi menggunakan feeding tube yang berukuran besar (14-24 Fr),
makanan melalui gastrostomi dapat diberikan dalam volume yang besar, dengan
resiko oklusi yang minimal. Pada jejunostomi, feeding tube yang digunakan berukuran
lebih kecil, yaitu 9-12 Fr.
Gastrostomi dan jejunostomi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
pemasangan secara radiologi, endoskopi, serta bedah. Kebersihan daerah stoma
harus selalu dijaga, untuk menghindari iritasi yang berasal dari sekresi gaster, dan
kemungkinan potensi infeksi.
d. Formula Dukungan Nutrisi Enteral
Dukungan nutrisi pada anak sakit secara ideal pada prinsipnya harus memenuhi
kebutuhan nutrisi tubuh, yang meliputi asupan makronutrien, mikronutrien, dan
trace elements secara adekuat. Pemberian nutrisi enteral dapat dilakukan dengan
menentukan formula yang akan diberikan berdasarkan usia penderita, penyakit yang
diderita, kebutuhan kalori, dan cairan kondisi saluran cerna, serta status gizi penderita.
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
e. Osmolaritas
Pada pemberian dukungan nutrisi enteral, osmolaritas formula enteral harus
diperhatikan. Pada salah satu literatur disebutkan, pemberian nutrisi enteral
pada anak yang dianjurkan kurang lebih 200-750 mOsm/L.
Jenis nutrisi yang digunakan dapat disiapkan secara manual maupun
menggunakan produk kemasan yang siap pakai. Bentuk formula nutrisi enteral
dapat berupa bahan makanan yang diblender, formula polimerik, dan formula elemental.
f. Cara Pemberian Nutrisi Enteral
Pemberian dukungan nutrisi enteral dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu bolus
feeding dan continuous drip feeding. Pemberian bolus feeding dapat dilakukan di
rumah sakit maupun di rumah, sementara pemberian nutrisi enteral dengan
menggunakan continuous drip feeding diberikan pada penderita yang dirawat di rumah
sakit.
g. Bolus feeding
Pemberian formula enteral dengan cara bolus feeding dapat dilakukan dengan
menggunakan NGT/OGT, dan diberikan secara terbagi setiap 3-4 jam
sebanyak 250-350 ml. Bolus feeding dengan formula isotonik dapat dimulai dengan
jumlah keseluruhan sesuai yang dibutuhkan sejak hari pertama, sedangkan formula
hipertonik dimulai setengah dari jumlah yang dibutuhkan pada hari pertama.
Pemberian formula enteral secara bolus feeding sebaiknya diberikan dengan
tenang, kurang lebih selama 15 menit, dan diikuti dengan pemberian air 25-60 ml
untuk mencegah dehidrasi hipertonik dan membilas sisa formula yang masih berada di
feeding tube. Formula yang tersisa pada sepanjang feeding tube dapat menyumbat
feeding tube, sedangkan yang tersisa pada ujung feeding tube dapat tersumbat akibat
penggumpalan yang disebabkan oleh asam lambung dan protein formula.
h. Continuous drip feeding
Pemberian formula enteral dengan cara continuous drip feeding dilakukan
dengan menggunakan infuse pump. Pemberian formula enteral dengan cara ini diberikan
dengan kecepatan 20-40 ml/jam dalam 8-12 jam pertama, ditingkatkan
secara bertahap sesuai dengan kemampuan toleransi anak. Volume formula yang
diberikan ditingkatkan 25 ml setiap 8-12 jam, dengan pemberian maksimal 50-100
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
ml/jam selama 18-24 jam. Pemberian formula enteral dengan osmolaritas isotonik
(300 mOsm/kg air) dapat diberikan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan, sedangkan
pemberian formula hipertonis (500 mOsm/kg air) harus dimulai dengan memberikan
setengah dari jumlah yang dibutuhkan. Pada kasus pemberian formula yang tidak
ditoleransi dengan baik, konsentrasi formula yang diberikan dapat diturunkan
terlebih dahulu dan selanjutnya kembali ditingkatkan secara bertahap.
Pemberian formula enteral yang telah disiapkan tidak boleh diberikan lebih dari
4-8 jam, dan harus digantikan dengan formula enteral yang baru. Bahan sediaan
yang telah dibuka, sebaiknya disimpan di dalam refrigator dan tidak digunakan
kembali setelah 24 jam.
i. Komplikasi dan Pemantauan Nutrisi Enteral
Pemberian nutrisi enteral pada anak sakit dapat memberikan sejumlah manfaat
untuk mendukung proses penyembuhan penyakit, akan tetapi tidak terlepas
dari komplikasi yang dapat terjadi selama pemberian nutrisi enteral tersebut.
Komplikasi nutrisi enteral meliputi komplikasi mekanik, gastrointestinal, dan
metabolik. Komplikasi mekanik meliputi lesi dekubitus, obstruksi kateter, kateter
displacement. Komplikasi gastrointestinal meliputi regurgitasi, aspirasi, muntah,
diare, konstipasi, pneumatosis intestinal, dan nekrosis jejunal. Komplikasi
metabolik meliputi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, hiperglikemi,
dan refeeding syndrome. Pada pemberian nutrisi enteral harus dilakukan
monitoring secara ketat selama pemberian nutrisi enteral dan mewaspadai
timbulnya komplikasi yang mungkin terjadi. Pemantauan nutrisi enteral dapat
dilakukan sesuai dalam tabel
Tabel Pemantauan Nutrisi Enteral
Berat badan (minimal 3 kali/minggu)
Tanda-tanda edema (setiap hari)
Tanda-tanda dehidrasi (setiap hari)
Intake dan output cairan (setiap hari)
Asupan kalori, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral (minimal 2
kali/minggu) Keseimbangan Nitrogen ( Nitrogen urea urine 24 jam) (Tiap
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
minggu)
Sisa cairan gastrik (setiap 4 jam)
Konsistensi BAB (setiap hari)
Elektrolit serum, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin, dan hitung sel
darah (2-3 kali/minggu)
Sumber: Mahan & Arlin 6
Sumber: Pendidikan Ilmu Kesehatan Anak Berkelanjutan (PIKAB) VIII , Bandung, 27-28 Nopember 2010
Tetapi pada bayi dengan R. Kita tidak bisa memberikan enteral feeding, padahal bayi
R memerlukan energi / kalori untuk pemulihan dan pertumbuhannya, untuk itu
diperlukan parenteral nutrisi.
DEFINISI
Nutrisi Parenteral (NP) merupakan cara pemberian nutrisi dan energi secara
intravena yang bertujuan untuk memberikan kecukupan karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan bayi baru
lahir yang mempunyai problem klinik yang berat, terutama pada Bayi Baru Lahir Amat
Sangat Rendah (BBLASR) di mana belum/tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi
enteral.
INDIKASI
kebutuhan nutrisi enteralnya tidak dapat
terpenuhi > 3 hari.
> 5 hari.
traktus gastrointestinalis
PROSEDUR PEMBERIAN Nutrisi Parenteral Total (NPT)
NPT PERIFER
Nutrien diberikan melalui vena perifer yang biasanya vena pada kaki atau
tangan. Osmolaritas cairan yang diberikan antara 300-900 mosm/L. Maksimum
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
konsentrasi dekstrose yang digunakan adalah 12,5%, asam amino 2% dan 400 mg/dl
kalsium glukonas.
Prosedur pemberian NPT secara perifer :
an lipid dapat diberikan perinfus melalui kateter
plastik (No. 22 atau 24 F) atau melalui wing needle.
dengan bagian bawah infus yang mempunyai filter berukuran 0,22 um.
T-connector atau Y-connector.
Infusion pump dibutuhkan untuk mempertahankan tetesan cairan infus agar tetap
konstan.
Infus set, termasuk tube dan jarum intravena harus diganti setiap 3 hari, kecuali
untuk lipid diganti setiap 24 jam. Sebaiknya jarum intravena dipindahkan ke tempat
lain setiap 48 jam. Cairan parenteral dan cairan lipid diganti setiap hari.
-obatan tidak boleh melalui cairan NPT. Obat-obatan diberikan setelah kateter
dibilas dengan NaCl dan melalui cairan intravena.
NPT SENTRAL
Osmolaritas cairan yang digunakan dapat diatas 900 mosm/L, konsentrasi dekstrose
15-25%.
Prosedur pemberian NPT sentral :
plastik yang paling kecil, yaitu No. 1, 9 F sedangkan untuk bayi yang lebih besar
digunakan No. 2, 7 F. Sebaiknya dihindari penggunaan kateter double lumen yang
lebih besar, karena berhubungan dengan sindroma Vena Cava Superior dan erosi
dinding pembuluh darah.
melalui V. Antekubiti, V. Saphena, V. Jugularis interna
dan eksterna, V. Subkalvia atau yang lebih jarang melalui V. Umbikalis atau
fermoralis. Kateter harus diarahkan sedemikian rupa sehingga ujungnya terletak
pada sabumngan antara atrium kanan dan V. Cava superior/inferior.
BBLSR, karena hal ini menimbulkan kerugian berupa insiden trombosis tinggi,
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
tidak dapat digunakan untuk memperoleh sampel darah, biasanya tidak diberikan
nutrisi enteral selama terpasang kateter arteri umbilikal.
infusion pump melalui penghubung Y atau T, sama
dengan pemberian perifer.
tidak boleh
digunakan untuk pengambilan darah, pemberian obat-obatan maupun transfusi.
KOMPLIKASI
Pada kateter vena sentral dapat terjadi : sindroma vena cava superior, aritmia
atau tamponade jantung, trombus intrakardial, efusi pleura atau kilotorak, emboli
paru dan hidrosefalus sekunder terhadap trombosis vena jugularis.
Sepsis sering disebabkan oleh Staphylococcus epidermis, Stretococcus viridans,
Escheria Coli, Pseudomonas spp dan Candida albicans. Infeksi ditanggulangi
dengan pemberian antibiotik. Kejadian sepsis dapat berkurang dengan digunakannya
kateter karet silikon perkutaneus.
Pada bayi berat lahir amat sangat rendah sering terjadi hiperglikemia, karena
Produksi insulin yang tidak adekuat dan berkurangnya sensitivitas terhadap insulin.
Hipoglikemia terjadi karena penghentian infus glukosa atau kelebihan pemberian
insulin.
Pada bayi kurang bulan kelebihan beban protein akan menimbulkan azotemia,
hiperammonia.
Resiko terjadi hiperbilirubinemia meningkat pada bayi cukup bulan dan
pemberian NPT yang lama tanpa disertai enteral feeding. Keadaan ini biasanya
terjadi secara dini dan lebih berat pada keadaan pemberian protein yang tinggi dan
cairan dekstrosae yang hipertonis. Penyebabnya multi faktor, biasanya dihubungkan
dengan stimulasi aliran empedu, malnutrisi, defisiensi atau toksis terhadap asam
amino.
kolestatik, hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia.
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
4. Asuhan Keperawatan pada kasus By. R
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-
masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental dan lingkungan.
Pengkajian sendiri terdiri dari anamnesa, pengkajian fisik dan diagnostik:
1. Anamnesa
a. Identifikasi pasien
Nama : By. R
Usia : 6 hari
b. Identifikasi penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, hubungan dengan pasien dan alamat.
c. Keluhan utama
Lemah dan selalu memuntahkan cairan
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pada saat pengkajian ibu mengatakan BAB anaknya berdarah warna merah tua, perut
semakin membesar sejak usia 3 hari, bayi lemah dan selalu memuntahkan cairan yang
masuk, nafas sesak. Riwayat ACC tidak teratur, persalinan ditolong bidan, pengeluaran
mekonium < 24 jam pertama (+), riwayat pemberian vit. K (+). Hasil pemeriksaan
laboratorium saat ini menunjukan Leukosit 4000/mm3, trombosit 32.000/mm3, hasil foto
polos abdomen menunjukan terdapat udara pada vena porta, distentensi fokal atau gas
non spesifik, Pnematosis intestinal, dan Pnemoperitonium.
3. Provocatif/paliatif
Pada pasien NEC adanya invasi Acenetobacter Baumanii
4. Qualitas/quantitas
Darah Merah tua, perut membesar, memuntahkan cairan yang masuk dan sesak nafas
5. Region/radiasi
Di bagian abdomen
6. Skala
By. Y lemah
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
7. Timing
Keluhan dirasakan sejak usia 3 hari
8. Riwayat kesehatan yang lalu
ANC ibu tidak teratur
9. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pasien ada yang mempunyai penyakit menular atau penyakit
keturunan.
10. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Prenatal
Menjelaskan tentang bagaimana, keadaan ibu pasien selama hamil, kemana ibu pasien
memeriksakan kehamilan, apakah mendapat suntikan TT dan tablet Fe
b. Natal
Menjelaskan saat ibu persalinan, jenis persalinan, siapa yang menolong, dimana
tempat persalinan. Bagaimana letak neonatus waktu lahir dan keadaan neonatus saat
lahir (APGAR SKORE). Berat badan dan panjang badan dan terdapat kelainan atau
tidak.
c. Post natal
Menjelaskan apa yang diberikan ibu pasien saat pasien masih neonatus, apakah pasien
diberi ASI esklusif, makanan pengganti ASI, apa dan siapa yang merawat tali pusat
dan hari keberapa tali pusat lepas.
11. Riwayat imunisasi
Menerangkan status imunisasi pasien, baik imunisasi dasar maupun imunisasi ulang
(booster).
12. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
Status pertumbuhan anak terutama pada usia balita dapat dilihat dari KMS,
pemeriksaan lingkar kepala,TB,BB,LL.
b. Perkembangan
Status perkembangan pasien perlu diteliti secara rinci untuk mengetahui apakah
semua tahapan perkembangan dilalui dengan mulus atau terdapat penyimpangan.
13. Pemeriksaan fisik
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
a. Penilaian keadaan umum
Menilai keadaan umum pasien meliputi keadaan sakit pasien, tingkat kesadaran,
tanda-tanda vital dan hal umum yang mencolok. Pada pasien dengan NEC mungkin
letargi dapat menjadi tampilan awal.
b. Pemeriksaan sistemik
• Sistem pernafasan
Pada pasien dengan NEC mungkin ditemukan adanya apnea
• Sistem kardiovascular
Pada pasien dengan NEC mungkin akan ditemukan bradikardi,
serta perfusi perifer yang buruk
• Sistem pencernaan
Pada pasien dengan NEC ditemukan adanya distensi abdomen, bunyi usus yang
kemungkinan tidak ada, edema di daerah abdomen dan darah di dalam feses
• Sistem musculoskeletal
Pada pasien dengan NEC ditemukan adanya perubahan aktifitas, seperti mudah
menangis terutama pada pasien neonatus
• Sistem integumen
Pada pasien dengan NEC mungkin ditemukan adanya eritema pada dinding
abdomen serta suhu badan yang tidak stabil
• Sistem neurosensori
Pada pasien dengan NEC mungkin ditemukan kondisi letargi
• Sistem endokrin
Pada pasien dengan NEC mungkin akan ditemukan adanya hypoglikemi
• Sistem genitourinarius
Pada pasien dengan NEC biasanya tidak ditemukan adanya gangguan dalam
sistem ini
14. Aktifitas sehari-hari
Aktivitas sehari-hari yang perlu dikaji meliputi : nutrisi (pasien NEC biasanya
mengalami penurunan pola makan), eliminasi (mungkin akan ditemukan darah dalam
feses pada pasien NEC), pola istirahat/tidur, personal hygiene serta pola aktifitas
sebelum dan selama sakit.
15. Aspek psikologis
Perlu diketahui dampak hospitalisasi anak terhadap orang tua pasien.
16. Aspek sosial
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
Perlu dikaji status pasien dan keluarga, hubungan pasien dengan lingkungannya yang
akan dipengaruhi oleh aspek psikologis sebagai dampak dari penyakit yang dideritanya.
17. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan radiografik
Ditemukan adanya dilatasi nonspesifik fokal di usus, penebalan dinding abdomen
karena edema, dan pneumatosis intestinal (gelembung-gelembung gas kecil di dalam
dinding usus).
b. Pemeriksaan laboratorium
Biasanya akan ditemukan leukopenia, trombositopenia dan asisdosis metabolik
B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien
Do : Selalu memuntahkan cairan yang masuk
Terdapat udara pada vena forta,
Distensi fokal atau gas non spesifik
Ds : ibu nya mengatakan perut By. R membesar sejak usia 3 hari
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pasien bebas dari tanda-tanda malnutrisi dengan kriteria hasil :
• Berat badan meningkat
• Asupan nutrisi terpenuhi
Intervensi Rasional
Anjurkan ibu untuk memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya
Asi adalah makanan terbaik bagi
neonatus dibandingkan dengan
pemberian susu formula
Bantu ibu mengeluarkan ASI Memenuhi kebutuhan gizi,
menciptakan dan mempertahankan
laktasi sampai neonatus dapat
menyusu ASI
Timbang berat badan setiap hari Memberikan informasi tentang
keadaan masukan diet atau penentuan
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
kebutuhan nutrisi
Observasi dan catat masukan makanan
pasien
Mengawasi jumlah kalori/kualitas
kekurangan konsumsi makanan
Pantau hasil pemeriksaan Lab.
Misalnya : Hb/Ht, BUN, Albumin,
protein dan elektrolit serum
Meningkatkan efektivitas program
pengobatan termasuk diet nutrisi yang
dubutuhkan
Kolaborasi, berikan cairan IV Memenuhi kebutuhan cairan atau
nutrisi sampai masukan oral dapat
dimulai
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru
Do : Bayi sesak nafas
Distensi fokal atau gas non spesifik
Ds : ibu nya mengatakan perut By. R membesar sejak usia 3 hari
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan kebutuhan
oksigen dapat terpenuhi.
Dengan kriteria: pernafasan dalam batas normal,
Intervensi Rasional
Kaji, frekuensi ritme dan kedalam
pernafasan
Dapat memberikan gambaran bila
terjadi distrress pernafasan
Atur posisi kepala agak ekstensi, beri
oksigen sesuai kebutuhan
Pertukaran oksigen dapat berjalan
dengan lancar, dan kebutuhan oksigen
dapat terpenuhi
Pantau SaO2 Dapat menilai bila terjadi hipoksia
Pertahankan jalan nafas yang paten,
suction lendir sesuai kebutuhan
Menjaga bersihan jalan nafas,
mencegah aspirasi dan ekspansi paru
menjadi lebih baik
3. Inefektif perfusi jaringan (cerebral,gastrointestinal,kardiopulmonal, perifer)
berhubungan dengan kondisi organ yang belum sempurna
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
Do : Adanya Penemotosis intestinal
Adanya pnemoperitonium
Ds : ibu mengatakan bahwa By. R lemah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan terjadi
peningkatan perfusi jaringan, dengan kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam keadaan normal (tidak terjadi hipotensi, terdapat
peningkatan denyut nadi, nadi teraba kuat, suhu normal, terjadi peningkatan
pernafasan
b. Tidak ada suara jantung dan nafas tambahan
c. Tekanan oksigen dalam rentang normal
Intervensi Rasional
Monitot tanda-tanda vital Tanda-tanda vital dapat menunjukan
status kesehatan klien secara umum
Kaji adanya rigiditas, kedutan,
kegelisahan yang meningkat, peka
rangsangan dan serangan kejang
Mengetahui respon awal dari bayi jika
keadaan perfusi jaringannya semakin
memburuk
Kaji suara dan irama jantung Mengetahui kelainan pada jantung
4. Risiko infeksi ditandai dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan
jaringan.
Do : BAB berwarna merah tua
Leukosit 4000/mm3
Usia kehamilan 34 minggu
Berat Badan Bayi 1750 gram
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi, dengan kriteria hasil : Tidak terdapat
tanda dan gejala infeksi yang diawali instabilitasi suhu tubuh.
Dewi Umu Kulsum,S.Kep., Ners
Intervensi Rasional
Pantau tanda dan gejala infeksi
(misalnya suhu tubuh)
Tanda dan gejala yang muncul dapat
memberikan gambaran terjadinya
infeksi
Cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
Mencegah terjadinya infeksi silang
Kaji faktor yang dapat meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi
Data diperluhkan untuk menghindari
resiko rentan terjadi infeksi
Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian antibiotik, bila diperluhkan
Terapi antibiotik dapat melawan
parasit penyebab infeksi