Tugas Kelompok Lansia Sistem Respirasi IBU GANDA
-
Upload
john-fernando-barcheginting -
Category
Documents
-
view
46 -
download
0
Transcript of Tugas Kelompok Lansia Sistem Respirasi IBU GANDA
BAB I
PENDAHULUAN
GANGGUAN SISTEM RESPIRASI PADA LANSIA
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).
Batas-batas usia lanjut
batasan usia menurut WHO meliputi :
usia pertengahan yaitu kelompok usia 45-59 tahun
lanjut usia, antar 60-74 tahun
lanjut usia tua, antara 75-90 tahun
usia sangat tua, diatas 90 tahun
Menurut UU No.4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut :
“Seseorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah
yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya
mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah
dari orang lain. Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lansia yang berbunyi sebagai berikut : lansia adalah seorang yang mencapai usia 60
tahun keatas.
1
SISTEM RESPIRASI
Anatomi system pernafasan
a. Saluran Nafas Atas
1. Hidung
Terdiri atas bagian eksternal dan internal
Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan
kartilago
Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi
rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut
septum.
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa sangat banyak yang
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung.
Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi
lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang nasofaring oleh gerakan
silia.
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paruparu
Sebagai penyaring kotoran dan melembabakan serta menghangatkan udara
yang dihirup ke paru-paru.hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori
(penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan mukosa
fungsi berkurang sejalan dengan pertambahan usia.
2. Faring
Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang meghubungkan
hidung dan rongga mulut ke laring.
Faring dibagi menjadi menjadi 3 region : nasa (nasofaring), oral2
(orofaring), dan laring (laringofaring).
Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius
dan digestif.
3. Laring
Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dan trakea.
Laring sering disebut sebagai kotak suara terdiri atas :
Epligotis : daun kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama
menelan
Glotis : ostium antar pita suara dalam laring
Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
membentuk jakun
Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
(terletak dibawah kartilago tiroid)
Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago
tiroid
Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan
bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring).
4. Trakea
Disebut juga batang tenggorok
Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina.
b. Saluran Nafas Bawah
1. Bronkus3
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2bronkus).
Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan
bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental.
Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan yang memiliki : arteri,
limfatik, dan saraf.
2. Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang
memebentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas.
3. Bronkiolus Terminalis
bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang
tidak mempunyai kelenjar lendir dan saliva ).
4. Bronkiolus Respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
Bronkiolus respiratori dianggao sebagai saluran transisional antara jalan
napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
5. Duktus alveolar dan sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah kedalam duktus alveolar dan
sakus alveolar
Kemudian menjadi alveoli4
6. Alveoli
Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan
seluas 70 m2
terdiri atas 3 tipe :
sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan
mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam mencegah
alveolar agar tidak kolaps)
sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositosis
dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
7. Paru
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
Terletak dalam rongga dada atau toraks
Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh darah besar
Setiap paru mempunyai apeks dan basis
Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus Lobus- lobus tersebut terbagi lagi
menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.
8. Pleura
Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis,
terbagi menjadi 2 :5
a. Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
b. Pleura viseralis yaitu menyelubungi setiap paru-paru
Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan,
juga untuk mencegah pemishan toraks dengan paruparu tekanan dalam rongga
pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolaps paru.
c. Perubahan Anatomik Sistem Respirasi
Menurut Stanley, 2006, perubahan anatomi yang terjadi pada sistem
respiratory akibat penuaan sebagai berikut :
1. Paru-paru kecil dan kendur.
2. Hilangnya recoil elastic.
3. Pembesaran alveoli.
4. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu.
5. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
6. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi
pengembangan.
7. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
8. Kelenjar mucus kurang produktif.
9. Penurunan sensivitas sfingter esophagus.
10.Penurunan sensivitas kemoreseptor.
FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN
6
Bernafas merupakan proses pertukaran udara diantara individu dan
lingkungannya dimana 02 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang
(ekspirasi). Proses bernafas terdiri darai 3 bagian yaitu :
Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-
paru atau sebaliknya. Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada
perbedaan tekanan antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi dada
mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah, sedangkan ekspirasi
merupakan gerakan pasif. Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
1. tekanan udara atmosfir
2. jalan nafas yang bersih
3. pengembangan paru yang adekuat
Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara
alveolus dan kapiler paru-paru. Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah
yang bertekanan/konsentrasi besar ke darah dengan tekanan yang lebih rendah.
Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah
kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran
respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradient tekanan
oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40
mmHg. Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :
1. luas permukaan paru-paru
2. tebal membran respirasi
3. jumlah darah
4. keadaan/jumlah kapiler darah7
5. afinitas
6. waktu adanya udara di alveoli.
Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh
dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler. Oksigen perlu
ditransportasikan dari paru-paru ke jaringandan karbondioksida harus
ditransportasikan dari jarinagn kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen
akan berkaitan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke
jarinagn sebgai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan
plasma dan sel-sel. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
1. curah jantung
2. jumlah sel darah merah
hematokrit darah
3. latihan
Menurut Stokslager, 2003 perubahan fisiologis pada sisitem pernapasan
sebagian berikut:
a. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus.
b. Atrofi umum tonsil.
c. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua.
d. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan
metabolisme kalsium dan kartilago iga.
e. Kekakuan paru ; penurunan jumlah dan ukuran alveolus.
f. Kifosis.
g. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan
h. Penurunana kapasitas difusi8
i. Penurunanan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi; penurunan
kapasitas vital
j. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan kemampuan
recoil elastic paru dan peningkatan kapasitas residual.
k. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas ) yang
mengakibatkan penurunan area permukaan untuk pertukaran gas dan
pertukaran tekanan oksigen.
l. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5%
m. Penurunana cairan respiratorik sekitar 30%, peninggian risisko infeksi
paru dan sumbat mukus.
n. Toleransi rendah terhadap oksigen.
GANGGUAN SISTEM RESPIRASI PADA LANSIA
Pada umumnya, penyakit-penyakit yang terjadi pada lanjut usia termasuk
juga penyakit infeksi serimg memberikan gejala-gejala yang tidak jelas, sehingga
memerlukan kecermatan untuk segera dapat mengenalnya, karena penaganan atau
pengobatan yang terlambat terhadap penyakit infeksi dapat berakibat fatal.
Pada infeksi slauran pernafasan misalnya, lansia sering tidak mengalami
demam atau hanya demam ringan disertai batuk-batuk ringan bahkan hanya
didapati nafsu makan berkurang atau tidak ada sama sekali, rasa lelah disertai
penampilan seperti orang binggung yang dialami dalam beberapa hari ini, yang
jelas berbeda dengan gejala-gejala penyakit pada infeksi orang dewasa. Gejala-
gejala penyakit infeksi yang tidak khas tadi bukan saja perlu dikenal dan dipahami
oleh dokter ataupun petugas kesehatan lainnya tetapi perlu juga dikenal dan 9
dipahami oleh masyarakat awam agar sesegera mungkin membawa lansia untuk
mendapat pengobatan.
Secara umum, memang penyakit infeksi telah dapat dikendalikan, akan
tetapai pada lansia hal ini masih merupakan suatu masalah, karena berkaitan
dengan menurunnya fungsi organ tubuh dan daya tahan tubuh terhadap proses
menua.
Bahkan diluar negeri yang kemjauan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak
diragukan lagi ternyata angka kematian akibat beberapa penyakit infeksi pada
lansia masih ajuh lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewas, yang
membuktikan bahwa infeksi masih merupakan masalah penting pada lansia.
Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko yang menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit
infeksi karena keadaan gizi, lansia sering kali mengalami kekurangan gizi sehingga
memudahkannya mengalami infeksi, baik memudahkan kuman masuk kedalam
tubuh, mempengaruhi perjalanan dan akibat akhir dari infeksi tadi. Selain itu, zat-
zat penting dalam makanan seperti protein, mineral, dan vitamin memegang
peranan penting untuk pertahanan tubuh terhadap infeksi. Faktor kekebalan tubuh,
seperti kekebalan alami (kulit, rambut getar, dan lender dari saluran nafas) dan
kekebalan seluler serta humoral telah berkuarang baik kualitas (mutu) maupun
kuantitasnya (jumlah). Penurunan fungsi berbagai organ tubuh baik jantung, paru,
ginjal, hati, dan lainlain telah menurun fungsinya sehingga bukan saja
memudahkan terjadinya infeksi tetapi juga menyulitkan pengobatannya. 10
Terdapatnya berbagai penyakit seklaigus (kormobiditas), salah satu karakteristik
penyakit pada lansia adalah terdapatnya lebih dari satu penyakit yang
menyebabkan daya tahan tubuh yabg sangat berkurang sehingga mudah mendapat
infeksi. Selain itu, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman akan
memepermudah tubuh mengalami infeksi.
Gejala
Pada infeksi paru-paru yang terjadi pada lansia sering tidak menunjukan
demam ataupun hanya demam ringan saja disertai batuk-batuk ringan, nafsu makan
yang berkurang atau tidak ada, tidak ada gairah dan penampilan seperti orang
binggung, lekas lelah dan nafas agak cepat. Bahkan pada lansia yang mengalami
infeksi berat sering pula suhu tubuh lebih rendah daripada orang sehat. Pada
infeksi saluran kemih yang terjadi pada lansia, hanya mengalami rasa lemas,
kurang mantap jika berjalan, sering tidak didapati gejala-gejala yang lazim seperti
buang air kecil yang sering nyeri, rasa nyeri diatas tulang kemlauan bahkan tanpa
gejala. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Finkelstein telah membuat pedoman
untuk lebih cepat mengenal infeksi pada lansia, yaitu jika didapati gejala-gejala
seperti perasaan binggung, tidak ada atau kurang nafsu makan yang baru sja terjadi
bebrapa hari ini, penurunan berat badan, buang air kecil yang lebih sering dari
biasa.
Perlu di perhatikan
11
Sehubungan masih banyaknya didapati infeksi di Indonesia maka
diperlukanupaya untuk mencegah dan mengatasinya dengan memperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
Bahwa oleh karena gejala-gejala penyakit infeksi pada lansia sering tidak
jelas/tidak khas ataupun hanya ringan saja karena penyakit infeksi pada lansia jika
tidak segera diobati akan cepat bertambha berat, yang dapat menyebabkan cacat
dan kematian.
Bebrapa faktor yang dapat mempertahankan agar sistem kekbalan tubuh
tidak menurun, antara lain seperti istirahat yang cukup, olahraga yang teratur dan
sesuai dengan kemampuan fisik, makanan atau gizi yang memadai atau seimbang
disertai pemberian beberapa jenis vitamin dan mineral, harus tetap mendapat
perhatian dari lansia.
Faktor kebersihan jasmani juga perlu mendapat perhatian, dalam pencegahan
Dan penaggulangan infeksi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem
respirasi lansia :
1. otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku
2. menurunya aktifitas dari sillia
3. paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas
pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas berkurang
4. kemampuan untuk batuk berkurang
5. kemampuan keutan otot pernafasan akan menurun siring dengan
pertambhan usia.
12
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Definisi
Pneumonia merupakan peradangan perenkim paru-paru yang
biasanya berasal dari suatu infeksi.(Price,1995)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat (Zul, 2001)
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia
yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu
atau lebih area terlokalisasi dalam bronki dan meluas ke parenkim
paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi
konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001).
Perubahan system respirasi yang berhubungan dengan usia yang
mpengaruhi kapasitas dan fungsi paru meliputi:
1. Peningkatan diameter anteroposterior dada.
2. Kolaps osteoporotik vertebrae yang mengakibatkan kifosis
(peningkatan kurvatura konveks tulang belakang).
3. Kalsifikasi kartilago kosta dan penurunan mobilitas kosta.
4. Penurunan efisiensi otot pernapasan.
5. Peningkatan rigiditas paru.
6. Penurunan luas permukaan alveoli.
13
2. Klasifikasi pneumonia
Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001):
1. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris
dengan opasitas lobus atau lobularis.
b. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang
meningkat lambat dengan gambaran infiltrate paru bilateral
yang difus.
2.Berdasarkan faktor lingkungan
a. Pneumonia komunitas
b. pneumonia nosokomial
c. pneumonia rekurens
pneumonia aspirasi
d. pneumonia pada gangguan imun
pneumonia hipostatik.
3. Berdasarkan sindrom klinis :
a. Pneumonia bakterial berupa: pneumonia bakterial tipe tipikal
yang terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk
bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta pneumonia
bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan
dan jarang disertai konsolidasi paru.
14
b. Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang
disebabkan mycoplasma, clamydia pneumoniae atau legionella.
Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001):
Community Acquired Pneumonia dimulai sebagai penyakit
pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia.
Pneumonia
streptococcal merupakan organisme penyebab umum. Tipe
pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau
kalangan orang tua.
Hospital Acquired pneumonia dikenal sebagai pneumonia
nosokomial. Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas.
Klebsiella atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum
penyebab Hospital Acquired pneumonia
Lobar dan bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi
anatomi infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan
menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya
saja.
Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan
pada agen penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk
mengidentifikasikan organisme perusak.
3. Etiologi
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut.
Organsime gram positif seperti: streptococcus pneumonia, s.
15
aureus dan s. pyogenesis. Bakteri gram negative seperti
Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan
P.Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui
transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal
sebagai penyabab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis
menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung
spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah
serta kompos
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya pneumocystis carinii pneumonia
(CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami
imunosupresi. (Reeves,2001).
4. Manifestasi klinis
Kesulitan dan sakit pada saat pernapasan.
Nyeri pleuritik, nafas dangkal dan mendengkur, takipnea.
Bunyi nafas di atas area yang mengalami konsolidasi.
Mengecil, kemudian menjadi hilang, krekels, ronki, egofoni.
Gerakan dada tidak simetris
Menggigil dan demam 38,80 C sampai 41,1o C, delirium
Diaforesis
Anoreksia
Malaise
16
Batuk kental, produktif
Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan
atau berkarat.
Gelisah
Sianosis
Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan.
Masalah-masalah psikososial: disorientasi, ansietas, takut mati.
Pemeriksaan penunjang
Sinar X: mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga
menyatakan abses luas/infilrat, empiema
(stapilococcus);infiltrate menyebar atau terlokalisasi
(bacterial);atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (virus).
Pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin bersih.
GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru
yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: diambil dengan
biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopi fiberotik atau
biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
JDL: leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah
terjadi pada infekksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
Pemeriksan serologi; titer virus atau legionella, aglutinin dingin.
LED: meningkat
Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti
dan kolaps); tekanan jalan napas mungkin meningkat dan
komplain menurun, hipoksemia.elektrolit natrium dan klorida
mungkin rendah.
Bilirubin mungkin meningkat.
Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka menyatakan
17
intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV) (Doenges,
1999).
5. Penatalaksanaan
a. Kemoterapi
Pemberian kemoterapi harus berdasarkan petunjuk penemuan
kuman penyebab infeksi (hasil kultur sputum dan tes sensitivitas
kuman teradap antibodi). Bila penyakitnya ringan antibiotik
diberikan secara oral, sedangkan bila berat diberikan secara
parenteral. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses
penuaan, maka harus diingat kemungkinan penggunaan antibiotik
tertentu perlu penyesuaian dosis (Harasawa,1989)
b. Pengobatan umum
Terapi oksigen
Hidrasi, bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat dehidrasi dilakukan
secara parenteral.
Fisioterapi, penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu
diubah-ubah untuk menghindari pneumonia hipografik, kelemahan
dan dekubitus.
Pengkajian
18
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Ny A
Umur : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Simpang Gambus Kabupaten Batu Bara
No rekam Medis : 1021162
Tgl masuk Rs : 16-12-2012
Tgl pengkajian : 16-12-2012
Diagnosa Medis : Pneumonia
19
II. Keluhan utama
Sudah 2 minggu pasien mengalami Batuk dan sering pusing
III. Riwayat penyakit sekarang
Batuk disertai demam dan pusing,sesak nafas disertai cuping hidung
IV. Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada
V. Riwayat penyakit Keluarga
Tidak diketahui
VI. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : CM
T/D : 171/115 SUHU: 38.8 ºC NADI : 124 X/MNT
RR : 26 X/mnt BB : 61 KG
Terpasang O2 3 L/mnt
VII. Pemeriksaan Laboratorium
Tgl 16-11-2012
HB : 9,8 gr/dl
Leukocyt : 21 ribu
Trombosit : 264 ribu
Eritrocyt : 3,6
20
AGDA
Ph 7.36
Pco2 35
Po2 122
Hco3 19.8
Tco2 20.9
Be -5,1
Sat 99%
L 1.4
B . DIAGNOSA
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
inflamasi trakeobronkial, , peningkatanan produksi sputum,
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi,
penurunan kompliance paru, nyeri ditandai dengan dispnea,
takipnea, penggunaan otot aksesori, perubahan kedalaman
nafas, GDA abnormal.
3. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya proses
infeksi.
C.INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
inflamasi trakeobronkial, , peningkatanan produksi sputum, 21
Kriteria hasil:
menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas,
menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak
ada dispnea atau sianosis.
Intervensi keperawatan:
Kaji frekuensi/ kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
Auskultasi paru, catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan
bunyi nafas tambahan (krakles, mengi)
Bantu pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam
Bantu /berikan posisi yang nyaman
Berikan cairan sedikitnya 2500ml/hari.
Kolaborasi:
Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain.
Berikan obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran,
bronkodilator, analgesik.
Berikan cairan tambahan
Awasi seri sinar X dada, GDA, Nadi oksimetri.
Bantu bronkoskopi/torakosintesis bila diidikasikan.
Implementasi
- Mengkaji frekuensi nafas pasien
- Memberikan Oksigen sesuai kebutuhan
- Mengajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
- Memberikan posisi semi fowler
22
- Memberikan terapi sesuai anjuran
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi,
penurunan kompliance paru, nyeri ditandai dengan dispnea,
takipnea, penggunaan otot aksesori, perubahan kedalaman
nafas, GDA abnormal.
Kriteria hasil:
Menunjukkan pola pernafasan normal/efektif dengan AGDA
dalam rentang normal.
Intervensi keperawatan:
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Auskultasi bunyi nafas.
Tinggikan kepala dan bahu.
Obsrvasi pola batuk dan karakter sekret.
Dorong/bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk
efektif.
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan.
Awasi AGDA.
23
Implementasi
- Mengkaji vital sign
- Mengkaji kedalaman pernafasan pasien
- Memberikan posisi yang nyaman
- Mengobservasi pola batuk dan mengkaji warna secret pasien
- Mengajarkan /melatih batuk efektif
- Memberikan terapi sesuai anjuran
- Kolaborasi dengan petugas fisioterapi
3. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya proses
infeksi.
Kriteria hasil:
pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh,
tidak menggigil, nadi normal.
Intervensi keperawatan:
Mandiri:
Obsevasi suhu tubuh setiap 4 jam
Pantau warna kulit.
Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan.
Beri minum sedikit tapi sering
Kolaborasi:
Berikan obat sesuai indikasi:antiseptik
Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap
hari.
Implementasi
24
- Mengobservasi suhu tubuh setiap 4 jam
- Memberikan kompres
- Memantau setiap perubahan warna kulit
- Memberikan minum
- Memberikan terapi sesuai anjuran
DAFTAR PUSTAKA
25