Tugas Kelompok ASP Edit
-
Upload
fatwa-kasipahu -
Category
Documents
-
view
46 -
download
0
description
Transcript of Tugas Kelompok ASP Edit
BAB 1
1.1 Latar Belakang
Anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi
instrumen kebijakan yang multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut terutama tercermin pada
komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung merefleksikan
arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan. Anggaran sebagai
alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter
sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengendalian, agar fungsi
pengendalian dan pengawasan dapat berjalan dengan baik, maka sistem
anggaran serta pencatatan atas penerimaan dan pengaluaran harus
dilakukan dengan cermat dan sistematis.
Menyadari akan pentingnya penganggaran yang bertujuan
mensejahterakan masyarakat maka oleh pemerintah, ditebitkan Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi menjadi Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, juga Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Konsekuensi logis dari pelaksanaan kedua undang-undang ini
memberikan pengaruh perubahan terhadap tata laksana manajemen
keuangan di daerah baik dari proses penyusunan, pengesahan,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran. Perubahan tersebut yaitu
perlu dilakukan budgeting reform atau reformasi anggaran.
Aspek utama budgeting reform adalah perubahan dari pendekatan
anggaran tradisional ke pendekatan baru yang dikenal dengan anggaran
kinerja. Anggaran tradisional didominasi dengan penyusunan anggaran
yang bersifat line-item dan incrementism yaitu proses penyusunan
anggaran yang hanya mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun
sebelumnya, akibatnya tidak ada perubahan mendasar atas anggaran baru.
Pemerintah atasan selalu dominan perananya terhadap pemerintah di
daerah yang ditandai dengan adanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
teknis dari pemerintah pusat. Anggaran kinerja merupakan sistem
penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada
pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut mencerminkan efisiensi,
efektivitas pelayanan kepada publik yang berorientasi kepada kepentingan
publik. Artinya peran pemerintah daerah sudah tidak lagi merupakan alat
kepentingan pemerintah pusat tetapi untuk memperjuangkan aspirasi dan
kepentingan daerah.
Untuk dapat membuat APBD berbasis kinerja pemda harus
memiliki perencanaan strategik. Perencanaan strategik disusun secara
obyektif dan melibatkan seluruh komponen di dalam pemerintahan.
Dengan adanya sistem tersebut pemda akan dapat mengukur kinerja
keuangannya yang tercermin dalam APBD. Salah satu aspek yang diukur
dalam penilaian kerja pemerintah daerah adalah aspek keuangan berupa
anggaran berbasis kinerja. Untuk melakukan suatu pengukuran kinerja
perlu ditetapkan indikator-indikator terlebih dahulu antara lain indikator
masukan berupa dana, sumber daya manusia, dan metode kerja. Agar input
dapat diinformasikan dengan akurat dalam suatu anggaran,maka perlu
dilakukan penilaian terhadap kewajarannya. Dalam menilai kewajaran
input dengan keluaran yang dihasilkan peran Analisa Standar Belanja
(ASB) sangat diperlukan. ASB adalah penilaian kewajaran atas beban
kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
Untuk memenuhi pelaksanaan otonomi di bidang keuangan dengan
terbitnya berbagai peraturan pemerintah yang baru, diperlukan sumber
daya manusia yang mampu untuk menyusun APBD berbasis kinerja.
Menyadari akan keterbatasan daerah dalam hal sumber daya
manusia yang mampu untuk menyusun anggaran berbasis kinerja seperti
apa yang diharapkan tersebut maka diperlukannya suatu mekanisme
penyusunan anggaran yang dapat membantu pemerintah daerah dalam
penyusunan APBD sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Proses pengganggaran merupakan sebuah proses penting yang
menjadi perhatian bagi setiap unit usaha. Begitu juga bagi sektor publik
terutama pemerintah. Tidak seperti untuk sector swasta yang
menempatkan pengganggaran sebagai sesuatu yang optional, proses
penganggaran bagi sektor publik khususnya pemerintah adalah sesuatu
yang mutlak.
Sebagai salah satu indicator yang digunakan untuk penganggaran
dalam sektor kinerja dilakukan untuk menilai prestasi manajer dan unit
organisasi yang dipimpinnya. Pengukuran kinerja juga dipakai untuk
menilai akuntabilitas organisasi dalam menghasilkan pelayanan public
yang lebih baik. Akuntabilitas disini bukan hanya bagaimana uang dapat
dibelanjakan/dihabiskan, tetapi lebih menunjukkan bagaimana uang
tersebut dibelanjakan secara ekonomis, efisien, efektif (value for money).
Memiliki sistem pengukuran kinerja yang handal merupakan salahsatu
kunci suksesnya organisasi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dilihat betapa pentingnya
Penggaran Sektor Publik Menggunakan Pendekatan Kinerja di terapkan
pada instansi sektor publik untuk mengukur kinerja dalam pencapaian
tujuan dan sasaran pelayanan publik. Oleh karena itu pada makalah ini
kami akan membahas lebih lanjut mengenai Penggaran Sektor Publik
Menggunakan Pendekatan Kinerja
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penganggaran Sektor publik Menggunakan Pendekatan
Kinerja
2. Bagaimana sistem pengukuran kinerja sector public
1.3 Manfaat dan Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut tentang Penggaran
Sektor Publik Menggunakan Pendekatan Kinerja.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2. Sistem Penganggaran Berdasarkan Kinerja
Mardiasmo (2009) menyatakan bahwa Anggaran merupakan
pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode
waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial dan penganggaran
merupakan proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran.
Anggaran berbasis kinerja pada instansi pemerintah di Indonesia
dicanangkan melalui pemberlakuan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003
tentang keuangan negara dan diterapkan secara bertahap mulai tahun
anggaran 2005.
Secara yuridis, definisi anggaran berbasis kinerja dirujuk pada
pasal 7 ayat (1) PP Nomor 21 tahun 2004, yakni penyusunan anggaran
dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan
hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan
keluaran tersebut. Dalam penganggaran berbasis kinerja diperlukan sektor
indikator kinerja, standar biaya dan evaluasi kinerja dari setiap program
dan jenis kegiatan. Sedangkan dalam pasal 7 ayat (2) menentukan tujuan
dan indikator kinerja yang jelas untuk mendukung perbaikan efisiensi dan
efektifitas dalam pemanfaatan sumber daya, serta memperkuat proses
pengambilan keputusan tentang kebijakan dalam jangka menengah.
Menurut Mardiasmo (2009) performance budget pada dasarnya
adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran yang berorientasi
pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut mencerminkan
efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti berorientasi pada
kepentingan publik. Selanjutnya Mardiasmo (2009) menyatakan
pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara
output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output).
Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk
atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya
dan dana yang serendah-rendahnya (spending well). Pengertian efektivitas
pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target
kebijakan (hasil guna). Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran
dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional
dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran
akhir kebijakan (spending wisely).
Dalam penjelasan PP nomor 105 tahun 2000 dinyatakan bahwa
anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari alokasi biaya
atau input yang ditetapkan. Berdasarkan pengertian tersebut, setiap input
yang ditetapkan dalam anggaran harus dapat diukur hasilnya dan
pengukuran hasil bukan pada besarnya dana yang telah dihabiskan
sebagaimana yang dilaksanakan pada sistem penganggaran tradisional
(line-item & incremental budget) tetapi berdasarkan pada tolok ukur
kinerja yang telah ditetapkan.
Menurut Permendagri Nomor 13 tahun 2006 pengertian anggaran
berbasis kinerja adalah :
1. Suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil
kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang
ditetapkan.
2. Didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Anggaran dipandang
sebagai alat untuk mencapai tujuan.
3. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money dan
efektivitas anggaran.
4. Anggaran kinerja merupakan sistem yang mencakup kegiatan
penyusunan program dan tolok ukur (indikator) kinerja sebagai
instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program.
Anggaran dengan pendekatan kinerja merupakan suatu sistem
anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output
dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Anggaran
kinerja yang efektif lebih dari sebuah objek anggaran program atau
organisasi dengan outcome yang telah diantisipasi. Hal ini akan
menjelaskan hubungan biaya dengan hasil (result). Ini merupakan kunci
dalam penanganan program secara efektif. Sebagai variasi antara
perencanaan dan kejadian sebenarnya, manajer dapat menentukan input-
input resource dan bagaimana input-input tersebut berhubungan dengan
outcome untuk menentukan efektivitas dan efisiensi program.
Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai
instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh instansi pemerintah atau lembaga untuk mencapai
sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan
masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Aktivitas
tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan
kata lain, integrasi dari rencana kerja tahunan yang merupakan rencana
operasional dari perencanaan strategik dan anggaran tahunan merupakan
komponen dalam penganggaran berbasis kinerja.
Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam
penganggaran berbasis kinerja adalah:
o Tujuan yang telah disepakati dan ukuran pencapaiannya.
o Pengumpulan informasi yang sistematis atas relisasi pencapaian kinerja
dapat diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara
biaya dengan pretasinya. Penyediaan informasi secara terus-menerus
sehingga dapat digunakan dalam manajemen perencanaan,
pemrograman, penganggaran dan evaluasi.
Kondisi yang harus dipersiapkan sebagai faktor pemicu
keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja:
o Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi
o Fokus penyempurnaan administrasi secara terus-menerus.
o Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut
(uang, waktu, dan orang).
o Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas.
o Keinginan yang kuat untuk berhasil.
Ciri-ciri anggaran berbasis kinerja:
Anggaran berbasis kinerja memilikin ciri-ciri antara lain:
1. Secara umum sistem ini mengandung tiga unsur pokok yaitu:
a. Pengeluaran pemerintah diklasifikasikan menurut program dan
kegiatan.
b. Pengukuran hasil kerja (Performance Measurement).
c. Pelaporan program (Program Reporting).
2. Titik perhatian lebih ditekankan pada pengukuran hasil kerja, bukan
pada pengawasan.
3. Setiap kegiatan harus dilihat dari sisi efisiensi dan memaksimalkan
output.
4. Bertujuan untuk menghasilkan informasi biaya dan hasil kerja yang
dapat digunakan untuk penyusunan target dan evaluasi pelaksanaan
kerja.
5. Keterkaitan yang erat antara tujuan, sasaran dan proses penganggaran
Keunggulan dan kelemahan dari anggaran berbasis kinerja
Kunggulan anggaran berbasis kinerja:
Memungkinkan pendelegasian wewenang dalam pengambilan
keputusan.
Merangsang partisipasi dan memotivasi satuan kerja melalui proses
pengusulan dan penilaian anggaran yang bersifat faktual.
Membantu fungsi perencanaan dan mempertajam pembuatan
keputusan pada semua tingkat.
Memungkinkan alokasi dana secara optimal dengan didasarkan
efisiensi satuan kerja.
Menghindari pemborosan. Dapat digunakan untuk mengukur
keberhasilan setiap satuan,lebih efektif dalam mencapai sasaran.
Kelemahan anggaran berbasis kinerja:
Tidak semua kegiatan dapat distandarisasikan.
Tidak semua hasil kerja dapat diukur secara kuantitatif.
Tidak ada kejelasan mengenai siapa pengambil keputusan dan siapa
yang menanggung beban atas keputusan
Karakteristik Anggaran berbasis kinerja
APBD dengan pendekatan kinerja harus memuat beberapa hal:
1. Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja.
2. Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan
komponen kegiatan yang bersangkutan.
3. Persentase dari jumlah pendapatan APBD yang mendanai pengeluaran
administrasi umum, operasi, dan pemeliharan serta belanja modal atau
pembangunan.
Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja:
Dalam menyusun anggaran berbasis kinerja ada hal yang perlu
diperhatikan yaitu prinsip-prinsip penganggaran, aktivitas semua dalam
penyusunan anggaran berbasis kinerja, peranan legislatif, siklus
perencanaan anggaran daerah, struktur APBD, dan penggunaan anggaran
berbasis kinerja.
Prinsip-prinsip penganggaran
1. Transparansi dan akuntabilitas anggaran
APBD harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan,
sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh dari masyarakat dari suatu
kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki
hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena
menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat terutama pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat.
2. Disiplin anggaran
Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan kegiatan/proyek yang belum atau tidak tersedia
anggarannya dalam APBD atau perubahan APBD.
3. Keadilan anggaran
Pemerintah daerah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya
secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat
tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan karena pendapatan
daerah pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta masyarakat.
4. Efisiensi dan efektivitas anggaran
Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan azas
efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya
dapat dipertanggung jawabkan. Dana yang tersedia harus
dimanfaatkan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan
dan kesejahteraan untuk kepentingan masyarakat.
5. Disusun dengan pendekatan kinerja
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu mengutamakan upaya
pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi
biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan
atau lebih besar dari biaya atau input yang ditetapkan.
Selain prinsip-prinsip secara umum seperti apa yang telah
diuraikan di atas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
mengamanatkan perubahan-perubahan kunci tentang penganggaran
sebagai berikut:
1. Penerapan pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka
menengah.
Pendekatan dengan perspektif jangka menengah
memberikan kerangka yang menyeluruh, meningkatkan keterkaitan
antara proses perencanaan dan penganggaran, mengembangkan
disiplin fiskal, mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih
rasional dan strategis, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah dengan pemberian pelayanan yang optimal dan
lebih efisien.
2. Penerapan anggaran secara terpadu
Dengan pendekatan ini, semua kegiatan instansi pemerintah
disusun secara terpadu, termasuk mengintegrasikan anggaran
belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Hal tersebut
merupakan tahapan yang diperlukan sebagai bagian upaya jangka
panjang untuk membawa penganggaran menjadi lebih transparan,
dan memudahkan penyusunan dan pelaksanaan anggaran yang
berorientasi kinerja.
3. Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja.
Pendekatan ini memperjelas tujuan dan indikator kinerja
sebagai bagian dari pengembangan sistem penganggaran
berdasarkan kinerja. Hal ini akan mendukung perbaikan efisiensi
dan efektifitas dalam pemanfaatan sumber daya dan memperkuat
proses pengambilan keputusan tentang kebijakan dalam kerangka
jangka menengah.
Aktivitas Utama dalam Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja
Aktivitas Utama dalam Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja
adalah mendapatkan data kuantitatif dan membuat keputusan
penganggarannya. Proses mendapatkan data kuantitatif bertujuan
untuk memperoleh informasi dan pengertian tentang berbagai program
yang menghasilkan output dan outcome yang diharapkan. Sedangkan
proses pengambilan keputusannya melibatkan setiap level dari
manajemen pemerintahan. Pemilihan dan prioritas program yang akan
dianggarkan tersebut akan sangat tergantung pada data tentang target
kinerja yang diharapkan dapat dicapai.
Peranan Legislatif dalam Penyusunan Anggaran
Alokasi anggaran setiap program di masing-masing unit kerja
pada akhirnya sangat dipengaruhi oleh kesepakatan antara legislatif
dan eksekutif. Prioritas dan pilihan pengalokasian anggaran pada tiap
unit kerja dihasilkan setelah melalui koordinasi diantara bagian dalam
lembaga legislatif dan eksekutif. Dalam usaha mencapai kesepakatan,
seringkali keterkaitan antara kinerja dan alokasi anggaran menjadi
fleksibel dan longgar namun dengan adanya analisa standar belanja,
alokasi anggaran menjadi lebih rasional. Berdasarkan kesepakatan
tersebut pada akhirnya akan ditetapkanlah Perda APBD.
Siklus Perencanaan Anggaran Daerah
Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan yang
mencakup penyusunan kebijakan umum APBD sampai dengan
disusunnya rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses
perencanaan anggaran daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 serta Undang-Undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004,
tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun
anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan
APBD paling lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan.
Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD. Proses
penyusunan RKPD tersebut dilakukan antara lain dengan
melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan yang selain
diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan
atau menyerap aspirasi masyarakat terkait antara lain asosiasi
profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pemuka
adat, pemuka agama, dan kalangan dunia usaha.
2. DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang
disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD tahunan anggaran berikutnya.
3. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan
DPRD pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan
plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap
SKPD.
4. Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD
tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas dan plafon
anggaran sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah
bersama DPRD.
5. RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk
dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
6. Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat
pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan
perda tentang APBD tahun berikutnya.
7. Pemerintah daearah meng ajukan rancangan perda tentang APBD
disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya
kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktoberb tahun
sebelumnya.
8. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda
tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Siklus APBD
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan
Standar Akuntansi Pemerintahan, struktur APBD merupakan satu
kesatuan yang terdiri dari: Anggaran pendapatan, Anggaran belanja,
Transfer, dan Pembiayaan.
Penggunaan Analisis Standar Belanja dalam Penyusunan
Anggaran Berbasis Kinerja.
Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penetapan
belanja daerah sebagimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 Pasal 167 (3) adalah Analisa Standar Belanja (ASB).
Alokasi belanja ke dalam aktivitas untuk menghasilakan output
seringkali tanpa alasan dan justifikasi yang kuat. ASB mendorong
penetapan biaya dan pengalokasian anggaran kepada setiap aktivitas
unit kerja menjadi lebih logis dan mendorong dicapainya efisiensi
secara terus-menerus karena adanya pembandingan biaya per unit setiap
output dan diperoleh praktik-parktik terbaik dalam desain aktivitas.
Dalam membuat ASB terdapat beberapa pertimbangan yang
dapat dipergunakan yaitu:
o Pemulihan biaya
Keputusan-keputusan pada tingkat penyediaan jasa
Keputusan-keputusan berdasarkan benefit atau cost.
Keputusan investasi
Metode penyusunan anggaran berbasis kinerja
Pengelolaan anggaran daerah telah menjadi perhatian utama bagi
para pengambil keputusan dipemerintahan, baik ditingkat pusat maupun
daerah. Sejauh ini perundang-undangan dan produk hukum telah
dikeluarkan dan diberlakukan dalam upaya untuk menciptakan sistem
pengelolaan anggaran yang mampu memenuhi berbagai tuntutan dan
kebutuhan masyarakat, yaitu terbentuknya semangat desentralisasi,
demokratisasi, transparasi, akuntabilitas dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan daerah
pada umumnya.
Untuk menghasilkan penyelenggaraan anggaran daerah yang
efektif dan efisien, tahap persiapan atau perencanaan anggaran merupakan
salah satu faktor penting dan menentukan dan keseluruhan siklus anggaran
daerah. Namun demikian tahap persiapan atau perencanaan anggaran harus
diakui memang hanyalah salah satu tahap penting dalam keseluruhan
siklus atau proses anggaran daerah. Dengan kata lain, sebaik apa pun
perencanaan yang telah disusun oleh pemerintah daerah tidak akan
memberikan ari apa-apa manakala dalam tahap pelaksanaan dan tahap
pengendaliannya tidak berjalan dengan secara tidak baik.
Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan amanat rakyat
kepada pemerintah daerah untuk mewujudkan aspirasi dan kebutuhan
mereka. Anggaran merupakan refleksi aspirasi dan kebutuhan masyarakat
dalam satu tahun fiskal tertentu yang dinyatakan dalam satuan mata uang.
Di sisi pemerintah daerah, perwujudan amanat rakyat ini dinyatakan dalam
bentuk rencana kerja yang akan dilaksanakan pemerintah daerah dengan
menggunakan sumber daya yang dimilikinya. Dengan demikian,
penyusunan anggran daerah harus berorientasi pada kepentingan
masyarakat atau publik.
Sejalan dengan hal itu, pengelolaan anggaran daerah (APBD) di
era reformasi ini, ditekankan perlunya perubahan paradigma yang
mempertimbangkan hal berikut:
1. Adanya keterkaitan yang erat dan jelas antara proses pengambilan
keputusan politis DPRD, perencanaan operasional di eksekutif, dan
penganggaran di masing-masing unit organisasi atau satuan kerja
teknis
2. APBD harus berorientasi pada kepentingan publik.
3. APBD disusun berdasarkan pendekatan kinerja.
4. Didukung oleh sistem dan prosedur akuntansi yang memadai.
Sistem Anggaran Berbasis Kinerja
Sistem anggaran kinerja pada dasarnya mencakup dua hal yaitu
struktur (bentuk dan susunan) anggaran, proses (mekanisme) penyusunan
anggaran.
a. Struktur anggaran kinerja
Struktur anggaran kinerja terdiri atas elemen-elemen
pendapatan, belanja, dan pendanaan daerah yang memberikan
gambaran antara lain mengenai:
• Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja.
• Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan
komponen kegiatan yang bersangkutan.
• Bagian APBD yang mendanai belanja administrasi umum,
belanja operasi dan pemeliharaan dan belanja modal atau
investasi untuk pelayanan publik dan aparatur.
b. Proses penyusunan anggaran kinerja
Proses penyusunan anggaran kinerja meliputi beberapa
tahap yaitu:
• Penyusunan arah dan kebijakan umum APBD berdasarkan
hasil penjaringan aspirasi masyarakat dan dokumen
perencanaan daerah.
• Berdasarkan arah dan kebijakan umum APBD dengan
mempertimbangkan kondisi dan kemampuan daerah disusun
strategi dan prioritas APBD.
• Strategi dan prioritas APBD selanjutnya menjadi dasar
penyusunan program dan kegiatan.
• Anggaran disusun berdasarkan program dan kegiatan yang
telah direncanakan
2.2. Sistem Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah sistem yang
bertujuan untuk membantu manjer menilai pencapaian strategi melalui alat
ukur finansial dan non finansial, dapat dijadikan sebagai alat pengendalian
organisasi karena kinerja diperkuat dengan menetapkan reward dan
punishment system.
Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk memenuhi
tiga hal:
1) Untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah.
2) Untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan
3) Untuk memwujudkan pertanggung jawaban publik dan memperbaiki
komunikasi kelembagaan
Tujuan sistem pengukuran kinerja:
1) Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebh baik
2) Untuk mengukur kinerja finansial dan nonfinansial secara berimbang
sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi
3) Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level
menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencappaii good
governace
4) Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan
individual dan kemampuan kolektif yang rasional
Manfaat dari pengukuran kinerja adalah:
1) Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk
menilai kinerja manajemen
2) Memberikan arah target kinerja yang telah ditetapkan
3) Unttuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan
membandinggkan dengan target kinerja serta melakukan penghargaan
dan hukuman
4) Sebagai alat komunikasi bagi bawahan dan atasan untuk memperbaiki
organisasi
5) Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah
terpenuhi
6) Membantu memahami proses kegiatan iinstansi pemerintah
7) Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
Dalam melakukan pengukuran kinerja, informasi yang digunakan
adalah informasi finansial dan nonfinansial.
1) Informasi finansial dilakukan untuk menganalisis varians antara kinreja
actual dengan yang telah dianggarkan. Analisis varian secara garis besar
berfokus pada varians pendapatan dan varian pengeluaran
2) Informasi nonfinansial digunakan untuk dapat menambah keyakinan
terhadap kualitas proses pengendalian manajemen. Jenis informasi
nonfinansial ini dapat dinyakan dalam bentuk variable kunci yaitu
variable yang mengindikasikan factor-faktor yang menjadi sebab
kesuksesan organisasi. Jika terjadi perubahan yang tidak diinginkan,
maka variable kunci ini dapat segera disesuaikan.
Indikator kinerja digunakan sebagai indikator pelaksanaan strategi
yang telah ditetapkan. Indikator kinerja dapat berbentuk factor-faktor
keberhasilan utama dan indikator kinerja kunci.
Faktor keberhasilan utama adalah area yang mengindikasikan
kesuksesan kinerja unit kerja organisasi, sedangkan indikator kinerja kunci
adalah sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja
kunci baiik yang bersifat finansial dan nonfinansial untuk melaksanakan
operasi dan kinerja unit bisnis.
Pengembangan indikator kinerja dapat mempetimbangkan hal-hal
berikut ini:
1) Biaya Pelayanan (cost of service), biasanya dikur dalam bentuk unit
cost
2) Penggunaan (utilization), membandingkan antara jumlah pelayanan
yang ditawarkan dengan permintaan publik. Biasanya diukur dalam
bentuk volume, persentase
3) Kualitas dan standar pelayanan (quality and standards), merupakan
indikator yang sulit diukur karena bersifat subjektif.
4) Cakupan pelayanan (coverage), perlu dipertimbangkan apabila terdapat
kebijakan atau pperaturan perundangan yang mensyaratkan untuk
memberikan pelayanan dengan tingkat pelayanan minimal yang telah
ditetappkan
5) Kepuasan (satisfaction), biasanya diukur melalui jajak pendapat secara
langsung.
Indikator Kinerja dan pengukuran value for money. Value for
money merupakan inti pengukuran kinerja bagi pemerintahan. Kinerja
pemerintah tidak hanya diukur dari sisi output saja, tetepi dari sisi input,
output dan outcome secara bersama-sama. Permasalahan yang sering
dihadapi pemerintah dalam pengukuran kinerja adalah mengukur output,
karena output tidak selalu berupa output yang berwujud, tetapi juga lebih
kepada intangible output.
Ukuran kinerja berbeda dengan indikator kinerja. Ukuran kinerja
mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sedangkan indikator
kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu lebih
kepada yang sifatnya indikasi-indikasi kinerja.
Mekanisme dalam menentukan indikator kinerja memerlukan hal-
hal sebagai berikut yaitu:
1) Sistem Perencanaan dan Pengendalian, meliputi proses, prosedur, dan
struktur yang memberi jaminan bahwa tujuan organisasi telah
dijelaskan dan dikomunikasikan keseluruh bagian organisasi dengan
menggunakan rantai komando yang jelas didasarkan pada speseifikasi
tugas pokok dan fungsi, kewenangan dan tanggung jawab.
2) Spesifikasi teknis dan standarisasi, tujuannya untuk memberikan
jaminan bahwa spesifikasi teknis tersebut dijadikan sebagai standar
penilaian.
3) Kompetensi teknis dan profesionalisme,
4) Mekanisme ekonomi dan mekanisme pasar. Mekanisme ekonomi
terkait dengan pemberian penghargaan dan hukuman yang bersifat
finansial, sedangkan mekanisme pasar terkait dengan penggunaan
sumber daya yang menjamin terpenuhinya value for money.
5) Mekanisme sumber daya manusia.
Peran Indikator kinerja pemerintah antara lain:
a. Untuk membantu memperjelas tujuan organisasi
b. Untuk mengevaluasi target akhir yang dihasilkan
c. Sebagai masukan untuk menentukan skema insentif manajerial
d. Memungkinkan bagi jasa pemakai jasa layanan pemerintah untuk
melakukan pilihan
e. Untuk menunjukkan standar kinerja
f. Unttuk menunjukkan efektifitas
g. Untuk membantu melakukan aktifitas yang memiliki efektifitas biaya
yang paling baik untuk mencapai target sasaran
h. Untuk menunjukkan wilayah, bagian atau proses yang masih potensial
untuk dilakukan penghentian biaya.
Permasalahan yang dihadapi saat pengukuran value for money
adalah bagaimana membandingkan input dengan output untuk
menghasilkan ukuran efesiensi yang memuaskan jika output yang
dihasilakan tidak dapat dinilai dengan harga pasar. Solusinya adalah
dengan membandingkan input finansial dengan output nonfinansial. Ini
disebut Unit Cast Stasistics. Unit cost statistics digunakan sebagai benang
merah untuk mengukur kinerja. Bagi Pemerintah, angka-angka statistic
tersebut dapat digunakan untuk membandingkan kinerja, menilai tingkat
efisiensi dan efektifitas unit kerja, untuk mengetahui sebab inefisiensi dan
ketidak efektivan unit kerja yang bersangkutan.
Pengukuran value for money dapat diukur ketika tujuan yang
dikehendaki masyarakat mencakup pertanggung jawaban penggunaan
value for money adalah ekonomis (hemat cermat) dalam pengadaan dan
alokasi sumber daya, efisien (berdaya guna) dalam penggunaannya
diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan, serta efektif (berhasil guna)
dalam arti mencapai tujuan dan sasaran. Ukuran lain terkait dengan
konsistensi dan kepuasan publik dalam arti semakin rendahnya complain
dari masyarakat.
Indikator kinerja harus dapat dimanfaatkan oleh pihak internal
untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan serta efisiensi
biaya dan pihak eksternal untuk dijadikan control sekaligus informasi
dalam rangka mengukur tingkat akuntabilitas publik. Selain itu indikator
kinerja dapat digunakan oleh pihak legislative untuk dapat mengawasi
alokasi dan penggunaan anggaran. Indikator value for money dibagi
menjadi dua yaitu:
1) Indikator alokasi biaya (ekonomi dan efesiensi)
2) Indikator kualitas pelayanan.
Pengembangan value for money memusatkan pada tiga hal yaitu
ekonomi, efektif dan efisiensi. Ekonomi berhubungan erat dengan pasar
dan masukan (cost of input). Dimana praktik pembelian barang dan jasa
input dengan tingkat kualitas tertentu pada tingkat harga yang
memungkinkann (spending less). Ekonomi juga sering dikaitkan dengan
penghematan yang mencakup kehati-hatian, cermat dan tidak melakukan
pemborosan. Jika terjadi peningkatan biaya mestinya terkait dengan
peningkatan manfaat yang lebih besar.
Efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara
output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Proses kerja
dikatakan efisien jika suatu produk atau hasil kerja dapat tercapai dengan
penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnyya.
Efektivitas berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target
kebijakan. Efektivittas merupakan hubungan antara keluaran dengan
sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila
proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending
wisely). Indikator efektifitas menggambarkan jangkauan akibat dan
dampak (outcome) dari keluaran (output) program dalam mencapai tujuan
program. Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap
pencapaian tujuan maka semakin efektif pula prose kerja suatu organisasi.
Jika suatu program efektif dan efisien, maka program tersebut dikatakan
cost-effectiveness. Indikator cost-effectiveness merupakan kombinasi
informasi efisiensi dan efektivitas yang memberikan ukuran kinerja bottom
line dalam sektor publik analog dengan pelayan masyarakat.
Langkah-langkah pengukuran value for money:
a) Pengukuran efisensi. Diukur dengan rasio output dengan input. Artinya
jika semakin besar output dibandingka dengan input, maka semakin
tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.
b) Pengukuran efektivitas. Hal penting yang perlu dicatat adalah bahwa
efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah
dikeluarkan untuk mencapai tujuan. Biaya boleh jadi melebihi apa yang
telah dianggarkan. Efektifivitas hanya melihat apakah suatu program
telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
c) Pengukuran outcome. Outcome adalah dampak suatu program terhadap
masyarakat. Outcome nilainya lebih tinggi dari output, karena output
hanya mengukur hasil tanpa mengukur dampaknya terhadap
masyarakat, sedangkan outcome mengukur kualitas output dan dampak
yang dihasilkan (Smith, 1996). Pengukuran outcome memiliki dua
peran yaitu peran retrospektif dan prospektif. Retrospektif terkait
dengan penilaian kinerja masa lalu sedangkan prospektif terkait dengan
kinerja dimasa yang dating. Sebagai peran prospektif, pengukuran
outcome digunakan untuk mengarahkan keputusan alokasi sumber daya
publik. Analisa retrospektif memberikan bukti terhadap praktik yang
baik (good management)
Estimasi Indikator Kierja dilakukan dengan menggunakan:
1) Kinerja tahun lalu. Hal ini merupakan perbandingan bagi unit untuk
dapat melihat seberappa besar kinerja yang telah dilakukan. Alasan lain
adalah terdapatnya time lag antara aktivitas yang telah dilakukan
dengan dampak yang tibul dari aktivitas tersebut. Ini terjadi larena
dampak yang dihasilkan dalam tahun ini baru akan dirasakan di tahun-
tahun mendatang.
2) Expert Judgment. Digunakan untuk melakukan estimasi kinerja, karena
kinerja tahun lalu akan sangant mempengaruhi terhadap kinerja
beriikutnya. Teknik ini menggunakan pengetahuan dan pengalaman
dalam mengestimasi indikator kinerja. Selain penggunaannya sederhana
dan murah, tetapi kelemahan dar teknik ini adalah karena adanya
pandangan subjektifitas para pengambil keputusan. Disamping itu
dampak adanya pencapaian tujuan kinerja tidak secara otoomatis data
dikatakan bahwa unit tersebut mengalami peningkatan kinerja.
3) Trend. Trend digunakan karena adanya pengauh waktu dalam
pencapaian kinerja unit kerja. Y= a + bt.
4) Regresi. Regresi menggunakan rumus
Y = a + b1x1 + b2x2 + e. hal ini dilakukan untuk menentukan seberapa
besar pengaruh variable independen mampu mempengaruhi varibel
dependen (kinerja unit).
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran
bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan
dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan
termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut.
Dalam pencapaian akuntabilitas kinerja dan penilaian kinerja
pemerintahan daerah maka penyusunan anggaran kinerja sangat diperlukan
dalam penyusunan APBD. Penyusunan anggaran berbasis kinerja akan
memberikan penetapan ukuran atau indikator keberhasilan dalam
pencapaian sasaran dan tujuan dari suatu organisasi pemerintahan daerah
sesuai visi, misi dan tujuannya yang telah ditetapkan. Mekanisme
penganggaran yang baik melalui siklus perencanaan anggaran dan
penyesuaiannya terhadap struktur APBD merupakan proses yang harus
diperhatikan dalam penyusunan anggaran serta diperlukan kerjasama yang
baik antara para legislatif dan birokrasi.
Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja mengutamakan
pada pencapaian hasil (outcome/output) dengan tidak menyampingkan
prinsip-prinsip anggaran yakni transparansi dan akuntabilitas anggaran,
disiplin anggaran, keadilan anggaran, efisiensi dan efektifitas anggaran.
Penggunaan Analisa Standar Belanja (ASB) oleh pemerintah daerah akan
meminimalkan penyerapan APBD dan mendorong penetapan biaya dan
pengalokasian anggaran kepada setiap unit kerja menjadi lebih logis dan
pencapaian efisiensi secara terus-menerus karena adanya perbandingan
biaya per unit output juga diperoleh praktik-praktik terbaik dalam desain
aktivitas. Untuk menghasilkan penyelenggaraan anggaran daerah yang
efektif dan efisien, tahap persiapan atau perencanaan anggaran merupakan
salah satu faktor penting dan menentukan dan keseluruhan siklus anggaran
daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Indra. 2006, Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan
Daerah di Indonesia, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Halim, Abdul dkk. 2007, Pengelolaan Keuangan Daerah, Penerbit Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta.
Nordiawan, Deddi dan Ayuningtyas, Hertianti, 2010. Akuntansi Sektor
Publik. Salemba Empat, Jakarta.
Mardiasmo, Prof. 2009, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Internet dengan alamat :
http:// Indraachnadi.blogspot.com/2013/penyusuanan anggaran berbasis
kinerja.html
(diakses 18 Januari 2015)