TUGAS-INDIVIDU

18
RINGKASAN ORF Fowlpox Lampy Skin Disease Rift Valley Fever HVPS Scrapie BSE Etiologi virus parapox dari family poxviridae dan termasuk dalam genus parapox virus Fowl Pox disebabkan oleh virus yang masuk dalam famili Poxviridae, genus avipox yang disebut virus fowl pox. Penyakit ini terjadi akibat serangan RVF virus, yang tergolong dalam genus Phlebovirus (famili Bunyaviridae) Scrapie disebabkan oleh agen menyerupai virus atau Provirus. Agen virus ini tidak mempunyai asam inti. Virus ini berukuran sangat kecil yaitu kurang dari 50 mu. Virus dapat ditumbuhkan secara in vitro pada biakan sel lestari seperti sel Phaeochromocyt oma tikus (PC12). BSE (Bovine Spongiform Encephalopathy) atau disebut juga Mad Cow atau sapi gila merupakan penyakit yang bersifat progressif, fatal, neurologic pada sapi dewasa. BSE disebabkan oleh agen penyakit yang disebut prion.

description

edu

Transcript of TUGAS-INDIVIDU

RINGKASANORFFowlpoxLampy Skin DiseaseRift Valley FeverHVPSScrapieBSE

Etiologivirus parapox dari family poxviridae dan termasuk dalam genus parapox virusFowl Pox disebabkan oleh virus yang masuk dalam famili Poxviridae, genus avipox yang disebut virus fowl pox.Penyakit ini terjadi akibat serangan RVFvirus, yang tergolong dalam genus Phlebovirus (famili Bunyaviridae)Scrapie disebabkan oleh agen menyerupai virus atau Provirus. Agen virus ini tidak mempunyai asam inti. Virus ini berukuran sangat kecil yaitu kurang dari 50 mu. Virus dapat ditumbuhkan secara in vitro pada biakan sel lestari seperti sel Phaeochromocytoma tikus (PC12).BSE (Bovine Spongiform Encephalopathy) atau disebut jugaMad Cowatau sapi gilamerupakan penyakit yang bersifat progressif, fatal, neurologic pada sapi dewasa.BSE disebabkan oleh agen penyakit yang disebut prion.

Gejala PenyakitMasa inkubasi berlangsung selama 2 3 hari. Mula-mula terbentuk papula, vesikula atau pustule pada daerah sekitar mulut. Vesikula hanya terlihat selama beberapa jam saja, kemudian pecah/ Isi vesikula ini berwarna putih kekuningan. Kira-kira pada hari ke 10 terbentuk keropeng tebal dan berwarna keabu-abuan. Bila lesi di mulut luas, maka hewan sulit makan dan menjadi kurus. Terjadi peradangan pada kulit sekitar mulut, kelopak mata, alat genital, ambing pada hewan yang sedang menyusui dan medial kaki, pada tempat yang jarang ditumbuhi bulu.Selanjutnya peradangan ini berubah menjadi eritema, lepuh-lepuh pipih mengeluarkan cairan, membentuk kerak-kerak. yang mengelupas setelah 1 2 minggu kemudian. Pada selaput lendir mulut yang terserang, tidak terjadi pergerakan. Apabila lesi tersebut hebat, maka pada bibir yang terserang terdapat kelainan yang menyerupai bunga kool. Kalau tidak terkena Orf dan infeksi sekunder, lesi-lesi ini biasanya sembuh setelah penyakit tersebut berlangsung 4 minggu.

Terdapat 2 bentuk Fowl Pox, bentuk kering dan bentuk basah. Bentuk kering ditandai dengan bungkul-bungkul kecil berwarna keabu-abuan. Bungkul-bungkul ini kelihatan jelas pada kulit yang tidak berbulu. Lama-kelamaan bungkul mmembesar dan menjadi satu. akhirnya bungkul pecah dan menimbulkan keropeng. Pada bentuk basah akan ditemukan bungkul kecil berwarna putih didaerah mukosa saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Bungkul-bungkul kecil tersebut cepat membesar dan warnanya menjadi kekuning-kuningan. JIka diperhatikan, bungkul tersebut membentuk massa seperti keju sehingga cacar bentuk basah sering disebut sebgai bentuk difteritik. Pembentukan bungkul pada saluran pernapasan akan menyebabkan sesak napas

Kenaikan suhu tubuh diikuti oleh hewan tidak mau makan, timbulnya leleran hidung dan air mata. Ini diikuti oleh munculnya benjol atau nodul pada kulit. Jumlahnya bervariasi dan mungkin dijumpai di seluruh tubuh tetapi biasanya di sekitar mulut, mata, leher, punggung, kaki, dan dada bagian bawah. Penyakit sangat nyata pada bangsa sapi FH terutama pada pedet dan masa laktasi.Benjol bervariasi dari 0,5-5Cm, rambutnya berdiri tegak ke atas.Benjol cenderung membesar dan dapat bergabung dengan yang lain membentuk satu nodul keras. Nodul menjadi keras, terpisah dari kulit dan berakibat jaringan terasa sakit dan luka.Bengkak kaki, gelambir , ambing, dan scrotum (akibat oleh cairan) dan dapat terjadi pembesaran kelenjar limfa.Nodul kuning kelabu pembuat nanah mungkin diketemukan dalam selaput lender mulut. Hewan meneteskan liur dari lesi terinfeksi pada alat pernafasan.Hewan secara teraturb menurun kondisinya, air susu menjadi berkurang dan infeksi ambing dapat terjadi kemandulan.Kulit hewan pesakit sering menggambarkan nilai yang kurang berharga (menurun kualitasnya).

gejala pertama penyakit yaitu demam mencapai 410 C kemudian turun dan naik lagi setelah 18 jam. Biasanya nafsu makan berkurang, sakit dibagian perut diare disertai pendarahan, bernafas cepat dan kematian dapat mencapai 100%. Masa inkubasi penyakit pada infeksi alam sangat bervariasi dari beberapa bulan dan 1-5 tahun. Pada infeksi percobaan antara 7-34 bulan. Hewan terserang ditandai dengan gejala syaraf yang dapat terjadi dalam beberapa minggu atau muncul dalam keadaan stress.Hewan tiba-tiba kolaps dan tingkah lakunya berubah secara tiba-tiba. Rasa gatal-gatal pada kulit di daerah pantat, paha dan pangkal ekor dan bersifat bilateral. Selanjutnya otot-otot gemetar, gerak tidak normal dan kekurusan yang hebat. Bulu-bulu rontok akibat berbaring terus menerus dan mengais dengan jari kaki depan diikuti menggigit-gigit kaki depan. Hematoma telinga dan pembengkakan muka karena berbaring terlalu lama.Beberapa kasus hewan mengalami nystagmus akibat gerakan kepala berputar ke samping. Gejala lain yaitu hewan tidak mampu menelan, muntah dan buta.Gejala klinis yang timbul pada BSE adalah gejala neurologic. Sapi yang terinfeksi BSE akan mengalami penurunan waktu untuk ruminasi, peningkatan frekuensi menjilat lidah, bersin atau mendengus, nyengir (mengerutkan hidung), menggosokkan dan menggoncang kepala, dantooth grindingdimana semua gejala ini mengindikasikan adanya gangguan pada nervus trigeminus. Hewan yang dikekang menunjukkan respon yang berlebihan pada ancaman, refleks kornea, sensasi mukosa nasal, tidak tenang,head shynessdan menendang, pada hewan yang tidak direstrain menunjukkan respon yang berlebihan terhadap sesuatu yang mengejutkan baik visual audio, amupun sentuhan. Pada sapi penderita BSE juga mengalami penurunan produksi susu dan penurunan berat badan. Hewan yang yang terinfeksi BSE parah akan mengalami hypokine, menhghabiskan waktu dengan berdiam diri dan posisi kepala pada posisi rendah dan kaku, ekspresi muka yang tidak normal. Hewan juga akan mengalami ataxia, hypermetria, trjatuh dan mengalami pruritus pada bagian moncong.Lesio pada penyakit ini dapat diamati pada preparat histopatologi berupa spongiosis pada otak seperti lesio pada penyakit scrapie.

PatogenesaPatogenesa dari penyakit Orf adalah dermatitis yang ditandai oleh terbentuknya papula, vesikula pada ambing, puting susu, pustula dan keropeng daerah bibir, lubang hidung, kelopak mata, tungkai, perianal dan selaput lendir rongga mulut (Ressang, 1984). Penyakit Orf bersifat cepat menular. Masa inkubasi dari penyakit ini berlangsung selama 2-3 hari.Virus RVF yang menginfeksi sel inang, baik melalui gigitan vector atau kontak langsung, masuk ke limfoglandula yang terdekat melalui saluran limfe. Pada limfoglandula tersebut virus berkembang biak, kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah hingga mencapai target organ utama yaitu limpa dan hati. Predileksi virus terutama pada jaringan limfositik. Pada jaringan ini virus pertama kali melakukan reflikasi sebelum menyerang jaringan lain seperti plasenta, membrana fetus, hati, pankreas (Pulau Langerhans) dan sistem syaraf.Plasenta dan membrana fetus dari induk tertular mengandung virus dengan titer tinggi yang kemungkinan menjadi sumber penularan pada anak yang baru dilahirkan. Munculnya gejala kinis erat kaitannya dengan lamanya virus dalam sistem syaraf. Hewan yang terserang penyakit ini memperlihatkan peningkatan mRNA, apoliprotein E (apoE) dan Cathepsin D (CD) di dalam astrositPenyebab BSE blum diketahui secara pasti, teori yang paling banyak diterima adalah penyakit ini berhubungan dengan membran protein yang abnormal PrP (prion). Agen ini juga menyebabkan penyakit scrapie pada kambing dan domba, CJD pada manusia, Chornic wasting dissease pada rusa dan elk, dan transmisible mink encephalopathy pada cerpelai. Patogenesa penyakit ini belum diketahui secara pasti.

DiagnosaDiagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang ditemukan. Jumlah penderita yang biasanya lebih dari seekor dalam satu kelompok hewan sehingga memperkuat dugaan adanya Orf. Ukuran virus yang cukup besar dan bentuk virus yang spesifik, sehingga dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron juga memudahkan peneguhan diagnosa (Akoso, 1991). Pada domba dan kambing, lesi yang terlihat cukup spesifik, dapat didiagnosa secara klinik tanpa bantuan laboratorium.Diagnosa penyakit didasarkan pada gejala klinis dan patologi anatomi.Di laboratorium dengan melakukan isolasi virus cacar, pemeriksaan histopatologi (adanya badan inklusi yang bersifat eosinophilik intrasitoplasmik) dan uji serologi

Diagnose umumnya didasarkan pada nodul dan benjolan yang menciri. Ini sangat mudah membedakan dari penyakit kulit yang lain seperti kutu dan dermatophilosis (streptotrichosis.Pengobatan pengendalian dan pencegahanPengobatan yidak efektif, walaupun antibiotic dan sulfonamide akan mengatasi infeksi sekunder, dalam arti infeksi yang dihasilkan dari organism yang timbul selain virus aslinya.Vaksinasi adalah efektif untuk mencegah terjadinya penyakit.

Gejala yang menandakan peyakit tersebut adalah:Mortalitas tingi pada domba dan sapiTingginya angka abortusLesi hepatikLesi hepatik dan hemoragi merupakan tanda diagnostik yang penting. Beberapa uji yag dipakai untuk tujuan diagnosis yaitu serum netralisasi, Hemaglutinin Inhibisi, dan CF test

Penyakit ini didiagnosa berdasarkan epidemiologi, yaitu penyakit berjalan sangat lambat dan tingkat mortalitas yang tinggi. Berdasarkan gejala klinis yang ditandai dengan masa inkubasi panjang dengan gejala gatal-gatal, inkoordinasi anggota gerak dan kelumpuhan yang terjadi selama berlangsungnya penyakit. Disamping itu juga peneguhan diagnosa berdasarkan perubahan patologis dan transmisi percobaan.Antigen dalam air susu dan lekosit darah tepi kambing yang terinfeksi dapat dideteksi dengan AGP dan ELISA. Fibril dalam otak tertular dapat dideteksi dengan pemeriksaan mikroskop elektron. Dengan teknik baru yang dikembangkan seperti Western Immunoblotting, Immunohistochemical dapat mendeteksi protein prion (PrP ) menggunakan antiserum kelinci yang disiapkan dengan recombinant PrP subunit antigen. Perubahan ekspresi gen terhadap aktivasi astrosit dalam lesi patologis dapat diidentifikasi dengan In Situ hybridization dan immunohistokimia.

Epidemiologi-Sekali kelompok hewan diserang maka biasanya penyakit tetap endemic yang disebabkan oleh kontak antara hewan dan tahannya virus pada lingkungan luar.-Kerugian terjadi karena penurunan berat badan yang diakibatkan kesulitan makan karena lesi pada mulutdan bibir.-Laju prevalensi meningkat apabila lapangan pengembalaan mengandung banyak duri yang dapat melukai bibir hewan sebagai tempat masuknya virus.

penyakit RVF dilaporkan terdapat di beberapa Negara di Afrika seperti Uganda, Zimbabwe, Kenya, Nigeria, Ibadan, Namibia, Mosambik, Zambia, Afrika Selatan, Somalia, Tanzania, Zaire, Sudan dan Mesir. Negara Indonesia masih bisa dikatakan sebagai Negara bebas penyakit RVF. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan penyakit RVF masuk Indonesia, karena adanya impor hewan hewan eksotik seperti iguana dan hewan hewan untuk keperluan kebun binatang. Penyakit scrapie pada domba telah diketahui sejak lebih dari 200 tahun lalu. Penyakit ini sebelumnya tidak banyak mendapat perhatian, namun semenjak ada kasus BSE di Inggris maka perhatian para ilmuwan dan pembuat kebijakan veteriner terhadap scrapie meningkat karena diasumsikan bahwa sapi yang terserang BSE karena makan tulang dan daging yang mengandung material dari domba yang tertular scrapie.Penyakit ini tersebar luas dan bersifat enzootik di Inggris, Belanda, Australia, New Zealand, Amerika Utara dan Selatan termasuk 29 negara bagian di Amerika Serikat, India dan Afrika Selatan. Di Indonesia belum pernah dilaporkan.

PencegahanPencegahan penyakit dapat dilakukan dengan pemberian autovaksin pada daerahdaerah enzootic. Vaksin ini dibuat dari keropeng kulit yang menderita, dibuat tepung halus dan disuspensikan menjadi 1 % dalam 50 % gliserin. Vaksinasi pada hewan muda dilakukan berupa pencacaran kulit, diadakan pada kulit di daerah sebelah dalam paha, sedangkan pada hewan dewasa dilakukan disekitar leher, beberapa minggu sebelum masa penyusuanAyam penderita harus segera dipisahkan dari ayam yang sehatKandang dan peralatan yang tercemar dibersihkan dan disuci hamakan dengan desinfektan atau disemprot dengan insektisida untuk mengurangi populasi lalat.Lakukan vaksinasi cacar pada anak ayam

Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi. Di daerah endemic, vaksinasi dapat dilakukan dengan menggunakan vaksin yang telah diatenuasi, sedangkan di Negara yang masih bebas infeksi virus RVF, vaksin dan diagnosis penyakit harus menggunakan antigen atau virus mati. Hewan yang sakiit dipisah dan dipotong paksa, kandang atau tempat padang pengembalaan harus dikosongkan selama 2 bulan. Kandang didesinfeksi dengan larutan desinfektan kuat. Pencegahan adalah cara terbaik bagi penyakit BSE/PRION, karena hingga kini belum ada obatnya. Maka langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan:1. Meminimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk & alat medis yang berasal dari sapi seperti: Seleksi sumber material dari sapi, penggunaan material dari sapi, kondisi pengumpulan material asal sapi dan besarnya material asal sapi yang digunakan, cara pemberian/penggunaan material asal sapi.2. Meminimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk & alat medis yang berasal dari manusia seperti:a)Resiko transmisi dari CJD akibat penggunaan peralatan/ instrumen, hormn pituitary dan durameter.b)Resiko transmisi dari CJD akibat penggunaan darah dan produk darah.

PemberantasanHewan yang menunjukkan gejala sakit segera dipisahkan dari hewan yang sehat, agar perluasan penyakit dapat dibatasi. Di samping itu, tempat penggembalaan yang tertulari sebaiknya tidak dipakai lagi untuk jangka waktu lama, mengingat bahwa virus Orf masih dapat hidup beberapa bulan di udara luar. Daerah sekitar terjangkit segera diberi vaksinasi massal agar penyakit dapat dikendalikan dan tidak menjalar lebih luas. Hewan yang mati karena penyakit ini segera dibakar atau dikubur dalamApabila suatu peternakan tertular cacar tetapi yang menunjukkan gejala klinis sedikit,vaksinasi dapat dilakukan terhadap individu yang tidak menunjukkan gejala. Beberapa hari setelah vaksinasi biasanya pada daerah aplikasi vaksin muncul lesi cacar yang bersifat ringan.

Pelayuan daging yang telah dipotong di rumah potong hewan dapat menurunkan pH sengga dapat membantu menginaktifkan virus RVF pada organ. Lalu lintas ternak dan manusia dari Negara endemic ke Negara bebas atau sebaliknya perlu mendapat perhatian dan penanganan agar infeksi RVF tidak menyebar ke daerah bebas RVF. Tidak ada obat yang efektif untuk penyakit ini.Vaksin untuk scrapie saat ini belum tersedia. Belum ada treatment yang efektif untuk BSE. Untuk tujuan pengendalian dan animal welfare maka sapi yang terinfeksi dieutanasia.