Tugas Akhir Binter (1)
-
Upload
anggadewiputri -
Category
Documents
-
view
35 -
download
2
description
Transcript of Tugas Akhir Binter (1)
PT GDE & KADEK BROTHERS
Sejarah Pembentukan Perusahaan
Gde terjun ke dunia bisnis saat masih belia, 32 tahun lalu. Panggung bisnis sejatinya
dimasukinya secara kebetulan. Pertama kali mengenal Kuta saat berusia 17 tahun. Ketika itu
sulung dari dua bersaudara ini bekerja sebagai pencuci piring di sebuah resto di Kuta.
Pergaulannya dengan turis dan kaum hippies membuka wawasan bisnisnya.
Gde yang jebolan Arsitektur Universitas Udayana kemudian bekerja di perusahaan
kontraktor yang menggarap pertamanan hotel di Sanur dan Kuta. Ia nyambi berjualan kotoran
sapi yang mengharuskannya keluar masuk rumah petani mengumpulkan kotoran sapi.
Kegiatan itu justru membuatnya tahu betul siapa-siapa pemilik tanah di kawasan Kuta yang
kemudian menjadi modal besar baginya memulai dan mengembangkan bisnisnya di Kuta.
Saat mengerjakan proyek taman Hotel Sanur Beach, mimpinya mulai ia ukir yaitu ingin
mendirikan usaha perhotelan.
Memenangi sayembara desain Hotel Kuta Palace, membentangkan jalan kariernya.
Selain dapat hadiah uang, Gde juga ditunjuk sebagai wakil pemilik untuk mengawasi
pembangunan hingga pengurusan izin dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bank.
Gde pun menyerap banyak pembelajaran untuk memulai bisnis. Cita-cita besar pun ia
canangkan: membangun bisnis yang terkait dengan pariwisata. Sembari bekerja di Kuta
Palace, ia rajin mengikuti sayembara dan menang. Ia antara lain memenangi sayembara
desain Tugu Pahlawan Surabaya, patung Pahlawan Puputan Denpasar, proyek Transito NTB,
Gedung Wanita Bali, hingga renovasi suite room kepresidenan Amerika Serikat saat Ronald
Reagan menjabat presiden.
Hadiah uang dan hasil tabungannya selama bekerja lalu dipakainya untuk mengontrak
tanah di Gang Poppies dan membangun penginapan kecil yang kini dikenal sebagai Hotel
Bounty (bounty = keberuntungan). Pariwisata Bali booming tahun 1990 memuluskan jalan
Gde membangun kerajaan bisnisnya. Bersama adik kandungnya, I Made Wiranatha, ia
mendirikan PT Gde & Kadek Brothers. Kejelian mengendus peluang mengguritakan
bisnisnya.
1
Julukan sebagai Raja Leisure Bali pun tersemat. Pasalnya, selama lebih dari tiga
dasawarsa, bisnis yang digelindingkan Gde dan Kadek banyak bersentuhan dengan dunia
leisure dan pariwisata. Dalam perjalanan bisnisnya, mereka kerap menjadi pionir. Sebut saja
pub. Double Six adalah klub pertama di Kuta, Bali. Mereka juga yang pertama
menggelindingkan bisnis taksi. Ketika itu tentu saja idenya banyak ditentang. Masyarakat
Bali belum terbiasa dengan budaya taksi. Belum lagi mereka harus berbenturan dengan
pengusaha dan sopir angkot. Toh, akhirnya langkah Gde dan Kadek malah diikuti perusahaan
sejenis. Sebelum akhirnya bisnis taksinya ditutup, mereka sempat merajai bisnis taksi dengan
800 armada.
Langkah berani Gde dan Kadek tak lantas mandek. Pada 2003 mereka masuk bisnis
penerbangan. Lewat PT Air Paradise International dan PT Air Paradise Indonesia, mereka
mengantongi dua izin penerbangan. Tak tanggung-tanggung, Gde dan Kadek langsung
mengoperasikan empat pesawat Airbus seharga masing-masing Rp 400 miliar. Semula,
Paradise Air yang akan melayani rute Denpasar ke kota-kota di Australia, Jepang, Eropa,
Amerika Serikat dan Afrika ini akan terbang perdana Oktober 2002. Kejadian Bom Bali 1
membuyarkan rencana tersebut.
Baru pada 16 Februari 2003, Paradise Air mengangkasa. Gde dan Kadek melihat
setelah peristiwa 12 Oktober 2002, banyak maskapai yang mengurangi frekuensi
penerbangan ke Bali. Selain mengambil peluang yang terbentang, Gde dan Kadek juga
tergerak untuk menggeliatkan kembali pariwisata Bali dengan memboyong wisman. Paradise
Air melayani rute Denpasar-Sydney, Denpasar-Brisbane, Denpasar-Adelaide, Denpasar-
Melbourne, Denpasar-Perth, Denpasar-Incheon (Korea), Denpasar-Kansai dan Denpasar-
Haneda (Jepang). Air Paradise Internasional sudah dianugerahi PATA (Pacific Asia Travel
Association) Award kategori “Excellent“ dari PATA Bali, 23 Oktober 2003. Sebulan
kemudian, November 2003, penghargaan internasional juga datang dari Travel Trade Gazette
(TTG) atas keberanian dan kesuksesan Kadek Wiranatha meluncurkan maskapai
penerbangan. Atas alasan yang sama, Dinas Pariwisata Bali juga menganugerahi Kadek
Wiranatha sebuah penghargaan Karyakarana Pariwisata atas jasa kepeloporannya bagi
pariwisata Bali. Sejumlah pengusaha bahkan sempat berencana menanamkan saham di Air
Paradise, guna mewujudkan cita-cita agar Bali memiliki maskapai penerbangan sendiri.
Tujuannya, agar rute-rute potensial yang tak dipedulikan Garuda Indonesia, dapat diterbangi.
2
Dengan pangsa pasar terbesar Australia, Paradise Air telah menerbangkan lebih dari 20
ribu penumpang Australia per bulannya. Load factor penumpang pesawat Paradise Air rata-
rata mencapai 75% dari jumlah tempat duduk setiap pesawat yang mencapai 277 seat. Meski
pemain baru, Paradise Air banyak diganjar penghargaan, antara lain Pacific Asia Travel
Association Award kategori Excellent dari PATA Bali, dan Travel Trade Gazette.
Pada Oktober 2005, Gde dan Kadek kembali terpuruk. Bali untuk kedua kalinya
berdarah. Kuta kembali dibom. Bisnis di Bali kembali redup, juga bisnis Gde dan Kadek
pastinya. Yang paling tragis adalah kelangsungan Paradise Air. Peristiwa berdarah 1 Oktober
2005 membuat okupansi Paradise Air merosot tajam, tinggal 10%. Sekitar 12.800 penumpang
mengajukan pembatalan yang otomatis pihak Paradise Air harus me-refund seluruh tiket yang
sudah terjual. Keputusan pahit pun segera diambil. Pada 23 November 2005, Paradise Air
ditutup.
Saat ini, mereka hanya memiliki empat hotel, lima pub termasuk diskotik, beberapa
resto termasuk Ku De Ta, satu biro perjalanan dan satu cruise. Meski boleh dibilang
bisnisnya menciut, sejatinya Gde dan Kadek tetap berkibar. Semua pubnya – terutama
Paddy’s – tetap menjadi tempat favorit kongko wisman. Paddy’s sampai sekarang saban
malam disambangi 1.000 - 1.300 pengunjung. Pub lain miliknya juga banjir pengunjung.
Double Six dan Gado-Gado, diskotik yang dirancang terbuka dilengkapi kolam renang dan
menara untuk bungy jumping sampai kini masih berkilau.
Ku De Ta, resto mewah di pinggir Pantai Seminyak – bahkan diakui Gde dan Kadek,
paling mahal di dunia – juga menjadi favorit kalangan high socialite Jakarta. Ku De Ta
dibesut Gde dan Kadek tahun 1994. Waktu itu selama empat tahun resto ini tidak jalan.
Sementara Bounty Cruises, pionir kapal pesiar di Bali ini juga tetap merajai wisata ke Nusa
Lembongan. Dalam sehari, Bounty yang berkapasitas 600 orang melakukan cruise dua kali:
ke Nusa Lembongan dan santap malam. Dua paket cruise yang ditawarkan Bounty ini
diminati banyak wisman. Dalam pengamatan SWA, 200-an orang menikmati cruises dinner.
Sementara untuk paket ke Nusa Lembongan lebih banyak lagi. Selain menikmati makan
siang dan hiburan di kapal, mereka juga bisa berekreasi dan olah raga air, seperti jetski,
banana boat, snorkeling, menyelam dan lainnya. Bounty menggandeng biro travel yang
umumnya memasukkan paket perjalanan wisata di Bali.
Dijelaskan Gde dan Kadek, awal membesut Bounty pada 1999, mereka mendapat
cibiran banyak orang. Pasalnya, selain investasinya besar, wisata kapal pesiar belum populer
3
dan marak seperti sekarang. Gde dan Kadek membeli kapal pesiar supermewah dari Australia
itu pada 1996 seharga Rp 260 miliar. Tahun 1999, Bounty baru beroperasi. Selain itu, Gde
dan Kadek juga memiliki tiga kapal kecil yang mereka sewakan seharga masing-masing Rp
7,5 miliar, Rp 8 miliar dan Rp 9 miliar. Umumnya para wisman yang menyewa kapal milik
Gde dan Kadek untuk menikmati keindahan Bali.
Sementara empat hotelnya, menurut Gde dan Kadek, berjalan sesuai dengan yang
diharapkan di tengah persaingan bisnis hotel di Bali yang makin keras. Menurut Gde dan
Kadek, kalau diurutkan, saat ini bisnis pub memang berkontribusi paling besar.
Pasang surut perjalanan bisnis dirasakan benar oleh kedua bersaudara ini. Bom Bali 1
disusul Bom Bali 2 adalah pukulan terberat bagi Gde. Dampak peristiwa pemboman itu
membuat Bali tertidur berbulan-bulan. Kunjungan wisman merosot tajam menyusul travel
warning yang ditiupkan beberapa negara. Bali terpuruk. Bali digerakkan oleh pariwisata.
Begitu sektor yang menggerakkan Bali ini lumpuh, tak ayal pelaku industri pariwisata bak
kehilangan darah. Kerajaan bisnis yang dibangun mereka bertumpu pada pariwisata. Bersama
sang adik, I Made Wiranatha, lebih dari seperempat abad, Gde telah ikut memberi warna bagi
ingar-bingar pariwisata Bali dengan puluhan hotel, resto dan pub di bawah bendera PT Gde
& Kadek Brothers.
Berapa kerugian Gde dan Kadek akibat pemboman itu? Mereka mengaku tak pernah
menghitung berapa besar kerugiannya. Yang paling membuatnya terluka adalah saat
tempatnya yang menjadi sasaran bom. Belum lagi hari-harinya yang kemudian disibukkan
dengan pemeriksaan dari polisi dan militer. Selama lebih dari 60 hari mereka harus berurusan
dengan polisi, militer dan wartawan. Sebagai pemilik tempat sasaran pemboman, mereka
harus siap siaga ketika dipanggil polisi. Dini hari pun mereka harus siap siaga ketika polisi
membutuhkan keterangannya. Begitu pun wartawan lokal, nasional ataupun mancanegara
yang terus-menerus memburunya. Energinya pun terkuras untuk urusan tersebut.
Meski ada juga yang menilai ide bisnisnya sebagai misi mustahil (mision impossible),
Gde dan Kadek bergeming. Pariwisata adalah denyut nadinya, mereka sangat paham
kebutuhan industri itu, dan Bali sebagai sebuah destinasi dunia terus bergerak mengikuti
kebutuhan pasar. Dari mulai klub, diskotik, pengadaan taksi, kapal pesiar, sampai
penerbangan, semua bertumpu pada poros pariwisata Bali.
4
Gde Wiratha sendiri sekarang tengah asyik menikmati bisnis fotografi. Pengembangan
bisnis yang diberi label Mata Dewa Photography ini sepenuhnya di bawah kendali anaknya.
Mata Dewa melayani jasa workshop, studio, dan sewa peralatan fotografi.
Gde dan Kadek telah mendapatkan semuanya. Kesuksesan, relasi internasional, dan
perjalanan ke berbagai belahan dunia telah menjadi bagian kesehariannya. Toh, akar budaya
Balinya masih tetap kuat. Gde dan Kadek tak segan meninggalkan semua atributnya sebagai
pengusaha sukses jika berhubungan dengan masalah keagamaan dan sosial kemasyarakatan.
Jenis Perusahaan
I Gde Wiratha dan Kadek Wiranatha merupakan pendiri PT Gde & Kadek Brothers yang
beroperasional di Bali. Adapun jenis usaha yang termasuk di bawah naungan bendera PT Gde
& Kadek Brothers antara lain:
1. Bidang usaha pariwisata (penginapan, biro perjalanan, restoran kafe, kapal pesiar, dan
penerbangan).
2. Group Bounty (Bounty Hotel, Hotel Barong, Dewi Sri Cottages, Vila Rumah Manis,
Bounty Cruises, Paddy’s Cafe, Sari Club, Bounty Mall, Double Six, Gado Gado
Restaurant, AJ Hackett Bungy, taksi Pan Witri dan Praja Taksi),
3. Biro perjalanan Calvin Tour & Travel, Bali Safari Rafting, Air Paradise International.
Berencana membangun kembali Sari Club – yang dibom teroris pada 2002 – dan
sirkuit balap F1.
4. Bidang usaha jasa (Rumah Cuci Laundry – Hotel Food Suppliers – Indo Wine –
Stussy Garment Industry – Engine Room Club – Embargo Club – Paparazzi Lounge –
Double Six Club – Bounty Discotheque – Bacio Lounge – Paddy’s Club – Agro
Bisnis Strawberry – Montessori International School – Taxi Praja – Panwirthi Taxi –
Bounty Hotel – Barong Hotel – Dewi Sri Hotel – Ida Hotel – Gili Meno Bungalow –
Bounty Cruises – Kudeta Restaurant – Gado-Gado Restaurant – Vanila Bean Exporter
– Bali Advertiser Media – Sari Club – Rivoli Club – Jaan Club – Villa Rumah Manis
– Aj Hackett Bungy Jumping – Gili Rengit Water Sport Recreation Island Resort –
Lembongan Recreation Poonton – Air Paradise International – The Breeze Hotel
(Contiki) – Syndicate Lounge – Tepi Pantai Restaurant – Unipara Cargo.
Semua bidang usaha yang didirikan oleh I Gde Wiratha dan Kadek Wiranatha
bertumpu pada bidang pariwisata di Bali, bahkan bidang udaha yang mereka geluti sudah
sampai pada tingkat internasional. Menurut keyakinan mereka, pariwisata adalah denyut
nadinya dan Bali sebagai sebuah destinasi dunia terus bergerak mengikuti kebutuhan pasar.
5
Dari mulai klub, diskotek, pengadaan taksi, kapal pesiar, sampai penerbangan, semua
bertumpu pada poros pariwisata Bali.
Bentuk Badan Hukum Perusahaan
Sesuai dengan namanya, PT Gde & Kadek merupakan suatu badan usaha berbentuk
Perseroan Terbatas (PT), ciri-ciri dari PT antara lain:
Tujuan utamanya mencari laba (Komersial)
Kewajiban terbatas pada modal tanpa melibatkan harta pribadi
Modal dan ukuran perusahaan besar
Kelangsungan hidup perusahaan PT ada di tangan pemilik saham
Dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki bagian saham
Kepemilikan mudah berpindah tangan
Mudah mencari tenaga kerja untuk karyawan/pegawai
Keuntungan dibagikan kepada pemilik modal/saham dalam bentuk dividen
Kekuatan dewan direksi lebih besar daripada kekuatan pemegang saham
Sulit untuk membubarkan PT
Pajak berganda pada pajak penghasilan/pph dan pajak deviden
Sumber Daya Manusia
Karyawan dari PT Gde & Kadek Brothers lebih dominan adalah orang lokal (Bali),
alasannya adalah karena mereka memiliki prinsip tidak akan pernah mau menjadi pebisnis
yang sukses di luar tetapi dia tidak punya arti di daerahnya sendiri. Bagi Gde dan Kadek,
mereka lebih baik menjadi pengusaha di daerahnya sendiri, kendati kecil, tetap memberikan
manfaat bagi Pulau Bali, salah satunya dengan jalan memberikan kesempatan bagi
masyarakat Bali untuk ikut berkecimpung dalam memajukan pariwisata di Bali dengan jalan
bergabung dengan keluarga besar PT Gde & Kadek Brothers. Maka, dalam setiap bisnisnya,
ia selalu mengangkat kultur dan budaya Bali untuk memberikan napas bagi segala upayanya
memajukan pariwisata Bali. Menurut Gde, Bali bisa dijadikan pusat pariwisata Asia karena
pariwisata Bali didasarkan pada adat istiadat dan kebudayaan. Prinsip ini menurut Gde akan
membuat semakin banyak orang yang merasakan dampak ekonomi, termasuk karyawannya.
Walaupun sebagian besar karyawannya berasal dari Bali, tetapi Gde dan Kadek tidak
menutup kesempatan bagi warga luar Bali yang ingin bekerja di perusahaan mereka,
contohnya saja salah satu pramugari Air Paradise asal Jakarta bernama Ida Heriyanti, yang
6
telah menjadi pramugari Air Paradise sejak awal pembentukan maskapai serta beberapa pilot
yang memang dipekerjakan dari luar Bali.
The Breeze Hotel (Contiki), Villa Rumah Manis, Hotel Barong, Hotel Dewi Sri,
Double Six Club, Paddy’s Club, Diskotek Bounty, Aj Hackett, Bali Safari Rafting, Calvin
Tour and Travel, Unipara Cargo, Bounty Cruises, Stussy Garment Industry, Paparazzi
Lounge, Bacio Lounge, Gili Rengit Water Sport Recreation Island Resort, Lembongan
Recreation Poonton, Montessori International School, Rumah Cuci Laundry, Hotel Food
Supplier, Agrobisnis Strawberry, Vanila Bean Exporter, Restoran Gado-Gado, Tepi Pantai
dan Ku De Ta merupakan sebagian kerajaan bisnisnya yang kalau ditotal tidak kurang dari 38
perusahaan dengan lebih dari 7 ribu karyawan (40 orang di antaranya ekspat dari luar negeri).
Modal Awal Perusahaan sampai Ujian Kesabaran dari Bom Bali
I Gde Wiratha, seorang pengusaha dan Ketua Perhimpunan Hotel Dan Restoran
Indonesia pemilik Paddy’s Cafe di Jl.Legian, Kuta, Bali. Tragedi Bom Bali tanggal 12
Oktober 2002 yang meluluh lantakan kafenya membuat ia merugi puluhan miliyar rupiah.
Padahal jaringan bisnisnya dengan 30 anak perusahaan mempekerjakan 3000 karyawan yang
sebagian besar berkutat di bidang pariwisata.
Ia memang pengusaha yang tahan banting dengan membangun usahanya kembali
dengan modal 100 miliar rupiah. Sejak kecil sampai remaja ia telah menjalani berbagai
profesi mulai dari penjual buah, kernet bia Damri, pembuat sepanduk, pekerja pom bensin,
penjaga pintu bioskop, pencuci piring hotel, sampai pemasok pupuk kandang pun ia jalani.
Namun nasibnya mulai berubah cerah ketika sebagai mahasiswa Universitas Udayana
ia terpilih sebagai pemenang lomba Desain Pembangunan Hotel Jayakarta (Kuta Place Hotel)
tahun 1973 dan mendapatkan hadiah sebesar 15 juta rupiah, betapa besarnya nominal itu di
tahun 70-an bagi seorang mahasiswa. Setelah bisa mendirikan perusahaan Gde and Kadek
Brothers ia mulai membuka restoran yang dinamai Bounty, setelah sukses ia melebarkan
sayapnya dengan membangun Hotel Bounty, diskotik, perusahaan taksi Praja, perusahaan
garmen, Vila Rumah Manis, dan jasa penyebrangan menggunakan kapal cepat Bounty Cruise
yang menelan dana 9,6 juta dolar AS. Meski dihantam berbagai gelombang krisis ekonomi
1997, bom bali 2002, wabah penyakit SARS ia merencanakan pembangunan Paradise
Airline.
7
Lampiran Gambar
8
9
DAFTAR PUSTAKA
http://swa.co.id/profile/jalan-keyakinan-sang-maestro (diakses 21 April 2015)
https://natahbali.wordpress.com/ (diakses 25 April 2015)
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_usaha (diakses 25 April 2015)
http://warnawarnibali.blogspot.com/2005_12_01_archive.html (diakses 2 Mei 2015)
https://www.facebook.com/PupukSawit/posts/472825822799801 (diakses 2 Mei 2015)
10