tugas #1 kwirausahaan

13
Budidaya Lele Sangkuriang Fauzan Hangriawan Fauzan Hangriawan memang pemuda yang berani coba- coba. Sejak kecil dia telah diajarkan untuk selalu berusaha sendiri. Pria kelahiran Pontianak 27 tahun silam ini memang menjadi sosok yang doyan berbisnis. Sejak remaja, tepatnya di bangku SMP di Lampung, ia kerap membantu orang tuanya berjualan kelapa dan beras. Di SMA, dia telah memberanikan membuka usaha sendiri dari menjual sepatu, kuliner, hingga usaha percetakan, dilakoninya. Meski tidak bertahan lama, Fauzan tetap tak kapok menggeluti bisnis baru setiap ada kesempatan. Bisa dibilang berbisnis menjadi passion nya kini hingga sukses berbisnis ikan lele. Bisnis ikan lele Sangkuriang dibawah bendera Sylva Farm Bangun Bangsa yang bisa dibilang bermodal minim. Dari modal Rp.1,5 juta, ia membeli bibit lele sendiri, membeli 1.000

description

kewirausahaan

Transcript of tugas #1 kwirausahaan

Budidaya Lele Sangkuriang Fauzan Hangriawan

Fauzan Hangriawan memang pemuda yang berani coba- coba. Sejak kecil dia telah diajarkan untuk selalu berusaha sendiri. Pria kelahiran Pontianak 27 tahun silam ini memang menjadi sosok yang doyan berbisnis. Sejak remaja, tepatnya di bangku SMP di Lampung, ia kerap membantu orang tuanya berjualan kelapa dan beras. Di SMA, dia telah memberanikan membuka usaha sendiri dari menjual sepatu, kuliner, hingga usaha percetakan, dilakoninya.

Meski tidak bertahan lama, Fauzan tetap tak kapok menggeluti bisnis baru setiap ada kesempatan. Bisa dibilang berbisnis menjadi passion nya kini hingga sukses berbisnis ikan lele. Bisnis ikan lele Sangkuriang dibawah bendera Sylva Farm Bangun Bangsa yang bisa dibilang bermodal minim. Dari modal Rp.1,5 juta, ia membeli bibit lele sendiri, membeli 1.000 bibit lele, pakan lele, dan terpal untuk pembuatan satu kolam di belakang rumah.

Bisnis yang digeluti sejak 2009 ini tidak lah berjalan sebaik seperti yang dipikirkan. Pria yang ternyata lulusan Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Jakarta, ini tetap menggeluti bisnisnya meski leleny lebih banyak yang mati. "Pengetahuannya saya tentang budidaya lele sangat terbatas waktu itu. Tapi, saya bertekad mencobanya," ceritanya. Ketika itu, hanya 40 persen bibit lele yang mampu bertahan di awal percobaan. Meski begitu, selang tiga bulan, Fauzan berhasil menikmati hasil panen seberat 40 kg lele.

Kali ini sukses pembibitan lebih baik sehingga menghasilkan untung. Melihat hasil yang cukup menggiurkan inilah, Fauzan memutuskan terus menggeluti budidaya lele.

Suatu saat dia menemukan berita tentang lele Sangkuriang. Menurutnya, kala itu, varietas lele Sangkuriang merupakan varietas terbaik. Bahkan, hasil riset pemerintah yang ia pernah baca telah menyebutkan, masa panen jenis lele ini lebih cepat, yakni hanya dua bulan saja. Daya tahan terhadap berbagai penyakit dan perubahan suhu pun lebih baik dibandingkan jenis lain, seperti lele dumbo.Sukses dari hobi

Ternyata kisah sukses berternak ikan lele itu karena memang sudah jadi hobi. Bagi Fauzan beternak ikan air tawar bukanlah yang pertama, meski pertama untuk ikan lele. Dia sudah senang membudidaya ikan- ikan air tawar hingga melihat propsek dari ikan lele. Meskipun telah banyak yang terjun di bisnis budidaya ikan lele, permintaan itu terus tumbuh. Jadilah Fauzan semakin gemas untuk memulai bisnis ini sendiri.

Tak puas akan hasil yang lebih banyak gagal membuatnya menyempatkan diri berguru kepada orang lain. Tepat di November 2009, ia bertemu Nasrudin, seorang pembudidaya lele Sangkuriang di Bogor. Nah, dari dia lah, Fauzan mencetak untung lebih besar dengan leleng Sangkuriang. Agar lebih mahir memelihara jenis lele ini, dia belajar langsung dari pusat lele Sangkuriang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar, Sukabumi.

Ia mendapatkan banyak hal dari sini. Yang tadinya hanya sekedar hobi, kini sudut pendangnya jadi lebih luas. Kini ia memandang apa yang dikerjakan bukan sekedar hobi tapi bisnis. Fauzan belajar memperhatikan betul berbagai hal seperti siklus panen lele Sangkuriang. Ia menjelaskan masa panen Sangkuriang lebih cepat dua bulan dibading lele biasa yang tiga bulan. Untuk meningkatkan kepercayaan dibangunlah Sylva Farm Bangun Bangsa yang mempekerjakan masyarakat sekitar lingkungannya.

Dia tak pelit berbagi ilmu mengenai cara budidaya lele kepada setiap pembeli. "Saya berpikir, setiap orang yang beli benih lele dari saya, harus bisa membudidayakannya sampai panen," ujarnya. Seiring berjalannya waktu, cara pemasaran juga dibuat lebih rapih. Fauzan menjual benih lewat internet dan pameran-pameran wirausaha. Dia pun mengaku, tampil di media massa menjadi salah satu cara pemasaran yang ampuh untuk menggenjot penjualan.Hambatan bisnis

Kendala terbesar dalam usaha budidaya lele ialah membangun kolam. Fauzan pernah mengalami kekurangan lahan untuk kolam. Maklum saja, tanah kosong di Jakarta memang sulit ditemukan. Maka untuk mengakali hal itu diboyongnya bisnis ke Bogor. Meski cukup jauh dari kediamana, di tempat tersebut masih lebih luas kesempatan untuk berkembang. Kesulitan lainnya yang kerap dialami adalah kondisi cuaca.

Pria 26 tahun ini bilang, perubahan suhu atau cuaca yang kerap tak menentu sehingga merepotkan. Misalnya, saat musim hujan, air hujan membawa kandungan asam. Ketika air hujan dengan derajat keasaman cukup tinggi itu jatuh ke kolam lele, tingkat keasaman alias pH air pun akan berubah. "Standar keasaman pH air untuk kolam lele itu harus 6 - 8, tapi saat hujan turun, pH-nya bisa turun ke level 5. Ini bisa mengakibatkan kematian pada lele," bebernya.

Kendala lainnya, yaitu karakter pembudidaya. Menurut Fauzan, tidak semua petani punya perhatian khusus pada lele yang dipeliharanya. Perlu diketahui ia tidak lah bekerja sendiri. Dia mengajak kerja sama 30 orang pembudidaya dari Jakarta dan Bogor. "Tentu menjadi masalah jika harus menjaga kualitas kesemuanya dimana setiap pembudidaya punya karakter berbeda. Ini tantangan bagi saya, mengubah petani menjadi pebudidaya yang memiliki rasa kasih sayang terhadap lele sebagai makhluk hidup," ucapnya.

Kini, dalam sebulan, Sylva Farm bisa memproduksi 600.000 ekor bibit lele. Harga bibit ditentukan berdasar ukuran. Misal, bibit berukuran 5-6 centimeter (cm) dibanderol Rp 160 per bibit. Sementara, bibit ukuran 7-8 cm dijual Rp 200 per bibit. Tak hanya itu, saban hari, Fauzan juga memproduksi 3- 4 kuintal lele berukuran siap konsumsi seharga Rp 17.000 per kilogram. Jadi, saban bulan, dia bisa mengantongi omzet sekitar Rp 200 juta.

Pelanggannya tak hanya tersebar di wilayah Indonesia, tapi juga dari Bangladesh dan Malaysia. Di tahun 2009 saja, Fauzan telah menghasilkan omzet ratusan juta rupiah dari budidaya lele. Bisnis lelenya terbilang lancar karena kebutuhan pasar yang tinggi. Lewat pola kemitraan, ia mencoba membantu secara aspek sosial dan berhasil. Dibawah binaan Fauzan, para pembudidaya lele jadi lebih bersemangat serta lebih mudah menjual panennya.

Ia yang melek teknologi lebih memahami cara terbaik untuk memasarkan lele hasil produksi mitra. Fauzan menjelaskan, sebelum menjadi pembudidaya lele, mitra binaan adalah mereka para petani palawija. "Saya senang bisa berbagi pada mereka," tuturnya. Hingga saat ini, Fauzan rajin melakukan pendampingan usaha kepada para petani binaannya itu. Belakangan ini, ia menyosialisasikan penggunaan teknologi bioflok yang selama ini lebih populer untuk budidaya udang.

Bicara tentang ekspansi ia telah memikirkan banyak hal termasuk mencoba meningkatkan hasi produksi lelenya. Ke depan, ia telah merencanakan produksi lelenya, termasuk milik mitra binaan bisa mencapai lima hingga 10 ton per hari. Bila produksi lele sudah berhasil digenjot dalam jumlah itu, Fauzan berniat ekspansi olahan produk lele. Salah satu komoditas olahan lele yang kini diliriknya adalah sarden lele.

Ia tertarik lantaran produk olahan lele belum pernah ada di pasaran Indonesia. Sementara permintaan dari luar negeri justru cukup tinggi, tinggal menunggu realisasi saja. "Kami sudah punya peminat di Taiwan," ucapnya. Rencana ini akan dimatangkan hingga terealisasi dalam waktu dua hingga tiga tahun mendatang. Untuk mendukung rencana ekspansinya itu, Fauzan pun gencar menggandeng petani sebagai mitra binaan. "Saya mau fokuskan produksi di Bogor, sementara Jakarta pemasaran," ujarnya

Nicholas Kurniawan termasuk orang yang keras kepala dalam berbisnis. Keras kepala selalu berusaha walau halangan itu pasti ada. Sebagai entrepreneur, pengusaha karirnya terbilang termasuk cukup unik memulai semuanya dari sebuah thread di situs Kaskus. Kini, setiap bulan, anak muda yang akrab disapa Niko ini, bisa menjual seribu ekor ikan hias berbagai jenis ke Singapura, Thailand, Taiwan, Hong Kong, serta beberapa negara Eropa seperti Yunani belanda dan inggris.

Dari 2003, mulai iseng menjual ikannya melalui forum jual beli Kaskus. Sedikit seperti dongeng, dia yang kala itu masih duduk di bangku SMA, mulai aktif menjual ikan hias di situs tersebut. Awalnya cuma coba- coba tapi, eh, sukses itu nyata. Dari berbisnis macam- macam, pernah pula ikut MLM, kesemuanya dia lalui disepanjang karirnya, membangun mentalnya jadi seorang pedagang tangguh.

Pria kelahiran Jakarata, 29 Januari 1993, bukanlah seorang anak yang manja. Dia ingat betul bagaimana keluarganya yang sering bertengkar hingga terdengar kata cerai. Semua itu karena masalah ekonomi, dia bahkan pernah mendapat surat teguran karena menunggak uang sekolah. Niko yanga masih memiliki kesadarannya tak tergoda godaan khas anak remaja yang datang silih berganti.

Dia yang selalu melihat pertangkaran, yakin walau sering terjadi pertengkaran di rumah. Ia yakin kedua orang tuanya sangatlah menyayangi anak- anak mereka. Inilah alasan yang menjauhkannya dari pergaulan bebas. Dia memilih bekerja membantu meringankan beban keluarga.

Keadaan serba terbatas membimbing Nicholas Kurniawan mandiri. Dia mulai memilih berusaha sendiri sebagai wirausaha. Dari kelas 2 SD, di usia 7 tahun ia sudah berjualan mainan untuk membeli mainan baru. Dia pernah menjual baju, donat, kue buatan mama di saat SMP. Ia pernah ikut MLM saat SMA, tetapi seperti sudah- sudah, dia sadar betul MLM bukan sumber baik dan gagal ditengah jalan.

Sampai mengenal Kaskus di Februari 2010!

Awalnya, Nicholas mengaku hanya iseng menjual ikan therapy dari mamanya. Dia hanya merasa kurang suka untuk ikan macam itu; dijualah ke Kaskus. Hal iseng tersebut berbuah respon yang sangat baik. Otak bisnisnya memilih untuk mencari supplier bukanya berhenti. Ia lalu mendapatkan bantuan seorang teman untuk menjual ikan gura rafa lagi. Tapi, tak cukup, Niko mencari- cari lagi hingga ke dunia maya. Satu per- satu supplier dia dekati.

Ia juga aktif bergeriliya di toko- toko ikan dimanapun itu. Caranya ada yang langsung nimbrung saja. Ada pula yang dia dekati dengan proposal, intinya biar dia tetap bisa berjualan. "Awalnya mereka tidak begitu gampang percaya. Saya buat proposal, saya kirim ke 100 orang, yang respons hanya 10. Dari 10, yang jadi belum tentu satu," ungkapnya kala diwawancara SWA di pusat penangkaran ikan hiasnya di kawasan Jakarta Barat.

Lewat Kaskus, dia mulai berjual ke berbagai fish therapy ke Mall, dari Blok M, Point Square, Pulit Junction. Tidak ketinggalan, Nicholas mengaku pernah menjual untuk sebuah hotel, Hotel Alexis, dan beberapa rumah anggota DPR partai Demokrat dan PAN. Untuk mensuport toko ikan kecilnya ia tak ragu membeli domain atau alamat situs. Caranya pun ada khusus. Niko memulai dengan meriset kata kunci agar ikan yang dijual laris melalui mesin pencarian Google.

Susah memang persaingan bisnis online, tapi dia berhasil. Pria yang kini tengah kuliah di Jurusan Pemasaran Prasetiya Mulya Business School ini pun lantas membuat situs web jitu di alamat www.tropicalfish-indonesia.com. Alasannya memilih nama tersebut, karena memang agen atau penggemar ikan hias di luar negeri kerap menggunakan kata "ikan tropis" dalam bahasa Inggris kala mencari ikan buruannya di dunia maya.

Sekali tembak dua target kena: pembeli lokal dan luar negeri. Kepercayaan toko ikan hias mulai diraihnya saat kualitas kiriman produk mampu memuaskan mereka. Pembayaran yang lancar kepada para pemasok ikan dari sejumlah penangkar di Pulau Jawa, Kalimantan, bahkan sampai Papua, pun turut melambungkan namanya. Berkat pasokan yang besar itulah jumlah kliennya mulai beranak pinak. Dia juga tak segan- segan beriklan di internet agar situsnya mudah ditemukan.Gagal berbisnis

Alasannya memilih bisnis iklan hias karena memang prospeknya bagus, jelasnya. Di bisnis ikan, Nicholas juga pernah mengalami beberapa kali kegagalan berbisnis. Dia pernah 3x rugi besar. Dia pernah mengambil keputusan salah, membuat pelanggan kecewa, namun tidak berhenti berusaha. Sebagai contoh, dia pernah mendapatkan order besar ikan hias. Saat itu, ia mengalami kesulitan untuk mengirim ke Medan. Pembeli membatalkan ordernya, dan rugi besar karena tidak sanggup mencari cara.

Dari kegagalan, ia menemukan ide baru. Dia harus mencari pedagang ikan garra rufa (ikan therapy) di sekita Medan sebagai supplier. Ini akan membuatnya tinggal telpon, mengantarkan barang, dan membayarnya.. Ternyata mencari supplier bukan perkara muda, itu tidak berjalan lancar seperti seharusnya. Dia tidak menemukan cepat dan tetap mencari di Jakarta. Ini semua tentang dana yang tidak menutupi pengeluaran.

Tetapi, ia mengaku mulai berhubungan akrab dengan para penjual ikan karena masalah- masalah yang dilaluinya, dari sana dia mulai dipercaya masalah pembayaran. Niko belajar bahwa mungkin jika bukan ada kerena keadaan yang sulit tersebut; dia tidak akan berkenalan dengan penjual di Medan. Dia tidak akan mengenal bisnis tersebut lebih dalam seperti soal pengepakan.

Di kelas tiga SMA, Niko sudah mampu mengekspor ikan hias untuk pertama kali. Sejak itulah, bisnisnya bergulir pesat hingga akhirnya sekarang mampu mengirimkan seribu ekor ikan hias ke berbagai negara. Berbagai jenis ikan hias, diakuinya, tersedia di toko online-nya, mulai dari ikan gara rufa, arwana, sampai berbagai jenis ikan hias, serta ikan predator seperti spatula dan aligator. Dia memulai bisnis ikan lain seperti arwana, pari air tawar, ikan import- seperti seperti arapaima, acipenser, poliodon, hingga booming axolotl.

Intinya, Nicholas Kurniawan itu bukanlah orang yang suka berdiam diri.

Dia selalu melihat peluang yang ada serta fokus menjalaninya. Bisnis harus tentang melihat pasar atau peka terhadap permintaan pasar. Namun, dia menyarankan fokus pada satu produk yang menjadi keahlian kita. Selanjutnya? kita bisa berekspansi produk sejenis, atau bahkan memulai bisnis lain. Hanya masalah waktu hingga sukses itu datang dari fokus serta ketekunan.

Usahanya yang kini bernaung di bawah CV Venus Aquarium tidak hanya berpusat pada jual beli ikan, tetapi juga merambah dekorasi akuarium hingga perawatan ikan hias. Niko mengungkapkan, orang banyak salah sangka mengenai bisnisnya. Bisnis ini dianggap tidak mampu menghasilkan uang besar. "Orang pikir ini bisnis kecil, tidak keren. Bisnis minyak, batu bara, baru keren. Kalau bisnis ini, tidak keren. Tapi ternyata uangnya besar juga," ujarnya seraya tersenyum.

Namun, ketika ditanya omsetnya, Niko terkesan malu-malu menjawabnya. "Cukup besar, tetapi tidak enak menyebutnya. Sekitar ratusan jutalah," ujar pemuda yang kini telah menuliskan buku perjalanan usahanya yang berjudul Die Hard Antrepreneur itu.