Trauma Vaskular

40
BAB I PENDAHULUAN Trauma menjadi masalah dibanyak tempat didunia. Dan trauma vaskuler adalah bagian yang penting didalam masalah tersebut. Trauma vaskuler pada ekstremitas atas merupakan separuh dari keseluruhan trauma vaskuler di Amerika serikat. Sebagian besar dari trauma ini diakibatkan oleh trauma tajam , baik akibat pisau maupun oleh penyebab lainnya.dan trauma tumpul yang dapat diakibatkan oleh kecelakaan laulintas, terjatuh maupun crush injury. 1 Tujuan dari penanganan trauma vaskuler sama seperti trauma lainnya yaitu live saving dan diikuti oleh limb salvage dan pemulihan fungsi. Kembalinya fungsi juga ditentukan oleh trauma penyerta lainnya seperti trauma pada saraf saraf perifer dan tulang serta jaringan lunak lainnya. Pada kenyataannya kebanyakan trauma, jarang tunggal , biasanya trauma yang terjadi kompleks/kombinasi dengan melibatkan beberapa organ dan sistem. 1,2 Kematian dan kesakitan pada trauma vaskuler bisa disebabkan oleh trauma vaskuler itu sendiri dan juga bisa 1

description

trauma vascular

Transcript of Trauma Vaskular

Page 1: Trauma Vaskular

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma menjadi masalah dibanyak tempat didunia. Dan trauma vaskuler adalah

bagian yang penting didalam masalah tersebut. Trauma vaskuler pada ekstremitas atas

merupakan separuh dari keseluruhan trauma vaskuler di Amerika serikat. Sebagian besar dari

trauma ini diakibatkan oleh trauma tajam , baik akibat pisau maupun oleh penyebab

lainnya.dan trauma tumpul yang dapat diakibatkan oleh kecelakaan laulintas, terjatuh maupun

crush injury.1

Tujuan dari penanganan trauma vaskuler sama seperti trauma lainnya yaitu live

saving dan diikuti oleh limb salvage dan pemulihan fungsi. Kembalinya fungsi juga

ditentukan oleh trauma penyerta lainnya seperti trauma pada saraf saraf perifer dan tulang

serta jaringan lunak lainnya. Pada kenyataannya kebanyakan trauma, jarang tunggal ,

biasanya trauma yang terjadi kompleks/kombinasi dengan melibatkan beberapa organ dan

sistem.1,2

Kematian dan kesakitan pada trauma vaskuler bisa disebabkan oleh trauma vaskuler

itu sendiri dan juga bisa akibat trauma penyerta lainnya. Pada trauma vaskuler keberhasilan

“yang dihitung dengan penurunan angka kematian dan kesakitan” berhubungan erat dengan

rentang waktu antara lamanya cedera berlangsung dan tindakan bedah yang dilakukan.2

Pada trauma vaskuler permasalahan yang terjadi adalah perdarahan dan iskemik,

bisa juga kedua hal ini berlangsung bersamaan. Jika timbul hipovolemia, maka kondisi ini

harus segera dikoreksi dengan penggantian cairan yang cukup dan intervensi segera. Jika

terlambat dilakukan intervensi bedah, waktu operasi yang lama, dan membutuhkan transfusi

masive, dapat timbul koagulopathy sistemik dan kondisi kondisi yang berbahaya lainnya

seperti hypothermia, hypoxemia, asidosis dan hyperkalemia. Atas dasar alasan ini maka

1

Page 2: Trauma Vaskular

mengetahui lokasi cedera, etiologi, perencanaan tindakan yang akan dilakukan dan

mengetahui kemungkinan komplikasi pasca operasi serta penyebab kematian yang mungkin

timbul adalah hal mutlak yang harus diketahui seorang dokter bedah. Seorang ahli bedah

vaskuler harus mampu menangani repair dari arteri dan mencegah amputasi, yang pada

akhirnya akan mengurangi angka kesakitan dan kematian3.

Gambar 1 : Klinis trauma vascular

2

Page 3: Trauma Vaskular

BAB II

TRAUMA VASKULAR

2.1 Sejarah

Pada masa lalu cedera pada pembuluh darah besar ditangani dengan melakukan ligasi

pada pembuluh darah besar tersebut. Teknik teknik tertentu mulai dikembangkan pada abad

ke 19 dan abad ke 20. Dalam dokumentasi , Hallowell(1762) melakukan repair pembuluh

darah, hal tersebut seperti yang dianjurkan oleh Lambert tahun 1759. Pada tahun 1910 lebih

dari 100 kasus dilakukan lateral arterioraphy dan lebih dari 46 kasus dilakukan anastomosis

end to end.1

Perkembangan penanganan trauma vaskuler berlangsung cepat berdasarkan pengalaman

yang diperoleh oleh dokter bedah selama Perang Korea pada tahun 1950 an. Pada masa ini

terjadi perubahan besar pada penatalaksanaan trauma vaskuler sehingga angka amputasi

dapat ditekan sampai 13% dibandingkan dengan 49% pada masa perang dunia kedua. Pada

masa Perang Vietnam angka ini masih dikisaran 13%. Pada perang vietnam amputasi yang

diakibatkan cedera arteri brachialis sekitar 5%. Hanya 2% dari cedera arteri brachialis yang

diligasi, tetapi hampir 60% cedera arteri radialis dan 75% arteri ulnaris diligasi, karena

sedikit kemungkinan menimbulkan iskemia.1

Akhir akhir ini kejadian trauma vaskuler meningkat, hal ini disebabkan oleh kecelakaan

lalulintas, kekerasan dan penggunaan kateterisasi intra vaskuler. Perkembangan yang pesat

dari sektor transportasi saat ini memberikan kontribusi yang sangat besar untuk timbulnya

trauma vaskuler. Di Eropa dan diberbagai tempat lain , penyebab terbanyak dari cedera

vaskuler adalah akibat senjata api,1.2

3

Page 4: Trauma Vaskular

2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, sekurang-kurangnya 2.6 juta orang dirawat di rumah sakit setiap

tahunnya karena trauma akibat kecelakaan. Kebanyakan pasien berumur 25-44 tahun, namun

laki-laki muda adalah kelompok dengan risiko tertinggi karena mereka sering melakukan

aktivitas yang juga berisiko tinggi. Secara keseluruhan, risiko kematian yang disebabkan

trauma akibat kecelakaan adalah tujuh kali lipat lebih tinggi pada populasi pria daripada

wanita. Penyebab kematian karena kecelakaan di antaranya adalah kecelakaan kendaraan

bermotor, terjatuh, terbakar, tertembak, dan terkena benda tajam. 2

Trauma vaskular perifer mencakup 80% dari total kasus trauma vaskular. Dan

kebanyakan dari trauma vaskular perifer tersebut terjadi pada ekstremitas bawah. Kasus-

kasus trauma vaskular tersebut terutama disebabkan oleh luka tembak kecepatan tinggi (70-

80%), luka tusuk (10-15%), dan luka tumpul (5-10%). 4

2.3 Mekanisme trauma

Secara klasik, mekanisme trauma terbagi dua, yaitu trauma tajam dan tumpul. Trauma

tumpul pada jaringan yang disebabkan oleh kompresi lokal atau deselerasi dengan kecepatan

tinggi. Luka jaringan pada trauma tajam diakibatkan oleh kehancuran dan separasi jaringan.

Dengan memahami biomekanika dari trauma yang spesifik akan memudahkan untuk

melakukan evaluasi awal karena trauma pada arteri berhubungan dengan beberapa faktor,

yaitu tipe trauma, lokasi trauma, konsekuensi hemodinamik, dan mekanisme trauma. 2,3

Tingkat keparahan trauma berbanding lurus dengan jumlah energi kinetik (KE) yang

disalurkan kepada jaringan, yang merupakan fungsi dari massa (M) dan kecepatan (V), dan

dapat dirumuskan sebagai berikut : KE = M x V2/2. Rumus ini berlaku baik untuk trauma

tumpul maupun penetrasi. Perubahan pada kecepatan berefek lebih siginifikan dibandingkan

dengan perubahan pada massa. 4

4

Page 5: Trauma Vaskular

Kavitasi adalah sebuah fenomena yang terjadi ketika jaringan bergerak menjauhi titik

trauma yang disebabkan oleh bergeraknya tubuh, menghindari objek penyebab trauma.

Setelah terjadi trauma tumpul akan terbentuk kavitas jaringan sementara yang disebabkan

oleh deselerasi atau akselerasi yang cepat. Tegangan ekstrim terjadi pada titik fiksasi

anatomis selama pembentukan kavitas sementara tersebut. Tekanan dapat terjadi baik

sepanjang sumbu longitudinal (tegangan tensil atau kompresi) dan sumbu transversal

(teganan shear). Tekanan tersebut dapat menyebabkan deformitas, robekan, dan fraktur

jaringan. Sementara itu, trauma penetrasi menyebabkan kavitasi sementara yang diakibatkan

oleh penyaluran energi kinetik dari alat proyektil ke jaringan yang bersangkutan. Hal ini

dapat diikuti oleh pembentukan kavitas permanen yang disebabkan oleh pemindahan

jaringan. 5

Gejala klinis yang ditampilkan bergantung kepada tipe trauma arteri yang dialami.

Tipe trauma yang paling sering terjadi adalah laserasi parsial dan transeksi komplit. Transeksi

komplit dapat berakibat kepada retraksi dan trombosis pada ujung proksimal dan distal

pembuluh darah, yang dapat menyebabkan iskemia. Sementara itu, laserasi parsial dapat

menyebabkan perdarahan persisten atau pembentukan pseudoaneurisma. Laserasi parsial,

seperti halnya kontusio, dapat dibarengi dengan flap intima, yang dapat berujung kepada

trombosis. Kontusio arteri kecil dengan intima flap yang terbatas dapat tidak menyebabkan

penurunan hemodinamik daerah distal, dan karena itu dapat tidak terdiagnosis. Hal ini disebut

sebagai trauma arteri occult atau minimal jika dilihat dari angiografi. Trauma ini memiliki

risiko trombosis yang kecil, dan seringkali dapat sembuh secara spontan. Trauma arteri dan

vena yang bersamaan dapat menyebabkan terbentuknya fistula arteriovena. 4,5

Tipe Trauma Gejala Klinis

5

Page 6: Trauma Vaskular

Laserasi parsial Pulsasi menurun, hematoma, perdarahan

Transeksi Hilangnya pulsasi distal, iskemia

Kontusio Awal : pemeriksaan dapat normal

Dapat progresif menjadi thrombosis

Kompresi eksternal Pulsasi menurun, pulsasi dapat menjadi normal

ketika fraktur diluruskan

2.4 Modalitas Pemeriksaan

Indeks Arterial Pressure

Pemeriksaan indeks arterial pressure dinyatakan abnormal jika kecil dari 0,9. Ini

diukur dengan membandingkan tekanan sistolik ditempat yang cedera dibandingkan dengan

tempat yang normal dengan menggunakan Doppler, keakuratannya mencapai 95%. Data

terakhir menunjukkan bahwa sensitifitas 72.5%, spesifisitas 100%, positive predictive value

100%, negative predictive value 96%. Keterbatasan pemeriksaan ini jika terdapat cedera di

6

Page 7: Trauma Vaskular

proksimal tempat pemeriksaan, pasien shock atau terdapat luka multipel. Beberapa pusat

pelayanan trauma telah menggunakan kriteria ini untuk menyingkirkan kemungkinan cedera

vaskuler pada penderita dengan pemeriksaan fisik normal, normal indeks arterial pressure

dan tanpa trauma diproksimalnya dan tanpa luka multipel.1,3,5

Pemeriksaa Imaging

Pasien pasien dengan soft signs memerlukan pemeriksaan lanjutan

a. Ultrasonografi Duplex

Pada beberapa penelitian ternyata duplex ultrasonografi memiliki angka sensitifitas

100% dan spesifisitas 97.3%. Kemungkinan negatif palsu mungkin terjadi pada penderita

luka tembak, trauma didaerah poplitea, atau didaerah subklavikula, atau pada penderita

dengan terpasang splint atau dressing.5 Alat ini sangat bermanfaat ditangan ahli karena sangat

akurat dan tepat karena angka sensitifitas dan spesifisitasnya mendekati 100%. Keterbatasan

alat ini karena sangat tergantung kepada keahlian operator.1

Beberapa pusat trauma saat ini telah menggunakan modalitas ini untuk menyingkirkan

kemungkinan seseorang menderita cedera pembuluh darah jika, pemeriksaan fisik normal dan

duplex ultrasonografi normal.

b. Arteriografi

Masih merupakan pemeriksaan baku emas dengan sensitifitas 99% dan spesifisitas 97%,

biasanya tidak dibutuhkan pada cedera arteri ekstremitas atas, karena sebagian besar pasien

mengalami cedera terbuka. Kadang kadang dibutuhkan pemeriksaan arteriografi intra

operative untuk menentukan lokasi cedera arteri.1,2,3,5

Hampir semua pasien dengan hardsign tidak memerlukan pemeriksaan arteriografi.5

7

Page 8: Trauma Vaskular

c. CT Angiografi

Memberikann gambar dengan resolusi tinggi, dan dapat memberikan gambaran detil

kerusakan tulang dan jaringan lunak. Dari beberapa penelitian ternyata angka sensitivitas dan

spesifisitasnya sekitar 99% dan 87%. Beberapa pusat trauma menyarankan penggunaan

modalitas ini untuk menggantikan pemeriksaan angiografi. Keakuratan sangat tinggi1,2,3

2.5 Diagnosis

Trauma vaskuler harus dicurigai pada setiap trauma yang terjadi pada daerah yang

secara anatomis dilalui pembuluh darah besar. Hal ini terjadi terutama pada kejadian luka

tusuk, luka tembak berkecepatan rendah, dan trauma tumpul yang berhubungan dengan

fraktur dan dislokasi. Keparahan trauma arteri bergantung kepada derajat invasifnya trauma,

mekanisme, tipe, dan lokasi trauma, serta durasi iskemia. 3,4

Gambaran klinis dari trauma arteri dapat berupa perdarahan luar, iskemia, hematoma

pulsatil, atau perdarahan dalam yang disertai tanda-tanda syok. Gejala klinis paling sering

pada trauma arteri ekstremitas adalah iskemia akut. Tanda-tanda iskemia adalah nyeri terus-

menerus, parestesia, paralisis, pucat, dan poikilotermia. Pemeriksaan fisik yang lengkap,

mencakup inspeksi, palpasi, dan auskultasi biasanya cukup untuk mengidentifikasi adanya

tanda-tanda akut iskemia. Adanya trauma vaskular pada ekstremitas dapat diketahui dengan

melihat tanda dan gejala yang dialami pasien. Tanda dan gejala tersebut berupa hard sign dan

soft sign4,5.

8

Page 9: Trauma Vaskular

Hard Sign Soft Sign

Hilangnya pulsasi distal

Perdarahan pulsatil yang aktif

Tanda-tanda iskemia

Thrill arteri dengan palpalsi manual

Bruit pada daerah cedera dan sekitarnya

Hematoma yang meluas

Berkurangnya pulsasi distal

Riwayat perdarahan sedang

Trauma pada daerah dekat PD utama

Defisit neurologis

Hematoma sekitar lesi yang tidak meluas

Semua pasien trauma dengan mekanisme yang signifikan dan menunjukkan gejala

soft signs harus dilakukan evaluasi sirkulasi distal. Salah satu cara yang praktis adalah dengan

ABI (ankle-brachial index). Jika ABI < 1, hal tersebut menandakan adanya trauma arteri.

Adanya psudoaneurisma atau fistula arteriovena harus dipikirkan pada kasus trauma penetrasi

ekstremitas yang didapati hematoma pulsatil dengan disertai bruit atau thrill. 3,5

Adanya tanda trauma vaskular disertai fraktur terbuka merupakan suatu indikasi harus

dilakukan eksplorasi untuk menentukan adanya trauma vaskular. Kesulitan untuk

mendiagnosis adanya trauma vaskular sering terjadi pada hematoma yang luas pada patah

tulang tertutup. Tanda lain yang bisa menyertai trauma vaskular adalah adanya defisit

neurologis baik sensoris maupun motoris seperti rasa baal dan penurunan kekuatan motoris

pada ekstremitas. Aliran darah yang tidak adekuat dapat menimbulkan hipoksia sehingga

ekstremitas akan tampak pucat dan dingin pada perabaan. Pengisian kapiler tidak

menggambarkan keadaan sirkulasi karena dapat berasal dari arteri kolateral, namun penting

untuk menentukan viabilitas jaringan.5,6

Diagnosis dapat menggunakan alat penunjang seperti pulse oxymetry, doppler

ultrasound atau duplex ultrasound untuk menentukan lesi vaskular, tapi belum memberikan

hasil yang memuaskan. Selain itu ada arteriografi intra-operatif yang berguna dalam

9

Page 10: Trauma Vaskular

mengetahui hasil rekonstruksi secara langsung, apakah masih ada lesi vaskular yang

tertinggal 5.

Arteriografi bukan prosedur rutin karena akan memperlama penanganan sehingga

akan menyebabkan iskemia pada ekstremitas lebih lama lagi. Arteriografi dilakukan bila

terdapat keraguan diagnosis pada reeksplorasi atau pasca operasi. Arteriografi juga

dianjurkan pada trauma luas untuk mengetahui lesi vaskular yang multiple dan kondisi

kolateral yang ada. 3,4

Angiografi berguna untuk mengevaluasi luasnya trauma, sirkulasi distal, dan

perencanaan operasi. Akurasi angiografi cukup tinggi, yakni 92-98%. Alat ini terutama

berguna untuk mendiagnosis trauma arteri minimal yang dapat luput dari pengamatan karena

minimalnya gejala klinis yang ditampilkan. Indikasi untuk melakukan angiografi di antaranya

trauma tumpul yang signifikan pada ekstremitas yang berhubungan dengan dislokasi dan

fraktur, tanda-tanda iskemia atau ABI < 1, trauma penetrasi multipel pada ekstremitas, dan

adanya tanda defisit neurologis. Berdasarkan laporan yang telah dipublikasikan, pasien

dengan luka tembus maupun tumpul yang pulsasi ektremitasnya tidak terganggu, dengan nilai

ankle-brachial indeks (ABI) yang ≥1, tidak memerlukan pemeriksaan angiografi namun tetap

perlu dilakukan pengawasan selama 12 – 24 jam. 5,6

Pemeriksaan ultrasonografi Doppler dapat merekam pantulan gelombang suara yang

ditimbulkan oleh sel darah merah sehingga dapat menilai aliran darah. Selain untuk diagnosis

awal, pemeriksaan ini dapat menilai hasil sesudah anastomosis arteri.7

Ultrasonografi color-flow duplex (CFD) telah disarankan sebagai pengganti ataupun

tambahan pemeriksaan arteriografi. Keuntungannya adalah sifatnya yang noninvasif dan

tidak menimbulkan nyeri. Alat ini portabel sehingga dapat dibawa ke sampai tempat tidur

pasien, unit gawat darurat, maupun ruang operasi.pemeriksaan ulangan dan tindak lanjut

dapat dilakukan dengan mudah tanpa adanya angka kecacatan dan alat ini relatif lebih murah.

10

Page 11: Trauma Vaskular

Gambar 2 : tampak ruptur total vascular

11

Page 12: Trauma Vaskular

Berikut ini adalah algoritma diagnosa gangguan arteri:

Trauma Tusuk / Tumpul pd Ekstremitas

Perdarahan aktif, Hematoma yang meluas

Iskemi berat

Ya Tidak

Arteriogram Intraoperatif Klasifikasi Resiko

Perbaikan vaskular

Tinggi Rendah

ABI ≤1 ABI ≥1

Pulsasi ↓ Pulsasi normal

Arteriografi Observasi

Normal Cedera Arteri Minimal Cedera Arteri Berat

Observasi Observasi Operasi / embolisasi

Serial arteriografi

2.6 Penatalaksanaan

Pada dasarnya, semakin cepat tindakan semakin baik hasilnya. Bila ada perdarahan

yang banyak dan atau memancar yang akan membahayakan jiwa, tentunya pertolongan

pertama adalah menghentikan perdarahan sedangkan tindakan definitif dilakukan setelah

12

Page 13: Trauma Vaskular

perdarahan berhenti. Perdarahan diatasi dengan penekanan di atas daerah perdarahan.

Pemasangan turniket tidak boleh dilakukan karena dapat merusak sistem kolateral yang ikut

terbendung. 1,2

Golden period pada lesi vaskuler adalah 6-12 jam. Tanda-tanda iskemia yang jelas

terlihat umumnya pada kulit, tetapi sebenarnya otot dan saraf lebih tidak tahan terhadap

adanya iskemia. 3

a. Penatalaksanaan non operatif

Penatalaksanaan cedera arteri minimal dan asimptomatik masih kontroversial.

Beberapa ahli bedah bersikeras bahwa semua cedera arteri yang terdeteksi harus diperbaiki,

sedangkan yang lain mengusulkan tindakan non operatif bila terdapat kriteria klinis dan

radiologis seperti low-velocity injury, disrupsi dinding arteri yang minimal (< 5mm) pada

kelainan intima dan pseudoaneurisma, tidak ada perdarahan aktif, dan sirkulasi distal masih

utuh. Pendekatan ini dapat dilakukan pada arteri yang memiliki kolateral dan terutama pada

orang muda. Bila pendekatan non operatif yang digunakan, disarankan untuk melakukan

pencitraan vaskular untuk memantau penyembuhan atau stabilisasi. 1,2,3

b. Penatalaksanaan endovascular

Embolisasi transkateter dengan coil atau balon dapat digunakan untuk terapi beberapa

cedera arteri seperti fistula arteriovenosa aliran rendah, khususnya pada lokasi anatomis yang

jauh. Coil berguna untuk mengoklusi perdarahan dan fistula arteriovenosa. Pendekatan

endovaskular lainnya pada cedera ekstremitas adalah dengan penggunaan teknologi stent-

graft. Dengan kombinasi alat fiksasi seperti stent dan graft, perbaikan endoluminal pada false

aneurysm atau fistula arteriovenosa besar dapat dimungkinkan.2,3

c. Penatalaksanaan Operasi

13

Page 14: Trauma Vaskular

Penatalaksanaan operasi pada cedera arteri perifer memerlukan persiapan seluruh

ekstremitas yang cedera. Sebagai tambahan, ekstremitas atas atau bawah kontralateral yang

sehat harus ikut disertakan untuk mengantisipasi apabila diperlukan autograft vena. Pada

umumnya, insisi dilakukan secara longitudinal langsung pada pembuluh darah yang cedera

dan diekstensi ke arah proksimal atau distal sesuai dengan kebutuhan. 4

Kontrol arteri proksimal dan distal dilakukan sebelum eksposur pada cedera. Arteri

proksimal dikontrol dengan benang kasar yang melingkari arteri (seperti jerat) atau bila perlu

dengan menggunakan klem vaskuler. Hal ini juga dilakukan pada arteri distal. Terkadang

diperlukan pintasan sementara pada arteri yang terputus (thromboresistent plastic tube) untuk

mencegah iskemia selama operasi. Debridemen, fasiotomi, fiksasi fraktur, neurorhaphy,

reparasi vena dapat dilakukan kemudian tanpa harus terburu-buru. Pemakaian heparin secara

sistemik pada kasus trauma memang berbahaya, namun pemberian heparin dosis kecil yang

diberikan langsung terutama ke bagian distal dapat mencegah terbentuknya trombus 4,5.

Cara rekonstruksi arteri tergantung dari luas dan mekanisme trauma. Reparasi cedera

pembuluh darah dapat dilakukan dengan lateral suture patch angioplasty, end-to-end

anastomosis, interposition graft, dan bypass graft. Extra-anatomic bypass graft berguna pada

pasien dengan cedera jaringan lunak ekstensif atau sepsis 5.

Graft diperlukan untuk mencegah terjadinya penyempitan atau tegangan pada

anastomosis pembuluh darah apabila kehilangan arteri lebih dari 1.5 cm.. Pada umumnya

graft vena autogen lebih disenangi untuk mengatasi persoalan vaskuler. Autograft vena

pertama kali dilakukan untuk memperbaiki cedera arteri pada masa perang Korea.

Perkembangan bahan prostetik (ePTFE) memungkinkan penggunaan rutin bahan prostetik

sebagai pengganti autograft. Pengalaman membuktikan bahwa ePTFE lebih tahan terhadap

infeksi daripada bahan prostetik lainnya dan memiliki tingkat patency yang lebih tinggi

ketika digunakan pada posisi di atas lutut.6,7

14

Page 15: Trauma Vaskular

Pada trauma vaskular yang disertai dengan kerusakan vena, dapat dilakukan

rekonstruksi tersendiri atau bersamaan dengan kerusakan sistem arteri. Sebaiknya dilakukan

penyambungan vena lebih dahulu setelah mengeluarkan thrombus yang terjadi terutama pada

vena utama, sedangkan vena yang kecil dapat diikat saja. Hal ini dapat menolong untuk

mengurangi edema pasca bedah dan menekan angka amputasi pada penderita trauma vaskular

dengan kerusakan jaringan lunak dan tulang yang hebat serta membantu memperbaiki aliran

arteri.8,9

Bila terjadi edema yang mengganggu di daerah ekstremitas, maka sebaiknya

dipertimbangkan untuk dilakukan fasiotomi. Dengan fasiotomi ini diharapkan terjadinya

perbaikan sirkulasi pada kapiler dan otot yang rusak kerena iskemia akibat oklusi total (ruptur

arteri dan trombus). Apabila tidak dilakukan fasiotomi, iskemia dapat menimbulkan gangren.

Pada oklusi parsial (robekan intima), bila sirkulasi kolateral tidak adekuat maka perfusi yang

tidak sempurna dan iskemia otot menyebabkan meningginya tekanan kompartemen.10

Pada trauma vaskular yang disertai adanya fraktur tulang, dianjurkan batasan waktu

12 jam setelah trauma. Bila lebih dari 12 jam dilakukan perbaikan arteri terlebih dahulu.

Untuk menangani fraktur ini terlebih dahulu dilakukan fiksasi eksterna, terutama pada fraktur

ekstremitas bawah karena pada ekstremitas bawah biasanya disertai kerusakan jaringan

lunak11.

Faktor terpenting yang menentukan prognosis dari terapi pada trauma ekstremitas

pada waktu dirawat adalah adanya trauma rusak remuk, perbaikan vaskular yang terhambat

dan fraktur tibia yang segmental. Pada trauma rusak remuk biasanya terjadi kerusakan

jaringan yang berat yang dengan cepat mengalami nekrosis dan penderita akan kehilangan

tungkai walaupun pembuluh darahnya berfungsi dengan baik. Sedangkan fraktur tibia sebelah

proksimal dan perbaikan pembuluh darah dapat dengan cepat ditangani, maka hasilnya akan

jauh lebih memuaskan11,12.

15

Page 16: Trauma Vaskular

Trauma tumpul memiliki hubungan yang dengan tingginya kegagalan graft (35%),

dan kegagalan graft menyebabkan harus dilakukannya amputasi. Faktor resiko independen

yang menyebabkan harus dilakukannya amputasi setelah perbaikan arteri adalah oklusi

bypass graft, cedera kombinasi di atas dan di bawah lutut, dan transeksi arteri.1

Tujuan akhir dari rekonstruksi pada trauma vaskular adalah untuk menurunkan angka

amputasi. Untuk mencegah hal ini yang dapat kita lakukan adalah 1:

a. Secepat mungkin mengenal dan memberikan perawatan

b. Arterigrafi preoperatif dan intraoperatif dipertimbangkan sebaik mungkin

c. Mengerjakan trombektomi ke bagian proksimal dan distal

d. Pemakaian heparin yang sepantasnya

e. Mengutamakan vena autogen sebagai graf.

2.7 Komplikasi1,2,3,4

Komplikasi trauma vaskular dapat terjadi segera setelah dilakukan perbaikan lesi

pembuluh darah, atau lama setelah trauma berlalu tanpa tindakan yang adekuat. Komplikasi

yang dapat terjadi antara lain thrombosis, infeksi, stenosis, fistula arteri-vena, dan aneurisma

palsu. Trombosis, infeksi, dan stenosis merupakan komplikasi yang dapat terjadi segera pasca

operasi, sedangkan fistula arteri-vena dan aneurisma palsu merupakan komplikasi lama.

Rekomstruksi pembuluh darah harus ditangani secara sungguh-sungguh dan teliti

sekali karena bila terjadi kesalahan teknis operasi karena ceroboh atau penatalaksanaan pasca

bedah yang kurang terarah, akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup ekstremitas berupa

amputasi, atau terjadi emboli paru.

a. Trombosis

16

Page 17: Trauma Vaskular

Trombosis akut langsung pasca-rekonstruksi vascular adalah komplikasi yang paling

sering terjadi, tetapi bila dilakukan koreksi segera dapat memberikan hasil yang memuaskan.

Bila debridemen arteri kurang adekuat dan aproksimasi intima kurang akurat pada waktu

rekonstruksi dikerjakan, maka sangat mungkin akan terjadi trombosis segera setelah

anastomosis dilakukan. Untuk memperbaiki kesinambungan pembuluh arteri, pemakaian

graft vena autogen jauh lebih unggul dari koreksi dengan jahitan lateral ataupun anastomosis

ujung ke ujung, terutama pada trauma yang luas. Beberapa kesalahan teknis yang dapat

menyebabkan terjadinya trombosis:

1) Debridemen arteri yang kurang adekuat dapat meninggalkan sisa-sisa dinding

arteri, dimana platelet dan trombin dapat lengket dan menyebabkan trombosis.

2) Kerusakan arteri yang multipel. Angiografi intra-operatif sangat besar artinya

dalam kasus ini untuk melihat daerah anastomosis dan distal. Kadang-kadang arus

balik saja tidak cukup untuk menjadi pegangan ada tidaknya lesi vaskular sebelah

distal, karena aliran darah balik dapat pula terjadi melalui kolateral. Akhir-akhir ini

sering dianjurkan untuk membuat arteriografi pra-operatif pada trauma luas.

3) Sisa trombus sebelah distal dapat pula menyebabkan trombosis pada anastomosis

yang tadinya berjalan dengan baik. Larutan heparin dengan perbandingan 1:500 dapat

dipakai untuk membilas daerah anastomosis dan membersihkan sisa-sisa bekuan

darah yang masih lengket dan dapat pula dipakai untuk membilas ke arah distal agar

arus balik mengalir dengan lebih lancar. Untuk meyakinkan tidak ada thrombus yang

tertinggal dapat dilakukan dengan memasukkan kateter balon Fogarthy sejauh

mungkin ke distal dan secara hati-hati mendorong trombus keluar. Bila persediaan

ada, maka dianjurkan memakai larutan trobolitik untuk menghancurkan thrombus

yang masih tersisa.

17

Page 18: Trauma Vaskular

4) Trombosis juga terjadi pada anastomosis yang disebabkan oleh tarikan yang

berlebihan pada anastomosis. Stenosis berat akan terjadi pada jahitan bila dinding

pembuluh arteri tidak cukup untuk suatu jahitan lateral. Hal ini juga dapat terjadi bila

pembuluh arteri yang hilang cukup banyak dimana anastomosis ujung ke ujung tetap

dipaksakan. Kehilangan arteri lebih dari 2 cm sudah cukup untuk melakukan graft

dengan interposisi vena autogen. Sebaliknya juga jangan sampai terlampau panjang

memakai vena sebagai graft karena akan terjadi tekukan (kinking) yang dapat

mengganggu aliran darah laminar.

5) Pada graft yang terpelintir dengan mudah dapat terjadi trombosis. Graft sintesis

biasanya sudah mempunyai garis hitam memanjang yang dapat dipakai sebagai

pegangan agar jangan terpelintir. Pada graft vena autogen yang panjang garis ini dapat

dibuat dengan benang hitam halus yang dijelujur sepanjang graft itu dilapiskan

adventisia.

Salah satu cara untuk menentukan apakan rekonstruksi arteri itu berhasil atau tidak

adalah dengan cara meraba pulsasi di sebelah distal. Namun kita harus waspada, karena

pulsasi sebelah distal ini belum menjamin suatu sukses dalam jangka waktu panjang. Apabila

pulsasi tidak teraba, sebagian besar dapat dikoreksi dengan segera melakukan operasi kedua

untuki melihat kemungkinan thrombosis, terutama bila timbul tanda-tanda iskemia tungkai

sebelah distal. Bila tanda-tanda distal dapat bertahan biarpun ada trombosis, maka sebaiknya

dipertimbangkan untuk menunda operasi kedua sampai keadaan umum mengizinkan karena

tindakan operatif yang berulang kali akan lebih sering menderita komplikasi infeksi. Selain

itu, bila cukup waktu, maka akan terbentuk system kolateral baru.pemeriksaan Doppler

(Ultrasonic Sounding Device) dapat menolong menentukan ada tidaknya aliran kolateral yang

mengisi pembuluh arteri distal dari sumbatan.

18

Page 19: Trauma Vaskular

Harus hati-hati menegakkan diagnosis spasme arteri pada kemungkinan adanya

trombosis, bahkan pemberian obat sympathetic blocks serig menambah keragu-raguan dalam

menangani kasus trauma vaskular. Hematoma di bawah lapisan intima atau robekan pada

intima sendiri akan terlihat sebagai spasme pada inspeksi. Tetapi memang spasme arteri dapat

terjadi bersama dengan trauma vaskular, yang biasanya dapat diatasi dengan pemberian

Papaverin hydroclorida atau procain hydrochloride 1%.

Pada trombosis dengan sumbatan total arteri selama lebih dari 6 jam akan

menyebabkan kematian otot dan saraf yang akan diganti oleh jaringan ikat, sehingga terjadi

kontraktur, misalnya Volkmann ischemic contracture.

b. Infeksi

Peradangan yang menyebabkan pecahnya anastomosis pada rekonstruksi trauma

vaskular dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan sukar untuk diatasi. Untuk

membantu pencegahan terhadap infeksi, diagnosis trauma vaskular harus cepat ditegakkan,

pemberian antibiotik yang sesuai, debridement luka yang adekuat, kesinambungan pembuluh

vaskular harus secepat mungkin diusahakan dan pemberian nutrisi yang baik secara sistemik

penting untuk dilakukan. Diperlukan observasi yang ketat selama fase pasca operasi. Pada

kecelakaan dengan luka terkontaminasi, maka semua benda asing sedapat mungkin

dikeluarkan dan kalau perlu luka dibilas dengan larutan antibiotik.

Operasi ulang tidak boleh dilakukan di daerah yang terkena infeksi. Tidak saja karena

tindakan koreksi ulang ini akan memberikan kegagalan langsung, tetapi juga berbahaya untuk

kelangsungan hidup pasien karena septikemi dan atau eksanguinasi. Yang harus

dipertimbangkan adalah ligasi dari arteri proksimal dan distal dari daerah infeksi. Beberapa

hal yang masih dapat dikerjakan pada daerah infeksi ini adalah debridenen, transisi flap otot,

membasahi daerah infeksi dengan larutan antibiotic secara teratur dan terus-menerus serta

19

Page 20: Trauma Vaskular

pemberian antibiotic yang terbaik. Infeksi adalah penyebab kedua dari kegagalan

rekonstruksi arteri pada trauma vaskular.

c. Stenosis

Penyebab terjadinya stenose (penyempitan):

1) Kesalahan teknik operasi, misalnya jahitan jelujur yang ditarik terlampau ketat atau

pada koreksi dengan jahitan lateral, tetapi bahan dinding pembuluh tidak cukup.

Dapat pula karena tertinggalnya sisa jaringan pembuluh yang rusak. Bila lesi arteri

tidak diperbaiki dengan sempurna dapat terjadi iskemia relatif pada otot yang

akhirnya mengakibatkan suatu klaudikasio intermitten.

2) Hiperplasia lapisan intima terjadi di jahitan anastomosis setelah beberapa minggu atau

bulan. Ini dapat dikoreksi dengan graft interposisi vena autogen.

d. Fistula arteri vena

Fistula arteri vena dapat disebabkan oleh trauma atau berupa suatu kelainan bawaan.

Biasanya fistula arteri vena traumatic disebabkan oleh cedera luka tembus yang mengenai

arteri dan vena yang berdekatan sehingga darah dapat langsung mengalir dari arteri ke vena.

Biarpun tidak sering kelainan ini dapat pula terbentuk pada tindakan arteri yang kurang

cermat di daerah yang kaya pembuluh darah.

Segera setelah terbentuk fistula antara arteri dan vena, darah arteri akan mengalir

melalui pintasan ini ke dalam vena, dan selanjutnya diteruskan ke jantung. Ini menyebabkan

menurunnya resistensi pembuluh darah perifer, tekanan diastole akan menurun dan denyut

jantung akan tambah cepat. Tekanan vena setempat akan naik, sedangkan arus darah di

tempat tersebut akan berkurang setelah beberapa waktu. Pembuluh kolateral di daerah ini

akan melebar serta arteri dan vena yang terlibat juga akan melebar menyebabkan volume

20

Page 21: Trauma Vaskular

darah yang melalui pintasan ini akan bertambah besar. Pembuluh vena melebar demikian

rupa sehingga terbentuk seperti varises. Hal ini bila berlangsung lama dapat menyebabkan

payah jantung karena curahnya yang bertambah.

Diagnosis fistula arteri vena tidak begitu sukar ditegakkan. Riwayat trauma tajam,

adanya pulsasi yang jelas disertai getaran pada perabaan dan pada auskultasi terdengar bissng

seperti bunyi mesin, semuanya ini menunjukkan adanya fistula antara pembuluh arteri dengan

pembuluh vena. Tanda lain yang mungkin timbul sebelah distal dari fistula adalah

klaudikasio intermitten, edema dan pelebaran vena yang berkelok-kelok dan disertai warna

kulit yang agak kebiruan.

Angiografi tidak diperlukan untuk diagnostik tetapi berguna untuk penentuan lokasi

pintasan yang akan dikoreksi. Waktu yang tepat untuk melakukan tindakan operasi adalah

segera setelah diagnostik ditegakkan. Prinsip dasar pada bedah vaskular juga berlaku di sini,

yaitu mencari dan melakukan jerat sementara pada proksimal dan distal dari arteri dan vena

yang terlibat, sebelum fistulnya dieksisi. Bila mungkin pembuluh arterinya direkonstruksi

dengan jahitan langsung atau graft dengan vena autogen, sedangkan lesi pembuluh darah

vena biasanya dapat dijahit lateral langsung. Kelainan struktur dan hemodinamika yang

terjadi pada fistula arteri dan vena traumatic biasanya pasca operasi menjadi normal kembali.

e. Aneurisma palsu

Penyebab aneurisma palsu adalah luka tembus yang merusak ketiga lapisan dinding

pembuluh arteri secara menyamping (tangensial). Kadang-kadang disebabkan oleh kesalahan

pada prosedur diagnostik atau terapi, yaitu kerusakan dinding arteri yang disebabkan oleh

jarum atau kateter atau kecelakaan pada waktu operasi hernia nukleus pulposus dan fraktur

ganda tulang pada kecelakaan lalu lintas. Biarpun jarang trauma tumpul juga dapat

menyebabkan terjadinya aneurisma palsu.

21

Page 22: Trauma Vaskular

Aneurisma traumatik dapat terbentuk di daerah yang secara anatomik mengandung

banyak jaringan ikat kuat dan bersekat, yang dapat mengadakan tamponade terhadap

hematoma. Kemudian dengan tumbuhnya lapisan endotel baru yang berasal dari pinggir luka

lesi vaskular, maka terbentuklah rongga aneurisma palsu.

Benjolan yang berdenyut adalah tanda yang paling nyata dari aneurisma palsu.

Biasanya ada riwayat luka tembus. Berbatas tidak begitu tegas karena benjolan ini terletak di

bawah jaringa fasia yang kuat. Biasanya akan teraba getaran sistolik pada seluruh benjolan

ini, kadang disangka abses atau suatu neoplasma. Dapat pula terjadi bersamaan dengan fistula

arteri-vena. Pemeriksaan angiografi diperlukan bila ragu atau bila letak lesinya sukar dicapai

pada pemeriksaan di klinik. Pemeriksaan sonografi dapat pula menolong untuk menentukan

besar serta letak aneurisma palsu ini.

Dengan mencari dan mengikat sementara arteri proksimal dan distal dari lesi ini,

maka rekonstruksi arteri dapat dilakukan dengan leluasa. Kadang hanya diperlukan beberapa

jahitan lateral untuk menutup lesi arteri ini. Kemungkinan penyembuhan secara spontan

sangat kecil.

f. Sindrom Kompartemen

Sindroma kompartemen disebabkan oleh kenaikan tekanan internal pada

kompartemen fascia. Tekanan ini dapat menekan pembuluh darah dan syaraf tepi. Perfusi

menjadi kurang, serat syaraf rusak dan akhirnya terjadi iskemia atau bahkan nekrosis otot.

Sindrom kompartemen ditandai oleh 5 P yaitu pain, pulseless, paresthesia, pallor, dan

paralysis. Akibat dari sindroma kompartemen antara lain:

1) Kerusakan jaringan akibat hipoksemia

Sindroma kompartemen dengan peningkatan tekanan intramuskuler (IM) dan kolaps

aliran darah lokal sering terjadi pada cedera dengan hematoma otot, cedera remuk

22

Page 23: Trauma Vaskular

(crushed injury), fraktur atau amputasi. Bila tekanan perfusi (tekanan darah sistolik)

rendah, sedikit saja kenaikan tekanan IM dapat menyebabkan hipoperfusi lokal. Pada

pasien normotermik, shunting aliran darah mulai terjadi pada tekanan sistolik sekitar

80mmHg. Sedang pada pasien hipotermik shunting terjadi pada tekanan darah lebih

tinggi.

2) Kerusakan akibat reperfusi

Jika hipoksemia lokal (tekanan IM tinggi, tekanan darah rendah) berlangsung lebih

dari 2 jam, reperfusi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang ekstensif. Pada

kasus-kasus ekstremitas dengan syok berkepanjangan, kerusakan akibat reperfusi sering

lebih buruk dibanding cedera primernya. Karena itu dekompresi harus dikerjakan lebih

awal, terutama kompartemen di lengan atas dan tungkai bagian bawah.

23

Page 24: Trauma Vaskular

BAB III

KESIMPULAN

Kasus trauma vaskuler pada ekstremitas atas adalah kasus trauma yang sebetulnya

cukup sering terjadi baik akibat trauma tumpul maupun trauma tajam.

Penanganan kasus ini harus lebih hati hati, karena biasanya jarang yang hanya melibatkan

satu sistem. Biasanya cedera yang terjadi kombinasi dari beberapa sistem, baik sitem

vaskularisasi, sistem muskuloskletal maupun sistem persyarafan.

Penanganan trauma di ekstremitas atas tetap menganut kaidah yang berlaku pada

ATLS, dimana survei primer dilakukan lebih dahulu baru diikuti dengan survei sekunder.

Hal ini sesuai dengan aturan live saving diikuti dengan limb salvage.

Pada pasien ini ouput yang dihasilkan tidak sebaik yang diharapkan karena iskemik

time yang terjadi cukup lama yaitu 32 jam sebelum masuk rumah sakit ditambah dengan

prosedur orthopedi yang dilakukan terlebih dahulu dan ditambah dengan pemakaian shunting

yang tidak dianjurkan untuk digunakan pada ekstremitas atas, dan juga shunting yang

digunakan tidak sesuai dengan standar.

Ketidaktahuan dari dokter bedah yang merujuk, sehingga pasien dirujuk atas

permintaan sendiri juga memperburuk output. Pada setiap trauma dituntut kehati hatian yang

tinggi dari seorang dokter bedah, sehingga tidak ada trauma vaskuler yang terluput, apalagi

pada pasien ini sudah jelas hard sign, dimana pulasai perifernya sudah tidak ada.

24

Page 25: Trauma Vaskular

DAFTAR PUSTAKA

1. Jusi HD. Dasar-dasar ilmu bedah vaskuler edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.

h.50-65.

2. Rich NM, Mattox KL, Hirshberg A. Vascular trauma, 2nd ed. USA: Elsevier Saunders;

2004.

3. Dueck AD, Kucey DS. The management of vascular injuries in extremity trauma. Current

Orthopedics 2003; 17: 287-91.

4. Fields C E, Latifi RI, Ivatury R R: Brachial and Forearm vessel Injuries: Vascular Trauma

Complex and Challenging Injuries,Part II.Surg Clin of North Am 82:105 – 114,2002

Frykberg ER: Combined vascular and skeletal trauma: Vascular Trauma : Trauma

Org:2005: diakses dari http://www.trauma.org/archive/vascular/vascskeletal.html

5. Levy RM, Alarcon RH, Frykberg ER: Peripheral Vascular Injuries : Trauma manual, The

Trauma and Acute Care Surgery,3 rd Edition. Lippincott William & Wilkins 2008.

6. Dueck AD, Kucey DS: The Management of Vascular Injuries in Extremity Trauma.

Current Orthopedics 2003;17:287-291. Manthey DE, Nicks BA: Penetrating Trauma to

The Extremity: J Emerg Med 2008;34:187-193.

7. Management of Complex Extremity Trauma: American College of Surgeons Committee

on Trauma. Ad Hoc Committee On Outcomes 2005.

8. Marrero IC, Chaudhry N :Hand, Upper Extremity Vascular injury : Treatment. Diakses

dari http://emedicine.medscape.com/artcle/1287360-treatment.

9. Starnes BW, Arthurs ZM: Endovascular Management of Vascular Trauma. Perspect Vasc

Surg Endovasc Ther 2006; 18:114 – 124.

10. Tiwari A, Haq AI, Myint F, Hamilton G: Acute Compartement Syndromes. Br J Surg

2002;89397 – 412.

25

Page 26: Trauma Vaskular

11. Manthey DE, Nicks BA: Penetrating Trauma to The Extremity.J Emerg Med;2008:34:

187- 193.\

12. Marrero Ian C, Chaudhry Nadeem, Salhab KF: Hand,Upper Extremity Vascular Injury:

diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1287360-overview.

13. Riz Erkan,Kolbakir F, Sarac A, et al: Retrospective assesment of Vascular Injuries: 23

Years of Experience. Ann Thorac Cardiovasc Surg2004;10: 373 – 378.

26