Trauma Serebro-vaskular

26
REFERAT TUTORIAL MODUL 2 Trauma Serebro-vaskuler Oleh: Sarah Ovinitha 1208152348 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

description

trauma serebro vaskular

Transcript of Trauma Serebro-vaskular

Page 1: Trauma Serebro-vaskular

REFERAT TUTORIAL MODUL 2

Trauma Serebro-vaskuler

Oleh:

Sarah Ovinitha

1208152348

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS RIAU

2013

Page 2: Trauma Serebro-vaskular

REFERAT TUTORIAL MODUL 2

Trauma Serebro-vaskuler

Oleh:

Sarah Ovinitha

1208152348

Diajukan sebagai syarat izin tutorial modul 2 sesi-II tanggal 17 Oktober 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS RIAU

2013

Page 3: Trauma Serebro-vaskular

Referat Tutorial Modul 2

(Trauma Serebro-vaskular)

1. Klarifikasi dan Terminologi Konsep - Afasia Motorik :

Afasia motorik ditandai oleh gangguan atau hilangnya kemampuan untuk menyatakan pikiran- pikiran yang dapat dimengerti dalam bentuk bicara dan menulis. Afasia motorik timbul akibat gangguan pada pembuluh darah Karotis Interna, yaitu cabangnya yang menuju Otak bagian tengah (Arteri serebri media) tepatnya pada cabang akhir (Arteri presentalis), afasia motorik ini disertai kelemahan lengan lebih berat daripada tungkai.

- Hemiparesis dekstra :Kelemahan kontraksi otot lengan dan tungkai bagian kanan.

- Derajat motorik lengan kanan 4 dan tungkai kanan 2 :Lengan kanan derajat 4 : Lengan mampu berkontraksi, mampu melawan gravitasi, mampu menggerakkan sendi dan mampu melawan tahanan ringan dari pemeriksaTungkai kanan derajat 2 : Tungkai mampu berkontraksi namun tidak bisa melawan gravitasi

2. Pembahasan

Berdasarkan data yang di dapat dan keterangan tambahan maka dapat ditegakkan diagnosis “Stroke” pada pasien ini

a. Defenisi

Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebablain selain penyebab vascular.

Defenisi ini mencakup stroke akibat infark otak (Stroke Ischemic), Perdarahan Intraserebral (PIS) non traumatic, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus Perdarahan Subarachnoid (PSA) (PERDOSSI 2004; Warlow et al.2007)

b. Epidemiologi

Stroke merupakan masalah kesehatan yang penting. Di Amerika terdapat 700.000 orang terkena serangan stroke setiap tahunnya dengan angka kematian

Page 4: Trauma Serebro-vaskular

160.000 orang pertahun, pada tahun 2003 terdapat 4,8 juta orang yang menderita stroke. Stroke menempati peringkat ketiga sebagai penyebab kematian (Goldstein et al 2006 cit American Heart Association, 2003).

Di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. (Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun (Lloyd dkk, 2009). Di Indonesia, menurut SKRT th 1995, stroke termasuk penyebab kematian utama, dengan 3 per 1000 penduduk menderita penyakit stroke dan jantung iskemik. Di dunia, menurut SEAMIC Health Statistic 2000, penyakit serebrovaskuler seperti jantung koroner dan stroke berada di urutan kedua penyebab kematian tertinggi di dunia. Secara umum, 85% kejadian stroke adalah stroke oklusif, 15 % adalah stroke hemoragik

c. KlasifikasiStroke diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan kelainan patologis

a. Stroke hemoragik 1) Perdarahan intra serebral 2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan) 1) Stroke akibat trombosis serebri 2) Emboli serebri 3) Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya 1) Transient Ischemic Attack (TIA) 2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) 3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke 4) Completed stroke

3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler 1) Sistem karotis a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks d.Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

Page 5: Trauma Serebro-vaskular

d. Etiologia. Terhambatnya suplai darah dan oksigen di bagian otak tertenru sehingga sel otak

mati dan disfungsi.b. Hipertensi yang sudah lama dan tidak dikontrok juga dapat menyebabkan

terbentuknya plak dan menghambat suplai darah ke otak.c. Adanya trombus dan embolus yang menyumbat aliran darah menuju atau pada otak.

e. Patofisiologi

Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 – 20 menit, akan terjadi infak atau kematian jaringan. Gangguan pasokan aliran darah ini bisa terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi; arteri karotis interna, sistem bvertebrobasilaris, dan cabang-cabangnya. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses yang mendasari mungkin terdiri dari beberapa proses yang terjadi pada pembuluh darah yang memperdarahi otak; (1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti aterosklerosis, trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan. (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah. (3)gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi, yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstracranium. (4)ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subarachnoid.

Patofisiologi Stroke Iskemik

1. Aterosklerosis dan formasi plak subsekuen yang menghasilkan penyempitan arteri atau oklusi dan hal ini adalah penyebab paling umum dari stenosis arterial.

2. Pembentukan trombus adalah yang paling mungkin untuk terjadinya iskemi atau oklusi pada area-area dimana aterosklerosis dan deposisi plak yang menyebabkan penyempitan yang terbesar dari pembuluh-pembuluh darah.

3. Agregasi Plateleta. Rusaknya subendothelium setelah suatu cidera pembuluh darah b. Kolagen pembuluh darah yang mencetuskan "aktivasi" dari platelet c. Pelepasan dari ADP dari platelet-platelet yang diaktifkan, menyebabkan agregasi platelet.d. Konsolidasi dari platelet-plug oleh RBCs, faktor-faktor koagulasi, dan pembentukan dari jejala-fibrin. e. Tromboksan A2 (TX A2) yang diproduksi oleh platelet dan endotelium yang mempromosikan agregasi platelet dan vasokonstriksi

4. Kaskade Koagulasia. Seri dari kompleks enzim pada lokasi permukaan platelet-platelet; yang mana endotelium menyebabkan produksi trombin.b. Trombin kemudian mengkonversi Fibrinogen menjadi Fibrin

Page 6: Trauma Serebro-vaskular

Patofisiologi Stroke Hemoragik

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000).

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).

Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

d. Diagnosis

Dilakukan anamnesis, pemeriksaan keadaan umum dan pemeriksaan neurologis secepat mungkin, untuk segera mendapatkan diagnosis pasti stroke.

Untuk menegakkan diagnosis stroke perlu dilakukan anamnesis (untuk mendapatkan gejala-gejala klinis akibat stroke), dan pemeriksaan neurologis (untuk mendapatkan kelainan neurologis akibat stroke).

Gejala-gejala klinis stroke yang sering terjadi, yang perlu ditanyakan, adalah (salah satu atau bersama-sama); (1) tiba-tiba perot, kelumpuhan satu sisi anggota gerak, (2) tiba-tiba semutan, gringgingan di muka, satu sisi anggota gerak, (3) tiba-tiba bingung, sulit bicara atau bicaranya sulit dimengerti, (4) tiba-tiba terjadi gangguan penglihatan satu atau ke dua mata, (5) tiba-tiba sulit untuk berjalan, sempoyongan, kehilangan keseimbangan atau koodinasi, (6) tiba-tiba nyeri ke pala yang sangat, tanpa diketahui sebab, dan (7) tiba-tiba terjadi penurunan kesadaran atau tidak sadar (koma).

Page 7: Trauma Serebro-vaskular

Gejala-gejala klinis tersebut sangat tergantung dari jenis patologis stroke, sisi otak dan bagian otak yang terganggu, dan bagaimana severitas dari gangguan otak tersebut.

Pola gangguan neurlogis pada penderita stroke akut, sesuai dengan letak lesinya, adalah sebagai berikut;

1. Lesi di hemisfer kiri (dominan), dengan gejala-gejala; afasi, hemiparesis kanan, hemiastesia kanan, hemianopsia homonymous kanan,dan gangguan gerakan bola mata kanan

2. Lesi di hemisfer kanan (nondominan), dengan gejala-gejala; hemiparesis kiri, hemiastesia kiri, hemianopsia homonymous kiri, dan gangguan gerakan bola mata kiri

3. Lesi di subkortikal atau batang otak, dengan gejala-gejala; hemiplegia berat dan hemiastesis berat, disartria, termasuk dysarhtria-clumsy hand, hemiparesis-ataksia, dan tidak ada gangguan kognisi, bahasa dan penglihatan

4. Lesi di batang otak, dengan gejala-gejala; tetrapelgia dan tetraastesia total, crossed signs (signs on same side of face and other side of body), dysconjugate gaze, nygstagmus, ataxia, disartria, dan disphagia

5. Lesi di serebelum, dengan gejala-gejala ataksia tungkai ipsilateral dan ataksia gait.

Untuk membedakan jenis patologis stroke (perdarahan atau iskemik atau infark), dapat dilakukan segera mungkin pemeriksaan CT-Scan kepala (sebagai pemeriksaan baku emas). Apabila pemeriksaan CT-Scan tidak memungkin dengan berbagai alasan, dapat dipakai Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM) yang telah diuji reliabilitas dan validitasnya (grade I).5

ASGM terdiri dari 3 variabel, yaitu, nyeri kepala pada waktu saat serangan, penurunan kesadaran pada waktu saat serangan dan refelks Babinski. Apabila ada tiga atau dua variable tersebut, maka jenis patologis stroke adalah stroke perdarahan. Apabila ada ada nyeri kepala atau penurunan kesadaran pada saat serangan, maka jenis patologis stroke adalah stroke perdarahan. Stroke iskemik atau infark, apabila tidak ada ketiga variable tersebut pada saat serangan.

Pemeriksaan CT-Scan adalah mutlak dilakukan apabila akan dilakukan pengobatan dengan pengobata trombolitik (rtPA intravenus).2 Kalau keadaan memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan MRI. Dengan pemeriksaan MRI dapat dilihat lesi kecil (yang tidak terlihat dengan pemeriksaan CT-Scan) di kortikal, subkortikal, batang otak dan serebelum. Juga dapat terlihat lesi teritori vaskuler dan iskemik akut lebih awal.

Setelah dilakukan pemeriksaan CT-Scan atau ASGM, untuk mengetahui severitas stroke dan prognosis stroke dilakukan pemeriksaan Skala Stroke Gadjah Mada (SSGM), yang diuji reliabilitas dan validitasnya (grade I).5

Pemeriksaan-pemeriksaan lain

Pemeriksaan jantung

Page 8: Trauma Serebro-vaskular

Pemeriksaan kardiovaskuler klinis dan pemeriksaan 12-lead ECG harus dikerjakan pada semua penderita stroke. Biasanya dilakukan selama 48 jam sejak kejadian stroke. Kelainan jantung sering terjadi pada penderita stroke dan penderita dengan kondisi gangguan jantung akut harus segera ditanggulangi. Sebagai contoh penderita infark miokard akut dapat menyebabkan stroke, sebaliknya stroke dapat pula menyebabkan infark miokard akut. Sebagai tambahan, aritmia kordis dapat terjadi pada penderita-penderita stroke iskemik akut. Fibrilasi atrial, sangat potensial untuk terjadi stroke, dapat terdeteksi awal. Monitor jantung sering dilakukan setelah terjadi stroke untuk menapis aritmia jantung serius.

Pemeriksaan tekanan darah

Pemeriksaan tekanan darah adalah wajib dilakukan rutin setiap hari, karena hipertensi adalah faktor resiko utama terjadi stroke.

Pemeriksaan paru

Pemeriksaan klinis paru dan foto rontgen thorak adalah pemeriksaan rutin yang harus dikerjakan.

Pemeriksaan laboratorium darah

Beberapa pemeriksaan rutin darah dikerjakan untuk mengindetifikasi kelainan sistemik yang dapat menyebabkan terjadi stroke atau untuk melakukan pengobatan spesifik pada stroke. Pemeriksaan tersebut adalah kadar gula darah, elektrolit, haemoglobin, angka eritosit, angka leukosit, KED, angka platelet, waktu protrombin, activated partial thrombopalstin time, fungsi hepar dan fungsi ginjal. Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan apabila dicurigai ada hipoksia. Pemeriksaan cairan otak dilakukan apabila dicurigai stroke perdarahan subarakhnoid dan pada pemeriksaan CT-Scan tidak terlihat ada perdarahan subarakhnoid. Pada penderita tertentu dilakukan pemeriksaan tambahan, sbagai berikut; protein C, cardiolipin antibodies, homocystein dan vasculitis-screening (ANA, lupus AC).

Pemeriksaan EEG

Pemeriksaan EEG dilakukan apabila terjadi kejang, dan kejang pada penderita stroke adalah kontraindikasi pemberian rtPA.

Vascular imaging

Doppler-and duplexsonography of extracranial and intracranial arteries digunakan untuk mengidentifikasi oklusi atau stenosis arteria. Juga dipakai untuk monitor efek pengobatan thrombolitik dan dapat menolong menentukan prognosis. Kalau memungkinkan dapat juga dilakukan pemeriksaan magnetic resonance angiography dan CT angiography untuk memeriksa oklusi atau stenosis arteria. Untuk memonitor kardioemboli dilakukan pemeriksaan

Page 9: Trauma Serebro-vaskular

transthoracic and transoesophageal echocardiography. Biasanya dilakukan setelah 24 jam serangan stroke.

Semua pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan laboratorium darah direkomendasi oleh European Stroke Initiative (EUSI), Recommendations 2003 3 dan Guidelines for Early Management of Patient With Ischemic Stroke. A Scientific Statement From the Stroke Council of the American Stroke Association, 2003. (grade I)4

f. Penatalaksanaan

- Penatalaksanaan Stroke Hemorrhagic

Penanganan tepat dan segera pada pasien dengan infark hemoragik merupakan penanganan kegawatdaruratan. Pasien dengan stroke hemoragik harus dirawat dalam ruangan khusus.(11)

Penatalaksaan pasien dengan infark hemoragik terdiri atas dua yaitu:1. Konservatif

Amankan jalan napas dan pernapasan. Jika perlu pemberian intubasi dan hiperventilasi mekanik. Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien dengan koma yang tidak dapat mempertahankan jalan napas dan pasien dengan gagal pernapasan. Analisa gas darah harus diukur pada pasien dengan gangguan kesadaran

Keseimbangan cairan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit mudah ditemui pada pasien-pasien ICU. Hal ini disebabkan oleh respon simpatis terhadap adanya injuri neuron akibat iskemik ataupun hemoragik, subsitusi cairan/elektrolit yang tidak seimbang, regimen nutrisi yang tidak adekuat, dan pemberian diuretik ataupun obat-obat lainnya. Pilihan terapi enteral/ cairan isotonik intravena. Monitoring keseimbangan cairan dan elektrolit perlu dilakukan.

Nutrisi. Menurut penelitian Davaks dan kawan-kawan, malnutrisi merupakan faktor independen bagi prognosis buruk pada pasien stroke. Hasil penelitian yang sama oleh Gariballa dan kawan-kawan bahwa status nutrisi mempengaruhi perburukan pasien secara signifikan selama periode tertentu. Mereka menemukan bahwa konsentrasi serum albumin mempunyai hubungan signifikan dengan komplikasi infeksi dan merupakan prediktor independen kematian dalam waktu 3 bulan. Penelitian ini menunjukkan pentingnya suplai kalori dan protein adekuat pada pasien stroke akut.

· Follow up ketat· Mannitol dan diuretik berguna untuk menurunkan tekanan intrakranial lebih cepat.· Jika demam, berikan acetominofen dan kompres mekanik. Demam merupakan prediktor bagi

prognosis buruk sehingga harus ditemukan penyebabnya.· Keadaan hiperglikemia menunjukkan adanya cedera sel-sel saraf ataupun pemberian tissue

plasminogen activator (rt-PA) pada iskemik akut yang memicu peninggian serum glukosa.· Kontrol hipertensi melalui pemberian antihipertensi

Page 10: Trauma Serebro-vaskular

Manajemen pasien stroke hemoragik disertai hipertensi masih kontroversi. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat mencegah terjadinya perdarahan ulangan, namun dilain pihak hal ini dapat mencetuskan iskemik perihematomal. Beberapa peneliti menyarankan penurunan tekanan darah menuju tekanan darah rata-rata harus dilakukan perlahan hingga , 130 mmHg namun penurunan tekanan darah lebih darah 20% harus dicegah dan tekanan darah tidak boleh turun lebih dari 84 mmHg.

· Mencegah diatesis perdarahan dengan pemberian plasma darah, antihemofilik, vitamin K, transfusi platelet, dan transfusi darah.(11,12,13)

2. Operasi · Drainase hematoma – drainase stereotaktik atau evakuasi operasi· Drainase ventrikular atau shunt· Evakuasi perdarahan malformasi arterivenous atau tumor· Memperbaiki aneurisma.(12)

Penatalaksaan operatif pada pasien dengan perdarahan intraserebral masih kontroversi. Walaupun terdapat indikasi-indikasi jelas bahwa pasien memerlukan suatu tindakan operatif ataupun tidak, masih terdapat daerah ”abu-abu” diantaranya. Sebagai contoh pasien usia muda dengan perdarahan intraserebral pada hemisfer nondominan yang awalnya sadar dan berbicara kemudian keadaannya memburuk secara progresif dengan perdarahan intraserebral area lobus memerlukan penanganan operatif. Sebaliknya, pasien usia lanjut dengan perdarahan intraserebral luas pada hemisfer dominan disertai perluasan ke area talamus dan berada dalam kondisi koma tergambar memiliki prognosis jelek sehingga tindakan operatif tidak perlu dipertimbangkan.(14)

Tindakan pembedahan untuk evakuasi atau aspirasi bekuan darah pada stadium akut kurang begitu menguntungkan. Intervensi bedah pada kasus-kasus demikian adalah :

a. Pasien yang masih dapat tetap bertahan setelah iktus awal setelah beberapa hari, di mana pada saat itu bekuan sudah mulai mencair dan memungkinkan untuk di aspirasi sehingga massa desakan atau defisit dapat dikurangi.

b. Hematom intraserebeler, mudah segera dikeluarkan dan kecil kemungkinan menimbulkan defisit neurologis. Dalam hal ini biasanya dapat segera dilakukan operasi pada hari-hari pertama.

c. Hematom intraserebral yang letaknya supericial, seringkali mudah diangkat dan tidak memperburuk defisit neurologis.(4)

Kontraindikasi tindakan operasi terhadap kasus-kasus perdarahan intraserebral adalah hematom yang terletak jauh di dalam otak (dekat kapsula interna) mengingat biasanya walaupun hematomnya bisa dievakuasi, tindakan ini malahan menambah kerusakan otak.(4)

Operasi juga tidak dipertimbangkan pada pasien dengan volume hematoma sedikit dan defisit fokal minimal tanpa gangguan kesadaran. Hal tersebut diatas menunjukkan indikasi jelas mengapa seseorang memerlukan tindakan operatif atau tidak. Hal inilah yang menjadi ketidakmenentuan mengenai indikasi apakah operasi diperlukan atau tidak.(14)

Jenis-jenis operasi pada stroke hemoragik antara lain: (14) 1. Kraniotomi

Mayoritas ahli bedah saraf masih memilih kraniotomi untuk evakuasi hematoma. Secara umum, ahli bedah lebih memilih melakukan operasi jika perdarahan intraserebral terletak pada hemisfer nondominan, keadaan pasien memburuk, dan jika bekuan terletak pada lobus dan

Page 11: Trauma Serebro-vaskular

superfisial karena lebih mudah dan kompresi yang lebih besar mungkin dilakukan dengan resiko yang lebih kecil. Beberapa ahli bedah memilih kraniotomi luas untuk mempermudah dekompresi eksternal jika terdapat udem serebri yang luas.

Gambar 1. Flap lebar tulang kranium pada Hemicraniotomi dan dekompresi operasi untuk infrak area arteri cerebri media.(14)

Gambar 2. Insisi kulit pada suboksipital kraniotomi dan drainase ventrikular.A. Insisi Linear. B. Insisi question mark untuk kepentingan kosmetik.(15)

Page 12: Trauma Serebro-vaskular

Gambar 3. Prosedur Sub-sekuen Kraniotomi.(16)

2. EndoskopiMelalui penelitian Ayer dan kawan-kawan dikatakan bahwa evakuasi hematoma melalui bantuan endoskopi memberikan hasil lebih baik. pada laporan observasi lainnya penggunaan endoskopi dengan tuntunan stereotaktik dan ultrasonografi memberikan hasil memuaskan dengan evakuasi hematoma lebih sedikit (volume < 30 ml) namun teknik ini belum banyak diaplikasikan dan validitasnya belum dibuktikan.

3. Aspirasi dengan bantuan USGHondo dan Lenan melaporkan keberhasilan penggunaan aspirator USG pada aspirasi stereotaktik perdarahan intracerebral supratentorium, namun prosedur ini masih diobservasi.

4. Trombolisis intracavitasBlaauw dan kawan-kawan melalui penelitian prospektif kecil meneliti pasien perdarahan intraserebral supratentorial dengan memasukkan urokinase pada kavitas serebri (perdarahan intraserebri) dan setelah menunggu periode waktu tertentu kemudian melakukan aspirasi. Namun penelitian ini dinyatakan tidak berpengaruh pada angka mortalitas, walaupun pada beberapa pasien menunjukkan keberhasilan. Pasien perdarahan intraserebral dengan ruptur menuju ke ventrikel drainase ventrikular eksternal mungkin berguna. Namun cara ini belum melalui penelitian prospektif luas dan patut dicatat bahwa melalui penelitian observasi menunjukkan prognosis buruk. (13)

Perdarahan intraserebral dan subarahnoid biasanya dikaitkan dengan adanya malformasi arterivenous (AVM). Jika lesi dapat terlihat maka evakuasi perdarahan harus dilakukan sehingga perdarahan tidak terkontrol dari AVM dapat diatasi. Apabila perdarahan intraserebral di terapi secara konservatif biasanya ahli bedah saraf memilih menunggu 6-8 minggu dahulu karena operasi dapat mencetuskan AVM yang terletak pada dinding perdarahan intraserebral. Pilihan penanganan operatif pada AVM antara lain: pengangkatan endovaskular, eksisi, stereotaxic radiosurgery, dan kombinasi diantaranya.(11,13)

Page 13: Trauma Serebro-vaskular

1. Eksisi langsung AVM semakin berkembang dengan adanya mikroskop operasi sehingga menurunkan resiko kecacatan dan kematian. Komplikasi mayor eksisi langsung seperti kehilangan jaringan otak normal beserta fungsi neurologisnya yang dikenal dengan breakthrough phenomenon.

2. Pengangkatan endovaskular menggunakan teknik embolisasi dapat dilakukan sebelum ataupun saat berlangsungnya operasi. Penanganan ini berguna untuk lesi yang tidak dapat terjangkau melalui operasi ataupun tambahan pengangkatan pada operasi. Komplikasi yang dapat berkembang yaitu perdarahan,iskemik, dan angionekrosis karena toksisitas materi emboli.

3. Radioterapi, teknik ini menggunakan energi tinggi x-ray, gamma, dan proton menginduksi deposisi kolagen subendotelial dan substansi hialin yang menyempitkan lumen pembuluh darah kecil dan mengerutkan AVM dalam beberapa bulan setelah terapi. komplikasi cara ini berupa radionekrosis jaringan otak normal, perdarahan, hidrosefalus, kejang post terapi, kehilangan regulasi temperatur, defisit fungsi kongnitif.

- Penatalaksanaan Stroke Non-Hemorrhagic

Strok adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul, fokal, dan nonkonvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik. Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan: (1) mencegah cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik noninfark, (2) membalikkan cedera saraf sedapat mungkin, (3) mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.

Adapun penatalaksanaannya sebagai berikut:

I . Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)

Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera jaringan neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.

Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu / mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu:

Page 14: Trauma Serebro-vaskular

1. Breathing

Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.

2. Brain

Posisi kepala diangkat 20-30 derajat.

Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.

3. Blood

- Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.

- Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak.

- Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak

- Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-lebih pada penderita dengan diabetes mellitus lama.

- Keseimbangan elektrolit dijaga.

4. Bowel

Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.

5. Bladder

Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli.Penatalaksanaan komplikasi:

Page 15: Trauma Serebro-vaskular

· Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang ada, lalu diturunkan perlahan.

· Ulkus stres: diatasi dengan antagonis reseptor H2

· Peneumoni: tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas

· Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol bolus: 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.10

Penatalaksanaan keadaan khusus:

- Hipertensi

. Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di bawah ini:

Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit

Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit

Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit

Disertai infark miokard akut/gagal jantung

. Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat, diturunkan sampai batas hipertensi ringan.

. Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan antagonis kalsium.

· Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati penyebabnya.

· Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin subkutan selama 2-3 hari pertama.

· Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan penyebabnya diobati,

· Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.

Page 16: Trauma Serebro-vaskular

Penatalaksanaan spesifik:

· Pada fase akut dapat diberikan:

a. Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari

b. Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset

· Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.

II. Fase Pasca Akut

Pada fase paska akut dapat diberikan:

· Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg

· ASA dosis rendah 80-325 mg/hari

· Neuroprotektor

Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya strok.

- Rehabilitasi

Strok merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, ‘terapi wicara’ dan psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan penderita stabil.

Tujuan rehabilitasi ialah:

· Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu

· Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan interpersonal menjadi normal

· Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari

Prinsip dasar rehabilitasi:

Page 17: Trauma Serebro-vaskular

· Mulai sedini mungkin

· Sistematis

· Ditingkatkan secara bertahap

· Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada9

Terapi preventif

Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko strok :

1. Pengobatan hipertensi

2. Mengobati diabetes mellitus

3. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll

4. Berolahraga teratur.

PENCEGAHAN

A. Pencegahan primer

1. Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program pencegahan penyakit vaskular lainnya

2. Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke:

· Menghindari: rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya

· Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan

· Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.

· Menganjurkan: konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur

Page 18: Trauma Serebro-vaskular

B. Pencegahan sekunder

1. Modifikasi gaya hidup beresiko strok dan faktor resiko lainnya

Hipertensi: diet, obat antihipertensi yang sesuai

Diabetes melitus: diet, OHO/insulin

Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidilipidemia

Berhenti merokok

Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak

Hiperurisemia: diet, antihiperurisemia

2. Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin.

3. Obat-obatanyang digunakan:

Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagi obat pilihan pertama, dengan dosis berkisar 80-320 mg/hari

Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien dengan faktor risiko penyakit jantung.

g. Prognosis

Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul.

Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.

Prognosis stroke Hemorrhagic :

Angka kesembuhan pada perdarahan intraserebral bergantung pada lokasi, ukuran, dan kecepatan perkembangan hematoma. Pasien dengan hematoma kecil, berlokasi jauh ke dalam dan dekat dengan midline sering diikuti dengan herniasi sekunder dan massa sehingga mortalitasnya tinggi. Penyembuhan pasien dengan perdarahan intraserebral biasanya disertai defisit neurologis.

Page 19: Trauma Serebro-vaskular

Pasien dengan perdarahan subarahnoid masif sejak awal dapat berakhir dengan kematian ataupun kerusakan otak. Namun jika perdarahan terbatas, pasien dapat bertahan dengan resiko perdarahan ulangan pada beberapa hari/minggu berikut setelah perdarahan subarahnoid pertama. Jika tidak di terapi segera, perdarahan subarahnoid yang disebabkan oleh ruptur AVM beresiko terhadap perdarahan ulangan pada 24 jam sesudahnya, 1-2 % 1 bulan sesudahnya, dan sebesar 3 % terjadi 3 bulan setelah serangan awal. Evaluasi dan penanganan pasien dengan perdarahan subarahnoid harus segera diberikan untuk mencegah prognosis buruk pasien.

REFERENSI

Page 20: Trauma Serebro-vaskular

Mendelow AD. Intracerebral Hemorrage In: Therapy In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds. Stroke

Pathophysiology, Diagnosis, and Management. 4th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2004. p. 1217-30

Hongo K, Nitta J, Kobayashi S.Cerebellar Infraction and Hemorrage In: Therapy In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B,

Wolf PA eds. Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and Management. 4th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone;

2004. p 1459-66

http://medpics.findlaw.com/imagescooked/753W.jpg

Breneman J, Warnick R. Stereotactic Radiosurgery & Radiotherapy of the Head [Online]. 2003 Sept [cited 2007 Agt 28];

Available from: URL:hhtp:// www.abta.org

Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi. Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit

Buku /kedokteran EGC; 2002. h.474-510.