TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MANUSIA UNTUK …repository.uinjambi.ac.id/1985/1/SKRIPSI ZHAFIR AIMAN BIN...

88
i TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MANUSIA UNTUK KEPENTINGAN MEDIS MENURUT PERSPEKTIF ISLAM (STUDI PERBANDINGAN ANALISIS METODE ISTINBAT DARI PENDAPAT SYAIKH ABDUL QADIM ZALLUM DAN SYAIKH YUSOF AL-QARDAWI). Skripsi Oleh: ZHAFIR AIMAN BIN ABDUL HALIM SPM 103170037 PEMBIMBING: Dr. A.A. Miftah,M.Ag Drs. M.Hasbi Ash-Shiddieqi, M.Ag PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019

Transcript of TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MANUSIA UNTUK …repository.uinjambi.ac.id/1985/1/SKRIPSI ZHAFIR AIMAN BIN...

  • i

    TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MANUSIA UNTUK KEPENTINGAN

    MEDIS MENURUT PERSPEKTIF ISLAM (STUDI PERBANDINGAN

    ANALISIS METODE ISTINBAT DARI PENDAPAT SYAIKH ABDUL

    QADIM ZALLUM DAN SYAIKH YUSOF AL-QARDAWI).

    Skripsi

    Oleh:

    ZHAFIR AIMAN BIN ABDUL HALIM

    SPM 103170037

    PEMBIMBING:

    Dr. A.A. Miftah,M.Ag

    Drs. M.Hasbi Ash-Shiddieqi, M.Ag

    PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

    FAKULTAS SYARIAH

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

    2019

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

  • vii

    MOTTO

    ًُ ٱۡىُعۡۡسَ ًُ ٱۡىيُۡۡسَ َوََل يُرِيُد ةُِك ُ ةُِك يُرِيُد ٱَّلله

    Artinya:

    “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran

    bagimu”1

    1 Al-Baqarah: 185.

    vii

  • viii

    PERSEMBAHAN

    نِِِٱّلَلِِِبِۡسمِِ ٱنَرِحيمِِِٱنَرۡحم َٰ

    Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT ata kasih saying dan karunia-Nya

    yang telah memberikanku kekuatan serta membekaliku dengan ilmu pengetahuan

    sehingga diberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini. Sholawat dan salam

    selalu terlimpahkan keharibaan Rasulullah Muhammad SAW semoga kelak kita

    mendapatkan syafaat dari beliau. Aamiin.

    Teristimewa kupersembahkan karya kecil ini kepada cahaya hidup yang sangat

    kusayangi Ibunda (Roslina) dan Ayahda ( Abdul Halim) tercinta, terkasih, dan

    yang tersayang sebagai tanda bakti, hormat dan terima kasih yang setulusnya.

    Tiada kata yang bisa menggantikan segala sayang usaha doa semangat dan materi

    yang telah diberikan untuk penyelesaian tugas akhir ini dibangku kuliah. Semoga

    ini menjadi awal untuk membuat Ibunda bahagia.

    Seluruh sahabatku yang tercinta, yang berada dijambi Zaid Ikram, Zul ammar,

    arif nabil, aizat hasbullah. Terima kasih atas doa cinta kasih sayang dan bantuan

    kalian semua selama ini. Terima kasih untuk doa, nasehat, hiburan, kerjasama,

    ide, traktiran, tebengan dan semangat yang kalian berikan selama ini. Sukses

    untuk kita semua Aamiin..

    viii

  • ix

    ABSTRAK

    Transplantasi organ adalah salah satu metode penyembuhan penyakit yang lahir

    dari kemajuan teknologi dalam dunia kedokteran. Namun, dibalik tujuan mulia

    pelaksanaannya yaitu mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup

    pasien, transplantasi ini mengundang pemikiran, diskusi dan perdebatan terutama

    dari segi hukum dan agama. Hal tersebut menjadi alasan penulis untuk meneliti

    dengan tema transplantasi organ tubuh manusia. Adapun masalah dalam

    penelitian ini yaitu transplantasi dalam perspektif hukum kesehatan dan

    transplantasi dalam perspektif hukum islam. Penelitian ini adalah penelitian

    hukum normatif yaitu yuridis. Pendekatan masalah yang digunakan adalah

    pendekatan hukum normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang

    terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder yaitu pustaka. Pengumpulan data

    dilakukan dengan studi pustaka yang berdasarkan buku yang digunakan oleh dua

    pendapat. Pengolahan data dilakukan dengan tahap pemeriksaan data, klasifikasi

    data, penandaan data dan sistematisasi data yang kemudian dianalisis secara

    kualitatif. Hasil dari penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa transplantasi

    organ tubuh manusia menurut dua pendapat yaitu syaikh Abdul Qadim Zallum

    dan Syaikh Yusof Qaradhawi bisa diambil dari orang yang masih hidup atau

    orang yang dinyatakan mati dengan memenuhi syarat medis dan administratif

    yang wajib dipenuhi oleh calon pendonor yang akan melaksanakan transplantasi

    organ. Pelaksanaan transplantasi organ tubuh manusia dalam Hukum Islam

    diperbolehkan asalkan perbandingan kemaslahatan yang ditimbulkan lebih besar

    daripada kerusakan karena pelaksanaan transplantasi organ. Pendapat yang

    bertentangan dari pendapat Abdul Qadim Zallum yang mengharamkanya dengan

    sebab bisa membunuh seseorang dan memburukkan sesorang itu.

    Kata Kunci: Transplantasi, Organ, Hukum Menerima, Hukum Menolak

    ix

  • x

    KATA PENGANTAR

    ِحْينِ بِْسِن ْحَمِن الرَّ ّللّاِ الرَّ

    السَّالَُم َعلَْيُكْن َوَرْحَمةُ هللاِ َوبََرَكاتُهُ

    Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah

    SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan Salam turut dilimpahkan

    kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang sangat dicintai.

    Alhamdulillah dalam usaha menyelesaikan skripsi ini penulis senantiasa diberi

    nikmat kesehatan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

    yang berjudul “Transplantasi Organ Tubuh Manusia Untuk Kepentingan

    Medis Menurut Perspektif Islam (Studi Perbandingan Analisis Metode

    Istinbat Dari Pendapat Syaikh Abdul Qadim Zallum Dan Syaikh Yusof Al-

    Qardawi)”.

    Skripsi ini disusun sebagai sumbangan pemikiran terhadap pengembangan

    ilmu syariah dalam bagian ilmu hukum tentang undang-undang. Juga memenuhi

    sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam

    Jurusan Perbandingan Mazhab pada Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri

    Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia.

    Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis akui tidak terlepas dari menerima

    hambatan dan halangan baik dalam masa pengumpulan data maupun

    penyusunannya. Situasi yang mencabar dari awal hingga ke akhir menambahkan

    lagi daya usaha untuk menyelesaikan skipsi ini agar selari dengan penjadualan.

    Dan berkat kesabaran dan sokongan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat

    juga diselesaikan dengan baik seperti yang diharapkan.

    Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah jutaan terima

    kasih kepada semua pihak yang turut membantu sama ada secara langsung

    maupun secara tidak langsung menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. H. Suaidi Asy‟ari, MA., Ph.D Rektor UIN STS Jambi,

    Indonesia.

    2. Bapak Dr. A.A. Miftah, Dekan Fakultas Syariah UIN STS Jambi,

    Indonesia.

    x

  • xi

    xi

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL………………………………………………………………i

    PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR....….…………………….…ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING……………....……..…………………….…...iii

    NOTA DINAS ……………………………………………………….…………..iv

    PENGESAHAN PANITIA UJIAN……………………………………………….v

    SURAT PENYATAAN………………………………………………………......vi

    MOTTO…………………………………...………………….....……………….vii

    PERSEMBAHAN…………...…………………………………………………..viii

    ABSTRAK……………..………………………………………............................ix

    KATA PENGANTAR………………………………………………….…..…….x

    DAFTAR ISI……………………………………………………..………...…….xii

    DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………..xv

    BAB I : PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………….1

    B. Rumusan Masalah…………………………………………………………...4

    C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………………..………………………….4

    D. Batasan Masalah ……………………………………………………………5

    E. Kerangka Teori……………………………………………………………...6

    F. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………...14

    G. Metode Pernelitian…………………………………………………………16

    H. Sistematika Penulisan……………………………………………………...19

    BAB II :BIOGRAFI DAN LATAR BELAKANG.

    A. Biografi Syaikh Abdul Qadim Zallum…………………...........................21

    1. Riwayat Hidup Abdul Qadim Zalim………………………………….21

    2. Pendidikan Dan Aktivitas Abdul Qadim Zallum……………………..23

    3. Karya-Karya Abdul Qadim Zallum…………………………………..29

    xii

  • xiii

    B. Biografi Syaikh Yusof Al-Qardawi……….…….….................................31

    1. Riwayat hidup Yusuf Qardawi………………………………………..31

    2. Pendidikan Dan Aktivitas Yusuf Qardhawi…………………………..33

    3. Karya-karya Yusuf Qardhawi…………………………………………36

    BAB III :IJTIHAD TRANSPLANTASI ORGAN SYAIKH ABDUL QADIM

    ZALLUM DAN SYAIKH YUSOF QARADHAWI.

    A. Ijtihad Syaikh Abdul Qadim Zallum………………....…………….....38

    1. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup….........38

    2. Syarat-Syarat Penyumbangan Organ Tubuh Bagi Donor

    Hidup………………………………………………………..39

    3. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal…41

    4. Keadaan Darurat………………………………………….....45

    5. Dasar Metode Menurut Abdul Qadim Zallum………..…..…50

    B. Ijtihad Syaikh Yusuf Qaradhawi…………..……………………........51

    1. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup.............51

    2. Mewasiatkan Organ Tubuh Setelah Meninggal Dunia……...54

    3. Dasar Metode Menurut Yusuf Qaradhawi…….…………….57

    BAB IV : TARJIH IJTIHAD TENTANG TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH

    A. Kekuatan dan kedudukan dalil ..…………………………………...…59

    B. Analisis diantara dua pendapat dalam konteks zaman sekarang .........64

    BAB V : PENUTUP

    A. .Kesimpulan………………………...………………………................68

    B. Saran-Saran …………………...…………………………...................68

    C. KataPenutup…………………………………...……….......................69

    DAFTAR PUSTAKA……………………………...................................................

    LAMPIRAN………………………………..............................................................

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………….......................................................

    xiii

  • xiv

    DAFTAR SINGKATAN

    UIN STS : UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA

    SAIFUDDIN.

    SWT : Subhanahuwata‟ Ala.

    SAW : Sallallahu‟alaihiwasallam.

    RA. : Radiallahu”An.

    NO : Nomor.

    Q.H : Al-Quran dan Hadis

    Cet. : cetakan.

    Hlm. : Halaman

    xiv

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah.

    Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran telah menimbulkan

    perubahan besar dalam kehidupan sosial, terutama dalam hal penanganan

    berbagai penyakit yang pada asalnya sulit diobati atau ditanggulangi. Dengan

    adanya perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, telah dilakukan berbagai

    terobosan dalam bidang pengobatan dan hasilnya semakin memberikan

    kepuasan konsumen salah satunya transplantasi organ. Tranplantasi organ

    merupakan pencangkokan atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari

    satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu bagian ke bagian yang lain pada

    tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang

    rusak atau tidak befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih

    berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan orang yang masih hidup

    maupun telah meninggal.2

    Dalam Islam, perbahasan mengenai transplantasi organ tidak

    mempunyai pokok khusus dalam sumber utama hukum iaitu al-Quran dan al-

    Sunnah. Ini karena pemindahan dan pemberian organ merupakan

    perkembangan teknologi dalam ilmu perubatan yang bermula sekitar abad ke-

    2 Abdullah Fahim b Ab Rahman, “Peranan Pegawai-pegawai Agama Dalam Rawatan Pemindahan Organ”, dalam Dr Ismail Ibrahim(ed.), Islam dan Pemindahan Organ.,( Kuala

    Lumpur: Institut Kemajuan Islam Malaysia, 1998).

  • 2

    20. Maka dengan itu perkara ini telah menjadi perbahasan para ulama Islam

    semenjak tahun 1950-an. 3

    Secara umum transplantasi organ yang dikaitkan dalam sumber hukum

    Islam untuk segala urusan itu berdasarkan konteks yang diambil dari maslahah

    mursalah yaitu setiap mendatangkan kebaikan atau yang membawa

    kemanfaatan dan menolak kerusakan. Sumber asal dari metode transplantasi

    organ yang diambil dari Al-Qur‟an pada ayat berikut:

    ا َٓ يَُّأ ا ِِف ٱنلهاُس َيَٰٓ ٍَ ِ ّ ًۡ وَِشَفآءٞ ل ّبُِك َِ ره ٌّ ِٔۡعَظثٞ ٌه كَۡد َجآَءحُۡكً

    ُدورِ ٌِِنَِي ٱلصُّ ۡؤ ٍُ ٗدى َورَۡۡحَثٞ ّىِۡي ُْ ٥٧َو

    Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran

    dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang

    berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang

    yang beriman4

    Berdasarkan ayat diatas ramai para ulama kotemporer menganggap bahwa

    dalil tersebut merupakan dalil bagi mengharuskan transplantasi organ.

    Walaupun begitu, terdapat khilaf atau perbedaan pendapat dalam perkara ini.

    Menurut pendapat Dr. Yusuf al-Qaradawi, seorang ulama kontemporari dari

    Mesir, di dalam kitabnya berjudul fatwa kotemporer masa kini menjelaskan

    bahwa hukum tranlantasi organ adalah harus bagi seseorang yang berada dalam

    3 Bahagian Fatwa, Jabatan Mufti Negeri Perlis. (2011). Derma organ: Satu kebajikan.

    Kertas kerja dibentangkan semasa Seminar Pendidikan Fatwa Isu Pendermaan Organ anjuran

    Jabatan Mufti Negeri Perlis dengan kerjasama Jabatan Kesihatan Negeri Perlis pada 20 Jun 2011 4 Yunus: 57

  • 3

    situasi darurat. 5

    Beliau banyak juga karang kitab fiqih dan fatwa-fatwa yang

    masa kini yang bisa dirujuk untuk digunakan.

    Namun begitu, terdapat perbedaan pendapat dari ulama kotemporer

    yang lain, Syaikh Abdul Qadim Zallum ulama yang tertua lahir di palestina

    yang telah mengarang kitabnya problem kotemporer dalam pandangan islam

    menjelaskan larangan melakukan transplanstasi organ karena ia bisa membawa

    kemudharatan.6

    Antara karyanya yang merupakan pendapat berbeda dengan ulama‟ lain

    tapi beliau banyak mengarang kitab berkenaan pemerintahan dan mempunyai

    beberapa karangan kitab berkaitan fiqh untuk dirujuk. Beliau merupakan

    ulama‟ yang telah wafat lebih awal yaitu pada tahun 2003 dari Syaikh Yusof

    Al-Qaradhawi dan berbeda menetapkan hukumnya.

    Maka, dengan kesedaran ini penulis tertarik untuk membahaskan

    penyelesaian terhadap problematika yang timbul daripada akibat hukum yang

    mengguna organ tubuh berasas maslahah mursalah telah mengangkat judul

    Transplantasi Organ Tubuh Manusia Untuk Kepentingan Medis Menurut

    Perspektif Islam (Studi Perbandingan Analisis Metode Istinbat Dari

    Pendapat Syaikh Abdul Qadim Zallum Dan Syaikh Yusof Al-Qardawi).

    5 3 Yusuf al-Qaradawi.” Fatwa Masa Kini (Jilid 7 & 8)”. Kuala Lumpur: Pustaka Salam.

    (1995). Hlm. 365. 6 Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996.

    Hlm. 20.

  • 4

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan pembahasan dalam latar belakang permasalahan diatas,

    maka yang menjadi rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini,

    yaitu:

    1. Apakah dasar dan metode syaikh Abdul Qadim Zallum menolak

    transplatasi organ untuk kepentingan medis?

    2. Apakah dasar dan metode Syaikh Yusof Al-Qaradhawi membolehkan

    transplatasi organ untuk kepentingan medis?

    3. Manakah yang lebih rajih di antara dua pendapat tersebut dalam konteks

    zaman sekarang?

    C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah yang dijelaskan di atas, maka dapatlah

    disimpulkan tujuan penelitian seperti berikut, yaitu :

    1. Tujuan Penelitian

    1) Ingin mengetahui dasar dan metode syaikh Yusof Al-Qaradawi

    membolehkan transplatasi organ untuk kepentingan medis

    2) Ingin mengetahui dasar dan metode Syaikh Abdul Qadim Zallum

    menolak transplatasi organ untuk kepentingan medis.

    3) Ingin mengetahui pendapat dua pendapat itu yang lebih rajih dalam

    konteks kekinian

  • 5

    2. Kegunaan Penelitian

    a) Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan serta memperluas

    wawasan dan pemahaman mengenai permasalahan-permasalahan punca

    atau sebab seorang itu memberi organ tubuh manusia, dikarenakan

    mungkin sebagian masyarakat tidak mengetahui akibat dari hukum

    menggunakan organ tubuh tersebut disebabkan kurangnya pencerahan

    tersebut pada zaman kini.

    b) Supaya penelitian ini dapat menjadikan ia sebagai salah satu rujukan

    ilmiah yang bermanfaat untuk memperkasakan lagi ilmu pengetahuan.

    c) Penelitian ini untuk melengkapi persyaratan gelar Sarjana Strata 1 (S1)

    Jurusan Hukum Keluarga, Fakultas Syariah di Universitas Islam Negeri

    Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    D. Batasan Masalah

    Dalam permasalahan ini, penulis hanya membahaskan serta

    membataskan tentang akibat, hukum penggunaan dan pengalihan organ

    manusia dalam fatwa malaysia. Penggunaan ini dikaji dari analisa konsep

    maslahah mursalah yang menjadi pokok unutuk pengkajian dari fatwa

    malaysia tentang penggunanan organ tubuh manusia dari segi medis dan juga

    penggunaan membantu merawat penyakit.

  • 6

    E. Kerangka Teori

    1) Teori Ijtihad

    a) Dasar Ijtihad.

    Ijtihad sebagai salah satu sendi syari'at yang besar banyak

    dijumpai dalil-dalilnya dalam Al-Qur'an yang mendesak untuk

    meriggunakan pikiran dan .mengharuskan mengambil i'tibar, seperti

    firman Allah:

    ُروَن ٖم َيَخَفهه ۡٔ َٰلَِم ٓأَلَيَٰٖج ىَِّل إِنه ِِف َذSesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda

    (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.7

    Ayat-ayat Al-Qur'an ini merupakan dalil hukum sebagai

    dasar wajibnya berijtihad. Selain itu ada juga ayat Al-Qur'an yang secara

    terbuka menyatakan pengakuanriya terhadap prinsip ijtihad dengan

    menggunakan metode al-qiyas, yaitu firman Allah:

    ٓ ا َُزنۡلَآ إََِلَۡم إِنهَِ ۡىِهَتََٰب ٱأ ًَ َبنۡيَ ۡۡلَقِّ ٱة ََٰم نلهاِس ٱِِلَۡحُك َرى

    َآ أ ٍَ ِ ه ٱة ُ َّلله

    Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan

    membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia

    dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu,8

    Berdasaikan ayat-ayat Al-Qur'an di atas, ijtihad hams dilakukan

    untuk menemukan hukum-hukum yang ada alasannya agar bisa

    7 Ar-Ra’d: 3 8 An-Nissa: 105

  • 7

    diterapkan terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang lain.9 Hal ini

    disebabkan Al-Qur'an sebagai sumber utama hukum Islam hanya memuat

    ayat-ayat ahkam yang jumlahnya relatif sedikit, dan pada umumnya

    hanya memuat norma-norma dasar yang bersifat umum atau global. Dari

    6000 lebih ayat Al-Qur'an hanya sekitar 3,5-17,8% saja yang memuat

    aturan-aturan hukum, dan itupun termasuk hukum-hukum ibadah

    (ubudiyah) dan kekeluargaan (ahwal asSyakhsiyah). Demikian

    pulajumlah hadits ahkam yang juga relatif tidak begitu banyak.10

    b) Posisi Dan Peran Ijtihad.

    Dalam batas-batas tersebut, setiap hasil ijtihad yang dilakukan

    secara benar adalah diakui Allah sebagai hukum-Nya. Sementara dalam

    nash-nash yang mengandung pengertian relatif, maka kebenaran

    dimaksudkan dalam ruang lingkup yang relatif tersebut. Karena apabila

    kebenaran hasil ijtihad itu berada di luar ruang lingkup yang relatif itu,

    maka kebenaran hasil ijtihad itu tidak termasuk kebenaran yang

    dikehendaki Allah. Sedangkan dalam masalah-masalah yang sama sekali

    tidak ada nashnya. maka kebenaran itu hanya dalam ruang lingkup

    prinsip-prinsip umum yang terkandung dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah.

    Dengan adanya batasan-batasan ini terhindarlah dari, kemungkinan

    terjadinya berbagai macam hasil ijtihad yang dianggap benar.11

    9 Muhammad Amin,” Ijtihad Ibn Taimiyah dalam Bidang Fiqh Islam”, (1975, Jakarta), 1991, hlm. 39 10 Ibid., hlm. 40. 11 Muhammad salam Madkur; al-Ijtihad fi al-Tasyri' alIslamiy, CetakanPertama,Dar el-Nahdhahel-Arabiyah, TanpaKota, 1984, hlm. 149

  • 8

    Dalam menetapkan macam-macam ijtihad para ahli ushul fikih

    membahagikan metode istinbat hukum kepada tiga diformulasikan

    menjadi metode bayani, metode ta’lili dan metode istislahi,12

    yaitu

    seperti berikut:

    1) Metode Bayani

    Metode bayani, yaitu metode ijtihad untuk menemukan

    hukum yang terkandung dalam nash, namun sifatnya dhanni, baik dari

    segi ketetapannya maupun dari segi penunjukannya. Lapangan ijtihad

    bayani ini hanya dalam batas pemahaman terhadap nash dan

    menguatkan salah satu diantara beberapa pemahaman yang berbeda.

    Dalam hal ini, hukumnya tersurat dalam nash, namun tidak

    memberikan penjelasan yang pasti. Metode di sini hanya memberikan

    penjelasan hukum yang pasti dari nash itu.13

    2) Metode Ta’lili

    Metode ta’lili adalah ijtihad qiyasi yaitu ijtihad untuk

    menggali dan menetapkan hukum terhadap suatu kejadian yang tidak

    ditemukan dalilnya secara tersurat dalam nash baik secara qath’i

    maupun secara dhanni, juga tidak ada ijma yang telah menetapkan

    hukum suatu kejadian (peristiwa) dengan merujuk pada kejadian yang

    telah ada hukumnya, karena ada dua peristiwa itu ada kesamaan dalam

    illat hukumnya. Dalam hal ini mujtahid menetapkan hukum suatu

    12

    Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 286. 13

    Ibid,. hlm. 286.

  • 9

    kejadian berdasarkan pada kejadian yang telah ada nashnya. Metode

    seperti ini adalah melalui metode qiyas dan istihsan.14

    3) Metode Istislahi

    Ijtihad istislahi yaitu karya ijtihad untuk menggali,

    menemukan dan merumuskan hukum syar’i dengan cara menerapkan

    kaidah kulli untuk kejadian yang ketentuan hukumnya tidak terdapat

    nash baik qath’i maupun dhanni, dan tidak memungkinkan mencari

    kaitannya dengan nash yang ada juga belum diputuskan ijma. Dasar

    pegangan bentuk ijtihad ini hanyalah jiwa hukum syara‟ yang bertujuan

    untuk mewujudkan kemaslahatan umat, baik dalam bentuk

    mendatangkan manfaat maupun menghindarkan mudharat. Dalam

    perkembangan penalaran ushul fikih, corak penalaran istislahi tampak

    antara lain dalam metode maslahah mursalah.15

    c) Perubahan Sosial

    Perubahan sosial secaraumum dapat diartikan sebagai sesuatu

    proses pergeseran atau berubahnya struktur/tataran di dalam masyarakat,

    meliputi polar pikir yang lebih inovatif, sika serta kehidupan soisalnya

    untuk mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat, pada dasarnya

    setiap masyarakat yang ada di muka bumu ini dalam hidupnya dapat

    14

    Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 287. 15

    Ibid,. hlm. 287.

  • 10

    dipastikan akan mengalami apa yang dinamakan dengan perubahan-

    perubahannya.16

    Adapun perubahan tersebut,ianya hanya dapat diketahui dengan

    melakukan suatu komperasi antara suatu masyarakat pada masa tertentu

    yang kemudian dibandingkan dengan keadaan suatu masyarakat pada

    waktu lampau. Perubahan-perubahan yang terjadidalam sesebuah

    masyarakat pada dasarnya merupakan suatu proses yang terus menerus.

    Ini berarti bahawa setiap masyarakat, pada kenyataannya akan

    mengalami perubahan-perubahan. Antara faktor-faktor terjadinya

    perubahan sosial adalah:17

    i. perubahan kependudukan.

    ii. penemuan-penemuan baru.

    iii. pertentangan (konflik).

    iv. terjadinya pemberotakan atau revolusi dalam masyarakat.

    v. perubahan yangdiakibatkan oleh lingkungan fisik.

    vi. peperangan

    vii. pengaruh kebudayaanmasyarakat lain.

    Lebih khusus Ibn Qayyim al-Jauziyyah mengatakan pendekatan sosial

    tersebut dirumuskan dalam empat hal yakni:18

    i. Sitasi zaman.

    ii. Situasi tempat.

    16

    Baharuddin Agus,”Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial”, Jakarta Indonesia, 1999, Hlm. 9 17

    Fathurrahman Azari,”Jurnal Dinamika Perubahan Sosial Dan hukum Islam”,

    Kalimantan Selatan Indonesia, 2016. Hlm 199. 18

    Fathurrahman Azari,”Jurnal Dinamika Perubahan Sosial Dan hukum Islam”,

    Kalimantan Selatan Indonesia, 2016. Hlm 217.

  • 11

    iii. Sebab keadaan dan keinginan.

    iv. Adad dan tradisi.

    Faktor sosial tersebut Ibn Qayyim al-jauziyyah buat dalam satu

    kaidah fiqh, taghayyur al-fatwa bi taghayyur al-zaman wa al-makan wa al-

    ahwal wa al-adah (berubahnya fatwa dengan sebab berubahnya masa,

    tempat, keadaan/niat dan adat).19

    3) Tarjih

    a) Metode tarjih

    Menurut bahasa, kata “tarjih” berasal dari “rajjaha”. Rajjaha berarti

    memberikan pertimbangan lebih dari pada yang lain. Menurut istilah, para

    ulama berbeda dalam memberikan rumusan tarjih. Sebagian besar ulama

    Hanafiyah, Syafiiyah dan Hanabilah, memberikan rumusan bahwa tarjih

    itu perbuatan mujtahid, sehingga dalam kitab Kasyf-ul-Asrar disebutkan

    bahwa tarjih itu adalah:20

    تقدِيمِانمجتھدِاحدِانطريقينِانمعارضينِنماِفيهِمنِمزيتِمعتبرةِ

    ِاالخرِتجععمِانعممِبهِأونيِمن

    Artinya : Usaha yang dilakukan oleh mujtahid untuk

    mengemukakan satu di antara dua jalan yang bertentangan,

    karena adanya kelebihan nyata untuk dilakukan tarjih itu.

    19

    Abdul Latif Muda dan Rosmawati Ali,Perbahasan Kaedah-kaedahFiqh, (Petaling Jaya

    Malaysia, 2000)‟ Hlm. 32.

    20

    Asjmuni Abdurrahman, (Manhaj Tarjih Muhammadiyah (Metodolog dan Aplikasi),

    Yokyakarta; Pustaka Pelajar), 2002, Hlm. 3

  • 12

    Dalam penjelasan kitab tersebut dikatakan bahwa mujtahid yang

    mengemukakan satu dari dua dalil itu lebih kuat dari yang lainnya, karena

    adanya keterangan, baik tulisan, ucapan maupun perbuatan yang

    mendorong mujtahid untuk mengambil yang mempunyai kelebihan dari

    yang lain.21

    b) Unsur-unsur Tarjih

    Ketentuan ulama ushul menetapkan, bahwa tarjih akan terpenuhi

    dengan adanya unsureunsur: Pertama; adanya dua dalil, Kedua, adanya

    sesuatu yang menjadikan salah satu dalil itu lebih utama dari yang lain.

    Sedangkan untuk dua dalil itu disyaratkan:

    1. Hukum yang ditetapkan oleh kedua dalil tersebut saling

    bertentangan seperti halal dengan haram, wajib dengan tidak

    wajib, maka yang dipilih adalah yang meniadakan. Karena bila

    tidak saling bertentangan, maka tidak ada pertentangan.

    2. Objek kedua hukum yang saling bertentangan tersebut sama.

    Adapun objeknya berbeda-beda, maka tidak ada pertentangan.

    3. Masa atau waktu berlakunya hukum yang saling bertentangan

    tersebut sama. Apabila masa atau waktunya berbeda, maka tidak

    ada pertentangan.

    21 Muḥammad Wafâ, Taʻâruḍ al-Adillah, hlm. 41.

  • 13

    4. Hubungan kedua dalil yang saling bertentangan tersebut sama.

    Karena mungkin saja dua hukum yang saling bertentangan tersebut

    sama dalam objek dan waktu, namun hubungannya berbeda.

    5. Kedudukan kedua dalil yang saling bertentangan tersebut sama,

    baik dari segi asal maupun petunjuk dalilnya.22

    c) Aspek Pentarjihan

    kita mencermati uraian para ahli ushul, maka dapat dikemukakan aspek

    tarjih untuk dalil-dalil manqul dapat dibagi tiga:

    1. Yang kembali kepada sanad, dan ini dibagi dua:

    a. Yang kembali kepada perawi, yang dibagi menjadi dua pula yaitu

    yang kembali kepada diri perawi dan yang kembali kepada

    penilaian perawi.

    b. Yang kembali kepada periwayatan.

    2. Yang kembali kepada matan dan perawi hadis.23

    F. Tinjauan Pustaka

    Pada kajian terdahulu berkaitan pemberian organ yang dapat ditemui,

    adapun mengenai tulisan dalam bentuk skripsi yang membahas tentang

    Penggunaan Organ Tubuh Manusia Bagi Kepentinggan Medis Dalam Perpektif

    22 Muhtar Yahya dan Fathurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fikih Islami

    (Bandung: al-Maʻarif, 1993), hlm. 470- 474. 23

    Asjmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah (Metodolog dan Aplikasi),

    (Yokyakarta; Pustaka Pelajar), 2002, hlm. 3

  • 14

    Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia (Studi Komperasi Antara Fatwa

    Mui Dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

    Kesehatan) dari Rendika Aris Yudhanto yang membuat kajian berkenaan

    hukum menurut perspektif islam dan juga fatwa MUI yang bernomor 36 yaitu

    tentang perbandingan antara dua hukum tersebut. Kajian ini bertujuan

    membandingkan dan memberi perbedaan yang membahas penggunaan organ

    tubuh manusia berkenaan hukum antara keduanya yaitu fatwa MUI dan

    perspektif Islam. Kajian ini tidak membahaskan tentang perdebatan pendapat

    yang berbeda tetapi ia membahaskan berkenaan berbeda pendapat fatwa MUI

    dan Perspektif Islam 24

    Seterusnya, skripsi “Transplantasi Organ Tubuh Manusia Perspektif

    Nahdlatul Ulama Dan Perspektif Islam” yang disusun oleh Hasbullah Ma‟ruf

    telah membahaskan mengenai konsep yang digunakan Nahdatul ulama dan

    perspektif Islam. Skripsi ini melakukan penelitian pada dasarnya melakukan

    penelitian menggunakan pendekatan menganalisa pemasalahan transplantasi

    organ tubuh menurut Nahdlatul Ulama dan perspektif Islam. Tetapi dalam

    kajian ini tidak membandingkan pendapat yang dikaji oleh saya yang hanya

    menetapkan hukum dari pendapat Nadratul Ulama sahaja25

    24

    Rendika Aris Yudhanto “penggunaan organ tubuh manusia bagi kepentinggan medis

    dalam perpektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia (studi komperasi antara fatwa mui

    dan Undang-undang republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang kesehatan)” Fakultas

    Syari‟ah Dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, 2009. 25

    Hasbullah Ma‟ruf “Transplantasi organ tubuh manusia perspektif Nahdlatul Ulama dan

    perspektif Islam” Fakultas Syari‟ah Dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,

    2015.

  • 15

    Seterusnya, skripsi “Pemindahan Organ Reproduktif Daripada

    Perspektif Perubatan Dan Fatwa Hukum Islam” yang disusun oleh Mohammad

    Naqib bin Hamdan yang membahaskan dalam skripsinya perkembangan

    perubatan pada hari ini telah memberikan peluang kepada pelbagai penyakit

    yang sukar untuk dirawat. Penulisan ini membahas tentang jenis pemindahan

    organ reproduktif dan hukum-hukumnya dengan melihat kepada ulama‟

    kontemporaer dan badan fatwa berautoriti di seluruh dunia. Dalam kajian ini ia

    membahaskan kajian berkenaan fatwa hukum islam dan tidak ada tentang

    perbandingan yang membandingkan pendapat ulama.26

    Akhirnya, sebuah jurnul yang membentangkan tentang “Penggunaan

    Organ Tubuh Manusia” ini menarik untuk menganalisa judul yang

    membolehkan ia membuatkan persepsi yang hukum yang berlaku pada masa

    kini contohnya seperti hukum yang baharu dari fatwa yang mengeluarkan

    hukum belum ada berdasarkan ushul fiqh dan juga uruf semasa yang berlaku

    darurah masa kini.27

    Berdasarkan hasil tinjauan pustaka yang penulis lakukan, penulis tertarik

    dan mencoba untuk membuat penelitian berkaitan hukum terjadinya yang di

    bedakan dengan terdahulu ada yang bisa ditanplantasi dan tidak tertapi tiada

    perbandingannya, jadi pengkaji telah berminat membuat penelitian

    Transplantasi Organ Tubuh Manusia Untuk Kepentingan Medis Menurut

    26

    Mohammad Naqib bin Hamdan“Pemindahan organ reproduktif daripada perspektif

    perubatan dan fatwa hukum Islam” Jabatan Fiqh & Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti

    Malaya, Kuala Lumpur, 2008.

    27

    Pemindahan organ dari perspektif islam(Jabatan Kemajuan Islam Malaysia,2011)

  • 16

    Perspektif Islam (Studi Perbandingan Analisis Metode Istinbat Dari Pendapat

    Syaikh Abdul Qadim Zallum Dan Syaikh Yusof Al-Qardawi).

    G. Metode Penelitian

    Metode penelitian merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari

    peraturan suatu metode, oleh itu dalam penyusunan proposal ini penulis

    menggunakan metode sebagai berikut :

    1. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Yaitu

    menguraikan daripada data yang diperoleh dan menghubungkannya satu

    sama lain dan bertentangan untuk mendapatkan kejelasan serta

    menguatkan pemahaman.28

    Penulis memaksudkan disini ialah mengumpul

    dan menganalisis data tentang seorang dalam keadaan dihadapinya pada

    keadaan yang tertentu dalam kehidupan manusia dan konsep yang

    bertentangan berkaitan dengan kajian yang dibuat berdasarkan

    Transplantasi Organ Tubuh Manusia Untuk Kepentingan Medis Menurut

    Perspektif Islam (Studi Perbandingan Pendapat Syaikh Yusof Al-Qardawi

    dan Syaikh Abdul Qadim Zallum).

    28 Ishaq, Metode Penelitian Hukum & Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi, (Bandung :ALFABETA,2017) ,hlm. 126.

  • 17

    2. Pendekatan Penelitian.

    Pendekatan dalam penelitian skripsi adalah pendekatan komperatif

    yaitu menguraikan data yang diperoleh dan menghubungkannya satu sama

    lain untuk mendapatkan kejelasan serta menguatkan penelitian. Penulis

    memaksudkan disini ialah tentang kebiasaan pada keadaan yang

    mempunyai keadaan dalam kehidupan manusia yang peluang untuk hidup

    amat tipis dan konsep yang berbeda berkaitan dengan apa dipilihnya.

    3. Jenis Sumber Data

    Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang digunakan untuk

    memperoleh data informasi sesuai dengan tujuan penelitian yaitu data

    primer dan data skunder :

    a. Data Primer

    Data yang diperoleh secara pustaka daripada kajian yang telah

    dikeluarkan daripada pandangan para ulama yang dikaji pandangan

    yang berbeda dari ulama.29

    kajian berkenaan hasil Transplantasi Organ

    Tubuh Manusia Untuk Kepentingan Medis Menurut Perspektif Islam

    yang dikaji dari dua pandangan. Dari sudut menerima yaitu Syaikh

    Yusof Qaradawi yang membahas dalam kitabnya halal dan haram,

    fatwa kotemporer masa kini yaitu mengenai hukum yang menerima.

    Sudut atau metode yang menolak yaitu Syaikh Abdul Qadim

    Zallum dalam karyanya hukmu asy syar,i fi alistinsakh

    29 Ibid ,hlm. 99.

  • 18

    naqlula‟dlaa‟,alijtihadi,atfaalulannabi yaitu beberapa problem

    kotemporer dalam pandangan hukum islam. Kedua-dua tersebut ada

    hujah yang kuat dari segi hukum menerima dan menolak.

    b. Data Sekunder

    Data yang diperoleh daripada studi kepustakaan seperti melalui

    jurnal, buku-buku, majalah, website, dokumentasi, menelaah

    perundang-undangan atau bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan

    permasalahan yang akan dibahas. Ianya seperti buku-buku yang

    digunakan yaitu, Fiqh Islam Mazhab, fiqih kotemporer dan lain-lain.

    4. Instrumen Pengumpulan Data.

    a. Pengamatan (Observasi)

    Pengamatan atau observasi merupakan alat pengumpul data yang

    biasanya digunakan untuk tujuan penelitian hukum dengan mencatat

    perilaku hukum sebagaimana terjadi dalam kenyataan. Pengamatan

    yang dilakukan peneliti tidak boleh menyimpang dari sifat dan tujuan

    penelitian. Kajian ini dikumpul data yang dikaji berdasarkan metode

    dan hukum yang dikaji berdasarkan kedua ulama yang berbeda

    pendapat pengeluaran hukum dan metode.

    b. Dokumentasi.

    Dokumentasi adalah pelengkap daripada teknis pengumpulan data

    observasi. Dokumentasi yang diartikan adalah dengan mengambil

    sumber data dari orang-orang yang bersangkutan, buku-buku ilmiah,

  • 19

    jurnal dan apa sahaja sumber informasi dan kepustakaan yang sahih dan

    berkaitan.

    5. Teknis Analisis Penelitian

    Setelah data terkumpul sesuai dengan permasalahan yang ditelitikan

    dan kemudian dipelajari serta dipahami, maka penulisan menggunakan

    metode penelitian diskriptif komporatif. Yaitu penelitian yang berusaha

    menggunakan dan mempertasi segala objek yang sesuai dari segi dalil dan

    hukum urf yang sesuai untuk diguna pakai dari dua pendapat atau bahan

    yang berbeda.

    H. Sistematika Penulisan

    Dalam penyusunan penelitian ini, penulis telah membahagikan kepada

    lima bab dan terdiri dari sub-sub perbahasan. Setiap bab membahskan

    permasalahan tertentu namun setiap sub sub dalam bab itu saling terkait

    dangan sub sub lainnya. Sistematika penulisannya adalah seperti berikut :

    Bab Pertama merupakan pendahuluan yang di dalam subnya terdiri daripada

    latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

    kerangka teori, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

    Bab Kedua merupakan biografi dan latar belakang para ulama‟ yang dikaji dari

    dua sudut yang berbeda dari segi pandangan pengeluaran hukum.

    Bab Ketiga ialah mengenai konsep dan dasar metode yang digunakan dari

    kedua pendapat ulama‟ yang berbeda pendapat tentang transplantasi organ dari

    sudut perspektif Islam dan medis.

  • 20

    Bab Keempat pula tarjih ijtihad dari dua perbedaan ynag mengguna dalil lebih

    kuat dan perbahasan dari dua sudut pandangan yang berbeda dan pandangan

    yang sepatutnya digunapakai di negara masa kini.

    Bab Kelima merupakan bab terakhir yang berisi huraian penutup yang

    berkaitan tentang kesimpulan dan juga rekomendasi kajian yang dijalankan.

    Kesimpulan ini ialah kesemua kajian yang diambil dari data, analisis,

    penjelasan dan huraian dari bab-bab kemudian diringkaskan dan disatukan

    seterusnya dijadikan sebagai pembuktian. Selain itu ia juga berisi saran-saran

    dari penulis sendiri.

  • 21

    BAB II

    BIOGRAFI

    A. SYAIKH ABDUL QADIM ZALLUM.

    1. Riwayat Hidup Abdul Qadim Zallum.

    Nama lengkap beliau adalah Al-‟Alim al-Kabir Syaikh Abdul

    Qadim bin Yusuf bin Abdul Qadim bin Yunus bin Ibrahim. Syaikh

    Abdul Qadim Zallum lahir pada tahun 1342 H – 1924 M. Menurut

    pendapat paling kuat, beliau lahir di Kota al Khalil, Palestina.Beliau

    berasal dari keluarga yang dikenal luas dan terkenal keberagamaannya

    (religius). Ayah beliau rahimahullâh adalah salah seorang dari para

    penghapal al-Quran (Hafizh al-Quran). Abdul Qadim Zallum membaca

    al-Quran di luar kepala hingga akhir hayat beliau. Ayahanda Syaikh

    Zallum bekerja sebagai guru pada masa Daulah al-Khilafah Utsmaniyah.

    Beliau menghafal al- Quran hingga akhir hayatnya. Syaikh Abdul Qadim

    Zallum tumbuh dan besar di kota al-Khalil dalam asuhan keluarga yang

    sangat agamis30

    .

    Paman ayahanda beliau, yaitu Syaikh Abd al-Gafar Yunus

    Zallum,adalah Mufti al-Khalil pada masa Khilafah Usmaniyah.

    KeluargaSyaikh Abdul Qadim Zallum termasuk keluarga yang

    memelihara dan mengurus Masjid Jami‟ Ibrahimi al-Khalil. Mereka

    termasuk keluarga yang memelihara peninggalan Nabi Ya‟qub as.

    30 Muhammad Muhsin Radhi, “Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Menegakkan Negara Khilafah”, (Hizb at-Tahrir,Jakarta: Pustaka Al Azhar, 2012), Hlm 10

  • 22

    Keluarga Zallum adalah orang-orang yang menjunjung ilmu di atas

    mimbar-mimbar pada hari Jumat (menjadi khathib salat Jumat) dan hari

    raya. Mereka adalah orang-orang yang menebar ilmu di berbagai musim

    dan perayaan. Dulu Khilafah Usmaniyah mengamanahkan tugas

    mengurus Masjid Ibrahim al-Khalil kepada keluarga-keluarga terkenal di

    al-Khalil. Adalah suatu kehormatan dan kemuliaan bagi keluarga-

    keluarga itu mendapat tugas mengurus Masjid al-Ibrahimi al-Khalil.

    Syaikh Abdul Qadim Zallum besar dan berkembang di kota al-Khalil ini

    hingga mencapai usia 15 tahun.31

    Disampaikan oleh orang-orang yang kenal dekat dengan Syaikh

    Abdul Qadim Zallum rahimahullah bahwa beliau adalah orang yang

    serius setiap waktu, tidak suka bersenda gurau di jalanan kecuali hanya

    sesekali, senantisa sibuk dengan urusan kaum muslimin, tidak mengenal

    istirahat siang dan malam, hingga di waktu makan dan minum sekalipun.

    Beliau senantiasa memikirkan situasi dan kondisi kaum muslimin dan

    mengikuti perkembangan beritanya. Beliau tidak merasa tenang, lelah

    dan bosan, serta tidak pernah terdengar darinya bahwa suatu hari beliau

    mengeluh. Beliau tipe orang yang mampu mengendalikan diri (tenang),

    berkemauan keras, tidak pernah terlihat loyo meski dalam posisi sulit

    sekalipun, tidak suka bertele-tele dan mencari muka. Beliau seorang yang

    zuhud, ahli ibadah, dan sedikit tidur, tidak suka mencela atau memfitnah.

    Beliau memiliki kepribadian yang kuat dan berwibawa, tajam

    31 Muhammad Muhsin Radhi, Tsaqofah dan Metode Hizbut Tahrir dalam Menegakkan Negara Khilafah, (Hizb at-Tahrir,Jakarta: Pustaka Al Azhar, 2012), hlm. 89.

  • 23

    penglihatannya, otaknya cemerlang, mampu berpikir cepat, serta

    berwawasan luas. Beliau tidak malu bertanya tentang suatu topik pada

    orang yang lebih muda jika jawaban ada padanya. Beliau memiliki

    karakter kepemiminan sehingga menjadikan beliau sangat istimewa

    dalam menjalankannya.

    Syaikh Abdul Qadim Zallum meninggal di Beirut pada malam

    Selasa tanggal 27 Safar 1423 H (29 April 2003 M) padausia lebih kurang

    80 tahun. Majelis takziah diselenggarakan di Diwan Abu Garbiyah al-

    Sya‟rawi di al-Khalil. Saat itu Kota al-Khalil belum pernah menyaksikan

    pemandangan seperti ini, di mana masyarakat dari berbagai kota dan desa

    mengirimkan para utusan dan para penyair. Orang banyak datang

    berduyun-duyun mengirimkan ucapan takziah dalam bentuk syair dan

    kalimat-kalimat belasungkawa. Deringan telepon susul-menyusul

    menyampaikan kepada semua yang hadir. Ada yang dari Sudan, Kuwait,

    berbagai penjuru Eropa, Indonesia, Amerika, Yordan, Mesir dan dari

    berbagai penjuru dunia lainnya. Hal yang sama juga terjadi di majelis

    takziah yang diselenggarakan di Amman dan beberapa tempat lainnya.32

    2. Pendidikan Dan Aktivitas Abdul Qadim Zallum.

    Syaikh Abdul Qadim Zallum belajar tingkat Ibtidaiyah dan

    I‟dadiyah di sekolah alIbrahimiyah di al-Khalil. Kemudian, beliau

    melanjutkan ke tingkat Tsanawiyah di sekolah al- Husain bin Ali.

    32 M. Ali Dodiman, (Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah,Jakarta: Pustaka Al Azhar,

    2012).,hlm. 63-64

  • 24

    Selanjutnya, ayahanda Abdul Qadim Zallum rahimahullâh

    memutuskan untuk mengirim Abdul Qadim Zallum ke al-Azhar asy-Syarif

    untuk mempelajari Fiqih, agar Abdul Qadim Zallum menjadi pengemban

    fiqih tersebut dan merupakan bagian dari orang-orang yang menyeru dan

    mengajak kepada Allah SWT. Setelah beliau genap berusia 15 tahun,

    ayahanda Abdul Qadim Zallum mengirimkan beliau ke Kairo, yakni ke

    Universitas al-Azhar. Hal itu terjadi pada tahun 1939 M. Beliau

    memperoleh ijazah al-Ahliyah al-Ula pada tahun 1942 M. Selanjutnya,

    Abdul Qadim Zallum memperoleh ijazah Pendidikan Tinggi (Syahâdah al-

    Aliyah) Universitas al-Azhar padatahun 1947. Kemudian beliau

    memperoleh Ijazah al-Alamiyah dalam bidang keahlian al-Qadha

    (peradilan), seperti ijazah doktor sekarang ini, pada tahun1368 H (1949

    M).33

    Di al-Azar, beliau dicintai oleh rekan-rekannya. Mereka

    memanggil beliau dengan sebutan “al-malik”, hal itu karena beliau sangat

    menonjol dalam berbagai pelajaran. Ketika kembali ke al-Khalil pada

    tahun 1949 M, beliau bekerja dalam bidang perguruan. Beliau diangkat

    menjadi guru di Madrasah Bayt al-Lahmi (Bethlehem) selama beberapa

    tahun. Kemudian beliau pindah ke al-Khalil pada tahun 1951 dan bekerja

    sebagai guru di Madrasah Usamah bin Munqidz. Beliau dikenal dengan

    khotbahnya yang berapi-api. Di mana beliau adalah seorang khatib yang

    lancar dan fasih bicaranya, yang dalam menyampaikan kebenaran beliau

    33 http//:www.Hizbut-tahrir.or.id//12/5/2018/

  • 25

    tidak pernah takut karena Allah terhadap celaan orang-orang yang suka

    mencela.34

    Syaikh Abdul Qadim Zallum berjumpa dengan Syaikh Taqiyuddin

    an-Nabhani rahimahullâh pada tahun 1952. Lalu Syaikh Zallum pergi ke

    al-Quds untuk bergabung dengan Syaikh Taqiyuddin dan melakukan

    kajian serta berdiskusi seputar masalah partai (Hizb). Beliau telah

    bergabung dengan Hizbut Tahrir sejak awal mula aktivitas Hizb. Beliau

    menjadi anggota qiyâdah Hizb sejak tahun 1956 M. Abdul Qadim Zallum

    adalah seorang orator ulung sekaligus dicintai oleh masyarakat.

    Abdul Qadim Zallum menyampaikan kajian sebelum shalat Jumat

    di Masjid al-Ibrahimi di ruang yang disebut al-Yusufiyah. Kajian itu

    dihadiri oleh banyak orang. Kemudian Beliau juga menyampaikan kajian

    setelah shalat Jumat di Masjid yang sama di ruang yang disebut ash-

    Shuhn. Kajian ini juga dihadiri oleh banyak orang. Ketika diumumkan

    (rencana) Pemilu Anggota Parlemen pada tahun 1954 M, Abdul Qadim

    Zallum mencalonkan diri di Kota al-Khalil, begitu juga pada tahun 19567.

    Akan tetapi, di kedua Pemilu itu Abdul Qadim Zallum tidak

    berhasil, karena kecurangan terjadi dalam pemilu tersebut seperti

    pemalsuan hasil pemilu yang dilakukan oleh Negara. Abdul Qadim Zallum

    pernah ditangkap dan dijebloskan ke penjara al-Jafar ash-Shahrawi

    (Penjara al- Jafar ash-Shahrawi adalah penjara di Padang Pasir yang

    berada di al-Jafar, suatu desa yang berbatasan dengan Desa Ma‟an di

    34 M. Ali Dodiman, (Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah,Jakarta: Pustaka Al Azhar, 2012).,hlm.64

  • 26

    bagian selatan Yordania. Penjara ini khusus untuk para tahanan politik).

    Abdul Qadim Zallum dipenjara al-Jafar ash-Shahrawi selama beberapa

    tahun sampai Allah SWT memberikan karunia dengan pembebasan beliau.

    Syaikh Abdul Qadim Zallum rahimahullâh benar-benar merupakan

    seorang pembantu terpercaya bagi Amir Pendiri Hizb (Syaikh Taqiyuddin

    an-Nabhani rahimahullâh) dan menjadi salah satu anak panah di busur

    Amir Pendiri Hizb. Syaikh Taqiyuddin sering mengutus Syaikh Zallum

    untuk beberapa tugas besar dan Abdul Qadim Zallum tidak ragu dan

    gentar sedikitpun.35

    Syaikh Zallum rahimahullah lebih mengedepankan dakwah

    daripada keluarga, anak- anak, dan kenikmatan-kenikmatan dunia yang

    berlimpah. Ketika disuatu hari beliau berada di Turki, besok di Irak, dan

    besoknya lagi di Mesir, kemudian di Lebanon, Yordania dan di

    tempattempat lain. Kapan saja amir beliau, yaitu Syaikh Taqiyuddin

    rahimahullâh meminta dan memerintahkan Syaikh Zallum, maka Syaikh

    Zallum selalu berada di sisi amir dan siap melaksanakan kebenaran (al-

    haqq). Salah satu misi Syaikh Zallum di Irak adalah misi yang sangat

    penting yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang pilihan di antara

    orang-orang pilihan.

    Tahun 1958 M beliau meninggalkan Palestina, lalu berkeliling di

    beberapa kota-kota besar negeri Islam sambil mengemban dakwah kepada

    Allah SWT dalam rangka mengembalikan al-Khilafah ar-Rasyidah ala

    35 7 http//:www.Hizbut-tahrir.or.id//12/5/2018/.

  • 27

    Minhaj an-Nubuwah. Dalam menyampaikan dakwahnya, beliau sedikitpun

    tidak merasa takut karena Allah terhadap celaan orang yang suka mencela.

    Beliau berkeliling meliputi Libanon, Irak, Mesir, Turki, Kuwait, Arab

    Saudi, Arab Afrika, dan lainnya. Beliau menjalankan aktivitasnya ini

    dengan penuh kesabaran dan ketekunan, tidak merasa lelah dan apalagi

    bosan. Beliau senantiasa dideportasi, dan terkadang dimasukkan penjara,

    kemudian dideportasi. Beliau lama tinggal di Irak, sejak tahun 1959 M

    hingga tahun 1972 M. Pada tahun 1977 M beliau memimpin Hizbut Tahrir

    menggantikan pemimpin sebelumnya, asy-Syaikh Taqiyuddin an-

    Nabhaniy rahimahullah. Beliau menjalankan amanat kepemimpinan

    dengan penuh kesabaran dan ketekunan, serta menjalankan tugas-tugasnya

    dengan sempurna sampai beliau melepaskan jabatan kepemimpinan Hizbut

    Tahrir pada bulan Muharram 1424 H atau bulan Maret 2003.36

    Abdul Qadim Zallum melaksanakan misi dakwah sesuai yang

    dibebankan oleh dan di bawah pengarahan Amir Pendiri Hizb, Syaikh

    Taqituddin an-Nabhani. Kondisi beliau Irak atas izin Allah SWT. Ketika

    amir pendiri Hizb, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullâh wafat,

    Syaikh Zallum terpilih untuk mengemban amanah sesudahnya. Abdul

    Qadim Zallum mengemban amanah ini dan menjalankannya dari satu

    dataran tinggi ke dataran tinggi yang lain. Beliau lantang berdakwah.

    Medan dakwah pun semakin meluas hingga sampai ke Asia Tengah dan

    36 M. Ali Dodiman, (Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah,Jakarta: Pustaka Al Azhar, 2012).,hlm. 80.

  • 28

    Asia Tenggara. Bahkan gaung dakwah bergema di Eropa dan benua-benua

    lainnya.37

    Pada akhir masa Al-‟Alim al-Kabir (Syaikh Abdul Qadim Zallum

    rahimahullah), terjadi fitnah pelanggaran, yaitu ketika setan berhasil

    menyelusup dan membisikkan ke dalam pikiran sekelompok orang.

    Mereka memanfaatkan kelembutan Syaikh Zallum. Mereka

    melangsungkan perkara dimalam hari (secara rahasia) dan berupaya

    membelokkan perjalanan Hizb dari jalannya yang lurus. Kelompok orang-

    orang yang melanggar itu (an-nakitsin) berupaya menciptakan luka yang

    dalam di tubuh Hizb.

    Berkat kebijaksanaan dan keteguhan hati Syaikh Zallum, upaya-

    upaya orang-orang yang melanggar (an-nakitsin) tidak bisa lebih, dan

    hanya sekadar menciptakan bekas luka yang dangkal dan tidak bertahan

    lama. Tubuh Hizb pun dengan cepat sembuh kembali dan menjadi lebih

    kuat dari sebelumnya. Kelompok an-nakitsin itu pun mengundurkan diri

    dan berada di tempat yang dilupakan.38

    Al-‟Alim al-Kabir Syaikh Abdul Qadim Zallum rahimahullah terus

    mengemban dakwah dan kepemimpinan Hizb hingga mencapai usia lebih

    dari 80 tahun. Saat itu, seakan-akan Abdul Qadim Zallum merasakan

    bahwa ajalnya sudah dekat. Karena itu, Abdul Qadim Zallum menyukai

    akan berjumpa dengan Allah SWT. Beliau merasa puas dan yakin terhadap

    jalan dakwah yang telah beliau pilih dan beliau emban tugas-tugasnya

    37 M. Ali Dodiman, (Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah,Jakarta: Pustaka Al Azhar, 2012).,hlm.81

    38

    http//:www.Hizbut-tahrir.or.id//12/5/2018/

  • 29

    selama dua pertiga usianya. Sekitar 25 tahun Abdul Qadim Zallum

    menjadi pembantu terpercaya bagi amir pendiri Hizb, Syaikh Taqiyuddin

    an-Nabhani rahimahullâh, dan kurang lebih selama 25 tahun beliau

    memimpin perjalanan Hizb sebagai amir. Selanjutnya, Abdul Qadim

    Zallum mengundurkan diri dari kepemimpinan Hizb dan menyaksikan

    pemilihan amir Hizb sesudah beliau. Beliau mengundurkan diri dari

    kepemimpinan Hizb pada hari Senin tanggal 14 Muharram 1424 H /17

    Maret 2003 M.12

    Abdul Qadim Zallum rahimahullâh senantiasa menyampaikan

    dakwah dan berjalan di dalam kebenaran. Tidak takut sedikitpun berada di

    jalan Allah SWT, dan terhadap celaan dari orang-orang yang suka

    mencela. Abdul Qadim Zallum terus beraktivitas tanpa kenal lelah dan

    tidak pernah bersikap lemah di jalan dakwah. Beliau dikenal tawaduk,

    berakhlak mulia, memiliki hubungan yang damai dan sejuk terhadap selain

    mahram. Beliau dikenal lemah lembut dan mulia.

    3. Karya-Karya Abdul Qadim Zallum.

    Semasa hidupnya, Abdul Qadim Zallum banyak menulis berbagai

    buku. Di antara buku yang ditulis serta boklet yang dikeluarkan Hizbut

    Tahrir pada masa beliau, yaitu:

    1. Al-Amwal fi al-Dawlah al-Khilafah (Harta Kekayaan dalam

    Daulah Khilafah).

    2. Perluasan dan revisi atas kitab Nizam al-Hukm fi al-Islam (Sistem

    Pemerintahan Islam) karya al-Syaikh Taqiy al-din al-Nabhaniy.

  • 30

    3. Ad-Dimuqrathiyah Nizam Kufr Yahrumu Ahduha au biquha au ad-

    Dakwatu ilaiha. (Demokrasi adalah Sistem Kufur).

    4. Hukm al-Syar‟i fi al-Istinsakh wa Naql al-A‟dha‟ wa Umur Ukhra

    (Hukum Syariah dalam Masalah Kloning, Pemindahan Organ, dan

    Masalah Lainnya).

    5. Manhaj Hizb at-Tahrir fi Taghyir (Metode Hizbut Tahrir dalam

    Melakukan Perubahan Total).

    6. At-Ta‟rif bi Hizb at-Tahrir (Mengenal Hizbut Tahrir).

    7. Al-Hamlah al-Amirikiyah li al-Qadha‟ „ala al-Islam (Serangan

    Amerika untuk Menghancurkan Islam).

    8. Al-Hamlah as-Salibiyah li Jurj Busy „ala al-Muslimin (Serangan

    Salib George Bush untuk Menghancurkan Kaum Muslimin).

    9. Hazat al-Aswaq al-Maliyah (Kegoncangan Pasar Modal).

    10. Hatmiyah Shira‟ al-Hadarat (Keniscayaan Benturan Antar

    Peradaban)

    11. Kayfa Hudimat al-Khilafah (Bagaimana Khilafah Dihancurkan)

    12. hukmuasysyar,i fi alistinsakh naqlula‟dlaa‟,alijtihadi,atfaalulannabi

    (beberapa problem kotemporer dalam pandangan hukum islam).

    Ini tidak termasuk selebaran-selebaran yang bersifat pemikiran,

    ijtihad-ijtihad persoalan fiqih, dan analisa-analisa politik yang

  • 31

    jumlahnya banyak sekali, yang semuanya dikeluarkan selama beliau

    menduduki jabatan kepemimpinan Hizbut Tahrir.39

    B. SYAIKH YUSOF AL-QARADAWI.

    1. Riwayat hidup Yusuf Qardawi.

    Yusuf al-Qardhawi nama penuh adalah Muhammad Yusuf

    bin Abdullah bin Ali bin Yusof, lahir di desa Shafat Thurab, Mesir

    bagian Barat, pada tanggal 9 September 1926. Desa tersebut adalah

    tempat dimakamkannya salah seorang sahabat Rasulullah SAW,

    yaitu Abdullah bin Harits r.a. 40

    Yusuf al-Qardhawi berasal dari keluarga yang taat

    beragama. Ketika berusia 2 tahun, ayahnya meninggal dunia.

    Sebagai anak yatim ia hidup dan diasuh oleh pamannya, yaitu

    saudara ayahnya. Ia mendapat perhatian cukup besar dari pamannya

    sehingga ia menganggap pamannya itu sebagai orang tuanya sendiri.

    Seperti keluarganya, keluarga pamannya pun taat menjalankan

    agama Islam. Sehingga ia terdidik dan dibekali dengan berbagai ilmu

    pengetahuan agama dan Syariat Islam.

    Dengan perhatian yang cukup baik dalam lingkungan yang

    taat beragama, Yusuf al-Qardhawi mulai serius menghafal al-Qur‟an

    sejak berusia 5 tahun. Bersamaan dengan itu ia juga disekolahkan

    39 M. Ali Dodiman, (Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah, Jakarta: Pustaka Al Azhar,

    2012), hlm. 65.

    40

    Muhamed Kamil Bin Abdul Majid, (Biografi Agung Dr Yusuf Qardhawi, Karya Bistari

    Ara Damansara, 47301 Selangor ) ,hlm 5

  • 32

    pada sekolah dasar bernaung di bawahlingkungan departemen

    pendidikan dan pengajaran Mesir untuk mempelajari ilmu umum,

    seperti berhitung, sejarah, kesehatan dan ilmu-ilmu lainnya.41

    Berkat ketekunan dan kecerdasannya, Yusuf al-Qardhawi

    akhirnya berhasil menghafal al- Qur‟an 30 juz dalam usia 10 tahun.

    Bukan hanya itu, kefasihan dan kebenaran tajwid serta kemerduan

    qiraatnya menyebabkan ia sering disuruh menjadi Imam Masjid.

    Yusuf Al-Qaradhawi memiliki tujuh orang anak, empat

    putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia

    membebaskan anak anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai

    dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing, dan

    hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus

    ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki lakinya.

    Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika

    dalam bidang nuklir di Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar

    doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga

    masih menempuh S3nya. Adapun yang keempat telah menyelesaikan

    pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika. Anak laki-laki

    yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di

    Amerika, yang kedua belajar di Universitas Dar al-Ulum Mesir.

    41 Muhamed Kamil Bin Abdul Majid, (Biografi Agung Dr Yusuf Qardhawi, Karya Bistari Ara Damansara, 47301 Selangor ) ,hlm 40-44.

  • 33

    Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada

    fakultas teknik jurusan listrik.42

    Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, kita

    bisa membaca sikap dan pandangan al-Qaradhawi terhadap

    pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di

    Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama.

    Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan

    semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena

    Qaradhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu

    secara dikotomis. Semua ilmu bisa Islami dan tidak Islami,

    tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya.

    Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qaradhawi, telah

    menghambat kemajuan umat Islam.43

    2. Pendidikan Dan Aktivitas Yusuf Qardhawi

    Dengan perhatian yang cukup baik dalam lingkungan yang

    taat beragama, Yusuf Qardhawi mulai serius menghafal al-quran

    sejah usia lima tahun. Bersamaan itu ia juga disekolahkan di

    sekolah dasar yang bernaung dibawah lingkungan depertemen

    pendidikan dan pengajaran mesir untuk mempelajari ilmu umum

    seperti menghitung,sejarah,kesehatan dan ilmu-ilmu lainnya.

    Ketika ia berusia tujuh tahun, ia diserahkan ke sekolah dasar

    alIlzamiyah yang berada di bawah Departemen Pendidikan Mesir.

    42 Ibid

    43 Muhamed Kamil Bin Abdul Majid, (Biografi Agung Dr Yusuf Qardhawi, Karya Bistari

    Ara Damansara, 47301 Selangor ) ,hlm 204

  • 34

    Setelah tamat dari sekolah al-Ilzamiyah, al-Qaradhawi

    berkeinginan untuk melanjutkan ke sekolah lanjutan al- Azhar di

    Thantha. Namun pamannya yang berekonomi lemah merasa

    keberatan, karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tetapi

    akhirnya pamannya menyetujui keinginan al-Qaradhawi untuk

    melanjutkan sekolah menengah pertama dan sekolah menengah

    umum di Thantha dengan biaya yang pas-pasan. Pendidikan yang

    ditempuhnya dalam waktu yang relatif singkat dengan prestasi

    rata-rata terbaik.

    Kecerdasannya mulai tampak ketika ia berhasil

    menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Ushuluddin al-Azhar dengan

    predikat terbaik yang diraihnya padatahun 1952-1953. Kemudian

    ia melanjutkan pendidikan kejurusan Bahasa Arab selama dua

    tahun. Tidak berbeda ketika dia lulus dari Fakultas Ushuluddin, di

    jurusan inipun dia lulus dengan rangking pertama di antara lima

    ratus mahasiswa. Dia memperoleh ijazah internasional dan

    sertifikat mengajar.44

    Walaupun latar belakang pendidikan Yusuf al-Qaradhawi

    berasal dari Fakultas Ushuluddin yang mengkaji masalah tafsir-

    hadits, tidak berarti ia tidak mendalami masalah-masalah hukum

    Islam. Sejak masih duduk di bangku sekolah lanjutan pertama,ia

    sudah aktif memberikan ceramah dan khutbah di beberapa masjid

    44 Muhammad al-Madjzub, (Ulama wa Mufakkirun ‘Araftuhum, Beirut: Dar al-Nafais,

    1977), h. 442-443

  • 35

    di Thantha. Karena sering ditanya masalah agama, maka ia pun

    terdorong untuk mentela‟ah buku-buku fikih, ushul fikih dan tarikh

    tasyri‟. Yang menjadi rujukan utamanya adalah “Fikih Sunnah”

    karya Sayyid Sabiq.

    Perhatian Yusuf al-Qardhawi terhadap kondisi umat Islam

    juga meningkat pesat. Berdirinya negara Israel diwilayah Palestina

    yang disusul dengan kekalahan Arab melawan Israel, cukup

    memprihatikannya, ditambah lagi kondisi mesir pada saat itu

    semakin memburuk. Dalam keadaan tersebut Yusuf al-Qardhawi

    sering mendengar pidato Imam Hasan al- Banna yang

    memukaukan dirinya dari isi penyampaiannya, kekuatan hujjah

    keluasan cakrawala serta semangat yang membara. Makin lama

    perasaan yang bertumpuk itu mengumpul menjadi kristal semangat

    menggejolak sehingga bergumulannya dengan pemikiran Hasan al-

    Banna dilanjutkan dengan pertemuan rutin yang amat

    mengesankan. Tidak heran bila ia pernah berkomentar antara lain:

    tokoh ulama yang banyak mempengaruhi saya adalah Hasan al-

    Banna, pemimpin gerakan Ikhwanul Muslimin yang sering saya

    ikuti ceramah-ceramahnya.

    Yusuf al-Qardhawi adalah seorang ulama yang tidak

    menganut suatu mazhab tertentu. Dalam bukunya al-Halal wa al-

    Haram ia mengatakan saya tidak rela rasio saya terikat dengan satu

  • 36

    mazhab dalam seluruh persoalan, salah besar bila hanya mengikuti

    satu mazhab.45

    3. Karya-karya Yusuf Qardhawi.

    Dalam dunia pemikiran dan dakwah Islam, kiprah Yusuf

    alQaradhawi menempati posisi vital dalam pergerakan Islam

    kontemporer. Selain memberi kuliah dan seminar, ia telah menulis

    sekitar 125 buku dalam berbagai demensi keislaman, seperti: fiqh

    dan ushul fiqh, ekonomi Islam, Ulum Alquran dan Sunnah, akidah

    dan filsafat, fiqh prilaku, dakwah dan tarbiyah, gerakan dan

    kebangkitan Islam, penyatuan pemikiran Islam, pengetahuan Islam

    umum, serial tokoh tokoh Islam, sastra dan lainnya.46

    Sebagian dari karyanya itu telah diterjemahkan ke berbagai

    bahasa termasuk bahasa Indonesia, tercatat, sedikitnya 55 judul

    buku Qardhawi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa

    Indonesia. Di antara karyanya yang populer adalah:

    a. Min Hady al-Islam Fatawa Mu‟asirah yang diterjemahkan ke

    dalam bahasa Indonesia dengan judul Fatwa-Fatwa

    Kontemporer.

    b. Fiqh al-Zakat yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

    dan Inggris.

    45 Yusuf al-Qardhawi,( Halal dan Haram dalam Islam, terj: H. Mu‟ammal Hamidy,

    Surabaya:PT Bina Ilmu,1976), cet 1, hlm. 4.

    46

    Situs pribadi Yusuf al-Qardhawi www.yusufqardhawi.com diakses pada 2 Otober 2019.

  • 37

    c. Fiqh al-Auliyat, yang diterjemahkan ke dalam Bahasa

    Indonesia sebagai Fikih Minoritas atau Fiqh of Minorities

    dalam bahasa Inggris.

    d. Fiqh Maqasid as-Syari‟ah yang diterjemahkan ke dalam bahasa

    Indonesia sebagai Fikih Maqasid Syariah.

    e. al-Halal wa al-Haram fi al-Islam yang diterjemahkan ke dalam

    Bahasa Indonesia dengan judul Halal dan Haram Dalam Islam.

  • 38

    BAB III

    IJTIHAD TRANSPLANTASI ORGAN SYAIKH ABDUL QADIM

    ZALLUM DAN SYAIKH YUSOF QARADHAWI.

    A. Ijtihad Syaikh Abdul Qadim Zallum.

    1. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup.

    Syara' membolehkan seseorang pada saat hidupnya dengan

    sukarela tanpa ada paksaan siapapun untuk menyumbangkan sebuah organ

    tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang

    disumbangkan itu, seperti tangan atau ginjal.

    Ketentuan itu dikarenakan adanya hak bagi seseorang yang

    tangannya terpotong, atau tercongkel matanya akibat perbuatan orang lain

    untuk mengambil diyat (tebusan), atau memaafkan orang lain yang telah

    memotong tangannya atau mencongkel matanya. Memaafkan pemotongan

    tangan atau pencongkelan mata, hakekatnya adalah tindakan

    menyumbangkan diyat.47

    Sedangkan penyumbangan diyat itu berarti menetapkan adanya

    pemilikan diyat, yang berarti pula menetapkan adanya pemilikan organ

    tubuh yang akan disumbangkan dengan diyatnya itu. Adanya hak milik

    orang tersebut terhadap organ-organ tubuhnya berarti telah memberinya

    hak untuk memanfaatkan organ-organ tersebut, yang berarti ada

    kemubahan menyumbangkan organ tubuhnya kepada orang lain yang

    47Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996.

    Hlm. 20.

  • 39

    membutuhkan organ tersebut dan dalam hal ini Allah SWT telah

    membolehkan memberikan maaf dalam masalah qishash dan berbagai

    diyat. Allah SWT berfirman :

    ًُ اىلِصاُص ِِف اىَلخََلۖ اُۡلرُّ ِٔا ُنخَِب َعيَيُك ٌَ ََ آ ي ا اَّله َٓ يَُّيا أ

    َ ٍَ ُىثَٰ ه َفُُىثَٰ ةِاأل

    ُخيِّ ةِاُۡلّرِ َواىَعتُد ةِاىَعتِد َواأل

    ٌََِ أ ُعِِفَ ََلُ

    داٌء إََِلِّ بِإِحصاٍنۗ ذَٰلَِم ََتفيٌف َعروِف َوأ ٍَ ََشٌء فَاحِّتاٌع ةِال

    ًٌ َلَُّ َعذاٌب أ َِ اعَخدىَٰ ةَعَد ذَٰلَِم فَيَ ٍَ ٌَِ َربُِّكً َورَۡحٌَثۗ َف

    "Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari

    saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti

    dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)

    membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara

    yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu

    keringanan dari Tuhan kalian dan suatu rahmat."48

    2. Syarat-Syarat Penyumbangan Organ Tubuh Bagi Donor Hidup.

    Syarat bagi kemubahan menyumbangkan organ tubuh pada saat

    seseorang masih hidup, ialah bahwa organ yang disumbangkan bukan

    merupakan organ vital yang menentukan kelangsungan hidup pihak

    penyumbang, seperti jantung, hati, dan kedua paru-paru. Hal ini

    dikarenakan penyumbangan organ-organ tersebut akan mengakibatkan

    kematian pihak penyumbang, yang berarti dia telah membunuh dirinya

    48 Al Baqarah : 178

  • 40

    sendiri. Padahal seseorang tidak dibolehkan membunuh dirinya sendiri

    atau meminta dengan sukarela kepada orang lain untuk membunuh dirinya.

    49Allah SWT berfirman :

    ا ًٍ َ اكَن ةُِكً رَحي ُُفَصُكً ه إِنه اَّللهَ ۚه َوَل حَلخُئا أ

    "Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian."50

    Allah SWT berfirman pula :

    ُ إَِّل َم اَّلله ةِاَۡلّقِ ه ذَٰىُِكً َوّصاُكً َوَل حَلُخئُا انلهفَس اىهيت َحره

    ةِِّ ىََعيهُكً حَعلِئنَ "...dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan

    Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab)

    yang benar."51

    Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah

    RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

    "Siapa saja yang menjatuhkan diri dari sebuah gunung dan

    membunuh dirinya sendiri, maka dia akan dimasukkan ke

    dalam neraka Jahannam."

    49 Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996.

    Hlm. 22.

    50

    An Nisaa' : 29

    51

    Al An'aam : 151

  • 41

    3. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal.

    Hukum tranplanstasi organ dari seseorang yang telah mati berbeda

    dengan hukum transplantasi organ dari seseorang yang masih hidup. Untuk

    mendapatkan kejelasan hukum trasnplantasi organ dari donor yang sudah

    meninggal ini, terlebih dahulu harus diketahui hukum pemilikan tubuh

    mayat, hukum kehormatan mayat, dan hukum keadaan darurat.

    Mengenai hukum pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal,

    kami berpendapat bahwa tubuh orang tersebut tidak lagi dimiliki oleh

    seorang pun. Sebab dengan sekedar meninggalnya seseorang, sebenarnya

    dia tidak lagi memiliki atau berkuasa terhadap sesuatu apapun, entah itu

    hartanya, tubuhnya, ataupun isterinya.

    Oleh karena itu dia tidak lagi berhak memanfaatkan tubuhnya,

    sehingga dia tidak berhak pula untuk menyumbangkan salah satu organ

    tubuhnya atau mewasiatkan penyumbangan organ tubuhnya. Berdasarkan

    hal ini, maka seseorang yang sudah mati tidak dibolehkan

    menyumbangkan organ tubuhnya dan tidak dibenarkan pula berwasiat

    untuk menyumbangkannya.52

    Sedangkan mengenai kemubahan mewasiatkan sebagian hartanya,

    kendatipun harta bendanya sudah di luar kepemilikannya sejak dia

    meninggal, hal ini karena Asy Syari' (Allah) telah mengizinkan seseorang

    untuk mewasiatkan sebagian hartanya hingga sepertiga tanpa seizin ahli

    warisnya. Jika lebih dari sepertiga, harus seizin ahli warisnya. Adanya izin

    52 Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996. Hlm. 25.

  • 42

    dari Asy Syari' hanya khusus untuk masalah harta benda dan tidak

    mencakup hal-hal lain.

    Izin ini tidak mencakup pewasiatan tubuhnya. Karena itu dia tidak

    berhak berwasiat untuk menyumbangkan salah satu organ tubuhnya

    setelah kematiannya53

    .

    Mengenai hak ahli waris, maka Allah SWT telah mewariskan

    kepada mereka harta benda si mayit, bukan tubuhnya. Dengan demikian,

    para ahli waris tidak berhak menyumbangkan salah satu organ tubuh si

    mayit, karena mereka tidak memiliki tubuh si mayit, sebagaimana mereka

    juga tidak berhak memanfaatkan tubuh si mayit tersebut54

    .

    Padahal syarat sah menyumbangkan sesuatu benda, adalah bahwa

    pihak penyumbang berstatus sebagai pemilik dari benda yang akan

    disumbangkan, dan bahwa dia mempunyai hak untuk memanfaatkan benda

    tersebut. Dan selama hak mewarisi tubuh si mayit tidak dimiliki oleh para

    ahli waris, maka hak pemanfaatan tubuh si mayit lebih-lebih lagi tidak

    dimiliki oleh selainahli waris, bagaimanapun juga posisi atau status

    mereka. Karena itu, seorang dokter atau seorang penguasa tidak berhak

    memanfaatkan salah satu organ tubuh seseorang yang sudah meninggal

    untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkannya55

    .

    Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya,

    maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan

    53 Ibid

    54 Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996.

    Hlm. 26.

    55

    Ibid

  • 43

    yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang hidup. Dan Allah

    telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat

    sebagaimana pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah SWT

    menetapkan pula bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan

    menganiaya orang hidup.

    Diriwayatkan dari A'isyah Ummul Mu'minin RA bahwa Rasulullah

    SAW bersabda :

    ٌَ ََعِءَِشَث كَاىَّج كَاَل رَُشُٔل اَّلَله – عييّ وشيً صَل اَّلله – َع

    ّيِِج َنَهْۡسِهِ َحيًّا َنْۡسُ ٍَ ًِ اَل رواه اةَ ٌاجّ .َعْظ "Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan

    tulang orang hidup."56

    Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat

    mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar

    kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar

    kehormatan dan menganiaya orang hidup. Dan sebagaimana tidak boleh

    menganiaya orang hidup dengan membedah perutnya, atau memenggal

    lehernya, atau mencongkel matanya, atau memecahkan tulangnya, maka

    begitu pula segala penganiayaan tersebut tidak boleh dilakukan terhadap

    mayat. Sebagaimana haram menyakiti orang hidup dengan mencaci maki,

    56

    bn Majah, Sunan Ibn Majah, hadis nomor 1684, bab Larangan Memecahkan Tulang

    Mayat, juz V hlm. 182.

  • 44

    memukul, atau melukainya, maka demikian pula segala perbuatan ini

    haram dilakukan terhadap mayat57

    .

    Hanya saja penganiayaan terhadap mayat dengan memecahkan

    tulangnya, memenggal lehernya, atau melukainya, tidak ada denda

    (dlamaan) padanya sebagaimana denda pada penganiayaan orang hidup.

    Sebab Rasulullah SAW tidak menetapkan adanya denda sedikit pun

    terhadap seseorang yang telah memecahkan tulang mayat di hadapan

    beliau, ketika orang itu sedang menggali kubur.

    Rasulullah SAW hanya memerintahkan orang itu untuk

    memasukkan potongan-potongan tulang yang ada ke dalam tanah. Dan

    Rasulullah menjelaskan kepadanya bahwa memecahkan tulang mayat itu

    sama dengan memecahkan tulang hidup dari segi dosanya saja. Tindakan

    mencongkel mata mayat, membedah perutnya untuk diambil jantungnya,

    atau ginjalnya, atau hatinya, atau paru-parunya, untuk ditransplantasikan

    kepada orang lain yang membutuhkannya, dapat dianggap sebagai

    mencincang mayat.

    Dengan penjelasan fakta hukum mengenai pelanggaran kehormatan

    mayat dan penganiayaan terhadapnya ini, maka jelaslah bahwa tidak

    dibolehkan membedah perut mayat dan mengambil sebuah organnya untuk

    ditransplantasikan kepada orang lain. Ini karena tindakan tersebut

    dianggap sebagai pelanggaran terhadap kehormatan mayat serta

    merupakan penganiayaan dan pencincangan terhadapnya. Padahal

    57 Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996.

    Hlm. 27.

  • 45

    melanggar kehormatan mayat dan mencincangnya telah diharamkan secara

    pasti oleh syara'.

    4. Keadaan Darurat.

    Keadaan darurat adalah keadaan di mana Allah membolehkan

    seseorang yang terpaksa yang kehabisan bekal makanan, dan

    kehidupannya terancam kematian untuk memakan apa saja yang

    didapatinya dari makanan yang diharamkan Allah, seperti bangkai, darah,

    daging babi, dan lain-lain58

    .

    Apakah dalam keadaan seperti ini dibolehkan mentransplantasikan

    salah satu organ tubuh mayat untuk menyelamatkan kehidupan orang lain,

    yang kelangsungan hidupnya tergantung pada organ yang akan

    dipindahkan kepadanya? Untuk menjawab pertanyaan itu harus diketahui

    terlebih dahulu hukum darurat, sebagai langkah awal untuk dapat

    mengetahui hukum transplantasi organ tubuh dari orang yang sudah mati

    kepada orang lain yang membutuhkannya.59

    Mengenai hukum darurat, maka Allah SWT telah membolehkan

    orang yang terpaksa yang telah kehabisan bekal makanan, dan

    kehidupannya terancam kematian untuk memakan apa saja yang

    didapatinya dari makanan yang diharamkan Allah SWT seperti bangkai,

    darah, daging babi, dan lain-lain hingga dia dapat mempertahankan

    hidupnya. Allah SWT berfirman :

    58 Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996. Hlm. 28.

    59

    Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996.

    Hlm. 28-29.

  • 46

    ِْوه ةِِّ ًَُ اخلزِنيرِ َوٌا أ َم َوَۡل يَخَث َوادله ٍَ ًُ ال َم َعيَيُك ا َحره إٍُِه

    ًَ َعيَيِّ ه إِنه َِ اضُطره َغرَي ةاٍغ َوَل َعٍد فاَل إِث ٍَ ِۖ َف ىَِغريِ اَّلله

    ًٌ َ َغفٌٔر رَحي اَّلله"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi kalian

    bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika

    disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi

    barangsiapa dalam keadaaan terpaksa (memakannya)

    sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)

    melampaui batas, maka tidak ada dosa atasnya."60

    Maka orang yang terpaksa tersebut boleh memakan makanan

    haram apa saja yang didapatinya, sehingga dia dapat memenuhi

    kebutuhannya dan mempertahankan hidupnya. Kalau dia tidak mau

    memakan makanan tersebut lalu mati, berarti dia telah berdosa dan

    membunuh dirinya sendiri. Padahal Allah SWT berfirman :

    ُُفَصُكًَ ۚه َوَل حَلخُئا أ

    "Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian."61

    Dari penjelasan di atas, dapatkah hukum darurat tersebut

    diterapkan dengan jalan Qiyas pada fakta transplantasi organ dari orang

    60 Al Baqarah : 173 61 An Nisaa' : 29

  • 47

    yang sudah mati kepada orang lain yang membutuhkannya guna

    menyelamatkan kehidupannya.

    Jawabannya memerlukan pertimbangan, sebab syarat penerapan

    hukum Qiyas dalam masalah ini ialah bahwa 'illat (sebab penetapan

    hukum) yang ada pada masalah cabang sebagai sasaran Qiyas yaitu

    transplantasi organ harus juga sama-sama terdapat pada masalah pokok

    yang menjadi sumber Qiyas yaitu keadaan darurat bagi orang yang

    kehabisan bekal makanan baik pada 'illat yang sama, maupun pada jenis

    'illatnya. Hal ini karena Qiyas sesungguhnya adalah menerapkan hukum

    masalah pokok pada masalah cabang, dengan perantaraan 'illat pada

    masalah pokok.

    Maka jika 'illat masalah cabang tidak sama-sama terdapat pada

    masalah pokok dalam sifat keumumannya atau kekhususannya maka

    berarti 'illat masalah pokok tidak terdapat pada masalah cabang. Ini berarti

    hukum masalah pokok tidak dapat diterapkan pada masalah cabang.

    Dalam kaitannya dengan masalah transplantasi, organ yang

    ditransplantasikan dapat merupakan organ vital yang diduga kuat akan

    dapat menyelamatkan kehidupan, seperti jantung, hati, dua ginjal, dan dua

    paru-paru. Dapat pula organ tersebut bukan organ vital yang dibutuhkan

    untuk menyelamatkan kehidupan, seperti dua mata, ginjal kedua (untuk

    dipindahkan kepada orang yang masih punya satu ginjal yang sehat),

    tangan, kaki, dan yang semisalnya. Mengenai organ yang tidak menjadi

    tumpuan harapan penyelamatan kehidupan dan ketiadaannya tidak akan

  • 48

    membawa kematian, berarti 'illat masalah pokok yaitu menyelamatkan

    kehidupan tidak terwujud pada masalah cabang (transplantasi)62

    .

    Dengan demikian, hukum darurat tidak dapat diterapkan pada fakta

    transplantasi. Atas dasar itu, maka menurut syara' tidak dibolehkan

    mentransplantasikan mata, satu ginjal (untuk dipindahkan kepada orang

    yang masih mempunyai satu ginjal yang sehat), tangan, atau kaki, dari

    orang yang sudah meninggal kepada orang lain yang membutuhkannya.

    Sedangkan organ yang diduga kuat menjadi tumpuan harapan

    penyelamatan kehidupan, maka ada dua hal yang harus diperhatikan.

    Pertama, 'Illat yang terdapat pada masalah cabang (transplantasi) yaitu

    menyelamatkan dan mempertahankan kehidupan tidak selalu dapat

    dipastikan keberadaannya, berbeda halnya dengan keadaan darurat. Sebab,

    tindakan orang yang terpaksa untuk memakan makanan yang diharamkan

    Allah SWT, secara pasti akan menyelamatkan kehidupannya.

    Sedangkan pada transplantasi jantung, hati, dua paru-paru, atau dua

    ginjal, tidak secara pasti akan menyelamatkan kehidupan orang penerima

    organ. Kadang-kadang jiwanya dapat diselamatkan dan kadangkadang

    tidak. Ini dapat dibuktikan dengan banyak fakta yang terjadi pada orang-

    orang yang telah menerima transplantasi organ. Karena itu, 'illat pada

    masalah cabang (transplantasi) tidak terwujud dengan sempurna.

    Kedua, Ada syarat lain dalam syarat-syarat masalah cabang dalam

    Qiyas, yaitu pada masalah cabang tidak dibenarkan ada nash lebih kuat

    62 Ibid

  • 49

    yang bertentangan dengannya (ta'arudl raajih), yang berlawanan dengan

    apa yang dikehendaki oleh 'illat Qiyas. Dalam hal ini pada masalah cabang

    -yakni transplantasi organ telah terdapat nash yang lebih kuat yang

    berlawanan dengan apa yang dikehendaki 'illat Qiyas, yaitu keharaman

    melanggar kehormatan mayat, atau keharaman menganiaya dan

    mencincangnya. Nash yang lebih kuat ini, bertentangan dengan apa yang

    dikehendaki oleh 'illat masalah cabang (transplantasi organ), yaitu

    kebolehan melakukan transplantasi63

    .

    Berdasarkan dua hal di atas, maka tidak dibolehkan

    mentransplantasikan organ tubuh yang menjadi tumpuan harapan

    penyelamatan kehidupan seperti jantung, hati, dua ginjal, dua paru-paru

    dari orang yang sudah mati yang terpelihara darahnya (ma'shumud dam)

    baik dia seorang muslim, ataupun seorang dzimmi, seorang mu'ahid, dan

    seorang musta'min kepada orang lain yang kehidupannya tergantung pada

    organ yang akan ditransplantasikan kepadanya.64

    63 Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996. Hlm. 30-31.

    64

    Abdul Qadim Zallum,”beberapa problem kontemporer dalam pandangan islam”, 1996.

    Hlm. 31.

  • 50

    5. Dasar Metode Menurut Abdul Qadim Zallum.

    Pandangan ijtihad yang digunakan Abdul Qadim Zallum terdapat

    dalam beberapa hal yang digunakan bagi mengeluarkan satu metode yang

    bole digunapakai. Metode digunakan yaitu bayani, dan juga ta‟lili. Metode

    bayani yang digunakan dalam ayat Al-Quran dalam surah An-Nisaa ayat

    29 dan Surah An-An‟aam ayat 151, yang menceritakan tentang larangan

    membunuh diri sendiri yaitu dalam ayat tersebut hukumnnya haram. Pada

    metode bayani ini Abdul Qadim Zallum menemukan hukum yang

    terkandung dalam nash, baik dari segi ketetapannya maupun dari segi

    penunjukannya. Metode yang dijumpai dari ayat itu dikeluarkan untuk

    larangan daripada seseorang itu membunuh diri sendiri tanpa sebab yang

    membolehkan untuk membunuh dirinya.

    Pada metode ta‟lili, ijtihad qiyasi yaitu ijtihad untuk menggali dan

    menetapkan hukum terhadap suatu kejadian yang tidak ditemukan dalilnya

    secara tersurat dalam nash baik secara qath’i maupun secara dhanni. Abdul

    Qadim Zallum menqiyaskan dalil hadith tersebut:

    ّيِِج َنَهْۡسِهِ َحيًّا َنْۡسُ ٍَ ًِ اَل َعْظ

    "Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan

    tulang orang hidup."65

    Dengan hadith tersebut Syaikh Abdul Qadim Zallum

    mengqiyaskan tentang larangan berbuat apa-apa kepada mayat karena

    65

    bn Majah, Sunan Ibn Majah, hadis nomor 1684, bab Larangan Memecahkan Tulang

    Mayat, juz V hlm. 182.

  • 51

    berlakunya satu pencabulan terhadap si mati itu. Dan sebagaimana tidak

    boleh menganiaya orang hidup dengan membedah perutnya, atau

    memenggal lehernya, atau mencongkel matanya, atau memecahkan

    tulangnya, maka begitu pula segala penganiayaan tersebut tidak boleh

    dilakukan terhadap mayat.

    B. Ijtihad Syaikh Yusuf Qaradhawi.

    1. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup.

    Ada yang menyatakan bahwa diperbolehkannya seseorang

    mendermakan atau mendonorkan sesuatu ialah apabila itu miliknya. Maka,

    apakah seseorang itu memiliki tubuhnya sendiri sehingga ia dapat

    mempergunakan sekehendak hatinya, misalnya dengan mendonorkannya

    atau lainnya?. Sebagaimana seorang itu tidak bisa melakukan tubuhnya

    dengan semau sendiri pada waktu dia hidup dengan melenyapkan dan

    membunuhnya, maka dia tidak boleh mempergunakan sebagian tubuhnya

    jika sekiranya timbul kemudaratan.

    Namun demikian, perlu diperlihat disini meskipun tubuh titipan

    Allah S.W.T , tetapi manusia diberi wewenang untuk memanfaatkan dan

    mempergunakan sebagaimana harta. Harta hakikat milik Allah SWT

    sebagaimana disyariat oleh Al-Quran dalam firman:

    ً ُْ ي آحاُكً ه َوآحٔ ِ اَّله ٌَِ ٌاِل اَّلله

  • 52

    “… dan berikanlah kepada mereka sebagian harta

    Allah yang dikurniakan-Nya kepadamu…”66

    Akan tetapi, Allah SWT memberi wewenang kepada manusia

    untuk memiliki dan membelanjakan harta itu.

    Sebagaimana manusia boleh mendermakan sebagian harta untuk

    kepentingan orang lain yang membutuhkannya, maka diperkenakan juga

    seseorang mendermakan sebagian tubuhnya untuk orang lain yang

    memerlukannya.

    Apabila seorang muslim itu dibenarkan menceburkan dirinya ke

    laut untuk menyelamatkan orang lain yang sedang lemas atau masuk

    kedalam tengah dijilat api dan memadamkannya, maka mengapa tidak

    diperbolehkan seorang muslim mempertaruh sebagian organ tubuh untuk

    kemaslahan orang lain yang membutuhkan?

    Pada zaman sekarang kita melihat adanya donor darah, yang

    merupaka