Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi...

23
Penetapan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal RANGKUMAN Tujuan Penelitian: Rekurensi kejang setelah operasi epilepsi telah diklasifikasikan sebagai dini atau lambat tergantung pada waktu rekurensi setelah operasi. Akan tetapi, waktu rekurensi bervariasi dan secara berubah-ubah didefinisikan dalam literatur. Peneliti menetapkan model matematika untuk membedakan pasien- pasien dengan rekurensi kejang dini atau lambat, dan menguji perbedaan antara kedua kelompok. Metode: Sebuah penelitian kohort historikal pada 247 pasien konsekutif yang ditangani secara operatif untuk epilepsi lobus temporal diidentifikasi. Pada pasien- pasien yang mengalami kejang berulang, waktu postoperatif sampai rekurensi kejang diuji dengan menggunakan kurva receiver-operating characteristic (ROC) untuk menentukan titik potong terbaik untuk memprediksi prognosis jangka panjang, yang membagi pasien menjadi mereka dengan rekurensi kejang dini dan lambat. Peneliti kemudian membandingkan kelompok-kelompok dalam istilah angka klinis, elektrofisiologis, dan variabel radiologis.

Transcript of Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi...

Page 1: Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal.docx

Penetapan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat

setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal

RANGKUMAN

Tujuan Penelitian: Rekurensi kejang setelah operasi epilepsi telah

diklasifikasikan sebagai dini atau lambat tergantung pada waktu rekurensi setelah

operasi. Akan tetapi, waktu rekurensi bervariasi dan secara berubah-ubah

didefinisikan dalam literatur. Peneliti menetapkan model matematika untuk

membedakan pasien-pasien dengan rekurensi kejang dini atau lambat, dan

menguji perbedaan antara kedua kelompok.

Metode: Sebuah penelitian kohort historikal pada 247 pasien konsekutif yang

ditangani secara operatif untuk epilepsi lobus temporal diidentifikasi. Pada pasien-

pasien yang mengalami kejang berulang, waktu postoperatif sampai rekurensi

kejang diuji dengan menggunakan kurva receiver-operating characteristic (ROC)

untuk menentukan titik potong terbaik untuk memprediksi prognosis jangka

panjang, yang membagi pasien menjadi mereka dengan rekurensi kejang dini dan

lambat. Peneliti kemudian membandingkan kelompok-kelompok dalam istilah

angka klinis, elektrofisiologis, dan variabel radiologis.

Penemuan Kunci: Kejang mengalami rekurensi pada 107 pasien (48,9%). Kurva

ROC menunjukkan bahwa 6 bulan merupakan waktu ideal untuk memprediksi

outcome operasi jangka panjang dengan akurasi terbaik, (area under the curve

[AUC]= 0,761; sensitivitas= 78,8%; spesifisitas= 72,1%). Peneliti mengamati

bahwa pasien-pasien dengan rekurensi kejang selama 6 bulan pertama mulai

mengalami kejang pada usia yang lebih muda (odd ratio [OR]= 6,03; 95%

intervaal kepercayaan [CI]= 1,06-11,01; p= 0,018), memiliki outcome yang

memburuk (OR= 6,85; 95% CI= 2,54-18,52; p=0,001), memerlukan angka

pengobatan epilepsi yang lebih tinggi (OR= 2,07; 95% CI= 1,16-9,34; P=0,013),

dan lebih sering menjalani operasi ulang (OR= 9,59; 95% CI= 1,18-77,88;

p=0,021). Pasien-pasien dengan relaps lambat lebih sering mengalami kejang

terkait dengan kejadian pemicu (OR=9,61; 95% CI= 3,52-26,31; p<0,01).

Page 2: Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal.docx

Signifikansi: Pasien-pasien dengan rekureni kejang dini atau lambat memiliki

karakteristik berbeda yang dapat mencerminkan perbedaan pada zona

epileptogenik dan epileptogenisitas itu sendiri. Perbedaan tersebut dapat

membantu menjelaskan pola rekurensi kejang yang bervariasi setelah operasi

epilepsi.

KATA KUNCI: Operasi epilepsi, Rekurensi, Epilepsi lobus temporal, penetapan

waktu

Beberapa pasien dengan epilepsi yang sulit diatasi dengan pengobatan

(intractable) memerlukan operasi untuk mengontrol kejangnya. Lokalisasi area

epileptogenik merupakan dasar untuk panduan terapi (Rosenow & Luders, 2001).

Mayoritas kejang fokal refrakter berasal dari lobus temporal, dan reseksinya

merupakan prosedur yang ditetapkan dengan baik (Wiebe dkk, 2001).

Diperkirakan bahwa kurang lebih 50-62% pasien akan bebas kejang 5 tahun

setelah operasi untuk epilepsi lobus temporal, tergantung pada substrat patogenik

yang berkaitan dengan kejang refrakter (Wieser dkk, 2003; McIntosh dkk, 2004;

de Tisi dkk, 2011).

Akan tetapi, waktu berlalunya untuk rekurensi kejang setelah operasi tidak

seragam, dan pasien yang berlanjut mengalami kejang terbagi menjadi dua

kategori yang berbeda. Pertama adalah pasien-pasien yang tidak memperoleh

manfaat dari operasi, baik dengan kejang postoperatif segera atau hanya periode

singkat dari kontrol kejang. Lainnya, dapat mengalami periode kontrol kejang

yang lebih lama setelah operasi namun kemudian berulang (Schwartz dkk, 2006).

Perbedaan antara dua kelas pasien tersebut mungkin mencerminkan ketepatan

reseksi, epileptogenisitas jaringan intrinsik, dan prognosis jangka panjang (Jehi

dkk, 2010). Sebagai contoh, pasien-pasien dengan rekurensi kejang lambat

biasanya mengalami serangan yang lebih sedikit dan memiliki kualitas hidup yang

lebih baik saat dibandingkan dengan individu dengan relaps dini (Lee dkk, 2006;

Buckingham dkk, 2010). Sampai saat ini, masing-masing penulis telah

mendefinisikan rekurensi kejang dini atau lambat secara berubah-ubah, yang

membuat kesulitan nyata saat menginterpretasikan data, dan membuat sulit untuk

Page 3: Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal.docx

peneliti melakukan perbandingan dan memahami signifikansi penemuan. Sarana

matematika atau statistik, sepengetahuan kami belum pernah digunakan

sebelumnya untuk tujuan ini.

Rekurensi kejang dini atau lambat setelah operasi mungkin terlihat lebih

baik sebagai dua kejadian yang berbeda. Meskipun rekurensi dini dapat

mencerminkan reseksi yang tidak lengkap dari zona epileptogenik, rekurensi

lambat dapat mencerminkan perkembangan proses epileptogenik baru, yang

mungkin mencerminkan tendensi epileptogenik yang mendasari. Perbedaan yang

lebih baik dan komprehensi dari dua situasi yang berbeda tersebut dapat

mendorong pada pemahaman alasan yang lebih tepat untuk kegagalan operasi. Ini

penting karena pada short run ini akan membantu untuk menetapkan prognosis

jangka panjang yang lebih akurat untuk pasien lebih awal setelah operasi, dan

pada long run dapat memiliki dampak dalam merencanakan protokol terapi yang

lebih baik. Oleh karena itu, tujuan utama penelitian ini adalah untuk menentukan

model yang berorientasi statistik untuk membedakan pasien dengan lebih baik

dengan rekurensi kejang dini atau lambat dan untuk penelitian perbedaan klinis,

elektrofisiologis, dan neuroradiologis antara dua kelompok pasien. Harapan

peneliti adalah untuk membantu menginformasikan pasien dengan lebih baik

mengenai prognosisnya juga untuk menggambarkan tujuan penelitian untuk terapi

selanjutnya.

METODE

Peneliti melakukan penelitian kohort retrospektif dari semua pasien konsekutif

yang didiagnosis dengan epilepsi lobus temporal refrakter secara medis yang

menjalani operasi lobus temporal resektif pada pusat kami antara Januari 1994 dan

Februari 2007. Peneliti menbandingkan masing-masing demografis pasien,

semiologi kejang, investigasi preoperatif, teknik operasi, hasil-hasil patologi, dan

hasil luaran/outcome, diambil ke dalam pertimbangan waktu untuk kejang

pertama setelah operasi.

Page 4: Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal.docx

Pemilihan Pasien

Semua pasien menjalani operasi untuk epilepsi lobus temporal setelah diterapi dan

diklasifikasikan sebagai refrakter secara medis oleh epileptologis berpengalaman.

Semua pasien menjalani investigasi lengkap dengan video elektroensefalografi

(EEG) kepala kontinyu, magnetic resonance imaging (MRI) otak, dan

pemeriksaan neurofisiologis. Pasien-pasien dengan epilepsi lobus ekstratemporal,

mereka dengan lesi otal yang memerlukan operasi sebagian besar untuk reseksi

tumor dan tidak untuk intraktabilitas kejang, serta pasien dengan lesi yang meluas

keluar dari lobus temporal dieksklusikan.

Pemeriksaan Pasien

Pasien pada awalnya diklasifikasikan berdasar pada semiologi kejang, adanya

aura, kejang generalisata, dan status post iktal. Riwayat kejang demam,

handedness, usia pada onset gejala, durasi epilepsi, etiologi, frekuensi serangan,

dan jumlah obat-obatan antiepilepsi (AED) juga dicatat. Pemeriksaan EEG dan

video EEG diperoleh dengan menggunakan Sistem Internasional 10-20. Untuk

video EEG interiktal dan iktal, peneliti mengklasifikasikan semua aktivitas

epileptiform berdasar pada lokasi lobarnya. Untuk analisis statistik, peneliti

membagi pasien-pasien sebagai memiliki abnormalitas konkordan temporal secara

eksklusif atau adanya perubahan di luar lobus temporal. MRI otak diperoleh

berdasar pada protokol institusional kami, dan adanya abnormalitas yang

disebutkan dalam laporan radiologis dicatat. Peneliti mencatat adanya

abnormalitas, keterlibatan lobus temporal, dan diagnosis radiologis. Untuk tujuan

statistik, peneliti juga membagi pemeriksaan abnormal sebagai patologi tunggal

atau dual (Kim dkk, 2010).

Assessment neurofisiologis dilakukan oleh ahli neurofisiologi terlatih

untuk protokol standar yang digunakan pada pusat kami. Peneliti

mengklasifikasikan pasien sebagai normal, memiliki perubahan temporal

konkordan, atau memiliki abnormalitas lainnya di luar lobus temporal epileptik

(Keary dkk, 2007). Saat diperlukan, monitoring intrakranial invasif untuk

lokalisasi akurat dari zona onset-iktal dilakukan. Di institusi kami, peneliti paling

Page 5: Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal.docx

sering menggunakan elektroda subdural, biasanya ditempatkan melalui lubang

burr temporal posterior (Steven dkk, 2007).

Prosedur Operasi

Berdasar pada hasil evaluasi preoperasi, pasien dimasukkan ke standar lobektomi

temporal, amigdalohipokampektomi selektif, lesionektomi, atau reseksi

neokortikal temporal yang dijahit. Batas untuk reseksi selama lobektomi standar

adalah 6-6,5 cm dari ujung lobus temporal pada hemisfer nondominan yang

mengikuti garis longitudinal dari polus temporal pada girus temporal tengah

(Wiebe dkk, 2001). Batas posterior pada hemisfer dominan paling sering

ditentukan oleh stimulasi kortikal dan pemetaan area bicara temporal intraoperatif,

meskipun batas 4-5 cm seringkali terobservasi. Seperti disebutkan sebelumnya,

pasien-pasien dengan adanya reseksi di luar lobus temporal dieksklusikan dari

penelitian. Area yang direseksi dimasukkan untuk pemeriksaan patologis dan

diklasifikasikan berdasar pada abnormalitas histologis.

Assessment Luaran

Pasien-pasien yang menjalani operasi lobus temporal pada awalnya

diklasifikasikan sebagai bebas-kejang atau rekurensi. Pasien dipertimbangkan

sebagai bebas-kejang jika mereka tidak mengalami kejang pada poin manapun

dalam periode postoperatif sampai tanggal follow-up terakhir. Perkecualian satu-

satunya adalah pasien yang mengalami kejang yang terjadi selama 2 minggu

pertama setelah operasi. Kejang postoperatif segera tersebut, tidak digunakan

untuk klasifikasi inisial karena kepentingan yang tidak pasti untuk prognosis

lambat (Malla dkk, 1998). Selain itu, jika pasien hanya memiliki aura

nondisabilitas, mereka dipertimbangkan sebagai bebas kejang. Pasien yang

dipertimbangkan sebagai “bebas-kejang” disingkirkan dan sisa dari analisis

dilakukan pada pasien-pasien dengan kejang rekuren setelah operasi. Waktu

kejadian epileptik postoperasi pertama adalah referensi untuk analisis komparatif.

Peneliti mencatat frekuensi kejang, semiologi, dan adanya kejadian pencetus.

Pada follow-up terakhir, pasien dilakukan skoring berdasar pada International

League Against Epilepsy (ILAE) dan klasifikasi Engel untuk luaran/outcome

(ILAE, 1981; Engel dkk 1993). Peneliti pasien menjadi dua kelompok utama

Page 6: Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal.docx

untuk analisis statistik: perbaikan signifikan untuk ILAE 1, 2, atau 3; atau klas

Engel IC, ID, atau II, dan tidak ada perbaian signifikan untuk lainnya. Berdasar

definisi, tidak terdapat pasien klas Engel IA atau IB dalam analisis ini. Pasien-

pasien yang masih mengalami kejang postintervensi namun menjadi bebas-kejang

setelah periode waktu (fenomena running-down; Rasmusse, 1970), dan mereka

yang menjalani reoperasi, juga dianalisis.

Analisis Statistik

Kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) dihitung pada awalnya dengan

tujuan untuk membagi dua kelompok pasien dengan perhatian pada prognosis

jangka panjang. Peneliti mengamati periode waktu yang mana yang memiliki

akurasi, sensitivitas, dan spesifisitas tertinggi untuk memprediksi angka luaran

jangka panjang dan digunakan sebagai indikator untuk membagi kelompok antara

rekurensi kejang dini dan lambat. Variabel kategorikal dibandingkan dengan

menggunakan uji two-tailed chi square atau uji two-tailed Fischer’s exact, saat

persyaratan untuk yang pertama tidak ditemukan. Variabel kuantitatif

dibandingkan dengan menggunakan t-test untuk sampel-sampel independen atau

uji nonparametrik untuk distribusi non-Gausian. Adanya perbedaan signifikan

secara statistik didefinisikan sebagai nilai probabilitas p<0,05, dan interval

kepercayaan (CI) yang diterima adalah 95%. Untuk memverifikasi faktor-faktor

independen, regresi logistik digunakan. Pendekatan ini memungkinkan peneliti

untuk membandingkan kedua kelompok, mencari untuk perbedaan yang dapat

secepatnya menentukan mengapa beberapa pasien memiliki rekurensi kejang yang

lebih dini dan lainnya mengalami kejang hanya setelah periode bebas-kejang.

Kurva kelangsungan hidup/survival Kaplan-Meirer dengan uji logrank (Mantel-

Cox) digunakan untuk menentukan perbedaan antara prognosis yang baik dan

buruk pada waktu mengenai kejang pertama setelah operasi.

HASIL

Dari 247 pasien yang menjalani operasi untuk epilepsi lobus temporal selama

periode penelitian, 219 memenuhi kriteria inklusi kami. Dari mereka, 107 (48,9%)

Page 7: Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal.docx

mengalami relaps kejang. Median follow-up adalah 36 bulan (rentang 12-60).

Berdasar pada kejadian pertama, 58 (54,2%) dari 107 pasien tersebut mengalami

rekurensi kejang sebelum 6 bulan, 18 (16,8%) antara 6 bulan dan 1 tahun, 17

(15,9%) antara 1 dan 2 tahun, 5 (4,7%) antara 2 dan 3 tahun, 7 (6,5%) antara 3

dan 4 tahun, 5 (4,7%) antara 2 dan 3 tahun, 7 (6,5%) antara 3 dan 4 tahun, dan 2

(1,9%) antara 4 dan 4 tahun (Gambar 1). Tabel 1 menggambarkan karakteristik

klinis dari pasien yang dilibatkan. Usia pada onset epilepsi memiliki rentang dari

1 sampai 55 tahun (rata-rata 16 tahun). Usia operasi memiliki rentang dari 12

sampai 65 tahun (rata-rata 34 tahun), dan waktu durasi epilepsi dari 1 sampai 54

tahun (rata-rata 20 tahun). Tujuh puluh empat pasien (69,2%) memiliki riwayat

kejang general. Abnormalitas struktural pada MRI teridentifikasi pada 87

(81,3%), dengan 57 (53,2%) memiliki sklerosis temporal mesial ipsilateral.

Waktu rekurensi kejang

Dengan menggunakan kurva ROC, peneliti menemukan bahwa waktu rekurensi

dari enam bulan postoperatif memprediksikan luaran operasi jangka panjang

dengan sensitivitas dan spesifisitas terbaik yang mungkin. Hasil yang diperoleh

sama tanpa memperhatikan apakah klasifikasi Engel atau ILAE yang digunakan.

Dengan menggunakan klasifikasi Engel, pasien-pasien dapat dibagi ke dalam

luaran operasi jangka panjang yang baik dengan akurasi 76,1% (95% CI= 0,665-

0,867; p<0,001). Berdasarkan pada kriteria ILAE, akurasi adalah 72,9% (95% CI=

0,622-0,837, P<0,001). Kerangka waktu ini juga berguna untuk memprediksikan

ada atau tidaknya kejadian pemicu yang mempresipitasi rekurensi kejang, dimana

akurasi untuk memprediksi luaran operasi adalah 79,8% (95% CI= 0,707-0,890;

p<0,001; Gambar 2). Hal penting adalah, pada ketiga kurva, poin sensitivitas dan

spesifisitas tertinggi untuk memprediksi luaran kejang jangka panjang diamati

pada 6 bulan setelah operasi (sensitivitas 78,8%, spesifitas 72,1%). Oleh karena

itu peneliti menggunakan waktu ini untuk memisahkan pasien pada dua

kelompok: kelompok rekurensi dini dimana kejang kembali terjadi dalam 6 bulan

dari operasi dan kelompok rekurensi lambat dimana kejang kembali terjadi setelah

6 bulan dari operasi. Peneliti meneliti perbedaan antara kedua kelompok tersebut

Page 8: Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal.docx

dengan tujuan untuk memahami faktor-faktor yang berkaitan dengan rekurensi

kejang dini atau lambat dengan lebih baik.

Perbedaan antara rekurensi kejang dini dan lambat

Setelah membagi pasien menjadi rekurensi dini dan lambat berdasar pada kurva

ROC, analisis univariat dilakukan pada variabel-variabel preoperatif dan

postoperatif (Tabel 2 dan 3). Usia onset epilepsi adalah satu-satunya variabel

preoperatif yang ditemukan menjadi perbedaan signifikan antara dua kelompok

(Tabel 2). Pasien-pasien dengan rekurensi kejang dini setelah operasi memiliki

usia onset epilepsi yang lebih dini (13,4 tahun) dibanding mereka dengan

rekurensi kejang lambat (19,5 tahun; OR= 6,034; 95% CI= 1,056-11,013;

p=0,018). Baik tipe prosedur bedah yang dilakukan maupun diagnosis patologi

yang berbeda antara mereka dengan rekurensi lambat dan dini. Pasien-pasien

dengan rekurensi dini memiliki prognosis jangka panjang yang lebih buruk saat

dibandingkan dengan kelompok rekurensi kejang lambat, sebagaimana

diklasifikasikan dengan menggunakan skor luaran ILAE (OR=4,545; 95% CI=

1,785-11,111; p=0,001) atau Engel (OR=7,142; 95% CI= 2,564-20, p=0,001).

Kurva keberlangsungan hidup/survival Kaplan-Meirer menunjukkan perbedaan

yang secara statistik signifikan saat membandingkan waktu untuk rekurensi antara

mereka dengan skor Engel atau ILAE yang lebih tinggi dan lebih rendah saat

menganalisis luaran pada follow-up terakhir (p<0,001; Gambar 3). Ini

menunjukkan bahwa pasien-pasien dengan skor Engel atau ILAE yang lebih baik

cenderung untuk kambuh dibanding mereka dengan skor yang lebih buruk.

Pasien-pasien dengan rekurensi lambat 7,4 kali lebih mungkin untuk mengalami

penurunan >50% pada kejang dibanding pasien-pasien dengan rekurensi yang

lebih awal (95% CI= 1,55-35,4; p=0,005), yang mempertimbangkan klasifikasi

Engel, dan 5,9 kali lebih mempertimbangkan skor luaran ILAE (95% CI= 1,78-

19,25; p=0,002). Selain itu, frekuensi kejang lebih tinggi pada kelompok pasien

dengan rekurensi dini (p=0,027). Angka serangan rata-rata adalah 3,29 (standar

deviasi [SD] ± 5,83) per bulan untuk rekurensi dini dan 1,13 (SD ± 2,23) untuk

rekurensi lambat. Kejang yang berulang setelah 6 bulan lebih sering berkaitan

Page 9: Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal.docx

dengan kejadian pemicu yang berlainan saat dibandingkan dengan kejang yang

relaps lebih dini (OR= 2,82; 95% CI= 1,81-4,39; P<0,001). Pasien-pasien dengan

rekurensi dini memerlukan angka AED yang lebih tinggi setelah operasi

(p=0,013). Setelah regresi logistik, hanya usia onset epilepsi (p=0,05), adanya

faktor pemicu (p=0,002), dan beratnya kejang (p=0,032) masih berbeda secara

signifikan antara pasien dengan rekurensi kejang dini dan lambat (Tabel 4).

Fenomena running-down

Fenomena running-down teramati pada enam pasien (5,6%). Waktu sampai bebas

kejang dicapai bervariasi dari 7 sampai 15 bulan (rata-rata 11,3 bulan). Dua dari

pasien tersebut mengalami kejang rekuren yang memiliki semiologi berbeda saat

dibandingkan dengan kejadian preoperatif.

Reoperasi

Pada penelitian kohort ini, pasien-pasien dengan rekurensi secara signifikan lebih

sering dimasukkan ke dalam prosedur operasi tambahan untuk kontrol kejang.

Lima belas pasien dengan kejang rekuren (14%) diinvestigasi dengan elektroda,

dan 11 menjalani operasi resektif tambahan. Dari mereka yang memiliki rekaman

subdural, perubahan EEG iktal mengalami lateralisasi ke sisi ipsilateral untuk

operasi awal pada 13 pasien, kontralateral pada satu pasien, dan pada satu pasien

menunjukkan lebih banyak area epileptogenik difus (Tabel 5). Dari 58 pasien

dengan rekurensi dini, 10 (16,9%) menjalani reseksi tambahan, sementara hanya

satu dari 49 pasien (2%) dengan rekurensi lambat yang menjalani operasi lanjutan

(OR= 9,59; 95% CI= 1,18-77,87; p=0,021). Penetapan waktu dari operasi kedua

bervariasi dari 2 sampai 11 tahun setelah operasi awal (rata-rata 6 tahun). Pada

sebuah kasus, reseksi ulang ditinggalkan mengikuti stimulasi kortikal, karena area

epileptogenik bertumpang tindih dengan area bahasa. Dari 10 pasien yang tersisa,

semua reoperasi dilakukan pada hemisfer original. Rencana operasi yang

disempurnakan adalah pembuangan neokorteks temporal pada empat pasien

dengan amigdalohippokampektomi selektif sebelumnya, reseksi dari struktur

mesial yang tersisa pada tiga pasien dengan reseksi neokortikal yang dijahit

Page 10: Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal.docx

sebelumnya, dan reseksi tambahan dari neokortek temporal pada tiga pasien yang

menjalani lobektomi temporal standar. Pada follow-up terakhir, lima dari pasien

yang menjalani reoperasi adalah Engel klas I, dua adalah Engel klas II, dua adalah

Engel III, dan satu adalah Engel klas IV. Pada semua, 70% pasien dengan

reoperasi memiliki perbaikan signifikan (Engel klas I atau II), dan 90% memiliki

lebih dari 50% penurunan frekuensi kejang yang mengikuti operasi kedua.

PEMBAHASAN

Beberapa penelitian telah meneliti risiko untuk rekurensi kejang setelah

operasi dengan membandingkan pasien-pasien yang bebas kejang dibanding

mereka yang tidak (Foldvary dkk, 2000; McIntosh dkk, 2004; Janszky dkk, 2005;

de Tisi dkk, 2011). Akan tetapi, mungkin bahwa tidak semua kegagalan operasi

sama dan bahwa pasien yang kambuh lebih awal berbeda dari mereka yang

kambuh belakangan, mungkin mencerminkan mekanisme yang berbeda untuk

rekurensi kejang juga prognosis yang berbeda. Pada sedikit penelitian, rekurensi

kejang telah dipisahkan ke dalam kelompok dini dan lambat; akan tetapi, sangat

sedikit perbandingan dari perbedaan yang mungkin antara dua kelompok pasien

tersebut yang dikerjakan. Selain itu, tidak terdapat persetujuan mengenai titik

potong/cutoff waktu untuk mengklasifikasikan relaps kejang sebagai dini atau

lambat. Meskipun beberapa penulis menganjurkan untuk 1 tahun (Schwartz dkk,

2006) dan lainnya untuk 5 tahun (Sperling dkk, 2008), lainnya

mempertimbangkan 2 tahun sebagai cutoff terbaik (McIntosh dkk, 2004; Kelemen

dkk, 2006). Akan tetapi, klasifikasi terebut sebagian besar berubah-ubah dan tidak

mencerminkan adanya mekanisme statistik atau neurobiologis yang mungkin

untuk rekurensi kejang. Apa yang unik mengenai penelitian saat ini adalah bahwa

peneliti tidak mempertimbangkan gagasan sebelumnya sebagai untuk cutoff waktu

apa yang akan digunakan untuk memisahkan rekurensi dini dari lambat.

Dibandingkan pemilihan cutoff yang berubah-ubah, data diperiksa dan cutoff yang

secara statistik relevan dipilih. Pembagian pada 6 bulan merupakan penemuan

terbaik untuk mencocokkan data. Pasien yang mengalami kejang kembali dalam 6

Page 11: Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal.docx

bulan dari operasi memiliki usia onset yang lebih awal, luaran operasi yang lebih

buruk, dan frekuensi kejang postoperatif yang lebih tinggi.

Peneliti menemukan bahwa residivis awal memiliki usia onset epilepsi

yang lebih muda dibanding mereka dengan rekurensi kejang setelah 6 bulan. Ini

merupakan penemuan menarik yang dapat mencerminkan proses epileptogenik

yang lebih aktif dan ini segaris dengan penemuan di literatur, yang memberi kesan

kesempatan yang lebih rendah untuk kontrol kejang yang baik pada kelompok

epilepsi onset dini (Cendes, 2011). Ini juga berhubungan dengan bukti yang

mendukung bahwa usia onset epilepsi atau durasi epilepsi mungkin secara

langsung berhubungan dengan prognosis bedah (Aull-Watschinger dkk, 2008).

Sekali pasien mengalami kejang pertama setelah operasi, adalah berguna

untuk memiliki cara untuk memprediksikan luaran jangka panjang. Hasil dalam

penelitian saat ini memberi kesan bahwa pasien-pasien yang mengalami rekurensi

dalam 6 bulan postoperatif memiliki prognosis yang lebih buruk, dengan

frekuensi kejang yang lebih tinggi dan kebutuhan untuk rekaman intrakranial

selanjutnya atau operasi resektif tambahan yang lebih sering dibanding mereka

yang mengalami rekurensi lebih dari 6 bulan. Ini sejalan dengan hasil dari

penelitian Radhakrishnan dan Kelemen yang menunjukkan bahwa kejang yang

dapat kembali sebelum 1 tahun setelah operasi memiliki prognosis yang lebih

buruk (Radhakrishnan dkk, 2003; Kelemen dkk, 2006). Relaps lambat tampak

menjadi kondisi lebih jinak, dengan kejang yang lebih jarang, yang sesuai dengan

Buckingham dkk (2010) yang menyatakan bahwa kejang yang kembali setelah

peiriode yang lebih panjang memiliki luaran jangka panjang yang lebih baik,

dengan kesempatan remisi yang lebih tinggi.

Dalam penelitian kami, kejang yang kembali lebih dari 6 bulan setelah

operasi lebih sering berkaitan dengan kejadian pemicu yang berlainan/diskret.

Tapering atau withdrawal obat antiepilepsi dan stres fisiologis merupakan faktor-

faktor utama yang berkaitan dengan rekurensi lambat. Mungkin bahwa pasien-

pasien tertentu tanpa faktor-faktor yang mempresipitasi tetap bebas kejang untuk

periode yang lebih lama dan dapat mengalami rekurensi saat dihadapkan dengan

satu dari kejadian pemicu (Schmidt dkk, 2004). Ini dapat menjelaskan mengapa

Page 12: Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal.docx

pasien-pasien tersebut kurang sering dipertimbangkan untuk reoperasi. Juga

mungkin bahwa pasien-pasien tersebut memiliki ambang kejang yang lebih

rendah. Pada kelompok rekurensi lambat penurunan frekuensi kejang, beratnya

gejala yang minor, dan angka peresepan obat antiepilepsi yang lebih rendah untuk

kontrol kejang mungkin mencerminkan proses epileptogenik baru (Jehi dkk,

2012).

Perbedaan patofisiologi antara rekurensi dini dengan reseksi tidak lengkap

dibanding rekurensi lambat dengan kemungkinan otak yang memiliki mabnag

kejang lebih rendah atau epileptogenisitas masih dalam pembahasan (Fong dkk,

2011). Peneliti tidak mencatat adanya perbedaan histopatologi atau radiologis

antara rekurensi dini dan lambat. Dapat diperdebatkan bahwa 6 bulan merupakan

periode yang terlalu cepat/precocious untuk terjadinya fokus baru; akan tetapi,

sangatlah penting untuk mencatat bahwa untuk pasien yang mengalami beberapa

kejang dalam seminggu atau sebuan, menjadi bebas serangan untuk lama waktu

ini sangat mungkin memiliki hubungan dengan pembuangan beberapa atau

seluruh area epileptogenik. Selain itu, waktu untuk area kortek baru menjadi

epileptogenik tidak diketahui. Adalah jelas bahwa semakin panjang waktu

semakin besar pula kesempatan untuk relaps, namun mungkin bahwa 6 bulan

cukup untuk secara klinis mendefinisikan proses ini.

Peneliti menemukan bahwa pasien-pasien yang dipilih untuk operasi

kedua adalah lebih sering mereka dengan rekurensi kejang dini. Dari 11 pasien

yang dimasukkan pada prosedur bedah lainnya untuk kontrol kejang, 10 (90,9%)

diinklusikan dalam kelompok relaps kejang dini, dan semuanya memiliki area

operasi sebelumnya yang meluas. Masih tidak jelas mengapa reoperasi tidak

dilakukan sesering pada kelompok rekurensi lambat. Sebagian besar pasien-pasien

postoperasi dengan kejang rekuren dievaluasi kembali pada pusat kami tanpa

memperhatikan waktu rekurensi, dan waktu untuk rekurensi tidak secara spesifik

digunakan sebagai faktor penentu saat mempertimbangkan operasi tambahan.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, adalah mungkin bahwa terkait dengan sifat

epilepsi yang lebih ringan pada mereka dengan rekurensi lambat dimana operasi

tidak dirasa perlu. Juga mungkin bahwa kejang dirasakan menjadi salah satu dari

Page 13: Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal.docx

multifokal, general, atau dari asal kontralateral, yang mendukung hipotesis bahwa

pasien-pasien tersebut memiliki ambang kejang yang lebih rendah atau

kecenderungan untuk berkembangnya fokus kejang yang mendasari; ini pantas

untuk penelitian selanjutnya. Dari pasien-pasien yang menjalani operasi ulang

tersebut, lima pasien dinilai bebas kejang, sebuah penemuan yang dengan kuat

berimplikasi bahwa alasan untuk rekurensi dini pada pasien-pasien tersebut adalah

reseksi inkomplit dari zona epileptogenik, dibanding efek plasebo atau beberapa

penyebab fisiologis yang tidak diketahui terkait dengan bedah secara umum.

Penemuan tersebut sesuai dengan Germano dkk (1994) yang melaporkan bahwa

rekurensi kejang inisial secara umum terjadi selama 6 bulan pertama pada seri 40

pasien yang memerlukan reoperasi untuk kejang TLE. Akan tetapi, reseksi parsial

dari area epileptogenik mungkin bukan merupakan penjelasan fisiologis utama

untuk semua rekurensi dini. Meskipun 16,9% dari rekurensi dini menjalani

operasi ulang dan banyak yang dilakukan dengan baik, mayoritas (83,1%) tidak

menjalani operasi ulang. Adalah mungkin bahwa pasien-pasien tersebut memiliki

zona epileptogenik lainnya yang tidak teridentifikasi. Adalah menarik untuk

mengamati bahwa meskipun saat kejang kembali hanya setelah beberapa bulan,

waktu utama untuk reseksi kedua adalah 6 tahun setelah operasi awal.

Mempertimbangkan bahwa fenomena running down yang diobservasi paling akhir

adalah 15 bulan postoperatif, dan bahwa 90% pasien yang menjalani operasi ulang

mendapatkan manfaat dari prosedur operasi kedua, akan menjadi strategi

beralasan untuk mempertimbangkan penelitian untuk operasi lainnya dalam 2

tahun setelah usaha operasi pertama.

Keterbatasan operasi ini terletak pada sifat dasar retrospektif dan fakta

bahwa beberapa statistik adalah eksploratori. Juga mungkin bahwa terdapat

perbedaan antara kelompok rekurensi dini dan lambat yang akan dideteksi hanya

dengan kelompok pasien yang lebih basar dari 107 yang ada di sini.

Meskipun demikian, penelitian ini menyajikan beberapa informasi penting

mengenai penetapan waktu rekurensi setelah operasi, dan mengusulkan bahwa 6

bulan mungkin menjadi cutoff waktu yang paling berguna untuk mendefinisikan

rekurensi dini vs lambat setelah operasi untuk TLE. Meskipun karakteristik

Page 14: Translate Neuro 10042015-Pemilihan Waktu Rekurensi Kejang Dini dan Lambat setelah Operasi Epilepsi Lobus Temporal.docx

preoperatif merupakan prediktor yang baik untuk remisi atau rekurensi kejang

setelah operasi (McIntish dkk, 2001), sekali tujuan primer tidak dicapai, waktu

kejang pertama mungkin menjadi prediktor penting untuk luaran kejang jangka

panjang. Dalam hal ini penelitian kami dapat membantu mengenai definisi

prognosis dan merencanakan penanganan selanjutnya. Peneliti mengusulkan

bahwa rekurensi kejang setelah operasi untuk epilepsi lobus temporal sebaiknya

dipisahkan menjadi rekurensi dini atau lambat berdasar pada kerangka waktu 6

bulan yang mengikuti operasi. Pasien-pasien dengan rekurensi kejang dalam 6

bulan memiliki luaran yang lebih buruk, frekuensi serangan yang lebih tinggi,

kecenderungan untuk menggunakan obat antiepilepsi lebih banyak, dan membawa

kemungkinan lebih besar untuk reoperasi saat dibandingkan dengan pasien-pasien

dengan rekurensi kejang lambat.