TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITAL …

10
Transformasi Tradisi Tulis Menuju Tradisi Digital Keraton Yogyakarta (Tahun 2016 ) (Fajar Wijanarko) TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITAL KERATON YOGYAKARTA (TAHUN 2016) Fajar Wijanarko Tepas Tandha Yekti Kompleks Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat e-mail: widjanarko.fajar@gmail.com Naskahmasuk: 11-03-2017 Revisi akhir: 08-05-2017 Disetujui terbit: 16-05-2017 ACCESSING THE KERATON YOGYKARTA IN THE DIGITAL ERA {IN 2016) Abstract Close information system becomes a barrier for people to access information about the Keraton Yogyakarta. In this open and digital era, the Tepas Tandha Yekti (a division in the system of the Keraton administration) led by GKR Hayu has made the cidtural information about the Keraton open. This paper is a report about how the Keraton of Yogyakarta has brought its cultural information via an open information system through digital media Facebook. This report also presents online responses on the presence of the Facebook account of the Keraton Yogyakarta in 2016. Keyword: close information system, Keraton Yogyakarta, digital, Facebook Abstrak Sejarah dan tradisi tulis serupa dengan dua sisi mata uang, keduanya tidak terpisahkan. Hanva , kendala aksara dan bahasa justru menjadi pengganjal. Permasalah mendasar lagi adatah kecenderungan informasi yang tertutup justru menjadi dinding pembatasyang mengotakkan masyarakat dengan segala informasi di dalam keraton. Berbagai terobosan dilakukan hingga di era keterbukaan informasi, Keraton Yogyakarta mencoba mendekatkan informasi budava jKeraton Yogyakarta) melalui media digital facebook. Selanjutnya, pada tulisan ini akan disajikan data hasil studi pustaka online terkait tanggapan masyarakat digital terhadap Facebook Keraton Yogyakarta tahun 2016. Melalui kajian ini pula masyarakat dapat memperoleh pelbagai informasi digital tentang keraton secara digital yang dengan muaah dapat diakses, kapanpun dan aimanapun. saja, Kata kunci: sejarah, tradisi tulis, Keraton Yogyakarta, facebook yang mengkaitkan masa ke masa.1 Hingga pada 1812 (masa pemerintahan HB IT,2 periode antara 1792- 1828), perpustakaan dan arsip dirampok, termasuk sejumlah uang diambil oleh orang-orang Inggris pada peristiwa Geger Sepehi dan berdampak I. PENDAHULUAN Perkembangan tradisi tulis Keraton Yogyakarta telah dimulai semenjak Pangeran Mangkubumi, sultan pertama dari kerajaan tersebut. Baik kaiya babad maupun serat subur di tulis sebagai paralelisme sejarah Maharsi,Penulis Naskah Jawa Islam diKraton Yogyakarta: Analisis Terhadap Naskah Babad Kraton dalam Warisan Keberaksaraan Yogyakarta: Naskah sebagai Sumber Inspirasi (Yogyakarta: Manassa Yogyakarta, 2012), him. 111-132. Hamengkubuwana sebagai pembaharu dianggap raja yang paling kreatif ditinjau dari karya Sastra Jawa. Sejumlah pujangga keraton pada masa itu diperintahkannya untuk menulis babad dan serat (dokumen pemerintahan). Di bidang kesenian, HB II pun melakukan perluasan dan pengembangan seni pedalangan dan pewayangan. Peninggalan HB II hingga kini yang terlewatkan oleh Inggris adalah pusaka wayang Kyai Klabang (1810), seperangkat wayang kulit beserta gamelannya yang menjadi patokan dalam pembuatan wayang- wayang gaya Yogyakarta (Djoko Marihandono dan H. Juwono., Sultan Hamengku Buwono II, Pembela Tradisi dan Kekuasaan Jawa (Yogyakarta: Banjar Aji Production, 2002), him. 3-4). Geger Sepehi (Sepoy), peristiwa runtuhnya Keraton Yogyakarta akibat serbuan Inggris. Juni 1812, 500 prajurit Sepoy (India), yang didukung, 400 prajurit Kasunanan dan 500 prajurit Legiun Mangkunegaran berhasi merebut istana Yogyakarta setelah tembakan-tembakan artileriyangseru (Ricklefs, M. C. 1998. Sejarah Indonesia Modern(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998), him. 175) bdk. Ibid, him. 154). l

Transcript of TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITAL …

Page 1: TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITAL …

Transformasi Tradisi Tulis Menuju Tradisi Digital Keraton Yogyakarta (Tahun 2016) (Fajar Wijanarko)

TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITALKERATON YOGYAKARTA (TAHUN 2016)

Fajar WijanarkoTepas Tandha Yekti

Kompleks Karaton Ngayogyakarta Hadiningrate-mail: [email protected]

Naskahmasuk: 11-03-2017Revisi akhir: 08-05-2017

Disetujui terbit: 16-05-2017

ACCESSING THE KERATON YOGYKARTA IN THE DIGITAL ERA{IN 2016)

AbstractClose information system becomes a barrier for people to access information about the Keraton

Yogyakarta. In this open and digital era, the Tepas Tandha Yekti (a division in the system of the Keratonadministration) led by GKR Hayu has made the cidtural information about the Keraton open. Thispaper is a report about how the Keraton of Yogyakarta has brought its cultural information via an openinformation system through digital media Facebook. This report also presents online responses on thepresence of the Facebook account of the Keraton Yogyakarta in 2016.

Keyword: close information system, Keraton Yogyakarta, digital, Facebook

AbstrakSejarah dan tradisi tulis serupa dengan dua sisi mata uang, keduanya tidak terpisahkan. Hanva

, kendala aksara dan bahasa justru menjadi pengganjal. Permasalah mendasar lagi adatahkecenderungan informasi yang tertutup justru menjadi dinding pembatasyang mengotakkanmasyarakat dengan segala informasi di dalam keraton. Berbagai terobosan dilakukan hingga di eraketerbukaan informasi, Keraton Yogyakarta mencoba mendekatkan informasi budava jKeratonYogyakarta) melalui media digital facebook. Selanjutnya, pada tulisan ini akan disajikan data hasilstudi pustaka online terkait tanggapan masyarakat digital terhadap Facebook Keraton Yogyakartatahun 2016. Melalui kajian ini pula masyarakat dapat memperoleh pelbagai informasi digital tentangkeraton secara digital yang dengan muaah dapat diakses, kapanpun dan aimanapun.

saja,

Kata kunci: sejarah, tradisi tulis, Keraton Yogyakarta, facebook

yang mengkaitkan masa ke masa.1 Hinggapada 1812 (masa pemerintahan HB IT,2periode antara 1792-1828), perpustakaan danarsip dirampok, termasuk sejumlah uangdiambil oleh orang-orang Inggris padaperistiwa Geger Sepehi dan berdampak

I. PENDAHULUAN

Perkembangan tradisi tulis KeratonYogyakarta telah dimulai semenjak PangeranMangkubumi, sultan pertama dari kerajaantersebut. Baik kaiya babad maupun seratsubur ditulis sebagai paralelisme sejarah

Maharsi,Penulis Naskah Jawa Islam diKraton Yogyakarta: Analisis Terhadap Naskah Babad Kraton dalam Warisan KeberaksaraanYogyakarta: Naskah sebagai Sumber Inspirasi (Yogyakarta:ManassaYogyakarta, 2012), him. 111-132.

Hamengkubuwana sebagai pembaharu dianggap raja yang paling kreatif ditinjau dari karya Sastra Jawa. Sejumlah pujangga keratonpada masa itu diperintahkannya untuk menulis babad dan serat (dokumen pemerintahan). Di bidang kesenian, HB II pun melakukanperluasan dan pengembangan seni pedalangan dan pewayangan. Peninggalan HB II hingga kini yang terlewatkan oleh Inggris adalahpusaka wayang Kyai Klabang (1810), seperangkat wayang kulit beserta gamelannya yang menjadi patokan dalam pembuatan wayang-wayang gaya Yogyakarta (Djoko Marihandono dan H. Juwono.,Sultan Hamengku Buwono II, Pembela Tradisi dan Kekuasaan Jawa(Yogyakarta: BanjarAji Production, 2002), him. 3-4).

Geger Sepehi (Sepoy), peristiwa runtuhnya Keraton Yogyakarta akibat serbuan Inggris. Juni 1812, 500 prajurit Sepoy (India), yangdidukung, 400 prajurit Kasunanan dan 500 prajurit Legiun Mangkunegaran berhasi merebut istana Yogyakarta setelah tembakan-tembakanartileriyangseru (Ricklefs, M. C. 1998. Sejarah Indonesia Modern(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998), him. 175) bdk. Ibid,him. 154).

l

Page 2: TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITAL …

Jantra Vol. 12, No. 1, Juni 2017 ISSN 1907 - 9605

buruk pada penjarahan pustaka keratonbesar-besaran.4 Menurut Ricklef dan Carey,hampir scluruh harta istana diboyong keInggris. Bahkan arsip awal berdirinyaYogyakarta (semenjak penobatan P.Mangkubumi sebagai HB I hingga HB IVbahkan lebih tua), sampai saat ini masihbanyak tersimpan sebagai koleksi di InggrisdanBelanda.5

Pasca runtuhnya Yogyakarta di tanganInggris, lambat-laun peradaban kebudayaankembali digeliatkan. Hingga pada masaSinuwun Menol (HB V, periode 1822-1826,jeda 1828-1855)6 perpustakaan keraton jugakembali dibangun secara bertahap.7 Sultanmendorong penulisan karya-karya sastra,dan mungkin menulis beberapa bukunyasendiri/ Berdasarkan penelitian Riyadi(2002), hanya ditemukan 3 naskahscriptorium keraton yang ditulis pada masaHB 1-HB IV, diantaranya Kanjeng Kycti(K.K.)Al Qur'an, Babad Ngayogyakarta,danSerat Purwayekti. Ketiga naskah yangselamat dari jarahan Inggris (mungkin)dirasa kurang menarik kandungan isinya.9

Berbagai produksi tradisi tulis abadXIX

dan XX terns digiatkan, baik tulisan asli(.babon ) maupun tradisi penyalinan (mutrani!nedhak). Jumlahnya hingga saat ini lebih dari450 buah naskah, baik koleksi Widya Budayamaupun Kridha Mardawa. Jumlah koleksinaskah Kridha Mardawa sendiri berjumlah250 naskah sendiri, yang kebanyakan berupateks yang dipakai dalam pementasan wayangwong (buku kandha atau pocapan, yangdigelar antara tahun 1920an-1930an).Terdapat pula buku notasi gendhing serta tekspetunjuk tarian-tarian seperti lawung,entheng, beksan pethilan, hingga bedhayadan srimpi.10 Hingga akhirnya tradisi menulis(penyalinan) naskah terhenti padapemerintahan HB IX. Di samping masa itumerupakan periode perjuangan kemerdekaan,para cendekiawan lebih bergairah untukmembicarakan masa lampau denganmengkaji dokumen-dokumen sejarah yangsudah tersedia. Melalui kajian sejarahbersumber pada naskah abad 18-19, tradisibesar budaya Jawa dapat diwariskan. Prosespewarisan dari sedimentasi keilmuan inilahyang nantinya terus menjaga sinar daricahaya-cahaya leluhur yang dititipkanmelalui keraton (dan dokumen tulisnya).11

Di dalam kondisi penuh desakan, akhirnya sultan membiarkan seluruh senjatanya dilucuti sesaat setelah tentara Inggris mencapaipondok Srimenganti (Bangsal Sri Manganti). Sultan sendiri diamankan oleh seorang perwira Inggris, Letnan Hendry N. Doughlas dariResimen Infanteri Highland. Bersama putranya Mangkudiningrat yang selalu setia mendampinginya, sultan dibawa menuju karesidenandan hanya di tempatkan pada kamar samping kecil dimana sultan ditahan hingga masa perasingan dari Yogyakarta, 3 Juli 1812 (PeterCarey, 2011:395). Singkat cerita, sultan telah dimakzulkan dan kedudukan raja di istana Yogyakarta digantikan oleh HB III (R.M. Surojo),dan Notokusuma menjadi pihakyang diuntungkan dengan hadiah tanah, 4.000 cacah di Adikarta (sebenarnya adalah tanah keraton yangberada di wilayah Kulonprogo atas desakan Inggris agar diberikan kepada Notokusumajdanselanjutnya dijadikan sebagai pangeranmerdika (bagi Kasultanan) dan pangeran miji (bagi Inggrisjyang bergelarPangeran Paku Alam I (1813-1829) (Ibid, hlm.175) (DjokoMarihandono,Op.cit., him. 159).

4 M. C. Ricklefs, Op.cit.,him. 175.5 Jennifer Lindsay., dkk. 1984. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 2, Kraton Yogyakarta (Yogyakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 1984), him. xii.Jeda pemerintahan pada masa HB V merupakan siasat dari De Kock dan Du Bus (pejabat tinggi di Hindia Timur, wilayah jajahan

Belanda di AsiaTenggara) untuk meredam perang Jawa dengan mengembalikan HB II dari pengasingan (Ambon) ke keraton sebagai SultanSepuh. Pengangkatan sultan kembali pada rezim Pemerintah Kolonial Hindia-Bclanda, tidak memberikan dampak apapun (Marihandono,Op.cit., him. 6). Kembalinya Sultan Sepuh ke Yogyakarta (20 September 1826) di usia 76 tahun dinilai menghancurkan semangat juangkeraton. Diponegoro menilai bahwa pemulihan kekuasaan Sultan Sepuh adalah tindakan mungkar, karena putra-putra dan cucu-cucunyatidak dapat mengharapkan kebaikan dari sultan ini (Peter Carey. Kuasa Ramalan, Pangeran Dipanegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa,1785-1855 (Jilid I-II). Terj. ParakitriT. Simbolon (Jakarta: Gramedia, 2011), him. 762). Kekuasaan untuk ketiga-kalinya tidak berlangsunglama, sampai akhimya pada, 3 Januari 1828, sultan mangkat dan dikebumikan di makam raja-raja Kotagede bersebelahan dengan putrakesayangannya Mangkudiningrat.

1 Lindsay (1984) mengemukakan bahwa naskah-naskah koleksi Widya Budaya (perpustakaan pada masa HB VIII, periode 1921-1939), dahulu tersimpan di kediaman Sultan sendiri, sampai akhimya dibentuknya stmktur administrasi kraton sebagai tepas (bidang atauseksi) sehingga seluruh naskah dikumpulkan dan menjadi koleksi keraton yang dapat dibaca oleh selain keluarga Sultan sendiri (JenniferLindsay, Op.cit., him. ix).

Salah satu pujangga di era HB V bernama Raden Panji Notoroto (seorang murid Ki Kusumawicitra). Beliau mengabdi semasa era HBV, HB VI, dan HB VII di keraton untuk kegiatan penggubahan dan penyalinan teks-teks Jawa lama (Kuna) ke bentuk yang baru, sehinggadapat dinikmati oleh generasi selanjutnya, dalam Djoko Dwiyanto,Kraton Yogyakarta Sejarah, Nasionalisme & TeladanPerjuangan(Yogyakarta\ Paradigma Indonesia,2009), him. 312.

9 Slamet Riyadi,Tradisi Kehidupan Sastra Kraton Yogyakarta ( Yogyakarta: Gama Media, 2004),him. 36.10 Jennifer Lindsay, dkk., Op.cit.,1984. him. xi-xii.

Suhartono Wiryopranoto, “BudayaJawa dalam Era Global,” dalam Jawa: Majalah Ilmiah Kebudayaan.Vol. 1 th. 1997, him. 42-43.

2

Page 3: TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITAL …

Transformasi Tradisi Tulis Menuju Tradisi Digital Keraton Yogyakarta (Tahun 2016) (Fajar Wijanarko)

Berbicara mengenai proses pewarisanbudaya, agaknya ekspresi budaya baik secaralokal maupun budaya baru turut memberiwama satu sama lain. Meski demikian,keaslian wujud budaya sebagai gagasanpikiran, konsep, norma, serta pandangan daripengenyamnya menjadi unsur yang terusmelekat.12 Seolah kondisi tersebut menjadiperisai yang mengamankan bangunanbudaya dari korosinya.

Kenyataan globalisasi yang memper-lambat proses pewarisan budaya menimbul-kan permasalahan yang cukup rumit.Menipisnya rasa kepemilikan dan identitasbudaya lokal hingga adopsi budaya baruyang seolah dianggap menjadi induk dariperadaban yang diterimanya. Generasi inilahyang pada era ini dianggap sebagai generasidigital dan media baru.13 Agar tradisi tulissejarah dapat terus terbaca oleh generasiterbaru dalarn rantai perkembangan, makadihadirkan teknologi digitalisasi naskah(manuskrip). Tahapan tersebut dirasa cukupdalam menjembatani sejarah. Akan tetapikenyataannya masih terdapat jurang-jurangyang hams terselesaikan sebagai upayamendekatkan pewaris budaya padawarisannya. Aksara dan bahasa menjadikendala utama untuk dapat menggumulisumber-sumber primer tersebut. Dengan katalain, tindakan alih aksara dan alih bahasa14diperlukan guna pembacaan lebih lanjut.15

Praktik penyebaran hasil kajian budayatersebut agaknya memperoleh lampu hijau.Terlebih di era keterbukaan infonnasi yangterns bergulir, perkembangan teknologisemakin luwes dan mudah untuk diakses.

Pengguna media digital dan internet ternsmenjamur. Bahkan data di Indonesiamencapai penggunaan internet dan mediadigital mencapai angka 55 juta di tahun 2013,dan semakin meningkat seiring keterampilanmasyarakat. Tennasuk pula penggunaanmedia online facebook dan twitter sebagaimedia bersosial di dunia maya yang seringdigunakan. Bahkan Indonesia menempatiuratan ke-8 dari negara-negara di duniadalam penggunaan kedua media tersebut.16

Oleh karenanya, menjawab tantanganbudaya dan perilaku masif internet, KeratonYogyakarta berupaya dalam menyebarluas-kan infonnasi leluhur dan warisan budayadengan menggandeng media. Sasaran yangdijangkau oleh media pun tanpa tebang pilih.Dengan demikian, indikator dalampengenalan budaya sebagai identitas awaldapat tercapai.

Selanjutnya, melalui metode studikepustakaan kualitatif,17 baik cetak maupundigital tulisan ini akan memberi pandanganbam mengenai pewarisan tradisi tulis darimasa ke masa. Berawal dari proseskonvensional yaitu tradisi penyalinan(mutrani), digitalisasi, hingga penyebaran-nya melalui media sosial dalam lingkupKeraton Yogyakarta. Melalui tulisan inimasyarakat dihadapkan pula pada pandanganbam terhadap kemudahan akses yangdiperoleh dari media digital keraton.Pelbagai informasi pada media online punmenjadi jembatan bagi masyarakat untukdapat memahami budaya keraton, yangnotabene warisan leluhur secara lugas tanpaadanya penghalang lagi. Secara leluasa pula,

Ayat Rohaedi, Keprihadian Budaya Bang.sa (Yogyakarta:GadjahMada Press, 1986), him. 83.Djarot Heru Santosa, “Pemanfaatan Sastra Lisan dalam Seni Pertunjukan Tradisional Jawa” dalam Mutiara dalam Sastra Jawa. Vol.

2), 2015, him. 118.Proses pengalihan aksara dan bahasa pada studi teks akrab disebut dengan langkah kerja filologi. Pada studi ini berlaku semacam

aksioma bahwa kebenaran adalah sesuatu yang dirumuskan secara tepat. Giambatista Vico, ahli filsafat sejarah Italia (1688-1744)mengemukakan bahwa peneliti naskah seolah-olah haras menjadi pengarangnya, sebab bagi pengarang tulisan adalah serangkaian pilihandan putusan yang diekspresikan dalam kata. Sedangkan pada pandangan Indonesia, sejak 1844 studi filologi yang ditandai oleh terbitanJ.F.C. Gericke, Roorda, memberi tanggapan yang sejalan dengan para peneliti luar. Kerja utama filolog adalah menjadi jembatan dari jurangkebahasaan yang timbul dari bahasa sumber, selanjutnya dialihkan kepada bahasa sasaran (Sudibyo, “Mempertimbangkan KembaliParadigma Penelitian Filologi Indonesia: Satu Abad Penelitian Filologi Indonesi” dalam Naskah dan Relevansinya dalam Kehidupan MasaKini.2014, him. 7.

15 Wulandari, “Kritik Teks sebagai Pintu Gerbang Informasi” dalam Naskah dan Relevansinya dalam Kehidupan Masa Kini.2014, him.66-67.

1 6 Meilani, “Berbudaya Melalui Media Digital” dalam Humaniora,Vol. 5 No. 2. 2 Oktober 2014, him. 1012-1013.Pawatri Wahjono, “Sastra Wulang dari Abad XIX: Serat Candrarini Suatu Kajian Budaya,” dalam Humaniora. Vol 8. No. 2. Tahun

2004, him. 71-82.

3

Page 4: TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITAL …

Jantra Vol. 12, No. 1, Juni 2017 ISSN 1907-9605

masyarakat dapat berdialog dengan keratonmelalui dunia digital yang telah banyakdiakrabinya.

fisik naskah, sebagai upaya menyediakaninformasi dan metadata tentang naskah,sehingga dapat dengan mudah diakses olehparapengguna (peneliti/ akademikisi).

Kegiatan digitalisasi dianggap palingrumit sekaligus memakan waktu yang cukuppanjang. Wildan (2012) mengungkapkanbahwa dalam mendigitalisasi naskah tidakdapat sembarang. Perlengkapan yangdigunakan pun harus memadahi, sepertiscanner Zeutchel OS12000, Traveller'sConsevation Copy Stand Camera (CanonEOS Marx II Canon EOS 5D), sehinggagambar yang dihasilkan memadahi. Luarandari tradisi digital ini adalah terciptanyanaskah dalam bentuk digital sehinggamemudahkan para peneliti untuk dapatmengakses naskah tanpa harus memegangfisiknya.21B. Kraton Jogja Digital Selayang Pandang

Perkembangan tradisi digital denganyang begitu cepat diikuti pula olehmasyarakat penggunanya. Pakar pendidikanMark Prensky (2001) mengemukakan bahwamasyarakat digital adalah masyarakat masifterhadap peluang masuknya teknologi. Padakategori ini, Prensky membaginya menjadi 2generasi, yaitu digital natives dan digitalimmigrants.22 Keduanya memiliki peluangyang sama dalam mengakses kemajuanzaman melalui digital. Hanya sedikitperbedaan pada 2 generasi tersebut yaknidigital navites menganggap digital dan aksesinternet adalah integral dari kehidupannya.23Fenomena masyarakat digital inilah yang

II. TRANSFORMASI TRADISI TULISKE DIGITAL

A. Naskah DanTradisi DigitalTerhentinya tradisi penulisan (penyalin-

an) naskah bukan berarti tradisi penulisansejarah pun turut berhenti. Para akademisimemiliki caranya sendiri untuk tetapmerawat sejarah (naskah), baik melaluitulisan (produk penelitian) maupun tindakanpelestarian (digitalisasi naskah).

Alasan mendasar tindakan pelestariannaskah dilakukan adalah perilaku pengeloladan minimnya pengetahuan masyarakatakademis dalam memperlakukan naskahsehingga lambat-laun timbul kerusakan.11’Hal ini menyebabkan kondisi naskah yangcenderung berusia lebih dari 50 tahunsemakin buruk.19 Keprihatinan selanjutnyamelahirkan tradisi digital yang dilakukanoleh Behrend sejak 1980-an dengan me-mikrofilm-kan naskah.20 Namun,disayangkan kondisi mikrofilm tampaknyatidak dapat bertahan lama. Kendala jamurhingga micro-reader rusak berdampak padadigital yang tidak dapat diakses kembali.Oleh karenanya, re-digitalisasi naskah diJawa nampaknya sangat berdampaksignifikan. Tujuan dari dilaksanakannyatradisi digital pada naskah-naskah ini, selainsebagai upaya penyelamatan dan pelestarian

18 Kerusakan-kerusakan naskah berdasarkan penelitian Wildan (2012) disebabkan beberapa hal, diantaranya: (1) naskah retak-retakakibat terlalu banyak cahaya di tempat penyimpanan, (2) noda dan debu akibat almari penyimpanan terbuka, (3) halaman naskah berlubangakibat serangga, (4) naskah basah dan berjamur karena ruangan tertutup dan kelembaban tinggi, (5) kertas berlubang akibat keasaman tinta,(6) kertas hancur akibat oksidasi dan hidrolisis, dan (7) jilidan rusak akibat penyimpanan dan pengguna (naskah) yang kurang mengertiperawatan naskah (Muhammad Wildan., “Melestarikan Masa Lalu untuk Masa Depan: Konservasi Naskah-naskah Jawa (2009-2012),”dalam Warisan Keberaksaraan Yogyakarta: Naskah sebagaiSumber Inspirasi (Yogyakarta: ManassaYogyakarta, 2012), him. 136).

Penentuan naskahsebagai benda cagar budaya didasarkan pada UUNomor 11 tahun2010 tentang Cagar Budaya. Pada Bab III, pasal 5disebutkan bahwa benda, bangunan, atau struktur eagar budaya adalah yang berusia 50 tahun/ lebih, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmupengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan, serta mengandung nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa,

T.E.Behiead,KataloglndukNaskah-naskahNusantara (Jakarta: Djambatan, 1990), him. ix.Muhammad Wildan,Op.cit.,hlm. 135.

22 Berdasarkan penelitian dari Jim Marteney (2010), penggolongan generasi berdasarkan tahun kelahirannya dibagi menjadi 6 kategoriyaitu: (a) the Greatest Generation (world war II, 1901-1924), (b) the Silent Generation (1925-1942); (c) the Baby Boomers (1943-1960); (d)Generasi X (1961- 1981); (e) Millennial (1982-2002); (f) Digital Natives (Generasi Z atau Internet Generation), mulai tahun 1994 sampaiakhir tahun sekarang. Tanpa harus disimpulkan, sudah nampak bahwa masyarakat pada strata generasi terakhir adalah mereka yangmengakrabi internet sebagai bagian dari hidupnya (Ratna Mardina, “Potensi Digital Natives dalam Representasi Lintersi InformasiMultimedia BerbasisWeb Di Perguruan Tinggi,” dalam Jurnal Pustakawan Indonesia,(Bogor: Institus Pertanian Bogor, 2011), him. 7.

Ratna Mardina.,Op.cit., him. 5.

4

Page 5: TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITAL …

Transformasi Tradisi Tulis Menuju Tradisi Digital Keraton Yogyakarta (Tahun 2016) (Fajar Wijanarko)

menggerakkan Kraton Jogja untuk memberiinovasi pada budaya leluhur. Tujuannya tidaklain adalah untuk menjaga kelestariannya diera gempuran zaman digital.

Fase inilah yang selanjutnya membawakeraton pada era perubahan. Tahapandigitalisasi naskah memanglah penting,namun hal terpenting adalah mengungkapkhasanah yang tersimpan di dalam naskahtersebut. Frame sejarah tidak haras berhentikarena jurang bahasa dan aksara seperti yangtelah diutarakan. Oleh karena demikian,hadirlah tradisi digital dari keraton sebagaiupaya menjembatani berbagai pengetahuandan infonnasi agar dapat dikonsumsi rataoleh masyarakat luas. Membicarakan KratonJogja digital maka tidak terlepas dari TepasTandha Yekti sebagai motor di dalamnya.Dibentuk atas Dhawuh Dalem pada akhirtahun 2012, secara umum tugas tepas iniadalah menangani teknologi informasi dandokumentasi di lingkungan keraton. Duatahun setelahnya (2014), Tandha Yekti(sebutan lazim dari tepas ini) resmiberoperasi dengan tugas mengelola,mengolah dan menyajikan data berbasisdigital untuk membantu pengambilankeputusan. Di sisi lain, Tandha Yektibertanggung jawab mengembangkan danmengelola kehadiran (online presence)KeratonYogyakarta di dunia maya.24

G.K.R. Hayu (2017) mengutarakanbahwa tugas awal dari salah satu bidangpemerintahan di keraton ini adalahmengelola informasi Dhaup Ageng (2013)melalui media sosial, situs, dan liputanlangsung digital. Tanggapan baik diterimaoleh keraton melalui media tersebut. Hal inidikarenakan hausnya informasi tentangkeraton yang berada di masyarakat. Terlebih

banyaknya informasi yang kurang teipercaya.

Semenjak tugas pertamanya, tepas iniberhasil mengabadikan berbagai macamkegiatan di dalam keraton, hingga di tahun2015, terobosan barn mencoba dihadirkanmelalui media sosial (facebook, Instagram,dan twitter).25 Berdasarkan asas pelayanankeraton terhadap publik dapat terintegrasidengan baik, maka melalui media sosial,diharapkan dapat dilakukan se-efisienmungkin. Di dalam pandangannya, teknologidan media bukanlah musuh budaya.Penggunaannya justru menjadi tindakanawal dalam menyiarkan kebudayaan padasekup yang lebih luas. Bahkan secara spesifik,melalui teknologi digital, keraton mampumenjangkau generasi muda atau bahkandiaspora Jawa yang tidak pemah kembali ketanah Jawa untuk dapat menikmati berbagainostalgia budaya lebih dekat.

C. Facebook: Media Syiar Budaya KratonJogja

Telah diutarakan di awal, munculnyamedia digital dari Keraton Yogyakartaterutama facebook (page) berawal dariinisiasi G.K.R. Hayu. Di tahun tersebut(2015), dimunculkan sekaligus 3 mediasosial sebagai upaya mendekatkan keratonkepada masyarakat.26 Di lain hal, tujuandibentuknya komunikasi dua arah melaluimedia digital tidaklah lain sebagai upayadalam membangun sistem pelayanan keraton(sebagai institusi) kepada publik se-efisienmungkin.

Tahun 2015 menjadi tahun awalsekaligus tahun ujicoba yang dilakukan olehkeraton untuk mengakrabi media digitalsebagai unsur penggerak sekaligus pelestarikebudayaan. Seiring dengan proses dan

24 Sejarah dokumentasi visual mengenai Keraton Yogyakarta paling awal diketahui berasal dari seorang prajurit penembak VOC yangbemama Johannes Rach. J. Rach (seorang pelukis kelahiran Denmark) bekerja sebagai prajurit Belanda tahun 1762 dan menghantarkannyakeAsia. Berbagai nama berkaitan dokumentasi visual keraton bermunculan, seperti Raden Saleh (1860-an, melukis keluarga keraton).SimonWillem Cemerik(1861, pelukis sekaligus fotografer kepercayaan HB IV), danKassian Chepas (1905, fotografer berpangkat mas wedana dikeraton Yogyakarta), dilanjutkan anaknya Sem Chepas (fotografer era HB VII-VIII) (G.K.R. Hayu. Samhutan Peluncuran Situs ResmiKaraton Ngayogyakarta Hadiningrat “ kratonjogja.id” Yogyakarta: Keraton Yogyakarta, 2017), him. 3-4).

Tulisan ini selanjutnyaakan menginformasikan mediadigital Keraton Yogyakarta, khususnya facebook (fanpage) selama tahun 2016.Kajian yang ditujukan untuk mengupas informasi yang bergulir selama satu tahun, sekaligus tanggapan masyarakatdigital.

Masyarakat Jawa Yogyakarta memiliki cara pandangnya masing-masing terhadap keraton sebagai penyangga kebudayaan, termasukpenamaannya. Tanpa disadari, perbedaan generasi memiliki penyebutan yang berbeda terhadap keraton. Pada generasi sepuh (baby boomerdan generasi x), keraton dikenal dengan sebutan Jawanya, yaitu Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sedangkan pada generasi yang lebihmuda lagi, lazim mengenai Keraton Yogyakarta sebagai Kraton Jogja. Oleh karenanya, penamaan seluruh akun media dari keraton adalahKratonJogja. Di samping, efisien, penamaan tersebut telah akrab dikalangan masyarakat.

5

Page 6: TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITAL …

Jantra Vol. 12, No. 1, Juni 2017 ISSN 1907 - 9605

berjalannya waktu, jejaring sosial facebook prosesi Jumenengan Dalem, tradisi padakeraton memperoleh tanggapan yang cukup garebeg (rangkaian acaranya), hingga tradisibaik oleh masyarakat digital. Hal ini yang mencakup keseharian atau kebiasaan.selanjutnya memacu tim tepas untuk Hal ini sampai saat ini masih dapat dijumpaimenggali berbagai keingin-tahuan informasi oleh masyarakat di keraton, seperti caosdari masyarakat terhadap keraton. Hingga dhahar dan unjukan bagi raja, lampah-pada akhimya, terbentuklah sistem publikasi lampcih jamasan pusaka, termasuk aturaninformasi melalui media sosial facebook penggunaan pakaian di keraton (penga-yang didasarkan pada tema setiap bulan. genian). Sedangkan pada kategori profd atauTema-tema tersebut selanjutnya disusun dan tokoh, media keraton mencoba menghadir-diuraikan berdasarkan kategorinya. Di tahun kan sosok yang berjasa di bidang budaya atas2016, tersusunlah kategori tema sebagai keraton. Hal ini dapat ditemui pada ulasan

mengenai sosok nasionalis HamengkuBuwana IX yang dengan sadar dan tanpaketerpaksaan bergabung dengan NegaraRepublik serta turut menjaga pilar-pilar_ budaya melalu Keraton Yogyakarta. Selain

12 sosok raja ke-9, ulasan raja yang ke-10 punmenjadi perhatian tersendiri bagi masyarakatdigital. Perjalanan karir di politisnya,percintaannya, serta masa jumenengansebagai raja dan sekaligus Gubemur DaerahIstimewa Yogyakarta menjadi informasitersendiri. Agaknya ini selanjutnya menjadiinformasi yang khusus dan eksklusif bagimasyarakat secara luas.

berikut:Tabel 1.1. Kategori Tema Pembahasan

Selama 20162016Tahun

Bulan 2 3 4 5 6 7 8 9 101Kategori TemaSejarah dan BudayaAdat dan TradisiProfit (Tokoh)HajadDalem

Sumber: Analisis Tema Media Sosial KeratonYogyakarta selama 2016

Kategori-kategori tersebut merupakanpengelompokan kaledioskop tema yang telahdiulas selama 1 tahun melalui akun media semata-mata pada sosok raja yang berkuasa.sosial keraton. Pada kategori sejarah dan Keraton Yogyakarta sebagai institusibudaya, keraton memunculkan informasi memiliki banyak elemen pendukung,berkaitan dengan perjalanan keraton dari termasuk Abdi Dalem. Sosok abdi budayamasa ke masa. Hal ini meliputi tokoh yang berloyalitas tinggi untuk mengabdikannasionalis Sinuwun Hamengku Buwana IX, dirinya pada keraton. Hal ini dibuktikan olehmakam raja-raja Imogiri, proses berdirinya Bu Basirun (Abdi Dalem Keparak) dan Paknegara, sepak terjang prajurit, pusaka keraton, Suyat (Abdi Dalem Kridha Mardhawa) yangbeteng pertahanan, hingga tata kelola dan telah mengabdikan dirinya kepada keratonarsitektur Negara Ngayogyakarta yang dan budaya semenjak masa pemerintahandidirikan oleh Pangeran Mangkubumi pasca HB IX hingga sekarang. Adapula MpuPalihan Nagari. Di luarkonteks sejarah yang Sungkawa, sosok pande besi yangbersifat pendirian kerajaan dan atau sistem informasinya diangkat oleh keraton melaluipertahanan negara, dibahas pula mengenai facebook, sebagai mpu yang masihpakaian adat dalam kaca rnata budaya. melestarikan pembuatan pusaka-pusakaAturan bagi pemakai dan pemakaiannya, seperti keris dan tombak. Para Putri Dalemhingga proses pengembangannya.

Ulasan mengenai tokoh pun tidak

pun tidak terlepas dari ulasan facebookkeraton, G.K.R. Hayu dan G.K.R. Bendara.Keduanya merupakan pengageng padabidangnya masing-masing. Meskipundemikian, ulasan mengenai sosok keduaputri raja tersebut tidak terlepas dariketugasannya di keraton. G.K.R. Hayuterkait

Pada kategori adat dan tradisi, mediasosial keraton menyajikan informasi yangberkaitan dengan perilaku masyarakatberbudaya, seperti pranatan ziarah kemakam raja-raja di Imogiri, rangkaian

6

Page 7: TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITAL …

Transformasi Tradisi Tulis Menuju Tradisi Digital Keraton Yogyakarta (Tahun 2016) (Fajar Wijanarko)

pengelolaan bidang teknologi informasimengenai keraton, sedangkan G.K.R.Bendara berkaitan dengan pariwisata keraton.

Kategori terakhir dari informasi difacebook keraton adalah Hajad Dalem.Sesuai dengan sebutannya, Hajad Dalemmerupakan perhelatan besar yang rutindilaksanakan oleh keraton dalam periodesatu tahun. Hal ini meliputi perayaan 1)Garebeg, baik Sawal, Besar, dan Mulud, 2)rangkai Tingalan Jumenengan Dalem yangmemiliki berbagai agenda prosesi, sepertiNgebluk, Ngapem, Sugengan, hinggaLabuhan, 3) peringatan Hadeging NagariNgayogyakarta Hadiningrat, 4) peringatanIsra' Mi'raj ( Yasa Peksi Burak). Infonnasidari setiap Hajad Dalem tersebut setiaptahunnya selalui disajikan kepada masya-rakat digital dengan sudut pandang pem-bahasan yang berbeda. Dengan demikiantidak terdapat tumpang tindih infonnasi,melainkan keluasan cara pandang terhadapwarisan budaya leluhur yang masih lestari.

Perlajanan media keraton terutamafacebook menjadi ujung tombak darijembatan informasi dari lingkup keratonyang dapat langsung diterima olehmasyarakat. Bahkan secara langsung pula,masyarakat digital dapat memberikantanggapan melalui fitur komentar yangdimiliki oleh aplikasi tersebut. Hal ini secaralangsung memberi dampak kepada pengelolainformasi. Dengan kata lain, validitas dankebaharuan informasi selalu dituntut. Olehkarenanya, berpijak pada tanggapan aktifmasyarakat, maka di bulan Agustus-Desember 2016, ulasan materi di facebookkeraton ditingkatkan. Semula setiap bulan,keraton hanya membahas 1 tema, namunsemenjak bulan Agustus, terdapat 2 temayang disajikan kepada masyarakat digital.

D. Facebook Keraton dan TanggapanMasyarakat DigitalUpaya meningkatkan informasi dan

atensi masyarakat digital terhadap keratonterns digalang. Tentunya bertujuan untukmemperluas syiar budaya kepada masyarakat.Berdasarkan hal tersebut, dibentuklah media

digital sebagai sarana. Dalam perjalanannya,masyarakat digital pun memiliki carapandang dan variasi keingintahuan terhadapinformasi yang diulas. Minat masyarakatyang masif inilah menjadi analisis terhadapmediafacebook keraton.

Berdasarkan hasil dari olah databerbasis aplikasi online penghitung minatmasyarakat digital dalam facebook,diperoleh hasil sebagai berikut:

Gambar 1.1 Analisa Facebook Page

ISO fort

l.ll35K

Sumber: Grafik Publikasi Media Sosial KeratonYogyakarta selama 2016

Selama 1 tahun (2016) akun keraton(Kraton Jogja) melakukan 150 kali publikasidan 24 kepengarangan, dengan rincian, 116kali berupa foto atau gambar, 11 kali berupavideo, 1 kali berupa tautan, dan 22 kaliberupa status (publikasi tanpa gambar). Darisekian publikasi, sebanyak 393 komentarserta 5585 akun menyukai publikasi keraton.Sedangkan rata-rata penyuka dari setiappublikasi sebanyak 234, dan rata-rata akunyang membagikan informasi dari keratonsebanyak 25 akun.

Berdasarkan hasil survei data tersebut,secara terperinci, dapat diketahui bahwabeberapa publikasi mendapat tanggapanpositif hingga berjumlah lebih dari 1500akun. Seperti halnya pada kategori tokohyang mengulas ulang tahun HB X pada 2April 2016 memperoleh tanggapan positiftertinggi dibanding dengan rubrik lainnya.Jumlah penilaian positif yang diperolehmencapai angka 1651. Dilanjutkan denganpublikasi mengenai keluarga HB X yangmendapatkan penilaian positif di urutankedua denganjumlah mencapai 1526 akun.

Terlepas penilaian dari pengguna akun

7

Page 8: TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITAL …

Jantra Vol. 12, No. 1, Juni 2017 ISSN 1907 - 9605

serupa, nampaknya ulasan mengenaikeluarga sultan pun memiliki daya tariktersendiri terhadap masyarakat digital. Halini dibuktikan dengan meningkatnyapenghitungan akun yang menyukai publikasitersebut yang mencapai angka 647 akun.Diikuti 563 akun yang menyukai publikasimengenai HB X. Agaknya sultan rajasekaligus gubemur memiliki citra positif dikalangan masyarakat Jawa, khususnyaYogyakarta. Sosok yang secara turun-temurun mewarisi trah darah Mataramsebagai inisiator pembangunan NegaraYogyakarta (1755, pascaperjanjian Giyanti).Pribadi sultan yang tidak banyak diakrabioleh rakyatnya, termasuk keluarganya dankeraton sebagai pusat budaya adiluhungmenghadirkan rasa penasaran di berbagaikalangan. Dikarenakan hal demikian,masyarakat justru tertarik untuk mencariinformasi agar mengenai rajanya denganlebih dekat. Maka, ketika terdapat jalurinformasi terbuka mengenai bangsawankeraton, dirasa mampu menjadi jalur yangsangat strategis untuk dapat berkomunikasi 2arah dengan sosok bangsawan tersebut. Halini ditunjukkan pula dengan jumlahkomentar yang ditautkan melalui akun yangserupa.

Dengan demikian, melalui akun digital,keraton berhasil mengakrabi masyarakatsecara lebih luas, tanpa mengenai golongandan strata. Tujuan utama dari syiar budayapun dapat tercapai, terlebih mengabarkaninformasi terkini mengenai keraton sebagaiinstitusi penyangga budaya.

III. PENUTUP

Tradisi dan perkembangan zamanmemang sepantasnya berjalan beriringan,salah satunya adalah transformasi tradisi tubsmenuju tradisi digital. Berawal daripenulisan naskah sebagai dokumen sejarah,dilanjutkan dengan digitalisasinya, hinggapengungkapannya melalui jalan penelitianyang dilakukan oleh para akademisi.

Praktik akademik demikian agaknyakurang menjawab kebutuhan masyarakatuntuk mengakses berbagai informasi sejarahdan budaya, khususnya yang tersimpan didalam keraton. Melalui jejaring sosialfanpage keraton mencoba menghadirkanberbagai informasi yang diminati olehmasyarakat. Di akun fanpage inilah, keratonatas inisiasi dari G.K.R. Hayu mencobamenjembatani komunikasi 2 arah, antaramasyarakat dengan elemen keraton sebagaiinstitusi.Komentar tertinggi tersebut ditautkan

oleh masyarakat digital bertepatan denganmomentum ulang tahun sultan HB X yangke-70 tahun. Enam puluh komentar diberikanoleh pengguna akun serupa dibandingkandengan publikasi bertema sejarah ataubudaya. Pada saat yang bersamaan rangkaianprosesi yang dikenal oleh kalangan njeronbeteng sebagai Tingalan Jumenengan Dalemturut disajikan melalui ulasan berkala difacebook keraton. Agaknya tidak dapatdipungkiri bahwa ketertarikan masyarakatmengenai sultan dan keluarga cukup tinggi.Berbagai tanggapan positif pun selaludisampaikan kepada keluarga kerajaanYogyakarta tersebut sebagai bentukpenghormatan rakyat kepada rajanya.

Berbagai tanggapan positif darimasyarakat digital membangun nuansainformatif bagi keraton melalui akunfacebook Keraton Yogyakarta untukmenyampaikan berbagai khasanah budayayang selama ini hanya beredar di kalangantertentu. Meskipun pada kenyataannyamasyarakat digital cenderung tertarik padainformasi yang berkaitan dengan sultan dankeluarganya. Di akhir tulisan ini, yang pertudigaris bawahi adalah keraton dan budayabukanlah musuh dari teknologi. Melaluimedia inilah justru keraton mengakrabimasyarakat dan cenderung lebih terbukaterhadap segala informasi yang ada.

8

Page 9: TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITAL …

Transformasi Tradisi Tulis Menuju Tradisi Digital Keraton Yogyakarta (Tahun 2016) (Fajar Wijanarko)

DAFTARPUSTAKA

Behrend, T.E., 1990. KataloglndukNaskah-naskah Nusantara. Jakarta: Djambatan.Carey, P., 2011. Knasa Ramalan, Pangeran Dipanegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa,

1785-1855 (Jilidl-II). Terj. ParakitriT. Simbolon. Jakarta: Gramedia.Dwiyanto, D., 2009. Kraton Yogyakarta Sejarah, Nasionalisme & Teladan Perjuangan.

Yogyakarta: Paradigm Indonesia.G.K.R. Hayu., 2017. Sambutan Peluncuran Situs Resmi Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat

(kratonjogja.id).Yogyakarta: Bangsal Sri Mangati, Keraton Yogyakarta.Lindsay, J., dkk., 1984. KataloglndukNaskah-naskah Nusantara Jilid 2, Kraton Yogyakarta.

Yogyakarta: Yayasan Obor Indonesia.Maharsi., 2012. “Penulis Naskah Jawa Islam di Kraton Yogyakarta:Analisis Terhadap Naskah

Babad Kraton” dalam Warisan Keberaksaraan Yogyakarta: Naskah sebagai SumberInspirasi, Sudibyo (ed.). Yogyakarta: Manassa Yogyakarta.

Mardina, R., 2011. “Potensi Digital Natives dalam Representasi Lintersi InformasiMultimedia BerbasisWeb Di Perguruan Tinggi,” dalamJurnal Pustakawan Indonesia(vol. 11). Bogor: Institus Pertanian Bogor.

Marihandono, D., dan Juwono, H., 2002. Sultan Hamengku Buwono II, Pembela Tradisi danKekuasaan Jawa.Yogyakarta: BanjarAji Production.

Meilani, 2014. “Berbudaya Melalui Media Digital” dalam Humaniora. Jakarta: UniversitasBina Nusantara.

Ricklefs,M. C. 1998. Sejarah Indonesia Modern.Yogyakarta: GadjahMada University Press.Riyadi, S. 2004. Tradisi Kehidupan Sastra Kraton Yogyakarta.Yogyakarta: GamaMedia.Rohaedi,A., 1986. Keprihadian Budaya Bangsa.Bandung: Pustaka Jawa.Santosa, D. H., 2015. “Pemanfaatan Sastra Lisan dalam Seni Pertunjukan Tradisional Di

Jawa” dalam Mutiara dalam Sastra Jawa (vol. 2). Wulandari (ed.). Yogyakarta: GressPublising.

Sudibyo, “Mempertimbangkan Kembali Paradigma Penelitian Filologi Indonesia: Satu AbadPenelitian Filologi Indonesi” dalam Naskah dan Relevansinva dalam KehidupanMasaKini,Hidayat, dkk (ed.). Padang: PSIKM UniversitasAndalas.

Undang-undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Republik Indonesia.Wahjono, P., 2004. “Sastra Wulang dari Abad XIX: Serat Candrarini Suatu Kajian Budaya,”

dalam Humaniora. Jakarta: Universitas Indonesia.Wildan, M., 2012. “Melestarikan Masa Lalu untuk Masa Depan: Konservasi Naskah-naskah

Jawa (2009-2012)”dalam Warisan Keberaksaraan Yogyakarta: Naskah sebagaiSumber Inspirasi,Sudibyo (ed.).Yogyakarta: Manassa Yogyakarta.

Wiryopranoto, S., 1997.“Budaya Jawa dalam Era Global,” dalam Jawa: Majalah IlmiahKebudayaan.Yogyakarta: Lembaga Studi Jawa.

Wulandari, Arsanti., 2014. “Kritik Teks sebagai Pintu Gerbang Informasi,,” dalam Naskahdan Re/evansinya dalam Kehidupan Masa Kini, Flidayat, dkk (ed.). Padang: PSIKMUniversitasAndalas.

9

Page 10: TRANSFORMASI TRADISI TULIS MENUJU TRADISI DIGITAL …