Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia …€¦ · Web viewSektor-sektor yang mengalami...
Transcript of Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia …€¦ · Web viewSektor-sektor yang mengalami...
MODUL PERKULIAHAN
8. TRANSFORMASI STRUKTURAL PEREKONOMIAN INDONESIA
Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dan Proses Perubahannya Tradisional Menuju Modern Rural Menuju Urban
Proses yang Menyertai Transformasional Akumulasi Alokasi Demografi Struktural Ketenagakerjaan Distribusi Pendapatan
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Ekonomi dan Bisnis S-1 Akuntansi 08 MK84041 Hirdinis M, SE, MM.
Abstract KompetensiTransformasi struktural merupakan prasyarat dari peningkatan dan kesinambungan pertumbuhan dan penanggulangan kemiskinan, sekaligus pendukung bagi kelanjutan pembangunan itu sendiri..
Diharapkan mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menjelaskan Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dan Proses Perubahannya
Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dan Proses Perubahannya Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok:
1. Pertumbuhan ekonomi,
2. Penanggulangan kemiskinan,
3. Perubahan atau transformasi struktur ekonomi,
4. Keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri.
Transformasi struktural merupakan prasyarat dari peningkatan dan kesinambungan
pertumbuhan dan penanggulangan kemiskinan, sekaligus pendukung bagi kelanjutan
pembangunan itu sendiri. Secara umum transformasi struktural berarti suatu proses
perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri atau jasa dengan
hubungan positif antara pertumbuhan output dan produktivitas yang dinamis sebagai motor
utama penggerak pertumbuhan ekonomi, dimana masing-masing sektor akan mengalami
proses transformasi yang berbeda-beda.
Sektor pertanian selama ini masih memegang peranan penting baik di tingkat nasional
maupun regional, namun peranan tersebut cenderung menurun sejalan dengan peningkatan
pendapatan per kapita yang mencerminkan suatu proses transformasi struktural (Ikhsan dan
Armand : 1993). Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional antara lain adalah
menyediakan kebutuhan bahan pangan, menyediakan bahan baku industri, sebagai pasar
potensial bagi produk-produk yang dihasilkan oleh industri, sumber tenaga kerja dan
pembentukan modal yang diperlukan bagi pembangunan sektor lain, sumber perolehan
devisa (Harianto : 2007).
Tradisional Menuju Modern
Dalam bidang ekonomi tradisional, uang dirasa tidak begitu penting. Meski mereka juga
membutuhkan uang dalam memenuhi kebutuhannya, mereka tidak antusias untuk
mendapatkan uang. Investasi uang secara berlebih biasanya dengan menggunakan cara
investasi dalam bentuk perhiasan. Pola berbelanja tradisional yaitu dengan berbelanja
setiap hari, karena penghasilan yang didapat setiap harinya pun tidak begitu besar. Meski
demikian, ekonomi tradisional ini biasanya semakin mengentalkan kesederhanaannya
dengan adanya ucapan syukur dengan hidup.
‘17 2 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Mata pencaharian kehidupan tradisional sangatlah tidak menentu. Hal ini dikarenakan
tradisional masih banyak yang tidak mengenal adanya spesialisasi kerja pada konsep
secara tradisional. Sehingga berpengaruh terhadap penghasilan yang tidak tetap yang tidak
bisa selalu diharapkan setiap saat. Maka, taraf hidupnya pun masih sangat rendah sekali.
Contoh : Petani, nelayan. Pada umumnya negara-negara berkembang (developing
countries) termasuk Indonesia di sebut negara agraris dan negara-negara yang termasuk
negara-negara belum berkembang (under developed countries) yang pertaniannya masih
sangat tradisional dikategorikan negara agraris tradisional.
Pengertian kata modern merupakan suatu hasil dari proses modernisasi. Modernisasi
adalah suatu proses transformasi atau suatu perubahan sosial yang terarah dari suatu
keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang menuju ke arah yang lebih baik yang
diwujudkan dalam segala aspek dengan harapan akan tercapai suatu kehidupan yang lebih
lebih maju, berkembang dan makmur. Modernisasi melahirkan suatu konsep modern,
biasanya erat kaitannya dengan sesuatu yang terkini atau baru. Modern identik dengan
menjadi kota atau menjadi industry, sehingga perubahan dari tradisional ke modern, akan
identik dengan perubahan dari situasi desa menjadi kota, dan perubahan dari kehidupan
agraris ke industri. Ekonomi modern, berorientasi pada efisiensi (maksimum atau optimum).
Ciri utamanya adalah kemampuan untuk memelihara pertumbuhan yang berkelanjutan (self
sustaining growth). Mekanisme ekonomi modern adalah pasar. Sistem ekonomi yang
demikian memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Memiliki daya yang memungkinkan pengembangan dan penyerapan teknologi (gagasan-
gagasan) baru.
b. Peran industri dan jasa lebih besar dibandingkan pertanian.
c. Ada keseimbangan antara modal manusia yang berkualitas dengan modal fisik.
d. Sektor formal lebih dominan dibandingkan dengan sektor informal.
Dengan demikian, organisasi dan manajemen produksi menjadi wahana yang penting dalam
sistem ekonomi modern. Sebagai konsekuensinya ada pemisahan antara pemilikan dan
pengelolaan (manajemen) aset dan kegiatan produksi. Selain itu, peran informasi dan
teknologi informasi semakin besar dan pada akhirnya menjadi dominan. Sebagai akibatnya
ekonomi modern makin tidak mengenal tapal batas negara. Sistem ekonomi modern bersifat
mandiri. Mandiri tidak berarti keterisolasian, karena dalam hubungannya dengan ekonomi-
ekonomi lainnya, ekonomi yang modern mempunyai keunggulan-keunggulan yang
membuatnya memiliki kekuatan tawar-menawar (bargaining power) dalam hubungan saling
ketergantungan antar ekonomi.
‘17 3 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Mata pencaharian kehidupan modern sebagian besar bertumpu pada sektor industri. Disini,
kehidupan modern dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan iptek di dalam menunjang
pembangunan negara. Kehidupan modern menuntut menggunakan teknologi-teknologi
modern dalam bermata pencaharian. Oleh karena itu, kehidupan modern lebih banyak
menggunakan tenaga mesin daripada menggunakan tenaga manusia seperti pada
kehidupan modern dalam bermata pencaharian. Pada kehidupan modern, taraf
kehidupannya pun cukup tinggi dalam bermata pencaharian. Contoh : Pegawai, dokter,
arsitek, karyawan.
Ada dua teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur
ekonomi, yakni dari Arthur Lewis tentang migrasi dan Hollis Chenery tentang teori
transformasi struktural.
a. Teori Arthur Lewis (Teori migrasi)
Teori Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di
daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian
suatu negara pada dasarnya terbagi atas dua, yaitu perekonomian tradisional di
pedesaan yang didominasi sektor pertanian dan perekonomian modern di perkotaan
dengan industri sebagai sektor utama. Karena perekonomian masih bersifat tradisional
dan subsistem, dan di pedesaan tingkat pertumbuhan penduduk sangat tinggi, maka
terjadi over-supplay tenaga kerja yang ditandai dengan produk marginal bernilai nol dan
tingkat upah riil yang rendah. Produk marjinal sama dengan 0 berarti fungsi produksi
sector pertanian telah optimal. Jika jumlah TK > titik optimal, maka produktivitas
menurun dan upah menurun. Dengan mengurangi jumlah TK yang terlalu banyak
dibandingkan tanah dan capital tidak merubah jumlah outputnya. Diperkotaan, sector
industry kekurangan TK, sehingga produktivitas TK menjadi tinggi dan nilai produk
marjinalnya positif yang menunjukkan fungsi produksinya belum mencapai titik optimal,
sehingga upahnya juga tinggi. Perbedaan upah ini menyebabkan migrasi/urbanisasi TK
dari desa ke kota, sehingga upah TK meningkat dan akhirnya pendapatan Negara
meningkat. Pendapatan yang meningkat meningkatkan permintaan makanan (output
meningkat) dan dalam jangka panjang perekonomian pedesaan tumbuh dan
permintaan produk industry dan jasa meningkat yang menjadi motor utama
pertumbuhan output dan diversifikasi produk non pertanian.
b. Teori Hollis Chenery (Teori transformasi structural/pattern of development)
Kerangka pemikiran Chenery pada dasarnya sama dengan teori model Lewis. Teori
Chenery dikenal dengan teori pattern of development, dimana dalam teori ini fokus
pada perubahan struktural dalam tahapan proses perubahan ekonomi di negara sedang
berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional ke industri
‘17 4 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitiannya Chenery dan
Syirquin mengidentifikasi bahwa peningkatan perubahan pendapatan perkapita
masyarakat membawa perubahan ke arah konsumeristik dari penekanan pada
makanan dan kebutuhan pokok lainnya ke arah barang-barang manufaktur dan jasa.
Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan petumbuhan PDB yang merupakan
total pertumbuhan nilai tambah dari semua sektor ekonomi. Secara umum dalam
proses pembangunan terjadi transformasi ekonomi, dimana pangsa PDB dari sektor
industri meningkat dan sektor pertanian mengalami penurunan. Teori ini memfokuskan
pada perubahan struktur ekonomi di LDCs yang mengalami transformasi dari pertanian
tradisional ke sector industry sebagai penggerak utama pertumbuhan. Penelitian
Chenery menunjukkan peningkatan pendapatan perkapita merubah:
1) Pola konsumsi dari makanan dan kebutuhan pokok ke produk manufaktur dan jasa
2) Akumulasi capital secara fisik dan SDM
3) Perkambangan kota dan industry
4) Penurunan laju pertumbuhan penduduk
5) Ukuran keluarga yang kecil
6) Sector ekonomi didominasi oleh sector non primer terutama industry
Rural Menuju Urban
Pengertian desa dan perdesaan sering dikaitkan dengan pengertian rural dan village, dan
sering pula dibandingkan dengan kota (town/city) dan perkotaan (urban).
Landis (1948) mendefinisikan desa menjadi tiga menurut tujuan analisis, yaitu: (1) analisis
statistik; desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan dengan penduduk kurang dari 2.500
orang (2) analisis sosial-psikologik; desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang
penduduknya memiliki hubungan yang akrab dan bersifat informal diantara sesama
warganya, dan (3) analisis ekonomi; desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan dengan
penduduknya tergantung kepada pertanian.
Menurut Roucek & Warren (1962), masyarakat desa memiliki karakteristik sebagai berikut:
(1) peranan kelompok primer sangat besar; (2) faktor geografik sangat menentukan
pembentukan kelompok masyarakat; (3) hubungan lebih bersifat intim dan awet; (4) struktur
masyarakat bersifat homogen; (5) tingkat mobilitas sosial rendah; (6) keluarga lebih
ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi; (7) proporsi jumlah anak cukup besar dalam
struktur kependudukan.
Sorokin dan Zimmerman (dalam Smith dan Zop, 1970) mengemukakan sejumlah faktor
yang menjadi dasar dalam menentukan karakteristik desa dan kota, yaitu mata pencaharian,
‘17 5 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
ukuran komunitas, tingkat kepadatan penduduk, lingkungan, differensiasi sosial, stratifikasi
sosial, interaksi sosial dan solidaritas sosial. Bergel (1995) mendefinisikan desa sebagai
setiap permukiman para petani. Sedangkan Koentjaraningrat (1977) mendefinisikan desa
sebagai komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat.
Perdesaan (rural) menurut Wojowasito dan Poerwodarminto (1972) diartikan seperti desa
atau seperti di desa" dan perkotaan (urban) diartikan seperti kota atau seperti di kota.
Berdasarkan batasan tersebut, perdesaan dan perkotaan mengacu kepada karakteristik
masyarakat, sedangkan desa dan kota merujuk pada suatu satuan wilayah administrasi atau
teritorial. Dalam kaitan ini suatu daerah perdesaan dapat mencakup beberapa desa.
Berbagai pengertian tersebut tidak dapat diterapkan secara universal untuk desa-desa di
Indonesia karena kondisi yang sangat beragam antara satu dengan yang lainnya. Bagi
daerah yang lebih maju khususnya di Pulau Jawa dan Pulau Bali, antara desa dan kota tidak
lagi terdapat perbedaan yang jelas sehingga pengertian dan karakteristik tersebut menjadi
tidak berlaku. Namun, bagi daerah yang belum berkembang khususnya desa-desa di luar
Pulau Jawa dan Pulau Bali, pengertian tersebut masih cukup relevan.
Orientasi pembangunan ekonomi Indonesia yang lebih menekankan pertumbuhan (growth),
turut pula memperparah ketimpangan wilayah khususnya antara desa-kota. Investasi
ekonomi (infrastruktur dan kelembagaan) mayoritas diarahkan untuk melayani daerah
perkotaan yang relatif memiliki pertumbuhan cepat. Ekonomi desa tidak memperoleh nilai
tambah yang proporsional akibat dari wilayah perkotaan hanya sekedar menjadi pipa
pemasaran (marketing pipe) dari arus komoditas primer dari perdesaan. Dalam konteks
demikian, wajar apabila terjadi pengurasan sumber daya (backwash effect) oleh kota
terhadap desa secara sistematis dan kota hanya mengambil keuntungan dari jasa distribusi
semata, sehingga seringkali terjadi kebocoran wilayah (regional leakages) yang merugikan
pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri. Disamping itu, adanya aliran produk/jasa
perkotaan yang harus dibayar oleh masyarakat perdesaan melalui aliran dana/kapital dari
desa ke kota. Kondisi ini secara umum dikenal dengan rendahnya nilai tukar (terms of trade)
produk/jasa (dalam bentuk dana/kapital) masyarakat perdesaan terhadap poduk/jasa
perkotaan (Haeruman, 2001). Dengan kata lain, dari sisi ekonomi terjadi arus pembentukan
surplus (nilai tambah) yang cenderung eksplotatif dimana desa menjual produk mentahnya
ke kota dengan harga murah, dan selanjutnya melalui proses pengolahan (off-farm) kota
menjadikan desa sebagai pasar dengan margin harga yang lebih besar. Belum lagi jumlah
kredit dan pinjaman yang disalurkan ke perdesaan jauh lebih kecil dari jumlah dana yang
ditabung masyarakat perdesaan melalui perbankan, sehingga yang terjadi adalah subsidi
desa terhadap kota.
‘17 6 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Pertentangan dan ketimpangan antara kawasan perkotaan (urban area) dan kawasan
perdesaan (rural area) tidak saja terjadi dalam tataran praktek operasional namun juga telah
memasuki tataran teoritik – akademik. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 25
Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), tantangan kedepan
adalah bagaimana mewujudkan keterkaitan ekonomi tersebut yang ditandai sejumlah
indikator diantaranya terbangunnya akses ke pasar, penguasaan informasi dan teknologi,
jaringan pemasaran, berkembangnya jaringan kerja produksi, pengolahan dan pemasaran,
distribusi input, modal, sumber daya manusia, sebagai prasyarat kunci untuk membangun
perdesaan.
Keterkaitan ekonomi kedua wilayah tersebut dapat ditandai dengan desa memiliki daya tarik
untuk investasi produksi dan tenaga kerja sedangkan kota memiliki daya tarik sebagai
tempat pemasaran. Lembaga intermediary dapat memberikan layanan pengembangan
bisnis meliputi (1) layanan informasi; (2) layanan konsultasi; (3) layanan pelatihan; (4)
pendampingan; (5) kontak bisnis; (6) fasilitasi dalam memperluas akses ke pasar; (7)
fasilitasi dalam pengembangan organisasi dan managemen; (8) fasilitasi memperoleh
permodalan; (9) fasilitasi dalam pengembangan teknologi; (10) penyusunan proposal
pengembangan bisnis.
‘17 7 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Proses yang Menyertai Transformasional Akumulasi
Proses pemanfaatan sumber daya untuk meningkatkan kapasitas produksi seiring dengan
peningkatan pendapatan perkapita suatu Negara. Akumulasi dapat ditelusuri lewat
peningkatan physical capital (infrastruktur) dan human capital (tenaga kerja). Sumber daya
produksi adalah aset-aset produktif atau faktor-faktor produksi (Tanah, tenaga kerja, kapital
produksi (output) diperlukan peningkatan atau tambahan faktor-faktor produksi (input).
Akumulasi menyangkut proses pembinaan sumber daya produksi (produktive resources)
untuk meningkatkan kemampuan berproduksi secara kontinu. Selama masa pembangunan
25 tahun telah terjadi akumulasi sumber daya produksi dalam jumlah yang besar dan sangat
berarti. Indikator adanya akumulasi sumber daya produksi :
a. Produk domestik bruto (PDB, GDP) secara riil meningkat 4 kali lipat. Tingkat hidup rata-
rata (GDP per kapita) meningkat 2,5 kali lipat.
b. Keberhasilan penyediaan pangan : Pelita I sebagai negara pengimpor beras terbesar,
sedangkan akhir Pelita III sudah mencapai swasembada beras.
c. Keberhasilan melaksanakan Program Keluarga Berencana (KB) : dari Pelita I – Pelita V
(25 tahun) tingkat pertambahan penduduk turun dari 2,5% menjadi 1,7%.
d. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan trend meningkat: meskipun lajunya mengalami
siklus naik-turun. Secara rata-rata diperkirakan masih 6,8% setahun.
e. Investasi rata-rata per tahun meningkat: dalam Pelita I rata-rata 15% (dari PDB), sedang
dalam Pelita V rata-rata mencapai 33%.
Kelemahan/ kekurangan yang menyertai proses akumulasi :
a. Pelaksanaan Investasi modal kurang efisien dan efektif : nisbah tambahan investasi
terhadap tambahan hasil (ICOR = Incremental Capital Output Ratio) selama 10 tahun
(1984-1993) angkanya terlalu besar, yaitu 5 (investasi rata-rata 33,4%, laju pertumbuhan
ekonomi 6,8% sehingga ICOR = 33,4 : 6,8 = 4,9 atau dibulatkan 5).
Memang benar bahwa dalam proses pembangunan investasi untuk infrastruktur bersifat
slow vielding dan low vielding, tetapi sebagian pemborosan karena kelemahan teknis
dalam perencanaan, penyelenggaraan dan perawatan proyek-proyek investasi serta
kelemahan institusional (organisasi) seperti penyimpangan, penyelewenanga. Jadi
inefisiensi karena terjadinya mismanagement
b. Terjadi saving-investment gap
‘17 8 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Besarnya investasi tidak diimbangi oleh tabungan nasional yang memadai, tingkat
investasi melampaui tingkat tabungan. Selama Pelita V tingkat investasi 33,4%,
sedangkan tingkat tabungan nasional hanya 29,9% (dari PN).
1) Kekurangan dana untuk investasi sebesar 3,5% (33,4% - 29,9%) harus ditutup
dengan pemasukan modal dari luar negeri.
2) Masalah di atas menunjukkan pentingnya usaha untuk meningkatkan tabungan
nasional dengan disertai upaya untuk menurunkan angka ICOR.
c. Adanya Perbedaan laju pertumbuhan sektor pertanian dan laju pertumbuhan sektor
industri
Secara menyeluruh laju pertumbuhan ekonomi selama Pelita V mencapai 6,8 per tahun,
dimana laju pertumbuhan sektor pertanian hanya 2,7% per tahun, sedangkan laju
pertumbuhan sektor industri mencapai 11% per tahun.
1) Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas dan pendapatan riil di sektor industri lebih
besar sekitar 4 kali lipat daripada sektor pertanian.
2) Tanpa intervensi aktif dari pihak kebijaksanaan negara, ketimpangan itu cenderung
berlangsung terus, bahkan akan menjadi semakin besar.
Alokasi
Sumber daya produksi khususnya investasi sangat penting bagi pembangunan baik secara
kuantitatif (menyangkut jumlahnya) maupun secara kualitatif (menyangkut alokasinya).
Alokasi sumber dayaproduksi dalam proses pembangunan menyangkut pola penggunaan
sumber daya produksi antar sektor, antar daerah dan antar lingkungan kota dan daerah
pedesaan. Selama PJPT I telah terjadi perubahan struktural di bidang produksi dan
perdagangan, namun mengenai k esempatan kerja tetap statis.
a. Struktur Produksi : Pelita I (1969-1973) sektor pertanian menyumbang 44%, sektor
industri 9%. Menjelang akhir Pelita V (1989-1993) sektor pertanian menyumbang 19%,
sedang sektor industri sudah 20%. Dari sudut peranan industri, Indonesia memasuki
kategori negara semi industri.
b. Struktur Perdagangan, dilihat dari jenis komoditi dan sumbangannya terhadap nilai
ekspor : Akhir Pelita I (1973) sumbangan minak dan gas bumi (Migas) sebesar 75%,
sumbangan sektor di luar migas (non migas) sebesar 25%. Pada akhir Pelita V (1993)
terjadi perubahan perimbangan, yaitu dari sektor migas 34%, sedang dari sektor non
migas meningkat 66%.
Terjadi proses diversifikasi di bidang produksi dan perdaganagn : Akhir Pelita V
sumbangan sektor non-migas (66%) terdiri dari : 71% produk industri, 15% produk
pertanian dan 4% hasil pertambangan.
‘17 9 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
c. Perkembangan Kesempatan Kerja : selama 25 tahun struktur dan sifat kesempatan kerja
masih tetap statis :
Pelita I Pelita V Pelita VI
1970 1992 1996
Sektor Pertanian :
- Sumbangan Produksi 44% 18%
- Daya Serap Kerja 56% 47%
Sektor Industri :
- Sumbangan produksi 11% 21% 25%
- Daya Serap Kerja 9% 12% 7%
1) Jadi struktur lapangan kerja tidak banyak mengalami perubahan (relatif statis), yakni
masih tertumpu pada sektor pertanian. Sebab sumbangan produksi yang mengalami
penurunan 26%, hanya diikuti penurunan kesempatan kerja 9%. Sebaliknya
sumbanga produksi sektor industri yang meningkat 10%, hanya diikuti pertambahan
kesempatan kerja 3%.
2) Ketidakserasian antara perubahan struktur produksi dan struktur Lapangan kerja itu
ada kaitannya dengan sifat khas yang melekat pada perekonomian Indonesia
(negara berkembang), yaitu :
a) Permintaan tenaga meningkat lebih cepat dikawasan perkotaan
b) Mobilitas tenaga kerja antar sektor kurang lancar
c) Tidak akses yang sama untuk mendapatkann modal berupa dana atau tanah
yang baik
d) Investasi dan penerapan teknologi diutamakan di bidang modern pada masing-
masing sektor
e) Laju pertambahan penduduk melampaui tingkat permintaan tenaga kerja.
3) Keadaan seperti di atas menyebabkan di antara sektor pertanian dan sektor industri
terjadi ketimpangan dan perbedaan : laju pertumbuhan, tingkat produktivitasnya dan
tingkat pendapatan riilnya.
Demografi
Peningkatan pendapatan perkapita juga membawa perubahan mendasar dalam struktur
penduduk. Transisi kependudukan bukan hanya penurunan angka kematian, namun juga
menunjukan peningkatan intensitas urbanisasi. Urbanisasi itu sendiri bukan hanya dipicu
perpindahan fisik manusia dari desa ke kota, namun juga perubahan status daerah dari
pedesaan menjadi perkotaan
‘17 10 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Secara demografi (kependudukan) dan labour (ketenagakerjaan) terlihat dengan jelas
bahwa menurunnya kontribusi sektor pertanian selama 35 tahun terakhir juga diiringi dengan
transformasi demografis (kependudukan) dan labour (ketenagakerjaan), dimana jumlah
tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian menurun drastis dari mayoritas 53% ditahun
1985 menjadi tinggal 32% pada tahun 2015. Dan tenaga kerja yang semula bekerja di sektor
Pertanian kemudian berpindah ke sektor ekonomi yang lain. Sektor Industri Pengolahan
semula pada 1985 menyerap komposisi tenaga kerja 9% kemudian meningkat menjadi 15%
pada 2015. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang semula menyerap tenaga kerja
15% kemudian meningkat menjadi 22%. Sektor Jasa yang semula menyerap tenaga kerja
15% kemudian meningkat sehingga menyerap tenaga kerja 17%.
Pergeseran dan transformasi struktur Labour (Ketenagakerjaan) secara langsung
mencerminkan terjadinya transformasi struktur Demografi (Kependudukan) di Indonesia
selama 35 tahun terakhir, dimana para pekerja sektor pertanian yang semula 53% pada
tahun 1985 bekerja di wilayah pedesaan, maka pada tahun 2015 hanya 32% yang bekerja
di wilayah pedesaan, ada pergerakan tenaga kerja dari desa ke kota, terjadi migrasi pekerja
sebesar 21% selama 35 tahun terakhir. Lapangan pekerjaan di kota menjadi lebih
menjanjikan dan besar potensinya daripada lapangan pekerjaan di pedesaan, terjadi
urbanisasi yang semakin besar dari tahun-ketahun, pedesaan ditinggalkan para penduduk
dan pemudanya.
Migrasi sebesar 21% pekerja dari pedesaan ke perkotaan akan menuntut terpenuhinya
fasilitas infrastruktur kesehatan, pendidikan, perumahan, pasar tempat transaksi barang dan
jasa, serta fasilitas pendukung lainnya. Fasilitas infrastruktur demikian tentu memerlukan
lahan dan tanah yang sangat luas, apabila kebutuhan lahan dan tanah tidak dapat dipenuhi
dari dalam wilayah perkotaan, tentu saja akan merambah lahan dan tanah di daerah
pedesaan disekitar wilayah perkotaan, yang pada gilirannya akan melahirkan proses alih
fungsi lahan secara besar-besarnya dan pada jangka panjang akan mempengaruhi
perubahan Tata Ruang Wilayah. Artinya ada proses legitimasi terhadap berkurangnya luas
lahan pertanian secara konsisten. Menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB
selama puluan tahun, salah satunya juga merupakan akibat langsung dari terjadinya proses
transfomasi Demografi (Kependudukan) dan Labour (Ketenagakerjaan), serta diakibatkan
juga oleh semakin meningkatnya kontribusi sektor non pertanian terhadap PDB.
Proses demografi itu terutama terjadi, sebagai akibat dari perubahan pada struktur
permintaan, struktur produksi, dan perbaikan fasilitas kesehatan, gizi serta pendidikan yang
timbul seiring dengan pertumbuhan pendapatan per-kapita. Terdapat tiga aspek yang perlu
dilihat dari proses Demografi ini::
‘17 11 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
1. Ketenagakerjaan yang meliputi ;
a. Lapangan pekerjaan
b. Status pekerjaan
c. Jenis Pekerjaan
2. Pertumbuhan Penduduk (Crude Birth Ratio dan Crude Death Ratio)
Dalam demografi, ada istilah “transisi demografi”, di mana istilah tersebut mengacu
pada proses pergeseran dari suatu keadaan tingkat kelahiran dan tingkat kematian
tinggi ke keadaan tingkat kelahiran dan tingkat kematian rendah. Lebih jelasnya adalah
suatu peralihan dari keadaan awal di mana dialami tingkat fertilitas tinggi dengan tingkat
mortalitas tinggi pula (penduduk pada tahap ini lebih kurang stabil). Keadaan ini disusul
dengan tahap di mana penduduk bertambah dengan laju yang pesat, karena tingkat
kematian menurun, akan tetapi tidak disertai dengan menurunnya tingkat kelahiran.
Akhirnya pada tahap yang lebih lanjut perkembangan menuju pada suatu
“keseimbangan” perihal masalah penduduk. Pada tahap akhir ini tingkat fertilitas sudah
sangat menurun sehingga memadai tingkat kematian yang rendah.
Dengan semakin meningkatnya pendapatan per-kapita, perubahan pada aspek sosial-
ekonomi dan dengan semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat, tingkat
kelahiran juga akan turun dengan cepat. Sehingga tingkat pertumbuhan penduduk
menurun dan dengan sendirinya jumlah penduduk yang menjadi tanggungan penduduk
usia kerja akan menurun.
3. Tempat Tinggal Penduduk.
Gerak arus penduduk dari masyarakat desa yang secara massal menuju ke kawasan
kota-kota adalah merupakan fenomena umum di semua negara berkembang. Banyak di
kalangan ahli ekonomi pembangunan yang berpendapat bahwa pokok masalah yang
dihadapi negara-negara berkembang di masa yang akan datang adalah berkisar pada
migrasi penduduk secara massal dari desa ke kota, dan proses ini terus akan berlanjut.
Ciri-cirinya:
a). Lapangan Pekerjaan
Nagr / N turun dan Nnon-agr / N sebaliknya meningkat
Nagr / N > GVAagr / GDP dan selebihnya
GDP / N > GVAagr / Nagr
GDPagr / N < GDPnon-agr / N
b). Status Pekerjaan
N w+t / N meningkat di mana w+t / GNP juga meningkat
(Tidak terjadi di Indonesia)
c). Jenis Pekerjaan
Nprof+Manajer / N cenderung meningkat
‘17 12 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Struktural Ketenagakerjaan
Transformasi struktural ketenagakerjaan merupakan prasyarat dari peningkatan dan
kesinambungan pertumbuhan dan penanggulangan kemiskinan, sekaligus pendukung bagi
kelanjutan pembangunan. Kenyataannya,pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak disertai
dengan perubahan struktur tenaga kerja yang berimbang..artinya titik balik untuk aktivitas
ekonomi tercapai lebih dahulu dibanding titik balik penggunaan tenaga kerja. Sehingga
terjadi masalah-masalah yang seringkali diperdebatkan diantaranya apakah pangsa PDB
sebanding dengan penurunan pangsa serapan tenaga kerja sektoral dan industri mana yang
berkembang lebih cepat, agroindustri atau industri manufaktur. Apabila transformasi kurang
seimbang dikuatirkan akan terjadi proses pemiskinan dan eksploitasi sumber daya manusia
pada sektor primer. Perubahan struktur produksi juga mengakibatkan pergeseran dan
perubahan struktur ketenagakerjaan. Komponen, proses perubahan struktur perekonomian
di Indonesia ditandai dengan:
1. Merosotnya pangsa sektor primer (pertanian)
2. Meningkatnya pangsa sektor sekunder (industri)
3. Pangsa sektor jasa kurang lebih konstan, tetapi kontribusinya akan meningkat sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi.
Di Indonesia, struktur tenaga kerja dibedakan menurut jam kerja, jenis kelamin, umur, dan
tingkat pendidikan.
Struktur Tenaga Kerja 1980-2005
Perubahan struktur tenaga kerja di Indonesia terus terjadi seiring dengan perubahan dan
perkembangan teknologi dari tahun ke tahun. Pergeseran dan perubahan tenaga kerja
dikarenakan pergeseran lahan dan perubahan paradigma tenaga kerja. Perubahan
paradigma tenaga kerja disebabkan oleh peluang kerja yang ada di dunia kerja. Tenaga
kerja yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan., tenaga kerja yang dulunya
bekerja di sektor pertanian banyak yang beralih ke sektor industri dan jasa. Bukan hanya di
sektor pekerjaan, tenaga kerja pada struktur pekerjaan juga mengalami perubahan. Tenaga
kerja menurut jam kerja mengalami perubahan. Pada tahun 1980 struktur tenaga kerja terdiri
dari 35,99% tenaga kerja yang bekerja
Perubahan struktur tenaga kerja pada mulai tergambarkan 25 tahun berikutnya. Pada tahun
2005 strukturnya menjadi 32,9% tenaga kerja yang bekerja. Perubahan struktur tenaga kerja
juga terjadi menurut jenis kelamin. Tenaga kerja yang dulunya didominasi oleh laki-laki
mengalami perubahan. Pada tahun 1980 sampai tahun 2000, struktur tenaga kerja masih
didominasi oleh tenaga kerja laki-laki sekalipun tenaga kerja perempuan mengalami
peningkatan.
‘17 13 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Perubahan struktur tenaga kerja dari tenaga kerja juga terjadi menurut umur tenaga kerja.
Tenaga kerja menurut umur diklasifikasi sebagai berikut , tenaga kerja usia muda (berumur
15-24 tahun), tenaga kerja usia prima (mengarah ke tenaga kerja umur 25-54), dan tenaga
kerja usia tua (berumur 55 tahun lebih). Pada tahun 1980, struktur tenaga kerja usia muda
sebanyak 24,27%, tenaga kerja usia prima sebanyak 63,73% , dan tenaga kerja usia tua
sebanyak 12%. Pada tahun 2005 atau 25 tahun berikutnya mengalami perubahan. Dari
keseluruhan tenaga kerja yang ada, tenaga kerja usia muda sebanyak 15,81%, tenaga kerja
usia prima sebanyak 71,11, dan tenaga kerja usia tua sebanyak 13,08%.
Perubahan struktur tenaga kerja menurut pendidikan pun mengalami perubahan selama 25
tahun terakhir. Struktur tenaga kerja berdasarkan pendidikan dipilih sebagai berikut,
berpendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah atau ≤ SD dan berpendidikan Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ke atas. Pada tahun 1980, tenaga kerja berpendidikan SD
ke bawah mendominasi pekerjaan baik secara keseluruhan maupun per sektor. Pada tahun
1980, secara keseluruhan struktur tenaga kerja berpendidikan ≤ SD sebanyak 88,34% dan
sisanya adalah tenaga kerja berpendidikan SLTP ke atas atau 11, 64%. Pada tahun 2005
struktur tenaga kerja berpendidikan ≤ SD menjadi 55,40% tenaga kerja dan tenaga kerja
berpendidikan SLTP ke atas sebanyak 44,60% tenaga kerja. Berdasarkan data tersebut,
pendidikan tenaga kerja terus mengalami peningkatan dan perbaikan.
Struktur Tenaga Kerja 2011-2013
Berdasarkan data BPS, komposisi penduduk bekerja menurut lapangan pekerjaan hingga
Februari 2013 tidak mengalami perubahan, dimana sektor pertanian, perdagangan, jasa
kemasyarakatan, dan sektor industri secara berurutan masih menjadi penyumbang terbesar
penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2012,
jumlah penduduk yang bekerja mengalami kenaikan terutama di sektor perdagangan
sebanyak 790 ribu orang (3,29 %), sektor konstruksi sebanyak 790 ribu orang (12,95 %),
serta sektor industri sebanyak 570 ribu orang (4,01 %). Sektor-sektor yang mengalami
penurunan adalah sektor Pertanian dan sektor Sektor yang lain masing-masing mengalami
penurunan jumlah penduduk bekerja sebesar 3,01 % dan 5,73 %.
Secara sederhana kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat
diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama,
pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh
atau karyawan, sisanya termasuk pekerja informal. Pada Februari 2013 sebanyak 45,6 juta
orang (39,98 %) bekerja pada kegiatan formal dan 68,4 juta orang (60,02 %) bekerja pada
kegiatan informal. Jumlah pekerja formal bertambah sekitar 3,5 juta orang dan persentase
pekerja formal naik dari 37,29 % pada Februari 2012 menjadi 39,98 % pada Februari 2013.
Komponen pekerja informal terdiri dari penduduk bekerja dengan status berusaha sendiri,
‘17 14 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas di pertanian, pekerja bebas di
nonpertanian, dan pekerja keluargaatautak dibayar. Dalam setahun terakhir (Februari 2012–
Februari 2013), pekerja informal berkurang sebanyak 2,3 juta orang dan persentase pekerja
informal berkurang dari 62,71 % pada Februari 2012 menjadi 60,02 % pada Februari 2013.
Penurunan ini berasal dari hampir seluruh komponen pekerja informal, kecuali pekerja
bebas di nonpertanian.
Penyerapan tenaga kerja sampai Februari 2013 masih didominasi oleh penduduk bekerja
berpendidikan rendah, yaitu SD ke bawah 54,6 juta orang (47,90 %) dan sekolah menengah
pertama sebanyak 20,3 juta orang (17,80 %). Penduduk bekerja berpendidikan tinggi hanya
sebanyak 11,2 juta orang mencakup 3,2 juta orang (2,82 %) berpendidikan diploma dan
sebanyak 8,0 juta orang (6,96 %) berpendidikan universitas. Dalam setahun terakhir,
penduduk bekerja berpendidikan rendah menurun dari 75,8 juta orang (67,20 %) pada
Februari 2012 menjadi 74,9 juta orang (65,70 %) pada Februari 2013. Sementara, penduduk
bekerja berpendidikan tinggi meningkat dari 10,4 juta orang (9,19 %) pada Februari 2012
menjadi 11,2 juta orang (9,78 %) pada Februari 2013.
Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan diukur secara kuantitatif melalui dua konsep yaitu: (1) tingkat
kemiskinan absolute (absolute poverty) yang menunjuk pada jumlah penduduk yang hidup
dibawah garis kemiskinan dan (2) ketimpangan relative (relative inequality) yang
berhubungan dengan pembagian pendapatan masyarakat antara golongan yang
berpendapatan rendah, menengah dan tinggi. Beberapa ekonom berpendapat bahwa
perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumberdaya
dan faktor produksi, terutama kepemilikan barang modal (capital stock).
Perbedaan pendapatan ini terjadi karena perbedaan kepemilikan awal faktor produksi
menurut teori Neo-Klasik akan dapat dihilangkan atau dikurangi melalui suatu proses
penyesuaian otomatis. Dengan proses tersebut, hasil pembangunan akan menetes
kebawah (Trickle down) dan menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru. Apabila
setelah proses tersebut masih ada perbedaan pendapatan yang cukup timpang, maka
pendekatan Keynesian yaitu melalui sistem perpajakan dan subsidi yang mana dapat
digunakan sebagai alat redistribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan. Pendapat lain
mengatakan adanya ketidak merataan pendapatan sebagai akibat dari ketidak sempurnaan
pasar, karena gangguan yang mengakibatkan persaingan dalam pasar tidak dapat bekerja
secara sempurna.
‘17 15 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Masalah distribusi pendapatan menyangkut kemiskinan dalam arti kemiskinan absolute
maupun dalam arti ketimpangan relative. Distribusi pendapatan dan kemiskinan berkaitan
dengan proses akumulasi dan alokasi. Yang mencakup dinamika dalam proses transformasi
secara menyeluruh. Bank Dunia melalui karya-karya tim ahlinya sejak pertengahan
dasawarsa tujuh-puluhan telah dirintis beberapa pedoman yang berfaedah sebagai tolok
ukur kuantitatif untuk menelaah persoalan distribusi pendapatan dalam kaitannya dengan
kesenjangan antara taraf hidup berbagai golongan masyarakat. Dalam hal pembagian
pendapatan nasional diantara golongan masyarakat, kriteria Bank Dunia (World Bank)
membedakan tiga (3) golongan masyarakat yaitu:
1. apabila 40% dari jumlah penduduk berpendapatan menerima kurang dari 12% dari
pendapatan nasional, dalam keadaan demikian terdapat ketimpangan yang mencolok
(gross inequality) pada pembagian pendapatan masyarakat.
2. Apabila golongan penduduk yang berpendapatan rendah itu menerima antara 12%
sampai dengan 17% dari pendapatan nasional, maka ketimpangan pada pembagian
pendapatan masyarakat bersifat sedang (moderate inequality).
3. Sedangkan apabila penerimaannya lebih besar dari 17% dari pendapatan nasional,
maka ketimpangannya bersifat relative kecil (low inequality).
Cara lain untuk mengukur derajat ketimpangan pada pembagian pendapatan nasional
adalah dengan penghitungan Gini Ratio ataupun Indeks Gini. Oleh sebab itu berkenaan
dengan ini, maka penduduk digolongkan dalam 10 kelompok setelah diurutkan menurut
tingkat pendapatannya., yaitu antara lain:
1. Distribusi pendapatan dianggap merata apabila 10% penduduk termiskin menerima
10% dari pendapatan nasional.
2. 40% penduduk termiskin menerima 40% dari pendapatan nasional, dan seterusnya.
3. Sebaliknya distribusi pendapatan menjadi timpang, apabila misalnya 99% dari
pendapatan nasional, diterima oleh hanya 1 persen dari penduduk.
4. Nilai Indeks Gini bergerak antara 0 sampai 1
5. Semakin kecil Indeks Gini-nya akan menggambarkan bahwa ketimpangannya juga
semakin kecil.
6. kriteria Indeks GINI tersebut lebih jauh dapat diklasifikasikan sebagai berikut; apabila X
< 0,4 dikategorikan merata
0,4 < x < 0,5 dikategorikan moderat
Dan > 0,5 diindikasikan tidak merata
Ide dasar perhitungan koefisien Gini sebenarnya berasal dari upaya pengukuran luas suatu
kurva yang menggambarkan distribusi pendapatan untuk seluruh kelompok pendapatan.
‘17 16 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Daftar PustakaDumairi, 2005, Perekonomian Indonesia, Jakarta Erlangga.
Tambunan Tulus T.H. 2009. Perekonomian Indonesia, Bogor, Ghalia Indonesia.
Rural - Urban Economic Lingkages”
Tarigan Antonius, (2009), Konsep & Urgensinya Dalam Memperkuat Pembangunan Desa, http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file /view/10656/2372/
Todaro Mjchael P dan Smith, Stephen C, 2003, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Kedelapan, Jilid 2, Jakarta, Erlangga.
http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/pengangguran/
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/2017
‘17 17 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis M, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id