Traktus Biliaris

download Traktus Biliaris

of 24

Transcript of Traktus Biliaris

IKTERUSIkterus dapat dibagi menjadi prahepatik, hepatik, atau, posthepatik, tergantung dari lokasi penyakitnya. Hemolisis, penyebab yang paling sering terjadi pada ikterus prahepatik, termasuk peningkatan produksi bilirubin. Kasus lain yang jarang terjadi pada ikterus prahepatik adalah Gilberts disease dan Crigler-Najjar syndrome. Ikterus parenkim hati dibagi menjadi tipe hepatoselular dan kolestatik. Penyebabnya pada hepatoselular termasuk hepatitis viral akut dan sirosis alkoholik kronik. Beberapa kasus pada kolestasis intrahepatik mungkin sulit dibedakan secara klinis dan biokimia dari kolestasis karena obstruksi duktus biliaris. Sirosis biliaris primer, toxic drug jaundice, ikterus kolestatik pada kehamilan, dan ikterus kolestatik postoperatif adalah penyebab yang paling sering terjadi. Ikterus ekstrahepatik paling sering terjadi karena hasil dari obstruksi biliaris oleh tumor malignan, koledokolitiasis, atau striktur biliaris. Pseudokista pankreas, pankreatitis kronik, kolangitis sklerosis, metastasis kanker, divertikulitis duodenal adalah penyebab yang jarang terjadi. Anamnesa Kebanyakan kasus infeksi hepatitis terjadi pada pasien dibawah umur 30 tahun. Batu empedu obstruksi atau tumor lebih sering pada orang tua. Pasien dengan ikterus karena koledokolitiasis mungkin berhubungan dengan kolik biliaris, demam, dan menggigil dan riwayat serangan yang sama sebelumnya. Nyeri pada obstruksi maligna mungkin terjadi pada perpindahan posisi. Nyeri pada regio hati biasanya disebabkan oleh stadium awal hepatitis viral dan kerusakan hati alkoholik akut. Pasien dengan obstruksi extrahepatik mengalami perubahan feces yang pudar dan urin yang gelap. Penyakit kolestatik sering disertai dengan pruritus berat yang tidak nyaman. Pruritus mungkin mendahului ikterus, tetapi biasanya datang bersamaan. Iritasi kulit parah pada pada ekstremitas dan diperparah dengan udara yang panas dan lembab. Penyebabnya tidak diketahui. Pemeriksaan Fisik Hepatomegali terjadi pada ikterus hepatik dan post hepatik. Dalam beberapa kasus, hati yang teraba pada palpasi mungkin disebabkan oleh sirosis atau metastasis kanker. Stigma lain tentang sirosis biasanya berhubungan dengan ikterus alkoholik akut; hati yang teraba, spider angioma, ascites, vena collateral pada dinding abdomen, dan splenomegali mengarahkan diagnosis pada sirosis. Kandung empedu yang teraba pada pasien ikterus mengarah kepada obstruksi maligna dari duktus biliaris komunis (Courvoisier s law). Pemeriksaan Laboratorium

Pada penyakit hemolitik, peningkatan bilirubin prinsipnya pada fraksi unconjugated indirek. Selama unconjugated bilirubin water insoluble, ikterus pada hemolisis menyebabkan acholuria. Total bilirubin pada hemolisis sekitar 4-5 mg/dL. Nilai yang lebih besar terjadi pada kasus penyakit parenkim hati. Antara obstruksi kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik meningkatkan fraksi bilirubin direk, walaupun bilirubin indirekpun meningkat. Selama bilirubin direk water soluble, akan terdapat bilirubinuria. Dengan obstruksi ekstrahepatik total, nilai bilirubin toal dapat meningkat sampai 25-30 mg/dL. Nilai yang lebih besar dari nilai tersebut mengarahkan kita pada hemolisis konkomitan atau penurunan fungsi ginjal. Obstruksi pada salah satu duktus hepatikus biasanya tidak menyebabkan ikterus. Pada obstruksi ekstrahepatik yang disebabkan oleh neoplasma, bilirubin serum biasanya meningkat sampai 10 mg/dL, dan rata-rata konsentrasinya sekitar 18 mg/dL. Ikterus obstruktif dikarenakan batu duktus biliaris komunis sering sering menyebabkan bilirubin naik sesaat dari 2-4 mg/dL. Nilai serum bilirubin pada pasien dengan sirosis alkoholik dan hepatitis viral akut sangat bergantung pada keparahan penyakit pada parenkim hati itu sendiri. Pada obstruksi ekstra hepatik, peningkatan pada nilai SGOT terjadi, tetapi nilai setinggi 1000 unit/L (walaupun jarang) terlihat pada pasien dengan batu duktus biliaris komunis dan kolangitis. Pada keadaan lanjut nilai tinggi tersebut hanya bertahan beberapa hari dan berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi LDH. Pada umumnya, nilai SGOT sekitar 1000 units/L mengarah pada hepatitis viral. Alkali fosfatase serum dihasilkan oleh tiga tempat: hati, tulang, dan usus. Pada orang normal, hati dan tulang berkontribusi sama, dan kontribusi usus kecil. Alkali fosfatase hati adalah produk dari sel epitel kolangioles, dan peningkatan alkali fosfatase berhubungan dengan penyakit hati sebagai akibat dari peningkatan produksi enzim. Nilai alkali fosfatase meningkat pada kolestasis intrahepatik, kolangitis, atau obstruksi ekstrahepatik. Selama peningkatan disebabkan oleh produksi yang berlebihan, mungkin terjadi pada lesi hepatik fokal dengan pasien tidak ikterus. Sebagai contoh, metastasis hepatik soliter atau abces piogenik pada satu lobus atau obstruksi tumor hanya pada satu duktus hepatik mungkin tidak cukup membuat parenkim hati obstruksi untuk menyebabkan ikterus tetapi biasanya alkali fosfatase meningkat. Pada kolangitis dengan obstruksi intrahepatik inkomplit, nilai bilirubin serum mungkin normal atau sedikit meningkat, tetapi alkali fosfatase mungkin meningkat sangat tinggi. Penyakit tulang mungkin menyulitkan interpretasi abnormal nilai alkali fosfatase. Jika peningkatan dicurigai dari tulang, kalsium serum, fosfor, dan 5-nukleotidase atau leusin aminopeptidase harus diperiksa. 5-nukleotidase atau leusin aminopeptidase juga diproduksi oleh kolangioles dan meningkat pada kolestasis, tetapi konsentrasi serum tidak berubah pada penyakit tulang. Perubahan nilai serum protein mungkin merefleksikan disfungsi parenkim hati. Pada sirosis, serum albumin menurun, tetapi globulin meningkat. Globulin serum

meningkat tinggi pada beberapa pasien dengan sirosis biliaris primer. Obstruksi biliaris pada umumnya tidak mengakibatkan perubahan sampai berkembang menjadi sekunder. Diagnosis Prinsip diagnosis adalah membedakan antara ikterus yang perlu penatalaksanaan operasi (obstruksi) atau yang tidak. Anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium memperlihatkan diagnosis yang akurat pada beberapa kasus tanpa harus melakukan pemeriksaan yang invasif (biopsi hati, kolangiogram) Jika ikterus baru dan ringan, seringkali melewati 24-48 jam baru dilakukan kolesistogram atau scan ultrasound untuk membuktikan penyakit batu empedu. Pada pasien dengan ikterus persisten, pemeriksaan yang pertama kali dilakukan adalah ultrasound, yang dapat melihat dilatasi duktus biliaris intrahepatik (mengindikasikan obstruksi duktus) atau batu kandung empedu. Untuk mendeskripsikan lesi lebih jauh dilakukan ERCP atau THP. ERCP lebih dipilih ketika obstruksi pada ujung dari duktus (misalnya, suspek karsinoma pankreas, atau periampula tumor). THC biasanya dipilih pada lesi proximal (misalnya striktur biliaris, neoplasma pada bifurcatio duktus hepatikus), karena memberikan gambaran opak yang lebih baik pada obstruksi duktus proksimal dan dapat memberikan informasi yang berguna untuk rencana operasi. Jika gambaran klinis mengarah pada obstruksi neoplasma, CT scan lebih dipilih dari ultrasound, karena CT memberikan gambaran yang lebih baik pada lesi massa yang juga memberikan gambaran serta letak obstruksi dari duktus biliaris. Jika pemeriksaan ultrasound atau CT scan mengarah pada obstruksi biliaris, dianjurkan pemeriksaan kolangiogram. Pada umumnya, pasien dengan penyakit batu empedu tidak membutuhkan kolangiogram, kolangiogram lebih rutin diperiksa pada pasien dengan obstruksi neoplasma, striktur biliaris benigna, atau kasus ikterus obstruksi lainnya yang jarang atau tidak diketahui penyebabnya.

PEMERIKSAAN DIAGNOTIK TRAKTUS BILIARISFoto Polos Abdomen Gambaran posteroanterior abdomen akan menunjukkan batu empedu dalam 1015% dari kasus dimana batu radioopak. Empedu sendiri kadang mengandung kalsium yang dapat terlihat. Pembesaran kandung empedu dalam keadaan tertentu dapat diidentifikasikan sebagai massa jaringan halus di kuadran kanan atas melekuknya air-filled hepatic flexure. Dalam beberapa tipe penyakit saluran empedu, diagnosis dapat ditegakkan dengan terlihatnya udara dalam saluran empedu dengan foto polos. Biasanya terdapat fistula biliaris-intestinal, kolesistitis, dan ascariasis biliaris. Kolesistografi oral

Natrium tiropanoat atau asam iopanoik dimasukan melalui mulut pada malam hari sebelum pemeriksaan, digabung dengan makan ringan. Obat diabsorpsi, mengikat albumin dalam darah portal, diekstraksi oleh hepatocit, dan disekresi dalam empedu. Opasifikasi terjadi hanya dengan konsentrasi dalam kandung empedu dan rata-rata optimal 10 jam setelah masuknya tiropanoat. Posisi posteroanterior dan oblik sehingga film tegak lurus atau lateral decubitus diperoleh. Kolesistogram oral tidak memuaskan bila kontras diabsorpsi usus dan diekskresi hati dengan tidak baik. Absorpsi sering kacau pada penyakit akut abdomen dengan ileus, muntah, atau diare. Bila nilai bilirubin lebih dari 3 mg/dL, ekskresi hepar kemungkinan besar akan inadekuat. Hasil false-negatif ditemukan pada 5% tes. Nonopasifikasi terjadi pada 20% pasien setelah pemberian regimen single-dose. Ketika dosis kedua diberikan, dan x-ray diulang hari berikutnya, opasifikasi ditemukan pada 25% pasien. Nonopasifikasi yang persisten dapat dipercaya (>95% positif) mengindikasikan penyakit kandung empedu. Disamping melakukan kolesistogram oral double-dose sebagai langkah selanjutnya ketika single-dose gagal, lebih mudah untuk melakukan ultrasound. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (THP, PTC) Percutaneous transhepatic cholangiography dilakukan dengan menusukkan jarum melalui sela iga kanan bawah dan parenkim hati menuju lumen saluran empedu. Kontras yang water-soluble disuntikan, dan foto x-ray diambil. Kesuksesan teknik tergantung pada derajat dilatasi duktus biliaris intrahepatik. THC terutama bernilai untuk melihat anatomi pasien dengan striktur biliaris benigna, lesi maligna di duktus biliaris proximal, atau ketika ERCP tidak berhasil. Kegagalan medium kontras untuk masuk ke duktus tidak membuktikan tidak ada obstruksi. THC tidak boleh dilakukan pada pasien kolangitis sampai infeksi telah dikontrol dengan antibiotik. Pasien diberi premedikasi antibiotik untuk mencegah kejadian septik syok kolangitis. Kontraindikasi sama dengan percutaneous liver biopsy. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) ERCP memasukkan kanul ke sfingter Oddi melalui duodenoskopi. ERCP membutuhkan ketrampilan khusus walaupun orang tersebut telah familiar menggunakan endoskopi. Biasanya opasitas pankreas sama dengan duktus biliaris. Metode kolangiografi terutama diperuntukkan pada pasien dengan mekanisme pembekuan abnormal yang tidak boleh dilakukan transhepatic puncture pada duktus biliaris. ERCP biasanya menjadi pilihan untuk memeriksa traktus biliaris pada pasien dengan dugaan koledokolitiasis atau lesi obstruksi pada regio preampula. Ultrasound

Ultrasonography adalah pemeriksaan yang spesifik dan sensitif untuk mendeteksi batu kandung empedu dan dilatasi duktus biliaris. Pada investigasi penyakit kandung empedu, false-positive untuk diagnosis batu sangat jarang, dan laporan false-negative terjadi hanya pada 5% pasien. Biasanya batu pada duktus biliaris komunis luput pada pemeriksaan ultrasound. Dilatasi duktus biliaris pada pasien ikterus mengindikasikan obstruksi duktus biliaris, tetapi dapat terjadi duktus yang normal pada gambaran obstruksi. Ketika ultrasound menunjukkan dilatasi duktus, THC hampir selalu berhasil. Ultrasound terkadang juga melaporkan adanya lumpur pada kandung empedu. Material pada sonografi adalah opaq, tidak menampilkan acoustic shadow, dan membentuk dependent layer pada kandung empedu. Pada analisis klinis, mungkin precipitat dari kalsium bilirubinat. Lumpur dapat bergabung dengan batu ataupun tidak. Kejadian ini memberikan bermacam-macam gambaran klinis, kebanyakan dikarakterisasikan dengan stasis kandung empedu (contoh: pemanjangan puasa). Lumpur bukan merupakan indikasi kolesistektomi. Radionuclide Scan (HIDA Scan) Technetium 99m-labeled derivatives of iminodiacetic acid (IDA) diekskresikan dalam konsentrasi tinggi dalam empedu dan memproduksi gambar gamma yang sangat baik. Melalui injeksi intravena dari radionuclide, pencitraan duktus biliaris dan kandung empedu nampak pada 15-30 menit dan usus halus pada 60 menit. Pasien dengan nyeri akut abdomen kanan atas, gambaran baik dari duktus biliaris tanpa adanya gambaran kandung empedu mengindikasikan obstruksi duktus sistikus dan menguatkan diagnosis dari kolesistitis akut. Pemeriksaan sangat mudah untuk dilakukan dan terkadang merupakan metode yang berguna untuk menegakkan suatu diagnosis.

TRAKTUS BILIARIS EMBRIOLOGI DAN ANATOMIPerkembangan duktus biliaris dan hati berasal dari divertikulum yang muncul dari bagian ventral foregut. Bagian kranial menjadi hati, kaudal menjadi bagian ventral pankreas, dan bagian intermediate berkembang menjadi kandung empedu. Awalnya kosong, divertikulum hepatik menjadi sel yang nantinya akan rekanalisasi untuk membentuk saluran. Saluran terkecil kanalikulus biliaris pertama kali terlihat sebagai penghubung hepatocit primitif yang nantinya membesar sesuai dengan hati. Banyaknya mikrovilli meningkatkan area permukaan kanalikular. Empedu disekresi di kanalikulus biliaris melalui duktus interlobular (canals of Hering) dan duktus lobaris dan melalui duktus hepatikus di hilum. Dalam banyak kasus, duktus hepatikus komunis merupakan persatuan dari duktus hepatikus kanan dan kiri, tapi 25% individu tidak bergabung. Permulaan dari duktus hepatikus komunis dekat dengan hati, tetapi selalu diluar hati. Panjangnya sekitar 4 cm sebelum bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus (duktus biliaris komunis). Duktus koledokus bermula di ligamentum hepatoduodenale, melewati bagian pertama duodenum

dan masuk ke facies posterior pankreas sebelum memasuki duodenum. Panjang total dari duktus koledokus sekitar 9 cm. 80-90% individu, duktus pancreatikus bergabung dengan duktus biliaris komunis membentuk saluran sekitar 1 cm. Segmen intraduodenal dari saluran tersebut disebut ampulla hepatopankreas atau ampulla Vatery. Orifisiumnya dikelilingi oleh sfingter Oddi. Kandung empedu adalah organ berbentuk pear terletak pada permukaan bawah hati diantara lobus kiri dan kanan hati. Kandung empedu dapat menampung sekitar 50 mL cairan empedu. Di dalam ligamentum hepatoduodenale, arteri hepatika sebelah kiri dari duktus biliaris komunis, dan vena porta sebelah posterior dan medial. Dinding duktus biliaris ekstrahepatik dan kandung empedu mengandung jaringan fibrosa dan otot polos. Membran mukosa mengandung kelenjar-kelenjar mukosa dan dilapisi oleh selapis sel kolumnar. Traktus biliaris menerima persarafan parasimpatik dan simpatik. Saraf motor menuju ke kandung empedu dan saraf sekretorik menuju ke epitel duktus. Saraf afferen pada persarafan simpatis beperan dalam penyampaian rasa nyeri pada kolik biliaris.

FISIOLOGIAliran Empedu Empedu dihasilkan rata-rata 500-1500 mL/hari oleh hepatocit dan sel dalam duktus. Sekresi aktif dari garam empedu ke kanalikulus biliaris bertanggung jawab terhadap volume empedu dan fluktuasinya. Na+ dan air secara pasif menyeimbangkan isosmolalitas dan netralitas listrik. Lesitin dan kolesterol masuk ke kanalikulus rata-rata tergantung dari banyaknya garam empedu yang keluar. Bilirubin dan garam garam organik lainya seperti estrogen, sulfobromophthalein disekresikan secara aktif oleh hepatocit dengan sistem transpor yang berbeda dengan garam empedu. Sel kolumnar dari ductus menambahkan aliran kaya akan HCO 3- dalam kanalikulus. Ini termasuk sekresi aktif dari Na+ dan HCO3- dengan pompa selular yang distimulasi oleh sekretin, VIP, dan kolesistokinin. K+ dan air terdistribusi pasif melalui duktus. Diantara waktu makan, empedu disimpan dalam kandung empedu, dimana konsentrasinya rata-rata mencapai 20% per jam. Na+ dan HCO3- ataupun Clditranspor aktif dari lumen selama absorpsi. Tiga faktor yang mempengaruhi regulasi aliran empedu: sekresi hepatik, kontraksi kandung empedu, dan resistensi sfingter Oddi. Dalam keadaan diantara waktu makan, tekanan di duktus biliaris komunis adalah 5-10 cm H2O, dan produksi empedu dalam hati dialihkan ke kandung empedu. Setelah makan,

kandung empedu kontraksi, relaksasi sfingter, dan empedu keluar ke duodenum. Selama kontraksi, tekanan di dalam kandung empedu sekitar 25 cm H2O dan di dalam duktus biliaris komunis 15-20 cm H2O. Kolesistokinin adalah stimulus fisiologis utama untuk postprandial kontraksi kandung empedu dan relaksasi dari sfingter, tetapi impuls vagal memfasilitasi kejadian ini. Kolesistokinin dikeluarkan ke dalam aliran darah dari mukosa usus halus dengan lemak atau produk lipolitik di dalam lumen. Asam amino dan polipeptida kecil adalah stimulus lemah, dan karbohidrat tidak efektif. Aliran empedu selama makan meningkat dengan kembalinya garam empedu dalam sirkulasi enterohepatik dan stimulasi dari sekresi duktus oleh sekretin, VIP, dan kolesistokinin. Motilin menstimulasi pengosongan partial episodik dari kandung empedu diantara waktu makan. Garam Empedu dan Sirkulasi Enterohepatik Garam empedu, lesitin, dan kolesterol termasuk sekitar 90% dalam bahan padat empedu, sisanya mengandung bilirubin, asam lemak, dan garam inorganik. Kandung empedu mengandung 10% bahan padat dan memiliki konsentrasi garam empedu antara 200-300 mmol/L. Fungsi dari garam empedu adalah (1) menginduksi aliran empedu, (2) transpor lipid, dan (3) mengikat ion kalsium dalam empedu. Empedu terdiri dari garam empedu, pigmen empedu, dan bahan-bahan lain yang larut dalam larutan elektrolit alkalis yang mirip dengan getah pankreas. Sekitar 500ml disekresikan setiap hari. Sebagian komponen empedu diserap ulang dalam usus kemudian diekskresikan kembali oleh hati (sirkulasi enterohepatik). Glukoronida pada pigmen mepedu, bilirubin, dan biliverdin, menyebabkan warna empedu berwarna kuning keemasan. Garam empedu adalah garam-garam natrium dan kalium asam empedu yang berkonjugasi dengan glisin atau taurin, suatu turunan sistin. Asam-asam empedu disintesis dari kolesterol. Bersama dengan vitamin D, kolesterol, berbagai hormon steroid, dan glikosida digitalis, asam-asam empedu mengandung inti siklopentanoperhidrofenantren. Dua asam empedu utama (primer) yang terbentuk dalam hati adalah asam kolat dan asam kenodeoksikolat. Didalam kolon, bakteri mengubah asam kolat menjadi asam deoksikolat dan asam kenodeoksikolat menjadi asam litokolat. Karena terbentuk akibat kerja bakteri, maka asam deoksikolat dan asam litokolat disebut asam empedu sekunder. Konjugasi asam-asam ini dengan glisin atau taurin terjadi dalam hati, dan konjugat yang terbentuk-misalnya asam glikokolat dan asam taurokolatmembentuk garam-garam natrium dan kalium dalam empedu yang alkalis. Garam-garam empedu memiliki sejumlah efek penting. Garam-garam ini menurunkan tegangan permukaan dan bersama fosfolipid dan monogliserida, berperan untuk emulsifikasi lemak sebagai persiapan untuk dicerna dan diserap di usus halus. Selain itu, garam-garam ini bersifat amfipatik; yaitu memiliki domain hidrofilik dan hidrofobik; salah satu permukaan molekul bersifat hidrofilik

karena ikatan peptida polar dan gugus karboksil serta hidroksil terletak di permukaan tersebut, sedangkan permukaan lain bersifat hidrofobik. Dengan demikian, garam-garam empedu cenderung membentuk lempeng-lempeng silindris yang disebut misel, dengan permukaan hidrofilik ynag menghadap keluar dan bagian tengahnya hidrofobik. Diatas konsentrasi tertentu yang disebut konsentrasi misel kritis, semua garam empedu yang ditambahkan ke dalam larutan membentuk misel. Lemak berkumpul didalam misel, dengan kolesterol di pusat hidrofobik dan fosfolipid amfipatik serta monogliserida berjajar dengan ujung hidrofilik mengarah keluar dan ekor hidrofobiknya ke bagian tengah. Misel berperan penting dalam mempertahankan lemak dalam larutan dan membawanya ke brush boder sel epitel usus, dan disitu lemak tersebut diserap. Sembilan puluh sampai 95% garam-garam empedu diserap di usus halus. Sebagian diserap melalui difusi nonionik, tetapi sebagian besar diserap dari ileum terminalis oleh suatu transpor aktif yang sangat efisien. Sisanya 5-10% masuk ke dalam kolon dan diubah menjadi garam-garam deoksikolat dan asam litokolat. Litokolat relatif tidak larut dan sebagian besar diekskresikan dalam tinja; hanya 1% yang diserap. Namun, deoksikolat diserap. Garam-garam empedu yang diserap disalurkan kembali ke hati dalam vena porta dan diekskresikan kembali dalam empedu (siklus enterohepatik). Garam yang keluar melalui tinja diganti oleh sintesis dalam hati; kecepatan normal sintesis garam empedu adalah 0.2-0.4 g/hari. Jumlah total garam empedu yang mengalami siklus berulang-ulang melalui sirkulasi enterohepatik adalah sekitar 3,5 g; telah diperhitungkan bahwa jumlah total tersebut bersirkulasi dua kali per makan dan 6-8 kali per hari. Apabila empedu tidak ada di usus, maka hampir 50% lemak yang dimakan akan keluar melalui feses. Juga terjadi malabsorpsi berat vitamin larut lemak. Apabila reabsorpsi garam empedu dicegah dengan reseksi ileum terminalis atau penyakit di bagian usus halus ini, maka lemak dalam tinja juga akan meningkat karena apabila sirkulasi enterohepatik terputus maka hati tidak dapat meningkatkan kecepatan pembentukan garam empedu untuk mengkompensasi kehilangan yang terjadi. Bilirubin Sekitar 250-300 mg bilirubin diekskresi dalam empedu setiap harinya, 75% berasal dari penghancuran sel darah merah di dalam sistem retikuloendotelial dan 25% berasal dari heme dan hemoprotein siklus enterohepatik. Awalnya, heme adalah hasil pemecahan hemoglobin, dan besi serta globin dibuang untuk digunakan kembali oleh organ. Biliverdin, pigmen pertama yang dihasilkan oleh heme, direduksi menjadi unconjugated bilirubin, reaksi indirek bilirubin dari tes van den Bergh. Unconjugated bilirubin adalah water insoluble, yang ditranspor dalam plasma berikatan dengan albumin. Unconjugated bilirubin diekstraksi dari darah oleh hepatocit, dimana berkonjugasi dengan asam glukoronil membentuk bilirubin diglukuronid, bilirubi direk yang water soluble. Konjugasi ini dikatalisasi oleh glukoronil transferase, enzim dalam retikulum endoplasma. Bilirubin ditransportasikan dalam hepatocit

oleh cystolic binding protein, yang mana mengirimkan molekul ke membran kanalikuler untuk sekresi aktif dalam saluran empedu. Dalam saluran empedu, conjugated bilirubin ditransportasikan bergabung dengan misel lipid. Setelah masuk ke usus halus, bilirubin direduksi oleh bakteri usus menjadi beberapa komponen yang dikenal sebagai urobilinogen, yang dioksidasi dan dirubah menjadi pigmen urobilin.

PATOGENESIS BATU EMPEDUInsiden batu empedu meningkat sesuai dengan umur, sehingga antara umur 5065 tahun sekitar 20% wanita dan 5% laki-laki mengalami batu empedu. Pada 75% pasien dengan batu empedu adalah jenis kolesterol, sisanya 25% adalah batu pigmen. Semua jenis batu empedu memberikan gambaran klinis yang sama. Batu Empedu Kolesterol Batu empedu kolesterol merupakan hasil sekresi dari empedu hati dengan kolesterol yang berlebihan. Dipicu oleh berbagai faktor, precipitat kolesterol dari cairan membentuk kristal sampai batu yang makroskopik. Sebelum pubertas, penyakit ini jarang tetapi memiliki frekuensi yang sama antara perempuan dan laki-laki. Setelah pubertas, wanita lebih sering terkena dibanding laki-laki sampai setelah menopause. Efek hormon juga mempengaruhi meningkatnya insiden batu empedu, seperti wanita dengan multipara, supersaturasi kolesterol pada empedu, dan peminum pil kontrasepsi. Obesitas merupakan faktor risiko utama. Seperti diketahui, kolesterol merupakan water insoluble dan dalam empedu harus ditranspor dengan misel garam empedu dan fosfolipid (lesitin). Ketika kadar kolesterol dalam empedu meningkat melebihi kapasitas garam empedu, kristal kolesterol mulai terbentuk. Sekresi garam empedu dan masuknya kolesterol ke dalam empedu berhubungan. Garam empedu mengeluarkan kolesterol dari membran hepatocit ke dalam kanalikulus biliaris. Ketika aliran empedu lemah (waktu tidak makan), dalam kandung empedu memiliki saturasi kolesterol lebih besar dibanding ketika aliran empedu kuat. Terjadinya penyakit batu empedu kolesterol membutuhkan supersaturasi kolesterol di empedu, tetapi itu saja tidak cukup. Supersaturasi kolesterol di empedu pada orang tanpa penyakit batu empedu kecepatan membentuk precipitat lebih lambat dibanding dengan pasien dengan penyakit batu empedu. Lebih jauh lagi, pada orang dengan supersaturasi empedu, hanya pada yang dengan penyakit empedu memperlihatkan formasi in vivo kristal kolesterol. Pada formasi batu empedu, faktor pronukleating (seperti imunoglobulin, glikoprotein mukus, fibronektin, orosomukoid) terlihat lebih penting dibanding faktor antinukleating (seperti glikoprotein, apolipoprotein, sitokeratin). Variasi dari

protein tersebut merupakan faktor penting dalam membedakan yang mana empedu orang yang berkembang menjadi batu. Batu Pigmen Batu pigmen berwarna hitam sampai coklat tua, diameter 2-5 mm, dan amorf. Komposisinya gabungan dari kalsium bilirubinate, polimer bilirubin kompleks, asam empedu, dan bahan lainnya. Sekitar 50% radioopaq. Faktor predisposisi adalah sirosis, stasis empedu (contoh, striktur atau dilatasi duktus biliaris komunis), dan hemolisis kronis. Beberapa pasien dengan batu pigmen memiliki peningkatan konsentrasi dari unconjugated bilirubin di empedunya. Pada mikroskop elektron memperlihatkan 90% dari batu pigmen memiliki komposisi bakteri. Kenyataan ini mengarah bahwa bakteri memiliki peran penting dalam pembentukan batu pigmen empedu, dan juga pasien dengan batu pigmen lebih sering mengalami sepsis dibanding dengan batu kolesterol. Bakteri Beta glukoronidase yang mengubah bilirubin diglukuronidase soluble menjadi unconjugated bilirubin insoluble, bergabung dengan glycocalix menjadi batu makroskopik.

BATU EMPEDU ASIMPTOMATIKPrevalensi batu empedu di USA mengindikasikan bahwa hanya 30% dari manusia dengan kolelitiasis datang ke bagian bedah. Setiap tahun, sekitar 2% pasien dengan batu empedu asimptomatik berkembang menjadi gejala, biasanya kolik biliaris. Penatalaksanaan operasi dilakukan hanya pada pasien dengan gejala klinis. Profilaksis operasi pada pasien asimptomatik, dilakukan pada: (1) batu yang besar (diameter > 2 cm), karena lebih sering terjadi kolesistitis akut dibanding batu yang kecil; dan (2) Kalsifikasi kandung empedu, karena sering berhubungan dengan karsinoma.

KOLEDOKOLIATIASISPenting dalam diagnosis Nyeri biliaris Ikterus Kolangitis episodik Batu dalam kandung empedu atau riwayat kolesistektomi

Sekitar 15 % dari pasien dengan batu kandung empedu ditemukan pada saluran empedu. Batu duktus biliaris komunis biasanya berhubungan dengan batu kandung empedu, tapi pada 5% kasus, kandung empedu tidak ada batu. Banyaknya batu pada duktus bervariasi dari satu sampai lebih dari 100. Ada dua kemungkinan etiologi untuk batu duktus biliaris komunis. Penelitian mengarah bahwa kebanyakan batu kolesterol berkembang di kandung empedu

dan ditemukan di duktus biliaris komunis setelah melewati duktus sistikus. Batu ini disebut batu sekunder. Batu pigmen biasanya keturunan, atau lebih sering, berkembang de novo pada duktus biliaris komunis. Batu ini disebut batu duktus biliaris komunis primer. Sekitar 60% batu duktus biliaris komunis adalah batu kolesterol dan 40%nya adalah batu pigmen. Pada akhirnya, rata-rata berhubungan dengan banyak gambaran klinis yang berat. Pasien mungkin memiliki satu atau lebih gambaran klinis, semuanya disebabkan oleh obstruksi aliran empedu atau dengan pankreas: kolik biliari, kolangitis, ikterus, pankreatitis. Tetapi sebanyak 50% pasien dengan koledokoliatiasis asimptomatik. Duktus komunis mungkin dilatasi 2-3 cm proximal dari lesi obstruksi, dan duktus yang sangat membesar berkembang pada pasien dengan tumor biliaris. Pada koledokolitiasis atau striktur biliaris, reaksi inflamasi mengurangi dilatasi, maka dilatasi duktus pada koledokolitiasis lebih tidak terlihat. Dilatasi sistem duktus dalam hati dapat juga disebabkan oleh sirosis. Kolik biliaris merupakan hasil dari meningkatnya tekanan biliaris akibat tersumbatnya duktus komunis atau leher dari kandung empedu. Pada pasien dengan kanker pada duktus jarang memiliki nyeri yang sama dengan penyakit batu empedu. Gambaran Klinis A. GEJALA Koledokoliatiasis mungkin asimptomatik atau menghasilkan kolangitis toksik, yang berujung pada kematian. Keseriusan penyakit tergantung pada derajat obstruksi, lamanya gejala penyakit, dan infeksi bakteri sekunder. Kolik biliaris, ikterus, atau pankreatitis. Kolik biliaris dari obstruksi duktus komunis tidak dapat dipisahkan dari penyebab batu pada kandung empedu. Nyeri dirasakan pada regio subkostal kanan, epigastrium, atau bahkan pada substernal. Nyeri menjalar ke skapula kanan dapat terjadi. Koledokoliatiasis harus dipikirkan pada pasien yang menggigil, demam, atau ikterus dengan kolik biliaris. Beberapa pasien mengeluh urin yang gelap walaupun tidak ada ikterus. Pruritus biasanya hasil dari lamanya obstruksi. Gatal lebih dirasakan pada cuaca yang panas ketika pasien berkeringat dan biasanya lebih buruk pada ektremitas dibanding badan. Terjadi lebih sering pada obstruksi neoplastik dibanding obstruksi batu. B. PEMERIKSAAN FISIK Pasien mungkin ikterik dan toksik, dengan demam tinggi dan menggigil. Kandung empedu yang teraba jarang pada pasien dengan ikterus obstruktif dari batu duktus biliaris komunis. Nyeri pada abdomen kuadran kanan atas mungkin

ada tapi tidak sering seperti pada kolesistitis akut, peptic ulcer perforasi, atau pankreatitis akut. Hepatomegali mungkin terjadi. C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pada kolangitis, biasa ada leukositosis sampai 15.000-20.000/ul. Peningkatan serum bilirubin sering terjadi pada 24 jam setelah onset gejala. Nilai absolutnya dibawah 10 mg/dl, dan sering antara 2-4 mg/dl. Bilirubin direk melebihi bilirubin indirek, tetapi pada akhirnya meningkat juga pada kebanyakan kasus. Nilai bilirubin tidak sampai tinggi sekali seperti pada tumor maligna karena biasanya obstruksi inkomplit dan sementara. Faktanya, ikterus fluktuatif karakteristik untuk koledokolitiasis, dan dibedakan antara obstruksi benigna dan maligna. Nilai alkali fosfatase serum biasanya meningkat dan mungkin hanya kimia yang abnormal pada pasien tanpa ikterus. Ketika obstruksi membaik, nilai alkali fosfatase dan bilirubin kembali ke normal selama 1-2 minggu. Peningkatan ringan dari SGOT dan SGPT sering terlihat pada obstruksi duktus ekstrahepatik; jarang, nilai SGOT mencapai 1000 unit. D. PEMERIKSAAN RADIOLOGI Batu radioopaq mungkin terlihat pada foto polos abdomen atau CT scan. Ultrasound scan biasanya akan memperlihatkan batu pada kandung empedu dan tergantung derajat obstruksinya, dilatasi dari duktus. Ultrasound dan CT scan tidak sensitif pada pencarian batu pada duktus komunis. ERCP diindikasikan pada pasien dengan riwayat kolesistektomi sebelumnya. Jika kolesistektomi belum dilakukan, kolangiografi dilakukan. Beberapa dokter memilih preoperatif ERCP untuk pasien yang dijadwalkan untuk kolesistektomi untuk membersihkan duktus biliaris komunis. Jika ERCP tidak berhasil, dokter bedah akan eksplorasi terbuka duktus biliaris komunis untuk membersihkan batu pada duktus. Nilai bilirubin melebihi 10 mg/dl sangat jarang terjadi pada koledokolitiasis, kolangiografi seharusnya dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan obstruksi neoplastik. Diagnosis Diferensial Pemeriksaan seharusnya memikirkan juga kemungkinan diagnosis diferensial untuk kolesistitis. Nilai amilase serum melebihi 500 unit/dl dapat terjadi pada pankreatitis akut, kolesistitis akut, atau koledokoliatiasis. Sirosis alkoholik atau hepatitis alkoholik akut mungkin menampilkan ikterus, nyeri abdomen kuadran kanan atas, dan leukositosis. Sulit membedakannya dengan kolangitis. Pemeriksaan percutaneous liver biopsy mungkin spesifik. Kolestasis intrahepatik dari obat, kehamilan, hepatitis kronik aktif, atau sirosis biliaris primer mungkin sulit dibedakan dari obstruksi ekstrahepatik. ERCP merupakan pemeiksaan yang paling tepat untuk membuat keputusan, jika

pemeriksaan lain seperti USG gagal untuk membuktikan penyakit batu empedu. Jika ikterus menetap untuk 4-6 minggu, kemungkinan disebabkan oleh sebab mekanik. Ikterus yang persisten seharusnya jangan diasumsikan sebagai hasil dari penyakit parenkim sampai hasil normal dari kolangiogram menyingkirkan obstruksi dari duktus. Ikterus intermiten dan kolangitis setelah kolesistektomi cocok dengan striktur biliaris, dan pembuktiannya dilakukan ERCP. Tumor biliaris biasanya menghasilkan ikterus tanpa adanya kolik biliaris atau demam, dan sekali terjadi, jarang ikterus itu menjadi berkurang. Komplikasi Infeksi duktus yang lama dapat mengakibatkan abses intrahepatik. Gagal hati atau sirosis biliaris sekunder mungkin berkembang pada obstruksi jangka lama yang tidak membaik. Karena biasanya obstruksi inkomplit dan hilang timbul, sirosis berkembang setelah beberapa tahun akibat penyakit yang tidak ditangani. Pankreatitis akut, sering menjadi komplikasi dari penyakit batu empedu. Jarang, batu di duktus komunis berjalan ke ampulla, berakibat ileus. Perdarahan juga komplikasi yang jarang. Penatalaksanaan Pasien dengan kolangitis akut harus ditangani dengan antibiotik, dan terus dipantau; biasanya dapat mengontrol serangan dalam 24-48 jam. Jika kondisi pasien memburuk atau tidak ada perbaikan dalam 2-4 hari, sfingterektomi endoskopik atau operasi eksplorasi duktus biliaris komunis dilakukan. Yang sering pasien dengan kolangitis ringan dan pada ultrasound scan terlihat batu kandung empedu. Kolesistektomi laparoskopi diindikasikan dan, tegantung pengalaman dokter bedah, eksplorasi laparoskopi duktus komunis jika kolangiogram atau ultrasound laparoskopi memperlihatkan kemungkinan batu duktus komunis. Laparoskopi duktus komunis biasanya melewati duktus sistikus (yang biasanya dilatasi), tetapi ketika duktus komunis membesar (> 1,5 cm), hanya bisa dilakukan melalui incisi koledokotomi, dengan operasi terbuka. Biasanya, kasus batu duktus komunis dapat ditangani dengan teknik laparoskopi. Tetapi jika dokter bedah berpikir batu duktus komunis tidak dapat dikeluarkan melalui laparoskopi, kemungkinan terbaik adalah membuang kandung empedu dengan laparoskopi dan batu duktus komunis dengan sfingterektomi endoskopi. Jika batu tidak dapat dikeluarkan dengan sfingterektomi, operasi terbuka dilakukan. Ketika duktus komunis dieksplorasi melalui duktus sistikus dan batu empedu dibuang, duktus sistikus harus diligasi, tetapi drainage kateter biasanya tidak melewati duktus komunis. Ketika duktus komunis dieksplorasi melalui koledokotomi (laparoskopi maupun operasi terbuka), T tube biasanya disambungkan pada duktus, dan kolangigram diambil seminggu setelah operasi.

Pasien dengan koledokolitiasis yang memiliki riwayat kolesistektomi ditangani paling baik dengan sfingterektomi endoskopi. Menggunakan duodenoskop, ampulla dikanulasi, incisi 1 cm dibuat di sfingter dengan elektrokauter. Pembukaan ini membuat batu keluar dari duktus ke dalam duodenum. Sfingterektomi endoskopi tidak berhasil pada batu yang besar (> 2cm), dan kontraindikasi bila ada stenosis proksimal duktus biliaris dari sfingter. Laparotomi dan eksplorasi duktus komunis dibutuhkan pada beberapa kasus. Batu pada cabang intrahepatik duktus biliaris biasanya dapat dikeluarkan tanpa kesusahan selama eksplorasi duktus komunis. Pada beberapa kasus, satu atau lebih duktus intrahepatik terdapat batu, dan berhubungan dengan inflamasi kronik menghasilkan stenosis pada duktus dekat dengan duktus hepatikus komunis. Seringkali tidak mungkin dalam kasus tersebut untuk mengeluarkan batu, dan jika penyakit ini mengenai hanya satu lobus (biasanya lobus kiri), lobektomi hepar diindikasikan.

SINDROM POSTKOLESISTEKTOMIAlasan yang biasa terjadi untuk penyembuhan yang inkomplit setelah kolesistektomi adalah diagnosis kolesistitis kronik tidak benar. Karakteristik gejala kolesistitis kronik adalah kolik biliaris. Ketika batu kandung empedu dikeluarkan dengan harapan pasien akan mengalami penyembuhan dari dispepsia, intoleransi makanan berlemak, kembung, dll, operasi memungkinkan tidak mengalami perubahan. Simptom yang ditampilkan mungkin ditampilkan mungkin dispepsia atau nyeri. Fungsi hati yang abnormal, ikterus, dan kolangitis adalah manifestasi lain yang mengindikasikan penyakit biliaris residual. Pasien yang dicurigai harus diperiksa dengan ERCP atau THC. Koledokoliatiasis, striktur biliaris, dan pankreatitis kronis adalah penyebab tersering dari gejala.

TUMOR MALIGNA DARI DUKTUS BILIARISPenting untuk diagnosis Ikterus kolestatik dan pruritus Anorexia dan nyeri abdomen kuadran kanan atas Dilatasi duktus biliaris intrahepatik pada ultrasound atau CT scan Striktur fokal pada transhepatik atau retrograde kolangiogram endoskopi.

Epidemiologi Tumor duktus biliaris komunis primer tidak lebih sering terjadi pada pasien dengan kolelitiasis, dan pria serta wanita memiliki frekuensi yang sama. Tumor terjadi rata-rata pada umur 60 tahun tetapi mungkin terjadi pada umur 20-80 tahun. Kolitis ulserativa adalah kondisi yang sering terjadi berhubungan dengan tumor duktus biliaris, dan terkadang pada kasus kanker duktus biliaris

berkembang pada pasien dengan kolitis ulserativa yang diketahui telah memiliki kolangitis sklerosig untuk beberapa tahun. Infestasi parasit kronik dari duktus biliaris pada orang timur mungkin bertanggung jawab untuk besarnya insiden tumor duktus biliaris. Tumor biliaris maligna kebanyakan adalah adenokarsinoma yang berlokasi di duktus hepatikus atau duktus biliaris komunis. Gambaran histologi bermacammacam dari adenokarsinoma tipikal sampai fibrous stroma dan beberapa sel. Metastasis jarang terjadi, tetapi tumor sering bertumbuh ke dalam vena porta atau arteri hepatikus. Gambaran Klinis A. GEJALA Gambaran penyakit dengan onset awal ikterus atau pruritus. Menggigil, demam, dan kolik biliaris biasanya tidak ada, dan kecuali untuk ketidaknyamanan pada kuadran kanan atas pasien tetap ada. Bilirubinuria tampak dari awal, dan warna feses yang pucat. Anorexia dan penurunan berat badan berkembang seiring berjalannya waktu. Ikterus adalah pemeriksaan fisik yang paling dimengerti. Jika tumor berlokasi di duktus komunis, kandung empedu akan teregang dan teraba pada kuadran kanan atas. Tumor itu sendiri tidak pernah teraba. Pasien dengan tumor pada duktus hepatikus, kandung empedu tetap tidak teraba. Biasanya terjadi hepatomegali. Jika obstruksi tidak diperbaiki, hati akan menjadi sirosis, dan splenomegali, ascites, atau perdarahan varices menjadi manifestasi sekunder. B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Selama duktus obstruksi komplit, bilirubin serum biasanya akan melebihi nilai 15 mg/dl. Alkali fosfatase serum juga meningkat. Demam dan leukositosis tidak biasa terjadi, selama empedu steril pada kebanyakan kasus. Feses mungkin ada darah, tetapi lebih sering terjadi pada tumor pankreas atau tumor ampulla hepatopankreatik dibanding tumor duktus biliaris. C. PEMERIKSAAN RADIOLOGI Ultrasound atau CT scan biasanya mendeteksi adanya dilatasi duktus biliaris intrahepatik. THC atau ERCP sangat menggambarkan lesinya, dan keduanya diindikasikan pada banyak kasus. THC memiliki nilai lebih, sejak lebih baik dalam menampilkan anatomi duktus pada sisi hepatik dari lesi. Dengan tumor pada bifurcatio duktus hepatikus komunis (tumor Klatskin), penting untuk melihat bagian proximal dari lesi (misalnya cabang pertama dari duktus lobaris juga ikut). ERCP berguna pada tumor proximal karena juga dapat melihat obstruksi dari duktus sistikus, diagnosis akan sering membuktikan kanker kandung empedu menyerang duktus komunis (bukan neoplasma duktus komunis primer). Pola tipikal pada kanker duktus biliaris distal mengakibatkan stenosis duktus biliaris tanpa stenosis duktus pankreatikus. Hubungan antara stenosis kedua

duktus (the double-duct sign) mengindikasikan kanker primer pada pankreas. MR kolangiopankreatografi mungkin berguna. Terkadang, contoh empedu yang diambil saat THC memperlihatkan sel maligna pada pemeriksaan PA, tetapi pemeriksaan ini tidak berguna karena diagnosis kanker harus dibuktikan dari kolangiografik dan hasil negatif saat PA tidak dapat dipercaya. Angiografi dilakukan untuk melihat invasi ke vena porta atau kasus arteri hepatikus. False positif mungkin terjadi. Diagnosis Diferensial Diagnosis diferensial harus melihat penyebab ikterus kolestatik intrahepatik dan ekstehepatik. Koledokolitiasis dikarakterisasikan sebagai episode obstruksi parsial, nyeri, kolangitis. Pada obstruksi neoplastik bilirubin biasanya melewati 15 mg/dl. Dilatasi kandung empedu mungkin terjadi pada tumor di distal duktus biliaris komunis tetapi jarang pada obstruksi batu. Kombinasi dari pembesaran kandung empedu dengan ikterus obstruksi biasanya disebabkan oleh tumor. Stenosis duktus biliaris fokal pada pasien yang belum pernah operasi adalah patognomonik pada neoplasma. Penatalaksanaan Pasien tanpa metastase atau tanda lain kanker stadium lanjut (seperti ascites) dianjurkan untuk laparotomi. Tiga puluh persen pasien yang tidak dapat di laparotomi mungkin dapat ditangani dengan memasukkan tube stent ke dalam duktus biliaris transhepatik dibawah kontrol radiologi atau dari duodenum dibawah kontrol endoskopik. Tube diposisikan sehingga lubang diatas dan di bawah tumor dapat mengalirkan empedu ke dalam duodenum. Jika kedua duktus lobaris dihambat oleh tumor pada bifurcatio duktus hepatikus komunis, biasanya penting untuk menempatkan transhepatic tube ke satu duktus lobaris saja. Laparotomi diindikasikan pada kebanyakan kasus, dengan objektivitas pembuangan tumor. Dekompresi duktus biliaris dengan kateter perkutaneus untuk menyembuhkan ikterus tidak mengurangi insiden komplikasi post operatif. Saat operasi , yang mana dimulai dengan laparoskopi diagnostik, besarnya tumor harus ditentukan melalui pemeriksaan eksternal duktus biliaris dan penempelan vena porta dan arteri hepatika. Tumor distal dari duktus komunis harus ditangani dengan pankreatikoduodenectomi radikal (Whipple procedure). Jika tumor tidak dapat dieksisi, aliran empedu harus dialihkan ke usus halus dengan kolesistojejunostomi atau Roux-en-Y koledokojejunostomi. Tumor pada hilum hati harus direseksi jika mungkin dan dilakukan Roux-en-Y hepatikojejunostomi. Anastomosis biasanya antara hilum dan usus dibanding antara duktus biliaris dengan usus. Radoterapi postoperatif biasanya direkomendasikan. Prognosis

Rata-rata pasien dengan adenocarcinoma dari duktus biliaris bertahan kurang dari 1 tahun. 5-year survival rate 15%. Dengan operasi radikal 5-year survival rate meningkat menjadi 40%. Sirosis biliaris, infeksi intrahepatik biasanya menjadi penyebab kematian. Reseksi paliatif dan pemasangan stent meningkatkan kualitas hidup pada penyakit ini walaupun operasi jarang dilakukan.

BATU KANDUNG EMPEDU DAN KOLESISTITIS KRONIK (Kolik Biliaris)Penting untuk diagnosis Nyeri abdomen episodik Dispepsi Batu empedu pada kolesistografi atau ultrasound scan

Epidemiologi Kolesistitis kronis adalah bentuk yang paling sering terjadi pada penyakit empedu simptomatik dan berhubungan dengan batu empedu hampir di semua kasus. Pada umumnya, kolesistitis timbul ketika batu empedu tampak pada kandung empedu. Obstruksi minor berulang dari duktus sistikus menyebabkan kolik biliaris yang intermiten dan mengakibatkan inflamasi serta pembentukan jaringan parut. Kandung empedu dari pasien batu empedu simptomatik yang belum pernah mengalami serangan kolesistitis akut ada dua tipe: (1) kebanyakan, mukosa menjadi rata, tetapi dinding menipis dan tidak ada jaringan parut dan, kecualiuntuk batu, tampak normal. (2) tanda lain untuk inflamasi kronik dengan penipisan, infiltrasi selular, menghilangnya elastisitas, dan fibrosis. Riwayat klinis pada dua grup ini tidak selalu dapat dibedakan, dan perubahan inflamasi juga dapat ditemukan pada batu empedu asimptomatik. Penemuan Klinis A. TANDA DAN GEJALA Kolik biliaris, gejala yang paling khas, disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus akibat batu. Nyeri biasanya tiba-tiba dan berkurang perlahan-lahan, beberapa menit sampai beberapa jam. Nyeri dari kolik biliaris biasanya menetap tidak hilang timbul, seperti kolik intestinal. Pada beberapa pasien, serangan terjadi setelah makan; pada yang lainnya tidak berhubungan dengan makan. Nausea dan vomitus dapat terjadi bersamaan dengan nyeri. Kolik biliaris biasanya dirasakan pada perut kuadran kanan atas, tetapi nyeri epigastrik dan nyeri abdomen kiri biasa terjadi, dan beberapa pasien ditemukan nyeri prekordial. Nyeri dirasakan menjalar di sekitar kosta sampai ke belakang atau mungkin menjalar sampai ke skapula. Nyeri pada bahu tidak biasa dan mengarah pada iritasi diafragma. Pada serangan yang gawat, pasien biasanya pindah-pindah posisi sampai menemukan posisi yang paling nyaman.

Selama serangan, dirasakan nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan kandung empedu yang teraba tapi jarang. Intoleransi makanan berlemak, dispepsia, kembung, heartburn, mual, dan keluhan lain menyertai penyakit empedu. B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Ultrasound scan dari kandung empedu biasanya menjadi pemeriksaan yang pertama. Kolesistogram oral harusnya dilakukan jika pemeriksaan ultrasound terlihat ambigu, jika pasien pernah melakukan litotripsi atau terapi ursodiol, atau jika gejala sangat mendukung dan hasil ultrasound normal. Sekitar 2% pasien dengan penyakit batu empedu terlihat normal pada pemeriksaan ultrasound dan kolesistogram oral. Tetapi, jika dicuragai penyakit empedu dari gejala klinis dan kedua pemeriksaan ini negatif , pasien harus diperiksa ERCP (untuk opasifikasi kandung empedu dalam pencarian batu) atau intubasi duodenal dan pemeriksaan empedu duodenal untuk kristal kolesterol atau granul bilirubinate. Diagnosis Diferensial Kolik kandung empedu mungkin sangat terlihat dari riwayat, tetapi tetap harus dibuktikan melalui pemeriksaan ultrasound. Kolik biliaris mungkin mirip dengan nyeri pada duodenal ulcer, hiatal hernia, pankreatitis, dan infark miokardial. ECG dan foto toraks harus dilakukan untuk mencari adanya penyakit kardiopulmonar. Mungkin kolik biliaris kadang-kadang bersamaan dengan angina pektoris atau ECG yang abnormal, keadaan ini jarang dilakukan kolesistektomi. Nyeri kanan yang menjalar pada T6-T10 membingungkan dengan kolik biliaris. Spur osteoartritis, lesi vertebral, atau tumor terlihat pada pemeriksaan x-ray tulang belakang atau mungkin hiperestesia kulit abdomen. Untuk gastrointestinal atas mungkin mengindikasikan adanya esofageal spasme, hiatal hernia, peptic ulcer, atau tumor gaster. Pada beberapa pasien, irritable bowel syndrome mungkin terdapat ketidaknyamanan kandung empedu. Carcinoma caecum atau kolon ascenden bisa disalah artikan nyeri setelah makan akibat batu empedu. Komplikasi Kolesistitis kronis merupakan faktor predisposisi dari kolesistitis akut, batu saluran empedu, dan adenokarsinoma dari kandung empedu. Penatalaksanaan A. PENATALAKSANAAN MEDIS Pencegahan makanan yang mengiritasi mungkin menolong.

1. Batu kolesterol pada kandung empedu dapat dilarutkan pada beberapa kasus dengan ursodiol, yang mana mengurangi saturasi kolesterol pada empedu dengan menghambat sekresi kolesterol. Pelan-pelan batu kolesterol akan larut dalam empedu. Sayangnya terapi garam empedu bukan merupakan terapi utama. Batu empedu harus kecil (kurang dari 5 mm) dan bukan batu kalsium (nonopaq pada CT scan), dan kandung empedu harus diopasifikasi pada kolesistografi oral (indikasi untuk aliran empedu yang tidak obstruksi antara duktus biliaris dan kandung empedu). Sekitar 15% pasien dengan batu empedu dapat diterapi seperti ini. Pelarutan batu empedu membutuhkan waktu 2 tahun pada 50% pasien. Batu kembali pada 50% kasus dalam waktu 5 tahun. Pada umumnya, terapi pelarutan sendiri atau digabung dengan litotripsi sangat jarang diterapkan. 2. Litotripsi dan pelarutan. Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL). Batu dipecahkan dengan ledakan gelembung udara kecil diantara batu tersebut. Litotripsi merupakan terapi bernilai kecil karena fragmen batu tetap ada di dalam kandung empedu sampai fragmen tersebut dilarutkan. Pasien yang di litotripsi harus juga menggunakan terapi ursodiol Eliminasi komplit dari batu kandung empedu biasanya dalam kurun waktu 9 bulan pada 25% pasien. Terapi ini kurang menguntungkan. B. PENATALAKSANAAN OPERASI Kolesistektomi diindikasikan pada pasien dengan simptom. Prosedur operasi dapat dijadwalkan sampai pasien merasa nyaman, beberapa minggu sampai bulan setelah diagnosis. Kolesistektomi paling sering dilakukan secara laparoskopi, tetapi ketika laparoskopi menjadi kontraindikasi (seperti, terlalu banyak perlengketan) atau tidak berhasil, mungkin dilakukan laparotomi. Kolangiografi biasanya termasuk untuk melihat batu duktus komunis. Jika batu ditemukan, dilakukan eksplorasi duktus komunis. Prognosis Komplikasi serius dan kematian akibat operasi sangat jarang. Kematian akibat operasi sekitar 0.1% pada pasien dibawah 50 tahun dan sekitar 0.5% pada pasien diatas 50 tahun. Kematian terjadi akibat persiapan preoperatif yang kurang baik. Dengan operasi, gejala berkurang pada 95% kasus.

KOLESISTITIS AKUTPenting untuk diagnosis Nyeri akut abdomen kuadran kanan atas

Demam dan leukositosis Kandung empedu nonopasifikasi pada radionuclide ekskresi Sonographic Murphy Sign

Epidemiologi Pada 80% kasus, kolesistitis akut merupakan akibat dari obstruksi dari duktus sistikus oleh batu empedu pada Hartmanns pouch. Kandung empedu menjadi radang dan melebar, mengakibatkan nyeri abdomen. Riwayat kolesistitis akut bervariasi, tergantung perbaikan dari obstruksi, perpanjangan infeksi sekunder, umur pasien, dan faktor lain seperti diabetes mellitus. Kebanyakan serangan sembuh tanpa operasi atau terapi spesifik lainnya, tetapi beberapa meningkat menjadi pembentukkan abces atau perforasi dengan peritonitis generalisata. Perubahan patologik pada kandung empedu berkembang menjadi pola yang tipikal. Edema subserosa dan perdarahan dan nekrosis mukosa iregular adalah perubahan yang pertama. Lebih lanjut, tampak PMN. Stadium akhir terdapat fibrosis. Gangrene dan perforasi mungkin terjadi paling cepat 3 hari setelah onset, tetapi kebanyakan perforasi terjadi pada minggu kedua. Pada kasus yang sembuh spontan, inflamasi akut hilang dalam 4 minggu, tetapi kekambuhan terjadi setelah beberapa bulan. Sekitar 90% kandung empedu yang dibuang saat ada serangan akut memperlihatkan jaringan parut kronis, walaupun kebanyakan pasien ini menyangkal mempunyai riwayat gejala sebelumnya. Penyebab kolesistitis akut masih menjadi problematik. Obstruksi dari duktus sistikus tampak pada beberapa kasus, tetapi pada penelitian pada binatang, obstruksi duktus sistikus tidak akan terjadi sampai saturasi kolesterol empedu dalam kandung empedu tinggi. Trauma yang diakibatkan oleh batu, sel mukosa kandung empedu akan melepaskan fosfolipase. Keadaan ini diikuti dengan konversi lesitin dalam empedu menjadi lisolesitin, yang mana lisolesitin merupakan komponen toksik yang mengakibatkan lebih banyak lagi inflamasi. Bakteri memiliki andil yang sangat kecil pada stadium awal kolesistitis akut, walaupun kebanyakan komplikasi dari penyakit ini mengakibatkan supurasi. Sekitar 20% kasus kolesistitis akut terjadi tanpa adanya kolelitiasis (kolesistitis akalkulus). Beberapa dari kolesistitis akalkulus disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus dengan proses lain seperti tumor maligna. Kolesistitis akalkulus akut juga dapat diakibatkan oleh oklusi arteri sistikus atau infeksi bakterial primer oleh E coli, Clostridia, atau, terkadang, Salmonella typhii. Tetapi keadaan ini jarang. Kebanyakan kasus terjadi pada pasien rumah sakit dengan penyakit yang lain; kolesistitis akalkulus akut biasa terjadi pada pasien yang menerima nutrisi parenteral total. Gambaran Klinis A. GEJALA

Gejala awal adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas, kadang menjalar sampai skapula kanan. Pada 75% kasus, pasien memiliki riwayat kolik biliaris. Di samping itu, pada kolesistitis akut, nyeri menetap dan terdapat nyeri tekan. Mual dan muntah tampak pada setengah pasien, tetapi muntah tidak parah. Ikterus ringan terjadi pada 10% kasus. Temperatur biasanya antara 38-38.5oC. Demam tinggi dan menggigil jarang terjadi, dan bila terjadi mungkin terjadi komplikasi atau salah diagnosis. Nyeri tekan pada kuadran kanan atas tampak, dan satu dari tiga pasien dengan kolesistitis akut kandung empedu teraba (sering pada posisi lateral). Kandung empedu tidak membesar karena jaringan parut pada dinding mengurangi distensi. Pada pemeriksaan terdapat Murphys sign (pasien inspirasi dalam, palpasi pada subkostal, pasien akan nyeri dan terasa sesak) B. PEMERKIKSAAN LABORATORIUM Hitung leukosit biasanya meningkat sampai 12.000-15.000/ul. Nilai normal juga biasa terjadi, tetapi jika leukosit melebihi 15.000, pikirkan adanya komplikasi. Peningkatan ringan dari bilirubin serum (2-4 mg/dl) biasa terjadi, mungkin dengan alasan inflamasi sekunder yang menyebar dari kandung empedu ke duktus biliaris komunis. Nilai bilirubin yang melebihi nilai tersebut harus dipikirkan adanya batu pada duktus biliaris komunis. Ada peningkatan ringan dari alkali fosfatase serta serum amilase mencapai 1000 unit/dl atau lebih. C. PEMERIKSAAN RADIOLOGI Foto polos abdomen terkadang terlihat pembesaran bayangan kandung empedu. Pada 15% pasien, batu empedu mengandung kalsium yang terlihat pada foto polos. Ultrasound scan akan terlihat batu, lumpur, dan penipisan dinding kandung empedu, dan alat USG dapat membedakan nyeri tekan pada kandung empedu lebih baik dibanding dokter sendiri (ultrsonographic Murphys sign). Gangren pada kandung empedu dapat terlihat namun jarang. Biasanya, ultrasound pemeriksaan satu-satunya untuk membuat diagnosis kolesistitis akut. Jika pemeriksaan lain dibutuhkan (misalnya, jika hasil ultrasound normal atau negatif), radionuclide excretion scan (contoh, HIDA scan) harus dilakukan. Pemeriksaan ini tidak dapat melihat batu empedu, tetapi jika kandung empedu terlihat, kita dapat menyingkirkan kolesistitis akut, kecuali pada kolesistitis akalkulus yang jarang (tes positif pada kebanyakan kasus kolesistitis akut akalkulus). Pencitraan pada duktus bukan kandung empedu menguatkan diagnosis kolesistitis akut. False positif terlihat pada penyakit batu empedu lanjut tanpa inflamasi akut dan pada pankreatitis biliaris akut. Diagnosis Diferensial Diagnosis diferensial termasuk penyebab lain yang biasa menyebabkan nyeri pada abdomen atas. Ulkus peptikum akut dengan atau tanpa perforasi bisa disingkirkan dengan riwayat nyeri epigastrik dan membaik dengan makanan

atau antasid. Kebanyakan kasus ulkus perforasi memperlihatkan gambaran udara bebas dibawah diafragma pada x-ray. Pankreatitis akut mungkin mirip dengan kolesistitis akut, terutama bila kolesistitis juga disertai peningkatan dari nilai amilase. Kadangkala dua penyakit ini ada bersamaan, tetapi diagnosis pankreatitis tidak dapat diterima tanpa pemeriksaan yang spesifik. Apendicitis akut pada pasien dengan cecum yang tinggi mirip dengan kolesistitis akut. Komplikasi Komplikasi utama dari kolesistitis akut adalah empiema, gangren, dan perforasi. A. EMPIEMA Pada empiema (kolesistitis supurativa), kandung empedu berisi pus, dan pasien menjadi lebih toksik, dengan demam yang tinggi (39-40oC), menggigil, leukositosis lebih dari 15.000/ul. Antibiotik parenteral harus diberikan, dan kolesistektomi harus dilakukan. B. PERFORASI Perforasi ada tiga bentuk: (1) perforasi lokal dengan perikolesistik abces; (2) perforasi bebas dengan peritonitis generalisata; dan (3) perforasi ke saluran pencernaan, dengan membuat fistula. Perforasi mungkin terjadi setidaknya 3 hari setelah onset kolesistitis akut atau sampai 2 minggu. Total insiden perforasi mencapai 10%. 1. Perikolesistik abces. Perikolesistik abces, bentuk perforasi yang paling sering, harus dipikirkan jika gejala bertambah, terutama terjadi perabaan massa. Pasien menjadi toksik, dengan demam sampai 39oC dan hitung leukosit mencapai lebih dari 15.000/ul, tetapi kadang tidak berhubungan dengan tanda klinis dan perkembangan abses lokal. Kolesistektomi dan drainage abses dapat dilakukan secara aman pada beberapa pasien, tetapi jika kondisi pasien tidak stabil, kolesistektomi perkutaneus lebih dipilih. 2. Perforasi bebas. Perforasi bebas terjadi hanya pada 1-2% pasien, kebanyakan yang sering terjadi di awal penyakit ketika gangren berkembang sebelum perlengketan dinding kandung empedu. Pada beberapa pasien dengan nyeri lokal, nyeri yang menjalar tiba-tiba dan nyeri tekan pada bagian lain abdomen mendukung diagnosis ini. Perforasi bebas harus ditangani dengan laparotomi emergency. Operasi yang awal, menentukan baiknya prognosis. 3. Fistula Kolesistenterik. Jika inflamasi akut dari kandung empedu menjadi perlengketan ke lambung, duodenum, atau kolon dan nekrosis terjadi pada salah satu perlengketan, perforasi terjadi ke dalam lumen usus. Jika batu empedu melewati fistula dan cukup besar, keadaan ini akan

membuat usus halus obstruksi (ileus batu empedu). Pasien bisa memuntahkan batu yang masuk ke lambung melalui kolesistogastrik fistula, tetapi jarang. Kolesistenterik fistula biasanya tidak bergejala kecuali ketika kandung empedu obstruksi partial oleh batu atau jaringan parut. Kolangiogram oral atau intravena akan mengopasifikasi kandung empedu atau fistula, tapi pada pemeriksaan juga akan terlihat saluran gastrointestinal bagian atas, yang harus dibedakan fistula dari ulkus peptikum. Malabsorpsi dan steatore terjadi pada fistula kolesistokolonik. Steatore dalam kasus ini bisa terjadi karena tidak adanya empedu di usus proximal diikuti gangguan ke kolon atau, yang lebih jarang, banyaknya bakteri di usus halus atas. Kolesistenterikfistula harus ditangani dengan kolesistektomi dan penutupan fistula. Penatalaksanaan Cairan intravena harus diberikan untuk mengkoreksi dehidrasi dan imbalans elektrolit, dan nasogastric tube harus dimasukkan. Untuk kolesistitis akut tingkat sedang, cefazolin parenteral (2-4 g per hari) harus diberikan. Penicillin parenteral (20 juta unit per hari), klindamisin, dan aminoglikosida harus diberikan pada penyakit yang berat. Single drug terapi menggunakan imipenem merupakan alternativ yang baik. Pilihan terbaik adalah melakukan kolesistektomi pada semua pasien kecuali ketika ada kontraindikasi spesifik untuk operasi (misalnya penyakit serius yang menyertai). Tiga alasan dilakukannya operasi awal: (1) insiden komplikasi tidak lebih besar dengan operasi awal; (2) operasi awal mengurangi total durasi sakit dan pengurangan biaya; (3) angka kematian lebih rendah dengan operasi awal. Sekitar 10% pasien membutuhkan penanganan emergency. Pada umumnya merupakan situasi klinis dimana penyakit sudah mengakibatkan komplikasi. Demam tinggi (39OC), leukositosis (>15.000/ul), atau menggigil mengarah pada perkembangan yang supurativ. Kolesistitis akut akalkulus otomatis masuk dalam situasi ini. Ketika keadaan umum pasien jelek, kolsistostomi kateter perkutaneus dipilih untuk penangan. Pasien dengan keadaan umum yang lebih baik harus ditangani dengan kolesistektomi. Nyeri abdomen generalisata yang tiba-tiba mengindikasikan adanya perforasi bebas. Adanya massa tanda dari perforasi lokal dan formasi abses. Perubahan ini adalah indikasi operasi emergency . Kolesistektomi adalah operasi pilihan pada kolesistitis akut, dan dapat dilakukan laparoskopi pada 50% pasien. Kolangiografi operatif harus dilakukan pada beberapa kasus, dan eksplorasi duktus biliaris komunis dilakukan atas indikasi. Pasien dengan kolesistitis akut berat dengan keadaan umum jelek untuk kolesistektomi emergency harus ditangani dengan kolesistostomi perkutaneus. Kolesistostomi perkutaneus juga pilihan terapi untuk kolesistitis akalkulus akut. Kateter masuk dengan petunjuk ultrasound atau CT untuk drainage cairan

empedu atau pus, tetapi batu empedu tidak dapat dibuang. Jadi kolesistektomi harus dilakukan untuk mencegah kekambuhan serangan. Prognosis Angka kematian keseluruhan dari kolesistitis akut sekitar 5%. Kebanyakan dari yang meninggal adalah pasien diatas umur 60 tahun dengan diabetes mellitus. Pada usia tua, komplikasi kardiovaskular atau pulmonar sekunder memberikan kontribusi pada angka kematian. Sepsis yang tidak terkontrol dengan peritonitis dan abses intrahepatik adalah kondisi yang bisa menyebabkan kematian. Batu duktus komunis tampak pada 15% pasien kolesistitis akut, dan beberapa lebih serius memiliki kolangitis akibat obstruksi biliaris. Pankreatitis akut juga mungkin menjadi komplikasi kolesistitis akut. Pasien yang berkembang menjadi bentuk supurativ dari penyakit kandung empedu seperti empiema atau perforasi kecil kemungkinan untuk sembuh. Kolesistektomi awal akan mengurangi komplikasi.