Trade Survey
-
Upload
jaya-ratha -
Category
Documents
-
view
224 -
download
4
Transcript of Trade Survey
LAPORAN
SIGI PEMANFAATAN DAN PERDAGANGAN PENYU DI BALI SERTA REKOMENDASI PENGENTASANNYA
Disusun Oleh:
Drh. IB Windia Adnyana, PhDProf. Dr. Drh. I Made Damriyasa, MS
Dr. IGNB Trilaksana, MKesDrh. I Made Jaya Ratha, MSi
Ir. Creusa Hitipeuw, MSc
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dan WWF IndonesiaMei, 2010
i
KATA PENGANTAR
tas karunia Tuhan Yang Maha Esa serta partisipasi aktif dari banyak pihak, akhirnya
Laporan Sigi Pemanfaatan dan Perdagangan Penyu di Bali Tahun 2009 ini bisa
diselesaikan dengan baik. Sigi ini adalah tindak lanjut dari berbagai rekomendasi yang
dihasilkan dari berbagai lokakarya. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran yang seksama
tentang situasi pemanfaatan maupun perdagangan penyu di Bali saat ini. Rantai perdagangan
telah berhasil diidentifikasi, dan tujuh poin rekomendasi pengentasannya telah dirumuskan. Kini
masyarakat menanti aksi nyata dari berbagai pihak, terutama aparat penegak hukum untuk
menjalankannya, sehingga harapan untuk memulihkan populasi penyu; salah satu satwa yang
diketahui sebagai penyangga hidupan pesisir dan laut benar-benar bisa terwujud.
Penyu memang tak bisa dipisahkan dengan masyarakat Bali. Banyak kegiatan keagamaan yang
tak terhindarkan mesti menggunakan penyu sebagai salah satu kelengkapan upacaranya. Namun
demikian, semestinya pemanfaatan ini tidak menjadi alasan atau tempat bersembunyi bagi para
pengepul dan pedagang penyu untuk menjalankan aksinya. Pemanfaatan penyu untuk kegiatan
keagamaan mesti dipilah dengan perdagangannya. Solusi untuk hal ini telah dirumuskan dan
pelaksanaannya tak bisa ditunda lagi. Dengan demikian kesucian upacara keagamaan tidak
dicemari oleh tindakan yang dilakukan oleh para mafia penyelundup penyu.
Kegiatan ini bukanlah yang pertama maupun yang terakhir. Pemantauan ini pada hakekatnya
adalah kegiatan regular setiap tahun untuk memberikan data dukungan bagi upaya penegakan
hukum terhadap kasus pelanggaran terhadap penyu di Bali.
Terselenggaranya sigi ini tak terlepas dari peran serta serta dukungan dari berbagai pihak.
Terimakasih setulusnya kami sampaikan kepada jajaran BKSDA Bali, Polair Bali, TCEC Serangan,
serta pihak lainnya yang telah membantu pelaksanaan sigi ini. Semoga semua bantuan tulus yang
diberikan bermanfaat.
Denpasar, Akhir Mei 2010
Penulis
AA
ii
RINGKASAN
igi atau survey ini bertujuan untuk mengumpulkan basis data dan analisis kecenderungan (spatial dan temporal) pemanfaatan penyu di Bali. Pertanyaan yang dijawab meliputi: dimana dan kapankankah pemanfaatan penyu tersebut dilakukan?, seberapa banyakkah
pemanfaatan tersebut?, serta bagaimanakah modus operandi pemanfaatan penyu tersebut?. Hasil observasi kemudian dianalisis dan selanjutnya dipergunakan sebagai landasan untuk merumuskan rekomendasi untuk mengatasi merebaknya pemanfaatan tersebut. Metode sigi ini adalah kombinasi dari penelusuran literatur, diskusi kelompok terfokus, retrieve catatan-catatan dari kantor Konservasi Sumberdaya Alam (KSDA) Bali dan Turtle Conservation and Education Center (TCEC) Serangan, serta observasi dan wawancara langsung ke para pedagang olahan daging penyu (penjual sate dan/atau lawar) yang ada diberbagai tempat di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Kabupaten Tabanan. Observasi ke pedagang olahan ini dilakukan selama ± 2 Bulan, sejak tanggal 3 November 2009 hingga 27 Desember 2009. Data dan informasi yang diperoleh selanjutnya ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif – kualitatif.
Hasil sigi menunjukkan bahwa saat ini pemanfaatan penyu di Bali masih eksis untuk memenuhi tiga kepentingan yaitu kebutuhan ritual keagamaan, perdagangan tak sah untuk konsumsi, serta kepentingan pelepas-liaran tukik. Pemanfaatan penyu untuk keagamaan terjadi di seluruh Bali.Pemanfaatan penyu untuk perdagangan tak sah berupa olahan sate dan/atau lawar ditemukan pada 12 dari 25 pedagang/lokasi yang diamati. Para pedagang ini tersebar di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar. Aktivitas ini tak ditemukan di Kabupaten Tabanan. Dari ke-12 pedagang ini, tiga orang berkategori pedagang besar, yaitu seorang yang berlokasi di Pemogan - Denpasar dan dua orang berlokasi di Ketewel-Gianyar. Pemanfaatan penyu untuk pelepas-liaran terdokumentasi di Perancak-Jembrana, Pantai Tegal Besar Klungkung, Nusa Lembongan dan Nusa Penida. Pelepas liaran ini merebak pasca didirikannya TCEC-Serangan, dan tampaknya telah menjadi gaya-hidup baru bagi pihak tertentu di Bali selatan. Terfokusnya kegiatan ini di Bali selatan mungkin berhubungan dengan adanya industri pariwisata yang berhubungan dengan pesisir-laut yang dominan di wilayah ini.
Prediksi jumlah penyu yang dipergunakan untuk kegiatan keagamaan adalah 200 – 300 ekor per tahun, dan semestinya tidak akan menimbulkan dampak ekologis yang berarti bagi populasi penyu di alam. Pemanfaatan penyu untuk konsumsi (perdagangan tak sah) diprediksi lebih dari 60 ton daging penyu per tahun, yang parallel dengan 1000 – 2000 ekor penyu. Mengingat kondisi populasi penyu di Indonesia saat ini yang masih jauh dari ‘pulih’, angka ini bisa merupakan faktor pemunah yang cukup signifikan bagi populasi-populasi penyu di berbagai tempat di Indonesia maupun di Asia-Australia. Analisis mtDNA genetik menunjukkan bahwa penyu Hijau yang diperdagangkan di Bali berasal dari berbagai kelompok populasi penyu di banyak lokasi peneluran di Indonesia maupun Asia-Australasia. Jumlah pemanfaatan untuk pelepas-liaran adalah ± 2000 ekor tukik per tahun, yang berasal dari sekitar 30 sarang telur penyu. Jumlah ini pada dasarnya adalah 10% dari potensi produksi sarang telur penyu lekang yang bisa dihasilkan diseluruh Bali. Kalaupun tukik-tukik yang dilepas-liarkan ini tidak bertahan hidup, jika sarang lainnya (90%) dikelola dengan memadai dan langsung dilepas sesaat setelah menetas, maka peluang pemulihan populasi penyu Lekang di Bali masih cukup tinggi.
Cara memperoleh penyu untuk diperdagangkan di Bali sangat variatif, bisa dari hasil tangkapan nelayan lokal, suplai dari ‘pengelola taman penyu’ yang ada di Serangan maupun Tanjung Benoa, suplai dari pengepul penyu di Bali Selatan dan Singaraja, pedagang lawar penyu di Pemogan, serta suplai dari ‘luar Bali’. Para pedagang sate dan/atau lawar skala kecil tampaknya hanya
SS
iii
memperoleh suplai penyu dalam keadaan mati atau penyu yang telah dimutilasi (tubuh terpotong-potong). Suplai penyu mati utuh bisa diperoleh dari para penangkap penyu lokal atau kiriman dari para pengepul penyu. Kiriman dalam bentuk potongan-potongan daging diperoleh dari ‘luar Bali’yang disalurkan melalui para pengepul. Para pengepul penyu atau para pengelola taman-taman penyu memperoleh penyu hidup dari hasil tangkapan nelayan lokal maupun kiriman dari nelayan luar Bali. Kemungkinan memperoleh penyu utuh yang masih hidup dalam jumlah sedikit (1-5 ekor) bisa didapat oleh 3 penjual olahan penyu kategori besar yang ada di Ketewel – Gianyar dan Pemogan – Denpasar. Sewasa ini, para penyelundup penyu tampaknya lebih menyukai transaksi dalam jumlah kecil yang melibatkan beberapa ekor penyu saja. Pengiriman penyu ke Bali dalam jumlah sedikit ini umumnya dititipkan bersama pengiriman produk-produk tangkapan laut lainnyaseperti Udang dan ikan.
Tujuh langkah yang mesti dilakukan untuk mengontrol pemanfaatan penyu di Bali adalah sebagai berikut. Pertama adalah dengan melakukan tindakan hukum yang tegas bagi para pengangkut, pengepul dan penjual penyu. Vonis hukum yang relatif berat perlu diupayakan untuk memunculkan efek jera. Beberapa pedagang olahan penyu telah pernah dijatuhi hukuman karena tertangkap tangan menjual produk penyu. Namun karena hukuman yang diterima sangat ringan maka tidak menimbulkan efek jera, dan terbukti beroperasi kembali pasca ditahan. Kedua adalah melakukan identifikasi dan tindakan hukum terhadap para penangkap penyu lokal serta para pengepul penyu. Oknum-oknum ini semestinya mudah ditemukan. Ketiga adalah meningkatkan pengawasan terhadap operasional sekitar 7 taman penyu yang beroperasi di Bali. Kontrol yang ekstra ketat mesti dilakukan. Perijinan mesti jelas, yang hanya diperuntukkan untuk kegiatan pertunjukan bagi wisatawan. Jumlah dan ukuran penyu yang diperkenankan untuk eksebisi mesti dibatasi seminimal mungkin dan tidak bisa dikelirukan dengan hasil tangkapan di alam. Selain itu, taman-taman penyu yang ada mesti dibebaskan dari pelibatan aktivitas penyediaan penyu untuk kebutuhan keagamaan dan pelepas liaran. Mereka juga semestinya tak dimanfaatkan sebagai tempat penitipan penyu sitaan karena akan memberikan komplikasi yang rumit.
Keempat adalah memastikan lokasi pengambilan penyu bagi kebutuhan keagamaan. Hal ini semestinya disesuaikan dengan hasil rekomendasi yang dikeluarkan oleh Paruman Sulinggih Bali-Lombok Tahun 2005. Lokasi ini mesti di bangun dengan mekanisme operasional yang transparan dan bisa diaudit dengan baik. Kepemilikan (ownership) dan pengelolaannya mesti multi-pihak. Untuk itu, dengan asumsi ada rancang ulang mekanisme pengelolaan, maka TCEC-Serangan yang secara filosofi memang dibangun untuk kepentingan ini adalah pilihan yang paling rasional untuk dikembangkan. Karena penyu ini untuk kegiatan keagamaan (kebutuhan publik), maka pembiayaan penyediaannya seyogyanya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Bali.
Kelima adalah melakukan pembinaan terhadap para pedagang sate. Mereka mesti dibantu untuk mencitrakan bahwa sate dari daging non-penyu juga digemari oleh masyarakat. Keenam adalah melakukan kampanye publik agar masyarakat tidak membeli produk olahan penyu. Walaupun seringkali dianggap kurang efektif, kampanye publik agar masyarakat tidak membeli olahan penyu tetap perlu dilakukan secara kontinyu. Pesan dan wahana penyampaian mesti didesain dengan sedemikian rupa sehingga tujuan kampanye bisa dicapai dengan baik. Ketujuh adalah melakukan penataan terhadap aktivitas pelepas-liaran tukik. Ke-alamiahan penetasan tukik dan caranya menuju dan berenang di laut mesti dikembalikan atau mesti didesain sedemikian rupa agar benar-benar bisa berkontribusi terhadap konservasi penyu secara umum. Pelepasan tukik seyogyanya juga berguna untuk penggalian dana bagi konservasi penyu.
iv
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar i
Ringkasan ii
Daftar Isi iv
Daftar Gambar dan Tabel v
Pendahuluan 1
Metode Pengumpulan dan Analisis Data 3
Hasil Observasi 5
Pemanfaatan Penyu untuk Kegiatan Upacara Keagamaan 5
Pemanfaatan Penyu untuk Konsumsi 9
Pemanfaatan Penyu untuk Non-Ritual dan Non-Konsumsi 12
Diskusi 14
Rekomendasi Tindakan untuk Mengatasi Perdagangan Tak Sah Penyu di Bali
19
Referensi 22
Lampiran-1: Data Permohonan Penyu yang Ditujukan Kepada KSDA Bali Selama 2005-2009
23
Lampiran-2: Contoh Surat Permohonan Penyu yang Ditujukan Ke KSDA Bali
32
Lampiran-3: Contoh Surat Jawaban KSDA Bali terhadap Permohonan Penyu dari Masyarakat
34
Lampiran-4: Ringkasan Data Hasil Observasi terhadap aktivitas Pedagang Olahan Penyu di Bali
37
Lampiran-5: Rekomendasi Paruman Sulinggih Bali-Lombok Tentang Pemanfaatan Satwa Langka dan Dilindungi
41
Lampiran-6: Kronologis Satu Kasus Penangkapan Penyelundupan Penyu yang Melibatkan Seorang Cukong dari Bali.
42
v
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Hal
Gambar-1: Contoh satu kemasan olahan lawar penyu yang dijual di Bali
4
Gambar-2: Jumlah surat rekomendasi dan jumlah penyu yang direkomendasikan per tahun untuk memenuhi kebutuhan sarana kegiatan ritual keagamaan di Bali
5
Gambar-3: Sebaran wilayah pengguna penyu selama periode 2005-2009.
6
Gambar-4: Sebaran waktu pemanfaatan penyu untuk kebutuhan ritual keagamaan di Bali.
7
Gambar-5: Salah satu contoh pemanfaatan penyu untuk kegiatan keagamaan di Bali
8
Gambar-6: Contoh modus operandi pengiriman penyu yang terjadi di Bali.
10
Gambar-7: Contoh karakteristik tusuk sate penyu yang dibuat oleh salah seorang pedagang di Serangan.
11
Gambar-8: Contoh salah satu aktivitas pelepas-liaran tukik penyu di Bali
13
Gambar-9: Prediksi rantai perdagangan produk olahan penyu di Bali.
18
Tabel-1: Lokasi dan jumlah sarang telur penyu Lekang yang ditemukan di Bali Selatan.
15
Tabel-2: Catatan kasus penyelundupan penyu di Bali pada kurun 2008-2010 yang berhasil digagalkan oleh Ditpolair Bali dan NTB.
18
1
PENDAHULUAN
emenjak dikeluarkannya Bhisama Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) tentang tatacara
pemanfaatan satwa langka dan dilindungi dalam upacara keagamaan pada tahun 2005,
masalah perdagangan penyu Laut di Bali dianggap telah selesai oleh berbagai kalangan.
Upacara agama semestinya tidak lagi dijadikan dalih untuk mengesahkan aktivitas perdagangan penyu
yang dilakukan oleh pihak tertentu. Perdagangan penyu dan/atau produk olahannya sepenuhnya
adalah masalah hukum dan menjadi urusan aparat yang berwenang, yang semestinya bisa dengan
efektif ditanggulangi. Namun demikian, data yang dikumpulkan oleh berbagai pihak selama tahun-
tahun pasca-2005 menunjukkan adanya indikasi kuat merebaknya kembali perdagangan penyu di Bali.
Penyelundupan penyu, bahkan, dilakukan dengan modus yang lebih variatif, misalnya dengan
menyelundupkan penyu yang telah dimutilasi (Adnyana & Hitipeuw, 2009). Perdagangan olahan penyu
di beberapa tempat di Bali Selatan ditenggarai kembali marak dan testimoni dari para penyelundup
penyu yang berhasil ditangkap oleh aparat kepolisian Bali maupun Nusa Tenggara Barat
mengungkapkan bahwa telah terjadi upaya penyelundupan penyu secara berulang ke Bali semenjak
tahun 2008 (Adnyana & Hitipeuw, 2009). Kondisi ini, jika tidak mendapatkan perhatian serius jelas
akan membahayakan kelangsungan upaya pemulihan populasi penyu diberbagai tempat di Indonesia,
dan akan bisa kembali menempatkan Bali sebagai common enemy bagi banyak pihak, yang akan
memberikan citra negatif bagi kelangsungan industri pariwisata. Intervensi strategis mesti dirumuskan
dan dilaksanakan untuk menghindari mewabahnya kembali perdagangan penyu seperti di awal era
tahun 2000. Dalam konteks ini, WWF dan Universitas Udayana telah mengorganisir lokakarya
multipihak pada Bulan Maret 2009, yang bertempat di Hotel NIKKO Bali. Sejumlah 53 wakil penegak
hukum dari berbagai wilayah di Indonesia berpartisipasi penuh dalam lokakarya tersebut. Delapan
rekomendasi berhasil dirumuskan, yaitu: (1) mengumpulkan basis data dan analisis kecenderungan
(spatial dan temporal) aktivitas perdagangan tak sah penyu di Bali; (2) memfasilitasi Turtle
Conservation and Education Centre (TCEC) Serangan sebagai pintu tunggal penyedia penyu bagi
kebutuhan ritual keagamaan; (3) meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar organisasi sosial
kemasyarakatan di Bali dalam membantu upaya penghentian perdagangan penyu Laut; (4) melakukan
kontrol ketat terhadap operasi taman-taman penyu yang ada di Bali dan Nusa Tenggara Barat; (5)
mengajegkan jejaring ‘informan berbasis masyarakat’ untuk mendukung penegakan hukum di Bali dan
Nusa Tenggara; (6) meningkatkan kapasitas informan berbasis komunitas (technical know-how) untuk
SS
2
mendukung penerapan dan penegakan hukum; (7) mengajegkan sistem penghargaan bagi
masyarakat dan para penegak hukum; serta (8) memperkuat jejaring penegak hukum di wilayah Bali-
Nusa Tenggara.
Laporan ini hanya akan fokus pada rekomendasi yang pertama, yaitu untuk mengumpulkan basis data
dan analisis kecenderungan (spatial dan temporal) perdagangan tak sah penyu di Bali. Beberapa
pertanyaan kunci yang akan dijawab meliputi:
1. Dimana dan kapankankah pemanfaatan penyu tersebut dilakukan?
2. Seberapa banyakkah pemanfaatan tersebut?
3. Bagaimanakah modus operandi pemanfaatan penyu tersebut?
4. Tindakan apakah yang mesti dilakukan untuk mengatasi merebaknya perdagangan tak sah penyu
di Bali?
3
METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA
bservasi pendahuluan tentang eksistensi dan jenis pemanfaatan dilakukan melalui
penelusuran literatur dan diskusi kelompok terfokus dengan para pihak seperti petugas di
TCEC Serangan, anggota Polisi Air Bali dan Nusa Tenggara Barat, staf Konservasi
Sumberdaya Alam Bali dan Nusa Tenggara Barat, karyawan beberapa Hotel (misalnya Bali
Intercontinental – Jimbaran) serta beberapa pihak lainnya yang selama ini turut aktif dalam upaya
pemantauan aktivitas perdagangan penyu di Bali. Dari hasil observasi pendahuluan ini diperoleh
bahwa pemanfaatan penyu di Bali pada dasarnya bisa dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: (1)
pemanfaatan untuk kegiatan keagamaan; (2) pemanfaatan untuk perdagangan produk olahan (sate
dan/atau lawar); serta (3) pemanpaatan untuk pelepas-liaran.
Data pemanfaatan penyu untuk kebutuhan ritual keagamaan diperoleh dari catatan/dokumentasi yang
dilakukan oleh kantor Konservasi Sumberdaya Alam (KSDA) Bali dan Turtle Conservation and
Education Center (TCEC) Serangan Demikian pula halnya dengan data pelepas-liaran.
Pengumpulan data perdagangan tak sah dilakukan dengan melakukan observasi dan wawancara
langsung ke para pedagang olahan daging (penjual sate dan/atau lawar) yang ada diberbagai tempat
di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Kabupaten Tabanan. Para pedagang dan lokasi
tempatnya berjualan tersebut diketahui dari hasil pengamatan sebelumnya atau informasi dari berbagai
pihak yang menyampaikannya secara sukarela. Observasi dilakukan selama ± 2 Bulan, sejak tanggal
3 November 2009 hingga 27 Desember 2009. Tergantung dari situasi saat tersebut, observasi di satu
pedagang/lokasi bisa dilakukan lebih dari 1 kali. Pedagang dianggap menjual produk atau olahan
penyu apabila memenuhi setidaknya dua kriteria yaitu: (1) mengaku menjual daging penyu serta (2)
menjual sate dan/atau lawar mengandung material (misalnya hati dan bagian dari lemak) berwarna
hitam (akibat kandungan melanin tinggi yang lazim ditemukan pada penyu) dan/atau serapah, material
yang berasal dari bagian kulit, jeroan dan kartilago (tulang muda) penyu (Gambar-1). Bagian serapah
yang paling mudah dikenali adalah kulit dan esophagus penyu. Dengan cara yang sangat seksama
(untuk menghindari kecurigaan), para pedagang ditanya tentang bagaimana cara dan darimana
mereka memperoleh penyu, serta seberapa banyak daging penyu yang bisa dihabiskan per satu
satuan waktu. Informasi yang terakhir ini dipergunakan untuk menduga jumlah penyu yang
OO
4
diperdagangkan secara tak sah. Data dan informasi yang diperoleh selanjutnya ditabulasi dan
dianalisis secara deskriptif – kualitatif.
Gambar-1: Contoh satu kemasan olahan (lawar) penyu. Lihat teks untukketerangan selengkapnya
5
HASIL OBSERVASI
Pemanfaatan penyu untuk kegiatan upacara keagamaan
Jumlah, wilayah, waktu, serta peruntukan pemanfaatan penyu ─ Sejumlah 121 surat rekomendasi
pemanfaatan penyu telah dikeluarkan oleh KSDA Bali sejak tahun 2005 hingga penghujung tahun
2009. Jumlah surat rekomendasi per tahun relatif konstan (Gambar-2) berkisar antara 18-29
rekomendasi. Kisaran jumlah penyu per surat rekomendasi adalah 1 – 3 ekor. Berdasarkan catatan
KSDA ini, selama kurun 2005 - 2009, total penyu yang dimanfaatkan untuk kebutuhan keagamaan
adalah 228 ekor, dengan jumlah per tahun berkisar antara 21 – 54 ekor dan rerata 46 ± 14 ekor
0
10
20
30
40
50
60
2005 2006 2007 2008 2009
Tahun
Tota
l
Jumlah Surat Rekomendasi Jumlah Penyu
Gambar-2: Jumlah surat rekomendasi dan jumlah penyu yang direkomendasikan per tahun untuk memenuhi kebutuhan sarana kegiatan ritual keagamaan di Bali.
Permintaan penggunaan penyu sebagai sarana ritual keagamaan tercatat datang dari hampir seluruh
kabupaten dan kota di Bali (Gambar-3). Secara kumulatif, frekuensi permintaan penyu tertinggi datang
dari Karangasem (21%), diikuti oleh Gianyar (18%), Bangli (16%), Badung (15%), serta Klungkung
(14%). Daerah lainnya relatif kecil (dibawah 10%). Satu daerah, yakni Jembrana bahkan tak pernah
6
mengirimkan permohonan ijin pemanfaatan penyu ke KSDA Bali. Pada tahun 2008, satu permintaan
tercatat datang dari Jawa Timur (Bondowoso, Malang).
Kecuali Denpasar dan Singaraja, permintaan penyu dari ke enam daerah lainnya terjadi secara
konsisten sepanjang tahun 2005 hingga 2009. Sementara itu, Denpasar hanya tercatat memohon
penyu pada tahun 2005, 2006 dan 2007, dan Singaraja pada tahun 2006, 2008 dan 2009.
0
5
10
15
20
25
30
Denpasar Badung Giany ar Bangli Klungkung Karangasem Tabanan Buleleng Jembrana Malang
Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Total
Gambar-3: Sebaran wilayah pengguna penyu selama periode 2005-2009. Permintaan tertinggi datang dari Karangasem, diikuti oleh Gianyar, Bangli, dan Badung.
Pemanfaatan penyu untuk kebutuhan ritual di Bali hampir terjadi sepanjang tahun (Gambar-4). Namun
demikian puncak pemakaian terjadi pada periode bulan Maret – April serta Agustus – November.
Pemanfaatan ini hampir seluruhnya untuk upacara/ritual dalam tingkatan utama yaitu yadnya yang
menggunakan Banten Catur Niri di mana hewan penyu dipakai sebagai puweran. Beberapa contoh
upacara dimaksud antara lain mamungkah – ngenteg linggih medasar tawur agung (caru walik
sumpah), karya pancawalikrama, baligia, dan pujawali ageng. Upacara jenis lain yang juga tercatat
meminta penyu sebagai salah satu kelengkapannya adalah padiksaan dan pakelem. Daftar
selengkapnya ditampilkan dalam Lampiran-1).
7
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009
Gambar-4: Sebaran waktu pemanfaatan penyu untuk kebutuhan ritual keagamaan di Bali. Puncak pemanfaatan terjadi pada periode Maret-April serta Agustus-Oktober.
Mekanisme permintaan dan ukuran penyu ─ Mekanisme permintaan penyu untuk sarana ritual
keagamaan di Bali pada hakikatnya hampir sesuai dengan rekomendasi Paruman Sulinggih Bali-
Lombok yang diselenggarakan pada Pesamuhan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Propinsi
Bali di Denpasar tanggal 15 Januari 2005. Permintaan ditujukan kepada KSDA Bali oleh
penyelenggara upacara (ditanda-tangani oleh pemohon), dan juga seringkali ditandatangani/diketahui
atau dilampiri surat dari Sulinggih pamuput, Desa Pakraman, dan PHDI Propinsi Bali. Pemohon
mencatumkan jenis, waktu dan tempat upacara yang akan diselenggarakan, serta jumlah penyu yang
dibutuhkan untuk itu. Beberapa permintaan mencantumkan jenis penyu yang diminta (penyu Hijau)
(Gambar-5), namun sebagian besar lainnya menggunakan terminologi umum ‘penyu’. Ukuran penyu
yang diminta tidak dicantumkan. Contoh surat permintaan penyu ditampilkan pada Lampiran-2.
Berdasarkan surat dimaksud, kepala KSDA Bali memberikan jawaban/tanggapan dengan isi sebagai
berikut. Pertama, KSDA Bali mempertegas bahwa penyu laut adalah satwa yang dilindungi Undang-
Undang. Kedua, KSDA menyatakan bahwa pemanfaatan satwa ini hanya bisa dilakukan jika berasal
dari hasil penangkaran atau lembaga konservasi dan atas ijin Menteri Kehutanan. Selanjutnya, KSDA
8
akan merekomendasikan pemanfaatan penyu untuk kebutuhan upacara agama. Ketika
merekomendasikan pemanfaatan penyu untuk kebutuhan upacara Pada poin ke-3 tersebut diatas,
KSDA Bali lebih sering tidak menspesifikasi tempat memperoleh satwa dimaksud, namun hanya
menyatakan bahwa penyu mesti berasal dari hasil penangkaran/pembesaran yang telah mandapat
pengakuan dari Departemen Kehutanan c.q. KSDA Bali (Lampiran-3). Total rekomendasi KSDA yang
menspesifikasi tempat pengambilan penyu adalah 26 dari seluruh (121) rekomendasi yang dikeluarkan
(21,5%). Dari sejumlah ini, 24 rekomendasi menunjuk TCEC sebagai tempat pengambilan penyu dan
sisanya masing-masing 1 rekomendasi menunjuk penampungan penyu milik I Wayan Raga
(Serangan) dan pembesaran penyu KSDA Bali di Pantai Goris, Gerokgak sebagai lokasi pengambilan
penyu.
Gambar-5: Salah satu contoh pemanfaatan penyu untuk kegiatan keagamaan di Bali
9
Pemanfaatan Penyu untuk Kepentingan Konsumsi:
Jumlah pedagang olahan penyu ─ Sejumlah 50 kunjungan (observasi) telah dilakukan terhadap 25
pedagang sate dan/atau lawar yang diduga menjual produk penyu. Ke-25 pedagang tersebut tersebar
di Kota Denpasar (14), Kabupaten Badung (7), Gianyar (2) dan Tabanan (2).
Produk penyu ditemukan pada 30 dari seluruh 50 observasi (60%). Jumlah lokasi atau pedagang yang
dinyatakan positip menjual daging penyu adalah 12 pedagang (48%). Para pedagang dimaksud
tersebar di Denpasar (5 lokasi), di Kabupaten Badung (5 lokasi), dan Kabupaten Gianyar (2 lokasi).
Kedua lokasi yang diobservasi di Tabanan dianggap tidak menjual daging penyu. Beberapa dagang
sate dan/atau lawar penyu mengaku tidak selalu bisa memperoleh bahan asal penyu setiap hari.
Lokasi pengamatan ditampilkan pada Lampiran-4.
Harga dan asal daging penyu ─ Harga daging penyu, menurut pengakuan para pedagang yang
diwawancarai sangat variatif berkisar antara Rp 40.000 hingga Rp. 125.000 per-kg, tergantung dari
kelimpahan stok daging dan kondisi daging yang tersedia (penyu dalam keadaan hidup, sakit, atau
telah mati). Hampir semua pedagang sate dan/atau lawar penyu menyatakan bahwa mereka umumnya
membeli daging penyu dengan harga Rp. 80.000 per- kg. Menurut pengakuan para pedagang sate, 1
kg daging penyu bisa dibuat 200 tusuk sate, dan dengan berjualan sehari penuh, (± 8-10 jam), mereka
umumnya bisa menghabiskan hingga 2000 tusuk sate.
Asal pasokan daging penyu bervariasi. Para pedagang di Serangan – Denpasar umumnya
memperoleh pasokan penyu dari hasil tangkapan seorang nelayan yang diakui memang berprofesi
sebagai penangkap penyu di perairan sekitar kelurahan ini. Selain itu, mereka juga mengaku
memperoleh penyu dari pengelola taman penyu yang ada di Serangan maupun Tanjung Benoa. Penyu
jenis ini umumnya dijual dalam keadaan sekarat atau bahkan dalam kondisi telah mati. Kadangkala,
para pedagang sate juga mengaku memperoleh penyu dalam bentuk potongan-potongan daging
(Gambar-6) yang dikirim oleh seseorang yang mengaku berasal dari Jawa. Sementara itu, para
pedagang olahan penyu di luar Serangan mengaku memperoleh pasokan penyu dari luar Bali, Tanjung
Benoa, atau bahkan dari seorang pedagang lawar penyu dari Pemogan.
10
Gambar-6: Contoh modus operandi pengiriman penyu yang terjadi di Bali. Foto dari Ditpolair Bali.
Prediksi jumlah penyu yang diperdagangkan untuk konsumsi ─ Menduga jumlah penyu yang
diperdagangkan secara tak sah untuk konsumsi di Bali sangat sulit. Pengakuan para pedagang olahan
penyu sangat variatif. Misalnya, seorang pedagang mengatakan bahwa untuk membuat 100 tusuk sate
membutuhkan 1 kg daging penyu. Sementara itu, pedagang yang lainnya menyatakan umumnya 200
tusuk sate untuk 1 kg daging penyu. Pada kajian ini, asumsi yang dipakai adalah 1 kg daging penyu
untuk 200 tusuk sate. Jika 1 kg daging penyu ‘hanya’ bisa dibuat 100 tusuk sate, dan harga 1 kg
daging penyu adalah Rp. 80.000,- maka biaya per tusuk sate (hanya untuk daging) adalah Rp. 800-.
Pengakuan dari para pedagang sate manyatakan bahwa harga jual per paket sate yang berisi 10 tusuk
sate serta ketupat dan sambal adalah berkisar antara Rp. 7000 – Rp. 10.000,-. Beberapa pedagang
bahkan mengaku menjual 10 tusuk sate dengan harga Rp. 5000,-. Dengan asumsi harga daging penyu
benar Rp. 80.000 per kg, dan jika hanya 100 tusuk sate yang bisa dibuat dari 1 kg daging penyu, maka
pedagang bersangkutan sebenarnya melakukan bisnis merugi, karena hanya bisa menjual 1 kg daging
seharga Rp. 5000 x 10 = Rp 50.000,- atau setingginya Rp. 10.000 x 10 = Rp 100.000,-. Dengan
kalkulasi yang disebut terakhir, memang seolah-olah ada ‘margin’ Rp 20.000,- Namun angka ini
menjadi tak berarti jika harga bumbu, ketupat, serta perlengkapan lainnya juga dihitung.
11
Empat orang pedagang yang beroperasi selama ± 8-10 jam mengaku bisa menghabiskan setidaknya
2000 tusuk sate, yang dalam kajian ini setara dengan 10 kg daging penyu. Tiga pedagang lainnya
mengaku membutuhkan 3 hari untuk menghabiskan 20 kg daging penyu. Dua pedagang lainnya, yang
hanya beroperasi di sore hari saja selama ± 4-5 jam mengaku setidaknya menghabiskan ± 1000 tusuk
sate atau setara dengan 5 kg daging penyu per hari. Seorang pedagang di Ketewel (yang diprediksi
beroperasi dengan volume yang sama dengan 2 pedagang lainnya) mengaku menghabiskan 100 kg
daging penyu selama 3 hari. Dengan demikian, secara kasar bisa diprediksi bahwa jumlah daging
penyu per hari untuk kepentingan ini adalah ± 170 kg, yang dalam setahunnya dikalkulasi menjadi 170
(kg) X 30 (hari) X 12 (Bulan) adalah 61.200 kg.
Gambar-7: Contoh karakteristik tusuk sate penyu yang dibuat oleh salah seorang pedagang di Serangan. Perhatikan adanya ketupat (di bagian atas) yang merupakan satu paket penjualan dengan sate penyu.
Secara tradisional ukuran penyu di Bali dinyatakan dengan nama penyu, erang-erang, dan boko-boko
dengan ukuran lebar lengkung karapas secara berurutan adalah > 70 cm, 50-70 cm, dan < 50 cm.
Dengan asumsi bahwa ukuran lebar lengkung karapas tak terlalu berbeda dengan berat penyu, maka
12
total 61.200 kg identik dengan 874 ekor penyu berat 70 kg (penyu), 1224 ekor penyu dengan berat 50
kg (erang-erang), dan 2040 ekor penyu dengan berat 30 kg (boko-boko).
Pemanfaatan Penyu untuk Kepentingan Non-Ritual dan Non-Konsumsi:
Atraksi pelepasan tukik sudah sangat populer di Bali. Petugas di Turtle Conservation and Education
Centre (TCEC) Serangan menyatakan bahwa sejumlah 1000 – 2000 ekor tukik jenis penyu Lekang
(Lepidochelys olivacea) dan penyu Hijau (Chelonia mydas) dilepaskan ke Laut per tahun (sejak tahun
2005) oleh berbagai organisasi dan individu-individu tertentu. Tukik-tukik penyu diperoleh dari hasil
penyelamatan sarang-sarang telur penyu yang ditemukan di berbagai tempat di pantai-pantai selatan
pulau Bali, maupun pemberian KSDA Bali yang mendatangkannya dari Pulau Jawa. Dalam konteks
yang terakhir ini, tukik-tukik umumnya disebar di beberapa taman-taman penyu yang ada di Bali.
Pelepas liaran ini bertujuan untuk green imaging (memikat wisatawan) industri pariwisata seperti yang
acapkali dilakukan oleh Bali Intercontinental, Bali Hai Cruises, dan Hard Rock Cafe, edukasi bagi
remaja sekolah dasar dan menengah seperti yang dilakukan oleh TCEC, serta untuk kepentingan
perayaan hari-hari tertentu (misalnya IMLEK). Pelepas liaran juga sering dilakukan oleh beberapa
pejabat Pusat maupun Daerah serta organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan untuk menunjukkan
adanya kepedulian terhadap lingkungan (Gambar-8).
Pelepas liaran dilakukan di berbagai pantai di bagian Selatan Pulau Bali seperti Perancak, Kuta, Nusa
Dua, Jimbaran, Serangan, Sanur, Tegal Besar Kelungkung, Nusa Lembongan dan Nusa Penida.
Dalam satu kegiatan, pelepasan umumnya dilakukan dalam jumlah yang bervariasi antara 5 ekor – 100
ekor tukik penyu. Umur tukik yang dilepas bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa Bulan.
‘Harga’ tukik untuk pelepasan bervariasi antara Rp. 30.000 – Rp. 60.000 per-ekor bagi yang berumur
beberapa hari hingga beberapa minggu, dan Rp 100.000 – Rp 300.000 bagi yang berumur beberapa
bulan.
13
Gambar-8: Contoh salah satu aktivitas pelepas-liaran tukik penyu di Bali
14
DISKUSI
Status Pemanfaatan Penyu di Bali Saat Ini ─ Pemanfaatan penyu di Bali masih eksis saat ini yang
setidaknya untuk memenuhi tiga kepentingan yaitu: (1) kebutuhan ritual keagamaan, (2) perdagangan
ilegal untuk konsumsi, dan (3) kepentingan pelepas-liaran tukik.
Lokasi/area pemanfaatan penyu ─ Pemanfaatan penyu untuk kebutuhan ritual keagamaan
tampaknya terjadi di seluruh Bali. Walupun Kabupaten Jembrana tidak ditemukan pernah memohon
penyu untuk kebutuhan ini ke KSDA, namun mengingat eksistensi jenis upacara yang memakai penyu
sebagai salah satu sarananya juga ada di Jembrana, maka pemanfaatan penyu untuk memenuhi
kebutuhan ini bisa diasumsikan juga terjadi di kabupaten ini.
Pemanfaatan penyu untuk perdagangan tak sah olahan sate dan/atau lawar penyu diobservasi hanya
di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar. Hal ini mungkin berhubungan dengan
kebiasaan masa lalu, dimana diketahui bahwa hanya masyarakat di ketiga tempat inilah yang
mempunyai keterampilan dan kebiasaan untuk mengolah daging penyu (Bagus et al, 1993).
Pemanfaatan penyu untuk non-ritual dan non-konsumsi dalam bentuk pelepas-liaran terdokumentasi
tersebar dari ujung barat (Perancak-Jembrana) ke ujung timur (Pantai Tegal Besar Klungkung, Nusa
Lembongan dan Nusa Penida). Pola pemanfaatan ini merebak pasca didirikannya TCEC-Serangan,
dan tampaknya telah menjadi gaya-hidup baru bagi pihak tertentu di Bali selatan. Terfokusnya kegiatan
ini di Bali selatan mungkin berhubungan dengan adanya industri pariwisata yang berhubungan dengan
pesisir-laut yang dominan di wilayah ini. Selain itu, pelepas-liaran juga berhubungan ketersediaan tukik
penyu, yang dewasa ini memang relatif banyak ditemukan di Bali selatan. Menurut laporan KSDA Bali
(2009), Bali selatan masih menjadi lokasi peneluran bagi jenis penyu Lekang (Tabel-1).
15
Tabel-1: Lokasi dan jumlah sarang telur penyu Lekang yang ditemukan di Bali Selatan (Dikutip dari KSDA Bali, 2009).
No Lokasi Tahun 2007 (Sarang) Tahun 2008 (Sarang)
1.2.3.4.5.6.7.
Pantai PerancakPantai KutaPantai Tegal besarNusa Dua (Htl. Nikko)Pantai SulanyahPantai SemawangPantai Pemuteran
25630203614
2912010
----
Jumlah pemanfaatan dan potensi dampak bagi populasi penyu yang bisa diakibatkan ─ Prediksi
jumlah penyu yang dipergunakan untuk kegiatan keagamaan (46 ±14 ekor) adalah terlalu rendah
mengingat banyak pemakai yang tidak melakukan permohonan kepada KSDA Bali, namun sebaliknya
mencari sendiri di tempat-tempat lain seperti penampungan penyu I Wayan Raga di Serangan, TCEC,
serta taman-taman penyu yang ada di Tanjung Benoa (Geria, Komunikasi personal, 2010; Jensen,
2010; Adnyana & Suardana, 2004). Dengan demikian, menggandakan angka tersebut 5 – 6 kali
(menjadi sekitar 200 – 300 ekor per tahun) mungkin lebih realistis untuk mendekati jumlah penyu yang
riil dipakai untuk ritual keagamaan di Bali. Pemanfaatan sejumlah 300 ekor ini semestinya tidak akan
menimbulkan dampak ekologis yang berarti bagi populasi penyu di alam, jika dilaksanakan dengan
mekanisme yang sesuai dengan rekomendasi Paruman Sulinggih Bali-Lombok tertanggal 15 Januari
2005 (Lampiran-5). Dampak terhadap populasi akan terjadi jika yang dimanfaatkan adalah penyu-
penyu betina atau jantan usia produktif, yang menyebabkan replenishmen alamiah menjadi terganggu.
Dalam konteks rekomendasi Paruman Sulinggih Bali-Lombok ini, peluang untuk menggunakan penyu
betina produktif hasil tangkapan di alam tidak akan pernah terjadi, karena para pengguna semestinya
telah ‘disediakan’ penyu hasil pembesaran. Namun, rekomendasi dimaksud tak pernah mendapat
perhatian yang serius dari pihak otorita pengelola penyu, yaitu KSDA Bali, yang diindikasikan dari
kebanyakan ketidak jelasan jawaban yang diberikan kepada setiap permintaan penyu untuk kegiatan
keagamaan. Seperti dipaparkan sebelumnya, rekomendasi pemanfaatan penyu untuk kebutuhan
upacara dari KSDA Bali kebanyakan (79,5%) tidak menspesifikasi tempat memperoleh satwa
dimaksud, tetapi hanya menyatakan bahwa penyu mesti berasal dari hasil penangkaran/pembesaran
yang telah mandapat pengakuan dari Departemen Kehutanan c.q. KSDA Bali. Karena penangkaran
dimaksud hingga saat ini belum ada di Bali, maka pengguna penyu akan berusaha sendiri mencari
16
penyu kemana saja, bahkan mungkin ke tempat – tempat yang secara historis diketahui sebagai sentra
perdagangan tak sah penyu Laut. Dalam kondisi ini, jelas kontrol untuk tidak menggunakan penyu
produktif tak bisa dilakukan, dan jika dilakukan secara menerus dalam waktu lama, jelas akan
menimbulkan dampak buruk bagi kestabilan populasi penyu di alam. Selain itu, kesepakatan multi-
pihak untuk memanfaatkan keberadaan TCEC Serangan sebagai pintu tunggal keluarnya penyu untuk
kegiatan keagamaan (agar memudahkan kontrol) tak pernah ditindak lanjuti oleh KSDA Bali.
Pemanfaatan penyu untuk konsumsi (perdagangan gelap) masih relatif marak dengan prediksi angka
melebihi 60 ton kg daging penyu per tahun. Angka ini berasal dari 1000 – 2000 ekor penyu yang
ditangkap dari alam, yang sudah sangat jauh lebih kecil (5-10%) dibandingkan dengan angka yang
dicatat sebelum era tahun 2000; saat penyu laut masih merupakan komoditi yang diperjual-belikan
dengan bebas (Adnyana, 1997). Namun demikian, mengingat kondisi populasi penyu di Indonesia saat
ini yang masih jauh dari ‘pulih’ (Adnyana et al, 2007) dan kontrol yang sangat lemah (atau bahkan tak
ada kontrol sama sekali) dari otoritas pengelola (KSDA Bali), angka inipun bisa merupakan faktor
pemunah yang cukup signifikan bagi populasi-populasi penyu di berbagai tempat di Indonesia maupun
di Asia-Australia.
Penyu-penyu yang diperdagangkan di Bali berasal dari berbagai tempat peneluran di kawasan
Australasia. Hal ini dibuktikan dengan test genetik dari 32 sampel kulit penyu Hijau yang diambil dari
dalam satu perahu yang hendak diselundupkan ke Bali, namun berhasil digagalkan oleh aparat
kepolisian Nusa Tenggara Barat diawal tahun 2009. Analisis mtDNA menunjukkan bahwa penyu Hijau
tersebut terdiri dari 10 haplotype yang setidaknya berasal dari 4 wilayah peneluran penyu, yaitu Berau
(27.8%), Sabah Timur (12.9%), Scot Reef - Australia (18.8%), dan pantai peneluran penyu di
Northwest Shelf Australia (18.2%) (Adnyana dan Hitipeuw, 2010).
Dengan asumsi angka penetasan sekitar 70-80% dan tingkat kematian tukik di hari-hari pertama
kehidupannya, maka jumlah pemanfaatan untuk pelepas-liaran (± 2000 ekor tukik) dengan berbagai
tujuan tersebut akan mengorbankan sekitar 30 sarang telur penyu. Jumlah ini pada dasarnya adalah
10% dari potensi produksi sarang telur penyu lekang yang bisa dihasilkan di seluruh Bali selatan
(±250-300 sarang). Dengan demikian, kalaupun tukik-tukik yang dilepas-liarkan ini tidak bertahan
hidup dan tak relevan bagi pemulihan populasi penyu di Bali, namun dengan asumsi bahwa sisa
17
produksi sarang lainnya (90%) benar-benar dikelola dengan memadai dan langsung dilepas sesaat
setelah menetas, maka angka ini akan sangat berarti bagi pemulihan populasi penyu Lekang di Bali.
Namun demikian, agar benar-benar berhasil-guna, selain bermanfaat dari segi finansial dan
pencitraan, pelepas-liaran mesti diatur dan ditata sedemikian rupa sehingga aktivitasnya memenuhi
standar biologi yang dibutuhkan untuk pelepas-liaran. Proses baku dari relokasi sarang, penetasan dan
pelepasan semestinya mengikuti prosedur standar seperti yang telah ditulis oleh berbagai pakar.
Modus operandi perdagangan penyu di Bali ─ Seperti digambarkan sebelumnya, asal penyu yang
diperdagangkan di Bali sangat variatif, bisa dari hasil tangkapan nelayan lokal, suplai dari ‘pengelola
taman penyu’ yang ada di Serangan maupun Tanjung Benoa, suplai dari pengepul penyu di Bali
Selatan dan Singaraja, pedagang lawar penyu di Pemogan, serta suplai dari luar Bali. Secara ringkas
dan spekulatif, rantai suplai daging penyu ini bisa ditampilkan seperti pada Gambar-9.
Para pedagang sate dan/atau lawar tampaknya hanya memperoleh suplai penyu dalam keadaan mati
atau penyu yang telah dimutilasi (tubuh terpotong-potong). Suplai penyu mati utuh bisa diperoleh dari
para penangkap penyu lokal atau kiriman dari para pengepul penyu yang ada Serangan, Tanjung
Benoa atau Singaraja. Kiriman dalam bentuk potongan-potongan daging diperoleh dari luar Bali. Hal ini
dipertegas oleh informasi yang diperoleh dari salah seorang aparat Polisi Air Bali yang pernah
mencegat satu mobil pick up L-300 berisi 1 box penuh dengan potongan-potongan penyu pada 3
September 2009 (Gambar-6). Para pengepul penyu atau para pengelola taman-taman penyu
memperoleh penyu hidup dari hasil tangkapan nelayan lokal maupun kiriman dari nelayan luar Bali.
Kemungkinan memperoleh penyu utuh yang masih hidup dalam jumlah sedikit (1-5 ekor) secara
spekulatif bisa didapat oleh 3 penjual olahan penyu kategori besar yang ada di Ketewel – Gianyar dan
Pemogan – Denpasar, karena ketiga pedagang ini memiliki warung besar atau restaurant lawar penyu
yang dibagian belakangnya kemungkinan besar juga bisa untuk menyimpan penyu hidup beberapa
ekor.
Para penyelundup penyu tampaknya lebih menyukai transaksi dalam jumlah kecil (beberapa ekor). Hal
ini diindikasikan dari catatan hasil operasi Polisi Air Bali dan KSDA NTB, yang telah menangkap oknum
penangkap/pengangkut penyu dalam jumlah tak lebih dari 5 ekor dalam kurun 2009 – 2010 (Tabel-2).
18
Pengiriman penyu ke Bali dalam jumlah sedikit ini umumnya dititipkan bersama pengiriman produk-
produk tangkapan laut lainnya seperti Udang dan ikan.
Gambar-9: Prediksi rantai perdagangan produk olahan penyu di Bali. Rantai ini digambar berdasarkan rekaan terhadap informasi yang diberikan oleh para pedagang sate dan/atau lawar penyu. Seorang pedagang lawar penyu di Pemogan, Denpasar juga diduga berperan sebagai pengepul.
Tabel-2: Catatan kasus penyelundupan penyu di Bali pada kurun 2008-2010 yang berhasil digagalkan oleh Ditpolair Bali dan NTB.
No Tanggal Tersangka Barang bukti
1 13-Mar-08 I Wayan Kayun 1 penyu
2 31-Mei-08 I Md Darmawan & I Kt Darsana 3 penyu
3 19-Des-08 Noa, Jen & Salim 6 penyu
4 17-May-09 Nelayan lokal di Tanjung Dalam, Lombok Timur 1 Ekor penyu
5 30-May-09 Kadek Swastika, Hendriyanto & Wyn Mudiarta 5 penyu
6 3-Sep-09 Putu Satriawan 5 penyu dalam bentuk potongan daging
7 13-Feb-10 Nelayan lokal di Lombok Timur 3 Ekor
19
REKOMENDASI TINDAKAN UNTUK MENGATASI PERDAGANGAN TAK SAH PENYU DI BALI
ujuh langkah dibawah ini bisa dilakukan untuk mengatasi perdagangan tak sah penyu di Bali.
Pertama adalah dengan melakukan tindakan hukum yang tegas terhadap para pedagang
olahan daging penyu. Contoh implementasi tindakan hukum yang baik bagi penjual olahan
penyu pernah dilakukan terhadap I Wayan Kayun, dari Jimbaran. Kayun tertangkap tangan pada 13
Maret 2008 saat sedang mengolah daging penyu untuk sate dan lawar di rumahnya, Jalan Bukit Hijau
Simpangan, Banjar Menega, Kelurahan Jimbaran, Kuta Selatan. Saat penggerebekan berlangsung,
petugas menyita kulit serta karapas penyu Hijau serta peralatan pengolahan daging penyu (Bali Post,
16 Juli 2008). Tindakan serupa mesti dilakukan terhadap para pengolah daging penyu, terutama yang
‘berskala besar’ seperti misalnya yang beroperasi di Pemogan (Denpasar) dan Ketewel (Gianyar). Dari
informasi yang diperoleh dari dua pedagang olahan penyu (seorang di Ketewel dan seorang di
Serangan), mereka menyatakan bahwa sebelumnya juga pernah dijatuhi hukuman karena tertangkap
tangan menjual produk penyu. Namun tampaknya hukuman yang diterima tidak menimbulkan efek jera
bagi mereka. Hal ini hendaknya menjadi perhatian yang lebih seksama bagi aparat penegak hukum
khususnya dalam melakukan dakwaan dan putusan hukum yang dirancang sedemikian rupa sehingga
benar-benar menimbulkan efek jera.
Kedua adalah melakukan identifikasi dan tindakan hukum terhadap para penangkap penyu lokal serta
para pengepul penyu. Seperti halnya penegakan hukum bagi para pedagang olahan penyu, hal yang
sama juga mesti dilakukan terhadap para penangkap penyu lokal dan para pengepul penyu. Di
Serangan misalnya, masyarakat setempat sudah sangat mengenal dan familiar terhadap seorang
penangkap penyu yang dinyatakan asal Kampung Bugis (Geria, Komunikasi Personal, 2010). Awalnya
diduga bahwa oknum dimaksud memperoleh penyu dari hasil tangkapan samping saat mencari ikan.
Namun karena seringnya mendapatkan penyu, maka tangkapan samping bisa diabaikan. Seperti
dinyatakan sebelumnya, ketika penyu yang ditangkap masih dalam keadaan hidup, maka penyu
dimaksud umumnya akan ditawarkan pada TCEC atau penampungan penyu lainnya di Serangan.
Namun karena satu dan lain hal (misalnya akibat perlukaan saat penangkapan) penyu yang diperoleh
mati, maka satwa tersebut dijual langsung kepada para penjual sate setempat. Pengepul penyu
tampaknya juga menjadi masalah tersendiri. Selain ‘kecurigaan terhadap para pengelola taman-taman
penyu’, para pengepul penyu ini adalah aktor kunci dalam memperantarai suplai penyu dari para
TT
20
penangkap ke pedagang olahan. Dari hasil operasi Ditpolair Bali dan Kepolisian NTB diketahui bahwa
beberapa pengepul penyu ada di Kampung Baru Singaraja dan Tanjung Benoa Bali (Balipost, 1 Juni
2009 & 4 September 2009).
Ketiga adalah meningkatkan pengawasan terhadap operasional taman-taman penyu di Bali. Saat ini,
setidaknya ada 7 taman penyu (turtle park) yang tersebar di Serangan (1) dan Tanjung Benoa (6). Di
Serangan, taman penyu dimaksud berlokasi di Banjar Kawan dan dimiliki oleh I Wayan Raga. Keenam
taman penyu di yang di Tanjung Benoa adalah Pudut Sari, Moncot Sari, Deluang Sari, Bulih Bali,
Leceria, dan Bumbu Bali; semuanya diadakan untuk kepentingan pariwisata. Dari pemaparan hasil dan
diskusi sebelumnya, peranan taman-taman penyu ini dalam rantai suplai penyu ke pedagang olahan
penyu juga sangat penting. Kontrol yang ekstra ketat mesti dilakukan. Perijinan mesti jelas, yang hanya
diperuntukkan untuk kegiatan pertunjukan bagi wisatawan. Jumlah dan ukuran penyu yang
diperkenankan untuk eksebisi mesti dibatasi sehingga tidak bisa dikelirukan dengan hasil tangkapan di
alam. Selain itu, taman-taman penyu yang ada mesti ‘dibebaskan dari pelibatan aktivitas penyediaan
penyu untuk kebutuhan keagamaan dan pelepas liaran’. Mereka juga semestinya tak dimanfaatkan
sebagai tempat penitipan penyu sitaan karena akan memberikan komplikasi yang rumit. Suatu contoh
indikasi kuat keterlibatan taman penyu dalam rantai perdagangan tak sah penyu di Bali ditampilkan
pada Lampiran-6.
Keempat adalah memastikan lokasi pengambilan penyu bagi kebutuhan keagamaan. Lokasi
pengambilan penyu untuk kebutuhan keagamaan mesti ditetapkan. Hal ini sesuai dengan hasil
rekomendasi yang dikeluarkan oleh Paruman Sulinggih Bali-Lombok Tahun 2005. Lokasi ini mesti di
bangun dengan mekanisme operasional yang transparan dan bisa diaudit dengan semestinya. Agar
bisa mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, kepemilikan dan pengelolaannya mesti multi-pihak.
Untuk itu, dengan asumsi bahwa ada rancang ulang mekanisme pengelolaan, maka TCEC-Serangan
yang secara filosofi memang dibangun untuk kepentingan ini adalah pilihan yang paling rasional untuk
dikembangkan. Karena penyu adalah ’kebutuhan publik’, maka pembiayaan penyediaannya
seyogyanya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Bali.
Kelima adalah melakukan pembinaan terhadap para pedagang sate. Kemitraan dengan para
pedagang sate di lokasi-lokasi yang secara tradisional diketahui sebagai lokasi penjualan sate penyu
21
perlu dilakukan. Kemitraan dimaksud tidak saja untuk kepentingan dan kemudahan pelaksanaan
pemantauan berkesinambungan oleh para pihak yang terkait, namun juga untuk mengubah pandangan
mereka bahwa sate penyu lebih digemari dibanding dengan jenis daging lainnya. Semua pedagang
sate non-penyu yang diobservasi dalam studi ini menyatakan bahwa mereka selalu menyebut
produknya dengan sebutan sate penyu untuk meningkatkan penjualan. Namun ketika dikonfirmasi
lebih jauh, mereka akan bilang bahwa niki sate penyu diramene (ini hanya sate penyu di tempat rame)
yang hanya untuk menarik pembeli. Para pedagang sate mesti dipersuasi untuk menyatakan dengan
sebenarnya jenis daging yang dijualnya (misalnya babi, ikan atau ayam).
Keenam adalah melakukan kampanye publik agar tidak membeli produk olahan penyu. Walaupun
seringkali dianggap kurang efektif, kampanye publik agar masyarakat tidak membeli olahan penyu
tetap perlu dilakukan secara kontinyu. Pesan dan wahana penyampaian mesti didesain dengan
sedemikian rupa sehingga tujuan kampanye bisa dicapai dengan baik.
Ketujuh adalah melakukan penataan terhadap aktivitas pelepas-liaran tukik. Pelepas-liaran tukik
seperti yang dilakukan selama ini bukanlah tindakan konservasi yang benar. Hal ini mesti
dikampanyekan dengan baik. Pelepasan tukik umur beberapa hari pasca menetas (apalagi beberapa
minggu atau bulan) akan membuatnya kehilangan kemampuan swimming frenzy yang sangat
dibutuhkan untuk berenang menuju laut lepas. Pelepas-liaran dalam jumlah kecil dan dilaksanakan di
siang hari akan memperkecil daya hidup tukik karena mudah menjadi sasaran predator. Ke-alamiahan
penetasan tukik dan caranya menuju dan berenang di laut mesti dikembalikan. Jika kondisi ini tak bisa
dicapai dan pelepas-liaran tetap mesti dilakukan dengan cara-cara seperti saat ini maka tindakan
pengorbanan tukik ini mesti didesain sedemikian rupa agar benar-benar bisa berkontribusi terhadap
konservasi penyu secara umum. Dalam hal ini, pelepasan tukik semata-mata dilakukan untuk
penggalian dana bagi konservasi, khususnya untuk pemantauan dan penegakan hukum bagi yang
terlibat dengan perdagangan tak sah penyu; bukan kepentingan-kepentingan lainnya.
22
REFERENSI
1. Adnyana IBW (1997). Studies on the Harvesting and Diseases of Wild-Caught Marine Turtles in Indonesia. PhD-Thesis, James Cook University of Queensland, Australia, 230 pp
2. Adnyana IBW dan Suardana IBR (2003). Karakteristik Pemanfaatan Penyu yang Berhubungan dengan Keperluan Adat di Bali. Presentasi Power Point disampaikan pada Sarasehan untuk Mengatasi Perdagangan Penyu Di Bali di Kantor KSDA Bali tanggal 25 September 2003.
3. Adnyana IBW, Lida PS, Geoffrey G, dan Matheus H (2007). Status of green turtle (Chelonia mydas) nesting and foraging populations of Berau, East Kalimantan, Indonesia, including results from tagging and telemetry. IOTN (7):2-11.
4. Adnyana IBW dan Hitipeuw C (2009). Sinopsis Penegakan Hukum Terhadap Aktivitas Penangkapan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Perdagangan Penyu Laut dari Tahun 2000 –2009. Paper disampaikan pada Semiloka Nasional Perumuskan Strategi Pencegahan Kembalinya ‘Wabah’ Perdagangan Penyu di Bali, Denpasar 12-13 Maret 2009. 15 Hal.
5. Adnyana IBW dan Hitipeuw C (2010). Tracking and Genetic Analysis of Sea Turtles in the Eastern Part of Indonesia Part I. Technical Progress Report Kepada WWF Indonesia. 19 Hal.
6. Bagus IGN, Arsana IGKG, Suka IG, dan Sama IN (1993). Masalah Penyu dalam Kaitannya dengan Agama, Upacara serta Adat Istiadat di Bali: Suatu Tinjauan Antropologi. Fakultas Sastra Universitas Udayana, 81 hal
7. Jensen A (2010). Shifting Focus: Redefining the Goals of Sea Turtle Consumption and Protection in Bali. Final Report to School for International Training, Bali- Indonesia Arts and Culture Program, Fall 2009. 53 pp.
8. KSDA Bali (2009). Upaya Penanganan Isu Penyu di Bali. Diunduh dari http://www.ksda-bali.go.id/?p=275, tanggal 29 Mei 2010.
23
Lampiran-1: Data Rekomendasi Pemanfaatan Penyu untuk Kegiatan Ritual Keagamaan yang Dikeluarkan KSDA Bali Selama Tahun 2005 – 2009.
Tanggal Ijin Tanggal Upacara Jenis Upacara Lokasi Upacara Kabupaten/Kota
Jumlah Penyu (ekor) Keterangan
28-Jan-05 29-Jan-05 Karya Peneduh Dirga Yusa Bumi Pura Agung Besakih dan di Segara
Batu Klotok Karang Asem
dan Klungkung 2
19-Apr-05 Ngusabha Nini Pura Ulun Subak Bukit Jati Bangli 1
17-Jun-05 17-Oct-05 Karya Mamungkah dan Taur Agung Pura Kahyangan Desa Adat Duda, Banjar Duda, Kec. Selat
Karang Asem 1 Minta 2 ekor
4-Aug-05Karya Memungkah, Mupuk
Pedagingan, Mapedudusan Agung
Pura Dalem Desa Adat Punggul, Bendesa Adat Punggul, Kec.
AbiansemalBadung 1
3-Aug-05Pedudusan Agung, Pecaruan dan
PemelaspasanBanjar Balun Padang Sambian
Denpasar BaratDenpasar 2 Minta 2 ekor
10-Aug-05 18-Sep-05Karya Pujawali Nubung Daging dan
Ngenteg LinggihPura Jagatnatha Karang Asem 1
19-Aug-05 Fitra Yadnya (Ngasti)I Made Latra, Desa Pakraman Bayad, Tegalalang, Gianyar Gianyar 1
30-Sep-05 25-Oct-05Karya Mamungkah, Mupuk
Pedagingan dan Pedudusan Agung
Pura Dalem Tagallinggah-Margasengkala, Desa Bedulu Kec.
BlahbatuhGianyar 1 Minta 2 ekor
Oct-05 7-Oct-05Karya Tawur Panca Wali Krama, Mamungkah Ngenteg Linggih lan
Padudusan Agung
Pura Kahyangan Jagat Pura Sada, Desa Adat Kapal, Kelurahan Kapal,
Kec. MengwiBadung 2
Minta 1 penyu Sisik,dan 3 penyu Hijau
13-Oct-05 17-Oct-05Karya Agung Ngusabha Desa lan
Ngusabha NiniDesa Pakraman Tajen, Desa Tajen,
Kec. Penebel Tabanan 1 Minta 2 ekor
17-Oct-05 14-Oct-05 Karya Aci Kapat Pura Agung Besakih Karang Asem 1
19-Oct-05 26-Oct-05Karya Mamungkah Mapadudusan
AgungPura Penataran Desa, Desa Adat
Blahkiuh Kec. AbiansemalBadung 1 Minta 2 ekor
19-Oct-05 25-Oct-05 Karya Pamungkah, Ngenteg LinggihPura Dalem, Desa Jahem Kelod,
Kec. TembukuBangli 1
27-Oct-05 29-Oct-05 Upacara YadnyaIB Raka, Desa Tanjung Benoa-
BadungBadung 1
24
11-Nov-05 16-Nov-05 Karya Pujawali Pura Pasar Agung, Sebudi, Kec. Selat
Karang Asem 1
23-Nov-05 25-Nov-05 Yadnya Atma Wedana/MemukurIda Pedanda Gd Pinatih, Banjar
Dharma Sabha, Kec. SelatKarang Asem 1
30-Nov-0520, 28
December 2005
Karya Pamungkah dan Ngenteg Linggih
Pura Merajan Jero Takmung, Banjar Takmung, Desa Takmung, Kec.
BanjarangkanKlungkung 1 Minta 2 ekor
1-Dec-05 29-Mar-06Karya Memungkah lan Mupuk
PedaginganPura Dalem Purwa, Banjar Kawan,
Desa Adat KawanBangli 1 Minta 2 ekor
26-Jan-06 27-Feb-06 Upacara Imlek Made Sujana 227-Jan-06 28-Jan-06 Upacara Pekelem Pura Pabean Pura Gede Pulaki Buleleng 1
27-Mar-0627 March 2006, 10
April 2006
Tawur Tabuh Gentuh dan Karya Ida Betara Turun Kabeh
Pura Agung Besakih Karang Asem 2
27-Mar-06 27-Mar-06 Karya Pakelem Pura Kentel Gumi Klungkung 127-Mar-06 27-Mar-06 Karya Pakelem Pura Batur Bangli 1
18-Apr-06 27-Apr-06 Upacara Atma Wedana NgastiIB Ketut Mencep, Desa Pakraman Griya Sakti Kabetan, Kec. Gianyar Gianyar 1
7-Apr-06 7-May-06Karya Mamungkah, Ngenteg Linggih
Pedudusan Agung, Tawur AgugnPura Desa Desa Adat Ungasan Kec.
Kuta SelatanBadung 1
11-May-06 13-May-06Karya Pedudusan Agung, Caru Walik
Sumpah, Nubung Pedagingan dan Ngenteg Linggih
Pura penataran Pande, Desa Adat Angantelu Kec. Manggis
Karang Asem 1 Minta 2 ekor
22-Jun-0623 June 2006, 18 July 2006
Karya Mapahayu Jagad dan Mepekelem
Pura Segara Geger, Kintamani Bangli 2 Minta 3 ekor
5-Apr-06 10-Apr-06 Karya Memungkah, Ngenteg LinggihPura Bale Agung, Banjar Gepokan
Desa Pejeng Kelod Kec. Tampaksiring
Gianyar 1
3-Jul-06 30-Jul-06 Upacara Baligya (Mukur)Griya Kecicang, Desa Bungaya
Kangin, Kec. BebandemKarang Asem 1
31-Jul-06 Karya Meligya PunggelDrs Ida I Dewa Gd Oka Mantra,
Banjar Adat Puri Bukit, Kel. Cempaga, Kec. Bangli
Bangli 1
25
1-Aug-06 19-Aug-06 Karya Atiwa-tiwa lan Atma Wedana Ida Pedanda Gede Pasuruan, Desa Sibetan
Karang Asem 1
2-Aug-06 19-Oct-06Karya Agung memungkah, mupuh pedagingan, ngenteg linggih lan
ngusaba dalem
Pura Tanggaling, Desa Pekraman Satria, Kec. Blahbatuh
Gianyar 2
3-Aug-06 7-Aug-06Karya Agung memungkah, ngenteg
linggih, Panyegjeg GumiPura Pusering Jagat, Desa Pejeng,
TampaksiringGianyar 4
4-Aug-06 9-Aug-06
Karya Mamungkah, Mapadagingan, Ngenteg Linggih, Mapadudusan
Agung, Ngusaba Desa lan Ngusaba Nini
Pura Pengastulan dan Pura Desa, Desa Pekraman Bedulu, Kec.
BlahbatuhGianyar 2
22-Aug-06 23-Aug-06 Upacara PanilemanI Gusti Ngurah Mayun Winangun,
Banjar Kaja Desa Pakraman PanjerDenpasar 1
30-Aug-06 30-Sep-06Karya Pedudusan Agung, Ngenteg
Linggih, Mendem PedaginganI Ketut Sudana, Desa Adat Apwan,
Kec. Kintamani, Kab. Bangli Bangli 1
7-Sep-06 4-Oct-06
Karya Melaspas, Ngenteg Linggih, Mendem Mupuk Pedagingan,
Ngusabha Desa, Ngusabha Nini, lan Tawur Agung
I Nyoman Suwela, Desa Adat Sembung, Kec. Mengwi
Badung 2
Sep-06 27-Sep-06 Karya Ngeroras Dadia Taman SariWayan Supartana, Desa Adat Ulakan, Kec. Manggis, Kab.
KarangasemKarang Asem 1
25-Sep-06 25-Sep-06 Karya Pujawali Pura Tuluk Biu, Desa Batur, Kintamani, Kab. Bangli
Bangli 4
27-Sep-06
22 September
2006, 2 October
2006
Karya Mamungkah, Ngenteg Linggih, Pedudusan Agung lan Tawur Panca
Walikrama
Pura Ulun Danu, Desa Songan, Kec. Kintamani
Bangli 9Minta 2 ekor untuk tanggal 22
September 2006 dan 9 untuk 2 oktober 2006
27-Sep-06 6-Oct-06Karya Agung Memungkah, Ngenteg
linggih lan Mupuk PedaginganPura Penataran Pande, Desa
Peliatan UbudGianyar 1
13-Oct-06 Karya Aci Kapat Pura Besakih Karang Asem 118-Oct-06 20-Nov-06 Upacara Pitra Yadnya, Memukur Nengah Rai Karang Asem 1
26
Nov-06 19-Nov-06Karya Mamungkah, Ngenteg Linggih, Pedudusan Agung lan Tawur Agung
Pura Dalem, Penataran, Pusah, dan Bale Agung, Desa Adat Jimbaran,
Kec. Kuta SelatanBadung 4
22-Dec-06 Karya Nubung Daging lan Ngenteg Linggih
Pura Pusah Panti, Banjar Adat Mumbul, Desa Jungutan, Kec.
BebandemKarang Asem 1
14-Dec-06 20-Dec-06Upacara Melaspas, ngenteg Linggih,
Ngusaba Desa lan Ngusaba Nini
Pura Kahyangan Luhur Desa dan Luhur Pusah, Desa Adat Bongan
Puseh, Desa Bongan, Kec. TabananTabanan 2
14-Feb-07 18-Feb-07 Ciswak Nyoman Santajaya 126-Mar-07 Karya Ngusaba Desa lan Ngusaba Nini Pura Desa Temesi Gianyar 2
4-Apr-07 12-Jun-07 Karya Agung Pura Segara, Banjar Adat Tegalbesar, Desa Negari,
BanjarangkanKlungkung 2
1-May-07 17-Jul-07Karya Mamungkah, Mendem
Pedagingan, Ngusaba Desa lan Ngusaba Nini
Pura Pusah, Desa Pakraman Abianbase
Gianyar 2
23-Jun-07 Karya Ngenteg Linggih Pura Taman Sari, Tojan Klungkung 1023-Jun-07 1-Jul-07 Upacara Pakelem Pura Goa Lawah Klungkung 10 Minta 9 tukik
4-Jul-07 24-Jun-07 Karya Pujawali (Mapepada)Pura Luhur Candi Narmada, Tanah
Kilap, Desa Pemogan Denpasar Selatan
Denpasar 2
4-Jul-07 15-Jul-07 Karya Pujawali Pura Goa Lawah Klungkung 62-Aug-07 8-Aug-07 Imlek Ibu Pranantio, Nusa Dua Badung 2
6-Aug-07 21-Aug-07 Karya NgusabaPura Dalem Manik Liu, Desa
Pekraman Manikliyu, KintamaniBangli 1
10-Aug-07 11-Aug-07 Karya Ngenteg Linggih Pura Desa Abuan, Desa Abuan,
SusutBangli 1
4-Sep-07 14-Sep-07Karya Mamungkah, Pengenteg
Linggih, Pedudusan Agung lan Tawur Panca Walikrama
Pura Penataran Ped, Desa Ped, Nusa Penida
Klungkung 5 Minta 25 ekor
18-Sep-07 25-Sep-07Karya Mamungkah, Mupuk
Pedagingan, Ngenteg Linggih dan Padudusan Agung
Pura Merajan Agung, Semeton Puri Sidan Kelodan, Banjar Sidan Klod,
Desa Sidan KlodGianyar 1
27
10-Sep-07 26-Sep-07 Karya Agung Mamungkah, Ngenteg Linggih
Pura Merajan, Griya Tegah, Desa Tunjuk
Tabanan 1
24-Sep-07Desa Pekraman Abang Batudinding
dan Desa Pekraman Suter, Kintamani
Bangli 3
19-Nov-07 24-Nov-07Karya Pedudusan Agung lan Ngenteg
LinggihPura Dalem, Banjar Bungsu, Desa
Adat Kebon, SingapaduGianyar 1
23-Nov-07 24-Nov-07 Upacara Pemagpag Pura Dasar, Desa Gelgel Klungkung 1
23-Nov-07
Karya Agung Mamungkah, Mendem Pedagingan, Tawur Labuh Gentuh,
padudusan Agung, Pedanan lan Ngenteg Linggih
Pura Pusah, Bale Agung dan Prajapati, Desa Pekraman Bias,
Kec. DawanKlungkung 1 Minta 6 ekor
22-Nov-07 28-Nov-07 Upacara Dewa Yadnya I Ketut Dadi, Desa Pekraman Kelan Abian Tuban Kec. Kuta
Badung 1 Minta 2 ekor
21-Sep-07 26-Sep-07Karya Agung Memungkah lan Mendem
Pedagingan Pura Tuluk Biu, Abang Karang Asem 1 Minta 3 ekor
3-Jan-08 Tak dispesifikasiPura Dalem Desa Pekramam
Galiran, Desa Jehem Kec. Tembuku, Kab. Bangli
Bangli 1
6-Feb-08 13-Feb-08 Pitra YadnyaPura Ida Pedanda Putra Mas, Banjar Keraman- Abiansemal,
BadungBadung 1
20-Feb-08 23-Apr-08Mupuk Pedagingan Lan Ngenteg
Linggih
Pura Pasek Lan Pura Swagina Kesenian, Banjar Buduk, Desa
Bengkel, Kec. Kediri, Kab. Tabanan Tabanan 1
27-Feb-08 Tak dispesifikasiPura Penegil Darma, Kubu
Tambahan, Buleleng Buleleng 1
27-Feb-08 21-Mar-08 Karya Agung Desa Bunga Makar, Kec. Nusa
PenidaKlungkung 1
28
27-Feb-08Karya Agung Pemelaspas, Dudus
Agung, Ngented Linggih Ian Mupuk Pedagingan Ring
Pura Dalem Batan Waru, Pura Tegeh, lan Pura Anyar, Banjar Adat
bajera Belayu, Desa Pekraman Belayu, Desa Beringkit, Kec. Marga,
Kap. Tabanan
Tabanan 1
28-Feb-08
9, 11, 14 March
2008 & 28 April 2008
Pecaruan, Tawur Penyegjeg Jagad dan Pecaruan, Tawur Agung
Peringatan 100 tahun Puputan Klung Klung
Puri Klung Klung, Kab. Klungkung Klungkung 4
4-Mar-08
6 March 2008 dan 21 March
2008
Tawur Tabuh Gentuh dan Karya Ida Bhatara Turun Kabeh
Pura Agung Besakih Karang Asem 2
2-Apr-08 7-Apr-08Mediksa/ Ngelinggihang Maha Rsi di
Kesian Desa Adat Tengkulung, Kelurahan Tanjung Benora Kec. Kuta Selatan Badung 1
10-Apr-08 14-Apr-08 Karya Mapadudusan AgungPura Samuan Tiga, Desa Bedulu,
Blahbatu Kab. GianyarGianyar 2
14-Apr-08 Mecaru IB Jaya Adhi, Banjar Pasekan,
Munggu, Mengwi, Badung Badung 1
17-Apr-08 Karya Mapadusunan Agung Pura Ulun Subak Bukit Jati, Bangli Bangli 1
5-May-08 19-May-08Karya Pemelaspas, Mendem
PedaginganPura Dwijawarsa, Bondowoso
Malang Malang 2
4-Jun-08 14-Jun-08 Karya Pujawali Pura Taman Narmada, Bangli Bangli 2
7-Jul-08 15-Oct-08 Ngusaba Desa lan Ngusaba NiniPura Desa dan Pusah, Desa
Pakraman Pengosekan, Desa Mas, Ubud, Gianyar
Gianyar 2
23-Jul-08 6-Aug-08 Dewa Yadnya dan Butha Yadnya
Pura Pemerajan Ageng Ida Pedanda Gede Rai Tembaru , Banjar Sogsogan, Desa Adat Sogsogan, Cemagi, Mengwi
Badung 1
29-Jul-08 11-Aug-08Pitra Yadnya (Ngaben, Memukur),
Maha Gortra Pasek Sanak Sapta RsiKec. Bebandem, Kab. Karang Asem Karang Asem 1
29
23-Aug-08 Ngenteg Linggih lan Nubung Pedagingan
Pura Merajan Manik Mas Alit, Desa Manggis, Karang Asem
Karang Asem 1
19-Sep-08 9-Oct-08Karya Ngusaba Desa Lan Ngusaba
Nini
Pura Desa Lan Pura Puseh Desa Pakraman Pengosekan, Desa
Pakraman Pengosekan, Desa Mas, Ubud, Gianyar
Gianyar 2
25-Sep-08 11-Oct-08Melaspas, Ngenteg Linggih, Mapeselang dan Pediksan
Pura Merajan Suci Grya Gede Abianlalang, Desa Wanasari Kec.
Tabanan, Kab. TabananTabanan 1
9-Oct-08Karya Tawur Agung lan Ngusaba
Dalem Desa Pakraman Tengkulak Kaja,
Kemenuh Sukawati GianyarGianyar 3
10-Oct-08 13-Oct-08Karya Mamungkah Mapadudusan
Agung
Pura Dalem Puri Alit, Banjar Blahtanah Batuan Kaler Kec.
Sukawati, Kab. GianyarGianyar 2
23-Oct-08 Karya Agung Pamungkah Pura Agung Kentel Gumi, Banjarangkan, Klungkung
Klungkung 12 3 rangkaian upacara: tanggal 7 Sep (2); 26 Oct (2); 10 Nov (8)
23-Oct-08 7-Nov-08 Karya Baligia Geria Keniten Pendem Amlapura Karang Asem 1
4-Nov-08 12-Nov-08 Pura Pasar Agung Tolangkir, Sebudi, Selat, Karang Asem
Karang Asem 1
4-Nov-08 9-Nov-08Karya Mamungkah, Ngenteg Linggih,
Padudusan Agung lan Tawur Balik Sumpah
Pura Paibon Delod Bingin Pasek tangkas Kori Agung, Desa Adat
Ungasan, Kec. Kuta Selatan, Kabu. Badung
Badung 3
13-Mar-09 Tawur AgungPura Penataran Agung Sidembunut,
CempagaBangli 1
24-Mar-09 Tawur kesanga Desa Pakraman Pikat Klungkung 125-Mar-09 Pancawalikrama Besakih Karang Asem 4
Mar-09Mamungkah, menawa ratna lan tawur
balik sumpah Desa Mengwi Badung 1
Mar-09 Mamungkah, Ngenteg Linggih Medasar Tawur Agung
Pr Pucak Sari, Ds Adat Selisihan Klungkung 2
30
May-09 Mamungkah, Ngenteg Linggih Medasar Tawur Agung
Ds Pakraman Pemanis, Biaung, Penebel
Tabanan 1
10-Jul-09 MelaspasPr Kahyangan, Br Tangguntiti, Ds
Adat TonjaDenpasar 1
17-Jul-09 Piodalan, Ngenteg Linggih lan Pedudusan Agung
Pemerajan Puri Ngurah Rai Carangsari
Tabanan 2
21-Jul-09Mamungkah, Ngenteg Linggih
Medasar Tawur Agung Pr Dalem Pinggit, Br Kawan, Ds
Adat KawanBangli 1
22-Jul-09Mamungkah, Ngenteg Linggih
Medasar Tawur Agung Ds Adat Sangeh Badung 1
2-Aug-09Mamungkah Ngenteg Linggih, Nubung
PedaginganDs Pakraman Putug, Desa Duda,
Kec SelatKarang Asem 1
14-Aug-09 Maligia Puri Agung Bangli Bangli 1
19-Aug-09Mamungkah, Ngenteg Linggih
Medasar Tawur Agung Pr Hyang Waringin, Kubu Bangli 2
26-Aug-09 Yadnya Desa Pakraman Sibetan Karang Asem 1
Aug-09 Mapedudusan Pr Payogan Agung Ds Pakraman Ketewel, Sukawati
Gianyar 3
Aug-09Tawur Labuh Gentuh, Mepadudusan Agung, Mepedagingan lan Ngenteg
Linggih
Pr Dadya Agung Pasek Gelgel Kelabangmoding, Tegalalang
Gianyar 3
Aug-09Mamungkah, Ngenteg Linggih
Medasar Tawur Agung Pr Pusah, Ds Pakraman Kemenuh Gianyar 2
19-Sep-09Mamungkah, Ngenteg Linggih
Medasar Tawur Agung Pr Desa lan Puseh Ds Pakraman
BatuanGianyar 1
26-Sep-09Tawur Agung Labuh Gentuh, Ngenteg Linggih, Padudusan Menawa Ratna
Pura Lempuyang Madya Karang Asem 5
29-Sep-09 Melaspas, Ngenteg LinggihPr Puseh lan Desa, Ds Pakraman
Angkah, SelemadegTabanan 1
Sep-09Pujawali, Ngenteg Linggih, Tawur Balik
Sumpah, Pedudusan AgungMerajan Gede Jro Dangin Peken Tabanan 2
3-Oct-09 Pujawali Purnama Sasih Kapat Pura Agung Pulaki, Gerokgak Buleleng 2
10-Oct-09 Mamungkah, Ngenteg Linggih Pr Pemaksan Gerombong, Ds Adat Kesimbar
Karang Asem 1
31
15-Oct-09Tawur Agung, Nubung Pedagingan, Ngenteg Linggih, Pedudusan Agung,
Menawa RatnaPr Pusah Desa Adat Tegak Klungkung 4
22-Oct-09 Ngenteg Linggih, Pr Gunung Agung Br Raket, Abiansemal Badung 1
24-Oct-09 Nubung Pedagingan & Ngenteg Linggih
Merajan Ida Idewa Agung Batuaya Karang Asem 1
24-Oct-09Balik Sumpah, Mendem Pedagingan
lan Pujawali Ngebek
Pura Semut (Alas Sari) lan Pucak Desa Pakraman Manik Tawang,
Tampak SiringGianyar 1
Oct-09Mamungkah Tawur Balik Sumpah,
Nubung Pedagingan lan Pedudusan Agung
Merajan Agung Sukahet Klungkung 2
2-Nov-09 Pujawali Purnamaning KalimaKahyangan Jagat Pura Pasar Agung
Giri Tolangkur, Sebudi Klungkung 1
32
Lampiran-2: Contoh Surat Permintaan Penyu untuk Kegiatan Keagamaan di Bali
33
34
Lampiran-3: Contoh – Contoh Jawaban Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali terhadap Permintaan Penyu untuk Kegiatan Keagamaan
35
36
37
Lampiran-4: Ringkasan Lokasi Pengamatan dan Prediksi Minimal Jumlah Penyu yang Diperdagangkan Per Hari.
No Lokasi
Koordinat (desimal)Frekuensi pengamatan
(Kali)Tanggal pengamatan Status
Kapasitas per hariLintang Bujur
Kota Denpasar
± 6.7 kg1
Dagang sate di sebelah kargo, di bawah pohon besar di pojok lapangan dekat pertigaan disebelah Pura Sakenan.
8.725667 115.2308 9
7-Nov-09 1
8-Nov-09 1
13-Nov-09 0
26-Nov-09 1
18-Dec-09 1
19-Dec-09 1
20-Dec-09 1
24-Dec-09 1
27-Dec-09 1
2 Dagang sate di seberang balai Banjar Kawan, Serangan 8.723250 115.2428 2
9-Nov-09 0
18-Dec-09 0
3 Dagang sate Serangan 1, dekat jembatan, sebelah kanal 8.728267 115.2306 6
11-Nov-09 1
± 5 kg
12-Nov-09 0
18-Nov-09 1
20-Dec-09 0
24-Dec-09 0
27-Dec-09 0
38
4 Dagang sate Serangan 2, dekat jembatan, sebelah kanal
8.728183 115.2308 7
11-Nov-09 1
± 5 kg
26-Nov-09 1
18-Dec-09 1
19-Dec-09 1
20-Dec-09 1
24-Dec-09 1
27-Dec-09 1
5 Dagang sate di dekat pura dalem/ kuburan pedungan, dekat Tukad Badung
8.687933 115.1967 1 4-Nov-09 0
6 Dagang sate di depan Hotel Puri Dalem, Sanur 8.674533 115.2579 1 4-Nov-09 0
7 dagang sate di dekat pertigaan jalan rumah MP Hapsari Dewi
8.681400 115.2525 1 12-Nov-09 0
8 Dagang sate di lapangan puputan 8.657900 115.2184 1 4-Nov-09 0
9 Dagang sate I di Jalan Patimura dekat apotik 8.649167 115.2213 1 4-Nov-09 0
10Dagang sate II di Jalan Patimura, sebelah timur dagang sate I, di depan bekas kantor DKP denpasar
8.649200 115.2222 1 4-Nov-09 0
11Dagang sate di dekat Lapangan Pegok (Bu Suladri)
8.704383 115.2198 1 4-Nov-09 1 ± 10 kg
12Dagang sate di Jalan Dewata, dekat Pura Dalem Sidakarya
8.699617 115.2292 1 4-Nov-09 0
13 Dagang lawar Sekuta, Sanur 8.690683 115.2578 1 11-Nov-09 0
39
14 Warung lawar & Sate pak Buda, Pemogan 8.656150 115.2454 1 23-Dec-09 1 ± 33.3 kg
Kabupaten Badung:
14Dagang sate di parkiran depan kuburan legian, sebelah lapanganxxx
8.709983 115.1759 23-Nov-09 0
± 6.7 kg24-Nov-09 1
15 Warung sate seminyak 8.682200 115.1656 1 26-Des-09 1 ± 10 kg
16 Dagang sate di dekat Supermarket Nirmala II, perempatan pantai Bali cliff
8.815783 115.1559 23-Nov-09 1
± 10 kg25-Nov-09 1
17 Dagang sate di pura Uluwatu 8.829100 115.0868 1 3-Nov-09 1 ± 6.7 kg
18 Dagang sate di daerah pecatu, dekat pertigaan ke pantai padang-padang
8.832950 115.1263 1 3-Nov-09 0
19 dagang sate menuju pasar jimbaran dari by pass ngurah rai
8.771550 115.1765 1 12-Nov-09 0
20 Dagang sate di dekat pohon beringin, pasar Jimbaran
8.770700 115.1732 23-Nov-09 1
± 10 kg25-Nov-09 1
Kabupaten Gianyar:
21 Warung Nasi Lawar Ketewel, di depan SBU, Jl. I.B Mantra
8.636467 115.2868 23-Nov-09 1
± 33.3 kg14-Nov-09 1
22
Nasi lawar Ketewel 2 berlokasi di sebelah timur dagang sate Ketewel 1, setelah jembatan kedua dari barat di Jl bypass IB Mantra, sebelah utara jalan
8.630317 115.2922 2
14-Nov-09 1
± 33.3 kg19-Dec-09 1
40
Kabupaten Tabanan:
23Dagang sate di perempatan pantai seseh, di bawah pohon beringin
8.625033 115.1239 1 3-Nov-09 0
24Dagang sate di perempatan Pandak Gede, Tabanan
8.609283 115.1116 1 3-Nov-09 0
Catatan:
1. Status 1 menunjukkan ditemukan bukti sangat kuat adanya produk olahan asal penyu; sedangkan 0 menunjukkan belum bisa dibuktikan.
2. Kapasitas jualan per hari diduga dari jumlah tusuk sate yang berhasil terjual per hari dan/atau keterangan dari penjual itu sendiri.
41
Lampiran-5: Rekomendasi Penggunaan Penyu Laut dalam Kegiatan Keagamaan. Dari Paruman Sulinggih Bali-Lombok yang Diselenggarakan pada Pesamuhan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Propinsi Bali, Denpasar 15 Januari 2005.
1. Paruman Sulinggih Bali – Lombok mengajak umat Hindu untuk berperan aktif dalam pelestarian keanekaragaman hayati termasuk penyu laut melalui cara – cara yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Ini adalah salah satu perwujudan bakti dan cinta (yadnya) kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa, dengan selalu menjaga ciptaanNya.
2. Dalam hubungannya dengan yadnya, penyu laut hanya diperlukan pada upakara dalam upacara Hindu di Bali yang Nyatur Muka dan pada tingkatan Yadnya Pedudusan Agung Utama yang mempergunakan Sanggar Tawang / Sanggar Rong Tiga.
3. Hingga populasi penyu Laut dinyatakan stabil oleh Pemerintah, paruman Sulinggih Bali – Lombok meminta umat Hindu untuk tidak menggunakan penyu Laut selain dari kebutuhan tersebut pada poin-2.
4. Mengingat bahwa satwa terancam punah, khususnya penyu laut telah dilindungi undang-undang (Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999 dan Undang Undang Nomor 5/1990), maka setiap upaya penggunaan penyu laut dan hewan yang dilindungi undang-undang mesti melalui permohonan ijin yang ditujukan kepada: Menteri Kehutanan Republik Indonesia, c.q. Balai Konservasi Sumber Daya Alam yang ada di Wilayah setempat.
5. Permohonan ijin tersebut pada poin-4 dilakukan oleh Yadnyamana, yang dilampiri dengan tiga (3) rekomendasi, yaitu:a. Sulinggih Pemuputb. Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi c. Majelis Desa Pekraman Provinsi Bali setelah mendapat pertimbangan dari PHDI, Sulinggih,
dan MDP Kabupaten. Catatan: Untuk Lombok, poin-c ini disesuaikan, dilakukan oleh lembaga sejenis
6. Untuk meminimalisasi dampak ekologis pemanfaatan penyu seperti tersebut di atas, maka ukuran panjang lengkung karapas penyu yang boleh dipergunakan sebagai kelengkapan upakara upacara tidak boleh melebihi 40 cm. Penyu dengan ukuran ini bisa diperoleh dari aktivitas pemeliharaan/pembesaran yang khusus didesain untuk itu, atau melalui jalinan kerjasama dengan daerah (peneluran) lain di Indonesia.
7. Proses pengadaan penyu untuk kepentingan yadnya semestinya tidak dilakukan oleh pihak swasta/pribadi. Hal ini dilakukan untuk menghindari peluang adanya penyimpangan-penyimpangan mekanisme formal seperti yang terjadi selama ini. Suatu lembaga formal multisektoral yang berfungsi sebagai fasilitator penyediaan penyu untuk keperluan Yadnya perlu dibangun.
42
Lampiran-6: Kronologis Satu Kasus Penangkapan Penyelundupan/Perdagangan Penyu yang Diduga Kuat Melibatkan Seorang Cukong dari Bali. (Sumber data: PPNS/Polhut KSDA NTB)
1. Pada tanggal 27 September 2006 Polisi Perairan Polda NTB dalam kegiatan patroli rutin di Perairan 3 mil laut utara Bayan Kabupaten Lombok Barat berhasil menangkap KMN (Kapal Motor Nelayan) berbendera Indonesia dengan nama lambung KMN Samudra Indah 09 yang mengangkut penyu tanpa dilengkapi dokumen dari perairan Selayar Kab. Selayar dengan tujuan Bali.
2. Pada tanggal 28 September 2006 Polda NTB melakukan koordinasi dengan Balai KSDA NTB terkait dengan barang bukti penyu yang telah ditangkap untuk selanjutnya bersama-sama melakukan pemeriksaan dan identifikasi di Pelabuhan Laut Lembar
3. Dari hasil identipikasi dan pemeriksaan diperoleh hasil bahwa penyu tersebut adalah jenis penyu hijau dan penyu sisik sebanyak 108 (seratus depalan) ekor dalam keadaan hidup yang diangkut oleh KMN Samudra Indah 09 yang dinahkodai Muhamad Baso Opu alias Baso Opu.
4. Pada tanggal 29 September 2006 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai KSDA NTB Nomor: SK. 300/IV/K.18/Lin/2006 tanggal 29 September 2006 barang bukti penyu tersebut dilepas di perairan Gili Nangu s/d Gili Sudak Kabupaten Lombok Barat sebanyak 105 (seratuslima) ekor yang telah dilakukan penandaan (tagging) bekerja sama dengan WWF Indonesia.
5. Untuk kepentingan penyidikan telah disisihkan 3 (tiga) ekor penyu sebagai barang bukti dipersidangan, yang telah dititipkan di Balai Karantina Ikan Selaparang Mataram. Pelaku dan semua barang bukti ditahan untuk proses penyidikan di POLDA NTB.
6. Pelaku (Nahkoda dan penanggung jawab penyu) An. Muhamad Baso Opu alias Baso Opu dan Zaenal alias Hendrik alias Hola ditetapkan sebagai tersangka kasus pengangkutan penyu tanpa dokumen dari Kabupaten Selayar Sulawesi selatan tujuan Bali saat ini masih dalam proses penyidikan oleh Polda NTB dan telah dilakukan perpanjangan penahanan.
7. Pada tanggal 3 Oktober 2006 Tim Balai KSDA dan Polda NTB melakukan penyelidikan dan penyidikan lanjutan ke Bali dalam rangka menyelusuri jalur perdagangan dan peredaran satwa penyu, hasil penyelidikan dan penyidikan tersebut diperoleh hasil bahwa di Bali dijumpai penampungan penyu illegal milik I Wayan Raga
8. Pada tgl. 5 Oktober 2006, sekira jam 12.00 wita dilakukan penggeledahan dan penyitaan di Taman penyu (Turtle Park) An. I Wayan Raga. Pada kegiatan tersebut telah disita satwa penyu hijau sebanyak 24 ekor dan dikembalikan kehabitatnya di pantai kuta bali sebanyak 23 ekor sementara 1 ekor disisikan untuk barang bukti dan dititip di Balai KSDA Bali.
9. Tanggal 9 Oktober 2006 dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka I WAYAN RAGA di Polda NTB
10. Pada tgl. 6 Oktober 2006 telah dilakukan pemanggilan I terhadap Saksi An. Haji JIRE yang beralamat di Pulau Rajuni, Kab. Selayar, Propinsi Sulawesi Selatan melalui Surat Panggilan No.Pol. S.Pgl/83/X/2006, Ditreskrim, tgl. 6 Oktober 2006 untuk diperiksa sebagai saksi tgl. 10 Oktober 2006. dan pada waktu yang ditentukan yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan.
11. Dalam rangka menjemput tersangka (pemilik penyu) di Kab. Selayar Sulawesi Selatan, Tim Balai KSDA dan Polda NTB merencanakan akan menangkap tersangka langsung di Kab Selayar Sulawesi Selatan bersama-sama Polda Setempat.