Tppl Bandeng Fix

28
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Benih bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya bandeng di tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambak dirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam meningkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediaan dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun. Teknologi produksi benih di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam suatu Hatchery Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener di hatchery sepenggal dapat diandalkan. Karena resiko kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat cocok dikembangkan di

description

laporan

Transcript of Tppl Bandeng Fix

Page 1: Tppl Bandeng Fix

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Benih bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam

usaha budidaya bandeng di tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambak

dirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan

benih merupakan salah satu kendala dalam meningkatkan teknologi budidaya bandeng.

Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya

bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng

dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat

penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah,

penyediaan dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan

nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak

menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih

nener di hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus

meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun.

Teknologi produksi benih di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam

suatu Hatchery Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala

Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener di hatchery sepenggal dapat diandalkan.

Karena resiko kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat cocok

dikembangkan di daerah miskin sebagai salah satu upaya penaggulangan kemiskinan bila

dikaitkan dalam pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL). Dilain pihak, hatchery

lengkap (HL) dapat diandalkan sebagai produsen benih bandeng (nener) yang bermutu

serta tepat musim, jumlah dan harga. Usaha pembenihan bandeng di hatchery dapat

mengarahkan kegiatan budidaya menjadi kegiatan yang mapan dan tidak terlalu dipengaruhi

kondisi alam serta tidak memanfaatkan sumber daya secara berlebihan. Dalam siklusnya

yang utuh, kegiatan budidaya bandeng yang mengandalkan benih hatchery bahkan dapat

mendukung kegiatan pelestarian sumberdaya baik melalui penurunan terhadap sumber daya

benih species lain yang biasa terjadi pada penangkapan nener di alam maupun melalui

penebaran di perairan pantai (restocking).

Disisi lain, perkembangan hatchery bandeng di kawasan pantai dapat dijadikan titik

tumbuh kegiatan ekonomi dalam rangka pengembangan wilayah dan penyerapan

tenaga kerja yang mengarah pada pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya,

Page 2: Tppl Bandeng Fix

tenaga yang terserap di hatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen juga

berlaku sebagai konsumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yang dapat mendorong

kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hatchery. Potensi sumber daya hayati perikanan

budidaya sesuai data Direktorat Jendral Perikanan dan Pengembangan Perikanan 2010,

diketahui bahwa potensi nener atau benih bandeng di Indonesia cukup melimpah, terutama

nener hasil pemijahan alam, (Kordi dan Ghufron, 2005). Selama ini nener ikan bandeng

yang digunakan untuk pembesaran ikan bandeng itu sendiri masih mengandalkan dari alam.

Sedangkan produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya

bandeng  yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam

upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting (Fujaya,

2008).

1.2. Tujuan

Mahasiswa dapat melakukan teknik pendederan nener bandeng dengan benar dan

mendapatkan hasi yang optimal, serta mengetahui pengaruh perbedaan pemberian pakan

alami dan buatan.

1.3. Manfaat

Manfaat dari praktikum pendederan nener bandeng ini adalah agar mahasiswa

mengetahui bagaimana cara pendederan nener bandeng dengan baik dan benar serta dapat

mengetahui pengaruh perbedaan pemberian pakan alami dan buatan pada nener banden

Page 3: Tppl Bandeng Fix

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nener Bandeng

Ikan Bandeng digolongkan sebagai ikan pemakan tumbuhan (Herbivora), namun

dalam pemeliharaan di tambak, ikan ini lebih suka memakan “klekap” yaitu kehidupan

komplek yang terdiri dari ganggang kersik (Bacillariopyceae), bakteri, protozoa, cacing dan

udang renik yang sering juga disebut “Microbenthic Biological Complex”. Ikan bandeng

termasuk dalam famili Chanidae (milk fish) yaitu jenis ikan yang mempunyai bentuk

memanjang, padat, pipih (compress)dan oval. Menurut Sudrajat (2008) taksonomi dan

klasifikasi ikan bandeng adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Osteichthyes

Subkelas : Teleostei

Ordo : Malacopterygii

Famili : Chanidae

Genus : Chanos

Spesie : Chanos chanos 

Ikan bandeng juga mempunyai sirip punggung yang jauh di belakang tutup insang,

dengan 14 – 16 jari–jari pada sirip punggung, 16 – 17 jari–jari pada sirip dada, 11 – 12 jari–

jari pada sirip perut, 10 – 11 jari–jari pada sirip anus/dubur (sirip dubur /anal finn terletak

jauh di belakang sirip punggung), dan sirip ekor berlekuk simetris dengan 19 jari – jari. Sisik

pada garis susuk berjumlah 75 – 80 sisik (Ghufron dan Kordi, 2005).

Ikan bandeng dikenal sebagai ikan petualang yang suka merantau. Ikan bandeng ini

mempunyai bentuk tubuh langsing mirip terpedo, dengan moncong agak runcing, ekor

bercabang dan sisiknya halus. Warnanya putih gemerlapan seperti perak pada tubuh bagian

bawah dan agak gelap pada punggungnya (Mudjiman, 1998). Bandeng banyak dikenal orang

sebagai ikan air tawar. Habitat asli ikan bandeng sebenarnya di laut, tetapi ikan ini dapat

hidup di air tawar maupun air payau. Ikan bandeng hidup di Samudra Hindia dan

menyeberanginya sampai Samudra Pasifik, mereka cenderung bergerombol di sekitar pesisir

dan pulau-pulau dengan koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut untuk 2 – 3

minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau, dan kadangkala danau-danau.

Page 4: Tppl Bandeng Fix

Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak (Purnomowati,

dkk., 2007). Ikan bandeng mempunyai kebiasaan makan pada siang hari. Di habitat aslinya

ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut, berupa

tumbuhan mikroskopis seperti: plankton, udang renik, jasad renik, dan tanaman multiseluler

lainnya. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan ukuran mulutnya (Purnomowati, dkk.,

2007).

Ikan bandeng jantan dan betina sulit dibedakan baik secara morfologi, ukuran, warna

sisik, bentuk kepala dan lain–lainnya. Namun pada bagian anal (lubang pelepasan) pada

induk bandeng yang matang kelamin menunjukkan bentuk anatomi yang

berbeda (Purnomowati, dkk., 2007). Untuk ikan bandeng jantan mempunyai 2 tonjolan kecil

(papila) yang terbuka di bagian luarnya yaitu selaput dubur luar dan lubang pelepasan yang

membuka pada bagian ujungnya. Di dalam alat genital jantan (vasa deferentia), mulai dari

testes menyatu sedalam 2 – 10 mm dari lubang pelepasan. Lubang kencing (urinari pore)

melebar ke arah saluran besar dari sisi atas. Selain itu 2 tonjolan urogenital yang membuka ke

arah ventral anus (Rusmiyati, 2012). Sedangkan untuk betina mempunyai 3 tonjolan kecil

(papila) yang terbuka di bagian anal. Satu lubang adalah lubang anus yang sejajar

dengan  lubang genital pore sedangkan lubang satunya lagi yaitu lubang posterior dari genital

pore berada pada ujung urogenital papila. Dari 2 oviduct menyatu kearah saluran yang lebar

yang merupakan saluran telur dan saluran tersebut berakhir di genital pore (Rusmiyati, 2012).

Ikan bandeng termasuk jenis ikan euryhaline dimana dapat hidup pada kisaran kadar garam

yang cukup tinggi (0 – 140 promil). Oleh karena itu ikan bandeng dapat hidup di daerah

tawar (kolam/sawah), air payau (tambak), dan air asin (laut)(Purnomowati, dkk., 2007).

Menurut Ahmad et al, (1993), larva bandeng merupakan bagian dari komunitas

plankton di laut lepas yang kemudian hidup dan berkembang, hidup di perairan pantai

berpasir, berair jernih dan banyak mengandung plankton, serta bersalinitas 25-35%o. Tahapan

larva berlangsung sampai sekitar 30 hari setelah menetas. Larva mulai makan plankton 72

jam setelah ditetaskan. Benih yaitu larva berumur lebih dari 25 hari atau disebut juga nener,

hidup di perairan pantai berkarang atau pantai berlumpur, berair jernih yang kadang-kadang

ditumbuhi vegetasi campuran atau mangrove, namun subur dan bersalinitas 25-35%o.

Pendederan yaitu benih berumur 1-2 bulan dan berukuran 5-8 cm, hidup di perairan pantai

berlumpur yang banyak mengandung plankton dan kelekap, serta bersalinitas sekitar 20%o.

Dewasa adalah bandeng berumur 6 bulan sampai 4 tahun dengan panjang total 40-70 cm,

biasa hidup di perairan pantai karang atau perairan pantai berlumpur yang ditumbuhi kelekap,

serta bersalinitas 30-35%o. Bandeng dewasa biasa tertangkap dengan gill net di perairan

Page 5: Tppl Bandeng Fix

pantai pada kedalaman 2-10m. Induk, biasa berumur lebih dari 4 tahun, dengan panjang total

70-150 cm hidup di perairan pantai sampai perairan laut dalam dan di terumbu karang. Alat-

alat reproduksinya sudah berkembang dan memijah di perairan dalam. Sampai umur 8 tahun

masih produktif, pada musim pemijahan biasa bergerombol di perairan terumbu karang.

Menurut Murtidjo (2002), bandeng sebagai ikan air laut, memiliki penyebaran yang

sangat luas, yakni dari pantai Afrika Timur sampai ke Kepulauan Tuamutu, sebelah timur

Tahiti, dan dari Jepang Selatan sampai Australia Utara. Namun demikian, ikan bandeng

jarang tertangkap sebagai hasil laut.Menurut Ahmad et al, (1993), siklus reproduksi bandeng

dimulai dari perkembangan gonad yang berdasarkan nilai Gonade Somatic Indeks (GSI),

diameter telur dan penampakan histologis gonad terbagi atas muda (immature), berkembang

(developing), matang (mature), siap pijah (gravid) dan salin (spent). Bobot gonad pada fase

matang berkisar 10-25% berat tubuh. Indikator pemijahan adalah bandeng jantan dan betina

beriringan dengan posisi jantan berada di belakang betina. Pemijahan lebih sering terjadi

pada saat pasang rendah dan fase bulan seperempat. Telur bandeng ditetaskan di perairan

sedang sampai hangat dengan suhu 26-32oC dengan salinitas air 29-34%o. Di alam, telur

berbentuk bulat dengan diameter 1,10-2,25 mm, tidak memiliki gelembung lemak, ruang

perivitelin sempit, berasal dari hasil pemijahan induk bandeng di perairan pantai atau relung

karang. Telur yang telah dibuahi menetas pada suhu 27-31oC dalam waktu 25-35 jam setelah

pembuahan, kemudian terbawa arus ke arah pantai. Pemijahan alami berlangsung dalam

kelompok-kelompok kecil yang tersebar di sekitar gosong karang atau perairan yang jernih

dan dangkal sekitar pulau pada bulan-bulan Maret-Mei dan September-Januari. Jumlah telur

yang dihasilkan dalam satu kali pemijahan antara 300.000 sampai 1.000.000 butir. Bandeng

memijah secara alami pada tengah malam sampai menjelang pagi. Pemijahan bandeng

berlangsung secara partial yaitu telur yang sudah matang dikeluarkan, sedang yang belum

matang terus berkembang di dalam tubuh untuk pemijahan berikutnya. Dalam setahun, satu

ekor bandeng dapat memijah lebih dari satu kali. Di hatcheri, frekuensi pemijahan dapat

ditingkatkan sampai 3 kali dalam setahun dengan implantasi hormon LH-Rha atau HCG. LH-

Rha merupakan jenis hormon untuk mempercepet pematangan gonad hewan.

2.2. Faktor Fisika Kimia

Menurut Effendi (1976). Bahwa salah satu faktor yang sangat menentukan dalam

kehidupan dan pertumbuhan pada ikan adalah kualitas air, makanan, dan keadaan biologis

ikan bersangkutan. Beberapa faktor kualitas air yang penting dalam pembenihan ikan

bandeng yaitu faktor kimia, faktor fisika, dan faktor biologi. Parameter kualitas air yang

Page 6: Tppl Bandeng Fix

menentukan adalah : oksigen terlarut, karbondioksida, derajat keasaman, suhu, kandungan

nitrit, kandungan amoniak, dan kadar garam air (salinitas).Mutu air optimal bagi

pemeliharaan bandeng dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Mutu Air Optimal bagi Pemeliharaan Larva Bandeng.

Parameter Kisaran Bawah Kisaran Atas Optimum

DO (mg/l) 2,0 - 3,0 – 8,5 ppm

Amoniak (mg/l) 0,0 0,1 0

Ph 7,5 9,0 7,2 – 8,3

Temperatur (0C ) 26,0 32,0 27 – 30 0C

Salinitas (ppt) 20,0 35,0 29 – 32 ppt

   (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).

Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-310C salinitas 30

ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan ke dalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah

dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100

cm (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).

Larva umur 0-2 hari kebutuhan makanannya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai

cadangan makanannya. Hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan

rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener.

Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu

disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10

dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen

(Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).

Page 7: Tppl Bandeng Fix

III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1. Alat

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu, akuarium, termometer, timbangan

analitik, pipet tetes, aerator, kertas pH, ember, gayung, penggaris, milimeter block, tissue,

gelas ukur.

3.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu, nener bandeng, pellet, Spirulina

sp., air tawar, dan air laut

3.2. Metode

Metode yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu metode eksperimental

laboratoris adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana peserta melakukan percobaan

dengan mengalami untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis, dimana

praktikan melakukan dan mengalami sendiri, mengikuti proses, mengamati obyek,

menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan suatu obyek, keadaan dan proses dari

materi yang dipelajari tentang gejala alam dan interaksinya. Praktikum pendederan nener

bandeng dengan menggunakan akuarium yang diberi 5 ekor nener bandeng dan diberi pakan

secara rutin pagi dan sore selama 15 hari.

3.3. Pelaksanaan Praktikum

Cara kerja dari praktikum pendederan bandeng adalah sebagai berikut,

1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

2. Dicuci bersih akuarium, lalu disiapkan air laut secukupnya serta nener bandeng

disiapkan 5 ekor

3. Pemberian pakan dilakukan setiap hari, pagi hari diberikan pellet 0,025gr, dan sore

diberikan Spirulina sp. 0,025gr sekitar 1-2 tetes.

4. Diamati hingga hari ke-15

5. Dihitung nener bandeng yang mati

6. Diamati dan dicatat hasilnyaa.

Cara kerja pengukuran temperatur adalah sebagai berikut,

1. Dimasukan termometer hingga tercelup semua bagian

2. Diamkan selama ± 5menit

3. Diamati raksa berhenti pada angka berapa

Page 8: Tppl Bandeng Fix

4. Hasil dicatat

Cara kerja pengukuran pH adalah sebagai berikut,

1. Disiapkan kertas pH universal

2. Sebagian kertas pH dicelupkan

3. Dibandingkan kertas pH yang dicelupkan dengan pH indikator

4. Hasil dicatat

3.4. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 12 November 2014. Bertempat di

laboratorium Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan Universitas Jenderal Soediraman,

Purwokerto

Page 9: Tppl Bandeng Fix

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Tabel hasil pengukuran panjang dan berat awal-akhir

Panjang Awal Panjang Akhir Berat Awal Berat Akhir

2 cm 3 cm 0,2 gram 0,4 gram

4.1.2. Tabel pengukuran faktor fisika

Faktor Fisika Status Kehidupan Ikan

Hari ke- Suhu Pagi Suhu Sore pH

1. 23oC 28 oC 7

2. 24 oC 26 oC 7

3. 23 oC 28 oC 7

4. 24 oC 28 oC 7

5. 24 oC 26 oC 7

6. 23 oC 26 oC 7 Ikan Mati 1 Ekor

7. 24 oC 26 oC 7

8. 24 oC 26 oC 7

9. 24 oC 26 oC 7

10. 24 oC 25 oC 7

11. 23 oC 25 oC 7

12. 24 oC 26 oC 7

13. 24 oC 25 oC 7

14. 24 oC 26 oC 7 Ikan Mati 1 Ekor

15. 24 oC 25 oC 7

Page 10: Tppl Bandeng Fix

Gambar 4.1.1. Nener Bandeng

Page 11: Tppl Bandeng Fix

4.2. Pembahasan

Penebaran nener yang baik yaitu dengan langkah awal dalam budidaya bandeng.

Selanjutnya nener akan berkembang dalam setiap petakan pada tambak yang telah

disediakan. Saat yang baik untuk menebarkan nener ialah pada pagi atau sore hari pada

pertengahan musim penghujan. Pada saat-saat tersebut jumlah air dalam tambak tercukupi

sehingga kadar asam dan gas-gas beracun teroksidasi. Dengan demikian nener tidak

mengalami kematian. Penebaran yang tepat ialah pada pukul 6.00 sampai pukul 7.00 pagi

yang mana udara masih segar dan suhu belum naik serta padatnya penebaran harus seimbang

dengan persediaan makanan alami (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).

Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh nener bandeng yang masih hidup hanya 3

ekor sedangkan 2 ekor nener bandeng mati pada pengamatan hari ke 6 dan 14. Masa kritis

dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk

mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air

pemeliharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal (Direktorat Jenderal Perikanan

Budidaya, 2010). Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16

mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan

morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,

2010).  

Hal ini dikarenakan saat pemeliharaan tidak diberikan aerator sehingga kandungan

oksigen terlarut sangat kecil untuk kehidupan ikan dan sebaliknya kadar karbondioksida dapat

meningkat. Berkurangnya oksigen dalam air karena digunakan untuk pernapasan atau

respirasi ikan dan untuk penguraian bahan organik yang ada dalam air. Kadar oksigen terlarut

yang layak untuk kehidupan organisme minimal 3,5 ppm. Selanjutnya Mudjiman (1986)

mengatakan bahwa kualitas air yang baik bagi kehidupan dan pertumbuhan bandeng tidak

boleh berkurang dari 3 ppm. Demikian pula agar kehidupan ikan dapat optimal maka

kandungan oksigen tidak boleh kurang dari 4 ppm (Wardoyo, 1981). Swingle (1968) dalam

Wardoyo (1981) mengatakan kandungan karbondioksida didalam air tidak boleh lebih dari 12

ppm, supaya kehidupan ikan tidak terganggu. Selain itu faktor pemberian pakan juga

mempengaruhi, pemberian pakan yang tidak tepat waktu dan kadar pakan yang diberikan

pada nener bandeng kurang tepat terkadang diberikan tidak sesuai dengan yang seharusnya.

Waktu pemberian pakan pada pagi hari yaitu sekitar pukul 08.00 dan sore hari pada pukul

06.00. Kadar pakan yang diberikan yaitu pada pagi hari 0,025gr pelet dan pada sore hari

0,025 gr atau sekitar 1-2 tetes Spirulina sp.

Page 12: Tppl Bandeng Fix

Faktor kepadatan juga mempengaruhi, karena ukuran ikan yang terlalu kecil dan

tempat yang besar hal ini kurang sesuai, karena akan menyebabkan pakan akan mengendap di

dasar akuarium yang lama kelamaan akan menyebabkan kualitas air menjadi buruk dan air

bisa menjadi toksik jika dibiarkan terus-menerus. Hal ini sesuai dengan pendapat

Djatikusumo (1977) bahwa faktor kepadatan akan mempengaruhi kelangsungan hidup dari

populasi. Menurut Martosudarmo dkk (1984), bahwa kepadatan dalam penampungan

pendederan di sini adalah jumlah pendederan yang dapat ditampung atau jumlah (ekor)

pendederan dalam tiap unit tempat penampungan dengan angka kematian yang kecil sekali.

Dengan kepadatan yang tinggi dalam bak penampungan, terjadi persaingan tempat, makanan

dan oksigen, sehingga semakin tinggi kepadatan populasi, maka tingkat kelangsungan hidup

menjadi kecil.

Berdasarkan hasil percobaan yang kelompok kami lakukan yaitu pakan yang

diberikan pada nener bandeng tidak hanya pellet saja namun ada tambahan pakan alami yaitu

Spirulina sp. hal ini berdampak positif bagi kelangsungan ikan, karena Spirulina sp.

mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi untuk kelangsungan kehidupan dan

pertumbuhan nener bandeng. Bila ikan budidaya mengkonsumsi pakan yang kandungan

nutrisinya rendah maka pertumbuhanya terhambat bahkan ikan timbul gejala-gejala tertentu

yang disebut kekurangan gizi (Malnutrition) (Kordi dan Ghufron, 2010).

Kualitas air media percobaan pendederan bandeng memegang peranan yang sangat

penting yaitu sebagai pendukung kehidupan pendederan bandeng. Kualitas air ditentukan

dengan mengukur beberapa faktor fisika yang penting. Adapun faktor kualitas air yang

diamati adalah suhu dan pH. Perlakuan kepadatan terhadap kelangsungan pendederan

bandeng, tidak mengalami perubahan suhu dan dalam batas toleransi. Selama penelitian 15

hari suhu air berkisar antara 23 - 28oC. Menurut Lawalata (1977) bahwa suhu berpengaruh

langsung terhadap proses metabolisme. Ranoemiharjo dan Padlan (1976) mengatakan bahwa

pertumbuhan ikan bandeng akan menurun jika suhu air turun sampai 25oC. Schuster (1960)

berpendapat bahwa suhu air yang baik untuk kehidupan ikan adalah berkisar antara 25 -

38,5oC. Dengan demikian bahwa kisaran suhu air media selama penelitian kurang baik untuk

kehidupan ikan, namun pada nener bandeng masih dapat bertahan hidup dan suhu tersebut

masih dianggap normal. Hal ini sesuai pendapat Villaluz da Unggul (1983) dalam Anggoro S

(1984) bahwa pendederan dapat hidup normal pada suhu 20 – 33oC dan dapat tumbuh baik

pada suhu 23,7 – 33 C. Menurut Kordi (2009) yang mengatakan bahwa ikan bandeng masih

dapat tumbuh optimal pada pH 6.5 sampai 9. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian kelompok

kami, pengukuran pH sampai hari ke 15 yaitu 7.

Page 13: Tppl Bandeng Fix

A . Pemeliharaan Larva dan Benih

Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-310C salinitas 30

ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan ke dalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah

dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100

cm (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010). Larva umur 0-2 hari kebutuhan

makanannya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Hari kedua

setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan

berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener. Pada hari ke nol telur-telur

yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai hari ke 8-

10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air

10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen (Direktorat Jenderal

Perikanan Budidaya, 2010). Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari

ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang

diberikan dan kualitas air pemeliharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal

(Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010). Nener yang tumbuh normal dan sehat

umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai

umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa (Direktorat

Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).

Persiapan Bak

         Bak pemeliharaan larva harus bersih dan terbebas dari segala kotoran dan terbebas

dari mikroorganisme pathogen. Untuk menciptakan kondisi tersebut , maka pertama-tama bak

isiram dengan kaporit dengan dosis 5-10 ppm dan di endapkan selama 1 hari setelah itu baru

disiram dengan air tawar sampai bak bersih dari kaporit.

Pengisian Air

Pengisian air  media  pemeliharaan di lakukan apabila pencucian bak  selesai atau

pengisian air media merupakan kegiatan terakhir dalam persiapan bak. Air yang digunakan

adalahh air laut yang telah melalui saringan filter bag. Ketinggian air media pemeliharaan

sampai 7 ton. 

Penebaran Telur

Sebelum telur ditebarkan terlebih dahulu diberikan elbosin kedalam bak. Setelah itu

baru ditebar secara berlahan-lahan. 

Pemberian Pakan

Ketersediaan pakan sangat menentukan dalam keberhasilan pemeliharaan larva ikan

bandeng. Pemberian makanan pada pada larva ikan bandeng harus sesuai dengan bukaan

Page 14: Tppl Bandeng Fix

mulut larva. Jadi beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada larva

ikan bandeng antara lain jenis makanan, jumlah pakan, waktu dan frekuensi serta cara

pemberian pakan. apabila bukaan mulut larva kurang sempurna dan tidak ada kesesuian

dalam menangkap makanan alami maka larva akan banyak mengalami stress dan pada

akhirnya mati. Lebar bukaan mulut larva ikan bandeng 225 mikon dan panjang rahang 200

mikron. Makanan yang cocok untuk bagi larva ikan bandeng yang sesuai dengan bukaan

mulutnya yaitu Rotifer(Brachionus plicatillis), yang ukurannya kurang dari 200 mikron.

Selain itu jenis makanan yang lain yang diberikan adalah Chlorella sp. selain berfungsi

sebagai bahan makanan alami bagi larva bandeng juga berfungsi sebagai makanan Rotifer.

Larva bandeng mulai makan pada saat larva berumur tiga hari, dimana pada saat itu

cadangan makanan (yolk egg) sudah habis diserap. Pada masa itu merupakan masa kritis bagi

larva karena organ pencernaannya mulai dalam tahap penyempurnaan. Menurut (Anindistuti

dkk 1995), bekal kuning telur pada larva bandeng hanya cukup untuk persediaan selama tidak

lebih dari tiga hari, setelah itu larva harus aktif mengambil makanan dari sekitar

lingkungannya. Pada saat larva berumur 3 hari sudah mulai diberikan pakan alami

berupa Chlorella sp. dan Rotifera. Pemberian Chlorella sp. berfungsi sebagai peneduh pada

media pemeliharaan larva terhadap cahaya matahari yang  masuk. Dalam hal ini Chorella sp.

akan mengurangi intensitas cahaya matahari dan juga berfungsi sebagai makanan bagi

Rotifera. Pemberian pakan alami pada larva bandeng dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan

sore hari setelah pemanenan Rotifer.

Pengelolaan Air

Menurut Effendi (1976). Bahwa salah satu faktor yang sangat menentukan dalam

kehidupan dan pertumbuhan pada ikan adalah kualitas air, makanan, dan keadaan biologis

ikan bersangkutan. Beberapa faktor kualitas air yang penting dalam pembenihan ikan

bandeng yaitu faktor kimia, faktor fisika, dan faktor biologi. Parameter kualitas air yang

menentukan adalah : oksigen terlarut, karbondioksida, derajat keasaman, suhu, kandungan

nitrit, kandungan amoniak, dan kadar garam air (salinitas). Pengelolaan kualitas air bertujuan

untuk menjaga kualitas air media pemeliharaan agar tetap optimal untuk pemeliharaan larva

ikan bandeng. Adapun pengelolaan kualitas air yang dilakukan yaitu dengan cara

penyiponan, pergantian air, dan sirkulasi air. Penyiponan dilakukan selama pemeliharaan

larva bandeng yaitu sebanyak 3 kali. penyiponan pertama dilakukan pada saat larva berumur

2 hari setelah menetas. penyiponan ini perlu dilakukan pada bagian dasar bak agar cangkang-

cangkang telur akibat proses penetasan dan telur-telur yang tidak menetas dapat dikeluarkan.

Karena bila tidak disipon akan membusuk dan menjadi amoniak dan akan menjadi racun bagi

Page 15: Tppl Bandeng Fix

larva. Penyiponan kedua dilakukan pada saat larva berumr 10 hari. Penyiponan ini dilakuan

supaya kotoran yang berupa sisa pakan, feses larva, dan larva yang mati berada di dasar bak

dikeluarkan. Penyiponan ketiga dilakukan pada saat larva berumur 18 hari menjelang panen.

Penyiponan ini dilakukan untuk membersihkan kotoran dan lumut yang  menempel di dasar

bak, penyiponan ini sangat perlu dilakukan karena jika tidak disipon larva akan tersangkut

dilumut pada saat panen nener dilakukan.

Selain penyiponan, pergantian air dan sirkulasi air perlu dilakukan pada saat

pemeliharaan larva supaya kualitas air media pemeliharaan larva tetap bagus. Pergantian air

mulai dilakukan pada saat larva berumur 10 hari dengan cara mengeluarkan air sebanyak 10

% dari volume awal dan ini dilakukan setiap hari dengan volume yang semakin meningkat

sampai  dengan panen. Pergantian air ini bertujuan agar air sebagai media pemeliharaan tetap

dalam kondisi yang optimal bagi larva bandeng. Menurut Zakaria (2010) mengatakan bahwa

suhu yang baik untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan bandeng berkiasar antara 24 sampai

31 °C. Hal ini juga didukung oleh pendapat Kordi (2005) bahwa suhu optimal untuk

pemeliharaan ikan bandeng berkisar antara 23 sampai 32°C. Menrut Zakaria (2010),

kandungan oksigen yang sesuai untuk pemeliharaan ikan bandeng tidak kurang dari 3 ppm.

Kordi (2009) yang mengatakan bahwa ikan bandeng masih dapat tumbuh optimal pada pH

6.5 sampai 9. Sedangkan salinitas yang diperoleh yaitu berkisar antara 31 sampai 32 ppt.

Kisaran ini masih sesuai untuk pemeliharaan larva ikan bandeng. Menurut Anonim, (2010)

salinitas yang sesuai untuk pemeliharaan larva ikan bandeng berkisar 29 sampai 32 ppt.

Panen Larva

Pemanenan adalah suatu unit kegiatan akhir dalam pembenihan ikan bandeng. Panen

larva ikan bandeng dilakukan dengan cara pemanenan total kemudian dilakukan

pemeliharaan selanjutnya di bak sortiran selama 3 sampai 5 hari. Pemanenan larva dimulai

dengan menurunkan volume air sebanyak 80%, kemudian kelambu panen dipasang pada

ujung pipa pengeluaran air bak larva. Jika nener sudah terlihat banyak yang tertampung di

dalam kelambu panen segera diseser dan dipindahkan ke bak sortiran untuk disortir dan

dipelihara. Waktu pemanenan larva dilakukan pada pagi hari. Pemanenan dilakukan pada saat

larva berumur 17 hari (D17) sampai larva berumur 20 hari (D20) atau ketika benih telah

mencapai ukuran 12 mm dengan berat 0,006 gram dan saat penampakan morfologisnya sudah

menyamai bandeng dewasa.  Menurut Anonim (2010), nener yang tumbuh normal dan sehat

umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai

umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa. (Ghufron

dan Kordi, 2005), menyatakan bahwa tingkat kelangsungan hidup larva ikan bandeng selama

Page 16: Tppl Bandeng Fix

20 sampai 25 hari yaitu berkisar 65% sampai 80%. Tingginya tingkat kelangsungan hidup

larva ikan bandeng diakibatkan oleh pengelolaan air media pemeliharaan yang terkontrol

serta jumlah dan jenis pakan yang diberikan pada larva yang sudah tepat sesuai dengan

kebutuhannya.

B . Pendederan

Pendederan nener dapat dilakukan di petakan tambak, bak terkontrol, maupun hapa

yang ditancapkan di tambak. Pendederan umumnya berlangsung selama 80 hari. Pendederan

bertujuan untuk mendapatkan gelondongan bandeng berukuran 75—100 g/ekor. Selama

tahap pendederan pertambahan bobot ikan per hari berkisar 40-50 mg. Menurut Murtidjo,

(2002) telur yang dibuahi kemudian dipanen dan diinkubasi dan diaerasi hingga telur pada

tingkat embrio, selain itu pada pukul 17.00 suhu di dalam air rendah yaitu 280C.

C . Pemanenan

Menurut Cahyono (2007), ikan bandeng dengan berat awal atau berat saat penebaran

benih pertama dengan berat 40 gram dengan lama pemeliharaan 4 – 6 bulan akan mengalami

peningkatan berat tubuh sebesar 250 gram. Pemanenan dapat di lakukan maksimal setelah

benih berumur 25 hari.Bandeng dapat dipanen setelah mencapai ukuran konsumsi (300-500

g/ekor) dengan lama pemeliharaan 4-5 bulan dari gelondongan. Sementara itu, bandeng super

dapat dipanen setelah berukuran 800 g/ekor dengan masa pemeliharaannya selama 120 dari

gelondongan ukuran 100-150 g/ekor. Tingkat produktivitas bandeng dalam KJA ditentukan

oleh faktor laju pertumbuhan, sintasan, kuantitas, dan kualitas pakan serta pengelolaan budi

daya. Panen bisa dilakukan secara selektif atau total dengan menggunakan seser (Murtidjo,

2002). Air bak pemeliharaan larva diturunkan airnya sebanyak 80% atau sebanyak 5 ton.

Kelambu panen size 50 dipasang di ujung saluran pipa pengeluran bak pemeliharaan larva.

Penutup pipa pengeluaran dibuka pelan-pelan supaya nenernya keluar sedikit demi sedikit.

Nener yang berada di kelambu panen diseser menggunakan gayung dan dimasukkan ke

dalam ember. Nener yang sudah dipanen dipindahkan ke bak sortiran untuk disortir dan

dipelihara selama 3-5 hari baru panen untuk dipacking.

Page 17: Tppl Bandeng Fix

KESIMPULAN

Page 18: Tppl Bandeng Fix

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad et al, (1993), Ahmad, T., M.J.R. Yakob, D. Rohaniawan, M. Suparya, dan Budiman.

1993. Sistem usaha perikanan berbasis bandeng umpan. Laporan Hasil Penelitian

ARMP 1996/97. Balai Penelitian Perikanan Pantai, Maros. 57 hlm),

Amri, K. dan Khairuman. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka.

Jakarta.

Anggoro, S. 1984. Pengaruh Salinitas Terhadap Kuantitas dan Kualitas Makanan Alami

Serta Produksi Biomassa Nener Bandeng. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Direktorat Jendral Perikanan dan Pengembangan Perikanan. 2010. Budidaya

Bandeng. Jakarta.

Djatikusumo, E. W. 1977. Dinamika Populasi. AUP. Jakarta.

Effendi, I., 1978. Biologi Perikanan (Bag. I Study Natural History). Fakultas Perikanan, IPB.

Bogor. 105 hal.

Fujaya. Y, 2008. Fisiologi Ikan, Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. PenerbitRineka

cipta. Jakarta

Ghufron. M, 2001. Pembesaran Ikan Bandeng di Keramba Jaring Apung.

Kanisius.Yogyakarta Kordi dan Ghufron. 2005. Budidaya Ikan Laut. Rineka Cipta.  Jakarta.

Khairuman, dan K. Amri. 2010. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka.

Jakarta. Cetakan kedelapan.

Kordi dan Gufron. 2010. Buku Pintar Pemeliharaan 14 Ikan Air Tawar Ekonomis di

Keramba Jaring Apung. Lily publisher. Jogjakarta.

Lawallata, J. J. 1977. Oceanografi Perikanan AUP. Jakarta.

Martosudarmo, B. Sudarmini, E. Salamun, B. dan Ranoemihardjo, B. S. 1984. Biologi

Bandeng. Pedoman Budidaya Tambak. Dirjen Perikanan. Jakarta.

Mudjiman, A. 1986. Budidaya Ikan di Sawah Tambak. CV. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mudjiman, A. 1998. Budidaya Bandeng di Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 19: Tppl Bandeng Fix

Murtidjo, B. A,. 2002. Bandeng. Kanisius. Yogyakarta

Padlan. Ranoemiharjo. 1976. Teknik Pengelolaan Peneneran Bandeng (Chanos chanos

Purnamawati. 2002. Peranan Kualitas Air Terhadap Keberhasilan Budidaya Ikan

di Kolam Forskal). Lembaga Penelitian Perikanan Darat. Pusat Pembenihan Udang .

Jepara.

Purnomowati, I., Hidayati, D., dan Saparinto, C. 2007. Ragam Olahan Bandeng. Kanisius.

Yogyakarta.

Rusmiyati, S. 2012. Budidaya Bandeng Super. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Schuster, W. H. 1960. Sinopsis of Biological Data On Milkfish (Chanos chanos Forskal).

FAO Fisheries Biology Sinopsis. No. 4.

Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Wardoyo, S. T. H. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Kepoerluan Pertanian dan Perikanan.

Fakultas Perikanan. IPB. Bogor. hal 41.

Zakaria. 2010. Petunjuk Teknik Budidaya Ikan Bandeng.

Darihttp://cvrahmat.blogspot.com/2011/04/budidaya-ikan-bandeng.html(Diakses

tanggal 15 Juli 2013).