Total Hip Replacement

8
TOTAL HIP REPLACEMENT (ARTHROPLASTY) Dr. Ronald E. Pakasi DEFINISI Arthroplasty = rekonstruksi sendi yang mengalami penyakit, kerusakan, atau ankilosis dengan cara modifikasi natural atau pemberian materi artifisial. Etiololgi tersering kelainan panggul individu dewasa antara lain: osteoartritis, rheumatoid artritis, nekrosis avaskular, penyakit degeneratif sendi pasca trauma (posttraumatic degenerative joint disease), kelainan kongenital, dan infeksi dalam sendi atau pada tulang di sekitarnya. INDIKASI Nyeri dan disfungsi progresif (dan/atau): Penurunan mobilitas, rawat diri, dan AKS sekalipun telah mendapat terapi konservatif. Indikasi berdasarkan penyakitnya: Artritis: RA, juvenile rheumatoid (Still’s disease), artiritis piogenik (dengan infeksi yang sudah mereda) Ankylosing spondylitis Nekrosis avaskular (pasca fraktur / dislokasi, idiopatik) Tumor tulang Cassion’s disease Penyakit sendi degeneratif (osteoartritis) Developmental dysplasia of the hip (DDH) Failed hip reconstruction (cup arthroplasty; femoral head prosthesis; girdlestone procedure; resurfacing arthroplasty; total hip replacement ) Fraktur / dislokasi (asetabulum, femur proksimal) Fusi atau pseudoarthrosis pangggul Gaucher’s disease Hemoglobinopati (sickle cell disease) Kelainan herediter Legg-Calvé-Perthes disease (LCPD) Osteomielitis (pada lokasi yang jauh, dan tidak aktif) hematogenik, pasca operatif osteotomi Penyakit ginjal (terinduksi kortison, alkoholisme) Slipped capital femoral epiphysis (SCFE) Dr. Ronald E. Pakasi – Total Hip Replacement 1

Transcript of Total Hip Replacement

TOTAL HIP REPLACEMENT (ARTHROPLASTY)

TOTAL HIP REPLACEMENT (ARTHROPLASTY)Dr. Ronald E. Pakasi

DEFINISIArthroplasty = rekonstruksi sendi yang mengalami penyakit, kerusakan, atau ankilosis dengan cara modifikasi natural atau pemberian materi artifisial.

Etiololgi tersering kelainan panggul individu dewasa antara lain: osteoartritis, rheumatoid artritis, nekrosis avaskular, penyakit degeneratif sendi pasca trauma (posttraumatic degenerative joint disease), kelainan kongenital, dan infeksi dalam sendi atau pada tulang di sekitarnya.INDIKASI Nyeri dan disfungsi progresif (dan/atau):

Penurunan mobilitas, rawat diri, dan AKS sekalipun telah mendapat terapi konservatif.

Indikasi berdasarkan penyakitnya: Artritis: RA, juvenile rheumatoid (Stills disease), artiritis piogenik (dengan infeksi yang sudah mereda)

Ankylosing spondylitis

Nekrosis avaskular (pasca fraktur / dislokasi, idiopatik)

Tumor tulang

Cassions disease

Penyakit sendi degeneratif (osteoartritis) Developmental dysplasia of the hip (DDH)

Failed hip reconstruction (cup arthroplasty; femoral head prosthesis; girdlestone procedure; resurfacing arthroplasty; total hip replacement)

Fraktur / dislokasi (asetabulum, femur proksimal)

Fusi atau pseudoarthrosis pangggul

Gauchers disease

Hemoglobinopati (sickle cell disease)

Kelainan herediter

Legg-Calv-Perthes disease (LCPD)

Osteomielitis (pada lokasi yang jauh, dan tidak aktif) hematogenik, pasca operatif osteotomi

Penyakit ginjal (terinduksi kortison, alkoholisme)

Slipped capital femoral epiphysis (SCFE)

Tuberculosis

KONTRAINDIKASI

Absolut Infeksi aktif dalam sendi, (unless carrying out a revision as either an immediate exchange or an interval procedure). Infeksi sistemik atau sepsis.

Neuropati pada sendi

Tumor malignan yang tidak memungkinkan dilakukannya fiksasi komponen

Relatif Infeksi yang terlokalisir, khususnya infeksi saluran kemih, kulit, dada, atau infeksi lokal lainnya. Absen atau insufisiensi relatif otot-otot abduktor.

Defisit neurologis progresif.

Setiap proses yang dapat menghancurkan tulang secara cepat.

Pasien yang memerlukan prosedur dental atau urologik yang ekstensif, seperti TUR prostat; sebaiknya sudah menjalaninya sebelum mendapat THR. TINDAKAN OPERATIFKomponen THR yang umum diberikan:

1. unipolar endoprosthesis

2. bipolar endoprosthesis

3. true total hip components (komponen femoral & asetabular terpisah)Implan UnipolarDisebut juga endoprosthesis Moore atau Austin-Moore. Merupakan komponen logam campuran tunggal bermesin (single, machined metal alloy) yang terdiri atas bagian femoral stem (batang), leher, dan kepala. Kepala implan diartikulasi dengan kartilago asetabulum asal.

Prosthesis ini umumnya digunakan pada pasien usia lanjut dengan mobilitas minimal, yang mengalami fraktur collum femur intrakapsular (subkapital) yang mengalami pergeseran (displaced).

Implan Bipolar Endoprosthesis bipolar terdiri atas komponen asetabulum dengan bahan logam campuran bersaput (polished metal alloy), yang secara anatomis disamakan dengan asetabulum agar dapat memberikan pembebanan permukaan (surface bearing). Kepala komponen ini berbentuk sferikal serta berukuran besar. Di dalam komponen terdapat pelapis polyethylene (polyethylene liner), sehingga padanya dapat dipasang komponen femoral. Struktur ini menyebabkan terjadinya pembebanan luar (outer bearing interface) antara permukaan implan dan asetabulum asal; serta pembebanan dalam (inner bearing interface) antara lapisan polyethylene dan komponen femoral. Desain seperti ini secara teori mengurangi gerakan pada asetabulum asal (pertemuan kartilago-metal), dengan cara meningkatkan pergerakan pada bagian prosthetik yang bebas bergerak (moveable); dan dengannya mengurangi pembebanan (stress), aus (wear), atau erosi. Penggunaan endoprosthesis bipolar sama dengan unipolar, atau dapat pula digunakan pada arthroplasti revisi (revision arthroplasty).

Total Hip ArthroplastyKomponen THA terdiri atas femoral stem (dalam berbagia ukuran dan bentuk), leher femoral (dalam berbagai sudut dan panjang), serta mangkuk (cup) asetabular dengan pelapis polyethylene dalam berbagai ukuran dan inklinasi. Komposisi ini memungkinkan dilakukannya pelapisan ulang (resurfacing) kedua sisi pada sendi panggul, serta memungkinkan pencetakan individual dalam ketepatan tertinggi. Dibanding endoprosthesis lainnya, komponen THA merupakan alat yang paling kompleks untuk dipasang secara benar, namun merupakan teknik yang paling sering digunakan.

Cemented vs. CementlessCementedTeknik rehabilitasi akan sangat bergantung pada jenis fiksasinya. Dikenal 2 jenis teknik fiksasi yang umum digunakan, yaitu: cemented dan cementless atau Press-Fit. Secara umum, teknik cemented digunakan hanya pada komponen femoral. Semen merupakan bahan yang cepat mengeras dalam 15 menit setelah pemasangan. Beberapa ahli bedah berpendapat bahwa proteksi terhadap pembebanan (weight-bearing) harus diberikan hingga tulang (setelah mengalami trauma mekanik dan termal), pada pertemuannya dengan lapisan semen, mengalami rekonstitusi dengan pembentukan peri-implant bone plate. Fenomena ini memakan waktu hingga 6 minggu. Bagaimanapun, kebanyakan ahli bedah percaya, bahwa stabilitas awal yang diciptakan fiksasi semen sudah cukup untuk memungkinkan dilakukannya full weight-bearing dengan tongkat atau walker. Teknik cemented dilakukan dengan cara sebagai berikut: setelah cement restrictor plug dipasang pada kanal femoral distal, segera dibuat polymethylmethacrylate (PMMA) yang kemudian dimasukkan ke dalam kanal femoral menggunakan pressurization cementing technique. Dengan demikian bila femoral stem dipasang akan tercipta ikatan yang erat dari prosthesis pada kanal intramedular dengan mantel semen melingkar (circumferential cement mantle). Bahan semen polimerisasi secara rigid akan memfiksasi komponen femoral. Secara umum, dengan teknik ini pasien diizinkan untuk melakukan weight-bearing sesuai toleransi, sesegera mungkin setelah operasi.Cementless (Noncemented)Pada teknik cementless (tanpa semen), fiksasi awal dilakukan dengan menggunakan Press-Fit. Pada teknik ini, digunakan komponen femoral yang memiliki lapisan permukaan yang berpori, untuk menciptakan pertumbuhan (ingrowth) dan stabilitas tulang. Teknik Press-Fit umumnya digunakan pada pasien yang berusia lebih muda dan lebih aktif.Dengan teknik ini fiksasi implan maksimal cenderung belum akan tercapai, hingga ditemukannya pertumbuhan jaringan pada implan atau ke dalam implan (ongrowth or ingrowth). Stabilitas umumnya akan cukup setelah 6 minggu. Bagaimanapun, stabilitas maksimal mungkin tidak akan dicapai hingga sedikitnya 6 bulan. Dengan alasan ini, banyak ahli bedah menganjurkan agar weight-bearing dalam 6 minggu pertama hanya dilakukan dengan teknik toe-touch weight bearing. Dengan demikian, secara umum pasien yang diberikan teknik ini harus menunggu sedikitnya 6-8 minggu sebelum diizinkan melakukan full weight-bearing, agar pertumbuhan tulang dapat berjalan stabil.

Catatan: dalam sebagian besar kasus, mangkuk asetabular merupakan bahan Press-Fit. Komponen pelapis berpori seperti ini dalam banyak kasus dibuktikan memberikan hasil yang sangat baik, dibanding pelapis implan asetabular yang tidak berpori (non-porous). Untuk menambah stabilitas dapat dipasang 1 atau 2 skrup (scews). Manuver SLR (straight leg raising) dapat menyebabkan pembebanan keluar (out-of-plane) yang sangat besar pada panggul; begitu pula dengan angkat-samping (side-leg-lifting) pada posisi tidur, dan karenanya kedua manuver ini harus dihindari. Selain itu kontraksi isometrik yang besar pada otot-otot abduktor panggul, (terutama latihan tahanan/resistance) harus dilakukan secara berhati-hati; dan sebaiknya dihindari pada tindakan osteotomi trokanter.Pada teknik non-cemented, tahanan rotasional awal panggul umumnya rendah, karena itu selama 6 minggu pertama atau lebih, panggul harus dilindungi dari gaya rotasional yang besar. Beban gaya rotasional seperti ini sering terjadi ketika seseorang akan bangun dari posisi duduk. Karena itu, pada posisi duduk, pasien harus mendorong badannya dengan menggunakan tangan.

Setelah tercapai full weight-bearing, pasien harus tetap menggunakan tongkat pada sisi kontralateral hingga dapat berjalan tanpa pincang (limp). Hal ini membantu mencegah terbentuknya pola jalan Trendelenburg.REHABILITASITujuan rehabilitasi meliputi:

1. Tatalaksana nyeri pasca operasi secara memuaskan.2. Mempertahankan stabilitas medis.

3. Mencapai penyembuhan insisi yang memuaskan.

4. Menjaga agar tidak terjadi dislokasi implan.

5. Mencegah bahaya tirah baring (mis: trombo-flebitis, emboli paru, dekubitus, pneumonia).

6. Mencapai lingkup gerak sendi (LGS) yang bebas nyeri, dalam batasan yang diizinkan.7. Memperkuat otot-otot panggul dan lutut.

8. Mecapai kekuatan fungsional.

9. Mempelajari metode transfer dan ambulasi dengan menggunakan alat bantu.

10. Mencapai kemajuan yang memuaskan dalam kondisi kehidupan sehari-hari sebelumnya.

Risiko DislokasiDislokasi merupakan risiko tertinggi yang dapat terjadi pada minggu pertama, khhususnya mereka yang pernah memiliki jaringan periartikular yang lemah, tindakan pembedahan revisi, atau riwayat dislokasi sebelumnya. Karena itu tindakan pencegahan dan edukasi pasien memegang peranan yang sangat penting.Kebanyakan ahli bedah melakukan pendekatan posterolateral pada sendi panggul, dan mendislokasi sendi tersebut dengan hiperfleksi, adduksi, dan rotasi internal. Setelah dilakukan hip replacement, kombinasi ketiga gerakan di atas dapat berisiko menyebabkan re-dislokasi. Karena itu bantal-abduksi atau baji (wedge) harus diletakkan di antara kedua kaki untuk mempertahankan kedudukan (alignment) yang aman. Pasien diajarkan untuk tidak melakukan fleksi panggul saat melakukan gerakan meraih / menjangkau benda. Selain itu perlu disediakan alat-bantu adaptif untuk melakukan perawatan anggota tubuh segmen bawah. Selanjutnya dudukan toilet dan/atau bathub perlu ditinggikan untuk mencegah fleksi panggul di atas 90 derajat.Pengawasan ketat untuk mencegah dislokasi harus dilakukan sedikitnya selama 6 minggu. Pada beberapa kondisi, dapat diberikan abduction hip brace untuk mencegah redislokasi panggul. Namun hal ini dapat menyebabkan keterbatasan gerak yang berat, keterbatasan untuk melakukan aktivitas di kamar mandi (toiletting, bathing, etc.) dan juga hambatan mobilitas.

Leg-Length Discrepancy (LLD)Tidak jarang pasien merasakan adanya LLD pasca THR. Karena itu pada tahap awal perlu disingkirkan kemungkinan dislokasi. LLD didiagnosis bila terdapat perbedaan sedikitnya inchi atau lebih. Pada LLD yang besar, sementara dapat diberikan peninggian alas kaki (lifts). Namun perlu dilihat pula penyebabnya, apakah dapat diperbaiki dengan berjalannya terapi.

Beberapa kasus LLD terjadi sebagai konsekuensi adanya ketidak-seimbangan pada pelvic obliquity yang terjadi dari imbalans otot atau kontraktur panggul (mis: adductor tightness). Risiko Deep Vein ThrombosisDVT dapat terjadi setiap saat pada waktu operasi, atau dalam 6 minggu pertama pasca operasi. Insidens DVT pada THR tanpa profilaksis adalah 40% - 70%. Insidens proximal clot (trombosis pada vena popliteal atau bagian yang lebih proksimal) adalah 10% - 20%. Risiko emboli paru fatal adalah 0,5% - 5%. Profilaksi ideal adalah dengan pemberian warfarin, dan mempertahankan INR dalam nilai 2 3. Namun kebanyakan ahli orthopedi merasa khawatir dengan risiko perdarahan, dan memilih untuk mempertahankan INR dalam nilai 1,8 2.

Pilihan profilaksis lain yaitu enoxaparin, dapat diberikan 30 mg subkutan per 12 jam. Bekuan tungkai bawah (calf clots) yang menjalar dapat diatasi dengan pemberian antikoagulan selama 6 minggu 3 bulan. Sedangkan DVT yang nyata diberikan antikoagulan selama 3-6 bulan. Proses RehabilitasiSecara umum protokol rehabilitasi THR memakan waktu 9 10 hari. Latihan terapetik untuk meningkatkan mobilitas dan kekuatan panggul dan lutut dimulai pada hari pertama program dan seterusnya dilanjutkan setiap hari. Pada hari ketiga pasca operasi, pasien sudah harus dapat mentoleransi latihan 2 3 jam per hari, kecuali bila terdapat masalah medis lain. Latihan LGS aktif-asistif dan latihan kekuatan diberikan secara bertahap, dan ditingkatkan sesuai toleransi. Latihan penguatan abduktor merupakan latihan yang penting, namun perlu berhati-hati, khususnya bila dilakukan osteotomi trokanter (lih. pembahasan di atas). Latihan lain meliputi: ankle pumps, heel slides, quad sets, gluteal squeezes, SLR (lih. appendix).

Ambulasi dini dengan proteksi perlu dilakukan segera, sesuai dengan toleransi pasien. Alat bantu weight-bearing (mis: crutches, arm rest) harus digunakan selama manuver duduk-ke-berdiri dan pada saat naik tangga, khususnya pada hari-hari pertama pasca operasi. Latihan mobilitas ditingkatkan bertahap sesuai toleransi pasien, respon latihan, dan penilaian restriksi weight-bearing (lih. bawah).

Regimen Post Operasi

1. Keluar dari tempat tidur (out of bed) dengan menggunakan kursi-stroke 2x/hari dengan bantuan (assistance) selama 1 2 hari pasca operasi. JANGAN menggunakan kursi rendah!!2. Mulai ambulasi dengan alat bantu (walker) 2x/hari selama 1-2 hari pasca operasi, dengan bantuan terapis.Status Weight-bearing1. Cemented prosthesis: WB sesuai toleransi dengan walker sedikitnya 6 minggu, dilanjutkan dengan menggunakan tongkat selama 4 6 bulan pada sisi kontralateral.2. Cementless technique: touch-down (toe-touch) WB dengan walker selama 6-8 minggu (beberapa ahli menganjurkan 12 minggu), kemudian gunakan tongkat pada sisi kontralateral selama 4-6 bulan. Kursi roda dapat digunakan untuk jarak jauh, dengan menghindair fleksi panggul >80o. Saat menggunakan kursi roda, foot resti harus dipastikan cukup panjang. Letakkan bantalan segitiga pada dudukan (seat) kursi roda, dimana titik bantalan tertinggi mengarah posterior, untuk mencegah fleksi panggul berlebihan.

Catatan: (Menurut Skerker & Mulford, 2002. Frontera Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation):Setelah kembali ke komunitas pasca operasi, pasien dapat ambulasi dalam komunitas, awalnya dengan walker atau cane, setelah itu ambulasi tanpa alat bantu atau kembali ke keadaan awal pra operasi dalam 4 12 minggu. Laju pencapaian dalam gait training umumnya dibatasi oleh status WB yang ditentukan saat operasi. Kebanyakan orang dapat kembali ke berbagai aktivitas seperti: dansa, olahraga low impact, dan regimen latihan pra operasi dalam 12 minggu...

Aktivitas Olahraga1. Boleh: bersepeda, golf, bowling.

2. Tidak boleh / dihindari: lari / jogging, ski air, sepak bola, hoki, karate, voli, badminton, dst (olahraga yang menyebabkan beban atau torque yang tinggi melalui femur).

Latihan Rehabilitatif (lih. appendix)

Kepustakaan:

1. Cameron H, Brotzman SB. The arthritic lower extremity. In: Brotzman SB, Wilk KE, editors. Clinical Orthopaedic Rehabilitation. 2nd ed. Philadelphia: Mosby 2003. p.441-74.2. Skerker RS, Mulford GJ. Total hip replacement. In: Frontera WR, Silver JK, editors. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation. Philadelphia: Hanley & Belfus, Inc. 2002. p.290-6.3. American Academy of Orthopaedics Surgeons.

http://orthoinfo.aaos.org/booklet PAGE 7Dr. Ronald E. Pakasi Total Hip Replacement