Topik Distosia His, Janin, Jln Lahir Kel 3_Kls A

79
LAPORAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL (Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal dengan metode Collaborative Learning) DISUSUN OLEH: Kelompok 3 Jalur Umum A / Semester IV Addiba Himma Rosyida P17324112001 Anes Zakia Rahayu P17324112003 Annies Shafira Asyarie P17324112005 Bilqis Suci Agnia` P17324112044 Della Amalia P17324112009 Elliza Natalia Gunawan P17324112043 Rizki Nopria P17324112036 JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG 1

description

distosia

Transcript of Topik Distosia His, Janin, Jln Lahir Kel 3_Kls A

LAPORAN

KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL (Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal dengan metode Collaborative Learning)

DISUSUN OLEH:

Kelompok 3

Jalur Umum A / Semester IV

Addiba Himma RosyidaP17324112001

Anes Zakia RahayuP17324112003

Annies Shafira AsyarieP17324112005

Bilqis Suci Agnia`P17324112044

Della AmaliaP17324112009

Elliza Natalia GunawanP17324112043

Rizki NopriaP17324112036

JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG

2013/2014

BAB I

Pelaksanaan Laporan Kegiatan Collaborative Learning (CL)

1.1 Materi/topik yang dibahas dalam CL

Asuhan Kebidanan pada kehamilan dan persalinan dengan:

1. Distosia kerena kelainan tenaga/his (His hipotonik, His hipertonik, His yang tidak terkoordinasi

2. Distosia karena kelainan janin (Bayi besar/distosia bahu, Hidrosefalus, Anensefalus, Kembar siam, Gawat janin)

3. Distosia karena kelainan alat kandungan (Kelainan vulva, vagina, uterus/serviks

4. Distosia karena kelainan jalan lahir/panggul (Kesempitan PAP, Kesempitan BPTP, Kesempitan PBP)

1.2 Waktu pelaksanaan kegiatan CL

Rabu, 28 Mei 2014 di Ruang Kelas Jalur Umum 2A

1.3 Dosen pembimbing sebagai fasilitator/narasumber

Desi Hidayanti, SST, MPH

1.4 Peserta yang mengikuti CL

1. Ketua: Della Amalia2. Notulen: Elliza Natalia Gunawan

3. Anggota:

a. Addiba Himma Rosyida

b. Anes Zakia Rahayu

c. Annies Shafira Asyarie

d. Bilqis Suci Agnia

e. Rizki NopriaBAB II

Proses Kegiatan

2.1 Kasus/masalah yang dibahas

Kasus 1

Ny. Isti, 30 tahun G2P1A0 hamil aterm datang ke BPM bidan Dahlia tanggal 2 Desember 2014 pukul 20.00, dengan keluhan untuk mules-mules dari kemarin jam 21.00, klien sudah mengeluarkan lendir darah dan belum mengeluarkan air-air. Gerakan janin masih dirasakan sampai saat ini.Hasil anamnesa: HPHT 18 Maret 2014. Riwayat obstetric yang lalu anak pertama (dua tahun yang lalu) lahir dengan vacuum ekstraksi dan induksi persalinan, umur kehamilan 38 minggu, BB 3000 gram, penolong dokter, di RS, dikarenakan partus lama karena incoordinate uterine action. Hasil pemeriksaan: tanda vital dalam batas normal, konjungtiva tidak anemis, muka tidak oedem, TFU 32 cm, L1 teraba bokong, L2 teraba punggung di kiri, L3 teraba kepala sudah masuk PAP. L4 sejajar, 3/5. his sering dan teratur 3x/10/25, DJJ 155x/menit. Hasil pemeriksaan dalam: pembukaan 4 cm, ketuban utuh, teraba kepala di station -2Tiga jam kemudian, ibu mengatakan mules semakin jarang dengan frekuensi 1 sampai 2 kali dalam 10 menit. Ibu mengatakan cape dan ngantuk karena dari kemarin tidak bisa tidur. Bidan melakukan pemeriksaan dalam didapatkan hasil pembukaan 4 cm, ketuban negatif, kepala turun di st -1. Kemudian bidan melakukan observasi kemajuan persalinan didapatkan hasil:

JamHisDJJ

21.301-2 x/10 mnt, 10-15140 x/mnt, regular

22.001-2 x/10 mnt, 10-15140 x/mnt, regular

22.301-2 x/10 mnt, 10-15144 x/mnt, regular

23.001-2 x/10 mnt, 10-15140 x/mnt, regular

23.301-2 x/10 mnt, 10-15148 x/mnt, regular

00.001-2 x/10 mnt, 10-15140 x/mnt, regular

Kasus 2

Ny. Cepi usia 30 tahun G3P2A0 hamil aterm datang ke bidan untuk memeriksakan diri pada tanggal 1 November 2012 pukul 08.30. HPHT 2 Februari 2012. Pasien mengatakan mules-mules teratur sejak pukul 01.00 malam, sudah mengeluarkan lendir darah dan belum mengeluarkan air-air. Riwayat setelah menikah ibu pernah mengalami operasi kelamin karena kelainan vulva dan vagina. Ibu belum pernah dilakukan pemeriksaan panggul luar.

Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu

NoTahunKehamilanPersalinanKondisi Bayi

12004Prematur (28 mg), krn serviks inkompetenSpontan

BBL 1500 gr.

Mati

22006Prematur (34 mg). Didiagnosa CPD (hasil pem CV 10 cm)Spontan

BBL 1900 gr

32013Kehamilan

ini

Hasil pemeriksaan: tanda vital normal, konjungtiva tidak anemis, muka tidak oedem. TFU 28 cm, LI teraba bagian lunak, kurang bulat, dan tidak melenting; LII sebelah kiri teraba 1 bagian memanjang, sebelah kanan teraba bagian kecil; LIII teraba bagian keras, sudah tidak bisa digoyangkan; LIV sejajar 3/5. His teratur 3-4x/10/35, DJJ 145x/menit. Pemeriksaan dalam pembukaan 5 cm, ketuban utuh, kepala di station -1, UUK kiri melintang, molase 0.

Empat jam kemudian, pukul 12.30, ibu mengatakan mules teratur 3-4x/10/30-40, DJJ 145x/menit. Pemeriksaan dalam: pembukaan 9 cm, ketuban utuh, kepala di station -1, UUK kiri melintang, molase +1.Satu jam kemudian, pukul 13.30, ibu mengatakan ingin mengedan. His teratur 3-4x/10/40-45, DJJ 147x/menit. Bidan melakukan pemeriksaan dalam didapatkan hasil pembukaan 10 cm, selaput ketuban tidak ada, kepala di station -1, UUK kiri depan, molase +3, spina ischiadica sangat menonjol.Kasus 3

Ny. Desti berusia 35 tahun dengan kehamilan anak ke enam dan lima anak sebelumnya hidup. Ibu datang ke BPM pukul 22.00 karena inpartu aterm kala I.

Hasil pemeriksaan: TTV dalam batas normal, TFU 38 cm, letak memanjang, punggung kiri, presentasi kepala, his: 4x10, DJJ 145 x/ menit reguler.

Kemajuan persalinan berlangsung normal. Inpartu kala II mulai berlangsung pukul 04.00 dan kepala bayi sudah lahir namun tetap melekat di vulva, bahu belum lahir.

Kepala sudah lahir, kepala seperti tertarik ke dalam atau kepala kura-kura, dagu menempel ke perineum dan tarikan untuk menarik bahu tak berhasil, dilakukan manuver Mc Roberts tidak berhasil, kemudian dilakukan menuver Rubin dan berhasil melahirkan bahu bayi 30 menit kemudian. Bayi lahir dalam keadaan asfiksia, dan didiagnosa kemugkinan mengalami fraktur klavikula.

Pertanyaan dan Jawaban Kasus 11. Bagaimana analisa (kemungkinan diagnosis dan masalah) pada klien tersebut? Termasuk prognosa?

Diagnosis :

G2P1A0 inpartu aterm Kala I fase aktif dengan inersia uteri hipotonis

Janin tunggal hidup dengan presentasi kepala

Masalah :

Ibu merasa lemas karena belum bisa tidur dari semalam

Prognosis:

Bayi distress pada inersia hipertonis. Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat-akibat terhadap ibu dan janin (infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi,gawat janin dan lain-lain)2. Data apa lagi yang perlu dikaji pada kasus (data subjektif dan objektif) yang dapat menunjang analisa/diagnosa?a. Data Subjektif :Rasa nyeri yang dirasakan biasanya Nyeri berkurang bahkan tidak dirasakanb. Data Objektif :

1) Frekuensi his jarang, kekutannya lemah, lamanya sebentar, relaksasinya sempurna, dengan CTG terlihat tekanan yang kurang dari 15 mmHg, dengan palpasi pada puncak kontraksi dinding rahim masih bisa ditekan ke dalam.2) Biasanya terjadi pada fase aktif atau kala II3) Gawat janin lambat terjadi.4) Reaksi terhadap oksitosin baik3. Apa kemungkinan faktor predisposisi atau penyebab masalah pada klien tersebut?

Apa kemungkinan faktor predisposisi atau penyebab masalah pada klien tersebut?Keletihan pada klien.

Selain itu, faktor presdiposisi inersia uteri hipotonik yaitu : penggunaan analgesik dalam jumlah besar, pemberin anastesi, hidrasi yang tidak ade kuat.

Menurut sumber lain, faktor-faktor yang berpengaruh pada disfungsi uterus, diantaranya :

a. Analgesia epidural

Perlu diperhatikan bahwa analgesia epidural dapat menyebabkan perlambatan proses persalinan. Seperti yang tertera pada table berikut, analgesia dapat memperlambat persalinan kala 1 dan kala 2b. Korioamnionitis

Karena pada banyak kasus terdapat hubungan antara pemanjangan waktu persalinan dengan infeksi intrapartum, beberapa klinisi menyimpulkan bahwa infeksi dapat menyebankan aktivitas uterus yang tidak normal. Korioamnionitis yang terdeteksi terlambat pada persalinan merupakan marker untuk operasi sexio, namun korioamnitis yang ditemukan dini pada masa persalinan tidak diasosiasikan dengan hal tersebut. Empat puluh persen wanita yang menderita korioamnionitis setelah mendapatkan oksitosin untuk distosia persalinan pada akhirnya membutuhkan sexio. Namun beberapa ahli berpendapat bahwa infeksi uterus merupakan konsekuensi dari persalinan yang lama, bukan penyebab distosia.

c. Posisi ibu sewaktu persalinan

Berjalan-jalan sewaktu persalinan kala 1 dapat memperpendek waktu persalinan, menurunkan jumlah oksitosin yang dibutuhkan nantinya, menurunkan kebutuhan analgesia, dan menurunkan frekuensi episiotomy. Ambulansi (berjalan-jalan) tidak mempercepat maupun memperlambat persalinan pada wanita nullipara dan wanita multipara. Ambulasi tidak berbahaya dan mobilitas dapat membuat si ibu lebih nyaman.

Pada kala 2 Posisi berdiri/tegak tidak mempengaruhi hasil obstetri pada persalinan kala 2, keuntungan yang didapatkan pada hal ini adalah nyeri ibu yang lebih kurang dan kepuasan ibu terhadap pengalaman persalinan. 4. Ny. Isti kemungkinan mengalami distosia yang disebabkan power. Sebutkan jenis-jenis distosia karena power persalinan!1. Incoordinate uterine action

2. Inersia uteri

3. His terlalu kuatKelainan HISJenis-jenis distosia his:a. Inersia uteri di bagi jadi dua primer dan sekunder seakan masuk hipotonis dari awal. Sekunder, tidak bagus tetapi di tengah2 fase laten atau fase aktif bisa. Hipertonis mungkin terjadi di kala II. Bisa jadi hipotonis dari laten ke aktif. Hipertonis pun dapat begitu. Prinsipnya hipotonis tengah2, hipertonis dari awal.b. Partus presipitatus, kurang dari 3 jam. Bisa rupture, asfiksia terlampau cepat. Efek samping : Janin perdarahan intracranial, perdarahan karena atonia (kelelahan otot uterus) dan laserasi jalan lahir yang besarc. His tidak terkoordinasi Peran bidan dalam menangani kelainan his hipotonis, lakukan observasi yang adekuat. Partograf sebagai acuan. Jika keadaan ibu dan janin baik tapi kemajuan kurang maka tindakan yang harus bidan lakukan dengan prognosa bisa persalinan normal dengan partus lama atau kala II bermasalah. Tepat merujuk agar tidak dalam keadaan gawat darurat merujuknya.5. Apa tanda, gejala, penyebab serta penatalaksanaan dari masingmasing distosia karena power persalinan? (dalam bentuk bagan)Distosia karena power persalinanTanda & GejalaPenyebab Penatalaksanaan

Incoordinate uterine action- tonus uterus meningkat, juga diluar his

- kontraksi tidak berlangsung seperti biasa

- distosia servikalis primer : kala I lama dan dapat diraba jelas pinggir serviks yang kaku.- tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan

- distosia servikalis primer : serviks tidak mengadakan relaksasi berhubung dengan Incoordinate uterine action.

- distosia servikalis sekunder : disebabkan oleh kelainan organic pada serviks, misalnya karena jaringan parut atau karena karsinoma.- mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan pasien.

- pemberian analgetika

- perlu dipertimbangkan seksio sesarea

Inersia uteriFundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian lain. Kontraksi uterus lebih singkat dan jarang daripada biasanya.

Inersia uteri primer bila kontraksi tidak terkoordinasi misalnya kontrkasi segmen tengah lebih kuat dari segmen atas. Pasien biasanya sangat kesakitan. Terjadi dalam fase laten

Inersia uteri sekunder bila his jarang dan pada puncak kontraksi dinding rahim masih dapat ditekan kedalam. Terjadi pada fase aktif.- serviks yang belum matang

- penggunaan analgetik yang terlalu dini

- disproporsi sefalopelvik

- kelainan anak

Panggul sempit

- letak defleksi

- kelainan posisi

- regangan dinding rahim (gemeli, hidramnion)

-perasaan takut dari ibu- pecahkan ketuban dan lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin

- evaluasi kemajuan persalinan dengan pemeriksaan vaginal 2 jam setelah his adekuat : jika tidak ada kemajuan, lakukan seksio sesarea. Jika ada kemajuan, lanjutkan infus oksitosin dan evaluasi setiap 2 jam.

His terlalu kuatPartus selesai dalam waktu < 3 jam atau partus presipitatus, ditandai denga sifat his normal, tonus otot biasa, kelainan terletak pada kekuatan his yang berlebihan.Akibat dari his yang kuat dan kurangnya tahanan dari jalan lahir. Ibu dengan riwayat partus presipitatus pada persalinan sebelumnya ada kemungkinan akan mengalaminya lagi pada persalinan selanjutnya, oleh karena itu ada baiknya ibu dirawat sebelum persalinan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik. Keadaan ibu diawasi dengan cermat dan episiotomy dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari terjadinya rupture perinei tingkat 3. Bisa juga dengan berusaha mengurangi his dengan sedatif.

6. Sebagai bidan apa yang harus anda lakukan jika distosia tersebut terjadi di BPM Anda yang disebabkan berbagai penyebab!a. Penanganan karena CPD

Jika terjadi distosia bahu,ibu harus ditempatkan pada posisi untuk membebaskan kedua bahu. Manuver Mc Roberts merupakan perasat,dimana kedua kaki ibu fleksi dengan kedua lutut di abdomen. Menuver ini menyebabkan sakrum mengencang dan simfisis pubis berotasi ke arah kepala ibu ,sudut inklinasi pubis turun dan membebaskan bahu.b. Penanganan karena kelainan His

Penanganan umum dengan memberikan rehidrasi dengan cairan glukosa dan kloret saling bergantian sehingga kelelahan dan asidosis metabolisme dapat diatasi. Selain itu,dapat ditambahkan dengan obat-obatan pendukung (vitamin B atau alinamin F infus).lakukan observasi sampai hisnya pulih kembaliBila hanya kekuatan his yang lemah tetapi kemungkinan lahir pervaginam besar maka dapat dilakukan upaya berikut: induksi dengan infus oksitosin dengan tetesan mulai 12 tetes/menit. Pada pembukaan 7 cm,dapat diikuti dengan memecahkan ketuban untuk meningkatkan nilai induksi. Observasi ketat terhadap cortonen bayi intrauterin,kekuatan dan frekuensi His, penurunan kepala janin dalam jalan lahir, dan lingkaran badle. Bila terdapat penyimpangan maka tindakan seksio sesaria segera dilakukan.Bila penyebabnya dipastikan disproporsi sefalopelvik,lakukan rehidrasi dan antibiotika profilaksis. Juga lakukan persiapan seksio sesaria.Persalinan tidak boleh melebihi waktu 24 jam,dalam periode waktu tersebut persalinan sudah harus berlangsung.Sebaiknya bidan jangan mencoba untuk melakukan pengobatan apapun pada persalinan yang melebihi 24 jam karena bahayanya sangat besar. Sebaiknya dilakukan konsultasi atau rujukan ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lengkap. Bentuk perpanjangan tersebut dapat dalam fase laten (yang paling sering) atau fase aktif.Selama ketuban masih positif,bahaya perpanjangan waktu persalinan tidak terlalu berbahaya tetapi bila ketuban telah pecah melampaui batas 6 jam,sudah mulai terjadi infeksi asenden menuju intrauterin yang membahayakan ibu dan janinnya. Antibiotika profilaksis sebaiknya diberikan dengan dosis yang jenis yang adekuat.Pada his yang tidak terkoordinasi,dapat dicoba dengan memberi obat penenang sampai obat tidur. His ini kemungkinan besar merupakan His palsu. Setelah bangun tidur,ada kemungkinan His bertambah kuat dan teratur (berarti His persalinan) atau Hisnya menghilang yang berarti persalinan palsu.asalkan hanya menyangkut waktu proses npersalinan yang memanjang dari patrun alokasi waktu yang benar pada persalinan lama,tidak dijumpai komplikasi yang membahayakan ibu dan janin intrauterin

7. Bagaimana kewenangan bidan dalam menangani kasus distosia?

Kewenangan bidan berdasarkan Kepmenkes 1464 tahun 2010 tentang izin praktik bidan yaitu :

Pasal 10 ayat 2

Pelayanan kesehatan ibu meliputi

a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil

b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

c. Pelayanan persalinan normal

d. Pelayanan ibu nifas normal

e. Pelayanan ibu menyusui

f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan

Pasal 10 ayat 3

Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana di maksud pada ayat 2 berwenang untuk :

a. Episiotomi

b. Penjahitan jalan lahir tingkat I dan II

c. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan

d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil

e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas

f. Fasilitasi/ bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif

g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum

h. Penyuluhan dan konseling

i. Pemberian surat keterangan kematian, dan

j. Pemberian surat keterangan cuti bersalin

Pasal 13 ayat 1

Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, pasal 11 dan pasal 12, bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi :

a. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit

b. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter

c. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan

d. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja dan penyehatan lingkungan

e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah

f. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas

g. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom dan penyakit lainnya

h. Pencegahan penyalah gunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi

i. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program pemerintah

Berdasarkan penjabaran pasal pada Kepmenkes 1464 tahun 2010, kewenangan bidan yaitu melakukan deteksi dini, penanganan kegawat daruratan dan merujuk komplikasi.

Permenkes 369 tahun 2007 pada kompetensi 4 mengenai asuhan persalinan dan kelahiran

Pengetahuan dasar :

Pemberian kenyamanan dalam persalinan seperti kehadiran keluarga pendamping, pengaturan posisi, hidrasi, dukungan moril, pengurangan nyeri tanpa obat

Keterampilan dasar :

a. Mencatat waktu dan mengkaji kontraksi uterus (lama, kekuatan dan frekuensi)

b. Melakukan pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan pertograf

c. Memberikan dukungan psikologis bagi wanita dan keluarganya

Mengidentifikasi secara dini kemungkinan pola persalinan abnormal dan kegawatdaruratan dengan intervensi yang sesuai dan atau melakukan rujukan tepat waktu

8. Bagaimana pencegahan pada kasus tersebut?Distosia his pada kasus tersebut dikarenakan ibu lelah dan kurang istirahat. Maka pencegahan kasus ini terjadi yaitu:

a. Pemenuhan nutrisi dan hidrasi dengan memberdayakan keluarga untuk membantu ibu

b. Menyarankan ibu istirahat

c. Menjelaskan mengenai lamanya serviks berdilatasi pada kala I persalinan sehingga ibu dapat beristirahat tanpa takut anaknya lahir tiba-tiba

d. Melibatkan keluarga memberikan dukungan psikologis kepada ibu baik dengan memijat pundak ibu hingga ibu merasa nyaman dan dapat berisitrahat, tidak ribut serta berada di samping ibu agar ia tidak khawatir berlebihan

9. Apa data dasar penegakkan diagnosis dan masalah pada klien tersebut?

Diagnosa inpartu didapatkan dari adanya tenada-tanda persalinan yaitu adanya his yang regular dan terdapat dilatasi serviks yaitu sudah 4 cm.

Diagnosa aterm didapatkan dari perhitungan usia kehamilan berdasarkan Hpht, yaitu usia kehamilannya : 37 minggu 4-5 hari.

Diagnosa kala I didapatkan karena ibu telah menunjukkan tanda memasuki persalinan (inpartu), namun dilatasi serviks belum lengkap, sehingga masih dikategorikan kala I

Fase aktif didapatkan dari hasil pemeriksaan untuk mengatahui dilatasi serviksnya yaitu sudah 4 cm yang dikategorikan masuk kedalam fase aktif

Inersia uteri sekunder didapatkan dari hasil observasi his ibu yang berawal dengan his adekuat yaitu 3x/10/25 ketika sudah memasuki fase aktif, namun lama kelamaan his makin berkurang frekuensi, dan intensitasnya. Menurut saifudin inersia uteri pada fase aktif dilihat dari Frekuensi his kurang dari 3 his per 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik.

Inersia uteri dibagi menjadi inersia uteri hipotonis dan hipertonis dengan penjelasan masing-masing sebagai berikut:

a. Inersia uteri hipotonis dimana kontraksi terkoordinasi tapi lemah hingga menghasilkan tekanan yang kurang dari 15mmHg. His kurang sering dan pada puncak kontraksi dinding rahim masih dapat ditekan ke dalam. Pada his yang baik tekkanan intrauterin mencapai 50-60mmHg biasanya terjadi dalam fase aktif atau kala II, maka diamakan juga kelemahan his sekunder. Asfiksia jarang terjadi dan reaksi terhadap pitocin baik sekali.

b. Inersia uteri hipertonis dimana kontraksi tidak terkoordinasi, misalnya: kontraksi segmen tengah lebih kuat dari segmen atas. Sifatnya hipertonis, sering disebut inersia spastis. Pasien bisanya kesakitan sekali. Terjadi dalam fase laten, maka boleh di namakan inersia primer. Tanda-tanda distress janin cepat terjadi.

Diagnosis janin tunggal berdasarkan hasil pemeriksaan leopold I IV : L1 teraba bokong, L2 teraba punggung di kiri, L3 teraba kepala sudah masuk PAP. L4 sejajar,

Diagnosis Janin hidup berdasarkan hasil pemeriksaan DJJ : 155 x/ menitDiagnosis Presentasi kepala berdasarkan hasil pemeriksaan Leopold I IV: bagian terbawah janin teraba bulat, keras dan melenting10. Coba jelaskan patofisiologi dari kemungkinan penyakit/masalah klien tersebut (pada ibu dan janin)?Inersia uteri adalah pemanjangan fase laten atau fase aktif atau kedua-duanya dari kala pembukaan. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan oleh serviks yang belum matang atau karena penggunaan analgetik yang terlalu dini. Menurut Friedman dan Sachtleben fase laten berkepanjangan apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada ibu multipara. Factor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anesthesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk (missal tebal, tidak mengalami pendataran atau tidak mengalami pembukaan) dan persalinan palsu. Istirahat atau stimulasi oksitosin sama efektif dan amannya dalam memperbaiki fase laten yang berkepanjangan. Pemanjangan fase deselerasi ditemukan pada disproporsi sefalopelvik atau kelainan anak. Secara spesifik ibu nulipara yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3-4cm dapat diharapkan mencapai pembukaan 8-10 cm dalam 3-4 jam. Namun pada kelainan persalinan kala aktif bisa terjadi kemacetan pembukaan (arrest of dilatation) yaitu tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam, dan kemacetan penurunan (arrest of descent) sebagai tidak adanya janin dalam 1 jam.Factor lain yang berperan dalam persalinan yang berkepanjangan dan macet adalah sedasi berlebihan, anastesia regional, dan malposisi janin, misalnya oksiput posterior persisten. Penyebab inersia uteri juga bisa diakibatkan oleh kesempitan panggul, letak defleksi, regangan rahim berlebihan (hidramnion, kehamilan ganda) dan perasaan takut dari ibu. Inersia uteri primer yaitu jika his lemah dari awal persalinan sedangkan inersia uteri sekunder yaitu jika mula-mula his baik, tetapi kemudian menjadi lemah karena otot-otot rahim lelah akibat persalinan berlangsung lama (inersia karena kelelahan)

11. Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut secara komprehensif di Rumah Sakit?Inersia Uteri hipotonis: apabila ketuban utuh, maka dilakukan amniotomi, lakukan pelvic score, kemudian jika hasil pemeriksaan mendukung, diberikan pitocin, sebelum pemberian pitocin drip, kandung kemih dan rektum harus dikosongkan.

Cara pemberian oksitosin:

a. 5 IU oksitosin + 500cc glukosa5%/dekstrosa/NaCl drip 20-30 tetes/menit.

b. Terkadang ditambah petidin dan phenergan masing-masing 50mg.

c. Observasi ibu, apabila his menjadi terlalu kuat misalnya kontraksi lebih lama dari 2 menit maka infus dihentikan begitu pula apabila terjadi distress janin. Apabila his baik maka pertahankan kecapatannya.

d. Apabila terapi oksitosin berhasil maka pengaruhnya pada his nyata dalam waktu singkat, maka tidak terlalu bermanfaat memberi pitocin terlalu lama, biasanya 4 jam sudah cukup lama dan kalau belum ada hasilnya setelah istirahat beberapa waktu maka dapat dicoba sekali lagi. Apabila dalam masa pemberian kedua kalinya belum berhasil juga maka lakukan SC.

Inersia uteri hipertonis: berikan morphin 10 mg atau pethidin 50 mg denga maksud menimbulkan relaksasi dan istirahat dengan haraan bahwa setelah asien itu bangun kembali timbul his yang normal.

Mengingat bahaya infeksi intrapartum, maka terkadang dicoba juga ooksitosin tapi dalam larutan yang lebih sedikit. Tapi apabila his tidak menjadi baik dalam waktu yang tertentu lebih baik lakuka SC.

WHW, well health women; WBB, well born baby dalam Manuaba, 2008

Manuver Zavanelli

Jika pilihan yang lain gagal langkah berikutnya adalah maneuver zanvanelli namun ini musti dilakukan di RS besar dengan persiapan section sesarea oleh tenaga kesehatan profesional, dengan langkah:1. Mengembalikan kepala ke posisi oksiput anterior atau posterior bila kepala janin telah berputar dari posisi tersebut2. Memfleksikan kepala dan secara perlahan mendorongnya masuk kembali ke vagina yang diikuti dengan pelahiran secara sesar3. Memberikan terbutaline 250 mg subkutan untuk menghasilkan relaksasi uterusPertanyaan dan Jawaban Kasus 21. Bagaimana analisa (kemungkinan diagnosis dan masalah) pada klien tersebut? Termasuk prognosa?Analisa:

G3P2A0 inpartu aterm kala 1 fase aktif dengan Disproporsi Sevalo PelvikJanin Tunggal Hidup IntrauterineMasalah: Penurunan kepala station -1 dan molase +3

Prognosa:

Menurut Friedman dan Sachtleben, partus lama dan partus macet pada ibu dengan station kepala janin diatas +1 cm dan bahwa semakin tinggi station saat persalinan dimulai pada nulipara, semakin lama persalinan berlangsung. Hal ini juga merupakan faktor risiko distosia. Namun prognosis untuk distosia tidak berkaitan dengan penurunan kepala yang lebih tinggi diatas bidang tengah panggul (station 0).

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar. Apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin, dan perdarahan intrakranial pada janin. Molase yang parah dapat menyebabkan perdarahan subdura fatal akibat robeknya septum durameter, terutama tentorium serebeli. Fraktur tengkorak kadang dijumpai, biasanya setelah dilakukan upaya paksa pada persalinan.

2. Adakah hubungan antara riwayat obstetri yang lalu dengan persalinan sekarang (serviks inkompeten dan CPD)?Inkompetensia serviks ditandai oleh dilatasi os serviks tanpa nyeri tanpa disertai tanda bersalin atau kontraksi rahim pada trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan. Dapat terjadi keguguran atau kelahiran premature. Factor terjadinya inkompetensia serviks adalah riwayat kelahiran traumatic, dilatasi dan kuretase (D&C) yang dipaksakan, atau ibu yang mengkonsumsi dietilstilbesterol (DES) sewaktu mengandung. Penyebab lain adalah serviks pendek atau anomaly rahim. Diagnosis dugaan dapat dibuat jika ibu mengalami dilatasi serviks dan ketuban mengalami prolaps melalui serviks tanpa terjadi persalinan. Pada ibu dengan riwayat terminasi trimester kedua, inkompetensia serviks harus dicurigai. Rangkain kejadian ini cenderung berulang pada kehamilan berikutnya.Disproporsi kepala panggul adalah ketidakmampuan janin untuk melewati panggul. Disproporsi dapat absolut atau relatif. Absolut apabila janin sama sekali tidak akan dengan selamat dapat melewati jalan lahir. Disproporsi relatif terjadi apabila faktor lain ikut berpengaruh. Panggul yang sedikit sempit dapat diatasi dengan kontraksi uterus yang efisien, kelonggaran jaringan lunak, letak, presentasi dan kedudukan janin yang menguntungkan, dan kemampuan kepala janin untuk mengadakan molase. Sebaliknya kontraksi yang jelek, jaringan lunak yang kaku, kedudukan abnormal, dan ketidakmampuan kepala untuk mengadakan molase sebagaimana mestinya menyebabkan persalinan pervaginam tidak mungkin.3. Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan panggul luar?Pemeriksaan panggul terutama bagi primigravida terutama bagi primigravida sangat penting oleh karena kemampuan kerja tiga P,belum teruji, yaitu : power, passenger, dan pasage. Oleh karena itu, diperlukan untuk melakukan pemeriksaan panggul bagian luar untuk memperkirakan kemungkinan kesempitan panggul. Pemeriksaan panggul bagian luar yang masih dilakukan adalah untuk menentukan:UKURANNYADEFINISIKETERANGAN

Distansi spinarum Jarak antara kedua spina iliaka anterior superior kanan/kiri Sekitar 24-26 cm

Ukuran luas ini tidak terlalu penting

Distansi kristarum Jarak terpanjang antara kedua krista iliaka kanan dan kiri Antara 28-30 cm

Kurang 2-3 cm dari ukuran normal ada kemungkinan panggul patologis

Tidak terlalu penting

Distansi oblikua eksterna Jarak antara spina iliakan posterior sinistra dan spina iliaka anterior superior sinistra

Jarak spina iliaka anterior superior dekstra dan spina iliaka interior superior sinistra Merupakan ukuran silang

Untuk menentukan apakah panggul simetris atau tidak

Panggul simetris, maka ukurannya tidak banyak beda

Distansia intertrokanterika Jarak antara kedua trokantor mayor

Konyugata eksterna (Boudoloque) Jarak antara bagian atas simfisis dengan spina L5 Sekitar 18 cm

Distansia tuberum Jarak tuber iskil kanan dan kiri Jaraknya sekitar 10,5 cm

Mempergunakan Oseander

Jarak kurang dari normal, akan menunjukan sudut simfisis kurang dari 90 derajat

Artinya ada kesempitan pintubawah panggul atau panggul corong

4. Data apa lagi yang perlu dikaji pada kasus (data subjektif dan objektif) yang dapat menunjang analisa/diagnosa?

Data Subjektif

a. Memastikan HPHT (usia kehamilan) pada primipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36 sebagai kemungkinan panggul sempit

b. Riwayat persalinan dengan penyulit persalinan lama sebelumnya

c. Riwayat operasi riwayat operasi abdominal atau alat reproduksi

Data Objektif

a. Terdapat perut menggantung

b. Kelainan bentuk tubuh ibu (cebol, skoliosis, pincang dan lainnya)

c. Spina ischiadika menonjol

d. Dinding samping panggul convergent

e. Diameter antar tuber ischi 8,5 cm atau kurang

f. Conjugata vera kurang dari 8,5cm menandakan panggul sempit absolut, sedangkan CV 8,5cm menandakan panggul sempit relatif

5. Apa kemungkinan faktor predisposisi atau penyebab masalah pada klien tersebut?a. Kelainan uterus

b. Kelainan panggul (karena gangguan pertumbuhan, penyakit tulang panggul, kelainan tulang belakang atau kelainan anggota bawah)

c. Kelainan alat kandungan (atresia vulva inkomplit, atresi vagina, sekat vagina, tumor vagina, kelainan serviks, kelainan uterus [retrofleksio uteri, prolapsus uteri])

6. Ny. Cepi kemungkinan mengalami distosia yang disebabkan passage. Sebutkan jenis-jenis distosia karena passage (jalan lahir)!

Jenis-Jenis Distosia Karena Jalan Lahir:

Yang penting dalam Obstetri bukan panggul sempit secara anatomis, lebih penting lagi ialah panggul sempit secara fungsionil artinya perbandingan antere kepala dan panggul.Kesempitan Pada Pintu Atas PanggulDianggap sempit apabila conjugata vera kurang dari 10cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm, namun nilai tersebut juga harus menimbang lagi diameter presentasi janin yang akan melaluinya.Berdasarkan sebabnya, dapat dikelompokkan menjadi:1. Kelainan karena gagguan pertumbuhan:a. Panggul sempit seluruhb. Panggul picak: ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasac. Panggul sempit picak: semua ukuran kecil, tapi terlebih ukuran muka belakangd. Panggul corong: pintu atas panggul biasa, pintu bawah panggul sempite. Panggul belah: simfisis terbuka2. Karena penyakit tulang panggul atau sendi:a. Panggula rachitis: panggul picak, panggul sempit, seluruh panggul sempit picak dan lain-lainb. Panggul osteomalaci : panggul sempit melntangc. Radang articulasio sacroiliaca: panggul sempit miring3. Karena kelainan tulang belakang:a. Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corongb. Skoliosis menyebabkan panggul sempit miring4. Karena ekstremitas bawah:a. Koxitisb. Luxatioc. AtrofiaSalah satu ekstremitas bawah menyebabkan panggul sempit miring.5. Selain itu mungkin karena exostose atau fractura dari tulang panggulKesempitan Pada Bidang Tengah PanggulDikatakan bahwa bidang tengah panggul sempit apabila:

1. Jumlah diameter transversa dan diameter sagittalis posterior 13,5 cm atau kurang (normal 1,5 cm+5cm)2. Diameter antara spina 4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (>4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan janin besar.

b. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu

c. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi

d. Kenali adanya distosia seawall mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubik atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko cedera pada janin

e. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia diketahui. Bantuan diperlukan untuk membuat posisi Mc Roberts, pertolongan persalinan, resusitasi bayi dan tindakan anesthesia (bila perlu).

9. Apa data dasar penegakkan diagnosis dan masalah pada klien tersebut?Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya :1. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan

2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang

3. Dagu tertarik dan menekan perineum

4. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di kranial simfisi pubis.

Komplikasi distosia bahu pada janin adalah fraktur tulang (klavikula dan humerus), cedera pleksus brakhialis, dan hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada umunya dapat sembuh sempurna, apabila didiagnosis dan diterapi dengan memadai. Cedera pleksus brakhialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi cacat dapat terjadi pada 50% kasus. Pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi, ataupun atonia uteri.

Dilihat dari kasus dan dibandingkan dengan ciri diatas didapat data dasar penegakan diagnosis dan masalah pada klien tersebut yaitu :

Diagnosis : kepala bayi sudah lahir namun tetap melekat di vulva, bahu belum lahir, kepala seperti tertarik ke dalam atau kepala kura-kura, dagu menempel ke perineum dan tarikan untuk menarik bahu tak berhasil

Masalah pada bayi : fraktur klavikula dan asfiksia

10. Asfiksia dan fraktur klavikula pada bayi, sebagai akibat dari distosia tersebut. Sebutkan penyakit/masalah lain yang dapat dialami oleh ibu dan bayi pada kasus tersebut? Fraktur tulang (klavikula dan humerus)Cedera pleksus brakhialis dan hipoksia yang dpat menyebabkan kerusakan permanen di otak. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada umumnya dapat sembuh sempurna tanpa sekuele,apabila didiagnosis dan diterapi dengan memadai. Cedera pleksus brakhialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi sekuele dapat terjadi pada 50% kasus. Pada ibu,komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan akibat laseradi jalan lahir,episiotomi ataupun atonia uteri.Masalah yang dialami ibu dan bayi sebagai akibat dari distosia tersebut sering disebut dengan Trias komplikasi yaitu a. Maternal

1) Trauma :

a) Simfisiolisasis

b) Robekan serviks

c) Vagina dan perineum

d) Ruptur uteri

2) Perdarahan :

1. Atonia uteri

2. Robekan trauma

3) Infeksi

b. Janin

a. Asfiksia sampai meninggal : gagal persalinan bahu 10 menit

b. Trauma janin :

1. Persendian leher dan bahu

2. Dislokasi persendian

3. Fraktura tuilang leher/ bahu

4. Perdarahan intrakranial

c. Infeksi

Selain itu terdapat komplikasi lainnya pada ibu yaitu cedera kandung kemih dan pembentukan fistula

11. Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut secara komprehensif di Rumah Sakit?Penatalaksanaan kasus distosia bahu secara komprehensif di rumah sakit yaitu diupayakan agar interval antara lahirnya kepala dan badan anak sesingkat mungkin, namun upaya untuk melahirkan bahu dengan melakukan tarikan pada kepala dan atau leher yang terlalu kuat dan atau upaya memutar tubuh anak secara berlebihan dapat menimbulkan kerusakan yang berat pada anak.

Segera setelah kepala anak lahir dan terjadi distosia bahu harus segera dibuat episiotomi mediolateral yang lebar dan anestesi yang adekuat. Kemudian bersihkan mulut dan hidung anak. Upaya melahirkan bahu dapat dilakukan dengan cara :

a. Penekanan di daerah suprapubis oleh pembantu penolong sementara penolong menggerakkan kepala anak ke bawah ke arah sakrum ibu untuk melepaskan bahu depan yang tersangkut di bawah simfisis

b. Perasat Mc Robert menganjurkan ibu untuk memegang dan menarik kedua pahanya ke arah perutnya sambil meregangkan kedua pahanya ke kiri dan ke kanan. Sementara penolong berusaha membebaskan bahu depan anak yang tersangkut dengan menggerakkan kepala anak ke bawah

c. Perasat Wood memutar bahu depan 180 sehingga bahu depan menjadi bahu belakang yang sudah di putar ke depan akan lahir di bawah simfisis. Hal ini dapat terjadi karena bahu belakang sudah turun lebih jauh dari bahu depan.

d. Berusaha melahirkan bahu belakang secara hati-hati melahirkan lengan belakang dengan gerakkan lengan anak dengan tangan dalam sedemikian rupa sehingga seolah-olah lengan anak menyapu mukanya dan selanjutnya menyapu dadanya, dilanjutkan dengan melahirkan lengan belakang. Kemudian bahu di putar sehingga diameter biakromialis mengisi diameter oblik dari pintu bawah panggul dan selanjutnya bahu depan dilahirkan di bawah simfisis. Cara ini berisiko lengan atas yang dilahirkan lebih dahulu patah.

e. Bila anak mati dilakukan kleiodotomi

2.3 Daftar pertanyaan dan pembahasan pada sesi diskusi

1. Vera : Bagaimana cara memeriksa bahu yang sudah masuk PAP atau belum? Penatalaksanaan mengusap itu seperti apa? Dijawab oleh:

Rizki: Berusaha melahirkan bahu belakang dengan teknik masukkan satu tangan ke dalam vagina dan pegang tulang lengan atas yang berada pada posisi posterior. Fleksikan lengan bayi di bagian siku dan letakkan lengan tersebut melintang di dada bayi.Della: Masukan telapak tangan ke jalan lahir dan telusuri bahu sampai siku

2. Asma : HELPERR apakah harus selalu di episiotomi ?

Dijawab oleh:

Elliza: Episiotomi tidak selalu dilakukan. Ini dilakukan jika hanya ada indikasi untuk membantu perluasan jalan lahir. Umumnya dengan Manuver Mc Robert saja kepala bayi sudah melakukan rotasi sehingga dapat lahir tanpa episiotomy pada ibu.

3. Fauzia: Saat persalinan jika tidak ada indikasi distosia boleh dilakukan Mc Robert atau tidak?

Dijawab oleh:

Annies: Tidak apa-apa untuk dilakukan Manuver Mc robert tpi pertimbangkan kenyamanan ibunya4. Wina: Penanganan distosia itu pilih salah satu atau harus berurutan?Dijawab oleh:

Bilqis: Berurutan dari Manuver Mc Robert, Manuver Rubin dan Manuver WoodsAddiba : Disesuaikan dengan keadaan ibu, jika dengan dilakukannya salah satu Manuver bayi sudah lahir, maka tidak perlu dilakukan maneuver lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Bobak.2004.Buku Ajar Keperawatan Maternitas.Jakarta:EGC

Forte, William.2010. Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan.Yogyakarta:Andi Offset

JHPIEGO.2012.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBPSP

Manuaba, Ida B.G.. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.

Manuaba, I.B.G., I.A. Chandranita Manuaba, dan I.B.G. Fajar Manuaba. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2007Kliegman, Robert M.1999.Ilmu Kesehatan anak Nelson.Jakarta:EGC

Prawirohardjo,sarwono.2009.Ilmu Kebidanan.Jakarta : PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Prawirohardjo, Sarwono.2010.Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Sastrawinata, Sulaiman.2004.Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi.Jakarta:EGC

Saifuddin.2009.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Sulaeman.2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 2.Jakarta : EGCUNPAD.1984.Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset

UNPAD.2004.Obstetri Patologi. Jakarta : EGC

Varney,Helen dkk.2007.Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

International Child Health Review Collaboratio.2012.Tersedia di: http://www.ichrc.org/35-manajemen-bayi-dengan-asfiksia-perinatal Diakses pada: 26 Mei 2014

Manuaba, dkk.2007. Pengantar Kuliah Obstetri. [online] terdapat di : http://books.google.co.id/books?id=KSu9cUd-cxwC&pg=PA516&dq=kelainan+vulva+dan+vagina&hl=id&sa=X&ei=8rCEU_LYCpCB8gXWnILwAg&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false. Diakses pada 27 mei 2014

WHW, well health women; WBB, well born baby dalam Manuaba, 2008

Primer SC

Janin makrosomia

Komplikasi DM hamil

Disproporsi sefalopelvik, panggul sempit

Tercapai WHW-WBB

Persalinan pervaginam

Habband Resnick

Wood Cork

Schwartz Dixon

Kleidotomi

Simfiotomi

Sekunder SC

Zavanelli

Distosia bahu

(kepala lahir diikuti kesulitan persalinan bahu)

Trias Komplikasi

Janin

Asfiksia sampai meninggal

Gagal persalinan bahu 10 menit

Trauma

Persendian leher dan bahu

Dislokasi persendian

Fraktur tulang leher/ bahu

Perdarahan intrakranial

Infeksi

Maternal

Trauma

Simfisiolisasis

Robekan serviks

Vagina dan perineum

Ruptur uteri

Perdarahan

Atonia uteri

Robekan trauma

Infeksi

Ruptur uteri

Buktikan rupture uteri dengan minilaparotomi

Terjadi rupture uteri :

Siapkan histerektomi histerorapi

Janin di lahirkan dengan dekapitasi

Tanpa rupture uteri

Persalinan pervaginam

Dapat di dahului kleidotomi

Perawatan pascapartus/ pasca operasi

55