Tonsilitis Kronik

42
Laporan Kasus Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Rumah Sakit Panti Wilasa, Semarang 1. IDENTITAS PASIEN Nama : AN. A Umur : 10 tahun Jenis Kelamin : Laki-laM Pekerjaan : SD Alamat : Semarang Agama : kristen 2. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 5 Februari 2012, pukul 16.00 WIB Keluhan utama : Sering nyeri menelan sejak 1 bulan SMRS Keluhan tambahan : pilek, napas bau, badan terasa lemas Riwayat Penyakit Sekarang : 1 bulan SMRS, pasien mengeluh sering nyeri menelan yang hilang timbul. Nyeri menelan dirasakan terutama saat menelan makanan. Pasien juga mengeluh perasaan tidak enak di tenggorokan dan bau mulut. Sebelumnya pasien juga mengeluh nyeri menelan

Transcript of Tonsilitis Kronik

Page 1: Tonsilitis Kronik

Laporan Kasus

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala

Leher

Rumah Sakit Panti Wilasa, Semarang

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : AN. A

Umur : 10 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laM

Pekerjaan : SD

Alamat : Semarang

Agama : kristen

2. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 5 Februari 2012, pukul 16.00 WIB

Keluhan utama : Sering nyeri menelan sejak 1 bulan SMRS

Keluhan tambahan : pilek, napas bau, badan terasa lemas

Riwayat Penyakit Sekarang :

1 bulan SMRS, pasien mengeluh sering nyeri menelan yang hilang timbul.

Nyeri menelan dirasakan terutama saat menelan makanan. Pasien juga mengeluh

perasaan tidak enak di tenggorokan dan bau mulut. Sebelumnya pasien juga

mengeluh nyeri menelan disertai dengan sering demam, batuk, pilek dengan lendir

putih yang kumat-kumatan dan hidung tersumbat, Keluhan nyeri menelan jika

mengkonsumsi makanan padat seperti nasi, tetapi tidak ada keluhan jika

mengkonsumsi cairan. Keluhan dirasa semakin hebat bila pasien mengkonsumsi

makanan pedas dan gorengan. Menurut orang tuanya, pasien saat tidur mengorok

tetapi tidak sampai terbangun, ada malas belajar dan lesu. Pasien tidak mengeluh

nyeri pada kedua telinga, tidak ada kurang pendengaran, tidak gemerebek dan

tidak ada sakit kepala. Oleh orangtuanya, pasien diberi obat flu yang dibeli di

warung, pasien merasa baikan namun kambuh lagi.

Page 2: Tonsilitis Kronik

2 minggu SMRS, pasien pergi berobat ke dokter spesialis THT. Setelah

diperiksa, pasien diberitahukan bahwa amandelnya membesar dan disarankan

untuk dilakukan operasi pengangkatan amandel. Namun pasien belum mau

dioperasi dan lebih memilih untuk diberi pengobatan mengurangi gejala.

3 hari SMRS, pasien masih sering nyeri menelan dirasakan terutama saat

menelan makanan. Pasien juga mengeluh perasaan tidak enak di tenggorokan dan

bau mulut. Tidak ada keluhan pilek dan hidung tersumbat, Tidak ada keluhan nyeri

hebat yang menyebabkan sulit membuka mulut ataupun suara yang serak. Tidak

ada keluhan telinga berdenging, terasa penuh, nyeri telinga, ataupun pendengaran

berkurang. Tidak ada keluhan pada mata, seperti pandangan ganda dan visus turun.

1 hari SMRS, pasien memutuskan untuk dilakukan operasi pengangkatan

amandel..

Sejak 3 tahun SMRS, pasien mengeluh nyeri menelan yang hilang timbul.

Nyeri menelan terutama dirasakan saat menelan makanan padat disertai demam,

batuk, pilek yang kumat-kumatan dan hidung tersumbat selama 3 tahun dalam

setahun lebih dari enam kali serangan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi obat (-), asma (-), maag (-), hipertensi(-), diabetes mellitus(-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa (-), alergi (-), asma(-), maag (-), hipertensi(-), diabetes

mellitus (-).

Page 3: Tonsilitis Kronik

3. PEMERIKSAAN BYEKTIF

Status Presens

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Status Gizi : Cukup

Nadi : 80 x/menit

Tensi : 120/80 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,3 ° C

Kepala dan Leher

Kepala : normocephal

Wajah : Simetris

Leher anterior : KGB tidak teraba membesar

Leher posterior : KGB tidak teraba membesar

Page 4: Tonsilitis Kronik

Status Lokalis

1. Telinga

Dextra Sinistra

Auricula Bentuk (N), Nyeri tekan (-) Bentuk (N), Nyeri tekan (-)

Preauricula Fistel (-), Abses (-),

Hiperemis (-), Nyeri tekan (-)

Tragus pain (-)

Fistel (-), Abses (-),

Hiperemis (-), Nyeri tekan

(-), Tragus pain (-)

Retroauricula Hiperemis (-), udema (-),

Nyeri tekan (-)

Hiperemis (-), udema (-),

Nyeri tekan (-)

Mastoid Hiperemis (-), udema (-),

Nyeri tekan (-)

Hiperemis (-), udema (-),

Nyeri tekan (-)

CAE Hiperemis (-), udema (-),

Corpus alineum (-)

Discharge (-)

Hiperemis (-), udema (-),

Corpus alineum (-)

Discharge (-)

Membran tympani:

Dextra Sinistra

Perforasi (-), MT Intak (-), MT Intak

Reflex cahaya (+) (+)

Warna Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan

Bentuk Normal, bulging(-) Normal, bulging(-)

Pemeriksaan rutin khusus : Tidak dilakukan pemeriksaan.

Page 5: Tonsilitis Kronik

Hidung dan sinus paranasal

a. Hidung

Pemeriksaan rutin khusus : tidak dilakukan pemeriksaan

b. Sinus Paranasal

Dextra Sinistra

Hidung Bentuk normal Bentuk normal

Sekret Mukoserous Mukoserous

Mukosa konka media Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)

Mukosa konka inferior Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)

Meatus media Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)

Meatus inferior Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)

Septum Deviasi (-) Deviasi (-)

Massa (-) (-)

Page 6: Tonsilitis Kronik

3. Tenggorok

Orofaring

Mukosa bucal : Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar

Ginggiva : Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar

Gigi geligi : Warna kuning gading, caries (-),

gangren(-)

Lidah 2/3 anterior : Dalam batas normal

Arkus faring : Simetris (+), hiperemis (-)

Palatum : Warna merah muda

Dinding posterior orofaring : Hiperemis (-), granulasi (-)

Tonsil:

Pemeriksaan rutin khusus : Tidak dilakukan

De

xtr

a Tidak dilakukan

pemeriksaan

Dextra Sinistra

Ukuran T3 T3

Kripte Melebar Melebar

Permukaan Tidak rata Tidak rata

Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)

Detritus (+) (+)

Fixative (-) (-)

Peritonsil Abses (-) Abses (-)

Pilar anterior Kemerahan Kemerahan

Page 7: Tonsilitis Kronik

Nasofaring

Discharge : Tidak dilakukan pemeriksaan

Mukosa : Tidak dilakukan pemriksaan

Adenoid : Tidak hipertrofi

Massa : (-)

Laringofaring

Mukosa :

Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan

Lain-lain :

Laring

Epiglotis :

Plica vocalis :

- Gerakan :

- Posisi : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Tumor :

Massa :

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Pemeriksaan darah rutin

Hb : 12,9 g/dl

Leukosit : 8,9 10A3/ ul

Ht : 39

Trombosit 288000/ul

LED 1 jam : 9 mm/jam

2 jam : 10 mm/jam

Page 8: Tonsilitis Kronik

Kimia

GDS 97 mg/dl

Sero Imunologi

HBsAg negative

5. RESUME

Pemeriksaan Subjektif : Seorang anak laki-laki usia 10 tahun datang dengan keluhan residifitas 3

tahun : Odinofagia residif, ftekuensi > 6 kali/tahun, perasaan tenggorokan tidak nyaman (+), batuk dan

pilek (+), febris (+). Sulit konsentrasi (+), Nyeri menelan saat makanan padat (+), Tidak nyeri menelan

saat mengkonsumsi cairan. cephalgia (-), malaise (+), snoring (+), sleep apneu(-), halitosis (+). Riwayat

rhinorea (-), obstruksi cavum nasi (-), trismus (-), disfonia (-), tinitus low frequence (-), otalgia (-), hearing

loss(-).RPD: Riwayat alergi obat (-), asma (-), maag (-), hipertensi(-), diabetes mellitus(-).Riwayat

Penyakit Keluarga :Riwayat penyakit serupa (-), alergi (-), asma(-), maag (-), hipertensi(-), diabetes

mellitus (-).

Pemeriksaan objektif = Tonsil: T3/T3 hiperemis, kripte melebar, tidak rata, detritus+

Pemeriksaan lab = Pemeriksaan darah rutin = Hb : 12,9 g/dl, Leukosit : 8,9 10A3/ ul, Ht : 39, Trombosit

288000/ul, Kimia : GDS 97 mg/dl.

6. DIAGNOSA BANDING

Tonsilitis kronis

Tonsilofaringitis kronis

7. DIAGNOSA SEMENTARA

Tonsilitis kronis

Dasar diagnosis : Odinofagia residif selama 3 tahun dengan ftekuensi > 6 kali/tahun, perasaan

tenggorokan tidak nyaman (+), batuk dan pilek (+), febris (+). Sulit konsentrasi (+), Nyeri menelan

Page 9: Tonsilitis Kronik

saat makanan padat (+), Tidak nyeri menelan saat mengkonsumsi cairan. malaise (+), snoring (+),

sleep apneu(-), halitosis (+). Pemeriksaan Fisik :Tonsil: T3/T3 hiperemis, kripte melebar, tidak rata,

detritus+

8. ANJURAN

Tonsilektomi

9. PROGNOSIS

Ad Sanationam : Dubia ad bonam

Ad Functionam : Dubia ad bonam

Ad Vitam : Dubia ad bonam

10. PENATALAKSANAAN

Medika Mentosa pre operatif:

cefixim 3 x 250 mg

Metil prednisolon 3 x 2 tablet (1 tab = 8mg)

Asam mefenamat 3 x 500 mg.

Non Medika Mentosa post operatif :

Diet lunak

Tirah baring

Medikamentosa post operatif :

Antibiotika cefixim 3 x 250 mg

Antiinflamasi: Metil prednisolon 3 x 2 tablet (1 tab = 8mg)

Analgesik : Asam mefenamat 3 x 500 mg

Page 10: Tonsilitis Kronik

11. KOMPLIKASI

Abses peritonsiler

(Tonsilo) Faringitis

Oklusi tuba kronik : OMA, OMSK.

Adenotonsilitis, rhinitis kronik, sinusitis

Page 11: Tonsilitis Kronik

TINJAUAN PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan penyebab

tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997 temuan penderita ISPA

pada anak berkisar antara 30% - 40%, sedangkan temuan penderita ISPA pada tahun tersebut

adalah 78% - 82%. Sebagai salah satu penyebab adalah rendahnya pengetahuan masyarakat.

Di Amerika Serikat absensi sekolah sekitar 66% diduga disebabkan ISPA (1).

Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering menderita ISPA

atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan (2). Berdasarkan data

epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi

tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%.

Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di antaranya

pada usia 6-15 Tahun (3). Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997

sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh

jumlah kunjungan(4).

Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau

nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun, nyeri

kepala dan badan terasa meriang (5).

Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat menyebabkan apnea obstruksi saat tidur; gejala

yang umum pada anak adalah mendengkur, sering mengantuk, gelisah, perhatian berkurang

dan prestasi belajar yang kurang baik(4,6).

Kualitas hidup anak dengan apnea obstruksi saat tidur dapat dinilai dari hasil/prestasi

belajarnya (7}. Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika sebagai fokus infeksi,

kualitas hidup menurun dan menimbulkan rasa tidak nyaman(8).

Page 12: Tonsilitis Kronik

Hal ini sesuai dengan kesan masyarakat bahwa tonsilektomi dapat meningkatkan

prestasi belajar pada anak yang menderita penyakit amandel (tonsil) sehingga banyak orang

tua yang menginginkan operasi amandel untuk meningkatkan prestasi belajar anaknya,

meskipun belum tentu tonsilnya sakit(8).

Belajar adalah aktivitas (usaha dengan sengaja) yang dapat menghasilkan perubahan

berupa kecakapan baru pada diri individu. Proses dan hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai

faktor antara lain kondisi fisiologis dan psikologis diri individu. Perubahan perilaku akibat

belajar tersebut menandai keberhasilan proses belajar dan mengajar dan digunakan sebagai

indikator prestasi belajar.

Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa tonsilitis kronik dapat mengganggu

kondisi fisiologis dan psikologis anak sehingga dapat mengganggu proses belajar(9).

Page 13: Tonsilitis Kronik

BAB II

EMBRIOLOGI DAN ANATOMI TONSIL

2.1 EMBRIOLOGI TONSIL

Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong faringeal

kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya tetap

ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus branchial kedua dan

ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul

terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan ketiga, tonsil secara gradual

akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.

Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau trabekula

(sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel germinativum (sebagai

pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai

stadium).9

2.2 ANATOMI TONSIL

Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria membentuk

cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini

dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap

infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi

Gambar 1. Gambaran Histologi Tonsil

Page 14: Tonsilitis Kronik

fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun,

dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.

Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin

waldeyer.

Gambar 2 : Cincin Waldeyer

Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar

limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring

posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlach's). 9,10

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak

pada dinding lateral arofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa

Page 15: Tonsilitis Kronik

dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak

berlubang-lubang kecil yang beijalan ke dalam "Cryptae Tonsillares" yang beijumlah 6-20

kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam.

Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsilla

palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah:

1. Anterior: arcus palatoglossus

2. Posterior: arcus palatopharyngeus

3. Superior: palatum mole

4. Inferior: 1/3 posterior lidah

5. Medial: ruang orofaring

6. Lateral: kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior.

A. carotis interna terletak 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsilla

Gambar 3. Tonsil Palatina

Page 16: Tonsilitis Kronik

Gambar 4. Anatomi normal Tonsil Palatina

Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular yang

terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasals

pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius- telinga tengah- kavum mastoid pada bagian

lateral.

Teibentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan terus

bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi. Adenoid

telah menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam antara anak yang

satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum adenoid tercapai pada usia antara 3-7

tahun. Pembesaran yang teijadi selama usia kanak-kanak muncul sebagai respon multi antigen

seperti. virus, bakteri, alergen, makanan dan iritasi lingkungan.

Page 17: Tonsilitis Kronik

Gambar 5. Adenoid

Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot

orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya

adalah otot konstriktor faring superior. Pada bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang

disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil.9

Pada bagian permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu membran jaringan ikat,

yang disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia faringobasilar yang kemudian

membentuk septa. 9

Plika anterior dan plika posterior bersatu di atas pada palatum mole. Ke arah bawah

berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Plika triangularis

atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis terletak diantara pangkal lidah dengan bagian

anterior kutub bawah tonsil dan merupakan serabut yang berasal dari otot palatofaringeus.

Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat.

Komplikasi yang sering teijadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.9

Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna yaitu A. maksilaris

eksterna (A. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A. tonsilaris dan A. palatina asenden, A.

maksilaris interna dengan cabang A. palatina desenden, serta A. lingualis dengan cabang A.

lingualis dorsal, dan A. faringeal asenden.

Arteri tonsilaris beijalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor superior dan

memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirimkan

Adenoid

Tonsils

Page 18: Tonsilitis Kronik

cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden

juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri

lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan

plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau "lesser palatine artery"

memberi vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari alas dan membentuk anastomosis dengan

a. palatina asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan

pleksus dari faring.9,10

Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui peajalanan aliran getah bening.

Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah bening servikal profunda

atau disebut juga deep jugular node. Aliran getah bening selanjutnya menuju ke kelenjar

toraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus.

Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf V melalui ganglion

sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari saraf glossofaiingeus (N. IX).

Gambar 6. Pendarahan Tonsil

Page 19: Tonsilitis Kronik

Gambar 7. Sistem Limfatik kepala dan leher

Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan patogen,

selanjutnya membawa mentranspor ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar dari tonsil

ditemukan pada usia 3 - 1 0 tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T

berkurang banyak sekali pada semua kompartemen tonsil.

Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu respon

imun tahap I, respon imun tahap n, dan migrasi limfosit. Pada respon imun tahap I teijadi

ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen

tonsil pertama sebagai barier imunologis. Sel M tidak hanya berperan mentranspor antigen

melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten mikro intraepitel spesifik yang

membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi material asing, limfosit dan APC seperti

makrofag dan sel dendritik

Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel kripte

dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun respon imun berikutnya

berupa migrasi limfosit. Peijalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa migrasi limfosit

It axillary glandi

Page 20: Tonsilitis Kronik

berlangsung terns menerus dari darah ke tonsil melalui HEV( high endothelial venules) dan

kembali ke sirkulasi melalui limfe.

Page 21: Tonsilitis Kronik

BAB III

TONSILITIS KRONIS

3.1 Definisi

Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi

berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan

diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar

serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan

apabila tonsil ditekan keluar detritus.10

Gambar 8. Tonsilitis

3.2 Etiologi

Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari Commission

on Acute Respiration Disease bekeija sama dengan Surgeon General of the Army

America dimana dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut:

25% disebabkan oleh Streptokokus (3 hemolitikus yang pada masa penyembuhan

tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.

25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak menunjukkan kenaikan

titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita. Sisanya adalah Pneumokokus,

Stafilokokus, Hemofilus influenza.

Page 22: Tonsilitis Kronik

3.3 Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :10

• Rangsangan kronis (rokok, makanan)

• Higiene mulut yang buruk

• Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)

• Alergi (iritasi kronis dari allergen)

• Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)

• Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.

3.4 Patologi

Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses radang

berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses

penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut

sehingga kripta akan melebar.

Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel

leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripta berupa eksudat berwarna kekuning

kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan

jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran

kelenjar submandibula.10

3.5 Manifestasi Klinis

Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang

berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi),

nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa

kering dan pernafasan berbau.

Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang

mungkin tampak, yakni:

Page 23: Tonsilitis Kronik

1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan

sekitar, kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti

keju.

2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti

terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar dan

ditutupi eksudat yang purulen.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak

antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka

gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:10

To : Tonsil masuk di dalam fossa

Ti : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume

orofaring T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume

orofaring

3.6 Diagnosis

Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut

1.Anamnesa

Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnosa dapat

ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada

tenggorok yang terns menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada

sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.

2. Pemeriksaan Fisik

Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta

mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut.

Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat

Page 24: Tonsilitis Kronik

banyak terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang

kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen

yang tipis terlihat pada kripta.

3.Pemeriksaan Penunjang

Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil.

Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan

yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau

Pneumokokus.10

3.7 Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat teijadi secara perkontinuitatum ke daerah

sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai

komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut:10 1. Komplikasi sekitar tonsila

• Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan

abses.

• Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal

dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil

dan penjalaran dari infeksi gigi.

• Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau

pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid,

kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.

• Abses Retrofaring

Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya teijadi pada anak

usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

Page 25: Tonsilitis Kronik

• Kista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan

ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa

cekungan, biasanya kecil dan multipel.

• Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang

membentuk bahan keras seperti kapur. 2. Komplikasi Organ jauh

• Demam rematik dan penyakit jantung rematik

• Glomerulonefritis

• Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

• Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

• Artritis dan fibrositis.

3.8 Penatalaksanaan

Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil

(Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan

medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala.

Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama, irigasi

tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi

gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau

berulang-ulang.

Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus

dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan

pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims

(1757).

Page 26: Tonsilitis Kronik

KESIMPULAN

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab tersering morbiditas dan

mortalitas pada anak. Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering

menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan.

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil

pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar

posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain: fosa tonsil, kapsul tonsil, plika

triangularis.

Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya. Bila

tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul

tonsilitis.Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang disebabkan

oleh virus ataupun bakteri.

Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi

berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan

diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar

serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan

apabila tonsil ditekan keluar detritus.

Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau nyeri

telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun, nyeri kepala

dan badan terasa meriang.

Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil

(Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan

medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala. Indikasi

tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika sebagai fokus infeksi, kualitas hidup menurun

dan menimbulkan rasa tidak nyaman.

Page 27: Tonsilitis Kronik

DAFTAR PUSTAKA

1. Notosiswoyo M, Martomijoyo R, Supardi S, Riyadina W. Pengetahuan dan Perilaku

Ibu / Anak Balita serta persepsi masyarakat dalam kaitannya dengan penyakit ISPA dan

pnemonia. Bui. Penelit. Kes.

2003; 31:60-71.

2. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan saluran Nafas Bagian Atas

Dalam : Ballenger JJ. Ed. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 13.

Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994 : 194- 224.

3. Suwento R. Epidemiologi Penyakit THT di 7 Propinsi. Kumpulan makalah dan

pedoman kesehatan telinga. Lokakarya THT Komunitas. PIT PERHATI-KL, Palembang,

2001: 8-12.

4. Aritomoyo D. Insiden tonsilitis akuta dan kronika pada klinik THT RSUP Dr. Kariadi

Semarang, Kumpulan naskah ilmiah KONAS VI PERHATI, Medan, 1980: 249-55.

5. Udaya R, Sabini TB. Pola kuman aerob dan uji kepekaannya pada apus tonsil dan

jaringan tonsil pada tonsilitis kronis yang mengalami tonsilektomi. Kumpulan naskah ilmiah

KONAS XII PERHATI, Semarang:BP Undip;1999: 193- 205.

6. Jackson C, Jackson CL. Disease of the Nose, Throat and Ear, 2 Nd ed.. Philadelphia:

WB Saunders Co; 1959: 239-57.

7. Lipton AJ. Obstructive sleep apnea syndrome :http://www.emedicine.com/ped/topic

1630.htm.2002.

8. Franco RA, Rosenfeld RM. Quality of life for children with obstructive sleep apnea.

Otolaryngol. Head and Neck Surgery. 2000; 123:9-16

9. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6th Ed. Edisi

Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001; 263-368

10. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Hmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183