TMSK1

55
LI 1. Memahami dan menjelaskan anatomi meninges, cairan serebrospinal, sistem interna LO 1.1 Makroskopik LO 1.2 Mikroskopik LI 2. Memahami dan menjelaskan LCS (Liquor Cerebro Spinalis) LO 2.1 Fisiologi Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di bagian tengah dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang menonjol ke ventrikel.Pleksus khoroideus membentuk lobul-lobul dan membentuk seperti daun pakis yang ditutupi oleh mikrovili dan silia. Tapi sel epitel kuboid berhubungan satu sama lain dengan tigth junction pada sisi apeks, dasar sel epitel kuboid terdapat membran basalis dengan ruang stroma diantaranya. Ditengah villus terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler fenestrata).Inilah yang disebut sawar darah LCS. Gambaran histologis khusus ini mempunyai karakteristik yaitu epitel untuk transport bahan dengan berat molekul besar dan kapiler fenestrata untuk transport cairan aktif. Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif. Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut: Natriumdipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus muatan positif di dalam CSS. menarik ion-ionbermuatan negatif, terutama clorida ke dalam CSS. Kelebihanion di dalam cairan neuron meningkatkan tekanan osmotik cairanventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari pada dalam plasma.

description

asasadaadasa

Transcript of TMSK1

Page 1: TMSK1

LI 1. Memahami dan menjelaskan anatomi meninges, cairan serebrospinal, sistem interna

LO 1.1 Makroskopik

LO 1.2 Mikroskopik

LI 2. Memahami dan menjelaskan LCS (Liquor Cerebro Spinalis)

LO 2.1 Fisiologi

Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di bagian tengah dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang menonjol ke ventrikel.Pleksus khoroideus membentuk lobul-lobul dan membentuk seperti daun pakis yang ditutupi oleh mikrovili dan silia. Tapi sel epitel kuboid berhubungan satu sama lain dengan tigth junction pada sisi apeks, dasar sel epitel kuboid terdapat membran basalis dengan ruang stroma diantaranya. Ditengah villus terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler fenestrata).Inilah yang disebut sawar darah LCS. Gambaran histologis khusus ini mempunyai karakteristik yaitu epitel untuk transport bahan dengan berat molekul besar dan kapiler fenestrata untuk transport cairan aktif.

Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif.

Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut:

Natriumdipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus

muatan positif di dalam CSS.

menarik ion-ionbermuatan negatif, terutama clorida ke dalam CSS.

Kelebihanion di dalam cairan neuronmeningkatkan tekanan osmotik cairanventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari

pada dalam plasma.

air dan zat terlarut lain bergerak melalui membran khoroideus ke dalam CSS.

Bikarbonat terbentuk oleh karbonik anhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan mengembalikan pompa Na dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K Pump yang terjadi dengan bantuan Na-K-ATP-ase, yang berlangsung dalam keseimbangan. Obat yang menghambat proses ini dapat menghambat produksi CSS. Penetrasi obat-obat dan metabolit lain tergantung kelarutannya dalam lemak. Ion campuran seperti glukosa, asam amino, amin dan hormon tyroid relatif tidak larut dalam lemak, memasuki CSS secara lambat dengan bantuan sistim transport membran. Juga insulin dan transferin memerlukan reseptor transport media. Fasilitas ini (carrier) bersifat stereospesifik, hanya membawa larutan yang mempunyai susunan spesifik untuk melewati membran kemudian melepaskannya di CSS. Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium disekresi ke CSS dengan mekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS ke jaringan otak. Perpindahan cairan, Magnesium dan Fosfor ke CSS dan jaringan otak juga terjadi terutama

Page 2: TMSK1

dengan mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung pada konsentrasinya dalam serum.Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan ruang interseluler, demikian juga sebaliknya.Hal ini dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik dan hipertonik. Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III dan IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik. CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dalam ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen magendi) yang berada di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarachnoid sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis superior. Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran adrah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu arah, dimana semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu memindahkan CSS dengan cara difusi melalui dindingnya. Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui perluasaan sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput arakhnoid.Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraselluler dan CSS dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid.Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan pia dan arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada tingkatan kapiler.

Page 3: TMSK1

Fungsi LCS :

1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf.

2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak

3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik dan untuk memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.

4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari corpus pineal dapat dikeluarkan ke CSS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral.

5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarachnoid lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.

Page 4: TMSK1

Sirkulasi CSF

Keterangan:Cairan bergerak dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular (Munro) → menuju ventrikel ke-3 otak (tempat cairan semakin banyak karena ditambah oleh plexus koroid) → melalui aquaductus cerebral (Sylvius) menuju ventrikel ke-4 (tempat cairan ditambahkan kembali dari pleksus koroid) → melalui tiga lubang pada langit-langit ventrikel ke-4 → bersirkulasi melalui ruang subarakhnoid, di sekitar otak dan medulla spinalis → direabsorsi di vili arakhnoid (granulasi) → ke dalam sinus vena pada duramater kembali ke aliran darah tempat asal produksi cairan tersebut.

Page 5: TMSK1

a. Normal performance of CSF Jernih (tidak berwarna) seperti air. Ditemukan sel-sel mononuclear (limfosit 2 – 5 sel/ml dan monosit). Tidak ditemukan mikroorganisme Sifatnya basa / alkali Tidak berbau

b. Perubahan performa CSF karena infeksi Infeksi bakteri bakteri mengeluarkan zat kimia yang sesuai dengan reseptor pada

neutrofil neutrofil tertarik kadar neutrofil dalam CSF meningkat Infeksi bakteri bakteri menggunakan glukosa sebagai bahan bakar energi kadar

glukosa dalam CSF menurun Infeksi bakteri terjadi peradangan permeabilitas sawar darah otak terganggu

protein berukuran besar dapat masuk terjadi peningkatan kadar protein dalam CSF Infeksi bakteri terjadi pendarahan warna CSF akan berubah

c. Konstituen CSF

Page 6: TMSK1

Komposisi dari CSF menyerupai plasma darah dan cairan interstitial, mengandung glukosa, protein, asam laktat, urea, kation (Na+, K++, Ca2+, Mg2+), anion (Cl-, HCO3-), sel darah putih, tetapi tidak mengandung protein.

Protein Normal : sedikit protein, karena sawar darah otak tidak bisa ditembus oleh protein yang molekulnya besar (akan meningkat bila terjadi penurunan permeabilitas BBB)

Glukosa Normal : 40-70mg/dl (2/3 gula darah). Asam laktat Normal : 10 -20 mg/dl (akan meningkat bila terjadi perombakan

glukosa) Ureum Normal : 10-15 mg/dl, hampir sama dengan darah Glutamine Normal : 20 mg/dl Enzim enzim yang terdapat dalam serum(seperti : LDH, ALT, dan AST) juga

terdapat dalam CSF dengan jumlah lebih rendah Zat-zat lain :

Konsentrasi Na sama dengan pada plasma Konsentrasi Cl 15 % lebih besar daripada plasma Konsentrasi K 40 % lebih kecil daripada plasma Sedikit ion bikarbonat.

Tabel Karakteritik CSF Dewasa Normalkadar CSF relatif terhadap kadar

plasma- Tekanan- pH- Protein total- Imunoglobin- Albumin / globulin- Glukosa

- Asam Laktat- Urea (sebagai nitrogen urea)- Glutamin- Limfosit

75-200 mmH2O7,32-7,3515-45 mg/dl0,75-3,5 mg/dl8 : 140-70 mg/dl

10-20 mg/dl10-15 mg/dl< 20 mg/dl2-5/ml

Sedikit lebih rendah0,2-0,5 %< 0,1 %3-4 kali lebih tinggi50-80 % dari kadar dalam darah 30-60 menit sebelumnyaHampir samaHampir samaHampir sama

LO 2.2 Mikroskopis

Page 7: TMSK1

A. WarnaNormal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna:

kuning,santokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari protein. Peningkatan protein yang penting danbermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500 sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis dalam satu jam danakan memberikan warna cucian daging di dalam cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000 sel/ml.

B. Tekanan Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan tahanan

terhadap absorpsi melalui villi arakhnoid.Bila salah satu dari keduanya naik, maka tekanan naik, bila salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi, bila posisi berbaring maka tekanan normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada daerah lumbal, siterna magna dan ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan serebrospinal akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan melalui ruang serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan sedikit naik pada perubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah pada penekanan abdomen dan waktu batuk. Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan Queckenstedt yaitu dengan penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal penekanan vena jugularis akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal dalam waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit sekali peninggian tekanan.Karena keadaan rongga kranium kaku, tekanan intrakranial juga dapat meningkat, yang bisa disebabkan oleh karena peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan cairan serebrospinal atau penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan oedema serebri.Kegagalan sirkulasi normal CSS dapat menyebabkan pelebaran vena dan hidrocephalus.Keadaan ini sering dibagi menjadi hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus obstruktif.Pada hidrosefalus komunikans terjadi gangguan reabsorpsi CSS, dimana sirkulasi CSS dari ventrikel ke ruang subarachnoid tidak terganggu.Kelainan ini bisa disebabkan oleh adanya infeksi, perdarahan subarakhnoid, trombosis sinus sagitalis superior, keadaan-keadaan dimana viscositas CSS meningkat dan produksi CSS yang meningkat.Hidrosefalus obstruktif terjadi akibat adanya ganguan aliran CSS dalam sistim ventrikel atau pada jalan keluar ke ruang subarakhnoid.Kelainan ini dapat disebabkan stenosis aquaduktus serebri, atau penekanan suatu masa terhadap foramen Luschka, foramen Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi dan foramen Monroe.Kelainan tersebut bisa berupa kelainan bawaan atau didapat.

C. Jumlah sel

Page 8: TMSK1

Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat 1 sel polymorphonuklear saja, Sel leukosit jumlahnya akan meningkat pada proses inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis, pengendapan dan terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara bermakna. Leukositosis ringan antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut akan cenderung memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan dibanding dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih dari 1000 sel/mm3, sedang pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi.Jika jumlah sel meningkat secara berlebihan (5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah terjadi rupture dari abses serebri atau perimeningeal perlu dipertimbangkan.Perbedaan jumlah sel memberikan petunjuk ke arah penyebab peradangan.Monositosis tampak pada inflamasi kronik oleh L. monocytogenes. Eosinophil relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada infeksi cacing dan penyakit parasit lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan saraf pusat, reaksi tubuh terhadap benda asing.

D. GlukosaNormal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal

sangat bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai tempat pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbal. Rasio normal kadar glukosa cairan serebrospinal lumbal dibandingkan kadar glukosa serum adalah >0,6. Perpindahan glukosa dari darah ke cairan serebrospinal secara difusi difasilitasi transportasi membran. Bila kadar glukosa cairan serebrospinalis rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa cairan serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia menunjukkan penurunan rasio kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa serum, keadaan ini ditemukan pada derjat yang bervariasi, dan paling umum pada proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering juga ditemukan pada meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan trichinosis atau meningitis zat kimia. Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau meningitis rheumatoid mungkin juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang rendah. Meningitis viral, mump, limphostic khoriomeningitis atau herpes simplek dapat menurunkan kadar glukosa ringan sampai sedang.

E. ProteinKadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%.pada

sisterna 10-25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg% dari total protein. Kadar protein lebih dari 150 mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal berwarna xantokrom, pada peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih dari 1,5 gr% akan menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat oleh karena hilangnya sawar darah otak (blood barin barrier), reabsorbsi yang lambat atau peningkatan sintesis immunoglobulin loka. Sawar darah otak hilang biasanya terjadi pada keadaan peradangan,iskemia baktrial trauma atau neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang lambat dapat terjadi pada situasi yang berhubungan dengan tingginya kadar protein cairan serebrospinal, misalnya pada meningitis atau perdarahan subarakhnoid. Peningkatan kadar immunoglobulin cairan serebrospinal ditemukan pada multiple sklerosis, acute inflamatory polyradikulopati, juga ditemukan pada tumor intra kranial dan penyakit infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis, neurosipilis, arakhnoiditis dan SSPE (sub acute sclerosing panensefalitis). Perubahan kadar protein di

Page 9: TMSK1

cairan serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf pusat.

F. ElektrolitKadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-130

mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak menunjukkan perubahan pada kelainan neurologis, hanya terdapat penurunan kadar Cl pada meningitis tapi tidak spesifik.

G. Osmolaritas Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L0. Bila terdapat

perubahan osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.

H. pH Keseimbangan asam basa harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan metabolik

alkalosis.PH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan PCO2 lebih tinggi pada cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak berubah bila metabolik asidosis terjadi secara subakut atau kronik, dan akan berubah bila metabolik asidosis atau alkalosis terjadi secara cepat.

LI 3. Memahami dan menjelaskan meningitis, ensefalitis dan meningoensefalitis

LO 3.1 Definisi

Meningitis adalah inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piameter dan ruang subarachnoid maupun arachnoid, dan termasuk cairan serebrospinal. (Hickey, 1997).Ensefalitis adalah suatu peradangan pada parenkim otak.Meningoensefalitis adalah peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak

LO 3.2 Etiologi

Meningitis:Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas: Pneumococcus, Meningococcus, Hemophilus influenza, Staphylococcus, E.coli, Salmonella (Japardi, Iskandar, 2002). Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur:a. Neonatus: Escerichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria monositogenesb. Anak dibawah 4 tahun: Hemofilus influenza, meningococcus, pneumococcusc. Anak diatas 4 tahun dan orang dewasa: meningococcus, pneumococcus

(Japardi, Iskandar 2002)

Ensefalitis:Penyebab paling sering adalah infeksi virus, contoh:a. Herpes virusb. Arbovirus ditularkan oleh nyamuk, kutu dan serangga lainnyac. Rabies ditularkan melalui gigitan hewan

Meningoensefalitis:a. Infeksi virus

Dari orang - orang: morbili, rubella, kelompok enterovirus, herpes, pox, influenza A dan B

Melalui arthropoda: Eastern equine, Western equine, Dengue, Colorado tick fever

Page 10: TMSK1

b. Infeksi non virus Ricketsia Mycoplasma pneumoniae Bakterial: meningitis tuberkulosa dan bakterial sering mempunyai komponen

ensefalitis Spirocheta: sifilis, leptospirosis Cat-scratch fever Jamur: kriptococcus, histoplasmosis, aspergilosis, mukomikosis, kandidosis,

koksidiodomikosis Protozoa: plasmodium, tripanosoma, toksoplasma Metazoa: throchinosis, ekinokokosis, sistiserkosis, skistosomiasis

c. Parainfeksi – postinfeksi, alergi: MMR, influenza, pertusis, ricketsia, influenza A-B, hepatitis Pasca vaksinasi MMR, influenza, pertusis, yellow fever, tifoid

d. Human Slow Virus PE Jackop-Creutzfeldt disease Progressive multifokal leucoencephalophaty Kuru

LO 3.3 Epidemiologi

Meingitisa. Lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuanb. Insiden puncak terdapat rentang usia 6 – 12 bulanc. Rentang usia dengan angka mortalitas tinggi adalah dari lahir sampai dengan 4 tahun

EnsefalitisInsiden ensefalitis di seluruh dunia sulit untuk ditentukan. Sekitar 150 – 3000 kasus, yang kebanyakan ringan dapat terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Kebanyakan kasus herpes virus ensefalitis di Amerika Serikat.Arbovirus ensefalitis lebih lazim di iklim yang hangat dan insiden bervariasi dari daerah ke daerah dan dari tahun ke tahun. St Louis ensefalitif adalah tipe yang paling umum, ensefalitis arboviral di Amerika Serikat dan ensefalitis Jepang adalah tipe yang paling umum di bagian lain dunia. Ensefalitis lebih sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda.

LO 3.4 Klasifikasi

Meningitisa. Berdasarkan letak anatomisnya:

Pakimeningitis: infeksi pada durameter Leptomeningitis: infeksi pada arachnoid dan piameter

b. Berdasarkan penyebab: Bakteri

Meningitis bakteri akut biasanya terjadi saat bakteri masuk aliran darah dan bermigrasi ke otak dan medula spinalis, namun dapat juga terjadi ketika bakteri langsung berinvasi ke meningen, akibat infeksi dari sinus atau telinga atau fraktur tengkorak. Penyebab infeksi bakteri terbanyak antara lain Streptococcus

Page 11: TMSK1

pneumoniae (pneumococcus), Neisseria meningitidis (meningococcus), Haemophilus influenzae (haemophilus), Listeria monocytogenes (listeria).

VirusVirus merupakan penyebab terbanyak dari meningitis setiap tahunnya dibandingkan bakteri. Meningitis virus biasanya lebih ringan dan sembuh sendiri dalam jangka waktu ± 2 minggu. Penyebab terbanyak disebabkan oleh Enterovirus. Virus-virus lain penyebab meningitis antara lain HSV, EBV, CMV, lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus Mumps biasanya dapat menyebabkan meningitis pada anak yang tidak divaksinasi. Penyebab infeksi meningitis yang jarang antara lain Borrelia burgdorferi (Lyme disease), B. henselae (cat-scratch disease), M. tuberculosis, Toxoplasma, fungi (Cryptococcus, Histoplasma, and Coccidioides), and parasites (Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).

Ricketsia Jamur

Meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita saat kita menghirup debu atau tahi burung yang kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini paling sering terjadi pada orang dengan CD4 di bawah 100.

Cacing Protozoa

Klasifikasi menurut Brunner & Suddath (2002):a. Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitits virus atau menyebabkan iritasi

meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah diruang sub arachnoid.

b. Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti meningokokus, stafilokokus atau basilus influenza.

c. Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basillus tuberkel.

Sedangkan menurut Roony Yoes dibagi menjadi:a. Meningitis Serosa/Tuberkulosa adalah radang selaput otak arachnoid dan piamater

yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Myobakterium Tuberculosa. Penyebab lain seperti Virus, Toxoplasma gondhi, Ricketsia.

b. Meningitis Purulenta adalah radang bernanah arachnoid dan piamater yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebanya antara lain: diplococus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Streptococcus haemolytiicus, Staphylococcus aureus,haemophilus influenzae, esherchia coli, klebsiella pneumoniae, pseudomonas aeruginosa

Ensefalitisa. Ensefalitis Supurativa

Bakteri penyebab: staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli dan M.tuberculosab. Ensefalitis Siphylisc. Ensefalitis Virus:

Page 12: TMSK1

Virus RNA- Paramiksovirus: virus parotitis, virus morbili- Rabdovirus: virus rabies- Togavirus: virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)- Picomavirus: enterovirus (virus polio, coxsackie A,B, echovirus)- Arenavirus: virus koriomeningitis limfositoria

Virus DNA- Herpes virus: herpes zooster-varicella, herpes simpleks, sitomegalovirus- Virus epstein barr- Poxvirus: variola, vaksinia- Retrovirus: AIDS

d. Parasit: Malaria Toksoplasmosis Amebiasis Sistiserkosis

e. Fungusf. Riketsiosis serebri

LO 3.5 Patofisiologi

Meningitis

Page 13: TMSK1
Page 14: TMSK1

Meningitis Bakterialis

Infeksi dapat melalui selaput otak:

1. Aliran darah (hematogen) karena infeksi di tempat lain seperti faringitis, tonsilitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai kuman yang ada dalam cairan otak.

2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus kavernosus.

3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal, dan mieokel.

4. Meningitis pada neonatus dapat terjadi oleh karena : Aspirasi dari cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau

oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir Infeksi bakterial secara transental terutama listeria

Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat terjadi penyebaran hematogen. Saluran napas merupakan porte de’ entere untama bagi banyak penyebab meningitis plurulenta. Proses terjadinyameningitis bakterialis melalui jalur hematogen diawali oleh perlekatan bakteri pada sel epitel mukosa nasofaring dan melakukan kolonisasi, kemudian menembus rintangan mukosa dan memperbanyak diri dalam aliran darah dan menimbulkan bakterimia. Selanjutnya bakteri masuki ke dalam cairan cerebrospinal dan

Page 15: TMSK1

memperbanyak diri di dalamnya. Bakteri ini menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.

Meningitis TuberkulosisUmumnya merupakan penyebaran tuberkulosis primer, dengan fokus infeksi di

tempat lain, Dari fokus infeksi primer, kuman masuk ke sirkulasi darah melalui duktus toracicus dan kelenjar limfa regional dan dapat menumbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis miler atau hanya menimbulkan beberapa fokus metastasis yang biasanya tenang.

Mula – mula terbentuk tuberkel di otak, selaput otak, atau medulla spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik. Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan antigen dari tuberkel yang pecah karena rangsangan kemungkinan berupa trauma atau faktor imunologis. Kuman kemudian lagsung masuk ruang subaranoid atau ventrikel. Hal ini mungkin terjadi segera sesudah dibentuknya lesi atau setelah periode laten beberapa bulan atau tahun.

Bila hal ini terjadi pada pasien yang sudah tersenitasi maka masuknya kuman ke dalam subaraknoid menimbulkan reaksi peradangan ini mula-mula timbul di sekitar tuberkel yang pecah, tetapi kemudian tampak jelas di selaput otak pada dasar otak dan epidem.

Meningitis ViralMeningitis adalah peradangan dari meninges (membran jaringan lunak yang menutupi

otak dan sumsum tulang bawah tengkorak dan tulang belakang. Dalam penggunaan umum, biasanya mengacu pada infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau   fungi jamur. Kebanyakan kasus meningitis virus ini biasanya ringan dan kebanyakan orang membuat pemulihan yang sangat baik. Namun pada kesempatan langka meningitis virus dapat mengancam kehidupan atau menyebabkan langgeng setelah efek, terutama jika orangmemiliki masalah dengan sistem kekebalan tubuh mereka. Viral meningitis lebih sering terjadi pada anak-anak namun dapat terjadi pada setiap kelompok usia.

Beberapa virus yang menyebar dari orang ke orang melalui sekret pernafasan, orang lain melalui kontak dengan kotoran sengaja. Beberapa virus yang ditularkan kepada orang-orang dari serangga menghisap darah. Cara virus tersebar antara orang-orang tergantung pada virus tertentu.

Hal ini biasanya sulit untuk menghindari paparan virus manusia, namun praktik kebersihan yang baik seperti mencuci tangan setelah mengunjungi toilet akan meminimalkan risiko tertular enterovirus. Untuk arbovirus, penggunaan penolak serangga, dan paparan menghindari untuk serangga menggigit dengan menghindari kali menggigit puncak seperti saat senja, bersama dengan   penggunaan pakaian yang sesuai selama waktu menggigit juga merupakan cara yang positif untuk mengurangi risiko tertular penyakit virus. Departemen kesehatan daerah biasanya akan mengeluarkan pernyataan penasehat publik tentang tindakan pencegahan untuk mengambil selama periode musiman di risiko untuk infeksi arbovirus

LO 3.6 Manifestasi klinis

Trias klasik meningitis : demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk

Iritasi dan kerusakan saraf kranial (selubung saraf yang terinflamasi) :

a. N II : papil edema, kebutaanb. N III, IV, VI : ptosis, defisit lapang pandang, diplopiac. N V : fotofobiad. N VII : paresis facial

Page 16: TMSK1

e. N VIII : ketulian, tinnitus dan vertigo

Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :

1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:

a. Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.

b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.

c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.

d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat

purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.

f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia: demam tinggi tiba-tiba

muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.

Page 17: TMSK1

Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.

Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.

Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.

Meningitis Tuberkulosa terdiri dari 3 stadium, yaitu:

Stadium I atau stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat.

Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya

Page 18: TMSK1

EnsefalitisGejala toksikemia terdiri dari sakit kepala, demam dan lemah-letih seluruh tubuh. Sedangkan manifestasi lokalisatorik akibat kerusakan susunan saraf pusat berupa gangguan sensorik dan motorik (gangguan penglihatan, gangguan berbicara, gangguan pendengaran dan kelemahan anggota gerak), serta gangguan neurologis yakni peningkatan TIK yang mengakibatkan nyeri kepala, mual dan muntah sehingga terjadi penurunan berat badan.

LO 3.7 Diagnosis dan diagnosis banding

1. Anamnesis Apakah pasien pernah mengalami nyeri kepala ? Adakah gejala penyerta : fotofobia, kaku leher, mual, muntah, demam, mengantuk,

atau bingung ? Adakah tanda-tanda neurologis : diplopia, kelemahan fokal atau gejala sensoris? Gejala sistemik lainnya : mual, muntah, demam, atau menggigil. Adakah Riwayat meningitis, kebocoran atau pirau LCS, trauma kepala berat, infeksi

telinga atau sinusitis ? Adakah riwayat vaksinasi ? Adakah riwayat meningitis dalam keluarga atau dilingkugan sekitar Apakah berpergian ke luar negeri ?

2. Pemeriksaan Fisika. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal

- Pemeriksaan Kaku Kuduk

Page 19: TMSK1

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.

- Pemeriksaan Tanda KernigPasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.

- Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.

- Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontra lateral.

b. Glasgow Coma Scale (GCS)

Page 20: TMSK1

Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15.

Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:E1 = tidak membuka mata dengan rangsang nyeriE2 = membuka mata dengan rangsang nyeriE3 = membuka mata dengan rangsang suaraE4 = membuka mata spontan

Motorik:M1 : tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeriM2 : reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeriM3 : reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeriM4 : reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaranM5 : reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaranM6 : reaksi motorik sesuai perintah

Verbal:V1 : tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)V2 : respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)V3 : respon kata dengan rangsang nyeri (words)V4 : bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (conf used)V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)

Diagnosa meningitis tergantung dari organisme penyebab yang terisolasi dari darah, CSS, urin dan cairan tubuh lainnya. Namun terutama berdasar pada pemeriksaan kultur dari cairan serebrospinal. Lumbal punksi dilakukan pada setiap anak dengan kecurigaan terjadinya sepsis.

Hasil lumbal pungsi, ditemukan hitung leukosit > 1.000/mm3. Kekeruhan CSS terlihat leukosit pada CSS melampaui 200 – 400/mm3. Normal pada neonatus hanya 30 leukosit/mm3. Sedangkan pada anak-anak < 5 leukosit/mm.

Pada CSS dilakukan pemeriksaan terhadap adanya bakteri, jumlah sel, protein dan glukosa level. Pada pemeriksaan bakteri dapat ditemukan cairan jernih dengan beberapa sel mengandung banyak bakteri, yaitu sekitar 80% pada bayi dengan diagnosa meningitis. Jumlah sel dalam CSS > 60/µl dan yang terbanyak adalah sel neutrofil. Konsentrasi protein yang meningkat dan penurunan glukosa juga dapat ditemukan. Kadar protein normal pada neonatus dapat mencapai 150 mg/dl, terutama pada bayi prematur. Pada meningitis kadar proteinnya dapat mencapai beberapa ratus sampai beberapa ribu mg/dl. Kadar glukosanya kurang dari 40 mg/dl dan 50% lebih rendah dari glukosa darah yang waktu pengambilan darahnya bersamaan dengan pengambilan likuor.

Skema Meningitis

Bakteri Virus TBCWarna Keruh Jernih JernihSel PMN Limfosit LimfositProtein Ringan TinggiGlukosa ¯ Normal ¯

Page 21: TMSK1

Pemeriksaan sediaan apus likuor dengan pewarnaan gram dapat menduga penyebab meningitis serta diagnosis meningitis dapat segera ditegakkan. Biakan dari bagian tubuh lainnya seperti aspirasi cairan selulitis atau abses, usapan dari kotoran mata yang purulen, sekret di umbilikus, dan luka sebaiknya dilakukan pula, mengingat mikroorganisme pada bahan tersebut mungkin sesuai dengan penyebab meningitis. Pada bayi usia 1 bulan jumlah leukosit berkisar antara 0-5 sel/mL, banyak kasus pada neonatus ditemukan peningkatan jumlah leukosit dengan polymorphonuclear (PMN) leukosit lebih dominan. Kultur darah pada meningitis bakterial mempunyai nilai positif pada 85% kasus neonatus.

Pemeriksaan cairan serebrospinal:Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil analisa cairan serebrospinal dari pungsi lumbal.

Tabel 1. Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal

TesMeningitis

BakterialMeningitis Virus

Meningitis TBC

Tekanan LP

WarnaJumlah

selJenis selProteinGlukosa

MeningkatKeruh> 1000/mlPredominan

PMNSedikit

meningkatNormal/menurun

Biasanya normalJernih< 100/mlPredominan MNNormal/

meningkatBiasanya normal

BervariasiXanthochromiaBervariasiPredominan

MNMeningkatRendah

Pemeriksaan Pungsi Lumbal Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.

a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darahputih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).

b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapajenis bakteri.

Analisis CSS dari fungsi lumbal :a. Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah

putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.

b. Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.

Pemeriksaan darah Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.

a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, padaMeningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.

b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit. Pemeriksaan darah :

Page 22: TMSK1

1. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )2. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )3. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)4. Elektrolit darah : Abnormal .5. ESR/LED : meningkat pada meningitis

Pemeriksaan Radiologis a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT

Scan. b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal,

gigi geligi) dan foto dada.

Pemeriksaan laina. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat

infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi b. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak

ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumorc. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

Diagnosis bandinga. Abscess Serebral, Merupakan radang suppurativa lokal pada jaringan otak dan

penyebab yang terbanyak dari abscess di lobus temporal. Mikroorganisma penyebab bisa bakteri aerob dan anaerob. Streptococci, staphylococci, proteus, E.coli, pseudomonas merupakan organisma yang terbanyak. Abscess Serebral dapat terjadi oleh karena penyebaran bakteria piogenik secara langsung akibat infeksi dari otitis media, mastoiditis ataupun sinus paranasal. Gejala klinis dari abscess serebral: Nyeri kepala yang progressif, demam, muntah, papiledema, bradikardi, serta hemiparesis dan homonymous hemianopia. Pada pemeriksaan laboratorium dan cairan serebrospinal biasanya tidak memberikan hasil yang spesifik. Pada pemeriksaan CT scan tanpa kontrast (Non-contrast Computerized Tomography/ NCCT), stadium serebritis pada permulaannya nampak sebagai suatu area hipodens di white matter dengan batas yang menyebar luas yang menggambarkan kongesti vaskuler dan edema pada pada pemberian kontrast (Contrast Enhancement Computerized Tomography/CECT) enhancement bisa dijumpai atau hanya sedikit. Dan pada perkembangan proses inflamasi selanjutnya terjadi perlunakan otak (softening) dan petechial hemorrhage, yang menggambarkan kerusakan sawar darah otak progressif. Pada stadium ini, CECT menunjukkan area bercorak yang tidak teratur yang enhance, terutama di gray matter.

Dalam mengevaluasi serebritis tahap dini, pemeriksaan MRI lebih akurat dari pada Head CT-scan. Oleh karena sensitivitasnya terhadap perubahan kandungan air, MRI dapat mendeteksi perubahan infeksi pada fase permulaan dengan cepat. T1-W1 menunjukkan hipointensitas yang ringan dan efek massa.

Sering terlihat sulkus yang menghilang. Pada T2-W1 nampak hiperintensitas dari area inflamasi sentral dan edema sekelilingnya.

Page 23: TMSK1

a. Empiema subdural b. Empiema subdural biasanya merupakan komplikasi dari sinusitis paranasalis

dan dapat sangat mirip dengan absess serebri. Gejala klinis ditandai dengan peninggian tekanan intrakranial seperti sakit kepala, muntah proyektil dan kejang. Gambaran MRI dan CT scan akan membedakan kedua kondisi ini.

c. Lateral Sinus Thrombosis Merupakan suatu thrombophlebitis dari lateral sinus dan merupakan komplikasi intrakranial dari otitis media yang sangat berbahaya. Gejala klinis : demam yang intermitten meningkat secara irreguler, kedinginan, nyeri kepala, anemia serta adanya tanda Greisinger’s [adanya edema pada daerah post auricular yang melalui vena emissary mastoid]. Pada funduscopi terlihat adanya papil edema.

Meningismus Abses otak. Tumor otak.

No Kriteri Banding Kejang Demam

Epilepsi Meningitis Ensefalitis

1. Demam Pencetusnya demam

Tidak berkaitan dengan demam

Salah satu gejalanya demam

Page 24: TMSK1

2. Kelainan Otak (-) (+) (+)

3. Kejang berulang (+) (+) (+)

4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)

LO 3.8 Tatalaksana

Pasien dengan meningitis HIV harus mendapatkan antiretroviral terapi aktif. Pasien dengan meningitis viral dan diketahui memiliki defisiensi imunitas humoral,

sebaiknya diberikan gamma globulin secara IM/IV Vaksinasi sangat efektif unutk mencegah terjadinya meningitis yang disebabkan oleh

poliovirus, mumps, dan infeksi measles.

Perawatan Pada waktu kejang a. Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka. b. Hisap lender c. Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi. d. Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).

Bila penderita tidak sadar lama. a. Beri makanan melalui sonda. b. Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering

mungkin. c. Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika. d. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.

Pada inkontinensia alvi lakukan lavement. A. Pemantauan ketat.

a. Tekanan darah b. Respirasi c. Nadi d. Produksi air kemih e. Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.

Penanganan Meningitis Tuberkulosis

Perawatan di rumah sakit dengan istirahat di tempat tidur

Untuk penderita sudah penurunan kesadaran sampai koma, maka diperlukan :

a. Pengawasan saluran pernafasan yangg baikb. Keseimbangan cairan & elektrolitc. Kateterisasi urind. Perubahan posisi tidur penderita sesering mungkin untuk mencegah dekubitus\

Page 25: TMSK1

e. Perawatan pasien tergantung pada hasil temuan LCS: limfositik plesitosis, penurunan glukosa, dsb.

f. Diperlukan diet dengan komposisi protein, karbohidrat, lemak dan mineral yang baik. Rekomendasi: diet tinggi kalori tinggi protein dan cairan infus glukosa 5% duabagian dengan NaCl 0.9% satu bagian untuk keadaan dehidrasinya.

Tabel menunjukkan dosis obat anti tuberkulosa secara umum yang dipakai (di Indonesia) secara harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien:

Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan RHZE (E). Bila setelah 2 bulan masih tetap positif maka tahap intensif diperpanjang lagi selama 2-4 minggu dengan 4macam obat. Pada populasi dengan resistensi primer terhadap INH rendah, tahap intensif cukup diberikan 3 macam obat saja iaitu RHZ. Hal ini karena secara teoritis pemberian isoniazid, rifampisin, dan pyrazinamid akan memberikan efek bakterisid yang terbaik.

Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4RH atau 4R3H3. Pasien dengan tuberculosis berat (meningitis, tuberculosis diseminata, spondilitis dengan gangguan neurologist), R dan H harus diberikan setiap hari selama 6-7 bulan (6R7H7 atau7R7H7).

Pyridoxine (50mg/d) dapat diberikan untuk encegah neuropati. Dexamethasone menurunkan edema otak, resistensi outflow CSS, produksi sitokin inflamasi, jumlah leukosit, sehingga proses inflamasi di ruang subarakhnoid berkurang & meminimalisasi kerusakan sawar darah otak.Dexamethasone direkomendasi pada kasus meningitis tuberkulosa apabila ada salah satu komplikasi di bawah:

a. penurunan kesadaranb. papil edemac. defisit neurologic fokald. tekanan pembukaan CSS lebih besar dari 300 mmH2O Dosisnya adalah 10 mg bolus

intravena kemudian 4 x 5 mg intravena selama 2-3minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.

Management Meningitis Bakterialis

Page 26: TMSK1

Jika meningitis bakterialis sudah dicurigai maka pengobatan haruslah segera diberikan walaupun bakteri penyebab masih belum jelas (belum diidentifikasi). Antibiotik yang diberikan harus dapat menembus sawar cairan serebrospinal, diberikan dalam dosis yang adekuat serta sensitif terhadap bakteri penyebab (stlh diiidentifikasi). Pada kasus-kasus dimana organisme penyebab tidak dapat teridentifikasi, pengetahuan tentang pola resistensi obat akan menentukan pemilihan antibiotika secara empiris misalnya pada anak-anak (sefalosporin generasi ketiga atau ampisilin besertaKloramfenikol), pada dewasa (penisilin dan sefalosporin generasi ketiga) dan pada orangtua (Ampisilin dan sefalosporin generasi ketiga). Pemberian sefalosporin generasi ketiga (seftriakson, sefotaksim) dan kloramfenikol masih sangat efektif, obat ini diberikan selama minimal 7-10 hari sebaiknya selama 2 minggu penuh

Meningitis Bakteria

Cairan intravena Koreksi gangguan asam-basa elektrolit Atasi kejang Kostikosteroid. Berikan dexametason 0,6 mg/KgBB/hari selama 4 hari, 15-20 menit

sebelum pemberian antibiotik Antibiotik terdiri dari dua fase

EMPIRIKNeonatus Ampisilin+aminoglisida atau ampisilin + sefotaksim (21 hari)3-10 bulan Ampisilin + kloramfenikol

atausefuroksim/sefotaksim/seftriakson (10-14 hari)>10 bulan Penisilin (10-14 hari)

Antibiotik yang digunakan untuk meningitis bakterial

Kuman AntibiotikH. influenzae Ampisilin, kloramfenikol, seftriakson,

sefotaksimS. pneumoniae Penisilin, Kloramfenikol, sefuroksim,

seftriakson, vankomisinN.meningitidis Penisilin, Kloramfenikol, sefuroksim,

seftriaksonStafilokok Nafsilin, vankomisin, rimfampisinGram Negatis Sefotaksim, seftazidim, seftriaksin, amikasin

Page 27: TMSK1

Dosis antibiotik untuk meningitis bakterial

Antibiotik DosisAmpisilin 200-300 mg/kgBB/hari (400 mg dosis

tunggal)Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari; Neunatus: 50

mg/kgBB/hariSefuroksim 250 mg/kgBB/hariSefotaksim 200 mg/kgBB/hari; Neonatus 0-7 hari: 100

mg/kgBB/hariSeftriakson 100 mg/kgBB/hariSeftazidim 150 mg/kgBB/hari; Neonatus: 60-90

mg/kgBB/hariGentamisin Neonatus : 0-7 hari : 5 mg/kgBB/hari

7-28 hari : 7,5 mg/kgBB/hariAmikasin 10-15 mg/kgBB/hari

Management Meningitis Jamur

Obat yang sering dipakai pada penanganan menigitis jamur diantaranya:

a. Amfoterisin Buntuk terapi infeksi kriptokokal, antifungal spektrum luas.

b. FlusitosinEfektif untuk infeksi jamur pada SSP yang disebabkan oleh Candida dan Cryptococcus sp. Penetrasi ke cairan serebrospinal baik, mencapai 75% konsentrasi serum. Diberikan sebagai kombinasi dengan Amfoterisin B atau Flukonasol, tidak diberikan sebagai obat tunggal, mudah terjadi resistensi Flukanosol

c. Triazol spektrum luas yang digunakan untuk terapi kriptokokal meningitis dan infeksi Candida. Dapat melalui sawar darah otak dengan mudah dan memiliki waktu paruh tinggi dalam cairan serebrospinal.

d. VorikonasolTriasol baru yang mempunyai aktivitas antifungal. Obat pilihan untuk infeksi Aspergillus, Fusarium, Scedosporium yang sulit diterapi dengan Amfoterisin.

e. Kombinasi ObatDengan tujuan memperbaiki efikasi dan meminimalkan toksisitas

Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari per oralsemala 2 minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral selama 8-10minggu lalu dilanjutkan Flukonasol 200 mg/hari per oral, baik untuk infeksi oleh Cryptococcus neoformans.

Amfoterisin B 0,5–0,7 mg/kgBB/hari iv selama 4 minggu diteruskan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral seumur hidup untuk infeksi Coociodes immitis.

Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari per oral semala 2 minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral atau iv selama4-6 minggu untuk infeksi karena Candida Albicans.

Page 28: TMSK1

Penanganan Meningitis Viral

a. Simptomatis dan terapi suportifb. Rawat inap di rumah sakit tidak diperlukan (kecuali pasien yang disertai defisiensi

imunitas humoral, neonatus dengan infeksi berat, dan pasien dengan hasil pemeriksaan LCS cenderung ke arah infeksi meningitis bakterial)

c. Pasien biasanya memilih untuk beristirahat di ruangan yang tenang dan tidak banyak gangguan, dan juga agak gelap

d. Analgesik dapat diberikan untuk mengatasi nyeri kepala dan antipiretik diberikan untuk menurunkan demam

e. Status cairan dan elektrolit harus dimonitor (karena dikhawatirkan terjadi hiponatremia akibat pelepasan vasopressin yang berlebihan)

f. Ulangi tindakan Lumbal Pungsi dengan indikasi sbb:- Demam dan gejala-gejala tidak hilang setelah beberapa hari- Ditemukan adanya pleositosis PMN atau hipoglicorrhachia- Apabila ada keraguan mengenai diagnosa

g. Acyclovir oral/IV bermanfaat untuk:- HSV-1 atau -2- Infeksi EBV atau VZV yang parah-

h. Pasien yang sakit parah dapat diberikan acyclovir IV (30 mg/kgBB dalam 3 dosis terbagi) selama 7 hari

i. Untuk pasien yang tidak terlampau parah:- Oral acyclovir (800 mg, 5x sehari)- Famciclovir (500mg, tid)- Valacyclovir (1000mg, tid) selama satu minggu

LO 3.9 Komplikasi

cairan subdural. Sembab otak Abses otak Renjatan septic. Pneumonia (karena aspirasi) Koagulasi intravaskuler menyeluruh. Hidrosefalus obstruktif MeningococcL Septicemia ( mengingocemia ) Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral) SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone ) Efusi subdural Kejang Edema dan herniasi serebral Cerebral palsy Gangguan mental

Komplikasi mayor meningitis bakteri1. Cerebral - Edema otak dengan resiko herniasi

Page 29: TMSK1

2. Komplikasi pemb darah arteri: arteritis vasopasme, fokal kortikal hiperperfusi, ggn serebrovaskular autoregulasi

3. Septik sinus/ trombosis venous terutama sinus sagitalis superior, tromboflebitis kortikal

4. Hidrosefalus5. Serebritis6. Subdural efusi (pada bayi dan anak)7. Abses otak, subdural empiem

Komplikasi ekstrakranial1. Septik shock2. DIC3. Respiratory distress sindrom4. Arteritis (septik atau reaktif5. Ggn elektrolit: hiponatremi, SIADH, central diabetes insipidus (jarang)6. Komplikasi spinal :mielitis, infar

LO 3.10 Pencegahan

Kebersihan menjadi kunci utama proses pencegahan terjangkit virus atau bakteri penyebab meningitis. Ajarilah anak-anak dan orang-orang sekitar untuk selalu cuci tangan, terutama sebelum makan dan setelah dari kamar mandi. Usahakan pula untuk tidak berbagi makanan, minuman atau alat makan untuk membantu mencegah penyebaran virus. Selain itu lengkapi juga imunisasi si kecil, termasuk vaksin-vaksin seperti HiB, MMR dan IPD. (Japardi, Iskandar 2002).

LO 3.11 Prognosis

Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau mental atau meninggal tergantung :

a. umur penderita. b. Jenis kuman penyebab c. Berat ringan infeksi d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan f. Adanya dan penanganan penyakit.

LI 4. Memahami dan menjelaskan lumbal pungsi

LO 4.1 Definisi

Pengambilann cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal Punksi, Sisternal Punksi atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi merupakan prosedure neuro diagnostik yang paling sering dilakukan, sedangkan sisternal punksi dan lateral hanya dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli.

LO 4.2 Indikasi

Page 30: TMSK1

a. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksan sel, kimia dan bakteriologi

b. Untukmembantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti tumor dan spinal anastesi

c. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada pneumoencephalografi, dan zat kontras pada myelografi

LO 4.3 Kontraindikasi

1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah dan papil edema

2. Penyakit kardiopulmonal yang berat3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi

Efek samping :

1. Sakit kepalaBiasanya dirasakan segera sesudah lumbal punksi, ini timbul karena pengurangan cairan serebrospinal

2. Backache, biasanya di lokasi bekas punksi disebabkan spasme otot3. Infeksi4. Herniasi5. Ultrakranial subdural hematom6. Hematom dengan penekanan pada radiks7. Tumor epidermoid intraspinal

LO 4.4 Cara pengambilan umbal pungsi

PERSIAPANa. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LPb. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan pasien/keluarga

terutama pada LP dengan resiko tinggi

TEKNIK / CARAa. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral decubitus dengan

leher, punggung, pinggul dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal\ tipis dibawah kepala atau lutut.

b. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L 3-4, yaitu setinggi crista iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi intervertebrale ke atas atau ke bawah. Pada bayi dan anak setinggi intervertebrale L4-5

c. Bersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsid. Dapat diberikan anasthesi lokal lidocain HCLe. Gunakan sarung tangan steril dan lakukan punksi, masukkan jarum tegak lurus

dengan ujung jarum yang mirip menghadap ke atas. Bila telah dirasakan menembus jaringan meningen penusukan dihentikan, kemudian jarum diputar dengan bagian pinggir yang miring menghadap ke kepala.

Page 31: TMSK1

f. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan test Queckenstedt bila diperlukan. Kemudian ambil sampel untuk pemeriksaan jumlah danjenis sel, kadar gula, protein, kultur baktri dan sebagainya.

PROSEDUR PELAKSANAANa. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (lutut

di tarik ke arah dahi )b. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara L4 dan L5 yaitu dengan menentukan garis

potong sumbu kraniospinal ( kolumna verterbralis ) dan garis antara kedua spina ishiadika anterior superior ( SIAS ) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula di lakukan anatara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak boleh pada bayi.

c. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan larutan Povidon iodin di ikuti larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk steril di mana daerah pungsi lumbal di biarkan terbuka.

d. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai sarung tangan steril selama 15 – 30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut selama 1 menit.

e. Tusukan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah di tentukan. Masukan jarum perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum terbuka ke atas samapai menembus duramater. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoi berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya 1,5 – 2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada umur 3 –5 tahun. Pada remaja jaraknya 6 – 8 cm.

f. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan yang lebih baik, jarum di putar hingga mulut jarum mengarah ke kranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan

g. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester.

LI 5. Memahami dan menjelaskan kejang demam

LO 5.1 Definisi

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38oC atau lebih (Soetomenggolo, 1989; Lumbantobing, 1995). Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak (Freeman, 1980).

LO 5.2 Etiologi

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis, dan infeksi saluran kemih (Goodridge, 1987; Soetomenggolo, 1989). Selain itu juga

Page 32: TMSK1

infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) dapat menyebabkan kejang demam.Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang demam adalah :

a. Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis, salmonellosis)b. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi.c. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.d. Gabungan dari faktor-faktor diatas.

LO 5.3 Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak usia 6 bln-5thnKejang demam sederhana: 80-90%Kejang demam kompleks: 20%Lama berlangsung: >15 menit: 8% kasusBerulang dalam 24 jam: 16% kasus

LO 5.4 Klasifikasi

Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua :a. Kejang demam sederhana

Diagnosisnya : Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainanb. Epilepsi yang diprovokasi demam

Diagnosisnya : Kejang lama dan bersifat lokal Umur lebih dari 6 tahun Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun EEG setelah tidak demam abnormal

Tiga jenis kejang demam, yaitu :a. Kejang demam kompleks

Diagnosisnya : Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun Kejang berlangsung lebih dari 15 menit Kejang bersifat fokal/multipel Didapatkan kelainan neurologis EEG abnormal Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun Temperatur kurang dari 39 derajat celcius

b. Kejang demam sederhanaDiagnosisnya : Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun

Page 33: TMSK1

Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat Kejang bersifat umum (tonik/klonik) Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun Temperatur lebih dari 39 derajat celcius

c. Kejang demam berulangDiagnosisnya : Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam

(Soetomenggolo, 1995)

LO 5.5 Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na, dan elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Perbedaan potensial membran sel neuron disebabkan oleh:1) Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.2) Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi, aliran listrik dari

sekitarnya.3) Perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius.

LO 5.6 Manifestasi klinis

Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak member reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam yang pertama (Soetomenggolo, 1995).

Page 34: TMSK1

Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.

LO 5.7 Diagnosis dan diagnosis banding

Diagnosis kejang tidak selalu mudah. Ensefalopati tanpa sebab yang jelas kadang memberi gejala kejang yang hebat. Sinkop atau kejang sebagai refleksi anoksia juga dapat terpacu oleh demam. Demam menggigil pada bayi juga dapat keliru dengan kejang demam. Sering orang tua menyangka anak gemetar karena suhu yang tinggi sebagai kejang.Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda menurut kriteria Livingstone sebagai berikut :a. Umur anak kejang pertama antara 6 bulan sampai 4 tahunb. Kejang terjadi dalam 16 jam pertama setelah mulai panas.c. Kejang bersifat umumd. Kejang berlangsung tak lebih dari 15 menite. Frekuensi bangkitan tak lebih dari 4 kali dalam setahunf. Pemeriksaan EEG yang dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukkan kelainang. Tidak didapatkan kelainan neurologic

(Pedoman tatalaksana medik anak RSUP DR. SARDJITO, 1991)

DIAGNOSIS BANDINGKejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena kelainan lain, misalnya radang selaput otak (meningitis), radang otak (ensefalitis), dan abses otak. Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui fungsi lumbal (Lumbatobing, 1995).

PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisik dibagi menjadi 2 yakni pemeriksaan umum dan pemeriksaan sistematis. Penilaian keadaan umum pasien antara lain meliputi kesan keadaan sakit pasien (tampak sakit ringan, sedang, atau berat); tanda-tanda vital pasien (kesadaran pasien, nadi, tekanan darah, pernafasan dan suhu tubuh); status gizi pasien; serta data antropo-metrik (panjang badan, berat badan, lingkar kepala, lingkar dada).Selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan sistematik organ dari ujung rambut sampai ujung kuku untuk mengarahkan ke suatu diagnosis. Pada pemeriksaan kasus kejang demam perlu diperiksa faktor faktor yang berkaitan dengan terjadinya kejang dan demam itu sendiri. Demam merupakan salah satu keluhan dan gejala yang paling sering terjadi pada anak dengan penyebab bisa infek-si maupun non infeksi, namun paling sering disebabkan oleh infeksi. Pada pemeriksaan fisik, pasien diukur suhunya baik aksila maupun rektal. Perlu dicari adanya sumber terjadinya demam, apakah ada kecurigaan yang meng-arah pada infeksi baik virus, bakteri maupun jamur; ada tidaknya fokus infeksi; atau adanya proses non infeksi seperti misalnya kelainan darah yang biasanya ditandai dengan dengan pucat, panas, atau perdarahan. Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan apakah kejang disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita mendapatkan pasien dalam keadaan kejang, perlu diamati teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal. Amati pula kesadaran pasien pada saat dan setelah kejang. Perlu diperiksa keadaan pupil; adanya tanda-tanda

Page 35: TMSK1

lateralisasi; rangsangan meningeal (kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinski I, II); adanya paresis, paralisa; adanya spastisitas; pemeriksaan reflek patologis dan fisiologis.

PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber infeksi/ mencari penyebab (darah tepi, elektrolit dan gula darah).

b. Pemeriksaan RadiologiFoto X-ray kepala dan neuropencitraan CT scan atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi.

c. Pemeriksaan Cairan SerebroSpinal (CSS)Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut: bayi < 12 bulan : diharuskan bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan bayi >18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu lumbal pungsi.d. Pemeriksaan ElektroEnsefaloGrafi (EEG)

Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam, oleh sebab itu tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya pada kejang demam komplikata pada anak usia >6 tahun atau kejang demam fokal).

LO 5.8 Komplikasi

Kejang demam dapat mengakibatkan:1. Kerusakan sel otak2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlansung lama lebih dari 15 menit dan bersifat

unilateral3. Kelumpuhan

LO 5.9 Tatalaksana

TATALAKSANA

Page 36: TMSK1

Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :a. Mengatasi kejang secepat mungkin

Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang demam, tindakan yang perlu kita lakukan secepat mungkin adalah semua pakaian yang ketat dibuka. Kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin. Dan bisa juga diberikan sesuatu benda yang bisa digigit seperti kain, sendok balut kain yang berguna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan nafas. Bila suhu penderita meninggi, dapat dilakukan kompres dengan es/alkohol atau dapat juga diberi obat penurun panas/antipiretik.

b. Pengobatan penunjangPengobatan penunjang dapat dilakukan di rumah, tanda vital seperti suhu, tekanan darah, pernafasan dan denyut jantung diawasi secara ketat. Bila suhu penderita tinggi dilakukan dengan kompres es atau alkohol. Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara per rectal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya (Lumbantobing, SM, 1995). Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.

c. Pengobatan rumatSetelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:

1. Profilaksis intermittenUntuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam sederhana diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak yang bila menderita demam lagi. Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang mempunyai efek samping paling sedikit dibandingkan dengan obat antikonvulsan lainnya. Obat yang kini ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik

Page 37: TMSK1

diberikan secara rectal maupun oral pada waktu anak mulai terasa panas. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.

2. Profilaksis jangka panjangProfilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah: Fenobarbital

Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.

Sodium valproat / asam valproatDosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pancreatitis.

FenitoinDiberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.

d. Mencari dan mengobati penyebabPenyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.

e. Mencegah Terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panasDalam hal ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab kejang demam tersebut. Misalnya pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi. Untuk mencegah agar kejang tidak berulang kembali dapat menimbulkan panas pada anak sebaiknya diberi antikonvulsan atau menjaga anak agar tidak sampai kelelahan, karena hal tersebut dapat terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut. Kambuhnya kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila kejang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat). Ada 3 upaya yang dapat dilakukan :1. Profilaksis intermitten2. Profilaksis terus menerus dengan obat antikonvulsan tiap hari3. Mengatasi segera jika terjadi serangan kejang

f. Pengobatan AkutDalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :1. Segera menghilangkan kejang2. Turunkan panas3. Pengobatan terhadap panas4. Suportif

Page 38: TMSK1

Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV perlahan-lahan selama 5 menit. Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:1. Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu dilepaskan2. Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma. Cegah trauma pada bibir

dan lidah dengan pemberian spatel lidah atau sapu tangan diantara gigi3. Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena hipoksia4. Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika (asetaminofen/parasetamol)

atau dapat diberikan kompres es5. Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan antibiotic yang sesuai6. Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan kortikosteroid untuk

mencegah oedem otak dengan menggunakan cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB.

LO 5.10 Pencegahan

Pencegahan berulang1. Mengobati infeksi yang mendasari kejang2. Penkes tentang

a. Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokterb. Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara

pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37ºC)

3. Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat

4. Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi.

Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi :1. Baringkan pasien pada tempat yang rata2. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh3. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas4. Lepaskan pakaian yang ketat5. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera

LO 5.11 Prognosis

Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi :a. Kejang demam berulangb. Epilepsic. Kelainan motorikd. Gangguan mental dan belajar

LI 6. Memahami dan menjelaskan pandangan islam terhadap keabsahan haji

Page 39: TMSK1