Tiwi - SPI
-
Upload
syaharani-rani -
Category
Documents
-
view
36 -
download
6
description
Transcript of Tiwi - SPI
TUGAS
SEJARAH PERADABAN ISLAM
OLEH :
NAMA : NURUL SYAHARANI B
NIM : 70100110095
KELAS : FARMASI C
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA
2011
A. Pengertian sejarah, Peradaban dan Kebudayaan Islam
Sejarah adalah gambaran tentang peristiwa-peristiwa masa lampau yang
dialami oleh manusia, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu, diberi
tafsiran dan analisa kritis, sehingga mudah dimengerti dan dipahami. Kata
peradaban adalah terjemahan dari kata Arab al-hadarah atau al-madaniyah
dan civilization dalam bahasa Inggris. Artinya adalah manifestasi dari
kebudayaan yang halus dan indah seperti,sistem teknologi, ilmu pengetahuan
yang maju dan kompleks, sistem kenegaraan, seni bangunan, seni rupa atau
dengan kata lain bagian-bagian atau unsur-unsur dari kebudayaan yang halus
dan indah. Kata Kebudayaan berasal dari kata “Budi” dan “Daya”.Budi
berarti akal, pikiran, pengertian, paham, pendapat, ikhtiar dan perasaan.Daya
berarti tenaga, kekuatan dan kesanggupan. Jadi kebudayaan adalah himpunan
segala usaha dan daya upaya yang dikerjakan dengan menggunakan hasil
pendapat untuk memperbaiki sesuatu dengan tujuan mencapai
kesempurnaan.atau semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.Jadi dalam
konteks ini kebudayaan mencakup juga peradaban, tetapi tidak sebaliknya.
Sedangkan kata Islam yang dimaksud dalam pembahasan ini ialah bagaimana
ajaran Islam itu membentuk perilaku dan tingkah laku pemeluknya atau
bagaimana nilai-nilai Islam menafasi, mendasari perilaku perbuatan
penganutnya. Jadi, dalam pembahasan ini yang dimaksud sejarah peradaban
atau kebudayaan Islam adalah Islam yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW. Telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang,
bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, dengan adanya
ajaran Islam tersebut membuat bangsa Arab menjadi maju.Ia dengan cepat
bergerak mengembangkan dunia, membina satu kebudayaan/peradaban yang
sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang.Bahkan,
kemajaun Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke
Eropa melalui Spanyol. Atau dengan kata lain Badri Yatim yang juga
mengutip pendapat H.A.R. Gibb mengatakan bahwa “Islam sesungguhnya
lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna”.
Jadi yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah
agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau
peradaban Islam.
B. Periodesasi Peradaban Islam
Periodesasi Peradaban Islam, sejarawan banyak yang merujuk pendapat
Harun Nasution yang membagi tiga periode:
1. Periode Klasik (650 – 1250 M)
Pada periode ini dimulai dari masa Rasulullah hingga jatuhnya
pemerintahan Bani Abbas di Baghdad. Periode ini ditandai dengan upaya
perintisan, perkembangan dan kemajuan puncak yang pertama peradaban
Islam (650 – 1000 M). Berikutnya masa disintegrasi (1000 – 1250
M).Periode ini diwakili oleh kekhilafahan Nabi Muhammad SAW, di
Haramain (Mekkah dan Madinah), Khulafaur Rasyidin di Madinah, Dinasti
Bani Umayyah di Damaskus, dan kemudian Dinasti Bani Abbas di
Baghdad.
2. Periode Pertengahan (1250 – 1800 M)
Periode ini ditandai dengan masa – masa berlangsungnya kemunduran
peradaban Islam yang sering disebut masa stagnan, yakni sejak jatuhnya
Bani Abbas di Baghdad (1258 M) hingga lahir tiga Kerajaan besar:Ustmani
di Turki, Safawi di Persia dan Mughal di India di sekitar tahun 1500-an.
Berikutnya, sejak tahun 1500 M hingga tahun 1700 M ketiga kerajaan ini
berhasil mempelopori kemajuan kedua peradaban Islam.
3. Periode Modern (1800 M sampai sekarang)
Dalam periode ini ditandai dengan masa penjajahan Eropa terhadap
dunia Islam, timbulnya pengaruh modernisasi ke dalam kalangan umat
Islam dan karenanya, lahirlah kebangkitan serta upaya pembaharuan di
dunia Islam. Negara – Negara Islam seperti Mesir, Turki, India dan
Indonesia sebagai contoh melakukan pembaharuan setelah mereka
memperoleh kemerdekaan dari penjajah. Namun pada pembahasan hanya
akan membahas peradaban Islam pada dua periode: Klasik dan
Pertengahan.
C. Metode Studi Sejarah Islam
Bagaimana semestinya sejarah Islam dan peradabannya kita pelajari
sehingga memperoleh hasil yang maksimal dan tepat. Sebab, tidak jarang
orang mempelajari sejarah yang semestinya melahirkan wawasan yang luas
serta sikap – sikap yang positif, namun karena metodenya tidak tepat,
menyebabkan seseorang bersikap negatif terhadap agama atau sejarah itu
sendiri. Misalnya, sebagian orintalis-missionaris mempelajari Islam justru
menjelek-jelekkan Islam karena tidak mampu menyelami kedalaman
substansinya, yakni ada hal-hal yang mereka tidak mampu menggalinya.
Namun di sisi lain, sebagian kaum Muslimin mempelajari sejarahnya sendiri
bisa terjebak ke dalam sikap subjektif yang berlebihan sehingga menutupi
sikap objektif yang pada akhinya melahirkan sikap fanatik` dan tidak sampai
kepada kebenarannya.
Untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam mempelajari sejarah
Islam khususnya peradabannya, maka berikut disampaikan beberapa metode
studi sejarah.
Pertama:Mempelajari sejarah hendaknya memperhatikan 5 unsur yang mesti
ada dalam studi sejarah,yaitu; apa atau siapa, di mana, kapan, bagaimana, dan
mengapa. Maksudnya, apa atau siapa pelaku-pelaku peristiwa sejarah;di mana
berkaitan dengan tempat, kapan berkaitan dengan tahun, bagaimana persisnya
atau prosesnya kejadian itu dan mengapa peristiwa tersebut terjadi. Di dalam
mempelajari sejarah seseorang hendaknya berusaha untuk kritis pada setiap
unsur tersebut, meskipun tidak harus menghapal setiap peristiwa beserta
tahun-tahunnya secara deskriptif.
Kedua; Sejarah adalah fakta sekaligus realita dari sesuatu yang bersifat
empirik-objektif, bukanlah sesuatu yang bersifat normatif, dalam arti, ia
nerupakan apa yang terjadi, bukan sesuatu yang semestinya terjadi. Maka,
belajar sejarah berarti melatih seseorang berfikir empirik, bukan berfikir
normatif. Seseorang boleh tidak menyetujui suatu fakta atau realita sejarah
yang tidak sesuai dengan aturan atau norma yang ada, tetapi ia harus
mengakuinya bila keadaannya memang demikian.
Ketiga; Seorang sejarawan dalam melakukan pemaknaan atau penafsiran
harus dengan pendekatan analitis-kritis.
Keempat;Seorang sejarawan yang bijak dalam melakukan penulisan sejarah
harus menggunakan pendekatan yang komprehensif artinya pembahasan
diupayakan meliputi berbagai aspek politik, pemerintahan, administrasi, sains,
kebudayaan dan sosial kemasyarakatan.
Kelima;Seorang sejarawan harus kritis dan selektif dalam mempelajari
sumber-sumber.
Keenam;Meskipun hakekat sejarah adalah peristiwa masa lampau, tetapi
tujuan akhir studi sejarah peradaban Islam bukan untuk tenggelam ke dalam
masa lampau yang dipelajari, tetapi untuk mempelajari pola, sistem, hikmah,
dan bahkan teori-teori yang pernah ada sebagai pengalaman masa lampau
yang mungkin dipergunakan untuk memecahkan permasalahan kontemporer.
D. Bangsa Arab pra Islam
1. Kondisi sosial-politik
Jazirah Arab menjelang kelahiran Islam, diapit oleh dua Kerajaan
besar, yaitu; Romawi Timur dengan wilayah kekuasaannya meliputi Rum
(Turki sekarang), Asia kecil, Syiria, Palestina, Mesir, Afrika Utara dan
Ethiopia. Dan Kerajaan Persia dengan wilayah kekuasaannya meliputi Iran,
Irak dan jazirah Arab bahagian Utara.Kerajaan Romawi Timur diperintah
sekitar 70 kaisar sebelum masa keruntuhannya, kaisar itu antara lain:
Konstantin Agung (280-337 M), Yustianus (483-565 M).Pada masa
Yustianus memerintah negara ini mengalami kemajuan di bidang pertanian,
perdagangan dan perusahaan maju pesat, dikeluarkanlah ketentuan-
ketentuan yang berhubungan dengan hukum. Pengganti Yustianus,
Yustianus II (568-571 M), Tiberut (578-582 M), Maurise (582-602 M) dan
Phokas (602-610 M), Heraclius (610-641 M). Kerajaan Persia, mulai
dikenal pada tahun 226 M sebagai pendirinya adalah kaisar Ardeshir pada
masannya kekuatan militer terorganisir. Kaisar Shapur I memperhatikan
perkembangan seni dan perdamaian (309-379 M), Nowshirwan (531 M) ia
terkenal bijaksana, adil, terdidik, berilmu tinggi dan berhasil menyusun
undang-undang. Kaisar Parviz (590 M) adalah penguasa terakhir dari
kekaisaran Persia dan sezaman dengan Heraclius di Imperium Romawi.
Kedua kerajaan ini saling berperang selama 20 tahun (541-561 M)
dan akibat dari peperangan itu antara kedua belah pihak, rakyat kedua
kerajaan berada dalam keadaan menderita. Keadaan yang demikian
memungkinkan timbulnya simpati rakyat terhadap agama Islam nantinya.
Kedudukan jazirah Arab dalam percaturan politik antara Persia dan
Romawi adalah netral. Semenanjung ini dapat dikatakan terbebas dari
pengaruh konflik keduanya, kecuali beberapa daerah pinggiran seperti
Yaman dan daerah-daerah sekitar Teluk Persia. Daerah Yaman menjelang
kelahiran Islam merupakan wilayah kekuasaan Ethiopia yang termasuk ke
dalam wilayah Romawi. Sedangkan, wilayah semenanjung Arabia di teluk
Persia termasuk wilayah kekuasaan Imperium Persia. Dengan demikian
wilayah Hijaz bebas dari pengaruh politik, agama, dan budaya dari luar.
Jadi secara interpretatif, penentuan dareah Hijaz (Mekkah) sebagai tempat
kelahiran Islam tentunya didasarkan pula pada latar belakang kemurnian
daerah tersebut dari pengaruh-pengaruh politik, agama-agama dan sosial
budaya.
Kondisi sosial-politik internal wilayah Arabia di masa jahiliyah
menjelang kedatagan Islam pada dasarnya terpecah-pecah, tidak mengenal
kepemimpinan sentral ataupun persatuan. Kepemimpinan politik
didasarkan pada suku-suku atau kabilah-kabilah guna mempertahankan diri
dari serangan suku-suku yang lain. Ikatan-ikatan sosial dibuat berdasarkan
hubungan darah dan kepentingan mempertahankan diri. Ikatan-ikatan
demikian sering memunculkan apa yang biasa disebut fanatisme jahiliyah
(Ashabiyyah jahiliyyah). Maka kondisi demikian melahirkan sikap-sikap
politik yang kuat adalah yang menang. Inilah yang nanti ditentang oleh
Islam dengan lahirnya kepemimpinan Nabi Muhammad, Saw.
2. Kondisi Sosial-Ekonomi
Kondisi alam Arabia gersang dan tandus karena terdiri dari padang
pasir dan batu-batuan. Air merupakan kebutuhan primer yang sulit
diperoleh secara melimpah seperti sekarang. Karena itu, khususnya di
Mekkah, pertanian tidak mungkin berkembang. Salah satu pencaharian
yang mungkin pada saat itu adalah beternak berdagang.
Sebagai mana digambarkan dalam al-Quran dan direkam dalam
sejarah bangsa Arab suka melancong ke negeri-negeri lain seperti Syam
untuk berdagang “… (adalah) kebiasaan mereka bepergian di musim
dingin dan musim panas”(Quraisy:2). Abu Bakar, Usman dan Khadijah
adalah pedagang dan bangsawan kota mekkah. Sistem ekonomi riba yang
berkembang sehingga terjadi gab dalam kehidupan masyarakat antara kaum
bangsawan atau pemilik modal dengan masyarakat miskin, kelompok
miskin semakin tertindas oleh karena pihak-pihak yang berutang
dieksploitasi dan ditindas dengan kejam.
Gustave Le Bon mengatakan bahwa orng-orang Arab pintar
berdagang. Sebelum orang-orang Eropa membuka jalur perdagangan ke
luar, orang-oramg Arab telah membuka jalur perdagangan dengan India,
Cina, Afrika, dan sebagian Eropa Swedia, Denmark dan Rusia. Sebelum
Nabi Muhammad Saw, lahir,kapal-kapal dagang berlalu lalang dari Yaman
ke India atau sebaliknya.
3. Kondisi sosial-moral
Pada dasarnya masyarakat Arab Jahiliyah memiliki sejumlah sifat-
sifat positif dan kelebihan-kelebihan. Seperti sifat dermawan, pemberani,
setia, ramah, sederhana, serta cinta kebebasan, ingatannya kuat, dan pandai
bersyair. Namun, itu semua menjadi tenggelam dan tidak mampu
menampilkan moralitas tinggi masyarakat Arab saat itu. Hal ini disebabkan
oleh suatu kondisi yang menyelimuti kehidupan mereka, yaitu
kemusyrikan, kekafiran, ketidakadilan, kejahatan, dan fanatisme suku-suku
sehingga menghalalkan segala cara. Di sinilah arti jahiliyah dapat
dipahami. Mereka bukan bodoh (jahil) dalam arti buta huruf dan tidak
mengenal pengetahuan sama sekali, tetapi mereka tidak mengetahui
hakekat dan sumber kebenaran, dan tidak mengenal tuhan yang semestinya
mereka sembah.
Dalam struktur masyarakat menempatkan perempuan yang sangat
rendah. Ia dinilai identik dengan barang-barang komoditas. Perempuan
tidak diperbolehkan untuk tampil sebagaimana laki-laki, karenanya mereka
tidak mempunyai ketrampilan-ketrampilan dalam sektor publik seperti
memimpin peperangan dan mencari nafkah. Hal ini pada gilirannya
membuat tradisi menanam anak perempuan yang baru dilahirkan seperti
yang pernah dilakukan oleh Umar bin Khattab di masa sebelum masuk
Islam. Perempuan halal dijadikan gundik-gundik seorang penguasa, di
mana mereka mudah dikawini dan mudah pula diceraikan. Di saat
perempuan haid, mereka tidak diperbolehkan untuk tidur dalam satu rumah
dengan keluarganya. Mereka harus tidur di kandang bagian belakang
rumah. Posisi wanita tidak lebih dari binatang, wanita dianggap barang-
barang dan hewan ternak yang tidak mempunyai hak. Setelah menikah,
suami sebagai raja dan penguasa tunggal. Mushthafa Sa’id al-Karim
menyebutkan bahwa bangsa Arab pra-Islam mengenal beberapa macam
perkawinan, di antaranya:
1. Istibdha, yaitu seorang suami meminta pada istrinya untuk berjimak
dengan beberapa laki-laki yang dipandang mulia atau memiliki kelebihan
tertentu, seperti keberanian dan kecerdasan. Selama istri bergaul dengan
laki-laki tersebut, suami menahan diri dengan tidak berjimak dengan
istrinya sebelum terbukti istrinya hamil.
2. Poliandri,yaitu beberapa laki-laki berjimak dengan seorang perempuan.
Setelah perempuan itu hamil dan melahirkan anak, perempuan tersebut
memanggil semua laki-laki yang pernah menyetubuhinya untuk berkumpul
di rumahnya. Setelah semuanya hadir, perempuan tersebut memberitahukan
bahwa ia telah dikarunia anak hasil hubungan dengan mereka. Lalu wanita
tersebut menunjuk salah seorang sebagai bapaknya dan ditujuk tidak boleh
menolak.
3. Maqthu’, yaitu seorang laki-laki menikahi ibu tirinya setelah bapaknya
meninggal dunia.
4. Badal, yaitu tukar menukar istri tanpa bercerai terlebih dahulu dengan
tujuan untuk memuaskan hubungan seks dan terhindar dari bosan.
5. Shighar,yaitu seorang wali menikahkan anak atau saudara
perempuannya kepada seorang laki-laki tanpa mahar.
Struktur masyarakat Arab jahiliyah juga mengikuti sistem
perbudakan sebagaimana yang telah menjadi tradisi kuat bangsa-bangsa
seluruh dunia saat itu termasuk Yunani yang amat terkenal sistem
perbudakannya. Sistem perbudakan berlaku dan berkembang di kalangan
bangsa Arab. Mereka dipekerjakan dengan sekehendak majikan, dan dijual
belikan serta ditukar dengan barang sebagai layaknya pedagang melakukan
transaksi jual beli secara barter.
Fase kehidupan bangsa Arab tanpa bimbingan wahyu Ilahi dan hidayah sangatlah
panjang. Oleh sebab itu, di antara mereka banyak ditemukan tradisi yang sangat
buruk. Berikut ini adalah contoh beberapa tradisi buruk masyarakat Arab
Jahiliyah.
1. Perjudian atau maisir. Ini merupakan kebiasaan penduduk di daerah
perkotaan di Jazirah Arab, seperti Mekkah, Thaif, Shan’a, Hijr, Yatsrib,
dan Dumat al Jandal.
2. Minum arak (khamr) dan berfoya-foya. Meminum arak ini menjadi tradisi
di kalangan saudagar, orang-orang kaya, para pembesar, penyair, dan
sastrawan di daerah perkotaan.
3. Nikah Istibdha’, yaitu jika istri telah suci dari haidnya, sang suami
mencarikan untuknya lelaki dari kalangan terkemuka, keturunan baik, dan
berkedudukan tinggi untuk menggaulinya.
4. Mengubur anak perempuan hidup-hidup jika seorang suami mengetahui
bahwa anak yang lahir adalah perempuan. Karena mereka takut terkena aib
karena memiliki anak perempuan.
5. Membunuh anak-anak, jika kemiskinan dan kelaparan mendera mereka,
atau bahkan sekedar prasangka bahwa kemiskinan akan mereka alami.
6. Ber-tabarruj (bersolek). Para wanita terbiasa bersolek dan keluar rumah
sambil menampakkan kecantikannya, lalu berjalan di tengah kaum lelaki
dengan berlengak-lenggok, agar orang-orang memujinya.
7. Lelaki yang mengambil wanita sebagai gundik, atau sebaliknya, lalu
melakukan hubungan seksual secara terselubung.
8. Prostitusi. Memasang tanda atau bendera merah di pintu rumah seorang
wanita menandakan bahwa wanita itu adalah pelacur.
9. Fanatisme kabilah atau kaum.
10. Berperang dan saling bermusuhan untuk merampas dan menjarah harta
benda dari kaum lainnya. Kabilah yang kuat akan menguasai kabilah yang
lemah untuk merampas harta benda mereka.
11. Orang-orang yang merdeka lebih memilih berdagang, menunggang kuda,
berperang, bersyair, dan saling menyombongkan keturunan dan harta.
Sedang budak-budak mereka diperintah untuk bekerja yang lebih keras
dan sulit.
Struktur sosial membedakan kelas papan atas dari kaum bangsawan
dengan kelas papan bawah dari rakyat jelata. Di antara dua kelas ini terjadi
jurang yang sangat tajam sehingga melahirkan jarak dan kerawanan sosial.
Kaum bangsawan menindas rakyat jelata dengan sesuka hati dan segala cara.
Maka, perdamaian antar suku sangat sulit diwujudkan, peperangan demi
peperangan terus terjadi di antara mereka. Penghargaan manusia didasarkan
atas prestise bukan prestasi, dan hubungan sosial ditentukan oleh ikatan darah
dan emosi, bukan ikatan-ikatan kemanusiaan dan keagamaan sebagaimana
yang nanti ditawarkan oleh Islam.
4. Kondisi Sosial-Budaya
Bangsa Arab pandai dalam bidang sastera, khususnya membuat
syair- syair. Syair bagi mereka untuk mengungkapkan pikiran-pikiran,
pengetahuan-pengetahuan, dan pengalaman-pengalaman hidupnya. Hampir
semua bentuk pengungkapan itu disampaikan melalui bentuk syair. Selain
itu, bentuk-bentuk pengungkapan itu melalui prosa, amtsal (perumpamaan-
perumpamaan), khitabah (pidato), ansab (geneologi). Ghalan bin Salamah
dari suku Tsaqif dalam satu minggu mampu menciptakan sekumpulan
syair, lalu membacanya di depan forum untuk dibahas dan dikritik. Forum-
forum seperti ini pada waktunya digelar untuk umum di suatu pasar yang
disebut Ukadz, di dalamnya dilengkapi dengan kegiatan pertandingan
membuat dan membacakan syair-syair yang terbaik. Di antara syair-syair
yang terpilih kemudian digantungkan di dinding Kabah sebagai
penghargaan yang biasa disebut muallaqat.
Bangsa Arab, sebagian di antara mereka menguasai ilmu meramal
jejak dan peristiwa alam yang akan terjadi, seperti kapan turun hujan, di
mana terdapat mata air, dan di mana terdapat sarang binatang buruan serta
binatang buas. Di siang hari mereka mampu membaca jejak melalui padang
pasir, sedangkan di malam hari mereka menggunakan bintang-bintang.
Karena itu, ilmu-ilmu perhitungan (semacam meramal) dan perbintangan
berkembang di kalangan bangsa Arab sebelum Islam.
Bangsa Arab juga mahir dalam membuat dan menghafal silsilah
keluarga dan nenek moyangnya. Mereka bangga dengan kemampuan itu,
karenanya mereka mampu menunjukkan hubungan dirinya dengan nenek
moyangnya yang besar-besar, sehingga mereka akan memperoleh prestise
karena keturunan. Setiap kabilah mempunyai dan mengetahui silsilah
keturunannya.
E. Sistem Kepercayaan dan agama
Bangsa Arab Jahiliyah percaya dan mewarisi mitos-mitos (tahayul
dan khurafat) dari nenek moyang yang bertumpu pada sistem kepercayaan
watsaniyah (paganisme).Seperti kepercayaan terhadap dewa, hantu, roh jahat,
azimat, dan tuah, di mana hal ini sering disinyalir oleh al-Quran sebagai
kemusyrikan yang amat dilarang dalam Islam. Mereka percaya ada hantu yang
berkeliaran di padang pasir untuk mengganggu perjalanan musafir. Hantu itu
disebut Ghaul untuk jenis pria dan Aimir untuk jenis perempuan. Mereka juga
mempercayai kekuatan jimat-jimat yang berfungsi sebagai penangkal kejahatan
seperti sihir dan gangguan jin atau setan. Azimat juga dipercayai dapat
menyembuhkan penyakit-penyakit psikis atau mendatangkan penyakit psikis.
Selain itu, mereka percaya terhadap roh seperti roh Hammah yang berada di
dalam ular, karena itu membunuh ular dilarang keras.
Mayoritas bangsa Arab Jahiliyah menyembah berhala kecuali para
penganut Yahudi dan Nasrani yang jumlahnya kecil. Selain itu, mereka
menyembah matahari, bintang dan angin. Bahkan terkadang ada ang
menyembah batu-batu kecil dan pohon-pohon yang dianggap keramat. Mereka
mempunyai berhala-berhala sesembahan, dan yang paling besar lagi terkenal
adalah Lata, Mana, Uzza dan Hubal. Di sekeliling Kabah terdapat sekitar 360
berhala yang setiap tahun mereka kunjungi untuk disembah bersamaan dengan
diselenggarakan pecan raya Ukadz. Dengan demikian, pada umumnya mereka
tidak mempunyai kepercayaan kepada Tuhan yang Esa (monotheisme), dan
tidak mempercayai hari pembalasan (akhirat).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sejarah peradaban islam diartikan sebagai perekembangan atau
kemajuan kebudayaan islam dalam perspektif sejarahnya.
2. Periodesasi sejarah peradaban islam terbagi atas:
a. Periode Klasik (650-1250 M)
b. Periode Pertengahan (1250-1800 M.)
c. Peridoe Modern (1800- sekarang)
Jazirah Arab adalah Negara dimana awal mula kedatangan Islam.
Sebelumnya telah tinggal masyarakat dengan suatu pola dan struktur
kebudayaan tertentu. Mereka hidup dalam suatu abilah-kabilah.
Mereka disebut masyarakat Jahiliyah. Sebutan itu dialamatkan kepada
mereka karena watak dan tabiat mereka yang keji, dan membangkang
kepada Tuhan. Mereka senang menyembah berhala dan melakukan
maksiat serta membunuh. Namun mereka juga memiliki ilmu dan
budaya yang tinggi dalam kesusastraan, teknik bangunan, astronomi
dan lain-lain