TINJAUAN YURIDIS URGENSI MENGHADIRKAN SAKSI …/Tinjauan... · persidangan. Metode Penelitian yang...
Transcript of TINJAUAN YURIDIS URGENSI MENGHADIRKAN SAKSI …/Tinjauan... · persidangan. Metode Penelitian yang...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
TINJAUAN YURIDIS URGENSI MENGHADIRKAN SAKSI VERBALISM
DAN RELASINYA DENGAN PERWUJUDAN HAK-HAK TERDAKWA
DALAM PEMERIKSAAN PERKARA MENGGUNAKAN SURAT PALSU
DI PERSIDANGAN
(Studi Kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor :
2135/Pid/B/2010/PN.BKS)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1
Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
FENDI NUGROHO
NIM. E0009136
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Fendi Nugroho. E0009136. 2012. TINJAUAN YURIDIS URGENSI
MENGHADIRKAN SAKSI VERBALISM DAN RELASINYA DENGAN
PERWUJUDAN HAK-HAK TERDAKWA DALAM PEMERIKSAAN
PERKARA MENGGUNAKAN SURAT PALSU DI PERSIDANGAN (Studi
Kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor :
2135/Pid/B/2010/PN.BKS). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui urgensi menghadirkan saksi
verbalism dalam persidangan surat palsu (pemalsuan) di Pengadilan dan juga
untuk mengetahui relasi antara menghadirkan saksi verbalism dengan perwujudan
hak-hak terdakwa dalam pemeriksaan perkara menggunakan surat palsu di
persidangan.
Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum doktrinal.
Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, dengan teknik analisis bahan hukum menggunakan metode
silogisme dan interpretasi dengan menggunakan pola berpikir deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa urgensi
menghadirkan saksi verbalism dilakukan untuk konfrontir terhadap keterangan
terdakwa yang dinyatakan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah
ditandatangani terdakwa. Selain itu Majelis hakim juga telah mempertimbangkan
hak terdakwa tersebut dengan menghadirkan saksi verbalism ke dalam
persidangan untuk dilakukan konfrontasi terhadap pernyataan terdakwa dan juga
saksi verbalism sebagai penyidik kepolisian yang membuat Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) terdakwa.
Kata Kunci : saksi verbalism, perwujudan hak terdakwa, urgensi
menghadrikan saksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Fendi Nugroho, E0009136. 2012. A JURIDICAL REVIEW ON THE
URGENCY OF PRESENTING VERBALISM WITNESS AND ITS
RELATION TO THE REALIZATION OF THE DEFENDANT’S RIGHT IN
EXAMINING THE COUNTERFEIT DOCUMENT USE CASE IN THE
TRIAL (A Case Study on the Bekasi First Instance Court’s Verdict Number:
2135/Pid/B/2010/PN.BKS). Faculty of Law of Surakarta Sebelas Maret
University.
This research method aimed to find the urgency of presenting verbalism
witness in document falsification trial in the court and to find out the relation of
presenting verbalism witness to the realization of the defendant’s right in
examining the counterfeit document use case in the trial.
This study was a doctrinal law research. The law material source used
included primary and secondary law materials, while the technique of law
material data used was syllogism and interpretation method with deductive
thinking pattern.
Considering the result of research, it could be concluded that the urgency
of presenting verbalism witness, the confrontation was conducted on the
information of the defendant stated in Examination Procedure Document (BAP)
that had been signed by the defendant. In addition, the Chamber of Judges had
taken into account the defendant’s rights by presenting the verbalism witness into
trial to be confronted to the defendant’s right and the verbalism witness as the
police investigator who made the Examination Procedure Document (BAP) of the
defendant.
Keywords: verbalism witness, the realization of the defendant’s right, urgency of
presenting the witness.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Anda bisa sukses sekalipun tak ada orang yang percaya anda bisa. Tapi anda tak
pernah akan sukses jika tidak percaya pada diri sendiri.
William JH Boetcheker
Suatu pekerjaan yang paling tak kunjung bisa diselesaikan adalah pekerjaan yang
tak kunjung pernah dimulai.
JRR Tolkien
Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi
hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis
sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.
Mahatma Gandhi
Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru yakin kalau
kita telah berhasil melakukannya dengan baik.
Evelyn Underhill
Hal positif yang kita lakukan pada hari ini akan membawa kita ke dalam kebaikan
di hari esok.
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini Penulis persembahkan kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu
memberikan kasih dan karunia kepada
umatnya.
2. Papa dan Mama tercinta, Papa Titono
dan Mama Anik Indarsi
3. Kakak dan Adikku, Kakak Anton
Sudibyo, S.E. dan Adik Venna Melinda
4. Teman-teman Angkatan 2009 dan
sahabat-sahabat serta teman
seperjuanganku di Fakultas Hukum
UNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas karunia dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul
TINJAUAN YURIDIS URGENSI MENGHADIRKAN SAKSI VERBALISM
DAN RELASINYA DENGAN PERWUJUDAN HAK-HAK TERDAKWA
DALAM PEMERIKSAAN PERKARA MENGGUNAKAN SURAT PALSU
DI PERSIDANGAN (Studi Kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Bekasi
Nomor : 2135/Pid/B/2010/PN.BKS)
Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis menyadari bahwa untuk
terselesaikannya penulisan hukum ini, banyak pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan yang berupa bimbingan, saran-saran, nasihat-nasihat,
fasilitas, serta dukungan moril maupun materiil. Oleh karena itu dalam
kesempatan yang baik ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas
Hukum UNS, yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada
penulis untuk mengembangkan ilmu hukum dalam menyelesaikan
penulisan hukum ini.
2. Bapak Harjono, S.H.,M.H. selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan penulis dorongan baik secara moral maupun
materiil sejak awal masuk fakultas hukum sampai dengan akhir
penlisan hukum skripsi.
3. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Hukum
Acara dan dosen pembimbing penulisan skripsi yang banyak
membantu dalam penulisan hukum ini.
4. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H.,M.H selaku dosen pembimbing
penulisan skripsi, yang telah memberikan waktu dan ide,
memberikan arahan dan memberi motivasi dalam penyusunan
skripsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan
ilmu pengetahuannya kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal
dalam penulisan hukum ini.
6. Bapak dan Ibu staf karyawan kampus Fakultas Hukum UNS yang
telah membantu dan berperan dalam kelancaran kegiatan proses
belajar mengajar dan segala kegiatan mahasiswa di Fakultas Hukum
UNS.
7. Papa dan Mama tercinta, Papa Titono dan Mama Anik Indarsi yang
tak henti-hentinya memberikan kasih sayang, semangat dan
mendoakan penulis, hingga akhirnya dapat menyelesaikan penulisan
hukum ini. Tiada kata selain ucapan terima kasih dan semoga ananda
dapat memenuhi harapan kalian untuk dapat mengejar cita-cita demi
masa depan.
8. Kakakku Anton Sudibyo, S.E. dan Adikku Venna Melinda yang
selalu memberi semangat, dukungan, dan nasehat demi kelancaran
penulisan hukum ini.
9. Sahabat-sahabatku di Fakultas Hukum UNS Widar, Mas
Pradha,S.H., Mas Danan,S.H., Mas Gunawan,S.H., Mas Bibianus
Hengky,S.H. Mia, Alves, Agil, Dhany, Derry, Yazid, Heppy, Erika
dan sahabat-sahabat yang lain, terima kasih atas kebersamaan selama
kuliah ini, maaf sudah banyak merepotkan kalian.
10. Teman-teman di Fakultas Hukum angkatan 2009, Teman-teman
senasib seperjuangan dalam mengerjakan penulisan hukum, terima
kasih atas segala informasi yang dapat mendukung dan membantu
penulis.
11. Teman-teman Keluarga Mahasiswa Katholik Fakultas Hukum UNS,
Gunawan, Dira, Greg, Ius, Togar, Brian, Bimo, Ino, Wisnu, Logika,
Niko, Dewa, Nela, Fransisca, Damai, Momon, Veve, Dek Gita, J
Bayu. Terima kasih atas kebersamaan selama di Fakultas Hukum
UNS ini. Jaga selalu kebersamaan dan kekompakan di dalam KMK.
KMK SLAMET!
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
12. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam Skripsi ini banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan guna perbaikan serta kesempurnaan
Skripsi ini. Akhirnya Penulis berharap semoga hasil Penulisan Hukum
(Skripsi) ini dapat memberikan manfaat pada pihak-pihak yang
berkepentingan.
Surakarta, 11 Februari 2013
Penulis
Fendi Nugroho
NIM. E.0009136
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK .................................................................................. v
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
DAFTAR SKEMA ........................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 7
E. Metode Penelitian............................................................... 8
F. Sistematika Penulisan Hukum ........................................... 12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori................................................................... 14
1. Tinjauan Umum Tentang Saksi Verbalism .................. 14
2. Tinjauan Umum Tentang Hak-Hak Terdakwa ............. 23
3. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana
Pemalsuan Surat ........................................................... 26
B. Kerangka Pemikiran ........................................................... 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 30
A. Hasil Penelitian .................................................................. 30
1. Deskripsi Kasus ............................................................ 30
2. Identitas Terdakwa ....................................................... 32
3. Dakwaan ....................................................................... 32
4. Tuntutan ....................................................................... 35
5. Alat Bukti ..................................................................... 36
6. Putusan Hakim ............................................................. 40
B. Pembahasan ........................................................................ 42
1. Urgensi Menghadirkan Saksi Verbalism
dalam Pemeriksaan Perkara Menggunakan
Surat Palsu di Persidangan Pengadilan Negeri
Bekasi Pada Kasus Nomor :
2135/Pid/B/2010/PN.BKS ........................................... 44
2. Relasi Antara Penghadiran Saksi Verbalism
Dengan Perwujudan Hak-Hak Terdakwa
Dalam Pemeriksaan Perkara Menggunakan
Surat Palsu di Persidangan Pada Kasus Nomor :
2135/Pid/B/2010/PN.BKS ........................................... 48
BAB IV. PENUTUP ........................................................................................ 56
A. Simpulan ............................................................................ 56
B. Saran ................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran ....................................................... 28
Gambar 2. Skematik Pembahasan ke Satu ....................................................... 45
Gambar 3. Skematik Pembahasan ke Dua ....................................................... 49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem Peradilan Pidana yang digariskan Undang-Undang No 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana merupakan “sistem terpadu” (Integrated
Criminal Justice System). Sistem terpadu tersebut diletakkan di atas landasan
prinsip “deferensiasi fungsional” di antara aparat penegak hukum sesuai dengan
“tahap proses kewenangan” yang diberikan undang-undang kepada masing-
masing (Yahya Harahap, 2010: 90).
Kegiatan pembuktian dalam hukum acara pidana pada dasarnya
diharapkan untuk memperoleh kebenaran, yakni dalam batasan-batasan yuridis
bukan dalam batasan-batasan mutlak, karena kebenaran yang mutlak sukar
diperoleh. Pada posisi inilah hukum acara pidana memegang peranan penting
untuk terwujudnya penegakan hukum pidana materiil. Pembuktian dalam hukum
acara pidana dapat diartikan sebagai suatu upaya mendapatkan keterangan-
keterangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna memperoleh suatu
keyakinan atas benar tidaknya perbuatan pidana yang didakwakan serta dapat
mengetahui ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa (Rusli Muhammad, 2007:
185).
Saksi dalam perkara pidana merupakan alat bukti yang paling utama. boleh
dikatakan, tidak ada perkara pidana yang terlepas dari pembuktian menggunakan
keterangan saksi. Hampir semua perkara pidana bersandar pada pemeriksaan
keterangan saksi. Setidaknya disamping pembuktian dengan alat bukti yang lain,
masih selalu diperlukan pembuktian dengan keterangan saksi. Terlepas dari
keterangan saksi, dalam prakteknya saksi yang dihadirkan adalah saksi yang
meringankan terdakwa a de charge atau saksi yang memberatkan terdakwa a
charge, acapkali saksi yang diperiksa dalam persidangan tersebut adalah saksi
yang secara langsung melihat, mendengar dan mengalami suatu kejadian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
terjadi dan dipersidangkan termasuk juga saksi yang menjadi korban (saksi
korban).
Tentu sebelumnya harus diingat bahwa untuk membuktikan kesalahan
yang dilakukan terdakwa harus dibuktikan dengan alat bukti sebagaimana terdapat
dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu :
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
Agar suatu keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti maka
keterangan saksi itu harus dinyatakan di sidang pengadilan, dan apabila
keterangan tersebut disampaikan di luar pengadilan (outside the court) maka tidak
dapat dijadikan sebagai alat bukti (Yahya Harahap, 2010: 287-288). Akan tetapi
bukan tidak mungkin dalam prakteknya seringkali terjadi tumbukan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, padahal ketentuan mengenai alat bukti
sudah diatur dengan jelas pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Seperti dalam hal
pemanggilan saksi, urgensi pemanggilan saksi ini pada dasarnya untuk
menguatkan keyakinan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara, namun
sering saksi yang di panggil tidak sesuai dengan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan itu sendiri.
Untuk membuktikan kesalahan terdakwa tentu saja tidak hanya dengan
menghadirkan seorang saksi namun harus lebih dari itu dengan alat bukti yang
lain, karena satu saksi tidak bisa dinilai sebagai alat bukti (unus testis nullus
testis), hal ini dapat dibandingkan Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang mengatakan
bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya. Hal ini dapat
dibandingkan dengan Pasal 300 ayat (1) HIR dahulu yang mengatakan bahwa
hakim Pengadilan negeri tidak boleh menjatuhkan pidana kepada terdakwa jika
terdakwa menyangkal kesalahannya dan hanya ada seorang saksi saja yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
memberatkan terdakwa sedangkan tidak ada alat bukti lain (Andi Hamzah, 2011:
269) .
Seorang saksi yang dihadirkan dalam persidangan harus sudah memahami
alasan untuk hal apakah ia dihadirkan dalam persidangan di pengadilan karena
dalam pemanggilan yang dilakukan oleh penuntut umum tercantum alasan
mengapa saksi dihadirkan di persidangan. Tentang nilai kekuatan pembuktian
saksi harus dilihat masalah yang berhubungan dengan keterangan saksi ditinjau
dari sah atau tidaknya keterangan saksi sebagai alat bukti.
Urgensi menghadirkan seorang saksi tentu juga harus diperhatikan karena
tidak semua orang bisa dijadikan sebagai saksi dalam suatu sidang di pengadilan,
tentu saja harus dilihat dari ketentuan Pasal 1 angka 27 KUHAP yaitu :
a. Yang saksi lihat sendiri;
b. Saksi dengar sendiri;
c. Dan saksi alami sendiri;
d. Serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
Adapun seorang saksi yang dihadirkan dalam persidangan harus
memenuhi kriteria diatas secara penuh. Ketentuan tersebut tentu harus sangat
diperhatikan penuntut umum dalam menghadirkan saksi di pengadilan demi
terciptanya penegakkan hukum yang seadil-adilnya (ex aquo et bono).
Dalam perkembangannya saksi yang muncul dalam praktek dipersidangan
ada pula yang tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh KUHAP yang dalam
hal ini yang sering ditemui adalah saksi verbalism, Berdasarkan pelaksanaan
hukum acara pidana, yang dimaksud dengan saksi verbalism atau disebut juga
dengan saksi penyidik adalah seorang penyidik yang kemudian menjadi saksi atas
suatu perkara pidana karena terdakwa menyatakan bahwa Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) telah dibuat di bawah tekanan atau paksaan. Dengan kata lain,
terdakwa membantah kebenaran dari BAP yang dibuat oleh penyidik yang
bersangkutan. Sehingga, untuk menjawab bantahan terdakwa, penuntut umum
dapat menghadirkan saksi verbalism dimaksud.
Latar belakang dari munculnya saksi verbalism ini adalah adanya
ketentuan Pasal 163 KUHAP yang menentukan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
“Jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang
terdapat dalam berita acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi
tentang hal itu serta minta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan
dicatat dalam berita acara pemeriksaan sidang.”
Selain saksi yang harus diperhatikan keabsahannya pada saat dihadirkan
dipersidangan, juga harus diperhatikan mengenai hak-hak seorang terdakwa
terkait dengan keterangan saksi di pengadilan. Artinya bahwa seorang terdakwa
berhak untuk menyangkal segala keterangan saksi yang disampaikan dalam sidang
di pengadilan. Seorang terdakwa juga harus memperoleh perlakuan yang sama di
hadapan hukum dalam hal apapun termasuk pembelaan terhadap dirinya.
Kewajiban pembuktian juga tidak boleh dibebankan terhadap terdakwa, hal ini
seperti yang terdapat dalam Pasal 66 KUHAP yang menetapkan tersangka atau
terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian dalam persidangan, karena yang
memiliki kewajiban dalam hal membuktikan kesalahan terdakwa adalah penuntut
umum (Paingot Rambe M dkk, 2010: 92)
Menurut Clive Walker, kegagalan dalam menegakkan hukum terjadi
manakala negara melanggar hak-hak tersangka atau terdakwa atau terpidana, baik
karena proses hukum yang tidak mencukupi, yang diterapkan tehadap mereka,
tidak adanya pembenaran atas hukuman yang diberikan atau perlakuan terhadap
tersangka atau terdakwa atau terpidana tidak seimbang dengan hak-hak orang lain
yang hendak dilindungi atau bahkan ketika hak-hak orang lain tidak dilindungi
secara aktif oleh negara dari pelaku kejahatan atau hukum negara itu sendiri (O.C.
Kaligis, 2006: 13)
Perlindungan terhadap hak-hak terdakwa ini sangat diperlukan
sebagaimana asas equality before the law, bahwa setiap orang itu sama
kedudukannya dihadapan hukum termasuk terhadap orang yang menjadi terdakwa
sekalipun. Apabila diperhatikan hubungan antara saksi dengan terdakwa dalam
persidangan sangat memiliki pengaruh yang besar dalam hal mana seorang saksi
yang hadir dipersidangan juga menentukan nasib seorang terdakwa apakah
terdakwa tersebut nantinya dinyatakan bersalah atau tidak. Sehingga penuntut
umum juga seharusnya memperhatikan ketentuan KUHAP dalam menghadirkan
saksi agar memang saksi yang dihadirkan dipersidangan tersebut benar-benar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
menjadi bagian dari penegakan hukum oleh penuntut umum sebagai penegak
hukum yang menghadirkan saksi.
Sehubungan dengan penjelasan di atas penulis dalam hal ini ingin
menyoroti kasus yang terjadi di Pengadilan Negeri Bekasi bahwasannya di sana
telah terjadi tindak pidana pemalsuan surat, dalam kasus tersebut di persidangan
penuntut umum menghadirkan saksi verbalism (saksi penyidik) di persidangan.
Tentu dalam hal ini penulis ingin menyoroti bahwasannya ketentuan tentang
pemanggilan saksi verbalism ini tidaklah sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sampai
saat ini masih berlaku dan dijadikan pedoman dalam proses beracara di Indonesia.
Apabila saksi verbalism tetap dihadirkan di persidangan, maka posisi
seorang terdakwa dalam persidangan akan semakin terpojok dan hak-hak nya
akan sulit untuk diwujudkan karena seorang saksi verbalism tidak mungkin
mengakui apakah pada saat melakukan penyidikan dilakukan penekanan, tentu
saja apabila seorang saksi verbalism mengakui akan merugikan dirinya sendiri
dan instansi yang menaunginya.
Kasus yang terjadi di Pengadilan Negeri Bekasi juga menunjukkan bahwa
saksi verbalism ini memberikan keterangan yang seakan-akan memberatkan
terdakwa, padahal posisi saksi verbalism ini tidak diatur dalam perundang-
undangan. Apabila keterangan tersebut memberatkan terdakwa maka jelas hak-
hak terdakwa tidak diperhatikan dalam perkara tersebut. Penulis juga menyoroti
bahwasannya sebenarnya pemanggilan saksi verbalism dalam kasus surat palsu di
Pengadilan Negeri Bekasi itu selain tidak sesuai dengan undang-undang juga akan
memojokkan posisi terdakwa.
Berdasarkan penjabaran di atas baik tentang kedudukan saksi maupun hak-hak
seorang terdakwa yang berhubungan dengan dihadirkannya saksi verbalism (saksi
penyidik) dalam kasus surat palsu di persidangan, penulis ingin menyusun
penelitian hukum dengan judul
“TINJAUAN YURIDIS URGENSI MENGHADIRKAN SAKSI
VERBALISM DAN RELASINYA DENGAN PERWUJUDAN HAK-HAK
TERDAKWA DALAM PEMERIKSAAN PERKARA MENGGUNAKAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
SURAT PALSU DI PERSIDANGAN (Studi Kasus dalam Putusan
Pengadilan Negeri Bekasi Nomor : 2135/Pid/B/2010/PN.BKS)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas maka perumusan masalah sangat
penting untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas terkait dengan masalah
yang akan diteliti, oleh karena itu dalam penelitian ini perumusan masalah yang
diajukan adalah :
1. Apakah urgensi menghadirkan saksi verbalism dalam pemeriksaan
perkara menggunakan surat palsu di persidangan Pengadilan Negeri
Bekasi pada kasus nomor : 2135/Pid/B/2010/PN.BKS?
2. Bagaimanakah relasi antara menghadirkan saksi verbalism dengan
perwujudan hak-hak terdakwa dalam pemeriksaan perkara
menggunakan surat palsu di persidangan pada kasus nomor :
2135/Pid/B/2010/PN.BKS?
C. Tujuan Penelitian
Suatu kegiatan selalu memiliki tujuan yang ingin dicapai, dalam hal ini
tujuan dari penelitian adalah hal-hal yang hendak dicapai oleh penulis melalui
penelitian. Melalui penelitian ini yang berhubungan dengan perumusan masalah
yang telah ditetapkan, maka penelitian ini tujuannya adalah :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui urgensi menghadirkan saksi verbalism dalam
persidangan surat palsu (pemalsuan) di Pengadilan.
b. Untuk mengetahui relasi antara menghadirkan saksi verbalism
dengan perwujudan hak-hak terdakwa dalam pemeriksaan perkara
menggunakan surat palsu di persidangan.
2. Tujuan Subyektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
a. Untuk menambah pengetahuan di bidang Ilmu Hukum khususnya
yang berkaitan dengan bidang Hukum Acara Pidana, dengan
harapan dapat bermanfaat dikemudian hari.
b. Untuk memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi Ilmu
Hukum, khususnya dalam Hukum Acara Pidana.
c. Untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan bagi mahasisiwa
dalam meraih gelar kesarjanaan khususnya dalam bidang Ilmu
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian harus dipahami dan diyakini manfaatnya bagi
menyelesaikan masalah yang diselidikinya. Manfaat penelitian dapat ditinjau dari
dua segi yang saling berkaitan yaitu segi teoritis dan praktis.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian yang penulis lakukan adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
terhadap ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan
bidang Hukum Acara Pidana pada khususnya.
b. Untuk mendalami teori-teori yang telah penulis peroleh selama
menjalani strata satu di Fakultas Hukum universitas Sebelas Maret
Surakarta, serta memberikan sumbangan pemikiran yang dapat
dijadikan data sekunder bagi penelitian berikutnya.
c. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan
bahan hukum sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi
persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2. Manfaat Praktis
a. Dengan Penulisan Hukum ini diharapkan dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang ilmu hukum
sebagai bekal untuk terjun kedalam masyarakat suatu saat nanti.
b. Dengan Penulisan Hukum ini diharapkan mampu memberikan
suatu data dan informasi mengenai urgensi menghadirkan saksi
Verbalism dalam persidangan surat palsu.
c. Dengan Penulisan Hukum ini diharapkan mampu menerapkan
bidang keilmuan yang selama ini diperoleh dalam teori-teori
dengan kenyataannya dalam praktek.
E. Metode Penelitian
Cara kerja keilmuan salah satunya ditandai dengan penggunaan metode
(Inggris : Method, Latin : methodus, Yunani : methodos - meta berarti sesudah, di
atas, sedangkan hodos berarti suatu jalan, suatu cara). Van Peursen
menerjemahkan pengertian metode secara harafiah, mula-mula metode diartikan
sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, menjadi: penyelidikan dan penelitian
berlangsung menurut suatu rencana tertentu (Johnny Ibrahim, 2006: 25-26).
Sedangkan menurut kamus Webster’s, penelitian adalah penyelidikan
terhadap suatu bidang ilmu yang dilakukan secara hati-hati, penuh kesabaran dan
kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip. Menurut Hillway, penelitian adalah
suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati
dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat
terhadap masalah tersebut (Supranto, 2003:1).
Metode penelitian adalah jalan yang dilakukan berupa serangkaian
kegiatan ilmiah yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten
untuk memperoleh bahan hukum yang lengkap dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Penelitian hukum
merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter
Mahmud Marzuki, 2006: 35).
Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun
penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum
kepustakaan. Penelitian hukum normatif memiliki definisi yang sama
dengan penelitian doktrinal yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan
hukum yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan
hukum primer dan sekunder (Johny Ibrahim, 2006:44).
Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana
urgensi menghadirkan saksi verbalism dalam pemeriksaan perkara
menggunakan surat palsu di persidangan pengadilan, kemudian
bagaimana relasinya antara menghadirkan saksi verbalism dengan
perwujudan hak-hak terdakwa dalam pemeriksaan perkara
menggunakan surat palsu tersebut. Dengan penelitian hukum doktrinal
ini penulis berharap mampu memberikan jawaban atas persoalan
dengan baik terhadap setiap permasalahan hukum dalam penelitian ini.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian dalam hal ini adalah preskriptif dan terapan.
Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif dan terapan sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu
hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan
hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter
Mahmud Marzuki, 2006: 22).
3. Pendekatan Penelitian
Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan dalam penelitian
hukum terdapat lima pendekatan yaitu pendekatan perundang-
undangan (statue approach), pendekatan kasus (case approach),
pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
(comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2009: 91).
Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan
kasus (case approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut
dengan isu hukum yang sedang ditangani. Dalam metode pendekatan
perundang-undangan perlu memahami hierarki, dan asas-asas dalam
peraturan perundang-undang (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93).
4. Jenis Bahan Hukum
Dalam penelitian ini bahan hukum yang dipakai adalah bahan
hukum primer dan sekunder. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.
Sedangkan bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi
tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi
(Peter Mahmud Marzuki, 2008 : 141).
Dalam penelitian ini jenis bahan hukum primer yang digunakan
berupa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana,
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan
Kehakiman, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
Penjabaran Unsur-Unsur Pasal dalam KUHP dan Resume Kasus. 2003.
Jakarta: DIVBINKUM POLRI. Dalam penelitian ini jenis bahan
hukum yang digunakan oleh penulis berupa bahan hukum sekunder,
yaitu Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor :
2135/Pid/B/2010/PN.BKS.
5. Sumber Bahan Hukum
Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi
sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan
hukum autoratif yang artinya bahan hukum primer merupakan bahan
yang memiliki otoritas atau kekuasaan dalam pelaksanaannya. Yang
termasuk bahan hukum primer adalah peraturan perundang-undangan,
catatan resmi yang berkaitan dengan hukum, publikasi hukum tersebut
meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum
dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud
Marzuki, 2009: 141).
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat:
Dalam penulisan hukum ini penulis menggunakan bahan hukum
primer yaitu UUD Negara RI 1945, Putusan Pengadilan Negeri
Bekasi Nomor: 2135/Pid/B/2010/PN.BKS, Undang-Undang No.8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, KUHP, Undang-undang
Nomor 48 tahun 2009.
b. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer seperti:
1) Hasil karya ilmiah para sarjana dan ahli hukum
2) Hasil-hasil jurnal hukum.
6. Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan metode silogisme dan interpretasi dengan menggunakan pola
berpikir deduktif. Pola berpikir deduktif yaitu berpangkal dari prinsip-
prinsip dasar, kemudian peneliti tersebut menghadirkan objek yang
hendak diteliti. Sedangkan metode silogisme yang menggunakan
pendekatan deduktif menurut yang diajarkan Aristoteles yaitu
berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian diajukan premis
minor, dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau
conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2005:46-46).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk
mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka
peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari
4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang
dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan
hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi).
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis memberikan landasan teori atau
memberikan penjelasan secara teoritik, yang bersumber pada bahan
hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut
secara universal, mengenai persoalan yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang penulis teliti.
Landasan teori tersebut meliputi, tinjauan umum tentang
alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana, tinjauan umum
tentang saksi, tinjauan umum tentang saksi verbalism, tunjauan
umum tentang Hak dan Kedudukan Terdakwa, tunjauan umum
tentang tindak pidana Pemalsuan. Selain itu untuk memudahkan
pemahaman alur berfikir, maka dalam bab ini juga disertai
kerangka pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis menguraikan dan menyajikan
pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu: urgensi
menghadirkan saksi verbalism dalam pemeriksaan perkara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
menggunakan surat palsu di persidangan Pengadilan Negeri
Bekasi. Relasi antara menghadirkan saksi verbalism dengan
perwujudan hak-hak terdakwa dalam pemeriksaan perkara
menggunakan surat palsu di persidangan.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini menguraikan simpulan dan saran terkait dengan
permasalahan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Saksi Verbalism
a. Alat Bukti dan Sistem Pembuktian
Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam
sidang pengadilan. Pembuktian ialah ketentuan-ketentuan yang berisi
penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-
undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa
(Yahya Harahap, 2010: 273).
“The strength of evidence is a function of its rigor and relevance
manifested by methodological fit, relevance to the context, transparency of
its findings, replicability of the evidence and the degree of consensus
within the decision community” (Baba, Vishwanath V, HakemZadeh,
Farimah. 50. 5 2012).
Maksudnya bahwa kekuatan pembuktian itu merupakan fungsi dan
metodologi yang relevan untuk menemukan bukti dalam rangka menyusun
keputusan. Ditinjau dari segi hukum acara pidana sebagaimana yang
ditentukan dalam KUHAP, telah diatur beberapa pedoman dan
penggarisan dalam pembuktian :
1) Penunutut umum bertindak sebagai aparat yang diberi wewenang
untuk mengajukan segala daya upaya membuktikan kesalahan yang
didakwakan kepada tedakwa.
2) Sebaliknya terdakwa atau penasihat hukum mempunyai hak untuk
melumpuhkan pembuktian yang diajukan penuntut umum, sesuai
dengan cara-cara yang dibenarkkan undang-undang, berupa
“sangkalan” atau bantahan yang beralasan, dengan saksi yang
meringankan atau saksi a de charge maupun alibi.
3) Pembuktian juga bisa berarti suatu penegasan bahwa ketentuan tindak
pidana lain yang harus dijatuhkan kepada terdakwa. Maksudnya, surat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dakwaan penuntut umum bersifat alternatif, dari hasil kenyataan
pembuktian yang diperoleh dalam persidangan pengadilan, kesalahan
yang terbukti adalah dakwaan pengganti. Berarti apa yang
didakwakan dalam dakwaan primer tidak sesuai dengan kenyataan
pembuktian. Dalam hal seperti ini, arti dan fungsi pembuktian
merupakan penegasan tentang tindak pidana yang dilakukan
terdakwa, serta sekaligus membebaskan dirinya dari dakwaan yang
tidak terbukti dan menghukumnya berdasar dakwaan tindak pidana
yang telah terbukti.
Adapun sebelum kita masuk pada macam-macam alat bukti
harus diketahui terlebih dahulu beberapa teori tentang sistem
pembuktian dalam hukum acara pidana ditinjau dari beberapa ajaran,
diantaranya:
a) Conviction-in Time (Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan
Keyakinan Hakim Semata)
Sistem pembuktian conviction-in time menentukan salah
tidaknya seorang terdakwa, semata-mata oleh penilaian
“keyakinan” hakim. Keyakinan hakim yang menentukan
keterbuktian kesalahan terdakwa. Dari mana hakim menarik dan
menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi masalah dalam sistem
ini. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat
bukti yang diperiksa dalam sidang pengadilan. Bisa juga hasil
pemeriksaan itu diabaikan oleh hakim, dan langsung menarik
keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa.
b) Conviction-Raisonee (Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar
Keyakinan Hakim Atas Alasan yang Logis)
Dalam sistem ini pun dapat dikatakan keyakinan hakim
tetap memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya
terdakwa. Akan tetapi, dalam sistem pembuktian ini, faktor
keyakinan hakim dibatasi. Jika sistem pembuktian conviction-in
time peran “keyakinan hakim” leluasa tanpa batas maka pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
sistem conviction-raisonee, keyakinan hakim harus didukung
dengan “alasan-alasan yang jelas”. Hakim wajib menguraikan dan
menjelaskan alasan-alasan apa yang mendasari keyakinannya atas
kesalahan terdakwa. Tegasnya, keyakinan hakim dalam sistem
conviction-raisonee, harus dilandasi reasoning atau alasan-alasan,
dan reasoning itu harus reasonable, yakni berdasarkan alasan yang
dapat diterima. Keyakinan hakim harus mempunyai dasar-dasar
alsan yang logis dan benar-benar dapat diterima akal. Tidak
semata-mata atas dasar keyakinan yang tertutup tanpa uraian alasan
yang masuk akal.
c) Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif (Positief
Wettelijk)
Pembuktian menurut undang-undang secara positif
merupakan pembuktian yang bertolak belakang dengan sistem
pembuktian menurut keyakinan atau conviction-in time.
Pembuktian menurut undang-undang secara positif, “keyakinan
hakim tidak ikut ambil bagian” dalam membuktikan kesalahan
terdakwa. Keyakinan hakim dalam sistem ini, tidak ikut berperan
menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Sistem ini berpedoman
pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan
undang-undang. Untuk membuktikan salah atau tidaknya terdakwa
semata-mata “digantungkan kepada alat-alat bukti yang sah”. Asal
sudah dipenuhi syarat-syarat dan ketentuan pembuktian menurut
undang-undang, sudah cukup menentukan kesalahan terdakwa
tanpa mempersoalkan keyakinan hakim. Apakah hakim yakin atau
tidak tentang kesalahan terdakwa, bukan menjadi masalah.
Pokoknya, apabila sudah terpenuhi cara-cara pembuktian dengan
alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang, hakim tidak lagi
menanyakan keyakinan hati nuraninya akan kesalahan terdakwa.
d) Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif (Negatief
Wettelijk Stelsel)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif
merupakan teori antara sistem pembuktian menurut undang-undang
secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau
conviction-in time.
Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif
merupakan keseimbangan antara kedua sistem yang saling bertolak
belakang secara ekstrim. Dari keseimbangan tersebut, sistem
pembuktian menurut undang-undang secara negatif
“menggabungkan” kedalam dirinya secara terpadu sistem
pembuktian menurut keyakinan dengan sistem pembuktian
menurut undang-undang secara positif. Dari hasil penggabungan
kedua sistem yang saling bertolak belakang itu, terwujudlah suatu
“sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif”.
Rumusannya berbunyi: salah tidaknya terdakwa ditentukan oleh
keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat
bukti yang sah menurut undang-undang (Yahya Harahap, 2010:
277-279)
Menurut Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang No 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana Alat Bukti yang sah dalam
perkara pidana ialah :
(1) Keterangan Saksi;
(2) Keterangan Ahli;
(3) Surat;
(4) Petunjuk;
(5) Keterangan Terdakwa
Dengan penjelasan sebagai berikut:
(a) Keterangan saksi
Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP, keterangan saksi
sebagai alat bukti ialah apa yang dinyatakan di persidangan
pengadilan, dimana keterangan seorang saksi saja tidak
cukup mmbuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
perbuatan yang didakwakan padanya (unnus testis nullus
testis) dan saksi harus memberikan keterangan mengenai
apa yang ia lihat, dengar, dan alami sendiri tidak boleh
merupakan cerita atau keterangan dari orang lain
(testimonium de auditu).
(b) Keterangan ahli
Menurut Pasal 1 butir 28 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana :
“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan
oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal
yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara
pidana guna kepentingan pemeriksaan dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam Undang-undang”.
(c) Surat
Menurut Pasal 187 Undang-undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana, surat sebagaimana
tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
(i) berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang
dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau
yang dibuat di hadapannya, yang memuat
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri,
disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangannya itu ;
(ii) surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh
pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata
laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang
diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau
sesuatu keadaan ;
(iii) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai
sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi dan padanya ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
(iv) surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada
hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang
lain.
(d) Petunjuk
Menurut Pasal 188 KUHAP ayat (1), “Petunjuk
adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,
maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa
pelakunya”.
(e) Keterangan Terdakwa
Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP “Keterangan
terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di
persidangan tentang perbuatan yang dilakukan atau yang
ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri”.
b. Pengertian Saksi
Menurut Pasal 1 ayat 26 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana yang di maksud dengan saksi adalah orang
yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Sebagaimana diketahui, bahwa
jumlah personil penyelidik dan penyidik sangatlah terbatas, dibandingkan
dengan besarnya jumlah penduduk Indonesia dan luasnya wilayah negara
Republik Indonesia, sehingga tidak mungkin dapat meng-cover setiap
tindak pidana yang terjadi di masyarakat. Karena itu, bantuan anggota
masyarakat (sebagai saksi) untuk melaporkan dan atau mengadukan
tentang terjadinya tindak pidana sangat membantu penyelidik dan penyidik
dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana itu. Jadi, saksi
(pelapor dan/atau korban) sudah memiliki kontribusi penting sejak
dimulainya proses penanganan perkara pidana (penyelidikan), demikian
juga dalam proses selanjutnya, yaitu pemeriksaan di tingkat penyidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
maupun pembuktian di muka sidang pengadilan. Banyak kasus yang
nasibnya ditentukan oleh ada tidaknya saksi, walaupun saksi bukan satu-
satunya alat bukti.
Dalam tahap penyelidikan sampai pembuktian di muka sidang
pengadilan, kedudukan saksi sangatlah penting, bahkan dalam praktek
sering menjadi faktor penentu dan keberhasilan dalam pengungkapan
suatu kasus, karena bisa memberikan "keterangan saksi" yang
ditempatkan menjadi alat bukti pertama dari lima alat bukti yang sah
sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Bahkan seorang praktisi
hukum, Muhammad Yusuf, secara ekstrim mengatakan, bahwa tanpa
kehadiran dan peran dari saksi, dapat dipastikan suatu kasus akan menjadi
dark number mengingat dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia
yang menjadi referensi dari penegak hukum adalah testimony yang hanya
dapat diperoleh dari saksi atau ahli. Berbeda dengan sistem hukum yang
berlaku di Amerika yang lebih mengedepankan barang bukti (Muhammad
Yusuf, http://Parlemen net. 31/08/2005. page 1)
Namun lain halnya apabila saksi yang ada hanya satu orang atau
yang biasa disebut dengan saksi mata;
“Tripartite solution to eyewitness error consists of the following
components: (1) Permitting expert testimony when the primary or sole
evidence against the defendant is eyewitness testimony; (2) Improving
procedures for collecting eyewitness evidence by conducting eyewitness
interviews and identification procedures in a manner consistent with best
practices identified by scientific research in the field; and (3) Educating
the principal participants in the criminal justice system about eyewitness
testimony to sensitize them to the effects of eyewitness factor” (Wise,
Richard A, Dauphinais, Kirsten A, Safer, Martin A Journal of Criminal
Law & Criminology.2007).
Maksudnya bahwa apabila saksinya hanya satu maka dapat dimintakan
keterangan dari ahli, atau dilakukan penyelidikan lapangan terkait dengan
kasus yang terjadi atau dengan pemberian pengetahuan terkait dengan
keterangan saksi mata itu sendiri.
Keterangan saksi yang memenuhi syarat dan bernilai sebagai alat
bukti secara yustisial haruslah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
1) Memberikan keterangan yang sebenarnya sehubungan dengan
tindak pidana yang sedang diperiksa. Keterangan saksi haruslah
murni berdasarkan kesadarannya sendiri, dan didukung oleh latar
belakang dan sumber pengetahuannya.
2) Keterangan saksi yang relevan untuk kepentingan yustisial.
a) Yang ia dengar sendiri;
b) Yang ia lihat sendiri; atau
c) Yang ia alami sendiri;
d) Hasil pendengaran, penglihatan, atau pengalaman sendiri
dimaksud harus didukung suatu alasan "pengetahuannya" yang
logis dan masuk akal;
e) Jumlah saksi yang sesuai untuk kepentingan peradilan sekurang-
kurangnya dua (Pasal 182 ayat (2) KUHAP: unus testis nullus
testis, satu saksi bukan saksi (Yahya Harahap, 2001: 141-142).
Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus
dengan sungguh-sungguh memperhatikan (Pasal 185 ayat (6) KUHAP):
(1) Persesuaian antara keterangan saksi yang satu dengan yang
lain;
(2) Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang
sah lainnya;
(3) Alasan yang mungkin dipergunakan saksi untuk
memberikan keterangan yang tertentu;
(4) Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang
pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya
keterangan itu dipercaya.
Dari beberapa batasan undang-undang tentang saksi dan
keterangan saksi tersebut, dapat ditarik kesimpulan, yakni:
1) Bahwa tujuan saksi memberikan keterangan ialah Untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan. Ketentuan ini
juga mengandung pengertian bahwa saksi diperlukan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
memberikan keterangannya dalam 2 tingkat yakni ditingkat
penyidikan dan ditingkat penuntutan di sidang pengadilan.
2) Bahwa isi apa yang diterangkan, adalah segala sesuatu yang ia
dengan sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Keterangan
mengenai segala sesuatu yang sumbernya diluar 3 sumber tadi,
tidaklah mempunyai nilai atau kekuatan pembuktian ketentuan ini
menjadi suatu prinsip pembuktian dengan menggunakan alat bukti
keterangan saksi (Adami Chazawi, 2008: 38)
c. Pengertian Saksi Verbalism
Saksi verbalism adalah keterangan yang diberikan jaksa penuntut
umum sebagai konfrontir ketika terdakwa menarik keterangannya di
persidangan. Keterangan saksi verbalism ini merupakan salah satu alat
bukti sah yang dijadikan hakim sebagai pertimbangan setelah mendengar
keterangan terdakwa yang telah dicabut. Kebanyakan hakim langsung
mempercayai keterangan saksi verbalism seperti ini, meskipun masih
menjadi polemik apakah keterangan saksi verbalism ini sesuai dengan
norma pemeriksaan persidangan dan sesuai dengan Hak Asasi Manusia
jika dilihat relevansinya dengan hak terdakwa untuk menarik atau
mencabut keterangan di persidangan.
Kata verbalism secara fundamental adalah istilah yang lazim
tumbuh dan berkembang dalam praktek serta tidak diatur oleh KUHAP.
Menurut J.C.T. Simorangkir, verbalism adalah pejabat yang berwenang
untuk membuat berita acara, misalnya polisi, jaksa. Menurut makna
leksikon dan doktrinal, verbalism adalah:”nama yang diberikan kepada
petugas (polisi atau yang diberikan kepada petugas khusus) untuk
menyusun, membuat, atau mengarang berita acara.”
Menurut Yan Pramadya Puspa ”verbalism”(Belanda) adalah
petugas (polisi atau seseorang yang diberi tugas khusus) untuk menyusun,
membuat, atau mengarang proses verbal.” Eksistensi saksi verbalism
muncul jika dalam persidangan terdakwa menyangkal kebenaran
keterangan saksi dan kemudian saksi/terdakwa di sidang pengadilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
keterangannya berbeda dalam berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh
penyidik serta saksi/terdakwa mencabut/menarik keterangannya pada
berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik karena ada tekanan
baik sifatnya fisik ataupun psikis (Mery Christian Putri, 2010: 25)
Saat tersangka diperiksa yang disertai dengan tindak kekerasan
fisik, biasanya tidak dilakukan oleh pemeriksa (penyidik/penyidik
pembantu) tetapi oleh petugas yang lain, yang dibiarkan bebas masuk saat
pemeriksaan berlangsung (biasa juga dilakukan dalam ruang tahanan).
Sehingga saat terdakwa dipersidangan menarik keterangannya dan
kemudian dikonfrontir dengan saksi verbalism. Maka saksi verbalism siap
bersumpah dengan apa saja bahwa tidak pernah melakukan tindak
kekerasan sewaktu melakukan pemeriksaan atas diri terdakwa. Celakanya,
hakim sangat mempercai keterangan saksi yang demikian
(http://gagasanhukum.wordpress.com/2008/07/07/kelemahan-kuhap-
dalam-praktek-bagian-ii/).
2. Tinjauan UmumTentang Hak-hak Terdakwa
Dalam Pasal 1 butir 15 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana yang dimaksud dengan Tredakwa adalah seorang
tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan (Yahya
Harahap, 2010: 330).
Untuk meninjau lebih jauh mengenai Hak dan kedudukan terdakwa
harus dilihat terlebih dahulu landasan prinsip berdasarkan pada Undang-
Undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman untuk
menegakkan hak dan kedudukan Terdakwa diantaranya :
a. Peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA".(Pasal 2 butir 1)
b. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang (Pasal 4 butir 1).
c. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat, \dan biaya ringan (Pasal 4 butir 2).
d. Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan
karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab,
telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya (Pasal 6
butir 2).
e. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut,atau dihadapkan
di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap (Pasal 8 butir 1).
f. Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya
atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan
rehabilitasi (Pasal 9 butir 1).
Dari beberapa prinsip tersebut di atas maka akan dijabarkan lebih
lanjut dalam BAB ke VI KUHAP yang dikelompokkan sebagai berikut :
1) Hak Tersangka atau Terdakwa untuk segera mendapatkan
pemeriksaan oleh penyidik yang selanjutnya dapat diajukan kepada
penuntut umum, dan tersangka berhak perkaranya segera dimajukan
oleh pengadilan ke penuntut umum (Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2)).
2) Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa
yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya
pada waktu pemeriksaan dimulai (Pasal 51).
3) Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada
penyidik. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan
pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan
secara bebas kepada penyidik atau hakim (Pasal 52 KUHAP).
4) Hak untuk mendapatkan juru bahasa dalam setiap
pemeriksaan. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan
pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap waktu
mendapat juru bahasa (Pasal 53 ayat 1, dan juga Pasal 177).
5) Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan.
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak
mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum
selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut
tata cara yang diatur dalam undang-undang/ KUHAP (Pasal 54).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
6) Berhak secara bebas memilih penasihat hukum. Untuk mendapatkan
penasihat hukum tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri
penasihat hukumnya (Pasal 55).
7) Hak untuk berubah menjadi wajib untuk mendapat bantuan hukum.
Wajib bagi tersangka mendapat bantuan hukum bagi tersangka dalam
semua tingkat pemeriksaan jika sangkaan yang disangkakan diancam
dengan pidana mati atau ancaman pidana minimal 15 tahun atau lebih
(Pasal 56).
8) Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak
menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan dalam
KUHAP (Pasal 57).
9) Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak
menghubungi atau menerima kunjungan dokter pribadinya untuk
kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses
perkara maupun tidak (Pasal 58).
10) Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak
diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang
berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan,
kepada keluarga atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau
terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh
tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum atau
jaminan bagi penangguhannya (Pasal 59).
11) Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima
kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau
lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna mendapatkan jaminan
bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatakan
bantuan hukum (Pasal 60).
12) Tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau dengan
perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima
kunjungan sanak keluraganya dalam hal yang tidak ada hubungannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan
atau untuk kepentingan kekeluargaan (Pasal 61).
13) Tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau dengan
perantaraan penasihat hukumnya dan menerima surat dari penasihat
hukumnya dan sanak keluragan setiap kali yang diperlukan olehnya,
untuk keperluan itu bagi tersangka atau terdakwa disediakan alat tulis-
menulis (Pasal 62).
14) Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima
kunjungan dari rohaniawan (Pasal 63).
15) Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka
untuk umum (Pasal 64).
16) Tersangka tau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan
saksi dan atau seorang yang mempunyai keahlian khusus guna
memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya (Pasal 65).
17) Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal
66).
18) Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian dan
rehabilitasi (Pasal 68, dan juga Pasal 95).
3. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pemalsuan Surat
Pasal yang dikenakan dalam tindak pidana pemalsuan surat adalah
Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi:
“Diancam dengan pidana yang sama( Pasal 1), barang siapa
dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-
olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian”
Dengan unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur Barangsiapa
1) Pasal 2 KUHP, artinya berlaku bagi setiap orang yang melakukannya
di Indonesia.
2) Pasal 3 KUHP (Perluasan dari Pasal 2).
3) Pasal 4 KUHP, di luar wilayah Indonesia untuk Pasal-Pasal tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
4) Pasal 5 KUHP, khusus untuk warga Negara Indonesia untuk Pasal-
Pasal tertentu.
b. Memalsu
Surat yang dipalsu harus surat yang:
1) Dapat menimbulkan suatu hak (missal: ijazah, karcis masuk)
2) Dapat menimbulkan suatu perjanjian.
3) Dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang.
4) Surat yang dapat digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan
atau peristiwa (misalnya: surat tanda kelahiran, buku tabungan, buku
kas, buku harian kapal, surat angkutan)
c. Memakai surat palsu
Memakai Surat palsu menurut Yurisprudensi (Arrest HR. 29 Juni
1910 W. 9061), kesengajaan menggunakan surat palsu itu merupakan
kejahatan yang berdiri sendiri, disamping kejahatan pemalsuan itu sendiri,
untuk penjatuhan hukumannya adalah tidak perlu bahwa pembuatan surat
tersebut menghasilkan suatu pemalsuan yang dapat dihukum, melainkan
cukup jika pada waktu digunakan pada waktu itu adalah palsu dan
kepalsuan itu sendiri diketahui oleh si pelaku (DIVBINKUM POLRI,
2003: 83).
Menurut almarhum Satochid Kartanegara, perbedaan antara
membuat surat palsu dengan memalsukan surat ialah bahwa:
1) Pada perbuatan membuat secara palsu pada mulanya tidak terdapat
sepucuk surat apa pun, tetapi kemudian telah dibuat sepucuk surat
yang isinya bertentangan dengan kebenaran:
2) Pada perbuatan memalsukan seak semula memang sudah terdapat
spucuk surat, yang isinya kemudian telah diubah dengan cara
sedemikian rupa, hingga menjadi bertentangan dengan kebenaran
(P.A.F Lamintang, S.H. dkk, 2009: 11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
KASUS
Studi Kasus dalam Putusan
Pengadilan Negeri Bekasi
Nomor : 2135/Pid/B/2010/PN.BKS
PENYIDIKAN
PEMBUKTIAN DI
PERSIDANGAN
SAKSI VERBALISM
PUTUSAN HAKIM
HAK-HAK TERDAKWA
DALAM PEMERIKSAAN
PERKARA
ALAT BUKTI &
KEYAKINAN HAKIM
Pasal 184 ayat (1) KUHAP
yaitu :
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
TIDAK ADA
KEKERASAN
TERJADI
KEKERASAN/PENEKAN
AN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Keterangan:
Kerangka pemikiran tersebut penulis buat untuk menjelasan alur
berpikir penulis dalam menyusun Penelitian Hukum ini, pertama-tama
penulis mengamati tentang terjadinya tindak pidana pemalsuan surat yang
terjadi, kemudian dari situ diketahui pelakunya dan dilakukan penyidikan
hingga menjadi terdakwa dalam persidangan yang dilakukan proses
persidangan di Pengadilan.
Pengadilan dalam hal ini memeriksa dan memutus perkara yang
terjadi, Penuntut umum memiliki kewajiban untuk membuktikan perkara
tersebut sampai akhirnya diputus oleh hakim di pengadilan. Dalam
pemeriksaan perkara tersebut dihadirkan pula saksi Verbalism (saksi
penyidik) yaitu penyidik kepolisian yang dijadikan saksi di persidangan
untuk diketahui bagaimana pemeriksaan terdakwa pada saat proses
penyidikan terjadi.
Penulis memaksudkan kerangka berpikir tersebut untuk
menemukan bagaimana urgensi menghadirkan saksi Verbalism dalam
pemeriksaan perkara menggunakan surat palsu (pemalsuan surat) di
Persidangan Pengadilan, kemudian sampai pada relasinya antara
menghadirkan saksi verbalism dengan perwujudan Hak-Hak Terdakwa
dalam pemeriksaan perkara menggunakan surat palsu di Persidangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan dari telaah kasus yang telah dipelajari penulis dengan
tinjauan yang sudah diuraikan pada bab sebelumnya, penulis dalam bab ini
ingin menguraikan mengenai hasil penelitian dari kasus tersebut. Dalam hal
mana kasus ini telah mengarah pada putusan pengadilan pada tingkat
pertama dengan menguraikan beberapa hal terkait dengan pemeriksaan alat
bukti dan barang bukti.
Dalam kasus ini pula hakim sebagai pemeriksa dan yang memutus
perkara pada waktu pemeriksaan alat bukti turut menghadirkan saksi
verbalism (saksi dari pihak penyidik), apa yang menjadi pertimbangan
hakim hingga kemudian dapat dihadirkan saksi verbalism diuraikan pula
dalam kasus ini. Namun sebelumnya penulis ingin menguraikan terlebih
dahulu terkait dengan hasil penelitian dalam kasus ini.
Kasus yang terjadi ini berada pada wilayah hukum pengadilan Negeri
Bekasi, yang mana sudah diputus oleh hakim pada tingkat pertama yang
telah diuraikan dalam putusan Nomor : 2135/Pid/B/2010/PN.BKS, demikian
uraian mengenai hasil penelitian penulis terkait kasus tersebut;
1. Deskripsi Kasus
Pada bulan Juli 2007 atau setidak-tidaknya pada waktu lain masih
dalam tahun 2007 bertempat di Kp. Turi Jaya RT. 03/05 Desa Segara
Makmur Kecamatan Taruma Jaya Kabupaten Bekasi atau setidak -
tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Bekasi, I Abbas Nur dan Lukman telah
melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan dengan
sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli yang
dapat menimbulkan kerugian.
Bahwa pada waktu dan tempat tersebut di atas, I Abbas Nur atas
dasar Surat Inspeksi Agraria Jawa Barat (Kinag Jabar) Nomor : 206/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
III.D/ 51/ 1965 tanggal 10 Maret 1965 dengan luas tanah 7611m2 An.
Sinan dan Lukman atas dasar Surat Inspeksi Agraria Jawa Barat (Kinag
Jabar) Nomor : 47/VIII/ inspeksi C/51/1964 tangga l 21 September 1964
dengan luas tanah 9.555 m2 An. Rimen telah menggunakan Surat
Inspeksi Agraria Jawa Barat (Kinag Jabar) tersebut untuk mendirikan
rumah tinggal di atas tanah milik saksi Soeharjo Gondo seluas 45.730
m2 berdasarkan Sertifik at Hak Milik No. 924/Desa Segara Makmur An.
Soeharjo Gondo padahal Surat Inspeksi Agraria Jawa Barat (Kinag
Jabar) Nomor : 206/III.D/ 51 / 1965 tangga l 10 Maret 1965 dengan luas
tanah 7611 m2 An. Sinan yang digunakan oleh I Abbas Nur dan Surat
Inspeksi Agraria Jawa Barat (Kinag Jabar) Nomor : 47/VIII/ inspeksi
C/51/1964 tanggal 21 September 1964 dengan luas tanah 9.555 m2 An.
Rimen yang digunakan oleh Lukman untuk mendirikan rumah tinggal
adalah palsu karena berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Barat Nomor : 206/III.D/ 51/ 1965
tangga l 10 Maret 1965 An. Sinan dan SK. Kinag Jawa Barat Nomor :
47/VIII/ inspeksi C/51/1964 tanggal 21 September 1964 An. Rimen
tidak pernah tercantum (tidak ada) pada Buku Pengelompokkan
Penerima Redistribusi Tanah Per Desa (Buku A) Kabupaten Bekasi
Propinsi Jawa Barat karena kedua Sk. Kinag Jawa Barat tersebut
lokasinya terletak di Desa Segara Makmur Kecamatan Taruma Jaya
Kabupaten Bekasi.
Perbuatan I Abbas Nur dan Lukman dengan menggunakan Surat
Inspeksi Agraria Jawa Barat (Kinag Jabar) palsu Untuk mendiri kan
rumah tinggal di atas tanah milik Soeharjo Gondo seluas 45.730 m2
tersebut merugikan Soeharjo Gondo sebagai pemilik tanah yang sah
berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor : 924/Desa Segara Makmur.
Berdasarkan dengan adanya pemeriksaan persidangan dengan alat
bukti dan barang bukti yang ada, maka keduanya I Abbas Nur dan
Lukman diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55
ayat (1) ke- 1 KUHP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
2. Identitas Terdakwa
I. N ama : I ABBAS NUR
Tempat lahir : Soppeng
Umur / Tanggal lahir : 50 tahun/17 November 1960
Jenis Kelamin : Laki - laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Kp. Turi Jaya RT. 03/05 Desa
Segara Makmur Kecamatan Taruma
Jaya Kabupaten Bekasi
Agama : Islam
Pekerjaan : Polri
II. Nama : LUKMAN Bin H. PESONA
Tempat lahir : Jakarta
Umur /Tg l lahir : 43 tahun/19 Januari 1968
Jenis Kelamin : Laki - Iaki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Kp. Turi Jaya RT. 03/05 Desa
Segara Makmur Kecamatan Taruma
Jaya Kabupaten Bekasi.
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
3. Dakwaan Penuntut Umum
Dakwaan oleh penuntut umum sebagaimana telah disampaikan
pada tanggal 9 November 2010 dengan No. Reg. Perkara PDM-867 /
Ckr / 11 / 2010, mendakwa kedua terdakwa dengan dakwaan sebagai
berikut:
PERTAMA
Terdakwa I Abbas Nur dan Lukman di dakwa oleh penuntut umum
dengan dakwaan alternatif, dengan uraian dakwaan sebagai berikut;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Bahwa Terdakwa I ABBAS NUR dan Terdakwa II LUKMAN bin
PESONA, telah melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta
melakukan dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan
seolah-olah asli yang dapat menimbulkan kerugian perbuatan tersebut
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Bahwa Terdakwa I ABBAS NUR atas dasar Surat Inspeksi Agraria
Jawa Barat (Kinag Jabar) Nomor : 206/ III.D / 51 / 1965 tanggal 10
Maret 1965 dengan luas tanah 7611m2 An. SINAN dan Terdakwa II
LUKMAN bin H. PESONA atas dasar Surat Inspeksi Agraria Jawa
Barat (Kinag Jabar) Nomor : 47/VIII / inspeksi C/51/1964 tangga l 21
September 1964 dengan luas tanah 9.555 m2 An. RIMEN telah
menggunakan Surat Inspeksi Agraria Jawa Barat (Kinag Jabar) tersebut
untuk mendirikan rumah tinggal di atas tanah milik saksi SOEHARJO
GONDO seluas 45.730 m2 berdasarkan Sertifikat Hak Milik No.
924/Desa Segara Makmur An. SOEHARJO GONDO padahal Surat
Inspeksi Agraria Jawa Barat (Kinag Jabar ) Nomor : 206/ I I I .D /
51/1965 tanggal 10 Maret 1965 dengan luas tanah 7611 m2 An. SINAN
yang digunakan oleh Terdakwa I ABBAS NUR dan Surat Inspeksi
Agraria Jawa Barat (Kinag Jabar) Nomor : 47/VIII / inspeksi C/51/1964
tanggal 21 September 1964 dengan luas tanah 9.555 m2 An. RIMEN
yang digunakan oleh Terdakwa II LUKMAN bin H. PESONA untuk
mendirikan rumah tinggal adalah palsu karena berdasarkan Surat Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Barat Nomor
: 206/ III .D / 51 / 1965 tanggal 10 Maret 1965 An. SINAN dan SK.
Kinag Jawa Barat Nomor : 47/VIII / inspeksi C/51/1964 tanggal 21
September 1964 An. RIMEN tidak pernah tercantum (tidak ada) pada
Buku Pengelompokkan Penerima Redistribusi Tanah Per Desa (Buku A)
Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat karena kedua Sk. Kinag Jawa
Barat tersebut lokasinya terletak di Desa Segara Makmur Kecamatan
Taruma Jaya Kabupaten Bekasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Bahwa perbuatan Terdakwa I ABBAS NUR dan Terdakwa II
LUKMAN bin H. PESONA dengan menggunakan Surat Inspeksi
Agraria Jawa Barat (Kinag Jabar) palsu Untuk mendirikan rumah tinggal
di atas tanah milik saksi SOEHARJO GONDO seluas 45.730 m2
tersebut merugikan saksi SOEHARJO GONDO sebagai pemilik tanah
yang sah berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor : 924/Desa Segara
Makmur.
Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
KEDUA
Bahwa Terdakwa I ABBAS NUR dan Terdakwa II LUKMAN bin
H. PESONA, telah melakukan, menyuruh melakukan, atau turut
melakukan memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasa yang sah,
jika mengenai tanah perkebunan dan hutan dikecualikan mereka yang
akan diselesaikan menurut Pasal 5 ayat (1), perbuatan tersebut dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
Bahwa Terdakwa I ABBAS NUR atas dasar Surat Inspeksi Agraria
Jawa Barat (Kinag Jabar) Nomor : 206/ III.D / 51/1965 tanggal 10 Maret
1965 dengan luas tanah 7611 m2 An. Sinan dan Terdakwa II LUKMAN
Bin H. PESONA atas dasar Surat Inspeksi Agraria Jawa Barat (Kinag
Jabar) Nomor 47/VIII / inspeksi C/51/1964 tanggal 21 September 1964
dengan luas tanah 9.555 m2 An. RIMEN telah menggunakan Surat
Inspeksi Agraria Jawa Barat (Kinag Jabar) tersebut untuk mendirikan
rumah tinggal di atas tanah milik saksi SOEHARJO GONDO seluas
45.730 m2 berdasarkan sertifikat Hak Milik Nomor : 924/Desa Segara
Makmur An. SOEHARJO GONDO padahal Surat Inspeksi Agraria Jawa
Barat (Kinag Jabar) Nomor : 206/ III .D /51/1965 tanggal 10 Maret 1965
dengan luas tanah 7611 m2 An. SINAN yang digunakan oleh Terdakwa
I ABBAS NUR dan Surat Inspeksi Agraria Jawa Barat (Kinag Jabar)
Nomor 47/VIII / inspeksi C/51/1964 tanggal 21 September 1964 dengan
luas tanah 9.555 m2 An. RIMEN yang digunakan oleh Terdakwa II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
LUKMAN Bin H. PESONA untuk mendirikan rumah tingga l adalah
palsu karena berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Barat Nomor : 206/ III .D /51/1965
tanggal 10 Maret 1965 An. SINAN dan SK. Kinag Jawa Barat Nomor :
47/VI I I / inspeksi C/51/1964 tanggal 21 September 1964 An. RIMEN
tidak pernah tercantum (tidak ada) pada Buku Pengelompokkan
Penerima Redistribusi Tanah Per Desa (Buku A) Kabupaten Bekasi
Propinsi Jawa Barat karena kedua Sk. Kinag Jawa Barat tersebut
lokasinya terletak di Desa Segara Makmur Kecamatan Taruma Jaya
Kabupaten Bekasi.
Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 51 Perpu tahun 1960 Jo. Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP.
4. Tuntutan
Penuntut umum dalam perkara ini membacakan tuntutannya pada
tanggal 9 mei 2011 di Persidangan yang pada pokoknya memohon
kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini agar memutus
sebagai berikut ;
a. Menyatakan Terdakwa I ABBAS NUR dan Terdakwa II
LUKMAN bin H.PESONA, bersalah melakukan tindak pidana
menggunakan surat palsu sebagaimana yang telah didakwakan oleh
Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan melanggar Pasal 263
ayat (2) KUHP Jo. pasal 55 ayat (1) KUHP;
b. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I ABBAS NUR dan
Terdakwa II LUKMAN bin H. PESONA, dengan pidana penjara
masing- masing selama 1 (satu ) tahun dengan perintah para
Terdakwa agar ditahan ;
c. Menyatakan barang bukti berupa :
1) 1 (satu) fotocopy Sertifikat HM. Nomor . 924 Ds Segara
Makmur an. Suhardjo Gondo yang sudah di legalisir ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2) 1 (satu) fotocopy Akta Jual Beli no.714/20/TMJ.1990 tanggal
11 April 1990 yaitu jual beli tanah antara Raden Sumiaji
dengan Suharjo Gondo yang sudah dilegalisir tetap terlampir
dalam Berkas Perkara;
d. Menetapkan supaya Terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp.
1000, - (seribu rupiah) ;
5. Alat Bukti
Dalam pemeriksaan perkara ini hakim telah memeriksa beberapa
alat bukti yang berdasarkan pasal 184 KUHAP yang telah diuraika pada
bab sebelumnya, namun hakim turut mempertimbangkan alat bukti
tambahan terkait dengan pertimbangannya yang menyatakan bahwa para
terdakwa tidak mengakui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah
ditandatanganinya, oleh karena itu hakim menghadirkan saksi verbalism
yang pada pokoknya dihadirkan dengan memberikan keterangan didepan
bersama-sama dengan hadirnya terdakwa yang juga memberikan
keterangan, yang berisi sebagai berikut;
Saksi Solekhan (verbalism) dibawah sumpah yang pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut :
- Bahwa pada tanggal 02 Desember 2008 Abbas Nur datang kemudian
dimintai keterangan secara berhadap-hadapan, tempatnya di ruang
harda, saksi mengajukan pertanyaan, Abbas Nur yang menjawab,
tanya jawab tersebut pada jam.14.00 WIB;
- Bahwa setelah selesai BAP lalu diserahkan kepada Abbas Nur untuk
dibaca, setelah dibaca lalu di tanda tangani, waktu itu yang
memeriksa saksi sendiri ;
- Bahwa itu tanda tangan Abbas Nur ;
- Bahwa pemeriksaan pertama bulan April 2008 sebagai saksi pada
pemeriksaan tanggal 02 Desember 2008 sebagai tersangka ;
- Bahwa saksi tanyakan kepada tersangka apakah didampingi
Penasihat Hukum, dijawab tersangka menghadap sendiri ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
- Bahwa tidak ada penekanan, hanya saya bertanya dan dijawab oleh
tersangka
- Bahwa setelah dibaca BAP kemudian ditanda tangan ;
- Bahwa Pemeriksaan Abbas Nur dengan Lukman harinya berbeda,
tetapi Penyidik saksi sendiri ;
- Bahwa selaku Anggota Polisi tidak ada kordinasi dengan atasan ;
- Bahwa Status saksi menjadi tersangka tidak ada koordinasi dengan
atasan ;
- Bahwa saksi tidak ingat, apakah menerangkan memakai SK Kinag ;
- Bahwa Tersangka tanda tangan tiap lembar sebanyak 4 kali ;
- Bahwa Saksi tidak ingat pertanyaan-pertanyaannya ;
- Bahwa materi keterangan tersangka di BAP adalah yang didapat dari
keterangan dan jawaban tersangka Abbas Nur ;
- Bahwa saksi tidak tahu yang ditunjukan tersangkan SK Kinag asli
atau bukan ;
- Bahwa kewenangan status Abbas Nur menjadi tersangka adalah
kewenangan Penyidik, dasarnya SK Kinag setelah dicek tidak
terdaftar pada Kantor Wilayah Agraria Jawa Barat ;
- Bahwa telah dibuat Berita Acara Pencarian Barang Bukti ;
- Bahwa sudah dilakukan pemanggilan terhadap Rimin dan Ita tetapi
tidak pernah hadir ;
- Bahwa pada waktu itu saksi memerintahkan SK Kinag fotocopy
supaya dilegalisir;
Keterangan Terdakwa
a) Keterangan Terdakwa I Abbas Nur
- Bahwa Terdakwa I diperiksa sebagai tersangka pada tanggal
26 November 2008;
- Bahwa Terdakwa I pernah bertemu dengan Soehardjo Gondo,
waktu saya diundang Polisi, yang datang adalah Terdakwa I,
Lukman, Kepala Desa, Camat dan BPN;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
- Bahwa waktu itu pembicaraan pembukaan adalah Kanit Harda
yaitu Ibu Putu yang dibicarakan masalah pengembalian batas
yang diklaim oleh Soehardjo Gondo letaknya di Rt . 03/05 dan
Rt . 05/05 Kp. Turi Jaya Desa Segara Makmur, luas tanahnya
45.000 M2;
- Bahwa buktinya adalah menunjukan fotocopy Sertifikat atas
nama Soehardjo Gondo;
- Bahwa tanah dikuasai warga termasuk Terdakwa I dan
Terdakwa II yang ada di Rt . 03/05;
- Bahwa Terdakwa I menguasai tanah luas 1.000 m2 dibuatkan
rumah 100 M2 yang di klaim Soehardjo Gondo luas 600 M2,
sedangkan Terdakwa II menguasai tanah luas 136 M2
- Bahwa Terdakwa I mendapatkan tanah berdasarkan over alih
garapan dari Rohmat anaknya Sainan diperolehnya tahun 1995
– 1996 luasnya 1.000 M2
- Bahwa ketika itu Sainan memiliki suratnya ;
- Bahwa waktu Terdakwa I over alih garapan dengan Rohmat,
suratnya tidak ditunjukan ;
- Bahwa waktu Terdakwa diperiksa sebagai saksi diperlihatkan
SK Kinag kata Penyidik dapat dari Sadiah anaknya Rohmat,
oleh Sadiah diberikan kepada Penyidik , sedangkan Terdakwa
tidak pegang apa-apa;
- Bahwa Terdakwa I hanya mempunyai surat Pernyataan
Penggarap dari Desa tahun 2002;
- Bahwa Terdakwa I jual tanah ke Terdakwa II seluas 136 M2
dasarnya hanya PBB tahun 1995 atas nama Rimen, Terdakwa
I mendapatkan tanah dari Carita karena Carita pinjam uang
kepada Terdakwa I buat hajatan, lalu Carita memberikan tanah
dan Terdakwa jual kepada Terdakwa II (Lukman), dasarnya
Carita mempunyai tanah berdasarkan SK Kinag;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
- Bahwa sebelum beli tanah Terdakwa I tidak tanyakan ke BPN;
Bahwa Terdakwa I ingin bangun rumah dan minta ijin ke Desa
dan dikasih IMB nya;
- Bahwa yang memberikan SK Kinag adalah Sadiah;
- Bahwa dasarnya over alih garapan, kemudian Terdakwa I
mengurus empang;
- Bahwa dasarnya Terdakwa I hanya kepercayaan membeli
tanah dari Rohmat ;
- Bahwa letak tanah Terdakwa I didekat yang ada pipa
pertamina sekitar 400 m, yang diklaim oleh Soehardjo Gondo
seluas 600 M2;
- Bahwa dasar Terdakwa I membayar PBB karena over alih
garapan;
- Bahwa Terdakwa I memiliki PBB tahun 2003;
- Bahwa ada warga membayar PBB tahun 2010;
- Bahwa Terdakwa I tidak menggunakan SK Kinag;
- Bahwa pada tahun 1996 over alih garapan dasarnya secara
tertulis dari Rohmat ;
- Bahwa waktu over alih garapan yang datang kerumah
Terdakwa I adalah Rohmat datangnya ke Asrama Brimob;
- Bahwa Ahli waris Rohmat adalah yaitu Sadian, Karta,
Rohanah, Rohanih Jember semuanya tinggal didaerah tersebut
;
- Bahwa waktu Terdakwa menyerahkan SK Kinag ke Penyidik,
Terdakwa I tidak tahu itu asli atau palsu ;
b) Keterangan Terdakwa Lukman Bin H Pesona
- Bahwa dasar Terdakwa II beli tanah dari Abbas Nur seluas
136 M2 dasarnya PBB tahun 1996 dan kuitansi tanggal 12
Juni 1998, pembayarannya diangsur 3 (tiga) kali, pembayaran
pertama Rp. 4.000.000,- (empat juta rupiah) dan seterusnya
Rp. 800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
- Bahwa saya baru mengetahui tanah itu bermasalah setelah ada
kasus ini ;
- Bahwa Pendidikan Terdakwa II adalah S.I karena Terdakwa II
ingin punya rumah mau saja membeli tanah tersebut ;
6. Putusan Hakim
Dalam perkara yang telah penulis telaah ini, hakim tingkat pertama
memutus perkara dengan amar putusan sebagai berikut:
a. Menyatakan Terdakwa Terdakwa I ABBAS NUR dan Terdakwa II
LUKMAN Bin H. PESONA telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan Tindak pidana “Bersama-sama
menggunakan surat palsu” ;
b. Menjatuhkan Pidana oleh karena itu kepada Terdakwa I ABBAS
NUR dan Terdakwa II LUKMAN Bin H. PESONA masing- masing
dengan Pidana penjara selama : 3 (tiga) bulan ;
c. Memerintahkan bahwa pidana itu tidak akan dijalani, kecuali
dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim, oleh
karena Para terdakwa sebelum lewat masa percobaan selama : 6
(enam) bulan telah melakukan perbuatan pidana;
d. Menetapkan barang bukti berupa :
- 1 (satu) fotocopy Sertifikat HM. Nomor . 924 Ds Segara Makmur
an. Suharjo Gondo yang sudah dilegalisir ;
- 1 (satu) fotocopy Akta Jual Beli no. 714/20/TMJ.1990 tanggal 11
April 1990 yaitu jual beli tanah antara Raden Sumanaji dengan
Suhardjo Gondo yang sudah dilegalisir Tetap terlampir dalam
Berkas Perkara ;
e. Membebankan biaya perkara kepada para Terdakwa masing-masing
sebesar Rp. 1.000, - (seribu rupiah) ;
Berdasarkan pada hasil penelitian sebagaimana telah diuraikan diatas
penulis menemukan logika berfikir bahwasannya yang pertama mengenai
uraian kasus, dimana terdakwa yaitu I Abbas Nur dan Lukman secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
bersama-sama melakukan pemalsuan surat atau dapat dikatakan bahwa surat
tersebut dibuat sebagai alas hak untuk mendirikan bangunan yang mana
sebenarnya tanah tersebut sebenarnya milik suharjo gondo.
Penuntut umum mendakwa kedua terdakwa yakni I Abbas Nur dan
Lukman dengan dakwaan alternatif yang pertama terkait dengan pemalsuan
surat sebagaimana terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan
yang kedua UU No. 51 Perpu tahun 1960 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Walaupun hakim dalam putusannya kemudian memutus dengan dakwaan
yang pertama.
Dalam pemeriksaan dipersidangan, hakim dengan pertimbanganya
sebagaimana telah diuraikan diatas pada saat pemeriksaan alat bukti
menghadirkan saksi verbalism, yang mana pada dasarnya ketentuan
mengenai saksi verbalism ini tidak diatur dalam Undang-Undang No. 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang berlaku di Indonesia.
Meskipun dalam prakteknya sering ditemui mengenai penggunaan saksi
verbalism ini, dan hakim telah memiliki pertimbangannya sendiri
sebagaimana telah diuraikan pula pada hasil penelitian ini.
Dilihat dari eksistensinya, saksi verbalism ini muncul jika dalam
persidangan terdakwa menyangkal kebenaran keterangan saksi dan
kemudian saksi/terdakwa di sidang pengadilan keterangannya berbeda
dalam berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik serta
saksi/terdakwa mencabut/menarik keterangannya pada berita acara
pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik karena ada tekanan baik sifatnya
fisik ataupun psikis.
Dalam kasus ini berdasarkan pertimbangan hakim, saksi verbalism
dihadirkan dengan alasan bahwa terdakwa tidak mengakui atau menyangkal
Berita Acra Pemeriksaan (BAP) yang telah dibuat dalam proses penyidikan
oleh kepolisian dan telah ditandatangani oleh terdakwa. Sehingga meskipun
dalam undang-undang tidak mengatur tentang saksi verbalism ini, hakim
dalam pemeriksaan perkara atau dalam praktenya dapat menghadirkan saksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
verbalism tentunya dengan alasan dari eksistensi dihadirkannya saksi
verbalism ini seperti yang telah disebutkan dalam uraian sebelumnya.
Kemudian hakim tingkat pertama memutus bahwasannya terdakwa I
Abbas Nur dan Lukman bersalah dengan pidana penjara 3 bulan, namun
tidak untuk dijalani melainkan dengan masa percobaan selama 6 bulan.
Tentu saja putusan ini tidak lepas dari pembuktian perkara pidana dalam
kasus ini yang mana turut dihadirkan saksi verbalism, dalam hal mana
sebenarnya ketentuan menganai saksi verblism ini pada dasarnya tidak ada
dalam peraturan perundang-undangan dan lebih banyak terdapat dalam
praktek di persidangan.
B. Pembahasan
Dalam hasil penelitian secara jelas yang sudah diuraikan sebelumnya
terlihat bahwasannya ada beberapa hal yang ingin diuraikan lebih lanjut
dalam penelitian hukum ini. Terkait dengan hal-hal yang berkenaan dengan
masalah keterkaitan alat bukti dengan kasus yang terjadi dan hubungannya
dengan hak terdakwa dalam kasus yang sudah mendapatkan putusan hakim
tingkat pertama tersebut.
Sudah diuraikan pula dalam bab sebelumnya bahwasannya penelitian
hukum ini ingin meninjau permasalahan dalam hal penerapan alat bukti
dalam sistem pembuktian kasus pemalsuan surat ini, kemudian seorang
terdakwa pada dasarnya memiliki hak yang harus dilindungi dalam
pemeriksaan baik pada saat orang tersebut dalam proses penyidikan maupun
pada saat pemeriksaan di persidangan. Kasus ini memperlihatkan bahwa apa
yang terjadi dan tindak pidana yang dilakukan terdakwa merupakan tindak
pidana yang ketentuan peraturannya ada dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana sehingga penerapan proses beracaranya juga harus sesuai
dengan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana yang berlaku di Indonesia.
Terkait dengan alat bukti, tentu secara jelas sudah diuraikan dalam
Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,
sebagaimana telah diuraikan dalam bab sebelumnya. Dalam pembuktian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
kasus pemalsuan surat ini ketentuan mengenai alat bukti seharusnya tidak
ada yang keluar dari jenis-jenis alat bukti menurut undang-undang tersebut,
penuntut umum yang menghadirkan alat bukti juga sudah menilai alat bukti
tersebut apakah layak untuk dihadirkan atau tidak. Dalam kasus ini penuntut
umum menghadirkan 13 (empat belas) orang saksi, 1 (satu) orang saksi
verbalism dan beberapa barang bukti untuk menguatkan dakwaanya.
Dalam kasus ini turut pula dihadirkan saksi verbalism (saksi penyidik),
verbalism secara fundamental adalah istilah yang lazim tumbuh dan
berkembang dalam praktik serta tidak diatur oleh KUHAP. verbalism adalah
pejabat yang berwenang untuk membuat berita acara, misalnya saja polisi
atau jaksa. Menurut makna leksikon dan doktrinal, verbalism adalah nama
yang diberikan kepada petugas (polisi atau yang diberikan kepada petugas
khusus) untuk menyusun, membuat, atau mengarang berita acara. Menurut
Yan Pramadya Puspa ”verbalism (Belanda) adalah petugas (polisi atau
seseorang yang diberi tugas khusus) untuk menyusun, membuat, atau
mengarang proses verbal.” eksistensi saksi verbalism muncul jika dalam
persidangan terdakwa menyangkal kebenaran keterangan saksi dan
kemudian saksi atau terdakwa di sidang pengadilan keterangannya berbeda
dalam berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik serta saksi atau
terdakwa mencabut atau menarik keterangannya pada berita acara
pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik karena ada tekanan baik sifatnya
fisik ataupun psikis.
Walaupun secara yuridis menghadirkan saksi verbalism ini tidak diatur
dalam prakteknya sering ditemui hakim menghadirkan saksi verbalism ini,
hakim pengadilan memiliki pertimbangan tersendiri terkait dengan
menghadirkan saksi verbalism ini. Dalam kasus surat palsu ini hakim lewat
penuntut umum menghadirkan saksi verbalism ini dengan pertimbangan
bahwa terdakwa tidak mengakui dan menyangkal Berita Acara Pemeriksaan
(BAP) yang telah ditandatangani sebelumnya.
Terdakwa dalam kasus ini pada dasarnya memiliki hak yang harus
dilingungi, bahwasannya dalam pemeriksaan pada tahap penyidikan seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
terdakwa tidak boleh mendapatkan penekanan, karena apabila hal tersebut
terjadi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) harus dikesampingkan. Kemudian
hubungannya dengan hak-hak terdakwa adalah dalam KUHAP ada yang
disebut dengan fair trial tersangka atau terdakwa berhak memberikan
keterangan secara bebas. Jika pencabutan keterangan didasarkan alasan-
alasan yang dapat diterima maka keterangan yang ada di persidangan
menjadi alat bukti yang sah dan yang akan dipertimbangkan hakim. Hasil
pemeriksaan pada tingkat penyidikan hanya merupakan hasil pemeriksaan
sementara (voorlopigonderzoek) merupkan bahan-bahan guna dilakukan
pemeriksaan di sidang pengadilan (gerechtelijke onderzoek).
Maka dari itu dalam pembahasan ini akan diuraikan mengenai
bagaimana urgensi menghadirkan saksi verbalism yang dihadirkan oleh
penuntut umum dengan pertibangan hakim sebelumnya, kemudian
bagaimana relasinya dengan hak-hak terdakwa dalam kasus tersebut.
1. Urgensi Menghadirkan Saksi Verbalism Dalam Pemeriksaan
Perkara Menggunakan Surat Palsu di Persidangan Pengadilan
Negeri Bekasi Pada Kasus Nomor : 2135/Pid/B/2010/PN.BKS
Dalam uraian baik dalam bab sebelumnya maupun dalam bab ini
penulis sudah menguraikan secara jelas mengenai ketentuan mengenai
pembuktian, alat bukti dan juga terkait dengan hasil penelitian
mengenai tindak pidana menggunakan surat palsu ini. Hakim yang
memeriksa dan memutus perkara pada Pengadilan Negeri Bekasi, dalam
putusannya Nomor: 2135/Pid/B/2010/PN.BKS mempertimbangkan
turut menghadirkan seorang saksi verbalism (saksi Penyidik). Dimana
saksi penyidik ini dihadirkan dari kepolisian yang sebelumnya
melakukan penyidikan terhadap terdakwa I Abbas Nur dan Lukman.
Putusan yang pada akhirnya menyatakan bersalah kedua terdakwa
yakni I Abbas Nur dan Lukman ini pada saat pembuktiannya turut
dihadirkan pula alat bukti yang lain, dimana alat bukti yang lain
memang sudah ada dalam ketentuannya dalam Undang-Undang Nomor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Yang menjadi
permasalahan tentunya dalam praktek persidangan ini turut pula
dihadirkan saksi verbalism yang tidak diatur dalam ketentuan
perundang-undangan. Hal ini tentu menjadi permasalahan ketika
memang dalam perundang-undangan yang mengatur mengenai hukum
acara pidana di Indonesia yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
Tentang Hukum Acara Pidana tidak megatur tentang hal ini.
Sebelum membahas mengenai urgensi menghadirkan saksi
verbalism dalam pemeriksaan perkara menggunakan surat palsu di
persidangan pengadilan ini maka alangkah lebih baiknya penulis dalam
hal ini akan memberikan kontruksi berfikir untuk menunjukan alur
berfikir penulis dalam menyusun pembahasan ini, dengan
menggambarkan alur berfikir sebagai berikut;
Konfrontasi Konfrontasi
Gambar 2. Kontruksi Pembahasan ke Satu
Saksi Verbalism
Pemeriksaan alat
bukti dan barang
bukti
1. Keterangan saksi
2. Keterangan
terdakwa
3. Barang bukti
Dakwaan oleh
penuntutut umum
Perkara Pemalsuan surat dengan
Nomor : 2135/Pid/B/2010/PN.BKS
Berita Acara
Pemeriksaan (BAP)
terdakwa
Terdakwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Pemeriksaan perkara di persidangan dimulai dengan pembacaan
dakwaan oleh penuntut umum, kemudian dilanjutkan dengan
pemeriksaan alat bukti dan barang bukti yakni keterangan saksi,
keterangan terdakwa dan beberapa barang bukti. Terdakwa dalam kasus
ini didakwa oleh penuntut umum telah melakukan pemalsuan surat
sebegaimana diatur dalam pasal 263 KUHP ayat (2) dengan alternatif
dakwaan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 51 Perpu tahun 1960,
keduanya di junctokan dengan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam
pemeriksaan alat bukti hakim dalam pertimbangannya menggunakan
saksi verbalism dikarekanakan terdakwa tidak mengakui isi daripada
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah ditandatanganinya, Maka
dari itu saksi verbalism dihadirkan.
Hukum Acara Pidana pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh
kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang sebenar-benarnya. Untuk
mengetahui kebenaran tersebut maka diperlukan alat bukti untuk
menunjang proses pemeriksaan di persidangan. Berdasarkan Undang-
Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana maka alat
bukti yang dapat diajukan dalam proses pemeriksaan di persidangan
seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Dalam Pemeriksaan Perkara ini Hakim majelis memeriksa
beberapa alat bukti seperti yang terdapat dalam pasal 184 KUHAP
tersebut, diantaranya memanggil 13 (tiga belas) saksi a charge dan 1
(satu) saksi a de charge yang memberikan keterangan di persidangan, 2
(dua) terdakwa dengan dikuatkan oleh barang bukti. Selain dari pada itu
dalam pemeriksaan perkara di persidangan kasus ini Hakim Majelis
juga memanggil saksi verbalism karena para terdakwa tidak mengakui
BAP yang ditandatanganinya. Saksi verbalism dipanggil untuk
mengetahui jalannya pemeriksaan terdakwa pada waktu proses
penyidikan di kepolisian.
“Majelis hakim dalam kasus ini menghadirkan saksi verbalism
lewat penuntut umum dengan pertimbangan bahwa Terdakwa tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
mengakui keterangannya di Berita Acara Pemeriksaan (BAP), oleh
karenanya Hakim Ketua Majelis memerintahkan kepada Penuntut
Umum agar menghadirkan saksi verbalism”
Terdapat beberapa fakta terkait dengan pemeriksaan terdakwa
pada proses penyidikan yang berbeda dengan apa yang
diungkapkan oleh saksi verbalism, diantaranya adalah ;
1) Penyidik sebagai saksi verbalism menyatakan bahwa tidak
mengingat apakah SK kinag itu ditunjukan kepada penyidik
atau tidak, sedangkan terdakwa mengatakan SK Kinag
tersebut ditunjukan atas permintaan penyidik.
2) Penyidik sebagai saksi verbalism menyatakan bahwa
pemeriksaan dilakukan pada tanggal 2 Desember 2008,
padahal menurut keterangan terdakwa pemeriksaan
dilakukan pada tanggal 26 November 2008.
Apabila melihat fakta tersebut, jelas bahwa apa yang dikatakan
oleh penyidik terkait dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terdakwa
I Abbas Nur dan Lukman berbeda dalam dua hal tersebut, sehingga
terdakwa menyangkal Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersebut.
Sehingga untuk hal tersebut hakim majelis menghadirkan saksi
verbalism ini.
Dalam pemeriksaan saksi verbalism dalam persidangan, ternyata
apa yang dikatakan oleh saksi verbalism berbeda dengan apa yang
diungkapkan oleh terdakwa dalam persidangan. Sehingga dapat
dikatakan bahwasannya urgensi menghadirkan saksi verbalism
dipersidangan perkara No : 2135/Pid/B/2010/PN.BKS ini dilakukan
untuk konfrontir terhadap keterangan terdakwa yang dinyatakan dalam
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah ditandatangani oleh
terdakwa sendiri dan yang sebelumnya tidak diakui oleh terdakwa I
Abbas Nur dan Lukman.
Dengan dihadirkannya saksi verbalism (saksi dari penyidik) ini,
hakim majelis berharap dapat mengetahui kebenaran tentang keterangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
terdakwa yang sebenarnya diungkapkan terdakwa. Sehingga sebenarnya
tidak ada maksud lain dalam kasus ini hakim turut menghadirkan saksi
verbalism dalam kasus ini. Selain itu tidak ada dampak kelanjutan
terkait menghadirkan saksi verbalism ini, karena hakim majelis hanya
ingin melakukan konfrontir terkait pernyataan terdakwa dengan apa
yang disampaikan saksi verbalism (saksi dari penyidik) ini.
2. Relasi Antara Penghadiran Saksi Verbalism Dengan Perwujudan
Hak-Hak Terdakwa Dalam Pemeriksaan Perkara Menggunakan
Surat Palsu di Persidangan Pada Kasus Nomor :
2135/Pid/B/2010/PN.BKS.
Mengenai Saksi verbalism sebagaimana sudah dijelaskan dalam
bab sebelumnya maupun dalam pembahasan sebelumnya sudah
diketahui bahwa memang tentang hal ini tidak ada dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur. Ketentuan mengenai saksi
verbalism ini hanya ada dalam prakteknya saja dalam persidangan di
Indonesia.
Dalam kasus tentang menggunakan surat palsu yang terjadi di
bekasi ini, seorang saksi verbalism dari pihak kepolisian yang
memeriksa terdakwa I Abbas Nur dan Lukman turut dihadirkan dalam
persidangan di pengadilan. Sudah jelas dalam pembahasan sebelumnya
bahwasannya menghadirkan saksi verbalism ini untuk dilakukan
konfrontir terhadap keterangan terdakwa yang menyangkal Berita
Acara Pemeriksaan (BAP) yang sudah ditandatangani oleh terdakwa I
Abbas Nur dan Lukman.
Hal tersebut tentu saja tidak berhenti disini saja, akan tetapi harus
dilihat mengenai relasi (hubungan) menghadirkan saksi verbalism ini
dengan perwujudan hak-hak terdakwa, karena biar bagaimanapun hak
seorang terdakwa juga harus dilindungi. Walaupun dalam prakteknya
sering ditemui mengenai menghadirkan saksi verbalism ini dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
memang urgensinya jelas tetap saja hakim majelis sebagai pemeriksa
dan yang memutus perkara harus memperhatikan hak-hak terdakwa.
Sebelum membahas mengenai relasi antara menghadirkan saksi
verbalism dengan perwujudan hak-hak terdakwa dalam pemeriksaan
perkara menggunakan surat palsu di persidangan ini maka alangkah
lebih baiknya penulis dalam hal ini akan memberikan kontruksi berfikir
untuk menunjukan alur berfikir penulis dalam menyusun pembahasan
ini, dengan menggambarkan alur berfikir sebagai berikut;
Relasi
Gambar 3. Kontruksi Pembahasan ke Dua
Perkara Pemalsuan surat dengan
Nomor : 2135/Pid/B/2010/PN.BKS
Dakwaan
Penuntut Umum
Perwujudan
hak-hak
Terdakwa
Pemeriksaan
Saksi Verbalism
Pemeriksaan Alat Bukti
dan Barang Bukti
Pertimbangan
Hakim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Bahwasannya dalam pemeriksaan perkara ini, penuntut umum
mendakwa I Abbas Nur dan Lukman dengan dakwaan sebagaimana
telah diuraikan dalam hasil penelitian dengan dakwaan alternatif, yang
mana dari dakwaan tersebut kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap
alat bukti dan barang bukti dalam perkara ini. Hakim
mempertimbangkan bahwasannya karena kedua terdakwa tidak
mengakui BAP yang telat dibuat sebelumnya, maka dihadirkan saksi
dari penyidik (saksi verbalism) untuk dilakukan konfrontasi terhadap
terdakwa. Maka dari itu dalam hal ini penulis akan membahas
bagaimana relasinya antara menghadirkan saksi verbalism dengan
perwujudan hak-hak terdakwa.
Terdakwa I Abbas Nur dan Lukman dalam persidangan mencabut
keterangannya seperti yang telah diuraikan dan ditandatangani dalam
Berita Acara Pemeriksaan (BAP), keterangan yang dicabut dan telah
dilakukan konfrontir dengan penyidik (Saksi Verbalism) adalah terkait
dengan;
a. Bahwa yang meminta surat kinag itu ditunjukan kepada penyidik
adalah penyidik sendiri.
b. Bahwa pemeriksaan sebagai tersangka sebenarnya tanggal 26
November 2008 bukan tanggal 2 Desember 2008.
Keterangan seperti yang disampaikan oleh saksi verbalism tentang
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terdakwa berbeda dengan apa yang
disampaikan terdakwa dalam persidangan, dua hal tersebut dijadikan
alasan bahwa terdakwa mencabut keterangannya dalam Berita Acara
Pemeriksaan (BAP). Seperti halnya dalam pembahasan yang pertama
bahwa dua hal tersebut juga dijadikan konfrontir antara terdakwa
dengan penyidik sebagai saksi verbalism yang dihadirkan ke dalam
persidangan oleh majelis hakim.
Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 Undang-Undang No 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana memberikan seperangkat hak yang
diberikan kepada tersangka dalam proses peradilan pidana. Pasal 52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
memberi hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada
penyidik, asal 54 memberi hak untuk mendapatkan bantuan hukum.
Keduanya merupakan hak tersangka yang seringkali dilanggar oleh
polisi yang menimbulkan ketakutan sehingga tersangka seringkali tidak
menggunakan hak yang diatur dalam Pasal 68 yaitu hak untuk menuntut
ganti rugi (Agus Raharjo dan Angkasa, 2011: 3)
KUHAP membedakan istilah “tersangka” dengan “terdakwa”.
Perbedaan tersebut dapat ditemukan pada ketentuan Bab I tentang
Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (14) dan 15 KUHAP yang menentukan
bahwa :
a. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai
pelaku tindak pidana (Pasal 1 ayat (14) KUHAP).
b. Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan
diadili di sidang pengadilan (Pasal 1 ayat (15) KUHAP).
Sama halnya dengan Tersangka, seorang terdakwa juga diberikan
hak dalam proses pemeriksaan di persidangan, menurut KUHAP hak
seorang tersangka dan terdakwa antara lain adalah sebagai berikut:
1) Hak Tersangka atau Terdakwa untuk segera mendapatkan
pemeriksaan oleh penyidik yang selanjutnya dapat diajukan kepada
penuntut umum, dan tersangka berhak perkaranya segera
dimajukan oleh pengadilan ke penuntut umum (Pasal 50 ayat (1)
dan ayat (2)).
2) Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa
yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya
pada waktu pemeriksaan dimulai (Pasal 51).
3) Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada
penyidik, Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan
pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan
keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim (Pasal 52
KUHAP).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
4) Hak untuk mendapatkan juru bahasa dalam setiap
pemeriksaan. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan
pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap waktu
mendapat juru bahasa (Pasal 53 ayat 1, dan juga Pasal 177).
5) Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat
pemeriksaan. Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau
terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih
penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat
pemeriksaan, menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang/
KUHAP (Pasal 54).
6) Berhak secara bebas memilih penasihat hukum. Untuk
mendapatkan penasihat hukum tersangka atau terdakwa berhak
memilih sendiri penasihat hukumnya (Pasal 55).
7) Hak untuk berubah menjadi wajib untuk mendapat bantuan hukum.
Wajib bagi tersangka mendapat bantuan hukum bagi tersangka
dalam semua tingkat pemeriksaan jika sangkaan yang disangkakan
diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana minimal 15
tahun atau lebih (Pasal 56).
8) Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak
menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan dalam
KUHAP (Pasal 57).
9) Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak
menghubungi atau menerima kunjunngan dokter pribadinya untuk
kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses
perkara maupun tidak (Pasal 58).
10) Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak
diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang
berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses
peradilan, kepada keluarga atau orang lain yang serumah dengan
tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan
bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya (Pasal 59).
11) Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima
kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan
atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna mendapatkan
jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha
mendapatakan bantuan hukum (Pasal 60).
12) Tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau dengan
perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima
kunjungan sanak keluraganya dalam hal yang tidak ada
hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk
kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan (Pasal
61).
13) Tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau dengan
perantaraan penasihat hukumnya dan menerima surat dari
penasihat hukumnya dan sanak keluragan setiap kali yang
diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka atau
terdakwa disediakan alat tulis-menulis (Pasal 62).
14) Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima
kunjungan dari rohaniawan (Pasal 63).
15) Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka
untuk umum (Pasal 64).
16) Tersangka tau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan
mengajukan saksi dan atau seorang yang mempunyai keahlian
khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi
dirinya (Pasal 65).
17) Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian
(Pasal 66).
18) Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian dan
rehabilitasi (Pasal 68, dan juga Pasal 95).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Pencabutan Berita Acara Pemeriksaan yang merupakan hak bagi
terdakwa juga disandarkan pada penafsiran dari Pasal 66 KUHAP
bahwa tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
Artinya, bahwa salah satu alat bukti yang sah adalah keterangan atau
pengakuan terdakwa dapat saja dibantah atau ditolak oleh terdakwa
sendiri. Kebebasan atau hak terdakwa untuk tidak menjawab pertanyaan
yang diajukan proses pemeriksaan juga dilindungi oleh KUHAP,
sebagaimana diatur dalam Pasal 175 KUHAP yang menegaskan bahwa
jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab
pertanyaan yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang
menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan
dilanjutkan.
Sehingga hak terdakwa mencabut Berita Acara pemeriksaan
tersebut merupakan hak terdakwa yang diberikan oleh undang-undang
kepada seorang terdakwa yaitu tersangka atau terdakwa tidak dibebani
kewajiban pembuktian. Artinya, bahwa salah satu alat bukti yang sah
adalah keterangan atau pengakuan terdakwa dapat saja dibantah atau
ditolak oleh terdakwa sendiri. Demikian juga hak ingkar
(penyangkalan) yaitu hak untuk menolak dakwaan, mencabut
keterangan di depan penyidik.
Memperhatikan keterangan terdakwa bahwasannya apa yang
dikatakan oleh saksi verbalism dalam persidangan tidak semuanya
benar, karena terdakwa memberikan beberapa pernyataan yang ternyata
tidak sesuai dengan berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
seperti yang disampaikan oleh saksi verbalism, maka dari itu majelis
hakim menghadirkan saksi verbalism ke dalam persidangan untuk
dilakukan konfrontir.
Dalam pemeriksaan perkara tersebut terdakwa I Abbas Nur dan
Lukman tidak membenarkan keterangan saksi verbalism yang
menyatakan bahwa SK kinag itu tidak ditunjukan, karena terdakwa
menunjukkan SK kinag tersebut atas permintaan penyidik, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
terdakwa bahkan dalam pernyataannya dipersidangan menyatakan
bahwasannya Terdakwa diperiksa sebagai saksi diperlihatkan SK Kinag
kata Penyidik dapat dari Sadiah anaknya Rohmat, oleh Sadiah diberikan
kepada Penyidik, sedangkan Terdakwa tidak pegang apa-apa.
Kemudian terdakwa juga tidak membenarkan bahwa pemeriksaan
terhadap dirinya dilakukan pada tanggal 2 Desember 2008 melainkan
tanggal 26 November 2008.
Majelis hakim dalam menyusun putusannya telah
mempertimbangkan hal tersebut, dengan mengatakan :
“Menimbang, bahwa sebelum mendengarkan pula keterangan para
Terdakwa dipersidangan lebih lanjut, atas pertanyaan Hakim Ketua
Majelis, para Terdakwa tidak mengakui keterangannya di BAP,
oleh karenanya Hakim Ketua Majelis memerintahkan kepada
Penuntut Umum agar menghadirkan Verbalism”
Karena sesuai dengan hak terdakwa sebagaimana hak ingkar
(penyangkalan) dan hak terdakwa disandarkan pada penafsiran dari
Pasal 66 KUHAP bahwa tersangka atau terdakwa tidak dibebani
kewajiban pembuktian. Artinya, bahwa salah satu alat bukti yang sah
adalah keterangan/pengakuan terdakwa dapat saja dibantah atau ditolak
oleh terdakwa sendiri.
Sehingga dalam pemeriksaan perkara ini relasi antara
menghadirkan saksi verbalism dengan perwujudan hak-hak terdakwa
dalam pemeriksaan perkara pemalsuan surat ini telah dilakukan
berdasarkan pada pemenuhan hak terdakwa untuk tidak mengakui
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah ditandatangani oleh kedua
terdakwa yakni I Abbas Nur dan Lukman. Majelis hakim juga telah
mempertimbangkan hak terdakwa tersebut dengan menghadirkan saksi
verbalism ke dalam persidangan untuk dilakukan konfrontasi terhadap
pertanyaan terdakwa dan juga saksi verbalism sebagai penyidik
kepolisian yang membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terdakwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan Pada uraian-uraian yang telah disampaikan sebelumnya
dalam penulisan hukum mengenai Urgensi Menghadirkan Saksi Verbalism dan
Relasinya Dengan Perwujudan Hak-Hak Terdakwa Dalam Pemeriksaan Perkara
Menggunakan Surat Palsu ini, maka simpulannya adalah;
1. Bahwa urgensi menghadirkan saksi verbalism dipersidangan perkara No :
2135/Pid/B/2010/PN.BKS ini sebelumnya karena adanya pertimbangan
hakim yang menyatakan, “bahwa sebelum mendengarkan pula keterangan
para Terdakwa dipersidangan lebih lanjut, atas pertanyaan Hakim Ketua
Majelis, para Terdakwa tidak mengakui keterangannya di BAP, oleh
karenanya Hakim Ketua Majelis memerintahkan kepada Penuntut Umum
agar menghadirkan Verbalism”, setelah dilakukan pemeriksaan terhadap
saksi verbalism ada perbedaan keterangan antara apa yang disampaikan oleh
terdakwa diantaranya adalah:
a) Penyidik sebagai saksi verbalism menyatakan bahwa tidak mengingat
apakah SK kinag itu ditunjukan kepada penyidik atau tidak, sedangkan
terdakwa mengatakan SK Kinag tersebut ditunjukan atas permintaan
penyidik.
b) Penyidik sebagai saksi verbalism menyatakan bahwa pemeriksaan
dilakukan pada tanggal 2 Desember 2008, padahal menurut keterangan
terdakwa pemeriksaan dilakukan pada tanggal 26 Desember 2008.
Sehingga dapat dikatakan urgensi menghadirkan saksi verbalism dilakukan
untuk konfrontir terhadap keterangan terdakwa yang dinyatakan dalam
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah ditandatangani terdakwa yang
sebelumnya tidak diakui oleh terdakwa I Abbas Nur dan Lukman.
2. Terdakwa I Abbas Nur dan Lukman pada intinya tidak membenarkan
keterangan saksi verbalism, Sesuai dengan hak terdakwa sebagaimana hak
ingkar (penyangkalan) dan hak terdakwa disandarkan pada penafsiran dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Pasal 66 KUHAP bahwa tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban
pembuktian. Artinya, bahwa salah satu alat bukti yang sah adalah keterangan
atau pengakuan terdakwa dapat saja dibantah atau ditolak oleh terdakwa
sendiri.
Sehingga dalam pemeriksaan perkara ini relasi antara menghadirkan saksi
verbalism dengan perwujudan hak-hak terdakwa dalam pemeriksaan perkara
pemalsuan surat ini telah dilakukan berdasarkan pada pemenuhan hak
terdakwa untuk tidak mengakui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah
ditandatangani oleh kedua terdakwa yakni I Abbas Nur dan Lukman.
Majelis hakim juga telah mempertimbangkan hak terdakwa tersebut dengan
menghadirkan saksi verbalism ke dalam persidangan untuk dilakukan
konfrontasi terhadap pernyataan terdakwa dan juga saksi verbalism sebagai
penyidik kepolisian yang membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
terdakwa.
B. Saran
Berdasarkan Pada uraian-uraian yang telah disampaikan sebelumnya
dalam penulisan hukum mengenai Urgensi Menghadirkan Saksi Verbalism dan
Relasinya Dengan Perwujudan Hak-Hak Terdakwa Dalam Pemeriksaan Perkara
Menggunakan Surat Palsu ini, saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah;
1. Kepolisian Republik Indonesia sebagai penegak hukum pada umunya dan
sebagai penyidik pada khususnya sebaiknya memperhatikan bagaimana cara
memperlakukan terdakwa dalam proses pemeriksaan pada tahap penyidikan,
supaya dalam pelaksanaan penegakkan hukum di indonesia seperti halnya
dalam kasus yang telah diteliti dalam penulisan hukum ini seorang saksi
penyidik (saksi verbalism) yang notabene bukanlah saksi yang diatur dalam
Hukum Acara Pidana di Indonesia tidak perlu dihadirkan dalam
persidangan, tentunya juga untuk efektifitas penegakkan hukum di
Indonesia.
2. Hakim sebagai representasi dari penegakkan hukum di pengadilan dan
sebagai penegak hukum pada umumnya juga harus memperhatikan hak-hak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
setiap orang terutama orang yang menjadi terdakwa dalam pemeriksaan di
pengadilan, supaya terdakwa tidak merasa tertekan dengan keadaannya
sebagaimana mereka sebagai objek, melainkan hakim harus memperhatikan
terdakwa sebagai subjek dalam rangka pemenuhan hak-haknya sebagai
seorang terdakwa.