TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

130
TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: ROSTANOP SURYA MAULANA NIM : 11150480000185 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

Transcript of TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Page 1: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM

PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN

(Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

ROSTANOP SURYA MAULANA

NIM : 11150480000185

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 2: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

i

TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN

KREDIT TANPA AGUNAN

(Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

ROSTANOP SURYA MAULANA

NIM : 11150480000185

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 3: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

ii

TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM

PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN

(Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Rostanop Surya Maulana

NIM:11150480000185

Pembimbing:

Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H.NIP. 19670203 201411 1 001

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 4: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM

PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN (Analisis Putusan Mahkamah Agung

Nomor 1664 K/Pdt/2014)” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas

Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta pada 18 Juli 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada

Program Studi Ilmu Hukum.

Jakarta, Juli 2019

Mengesahkan

Dekan,

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A.

NIP. 19760807 200312 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. ( .................)

NIP. 19670203 201411 1 001

2. Sekretaris : Dr. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. ( .................)

NIP.19650908 199503 1 001

3. Pembimbing : Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. ( .................)NIP. 19670203 201411 1 001

4. Penguji I : Dr. Nahrowi, S.H., M.H. ( .................)

NIP. 197302151999031002

5. Penguji II : Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H. ( .................)

NIP. -

Page 5: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini plagiat, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 Juli 2019

Rostanop Surya Maulana

Page 6: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

v

ABSTRAK

Rostanop Surya Maulana. NIM 11150480000185. TINJAUANYURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN KREDITTANPA AGUNAN (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1664K/Pdt/2014). Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, FakultasSyariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Studi ini dilakukan untuk menjelaskan dari segi hukum mengenaipengakuan utang dari debitur dalam perjanjian pembiayaan konsumen di PT.Adira Dinamika Multi Finance, yang menyatakan debitur melakukan wanprestasiterhadap kreditur dari perjanjian kredit tanpa agunan. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui pertimbangan hakim dalam penyelesaian kasus debiturwanprestasi pada perjanjian kredit tanpa agunan antara PT. Adira Dinamika MultiFinance dengan Daniel Sahertina. Mengenai Perjanjian pembiayaan yangdisepakati dan dibuat kedua belah pihak telah melahirkan adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak, namun debitur tidakmemenuhi kewajibannya seperti dalam perjanjian berdasarkan fakta yangdiuraikan di pengadilan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Undang-Undang, atau disebutjuga dengan (Statute Approach), pendekatan dengan memandang hukum sebagaisebuah aturan yang dilakukan melalui semua peraturan perundang-undangan yangbersangkutan dengan isu hukum yang terjadi, dan juga menggunakan pendekatankasus (Case Approach) yang memberikan sudut pandang analisa mengenaipenerapan-penerapan dari norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalampraktek hukum. Pada kasus debitur yang melakukan wanprestasi pada perjanjiankredit tanpa agunan di PT. Adira Dinamika Multi Finance, peneliti melakukananalisa hukum terhadap pertimbangan hakim untuk memutus perkara yangdidasarkan pada putusan yang dilakukan oleh hakim sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena seperti yang terdapat dalam adagium hukumyang berbunyi de rechter is bounche de la loi artinya hakim harus menyuarakanapa yang diinginkan oleh undang-undang.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Putusan Mahkamah AgungNomor 1664 K/Pdt/2014 yaitu kasus antara PT. Adira Dinamika Multi Financesebagai kreditur (Termohon Kasasi/Penggugat) melawan Daniel Sahertina sebagaidebitur (Pemohon Kasasi/Tergugat). Apabila terjadi kelalaian dalam perjanjiankredit dalam pembiayaan konsumen merupakan tanggung jawab kreditur dandebitur dalam pelaksanaan perjanjian.

Kata Kunci: Tinjauan Yuridis, Pengakuan Utang, Perjanjian Kredit TanpaAgunan

Pembimbing : Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H.Daftar Pustaka : Tahun 1986 Sampai Tahun 2017.

Page 7: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

vi

KATA PENGANTAR

حِیْمِ حْمَنِ الرَّ بسِْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّ

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya dan telah memberikan kemudahan sehingga peneliti mampu

menyelesaikan skripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN

UTANG DALAM PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN (Analisis Putusan

Mahkamah Agung Nomor 326 K/Pdt/2014)”. Shalawat dan salam tak lupa

peneliti curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, dan para

sahabatnya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini dapat diselesaikan tentunya berkat bimbingan, arahan,

dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti

ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi

Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Pembimbing skripsi yang telah

bersedia dengan sabar meluangkan waktu untuk memberikan

bimbingan, arahan, dukungan, dan masukan sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Abdullah, S.H., M.H. Penasehat Akademik yang selalu

menasehati dan membimbing Peneliti.

5. Pimpinan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Pimpinan Pusat Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk

mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

vii

6. Pihak-Pihak yang pernah terlibat dalam proses akademis dan non

akademis dengan peneliti selama menempuh jenjang strata 1 di

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca

serta pihak-pihak yang memerlukannya.

Wassalamu’alaikum, Wr.Wb.

Jakarta, 18 Juli 2019

Rostanop Surya Maulana

Page 9: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................ iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv

ABSTRAK ........................................................................................................... v

KATA PENGANTAR......................................................................................... vi

DAFTAR ISI........................................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 6

D. Metode Penelitian........................................................................ 7

E. Sistematika Penulisan ................................................................. 10

BAB II PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN ................................. 12

A. Kerangka Konseptual .................................................................. 12

1. Perjanjian ............................................................................. 12

2. Unsur-unsur Perjanjian ........................................................ 14

3. Syarat Sahnya Perjanjian ..................................................... 15

4. Asas-asas dalam Perjanjian.................................................. 19

5. Bentuk dan Isi Perjanjian ..................................................... 25

6. Berakhirnya Perjanjian......................................................... 30

B. Perjanjian Pembiayaan Konsumen.............................................. 31

1. Perjanjian Pembiayaan Konsumen....................................... 31

2. Bentuk Perjanjian Pembiayaan Konsumen .......................... 36

3. Para Pihak dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen.......... 36

C. Pengakuan Utang Perjanjian Kredit ............................................ 37

1. Kredit ................................................................................... 37

Page 10: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

ix

2. Perjanjian Kredit Tanpa Agunan.......................................... 38

3. Pengakuan Utang ................................................................. 40

4. Wanprestasi .......................................................................... 41

D. Putusan Pengadilan ..................................................................... 47

1. Jenis Putusan Hakim ............................................................ 47

2. Kerangka Putusan dan Dasar Pertimbangan ........................ 48

E. Kerangka Teori............................................................................ 50

1. Teori Tanggung jawab ......................................................... 50

F. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu............................................ 53

BAB III PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KONSUMEN........................... 55

A. Perusahaan Pembiayaan Konsumen PT Adira Dinamika Multi

Finance ........................................................................................ 55

B. Permasalahan Perjanjian Kredit Tanpa Agunan antara Karyawan

dengan PT. Adira Dinamika Multi Finance ................................ 59

BAB IV ANALISIS PERKARA PERJANJIAN KREDIT TANPA

AGUNAN .......................................................................................... 63

A. Analisis Yuridis Tentang Pengakuan Utang Dalam Perjanjian

Kredit tanpa Agunan antara PT. Adira Dinamika Multi Finance

dengan Karyawan PT. Adira Dinamika Multi Finance............... 63

B. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim dalam Putusan

Mahkamah Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014 Tentang

Tanggung Jawab saat terjadi Wanprestasi Dalam Perjanjian

Kredit Tanpa Agunan PT. Adira Dinamika Multi Finance

Terhadap Pengakuan Utang Karyawan....................................... 70

BAB V PENUTUP......................................................................................... 95

A. Kesimpulan ................................................................................. 95

B. Rekomendasi ............................................................................... 95

Page 11: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

x

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 99

LAMPIRAN

Page 12: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendirian suatu usaha atau mengembangkan suatu usaha memerlukan

suatu modal kerja. Dalam mendapatkan modal kerja tersebut ada berbagai cara

yang dapat kita ditempuh, salah satunya adalah dengan meminjam kepada

pihak lain. Hubungan pinjam meminjam tersebut dapat dilakukan dengan

kesepakatan antara peminjam (debitur) dan yang meminjamkan (kreditur) yang

dituangkan dalam bentuk perjanjian. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH

Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, sedangkan R. Subekti

mengatakan suatu perjanjian adalah peristiwa dimana seorang berjanji kepada

orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu

hal.1

Perjanjian tersebut bisa berupa perjanjian lisan atau dalam bentuk

perjanjian tertulis yang juga dapat dibuat dengan akta dibawah tangan atau

dengan akta notaris. Perjanjian utang piutang dalam KUH Perdata dapat

diidentikkan dengan perjanjian pinjam meminjam yaitu merupakan perjanjian

pinjam meminjam barang berupa uang dengan ketentuan yang meminjam akan

mengganti dengan jumlah nilai yang sama seperti pada saat ia meminjam

Pinjam meminjam yang disebutkan dalam Pasal 1754 KUH Perdata yaitu

pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang

habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan

mengembalikan sejumlah yang sama dengan dari macam dan keadaan yang

sama pula.2

1 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1989), h.1

2 Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1995), h.20

Page 13: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

2

Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam

kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran.

Hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang

sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

kegiatan perekonomiannya dan untuk meningkatkan taraf kehidupannya.

Melihat dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan pinjam-meminjam

uang sudah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat saat ini.

Bila ditinjau dari sudut perkembangan perekonomian nasional dan

internasional akan dapat diketahui betapa besar peranan yang terkait dengan

kegiatan pinjam-meminjam uang pada saat ini. Berbagai lembaga keuangan,

seperti salah satunya Perusahaan Finance, yang telah membantu dalam

pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan

pinjaman uang antara lain dalam bentuk kredit tanpa jaminan/agunan. Kredit

tanpa jaminan/agunan merupakan salah satu produk pinjaman yang

memberikan fasilitas kredit tanpa membebankan calon nasabah untuk

mempersiapkan suatu aset untuk dijadikan jaminan atas pinjaman tersebut.

Calon nasabah tidak perlu memberikan jaminan keputusan pemberian kredit

berdasarkan pada riwayat kredit dari pemohon kredit secara pribadi. Dalam

penggunaannya, ada beberapa manfaat yang sering dimanfaatkan dari KTA.

Salah satunya adalah untuk kebutuhan konsumsi, itu pun masih bersifat luas

dan bermacam-macam. Dalam hal ini, kemampuan dari nasabah untuk

melaksanakan kewajiban pembayaran kembali atau melunasi pinjaman adalah

pengganti jaminan.3

Permasalahan mengenai penggunaan jasa ini muncul, misalnya pada

perusahaan yang baru didirikan, yang belum memiliki aset untuk dijadikan

jaminan (collateral) bagi pinjaman yang akan diperoleh dari bank. Bisa juga

perorangan yang sedang membutuhkan modal besar untuk mengembangkan

usahanya atau untuk kebutuhan konsumtif. Untuk mengatasi masalah ini, dapat

3 Winne Fauza Primadewi, Tesis: Tinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Kredit TanpaAgunan Untuk Perorangan, (Depok: UI, 2012), h.01

Page 14: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

3

digunakan fasilitas Kredit Tanpa Jaminan atau Kredit Tanpa Agunan (KTA)

sebagai alternatif perkreditan, karena dalam kredit tanpa jaminan pengusaha

tidak perlu menyediakan jaminan. Munculnya fasilitas kredit tanpa jaminan ini

merupakan suatu alternatif yang menarik bagi pengusaha maupun perseorangan

tetapi banyak orang yang belum mengetahuinya. Salah satu keuntungan dari

kredit tanpa jaminan adalah memberikan kesempatan kepada nasabah untuk

dapat menikmati fasilitas kredit dana tunai tanpa menjaminkan barang-

barangnya. Diharapkan dengan adanya fasilitas kredit tanpa jaminan ini, selain

untuk menambah pilihan pembiayaan usaha (sebagai alternatif selain fasilitas

kredit bank pada umumnya dan fasilitas pembiayaan leasing) juga ditujukan

untuk mendorong industri perkreditan di Indonesia.

Namun dalam pelaksanaan, kredit tanpa jaminan yang diberikan oleh bank

tidak selalu sesuai dengan perjanjian seiring terjadinya hal atau kejadian diluar

perkiraan masing-masing pihak, sehingga timbul permasalahan-permasalahan

atau pelanggaran dalam perjanjian kredit tanpa jaminan ini, baik oleh penerima

kredit maupun pemberi kredit. Permasalahan jaminan ini diatur dalam Pasal

1131 KUH Perdata yang membahas piutang-piutang yang diistimewakan yang

berbunyi: “Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik

yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-

perikatan perorangan debitur itu”.

Dalam Pasal 1131 KUH Perdata tersebut dapat dikenakan kepada pihak

debitur yang melakukan wanprestasi atau ingkar janji tanpa perlu

pemberitahuan dari awal perjanjian diantara para pihak. Oleh karena dalam

kredit tanpa jaminan tidak adanya jaminan yang ditetapkan sebelumnya oleh

Perusahaan Finance, jadi apabila sewaktu-waktu debitur wanprestasi, maka

berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata semua harta kekayaan debiturlah yang

akan dieksekusi. Selain itu debitur tidak tahu barang-barang mana saja yang

akan dieksekusi, terlebih lagi jika sebagian barang-barang milik debitur telah

dijaminkan kepada kreditur yang lain. Hal ini sangatlah merugikan debitur

karena tidak diperjanjikan sebelumnya dan tidak diketahui secara umum oleh

debitur, karena tidak dikemukakan secara transparan oleh Perusahaan Finance.

Page 15: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

4

Secara perlindungan hukum konsumen, pasal ini menimbulkan ketidakpastian

hukum bagi nasabah kredit tanpa jaminan yang melakukan wanprestasi.

PT. Adira Dinamika Multi Finance merupakan salah satu perusahaan

pembiayaan konsumen bidang otomotif di seluruh Indonesia yang mendukung

berbagai produk pembiayaan konsumen. Adapun salah satu kegiatan usahanya

khusus dibidang pembiayaan tunai, yang salah satunya berfokus pada

pemberian Kredit Tanpa Agunan/Jaminan. Artinya perusahaan pembiayaan

memberikan produk pinjaman fasilitas kredit tanpa membebankan calon

nasabah untuk mempersiapkan suatu aset untuk dijadikan jaminan atas

pinjaman tersebut.

Dalam kasus ini, PT. Adira Dinamika Multi Finance sebagai perusahaan

pembiayaan konsumen telah memberikan pinjaman kredit lunak tanpa

jaminan/agunan kepada karyawan PT. Adira Dinamika Multi Finance sebesar

Rp 75.000.000 dengan jangka waktu kredit selama 60 bulan dengan angsuran

setiap bulannya sebesar Rp 1.250.000 dilakukan dengan cara potong gaji dari

karyawan PT. Adira Dinamika Multi Finance.

Permasalahannya adalah ketika angsuran yang dilakukan setiap bulan oleh

karyawan PT. Adira Dinamika Multi Finance, sudah tidak berjalan lagi secara

efektif karena karyawan PT. Adira Dinamika Multi Finance tidak lagi menjadi

karyawan PT. Adira Dinamika Multi Finance, sehingga pembayaran angsuran

atas pinjaman tersebut tidak lagi dilakukan.

Bahwa dalam perjanjian/pengakuan utang yang ditanda tangani antara PT.

Adira Dinamika Multi Finance dengan Karyawan tersebut disebutkan secara

jelas yaitu: Atas utang tersebut di atas, apabila saya mengundurkan diri atau

diputuskan hubungan kerja dari perusahaan/meninggal dunia maka saya/ahli

waris saya bersedia membayar lunas seluruh utang yang masih tersisa paling

lambat 2 minggu sebelum resign atau dipotong langsung dari gaji dan

insentif/bonus/uang pisah pada bulan yang bersangkutan. Jika sampai dengan

batas waktu yang telah ditentukan, saya/ahli waris bersedia menghadapi

tuntutan dari perusahaan sesuai dengan hukum dan perundang-undangan

yang berlaku. Dilihat dari perjanjian yang telah ditandatangani tersebut, bahwa

Page 16: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

5

pambayaran utang dapat dilakukan dengan dipotong langsung dari gaji dan

insentif/bonus/uang pisah.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah paparkan di atas,

maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Tinjauan

Yuridis Pengakuan Utang Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan

(Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014)”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada penjabaran yang telah di uraikan di dalam latar

belakang maka identifikasi masalah meliputi:

a. Pengaturan dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan antara PT. Adira

Dinamika Multi Finance dengan Karyawan dalam pengakuan utang.

b. Tinjauan Hukum dari Perjanjian Kredit Tanpa Agunan.

c. Maksud dan Tujuan Perjanjian Kredit Tanpa Agunan diberlakukan.

2. Pembatasan Masalah

Demi menghindari adanya perbedaan penafsiran dan meluasnya

penelitian ini, maka peneliti membuat pembatasan mengenai masalah yang

akan dibahas demi mencapai hasil yang diharapkan dan lebih terarahnya

penulisan. Maka pembahasan ini berfokus pada satu titik permasalahan,

peneliti ingin menganalisis masalah secara keilmuan dari tinjauan yuridis

perjanjian kredit tanpa agunan dalam pengakuan utang antara PT. Adira

Dinamika Multi Finance sebagai perusahaan pembiayaan/finance dengan

karyawan PT. Adira Dinamika Multi Finance sebagai pemilik utang.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

perjanjian kredit tanpa agunan yang di dalamnya terdapat pengakuan utang

oleh karyawan telah diselesaikan. Namun, belum ada tanggung jawab dari

peminjam utang. Oleh karena itu, perjanjian kredit tanpa agunan ini mejadi

landasan hukum dalam penyelesaian pengakuan utang. Maka, perumusan

Page 17: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

6

masalah secara khusus, sehingga dari permasalahan utama tersebut lahirlah

pertanyaan penelitian ini, yaitu:

a. Bagaimana Analisis Yuridis Pengakuan Utang dari Debitur yang

Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan di PT. Adira

Dinamika Mult Finance ?

b. Bagaimana Analisis Dasar Pertimbangan Hakim dalam perkara

Wanprestasi Perjanjian Kredit Tanpa Agunan pada Putusan Pengadilan

Nomor 1664 K/Pdt/2014 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan peneliti dalam

melakukan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui analisis secara terperinci, detail dan lengkap mengenai

penyelesaian permasalahan dalam perjanjian kredit tanpa agunan serta

mengkaji dan menganalisis pengaturan perjanjian kredit tanpa agunan

terhadap pengakuan utang.

b. Untuk mengetahui secara jelas cara penyelesaian hukum dalam

perjanjian kredit tanpa agunan serta pelaksanaan perjanjian dilapangan

sesuai atau tidak dengan ketentuan penyelenggaraan yang tertera dalam

Undang-Undang dan peraturan terkait.

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti dan juga para

akademisi dan masyarakat luas.

a. Manfaat Teoritis,

Untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan dalam

hukum perjanjian serta terkait dengan masalah yang sama.

b. Manfaat Praktis

Yakni, diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan

kemampuan peneliti dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke

Page 18: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

7

dalam masyarakat nantinya dan penelitian ini diharapkan dapat

membantu pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.

c. Manfaat Bagi Masyarakat Umum

1) Masyarakat mengetahui hukum perjanjian yang dibuat dan harus

dilaksanakan sesuai dengan isi perjanjian tersebut.

2) Masyarakat mengetahui tanggung jawab dari kedua belah pihak baik

pemilik utang maupun peminjam utang.

3) Masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam melakukan perjanjian

kredit dengan pelaku usaha.

4) Masyarakat dapat melakukan upaya hukum saat adanya pihak yang

dirugikan dalam perjanjian.

D. Metode Penelitian

Penelitian Hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.4

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian hukum ini peneliti menggunakan pendekatan

Undang-Undang, atau disebut juga dengan (Statute Approach), yaitu

pendekatan dengan memandang hukum sebagai sebuah aturan yang

dilakukan melalui semua peraturan perundang-undangan yang bersangkutan

dengan isu hukum yang terjadi, dan juga menggunakan pendekatan kasus

(Case Approach) yang memberikan penerapan-penerapan dari norma-norma

atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek hukum. Pada pendekatan

kasus yang dilakukan peneliti adalah melalui ratio decidendi yaitu alasan

hukum yang digunakan hakim untuk memutuskan perkara. Dalam hal ini

peneliti akan menganalisa kasus wanprestasi dari debitur dalam perjanjian

kredit tanpa agunan yang sudah berkekuatan hukum tetap pada putusan

Mahkamah Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014.

4 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Cet. Ke-7, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016),h.18

Page 19: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

8

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum yang bersifat pemaparan yang bertujuan untuk memperoleh

gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan tertentu dan pada saat

tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum

tertentu yang terjadi dalam masyarakat.5 Dalam hal ini tipe penelitian

hukum ini bertujuan untuk menggambarkan secara jelas, terperinci, dan

sistematis mengenai aspek hukum serta pertimbangan hakim dalam

menentukan keputusan hakim dalam perjanjian kredit tanpa agunan.

3. Sumber Data

Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara

tidak langsung melalui media perantara dan melalui studi kepustakaan

dengn cara membaca, mengutip dan menelaah peraturan perundang-

undangan, buku-buku, kamus, dan literature lain yang berkenaan dengan

permasalahan yang akan dibahas. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan 3 bahan hukum sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang paling mendasar

mengacu dan bersumber pada peraturan perundang-undangan, catatan-

catatan resmi atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-

undangan dan putusan hakim.6 Dalam penelitian ini, bahan hukum primer

yang digunakan peneliti adalah

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa.

3) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga

Pembiayaan.

4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.01/2006 Tentang

Perusahaan Pembiayaan.

5) Putusan Mahkamah Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014.

5 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (UI Pres, Jakarta, 1986), h.63

6 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet-IV (Jakarta: Kencana, 2010), h.141

Page 20: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

9

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum kedua setelah bahan hukum

primer yang diperoleh dari pendapat sarjana hukum, buku-buku hasil

karya para sarjana dan ahli hukum, skripsi, tesis, jurnal-jurnal hukum,

makalah, artikel-artikel ilmiah hukum, dan dokumen lain yang berkaitan

dengan penelitian, guna memberikan penjelasan lebih lanjut dan

mendalam mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

c. Bahan hukum Tersier dapat berupa publikasi non hukum yang memuat

data-data yang berkaitan dengan tema penelitian ini serta memberikan

petunjuk atau penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder.

Bersumber dari kamus hukum, internet, indeks kumulatif serta

ensiklopedia.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data

dengan data sekunder dan data primer. Sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan (library research), yaitu merupakan bentuk

pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca buku literature,

mengumpulkan, membaca dokumen yang berhubungan dengan obyek

penelitian, dan mengutip dari data-data sekunder yang meliputi peraturan

perundang-undangan, dokumen dan bahan kepustakaan lain dari buku-

buku referensi, jurnal-jurnal ilmiah, arsip, hasil penelitian ilmiah,

peraturan perundang-undangan, laporan penelitian, teori-teori, media

masa seperti koran, internet dan bahan kepustakaan lainnya yang relevan

dengan masalah yang akan diteliti.7

b. Studi Dokumen

Studi Dokumen ini merupakan pengkajian informasi tertulis mengenai

hukum yang tidak dipublikasikan secara umum, tetapi boleh diketahui

oleh pihak tertentu, dalam hal ini peneliti mengkaji Putusan Mahkamah

Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014.

5. Teknik Pengolahan Data

7 Lexi J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2002), h.103

Page 21: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

10

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengolahan data

yang tersusun secara runtut dan sistematis, sehingga peneliti akan lebih

mudah dalam melakukan analisis dan menarik kesimpulan dari pembahasan

masalah yang diteliti sesuai dengan data dan bahan hukum.

6. Teknik Analisis Bahan Data

Dari semua bahan hukum yang sudah terkumpul, baik bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier akan

dianalisis secara deskriptif, dengan logika deduktif. Bahan hukum tersebut

akan diuraikan untuk mendapatkan penjelasan yang sistematis.

Pendeskripsian dilakukan untuk menentukan isi atau makna bahan hukum

disesuaikan dengan topik permasalahan yang ada. Data yang sudah ada akan

diolah dan dianalisis secara deduktif, yang selanjutnya dikaitkan dengan

norma-norma hukum, doktrin-doktrin hukum dan teori ilmu hukum yang

ada. Penelitian secara kualitatif ini mengacu pada norma hukum yang

terdapat pada peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, serta

norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.8

7. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan peneliti dalam skripsi

ini berdasarkan kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang terdapat dalam

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika ini merupakan gambaran dari penelitian agar memudahkan

dalam mempelajari seluruh isinya. Penelitian ini dibahas dan diuraikan menjadi

5 (lima) bab, adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan dalam penelitian skripsi memuat secara keseluruhan

yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam bab-

bab. Penjelasan-penjelasan itu ada dalam latar belakang masalah,

8 Lexi J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,... h.103

Page 22: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

11

identifikasi pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Bab ini memuat kajian pustaka yang terbagi dalam beberapa sub

bab, yang menguraikan kerangka konseptual, serta teori hukum

yang terkait dengan penelitian ini, tinjauan pustaka yang

membahas tentang perjanjian kredit tanpa agunan dan tinjauan

(review) kajian terdahulu yang membahas mengenai perjanjian

kredit.

BAB III Bab ini memuat perkara wanprestasi yang ditinjau secara yuridis

pada perjanjian kredit tanpa agunan, permasalahan dari lalainya

debitur dalam memenuhi prestasi perjanjian dengan PT. Adira

Dinamika Multi Finance sebagai perusahaan pembiayaan

konsumen.

BAB IV Bab ini akan dibahas mengenai analisa yuridis dalam hal

wanprestasi yang dilakukan oleh debitur terhadap kreditur dalam

perjanjian kredit tanpa agunan dan dasar pertimbangan hakim

dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014.

BAB V Bab ini berisikan kesimpulan yang diambil dari uraian/deskripsi

yang menjawab masalah berdasarkan analisis yang dilakukan, serta

rekomendasi.

Page 23: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

12

BAB II

PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN

A. Kerangka Konseptual Perjanjian

1. Perjanjian

Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata “overeenkomst”,

overeenkomst dilihat dari segi bahasa berasal dari kata kerja yaitu

“overeenkomen” yang artinya setuju atau sepakat.1 Kemudian,

“overeenkomst” diterjemahkan oleh para sarjana dalam dua istilah, yaitu

perjanjian dan persetujuan, yang pada hakekatnya merupakan pengertian

yang sama dari hal yang sama-sama terjadi atas dasar kata sepakat dari

masing-masing pihak.2 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan istilah

perjanjian, untuk memperjelas adanya syarat sahnya perjanjian dimana salah

satunya adalah persetujuan atau kesepakatan. Perjanjian berdasarkan

definisi yang diberikan dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang lain atau lebih.3

Sebenarnya batasan dari Pasal 1313 KUH Perdata tentang perjanjian

tersebut menurut para sarjana hukum perdata kurang lengkap dan terlalu

luas sehingga banyak mengandung kelemahan-kelemahan. Adapun

kelemahan tersebut dapat diperinci:

a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

Disini dapat diketahui dari rumusan “satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Jadi jelas

nampak tanpa adanya konsensus/kesepakatan antara kedua belah pihak

yang membuat perjanjian.

1 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Bina Cipta, 1987), h. 2

2 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya) I, (Bandung: Citra Aditya,1992), h. 3

3 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustitia, 2009),h. 41

Page 24: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

13

b. Kata perbuatan mencakup juga konsensus/kesepakatan.

Dalam pengertian perbuatan termasuk juga tindakan:

1) melaksanakan tugas tanpa kuasa

2) perbuatan melawan hukum

Dari kedua hal tersebut di atas merupakan tindakan/perbuatan yang

tidak mengandung adanya konsensus, juga perbuatan itu sendiri

pengertiannya sangat luas, karena sebetulnya maksud perbuatan yang ada

dalam rumusan tersebut adalah perbuatan hukum. Untuk mendapatkan

definisi yang lebih jelas tentang perjanjian, maka digunakan doktrin atau

pendapat para sarjana hukum lainnya. Adapun pengertian perjanjian

menurut para sarjana adalah sebagai berikut:

a. Menurut Rutten, rumusan perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata

mengandung beberapa kelemahan. Karena hanya mengatur perjanjian

sepihak dan juga sangat luas karena istilah perbuatan yang dipakai akan

mencakup juga perbuatan melawan hukum.4

b. Menurut R. Wirjono Prodjodikoro mengartikan perjanjian sebagai suatu

hubungan hukum mengenai harta benda antara kedua belah pihak, dalam

mana satu pihak berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu.5

c. R. Subekti yang menyatakan, bahwa suatu perjanjian adalah suatu

peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua

orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, dari peristiwa

ini timbul suatu hubungan perikatan.6

d. Abdul Kadir Muhammad merumuskan definisi Perjanjian bahwa

perjanjian adalah suatu persetujuan di mana dua orang atau lebih saling

4 Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan Perikatan yang lahir dari perjanjiandan dari Undang-Undang, (Bandung : Mandar Maju, 1994), h. 46

5 4.R. Wiryono Projodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Sumur, 1993),h. 9

6 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1987), h. 1

Page 25: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

14

mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta

kekayaan.7

Dengan mempelajari pendapat-pendapat mengenai pengertian

perjanjian pada umumnya maka peneliti akan memilih pengertian perjanjian

menurut Abdul Kadir Muhammad yang mencerminkan apa yang dimaksud

dengan perjanjian, yaitu suatu persetujuan di mana dua orang atau lebih

saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan

harta kekayaan.

2. Unsur-Unsur Perjanjian

Suatu perjanjian, mengandung beberapa unsur, yaitu:8

a. Unsur essensialia, adalah perjanjian yang mutlak selalu harus ada dalam

unsur perjanjian. Unsur mutlak, dimana tanpa adanya unsur tersebut

perjanjian tidak mungkin ada atau lahir, misalnya: dalam perjanjian jual

beli, yang mutlak harus ada yaitu barang dan harga.

b. Unsur naturalia, adalah unsur perjanjian oleh Undang-Undang diatur,

tetapi oleh para pihak dapat disingkirkan atau diganti, jadi unsur ini

melekat pada perjanjian, misalnya: kewajiban penjual untuk menanggung

biaya penyerahan dan kewajiban penjual untuk menanggung biaya

penyerahan (Pasal 1476 KUH Perdata). Hal itu dapat disimpangi oleh

para pihak dengan menentukan lain dalam isi perjanjian.

c. Unsur accidentalia, adalah unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para

pihak. Undang-Undang sendiri tidak mengatur tentang hal tersebut,

misalnya: dalam jual beli sebidang tanah tetapi tidak dengan pohon yang

tumbuh di atasnya.

Namun, menurut J. Satrio, bahwa unsur-unsur perjanjian secara garis

besarnya ada dua yaitu unsur essensialia dan yang bukan unsur essensialia.

7 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992), h. 78

8 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya) 1, (Bandung: Citra Aditya,1992), h. 17-58

Page 26: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

15

Unsur yang bukan essensialia dibagi menjadi unsur naturalia dan

accidentalia.9

3. Syarat Sahnya Perjanjian

Pasal 1320 KUH Perdata menetapkan bahwa ada empat syarat yang

menentukan sah atau tidaknya suatu perjanjian, keempat syarat tersebut

bersifat mutlak sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang melakukan

perjanjian agar perjanjian yang mereka buat sah secara hukum. Keempat

syarat seperti yang dimaksudkan pada Pasal 1320 KUH Perdata adalah

sebagai berikut:10

a. Kesepakatan

Pasal 1320 KUH Perdata menentukan syarat sahnya perjanjian yang

pertama yaitu sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya,

maksudnya adalah para pihak yang mengadakan perjanjian setuju

mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan. Apa yang telah

dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki pihak yang lainnya.

Menurut J. Satrio, Orang dikatakan telah memberikan persetujuan

atau sepakatnya (toesteming), jika orang memang menghendaki apa yang

disepakati. Jika demikian, sepakat itu sendiri merupakan pertemuan

antara dua pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki

pihak yang lain.

Menurut R. Subekti, kesepakatan berarti penyesuaian kehendak.

Artinya kehendak atau keinginan ini harus dinyatakan. Kehendak atau

keinginan yang disimpan dalam hati tidak mungkin diketahui oleh pihak

yang lain, apabila orang yang melakukan perbuatan itu tidak berada

dibawah ancaman atau sedang diancam dengan kekerasan baik melalui

jasmani maupun rohani.11

9 J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Perjanjian Pada Umumnya) 1,... h. 57

10 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet-Ketujuh, (Jakarta: Intermasa, 1982), h. 17

11 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya) 1,.... h. 246

Page 27: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

16

Kekhilafan atau kekeliruan terjadi apabila salah satu pihak khilaf

tentang apa yang menjadi pokok dari apa yang telah diperjanjikan atau

tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek

perjanjian atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu.

Kekhilafan itu harus sedemikian rupa sehingga seandainya orang itu

tidak khilaf mengenai hal-hal itu, ia tidak memberi persetujuan.12 Dalam

perjanjian atau kesepakatan juga tidak boleh ada unsur penipuan.

Menurut Undang-undang tindakan menipu ini adalah dengan sengaja

melakukan tipu muslihat, dengan memberikan keterangan palsu dan

tidak benar kepada pihak lawan dengan membujuk agar menyetujui

kesepakatan (Pasal 1323 KUH Perdata).13

Walaupun ada perjanjian yang cacat dalam kesepakatan yang

mengandung unsur-unsur di atas, maka perjanjian ini tetap mengikat para

pihak sebelum dibatalkan oleh hakim atas dasar permohonan pembatalan

dari pihak yang memiliki hak untuk meminta pembatalan. Namun, pada

perkembangannya ada yurisprudensi yang mengatur alasan untuk

menyatakan batal atau membatalkan suatu perjanjian yakni

penyalahgunaan keadaan. Penyalahgunaan keadaan terdiri atas dua unsur

yaitu: sangat merugikan salah satu pihak (dari segi isinya) dan

penyalahgunaan kesempatan oleh pihak yang lain pada saat terjadinya

perjanjian (dari segi terjadinya). Penyalahgunaan dibagi menjadi dua

yakni penyalahgunaan psikologi dan penyalahgunaan keadaan

ekonomi.14

b. Kecakapan

Untuk sahnya perjanjian juga diperlukan kecakapan para pihak.

Menurut KUH Perdata orang yang dikatakan cakap melakukan perbuatan

hukum adalah apabila ia sudah dewasa dan cakap bertindak. Yang

12 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya) 1....,h. 188-189

13 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya) 1...., h. 26

14 Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Cet. 1, (Bandung:Alumni, 1992), h. 183-184

Page 28: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

17

dimaksud dewasa adalah orang yang sudah berusia 21 Tahun keatas atau

orang yang belum genap 21 Tahun tetapi pernah menikah sebelumnya,

hal ini sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata. Berdasarkan Pasal 39 dan

40 Undang-Undang Jabatan Notaris 18 Tahun untuk penghadapan dan 18

Tahun untuk saksi. Orang yang cakap bertindak hukum adalah orang

yang tidak diletakkan dibawah pengampuan. Menurut Pasal 1330 KUH

Perdata, orang yang tidak cakap melakukan perjanjian adalah:15

1) Orang yang belum dewasa.

2) Mereka yang di bawah pengampuan.

3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-

Undang dan pada umumnya semua orang pada siapa Undang-Undang

telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu.

Bagi mereka yang dikatakan sebagai orang yang tidak cakap hukum,

dalam melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh walinya.

Menurut ketentuan Pasal 1330 KUH Perdata bahwa seorang perempuan

yang bersuami dikatakan tidak berlaku lagi setelah dikeluarkannya

Undang-Undang Nomor I Tahun 1974 pada Pasal 31 Ayat (2) yang

menyatakan bahwa hak seorang istri dianggap sama dengan hak

suaminya, maka sejak saat itu perempuan yang bersuami dapat

melakukan perbuatan hukum, serta sudah diperbolehkan menghadap di

pengadilan tanpa seizin suami.16

c. Suatu Hal Tertentu

Dalam membuat suatu perjanjian objek perjanjian itu harus tertentu

atau setidak-tidaknya dapat ditentukan jenis barang tersebut. Hal ini

sebagaimana yang ditentukan Pasal 1333 KUH Perdata yang menyatakan

“suatu persetujuan harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang

paling sedikit ditentukan jenisnya.17

15 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet-Ketujuh, (Jakarta: Intermasa, 1982), h. 17

16 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya) 1,.... h. 279

17 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya) 1,... h. 293

Page 29: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

18

Bahwa objek perjanjian tidak itu tidak harus secara individu tertentu,

tetapi cukup bahwa jenisnya ditentukan. Hal ini tidak berarti bahwa

perjanjian sudah memenuhi syarat jika jenis objek perjanjiannya saja

yang sudah ditentukan. Ketentuan tersebut harus ditafsirkan bahwa objek

perjanjian harus tertentu, sekalipun masing-masing objek tidak harus

secara individual tertentu.18

Objek perjanjian merupakan prestasi yang menjadi pokok perjanjian

itu sendiri. Oleh karena itu objek perjanjian adalah prestasi, maka objek

perjanjian ini dapat berupa memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, dan

tidak melakukan sesuatu sama sekali. Dengan demikian, maka objek

perjanjian tidak selalu berupa benda (zaak). Penggunaan istilah Zaak

hanya cocok untuk perjanjian yang prestasinya adalah untuk memberikan

sesuatu. Itulah sebabnya, bahwa lebih cocok jika diartikan objek

perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian.19

Perikatan berdasarkan Pasal 1234 KUH Perdata adalah Perikatan

ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk

tidak berbuat sesuatu. Prestasi tersebut harus tertentu atau paling sedikit

ditentukan jenisnya (Pasal 1333 Ayat (1) KUH Perdata). Jika objeknya

tidak tertentu maka bagaimana orang dapat menuntut pemenuhan haknya

dan melunasi kewajibannya. Jadi suatu hal tertentu harus mencakup:20

1) Jenis Zaak harus tertentu;

2) Jumlahnya dapat ditentukan (dikemudian hari).

d. Sebab yang Halal

Menurut J. Satrio, suatu perjanjian tanpa sebab yang halal akan

berakibat bahwa isi perjanjian harus tertentu (dapat ditentukan), isinya

juga harus halal (tidak terlarang), sebab isi perjanjian itulah yang akan

dilaksanakan. Para pihak mengadakan perjanjian dengan maksud untuk

18 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya) 1,... h. 293

19 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya) 1,... h. 294

20 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya) 1,... h. 293

Page 30: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

19

melaksanakan isi perjanjian tersebut dan berdasarkan Pasal 1320 jo Pasal

1337 KUH Perdata isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan

Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum.21

Berdasarkan keempat syarat tersebut di atas dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Dua syarat yang

pertama adalah yang disebut syarat subjektif. Karena merupakan syarat

yang menyangkut subjek perjanjian.22 Apabila suatu perjanjian

mengandung cacat yang disebabkan karena tidak dipenuhinya syarat

subjektif tersebut, maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Jadi perjanjian

yang dibuat tetap mengikat para pihak, selama tidak dibatalkan. Jadi

perjanjian yang dibuat tetap mengikat para pihak, selama tidak dibatalkan

atau dinyatakan batal oleh hukum atas permintaan salah satu pihak.

Adapun pihak yang berhak untuk meminta pembatalan adalah pihak yang

tidak cakap atau tidak sepakat.23

Untuk dua syarat terakhir adalah yang dinamakan dengan syarat

objektif, karena merupakan syarat yang menyangkut objek dari perbuatan

yang diperjanjikan. Tidak terpenuhinya salah satu syarat objektif

tersebut, maka perjanjian dapat dinyatakan batal demi hukum atau batal

dengan sendirinya (neng) sehingga tidak perlu adanya pembatalan dari

hakim, karena perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada atau tidak

pernah terjadi.24

4. Asas-asas dalam Perjanjian

Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting yang merupakan

dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Asas hukum berbeda

dengan kaedah hukum atau peraturan hukum konkrit. Asas hukum hanyalah

21 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya) 1, (Bandung: Citra Aditya,1992), h. 305-306

22 Subekti, Hukum Perjanjian,... h.17

23 Subekti, Hukum Perjanjian,... h. 20

24 Subekti, Hukum Perjanjian,... h. 20

Page 31: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

20

merupakan dasar-dasar yang umum atau sebagai petunjuk bagi hukum yang

berlaku.

Menurut Sudikno Mertokusumo, asas hukum merupakan pikiran dasar

yang umum yang sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan

yang konkrit yang terdapat dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang

menjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang

merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat

umum dalam peraturan konkrit tersebut.25

Adapun asas-asas hukum yang perlu diperhatikan dalam membuat dan

melaksanakan perjanjian adalah sebagai berikut:

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Dalam sistem hukum nasional Indonesia, asas ini diimplementasikan

pada hukum perjanjian sebagaimana diatur di dalam Pasal 1338 KUH

Perdata yang menentukan kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan

perjanjian dengan siapa yang dikehendakinya dan bebas menentukan isi

perjanjian yang akan dilakukan. Berdasarkan prinsip asas inilah maka

Buku III KUH Perdata menganut sistem terbuka.

Asas kebebasan berkontak pada prinsipnya sebagai sarana hukum

yang digunakan subjek hukum untuk memperoleh hak kebendaan dan

mengalihkan hak kebendaan demi pemenuhan kebutuhan diri pribadi

subjek hukum. Dalam KUH Perdata yang menganut sistem continental

kebebasan untuk melakukan kontrak dan menentukan isi kontrak dapat

dilihat dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata.

Menurut Mariam Darus Badrul Zaman, “Kebebasan berkontrak

adalah salah satu asas yang sangat penting didalam hukum perjanjian.

Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran dari

hak asasi manusia”. Sejalan dengan itu Abdul Kadir Muhammad juga

menyatakan bahwa “Asas ini mempunyai arti bahwa orang boleh

mengadakan perjanjian tentang apa saja, walaupun belum atau tidak

25 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar,(Yogyakarta: Liberty,2008), h. 97

Page 32: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

21

diatur dalam UndangUndang. Asas ini sering disebut “Asas Kebebasan

Berkontrak” (Freedom of making contract).26

Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu

sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan individu

pula. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kebebasan individu

memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak. Asas kebebasan

berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup

sebagai berikut:27

1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

2) Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat

perjanjian;

3) Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang

dibuatnya;

4) Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;

5) Kebebasan untuk menentukan syarat-syarat suatu perjanjian termasuk

kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan Undang-

Undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).

Ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh Pasal -Pasal

KUHPerdata terhadap asas kebebasan berkontrak ini yang membuat

asas ini merupakan asas yang tidak tak terbatas, antara lain Pasal 1320

Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (4): Pasal 1332, Pasal 1337 dan Pasal

1338 Ayat (3) KUH Perdata.

Ketentuan Pasal 1320 Ayat (1) tersebut memberikan petunjuk

bahwa hukum perjanjian di kuasai oleh asas konsensualisme.

Ketentuan Pasal 1320 Ayat (1) tersebut juga mengandung pengertian

bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian di

26 Septarina Budiwati, Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perspektif PendekatanFilosofis, Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Epistimologi Hukum, UniversitasMuhammadiyah Surakarta, 2015, h. 279

27 Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang bagi ParaPihak dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), h. 10

Page 33: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

22

batasi oleh sepakat pihak lainnya. Dengan kata lain asas kebebasan

berkontrak di batasi oleh asas konsensualisme.

Dari Pasal 1320 Ayat (2) dapat pula disimpulkan bahwa

kebebasan orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh

kecakapannya. Bagi seseorang yang menurut Undang-Undang tidak

cakap untuk membuat perjanjian sama sekali tidak mempunyai

kebebasan untuk membuat perjanjian.

Pasal 1320 Ayat (4) jo, Pasal 1337 menentukan bahwa para pihak

tidak bebas untuk membuat yang menyangkut causa yang dilarang

oleh Undang-Undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau

bertentangan dengan ketertiban umum adalah tidak sah.

Pasal 1332 memberikan arah mengenai kebebasan para pihak

untuk membuat perjanjian sepanjang yang menyangkut objek

perjanjian. Menurut Pasal 1332 tersebut adalah tidak bebas untuk

memperjanjikan setiap barang apapun. Menurut Pasal tersebut hanya

barang-barang yang mempunyai nilai ekonomis saja yang dapat

dijadikan objek perjanjian.

b. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme berkaitan dengan lahirnya suatu perjanjian.

Konsensualisme berasal dari istilah asing, yaitu Consensus, yang berarti

setuju atau sepakat.28 Asas ini sangat penting dalam membuat suatu

perjanjian, karena suatu perjanjian dikatakan ada sejak tercapainya

kesepakatan. Sehingga dengan kesepakatan atau dengan adanya kata

sepakat ini dimaksudkan bahwa diantara pihak-pihak yang bersangkutan

telah tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang dikehendaki

oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain.29 Selain itu,

dengan adanya kesepakatan atau setelah terjadinya kata sepakat, maka

28 Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang bagi ParaPihak dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia,.... h. 15

29 M. Muhtarom, Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan Dalam PembuatanKontrak, Universitas Muhammadiyah Surakarta, h. 51

Page 34: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

23

perjanjian tersebut telah mempunyai akibat hukum yaitu timbulnya hak

dan kewajiban. Dengan kata lain maksud dari konsensualisme adalah

“membuat perjanjian cukup dengan kata sepakat antara pihak-pihak

mengenai pokok-pokok perjanjian”.

Dari asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang dibuat secara

lisan saja dan dapat pula dituangkan dalam bentuk tulisan yakni berupa

akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti. Perjanjian yang dibuat secara

lisan saja didasarkan pada asas bahwa “manusia itu dapat dipegang

mulutnya”, yang artinya manusia dapat dipercaya atas kata-kata yang

diucapkannya.

Terhadap asas konsensualisme ada pengecualian, yaitu apabila suatu

perjanjian memerlukan formalitas atau suatu bentuk perjanjian yang

memerlukan bentuk tertentu yang lazimnya tertulis agar perjanjian

tersebut dianggap sah. Perjanjian dianggap batal karena tidak

terpenuhinya formalitas tersebut.30

c. Asas Pacta Sun Servanda

Asas Pacta Sun Servanda diberi arti sebagai pactatum, yang berarti

sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan

formalitas lainnya.31 Asas ini dapat diartikan sebagai asas mengikatnya

perjanjian, karena perjanjian yang dibuat secara sah akan mengikat

pihak-pihak yang telah bersepakat membuatnya sebagai Undang-Undang.

Asas Pacta sun Servanda berlaku dalam pelaksanaan perjanjian Pasal

1338 Ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa “semua persetujuan

yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi yang

membuatnya”, jadi pernyataan yang dibuat para pihak mengikat bagi

mereka asalkan perjanjian itu dibuat secara sah, dalam artian bahwa

30 Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang bagi ParaPihak dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia,... h. 16

31 M. Muhtarom, Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan Dalam PembuatanKontrak, Universitas Muhammadiyah Surakarta, h. 52

Page 35: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

24

perjanjian yang dibuat itu telah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu

perjanjian.

Berdasarkan kata ”berlaku sebagai Undang-Undang” ini berarti

mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian. Sebagaimana halnya

Undang-Undang juga mengikat orang terhadap siapa Undang –Undang

berlaku sehingga dengan membuat suatu perjanjian seolah-olah para

pihak menetapkan Undang-Undang bagi mereka sendiri.

Kata “bagi mereka sendiri” karena memang sifatnya lain dengan

Undang-Undang yang dibuat oleh pembentuk Undang-Undang yang

sifatnya mengikat secara umum. Dengan kata lain tidak mengikat pihak

ketiga yang berada diluar perjanjian.32

Berkaitan dengan asas Pacta Sun Servanda ini maka Pasal 1338 Ayat

(2) KUH Perdata yang berbunyi “persetujuan-persetujuan itu tidak dapat

ditarik kembali selain dengan kata sepakat kedua belah pihak atau karena

alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu”.

Hal ini merupakan konsekuensi logis dari “janji itu mengikat”. Dalam hal

ini para pihak tidak dapat menarik diri dari akibat-akibat perjanjian yang

telah dibuatnya secara sepihak.

Menurut J. Satrio, secara sepihak disini berarti tanpa sepakat dari

pihak lainnya secara a contrario dapat ditafsirkan bahwa perjanjian dapat

dibatalkan atas persetujuan kedua belah pihak. Dalam hal demikian

sebenarnya para pihak mengadakan dan menciptakan suatu perjanjian

baru yang isinya merubah, menambah, mengakhiri perjanjian lama,

artinya perikatan yang telah ada lahir dari perejanjian yang dibuat

sebelumnya hapus dengan perjanjian yang baru.33

d. Asas Itikad Baik

32 Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya,(Bandung: Alumni, 2000), h. 58

33 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya) 1, (Bandung: Citra Aditya,1992), h. 361

Page 36: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

25

Asas ini merupakan asas dalam melaksanakan perjanjian, hal ini

dapat dilihat dalam Pasal 1338 Ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan

bahwa “persetujuan-persetujuan ini harus dilaksanakan dengan iktikad

baik”. Setiap orang dalam melaksanakan perjanjian harus didasarkan

pada iktikad baik yang dapat ditafsirkan bahwa perjanjian harus

dilaksanakan sesuai dengan kepatutan dan kepantasan.

Asas ini diberikan penafsiran bahwa suatu perjanjian itu harus sesuai

dengan kepatutan dan kepantasan, karena iktikad baik adalah suatu

pengertian yang abstrak dan kalaupun pada akhirnya orang mengerti apa

yang dinamakan iktikad baik, maka orang masih sulit merumuskannya.34

A. Qiram Syamsudin Meliala membedakan iktikad baik ini menjadi

dua, yaitu iktikad baik subjektif dan iktikad baik objektif. Iktikad baik

subjektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan

perbuatan hukum, yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang

pada waktu diadakan perbuatan hukum. Sedangkan iktikad baik dalam

pengertian objektif adalah bahwa perjanjian itu harus didasarkan pada

norma kepatutan atau apa yang dirasakan sesuai yang patut dalam

masyarakat.35

5. Bentuk dan Isi Perjanjian

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak atau freedom of contract dapat

disimpulkan bahwa bentuk dan isi perjanjian merupakan kebebasan

berkontrak para pihak. Apabila dipelajari Pasal -Pasal dalam KUH Perdata

ternyata asas kebebasan berkontrak itu bukan bebas mutlak. Ada beberapa

pembatasan yang diberikan oleh Pasal -Pasal KUH Perdata terhadap asas ini

yang membuat asas ini merupakan asas yang tidak tak terbatas, antara lain

Pasal 1320 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (4), Pasal 1332, Pasal 1337 dan

Pasal 1338 Ayat (3) KUH Perdata.

34 J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya) 1,... h. 365

35 Meliala A. Qiram Syamsudin, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian BesertaPerkembangannya, Cet-Pertama, (Yogyakarta: Liberty, 1985), h. 19

Page 37: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

26

Ketentuan Pasal 1320 Ayat (1) tersebut memberikan petunjuk bahwa

hukum perjanjian di kuasai oleh asas konsensualisme. Ketentuan Pasal 1320

KUH Perdata Ayat (1) tersebut juga mengandung pengertian bahwa

kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat

pihak lainnya. Dengan kata lain asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh

asas konsensualisme.

Dari Pasal 1320 KUH Perdata Ayat (2) dapat pula disimpulkan bahwa

kebebasan orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya.

Bagi seseorang yang menurut Undang-Undang tidak cakap untuk membuat

perjanjian, sama sekali tidak mempunyai kebebasan untuk membuat

perjanjian.

Pasal 1332 KUH Perdata memberikan arah mengenai kebebasan para

pihak untuk membuat perjanjian sepanjang yang menyangkut objek

perjanjian. Menurut Pasal 1332 KUH Perdata tersebut adalah tidak bebas

untuk memperjanjikan setiap barang apapun. Menurut Pasal tersebut, hanya

barang-barang yang mempunyai nilai ekonomis saja yang dapat dijadikan

objek perjanjian.

Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia

meliputi ruang lingkup sebagai berikut:36

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat

perjanjian;

c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang

akan dibuatnya;

d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;

e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian;

f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan Undang-

Undang yang bersifat opsional (aanyullend optional).

36 Hasanudin Rahman, Seri Ketrampilan Merancang Kontrak Bisnis, Contract Drafting,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 15-16

Page 38: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

27

Dalam praktek bisnis belum terdapat keseragaman mengenai istilah

yang dipergunakan untuk perjanjian baku, ada yang menyebutnya dengan

istilah perjanjian standar, kontrak standar atau perjanjian adhesi. Di dalam

pustaka hukum ada beberapa istilah bahasa Inggris yang dipakai untuk

perjanjian baku tersebut yaitu“Standardized Agreement”, “pad contract”

dan “contract of adhesion”.37

Dengan melihat kenyataan bahwa bargaining position konsumen pada

prakteknya jauh di bawah para pelaku usaha maka Undang-Undang tentang

Perlindungan Konsumen merasakan perlunya pengaturan mengenai

perjanjian baku dan/atau pencantuman klausula baku dalam setiap dokumen

atau perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha. Undang-Undang tentang

Perlindungan Konsumen tidak memberikan definisi tentang perjanjian baku,

tetapi merumuskan klausula baku sebagai:

“setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan

dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang

dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan

wajib dipenihi oleh konsumen”.38

Mengenai batasan perjanjian Baku Sutan Remy Sjahdeini menyatakan

“Perjanjian baku ialah perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya

sudah dibakukan oleh pemakainnya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak

mempunyai peluang merundingkan atau meminta perubahan”.39

Sementara itu Menurut Mariam Darus Badrulzaman, mengemukakan

bahwa :

“Perjanjian baku adalah perjanjian yang didalamnya dibakukan syarat

eksenorasi dan dituangkan dalam bentuk formulir”.40

37 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang BagiPara Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993),h. 66

38 Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama, 2001), h. 54

39 Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,.... h. 66

Page 39: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

28

Sluijter mengatakan perjanjian baku bukan perjanjian, sebab kedudukan

pengusaha itu (yang berhadapan dengan konsumen) adalah seperti

pembentuk Undang-Undang swasta (legio particuliere wetgever). Pitlo

menyatakan bahwa perjanjian baku sebagai perjanjian paksa

(dwangcontract).41 Hondius merumuskan perjanjian baku sebagai berikut:

“Perjanjian baku adalah konsep perjanjian tertulis yang disusun tanpa

membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan ke dalam sejumlah

perjanjian tidak terbatas yang sifatnya tertentu”.42 Drooglever Fortujin,

merumuskan dengan:

“Perjanjian yang bagian pentingnya dituangkan dalam susunan

perjanjian”.43

Berdasarkan rumusan pengertian di atas tampak bahwa perjanjian baku

sudah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak yang umumnya

mempunyai kedudukan ekonomi lebih tinggi/kuat (pelaku usaha, dalam hal

ini perusahaan pembiayaan sebagai kreditur) dibandingkan pihak lain

(konsumen sebagai kreditur). Secara singkat dapat dikatakan bahwa

perjanjian baku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:44

a. Perjanjian dibuat secara sepihak oleh produsen yang posisinya relatif

lebih kuat dari konsumen.

Apabila dalam suatu perjanjian kedudukan para pihak tidak

seimbang, maka pihak yang memiliki posisi kuat biasanya menggunakan

kesempatan tersebut untuk menentukan klausula-klausula tertentu dalam

perjanjian baku, sehingga perjanjian yang seharusnya dibuat atau

dirancang oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian, tidak

40 Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya,(Bandung: Alumni, 2000), h. 47-48

41 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (Standard) Perkembangannya diIndonesia, (Bandung: Alumni, 1981), h. 95

42 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Alumni, 2014),h. 47

43 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis,.....h. 47

44 Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, (Jakarta: PT. Alumni, 2014), h. 47

Page 40: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

29

ditemukan lagi dalam perjanjian baku, karena format dan isi perjanjian

dirancang oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat yaitu

produsen/pelaku usaha.

b. Konsumen sama sekali tidak dilibatkan dalam menentukan isi perjanjian.

Dalam hal ini, pelaku usaha cenderung berdalih pada kurang

mengertinya konsumen akan permasalahan hukum atau tidak semua

konsumen memahami inti-inti dari perjanjian.

c. Dibuat dalam bentuk tertulis dan masal

Perjanjian disini ialah naskah perjanjian keseluruhan dan dokumen

bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku, kata-kata atau kalimat

pernyataan kehendak yang termuat dalam syarat-syarat baku dibuat

secara tertulis berupa akta otentik atau akta dibawah tangan. Format dari

pada perjanjian baku mengenai model, rumusan dan ukurannya sudah

ditentukan dibakukan, sehingga tidak dapat diganti, diubah atau dibuat

dengan cara lain karena sudah dicetak. Model perjanjian dapat berupa

blangko naskah perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang memuat

syarat-syarat baku.

Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh

kebutuhan karena adanya kebutuhan yang mendorong untuk

memiliki/memperoleh suatu barang dan jasa maka konsumen mau atau

tidak harus menerima seluruh dari isi perjanjian yang ditawarkan oleh

pelaku usaha.

Rumusan perjanjian baku harus menghindari unsur-unsur sebagai

berikut:45

a. Unsur-Unsur yang akan mengakibatkan timbulnya itikad buruk salah satu

pihak;

b. Unsur-Unsur yang dapat menimbulkan terjadinya pemaksaan yang

disebabkan adanya ketidak seimbangan kepentingan diantara para pihak

yang terlibat;

45 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT. Citra AdityaBakti, 2008), h. 387

Page 41: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

30

c. Unsur-Unsur syarat-syarat atau klausula-klausula yang hanya

menguntungkan salah satu pihak saja;

d. Unsur-Unsur risiko akibat perjanjian yang dibuat tidak boleh hanya

dibebankan salah satu pihak saja;

e. Unsur-Unsur pembatasan hak dalam menggunakan upaya hukum.

Dengan penggunaan perjanjian baku ini, maka pengusaha akan

memperoleh efisiensi dalam pengeluaran biaya, tenaga dan waktu.

Sehubungan dengan sifat massal dan kolektif, perjanjian baku “Vera

Bolger”, menamakannya sebagai “take it or leave it contract”. Jika debitur

menyetujui salah satu syarat-syarat, maka debitur mungkin hanya bersikap

menerima atau tidak menerimanya sama sekali, kemungkinan untuk

mengadakan perubahan itu sama sekali tidak ada.46 Selain pembatasan-

pembatasan yang datangnya dari Negara berupa peraturan-peraturan

perundang-undangan dan dari pengadilan, sejak beberapa tahun terakhir ini

asas kebebasan berkontrak juga telah mendapat pembatasan dari

dikenalkannya dan diberlakukannya perjanjian-perjanjian baku dalam dunia

bisnis. Begitu kuatnya pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak

sebagai akibat digunakannya perjanjian-perjanjian baku dalam dunia bisnis

oleh salah satu pihak, sehingga bagi pihak lainnya kebebasan yang tinggal

hanyalah berupa pilihan antara menerima atau menolak (take it or leave it)

syarat-syarat perjanjian baku yang disodorkan kepadanya itu. Eksistensi dan

ruang lingkup asas kebebasan berkontrak sebagai akibat penggunaan

perjanjian-perjanjian baku dalam dunia bisnis.47

6. Berakhirnya Perjanjian

Pada umumnya suatu perjanjian itu berakhir apabila tujuan dari suatu

perjanjian tersebut telah tercapai dan masing-masing pihak dalam perjanjian

telah saling memenuhi prestasi yang diperjanjikan, sebagaimana yang

mereka kehendaki bersama dalam mengadakan perjanjian tersebut.

46 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (standard),... h. 46

47 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang BagiPara Pihak,.... h. 67

Page 42: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

31

Disamping cara berakhirnya perjanjian seperti yang disebutkan di atas,

masih terdapat beberapa cara yang lainnya yang dapat mengakhiri

perjanjian, yaitu:48

a. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak, misalnya perjanjian yang

berlaku untuk waktu tertentu, sehingga apabila jangka waktu telah selesai

maka perjanjian itu dengan sendirinya berakhir. Misalnya pada perjanjian

sewa menyewa yang diatur dalam Pasal 1570 KUH Perdata.

b. Undang-Undang menentukan batas waktu berlakunya perjanjian,

misalnya pejanjian jual beli dengan hak membeli kembali, dimana hak

untuk membeli kembali boleh diperjanjikan lebih dari lima tahun. Jika

diperjanjikan lebih lama maka jangka waktu diperpendek sampai lima

tahun. Hal ini sesuai dengan Pasal 1520 KUH Perdata.

c. Para pihak atau Undang-Undang dapat menentukan bahwa dengan

terjadinya peristiwa tertentu, maka perjanjian akan berakhir atau hapus,

misalnya dalam perjanjian perburuhan, apabila buruh meninggal dunia

maka perjanjian perburuhan antara majikan dengan buruh tersebut hapus

atau berakhir. Sesuai dengan Pasal 1603 KUH Perdata.

d. Pernyataan menghentikan perjanjian (opzergging). Opzergging dapat

dilakukan oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak. Opzergging

terdapat pada perjanjian yang bersifat sementara, misalnya perjanjian-

perjanjian pemberian kuasa yang diatur dalam Pasal 1817 KUH Perdata.

e. Perjanjian yang hapus atau berakhir karena putusan hakim, apabila ada

tulisan dari salah satu pihak untuk mengakhiri perjanjian.

f. Apabila tujuan perjanjian yang diadakan telah tercapai

g. Perjanjian berakhir karena adanya persetujuan dari para pihak

(herroping). Bahwa perjanjian itu juga dapat berakhir apabila para pihak

setuju untuk mengakhirinya, sebab dianggap tidak perlu lagi

melanjutkannya. Misalnya dalam Pasal 1571 KUH Perdata mengenai

perjanjian sewa-menyewa.

48 R. Setiawan, Hukum Perjanjian,... h. 69

Page 43: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

32

B. Perjanjian Pembiayaan Konsumen

1. Pengertian Perjanjian Pembiayaan Konsumen

Pranata Hukum “Pembiayaan Konsumen” dipakai sebagai terjemahan

dari istilah “Consumer Finance”. Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari

sejenis kredit konsumsi (Consumer Credit). Hanya saja, jika pembiayaan

konsumen dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, sementara kredit

konsumsi diberikan oleh bank.49

Pembiayaan konsumen merupakan salah satu lembaga pembiayaan

yang dilakukan oleh suatu perusahaan finansial (consumer finance

company). Perusahaan pembiayaan konsumen adalah badan usaha yang

melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan

kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh

konsumen.50

Pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang

diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan

jasa yang akan langsung dikonsumsi oleh konsumen, dan bukan untuk

tujuan produksi ataupun distribusi.51

Perusahaan yang memberikan pembiayaan di atas disebut perusahaan

pembiayaan konsumen atau consumer finance company. Perusahaan

pembiayaan konsumen dapat didirikan oleh suatu institusi nonbank maupun

oleh bank, tetapi pada dasarnya antara bank yang mendirikan dengan

perusahaan pembiayaan konsumen yang didirikan merupakan suatu badan

usaha yang terpisah satu dengan yang lainnya.52

Pengertian dari Perusahaan Pembiayaan diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan,

49 Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), 2014,h. 162

50 Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), h. 114

51 Y. Sri Susilo, Sigit Triandru dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta:Salemba Empat, 2000), h. 149

52 Khotbul Umam, Hukum Lembaga Pembiayaan Hak dan Kewajiban NasabahPengguna Jasa Lembaga Pembiayaan ,(Sleman: Pustaka Yustisia, 2010), h. 36

Page 44: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

33

dalam Pasal 1 huruf (b) dikatakan bahwa Perusahaan Pembiayaan adalah

badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus

didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha

Lembaga Pembiayaan. Lembaga pembiayaan yang berkembang saat ini

seperti:

a. Lembaga pembiayaan poyek (project finance).

b. Lembaga Pembiayaan Modal Ventura (ventura capital).

c. Lembaga pembiayaan sewa guna usaha (leasing).

d. Lembaga pembiayaan anjak piutang (factoring).

e. Lembaga pembiayan konsumen (consumer finance).

f. Lembaga pembiayaan kartu kredit (credit card).

g. Lembaga pembiayaan usaha kecil.

Lembaga pembiayaan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun

2009. Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud Lembaga Pembiayaan

adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk

penyediaan dana atau barang modal. Sedangkan yang dimaksud dengan

perusahaan pembiayaan adalah badan usaha usaha yang khusus didirikan

untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan

Konsumen, dan/atau Usaha Kartu Kredit.

Perusahaan pembiayaan merupakan badan usaha yang melaksanakan

kegiatan usaha dari lembaga pembiayaan. Selain Perusahaan Pembiayaan,

bank dan lembaga keuangan bukan bank juga merupakan badan hukum

yang melaksanakan aktivitas dari lembaga pembiayaan yaitu:

a. Sewa Guna Usaha;

b. Modal Ventura;

c. Perdagangan Surat Berharga;

d. Anjak Piutang;

e. Usaha Kartu Kredit;

f. Pembiayaan Konsumen.

Pengertian Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) berdasarkan

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (7) adalah kegiatan

Page 45: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

34

pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen

dengan pembayaran secara angsuran. Kegiatan pembiayaan konsumen

dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk pengadaan barang

berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.

Kebutuhan konsumen yang dimaksud meliputi antara lain:

a. Pembiayaan kendaraan bermotor

b. Pembiayaan alat-alat rumah tangga

c. Pembiayaan barang-barang elektronik

d. Pembiayaan perumahan

Lembaga pembiayaan menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah

badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk

penyediaan dana atau barang modal. Lembaga Pembiayaan meliputi:

a. Perusahaan Pembiayaan, adalah badan usaha yang khusus didirikan

untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan

Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit.

b. Perusahaan Modal Ventura, adalah badan usaha yang melakukan usaha

pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang

menerima bantuan pembiayaan (investee Company) untuk jangka waktu

tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian

obligasi konversi, dan atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil

usaha.

c. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, adalah badan usaha yang didirikan

khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana

pada proyek infrastruktur.53

d. Hubungan hak dan kewajiban, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen

wajib membiayai harga pembelian yang diperlukan konsumen dan

membayarnya secara tunai kepada pemasok. Konsumen wajib membayar

secara angsuran kepada perusahaan pembiayaan konsumen, dan pemasok

wajib menyerahkan barang kepada konsumen;

53 Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Pembiayaan, diakses 10 Mei 2019, Pukul 00.36WIB. https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/Pages/Lembaga-Pembiayaan.aspx

Page 46: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

35

e. Jaminan, yaitu terdiri atas jaminan utama jaminan pokok, dan jaminan

tambahan. Jaminan utama berupa kepercayaan terhadap konsumen

(debitur) bahwa konsumen dapat dipercaya untuk membayar

angsurannya sampai selesai. Jaminan pokok secara fidusia berupa barang

yang dibiayai oleh perusahaan pembiayaan konsumen dimana semua

dokumen kepemilikan barang dikuasai oleh perusahaan pembiayaan

konsumen (fiduciary transfer of ownership) sampai angsuran terakhir

dilunasi. Adapun jaminan tambahan berupa pengakuan utang

(promissory notes) dari konsumen.54

Perusahaan pembiayaan diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa keuangan

Nomor 29/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan

Pembiayaan, pengertian perusahaan pembiayaan dalam Pasal 1 adalah

badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang

dan/atau jasa.

Atas dasar kepemilikannya, perusahaan pembiayaan konsumen dapat

dibedakan menjadi tiga:

a. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan anak perusahaan

dari pemasok barang dan jasa yang akan dibeli oleh debitur;

b. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan satu grup usaha

dengan pemasok barang dan jasa yang akan dibeli oleh debitur;

c. Perusahaan pembiayaan konsumen yang tidak mempunyai kaitan

kepemilikan dengan pemasok barang dan jasa yang akan dibeli oleh

debitur.55

Karakteristik dari pembiayaan konsumen yang membedakan

pembiayaan lainnya yaitu:

a. Sasaran pembiayaan jelas, yaitu konsumen yang membutuhkan barang-

barang konsumsi;

54 Abdulkadir Muhammadd dan Rilda Murdiati, Segi Hukum Lembaga Keuangan danPembiayaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), h. 246

55 Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan,.... h. 36

Page 47: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

36

b. Objek pembiayaan berupa barang-barang untuk kebutuhan atau konsumsi

konsumen;

c. Besarnya pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan

konsumen kepada masing-masing konsumen relatif kecil, meliputi:

d. Resiko pembiayaan relatif aman karena pembiayaan tersebar pada

banyak kosumen;

e. Pembayaran kembali oleh konsumen kepada perusahaan pembiayaan

konsumen dilakukan secara berkala atau angsuran.56

2. Bentuk Perjanjian Pembiayaan Konsumen

Di dalam praktek perjanjian konsumen umumnya dibuat dalam bentuk

perjanjian baku atau disebut juga perjanjian standar (standard contract,

standar segremeent). Menurut Purwahid Patrik perjanjian baku adalah

“suatu perjanjian yang di dalamnya terdapat syarat-syarat tertentu yang

dibuat oleh salah satu pihak”.57

Di dalam praktek perjanjian konsumen umumnya dibuat dalam bentuk

perjanjian baku atau disebut juga perjanjian baku atau disebut juga

perjanjian standar (standard contract, standar segremeent). Selanjutnya J.

Satrio merumuskan perjanjian standar sebagai perjanjian tertulis, yang

bentuk dan isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu, yang mengandung

syarat-syarat baku, yang oleh salah satu pihak kemudian disodorkan kepada

pihak lain untuk disetujui.58

Ciri dari perjanjian standar adalah adanya sifat uniform atau

keseragaman dari syarat-syarat perjanjian untuk semua perjanjian untuk

sifat yang sama. Perjanjian baku (standard) ini dianggap mengikat setelah

56 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 97

57 Purwahid Patrik, “Peranan Perjanjian Baku dalam Masyarakat”, Makalah dalamSeminar Masalah Standar Kontrak dalam Perjanjian Kredit, Surabaya, 11 Desember 1993, h. 1

58 J. Satrio, “Beberapa Segi Hukum Standarisasi Perjanjian Kredit”, Seminar MasalahStandar Kontrak dalam Perjanjian Kredit, Surabaya, 11 Desember 1993, h. 1

Page 48: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

37

ada kesepakatan antara kedua belah pihak dan masing-masing pihak

menandatangani perjanjian tersebut.59

3. Para Pihak dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen

Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen terdapat 3 (tiga) pihak yaitu:

a. Pihak Perusahaan Pembiayaan

Pihak perusahaan pembiayaan adalah pihak yang menyediakan dana bagi

kepentingan konsumen. Perusahaan pembiayaan konsumen ini sesuai

dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998 harus berbentuk

badan hukum berupa Perseroan Terbatas atau Koperasi. Dalam transaksi

pembiayaan konsumen, perusahaan pembiayaan konsumen

berkedudukan sebagai kreditur, yaitu pihak pemberi biaya kepada

konsumen.

b. Pihak Dealer/Supplier

Pihak dealer/supplier adalah penjual, yaitu pihak yang menjual atau

menyediakan barang yang dibutuhkan konsumen dalam rangka

pembiayaan konsumen. Barang-barang yang disediakan pemasok adalah

barang konsumsi. Pembayaran atas harga barang-barang yang dibutuhkan

konsumen tersebut dibiayai atau dilakukan oleh perusahaan pembiayaan

konsumen kepada pemasok.

c. Pihak Konsumen

Pihak konsumen adalah pihak yang membeli barang yang dananya

disediakan oleh perusahaan pembiayaan konsumen. Konsumen dapat

berupa perseorangan maupun badan usaha. Dalam transaksi pembiayaan

konsumen, konsumen berkedudukan sebagai debitur, yaitu pihak

penerima dana dari perusahaan pembiayaan konsumen selaku kreditur.

C. Pengakuan Utang Perjanjian Kredit

1. Kredit

59 Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Jaminan Fidusia, Diakses 10Mei 2019, Pukul 00.57 WIB, http:/eprints.ums.ac.id/29114/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf, h. 8-9

Page 49: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

38

Pengertian Kredit berasal dari bahasa romawi “credere” yang artinya

kepercayaan atau kredo yang artinya saya percaya.60

M. Jakile mengemukakan bahwa: “Kredit adalah suatu ukuran kemampuan

seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai

ganti dari janjinya untuk membayar kembali utangnya pada tanggal

tertentu”.

Selanjutnya beliau mengatakan bahwa dalam definisi kredit tersebut

melahirkan 4 elemen yang penting, yaitu:61

a. Tidak seperti hibah, transaksi kredit mensyaratkan debitur dan pemberi

kredit untuk saling tukar menukar sesuatu yang bernilai ekonomis.

b. Tidak seperti pembelian secara kontan, transaksi kredit mensyaratkan

debitur untuk membayar kembali kewajibannya pada suatu waktu

dibelakang hari.

c. Tidak seperti hibah maupun pembelian secara tunai, transaksi kredit akan

terjadi sampai pemberi kredit bersedia mengambil resiko bahwa

pinjamannya mungkin tidak dibayar.

d. Saat ia bersedia menanggung resiko, bila pemberi kredit menaruh

kepercayaan terhadap pinjaman. Resiko dapat dikurangi dengan meminta

kepada peminjam untuk menjamin pinjaman yang diinginkan, meskipun

sama sekali tidak dapat dicegah semua resiko kredit.

Pengertian Kredit menurut Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan.

2. Perjanjian Kredit Tanpa Agunan

Menurut Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Perbankan:

“ Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepatan pinjam-meminjam

60 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: PT. Citra AdityaBakti, 1991), h. 23

61 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank,... h. 25

Page 50: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

39

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga”.

Dari isi pasal diatas, peneliti menggaris bawahi adanya hal-hal pokok

yang harus dipenuhi dalam perjanjian kredit yaitu persetujuan atau

kesepakatan, kewajiban pihak peminjam, adanya waktu tertentu, dan

pemberian bunga.

Perjanjian kredit pada umumnya dibuat secara tertulis oleh para pihak

atau seseorang yang ingin mendapatkan kredit memulai langkahnya dengan

mengajukan permohonan kredit kepada perusahaan yang biasanya telah

menyediakan formulir tertentu yang berisikan persyaratan-persyaratan yang

harus diisi oleh pemohon kredit. Setelah semua persyaratan yang berkenaan

dengan permohonan kredit tersebut terpenuhi, maka selanjutnya perusahaan

akan menganalisis permohonan tersebut berdasarkan prinsip 5C dalam

perkreditan yang sudah lazim digunakan. Hal tersebut dilakukan untuk

menentukan apakah permohonan kredit tersebut dapat disetujui atau tidak.

Kelima prinsip tersebut adalah:62

a. Character (kepribadian)

Melalui pengalaman dilapangan, kepribadian seseorang dapat diketahui

melalui gaya bicara, tempramen, kebiasaan sehari-hari, gaya hidup,

pergaulan dan track record dengan rekan-rekan bisnisnya.

b. Capacity (kemampuan)

Adanya sumber pembayaran, kemudian dilihat bagaimana prediksi

keberhasilan calon debitur dalam merealisasi rencana yang telah

ditetapkan sesuai dengan budget yang diajukan dalam rangka pengajuan

kredit. Kemampuan laba calon debitur dapat dilihat dari performance

tahun lalu, sekarang dan akan datang.

c. Capital (permodalan)

62 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT. Citra AdityaBakti, 1996), h. 237-238

Page 51: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

40

Modal merupakan hal yang sangat penting dalam kredit, karena biasanya

perusahaan mensyaratkan berapa maksimum pinjaman yang wajar

disbanding dengan total modal yang dimiliki debitur.

d. Condition of Economic (kondisi ekonomi)

Faktor ekonomi sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup usaha

setiap calon debitur, sebelum mengetahui secara mendalam mengenai

bisnis calon debitur.

e. Collateral (jaminan)

Jaminan utama pinjaman adalah kelayakan dari usaha itu sendiri

sedangkan jaminan tambahan ada dua yaitu jaminan material dan non

material. Untuk menghindari terjadinya pemalsuan bukti pemilikan,

maka sebelum dilakukan pengikatan harus diteliti mengenai status

yuridisnya bukti pemilikan dan orang yang menjaminkan. Hal ini

dimaksudkan untuk menghindari gugatan oleh pemilik jaminan yang sah.

3. Pengakuan Utang

Pengakuan Utang adalah surat berharga (blanket lien) yang diterbitkan

untuk mengikat secara hukum seluruh jaminan Debitur bagi kepentingan

Kreditur. Dalam Pasal 1 Angka 10, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,

menyatakan bahwa Surat Berharga adalah Surat Pengakuan Utang, wesel,

saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan

lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim

diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang.63

Secara yuridis, dua jenis Surat Pengakuan Utang yang digunakan Bank:

a. Surat Pengakuan Utang Bank di Bawah Tangan

Yang dimaksud Surat Pengakuan Utang di bawah tangan adalah

Surat Pengakuan Utang yang dibuat oleh Bank (Kreditur) dan

nasabahnya (Debitur) yang dibuat oleh para pihak, tanpa Notaris.

b. Surat Pengakuan Utang Notariil

63 Karmila Sari Sukarno, Pujiyono, “Penghapusan Legalisasi Surat Pengakuan UtangDalam Perjanjian Kredit Perbankan”, (Surakarta: Cv. Indotama Solo, 2016), h. 134

Page 52: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

41

Pada dasarnya, perjanjian kredit dalam pemberian kredit Bank

merupakan salah satu instrumen utang yang penting, yang dari sisi

kepentingan Kreditur seharusnya dapat dieksekusi terhadap kewajiban

pembayaran guna pelunasan utang yang wajib dibayar oleh Debitur

kepada Kreditur. Baik dengan atau tanpa putusan pengadilan sebagai

perintah melaksanakan kewajiban pelunasan utang Debitur.

4. Wanprestasi

Perikatan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, wanprestasi yang

berarti prestasi buruk. Menurut Prof. Subekti SH, wanprestasi adalah:

“Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya,

maka dikatakan ia melakukan “wanprestasi”. Ia alpa atau “lalai” atau ingkar

janji. Ia melanggar perjanjian, bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang

tidak boleh dilakukannya”.64

Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda

“wanprestatie”. Wan berarti buruk atau jelek dan prestatie berarti

kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitor dalam setiap perikatan. Jadi,

wanprestasi adalah prestasi yang buruk atau jelek. Secara umum artinya

tidak memenuhi kewajban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik

perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul

karena Undang-Undang.65

Menurut Sri Soedwi Masjchoen Sofwan, wanpretasi yaitu hal dimana

tidak memenuhi suatu perutangan (perikatan). Wanprestasi memiliki dua

macam sifat yaitu pertama-tama dapat terdiri atas hal bahwa prestasi itu

tidak dilakukan tetapi tidak secara sepatutnya. Kemudian prestasi itu tidak

dilakukan pada waktu yang tepat.66

64 Subekti, Hukum Perjanjian,.... h. 45

65 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian,.... h. 20

66 Sri Soedwi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata Hukum Benda,(Yogyakarta: Liberty,2004), h. 11

Page 53: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

42

Menurut J. Satrio, wanprestasi yaitu kalau debitor tidak memenuhi

janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan semuanya itu

dapat dipersalahkan kepadanya.67

Sementara menurut M. Yahya Harahap, wanprestasi yaitu

melaksanakan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan

tidak menurut selayaknya. Menurutnya, seorang debitor disebutkan dan

berada dalam keadaan wanprestasi apabila dia dalam melakukan

pelaksanaan prestasi perjanjian telah lalai sehingga terlambat dari jadual

waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut

sepatutnya/selayaknya.68

Secara lebih spesifik Meijers menyatakan bahwa wanprestasi adalah

perbuatan yang tidak melaksanakan kewajiban yang timbul dari perjanjian.

Wanprestasi adalah konsep perikatan karena perjanjian. Wanprestasi itu

bersumber dari perjanjian. Dalam praktik di negeri Belanda, gugatan dengan

kualifikasi wanprestasi harus berdasar pada tidak dipenuhinya suatu

perjanjian.69

Menurut Munir Fuady pengertian wanprestasi, yang kadang-kadang

disebut juga dengan istilah “cidera janji”, adalah kebalikan dari pengertian

prestasi. Dalam bahasa inggris untuk wanprestasi ini sering disebut dengan

“default” atau “nonfulfillment” atau “breach of contract”. Yang

dimaksudkan adalah tidak dilaksanakannya suatu prestasi atau kewajiban

sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama, seperti yang tersebut

dalam kontrak yang bersangkutan.70

Bentuk-bentuk dari wanprestasi adalah:

a. Debitur Sama Sekali Tidak Berprestasi.

67 J. Satrio, Hukum Perikatan,... h. 122

68 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 60

69 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum,(Jakarta: Pasca Sarjana FH UI, 2003),h. 43-46

70 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global,(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012), h. 17

Page 54: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

43

Dalam hal ini debitur sama sekali tidak memberikan pretasinya. Hal

itu bisa disebabkan karena debitur memang tidak mau berprestasi atau

bisa juga disebabkan karena memang kreditur objektif tidak mungkin

berprestasi lagi atau secara subjektif tidak ada gunanya lagi untuk

berprestasi. Pada peristiwa yang pertama memang kreditur tidak bisa lagi

berprestasi, sekalipun ia mau.

b. Debitur Keliru Berprestasi

Di sini debitur memang dalam pemikirannya telah memberikan

prestasinya, tetapi dalam kenyataannya, yang diterima kreditur lain

daripada yang diperjanjikan. Kreditur membeli bawang putih, ternyata

yang dikirim bawang merah. Dalam hal ini demikian kita tetap

beranggapan bahwa debitur tidak berprestasi. Jadi dalam kelompok ini (

tidak berprestasi) termasuk “penyerahan yang tidak sebagaimana

mestinya” dalam arti tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.71

c. Debitur Terlambat Berprestasi

Di sini debitur berprestasi, objek prestasinya betul, tetapi tidak

sebagaimana diperjanjikan. Sebagaimana sudah disebutkan di atas,

debitur digolongkan ke dalam kelompok “terlambat berprestasi” kalau

objek prestasinya masih berguna bagi kreditur. Orang yang terlambat

berprestasi dikatakan dalam keadaan lalai atau mora.72

Debitur dalam hal ini memenuhi prestasi tidak sebagaimana mestinya

atau keliru dalam memenuhi prestasinya.

Akibat wanprestasi dari debitur maka debitur harus:

a. Mengganti kerugian.

b. Benda yang menjadi objek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhinya

kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur.

c. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, kreditur dapat

meminta pembatalan (pemutusan) perjanjian.

71 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global,.... h. 128

72 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global,.... h. 133

Page 55: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

44

Beberapa hal yang dapat dituntut kreditur terhadap debitur atas dasar

wanprestasi, yaitu:73

a. Meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur;

b. Menuntut prestasi disertai ganti rugi kepada debitur (Pasal 1267 KUH

Perdata)

c. Menuntut dan meminta ganti rugi, hanya mungkin jika kerugian karena

keterlambatan;

d. Menuntut pembatalan perjanjian;

e. Menuntut pembatalan perjanjian disertai ganti rugi kepada debitur. Ganti

rugi harus berupa pembayaran denda.

Dalam menghadapi debitur yang wanprestasi tersebut kreditur dapat

menuntut salah satu dari 5 kemungkinan sebagai berikut:74

a. Dapat menuntut pembatalan/pemutusan perjanjian.

b. Dapat menuntut pemenuhan perjanjian.

c. Dapat menuntut penggantian kerugian.

d. Dapat menuntut pembatalan dan pengganti kerugian.

e. Dapat menuntut pemenuhan dan penggantian kerugian.

Dalam hubungannya dengan akibat wanprestasi, yaitu masalah ganti

kerugian Subekti menyatakan bahwa:

“Ganti kerugian sering diperinci dalam tiga unsur yaitu: biaya, rugi, dan

bunga. Biaya adalah segala pengeluaran atau per ongkosan yang nyata-nyata

sudah dikeluarkan oleh satu pihak. Rugi adalah satu kerugian karena

kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh

kelalaian si debitur. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan

keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur”.75

73 Firman Floranta Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, (Bandung: CV. MandarMaju, 2014), h. 63

74 Subekti, Hukum Perjanjian,.... h. 53

75 Subekti, Hukum Perjanjian,.... h. 47

Page 56: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

45

Pada dasarnya ganti kerugian yang dapat dituntut oleh kreditur

hanyalah kerugian yang berupa sejumlah uang, oleh karena itu bentuk atau

wujud dari penggantian kerugian tersebut juga harus berbentuk uang.76

R. Setiawan menentukan ukuran ganti rugi, yaitu sebagai berikut:

a. Ukuran obyektif, yaitu harus diteliti berapa kerugian pada umumnya dari

seorang kreditur dalam keadaan yang sama seperti kreditur yang

bersangkutan.

b. Keuntungan yang akan diperoleh disebabkan karena adanya perbuatan

wanprestasi.77

Lebih lanjut mengenai ganti kerugian akibat wanprestasi Abdulkadir

Muhammad, menyatakan bahwa haruslah ada suatu teguran baik teguran

secara tertulis, dengan surat perintah atau dengan akta sejenis.78

Penjelasan tersebut pada dasarnya sesuai dengan ketentuan Pasal 1243 KUH

Perdata, yaitu:

“Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu

perjanjian barulah mulai diwajibkan apabila si debitur setelah dinyatakan

lalai memenuhi kewajibannya, masih tetap melalaikannya atau jika sesuatu

yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat

tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.

Adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur, maka Undang-Undang

menentukan bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan berada dalam

keadaan lalai (ingebreke stelling).79

Pasal 1238 KUH Perdata:

“Lembaga pernyataan lalai” ini adalah merupakan upaya hukum untuk

sampai kepada sesuatu fase, dimana debitur dinyatakan “ingkar janji”.

76 Hartono Hadi Suprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,(Yogyakarta: Liberty, 1984), h. 45

77 R. Setiawan, Hukum,.... h. 18

78 Abdukadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1981), h. 22

79 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Alumni, 2014),h. 10

Page 57: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

46

Pasal 1238 KUH Perdata:

“Yang berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan

sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demikian perikatannya

sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang akan harus dianggap

lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi.

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban

sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

dengan debitur. Dalam restatement of the law of contracts (Amerika

Serikat), wanprestasi atau breach of contracts dibedakan menjadi dua

macam, yaitu total breachts dan partial breachts. Total breachts artinya

pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan, sedangkan partial

breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan.

Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan

somasi oleh kreditur atau juru sita. Somasi itu minimal telah dilakukan

sebanyak tiga kali oleh kreditur atau juru sita. Apabila somasi itu tidak

diindahkannya maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan.

Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau

tidak.80

Wanprestasi atau breach of contract merupakan salah satu sebab

sehingga berjalannya kontrak menjadi terhenti. Dalam hal ini yang

dimaksud dengan wanprestasi adalah salah satu pihak atau lebih tidak

melaksanakan prestasinya sesuai dengan kontrak.81

Dalam melaksanakan prestasi tersebut, ada kalanya debitor tidak dapat

melaksanakan prestasi atau kewajibannya. Ada penghalang ketika debitor

melaksanakan prestasi dimaksud. Tidak terpenuhinya kewajiban itu ada dua

kemungkinan alasannya yaitu:

80 Salim H.S., Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: SinarGrafika, 2003), h. 98-99

81 Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti), 2002, h. 45

Page 58: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

47

a. Karena kesalahan debitor, baik karena kesengajaan maupun karena

kelalaian.

b. Karena keadaan memaksa (force majeure, overmacht), sesuatu yang

terjadi di luar kemampuan debitur, debitur tidak bersalah.

Apabila tidak terpenuhinya kewajiban prestasi disebabkan oleh

kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian, dan

kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka dikatakan bahwa

debitur melakukan wanprestasi. Istilah lain dari wanprestasi dalam bahasa

Indonesia adalah cidera janji atau ingkar janji.

Wanprestasi atau cidera janji adalah suatu kondisi dimana debitur tidak

melaksanakan kewajiban yang ditentukan di dalam perikatan, khususnya

perjanjian (kewajiban kontraktual). Wanprestasi dapat juga terjadi di mana

debitur tidak melaksanakan kewajibannya yang ditentukan dalam Undang-

Undang.

D. Putusan Pengadilan

1. Jenis Putusan Hakim

Putusan Deklarator, Putusan Constitutief dan Putusan Condemnatoir

adalah jenis putusan hakim ditinjau dari sifatnya.

a. Putusan deklarator atau deklaratif (declatoir vonnis) adalah pernyataan

hakim yang tertuang dalam putusan yang dijatuhkannya. Pernyataan itu

merupakan penjelasan atau penetapan tentang sesuatu hak atau title

maupun status dan pernyataan itu dicantumkan dalam amar atau diktum

putusan. Karakteristik putusan declaratoir: berbentuk penetapan atau

beschiking, berbunyi "menyatakan", tidak memerlukan eksekusi, tidak

merubah atau menciptakan suatu hukum baru, melainkan hanya

memberikan kepastian hukum semata terhadap keadaan yang telah ada.

b. Putusan constitutief (constitutief vonnis) adalah putusan yang

memastikan suatu keadaan hukum, baik yang bersifat meniadakan suatu

keadaan hukum maupun yang menimbulkan keadaan hukum baru.

Page 59: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

48

Karakteristik putusan constitutief: selalu berkenaan dengan status hukum

seseorang atau hubungan keperdataan satu sama lain,tidak memerlukan

eksekusi. Diterangkan dalam bentuk putusan berbunyi "menetapkan"

atau memakai kalimat lain bersifat aktif dan bertalian langsung dnegan

pokok perkara, keadaan hukum baru tersebut dimulai sejak putusan

memperoleh kekuatan hukum tetap.

c. Putusan condemnatoir adalah putusan yang memuat amar yang

menghukum salah satu pihak yang berperkara. Putusan yang bersifat

kondemnator merupakan bagian yang tidak terpisah dari amar deklaratif

atau konstitutif.82

Karakteristik dari putusan condemnatoir: Terdapat pada perkara

kontentius, Bunyi putusan "menghukum" dan memerlukan eksekusi.

Apabila pihak terhukum tidak melaksanakan isi putusan dengan suka

rela, maka atas permohonan tergugat, putusan dapat dilakukan dengan

paksa oleh pengadilan yang memutusnya. Dapat dieksekusi setelah

memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali dalam hal vitvoer baar

bijvoorraad, yaitu putusan yang dilaksanakan terlebih dahulu meskipun

ada upaya hukum (putusan serta merta). Putusan condemnatoir dapat

berupa menyerahkan sesuatu, melakukan suatu perbuatan tertentu,

menghentikan suatu perbuatan/keadaan tertentu, membayar sejumlah

uang, atau mengosongkan tanah/bangunan.

Ketiga bentuk putusan tersebut di atas termasuk dalam putusan akhir,

dan dari ketiga bentuk putusan tersebut yang memerlukan pelaksanaan

putusan (eksekusi) hanyalah putusan akhir yang bersifat condemnatoir.

Sedangkan putusan yang lain, yaitu constitutief dan declaratoir, hanya

mempunyai kekuatan mengikat.

2. Kerangka Putusan dan Dasar Pertimbangan

Yudha Bhakti Ardiwisastra menjelaskan bahwa apabila pengertian

hukum diartikan secara terbatas sebagai keputusan penguasa dan dalam arti

82 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt58ed9048160ee/arti-putusan-deklarator--putusan-constitutief-dan-putusan-condemnatoir, diakses 22 Juli 2019, 21:12.

Page 60: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

49

yang lebih terbatas lagi sebagai keputusan hakim (Pengadilan) yang menjadi

pokok masalah adalah tugas dan kewajiban hakim dalam menemukan apa

yang dapat menjadi hukum, sehingga melalui keputusannya hakim dapat

dianggap sebagai salah satu faktor pembentuk hukum.

Selanjutnya Yudha Bhakti Ardhiwisastra menyatakan bahwa jadi tugas

penting dari hakim ialah menyesuaikan Undang-Undang dengan hal-hal

nyata di masyarakat. Apabila Undang-Undang tidak dapat dijalankan

menurut arti katanya hakim harus menafsirkannya. Dengan lain perkataan

apabila Undang-Undang tidak jelas, hakim wajib menafsirkannya sehingga

ia dapat membuat suatu keputusan yang adil dan sesuai dengan maksud

yaitu mencapai kepastian hukum. Karena itu orang dapat mengatakan

bahwa menafsirkan Undang-Undang adalah kewajiban hukum dari Hakim.83

Putusan pada dasarnya merupakan proses ilmiah dengan Majelis Hakim

sebagai poros utamanya. Majelis Hakim memegang peranan sentral dalam

membuat putusan atas memutus sengketa yang sedang ditanganinya.

Implementasi hukum dalam putusan Majelis Hakim mengacu pada kerangka

pikir tertentu yang dibangun secara sistematik. Doktrin atau teori hukum

(legal theory) memegang peranan penting dalam membimbing Majelis

Hakim menyusun putusan yang berkualitas dan mampu mengakomodir

tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum.84 Ketika

Hakim memeriksa dan mengadili perkara agar dapat melahirkan suatu

putusan yang adil, yang berkepastian hukum dan bermanfaat.

Dalam suatu putusan, pertimbangan hukum merupakan jiwa dan intisari

putusan. Pertimbangan hukum berisi analisis, argumentasi, pendapat atau

kesimpulan hukum dari Majelis Hakim yang memeriksa perkara. Dalam

pertimbangan hukum tersebut dikemukakan analisis yang jelas berdasarkan

Undang-Undang pembuktian tentang:

83 Yudha Bhakti Ardiwisastra, Penafsiran dan Konstruksi Hukum, Bandung: Alumni,2000, h. 9

84 Achmad Ali, “Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (JudicialPrudence), Cet-ketiga, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 213

Page 61: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

50

a. Apakah alat bukti yang diajukan Penggugat dan Tergugat memenuhi

syarat formil dan materil.

b. Alat bukti pihak mana yang mencapai batas minimal pembuktian.

c. Dalil gugat apa saja dan dalil bantahan apa saja yang terbukti.

a. Sejauh mana nilai kekuatan pembuktian yang dimiliki para pihak.85

Selanjutnya diikuti dengan analisis, hukum apa yang diterapkan

menyelesaikan perkara tersebut. Bertitik tolak dari analisis itu,

pertimbangan melakukan argumentasi yang objektif dan rasional, pihak

mana yang mampu membuktikan dalil gugat atau dalil bantahan sesuai

dengan ketentuan hukum yang diterapkan. Dari hasil argumentasi itulah

Majelis Hakim menjelaskan pendapatnya apa saja yang terbukti dan yang

tidak, dirumuskan menjadi kesimpulan hukum sebagai dasar landasan

penyelesaian perkara yang akan dituangkan dalam diktum putusan.86

Pasal 50 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman berbunyi:

”Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga

memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk

mengadili”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam suatu putusan

Majelis Hakim harus mengemukakan analisis, argumentasi, pendapat,

kesimpulan hukum, dan harus pula memuat alasan dan dasar putusan, juga

memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk

mengadili.

E. Kerangka Teori

Teori Tanggung Jawab Hukum

85 M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan: Zahir Trading, 1975), h.809

86 M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional,.... h. 809

Page 62: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

51

Hans Kelsen menguraikan teori tentang pertanggungjawaban dalam

hukum yaitu suatu konsep terkait dengan konsep kewajiban hukum

(responsibility) adalah konsep tanggung jawab hukum (liability). Seseorang

dikatakan secara hukum bertanggung jawab untuk suatu perbuatan tertentu

adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang

berlawanan. Normalnya, dalam suatu kasus sanksi dikenakan terhadap pelaku

(deliquent) adalah karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut

harus bertanggung jawab.87

Menurut Hans Kelsen kewajiban hukum tidak lain merupakan norma

hukum positif yang memerintahkan perilaku seorang individu dengan

menetapkan sanksi atas perilaku yang sebaliknya.88 Seorang individu secara

hukum diwajibkan untuk berperilaku dengan cara tertentu, Individu yang

dikenakan sanksi dikatakan bertanggungjawab atau secara hukum

bertanggungjawab atas pelanggaran.

Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa: ”Kegagalan untuk

melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan

(negligence) dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari

kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena

mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang

membahayakan." Hans Kelsen selanjutnya membagi mengenai tanggung jawab

terdiri dari:89

1. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertangung jawab

terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;

2. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu

bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;

87 Hans Kelsen, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, terjemahan Jimly Asshiddiqie dkk,Cet-Kedua, (Jakarta: Konstitusi Press, 2012), h. 56

88 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif, (Bandung:Nusamedia, 2014), h. 132

89 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien dkk, (Bandung: NusaMedia, 2014), h. 140

Page 63: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

52

3. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang

individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena

sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;

4. Pertanggung jawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu

bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak

sengaja dan tidak diperkirakan.

Menurut Munir Fuady, Indonesia sebagai penganut sistem hukum Eropa

Kontinental mengenal macam-macam tanggung jawab hukum adalah sebagai

berikut :

1. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian)

sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

2. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalaian,

sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUH Perdata;

3. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas

ditemukan dalam Pasal 1376 KUH Perdata.

Sanksi keperdataan adalah sanksi yang dijatuhkan terhadap kesalahan yang

terjadi karena wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige

daad)90. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUH Perdata, maka suatu

perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur yaitu adanya

suatu perbuatan, perbuatan tersebut melawan hukum, adanya kesalahan dari

pihak pelaku, adanya kerugian bagi korban, adanya hubungan kausal antara

perbuatan dengan kerugian.91

Selain pengenaan sanksi keperdataan yang dijatuhkan terhadap pihak yang

melakukan perbuatan melawan hukum, menurut Philipus M. Hadjon tanggung

jawab administrasi yang meliputi paksaan pemerintah (bestuurdwang),

penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin,

90 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalamPembuatan Akta,(Bandung: Mandar Maju, 2011), h. 195

91 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, (Bandung: CitraAditya Bakti, 2002), h. 10

Page 64: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

53

pembayaran, subsidi), pengenaan denda administratif, pengenaan uang paksa

oleh pemerintah (dwangsom).92

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pengakuan Utang

Oleh Perusahaan Pembiayaan/Finance Dalam Perjanjian Kredit Tanpa

Agunan” yang diketahui berdasarkan penelusuran atas hasil-hasil penelitian

hukum, khususnya di Lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, belum pernah dilakukan. Namun

demikian terdapat beberapa judul penelitian yang terkait dengan judul skripsi

penulis melalui penelitian yang dilakukan sebelumnya, yaitu:

1. Winne Fauza Primadewi, dengan judul tesis Tinjauan Yuridis Terhadap

Pemberian Kredit Tanpa Agunan Untuk Perorangan (Studi Kasus Pada

Bank Mandiri). Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum

Universitas Indonesia Depok Tahun 2012.

Dalam skripsi ini dengan skripsi peneliti terdapat adanya persamaan

perbedaan. Persamaannya adalah dalam skripsi diatas terdapat sebuah

perjanjian kredit tanpa agunan yang sama dengan skripsi penulis namun

dikaitkan dengan permasalahan yang berbeda. Perbedaannya adalah skripsi

diatas membahas perjanjian kredit tanpa agunan yang dilakukan di Bank.

Sedangkan peneliti, membahas perjanjian kredit tanpa agunan yang dilakukan

di Perusahaan Pembiayaan Finance.

2. Gustav Romli Sianipar, dengan judul skripsi Wanprestasi Debitur Dalam

Perjanjian Pembiayaan Konsumen Pada Perusahaan PT. Adira Finance di

Kota Singkawang

Perbedaannya dan persamaannya dengan skripsi peneliti adalah

persamaannya penelitian ini menggunakan objek yang sama yakni di

perusahaan PT. Adira Finance, perbedaannya skripsi ini membahas secara

langsung permasalahan wanprestasi yang dilakukan oleh debitur berdasarkan

92 Philipus M. Hadjon (et,all), Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta:Gajah Mada University Press, 2015), h. 237

Page 65: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

54

kasus dilapangan dari perlakuan debitur secara langsung, sedangkan peneliti,

membahas permasalahan wanprestasi dari debitur yang dianalisa menurut

putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap untuk menilai putusan

hakim serta pertimbangannya dalam menyelesaikan perkara perjanjian kredit

tanpa agunan di pengadilan.

Page 66: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

55

BAB III

PERUSAHAAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

A. Profil Perusahaan Pembiayaan PT Adira Dinamika Multi Finance

1. Sejarah Singkat PT Adira Dinamika Multi Finance

PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk atau Adira Finance didirikan

pada tahun 1990 berdasarkan Akta Pendirian Nomor 131 tanggal 13

November 1990, dibuat di hadapan Misahardi Wilamarta, S.H., Notaris di

Jakarta, dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik

Indonesia berdasarkan Surat Keputusannya Nomor C2-19.HT.01.01.TH.91,

dan didaftarkan dalam register untuk maksud itu yang berada di Kantor

Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di bawah Nomor

34/Not.1991/PN.JKT.SEL pada tanggal 14 Januari 1991, serta diumumkan

dalam Tambahan Nomor 421 Berita Negara Republik Indonesia Nomor 12

tanggal 8 Februari 1991.

Sejak awal, PT Adira Dinamika Multi Finance telah berkomitmen

untuk menjadi perusahaan yang terbaik dan terkemuka di sektor pembiayaan

yang melayani pembiayaan beragam merek, baik untuk sepeda motor

maupun mobil, baru maupun bekas. Melihat pada adanya potensi untuk

mengembangkan usaha lebih lanjut, Adira Finance melakukan penawaran

umum perdana atas sahamnya pada tahun 2003, yang mana Bank Danamon

menjadi pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan saham sebesar

75%, dilanjutkan dengan melakukan akuisisi selanjutnya sebesar 20%

saham, menjadikan Bank Danamon memiliki kepemilikan saham sebesar

95% pada tahun 2009. Dengan demikian, Adira Finance menjadi bagian dari

Temasek Holdings, perusahaan investasi plat merah asal Singapura.

Memasuki tahun 2013, perekonomian Indonesia mulai mengalami

serangkaian tekanan. Pada kondisi ekonomi dunia di mana harga komoditas

masih melanjutkan tren penurunan yang memberikan indikasi telah

berakhirnya supercycle, ditambah lagi rencana pengurangan

stimulus(Quantitative Easing) oleh Federal Reserve, Amerika Serikat, yang

Page 67: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

56

menimbulkan kepanikan pada perekonomian secara global dan berujung

pada aliran dana asing keluar dari Indonesia.

Tekanan pada ekonomi global kemudian berdampak pada neraca

perdagangan Indonesia sepanjang tahun 2013 yang mencatatkan defisit

sebesar USD 7,3 miliar. Kondisi inipun turut membuat nilai tukar rupiah

terdepresi hingga ditutup pada Rp12.160 per dollar AS. Inflasi melonjak

hingga hingga menyentuh tingkat 8,38% pada tahun 2013, dan sebagai

langkah pengendalian inflasi, Bank Indonesia mengerek suku bunga acuan

secara bertahap hingga ditutup pada tingkat 7,5% pada akhir tahun 2013.

Dengan demikian, pada tahun 2013, Indonesia mencatatkan pertumbuhan

sebesar 5,8%.

Walaupun kesemua kondisi di atas tidak terlihat kondusif, namun

sesungguhnya perekonomian Indonesia masih kuat secara fundamental. Hal

ini dapat dilihat dari industri otomotif Indonesia yang masih mencatatkan

pertumbuhan pada tahun 2013, yakni tumbuh 9% untuk penjualan sepeda

motor nasional menjadi 7,8 juta unit dan 10% untuk penjualan mobil

nasional menjadi 1,3 juta unit.

Saat ini, Adira Finance telah berhasil menjadi salah satu perusahaan

pembiayaan otomotif terbesar di Indonesia berdasarkan pencapaian laba,

pembiayaan baru dan piutang yang dikelola. Dengan didukung oleh lebih

dari 28 ribu karyawan dan 667 jaringan usaha yang tersebar di berbagai

daerah di Indonesia, Adira Finance melayani lebih dari 3,7 juta konsumen

dengan jumlah piutang yang dikelola sebesar Rp48,3 triliun dan menguasai

pangsa pasar 12,6% untuk sepeda motor baru dan 5,4% untuk mobil baru.

Dengan pencapaian tersebut, Adira Finance menjadi kontributor yang

signifikan terhadap total portofolio Danamon. Di tahun 2013, Adira Finance

telah menyumbang 34% dari total portofolio dan 65% kepada segmen

kredit mass-market Bank Danamon. Guna menghadapi meningkatnya

tantangan dan risiko pada tahun 2014 ini, Perusahaan telah mendefinisikan

strategi korporasinya dengan tagline “Together We Go To The Next Level

Page 68: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

57

Through: Customer Engagement”, di mana strategi tersebut telah

dilakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan Perusahaan.1

2. Visi, Misi dan Nilai PT Adira Dinamika Multi Finance2

a. Visi PT Adira Dinamika Multi Finance

Menciptakan nilai bersama demi kesinambungan Perusahaan dan

kesejahteraan masyarakat Indonesia.

b. Misi PT Adira Dinamika Multi Finance

1) Menyediakan produk dan layanan yang beragam sesuai dengan siklus

kehidupan pelanggan;

2) Memberikan pengalaman yang menguntungkan dan bersahabat

kepada pemangku kepentingan;

3) Memberdayakan komunitas untuk mencapai kesejahteraan.

a. Nilai-Nilai Perusahaan

1) (Advance) Keunggulan

Satu langkah lebih baik dan lebih cepat dibandingkan orang lain

pada umumnya atau pesaing; Mempunyai gambaran ke depan yang

jelas dan terarah; dan Handal mengambil keputusan dengan cepat dan

tepat dalam segala keadaan.

2) (Discipline) Disiplin

Mengarah kepada sesuatu yang lebih baik melalui proses

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan perbaikan secara terus-

menerus; cara berpikir dan cara bersikap yang sesempurna mungkin;

dan bersikap disiplin sesuai dengan norma organisasi.

3) (Integrity) Integritas

Berkomitmen yang disertai dengan sikap yang konsisten; dapat

dipercaya (jujur dan tulus); Dapat menjaga etika usaha; Mempunyai

rasa memiliki yang tinggi; dan Menjadi panutan bagi karyawan

lainnya.

4) (Reliable) Dapat Diandalkan

1 https://adira.co.id/deskripsi-adira-finance/, diakses 12 April 2019.

2 https://adira.co.id/visi-misi-filosofi-dan-nilai/, diakses 12 April 2019.

Page 69: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

58

Mempunyai mental seorang juara, yang tercermin dari perilaku

yang senantiasa berpikir positif dan cerdas; dan Rasa tanggung jawab

yang penuh terhadap segala sesuatu yang dilakukan. (Accountable)

Akuntabilitas Menyampaikan sesuatu berlandaskan pada data fakta;

dan Keterbukaan yang obyektif dan bijaksana.

5) (Teamwork) Kerjasama

Sinergi; Bersedia berkorban satu sama lain; dan Tidak saling

menyalahkan satu sama lain.

6) (Obsessed) Motivasi Tinggi

Bekerja dengan proses yang benar dan berorientasi pada hasil yang

optimal; Motivasi yang tinggi dalam bentuk bersedia melakukan

pekerjaan lebih dan bersikap proaktif, Meningkatkan keahlian; dan

Saling menjaga atau memelihara satu sama lain.

Perjanjian Pembiayaan Konsumen di PT Adira Dinamika Multi

Finance Pranata Hukum “Pembiayaan Konsumen” dipakai sebagai

terjemahan dari istilah “Consumer Finance”. Pembiayaan konsumen ini

tidak lain dari sejenis kredit konsumsi (Consumer Credit). Hanya saja, jika

pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, sementara

kredit konsumsi diberikan oleh bank.3

Pembiayaan konsumen merupakan salah satu lembaga pembiayaan

yang dilakukan oleh suatu perusahaan finansial (consumer finance

company). Perusahaan pembiayaan konsumen adalah badan usaha yang

melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan

kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh

konsumen.4

Pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang

diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan

3 Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2014), h.162.

4 Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), 2001, h. 114.

Page 70: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

59

jasa yang akan langsung dikonsumsi oleh konsumen, dan bukan untuk

tujuan produksi ataupun distribusi.5

B. Permasalahan Perjanjian Kredit Tanpa Agunan antara Karyawan dengan

PT. Adira Dinamika Multi Finance

Daniel Sahertina merupakan seorang pekerja swasta, dan dulunya adalah

merupakan mantan karyawan PT. Adira Dinamika Multi Finance. Yang mulai

bekerja pada tahun 2008 sampai dengan Desember 2011, saat Daniel Sahertina

bekerja di PT. Adira Dinamika Multi Finance jabatan terakhirnya adalah

sebagai Marketing Manager untuk wilayah kerja sulawesi. Pada waktu Daniel

Sahertina masih bekerja di PT. Adira Dinamika Multi Finance, yaitu pada

bulan Oktober 2011, Daniel Sahertina mengambil kredit lunak tanpa

jaminan/agunan di PT. Adira Dinamika Multi Finance sebesar Rp 75.000.000

dengan jangka waktu kredit selama 60 bulan dengan angsuran setiap bulannya

sebesar Rp 1.250.000 terhitung mulai tanggal 26 Oktober 2011.

Dalam angsuran tiap bulannya dari Daniel Sahertina pada saat masih

menjadi karyawan PT. Adira Dinamika Multi Finance berjalan lancar, namun

setelah Daniel Sahertina mengajukan permohonan mengundurkan diri sebagai

karyawan PT. Adira Dinamika Multi Finance tanggal 30 Desember 2011 dan

secara efektif pada bulan Januari 2012, Daniel Sahertina sudah tidak lagi

menjadi karyawan dari PT. Adira Dinamika Multi Finance, maka untuk

angsuran bulan Januari 2012 Daniel mulai tidak melakukan pembayaran

angsuran atas pinjamannya tersebut.

Bahwa terdapat perjanjian pengakuan utang yang ditandatangani antara

Daniel Sahertina dengan PT. Adira Dinamika Multi Finance tertanggal 26

Oktober 2011 yang menyebutkan secara jelas mengenai Atas Utang tersebut,

apabila Daniel Sahertina mengundurkan diri atau diputuskan hubungan kerja

dari perusahaan/ meninggal dunia maka saya/ahli waris saya bersedia

membayar lunas seluruh utang yang masih tersisa paling lambat 2 minggu

5 Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, A. Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga KeuanganLain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), h. 149

Page 71: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

60

sebelum resign atau dipotong langsung dari gaji dan insentif/bonus/uang pisah

pada bulan yang bersangkutan. Jika sampai dengan batas waktu yang telah

ditentukan, saya/ahli waris bersedia mengahadapi tuntutan dari perusahaan

sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

Pada saat Daniel Sahertina mengajukan permohonan pengunduran diri dari

Karyawan pada tanggal 30 Desember 2011, Daniel Sahertina telah membayar 2

kali angsuran untuk periode bulan November dan bulan Desember 2011

sebesar Rp 2.500.000, dan ditambah dengan persetujuan dari Daniel Sahertina

untuk dipotong langsung dari Uang Pisah Sebesar Rp 12.432.000, dengan

demikian maka posisi utang Daniel Sahertina masih tersisa sebesar Rp

60.068.693.

Sejak Daniel Sahertina tidak lagi menjadi karyawan di PT. Adira

Dinamika Multi Finance, maka Daniel Sahertina sudah tidak lagi melakukan

pelunasan atas sisa utangnya kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance

tersebut yang seharusnya Daniel Sahertina selesaikan dan dilunasi seluruhnya

dalam jangka waktu 2 minggu setelah Daniel Sahertina mengundurkan diri dan

tidak bekerja lagi di PT. Adira Dinamika Multi Finance sesuai dengan surat

perjanjian pengakuan utang yang telah ditandatangani oleh Daniel Sahertina.

Setelah tidak dilakukannya pembayaran pelunasan atas sisa utang yang

dilakukan oleh Daniel Sahertina, maka PT. Adira Dinamika Multi Finance

memberikan peringatan baik melalui telepon maupun peringatan secara tertulis

kepada Daniel Sahertina dan atas peringatan tertulis tersebut, kemudian Daniel

Sahertina pada tanggal 28 Februari 2012 via transfer telah membayar sebesar

Rp 20.000.000 sehingga dengan pembayaran transfer tersebut Daniel Sahertina

masih mempunyai kekurangan utang yang belum dibayar sebesar Rp

40.068.000.

Atas kredit pinjaman lunak yang diberikan oleh Daniel Sahertina kepada

PT. Adira Dinamika Multi Finance sebesar Rp 75.000.000, maka PT. Adira

Dinamika Multi Finance setelah melakukan perhitungan dengan Daniel

Sahertina telah disepakati utang sebesar Rp 75.000.000, angsuran pembayaran

Rp 34.932.000, sisa utang Daniel Sahertina adalah Rp 40.068.000. kemudian

Page 72: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

61

setelah Daniel Sahertina melakukan pembayaran via transfer pada tanggal 28

Februari 2012 sampai dengan sekarang, Daniel Sahertina sudah tidak

melakukan pembayaran pelunasan atas sisa utang tersebut dengan demikian

maka Daniel Sahertina telah mengabaikan dan tidak menepati isi dari

perjanjian serta telah melanggar perjanjian.

PT. Adira Dinamika Multi Finance sudah memberikan surat peringatan

berkali-kali kepada Daniel Sahertina untuk menyelesaikan pelunasan atas sisa

utangnya kepada PT. Adira Dinamika Multi F inance, namun, Daniel

Sahertina hanya selalu berjanji baik lisan atau pun dengan pernyataan secara

tertulis kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance dengan janji untuk

menyelesaikan, akan tetapi kenyataannya tidak pernah ada realisasinya, dengan

demikian Daniel Sahertina telah melalaikan terhadap kewajibannya dalam

melakukan pembayaran pelunasan utangnya, sehingga Daniel Sahertina telah

melakukan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi kepada PT. Adira Dinamika

Multi Finance. Pada saat Daniel Sahertina berupaya untuk menyelesaikan

masalah ini secara musyawarah kekeluargaan, namun agaknya PT. Adira

Dinamika Multi Finance tidak menyambut baik usaha penyelesaian secara baik

yang ditawarkan oleh Daniel Sahertina tersebut sehingga dengan terpaksa

Daniel Sahertina menempuh penyelesaian melalui jalur hukum supaya ada

kepastian hukum.

Dalam gugatan yang diajukan oleh PT. Adira Dinamika Multi Finance

untuk menjamin agar gugatan ini tidak sia-sia dikemudian hari, maka PT.

Adira Dinamika Multi Finance memohon kepada Pengadilan Negeri Salatiga

untuk meletakkan sita jaminan harta kekayaan milik Daniel Sahertina yang

berupa:

1. Tanah dengan sertifikat Hak Milik yang luasnya: 120 M2 berikut

bangunan rumah yang diatasnya dengan batas-batasnya:

a. Sebelah Utara : Jalan

b. Sebelah Timur : Rumah milik Bapak Sasongko

c. Sebelah Selatan : Rumah milik Bapak Irfan

d. Sebelah Barat : Jalan

Page 73: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

62

Yang terletak di Jl. Merdeka Utara Blok G 15 RT.04/RW.14,

Kelurahan Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga.

Satu buah bangunan bertingkat yang terbuat dari kerangka kayu,

dinding tembok, lantai keramik atap genteng.

Barang-barang yang diduga milik Daniel Sahertina baik yang

bergerak maupun yang tidak bergerak, saham-saham, ijin-ijin usaha,

tanah-tanah kosong yang ada sekarang maupun yang ditemukan

dikemudian hari.

Menghukum kepada Daniel Sahertina untuk membayar uang

paksa/dwangsom sebesar Rp 500.000 setiap harinya atas keterlambatan

dalam pemenuhan pembayaran ini terhitung sejak perkara ini diputus oleh

Pengadilan Negeri sampai mempunyai kekuatan hukum tetap.

Page 74: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

63

BAB IV

PERKARA PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN

A. Analisis Yuridis Pengakuan Utang dalam Perjanjian Kredit Tanpa

Agunan

Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara debitur dengan

kreditur yang melahirkan hubungan utang piutang, dimana debitur

berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh kreditur

dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.1

Secara implisit pernyataan tersebut, memberikan penjelasan bahwa yang

dituangkan dalam perjanjian kredit memuat hak dan kewajiban dari debitur dan

kreditur yang kemudian perjanjian kredit ini diharapkan akan membuat para

pihak yang terikat dalam perjanjian, memenuhi segala kewajibannya dengan

baik.

Kredit tanpa agunan merupakan salah satu produk perusahaan pembiayaan

konsumen dalam bentuk pemberian fasilitas pinjaman tanpa adanya suatu aset

yang dijadikan jaminan atas pinjaman tersebut. Oleh karena tidak adanya

jaminan yang menjamin pinjaman tersebut maka keputusan pemberian kredit

semata adalah berdasarkan pada riwayat kredit dari pemohon kredit secara

pribadi, atau dalam arti kata lain bahwa kemampuan melaksanakan kewajiban

pembayaran kembali pinjaman adalah merupakan pengganti jaminan.

Keuntungan kredit tanpa agunan persyaratan mudah dan proses yang cepat

tidak memakai agunan atau jaminan.2 Oleh karena itu, ketika terjadi

permasalahan dalam pembayaran kredit karena tidak adanya jaminan/agunan

sehingga membuat pihak debitur harus memberikan seluruh harta kekayaan

miliknya kepada pihak kreditur sebagai jaminan. Hal ini ditentukan

berdasarkan pada Pasal 1131 KUH Perdata, bahwa harta kekayaan milik

debitur seluruhnya menjadi jaminan terhadap jumlah utang yang harus

1 Gazali S Djoni, Usman, Rahmadi, Hukum Perbankan, (Jakarta: SinarGrafika, 2010),h. 1

2 Elisa Andriyani, Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Tanpa Agunan di PT. BankCIMB Niaga, Tbk. Cabang Semarang, Diponegoro Law Review, Vol 1 No. 2 Tahun 2013, h. 3

Page 75: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

64

dibayarkan olehnya. Hal ini tentu tidaklah diketahui secara umum oleh orang-

orang yang menerima Kredit Tanpa Agunan tersebut yakni debitur, karena

tidak dikemukakan secara transparan oleh pihak perusahaan sebagai pemberi

Kredit Tanpa Agunan, sehingga apabila terjadi wanprestasi dari pihak debitur,

maka pihak perusahaan akan melakukan exsekus berdasarkan Pasal 1131 KUH

Perdata.

Dalam pelaksanaan perjanjian tidak menutup kemungkinan terjadinya

pengingkaran perjanjian, yang lazimnya dalam bahasa hukum dikenal dengan

istilah wanprestasi yang diartikan sebagai kelalaian oleh debitur untuk

memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.3

Namun perlu diketahui bahwa penjelasan yang mengartikan wanprestasi belum

dapat dikatakan, saat debitur lalai memenuhi kewajibannya untuk

melaksanakan pelunasan. Hal tersebut baru dianggap terjadi, apabila sudah

diberikannya teguran berupa somasi pernyataan lalai dari pihak kreditur kepada

debitur. Tenggang waktu tersebut berkaitan dengan asas itikad baik yang

tertulis dalam Pasal 1338 Ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi “suatu

perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Artinya adalah pihak

kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan

kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan yang baik dari para

pihak.4 Ada empat akibat apabila terjadi wanprestasi

1. Perikatan tetap ada

2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH

Perdata)

3. Beban risiko beralih untuk kerugian debitur jika halangan itu timbul setelah

debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari

pehak kreditur, oleh karena itu debitur tidak dibenarkan untuk berpegang

pada keadaan memaksa.

3 Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, Akhmad Budi Cahyono, Hukum PerdataSuatu Pengantar, (Jakarta: Gitama Jaya Jakarta 2005), h. 151

4 M. Muhtarom, Asas-asas Hukum Perjanjian:Suatu Landasan Dalam PembuatanKontrak, Jurnal Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014, h. 50

Page 76: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

65

4. Jika perikatan lahir dari perikatan timbal balik kreditur dapat membebaskan

diri dari kewajibannya memberi kontra prestasi dengan menggunakan Pasal

1266 KUH Perdata.

5. Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan atau pembatalan perjanjian

yang disertai dengan pembayaran ganti rugi Pasal 1267 KUH Perdata.

Disamping debitur harus menanggung hal tersebut diatas, maka yang dapat

dilakukan kreditur dalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima

kemungkinan sebagai berikut Pasal 1276 KUH Perdata.

1. Memenuhi/ melaksanakan perjanjian

2. Memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi

3. Membayar ganti rugi

4. Membatalkan perjanjian dan

5. Membatalkan perjanjian disertai ganti rugi

Dari akibat-akibat hukum di atas, kreditur dapat memilih di antara

beberapa kemungkinan tuntutan terhadap debitur, apakah menurut pemenuhan

perikatan atau pemenuhan perikatan yang disertai ganti kerugian atau ganti

kerugian saja atau menuntut pembatalan perjanjian lewat hakim yang disertai

dengan ganti kerugian.5

Dalam Pasal-Pasal KUH Perdata yang telah disebutkan di atas mengatur

mengenai akibat hukum atau sanksi terhadap debitur yang telah melakukan

wanprestasi dengan tujuan untuk melindungi kepentingan kreditur yang telah

dirugikan oleh debitur.

Selain itu ada pula bentuk wanprestasi ini antara lain adalah:

1. Debitur Tidak Berprestasi

Artinya ialah bahwa debitur sama sekali tidak memberikan prestasi.

Penyebabnya timbul karena debitur memang tidak mau berprestasi atau bisa

juga disebabkan karena memang kreditur obyektif tidak mungkin

berprestasi lagi atau secara subyektif tidak ada gunanya lagi untuk

berprestasi.

2. Debitur Keliru Berprestasi

5 Salim H.S., Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak,.... h. 98

Page 77: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

66

Debitur ini maksudnya adalah memang dalam pikirannya telah

memberikan prestasinya, tetapi dalam kenyataannya yang diterima kreditur,

prestasi itu lain atau berbeda dengan apa yang diperjanjikan. Misalnya,

Kreditur membeli bawang putih, ternyata yang dikirim bawang merah,

dalam hal demikian kita tetap beranggapan bahwa debitur tidak berprestasi.

Pada sub bagian ini jadi tidak berprestasi termasuk “Penyerahan prestasi

yang tidak sebagaimana mestinya” dalam arti tidak sesuai dengan yang

diperjanjikan.6

3. Debitur Terlambat Berprestasi

Berbeda dengan ketentuan diatas, dalam hal ini debitur telah

berprestasi, serta obyek prestasinya sesuai dengan yang ada dalam

perjanjian, tetapi waktu pemenuhan prestasinya tidak sesuai dengan

sebagaimana yang telah diperjanjikan.

Penyelesaian sengketa dari adanya wanprestasi yang dilakukan oleh

debitur terhadap kreditur ini dapat dilakukan melalui beberapa alternatif

penyelesaian sengketa yaitu negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase.

Apabila kita baca rumusan Pasal 1 Angka 10 dan alenia ke sembilan dari

Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, dikatakan bahwa

masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain dalam melakukan

penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara

konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.7

Sementara itu yang dimaksud alternatif penyelesaian sengketa adalah suatu

pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara

mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Menurut

Pasal 6 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 pada dasarnya para

pihak dapat berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul di antara

mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya harus

dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak.

6 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global,.... h. 128

Page 78: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

67

Dalam kasus Terjadinya wanprestasi pada kegiatan pembiayaan konsumen

oleh PT. Adira Dinamika Multi Finance ini merupakan wanprestasi dalam

bentuk debitur keliru berprestasi. Wanprestasi dalam perjanjian kredit tanpa

agunan dalam kegiatan pembiayaan konsumen antara PT. Adira Dinamika

Multi Finance dan Daniel Sahertina selaku mantan karyawan dari PT. Adira

Dinamika Multi Finance disebabkan oleh beberapa faktor yaitu karena

perbedaan prestasi yang dilakukan dengan apa yang diperjanjikan.

Berdasarkan pada perjanjian kredit dalam hal ini PT. Adira Dinamika

Multi Finance tidak menerapkan analisis, terhadap penilaian agunan kepada

seluruh karyawan PT. Adira Dinamika Multi Finance yang telah melakukan

perjanjian kredit, karena perjanjian kredit yang diberikan PT. Adira Dinamika

Multi Finance ini didasarkan atas kepercayaan serta kemampuan dari karyawan

untuk melakukan perjanjian kredit.

Dalam kasus dan perkara antara PT. Adira Dinamika Multi Finance

dengan Daniel Sahertina sebagai salah satu karyawan yang bekerja di PT.

Adira Dinamika Multi Finance dan melakukan pengambilan kredit lunak tanpa

jaminan/agunan sebesar Rp 75.000.000 dengan jangka waktu kredit selama 60

bulan dengan angsuran setiap bulannya sebesar Rp 1.250.000 yang dilakukan

dengan cara potong gaji dari karyawan terhitung mulai tanggal 26 Oktober

2011.

Dalam pelaksanaannya untuk angsuran tiap bulannya dari Daniel Sahertina

pada saat masih menjadi karyawan PT. Adira Dinamika berjalan dengan lancar,

namun pada waktu Daniel Sahertina mengajukan permohonan mengundurkan

diri sebagai karyawan PT. Adira Dinamika Multi Finance padal tanggal 30

Desember 2011 dan secara efektif pada bulan Januari 2012 Daniel Sahertina

sudah tidak menjadi karyawan dari PT. Adira Dinamika Multi Finance,

kemudian untuk angsuran bulan Januari 2012 Daniel Sahertina mulai tidak

melakukan pembayaran angsuran atas pinjamannya kepada PT. Adira

Dinamika Multi Finance. sehingga jelas dikatakan bahwa Daniel Sahertina

sebagai debitur telah melakukan wanprestasi terhadap kreditur.

Page 79: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

68

Kemudian penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh PT. Adira Dinamika

Multi Finance pertama adalah meminta negosiasi kepada Daniel Sahertina

untuk menyelesaikan masalah wanprestasi dalam perjanjian kredit ini secara

musyawarah kekeluargaan. Karena menurut Joni Emirzon, negosiasi dapat

diartikan sebagai suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui

proses peradilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja

sama yang lebih harmonis dan kreatif. Di sini para pihak berhadapan langsung

secara seksama dalam mendiskusikan permasalahan yang mereka hadapi

dengan cara kooperatif dan saling terbuka.8 Dan kedua upaya penyelesaian

sengketa yang dilakukan oleh PT. Adira Dinamika Multi Finance adalah

mediasi oleh Majelis Hakim. Namun, Daniel Sahertina tidak menyambut baik

usaha penyelesaian secara baik yang ditawarkan oleh PT. Adira Dinamika

Multi Finance sehingga dengan terpaksa kreditur menempuh penyelesaian

melalui jalur hukum supaya ada kepastian hukum.

Kepastian hukum merupakan hal yang penting dalam perjanjian

pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa agunan, hal ini dilakukan sebagai

suatu bentuk perlindungan terhadap kreditur dan kepastian hukum terhadap hak

kreditur dalam pelunasan utang apabila debitur wanprestasi serta bagi pihak

debitur jika kreditur melanggar ketentuan yang telah disepakati. Bentuk dari

perlindungan hukum terhadap kreditur seperti yang tertera dalam Buku III

KUH Perdata Bab kesatu tentang perikatan-perikatan pada umumnya Pasal

1237 Ayat (2) KUH Perdata, Pasal 1243-1252, Pasal 1266, Pasal 1267, Pasal

1276 KUH Perdata yang mengatur apabila debitur melakukan wanprestasi

disertai juga pengaturan mengenai sanksi kepada debitur dari akibat hukum

wanprestasi yang dilakukan.

Bahwa dalam Perjanjian ini merupakan perbuatan hukum yang

menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan

hukum dan dengan cara demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang

8 Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Jakarta: GramediaPustaka Utama, 2001), h. 44

Page 80: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

69

merupakan tujuan para pihak.9 Perjanjian menciptakan hubungan hukum antara

pihak-pihak yang membuat, yaitu hubungan hukum yang menimbulkan

kewajiban bagi para pihak.

Menentukan akibat hukum wanprestasi pada perjanjian pembiayaan

konsumen oleh Daniel Sahertina sebagai pihak debitur sehingga dapat

memutuskan bahwa Mantan Karyawan PT. Adira Dinamika Multi Finance ini

memang melakukan wanprestasi dan menghukum agar Daniel Sahertina selaku

debitur untuk melakukan pembayaran pelunasan utang. Pertama, Majelis

Hakim dalam mempertimbangkan dalil Pengugat telah terjadi perjanjian

pembiayaan konsumen antara Penggugat dengan Tergugat. Perjanjian

pembiayaan konsumen tersebut telah diikat dengan kesepakatan pembayaran

yang dilakukan dengan gaji/insentif/bonus yang ditandatangani oleh kedua

belah pihak. Dalil Penguggat tersebut telah dinyatakan sah dan mengikat

perjanjian utang/pengakuan utang yang dibuat oleh penggugat dengan tergugat

tanggal 26 Oktober.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata yang berisi tentang

Perbuatan Melawan Hukum menyebutkan: “Setiap perbuatan melawan hukum

yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan

orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti

kerugian”. Bahwa perbuatan melawan hukum sesuai dengan Rumusan Hoge

Raad sebelum tahun 1919 adalah suatu perbuatan yang melanggar hak

subyektif orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si

pembuat sendiri yang telah diatur dalam Undang-Undang.

Pada perjanjian pengakuan utang yang dibuat oleh penggugat dan tergugat,

penggugat menerima permohonan pengunduran diri yang diajukan oleh

tergugat. Melalui diskusi dan pertimbangan pimpinan dari manajemen

perusahaan penggugat, agar tidak terjadi permasalahan setelah proses

pengunduran diri. Bahwa salah satu pertimbangan utama dari keputusan

pengajuan pengunduran diri tergugat adalah adanya pernyataan dari pimpinan

9 Harlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2009), hal. 67

Page 81: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

70

tergugat yang menyatakan bahwa semua hak tergugat termasuk di dalamnya

adalah pemberian bonus akhir tahun akan diberikan.

Dalam hal ini pihak penggugat sudah melawan hak dan melanggar hak

subjektif dari pihak tergugat dengan menerima permohonan pengunduran diri

dari tergugat, namun meminta kepada tergugat untuk menyelesaikan dan

melunasi utang dalam jangka waktu 2 minggu setelah tergugat mengundurkan

diri dan tidak bekerja lagi kepada penggugat. Hal ini sangat bertentangan

dengan klausul dalam Surat Pengakuan Utang yang justru mewajibkan

pelunasan dan penyelesaian seluruh sisa utang dilakukan paling lambat 2

minggu sebelum resign. Seharusnya saat surat permohonan itu diterima, maka

ketentuan mengenai kewajiban untuk melakukan pelunasan dan penyelesaian

atas sisa utang dalam waktu 2 minggu sebelum resign menjadi tidak berlaku.

Serta penggugat melanggar hak dari tergugat untuk mendapatkan Bonus

Tahunan dan pengembalian biaya/ongkos pemulangan/pengembalian karyawan

ke tempat asal. Sehingga ini menjelaskan bahwa pihak penggugat telah

melakukan Perbuatan Melawan Hukum dan karena hal ini penggugat wajib

untuk membayar kerugian kepada pihak tergugat, dengan ganti kerugian yaitu:

1. Ganti kerugian atas bonus tahunan yang tidak diterima sebesar Rp

43.240.000.

2. Ganti kerugian atas biaya ongkos pemulangan/pengembalian karyawan ke

tempat asal termasuk biaya pindah barang sebesar Rp 7.500.000.

Dengan ini total ganti kerugian yang harus dibayarkan oleh pihak

penggugat dalam perjanjian pembiayaan konsumen kepada pihak tergugat

adalah sebesar: Rp 50.740.000.

B. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung

Nomor 1664 K/Pdt/2014

Wibawa, pengayoman, kepastian hukum dan keadilan merupakan syarat

mutlak bagi sebuah negara yang berdasarkan atas hukum. Seluruh hakim harus

berupaya mengharmonisasikan keadilan berdasarkan ketentuan Undang-

Undang (legal justice), keadilan berdasarkan moralitas (moral justice) dan

Page 82: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

71

keadilan berdasarkan keinginan masyarakat (social justice). Mahkamah Agung

Republik Indonesia sebagai pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan

yang berada di bawahnya, seyogyanya diisi oleh Para Hakim Agung yang

berperan sebagai pembaru hukum untuk mewujudkan pengadilan yang bersih.

Wewenang dan tugas hakim yang sangat besar menuntut tanggungjawab yang

tinggi, sehingga putusan pengadilan diucapkan demi keadilan dan berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.10

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014 merupakan putusan

atas perkara antara:

1. PT. Adira Dinamika Multi Fnance, yang diwakili oleh kuasa Direksi Ingrid

Setiadharma, berkedudukan di Gedung Landmark Center Tower A. Lantai

26-31, Jalan Jenderal Sudirman Kavling Nomor 1, Jakarta Selatan dalam

hal ini memberi kuasa kepada Sarkono, S.H., dan kawan, Para Advokat

pada Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Sarkono, S.H., dan Rekan

beralamat di Jalan Plamongan Raya A 348 Perumahan Plamongan Hijau,

Semarang, Jawa Tengah, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 30

April 2014, Termohon Kasasi dahulu Penggugat/Terbanding.

2. DANIEL SAHARTIAN,S.E., bertempat tinggal di Jalan Merdeka, Utara

Blok G 15, RT. 04, RW. 14 Sidorejo Lor, Kelurahan Sidorejo, Kecamatan

Salatiga, Kota Salatiga, dalam hal ini memberi kuasa kepada Yudo

Praptono Kartodinoto,S.H., Advokat/Penasehat Hukum pada Kantor

Hukum Yudo Kartodinoto & Asc., beralamat di Jalan Cemara II/5,

Salatiga, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2013, Pemohon

Kasasi dahulu Tergugat/Pembanding.

Sebelum perkara ini diajukan ke pengadilan, pihak penggugat telah

memberikan peringatan baik melalui telepon maupun peringatan secara tertulis

kepada Tergugat, atas peringatan tertulis dari penggugat kemudian tergugat

pada tanggal 28 Februari 2012 via transfer telah membayar sebesar Rp

20.000.000 sehingga dengan pembayaran transfer tersebut tergugat masih

10 Dudu Duswara, Mengembalikan Kewibawaan Mahkamah Agung Sebagai Peradilanyang Agung, Jakarta: MA RI, Jurnal Konstitusi, Vol. 10 Nomor 1, Maret 2013, h. 1

Page 83: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

72

mempunyai kekurangan utang yang belum dibayar sebesar Rp 40.068.000.

setelah itu tergugat sudah tidak lagi melakukan pembayaran utang penggugat

atas sisa utang yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab dari tergugat

tersebut dengan demikian maka tergugat telah mengabaikan dan tidak menepati

isi dari perjanjian serta telah melanggar perjanjian.

Bahwa Penggugat sudah mengingatkan dan memberikan surat peringatan

berkali-kali kepada Tergugat untuk menyelesaikan pelunasan atas sisa

utangnya kepada Pengugat akan tetapi Tergugat hanya selalu berjanji baik lisan

atau pun dengan pernyataan secara tertulis kepada Penggugat dengan janji

untuk menyelesaikan, akan tetapi kenyataannya tidak pernah ada realisasinya,

dengan demikian Tergugat telah melalaikan terhadap kewajibannya dalam

melakukan pembayaran pelunasan utangnya, sehingga Tergugat telah

melakukan perbuatan ingkar janji atau wansprestasi kepada Penggugat. Karena

Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji kepada Penggugat, maka

Tergugat wajib untuk membayar pelunasan atas sisa utangnya sebesar Rp

40.068.000 secara tunai dan seketika kepada penggugat.

Walaupun Penggugat telah berupaya untuk menyelesaikan masalah ini

secara musyawarah kekeluargaan, namun Tergugat tidak menyambut baik

usaha penyelesaian secara baik yang ditawarkan oleh Penggugat tersebut

sehingga dengan terpaksa Penggugat menempuh penyelesaian melalui jalur

hukum supaya ada kepastian hukum.

Setelah perkara ini masuk ke pengadilan Majelis hakim pun, telah

mengupayakan perdamaian diantara para pihak berperkara yang hadir

dipersidangan melalui Lembaga Mediasi sebagaimana diatur dalam Peraturan

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 dengan

difasilitasi Hakim Mediator, namun berdasarkan laporan upaya perdamaian

tersebut tidak berhasil atau gagal, sehingga oleh Majelis Hakim pemeriksaan

perkara ini dilanjutkan dengan gugatan dari Penggugat.

Di tingkat pertama, PN Salatiga telah mengambil putusan, di dalam

Putusan Nomor 23/Pdt.G/2013/PN.Sal tanggal 21 Maret 2013 yaitu

mengabulkan sebagian gugatan penggugat. PN Salatiga menyatakan sah dan

Page 84: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

73

mengikat perjanjian utang/pengakuan utang yang dibuat oleh penggugat

dengan tergugat tanggal 26 Oktober 2011 dibuktikan dengan Fotocopy Surat

Pengakuan utang oleh Daniel Sahertina, menyatakan menurut hukum tergugat

telah melalaikan kewajibannya dengan tidak melakukan pembayaran pelunasan

atas sisa utangnya kepada Penggugat, sehingga tergugat dinyatakan telah

melakukan perbuatan ingkar janji, menghukum tergugat untuk membayar

pelunasan atas sisa utang/kewajiban yang belum diselesaikan oleh Tergugat

sebesar Rp 40.068.000, menghukum tergugat untuk membayar semua biaya

yang timbul dalam perkara ini.

Bahwa berdasarkan putusan PN Salatiga ini, dalam pertimbangan hakim

penggugat telah mengajukan surat-surat bukti berupa:

1. Fotocopy Formulir Permohonan Program Retention atas nama Daniel

Stevantus Sahertina,

2. Fotocopy Permohonan pinjaman Karyawan atas nama Daniel Stevanius

Sahertina,

3. Fotocopy blangko transfer melalui bank Danamon yang ditujukan ke

rekening tujuan Daniel S Sahertina sebesar Rp 75.000.000 tanggal 26

September 2011,

4. Fotocopy Surat Pengakuan Utang oleh Daniel Stevanus Sahertina,

5. Fotocopy Surat Pengunduran Diri dari Daniel Stevanus Sahertina tertanggal

30 Desember 2011 yang ditujukan kepada Bp. Simon Yauwinas,

6. Fotocopy surat jawaban dari Daniel Stevanus Sahertina kepada Pemimpin

PT. Adira Dinamika Multi Finance, tanggal 9 Februari 2012,

7. Fotocopy surat pernyataan Daniel Stevanus Sahertina tanggal 28 Februari

2012,

8. Fotocopy surat dari Swandajani Gunadi, HRDG Deputy Director, tanggal 29

Februari 2012 yang ditujukan kepada Daniel Stevanus Sahertina,

9. Fotocopy surat pernyataan oleh Daniel Stevanus Sahertina tanggal 10

September 2012,

10. Fotocopy surat dari Rina Ratna selaku Personal Dept. Head, tanggal 25

September 2012,

Page 85: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

74

11. Fotocopy surat Somasi dari kantor Hukum Adhikoro Simanjutak &

Partner tanggal 5 November 2012,

12. Fotocopy Memo No. M-004/HRDGA/III/2012, Perihal Proses Bonus

tahun 2012, tertanggal 9 Maret 2012,

13. Fotocopy Peraturan Perusahaan & Adiratop tahun,

14. Fotocopy Undang-Undang RI No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

Bahwa surat-surat bukti fotocopy tersebut di atas telah diteliti dan

dicocokan dengan surat aslinya, dan telah sesuai aslinya. Sedangkan tergugat

tidak ditunjukan surat aslinya dan tidak pula didukung dengan alat bukti lain

yang dapat menjelaskan bukti tersebut. Dengan demikian dapat dinyatakan

bahwa Tergugat telah melalaikan kewajibannya dan ingkar janji dengan tidak

melakukan pelunasan atas sisa utangnya kepada penggugat.

Putusan ini kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang dengan

Putusan Nomor 441/Pdt/2013/PT Smg tanggal 6 Februari 2014.

Atas putusan judex facti tersebut, tergugat kemudian mengajukan

permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung Dalam memori kasasinya

Tergugat/Pemohon Kasasi mendalilkan judex facti telah salah dalam

menerapkan hukum, oleh karena dalam pertimbangan hukumnya diputus tanpa

pertimbangan hukum yang jelas dan layak yang sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku di Indonesia. Dasar yang salah yang digunakan untuk

memutus perkara oleh Judex Facti, mengakibatkan putusan perkara tingkat

banding ini juga menjadi salah. Hal ini terlihat dari keluarnya amar putusan

yang juga menjadi salah, dimana Pengadilan Tinggi Semarang menguatkan

Putusan Pengadilan Negeri Salatiga yang tidak ada hubungannya dengan

Perkara yang diperiksa. dengan digunakannya dasar yang salah di dalam

memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, maka berakibat bahwa

putusan dari Judex Facti, menjadi tidak bernilai dan menjadi putusan yang

kabur, tidak jelas dan tidak layak. Oleh karena itu sudah sepantasnya jika

Putusan dari Judex Facti untuk ditolak dan dibatalkan. Kemudian dari judex

facti dalam putusan PN Salatiga Nomor 23/Pdt.G/2012/PN Sal, tertanggal 27

Page 86: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

75

Agustus 2013, tidak mencerminkan keadilan karena tidak mempertimbangkan

bukti-bukti dan argumen-argumen yang disampaikan oleh Pemohon Kasasi

semula tergugat/Pembanding di dalam persidangan.

Menurut Tergugat dalam pertimbangannya sebagaimana termuat dalam

putusan Pengadilan Negeri Salatiga yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi

Semarang, Judex Facti menyatakan dan menilai sebagai berikut:

1. Terhadap keadaan-keadaan tersebut Majelis menilai bahwa dalil gugatan

Penggugat Rekonpensi/Tergugat Konpensi dalam uraiannya didasarkan

kepada asumsi dan harapan atas haknya untuk menerima bonus tahunan

tahun 2011 atas pekerjaan yang telah dilakukan, yang untuk hal itu

dipersidangan tidak dihadirkan alat-alat bukti yang dapat menjelaskan

dalilnya tersebut, sementara menurut Majelis adalah menjadi kewenangan

pihak Tergugat Rekonvensi sebagai perusahaan untuk memberikan bonus

dan atau insentif bagi karyawannya yang berprestasi sebagaimana perjanjian

dan ketentuan-ketentuan yang berlaku, sehingga dengan demikian terhadap

petitum poin III, IV dan V Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi

haruslah di tolak;

2. Bahwa keadaan-keadaan yang dinilai oleh Judex Facti sebagai asumsi

semata untuk mendapatkan bonus adalah salah, keadaan-keadaan tersebut

terjadi berdasarkan hal-hal yang faktual dan dirasakan secara nyata oleh

pemohon Kasasi. Bonus tahunan dari perusahaan merupakan salah satu

elemen penghasilan yang dijanjikan oleh perusahaan pada saat awal

perekrutan Pemohon Kasasi untuk bekerja di Perusahaan Termohon Kasasi.

Hasil kerja luar biasa dari Pemohon Kasasi selama tahun 2011 juga telah

secara nyata keuntungannya dirasakan oleh Perusahaan Termohon Kasasi;

3. Dalam pertimbangan judex facti, yang menyatakan menjadi kewenangan

pihak Termohon Kasasi semula Penggugat/Terbanding sebagai perusahaan

untuk memberikan bonus dan atau insentif bagi karyawannya, didasarkan

kepada ketentuan Perusahaan sebagaimana tercantum di dalam Memo

Nomor M-004/HRDGA/III/2012, tertanggal 9 Maret 2012, perihal Proses

Bonus 2011 (lihat bukti surat P-15); Berdasarkan Memo ini, pihak

Page 87: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

76

Termohon Kasasi menyatakan tidak ada kewajiban dari Termohon Kasasi

untuk memberikan bonus kepada Termohon Kasasi;

4. Secara faktual Pemohon Kasasi telah bekerja secara maksimal dan

berprestasi selama bulan Januari hingga Desember tahun 2011 bahkan

melebhi ekspektasi dan harapan dari perusahaan. Hal ini jelas ditunjukkan

dalam dokumen presentasi manajemen tentang performa nasional divisi

mobil PT. Adira Dinamika Multi Finance tahun 2011 (lihat bukti T.1);

Bahwa untuk membuktikan dalil-dalil di atas tergugat telah mengajukan

surat-surat bukti berupa:

1. Fotocopy, 1 bendel Chapter 1 New Car 1 Performance Review Jan – Sept.

2011;

2. Fotocopy, Record Blackberry Messenger Daniel Sahertian dengan Deputy

Director Adira;

3. Fotocopy, Payslip atas nama Daniel S. Sahertian, bulan Maret 2010 dan

bulan Maret 2011.

Disinilah sebenarnya dapat dilihat bahwa Pertimbangan yang digunakan

oleh Judex Facti untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini adalah

tidak layak karena tidak mempertimbangkan rasa keadilan yang hakiki yang

semestinya melekat kepada substansi putusan pengadilan. Di sini, Judex Facti

menggunakan dasar memo dari perusahaan Nomor M004/HRDGA/ III/2012,

tertanggal 9 Maret 2012, untuk menolak memberikan hak bonus prestasi kerja

kepada Pemohon Kasasi selama tahun 2011. Memo tersebut berlaku surut atas

hasil kerja pada tahun sebelumnya, dengan demikian perusahaan Termohon

Kasasi dapat dengan mudah dan sewenang-wenang secara subyektif

menentukan dan menyesuaikan dengan keadaan sesuai kehendak hati dari

pihak Termohon Kasasi sendiri untuk memberikan atau tidak memberikan

bonus akhir tahun kepada Pemohon Kasasi;

Dengan demikian pertimbangan Judex Facti yang lebih

mempertimbangkan dasar pertimbangan dari memo nomor M-

004/HRDGA/III/2012, tertanggal 9 Maret 2012, jelas tidak layak karena Memo

Page 88: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

77

tersebut justru merupakan sumber dari ketidakadilan yang dirasakan oleh

Pemohon Kasasi;

Dari Alasan-alasan yang diajukan oleh Tergugat/Pembanding/pemohon

Kasasi tersebut, Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan tersebut

tidak dapat dibenarkan, sehingga judex facti tidak salah menerapkan hukum,

judex facti sudah tepat dan benar dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Tergugat telah terbukti mempunyai utang kepada Penggugat dan Tergugat

masih belum melunasi utangnya

2. Alasan-alasan mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat

penghargaan tentang suatu kenyataan tidak dapat dipertimbangkan dalam

pemeriksaan dalam tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi

hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakan atau ada kesalahan penerapan

hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam

memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-

undangan, yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang

Mahkamah Agung Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang

Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2009,

Berdasarkan pertimbangan di atas, bahwa putusan Judex Facti/Pengadilan

Tinggi Semarang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau

undang-undang,

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan kasasi yang diajukan

oleh Pemohon Kasasi: Daniel Sahertina tersebut harus ditolak dalam tingkat

kasasi ini dan diputuskan pada tanggal 1 April 2015.

Dalam hal formil permohonan, tidak ditemukan masalah formil dalam

permohonan kasasi yang diajukan oleh pemohon. Dalam kasus diatas, Daniel

Sahertina sebagai pemohon kasasi merupakan konsumen dari PT. Adira

Dinamika Multi finance sebagai termohon berdasarkan Perjanjian/Pengakuan

Utang yang ditanda tangani kedua belah pihak tertanggal 26 Oktober 2011.

Page 89: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

78

Menurut peneliti berdasarkan pertimbangan Hakim tersebut, perjanjian

pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa agunan yang dibuat antara

Penggugat dan Tergugat benar adanya, sehingga perjanjian tersebut

mempunyai kekuatan hukum untuk mengikat para pihak yang membuatnya

juga terhadap pihak ketiga dan juga memiliki kekuatan/nilai pembuktian untuk

menyatakan Tergugat melakukan wanprestasi. Tujuan diadakan perjanjian

yaitu hasil akhir yang diperoleh pihak-pihak berupa pemanfataan, penikmataan

dan pemilikan benda atau hak kebendaan sebagai pemenuhan kebutuhan pihak-

pihak. Pemenuhan kebutuhan tidak akan tercapai jika dilakukan dengan

mengadakan perjanjian antara pihak-pihak. Tujuan perjanjian yang akan

dicapai oleh pihak-pihak tersebut harus halal, artinya tidak dilarang undang-

undang serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan

masyarakat.11 Dalam perjanjian pembiayaan konsumen antara Pengugat dengan

Tergugat, tujuan dari perjanjian tidak terpenuhi karena Tergugat melalaikan

kewajibannya untuk membayar angsuran dan telah terbukti didalam

persidangan sehingga penerapan ganti kerugian merupakan hal yang tepat

dalam perkara ini. Sehingga jelas bahwa akibat hukum debitur wanprestasi

pada perjanjian pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa agunan dapat

dimintakan pertanggung jawaban secara perdata yaitu menurut Pasal 1131

KUH Perdata,

Perjanjian atau persetujuan yang sah dapat melahirkan adanya kewajiban

atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang

(pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut. Konsekuensi hukumnya,

dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak yang mana pihak yang satu

wajib berprestasi, dan pihak yang lainnya pihak yang berhak atas suatu

prestasi. Berdasarkan apa yang disampaikan Penggugat, dalam perkara ini PT.

Adira Dinamika Multi Finance, suatu perjanjian harus dilakukan secara sah dan

sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata. Namun, Menurut Gunawan Widjaja

dan Ahmad Yani terdapat syarat-syarat lain yang harus dipenuhi selain

keempat syarat mutlak yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu

11 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian,.... h. 292

Page 90: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

79

untuk suatu perjanjian-perjanjian tertentu, undang-undang mensyaratkan pula

dipenuhinya perbuatan tertentu agar perjanjian tersebut dapat membawa akibat

hukum (pada perjanjian rill) ataupun harus dipenuhinya suatu formalitas

tertentu agar perjanjian yang dibuat itu sah adanya (pada perjanjian formil).12

Selain itu dalam perjanjian tersebut terdapat tujuan bersama yang tidak

bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan (kausa yang halal) karena

perjanjian pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa agunan tersebut tidak

bertentangan dengan aturan yang berlaku. Berdasarkan pertimbangan

pertimbangan tersebut, maka dapat disimpulkan jika perjanjian pembiayaan

konsumen dengan kredit tanpa agunan antara PT. Adira Dinamika Multi

Finance dengan Daniel Sahertina telah memenuhi ketentuan dari Pasal 1320

KUH Perdata dengan demikian surat perjanjian pembiayaan konsumen tersebut

telah sah menurut hukum. Inti dari perjanjian menurut pendapat J. Satrio

sebenarnya adalah pada diri debitur ada kewajiban perikatan, ada kewajiban

untuk memenuhi isi perjanjian, dan di lain pihak ada kreditur, pihak yang

berhak atas perjanjian itu. Untuk adanya kewajiban prestasi pada pihak

kreditur, harus dibuktikan adanya perjanjian, yang mewajibkan debitur

berprestasi.13

Menentukan apakah ada suatu wanprestasi yang dilakukan oleh Tergugat

(Daniel Sahertina) sebagaimana yang dinyatakan oleh Penggugat (PT. Adira

Dinamika Multi Finance) dalam gugatannya, haruslah dilihat apakah ada

perjanjian yang dibuat antara Penggugat dengan Tergugat dan apakah salah

satu pihak tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati

dalam perjanjian pembiayaan konsumen tersebut.

Berdasarkan analisis putusan yang peneliti uraikan di atas, maka terkait

perjanjian pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa agunan yang dibuat oleh

kreditur dan debitur tidak dilaksanakan sebagaimana yang tercantum dalam

12 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2001), h. 21

13 J. Satrio, Wanprestasi Menurut KUHPerdata Doktrin, dan Yurisprudensi, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti), 2014, h. 28

Page 91: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

80

perjanjian. Perjanjian yang berasaskan pada Kepercayaan dan kemampuan dari

debitur yang melakukan kredit serta dari perjanjian yang disepakati ini menurut

debitur adalah tidak sama sekali mencerminkan keadilan, karena berdasarkan

pada perjanjian pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa agunan dalam

klausula perjanjian yang menyatakan:

“Apabila saya mengundurkan diri atau diputuskan hubungan kerja dari

perusahaan/meninggal dunia maka saya/ahli waris saya bersedia membayar

lunas seluruh utang yang masih tersisa paling lambat 2 minggu sebelum resign

atau dipotong langsung dari gaji dan insentif/bonus/uang pisah pada bulan

yang bersangkutan. Jika sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan,

saya/ahli waris bersedia menghadapi tuntutan dari perusahaan sesuai dengan

hukum dan perundang-undangan yang berlaku”

Dalam uraian perjanjian di atas telah menjelaskan bahwa pembayaran

utang dapat dilakukan dengan dipotong langsung dari gaji dan

insentif/bonus/uang pisah. Serta pelunasan seluruh utang yang harus dilakukan

paling lambat 2 minggu sebelum resign. Sehingga jelas bahwa judex facti salah

dalam menerapkan hukum.

Bahwa dalam perjanjian pada perkembangannya ada yurisprudensi yang

mengatur alasan batal atau membatalkan suatu perjanjian yakni

penyalahgunaan keadaan. Penyalahgunaan keadaan ini terdiri atas dua unsur

yaitu: sangat merugikan salah satu pihak (dari segi isinya) dan penyalahgunaan

kesempatan oleh pihak yang lain pada saat terjadinya perjanjian (dari segi

terjadinya). Sebagaimana tertera dalam Pasal 44 Ayat (1) Buku III KUH

Perdata yang menyebutkan bahwa perbuatan hukum dapat dibatalkan jika

terjadi penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden). Keadaan ini

didasarkan pada adanya ketidakseimbangan posisi tawar para pihak. Saat

kontrak terbentuk atas dasar ketidakpatutan atau ketidakadilan yang terjadi

pada suatu hubungan para pihak yang tidak seimbang, maka hal itu dinamakan

hubungan yang berat sebelah, namun bila ketidakadilan terjadi pada suatu

keadaan maka hal ini dinamakan keadaan yang berat sebelah. J.M. Van Dunne

dan Gr.van Den Burght dalam sebuah diktat kursus hukum perikatan bagian III

Page 92: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

81

mengajukan adanya keberatan yang diperinci sebagai berikut: ”Dalam ajaran

hukum, pengertian tentang sebab ini diartikan sedemikian, sehingga perjanjian

berhubungan dengan tujuan atau maksud bertentangan dengan undang-undang,

kebiasaan yang baik atau ketertiban. Pengertian “sebab yang tidak dibolehkan”

itu, dulu dihubungkan dengan isi perjanjian. Pada penyalahgunaan keadaan,

tidaklah sematamata berhubungan dengan isi perjanjian, tetapi berhubungan

dengan apa yang telah terjadi pada saat lahirnya perjanjian, yaitu

penyalahgunaan keadaan yang menyebabkan pernyataan kehendak dan dengan

sendirinya persetujuan satu pihak tanpa cacat.14

Jika ditinjau secara yuridis menurut hukum perdata penyalahgunaan

keadaan dalam perjanjian pembiayaan konsumen, Penggugat sebagai

perusahaan yang memberikan fasilitas pembiayaan konsumen, seharusnya

dapat melaksanakan perbuatan hukum yang sesuai dalam ruang lingkup hukum

perdata. Tindakan atau perbuatan perusahaan pembiayaan konsumen untuk

menyerahkan dana pembiayaan yang diperlukan oleh konsumen, serta

demikian pula tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh konsumen untuk

melakukan pembayaran kembali utang pembiayaan, tentunya hal itu

merupakan suatu perbuatan yang akan membawa akibat hukum. Oleh

karenanya, perbuatan tersebut perlu mendapatkan penanganan dari aspek

hukum perdata.

Dalam pertimbangan hakim, menurut peneliti Majelis Hakim menyatakan

bahwa dalam tingkat pengadilan negeri dalam hal pembuktian, tergugat tidak

dapat membuktikan dokumen keaslian dari bukti yang di berikan di

pengadilan, sedangkan penggugat dapat menghadirkan bukti ke dalam

pengadilan beserta dengan dokumen keasliannya. Hal ini menjadi dasar

kepastian dalam putusan di dalam tingkat banding hingga kasasi oleh majelis

hakim memutus perkara antara PT. Adira Dinamika Multi Finance dengan

Daniel Sahertina. Bahwa pembuktian di pengadilan ini merupakan penyajian

alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh para pihak yang berperkara

14 Fatmah Paparang, Misbruik Van Omstandigheden Dalam Perkembangan HukumKontrak, Jurnal Hukum Unsrat, Vol. 22 Nomor 6 Juli 2016,h. 50

Page 93: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

82

kepada hakim dalam suatu persidangan, dengan tujuan untuk memperkuat

kebenaran dalil tentang fakta hukum yang menjadi pokok sengketa, sehingga

hakim memperoleh dasar kepastian untuk menjatuhkan putusan.15 Pembuktian

yang diberikan oleh penggugat dan tergugat merupakan sesuatu yang dapat

membantu para pihak untuk membenarkan adanya permasalahan, M. Yahya

Harahap mengatakan bahwa pembuktian ini adalah kemampuan Penggugat

atau Tergugat memanfaatkan hukum pembuktian untuk mendukung dan

membenarkan hubungan hukum dan peristiwa-peristiwa yang didalilkan atau

dibantahkan dalam hubungan hukum yang diperkarakan. Kemudian setelah

adanya pembuktian yang dilakukan di pengadilan, majelis hakim memberikan

pendapat bahwa tergugat memang melakukan wanprestasi.

Menurut Penggugat berdasarkan pelaksanaan perjanjian pembiayaan

konsumen dengan kredit tanpa agunan dalam hal ini tergugat tidak

melaksanakan prestasinya untuk melunasi utang kepada penggugat, sehingga

tergugat dapat dinyatakan telah melakukan wanprestasi dalam perjanjian

pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa agunan, hal ini pun dikuatkan

dalam pertimbangannya sebagaimana termuat dalam putusan Pengadilan

Negeri Salatiga yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang. Bahwa

Penggugat yakni PT. Adira Dinamika Multi Finance, sebagai perusahaan yang

memberikan fasilitas pembiayaan konsumen dalam perjanjian kredit tanpa

agunan telah memberikan Jawaban dalam pembuktian di Pengadilan Negeri

Salatiga, bahwa Tergugat dalam memberikan pembuktiannya tidak

menunjukan keasliannya dari dokumen yang dihadirkan dan tidak pula

didukung dengan alat bukti lain yang dapat menjelaskan alat bukti tersebut.

Bahkan semua bukti dokumen yang dihadirkan oleh Tergugat hanya dengan

bermaterai cukup, untuk dapat dipergunakan dalam pembuktian perkara.

Sehingga membuktikan gugatan dari Pengadilan Negeri Salatiga sampai

dengan Kasasi oleh Tergugat dipandang tidak relevan dan tidak dapat diterima.

15 Bahtiar Effendie, Masdari Tasmin, dkk, Surat Gugat Dan Hukum Pembuktian DalamPerkara Perdata, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, h. 50

Page 94: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

83

Menurut peneliti dari uraian di atas, Disinilah letak kesalahan dari

Tergugat ketika melaksanakan pembuktian di pengadilan, karena tergugat tidak

dapat memberikan keaslian dokumen yang menjadi dasar bukti untuk disajikan

kepada majelis hakim, bahwa membuktikan dalam arti konvensional salah

satunya adalah membuktikan dalam arti yuridis, yang berarti memberikan

dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara guna memberi

kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. Sehingga Majelis Hakim

menilai bahwa Tergugat tidak menghadirkan alat-alat bukti yang jelas untuk

dapat menjelaskan mengenai pemberian bonus/insentif oleh pihak perusahaan

kepada karyawannya yang berprestasi sebagaimana ketentuan perjanjian yang

berlaku. Sedangkan Penggugat memberikan bukti yang disertai dengan

keaslian dari dokumen dalam pembuktian tersebut bahwa memang tergugat

melakukan wanprestasi dari ketentuan perjanjian yang telah disepakati oleh

kedua belah pihak.

Pada dasarnya terdapat bentuk pertanggungjawaban dari debitur yang

melakukan wanprestasi terhadap kreditur dalam pembiayaan konsumen, yaitu

dengan melakukan pembayaran pelunasan utang dalam perjanjian kredit tanpa

agunan tersebut sebesar Rp 40.068.000 sesuai dengan ketentuan dari

pengakuan utang yang disepakati oleh kedua belah pihak. Melakukan ganti

rugi atas objek utang dari perjanjian kredit yang telah disepakati merupakan

sebuah tanggung jawab hukum yang diberikan oleh debitur. Tanggung jawab

ini tidak hanya dilakukan oleh debitur, kreditur sebagai pihak yang

memberikan fasilitas pinjaman kredit juga harus memenuhi ketentuan yang

terdapat dalam perjanjian. Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata dikatakan

bahwa tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian pada

orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena

kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut. Maka berdasarkan

pernyataan dalam Pasal 1365 KUH Perdata pihak kreditur harus mengganti

sesuai dengan kerugian yang ditimbulkan berdasarkan ketentuan dalam

perjanjian kredit.

Page 95: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

84

Ganti rugi dari debitur dapat dilakukan setelah debitur dinyatakan tidak

bisa melakukan kewajibannya untuk memenuhi perjanjian pembiayaan

konsumen dengan kredit tanpa agunan, sesuai dengan ketentuan Pasal 1243

KUH Perdata yang menyatakan:” Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena

tidak dipenuhinya suatu perjanjian barulah mulai diwajibkan apabila si debitur

setelah dinyatakan lalai memenuhi kewajibannya, masih tetap melalaikannya

atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan

atau dibuat tenggang waktu yang telah dilampaukannya”. Adanya kewajiban

ganti rugi bagi debitur, maka undang-undang menentukan bahwa debitur harus

terlebih dahulu dinyatakan berada dalam keadaan lalai (ingebreke

stelling).16Kemudian apabila debitur lalai hal ini dapat dinyatakan surat

perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu bahwa debitur telah dinyatakan

lalai, dan dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Ini terdapat

dalam ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata. Berdasarkan pasal tersebut maka

Daniel Sahertina sebagai pihak yang melakukan pinjaman kredit dari PT. Adira

Dinamika Multi Finance sebagai pihak yang memberikan fasilitas pinjaman

kredit apabila terjadi kelalaian dari kewajibannya dalam memenuhi perjanjian

kredit maka PT. Adira Dinamika dapat menuntut kepada Daniel Sahertina atas

adanya hak ganti rugi yang dimiliki oleh pihak pemberi fasilitas pinjaman

kredit,berdasarkan pada pasal 1234 KUH Perdata debitur diwajibkan

membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur, hal ini

dimaksudkan agar untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak

seimbang) akibat adanya penggunaan barang dan/atau jasa yang tidak

terpenuhi sesuai perjanjian.

Majelis hakim melalui putusannya yang mengadili sendiri dalam pokok

perkara menghukum Tergugat untuk membayar kerugian yang telah dialami

oleh penggugat, yaitu menghukum tergugat membayar ganti rugi dengan

pelunasan utang dari utang yang belum dibayarkan sebesar Rp 40.068.000

yang dimana dalam putusan tingkat kasasi ini, Majelis hakim tetap menolak

permohonan kasasi yang diajukan oleh tergugat untuk meminta hak bonus

16 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung:PT. Alumni, 2014, h. 10

Page 96: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

85

prestasi kerja kepada penggugat yang kemudian dipergunakan untuk membayar

utang yang tersisa sehingga utang tersebut dapat dibayarkan. Dalam

pertimbangan hukum majelis hakim, Tergugat telah terbukti mempunyai utang

kepada Penggugat dan Tergugat belum melunasi utangnya; bahwa dalam

alasan-alasan mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan

tentang suatu kenyataan hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam

pemeriksaan dalam tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi

hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakan atau ada kesalahan penerapan

hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam

memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan,

yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

Sehingga menurut peneliti, mengenai penilaian hasil pembuktian yang

dipertimbangkan dalam tingkat kasasi, membuktikan dalam arti yuridis, yang

berarti memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa

perkara guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.

Dasar yang cukup ini dibuktikan dengan pemberian keaslian dokumen oleh

penggugat, untuk menguatkan bukti yang telah diberikan.

Selanjutnya mengenai pertimbangan putusan majelis hakim mengenai

biaya perkara, apa yang sudah Majelis Hakim putuskan sudah sangatlah adil

bahwa biaya perkara ditanggung oleh pihak Daniel Sahertina selaku pihak yang

kalah karena permohonan kasasi yang diajukan oleh pemohon ditolak. Hal ini

sudah sangat sesuai dengan ketentuan Pasal 181 HIR yaitu dimana biaya

perkara haruslah dibebankan kepada pihak yang kalah di dalam persidangan.

Jika dianalisis berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka

perjanjian kredit ini dapat dikatagorikan sebagai perjanjian pinjam meminjam

antara Daniel Sahertina dengan PT. Adira Dinamika Multi Finance

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1754 KUH Perdata, kemudian dalam

perjanjian mengenai pembayaran kredit dilakukan tanpa adanya

jaminan/agunan, ditentukan berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata.

Wanprestasi yang terjadi antara PT. Adira Dinamika sebagai pihak kreditur dan

Daniel Sahertina sebagai pihak debitur, maka yang dapat dilakukan kreditur

Page 97: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

86

dalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima kemungkinan katagori

sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 1276 KUH perdata. Pada dasarnya

terdapat bentuk pertanggungjawaban dari debitur yang melakukan wanprestasi

terhadap kreditur hal ini diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata dikatakan

bahwa tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian pada

orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena

kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut. Hal ini juga didasarkan pada

ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata bahwa debitur diwajibkan membayar ganti

kerugian yang telah diderita oleh kreditur.

Dalam perjanjian kredit yang terjadi antara PT. Adira Dinamika Multi

Finance dengan Daniel Sahertina adalah perjanjian pembiayaan konsumen

dengan kredit tanpa agunan. Dalam Pasal 1754 KUH Perdata menjelaskan

perjanjian kredit yang dikatagorikan sebagai perjanjian pinjam meminjam dan

ditentukan bahwa pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana

pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu

barang-barang yang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak

yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dengan dari

macam dan keadaan yang sama pula.17 Unsur-unsur dari perjanjian kredit

menurut pasal tersebut karena adanya perjanjian pinjam meminjam barang

berupa uang dengan ketentuan yang meminjam akan mengganti dengan jumlah

nilai yang sama seperti pada saat ia meminjam.

Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang lain atau lebih. Pada perjanjian kredit, kreditur memberikan

pinjaman berupa uang kepada debitur dengan dibuat dalam suatu perjanjian

kredit tanpa agunan yang sudah ditanda tangani dan disetujui oleh kedua belah

pihak. Ketidakmampuan Tergugat dalam mengembalikan pinjaman kepada

Penggugat sebagai pihak yang memberikan pinjaman, maka tergugat yang

dalam hal ini sebagai pihak yang melakukan pembayaran pelunasan terhadap

pinjamannya telah melalaikan kewajibannya dalam melakukan pelunasan

17 R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), h. 20

Page 98: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

87

utangnya, sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian kredit yang dibuat

untuk mengembalikan sesuai dengan yang telah dipinjamkan.

Pada Kasus ini Tergugat telah melakukan wanprestasi. Dari tidak

dilakukannya pelunasan utang dalam perjanjian kredit. Pada kasus yang

terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014., Daniel

Sahertina sebagai pihak debitur yang telah mengambil kredit lunak berupa

pinjaman uang kepada PT. Adira Dinamika Multi Finance telah lalai dalam

membayarkan pelunasan utangnya.

Dari peraturan yang berlaku dan mengatur mengenai Wanprestasi yang

terkait dengan kasus ini, tidak ada peraturan yang menyalahi aturan lainnya.

Hasil Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung, menurut peneliti, sudah

berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup dari aspek yuridis. Karena

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan asas hukum dalam kontrak yakni 5 (lima) asas yang dikenal

menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas

kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme

(concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik

(good faith), dan asas kepribadian (personality).18

Asas kebebasan berkontrak ini dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338

Ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”Artinya

perjanjian pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa agunan yang dilakukan

antara PT. Adira Dinamika Multi Finance dengan Daniel Sahertina merupakan

perjanjian yang dibuat secara sah dan berlaku serta menjadi sumber aturan

layaknya undang-undang bagi para pihak. Karena dari adanya asas ini yang

memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

1. membuat atau tidak membuat perjanjian;

2. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

3. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya,

18 M. Muhtarom, Asas-asas Hukum Perjanjian:Suatu Landasan Dalam PembuatanKontrak, Jurnal Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014, h. 50

Page 99: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

88

4. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

Dalam kasus antara PT. Adira Dinamika Multi Finance dengan Daniel

Sahertina bahwa perjanjian yang dibuat sudah memenuhi asas kebebasan di

atas. Seperti yang pertama adalah para pihak telah membuat perjanjian dengan

bentuk secara tertulis bahwa isi perjanjian ini adalah perjanjian kredit lunak

tanpa agunan sebesar Rp 75.000.000 yang dilakukan dengan jangka waktu

kredit selama 60 bulan dengan angsuran setiap bulannya sebesar Rp 1.250.000

dengan syarat dapat dibayarkan dengan cara potong gaji/insentif/bonus serta

uang pisah dari karyawan terhitung mulai tanggal 26 Oktober 2011.

Asas konsensualisme yang merupakan asas yang menyatakan bahwa

perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal artinya telah ditentukan

bentuknya, yaitu tertulis baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan.

Tetapi dapat diadakan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Dalam Pasal 1320 Ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa salah satu syarat

sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak.

Dalam penerapannya, perjanjian pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa

agunan antara PT. Adira Dinamika Multi Finance dengan Daniel Sahertina

dapat dibuktikan kesepakatan, yang telah dibuat kedua belah pihak dengan

bukti penandatangan perjanjian ini.

Asas kepastian hukum atau disebut dengana asas pacta sunt servanda

merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. asas ini

menjelaskan bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi

kontrak yang dibuat oleh para pihak, seperti sebuah Undang-Undang. Artinya

mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang

dibuat oleh para pihak. Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata menyimpulkan

bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar kedua pihak dan

dikuatkan dengan sumpah. Namun hakim dalam perkara ini menilai dari segi

pembuktian yang dilakukan dalam persidangan, sehingga hal ini tidak

mempengaruhi substansi dari kontrak yang telah disepakat kedua belah pihak

antara PT. Adira Dinamika Multi Finance dengan Daniel Sahertina.

Page 100: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

89

Asas itikad yaitu pihak yang melaksanakan substansi kontrak yakni

kreditur dan debitur harus berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh

maupun kemauan yang baik dari para pihak. Hal ini termuat dalam Pasal 1338

Ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan “ Perjanjian harus dilaksanakan

dengan itikad baik”. Dalam kasus ini PT. Adira Dinamika Multi Finance

sebagai kreditur telah melakukan negosiasi yang dilaksanakan secara

musyawarah kekeluargaan, namun pihak debitur yakni Daniel Sahertina tidak

menanggapi dengan baik dari negosiasi yang telah dilakukan. Karena memang

Daniel Sahertina menginginkan utang yang masih tersisa dibayarkan dengan

bonus yang belum dibayar oleh pihak PT. Adira Dinamika Multi Finance.

Kemudian dianalisa dari aspek filosofis bahwa Hukum mempunyai fungsi

untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan manusia. Oleh karena

itu maka hukum harus dilaksanakan agar kepentingan manusia tersebut dapat

terlindungi. Dalam pelaksanaannya, hukum dapat berlangsung secara normal

dan damai, akan tetapi dapat juga terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum

dalam prakteknya. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus

ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum ini menjadi kenyataan.

Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan :

kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan

keadilan (Gerechtigkeit). Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap

orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa

konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku “fiat justitia et pereat

mundus” (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang

diinginkan oleh kepastian hukum. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian

hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.

Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau

penegakan hukum. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam

pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan diperhatikan.19

19 Tri Saupa Angka Wijaya, Rechtsvinding Ditinjau Dari Hukum Acara Perdata, JurnalIlmu Hukum Legal Opinion Edisi 4, Vol 2, 2014.

Page 101: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

90

Dalam pengadilan Hakim sebagai salah satu penegak hukum mempunyai

peran penting dalam mewujudkan keadilan melalui putusan-putusannya, dan

para pencari keadilan sangat percaya hakim akan memberikan keputusan yang

seadil-adilnya, karena mereka menganggap hakim sebagai wakil Tuhan di

dunia, sehingga apapun keputusan hakim harus dilaksanakan. Pada dasarnya,

penegakan hukum bukan hanya semata-mata tugas dari aparat penegak hukum,

tetapi menjadi kewajiban seluruh komponen bangsa.20 Hal ini sebagaimana

diamanatkan dalam Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa : “Segala warga bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung

hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum dapat dikatakan sebagai

bagian dari upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari kepastian hukum

adalah pelaksanaan atau penegakan hukum terhadap suatu tindakan tanpa

memandang siapa yang melakukan. Dengan adanya kepastian hukum setiap

orang dapat memperkirakakan apa yang akan dialami jika melakukan tindakan

hukum tertentu. Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan

dihadapan hukum tanpa diskriminasi.

Menurut analisis peneliti dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1664

K/Pdt/2014 atas perkara Perjanjian Kredit dari Daniel Sahertina sebagai

Mantan karyawan di PT. Adira Dinamika Multi Finance jika dilihat dalam

aspek filosofis, pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara dalam kasus

wanprestasi terhadap perjanjian kredit ini memiliki dasar dari pemikiran salah

satu mazhab yaitu mazhab aliran Sociological Jurisprudence yang salah satu

pemuka aliran ini adalah Roscou Pound (1870-1964).

Roscou Pound ingin mengubah hukum dari tatanan teoritis (law in book)

menjadi hukum dalam kenyataan (law in action). Karena hukum yang

sebenarnya adalah hukum yang dijalankan. Hukum bukan hanya yang tertulis

dalam Undang-Undang, melainkan apa yang dilakukan oleh aparat

20 Khaira Ummah, Penegakan Hhukum Oleh Hakim Dalam Putusannya Antara KepastianHukum dan Keadilan, Jurnal Hukum Vol. 13 No. 1 Maret 2018: h. 73

Page 102: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

91

penyelenggara hukum dan siapa saja yang meaksanakan fungsi pelaksanaan

hukum dengan konsep hukumnya, sebagai sarana perubahan masyarakat.

Dengan demikian, Roscou Pound sampai dengan teorinya bahwa hukum adalah

alat untuk memperbaharui masyarakat (law as a tool of social engineering).21

Kemudian dari tanggung jawab dalam perkara wanprestasi perjanjian kredit ini,

peneliti menggunakan teori dari Hans Kelsen yang mengemukakan teori

tentang pertanggungjawaban dalam hukum terkait dengan konsep kewajiban

hukum (responsibility) adalah konsep tanggung jawab hukum (liability).

Seseorang dikatakan secara hukum bertanggung jawab untuk suatu perbuatan

tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan

yang berlawanan. Normalnya adalah dalam suatu kasus sanksi dikenakan

terhadap pelaku (deliquent) adalah karena perbuatannya sendiri yang membuat

orang tersebut harus bertanggung jawab. Pada kasus ini debitur ditetapkan

sebagai pihak yang melakukan wanprestasi dan pertanggungjawaban yang

dilakukan oleh debitur dalam memenuhi prestasinya adalah dengan

melaksanakan pembayaran pelunasan sisa utangnya kepada kreditur sesuai

dengan perjanjian kredit yang disepakati kedua pihak. Menurut Munir Fuady,

Indonesia sebagai penganut sistem hukum Eropa Kotinental (civil law system).

Pada sistem ini, putusan pengadilan berdasarkan pada peraturan perundang-

undangan yang berlaku, seperti UUD 1945, Tap MPR, UU, Peraturan

Pemerintah, Perpres/Keppres, MA, Kepmen sehingga hakim dalam putusan

pengadilan bersifat fleksibel (berubah-ubah) tergantung hakim yang

memutuskan berdasarkan fakta/bukti yang ada.22 Pertimbangan hakim dalam

putusan ini, peneliti menilai bahwa hakim telah menerapkan semua aspek

permasalahan dalam kasus ini berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

21 Atip Latipulhayat, Roscou Pound, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 1 Nomor 2Tahun 2014. H. 414

22 Dhaniswara K. Harjono, Pengaruh Sistem Hukum Common Law Terhadap HukumInvestasi dan Pembiayaan di Indonesia, Lex Jurnalica Vol. 6 No.3, Agustus 2009, PascasarjanaFH UKI, h. 184

Page 103: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

92

Dilihat dari aspek sosiologis, pertimbangan hakim sudah cukup memenuhi

nilai-nilai kehidupan di masyarakat, khususnya dalam tanggung jawab

perjanjian kredit. Antara debitur dan kreditur, sama-sama memiliki hak dan

kewajiban sesuai dengan perjanjian yang dibuat kedua pihak. Apabila hak dan

kewajiban tersebut dilanggar/diabaikan, maka menjadi tanggung jawab para

pihak yang melanggar untuk memenuhi prestasi dan pihak yang melakukan

wanprestasi harus memberikan ganti rugi. Oleh karena itu, pertimbangan

hakim yang mengabulkan pembayaran utang dari debitur kepada kreditur

selaku pemberi fasilitas pinjaman kredit merupakan tanggung jawab debitur

atas kelalaian kewajiban dari pembayaran pelunasan sisa utang.

Menurut Pendapat peneliti dalam analisis kasus putusan Nomor 1664

K/Pdt/2014 dalam pembuktiannya di pengadilan didasarkan pada bukti yang

dihadirkan kedua pihak dalam persidangan sudah sesuai dengan prinsip

pembuktian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1865 KUH Perdata bahwa

“Barangsiapa menyatakan mempunyai hak atas suatu barang, atau menunjuk

suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya, ataupun menyangkal hak orang

lain, maka orang itu harus membuktikannya”. Menurut peneliti dari peristiwa

wanprestasi yang dilakukan debitur kepada kreditur dalam perjanjian

pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa agunan, kedua belah pihak baik

penggugat maupun tergugat telah dibebani dengan beban pembuktian oleh

hakim. Dan kreditur telah membuktikan kebenaran dari bukti yang dihadirkan

dengan adanya keaslian dokumen, sedangkan debitur tidak dapat membuktikan

bantahannya bahwa debitur tidak melakukan wanprestasi.

Dalam mempertimbangkan suatu permasalahan hukum yang tidak terlepas

dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Hakim dalam

mengambil sebuah keputusan harus mencapai tujuan hukum yaitu kepastian

hukum, keadilan dan kemanfaatan hukum dalam putusan yang diambil.

Indonesia sebagai negara hukum (rechstaat), memiliki yurisprudensi dan

hal ini diterima sebagai salah satu sumber hukum, baik dalam sistem hukum

civil law maupun common law. Kemudian Yurisprudensi dijadikan sebagai

pedoman untuk hakim memutus suatu perkara. Dengan adanya pedoman atau

Page 104: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

93

pegangan yang ada dalam yurisprudensi tersebut, maka akan timbul konsistensi

dalam sikap peradilan dan menghindari putusan-putusan yang kontroversial,

hal mana pada gilirannya akan memberikan jaminan kepastian hukum serta

kepercayaan terhadap peradilan dan penegakan hukumnya, baik di forum

nasional dan terutama tingkat internasional.

Pertimbangan hakim pada perkara ini, hakim dalam putusannya telah

mengikuti yurisprudensi dan norma yang berlaku mengenai kasus wanprestasi

melalui pertimbangannya dalam hal pertanggungjawaban oleh pihak debitur

kepada kreditur atas kelalaian kewajiban dalam pembayaran kredit tersebut.

Berdasarkan pertimbangan majelis hakim dalam putusan Mahkamah

Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014, peneliti berkesimpulan bahwa hakim telah

berdasarkan pada berbagai aspek yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan

hukum yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum bagi para pihak yang

berperkara. Pertimbangan ini didasarkan pada analisa secara sosiologis,

filosofis dan yuridis sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku di

masyarakat dan dapat dijadikan acuan dalam penyelesaian wanprestasi antara

debitur dan kreditur terkhusus dalam hal wanprestasi akibat lalainya debitur

dalam melaksanakan kewajibannya melakukan pembayaran pelunasan utang.

Hasil dari putusan Mahkamah Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014, menurut

analisis peneliti merupakan putusan akhir yang bersifat tetap dan menghukum

(codemnatoir) yaitu dimana putusan hakim bersifat menghukum salah satu

pihak untuk memenuhi prestasi. Pihak yang menerima hukuman tersebut dalam

perkara ini adalah pihak debitur yakni Daniel Sahertina, yang terbukti

dinyatakan melakukan wanprestasi dan diwajibkan melakukan ganti rugi

kepada kreditur.

Dalam usaha memberikan putusan yang memenuhi rasa keadilan, Hakim

dalam membuat putusan tidak hanya melihat kepada hukum (system denken)

tetapi juga harus bertanya pada hati nurani dengan cara memperhatikan

Page 105: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

94

keadilan dan kemanfaatan ketika putusan itu telah dijatuhkan.23 Dalam hal

tanggung jawab hukum dalam perjanjian kredit oleh debitur kepada kreditur

tersebut telah memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat (social justice) yang

didasarkan pada putusan yang dilakukan menurut hakim sesuai dengan

pembuktian dari keaslian dokumen dalam perkara di Pengadilan Negeri

Salatiga. Sehingga debitur harus bertanggung jawab terhadap kreditur dalam

melakukan pembayaran pelunasan utangnya.

Menurut pendapat peneliti, analisis kasus putusan Nomor 1664 K/Pdt/2014

atas Perkara Perjanjian Kredit dari Daniel Sahertina sebagai Mantan karyawan

di PT. Adira Dinamika Multi Finance tentang wanprestasi dalam perjanjian

pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa agunan yang menjadi objek dalam

penelitian ini sudah memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dan dapat

dijadikan acuan untuk kedepannya apabila terjadi suatu permasalahan hukum

yang substansinya sama di kemudian hari ataupun menjadi pelajaran agar tidak

terulang kembali masalah hukum yang sama/sejenis.

23 HM. Soerya Respationo, Putusan Hakim: Menuju Rasionalitas Hukum Refleksif dalamPenegakan Hukum Jurnal HukumYustisia, No. 86 Th. XXII Mei-Agustus 2013, Surakarta:Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, h. 43

Page 106: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

95

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka

peneliti memberikan kesimpulan bahwa:

1. Penyelesaian perkara antara debitur dan kreditur dalam perjanjian

pembiayaan dengan kredit tanpa agunan yaitu melalui pengadilan. Kreditur

berhak untuk menuntut pembayaran utang dari debitur yang lalai, dalam

melaksanakan kewajiban hukumnya untuk mengembalikan pinjaman.

Karena dalam perjanjian pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa

agunan, debitur tidak dapat membuktikan dokumen dari bukti yang diajukan

ke pengadilan untuk melunasi utangnya. Maka debitur dikatakan telah

melakukan wanprestasi dalam pembayaran utang. Dalam perjanjian

pembiayaan konsumen antara debitur dengan kreditur, apabila tujuan dari

perjanjian tidak terpenuhi maka penerapan ganti kerugian merupakan hal

yang tepat dalam perkara ini. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1243 KUH

Perdata penggantian biaya, rugi dan bunga dapat dilakukan setelah tidak

dipenuhinya suatu perjanjian, dalam hal ini debitur yang lalai dalam

melakukan kewajibannya sudah tidak memenuhi kesepakatan dalam

perjanjian pembiayaan konsumen. Dari adanya hak ganti rugi kepada

kreditur berdasarkan Pasal 1234 KUH Perdata debitur diwajibkan

membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur.

2. Dasar Pertimbangan Hakim yang memutuskan dalam Putusan Mahkamah

Agung Nomor 1664 K/Pdt/2014 atas Perkara Wanprestasi dalam Perjanjian

Kredit tanpa Agunan antara Daniel Sahertina dengan PT. Adira Dinamika

Multi Finance telah sesuai dengan ketentuan yang dilihat secara yuridis

dalam aspek hukum perdata, filosofis dalam teori keadilan, kepastian, dan

kemanfaatan serta tanggung jawab dari pihak debitur yang lalai dalam

menjalankan kewajibannya, untuk memenuhi prestasi kepada pihak kreditur

yang memberikan fasilitas pinjaman kredit. Secara yuridis dalam aspek

Page 107: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

96

Hukum Perdata Perjanjian pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa

agunan ini telah diatur sesuai dengan ketentuan Pasal 1754, 1131, 1276,

1365 KUH Perdata. Namun adanya debitur yang telah melakukan

wanprestasi dari perjanjian kredit yang dilakukan terhadap kreditur,

sehingga debitur harus bertanggung jawab secara hukum kepada kreditur

dalam memenuhi prestasinya dalam perjanjian pembiayaan konsumen

dengan kredit tanpa agunan. Pertanggungjawaban ini secara yuridis

didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata yang mewajibkan orang yang

menimbulkan kerugian karena kesalahannya, harus mengganti kerugian

tersebut. Secara filosofis mengenai pertimbangan hakim Mahkamah Agung

telah sesuai dengan teori pertanggungjawaban yang dikemukakan Hans

Kelsen bahwa secara hukum debitur harus bertanggung jawab dalam

perbuatan wanprestasi yang dilakukan, melalui pemenuhan prestasi dengan

pembayaran sisa utang dari perjanjian kredit tanpa agunan kepada kreditur.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kasus permasalahan dalam penelitian ini, agar prestasi dapat

dilakukan peneliti ingin memberikan rekomendasi yang tepat dalam perjanjian

pembiayaan konsumen dengan kredit tanpa agunan agar dapat dilakukan sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku yaitu:

1. Debitur

Bagi debitur PT. Adira Dinamika Multi Finance, sebelum melakukan

perjanjian pembiayaan konsumen harus memahami dan mengetahui

terhadap klausul-klausul perjanjian pembiayaan sebelum ada kesepakatan

perjanjian, kemudian harus memperhatikan hak dan kewajibannya sebelum

membuat kesepakatan dalam perjanjian dengan kreditur, serta

menyelesaikan persoalan diluar perjanjian dari kedua pihak yang dapat

merugikan salah satu pihak nantinya, karena semua yang disepakati dalam

perjanjian harus memiliki dasar pertimbangan serta kemampuan dari kedua

pihak untuk memenuhi prestasi, agar terjadinya wanprestasi dapat

terhindarkan.

Page 108: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

97

2. Kreditur

Pihak PT. Adira Dinamika Multi Finance Sebagai pemilik fasilitas

pembiayaan konsumen, harus lebih memperhatikan calon debiturnya dari

segi perekonomiannya, maupun dari segi kemampuannya untuk

melaksanakan perjanjian pembiayaan, serta harus mempertimbangkan apa

saja yang menjadi unsur gagalnya suatu perjanjian, agar perjanjian yang

dibuat tidak dapat terjadi kegagalan lagi. Sesuai dengan nilai-nilai PT. Adira

Dinamika Multi Finance untuk mengarah kepada sesuatu yang lebih baik

lagi dengan proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan perbaikan

secara terus menerus. Maka dalam membuat perencanaan perjanjian harus

dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan jika

terjadi kelalaian antara para pihak dalam perjanjian harus diberikan klausul-

klausul yang memiliki mekanisme pertanggungjawaban dalam perjanjian,

agar para pihak mendapatkan ganti rugi jika terjadi kerugian antara salah

satu pihak.

3. Pertimbangan Hakim

Dasar pertimbangan hakim menurut peneliti sudah tepat, namun

seharusnya hakim juga harus mempertimbangkan bahwa dalam perjanjian

pengakuan utang, kreditur menerima permohonan pengunduran debitur dan

meminta kepada debitur untuk menyelesaikan dan melunasi utang dalam

jangka waktu 2 minggu setelah pengunduran diri, padahal dalam perjanjian

pengakuan utang tersebut, debitur wajib melakukan pelunasan utang paling

lambat 2 minggu sebelum resign. Seharusnya saat surat permohonan itu

diterima, maka ketentuan mengenai kewajiban untuk melakukan pelunasan

dan penyelesaian atas sisa utang dalam waktu 2 minggu sebelum resign

menjadi tidak berlaku. Karena setiap hakim mempunyai kedudukan,

kewajiban dan sekaligus peran yang sangat penting dalam kerja hukum.

Dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang 4 Nomor 44 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa: Hakim dan hakim

konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan

rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Artinya seorang Hakim harus

Page 109: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

98

memiliki kemampuan dan keaktifan untuk menemukan hukum (Recht

vinding). Maka, seharusnya hakim sebagai penegak hukum harus

mempertimbangkan dari berbagai aspek termasuk keadaan sosial

masyarakat yang nyata (sosiale werkelijheid) dan bila perlu menambah

Undang-Undang disesuaikan dengan asas keadaan masyarakat.

Page 110: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

99

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adonara, Firman Floranta, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, Bandung: CV.

Mandar Maju, 2014.

Adjie Habib dkk, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan

Akta,Bandung: Mandar Maju, 2011.

Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.

, Gunawan Widjaja, Jaminan Fidusia, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2001.

Agustina, Rosa, Perbuatan Melawan Hukum,Jakarta: Pasca Sarjana FH UI,

2003.

Ali, H. Zainuddin, Metode Penelitian Hukum. Cet. Ke-7, Jakarta: Sinar

Grafika, 2011.

Ali Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicial Prudence), Cet-ketiga, Jakarta: Kencana, 2010.

Ardiwisastra Yudha Bhakti, Penafsiran dan Konstruksi Hukum, Bandung:

Alumni, 2000.

Asshiddiqie Jimly dkk, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Cetakan Kedua,

Jakarta: Konstitusi Press, 2012.

Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Baku (Standard) Perkembangannya

di Indonesia, Bandung: Alumni, 1981.

, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 1991.

Page 111: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

100

, Mariam Darus, Pembentukan Hukum Nasional dan

Permasalahannya, Bandung: Alumni, 2000.

, Mariam Darus Aneka Hukum Bisnis, Bandung: PT. Alumni,

2014.

Budiono, Harlien, Ajaran Umum Hukum Perjanjian, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2009.

Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2008.

Emirzon, Joni, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Fauza, Primadewi Winne,Tesis: Tinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Kredit

Tanpa Agunan Untuk Perorangan, Depok: UI, 2012.

Fuady, Munir, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer,

Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global,

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012.

, Hukum Tentang Pembiayaan, Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2014.

Gadaprawira. D, Perkembangan hukum perkreditan nasional dan

internasional, Jakarta: Badan pembinaan hukum nasional,1992.

Harahap, M. Yahya, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

_______________, Hukum Perkawinan Nasional, Medan: Zahir Trading,

1975.

H.S., Salim, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta:

Sinar Grafika, 2003.

Page 112: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

101

Kelsen, Hans, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, terjemahan Jimly

Asshiddiqie dkk, Cetakan Kedua, Jakarta: Konstitusi Press, 2012.

, Teori Hukum Murni Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif,

Bandung: Nusamedia, 2014.

Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung:Citra

Aditya Bakti, 2001.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Cet Ke IV, Jakarta: Kencana,

2010.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Yogyakarta:

Liberty, 2008.

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti,

1992.

, Hukum Perjanjian, Bandung: PT. Alumni, 2010.

Mutaqien Raisul dkk, Teori Hukum Murni, Bandung, Nuansa & Nusamedia,

2006.

M. Hadjon Philipus, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta:

Gajah Mada University Press, 2015.

Moleong, Lexi J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2002.

Patrik, Purwahid, Dasar-Dasar Hukum Perikatan Perikatan yang lahir dari

perjanjian dan dari Undang-Undang, Bandung: Mandar Maju, 1994.

Pound Roscou, Contemporary Juristic Theory, Claremont CA: Pamona

College, 1940.

Projodikoro, Wiryono R., Asas-asas Hukum Perjanjian, Bandung: Sumur,

1993.

Page 113: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

102

Raharjo Handri, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka

Yustisia, 2009.

Rahman, Hasanudin, Seri Ketrampilan Merancang Kontrak Bisnis, Contract

Drafting, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003

Satrio, J., Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya) I,Bandung: Citra

Aditya, 1992.

, Wanprestasi Menurut KUHPerdata Doktrin, dan Yurisprudensi,

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2014

Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Cet. 1, Bandung:

Alumni, 1992.

Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang

Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia,

Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993.

Sembiring, Sentosa, Hukum Dagang, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001.

Simanjutak,Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Penerbit

Djambatan,1999.

Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Pres, 1986.

Sofwan, Sri Soedwi, Hukum Perdata Hukum Benda,Yogyakarta: Liberty,

2004.

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa,1989.

, Aneka Perjanjian, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,1995.

Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, Jakarta: PT. Alumni, 2014.

Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Page 114: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

103

Suprapto, Hartono Hadi, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,

Yogyakarta, Liberty, 1984.

Syamsudin, Meliala A. Qiram, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta

Perkembangannya, Cet Pertama, Yogyakarta: Liberty, 1985.

Tasmin Masdari, Bahtiar Effendie, dkk, Surat Gugat Dan Hukum Pembuktian

Dalam Perkara Perdata, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.

Umam, Khotbul, Hukum Lembaga Pembiayaan Hak dan Kewajiban Nasabah

Pengguna Jasa Lembaga Pembiayaan, Sleman: Pustaka Yustisia, 2010.

Usman, Rahmadi,dkk, Hukum Perbankan. Jakarta: Sinar grafika, 2010.

Y. Sri Susilo, Sigit Triandru dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta:

Salemba Empat, 2000.

JURNAL HUKUM

Duswara, Dudu, Mengembalikan Kewibawaan Mahkamah Agung Sebagai

Peradilan yang Agung, Jakarta: MA RI, Jurnal Konstitusi, Vol. 10

Nomor 1, Maret 2013.

Fatmah Paparang, Misbruik Van Omstandigheden Dalam Perkembangan

Hukum Kontrak, Jurnal Hukum Unsrat, Vol. 22 Nomor 6 Juli 2016.

Harjono, Dhaniswara K., Pengaruh Sistem Hukum Common Law Terhadap

Hukum Investasi dan Pembiayaan di Indonesia, Pascasarjana FH UKI,

Lex Jurnalica Vol. 6 No.3, Agustus 2009.

Latipulhayat, Atip, Roscou Pound, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 1

Nomor 2 Tahun 2014.

Page 115: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

104

M. Muhtarom, Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan Dalam

Pembuatan Kontrak, Universitas Muhammadiyah Surakarta, SUHUF,

Vol. 26 No. 1 Mei 2014.

Purwahid Patrik, “Peranan Perjanjian Baku dalam Masyarakat”, Makalah

dalam Seminar Masalah Standar Kontrak dalam Perjanjian Kredit,

Surabaya, 11 Desember 1993.

Respationo, Soerya H.M, Putusan Hakim: Menuju Rasionalitas Hukum

Refleksif dalam Penegakan Hukum Jurnal HukumYustisia, No. 86 Th.

XXII Mei-Agustus 2013, Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Septarina Budiwati, Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perspektif Pendekatan

Filosofis, Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Epistimologi

Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015.

Ummah, Khaira, Penegakan Hhukum Oleh Hakim Dalam Putusannya Antara

Kepastian Hukum dan Keadilan, Jurnal Hukum Vol. 13 No. 1 Maret

2018.

Wijaya, Tri Saupa Angka, Rechtsvinding Ditinjau Dari Hukum Acara Perdata,

Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 4, Vol 2, 2014.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.01/2006 tentang Perusahaan

Page 116: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

105

Pembiayaan.

Peraturan Otoritas Jasa keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 Tentang

Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.

INTERNET

Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Pembiayaan, diakses 10 Mei 2019, Pukul

00.36 WIB. https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/Pages/Lembaga-

Pembiayaan.aspx

Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Jaminan Fidusia,

diakses 10 Mei 2019, Pukul 00.57 WIB.

http:/eprints.ums.ac.id/29114/7/NASKAH_PUBLIKASI.pdf

Putusan deklarator, constitutief dan condemnatoir, diakses 22 Juli 2019, Pukul

21.12 WIB.

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt58ed9048160ee/arti-

putusan-deklarator--putusan-constitutief-dan-putusan-condemnatoir

Page 117: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 1 dari 14 hal. Put. Nomor 1664 K/Pdt/2014

P U T U S A NNomor 1664 K/Pdt/2014

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESAM A H K A M A H A G U N G

memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutus sebagai berikut

dalam perkara:

DANIEL SAHARTIAN,S.E., bertempat tinggal di Jalan Merdeka,

Utara Blok G 15, RT. 04, RW. 14 Sidorejo Lor, Kelurahan Sidorejo,

Kecamatan Salatiga, Kota Salatiga, dalam hal ini memberi kuasa

kepada Yudo Praptono Kartodinoto,S.H., Advokat/Penasehat

Hukum pada Kantor Hukum Yudo Kartodinoto & Asc., beralamat di

Jalan Cemara II/5, Salatiga, berdasarkan Surat Kuasa Khusus

tanggal 29 Juli 2013;

Pemohon Kasasi dahulu Tergugat/Pembanding;

L a w a n

PT ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE, Tbk., diwakili oleh kuasa

Direksi Ingrid Setiadharma, berkedudukan di Gedung Landmark

Center Tower A. Lantai 26-31, Jalan Jenderal Sudirman Kavling

Nomor 1, Jakarta Selatan, dalam hal ini memberi kuasa kepada

Sarkono, S.H., dan kawan, Para Advokat pada Kantor Advokat dan

Konsultan Hukum Sarkono, S.H., dan Rekan beralamat di Jalan

Plamongan Raya A 348 Perumahan Plamongan Hijau,

Semarang, Jawa Tengah, berdasarkan Surat Kuasa Khusus

tanggal 30 April 2014;

Termohon Kasasi dahulu Penggugat/Terbanding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang

Termohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat/Terbanding telah menggugat

sekarang Permohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat/Pembanding di muka

persidangan Pengadilan Negeri Salatiga pada pokoknya atas dalil-dalil:

1. Bahwa Tergugat dulunya adalah merupakan mantan karyawan dari

Penggugat (PT Adira Dinamika Multi Finance,Tbk. di Jakarta) yang mulai

bekerja pada tahun 2008 sampai Desember 2011;

2. Bahwa pada waktu Tergugat bekerja di Penggugat jabatan terakhirnya

adalah sebagai Marketing Manager untuk wilayah kerja Sulawesi;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 118: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 2 dari 14 hal. Put. Nomor 1664 K/Pdt/2014

3. Bahwa pada waktu Tergugat masih bekerja pada Penggugat, yaitu pada

bulan Oktober tahun 2011 Tergugat telah mengambil kredit lunak tanpa

jaminan/agunan dari Penggugat sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima

juta rupiah) dengan jangka waktu kredit selama 60 (enam puluh) bulan

dengan angsuran setiap bulannya sebesar Rp1.250.000,00 (satu juta dua

ratus lima puluh ribu rupiah) dilakukan dengan cara potong gaji Tergugat

terhitung mulai tanggal 26 Oktober 2011;

4. Bahwa untuk angsuran tiap bulannya dari Tergugat pada waktu Tergugat

masih menjadi karyawan Penggugat berjalan lancar, namun pada waktu

Tergugat mengajukan permohonan mengundurkan diri sebagai karyawan

Penggugat pada tanggal 30 Desember 2011 dan secara efektif pada bulan

Januari 2012 Tergugat sudah tidak lagi menjadi karyawan dari Penggugat,

maka untuk angsuran bulan Januari 2012 Tergugat mulai tidak melakukan

pembayaran angsuran atas pijamannya tersebut kepada Penggugat;

5. Bahwa dalam perjanjian/pengakuan hutang yang ditandatangani antara

Penggugat dengan Tergugat tertanggal 26 Oktober 2011 telah disebutkan

secara jelas yaitu Atas hutang tersebut di atas, apabila saya mengundurkan

diri atau diputuskan hubungan kerja dari perusahaan/meninggal dunia maka

saya/ahli waris saya bersedia membayar lunas seluruh hutang yang masih

tersisa paling lambat 2 minggu sebelum resign atau dipotong langsung dari

gaji dan insentif/bonus/uang pisah pada bulan yang bersangkutan. Jika

sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan, saya/ahli waris bersedia

menghadapi tuntutan dari perusahaan sesuai dengan hukum dan

perundang-undangan yang berlaku;

6. Bahwa pada waktu Tergugat mengajukan permohonan pengunduran diri dari

Karyawan Penggugat pada tanggal 30 Desember 2011, Tergugat telah

membayar 2 (dua) kali angsuran untuk periode bulan November dan bulan

Desember 2011 sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah)

dan ditambah dengan persetujuan dari Tergugat untuk dipotong langsung

dari Uang Pisah sebesar Rp12.432.000,00 (dua belas juta empat ratus tiga

puluh dua ribu rupiah), dengan demikian maka posisi hutang Tergugat masih

tersisa sebesar Rp60.068.693,00 (enam puluh juta enam puluh delapan ribu

enam ratus sembilan puluh tiga rupiah;

7. Bahwa sejak Tergugat tidak lagi menjadi karyawan dari Penggugat, maka

Tergugat sudah tidak lagi melakukan pelunasan atas sisa hutangnya kepada

Penggugat tersebut yang seharusnya Tergugat selesaikan dan dilunasi

seluruhnya dalam jangka waktu 2 (dua) minggu setelah Tergugat

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 119: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 3 dari 14 hal. Put. Nomor 1664 K/Pdt/2014

mengundurkan diri dan tidak bekerja lagi kepada Penggugat sesuai dengan

surat perjanjian pengakuan hutang yang telah ditanda tangani Tergugat;

8. Bahwa dengan tidak dilakukannya pembayaran pelunasan atas sisa hutang

yang dilakukan oleh Tergugat tersebut, maka Penggugat telah memberikan

peringatan baik melalui telpon maupun peringatan secara tertulis kepada

Tergugat dan atas peringatan tertulis dari Penggugat tersebut kemudian

Tergugat pada tanggal 28 Pebruari 2012 via transfer telah membayar

sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) sehingga dengan

pembayaran transfer tersebut Tergugat masih mempunyai kekurangan

hutang yang belum dibayar sebesar Rp40.068.000,00 (empat puluh juta

enam puluh delapan ribu rupiah);

9. Bahwa atas kredit pinjaman lunak yang diberikan oleh Penggugat kepada

Tergugat sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah), maka

Penggugat setelah melakukan perhitungan dengan Tergugat telah disepakati

sebagai berikut:

- Hutang Tergugat sebesar Rp75.000.000,00

- Angsuran/pembayaran Tergugat Rp34.932,000,00

- Sisa hutang Tergugat Rp40.068.000,00

10.Bahwa dengan demikian maka sisa hutang Tergugat yang belum dibayar

oleh Tergugat kepada Penggugat adalah sebesar Rp40.068.000,00 (empat

puluh juta enam puluh delapan ribu rupiah);

11.Bahwa kemudian setelah Tergugat melakukan pembayaran via transfer pada

tanggal 28 Pebruari 2012 sampai dengan sekarang Tergugat sudah tidak

melakukan pembayaran pelunasan kepada Penggugat atas sisa hutang

yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab dari Tergugat tersebut dengan

demikian maka Tergugat telah mengabaikan dan tidak menepati isi dari

perjanjian serta telah melanggar perjanjian;

12.Bahwa Penggugat sudah mengingatkan dan memberikan surat peringatan

berkali-kali kepada Tergugat untuk menyelesaikan pelunasan atas sisa

hutangnya kepada Pengugat akan tetapi Tergugat hanya selalu berjanji baik

lisan atau pun dengan pernyataan secara tertulis kepada Penggugat dengan

janji untuk menyelesaikan, akan tetapi kenyataannya tidak pernah ada

realisasinya, dengan demikian Tergugat telah melalaikan terhadap

kewajibannya dalam melakukan pembayaran pelunasan hutangnya,

sehingga Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji atau wansprestasi

kepada Penggugat;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 120: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 4 dari 14 hal. Put. Nomor 1664 K/Pdt/2014

13.Bahwa oleh karena Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji kepada

Penggugat, maka Tergugat wajib untuk membayar pelunasan atas sisa

hutangnya sebesar Rp40.068.000,00 (empat puluh juta enam puluh delapan

ribu rupiah) secara tunai dan seketika kepada Penggugat;

14.Bahwa Penggugat telah berupaya untuk menyelesaikan masalah ini secara

musyawarah kekeluargaan, namun agaknya Tergugat tidak menyambut baik

usaha penyelesaian secara baik yang ditawarkan oleh Penggugat tersebut

sehingga dengan terpaksa Penggugat menempuh penyelesaian melalui jalur

hukum supaya ada kepastian hukum;

15.Bahwa untuk menjamin terhadap gugatan yang diajukan oleh Penggugat

serta agar nantinya gugatan Penggugat ini tidak sia-sia dikemudian hari,

maka Penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Salatiga untuk

meletakkan sita jaminan atas harta kekayaan milik Tergugat yang berupa

sebagai berikut:

- Tanah dengan sertifikat Hak Milik yang luasnya ± 120 m2 (seratus dua

puluh meter persegi) berikut bangunan rumah yang berdiri di atasnya

dengan batas-batasnya:

o Sebelah Utara Jalan;

o Sebelah Timur Rumah milik Bapak Sasongko;

o Sebelah Selatan Rumah milik Bapak Irfan;

o sebelah Barat Jalan;

Yang terletak di Jalan Merdeka Utara Blok G 15 RT.04/RW.14, Kelurahan

Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga;

Satu buah bangunan rumah tinggal bertingkat yang terbuat dari

kerangka kayu, dinding tembok, lantai keramik, atap genteng;

- Barang-barang yang diduga milik Tergugat baik yang bergerak maupun

yang tidak bergerak, saham-saham, ijin-ijin usaha, tanah-tanah kosong

yang ada sekarang maupun yang ditemukan dikemudian hari;

16.Bahwa karena kelalaian Tergugat tersebut maka sudah sepantasnya apabila

Tergugat dihukum dan dibebani untuk membayar uang paksa/dwangsom

sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) setiap harinya apabila

Tergugat lalai melaksanakan putusan ini sejak perkara diputus oleh

Pengadilan sampai ini mempunyai kekuatan hukum tetap;

17.Bahwa gugatan ini diajukan atas bukti-bukti yang kuat sehingga putusan

dalam perkara ini wajib dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap

meskipun dilakukan upaya hukum banding dan kasasi;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 121: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 5 dari 14 hal. Put. Nomor 1664 K/Pdt/2014

18.Bahwa karena adanya kelalaian dari Tergugat maka sudah sewajarnya

apabila Tergugat dibebani pula untuk membayar biaya perkara yang timbul

dalam perkara ini;

Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas Penggugat mohon

kepada Pengadilan Negeri Salatiga agar memberikan putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah diletakkan oleh

Pengadilan Negeri Salatiga;

3. Menyatakan sah dan mengikat perjanjian hutang/pengakuan hutang yang

dibuat oleh Penggugat dengan Tergugat tanggal 26 Oktober 2011;

4. Menyatakan menurut hukum hutang Tergugat kepada Penggugat sebesar

Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah);

5. Menyatakan menurut hukum Tergugat baru membayar/mengangsur kepada

Penggugat sebesar Rp34.932.000,00 (tiga puluh empat juta sembilan ratus

tiga puluh dua ribu rupiah);

6. Menyatakan menurut hukum Tergugat telah melalaikan kewajibannya tidak

melakukan pembayaran pelunasan atas sisa hutangnya kepada Penggugat;

7. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji kepada

Penggugat;

8. Menyatakan menurut hukum sisa hutang/kewajiban Tergugat yang masih

belum diselesaikan oleh Tergugat sebesar Rp40.068.000,00 (empat puluh

juta enam puluh delapan ribu rupiah);

9. Menghukum kepada Tergugat untuk membayar pelunasan atas sisa

hutang/kewajiban yang belum diselesaikan oleh Tergugat sebesar

Rp40.068.000,00 (empat puluh juta enam puluh delapan ribu rupiah) kepada

Penggugat secara tunai dan seketika;

10.Memerintahkan kepada Tergugat untuk membayar pelunasan atas sisa

hutang/kewajiban yang belum diselesaikan oleh Tergugat sebesar

Rp40.068.000,00 (empat puluh juta enam puluh delapan ribu rupiah) kepada

Penggugat secara tunai dan seketika;

11.Menghukum kepada Tergugat untuk membayar uang paksa/dwangsom

sebesar Rp5.00.000,00 (lima ratus ribu rupiah) setiap harinya atas

keterlambatan dalam pemenuhan pembayaran ini terhitung sejak perkara ini

diputus oleh Pengadilan Negeri sampai mempunyai kekuatan hukum tetap;

12.Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini;

13.Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun dilakukan

upaya hukum banding maupun kasasi maupun upaya hukum lainnya;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 122: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 6 dari 14 hal. Put. Nomor 1664 K/Pdt/2014

Atau, mohon putusan yang seadil-adilnya sesuai dengan rasa keadilan;

Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat dalam Konvensi

(Penggugat Rekonvensi) gugatan rekonvensi yang pada pokoknya sebagai

berikut:

1. Bahwa, Penggugat Rekonvensi/Tergugat dalam Konvensi telah melakukan

dan menjalankan tugas dengan baik dan maksimal selama bekerja kepada

Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi. dan dalam rentang waktu

satu tahun terakhir antara bulan Januari 2011 sampai dengan Desember

2011, sebelum mengundurkan diri, Penggugat Rekonvensi/Tergugat dalam

Konvensi telah memberikan kontribusi dan benefit yang sangat baik bagi

perusahaan (Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi);

2. Bahwa, atas hal tersebut pihak Penggugat Rekonvensi/Tergugat dalam

Konvensi berhak untuk mendapatkan bonus tahunan atas hasil kerja selama

setahun tersebut. Dan hal ini menjadi kewajiban bagi pihak Tergugat

Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi untuk memberikan bonus tahunan

kepada karyawannya yang telah bekerja dengan baik selama setahun tersebut;

3. Bahwa, Penggugat Rekonvensi/Tergugat dalam Konvensi meskipun telah

bekerja baik dan memberikan kontribusi dan benefit kepada perusahaan,

namun demikian hingga saat ini pihak Tergugat Rekonvensi/Penggugat

dalam Konvensi belum juga melaksanakan kewajiban dan memberikan hak

Bonus Tahunan dari Penggugat Rekonvensi/Tergugat dalam Konvensi, yang

tentu saja hal ini merugikan Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam

Konvensi secara materiil;

4. Bahwa, besaran Bonus Tahunan yang menjadi hak dari Penggugat

Rekonvensi/Tergugat dalam Konvensi dan wajib diberikan oleh pihak

Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi adalah sebesar:

Gaji pokok + Tunjangan Transport: Rp8.648.000,00 (delapan juta enam ratus

empat puluh delapan ribu rupiah) Rp8.648.000,00 x 5 = Rp43.240.000,00

(empat puluh tiga juta dua ratus empat puluh ribu rupiah), sesuai dengan

kebijakan perusahaan dan yang selama ini diterima oleh Penggugat

Rekonvensi/Tergugat dalam Konvensi pada tahun-tahun sebelumnya;

5. Bahwa, atas pengunduran diri tersebut, Penggugat Rekonvensi/Tergugat

dalam Konvensi juga berhak atas biaya/ongkos pengembalian/pemulangan

karyawan ke tempat asal rekrut. Bahwa besaran biaya/ongkos yang sudah

dikeluarkan oleh pihak Penggugat Rekonvensi/Tergugat dalam Konvensi

yang belum diganti oleh pihak perusahaan (Tergugat Rekonvensi/Penggugat

dalam Konvensi) adalah biaya pengiriman barang ke tempat asal karyawan

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 123: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 7 dari 14 hal. Put. Nomor 1664 K/Pdt/2014

sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah). dan biaya dan

ongkos yang telah dikeluarkan tersebut wajib diberikan penggantian oleh

Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi;

6. Bahwa, atas tidak diterimanya hak-hak dari Penggugat Rekonvensi/Tergugat

dalam Konvensi tersebut, maka pihak Tergugat Rekonvensi/Penggugat

dalam Konvensi telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana

dimaksud dalam dalam pasal 1365 KUHPerdata yang memuat ketentuan

sebagai berikut: "Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya

menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena

kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian";

7. Bahwa, perbuatan melawan hukum sesuai dengan Rumusan Hoge Raad

sebelum tahun 1919 adalah suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif

orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat

sendiri yang telah diatur dalam undang-undang;

8. Bahwa, dengan hal tersebut pihak Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam

Konvensi telah secara melawan hak dan melanggar hak subjektif dari pihak

Penggugat Rekonvensi/Tergugat dalam Konvensi untuk mendapatkan Bonus

Tahunan dan pengembalian biaya/ongkos pemulangan/pengembalian

karyawan ke tempat asah;

9. Bahwa, karena pihak Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi telah

melakukan Perbuatan Melawan Hukum, maka Tergugat Rekonvensi/

Penggugat dalam Konvensi wajib untuk membayar ganti kerugian kepada

pihak Penggugat Rekonvensi/Tergugat dalam Konvensi berikut ini:

- Ganti kerugian atas bonus tahunan yang tidak diterima sebesar

Rp43.240.000,00 (empat puluh tiga juta dua ratus empat puluh ribu rupiah);

- Ganti kerugian atas biaya/ongkos pemulangan/pengembalian karyawan

ke tempat asal termasuk biaya pindah barang sebesar Rp7.500.000,00

(tujuh juta lima ratus ribu rupiah);

Dengan demikian total ganti kerugian yang harus dibayarkan oleh pihak

Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi kepada pihak Penggugat

Rekonvensi/Tergugat dalam Konvensi adalah sebesar:

- Bonus Tahunan Rp43.240.000,00

- Biaya/Ongkos pulang Rp 7.500.000,00

Total Rp50.740.000,00

Terbilang (lima puluh juta tujuh ratus empat puluh ribu rupiah);

10.Bahwa, atas jumlah tersebut wajib diperhitungkan dan dipotongkan secara

langsung terhadap sisa hutang dari pihak Penggugat Rekonvensi/Tergugat

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 124: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 8 dari 14 hal. Put. Nomor 1664 K/Pdt/2014

dalam Konvensi kepada pihak Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam

Konvensi, sesuai dengan ketentuan dalam Surat Pengakuan Hutang

sebagaimana dimaksud dalam Konvensi;

11.Bahwa, atas perbuatan melawan hukum tersebut, maka pihak Tergugat

Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi sudah sepantasnya dihukum untuk

membayar uang paksa/dwangsom sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu

rupiah), untuk setiap hari kelalaian pihak Tergugat Rekonvensi/Penggugat

dalam Konvensi melaksanakan putusan ini sejak perkara diputus oleh

pengadilan tingkat pertama sampai dengan keputusan ini mempunyai

kekuatan hukum tetap;

12.Bahwa, karena adanya perbuatan melawan yang telah dilakukan oleh pihak

Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi maka sudah sewajarnya

apabila pihak Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi juga

dihukum dan dibebani untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul

dalam perkara ini;

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penggugat Rekonvensi

mohon kepada Pengadilan Negeri Salatiga untuk memberikan putusan sebagai

berikut:

1. Mengabulkan gugatan rekonvensi dari pihak Penggugat Rekonvensi/

Tergugat dalam Konvensi untuk seluruhnya;

2. Menyatakan pihak Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi telah

melakukan perbuatan melawan hukum;

3. Menghukum pihak Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi untuk

membayarkan ganti kerugian kepada pihak Penggugat Rekonvensi/Tergugat

dalam Konvensi sebesar Rp;

4. Memerintahkan kepada pihak Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam

Konvensi untuk memperhitungkan dan memotongkan secara langsung atas

sisa hutang dari pihak Penggugat Rekonvensi/Tergugat dalam Konvensi

kepada pihak Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi, sesuai

dengan ketentuan dalam Surat Pengakuan Hutang sebagaimana dimaksud

dalam Konvensi;

5. Menghukum pihak Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi untuk

membayar uang paksa/dwangsom sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu

rupiah), untuk setiap hari kelalaian pihak Tergugat Rekonvensi/Penggugat

dalam Konvensi melaksanakan putusan ini sejak perkara diputus oleh

pengadilan tingkat pertama sampai dengan keputusan ini mempunyai

kekuatan hukum tetap;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 125: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 9 dari 14 hal. Put. Nomor 1664 K/Pdt/2014

6. Menghukum pihak Tergugat Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi untuk

membayar seluruh biaya perkara yang muncul;

Atau, mohon putusan yang seadil-adilnya (exaequo et bono);

Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Salatiga telah

memberikan Putusan Nomor 23/Pdt.G/2013/PN.Sal., tanggal 27 Agustus 2013

dengan amar sebagai berikut:

Dalam Konvensi:

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan sah dan mengikat perjanjian hutang/pengakuan hutang yang

dibuat oleh Penggugat dengan Tergugat tanggal 26 Oktober 2011;

3. Menyatakan menurut hukum hutang Tergugat kepada Penggugat sebesar

Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah);

4. Menyatakan menurut hukum Tergugat baru membayar/mengangsur kepada

Penggugat sebesar Rp34.932.000,00 (tiga puluh empat juta sembilan ratus tiga

puluh dua ribu rupiah);

5. Menyatakan menurut hukum Tergugat telah melalaikan kewajibannya tidak

melakukan pembayaran pelunasan atas sisa hutangnya kepada Penggugat;

6. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji kepada

Penggugat;

7. Menyatakan menurut hukum sisa hutang/kewajiban Tergugat yang masih

belum diselesaikan oleh Tergugat sebesar Rp40.068.000,00 (empat puluh juta

enam puluh delapan ribu rupiah);

8. Menghukum kepada Tergugat untuk membayar pelunasan atas sisa

hutang/kewajiban yang belum diselesaikan oleh Tergugat sebesar

Rp40.068.000,00 (empat puluh juta enam puluh delapan ribu rupiah) kepada

Penggugat secara tunai dan seketika;

9. Memerintahkan kepada Tergugat untuk membayar pelunasan atas sisa

hutang/kewajiban yang belum diselesaikan oleh Tergugat sebesar

Rp40.068.000,00 (empat puluh juta enam puluh delapan ribu rupiah) kepada

Penggugat secara tunai dan seketika;

10. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;

Dalam Rekonvensi:

- Menolak seluruh gugatan Penggugat Rekonvensi;

Dalam konvensi dan rekonvensi:

- Menghukum Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi untuk membayar

ongkos perkara sebesar Rp331.000,00 (tiga ratus tiga puluh satu ribu rupiah);

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

Page 126: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 10 dari 14 hal. Put. Nomor 1664 K/Pdt/2014

Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat

Putusan Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri Salatiga Nomor

23/Pdt.G/2013/PN.Sal., tanggal 27 Agustus 2013 tersebut telah dikuatkan oleh

Pengadilan Tinggi Semarang dengan Putusan Nomor 441/Pdt/2013/PT Smg.,

tanggal 6 Februari 2014;

Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada

Tergugat/Pembanding pada tanggal 20 Maret 2014 kemudian terhadap putusan

tersebut Tergugat/Pembanding melalui Kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa

Khusus tanggal 29 Juli 2013 mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 1

April 2014 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor

441/Pdt/2013/PT.Smg., juncto Nomor 23/Pdt.G/2013/PN.Sal., yang dibuat oleh

Wakil Panitera Pengadilan Negeri Salatiga, permohonan tersebut disertai

dengan memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 8 April 2014;

Bahwa memori kasasi dari Pemohon Kasasi/Tergugat/Pembanding

tersebut telah diberitahukan kepada Penggugat pada tanggal 23 April 2014;

Kemudian Termohon Kasasi/Penggugat/Terbanding mengajukan

tanggapan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri

Salatiga pada tanggal 6 Mei 2014;

Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya

telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam

tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, oleh

karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima;

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon

Kasasi/Tergugat/Pembanding dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya

sebagai berikut:

Tentang Putusan Judex Facti diputus tanpa Pertimbangan Hukum yang

jelas dan layak;

Bahwa Judex Facti dalam memeriksa dan mengadili perkara ini tidak

memberikan Pertimbangan Hukum yang jelas dan layak yang sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku di indonesia adalah sebagai berikut:

Bahwa, Judex Facti menggunakan dasar yang salah dalam memeriksa

dan mengadili perkara ini. Dasar yang digunakan untuk memeriksa dan

mengadili perkara pada Tingkat Banding adalah Putusan Pengadilan

Negeri Salatiga Nomor 23/Pdt.G/2012/PN Sal, Tertanggal 27 Agustus

2013, dimana putusan pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri

Salatiga dengan Nomor 23/Pdt.G/2012/PN Sal. yang dijadikan dasar

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

Page 127: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 11 dari 14 hal. Put. Nomor 1664 K/Pdt/2014

untuk memutus oleh Judex Facti, tidak ada hubungannya dengan

perkara yang diperiksa dan diadili pada tingkat banding;

Dasar yang salah yang digunakan untuk memutus perkara oleh Judex

Facti, mengakibatkan putusan perkara tingkat banding ini juga menjadi

salah. Hal ini terlihat dari keluarnya amar putusan yang juga menjadi

salah, dimana Pengadilan Tinggi Semarang menguatkan Putusan

Pengadilan Negeri Salatiga yang tidak ada hubungannya dengan

Perkara yang diperiksa;

Bahwa, dengan digunakannya dasar yang salah di dalam memeriksa,

mengadili dan memutus perkara ini, maka berakibat bahwa putusan dari

Judex Facti, menjadi tidak bernilai dan menjadi putusan yang kabur,

tidak jelas dan tidak layak. Oleh karena itu sudah sepantasnya jika

Putusan dari Judex Facti untuk ditolak dan dibatalkan;

Bahwa Judex Facti Putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor

23/Pdt.G/2012/PN Sal., tertanggal 27 Agustus 2013, tidak mencerminkan

keadilan oleh karena tidak mempertimbangkan bukti-bukti dan argumen-

argumen yang disampaikan oleh Pemohon Kasasi semula Tergugat/

Pembanding di dalam persidangan.

Di dalam Pertimbangannya, sebagaimana termuat dalam putusan

Pengadilan Negeri Salatiga yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi

Semarang, Judex Facti menyatakan dan menilai sebagai berikut:

Menimbang, bahwa terhadap keadaan-keadaan tersebut Majelis menilai

bahwa dalil gugatan Penggugat Rekonpensi/Tergugat Konpensi dalam

uraiannya didasarkan kepada asumsi dan harapan atas haknya untuk

menerima bonus tahunan tahun 2011 atas pekerjaan yang telah

dilakukan, yang untuk hal itu dipersidangan tidak dihadirkan alat-alat

bukti yang dapat menjelaskan dalilnya tersebut, sementara menurut

Majelis adalah menjadi kewenangan pihak Tergugat Rekonvensi sebagai

perusahaan untuk memberikan bonus dan atau insentif bagi karyawannya

yang berprestasi sebagaimana perjanjian dan ketentuan-ketentuan yang

berlaku, sehingga dengan demikian terhadap petitum poin III, IV dan V

Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi haruslah di tolak;

Bahwa keadaan-keadaan yang dinilai oleh Judex Facti sebagai asumsi

semata untuk mendapatkan bonus adalah salah, keadaan-keadaan

tersebut terjadi berdasarkan hal-hal yang faktual dan dirasakan secara

nyata oleh pemohon Kasasi. Bonus tahunan dari perusahaan merupakan

salah satu elemen penghasilan yang dijanjikan oleh perusahaan pada

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11

Page 128: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 12 dari 14 hal. Put. Nomor 1664 K/Pdt/2014

saat awal perekrutan Pemohon Kasasi untuk bekerja di Perusahaan

Termohon Kasasi. Hasil kerja luar biasa dari Pemohon Kasasi selama

tahun 2011 juga telah secara nyata keuntungannya dirasakan oleh

Perusahaan Termohon Kasasi;

Bahwa pertimbangan Judex Facti, yang menyatakan bahwa; menjadi

kewenangan pihak Termohon Kasasi semula Penggugat/Terbanding

sebagai perusahaan untuk memberikan bonus dan atau insentif bagi

karyawannya, didasarkan kepada ketentuan Perusahaan sebagaimana

tercantum di dalam Memo Nomor M-004/HRDGA/III/2012, tertanggal 9

Maret 2012, perihal Proses Bonus 2011 (lihat bukti surat P-15);

Berdasarkan Memo ini, pihak Termohon Kasasi menyatakan tidak ada

kewajiban dari Termohon Kasasi untuk memberikan bonus kepada

Termohon Kasasi;

Secara faktual Pemohon Kasasi telah bekerja secara maksimal dan

berprestasi selama bulan Januari hingga Desember tahun 2011 bahkan

melebhi ekspektasi dan harapan dari perusahaan. Hal ini jelas ditunjukkan

dalam dokumen presentasi manajemen tentang performa nasional divisi

mobil PT. Adira Dinamika Multi Finance tahun 2011 (lihat bukti T.1);

Disinilah sebenarnya dapat dilihat bahwa Pertimbangan yang digunakan

oleh Judex Facti untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini

adalah tidak layak karena tidak mempertimbangkan rasa keadilan yang

hakiki yang semestinya melekat kepada substansi putusan pengadilan.

Di sini, Judex Facti menggunakan dasar memo dari perusahaan Nomor M-

004/HRDGA/ III/2012, tertanggal 9 Maret 2012, untuk menolak memberikan

hak bonus prestasi kerja kepada Pemohon Kasasi selama tahun 2011.

Memo tersebut berlaku surut atas hasil kerja pada tahun sebelumnya,

dengan demikian perusahaan Termohon Kasasi dapat dengan mudah dan

sewenang-wenang secara subyektif menentukan dan menyesuaikan

dengan keadaan sesuai kehendak hati dari pihak Termohon Kasasi sendiri

untuk memberikan atau tidak memberikan bonus akhir tahun kepada

Pemohon Kasasi;

Dengan demikian pertimbangan Judex Facti yang lebih mempertimbangkan

dasar pertimbangan dari memo nomor M-004/HRDGA/III/2012, tertanggal 9

Maret 2012, jelas tidak layak karena Memo tersebut justru merupakan

sumber dari ketidakadilan yang dirasakan oleh Pemohon Kasasi;

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung

berpendapat:

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12

Page 129: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 13 dari 14 hal. Put. Nomor 1664 K/Pdt/2014

Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, karena

Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum, Judex Facti sudah tepat dan

benar dengan pertimbangan sebagai berikut;

Bahwa Tergugat telah terbukti mempunyai hutang kepada Penggugat

dan Tergugat masih belum melunasi hutangnya;

Bahwa lagi pula alasan-alasan tersebut mengenai penilaian hasil

pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan hal mana tidak

dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan dalam tingkat kasasi, karena

pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakan

atau ada kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku,

adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan

perundang-undangan, yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan

yang bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas

wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang Undang

Mahkamah Agung Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah

Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 5

Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan

Judex Facti/Pengadilan Tinggi Semarang dalam perkara ini tidak bertentangan

dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan

oleh Pemohon Kasasi DANIEL SAHARTIAN,S.E., tersebut harus ditolak;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi

ditolak dan Pemohon Kasasi ada di pihak yang kalah, maka Pemohon Kasasi

dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;

Memperhatikan Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman, Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun

2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta

peraturan perundangan lain yang bersangkutan;

M E N G A D I L I:1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi DANIEL

SAHARTIAN,S.E., tersebut;

2. Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat/Pembanding untuk membayar

biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus

ribu rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim

pada hari Rabu tanggal 1 April 2015 oleh Prof. Dr. Takdir Rahmadi,S.H.,LL.M.,

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13

Page 130: TINJAUAN YURIDIS PENGAKUAN UTANG DALAM PERJANJIAN …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 14 dari 14 hal. Put. Nomor 1664 K/Pdt/2014

Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua

Majelis, Soltoni Mohdally,S.H., M.H., dan H. Mahdi Soroinda Nasution,S.H.,

M.Hum., Hakim-hakim Agung sebagai anggota dan diucapkan dalam sidang

terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri para

anggota tersebut dan dibantu oleh Endah Detty Pertiwi, S.H., M.H., Panitera

Pengganti dan tidak dihadiri oleh Para Pihak.

Hakim Hakim Anggota, Ketua Majelis,

Ttd./ Ttd./

Soltoni Mohdally,S.H., M.H. Prof. Dr. Takdir Rahmadi,S.H.,LL.M.

Ttd./

H. Mahdi Soroinda Nasution,S.H., M.Hum.

Panitera Pengganti,

Ttd./

Endah Detty Pertiwi, S.H., M.H.

Biaya-biaya:

1. Meterai…….. Rp 6.000,00

2. Redaksi…….. Rp 5.000,00

3. Administrasi Kasasi…. Rp489.000,00+

Jumlah Rp500.000,00

Untuk Salinan:MAHKAMAH AGUNG RI

Atas Nama Panitera,Panitera Muda Perdata,

Dr. Pri Pambudi Teguh,S.H.,M.H.NIP. 1961 0313 1988 031 003

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14