tinjauan tentang syari'at Islam
-
Upload
lukman-bin-masa -
Category
Documents
-
view
1.438 -
download
2
Transcript of tinjauan tentang syari'at Islam
TINJAUAN TENTANG SYARI’AT ISLAM
Muqaddimah
Menegakkan Syari’at Islam dalam kehidupan sehari-hari adalah sesuatu yang
harus dilaksanakan karena demikianlah yang diperintahkan Allah kepada setiap
muslim baik laki-laki maupun perempuan.
Allah berfirman :
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain), tentang urusan mereka...”(Q.S. Al-ahzab/33:36)1.
Demikian pula Rasulullah Saw jauh hari telah mengingatkan kita akan
wajibnya berhukum hanya kepada apa yang beliau bawa sebagaimana sabdanya:
ح ك دحا نؤميال ي تم هب ئتاجمل اهوه عبتى .
“Salah seorang diantara kamu tidak beriman sebelum hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa”2.
Di sini sangat jelas bahwa iman seseorang tidak sempurna kecuali jika beriman
kepada Allah, rela kepada keputusannya dalam masalah kecil maupun besar,
1 ? Ketika menafsirkan “an yakuna lahum alhiyaratu min amrihim” Muhammad Ali Ash-Shobuni mengutip keterangan Ibnu Katsir, bahwa ayat ini bersifat umum bagi semua urusan, maka apabila Allah dan rasul-nya menetapkan sesuatu maka tidak ada perslisihan, pilihan, pendapat, dan perkataan selainnya. Ibid. hal. 527
2 ? An-Nawawy berkata hadits ini shahih dan menyebutkan dalam kitabnya “Al-Arba’in” meriwayatkannya dari kitab “Al-Hujjah”, diriwayatkan oleh As-syeeikh Abu Fath Nashr bin Ibrahim Al-Magdisi As-Syafi’i. Lihat Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Op. Cit. hal 32. Lihat juga Shalih bin Ghanim As-Sadlan, Aplikasi Syari’at Islam, Jakarta: 2002, Darul Falah, terj. Kathur Suhardi, Cet. I, hal. Xi. Yang mengutip dari Syarhus-sunnah, Al-Baghawy, 1/213. menurut Muhaqqiqnya, isnad hadis ini dha’if karena kedha’ifan Nu’aim bin Hammad Al- Khuza’y.
1
berhukum kepada syari’at-Nya dalam segala masalah, baik yang berkaitan jiwa, harta,
dan kehormatan3.
Selain ayat-ayat, hadis dan keterangan ulama diatas masih banyak ayat lain yang
memerintahkan umat Islam agar menjalankan Syari’atIslam dan menegakkannya di
muka bumi ini dan menjadikannya sebagai sumber hukum. Maka dari sini penerapan
Syariat Islam bagi umat Islam merupakan sesuatu yang mendesak untuk segera
dilaksanakan4.
1. Syari’at Islam
Syaria’at Islam merupakan keseluruhan dari ajaran agama Islam (addînul kâmil)
sebagai jalan hidup yang digariskan oleh Allah Swt, seperti yang disampaikan kepada
nabi Muhammad Saw. Inilah yang disebut Syeikh Abdurrahman Taaj (mantan
Syeikhul Azhar) sebagai jalan yang menjamin terciptanya kebahagiaan manusia, baik
di dunia maupun di akhitrat (sa’adatud-dâraini).5 Perintah untuk menegakkan agama
atau menjalankan hidup pri-kehidupan sesuai dengan tuntunan Syari’at Islam
sangatlah jelas tertulis dalam banyak ayat Al-Qur’an dan hadist-hadist Rasulullah
Saw seperti yang terdapat dalam surat As-Syura ayat 13:
“Dia telah menSyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan
apayng kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan isa : tegakkanlah din
(agama) dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya...” (Q.S. Asy-Syura/42 :
13).
3 ? Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Op. Cit. hal. 20
4 ? Salim Segaf Al-Jufri, et. al., Penerapan Syariat Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Globalmedia Cipta Publishing, 2004, Cet. I, hal. 15-16
5 ? Mas’adi Sulthani, "Sosialisasi Pemahaman Syari’at Islam", Media Da’wah, Jumadil Awal 1427 H/ Juni 2006, hal. 33
2
2. Pengertian Syari’at Islam
a. Pengertian Syari’at Islam Secara Etimologi
Kata Syari’at terbentuk dari kata bahasa Arab شرعا – –/شريعة يشرع شرع
yang berarti undang-undang atau peraturan6. Kata “Syari’at” secara etimologi
mempunyai dua pengertian, yaitu: Pertama, Syari’at adalah jalan yang lurus, firman
Allah Ta’ala:
“Kemudian kami jadikan jalan yang lurus kepadamu, maka ikutilah jalan itu
(Q.S. Al-Jatsiah: 18).
Kedua, Syari’at adalah tempat (sumber) mengalirnya air yang dipakai untuk minum,
sebagaimana perkataan orang Arab, “Maka unta itu berjalan, ketika unta itu
mendatangi tempat/sumber air.”7
B. Pengertian Syari’at Islam Secara Terminologi
Dalam memberikan pengertian Syari’at Islam dari segi terminologi, para fuqoha
(ahli fiqih) berbeda-beda dalam pembatasannya, walaupun pengertian-pengertian
yang diberikan tidak jauh berbeda maksud dan tujuannya, diantaranya
1. Imam Abu Hanifah
Syari’at adalah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw yang bersumber
pada wahyu Allah. Hal ini adalah tidak lain sebagai bagian dari ajaran Islam.
2. Imam Idris As-Syafi’i
Syari’at merupakan peraturan-peraturan lahir batin bagi umat Islam yang
bersumber pada wahyu Allah dan kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik
6 ? Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT.Hidakarya Agung, 1989, hal. 195.
7 ? Muhammad Ali As-Sayis, Sejarah Fiqih Islam, terj. Nurhadi AGA, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003, Cet. I, hal. 5.
3
dari wahyu Allah dan sebagainya. Peraturan-peraturan lahir itu mengenai cara
bagaimana manusia berhubungan dengan Allah dan dengan sesama makhluk.8
3. Imam Abu Ishaq Asy Syatibi
Bahwa arti Syari’at itu sesungguhnya menetapkan batas tegas bagi orang-
orang mukallaf, dalam segala perbuatan, dan aqidah mereka.
4. Syekh Muhammad Ali At Thahanawi
Syari’at Islam ialah segala yang diSyari’atkan Allah untuk para hambanya
dari hukum-hukum yang telah dibawa oleh seorang nabi Allah Alaihimus
shalatu wassalam baik yang berkaitan dengan cara pelaksanaannya dan
disebut dengan far’yah 'amaliah lalu dihimpun dalam ilmu fiqhi; atau cara
beraqidah, yang disebut dengan pokok aqidah, dan dihimpun ilmu kalam, dan
Syari’at ini dapat disebut juga dengan “dîn”(agama), dan “millah”.
5. Prof. Dr. Muhammad Saltud
Syari’at ialah segala peraturan yang diSyari’atkan Allah, atau Ia telah
menSyari’atkan dasar-dasarnya, agar manusia melaksanakannya untuk dirinya
sendiri, dalam berkomunikasi dengan Tuhannya, berkomunikasi dengan
sesama manusia, berkomunikasi dengan alam, dan berkomunikasi dengan
kehidupan.9
Melihat makna Syari’at Islam di atas, baik makna secara etimologi maupun
terminologi, kedua-duanya sama-sama menuju kepada kemaslahatan dan
kemanfaatan. Tafsir Abu Su-’ud yang diberi komentar oleh Al-Fakhrur Razi,
menyebutkan bahwa orang yang menjalankan Syari’at Allah Swt tak ubahnya laksana
seorang berjalan menuju mata air, dimana ia akan mendapatkan kehidupan yang
bersih, secara lahir yang berdampak pada kebugaran bathinnya. Sumber air membawa
8 ? Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar grafika (edisi revisi), 2004, Cet. I. hal. 8
9 ? H. Muhammadiyah Djafar, Pengantar Ilmu Fighi, Jakarta: Kalam Mulia, 1993, cet. I, hal. 22-24.
4
pada kehidupan fisik yang segar dan bersih, sedangkan Syari’at Allah membawa
kepada kehidupan rohaniah dan kesucian jiwa.10
2.1.2. Cakupan Syari’at Islam11
Maslahat manusia tidak terlepas dari tiga kategori kebutuhan yaitu maslahat
primer (utama), maslahat sekunder (penting), maslahat tersier (penunjang).
Sedangkan sebagaimana diketahui hukum-hukum Syari’at bertujuan mewujudkan dan
melindungi ketiga maslahat tersebut.
Yang dimaksud dengan maslahat utama ialah kebutuhan pokok manusia yang
harus dilindungi oleh hukum yaitu yang disebut al-maqâsidus syar’îyah; melidungi
dîn (agama), melindungi nafs (jiwa), melindungi mal (harta), melindungi aql (akal)
dan melindungi nasab (keturunan).
Adapun maslahat sekunder, yang juga mendapat perhatian dan perlindungan
Syari’at Islam adalah berbagai masalah yang dibutuhkan manusia agar hidup mereka
dapat berjalan dengan mudah dan praktis. Sebagai contoh, kita mengenal tentang
hukum rukshoh (keringanan) dalam kondisi tertentu, juga dalam bidang muamalat
telah diatur tentang kebolehan jual beli saham. Dalam pernikahan diatur tentang
perceraian, dan dalam bidang pidana adanya ketentuan tentang diyat (ganti rugi
darah), serta masih banyak masalah-maslah penting lainnya yang diatur dalam
Syari’at Islam.
Sedangkan maslahat penunjang, yaitu kebutuhan manusia akan beberapa hal
untuk menunjang kelangsungan hidup agar terasa indah dan nyaman. Seperti
diSyari’atkannya hukum bersuci (taharah) bagi tubuh dan pakaian, Syari’at melarang
10 ? Mas’adi Sulthani, "Sosialisasi Pemahaman Syari’at Islam", Media Da’wah, Op. Cit. hal. 34
11 ? Susunan sub-sub judul dalam pembahasan ini mengacu pada susunan sub judul dalam buku Garis-Garis Besar Syari’at Islam yang ditulis oleh Mawardi Noor, et. al. Jakarta : Khaerul Bayan Press, 2005, cet. III.
5
membeli barang yang sedang dalam proses tawar menawar dengan orang
sebelumnya,12 dan lain-lain.
Semua maslahat kebutuhan manusia tersebut terdapat dan telah diatur dalam
Syari’at Islam. Dalam kehidupan ini seorang hamba mestilah menjalankan segala
yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah di dalam Syari’at karena semua
perbuatan-perbuatan yang dilakukan seorang Muslim tersebut bernilai ibadah. Hal itu
dikarenakan esensi dari beragama dalam Islam adalah beribadah.
Secara etimologi al-‘ibâdah diambil dari kata ‘abada-ya’budu, ‘abadan,
‘ibadatan yang artinya patuh, tunduk dan merendahkan diri. Yang dimaksud disini
adalah ketundukan dan kepatuhan kepada Allah. Ibadah dalam makna ketundukan ini
ada dua macam; pertama ibadah taskhiriyah dan kedua ibadah ikhtiyariyah atau
ibadah 'ammah dan ibadah khashshah. Ibadah taskhiriyah adalah ketundukan seluruh
makhluk secara umum baik itu manusia, jin, malaikat, binatang dan seluruh alam
raya, kepada hukum dan ketetapan Allah yang bersifat penciptaan. (Q.S.
Al-Isra/17:44), (Q.S. Al-Hajj/22:18), (Q.S. Ali-Imran/3:83). Sedang ibadah
ikhtiyariyah ialah ibadah dalam arti ketundukan makhluk, yaitu jin dan manusia,
terhadap hukum-hukum yang diperintahkan, berupa hukum Syari’at yang
diwahyukan kepada para Nabi. ( Q.S. Al-Baqarah/2:21), (Q.S. Az-Zariyat/51:56),
(Q.S. An-Nahl/16:36).
Abdul Wahab Khalaf membagi ibadah tasyri’iyah kepada dua kategori; ibadah
yang bersifat murni sebagai hak Allah semata yang disebut ibadah mahdhah seperti
shalat, shaum, do’a. Sedangkan ibadah yang tidak murni sebagai hak Allah saja
diantaranya berupa warisan, hubungan kepada keluarga dan kenegaraan yang disebut
ibadah ghayru mahdhah atau muamalah. Jadi jelas bahwa ibadah tidak boleh
dipahami hanya sebagai ucapan-ucapan kebaktian ritual kepada Allah Swt semata,
melainkan mencakup segala ruang lingkup perbuatan manusia secara lahir maupun
batin13. 12 ? Daud Rasyid, Indahnya Syari’at Islam, Jakarta : Usamah Press, 2003, Cet. I, hal. 35.13 ? Jeje Zainuddin, “Pengantar Fiqih Ibadah”, Makalah, , Bekasi: Materi Kuliah Semester 2 STID Mohammad Natsir, 2005, tidak diterbitkan, hal. 4
6
A. Ibadah Mahdhah
Ajaran Syari’at Islam, mencakup aturan-turan antara hamba dengan Khaliq yang
disebut ibadah Mahdhah yaitu perbuatan atau tatanan yang sudah jelas dan tidak
mengalami perkembangan, tidak membuka peluang untuk penalaran manusia dan
tidak ada jalan untuk dibandingkan dengan konsep-konsep yang diajukan oleh
manusia dalam bentuk dan aliran apapun juga.14 Ibadah mahdhah meliputi antara lain
shalat, puasa, zakat dan haji. Hal ini ditegaskan Nabi Saw. dalam salah satu hadistnya
د%ا محم وأن الله إال إله ال أن, شهادة خم,س0 على الم ا,إلس, بني
رمضان وصو,م وال,حج> كاة الز وإيتاء الة الص وإقام الله رسول
“ Islam dibangun oleh lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali
Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah; mendirikan shalat;
menunaikan zakat; menunaikan haji; dan puasa pada bulan Ramadhan”. (HR
al-Bukhari).
1. Shalat
Shalat adalah kewajiban dari Allah Swt kepada setiap Muslim yang telah akil
baligh sebanyak lima kali sehari semalam dan telah ditentukan waktu serta kaifiyah
pelaksanaannya (Q.S An-Nisa/4: 103). Shalat merupakan tiang pokok dinul Islam,
shalat yang benar akan dapat mewujudkan kesuburan iman dan taqwa dalam hati,
sebab ketika shalat sudah ditegakkan dengan ikhas dan benar mengikuti tuntunan
sunnah nabi Saw maka ia akan dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar
(Q.S. Al-Ankabut/29 : 45).15
Rincian shalat yan wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim adalah : shalat Subuh
(2 rakaat), Dhuhur (4 rakaat), Ashar (4 rakaat), Magrib (3 rakaat), Isya (4 rakaat).
Shalat adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan dengan alasan apapun, baik
14 ? Mas’adi Sulthani, "Sosialisasi Pemahaman Syari’at Islam", Media Da’wah, Op. Cit. hal. 33 15 ? Abu Bakar Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, terj. Fadhli Bahri, Lc., Jakarta : Darul Falah, 2005 Cet. 1X, hal. 298-299
7
dalam waktu yang lapang, maupun sempit, apakah dalam perjalanan, perang, ataupun
sakit shalat tetap harus ditegakkan. Orang yang sengaja meninggalkan shalat tanpa
ada udzur (halangan) yang dibenarkan oleh Allah dan rasul-Nya, maka ia kafir16.
Kaum Muslimin sangat dianjurkan untuk shalat secara berjama’ah sebab memiliki
banyak keutamaan dari shalat yang dilakukan sendiri-sendiri, salah satunya Allah
melebihkan shalat berjama’ah atas shalat sendiri 27 derajat.
درجة وعشرين بسبع الفذ منصالة افضل عة جما ة صال
“shalat jama’ah lebih utama dari pada shalat sendiri-sendiri 27 derajat
(H.R.Buhkhari).17
2. Zakat
Zakat adalah kewajiban yang dibebankan kepada setiap Muslim apabila telah
memiliki harta benda seukuran nisab (batas minimal) dan haul (jangka waktu)
pemilikan. Fungsi diSyari’atkannya zakat adalah untuk membersihkan jiwa manusia
dari kotoran, membantu orang miskin, menegakkan kemaslahatan umum serta
membatasi pembengkakan kekayaan di tangan orang-orang kaya dan pedagang (Q.S.
At-Taubah/9 :103).
Orang yang menolak membayar zakat dengan tidak mengakui kewajibannya, ia
kafir. Sementara itu siapa yang menolak membayarnya karena kikir, ia berdosa dan
zakat diambil darinya dengan paksa, sedangkan siapa yang mengumumkan perang
karena menolak membayar zakat, ia diperangi hingga ia tunduk pada perintah Allah
Swt dan membayar zakat (Q.S. At-Taubah/9 : 11).18
Harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah emas, perak, tanaman dan
buah-buahan, hewan ternak, barang tambang. Sedangkan orang-orang yang berhak
16 ? Abu Bakar Ba’asyir, “Mengenal Dasar-Dasar Dinul Islam”, Materi Untuk Membuat Buku, Jakarta, 2005, hal. 280
17 ? Abu Bakar Al-Jazairi, Op. Cit. hal. 322-32318 ? Abu Bakar Al-Jazairi, Op. Cit. hal. 395
8
menerima pembagian zakat, ada delapan kelompok: orang fakir, orang miskin, amil
zakat, muallaf, memerdekakan budak, orang berhutang, fisabilillah, dan ibnu sabil
(Q.S. At-Taubah/9 : 60). Selain itu dalam Islam juga diSyari’atkan zakat fitrah yaitu
zakat yang dikeluarkan untuk membersihkan, mensucikan jiwa orang-orang yang
berpuasa atau orang yang secara hukum diwajibkan berpuasa namun karena alasan
syara’ diperbolehkan tidak berpuasa seperti, anak kecil, orang sakit, menyusui dan
lain sebagainya (Fathul Bari III: 367 no. 1503).19 Setiap individu wajib
mengeluarkan zakat fitrah sebesar setengah atau satu sha’(empat genggam dua
telapak tangan) gandum atau semisal dengan itu yang termasuk makanan pokok
(Muslim II: 678 no. 985). Waktu mengeluarkan zakat fitrah adalah dengan datangnya
malam idhul fitri dan haram hukumnya mengeluarkan zakat fitrah hingga diluar
waktunya tanpa adanya ‘udzur syar’i.20
3. Puasa
Puasa adalah menahan dengan niat ibadah dari makan, minum, hubungan suami-
istri dan semua hal yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar hingga terbenam
matahari. Allah mewajibkan berpuasa bagi kaum Muslimin satu bulan penuh pada
bulan Ramadhan, ia termasuk salah satu rukun Islam yang harus diketahui dan
bahwa orang yang mengingkarinya menjadi murtad dari Islam (Q.S. Al-Baqarah/2:
183-185). Awal bulan Ramadhan ditentukan dengan melihat hilal, tanggal satu
Ramadhan walaupun hanya bersumber dari satu orang laki-laki yang adil, terpercaya,
atau dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari (Fathul Bari
IV: 119 no. 1909).
Para ulama sepakat bahwa puasa wajib dilaksanakan oleh orang Muslim, yang
berakal sehat, baliqh dan mukim (tidak sedang bepergian) dan untuk perempuan
harus dalam keadaan suci dari darah haid dan nifas (Q.S. Al-Baqarah/2: 184).
19 ? Tim Penyusun DDII, Panduan Zakat Infaq dan hadaqah, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Jakarta , hal. 23.
20 ? Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz, Jakarta : Pustaka as-Sunnah, 2006, Cet. I, hal 419-439
9
Seseorang yang berpuasa akan batal puasanya ketika ia makan dan minum dengan
sengaja, muntah dengan sengaja, dan jima’. Selain puasa wajib pada bulan
Ramadhan, Islam juga mensyari’atkan beberapa puasa sunnah yaitu: enam hari pada
bulan Syawal, hari Arafah selain jama’ah haji, hari Asy-Syura dan sehari
sebelumnya, puasa Senin dan Kamis, tiga hari setiap bulan qamariyah, puasa nabi
Daud, sepuluh pertama bulan Zulhijjah.
Islam mengharamkan puasa pada hari raya idul fitri dan idul Adha, hari-hari
tasyriq, bagi orang yang sakit parah, menjalani haid dan nifas.21
4. Haji
Haji ialah sengaja pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah: tawaf, sa’i, wukuf
di Arafah dan semua ibadah-ibadah yang berkaitan dengan ibadah haji sebagai
pelaksanaan perintah Allah dan mengharapkan ridhaNya. Haji termasuk rukun Islam
kelima yang diwajibkan oleh agama dan sudah menjadi ketetapan di dalam Syari’at
apa bila ada orang yang mengingkari wajibnya maka ia jadi kafir dan murtad dari
Islam.22
Menunaikan ibadah haji ke Makkah wajib bagi tiap-tiap muslin yang sudah
baligh, berakal sehat dan ada kemampuan sekali seumur hidup (Q.S. Ali Imran/3 : 96-
97). Haji mempunyai empat rukun, yaitu ihram, tawaf, sa’i, dan wukuf di Arafah. Jika
salah satu dari empat rukun tersebut tidak dikerjakan maka hajinya tidak sah. Ihram
adalah niat untuk melaksanakan haji disertai dengan memakai pakain tidak berjahit
dan mengucapkan talbiyyah yang dimuali dari miqat. Tawaf adalah berjalan
mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali tanpa ada jeda, dan orang yang tawaf harus
suci dan menutup aurat. Rukun haji yang ketiga adalah sa’i yaitu berjalan antara Safa
dan Marwa pulang pergi dengan niat ibadah, sa’i dilakukan setelah tawaf sebanyak
tujuh babak. Yang terakhir adalah wukuf di Arafah yaitu hadir di tempat yang
bernama Arafah sesaat atau lebih dengan niat wukuf sejak setelah dzuhur tanggal 9
21 ? Ibid. hal. 385-413
22 ? Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 5, Terj. Kahar Masyhur, Jakarta: Kamam Mulia, 1990, Cet. 1, hal. 32
10
Dzulhijjah hingga shubuh tanggal 10 Dzulhijjah. Setelah wukuf di Arafah diharuskan
menginap di Muzdalifah, melempar jumrah ‘aqabah dan menginap di Mina selama
tiga hari. Selain itu ada juga umrah yang pelaksanaannya sama dengan haji hanya
minus wukuf di Arafah.23
B. Muamalah
Yang juga termasuk dalam cakupan ajaran Syari’at Islam adalah hubungan
antara hamba dengan sesamanya dan hubungan dengan makhluk lain di
lingkungannya, atau yang dikenal dengan nama muamalah. Yaitu segala sesuatu yang
menyangkut hal-hal sesama manusia dan makhluk lain disekitarnya yang pada
umumnya ketentuan-ketentuannya bersifat global, dapat dikembangkan lebih lanjut
untuk mewujudkan kemaslahatan, keamanan dan ketentraman yang merupakan tujuan
utama dari Syari’at itu sendiri.24
1. Keluarga dan Pusaka (Nizhamul Usrah wal Mawarits)
Pernikahan merupakan bibit pertama dan cikal-bakal kehidupan masyarakat, dan
aturan yang bersifat alami bagi alam semesta serta sunnatullah untuk menjadikan
kehidupan semakin bernilai dan mulia. Pernikahan merupakan hubungan batin yang
hakiki, penuh kejujuran, kerja sama dalam kehidupan dan penuh kasih sayang untuk
membentuk keluaga yang baik.
Islam telah memotivasi kepada pernikahan dalam berbagai bentuk (Q.S. Ar-
Ra’ad/13 : 38), (Q.S. Ar-Rum/30: 21), (Q.S. An-Nahl/16: 72).25 Laki-laki Islam
boleh mengawini wanita Yahudi dan Nashrani (Q.S. Al-Maidah/5: 5), tapi dilarang
menikahi wanita musyrik, yaitu wanita yang menyembah selain Allah atau
mengingkari keberadaanNya (Q.S. Al-Baqarah/2: 221).
23 ? Abu Bakar Al-Jazairi, Op. Cit. hal. 435-447
24 ? Mas’adi Sulthani, "Sosialisasi Pemahaman Syari’at Islam", Media Da’wah, Loc. Cit.25 Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak, Terj. Zainal Abidin,
Lc., Jakarta: Darul Haq, 2004, Cet. I hal. 11-12
11
Sebelum melangsungkan pernikahan Allah Swt dan Rasul-Nya menganjurkan
untuk terlebih dahulu meminang, yaitu permintaan untuk menikah yang disampaikan
kepada pihak wanita dan walinya. Wanita yang boleh dipinang setidaknya memiliki
dua syarat: tidak ada halangan syar’i yang menghambuat pernikahan dan tidak ada
laki-laki lain yang telah meminangnya dengan sah. Islam juga mengharamkan
meminang wanita yang sedang menjalani iddah, baik iddah karena wafat maupun
karena talak. Ketika meminang laki-laki boleh melihat calon istrinya maupun
sbaliknya sebatas yang terbiasa terlihat yaitu wajah dan telapak tangan.26
1.1. Perceraian (Talak)
Talak ialah terurainya ikatan nikah dengan perkataan yang jelas seperti suami
berkata pada istrinya “engkau aku ceraikan” ataupun dengan bahasa sindiran.
Sedangkan istri yang cerai dari suaminya maka ia harus menebus dirinya dengan
sejumlah uang yang ia serahkan kepada suaminya, yang demikian ini disebut khulu’.27
Ketika suatu masalah atau konflik menimpa kehidupan rumah tangga seorang
Muslim dimana suami tidak berdaya lagi memperbaiki istrinya, atau sebaliknya sang
istri tak mampu lagi meluruskan suaminya dimana segala media perdamaian telah
diupayakan tapi tidak bisa menyatukan mereka lagi maka Syari’at Islam menetapkan
hukum agar istri menyerahkan sebagian hartanya untuk menebus dirinya ataupun
suami diperbolehkan mentalak istrinya tentunya dengan cara yang ma’ruf (Q.S. Al-
Baqarah/2 : 229).28
Talak bisa jadi hukumnya wajib jika madharat yang menimpa salah satu dari
suami-istri tidak bisa dihilangkan kecuali dengan talak, karena Rasulullah Saw
bersabda kepada orang yang mengeluh pada baliau tentang keburukan akhlak istrinya,
“ceraikan dia.” (H.R. Abu Daud, hadis ini shahih). Talak juga bisa jadi diharamkan
karena menimbulkan madharat pada salah satu dari suami-istri dan tidak
26 Ibid. hal. 35-39 27 ? Abu Bakar Al-Jazairi, Op. Cit. hal. 605 28 ? Mawardi Noor, et. al., Garis-Garis Besar Syari’at Islam, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 3. hal. 12
12
menghasilkan manfaat yang lebih baik dari madharatnya atau manfaatnya sama
dengan madharatnya.29 Jalan talak ini tidak lain sebagai upaya pengobatan sehingga
ia dapat diulang sampai tiga kali dalam periode yang berbeda. Maka dari itu, panjang
pulalah masa untuk berpikir kemungkinan untuk rujuk. Namun apabila setelah tiga
kali talak kemudian ingin rujuk kembali, maka pihak laki-laki harus melalui satu
syarat yakni setelah bekas istri dinikahi oleh laki-laki lain tanpa bermaksud tahlil
(penghalangan) lalu bercerai (Q.S. Al-Baqarah/2 : 228,230).30
1.2. Poligami
Poligami adalah beristri banyak. Sudah menjadi fakta histories bahwa fenomena
beristri banyak telah ada jauh sebelum datangnya Islam. Diriwayatkan dalam
perjanjian lama bahwa Nabi Daud mempunyai 100 orang istri dan nabi Sulaiman
mempunyai 700 orang istri serta 300 orang gundik.31 Demikian pula bangsa Persia
melakukan poligami dimana tidak ditemukan dalam tatanan sosial mereka suatu
aturan yang melarang poligami. Demikian halnya dengan tatanan yang berlaku bagi
bangsa Romawi, cukuplah kita ketahui bahwa Raja Saila telah mengawini empat
orang wanita dalam waktu yang sama, demikian pula Kaisar dan diikuti putranya
Bumbay.32
Islam datang dengan peraturannya tersendiri. Dalam hal ini pembatasan untuk
menikahi wanita maksimal empat orang serta mensyaratkan harus bisa berlaku adil
(Q.S. An-nisa /4:3). Islam adalah agama yang sesuai fitrah dan memperhatikan
kebutuhan pribadi serta masyarakat. Disamping itu, Islam juga memperhatikan
kekebutuhan dan kemaslahatan mereka secara keseluruhan. Diantara manusia ada
orang yang memiliki keinginan besar untuk mendapatkan keturunan tetapi istrinya
mandul, ada pula orang yang kuat nafsu seksualnya sedangkan istrinya tidak begitu
29 ? Abu Bakar Al-Jazairi, Op Cit. hal. 59830 ? Mawardi Noor, et. al. Op Cit. hal.12
31 ? Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Penj. As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Jilid I, Cet. 6, hal. 683
32 ? Ahmad Al Hufy, Mangapa Rasulullah Berpoligami, Jakarta: Pustaka Azzam, 2001, Cet. 1, hal. 45
13
semangat terhadap laki-laki, dan ada kalanya pula jumlah wanita lebih banyak
daripada kaum laki-laki. Sehingga dalam kondisi seperti ini adalah merupakan
kemaslahatan bagi masyarakat dan bagi kaum wanita itu sendiri kalau mereka
dimadu.33
1.3. Harta Pusaka (waris)
Al-Qur’an telah menjelaskan jenis harta yang dilarang mengambilnya dan jenis
harta yang boleh diambil dengan jalan yang baik. Diantara harta yang halal untuk
diambil ialah harta pusaka atau dikenal dengan harta waris. Didalam Al-Qur’an dan
hadis telah diatur cara pembagian harta waris dengan seadil-adilnya (Q.S. Al-
Baqarah/2: 188), (Q.S. An-Nisa/4: 11).34
Hak memperoleh warisan dalam Islam diatur berdasarkan: pertama, nasab, yaitu
kekerabatan. Artinya ahli waris ialah ayah dari pihak yang diwarisi, atau anak-
anaknya, dan jalur sampingnya seperti saudara dan anak-anak mereka (Q.S. An-
Nisa/4: 11,33). Kedua, pernikahan, yaitu akad yang benar terhadap istri kendati
suaminya belum menggauli dan berduaan dengannya (Q.S. An-Nisa/4: 12). Suami-
istri bisa saling mewarisi dalam talak raj’i dan talak tiga jika suami mentalak istrinya
ketika ia sakit dan meninggal dunia karena sakitnya tersebut. Ketiga, wala’, yaitu
memerdekakan budak laki-laki atau perempuan, dan dengan ia memerdekakannya
maka kekerabatan budak tersebut menjadi miliknya. Keempat, hubungan Islam.
Orang meninggal yang tidak memiliki ahli waris maka yang menjadi ahli warisnya
adalah kaum Muslimin. Sedangkan seseorang terhalang mendapatkan warisan
disebabkan kekafiran, pembunuhan dan perbudakan.35
Harta peninggalan yang dibagi-bagikan menurut prinsip pewarisan adalah harta
sisa setelah dibayarkan hutang, biaya pengurusan mayit, zakat dan wasiatnya. Adapun
wasiat tidak boleh melebihi dari sepertiga harta peninggalan.
33 ? Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Penj. Abu Sa’id Al Falahi, Jakarta : Rabbani Press, 2000, Cet. 1, hal. 215-216
34 ? Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2005, Cet. 38. hal. 346 35 ? Abu Bakar Al-Jazairi, Op Cit. hal. 624-626
14
2. Harta dan Perniagaan (Al-Amwal wal Mubadalat)
a. Harta Dalam Pandangan Islam
Sikap Islam terhadap harta adalah bagian dari sikapnya terhadap kehidupan
dunia. Dalam memandang dunia, Islam selalu bersikap pertengahan dan seimbang.
Islam menSyari’atkan agar manusia menikmati kebaikan dunia. Kehidupan ekonomi
yang baik adalah rangsangan bagi jiwa dan sarana berhubungan dengan Allah.
Menurut Islam, harta adalah sarana untuk memperoleh kebaikan, sedangkan segala
sarana untuk memperoleh kebaikan adalah baik. Harta dalam konteks Al-Qur’an
adalah suatu kebaikan (QS. Al-Adiyat/100:8, Al-Baqarah/2:215, 180).36
b. Sumber dan Pemamfaatan Harta
Allah memerintahkan manusia untuk menjadikan aqidah Islam sebagai dasar
penguasaan di alam dan kekhalifahan di muka bumi untuk memakmurkan dan
mengembangkannya demi menampakan rahmat dan nikmat Allah kepada seluruh
alam (QS. Albaqarah/2: 29).
Dalam mencari dan mengumpulkan harta, Islam memerintahkan agar dilakukan
dengan berbagai cara, yaitu: perdagangan (QS.Al-Quraisy/106: 1-4), pertanian
(QS.Abasa/80: 24-32), perindustrian seperti besi (QS.Al-Hadid/57:25), tekstil
(QS.Al-A’raf/7:26), properti (QS.An-Naml/27:44). Ini semua dilakukan dengan cara
yang ma’ruf. Islam tidak menghendaki adanya kecurangan-kecurangan dalam
melakkukan pekerjaan tersebut. Islam melarang pencarian harta dengan merugikan
orang lain, mencuri, merampok, mengemis, riba dan mengganggu keamanan serta
perdagangan yang merusak akal dan kesehatan seperti khamr.37
36 ? Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, terj. Zainal Arifinn, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, Cet.2, hal.74
37 ? Mawardi Noor, et al. Op. Cit. hal. 22
15
Dalam memanfaatkan harta, Islam menganjurkan untuk digunakan secukupnya
dalam menginfakan di jalan Allah. Menjauhi kemewahan, tidak boros, tidak kikir
tetapi sewajarnya (QS.Al-Baqarah/2:3, Al-Maidah/5: 87).38
c. Jaminan Kebebasan Ekonomi
Setiap Ulil Amri dalam masyarakat Islam harus bersungguh-sungguh
mewujudkan kemanfaatan terhadap umat dari usaha-usaha ekonomi. Peranan tersebut
terutama mencakup empat macam tindakan: (1) menjamin kesesuaian dengan kode
etik Islam dari tiap pribadi lewat pendidikan, dan bila perlu lewat paksaan. (2)
Menciptakan kondisi sehat dalam pasar guna menjamin fungsinya yang baik. (3)
Perbaikan penyediaan sumber-sumber dan distribusi pendapatan yang diakibatkan
oleh mekanisme pasar dengan bimbingan dan peraturan maupun campur tangan
langsung. (4) Mengambil langkah-langkah positif dibidang produksi dan
pembentukan modal guna mempercepat pertumbuhan dan menjamin kleadilan
sosial.39
d. Etika Jual Beli
Yang membedakan Islam dan materialisme ialah bahwa Islam tidak pernah
memisahkan ekonomi dan etika seorang Muslim baik individu ataupun kelompok.
Dalam lapangan ekonomi atau bisnis, disatu sisi Islam memberikan kebebasan untuk
mencari keuntungan sebesar-besarnya. Namun disisi lain, ia terikat dengan iman dan
etika sehingga ia tidak bebas mutlak dalam membelanjakan hartanya.40
Nabi Muhammad diutus ditengah-tengah bangsa Arab yang telah memiliki
bermacam-macam model jual beli dan melakukan tukar menukar. Kemudian Nabi
membenarkan sebagiannya, dan melarang sebagian yang lain karena tidak sesuai
dengan tujuan dan jiwa Syari’at Islam. Larangan ini berkisar pada beberapa sebab,
38 ? Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Op. Cit. hal. 13539 ? Muhammad Nejatullah Siddiqi, Pemikiran Ekonomi Islam, Terj. A.M. Saefuddin, Jakarta: Media Da’wah, 1986, Cet. 1, hal. 42-43
40 ? Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Op Cit. hal. 51
16
antara lain karena membantu kemaksiatan, ada unsur penipuan, karena adanya
tindakan zalim oleh salah satu pihak yang mengadakan transaksi dan sebagainya.41
Penipuan adalah akar kehancuran umat terdahulu, seperti kaum Nabi Syu’aib
yang suka menipu takaran/timbangan.(QS. Al-A’raf/7:85, Al-Muthaffifin/83:1-6).
Sementara pengeksploitasian kesempitan orang lain merupakan pangkal timbulnya
riba (QS. Al-Baqarah/2:275,278-279). Prinsip jual beli dalam Islam adalah saling
menolong dan menguntungkan (QS. Al-Baqarah/2: 261-280).
3. Hukuman (Al-‘Uqubat)
Hukuman syar’i adalah zawajir (pencegahan) yang disiapkan Allah Swt untuk
menghalangi terjadinya kasus pelanggaran terhadap sesuatu yang dilarang Allah dan
mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya. Hal itu dikarenakan dominasi syahwat
manusia membuat diri lupa akan ancaman akhirat. Oleh karena itu Allah Swt
membuat hukuman-hukuman yang akan membuat pelaku-pelaku maksiat berhenti
dari kejahatannya, sembari mengingatkan mereka akan sakitnya hukuman dan
menkut-nakuti mereka dengan siksa yang menyakitkan. Ini semua agar hal-hal yang
diharamkan Allah Swt dijauhi dan kewajiban-kewajiban yang Dia perintahkan
diikuti, hingga kemudian kemaslahatan menyebar rata, dan taklif (perintah)
dikerjakan dengan sempurna.42
Islam menSyari’atkan bentuk hukuman di dunia dalam dua jenis, yaitu An-
Nashiyah (bentuk hukuman yang sudah ada nash-nya) dan at-Tafwidhiyah (bentuk
hukuman yang ditetapkan menurut keputusan hakim). Tujuan keduanya adalah:
pertama, mempersiapkan manusia untuk menjadi warga yang baik dan produktif bagi
pembinaan kesejahteraan masyarakat. Kedua, memberikan kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat yang akan terwujud bila ada jaminan atas hal-hal individu dan
41 ? Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Op Cit. hal 293
42 ? Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah: Hukum-Hukum Penyelenggaraan Negara dalam Syari’at Islam, Penj. Padli Bahri, Jakarta: Darul Falah, 2006, Cet. 2. hal. 362
17
masyarakat dengan cara seadil-adilnya, dengan saling berwasiat dalam kebaikan dan
mencegah kejahatan.
Dengan demikian sasaran yang ingin dicapai oleh Syari’at Islam melalui
penetapan hukuman di dunia adalah memperbaiki dan mendidik jiwa serta
mengupayakan terwujudnya kebahagiaan masyarakat. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
rahimahullah mengatakan;” dimana terdapat kemaslahatan dan kepentingan umum,
disanalah terdapat Syari’at.”43
Objek hukuman atau kejahata-kejahatan yang dapat dikenai hukuman Syari’at
(hudud) ialah:
3.1. Murtad
Murtad adalah tindakan seorang Muslim, baik dengan perkataan maupun
perbuatan yang secara tabiat (umumnya) bisa mengakibatkannya menjadi kafir.
Seperti menghalalkan sesuatu yang haram hanya berdasar ta’wil, menolak Syari’at
Islam dan menggantinya dengan hukum ciptaan manusia. Jadi pada dasarnya murtad
adalah pengingkaran terhadap hal-hal yang sudah diketahui berupa kewajiban-
kewajiban agama atau melakukan sesuatu yang bersifat meremehkan dan
mendustakan agama.
Hukum bagi orang-porang yang murtad adalah dihapuskan amal-amalannya, dan
kelak dihari Kiamat kekal dalam Neraka (Q.S. Al Maidah/5: 54, Al-Baqarah/2: 217).
Sedangkan hukuman di dunia adalah hukuman mati, sebagaimana kesepakatan para
Fuqaha berdasarkan hadis rasulullah Saw; “Barang siapa mengganti agamanya maka
bunulah dia.” (H.R. Bukhari). Meskipun demikian, sebagian ulama mengatakan
sebelum dilakukan hukuman mati harus terlebih dahulu diberi kesempatan untuk
bertaubat.44
3.2. Berzina dan Menuduh Zina (Qadzaf)
43
? Abdurrahman Madjrie dan Fauzan Al-Anshari, Qishas Pembalasan yang Hak, Jakarta: Khaerul Bayan, 2003, Cet. 1. hal. 9-1044 ? Disarikan dari : Fauzan Al-Anshari dan Halawi Makmun, Hukum Murtad, Jakarta: Lembaga Kajian Syari’at Islam, 2005.
18
Zina ialah tindakan seorang laki-laki memasukkan kemaluannya kedalam vagina
wanita seperti masukknya batang pemoles celak mata kedalam botolnya, atau seperti
masuknya tali timba kedalam sumur atau seperti seorang suami menggauli istrinya
yang dihalalkan oleh Allah Swt. (berdasarkan Hadis yang diriwatkan Abu daud dan
Ad-Daru Quthny).45
Syari’at Islam menetapkan hukuman bagi pezina yang sudah pernah menikah dan
telah melakukan persetubuhan dalam pernikahan itu (Muhshan) dengan rajam yaitu
dilempar dengan batu yang ukurannya paling besar sekepalan tangan sampai mati.
Sedangkan hukuman bagi pezina yang belum menikah atau sudah menikah tetapi
belum persetubuhan dalam pernikahan itu (gairu Muhshan) didera 100 kali dan
diasingkan selama satu tahun (Q.S. An-Nisa/4:15, An-Nur/24:2-3).
Adapun penuduh zina yang tidak bisa mendatangkan empat orang saksi maka
didera 80 kali dan kesaksiannya tidak boleh diterima selamanya (QS. An-Nur/24: 4-
9). Suami atau istri yang menuduh pasangannya melakukan zina, keduanya
melakukan Al-Li’an (sumpah yang dibuat oleh suami atau istri terhadap pasangannya
dan ditolak pula dengan sumpah) di depan hakim yang mengakibatkan perceraian
selamanya bagi mereka.46
3.3. Mencuri (Sarîqah) dan Terorisme (Hirabah)
Mencuri adalah suatu tindak kejahatan mengambil harta orang lain dengan cara
sembunyi, baik dari pandangan pemilik harta yang dicuri atau dari pihak lain menurut
anggapan orang yang mencurinya. Mencuri jelas perbuatan haram dan termasuk dosa
besar (QS. Al-Mumtahana/60:12).
Pelaku kejahatan pencurian baik laki-laki maupun perempuan dikenai hukuman
potong tangan bila telah memenuhi syarat-syaratnya berupa jumlah barang yang
dicuri sampai nishabnya senilai ¼ dinar emas atau 3 dirham perak. Tingkatan
45 ? Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Pezina dan Penuduhnya, Jakarta: Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2, hal. 10-11. 46 ? Fauzan Al-Anshari, KUHP Syariah dan Penjelasannya, Jakarta:Departemen Data dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia, 2005, hal. 9-10.
19
hukuman pelaku sariqah adalah: Untuk kejahatan pertama dipotong tangan kanannya.
Kejahatan kedua dipotong kaki kirinya. Kejahatan ketiga dipotong tangan kirinya.
Untuk kejahatan keempat dipotong kaki kanannya. Dan untuk kejahatan kelima
dihukum mati (QS. Al-Maidah/5:33).47
Adapun yang dimaksud kejahatan terorisme atau pelanggaran ketentraman umum
(hirabah) didefinisikan oleh para ulama sebagai tindakan seseorang yang mengambil
barang orang lain dengan cara anarkis dan menimbulkan suasana yang mencekam,
semisal megambil harta lalu membunuh orangnya. Sementara ulama lainnya
berpendapat bahwa cukuplah seseorang itu dikatakan melakukan tindakan hirabah
apabila membuat suasana mencekam atau membuat orang lain takut keluar rumah.
Dan hukuman terhadap pelaku kejahatan hirabah ini ada empat macam yaitu: hukum
bunuh, hukum bunuh dengan salib, hukum potong tangan dan kaki secara bersilang,
dan hukuman dengan diasingkan. Dalam hal pemilihan hukuman terhadap seorang
muharib terdapat perbedaan dikalangan fuqaha, ada yang mengatakan bahwa seorang
imam atau qadi boleh memilih salah satu dari empat hukuman tersebut untuk
dilaksanakan terhadap seorang muharib (QS. Al-Maidah/5:33).48
3.4. Minum Khamr (Syurb)
Kharm adalah segala minuman atau sejenisnya yang menyebabkan peminum atau
pemakainya dapat mabuk karenanya atau tidak sadar alias hilang akal sehatnya. Salah
satu jenis khamr adalah miras, bahkan sebagian ulama memasukkan narkoba karena
sejenis dengan miras.
Pelaku kejahatan mengkonsumsi khamr ini dikenakan hukuman cambuk minimal
40 kali dan maksimal 80 kali (Q.S. Al-Maidah/5:90-91). Bagi peminum khamr lebih
dari tiga kali maka hukumannya tidak lagi dicambuk, melainkan harus dihukum mati
47 ? Disarikan dari : Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Pencuri, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2.
48 ? Fauzan Al-Anshari dan Halawi Makmun, Pidana Terorisme, Jakarta : Lembaga Kajian Syari’at Islam, 2005, hal. 16-18, 35.
20
(dipancung). Demikian pula dengan pihak-pihak yang terkait seperti penjual atau
pengedar maka mereka ini dihukum sama dengan peminum atau penggunanya.49
3.5. Membunuh, Melukai Tubuh
Pelaku pembunuhan dengan sengaja (qatlu al-‘amd) dan telah dibuktikan
berdasarkan saksi yang cukup maka dikenakan hukuman qishash, yaitu dibunuh pula.
Sementara itu penyebab kematian karena salah sasaran (qatlu syibhi al-‘amd)
dikenakan hukuman dengan membayar diyat kepada wali korban dan tambahan
hukuman ta’zir. Sedangkan pembunuhan karena tidak sengaja maka dia pun
membayar diyat kepada wali korban dan bisa dikenakan hukuman ta’zir. Adapun
melakukan kecederaan atau menghilangkan anggota tubuh seseorang maka dihukum
dengan qishash yaitu kecederaan yang sama dengan yang dilakukannya.
Meskipun Islam telah menetapkan hukum qishash, tetapi Islam tidak
memandangnya sebagai kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan. Bagi korban atau
ahli warisnya, Islam memberi alternhatif berupa menuntut qishash atau memberi
maaf. Bentuk pemaafan bisa berupa denda atau damai, boleh juga dengan memaafkan
sama sekali tanpa konpensasi apapun, dan memaafkan itu lebih baik dalam
pandangan Allah (QS. Al-Baqarah/2:178, Al-Maidah/5:45, Al-Isra/17:33).50
3.6. Hak Allah dan Hak Hamba
Kejahatan-kejahatan yang oleh Syari’at Islam telah dinashkan hakikat dan
hukumnya dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak Allah, yakni yang berkaitan
dengan kehormatan agama dan keturunan. Sedangkan kejahatan yang berkaitan
dengan kehormatan jiwa dan anggota tubuh manusia disebut pelanggaran hak hamba.
Hukum terhadap pelanggaran hak Allah disebut Hudud (Had) (QS.
Al-Baqarah/2:187, 229-230, An-Nisa/4:12,13, Al-Mujadilah/58:4). Adapun hukum
49 ? Disarikan dari : Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Konsumen Miras dan Narkoba, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2
50 ? Disarikan dari : Abdurrahman Madjrie dan Fauzan Al-Anshari, Qishash Pembalasan yang Hak, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2003, Cet. 1.
21
pelanggaran terhadap hak hamba disebut Qishash (Q.S Al-Baqarah/2:178-179, Al-
Maidah/5:48).51
3.7. Ta’zir
Ta’zir menurut bahasa berarti mencegah atau menolong sedangkan ta’zir
menurut istilah syar’i adalah hukum yang diSyari’atkan atas tindakan maksiat atau
tindakan kejahatan lainnya yang tidak ada ketentuan hududnya atau kifaratnya.
Kemaksiatan itu baik terhadap hak Allah seperti meninggalkan shalat lima waktu,
maupun kemaksiatan terhadap hak manusia seperti mencuri yang nilainya yang
kurang dari satu nishab.
Yang berhak menetapkan dan melaksanakan hukum ta’zir adalah Waliyul Amri
atau wakilnya, bentuknya bisa berupa pemukulan atau penahanan yang menurut
hakim sepadan dengan kejahatannya.52
4. Akhlak Islami
Secara etimotogi kata ”akhlak” berasal dari akar bahasa Arab "khuluk" yang
berarti tabiat, muruah, kebiasaan, fithrah, naluri dan lain-lain. (Lisanul ’Arab 1/889-
892). Secara epistemologi Syar'i, kata akhlak adalah seperti yang dikatakan oleh Al
Ghozali yaitu, sesuatu yang menggambarkan tentang perilaku seseorang yang
terdapat dalam jiwa yang baik, yang darinya keluar perbuatan secara mudah dan
otomatis tanpa terpikir sebelumnya. Jika perilaku dibenarkan oleh akal dan syariat
maka ia dinamakan akhlak yang mulia, namun jika sebaliknya maka ia dinamakan
akhlak yang tercela.
Demensi akhlak yang mulia dalam Islam mencakup beberapa hal ; Pertama,
Akhlak kepada Allah Swt dengan cara mencintai-Nya, mensyukuri nikmat-Nya, malu
kepada-Nya untuk berbuat maksiat, selalu bertaubat, bertawakkal, takut akan adzab-
Nya dan senantiasa berharap akan rahmat-Nya. Kedua, akhlak kepada Rasulullah
Saw dengan cara beradab dan menghormatinya, mentaati dan mencintai beliau, 51 ? Mawardi Noor, et. al. Op. Cit. hal. 28.
52 ? Ibid, hal. 30.
22
banyak menyebut nama beliau, menerima seluruh ajaran beliau, menghidupkan
sunnah-sunnah beliau dan lebih mencintai beliau daripada diri kita sendiri serta
keluarga kita. Ketiga, akhlak terhadap Al-Qur`an dengan cara membacanya dengan
khusyuk, tartil dan sesempurna sambil memahaminya, menghapalnya dan
mengamalkannya dalam kehidupan riil. Keempat, akhlak kepada makhluk Allah Swt
mulai diri sendiri, orangtua, kerabat, handaitaulan, tetangga dan sesama mukmin
sesuai dengan tuntunan Islam. Kelima, akhlak kepada orang kafir dengan cara
membenci kekafiran mereka, tetapi tetap berbuat adil kepada mereka berupa
membalas kekejaman mereka atau memaafkannya dan berbuat baik kepada mereka
secara manusiawi selama hal itu tidak bertentangan dengan syariat Islam serta
mengajak mereka kepada Islam. Keenam, akhlak terhadap makhluk lain termasuk
menyayangi binatang yang tidak mengganggu, menjaga tanaman dan tumbuh-
tumbuhan dan melestarikannya.
Prinsip-prinsip Akhlakul Karimah
Akhlak Islam adalah akhlak Nabi yang bersumber dari Al Qur’an. Beberapa
prinsip yang membedakan akhlak Islam dengan akhlak yang lainnya (etika atau
moral) adalah sebagai berikut :
1. Kebaikannya bersifat absolut, karena kebaikan yang terkandung dalam akhlak
Islam merupakan kebaikan yang haqiqi, baik untuk individu maupun untuk
masyarakat di dalam lingkungan, keadaan, waktu dan tempat.
2. Kebaikan akhlak Islam bersifat universal, karena merupakan kebaikan untuk
seluruh umat manusia disemua zaman dan tempat.
3. Akhlak Islam bersifat abadi, tidak berubah-ubah menurut keadaan waktu,
tempat dan lingkungannya.
4. Kebaikan yang ada dalam akhlak Islam merupakan hukum yang harus
dilaksanakan, sehingga ada sanksi hukum tertentu bagi orang-orang yang
23
tidak melaksanakannya.53
Beberapa akhlak penting yang harus dimiliki oleh setiap Muslim antara lain:
a. Malu
Rasa malu merupakan bagian akhlak Nabi Saw yang harus dijadikan teladan
bagi kaum Muslimin. sifat pemalu menurut pengertian para ulama selalu bertolak
kepada sifat-sifat tercela, pantang menolak kebenaran dan takut mengkebiri hak-hak
orang lain. Selalu melakukan kebaikan dan menghargai pelaku kebaikan. Umron bin
Hashin r.a. mengatakan bahwa rasulullah Saw bersabda:
“sifat pemalu itu tidak mendatangkan sesuatu apapun kecuali kebaikan”.
(Muttafaqun alaih).
Setiap Muslim malu kepada manusia, sehingga tidak menginginkan auratnya
terbuka. Untuk itu lebih pantas lagi bagi manusia untuk malu kepada Allah Yang
Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Nabi Saw bersabda; “Maka Allah lebih berhak
untuk manusia malu kepada-Nya daripada manusia malu kepada orang lain.” (H.R.
Bukhari) 54.
b. Tawadhu’
Lawan takabbur adalah tawadhu’ (rendah hati). Setiap mukmin hendaknya
selalu rendah hati baik di hadapan Allah maupun di depan manusia. Sikap yang
demikian ini menyebabkan akan diangkatnya derajat manusia dihadapan Allah.
Rasulullah bersabda yang artinya :
“sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikaf tawadhu’,
sehingga setiap kalian tidak angkuh terhadap yang lain, dan tidak salaing
53 ? Pusat Informasi dan Komunikasi Indonesia. Website:http://www. Al- Islam.org/19 Oktober 2006 54 ? Muhammad Ali Hasyimi, Apakah Anda Berkepribadian Muslim, Terj. H. Salim Basyarahil, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, cet 13. 29
24
menindas.”(HR Muslim)55.
c. Sabar
Sabar dalam segala kondisi dan situasi merupakan kemenangan dan
kebahagiaan bagi hamba Allah Swt. Sabar termasuk sebagian dari iman. Dengan
kesabaran manusia akan sampai kepada tujuan yang diinginkannya.
Adapun bentuk-bentuk kesabaran yaitu:
1. Sabar dalam suka dan duka. Sabar seperti ini dijelaskan oleh rasulullah Saw
dalam salah satu hadisnya:
“Keistimewaan orang mukmin itu karena semua urusannya selalu baik dan
hal itu tidak terdapat pada orang lain. Apabila ia mendapat nikmat dan dia
bersyukur maka baginya kebaikan. Tatkala ia ditimpa musiba dan dia bersabar,
maka kebaikan pulalah baginya.(HR. Muslim)
2. Sabar dalam taat. Firman Allah Swt:
“…Maka sembalah Allah dan berteguh hatilah dalam beribadah Kepada-
Nya….”(Q.S. Maryam/: 65)
3. Sabar dalam menghadapi cobaan. Firman Allah Swt :
“Dan sungguh kami akan berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar.”(Al-Baqarah/2:155)
4. Sabar dalam bergaul dengan sesama manusia. Firman Allah;
“…Dan kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah
kamu bersabar?;dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.”(Q.S. Al-Furqan/: 20).56
55 ? Ibid. hal. 85 56 ? Majdi Al-Hilali, 38 Sifat Generasi Unggulan, Terj.LESPISI, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Cet. 2, hal. 54
25
5. Perdata dan Pidana (Al-Masuliyah Madaniyah wal Jinayah)
Petunjuk Syari’at Islam dalam hal muamalah sudah sangat jelas dengan
tujuannya yaitu untuk mencapai sebuah kemaslahatan, tata tertib hak, serta
peningkatan taraf hidup. Oleh sebab itu sebagian besar Syari’at Islam ditetapkan
dalam bentuk ketentuan-ketentuan umum. Darinya ditarik rincian aturan yang
diserahkan kepada para pemikir (Mujtahid) Islam disetiap waktu dan tempat.57
a. Pertanggungjawaban Perdata
Dalam fikih Islam, kata dhaman (jaminan) atau tadhmin (hal yang mewajibkan
jaminan) mungkin lebih mendekati pengertian yang dimaksud dengan kata-kata
mas’uliyah madaniyah (pertanggungjawaban perdata) yang terdapat dalam kitab-
kitab hukum modern. Pewajiban jaminan atas seseorang mengandung arti pengenaan
hukuman atasnya untuk membayar ganti rugi yang diderita orang lain akibat
perbuatannya. Pembayaran ganti rugi itu ada dua macam, yaitu: yang sudah
dijelaskan nashnya dalam Syari’at, misalnya diyat (denda) dan irsy (ganti rugi); dan
yang tidak dijelaskan nash-nya dalam Syari’at, yang keputusannya diserahkan kepada
hakim.58
Tanggungjawab perdata baru ada jika telah terjadi kerusakan yang ditimbulkan
karena pelanggaran atas suatu hak orang lain yang sudah jelas. Para fuqaha membagi
hak kepada hak Allah dan hak hamba. Hak Allah merupakan sesuatu yang
manfaatnya berlaku umum dan tidak boleh digugurkan (QS. Al-Maidah/5;95),
sedangkan hak hamba adalah sesuatu yang bertalian dengan kepentingan khusus
seseorang dan pelanggaran atas hak ini boleh digugurkan pemiliknya atau ia
menuntutnya (QS. An-Nisa/4:92).
Pengambilan harta orang lain dengan cara kekerasan dan tanpa ijin, sehingga
benda itu menjadi rusak. Maka menjadi kewajiban orang yang merampas itu untuk
mengembalikan (menggatinya). Inilah prinsip pertanggungjawaban yang timbul dari 57 ? Mawardi Noor, et al. Op. Cit. hal. 47
58 ? Ibid, hal. 48
26
penguasaan harta secara paksa (perampasan). Kemudian mengenai tabib (dokter)
yang mengobati orang lain, padahal ia tidak ahli dalam pengobatan sehingga
pengobatannya justru mengakibatkan kerusakan. Dalam hal ini Nabi Saw
bersabda:”Barangsiapa melakukan pengobatan, padahal ia tidak memiliki
pengetahuan tentangnya, maka ia bertanggungjawab (atas perbuatannya itu).” (HR.
Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah).
Pendek kata, Nabi Saw bersabda: “Tidak ada kerusakan kerugian) dan tidak
pula menimbulkan kerusakan .” Ini menjadi kaidah umum bagi pelaksanaan hukum
mengenai pertanggungjawaban perdata dan penuntutan atas pelanggaran. Karena itu
para fuqaha berkata; ”kerugian harus ditiadakan’, “Kerugian harus ditolak sejauh
mungkin”, “Kerusakan yang bersifat khusus (bagi orang tertentu) boleh dilakukan
dalam upaya menghindarkan kerugian yang bersifat umum (bagi orang banyak)”.59
b. Pertanggungjawaban Pidana
Jarimah (pidana, jinayah dan delik) didefinisikan sebagai larangan-larangan
hukum yang diberikan Allah, dimana pelanggarannya membawa hukuman berasal
dari ketentuanNya. Larangan hukum memiliki arti, melakukan perbuatan yang
dilarang atau tidak melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan Syari’at. Dengan
demikian tindak pidana adalah hanya merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh
Syari’at.60
Jarimah dibagi menjadi tiga, yaitu jarimah hudud, jarimah qishash, jarimah
ta’zir. Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam hukuman hudud, yaitu hukuman
yang telah ditentukan macam dan jumlahnya yang menjadi hak Allah. Yang tidak
bisa dihapuskan baik oleh perseorangan (korban) maupun masyarakat yang diwakili
oleh negara. Termasuk jarimah hudud adalah zina, qadzab (menuduh orang lain
berzina), (Q.S. An-Nur/24: 2,4), minum minuman keras (Q.S. Al-Maidah/5:90-91),
59 ? Ibid, hal. 50
60 ? Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: As-Syamil Press & Grafika, 2001, Cet 2. hal. 132
27
mencuri (QS. Al-Maidah/5:38-39), hirabah (QS. Al-Maidah/5:33), murtad (QS. Al-
Baqarah/2: 217) dan pemberontakan.
Jarimah Qishash-diyat, ialah perbuatan-perbuatan yang diancam hukuman
qishash atau hukuman diyat, yaitu hukuman yang telah ditentukan batasannya. Akan
tetapi korban bisa juga memberi maaf, dimana hukuman tersebut dapat terhapuskan.
Termasuk dalam katagori jarimah adalah pembunuhan sengaja (al-qathl al-‘amdu),
pembunuhan semi sengaja (al-qathl syibhu al-‘amdi), pembunuhan tidak sengaja (al-
qathl al-khatha’), penganiayaan sengaja (al-jahr al-‘amdu), penganiayaan tidak
sengaja (al-jahr al-khatha’),(QS. Asy-Syura/42: 40).
Jarimah Ta’zir, pengertian ta’zir adalah memberi pengajaran, dalam hukuman
ini Syari’at tidak menentukan macam-macam hukuman untuk tiap jarimah, tetapi
hanya menyebutkan sekumpulan hukuman dari seringan-ringannya sampai seberat-
beratnya, jadi hakim diberi kebebasan untuk menentukan dan memilih hukuman yang
sesuai untuk diterapkan terhadap seseorang. Termasuk dalam bentuk jarimah ta’zir
adalah riba, korupsi dan sebagainya.61
6. Keumatan (Al-Ummatu fil Islam)
a. Penegakkan Imamah
Pengangkatan imam (Khalifah) hukumnya wajib berdasarkan Syari’at. Allah Swt
berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allsh dsn tsstilsh rasul dan ulil amri
diantara kalian.”(QS. An-Nisa/4:59)
61 ? Buletin Dakwah, No. 29 tahun XXIX, 19 Juli 2002
28
Jika imamah telah diketahui sebagai hal yang wajib menurut Syari’at, maka
status wajibnya adalah fardu kifayah seperti mencari ilmu.62
b. Sistem Kepemimpinan dalam Islam
Kepemimpinan dalam Islam dipimpin oleh seorang Khalifah atau Amirul
Mukminin. Ia adalah seorang pemimpin yang diangkat oleh kaum Muslimin dngan
persyaratan tertentu sesuai dengan Syari’at Islam untuk memimpin mereka
menegakkan Syari’at Islam.
Ada empat sendi kekuatan terpenting yang menjadi ciri dan tugas pokok dan
sistem kekhalifahan tersebut, yaitu: Pertama, Menegakkan persaudaraan seagama
(Al-Ukhuwah Ad-Dîniyah). Sistem kekhalifahan tidak memandang perpedaan bangsa,
suku, ras sebagaimana lazimnya dikenal manusia sebagai “negara”. Islam berada
jauh diatas semua itu. Disini Islam bermaksud mempersatukan manusia dengan
aqidah yang menjadi panutan seluruh manusia berdasarkan keimanan. Aqidah inilah
yang menjadi alat pemersatu yang mengikat mereka (QS. Al-Hujurat/49:10; Al-
Mujadalah/58:22; Ali Imran/3:103). Kedua, Memberikan jaminan sosial. Jaminan
sosial merupakan konsekwensi logis dari kewajiban-kewajiban persaudaraan.
Jaminan ini meliputi dua segi, yaitu material dan moral. Material yakni saling tolong
meolong dalam bidang materi, sedangakan moral, yakni saling menasehati dalam
kebaikan dan taqwa (QS. Ali Imran/3:104; At-Taubah/9:71). Ketiga, Menjalankan
sistem musyawarah. Musyawarah merupakan salah satu sendi terbentuknya
pemerintahan yang baik, karena ia adalah jalan untuk melihat kebenaran, mengetahui
pendapat yang matang dan diperintahkan oleh Syari’at (QS. Ali Imran/3:159; An-
Nisa/4:59). Keempat, Menjamin keadilan. Di antara pilar kebahagiaan yang
senantiasa dicari dan diupayakan manusia adalah ketentraman atas hak-hak mereka
dan berlakuanya keadilan antara sesama manusia. (QS. Al-Maidah/5:8;
An-Nahl/16:90; Al-An’am/6:152).63
62 ? Imam Al Mawardi, Op Cit. hal. 1-2
63 ? Mawardi Noor, et al. Op. Cit. hal. 56-58
29
c. Ahlul Halli Wal Aqli
Ahlul Halli wal-Aqli adalah para ulama mujtahid dan para ahli yang menguasai
ilmu tauhid dan Syari’at. Dengan ilmu itu mereka dapat memilih dan menentukan
seorang khalifah. Mereka yang duduk dalam kategori ini harus memiliki kriteria-
kriteria yang legal, yaitu: (1). Adil dengan segala syarat-syaratnya. (2). Ilmu yang
luas, yang membuatnya mampu mengetahui siapa yng berhak menjadi imam sesuai
dengan kriteria-kriterianya. (3). Wawasan dan sikap bijaksana yantg membuatnya
mampu memilih siapa yag paling tepat menjadi imam dan paling efektif, serta paling
ahli dalam mengelola semua kepentingan.64
d. Tugas Kewajiban Imam
Pada dasarnya kewajiban dan tugas-tugas imam sangat banyak tapi meskipun
demikian dapat dibatasi pada dua tugas yang mencakup tugas-tugas lainnya, yaitu:
1. Menegakkan Syari’at Islam
2. Menangani urusan-urusan negara sesuai dengan batasan hukum-hukum Syari’at
Islam. Al-Mawardy berkata, ”kepemimpinan merupakan inti khilafah nubuwah untuk
menjaga agama dan mengatur kehidupan dunia.” Sedangkan Ibnu Taimiyah berkata,
”kepemimpinan negara merupakan khilafah yang berasal dari Allah untuk
mengaplikasikan Syari’at Allah.”
Di sini terlihat bahwa Syari’at Islam sudah menetapkan dasar tanggung jawab
seorang pemimpin Muslim terhadap kondisi rakyatnya (QS. Al-Maidah/5:48-49;
Shad/38:26).65
Daftar Pustaka :
1. Majalah Media Da’wah, Jumadil Awal 1427 H/ Juni 20062. Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT.Hidakarya Agung,
1989
64 ? Imam Al Mawardi, Op Cit. hal. 3
65 ? Shalih bin Ghanim As-Sadlan, Op. Cit. hal. 6-7
30
3. Muhammad Ali As-Sayis, Sejarah Fiqih Islam, terj. Nurhadi AGA, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003, Cet. I
4. Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar grafika (edisi revisi), 2004, Cet. I
5. H. Muhammadiyah Djafar, Pengantar Ilmu Fighi, Jakarta: Kalam Mulia, 1993, cet. I
6. Daud Rasyid, Indahnya Syari’at Islam, Jakarta : Usamah Press, 2003, Cet. I7. Jeje Zainuddin, “Pengantar Fiqih Ibadah”, Makalah, , Bekasi: Materi Kuliah
Semester 2 STID Mohammad Natsir, 2005, tidak diterbitkan 8. Abu Bakar Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, terj. Fadhli Bahri, Lc., Jakarta :
Darul Falah, 2005 Cet. 1X9. Abu Bakar Ba’asyir, “Mengenal Dasar-Dasar Dinul Islam”, Materi Untuk
Membuat Buku, Jakarta, 200510. Tim Penyusun DDII, Panduan Zakat Infaq dan hadaqah, Dewan Da’wah
Islamiyah Indonesia, Jakarta11. Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz, Jakarta : Pustaka as-Sunnah,
2006, Cet. I12. Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 5, Terj. Kahar Masyhur, Jakarta: Kamam Mulia,
1990, Cet. 113. Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak,
Terj. Zainal Abidin, Lc., Jakarta: Darul Haq, 2004, Cet. I14. Mawardi Noor, et. al., Garis-Garis Besar Syari’at Islam, Jakarta : Khairul
Bayan Press, 2005, Cet. 315. Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Penj. As’ad Yasin, Jakarta:
Gema Insani Press, 2000, Jilid I, Cet. 616. Ahmad Al Hufy, Mangapa Rasulullah Berpoligami, Jakarta: Pustaka Azzam,
2001, Cet. 117. Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Penj. Abu Sa’id Al Falahi,
Jakarta : Rabbani Press, 2000, Cet. 118. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2005, Cet.
38 19. Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, terj. Zainal Arifinn,
Jakarta: Gema Insani Press, 1997, Cet.220. Muhammad Nejatullah Siddiqi, Pemikiran Ekonomi Islam, Terj. A.M.
Saefuddin, Jakarta: Media Da’wah, 1986, Cet. 121. Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah: Hukum-Hukum
Penyelenggaraan Negara dalam Syari’at Islam, Penj. Padli Bahri, Jakarta: Darul Falah, 2006, Cet. 2
22. Abdurrahman Madjrie dan Fauzan Al-Anshari, Qishas Pembalasan yang Hak, Jakarta: Khaerul Bayan, 2003, Cet. 1
23. Fauzan Al-Anshari dan Halawi Makmun, Hukum Murtad, Jakarta: Lembaga Kajian Syari’at Islam, 2005.
31
24. Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Pezina dan Penuduhnya, Jakarta: Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2
25. Fauzan Al-Anshari, KUHP Syariah dan Penjelasannya, Jakarta:Departemen Data dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia, 2005
26. Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Pencuri, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2
27. Fauzan Al-Anshari dan Halawi Makmun, Pidana Terorisme, Jakarta : Lembaga Kajian Syari’at Islam, 2005
28. Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Konsumen Miras dan Narkoba, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2
29. Abdurrahman Madjrie dan Fauzan Al-Anshari, Qishash Pembalasan yang Hak, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2003, Cet. 1.
30. Pusat Informasi dan Komunikasi Indonesia. Website:http://www. Al- Islam.org/19 Oktober 2006
31. Muhammad Ali Hasyimi, Apakah Anda Berkepribadian Muslim, Terj. H. Salim Basyarahil, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, cet 13
32. Majdi Al-Hilali, 38 Sifat Generasi Unggulan, Terj.LESPISI, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Cet. 2
33. Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: As-Syamil Press & Grafika, 2001, Cet 2
34. Buletin Dakwah, No. 29 tahun XXIX, 19 Juli 2002
32