Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis
-
Upload
fyco-christian-kusuma -
Category
Documents
-
view
415 -
download
32
Transcript of Tinjauan Pustaka - Tinea Capitis
I. DEFINISI
Tinea kapitis adalah penyakit infeksi dermatofita pada rambut dan kulit
kepala. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh spesies Trichophyton dan
Microsporum, kecuali Trichophyton concentricum. Tinea kapitis juga biasa
disebut sebagai scalp ringworm, tinea tonsurans dan herpes tonsurans. Pada
umumnya lebih sering menginfeksi anak-anak dibandingkan dengan orang
dewasa. Infeksi juga dapat meliputi alis mata dan bulu mata. Diagnosis awal
pada tinea kapitis sangat diperlukan untuk mengontrol transmisi dari penyakit,
mencegah luka dan hilangnya rambut secara permanen.1,2,3
Tinea kapitis adalah penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya jika
terjadi pada usia di bawah 20 tahun dengan sistem pertahanan tubuh yang
baik. Prevalensi tinea kapitis bergantung pada kondisi lingkungan, kebersihan
diri dan tingkat kerentanan masing-masing individu.3,4
II. EPIDEMIOLOGI
Tinea kapitis paling sering diamati pada anak-anak diantara umur 3
sampai 14 tahun. Efek fungistatik asam lemak dalam sebum dapat membantu
menjelaskan terjadinya penurunan yang tajam terhadap insiden terjadinya
tinea kapitis setelah pubertas.1
Penelitian lain menunjukkan bahwa onset umur pada tinea kapitis dalam
rentang umur 5-10 tahun (63,5%). Rasio antara pria : wanita adalah 2,8 : 1.
Tipe tersering adalah tipe seboroik (47,36%) diikuti dengan tipe black dot dan
kerion (26,31%).3
1
0-4 Tahun
5-10 Tahun
11-14 Tahun
15-20 Tahun
> 20 Tahun
0123456789
10
PriaWanita
Diagram 1 . Onset umur dan rasio pria : wanita pada tinea kapitis3
Biasanya terjadi perbedaan spesies jamur yang menginfeksi antara tiap
Negara. Prevalensi keseluruhan dari karier di amerika berkisar pada 4%
dengan prevalensi tertinggi sebesar 13% pada anak-anak perempuan Amerika
yang keturunan Sub-Sahara-Afrika. Tinea kapitis lebih sering menyerang
anak-anak keturunan Afrika dengan alasan yang masih tidak diketahui.
Trichophyton tonsurans merupakan spesies yang paling banyak ditemukan di
Amerika dan M. canis menjadi penyebab utama terjadinya tinea kapitis di
Eropa.1
Penularan tinea kapitis dapat terjadi dari manusia ke manusia dan dari
binatang ke manusia. Penularan mengalami peningkatan pada kebersihan diri
yang menurun, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang rendah. 1,5
III. ETIOLOGI
Tinea kapitis disebabkan oleh dermatofita dari spesies Trichophyton dan
Microsporum, misalnya T. tonsurans, T. verrucosum, M. canis, M. audouinii,
M. gypseum. Semua dermatofita yang dapat menyebabkan tinea kapitis dapat
menyerang kulit yang tidak berambut dan dapat juga menyerang kuku.
Dermatofita yang menyebabkan tinea kapitis berbeda-beda antara tiap
wilayah.1,6
2
Perkembangan infeksi tinea kapitis dalam beberapa tahun terakhir
adalah peningkatan M. canis sebagai organisme paling dominan di beberapa
bagian di Eropa dan penyebaran T. tonsurans pada komunitas perkotaan di
Amerika.6
IV. PATOGENESIS
Infeksi rambut oleh dermatofita melalui 3 jalur, yaitu ektotriks,
endotriks dan favus. Dermatofita menginvasi stratum korneum kulit kepala,
menyebar ke rambut lainnya dan batang rambut pada fase anagen sebelum
turun ke folikel untuk menginvasi korteks. Seiring bertumbuhnya rambut,
bagian yang terinfeksi semakin ke atas, dimana bagian tersebut dapat terlepas
karena semakin rapuh.1
Pada infeksi ektotriks, hanya artrokonidia pada permukaan batang
rambut yang dapat terlihat. Hifa terdapat di dalam batang rambut dan
menghancurkan kutikula. Pada pemeriksaan wood lamp, tergantung jenis
spesies yang menjadi penyebab, akan tampak fluoresensi berwarna kuning-
kehijauan.1
Pada infeksi endotriks, artrokonidia dan hifa tetap berada di dalam
batang rambut. Korteks dan kutikula tetap dalam keadaan baik1. Hifa mengisi
seluruh batang rambut, sehingga rambut yang terinfeksi menjadi rapuh dan
patah pada bagian yang dekat dengan permukaan kulit kepala. Pada
pemeriksaan wood lamp, organisme penyebab infeksi endotriks tidak
memberikan gambaran fluoresensi.6
Favus memiliki karakteristik hifa yang bersusun secara garis
memanjang dan ruang udara di dalam batang rambut1. Rambut yang terinfeksi
lebih sedikit mengalami kerusakan dibandingkan pada ektotriks dan endotriks,
dan rambut masih mungkin untuk terus bertumbuh. Pada pemeriksaan wood
lamp, tampak gambaran berwarna hijau keabu-abuan.6
3
Gambar 1. Tiga bentuk infeksi pada rambut yang disebabkan oleh
dermatofita2
V. GEJALA KLINIK DAN KLASIFIKASI
Gejala klinik tinea kapitis bergantung pada spesies yeng menyebabkan
infeksi dan juga faktor lain seperti respon imun dari orang yang terinfeksi.
Pada umumnya, infeksi dermatofita menyebabkan alopesia, lesi bersisik dan
berbagai reaksi inflamasi, ataupun gambaran-gambaran klinis yang khas.1,7
Tipe lesi non-inflamasi, lesi dominan berupa skuama, sehingga disebut
juga bentuk seboroik dari tinea kapitis. Sering disebabkan oleh organisme
antropofilik, seperti M. audouinii atau M. Ferrugineum. Artrokonidia
membentuk pembungkus di sekitar rambut yang terinfeksi dan menjadikannya
keabu-abuan, sehingga rambut tersebut patah pada daerah dekat kulit kepala.
Alopesia mungkin tidak terlihat atau pada beberapa kasus inflamasi, tampak
skuama eritem berbatas tegas dari alopesia dengan rambut-rambut yang patah
(gray patch).1
Tipe lesi inflamasi, lebih sering disebabkan oleh organisme zoofilik atau
geofilik, seperti M. canis, M. gypseum, T. verrucosum. Inflamasi, yang mana
merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap infeksi, berupa pustul folikel
sampai furunkel atau kerion.1
4
Berdasarkan gambaran klinis yang khas, tinea kapitis dapat dilihat
dalam 4 bentuk, yaitu :7
1. Grey patch ringworm
Biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada
anak-anak. Dimulai dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut,
kemudian melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan
bersisik. Rambut menjadi abu-abu dan terlepas dari akarnya, sehingga
mudah dicabut. Semua rambut di daerah tersebut diserang oleh jamur,
sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat-tempat ini terlihat
sebagai grey patch. Pada pemeriksaan dengan wood lamp, dapat dilihat
fluoresensi hijau kekuning-kuningan pada rambut yang terinfeksi
melampaui batas-batas grey patch.7
Gambar 2. “Grey patch” tinea kapitis1
2. Black dot ringworm
Disebabkan oleh T. tonsurans dan T. violaceum. Pada permualaan,
gambaran klinis menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus
Microsporum. Rambut yang terinfeksi patah, tepat pada muara folikel,
5
dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh dengan spora. Ujung
rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas,
yaitu black dot.7
Gambar 3. “Black dot” tinea kapitis yang disebabkan oleh T. Tonsurans1
3. Kerion
Merupakan reaksi peradangan yang berat, berupa pembengkakan yang
menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat di
sekitarnya. Lebih sering terlihat bila disebabkan oleh M. canis dan M.
gypseum, agak kurang terlihat bila disebabkan oleh T. tonsurans dan
sedikit sekali bila disebabkan oleh T. violaceum. Kelainan ini dapat
menimbulkan jaringan parut dan berakibat pada alopesia yang menetap.7
6
Gambar 4. Kerion1
4. Favus
Dermatofita yang dapat menyebabkan favus adalah T. schoenleinii, T.
violaceum dan M. gypseum. Biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil
di bawah kulit yang berwarna merah kuning dan berkembang menjadi
krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran. Krusta
tersebut biasanya ditembusi oleh satu atau dua rambut. Rambut kemudian
tidak terlihat lagi dan akhirnya terlepas. Bila tidak diobati, akan terjadi
perluasan ke seluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak. Biasanya
dapat tercium bau tikus (mousy odor).7
7
Gambar 5. Favus yang disebabkan oleh T. schoenleinii1
VI. DIAGNOSIS
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan
lampu wood, pemeriksaan mikroskopik rambut dan kultur jamur. Pada
umumnya, infeksi dermatofita menyebabkan alopesia, lesi bersisik dan
berbagai reaksi inflamasi, ataupun gambaran-gambaran klinis yang khas.1,7
Gambaran klinis yang didapatkan dapat berupa grey patch ringworm,
black dot ringworm, kerion, ataupun favus7. Pada pemeriksaan wood lamp,
dapat terlihat gambaran fluoresensi sesuai dengan tipe jamur penyebab
infeksi1. Pada pemeriksan mikroskopik, dapat terlihat spora yang berada di
dalam rambut (endotriks) ataupun di luar rambut (ektotriks). Pada
pemeriksaan kultur jamur untuk mengetahui spesies jamur yang menginfeksi.7
VII. DIAGNOSIS BANDING
8
Dalam mendiagnosis tinea kapitis, perlu dipertimbangkan dengan
folikulitis stapilokokus kronik, pedikulosis kapitis, psoriasis, dermatitis
seboroik, sifilis sekunder, trikotilomania, alopesia areata, lupus eritematous,
liken planus, liken simpleks kronis, kondisi inflamasi follikular.8
Pada alopesia areata, patch yang terkena terlihat halus dan licin tanpa
adanya tanda inflamasi dan skuama. Dermatitis seboroik, area yang terkena
terlihat kering disertai skuama tanpa adanya kerusakan dari rambut.
Dermatitis atopi, jarang dihubungkan dengan infeksi pada kulit kepala.
Psoriasis, terkadang infeksi bersifat difus, terlihat eritem dengan skuama
berwarna putih atau silver. Liken simpleks kronis, biasanya lokasinya pada
bagian pinggir oksipital bawah. Trikotilomania, mirip seperti alopesia areata
(tanpa tanda inflamasi dan skuama).8
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikologik untuk membantu diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain, misalnya
pemeriksaan histopatologik, percobaan binatang dan imunologik tidak
diperlukan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur
diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut dan kuku.7
a. Wood Lamp
Infeksi yang disebabkan oleh M. canis dan M. audounii dapat didiagnosis
menggunakan wood lamp, dimana timbul warna kehijauan pada batang
rambut dengan infeksi ektotriks. Sedangkan infeksi yang disebabkan T.
tonsuran tidak dapat didiagnosis dengan wood lamp karena tidak timbul
warna kehijauan pada sisik pada tepi lesi.9
Bentuk Infeksi Dermatofita Fluoresensi
9
Endotriks T. soudanense
T. violaceum
T. tonsurans
T. gourvilii
T. yaoundei
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ektotriks M. canis
M. audouinii
M. distortum
M. ferrugineum
M. fulvum
M. gypseum
M. megninii
M. interdigitale
M. rubrum
M. verrucosum
Kuning – kehijauan
Kuning - kehijauan
Kuning – kehijauan
Kuning – kehijauan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Favus T. schoenleinii Biru – keabuan,
Jarang terjadi
Tabel 1. Bentuk infeksi dan fluoresensi1
b. Mikroskopi
Spesimen harus termasuk akar rambut dan sisik kulit. Pada sisik kulit
biasa ditemukan hifa dan artrospora. Pada infeksi ektotriks, artrospora
terlihat mengelilingi batang rambut dalam kutikula. Pada infeksi
endotriks, spora di dalam batang rambut. Pada favus, artrospora dan
ruangan udara dalam batang rambut.9
c. Kultur jamur
Spesimen yang diambil adalah rambut yang rontok sebanyak 3 lembar
pada daerah yang dicurigai terkena infeksi. Lalu rambut ditempatkan di
10
slide dan ditambahkan KOH 10%-20%. Lalu spesimen dihangatkan
sampai rambut maserasi. Lalu spesimen ditambahkan dengan dimethyl
sulfoxida (DMSO) 40%. Setelah spesimen bersih dari keratin, spesimen
dapat ditanamkan pada Saboroud Dextrose Agar untuk dibuat kultur
jamur8. Pada area yang terinfeksi untuk mengambil spesimen dapat
digunakan cotton swab atau dry toothbrush, lalu spesimen dapat disimpan
didalam medium. Pertumbuhan dermatofita biasa terlihat setelah 10-14
hari.9
IX. TERAPI
Tinea kapitis adalah penyakit yang sering terjadi pada usia sekolah,
insiden meningkat pada negara-negara berkembang dimana tingkat kebersihan
seseorang masih rendah. Maka dari itu diperlukan edukasi pada anak-anak
usia sekolah mengenai cara menjaga kebersihan diri untuk menurunkan angka
kejadian.5
Infeksi pada kulit yang berambut biasanya sangat memerlukan
pengobatan antifungi per oral. Hal ini dikarenakan dermatofita yang
menginvasi sampai ke folikel rambut biasanya diluar jangkauan dari obat
topikal. Griseofulvin bersamaan dengan allylamine (terbinafin) dan triazol
oral (itrakonazol dan flukonazol) merupakan pengobatan paling aman dan
efektif untuk tinea capitis.1
Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik dengan dosis
500-1000 mg untuk orang dewasa dan 250-500 mg untuk anak-anak atau 10-
25 mg/kg BB. Lama terapi bergantung pada lokasi penyakit, penyebab
penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis, dilanjutkan
pengobatan selama 2 minggu agar tidak residif. Untuk meningkatkan absorpsi
obat dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-sama makanan yang
banyak mengandung lemak.7
11
Pemberian obat lainnya yang juga efektif adalah ketokonazol yang
bersifat fungistatik. Pada kasus-kasus yang resisten terhadap griseofulvin
dapat diberikan dengan dosis 200 mg per hari selama 10-14 hari pada pagi
hari. Kontraindikasi pemberian ketokonazol adalah pada penderita dengan
riwayat kelainan hepar.7
Sebagai pengganti ketokonazol, dapat diberikan obat itrakonazol dengan
dosis 2 x 100-200 mg per hari dalam kapsul selama 3 hari. Diberikan dalam 3
tahap dengan interval 1 bulan. Setiap tahap selama 1 minggu dengan dosis 2x
200 mg sehari dalam kapsul.7
Terbinafin merupakan obat yang bersifat fungisidal dan dapat diberikan
sebagai pengganti griseofulvin. Dosis yang dianjurkan 62,5 mg – 250 mg
sehari, bergantung pada berat badan. Pemberian obat selama 2-3 minggu.7
Terapi tambahan yang dapat diberikan berupa pemberian sampo yang
mengandung bahan selenium sulfide (1% dan 2,5%), zync pyrithione (1% dan
2%), povidone iodine (2,5%), atau ketokonazol (2%). Bahan-bahan tersebut
membantu menghilangkan dermatofita dari kulit kepala. Penggunaan sampo
sebaiknya 2-4 kali dalam seminggu selama 2-4 minggu.1
X. PROGNOSIS
Prognosis penyakit tinea kapitis, pada umumnya kekambuhan tidak
terjadi apabila mendapat pengobatan yang adekuat. Peningkatan tingkat
kekambuhan dapat terjadi jika terpapar dengan penderita yang terinfeksi,
karrier yang asimptomatik ataupun benda-benda yang terkontaminasi.8
Pada umur sekitar 15 tahun, walaupun tanpa pengobatan dapat terjadi
penyembuhan spontan. Kecuali pada infeksi yang disebabkan T. tonsurans,
dimana sering menetap hingga dewasa.8
XI. KOMPLIKASI
12
Komplikasi berupa infeksi sekunder dapat terjadi apabila kebersihan diri
yang tidak baik. Pada penderita dengan infeksi favus, hal ini dapat bertahan
hingga dewasa,.8, 9
Lesi kerion yang kronik dan favus yang tidak diberikan terapi yang
adekuat akan menyebabkan terjadinya alopesia sikatrik. Hal ini dapat
diperparah apabila terinfeksi oleh kuman Staphylococcus aureus.9
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Schieke S.M. & Garg A. 2012. Superficial Fungal Infection. In.
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. Goldsmith L.A. et.al.
editors. 8th ed. McGraw Hill. p:3247-3251; 3262-3263.
2. Sobera J. O. & Elewski B. E. Fungal Diseases. 2008. In. Dermatology.
Bolognia J.L. et.al. editors. 2nd ed. Mosby Elsevier. United State. Ch:76.
3. Bose S., Kulkarni S. G. & Akhter I. 2011. The Incidence of Tinea Capitis
in A Tertiary Care Rural Hospital. Journal of Clinical and Diagnostic
Research. 5(2):307-311.
4. Mane V. et.al. 2013. Tinea Capitis Infection in Children Along with
Tertiary Care Hospitals With Reference to In Vitro Antifungal
Susceptibility Testing of Dermatophyte Isolate. International Journal of
Research and Reviews in Pharmacy and Applied science. 3(1): 199-208.
5. Carold J. F. et.al. 2011. Outbreak of Tinea Capitis And Corporis in A
Primary School in Antananarivo, Madagacar. The Journal of Infection
Developing Countries. 5(10):732-736.
6. Hay R. J. & Ashbee H. R. 2010. Mycologi. In. Rook’s Textbook of
Dermatology. Burns T. et.al. editors. 8th ed. Willey-Blackwell. United
Kingdom. Ch:36.
7. Budimulja U. 2010. Mikosis. Dalam. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S editors. 6th ed. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. Hlm:95-100
8. James W.D., Berger T.G., And Elston D.M. 2006. Andrews’ Diseases of
The Skin: Clinical Dermatology. 10th ed. Elsevier. Canada. Ch:15. p:298-
301
9. Wolff K. & Johnson R. A. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis of
Clinical Dermatology. McGraw Hill. Ch:25. p:709-715.
14
LAMPIRAN
15