TINJAUAN PUSTAKA Hubungan Gizi Ibu Hamil dengan ... 2... · risikonya terhadap penyakit pada...
Transcript of TINJAUAN PUSTAKA Hubungan Gizi Ibu Hamil dengan ... 2... · risikonya terhadap penyakit pada...
8
TINJAUAN PUSTAKA
Hubungan Gizi Ibu Hamil dengan Pertumbuhan Prenatal
Gizi ibu selama kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan
kualitas sumberdaya manusia di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat
ditentukan oleh kondisi saat masa janin dalam kandungan (Linder 1992; Pudjiadi
2001; Kusharisupeni 1999). Kekurangan gizi pada saat hamil akan mempengaruhi
keadaan fisik dan mental anak hingga dewasa (Jalal & Atmojo 1998; Unicef
1998; Allen &Gillespie, 2001 ).
Selain asupan energi dan protein, beberapa zat gizi mikro diperlukan
terutama untuk produksi enzim, hormon, pengaturan proses biologis untuk
pertumbuhan dan perkembangan, fungsi imun dan sistem reproduktif. Defisiensi
zat gizi mikro sering dijumpai terutama pada masa pertumbuhan cepat, kehamilan
dan menyusui. Asupan zat gizi mikro yang rendah pada saat kehamilan dapat
meningkatkan risiko terhadap ibu dan hasil kelahiran yang merugikan. Oleh
karena itu direkomendasikan untuk pemberian suplemen zat gizi mikro selama
kehamilan seperti besi, asam folat, zinc, vitamin A, kalsium dan iodium (Allen &
Gillespie 2001).
Pertambahan berat janin biasanya juga terlihat dari kenaikan berat badan
ibu selama hamil. Pertambahan berat badan selama kehamilan dan per trimester
ditentukan oleh indeks masa tubuh ibu sebelum hamil. Penambahan berat badan
per minggu pada trimester kedua dan ketiga yang direkomendasikan bagi wanita
dengan indeks masa tubuh (IMT) normal (19.8-26.0) adalah 0.4 kg, pada wanita
dengan IMT rendah (< 19.8) adalah 0.5 kg dan bagi wanita dengan IMT tinggi
(26-29) adalah 0.3 kg (WHO 1995).
Wanita hamil yang memiliki IMT rendah dan pertambahan berat badan
yang tidak cukup, beresiko besar melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) dan
2 kali lebih besar mendapatkan bayi dengan intraurine growth retardation
(IUGR) (Allen & Gillespie 2001). Bayi yang mengalami BBLR beresiko tinggi
terhadap kematian dan jika bayi tersebut hidup maka akan sering mengalami sakit,
rusaknya perkembangan kognitif dan kemungkinan juga menjadi anak yang
kurang gizi. Bayi yang berat badanya rendah, dibawah 2500 g meningkat
9
risikonya terhadap penyakit pada setelah lahir disebabkan oleh rendahnya fungsi
immun tubuh (Ragib et al. 2007). Pada kehidupan selanjutnya beresiko terkena
diabetes melitus, penyakit jantung dan kondisi kronik lainnya (Barker 1998)
Bayi yang tidak cukup menerima gizi selama trimester pertama sehingga
akhir kehamilan termasuk dalam kelompok bayi yang mengalami intra-uterin
growth retardation (IUGR) yang kronis atau disebut IUGR simetrik, dengan
panjang badan sebanding dengan berat badan. Sebaliknya bayi yang terkena hal
efek negatif pada umur sebelum fetus mencapai puncak beratnya, tetapi telah
mencapai puncak panjang badannya termasuk kedalam bayi yang mengalami
retardasi pertumbuhan dalam uterus (IUGR) yang asimetrik. Apabila efek negatif
ini menimpa bayi pada 3 minggu terakhir kandungan, dengan panjang dan berat
badan tubuh sudah hampir sempurna termasuk dalam bayi IUGR akut. Pada
golongan ini apabila suplai makanan tidak cukup, fetus akan menggunakan
cadangan lemaknya dan menyebabkan penurunan berat badan. Selama trimester
akhir ini terjadi juga perkembangan dan maturasi beberapa sistim fisiologis
misalnya sistem sirkulasi, pernapasan dan pencernaan untuk mempersiapkan janin
memasuki transisi kehidupan diluar uterus. Umumnya bayi akan lahir setelah 280
hari atau 40 minggu dalam kandungan (Kusharisupeni 1999; Pudjiadi 2001).
Pertumbuhan Sesudah Lahir Sampai 6 bulan
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan perubahan yang terjadi dalam
ukuran, jumlah, besar, tingkat fungsi sel, organ maupun jaringan yang dinyatakan
dalam ukuran berat (gram, kilogram), ukuran panjang (centimeter, meter), umur
tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Sinclair
1991; Myers 1992; Hurlock 1994; Supariasa 2002; Anwar 2004).
Pertumbuhan dapat berlangsung optimal apabila didukung oleh potensi
biologis. Tingkat pencapain fungsi biologis seseorang merupakan hasil interaksi
berbagai faktor yang saling berkaitan. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor bawaan
(genetic factor atau nature) dan faktor lingkungan (enviromental factors atau
nature) misalnya kecukupan gizi pada bayi (Supariasa 2002; Anwar 2004). Angka
kecukupan Gizi bayi 0-6 bulan yang dianjurkan disajikan pada Tabel 1.
10
Tabel 1 Angka Kecukupan Zat Gizi Yang Dianjurkan pada bayi 0-6 bulan
Zat Gizi Jumlah Energi (Kal) 550 Protein (g) 10 Vitamin A (RE) 375 Vitamin D (µg) 5 Vitamin E (mg) 4 Vitamin K (µg) 5 Asam folat (µg) 65 Thiamin (mg) 0,3 Riboflavin (mg) 0,3 Vitamin B6 (mg) 0,1 Vitamin B12 (µg) 0,4 Niacin (mg) 2 Vitamin C (mg) 40 Besi (mg) 0,5 Zinc (mg) 1,3 Iodium (µg) 90 Kalsium (mg) 200 Fosfor (mg) 100 Magnesium (mg) 25 Selenium (µg) 5 Mangan (mg) 0,003 Fluor (mg) 0,01
Sumber: WNPG (2004)
Pertumbuhan yang pesat selama rentang kehidupan terjadi pada masa bayi.
Selama enam bulan kehidupan pertumbuhan terus terjadi dengan pesat dan
kemudian menurun (Hurlock 1994). Pertumbuhan berbeda menurut jenis kelamin.
Anak dengan jenis kelamin laki-laki mempunyai tinggi badan yang lebih tinggi
dari pada anak perempuan (NCHS-WHO 1983; Riyadi 2001; WHO 2006). Pada
bayi yang lahir cukup bulan, berat badan waktu lahir akan kembali pada hari ke
10. Kecepatan pertumbuhan berat dan panjang badan tidak sama, pada triwulan
pertama setelah melahirkan lebih cepat dari pada triwulan kedua dan pada
triwulan kedua lebih cepat dibandingkan dengan triwulan ketiga (Pudjiadi 2001).
Berat badan menjadi 2 kali berat badan waktu lahir pada bayi umur 5 bulan dan
akan menjadi 3 kali berat badan lahir pada umur satu tahun. Tinggi badan rata-rata
waktu lahir adalah 50 cm dan pada waktu satu tahun tinggi badan akan mencapai
1,5 kali tinggi badan waktu lahir (Soetjiningsih 1995)
11
Rata-rata pertambahan berat badan dan panjang badan pada bayi setelah
lahir sampai 6 bulan disajikan pada Tabel 2. Selain pertumbuhan panjang dan
berat badan dalam penelitian ini juga dilakukan pengukuran tinggi lutut.
Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh seng lebih responsif terhadap
pertumbuhan tingi lutut. Pengukuran tingi lutut sangat berkorelasi dengan tinggi
badan (stature), dapat mengestimasi tinggi badan pada orang yang tidak dapat
berdiri. Tinggi lutut diukur dengan mini knemometer (Gibson 2005; Geoffrey &
Copeman 1996). Hasil studi suplementasi seng (A), micronutrient dengan seng
(B) dan mikronutrien (C) selama 10 minggu pada anak berumur 6 sampai 9 tahun
menunjukkan hasil tinggi lutut anak perlakuan B>C>A (Penland et al. 1997).
Tabel 2 Berat dan panjang badan bayi 0-6 bulan
Umur (bulan)
Perempuan Laki-laki BB (kg) PB(cm) BB (kg) PB(cm)
0 3,2 49,1 3,3 49,9 1 4,2 53,7 4,5 54,7 2 5,1 57,1 5,6 58,4 3 5,8 59,8 6,4 61,4 4 6,4 62,1 7,0 63,9 5 6,9 64,0 7,5 65,9 6 7,3 65,7 7,9 67,6
Sumber: WHO (2006)
Growth Faltering dalam pertumbuhan linier
Tertundanya fase pertumbuhan linier tampaknya merupakan penentu
dalam terjadinya faltering pada usia dini. Kejadian growth faltering
mencerminkan sosio-ekonomi rendah dan seringnya mengalami infeksi (Hagekul
et al. 1993; Karlberg 1994; Becket 2000; Allen & Gillespie 2001).
Retardasi pertumbuhan linier mulai terjadi sebelum atau pada saat usia 3
bulan pertama kehidupan, suatu periode dimana konsumsi ASI mulai menurun,
pemberian makanan tambahan mulai diberikan dan mulai rentan terhadap infeksi
(Hautvast et al. 2000). Hasil penelitian Satoto (1990) memperlihatkan bahwa
pertumbuhan linier pada dua bulan pertama menunjukkan kondisi yang baik.
Sebaliknya setelah umur 2 bulan pertumbuhan berat badan cenderung menurun
lambat dan pertumbuhan linier turun naik lebih tajam. Fenomena tersebut dapat
12
dijelaskan oleh dua hal. Pertama, pemberian makanan tambahan terlalu dini
sehingga terjadi penurunan masukan ASI. Kedua, mulai meningginya angka
kesakitan sejak bayi usia 2 bulan yang dapat menyebabkan kelambatan
pertumbuhan linier dan perkembangan bayi. Hasil penelitian Kimmons et al.
(2005) di Bangladesh menunjukkan gangguan pertumbuhan karena, rendah
asupan zat gizi pada makanan pendamping ASI.
Catch up Growth (kejar tumbuh) dalam pertumbuhan linier
Anak yang mengalami keterlambatan dalam pertumbuhannya, biasanya
dapat mengejar pertumbuhannya apabila faktor lingkungan terutama zat gizi
diperbaiki dalam fase pertumbuhan linier (Waterlow 1994; Weiler et al. 2006).
Dari berbagai studi menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan positif langsung
antara berat badan lahir dengan kenaikan berat badan selanjutnya (Dewey et al.
1992; Ramasethu et al. 1993; Markides et al. 2003; Baker et al. 2004; Li et al.
2004; Sayer et al. 2004).
Hasil penelitian Sunawang (2005) juga membuktikan bahwa pengaruh
suplemen gizi mikro lebih kuat terhadap pertumbuhan bayi yang kurang gizi
dibandingkan dengan bayi yang cukup gizi. Pengaruh yang tidak merata untuk
semua bayi ini diperkirakan telah mengakibatkan penggunaan nilai tunggal rerata
antropometri pencapaian pertumbuhan dapat menyamarkan efek perbaikan
pertumbuhan yang bersifat longitudinal dan dinamis tidak teratur. Hasil penelitian
Weiler et al. (2006) juga membuktikan bahwa bayi yang berat lahir rendah <
1200g dan umur lahir < 32 minggu yang di intervensi asam amino dapat
meningkatkan kepadatan tulang bayi.
Waterlow (1994) menekankan terdapat dua titik penting bagaimana terjadi
kejar tumbuh dari anak yang gizi kurang setelah diperbaiki gizinya yaitu :(1)
pertambahan panjang badan berkorelasi negatif dengan panjang badan lahir,
sehingga anak-anak stunted akan bertumbuh lebih cepat, dan (2) pertumbuhan
linier anak-anak umumnya baru mulai setelah berat badan mencapai setidaknya
85% berat badan terhadap tinggi badan yang diharapkan. Hubungan dengan berat
badan merupakan suatu kunci untuk mengatur pertumbuhan linier.
13
Perkembangan Sesudah Lahir Sampai 6 Bulan
Perkembangan bayi merupakan proses perubahan dimana bayi belajar
pada tingkatan yang lebih kompleks dalam bergerak, berpikir, berperasaan dan
berhubungan dengan yang lain (Myers 1992; Hurlock 1997). Pada usia 6 bulan
pertama gerakan motorik kasar lebih dominan dibandingkan gerakan motorik
halus, jika terjadi kekurangan gizi, maka keterlambatan perkembangan motorik
lebih jelas nampak dibandingkan perkembangan mental (Kirskey 1994).
Perkembangan motorik adalah perkembangan mengontrol gerakan-
gerakan tubuh melalui kegiatan terkoordinasi antara susunan syaraf pusat, syaraf
dan otot. Bayi umur 1 bulan dapat mata melirik kekanan ke kiri, 2 bulan
membalas senyum pada orang lain, 3 bulan menegakkan kepala, 4 bulan miring
sendiri, 5 bulan menelurkan 3 suara berbeda dan 6 bulan meraih dan memegang
benda kecil dihadapannya. (Lumbantobing 1997; BKKBN 1999; Husaini et al.
2003). Perkembangan motorik umumnya mudah diketahui oleh orang tua atau
pengasuhnya. Keterlambatan motorik merupakan gejala yang umum dijumpai
pada gangguan perkembangan. Keterlambatan di bidang motorik juga merupakan
gejala umum pada retardasi mental dan sering pula menjadi gejala awal dari
gangguan belajar (Lumbantobing 1997).
Perbandingan berbagai hasil studi perkembangan motorik bayi (Gambar 1)
menunjukkan bahwa usia pencapaian perkembangan motorik bayi orang
Indonesia rata-rata lebih tinggi dengan orang Amerika, Inggris dan Nepal.
(Capute at al.1985; Pollitt et al. 1994; Siegel et al. 2005; Kariger et al. 2005)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
duduk denganbantuan
duduk sendiri telungkup merangkak berdiri denganbantuan
berjalan denganbantuan
Berdiri sendiri berjalan sendiri berlari
Milestones Motorik
Usi
a (b
ulan
)
IndonesiaAmerikaNepalZanzibari
Gambar 1 Usia pencapaian perkembangan motorik
14
Pengukuran Perkembangan bayi sejak lahir sampai 6 bulan
Perkembangan bayi yang sangat menonjol pada umur 0 sampai 6 bulan
adalah perkembangan motorik. Pengukuran pada masa perkembangan selama
satu tahun pertama, ada tiga bulan yang sangat pesat perkembangannya, yaitu
bulan ketiga, keenam dan bulan kesepuluh (Zulkifli 1995). Penelitian ini
difokuskan pengukuran milestone perkembangan motorik bayi dengan
menggunakan milestone perkembangan pada umur tepat 3 bulan dan 6 bulan yang
dikembangkan oleh Departemen Kesehatan tahun 2005, yang terdiri dari 14 tugas
perkembangan motorik (Lampiran 2).
Beberapa pengukuran lain yang sering digunakan untuk mengukur
perkembangan antara lain : Kartu Kembang Anak (BKKBN 1999), Aspek
perkembangan anak diamati meliputi; gerakan kasar (GK), gerakan halus (GH),
komunikasi pasih (KP), komunikasi aktif (KA), kecerdasan (KC), menolong diri
sendiri (MD) dan bergaul (TS), Diagnostik Perkembangan Fungsi Munchen
Tahun Pertama, aspek perkembangan yang dinilai adalah umur merangkak, umur
duduk, umur berjalan, umur memegang, umur berbicara, umur pengertian bahasa
dan umur sosialisasi (Soetjiningsih 2004).
Bayley Infant Scale of Development, Skala Bayley dibagi dalam 3 bagian
yang saling melengkapi, yaitu: Skala perkembangan mental (mental scale), skala
perkembangan motorik (motoric scale) dan skala perilaku (behavior scale).
(Soetjiningsih 2004). Peabody Picture Vocabulary Test (PPVT) , Dunn (1965),
menggunakan gambar sebagai alat untuk test, waktu yang dibutuhkan untuk test
ini biasanya 10 sampai 15 menit (http/cps.nova.edu.cpphelp/PPVT-3.html. 2005).
Denver Developmental Screening Test/DDST, adalah salah satu dari metode
skrining terhadap kelainan perkembangan anak (Soetjiningsih 2004). Wechsler
Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI), merupakan suatu seri
standar test digunakan untuk mengevaluasi kemampuan kognitif dan kemampuan
intelektual pada anak-anak, berumur 4 – 6,5 tahun (http:/www.chclibrary.org.
2004). The Kaufman Assesment Battery for Children (K-ABC), test inteligensi
yang disebut K-ABC merupakan rangkaian test yang diperuntukkan bagi anak
usia 2,5-12,5 tahun (http.//www/agsnet.com/assesment/kabe.asp. 2005)
15
Pengaruh Genetik terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Faktor herediter menentukan batas dan kemungkinan apa yang dapat
terjadi pada organisme dalam lingkungan kehidupannya (Baker et al. 2004; Li et
al. 2004). Peranan genetik terhadap pertumbuhan dan perkembangan sangat
kompleks. Gen secara langsung mempengaruhi proses biologi molekuler yang
sangat penting transmisi DNA ke RNA (Wachs 1999). Misalnya variasi ukuran
tubuh antara individu dalam kelompok etnis yang sama, tinggi badan pada kurva
pertumbuhan anak laki-laki dan perempuan dengan percepatan pertumbuhan
growth spurt terjadi lebih dulu pada anak perempuan dan pada anak laki-laki
puncak pertumbuhannya jauh lebih tinggi (Furusho 1985; Davies 1988; Tanner
1990; Anwar 2004).
Hasil studi Baker et al. (2004) menunjukkan bahwa ibu yang lebih gemuk
pada waktu hamil yang ditunjukkan dengan indikator IMT (indeks massa tubuh)
lebih tinggi cenderung memiliki pertumbuhan (berat badan) anak pada tahun
pertama juga lebih tinggi. Hasil suatu penelitian yang dilakukan Li et al. (2004)
terhadap data longitudinal tahun 1958 di British, anak yang dilahirkan pada bulan
maret 1958 diukur tingginya pada umur 7, 11, 16 dan 33 tahun. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa faktor yang signifikan berpengaruh terhadap tinggi
badan anak adalah genetik (tinggi badan orang tua), berat badan lahir, pemberian
ASI, jumlah anggota keluarga dan sosio-ekonomi.
Pengaruh Air Susu Ibu (ASI) terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Air susu ibu merupakan makanan pertama dan utama bagi bayi. ASI
mempunyai keunggulan sebagai prioritas pilihan utama yang secara alami
dianjurkan berdasarkan pertimbangan ekonomis, biologis, psikologis dan medis
untuk kualitas tumbuh kembang anak (Pudjiadi 2001). ASI mengandung berbagai
zat gizi yang lengkap (Tabel 3). Selain mengandung zat gizi pada Tabel 3, ASI
juga mengandung bermacam-macam faktor pertahanan seperti laktoferin, lisozim,
imunoglobin, laktoperoksidase, faktor bifidus dan berjuta-juta sel hidup
(makrofag) (Hanson et al. 1997; Riordan 1999; Pudjiadi 2001; Di Mario et al.
2006; Konishi et al. 2006).
16
Tabel 3 Komposisi Air Susu Ibu (ASI) per Liter
Zat Gizi Jumlah Energi (Kal) 750 Karbohidrat (g) 68 Lemak (g) 45 Protein (g) 11 Vitamin A (IU) 1898 Vitamin D (IU) 22 Vitamin E (IU) 1,8 Vitamin K (µg) 15 Asam folat (µg) 52 Thiamin (mg) 0,16 Riboflavin (mg) 0,36 Vitamin B6 (mg) 0,1 Vitamin B12 (µg) 0,3 Kolin (mg) 90 Pantotenat (mg) 1,84 Vitamin C (mg) 43 Besi (mg) 0,5 Zinc (mg) 4 Iodium (µg) 30 Kalsium (mg) 0,4 Magnesium (mg) 40 Kalium (mg) 510 Mangan (mg) 0,01
Sumber: Linder (1992)
Imunoglobin yang dominan dalam ASI adalah IgA, yaitu sekitar 90
persen. IgA beraksi melawan virus atau bakteri penyebab infeksi pernafasan dan
saluran pencernaan (Riordan 1999). Laktoperoksidase merupakan enzim dan
bersama-sama peroksidase hidrogen serta ion tiosianat membantu membunuh
streptokokkus. Laktoferin dan transferin protein tersebut memiliki kapasitas
untuk mengikat zat besi hingga mengurangi ketersediaan bagi mikroba yang
memerlukannya. Lactoferin juga dapat membunuh H pylori (Di Mario et al.
2006), penyembuhan pasien hepatitis C (Konishi et al. 2006). Sel-sel makrofag
dan netrofil dapat melakukan fagositosis, terutama terhadap Stafilokokkus, E. Coli
dan Candida albicans (Pudjiadi 2001). Adanya zat anti kekebalan dalam ASI ini
dapat menghindari bayi dari penyakit.
Pemberian ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 4 bulan dapat
menurunkan kesakitan bayi, kematian dan perkembangan yang lebih baik (Dewey
1995; Roesli 2000; Simodon et al. 2001; Depkes 2001; Eckhardt et al. 2001).
17
Hasil studi Kramer et al. (2003) dan Somodon et al. (2003) menunjukkan anak
yang diberi ASI eksklusif 3 bulan cenderung memiliki pertambahan berat badan
dan panjang badan lebih tiap bulannya dibandingkan dengan yang ASI eksklusif 6
bulan.
Pengaruh Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Terlalu Dini terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi 0- 6 Bulan
ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi, namun dengan
bertambahnya umur pada suatu saat bayi yang sedang bertumbuh cepat
memerlukan sehari-hari energi dan zat gizi lainnya yang melebihi jumlah yang
didapat dari ASI saja (Gibson et al. 1998). Menurut Haryono (1977) alasan
pemberian MP-ASI adalah; (1) ASI yang dihasilkan mulai tidak mencukupi atau
mengalami penurunan jumlahnya, sehingga tidak memenuhi kebutuhan untuk
pertumbuhan bayi. (2) untuk membiasakan bayi pada berbagai macam makanan
yang bergizi, mudah dicerna dengan berbagai macam rasa, bentuk dan nilai gizi.
Pola makan harus disesuaikan dengan umur (Hardinsyah & Martianto 1992;
Aritonang 1996).
Praktek pemberian dan pengolahan yang kurang higienis sehingga dapat
meningkatkan risiko penyakit terutama infeksi (Satoto 1990; Winarno 1990;
Muchtadi 1996; Adetugbo & Adetugbo 1997; Jahari et al. 2000; Dewey 2001).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan tambahan lebih dini
berhubungan dengan rendahnya status gizi bayi (Adetugbo 1997). Hal ini selain
disebabkan oleh rendahnya kualitas makanan yang diberikan juga intik ASI
menjadi berkurang (Kimmons et al. 2000). Sedangkan hasil penelitian Simondon
dan Simondon (1997) menujukkan bahwa pemberian makanan tambahan mulai
usia 2-3 bulan berhubungan dengan rendahnya status gizi dan pemberian makanan
tambahan mulai usia 4-5 bulan berhubungan dengan lambatnya pertumbuhan
linier. Hal ini disebabkan karena adanya dampak negatif dari pemberian makanan
tersebut seperti tingginya tingkat morbiditi terutama diare, disamping rendahnya
kualitas makanan dan intik ASI yang semakin berkurang. Infeksi, rendahnya
status gizi dan intik ASI yang berkurang akan berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
18
Pengaruh Morbiditas terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Pernanan infeksi sebagai penyebab utama gangguan pertumbuhan dan
perkembangan, malnutrisi dan tingginya mortalitas telah terbukti dari berbagai
hasil penelitian (Black 1984; Sudigbia 1987; Briend 1989; Sudigbia 1990;
Stephensen 1999; Pudjiadi 2001, Long et al, 2006). Penyakit infeksi dapat
mengurangi intik makanan, gangguan penyerapan dan transportasi zat gizi dalam
tubuh.
Diare
Secara epidemiologi dimasyarakat, diare berarti berak lembek cair sampai
cair sebanyak 3-5 kali per hari (Sudigbia 1987). Diare dapat bersifat akut, kronik
dan persisten. Diare akut adalah dengan tinja cair/lembek sebanyak 3-5 kali
perhari, diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu (Smith
1983), diare persisten adalah diare yang berlangsung terus menerus dan sebagai
kelanjutan diare akut dan lebih atau sama dengan 14 hari (WHO 1988).
Sebanyak 60 anak balita diteliti 2 tahun episode diare dicatat 3 kali per
minggu dan jumlah hari keseluruhan diare dihitung 12 kali periode 2 bulanan,
tanpa tumpang tindih. Panjang dan berat badan dihitung setiap 2 bulan. Periode
diare yang lama dan berurutan (lebih dari 30 persen hari diare periode
sebelumnya) berhubungan dengan kecilnya peningkatan dengan panjang dan
berat badan. Apabila prevalensi diare tinggi dalam 6 bulan berturut-turut,
pertumbuhan nyata berkurang jika dibandingkan dengan pertumbuhan dalam
periode 6 bulan tanpa prevalensi diare tinggi. Apabila ada satu atau dua periode
diare dengan prevalensi tinggi, kecepatan pertumbuhan tetap menurun. Diare
mengganggu pertumbuhan melalui 2 jalur yaitu progresi membatasi pertumbuhan
anak-anak yang mengalami malnutrisi berat dan pengurangan mengejar kembali
pertumbuhan sebesar 21-42 % (Schorling & Guerrant 1990).
Infeksi Saluran Napas
Infeksi dan ketidakcukupan zat gizi, khususnya energi, protein, vitamin A
dan besi pada masa bayi dan balita akan menyebabkan pertumbuhan yang
19
terhambat (ACC/SCN 2000). Selain itu juga anak yang kurang gizi cenderung
lebih mudah mengalami sakit yang berat termasuk diare dan radang paru-paru
(WHO 1995). Selain itu juga anak yang sakit cenderung tidak aktif yang akhirnya
berdampak pada penurunan perkembangannya (Satoto 1990). Kurangnya
pemberian ASI maka sistem kekebalan tubuh menjadi berkurang, karena ASI
mengandung anti infeksi sebagai akibat adanya kandungan immunoglobin yang
cukup tinggi (Heikens 1993; Victoria et al. 1999).
Status gizi erat kaitannya dengan sistim immunitas tubuh. Semakin
rendah status gizi seseorang semakin rentan sakit dan meningkatkan morbiditas.
Dalam tingkat parah morbiditas dapat menyebabkan kematian (mortalitas).
Berbagai penelitian membuktikan bahwa gizi kurang pada anak-anak dapat
menyebabkan sakit (44,8%), malaria (7,3%), diare (60,7%) dan pnemunomia
(52,3%). Lebih jauh lagi anak-anak dengan status gizi kurang pada tingkat ringan
(mild), sedang (moderate) dan berat (severe) memiliki risiko meninggal masing-
masing 2.5, 4.6, dan 8,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dengan
status gizi normal (Mclachan 2006 diacu dalam Hardinsyah, 2007).
Pengaruh Status Sosio-Ekonomi terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Secara umum dapat dikatakan bahwa peningkatan ekonomi sebagai
dampak dari berkurangnya kurang gizi dapat dilihat dari dua sisi, pertama
berkurangnya biaya berkaitan dengan kematian dan kesakitan serta di sisi lain
akan meningkatkan produktivitas. Hasil penelitian Kartika (2001) menunjukkan
bahwa anak yang lahir dari keluarga miskin di Bogor kemampuan motorik kasar
lebih rendah dari pada keluarga tidak miskin. Beberapa penelitian di banyak
negara menunjukkan bahwa proporsi bayi dengan BBLR berkurang seiring
dengan peningkatan pendapatan nasional suatu negara (Depkes 2004). Status
sosio-ekonomi yang lebih tinggi cenderung memiliki anak memiliki tinggi badan
yang lebih tinggi (Dewey et al. 1992).
Hasil studi Paxon (2005) diacu dalam Hardinsayah (2007) meneliti skor
kognitif dengan metode Peabody Picture Vocabulary Test (TVIP) pada 3000 anak
pra sekolah dari berbagai lapisan ekonomi di Equador. Anak dari keluarga kaya
memiliki skor kognitif lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga miskin. Pada
20
anak prasekolah menunjukkan bahwa dengan semakin bertambah umur anak,
perbedaan skor kognitif tersebut semakin panjang.
Hasil suatu penelitian yang dilakukan Li et al (2004) terhadap data
longitudinal tahun 1958 di British, anak yang dilahirkan pada bulan maret 1958
diukur tingginya pada umur 7, 11, 16 dan 33 tahun. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa faktor yang signifikan berpengaruh terhadap tinggi badan
anak adalah tinggi badan orang tua, berat badan lahir, pemberian ASI, jumlah
anggota keluarga dan sosio-ekonomi. Sosio-ekonomi yang lebih tinggi cenderung
memiliki anak memiliki tinggi badan yang lebih tinggi.
Kecepatan bertumbuh mengalami retardasi sejak lahir yang tercermin
dengan adanya panjang badan yang stunted. Stunting sering ditemukan
berhubungan dengan kondisi ekonomi yang buruk, terutama adanya infeksi ringan
hingga berat yang berulang-ulang ataupun asupan zat gizi yang tidak cukup.
Seseorang dapat gagal dalam menambah panjang badannya, tetapi tidak pernah
dapat kehilangan panjang badan. Pertumbuhan linier merupakan proses yang
lambat dibandingkan dengan pertumbuhan dalam berat badan. Pengejaran
kembali pertumbuhan dalam panjang memerlukan waktu yang relatif lama
meskupin lingkungan menyokong (WHO 1995).
Pengaruh Pengasuhan terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Pengasuhan anak merupakan interaksi antara subjek dan objek yang
meliputi bimbingan, pengarahan dan pengawasan terhadap aktivitas objek sehari-
hari yang berlangsung secara rutin. Pengasuhan anak dimanifestasikan sebagai
memberi makan, merawat (menjaga kesehatannya), mengajari dan membimbing
(mendorong dan stimulasi kognitif anak) (Gunarsa 1997; Unicef 1998; Hurlock
1997b; Goleman 1995). Praktek pengasuhan dalam hal pemberian makan
meliputi pemberian ASI, pemberian makanan tambahan yang berkualitas,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang higienis. Praktek pengasuhan dalam
perawatan anak adalah pemberian perawatan kesehatan kepada anak sehingga
dapat mencegah anak dari penyakit, yang meliputi imunisasi dan pemberian
suplemen pada anak. Sedangkan praktek pengasuhan dalam stimulasi kognitif
21
adalah dukungan emosional dan stimulasi kognitif yang diberikan oleh orang tua
atau pengasuh untuk mendukung perkembangan anak yang optimal, yang meliputi
ketersediaan alat bermain yang mendukung perkembangan mental, motorik dan
sosial; pemberian ASI dan stimulasi yang diberikan pengasuh serta interkasi anak-
orang tua (Unicef 1998).
Keluarga juga merupakan sumber pendidikan utama karena semua
pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari
orang tua dan anggota keluarganya sendiri (Satoto 1992; Myers 1992; Gunarsa &
Gunarsa 1995). Hasil penelitian Tanmella (2002) menunjukkan bahwa
pengasuhan sangat menentukan terbentuknya kecerdasan emosi. Peran ayah dalam
pengasuhan mempunyai pengaruh nyata pada tingkat perkembangan anak
(Kasuma 2001; Hawadi 2001)
Perkembangan anak yang optimal tidak hanya dicapai dengan stimulasi
dan dukungan sosial saja tetapi juga oleh pemberian makanan dan perawatan
kesehatan yang berkualitas (Monks et al. 1999; Zeitlin 2000; Alisjahbana 2000;
Jahari et al. 2000). Grantham-McGregor (1995) menyatakan bahwa keluarga
dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah, kurang dalam memberikan
stimulasi, sedikit alat permainan dan kurangnya partisipasi orang tua dalam
aktivitas bermain anak.
Seorang ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
mampu mengasuh anaknya, sehinga skor perkembangan kognitifnya lebih tinggi
dibandingkan dengan anak dari ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
Skor kognitif anak pada keluarga dengan tingkat pendidikan ibu <7 tahun
(setingkat SD) akan lebih rendah dengan ibu yang tingkat pendidikan 7-11 tahun
(setingkat SMP) atau tingkat pendidikan > 12 tahun (setingkat SMA), apalagi
dengan tingkat pendidikan ibu akademi/sarjana (Paxon 2005 diacu dalam
Hardinsyah 2007).
Hubungan Anemia dengan Pertumbuhan dan Perkembangan
Hubungan anemia (Hb < 110 g/L) dengan pertumbuhan berkaitan dengan
kekurangan protein pada bayi. Retardasi pertumbuhan umumnya juga mengalami
kekurangan protein dan besi sehingga akan membatasi produksi hemoglobin.
22
Hemoglobin adalah protein oligomer dengan berat molekul 64.500, yang
mengandung empat rantai polipeptida dan empat gugus prostetik heme, yang
mempunyai atom besi dalam bentuk fero [Fe(II)]. Bagian protein tersebut disebut
globin yang terdiri dari dua rantai α (masing-masing mempunyai 141 residu) dan
dua rantai β (masing-masing mempunyai 146 residu) (Lehninger 1995).
Menurut Waterlow (1994) penurunan sel darah merah dan penurunan
aktivitas eryhtropoietic adalah hasil dari penurunan metabolisme jaringan dalam
retardasi pertumbuhan. Retardasi pertumbuhan mungkin berhubungan dengan
pernanan besi sebagai kofaktor essensial metabolik dan berhubungan dengan
immunocompetence serta memperbaiki indra perasa yang kurang pada waktu IDA
(iron defeciency anemia) (Dallma n 1987; Lehninger 1995). Anemia pada anak
akan menyebabkan penurunan perkembangan kognitif, motorik dan perilaku anak
(Pollit 1993; Roncagliolo et al. 1998; Gratham et al. 1999; Lozof 2003; Beard
2003; Halileh & Gordon 2005).
Ketersediaan oksigen sangat berhubungan hemoglobin yang berfungsi
sebagai trasportasi oksigen dalam tubuh. Secara ringkas reaksi pengikatan Hb
dengan oksigen sebagai berikut; Hb+O2 HbO2
Besi juga sangat berperan dalam fungsi neurotransmitter dan penurunan fungsi
dopamin. Dopamin adalah komponen neurotransmitter pada otak manusia.
Kekurangan fungsi reseptor dopamin berhubungan kekurangan besi (Lozooff
1988; Youdim et al. 1989; Beard et al. 1993; Lehninger 1995). Besi juga sangat
penting dalam mielinasi, tikus yang mengalami kekurangan besi menunjukkan
mielinasi saraf yang rendah (hypomyelination) (Grantham-McGregor et al. 1999).
Kurang zat besi pada wanita hamil meningkatkan risiko kematian wanita
pada saat melahirkan, dan meningkatkan risiko kematian bayi yang dilahirkan
kurang zat besi. Bayi yang kurang besi dapat berdampak pada gangguan
pertumbuhan sel-sel otak yang dikemudian hari dapat mengurangi IQ anak
(Depkes, 2004). Masalah anemia gizi besi pada balita di Indonesia mencapai 8,5
juta jiwa dampak dari anemia gizi besi ini akan menyebabkan kehilangan IQ 5-10,
sehingga total kehilangan IQ mencapai 40-85 juta (Depkes, 2004)
Prevalensi anemia diberbagai negara masih tinggi, prevalensi anemia di
India pada anak pra sekolah berumur 1-5 tahun 81,66 persen (Sidhu et al. 2002),
23
di Kenya 76,1 persen (Desai et al. 2005), di Kepulauan Marshal 36,4 persen
(Palafox et al. 2003). Menangani masalah anemia pada anak sangat diperlukan
pendekatan yang holistik pada tingkat rumah tangga terutama perbaikan asupan
makanan (Stanley et al. 2004).
Dampak Suplementasi Multi Gizi Mikro Selama Hamil terhadap Hasil Kelahiran, Pertumbuhan dan perkembangan
Vitamin dan mineral yang digunakan sebagai fortifikan dalam bahan
pangan penelitian ini adalah besi, seng, folat, iodium, vitamin A dan vitamin C.
Kurang energi dan protein merupakan gejala awal dari penyebab utama stunting.
Pertumbuhan anak/bayi yang stunting juga diakibatkan oleh defisiensi satu atau
beberapa zat gizi seperti besi, seng, vitamin A dan iodium (Rosado 1999;
Hautvast et al. 2000).
Besi (Fe)
Status besi ibu selama hamil berpengaruh terhadap simpanan besi bayi
selama beberapa bulan setelah melahirkan (Linder 1992; Allen & Gillespie 2001).
Bayi yang kurang besi dapat berdampak pada gangguan pertumb uhan sel-sel otak
yang dikemudian hari dapat mengurangi IQ anak. Hasil studi suplementasi zat
besi pada bayi yang anemia ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan (berat
badan, tinggi badan) dan memperbaiki indra perasa (Soemantri 1989; Latham et
al. 1990; Angeles et al. 1993; Lawless et al. 1994; Nguyen 1997; Wasantwisut
et al. 2006). Hasil berbagai penelitian membuktikan suplementasi besi pada anak
yang anemia dapat meningkatkan perkembangan motorik anak (Walter et al 1982;
Walter 1989; Seshadri & Gopaldas 1989; Idjradinata & Pollitt 1993; Pollit 1994;
Pollit 1999; Moffat et al. 1994).
Folat (Asam Folat)
Asam folat berfungsi sebagai koenzim dalam reaksi/penerima 1-C dalam
metabolisme asam amino, purin dan asam nukleat (Lehninger 1995; Linder 1992).
Rendahnya konsentrasi folat selama kehamilan berhubungan dengan
24
meningkatnya risiko lahir prematur, berat bayi lahir rendah dan retardasi
pertumbuhan janin (Scholl & Johnson 2000).
Hasil studi di pedesaan di Nepal dengan pemberian mikronutrien (asam
folat, besi dan seng) dapat meningkatkan berat bayi lahir rata-rata 40-70g (Katz et
al. 2006). Hasil studi lain di Mexico menunjukkan bahwa ibu yang sedang
menyusui (22 + 13 hari setelah melahirkan) di suplementasi asam folat (400µg)
dengan atau tanpa besi (18 mg). Hasil studi ini menunjukkan kenaikan hematokrit
dan transferin akan tetapi tidak mempengaruhi konsentrasi folat dalam darah ibu.
Kenaikan folat ibu lebih kelihatan pada ibu yang mengalami kekurangan besi
(Khambalia et al. 2006).
Hasil meta analisis menyatakan bahwa suplementasi folat pada masa
kehamilan dapat meningkatkan folat serum dan menurunkan prevalensi anemia
pada akhir kehamilan. Penelitian epidemiologi juga menunjukkan bahwa ibu
hamil yang mengkonsumi suplemen folat dapat mengurangi terjadinya resiko
neural tube defect (NTDs). Di China suplementasi folat dapat menurunkan
kejadian NTD sebesar 80%. Studi di Amerika menunjukkan bahwa kadar folat
serum yang rendah pada trimester II dan III memiliki resiko 2 kali lebih besar
mengalami kelahiran prematur (Allen & Gillespie 2001).
Suplementasi besi dan folat pada bayi yang berumur 5-10 bulan di
Zanzibari yang diamati milestone motorik yaitu umur waktu berjalan,
menunjukkan bahwa kecepatan (umur) waktu berjalan anak dipengaruhi
sumplemetasi besi dan folat yang berhubungan dengan perbaikan status besi dan
hemoglobin pada anak (Olney et al. 2006).
Seng (Zinc)
Seng sangat penting untuk outcome kelahiran, karena seng mempunyai
peranan penting pada pembelahan sel, sistem imunitas dan metabolisme hormon.
Seng berfungsi sebagai koenzim dalam proses metabolisme. Diantaranya adalah
sebagai bagian dari enzim DNA dan RNA polimerase, berperan dalam sintesa
DNA (Deoxyribonucleic Acid) dan RNA (Ribonucleic Acid). Keduanya
merupakan unsur genetik, serta berperan dalam sintesa protein (Linder 1992;
Lehninger 1995; Bender 2002). Kekurangan seng dapat menghambat
25
pertumbuhan, perkembangan jenis kelamin yang tidak normal, rasa dan
penciuman rusak, anoreksia, impotensi dan penyembuhan luka tertunda (Linder
1992; Osendarp et al. 2000; Grantham-Mc Gregor 1999).
Suplemantasi seng sewaktu hamil menunjukan indikator keberhasilan
kelahiran, pertumbuhan janin, berat lahir, tidak adanya kelainan genetis
(Goldenberg et al. 1995; Meraldi et al. 1999; Allen & Gillespie 2001). Hasil
studi supplementasi seng pada bayi dan anak pra sekolah serta anak sekolah
menunjukkan bahwa seng berhubungan dengan aktivitas anak, setelah
supplementasi lebih aktif (Kirksey et al. 1994; Sazawal et al. 1996; Bentley et al.
1997; Black 2003). Supplementasi seng juga memperbaiki kecepatan tumbuh dan
menurunkan kejadian infeksi pernapasan akut (Purdy & Moriz 1978; Thu et al.
1999; Osendap et al. 2002; Li et al. 2006).
Hasil studi cross-sectional menyatakan bahwa rendahnya intik seng dan
seng plasma berhubungan dengan meningkatnya resiko bayi berat lahir rendah
dan kelahiran prematur. Rendahnya seng plasma juga berhubungan dengan
beberapa komplikasi kehamilan seperti hipertensi, keguguran, dan kelainan
bawaan. Tetapi beberapa percobaan suplementasi seng pada ibu hamil terhadap
perbaikan outcome kelahiran memberikan hasil yang tidak konsisten. Hasil
penelitian di Banglades menujukkan bahwa insiden dan distribusi berat bayi lahir
rendah, prematur dan masa gestasi yang pendek tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan setelah diberi suplementasi seng. Secara klinik dan statistik
suplementasi seng berpengaruh secara signifikan pada berat badan dan lingkar
kepala bayi lahir dan keadaan tersebut hanya terjadi pada suplementasi terhadap
wanita yang memiliki status seng plasma yang rendah. Hasil tersebut
menyimpulkan bahwa suplementasi seng selama hamil memberikan keuntungan
hanya pada populasi yang defisiensi seng dan mempunyai resiko besar terhadap
pertumbuhan janin yang tidak baik (Osendarp et al. 2000). Studi di Amerika juga
menunjukkan bahwa suplementasi seng cukup efektif pada wanita hamil yang
memiliki status seng yang rendah. Hal yang sama juga terjadi di Peru bahwa
suplementasi seng 15 mg/hari yang disertai 60 mg besi dan 250 ug asam folat
tidak menunjukkan dampaknya terhadap masa gestasi, berat lahir, dan panjang
badan (Allen & Gillespie 2001).
26
Iodium
Iodium merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang
relatif kecil, tetapi peranannya sangat penting untuk pembentukan hormon
tiroksin. Iodium komponen utama sedikitnya 2 hormon tyroid yang berhubungan
dengan pertumbuhan dan perkembangan saraf. Defesiensi yodium pada janin
akan menyebabkan hyphotirodism pada janin dan perkembangan saraf yang tidak
dapat balik/irreversibel, kreatinisme/stunted growth dan kekurangan kognitif
(Kreb 2000; Krebs & Westcott 2002; Reyes 2006). Hubungan antara kekurangan
iodium waktu prenatal terhadap perkembangan adalah berdampak langsung
terhadap retardasi mental (Krebs et al. 1996; Sanstead 1996).
Hasil penelitian metaanalisis pada anak-anak yang tinggal didaerah
defisiensi yodium memiliki kekurangan kognitif (Brown et al. 2002; Bhutta et
al. 1999). Hasil penelitian lain menunjukan bahwa dengan suplementasi yodium
pada trisemester pertama, anak yang dilahirkan memiliki skor psykomotor
performace lebih baik dibandingkan dengan anak yang menerima yodium setelah
lahir sampai umur 2 tahun (Black 2001). Studi di China menunjukkan bahwa
suplementasi ioidum selama hamil dapat menurunkan prevalensi kelainan
neurologi anak (Allen & Gillespie 2001).
Vitamin A
Vitamin A esensial untuk sistem imun yang dapat menurunkan risiko
penyakit infeksi, difrensiasi sel epitel, produksi lendir serta pertumbuhan tulang
(Linder 1992). Hubungan zat gizi yang berdampak pada perkembangan kognitif
dan sistem saraf juga dipengaruhi vitamin A. Anak yang kekurangan vitamin A
akan menyebabkan penurunan napsu makan (sense of taste) sehingga
mengganggu pertumbuhan.
Suplementasi vitamin A pada anak-anak meningkatkan hemoglobin dan
menurunkan prevalensi anemia dari 54% menjadi 38% (Zimmermann et al. 2006).
Miller et al. 2006). Pertumbuhan dan perkembangan juga dipengaruhi oleh
tingkat morbiditi anak yang disuplementasi vitamin A dapat meningkatkan respon
27
immunitas (Lechtig 1985; Long 2006a; Long et al. 2006b). Pemberian vitamin
A dapat meningkatkan kekebalan humoral dan selluer (Muhilal 2002).
Vitamin C
Vitamin C pada level molekuler, askorbat mempunyai sifat pereduksi.
Fungsi lain vitamin C terlibat dalam hidroksilasi, pembentukkan hidroksi prolin
dan hidroksilin selama sintesis prokolagen; sintesis karnitin dan lisis yang penting
dalam pengangkutan asam-asam lemak kedalam mitokondria untuk medapat
proses oksidasi, hidroksilasi tirosin dan mungkin pembentukan katekolamin dan
serotonin (penting dalam neurotransmitter) (Linder 1992).
Suplementasi vitamin C dalam biskuit multi gizi (besi, vitamin C, Vitamin
A, seng dan folat) pada ibu hamil memberikan pengaruh pertumbuhan dan
perkembangan bayi bayi 0-6 bulan (Herawati 2003). Studi Nasoetion (2003)
menunjukkan tidak ada pengaruh suplementasi biskuit multi gizi (besi, vitamin C,
Vitamin A, seng dan folat) pada ibu hamil sampai melahirkan terhadap kadar seng
sedangkan besi memberikan pengaruh. Hasil penelitian lain membuktikan
konsumsi vitamin C berperan dalam respon immunitas (Li et al. 2006; Moreno et
al. 2003; Johnsen et al. 2003; Duk-Hee Lee 2004).
Interaksi Zat Gizi (Besi, Folat, Seng, Iodium, Vitamin A, dan Vitamin C)
Efesiensi penyerapan zat gizi dalam tubuh dipengaruhi oleh berbagai
faktor misalnya, ketersediaan zat gizi dalam tubuh, makanan, proses pemasakan
dan ketersediaan (bioavailibility) dari zat gizi tersebut. Interaksi zat gizi
umumnya terjadi pada ion-ion yang bermuatan sama dan berukuran sama.
Tempat terjadinya interaksi zat gizi bisa makanan dan minuman, dalam saluran
usus, pada level jaringan, pada level transport dalam organisme dan jalur
ekskressi.
Interaksi zat gizi yang digunakan sebagai fortifikan tersebut bisa terjadi
dalam interaksi yang sinergistik, antagonistik atau kombinasi keduanya. Selain
terjadi interaksi penyerapan zat gizi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor
28
misalnya antara [phy]:[Fe] dan [phy]:[Zn], Phy(asam fitat/heksaposfat ester
inositol), tannin, pektin dan fosvitin (Gibson 2001; Linder 1992).
Dari ke enam zat gizi (fortifikan) tersebut interaksi antagonistik paling
umum terjadi antara Fe dan Zn, sedangkan reaksi sinergistik dapat terjadi antara
Zn dengan vitamin A, Vitamin C dengan Fe dan vitamin A dengan C (Linder
1992; Bender 2002; Lopez et al. 2005; Zlotkin et al. 2006).
Interaksi Fe dan Zn, Zn diabsorbsi secara difusi pasif, tergantung pada
komponen ligan pengikat zink (zinc-binding ligant) berupa asam pikolinat. Asam
pikolinat tersebut merupakan produk metabolit dari asam amino triptopan. Fe
dalam usus diserap dalam bentuk Fe2+ (reduksi), penyerapan besi dalam usus juga
mekanisme difusi pasif yang terikat dengan protein dalam bentuk ferritin (Bender
2001). Penyerapan seng sedikit banyaknya berkompetisi dengan ion metal
transisi, terutama Fe++/Fe+++ dan Cu++ disamping karena system penyerapannya
sama dengan mekanisme difusi pasif dengan carrier/pembawa protein; faktor ini
harus dipertimbangkan dalam penggunaan suplemen (Linder 1992).
Hasil penelitian Kelleher dan Lonnerdal (2006) membuktikan pada tikus
bahwa suplementasi seng memberikan efek negatif pada absorbsi besi dengan
meningkatnya retensi besi pada saluran pencernaan. Suplementasi besi dan folat
tanpa seng dan dengan hanya pemberian seng saja memperbaiki Hb pada anak
(Olney et al. 2006). Menurut Brown and Wuehler (2000) pengaruh Fe terhadap
absorbsi Zn menjadi minimal bila ratio molarnya mendekat 1:1 atau tidak
melebihi 2:1 akan tetapi masih terdapat perbedaan temuan antar peneliti mengenai
hal tersebut. Hasil penelitian Lopez et al. (2005) terhadap fortifikasi seng dengan
kombinasi sarapan dan makan siang dapat meningkatkan absorbsi seng secara
positif.
Suplementasi besi dengan iodium pada garam dapat meningkatkan
transferin dan ferritin (Wegmuller et al. 2006). Interaksi sinergistik antara iodium
dan selenium juga terjadi keduanya sangat dibutuhkan dalam motabolisme tulang.
Hasil penelitian pada tikus membuktikan suplementasi selenium dan iodium dapat
memperbaiki berat badan, panjang ekor dan pertumbuhan tulang (Reyes 2006).
Pemberian besi dan folat memperbaiki kadar hemoglobin, dibandingkan
pemberian besi, folat dan seng serta placebo (Olney et al. 2006). Hasil penelitian
29
terbaru membuktikan bahwa fortifikasi premix besi, vitamin A dan folat dalam
pemberian makanan tambahan pada masyarakat di India membuktikan efektif
dalam meningkatkan simpanan besi dan penurunan prevalensi IDA(iron
deficiency anemia) dan anemia (Varma et al. 2007).