Tinjauan pustaka abortus
-
Upload
saskia-murtika-dewi -
Category
Documents
-
view
116 -
download
9
Transcript of Tinjauan pustaka abortus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Abortus
Definisi Abortus (aborsi,abortion) adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun
sebelum janin mampu bertahan hidup. Di Amerika serikat, definisi ini terbatas pada terminasi
kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir.
Definisi lain yang sering digunakan adalah keluarnya janin-neonatus yang beratnya kurang
dari 500 g.
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus
yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan tersebut disebut abrtus provokatus. Abortus
provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus
provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk
menyelamatkan ibu. Di sini pertimbangan dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu
spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa. Bila
perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait. Setelah dilakukan terminasi
kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tida terkena trauma psikis di kemudian
hari.
Angka kejadian abortus sukar ditemukan karena abortus provokatus banyak yang
tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tida jelas umur
kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tida
melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15-20% merupakan
abortus psontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan mengalami 3 atau lebih
keguguran yang berurutan.
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian
abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian
abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical
pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar
kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi
oosit).
Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang tiga kali secara berturut-turut.
Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali
abortus spontan, pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan
bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko
abortus setelah 3 abortus berurutan adalah 30-50%.
2.2. Etiologi
Lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama, dan setelah itu angka
ini cepat menurun (Harlap dan shiono, 1980). Kelainan kromosom merupakan penyebab
paling sedikit separuh dari abortus dini, dan stelah itu insidennya juga menurun. Frekuensi
abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12 persen pada wanita berusia kurang
dari 20 tahun menjadi 26 persen pada mereka yang usianya lebih dari 40 tahun
1. Faktor Janin
a. Perkembangan Zigot Abnormal
Temuan morfologis tersering pada abortus spontan dini adalah kelaianan
perkembangan zigot, mudigah, janin bentuk awal, atau kadang-kadang plasenta.
b. Abortus Aneuploidi
Kelainan kromosom sering dijumpai pada mudigah dan janin awal yang mengalami
abortus spontan, dan menyebabkan banyak atau sebagian besar abortus pada awal
kehamilan.
c. Abortus Euploid
Penyebab abortus euploid umumnya tidak diketahui, tetapi mungkin disebabkan oleh :
Kelainan genetik, misalnya mutasi tunggal atau faktor poligenik
Berbagai faktor ibu
Mungkin beberapa faktor ayah
2. Faktor Ibu
a. Infeksi
Herpes simpleks dilaporkan berkaitan dengan berkaitan dengan peningkatan insidensi
abortus setelah terjadi infeksi genital pada awal kehamilan. Temmerman dkk. (1992)
melaporkan bahwa abortus spontan secara independen berkaitan dengan antibodi
virus imunodefisiensi manusia 1 (HIV-1) dalam darah ibu, seroreaktivitas sifilis pada
ibu, dan kolonisasi vagina ibu oleh streptokokus grup B.
b. Penyakit debilitas kronik
Tuberkulosis atau karsinomatosis dan hipertensi jarang menyebabkan abortus tetapi
dapat menyebabkan kematian janin dan pelahiran preterm. Celiac sprue (sindrom
malabsorpsi) dilaporkan dapat menyebabkan infertilitas wanita dan pria serta abortus
rekuren (Sher dkk., 1994).
c. Kelainan endokrin
Hipotiroidime
Diabetes melitus
Defisiensi progesteron
d. Nutrisi
Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa defisiensi salah satu zat gizi atau defisiensi
sedang semua nutrien merupakan kausa abortus yang penting.
e. Pemakaian obat dan faktor lingkungan
Tembakau
Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang perhari, risiko tersebut sekitar dua
kali lipat dibandingkan dengan kontrol normal (Kline dkk., 1980)
Alkohol
Amstrong dkk., (1992) menghitung bahwa risiko abortus meningkat dengan rata-
rata 1,3 kali untuk setiap gelas perhari.
Kafein
Konsumsi kafein dalam jumlah sedang kecil kemungkinannya menyebabkan
abortus spontan.
Radiasi
Dalam dosis memadai, radiasi diketahui menyebabkan abortus
Kontrasepsi
Toksin lingkungan
f. Faktor Imunologis
Autoimun (imunitas terhadap tubuh sendiri)
Aloimun (imunitas terhadap orang lain)
g. Trombofilia herediter
h. Gamet yang menua
Penuaan gamet di dalam saluran genitalia wanita sebelum pembuahan meningkatkan
kemungkinan abortus.
i. Laparotomi
Tidak terdapat bukti bahwa pembedahan yang dilakukan pada kehamilan tahap awal
dapat meningkatkan angka abortus.
j. Trauma fisik
k. Cacat uterus
Cacat uterus yang didapat
Defek perkembangan uterus
l. Serviks inkompeten
3. Faktor ayah
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya abortus spontan. Yang
jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan abortus. Kulcsar dkk.
(1991) menemukan adenovirus atau virus herpes simpleks pada hampir 40 persen sampel
semen yang diperoleh dari pria steril. Virus terdeteksi dalam bentuk laten pada 60 persen
sel, dan virus yang sama dijumpai pada abortus.
2.3 Patologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh
nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian
atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan
uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil
konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus
desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tida dilepaskan sempurna yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang
dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta.
Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini
menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya
kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas
(blighted ovum); mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion).
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat
diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk inui menjadi
mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi,
sehingga semuanya tampa seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose; dalam hal ini
amnion tampa berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tida dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi;
janin mongering dank arena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap, ia menjadi
agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas
nperkamen (fetus papiraseus).
Kemungkinan lain pada janin-mati yang tida lekas dikeluarkan ialah terjadinya
maserasi; kulit terkupas, tenggorok menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan, dan
seluruh janin berwarna kemerah-merahan.
2.4 Diagnosis dan penanganan
Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang
perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat; sering terdapat pula rasa mules.
Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan
bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis (Galli Mainini) atau imunologik
(Pregnosticon, Gravindex) bilamana hal itu dikerjakan. Harus diperhatikan macam dan
banyanya perdarahan; pembukaan serviks dan adanya jaringan dalam kavum uteri atau
vagina.
Sebagai kemungkinan diagnosis lain harus difikirkan (1) kehamilan ektopik yang
terganggu; (2) mola hidatidosa; (3) kehamilan dengan kelainan pada serviks.
Kehamilan ektopik-terganggu dengan heamtokel retrouterina kadang-kadang agak
sukar dibedakan dari abortus dengan uterus dalam posisi retroversi. Dalam kedua keadaan
tersebut ditemukan amenorea disertai perdarahan per vaginam, rasa nyeri di perut bagian
bawah, dan tumor di belakang uterus. Tetapi keluhan nyeri biasanya lebih hebat pada
kehamilan ektopik. Apabila gejala-gejala menunjukkan kehamilan ektopik-terganggu, dapat
dilakukan kuldosentesis dan bila darah-tua dapat dikeluarkan dengan tindakan ini, diagnosis
kelainan dapat dipastikan. Pada mola hidatidosa uterus biasanya lebih besar daripada lamanya
amnorea dan muntah lebih sering. Apabila ada kecurigaan terhadap mola hidatidosa, perlu
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Karsinoma servisis uteri, polypus serviks dan sebagainya dapat menyertai kehamilan.
Perdarahan dari kelaianan tersebut dapat menyerupai abortus. Pemeriksaan dengan speculum,
pemeriksaan sitologik dan biopsy dapat menentukan diagnosis dengan pasti.
Secara klinik dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus insipiens, abortus
inkompletus, dan abortus kompletus. Selanjutnya dikenal pula abortus servikalis, missed
abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus, dan abortus septic.
2.5 Jenis dan derajat abortus
D E R A J A T Diagnosis Perdarahan Serviks Besar uterus Gejala lain Abortus imminens
Sedikit hingga sedang
Tertutup Sesuai umur kehamilan
Plano tes(+) Kram Uterus lunak
Abotus insipiens
Sedang hingga banyak
Terbuka Sesuai atau lb kecil
Kram uterus lunak
Abortus inkomplit
Sedikit hingga banyak
Terbuka Lebih kecil dari umur kehamilan
Kram Keluar jaringan Uterus lunak
Abortus komplit
Sedikit atau tidak ada
Lunak (terbuka atau tertututp)
Lebih kecil dari umur kehamilan
Sedikit/kram (-) Uterus kenyal
Missed abortion Sedikit dan warna kehitaman
Agak kenyal dan tertutup
Lebih kecil dari umur kehamilan
Gejala kehamilan menghilang Uterus tak membesar
Abortus Iminens
Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu,
dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Gejala Klinis:
- Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak sama sekali
- Perdarahan pervaginam
- Osteum uteri masih tertutup
- Besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan
- Tes kehamilan masih positif
Pemeriksaan Penunjang: USG
Diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan
plasenta apakahn sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri
janin/ kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT.
Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam
kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
Gejala klinis:
- Penderita mengeluh mulas
- Perdarahan bertambah
- Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan
- Tes kehamilan masih positif
Pemeriksaan penunjang: USG
- Akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan.
- Gerak janin dan gerak jantung masih masih jelas, walau mungkin sudah tidak
normal,
- Biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya.
- Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Abortus kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan,
osteum uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus
tidak sesuai dengan umur kehamilan.
Abortus dengan risiko (unsafe abortion)
• Terminasi kehamilan yang tidak dikehendaki oleh wanita atau pasangannya melalui cara
yang mempunyai risiko tinggi terhadap keselamatan jiwa wanita tersebut karena dilakukan
oleh individu yang tidak mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang sangat diperlukan,
serta menggunakan peralatan yang tidak memenuhi persyaratan minimal bagi suatu
tindakan medis. Misalnya:
• Bahan dan tindakan yang digunakan: Batang kayu, akar pohon kayu, tangkai daun yang
bergetah, batang plastik dimasukan kavum uteri.
• Pemijatan langsung ke korpus uteri hingga terjadi memar di dinding perut, kandung
kemih, adneksa ataupun usus.
Penatalaksanaan
Jenis abortus Penatalaksanaan Abortus imminens Istirahat baring
Pertimbangkan infeksi antibiotika, AKDR ekstraksi AKDR, defisiensi hormonal (didrogesteron, alilestenol )
Abortus insipiens, inkomplit dan missed abortion
Kelanjutan abortus imminens yang diupayakan terapi gagaldilakukan evakuasi massa kehamilan/sisa konsepsi dg kuretase atau AVM
Abortus habitualis (3 kali atau lebih)
Umumnya disebabkan anomali kromosom investigasi genetis Defisiensi hormonal Inkopetensi serviks Shirodkar/Mc Donald sebelum usia
12-14 minggu Abortus terapetik Terminasi suatu kehamilan atas indikasi ibu. Jika
pengakhiran kehamilan tidak segeramengancam keselamatan ibu atau kecacatan yg berat janin.
Abortus Inkompletus
Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil konsepsi,
sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu dan sebelum berat janin 500 gram (SPMPOGI,
2006).
Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan
masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirorahardjo, 2009).
Faktor Yang Mempengaruhi Abortus Inkompletus
Umur
Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia ibu. Insiden abortus
dengan trisomi meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Risiko ibu terkena aneuploidi
adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan
kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun (Prawirohardjo, 2009).
Usia Kehamilan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya.
Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan
sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama
berupa trisomi autosom (Prawirohardjo, 2009).
Paritas
Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu (SPMPOGI, 2006).
Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit ibu seperti pneumonia, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria dan
lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain
juga memperbesar peluang terjadinya abortus (Mochtar, 1998).
Riwayat Abortus
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus
berulang. Kejadiannya sekitar 3 – 5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa
setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi,
sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi
meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 – 45%
(Prawirohardjo, 2009).
Gejala-gejala Abortus Inkompletus
Adapun gejala-gejala dari abortus inkompletus adalah sebagai berikut:
o Amenorea
o Perdarahan yang bisa sedikit dan bisa banyak, perdarahan biasanya berupa darah beku
o Sakit perut dan mulas – mulas dan sudah ada keluar fetus atau jaringan
o Pada pemeriksaan dalam jika abortus baru terjadi didapatkan serviks terbuka, kadang –
kadang dapat diraba sisa – sisa jaringan dalam kantung servikalis atau kavum uteri dan
uterus lebih kecil dari usia kehamilan seharusnya (Mochtar, 1998).
Diagnosis Abortus Inkompletus
Diagnosis abortus inkompletus ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
a. Adanya amenore pada masa reproduksi
b. Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi
c. Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis
2. Pemeriksaan Fisik
a. Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan
b. Pada pemeriksaan pelvis, sisa hasil konsepsi ditemukan di dalam uterus, dapat juga
menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.
c. Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol.
d. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu bekuan,
waktu perdarahan, dan trombosit.
b. Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi
Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus
Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus terdiri dari:
- PengeIuaran Secara digital
Hal ini sering kita laksanakan pada keguguran bersisa. Pembersihan secara digital hanya
dapat dilakukan bila telah ada pembentukan serviks uteri yang dapat dilalui oleh satu
janin longgar dan dalam kavum uteri cukup luas, karena manipulasi ini akan
menimbulkan rasa nyeri.
- Kuretase
Kuretase adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok
kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam
untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus.
- Vacum kuretase adalah cara mengeluarkan hasil konsepsi dengan alat vakum
(Setyasworo, 2010).
Penanganan
Jika perdarahan (pervaginam) sudah sampai menimbulkan gejala klinis syok, tindakan
pertama ditujukan untuk perbaikan keadaan umum. Tindakan selanjutnya adalah untuk
menghentikan sumber perdarahan.
I. Tahap Pertama :
Tujuan dari penanganan tahap pertama adalah, agar penderita tidak jatuh ke tingkat
syok yang lebih berat, dan keadaan umumnya ditingkatkan menuju keadaan yang lebih balk.
Dengan keadaan umum yang lebih baik (stabil), tindakan tahap ke dua umumnya akan
berjalan dengan baik pula.
Pada penanganan tahap pertama dilakukan berbagai kegiatan, berupa :
a. Memantau tanda-tanda vital (mengukur tekanan darah, frekuensi denyut nadi, frekuensi
pernafasan, dan suhu badan).
b. Pengawasan pernafasan (Jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan seperti adanya
takipnu, sianosis, saluran nafas harus bebas dari hambatan. Dan diberi oksigen melalui
kateter nasal).
c. Selama beberapa menit pertama, penderita dibaringkan dengan posisi Trendelenburg.
d. Pemberian infus cairan (darah) intravena (campuran Dekstrose 5% dengan NaCl 0,9%,
Ringer laktat).
e. Pengawasan jantung (Fungsi jantung dapat dipantau dengan elektrokardiografi dan
dengan pengukuran tekanan vena sentral).
f. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, jenis Rhesus,
Tes kesesuaian darah penderita dengan darah donor, pemeriksaan pH darah, pO2,
pCO2 darah arterial. Jika dari pemeriksaan ini dijumpai tanda-tanda anemia sedang
sampai berat, infus cairan diganti dengan transfusi darah atau infus cairan bersamaan
dengan transfusi darah. Darah yang diberikan dapat berupa eritrosit, jika sudah timbul
gangguan pembekuan darah, sebaiknya diberi darah segar. Jika sudah timbul tanda-
tanda asidosis harus segera dikoreksi.
II. Tahap kedua :
Setelah keadaan umum penderita stabil, penanganan tahap ke dua dilakukan.
Penanganan tahap ke dua meliputi menegakkan diagnosis dan tindakan menghentikan
perdarahan yang mengancam jiwa ibu. Tindakan menghentikan perdarahan ini dilakukan
berdasarkan etiologinya.
Pada keadaan abortus inkompletus, apabila bagian hasil konsepsi telah keluar atau
perdarahan menjadi berlebih, maka evakuasi hasil konsepsi segera diindikasikan untuk
meminimalkan perdarahan dan risiko infeksi pelvis. Sebaiknya evakuasi dilakukan dengan
aspirasi vakum, karena tidak memerlukan anestesi (Prawirohardjo, 1992).
Pengobatan abortus inkompletus
Setiap fasilitas kesehatan seharusnya menyediakan dan mampu melakukan tindakan
pengobatan abortus inkompletus sesuai dengan kemampuannya. Biasanya tindakan
evakuasi/kuretase hanya tersedia di Rumah Sakit Kabupaten. Hal ini merupakan kendala
yang dapat berakibat fatal, bila Rumah Sakit tersebut sulit dicapai dengan kendaraan umum.
Sehingga peningkatan kemampuan melakukan tindakan pengobatan abortus inkompletus di
setiap tingkat jaringan pelayanan sesuai dengan kemampuannya akan mengurangi risiko
kematian dan kesakitan.
Tindakan pengobatan abortus inkompletus meliputi :
1. Membuat diagnosis abortus inkompletus
2. Melakukan konseling tentang keadaan abortus inkompletus dan rencana pengobatan.
3. Menilai keadaan pasien termasuk perlu atau tidak dirujuk.
4. Mengobati keadaan darurat serta komplikasi sebelum dan setelah tindakan.
5. Melakukan evakuasi sisa jaringan dari rongga rahim (Saifudin, 2002).
Komplikasi Abortus Inkompletus
Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortus inkompletus adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan
Perdarahan banyak merah, segar dengan/tanpa bekuan
Darah membasahi pakaian, kain, selimut dsb
Pucat (konjuctiva, palpebra, tangan dan bibir)
Pusing, kesadaran menurun
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi
harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada
perlukan alat-alat lain.
3. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.
Segera lakukan penilaian tanda-tanda syok:
Nadi cepat dan lemah
Turunnya tekanan darah (sistolik < 90 mmHg dan diastolik < 60 mmHg)
Pucat ( terutama palpebra, telapak tangan dan bibir)
Berkeringat banyak, gelisah, apatis atau kehilangan kesadaran
Pernafasan cepat (> 30X/menit)
4. Infeksi
Demam tinggi (>38 C), menggigil, berkeringat
Sekret vaginan berbau
Kaku dan tegang pada dinding perut bawah
Cairan mukopurulen melalui ostium serviks
Nyeri goyang serviks
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora
normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram
negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur,
Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili, streptococci,
staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan
jamur (Prawirohardjo, 1999).
PROTOKOL SYOK HIPOVOLEMIK
Kemungkinan penyebab :
Perdarahan
Sepsis
Dehidrasi
Reaksi vaso-vagal (neurogenik)
Periksa tanda vital, tentukan jenis dan derajat syok
Pucat (konjunctiva, telapak tangan)
Turunnya tekanan darah (<90/60mmHg atau tak terukur)
Nadi cepat dan tegangan nadi kurang
Pernafasan cepat, dangkal, tidak teratur atau tidak dapat dihitung
Gelisah, setengah sadar atau tidak sadar
Produksi urin menurun (< 30 ml/ jam)
Penanganan awal
1. Bebaskan jalan nafas
2. Berikan oksigen 6-8 lt/mnt
3. Infus NaCl isotonis atau RL 100 ml dalam 20 menit pertama, 500 ml pada 20 menit
kedua, kemudian 40-60tts/mt, pantau cairan masuk keluar, perhatikan kelebihan
cairan. Umumnya syok hipovolemik membutuhkan 3 lt.
4. Jangan berikan sesuatu melalui mulut
5. Konsentrasi Hb< 8 gr% atau Hmt< 20% perlu transfusi
6. Setelah stabilisasi pasien, infus sementara dilanjutkan, pantau tanda vital, produksi
urin, segera lakukan evakuasi kavum uteri.
Penanganan syok septik
- Riwayat perdarahan yang lama (lebih 7 hari)
- Upaya abortus provokatus atau trauma organ genital
- Demam
- Nyeri perut bawah, spasme
Terapi inisial
Bebaskan jalan nafas
Berikan oksigen 6 – 8 l/mt
Berikan cairan NaCl isotosis atau RL perinfus 1000/20 menit pertama, kemudian
500/20 menit kedua. Pemberian lanjutan40- tts/mt (tgt derajat syok dan hasil restorasi
awal). Umumnya diperlukan 1500-3000ml
Jangan berikan sesuatu peroral
Hb < 8gr% atau Hmt < 20% transfusi darah
Bila setelah restorasi belum ada perbaikan berikan dopamin awal 2,5 mikrogram
/kgbb dalam larutan isotosis naikan perlahan hingga ada respon tanda vital dan
produksi urin
Antibiotika (kombinasi 3 golongan)
Ampicillin 1 gr, Gentamicin 80 mg, Klindamisin 600 mg setiap 8 jam
Sefalosporin 1 gr, Gentamisin 80 mg dan Mettronidazol 1 gr per 8jam
PPC 4,8 jt unit, Kloramfenikol 500 mg per 6 jam.
Terapi definitif evakuasi sisa kehamilan.