Tinjauan pustaka abortus

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Abortus Definisi Abortus (aborsi,abortion) adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup. Di Amerika serikat, definisi ini terbatas pada terminasi kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir. Definisi lain yang sering digunakan adalah keluarnya janin-neonatus yang beratnya kurang dari 500 g. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan tersebut disebut abrtus provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Di sini pertimbangan dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa. Bila perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait. Setelah dilakukan terminasi kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tida terkena trauma psikis di kemudian hari. Angka kejadian abortus sukar ditemukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tida jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tida melapor atau berobat. Sementara

Transcript of Tinjauan pustaka abortus

Page 1: Tinjauan pustaka abortus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Abortus

Definisi Abortus (aborsi,abortion) adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun

sebelum janin mampu bertahan hidup. Di Amerika serikat, definisi ini terbatas pada terminasi

kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir.

Definisi lain yang sering digunakan adalah keluarnya janin-neonatus yang beratnya kurang

dari 500 g.

Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus

yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan tersebut disebut abrtus provokatus. Abortus

provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus

provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk

menyelamatkan ibu. Di sini pertimbangan dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu

spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa. Bila

perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait. Setelah dilakukan terminasi

kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tida terkena trauma psikis di kemudian

hari.

Angka kejadian abortus sukar ditemukan karena abortus provokatus banyak yang

tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tida jelas umur

kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tida

melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15-20% merupakan

abortus psontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan mengalami 3 atau lebih

keguguran yang berurutan.

Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian

abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian

abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical

pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar

kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi

oosit).

Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang tiga kali secara berturut-turut.

Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali

abortus spontan, pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan

Page 2: Tinjauan pustaka abortus

bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko

abortus setelah 3 abortus berurutan adalah 30-50%.

2.2. Etiologi

Lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama, dan setelah itu angka

ini cepat menurun (Harlap dan shiono, 1980). Kelainan kromosom merupakan penyebab

paling sedikit separuh dari abortus dini, dan stelah itu insidennya juga menurun. Frekuensi

abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12 persen pada wanita berusia kurang

dari 20 tahun menjadi 26 persen pada mereka yang usianya lebih dari 40 tahun

1. Faktor Janin

a. Perkembangan Zigot Abnormal

Temuan morfologis tersering pada abortus spontan dini adalah kelaianan

perkembangan zigot, mudigah, janin bentuk awal, atau kadang-kadang plasenta.

b. Abortus Aneuploidi

Kelainan kromosom sering dijumpai pada mudigah dan janin awal yang mengalami

abortus spontan, dan menyebabkan banyak atau sebagian besar abortus pada awal

kehamilan.

c. Abortus Euploid

Penyebab abortus euploid umumnya tidak diketahui, tetapi mungkin disebabkan oleh :

Kelainan genetik, misalnya mutasi tunggal atau faktor poligenik

Berbagai faktor ibu

Mungkin beberapa faktor ayah

2. Faktor Ibu

a. Infeksi

Herpes simpleks dilaporkan berkaitan dengan berkaitan dengan peningkatan insidensi

abortus setelah terjadi infeksi genital pada awal kehamilan. Temmerman dkk. (1992)

melaporkan bahwa abortus spontan secara independen berkaitan dengan antibodi

virus imunodefisiensi manusia 1 (HIV-1) dalam darah ibu, seroreaktivitas sifilis pada

ibu, dan kolonisasi vagina ibu oleh streptokokus grup B.

b. Penyakit debilitas kronik

Tuberkulosis atau karsinomatosis dan hipertensi jarang menyebabkan abortus tetapi

dapat menyebabkan kematian janin dan pelahiran preterm. Celiac sprue (sindrom

Page 3: Tinjauan pustaka abortus

malabsorpsi) dilaporkan dapat menyebabkan infertilitas wanita dan pria serta abortus

rekuren (Sher dkk., 1994).

c. Kelainan endokrin

Hipotiroidime

Diabetes melitus

Defisiensi progesteron

d. Nutrisi

Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa defisiensi salah satu zat gizi atau defisiensi

sedang semua nutrien merupakan kausa abortus yang penting.

e. Pemakaian obat dan faktor lingkungan

Tembakau

Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang perhari, risiko tersebut sekitar dua

kali lipat dibandingkan dengan kontrol normal (Kline dkk., 1980)

Alkohol

Amstrong dkk., (1992) menghitung bahwa risiko abortus meningkat dengan rata-

rata 1,3 kali untuk setiap gelas perhari.

Kafein

Konsumsi kafein dalam jumlah sedang kecil kemungkinannya menyebabkan

abortus spontan.

Radiasi

Dalam dosis memadai, radiasi diketahui menyebabkan abortus

Kontrasepsi

Toksin lingkungan

f. Faktor Imunologis

Autoimun (imunitas terhadap tubuh sendiri)

Aloimun (imunitas terhadap orang lain)

g. Trombofilia herediter

h. Gamet yang menua

Penuaan gamet di dalam saluran genitalia wanita sebelum pembuahan meningkatkan

kemungkinan abortus.

i. Laparotomi

Tidak terdapat bukti bahwa pembedahan yang dilakukan pada kehamilan tahap awal

dapat meningkatkan angka abortus.

j. Trauma fisik

Page 4: Tinjauan pustaka abortus

k. Cacat uterus

Cacat uterus yang didapat

Defek perkembangan uterus

l. Serviks inkompeten

3. Faktor ayah

Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya abortus spontan. Yang

jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan abortus. Kulcsar dkk.

(1991) menemukan adenovirus atau virus herpes simpleks pada hampir 40 persen sampel

semen yang diperoleh dari pria steril. Virus terdeteksi dalam bentuk laten pada 60 persen

sel, dan virus yang sama dijumpai pada abortus.

2.3 Patologi

Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh

nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian

atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan

uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil

konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua

secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus

desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tida dilepaskan sempurna yang dapat

menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang

dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta.

Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini

menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya

kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas

(blighted ovum); mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion).

Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat

diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk inui menjadi

mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi,

sehingga semuanya tampa seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose; dalam hal ini

amnion tampa berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tida dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi;

janin mongering dank arena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap, ia menjadi

Page 5: Tinjauan pustaka abortus

agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas

nperkamen (fetus papiraseus).

Kemungkinan lain pada janin-mati yang tida lekas dikeluarkan ialah terjadinya

maserasi; kulit terkupas, tenggorok menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan, dan

seluruh janin berwarna kemerah-merahan.

2.4 Diagnosis dan penanganan

Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang

perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat; sering terdapat pula rasa mules.

Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan

bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis (Galli Mainini) atau imunologik

(Pregnosticon, Gravindex) bilamana hal itu dikerjakan. Harus diperhatikan macam dan

banyanya perdarahan; pembukaan serviks dan adanya jaringan dalam kavum uteri atau

vagina.

Sebagai kemungkinan diagnosis lain harus difikirkan (1) kehamilan ektopik yang

terganggu; (2) mola hidatidosa; (3) kehamilan dengan kelainan pada serviks.

Kehamilan ektopik-terganggu dengan heamtokel retrouterina kadang-kadang agak

sukar dibedakan dari abortus dengan uterus dalam posisi retroversi. Dalam kedua keadaan

tersebut ditemukan amenorea disertai perdarahan per vaginam, rasa nyeri di perut bagian

bawah, dan tumor di belakang uterus. Tetapi keluhan nyeri biasanya lebih hebat pada

kehamilan ektopik. Apabila gejala-gejala menunjukkan kehamilan ektopik-terganggu, dapat

dilakukan kuldosentesis dan bila darah-tua dapat dikeluarkan dengan tindakan ini, diagnosis

kelainan dapat dipastikan. Pada mola hidatidosa uterus biasanya lebih besar daripada lamanya

amnorea dan muntah lebih sering. Apabila ada kecurigaan terhadap mola hidatidosa, perlu

dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.

Karsinoma servisis uteri, polypus serviks dan sebagainya dapat menyertai kehamilan.

Perdarahan dari kelaianan tersebut dapat menyerupai abortus. Pemeriksaan dengan speculum,

pemeriksaan sitologik dan biopsy dapat menentukan diagnosis dengan pasti.

Secara klinik dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus insipiens, abortus

inkompletus, dan abortus kompletus. Selanjutnya dikenal pula abortus servikalis, missed

abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus, dan abortus septic.

Page 6: Tinjauan pustaka abortus

2.5 Jenis dan derajat abortus

D E R A J A T Diagnosis Perdarahan Serviks Besar uterus Gejala lain Abortus imminens

Sedikit hingga sedang

Tertutup Sesuai umur kehamilan

Plano tes(+) Kram Uterus lunak

Abotus insipiens

Sedang hingga banyak

Terbuka Sesuai atau lb kecil

Kram uterus lunak

Abortus inkomplit

Sedikit hingga banyak

Terbuka Lebih kecil dari umur kehamilan

Kram Keluar jaringan Uterus lunak

Abortus komplit

Sedikit atau tidak ada

Lunak (terbuka atau tertututp)

Lebih kecil dari umur kehamilan

Sedikit/kram (-) Uterus kenyal

Missed abortion Sedikit dan warna kehitaman

Agak kenyal dan tertutup

Lebih kecil dari umur kehamilan

Gejala kehamilan menghilang Uterus tak membesar

Abortus Iminens

Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu,

dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.

Gejala Klinis:

- Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak sama sekali

- Perdarahan pervaginam

- Osteum uteri masih tertutup

- Besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan

- Tes kehamilan masih positif

Pemeriksaan Penunjang: USG

Diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan

plasenta apakahn sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri

janin/ kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT.

Page 7: Tinjauan pustaka abortus

Abortus Insipiens

Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah

mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam

kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.

Gejala klinis:

- Penderita mengeluh mulas

- Perdarahan bertambah

- Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan

- Tes kehamilan masih positif

Pemeriksaan penunjang: USG

- Akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan.

- Gerak janin dan gerak jantung masih masih jelas, walau mungkin sudah tidak

normal,

- Biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya.

- Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.

Page 8: Tinjauan pustaka abortus

Abortus kompletus

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20

minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan,

osteum uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus

tidak sesuai dengan umur kehamilan.

Abortus dengan risiko (unsafe abortion)

• Terminasi kehamilan yang tidak dikehendaki oleh wanita atau pasangannya melalui cara

yang mempunyai risiko tinggi terhadap keselamatan jiwa wanita tersebut karena dilakukan

oleh individu yang tidak mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang sangat diperlukan,

serta menggunakan peralatan yang tidak memenuhi persyaratan minimal bagi suatu

tindakan medis. Misalnya:

• Bahan dan tindakan yang digunakan: Batang kayu, akar pohon kayu, tangkai daun yang

bergetah, batang plastik dimasukan kavum uteri.

• Pemijatan langsung ke korpus uteri hingga terjadi memar di dinding perut, kandung

kemih, adneksa ataupun usus.

Penatalaksanaan

Jenis abortus Penatalaksanaan Abortus imminens Istirahat baring

Pertimbangkan infeksi antibiotika, AKDR ekstraksi AKDR, defisiensi hormonal (didrogesteron, alilestenol )

Abortus insipiens, inkomplit dan missed abortion

Kelanjutan abortus imminens yang diupayakan terapi gagaldilakukan evakuasi massa kehamilan/sisa konsepsi dg kuretase atau AVM

Abortus habitualis (3 kali atau lebih)

Umumnya disebabkan anomali kromosom investigasi genetis Defisiensi hormonal Inkopetensi serviks Shirodkar/Mc Donald sebelum usia

Page 9: Tinjauan pustaka abortus

12-14 minggu Abortus terapetik Terminasi suatu kehamilan atas indikasi ibu. Jika

pengakhiran kehamilan tidak segeramengancam keselamatan ibu atau kecacatan yg berat janin.

Abortus Inkompletus

Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil konsepsi,

sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu dan sebelum berat janin 500 gram (SPMPOGI,

2006).

Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan

masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang

dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirorahardjo, 2009).

Faktor Yang Mempengaruhi Abortus Inkompletus

Umur

Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia ibu. Insiden abortus

dengan trisomi meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Risiko ibu terkena aneuploidi

adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan

kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun (Prawirohardjo, 2009).

Usia Kehamilan

Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya.

Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan

sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama

berupa trisomi autosom (Prawirohardjo, 2009).

Paritas

Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu (SPMPOGI, 2006).

Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit ibu seperti pneumonia, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria dan

lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain

juga memperbesar peluang terjadinya abortus (Mochtar, 1998).

Riwayat Abortus

Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus

berulang. Kejadiannya sekitar 3 – 5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa

setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi,

Page 10: Tinjauan pustaka abortus

sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi

meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 – 45%

(Prawirohardjo, 2009).

Gejala-gejala Abortus Inkompletus

Adapun gejala-gejala dari abortus inkompletus adalah sebagai berikut:

o Amenorea

o Perdarahan yang bisa sedikit dan bisa banyak, perdarahan biasanya berupa darah beku

o Sakit perut dan mulas – mulas dan sudah ada keluar fetus atau jaringan

o Pada pemeriksaan dalam jika abortus baru terjadi didapatkan serviks terbuka, kadang –

kadang dapat diraba sisa – sisa jaringan dalam kantung servikalis atau kavum uteri dan

uterus lebih kecil dari usia kehamilan seharusnya (Mochtar, 1998).

Diagnosis Abortus Inkompletus

Diagnosis abortus inkompletus ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis

a. Adanya amenore pada masa reproduksi

b. Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi

c. Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis

2. Pemeriksaan Fisik

a. Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan

b. Pada pemeriksaan pelvis, sisa hasil konsepsi ditemukan di dalam uterus, dapat juga

menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.

c. Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol.

d. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu bekuan,

waktu perdarahan, dan trombosit.

b. Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi

Page 11: Tinjauan pustaka abortus

Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus

Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus terdiri dari:

- PengeIuaran Secara digital

Hal ini sering kita laksanakan pada keguguran bersisa. Pembersihan secara digital hanya

dapat dilakukan bila telah ada pembentukan serviks uteri yang dapat dilalui oleh satu

janin longgar dan dalam kavum uteri cukup luas, karena manipulasi ini akan

menimbulkan rasa nyeri.

- Kuretase

Kuretase adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok

kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam

untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus.

- Vacum kuretase adalah cara mengeluarkan hasil konsepsi dengan alat vakum

(Setyasworo, 2010).

Penanganan

Jika perdarahan (pervaginam) sudah sampai menimbulkan gejala klinis syok, tindakan

pertama ditujukan untuk perbaikan keadaan umum. Tindakan selanjutnya adalah untuk

menghentikan sumber perdarahan.

I. Tahap Pertama :

Tujuan dari penanganan tahap pertama adalah, agar penderita tidak jatuh ke tingkat

syok yang lebih berat, dan keadaan umumnya ditingkatkan menuju keadaan yang lebih balk.

Page 12: Tinjauan pustaka abortus

Dengan keadaan umum yang lebih baik (stabil), tindakan tahap ke dua umumnya akan

berjalan dengan baik pula.

Pada penanganan tahap pertama dilakukan berbagai kegiatan, berupa :

a. Memantau tanda-tanda vital (mengukur tekanan darah, frekuensi denyut nadi, frekuensi

pernafasan, dan suhu badan).

b. Pengawasan pernafasan (Jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan seperti adanya

takipnu, sianosis, saluran nafas harus bebas dari hambatan. Dan diberi oksigen melalui

kateter nasal).

c. Selama beberapa menit pertama, penderita dibaringkan dengan posisi Trendelenburg.

d. Pemberian infus cairan (darah) intravena (campuran Dekstrose 5% dengan NaCl 0,9%,

Ringer laktat).

e. Pengawasan jantung (Fungsi jantung dapat dipantau dengan elektrokardiografi dan

dengan pengukuran tekanan vena sentral).

f. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, jenis Rhesus,

Tes kesesuaian darah penderita dengan darah donor, pemeriksaan pH darah, pO2,

pCO2 darah arterial. Jika dari pemeriksaan ini dijumpai tanda-tanda anemia sedang

sampai berat, infus cairan diganti dengan transfusi darah atau infus cairan bersamaan

dengan transfusi darah. Darah yang diberikan dapat berupa eritrosit, jika sudah timbul

gangguan pembekuan darah, sebaiknya diberi darah segar. Jika sudah timbul tanda-

tanda asidosis harus segera dikoreksi.

II. Tahap kedua :

Setelah keadaan umum penderita stabil, penanganan tahap ke dua dilakukan.

Penanganan tahap ke dua meliputi menegakkan diagnosis dan tindakan menghentikan

perdarahan yang mengancam jiwa ibu. Tindakan menghentikan perdarahan ini dilakukan

berdasarkan etiologinya.

Pada keadaan abortus inkompletus, apabila bagian hasil konsepsi telah keluar atau

perdarahan menjadi berlebih, maka evakuasi hasil konsepsi segera diindikasikan untuk

meminimalkan perdarahan dan risiko infeksi pelvis. Sebaiknya evakuasi dilakukan dengan

aspirasi vakum, karena tidak memerlukan anestesi (Prawirohardjo, 1992).

Pengobatan abortus inkompletus

Setiap fasilitas kesehatan seharusnya menyediakan dan mampu melakukan tindakan

pengobatan abortus inkompletus sesuai dengan kemampuannya. Biasanya tindakan

evakuasi/kuretase hanya tersedia di Rumah Sakit Kabupaten. Hal ini merupakan kendala

Page 13: Tinjauan pustaka abortus

yang dapat berakibat fatal, bila Rumah Sakit tersebut sulit dicapai dengan kendaraan umum.

Sehingga peningkatan kemampuan melakukan tindakan pengobatan abortus inkompletus di

setiap tingkat jaringan pelayanan sesuai dengan kemampuannya akan mengurangi risiko

kematian dan kesakitan.

Tindakan pengobatan abortus inkompletus meliputi :

1. Membuat diagnosis abortus inkompletus

2. Melakukan konseling tentang keadaan abortus inkompletus dan rencana pengobatan.

3. Menilai keadaan pasien termasuk perlu atau tidak dirujuk.

4. Mengobati keadaan darurat serta komplikasi sebelum dan setelah tindakan.

5. Melakukan evakuasi sisa jaringan dari rongga rahim (Saifudin, 2002).

Komplikasi Abortus Inkompletus

Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortus inkompletus adalah sebagai berikut:

1. Perdarahan

Perdarahan banyak merah, segar dengan/tanpa bekuan

Darah membasahi pakaian, kain, selimut dsb

Pucat (konjuctiva, palpebra, tangan dan bibir)

Pusing, kesadaran menurun

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan

jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila

pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi

hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi

harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada

perlukan alat-alat lain.

3. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.

Segera lakukan penilaian tanda-tanda syok:

Nadi cepat dan lemah

Turunnya tekanan darah (sistolik < 90 mmHg dan diastolik < 60 mmHg)

Pucat ( terutama palpebra, telapak tangan dan bibir)

Berkeringat banyak, gelisah, apatis atau kehilangan kesadaran

Pernafasan cepat (> 30X/menit)

Page 14: Tinjauan pustaka abortus

4. Infeksi

Demam tinggi (>38 C), menggigil, berkeringat

Sekret vaginan berbau

Kaku dan tegang pada dinding perut bawah

Cairan mukopurulen melalui ostium serviks

Nyeri goyang serviks

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora

normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram

negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur,

Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili, streptococci,

staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan

jamur (Prawirohardjo, 1999).

PROTOKOL SYOK HIPOVOLEMIK

Kemungkinan penyebab :

Perdarahan

Sepsis

Dehidrasi

Reaksi vaso-vagal (neurogenik)

Periksa tanda vital, tentukan jenis dan derajat syok

Pucat (konjunctiva, telapak tangan)

Turunnya tekanan darah (<90/60mmHg atau tak terukur)

Nadi cepat dan tegangan nadi kurang

Pernafasan cepat, dangkal, tidak teratur atau tidak dapat dihitung

Gelisah, setengah sadar atau tidak sadar

Produksi urin menurun (< 30 ml/ jam)

Penanganan awal

1. Bebaskan jalan nafas

2. Berikan oksigen 6-8 lt/mnt

3. Infus NaCl isotonis atau RL 100 ml dalam 20 menit pertama, 500 ml pada 20 menit

kedua, kemudian 40-60tts/mt, pantau cairan masuk keluar, perhatikan kelebihan

cairan. Umumnya syok hipovolemik membutuhkan 3 lt.

Page 15: Tinjauan pustaka abortus

4. Jangan berikan sesuatu melalui mulut

5. Konsentrasi Hb< 8 gr% atau Hmt< 20% perlu transfusi

6. Setelah stabilisasi pasien, infus sementara dilanjutkan, pantau tanda vital, produksi

urin, segera lakukan evakuasi kavum uteri.

Penanganan syok septik

- Riwayat perdarahan yang lama (lebih 7 hari)

- Upaya abortus provokatus atau trauma organ genital

- Demam

- Nyeri perut bawah, spasme

Terapi inisial

Bebaskan jalan nafas

Berikan oksigen 6 – 8 l/mt

Berikan cairan NaCl isotosis atau RL perinfus 1000/20 menit pertama, kemudian

500/20 menit kedua. Pemberian lanjutan40- tts/mt (tgt derajat syok dan hasil restorasi

awal). Umumnya diperlukan 1500-3000ml

Jangan berikan sesuatu peroral

Hb < 8gr% atau Hmt < 20% transfusi darah

Bila setelah restorasi belum ada perbaikan berikan dopamin awal 2,5 mikrogram

/kgbb dalam larutan isotosis naikan perlahan hingga ada respon tanda vital dan

produksi urin

Antibiotika (kombinasi 3 golongan)

Ampicillin 1 gr, Gentamicin 80 mg, Klindamisin 600 mg setiap 8 jam

Sefalosporin 1 gr, Gentamisin 80 mg dan Mettronidazol 1 gr per 8jam

PPC 4,8 jt unit, Kloramfenikol 500 mg per 6 jam.

Terapi definitif evakuasi sisa kehamilan.