TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah -...
-
Upload
dangnguyet -
Category
Documents
-
view
223 -
download
4
Transcript of TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah -...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
Tanah memegang peranan penting bagi masyarakat. Kehidupan
tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia
murni menata tubuh tanah menjadi bagian-bagian atau zona-zona tertentu.
Bahan baku tanah adalah batuan yang belum melapuk. Batu yang sama
sekali belum mengalami pelapukan belum berguna bagi tumbuhan karena
mineral-mineral yang tersimpan di dalamnya belum dapat dimanfaatkan
tumbuhan. Dengan adanya cuaca dan faktor-faktor biotik, batuan yang keras
kompak mulai terurai dan menjadi cocok untuk kehidupan organisnme.
Stadium muda terdapat pada waktu batuan sudah mengalami pelapukan.
Dalam fase ini kesuburan belum cukup karena mineral yang terlepas dan
tersedia belum cukup banyak, bila sudah banyak maka tanah berstadium
dewasa dan apabila yang terurai sudah habis maka tanah berstadium tua. Di
daerah tropik yang panas dan banyak hujan seperti Indonesia, sebagian
tanahnya mengalami ketuaan.
Susunan horison yang tampak pada irisan vertikal tanah disebut profil
tanah. Tanah diberbagai tempat menunjukkan perbedaan warna, kasar halus
partikelnya, kesuburan, dan sebagainya. Dan juga mengenai profilnya itu
ditentukan oleh faktor :
1. Iklim seperti temperatur air, kelembapan, angin.
2. Faktor biotik seperti mikroba, tumbuhan, hewan, dan menusia.
5
6
3. Relief yaitu perbedaan tinggi rendah dan kemiringan permukaan tanah.
4. Bahan induk yaitu batuan yang membentuk tanah.
5. Waktu yang berlangsung untuk pembentukan tanah.
Di dalam segumpal tanah (1/2 kg) yang subur terdapat kira-kira satu
triliun bakteri, 200 juta fungi, 25 juta algae, 15 juta protozoa dan juga cacing,
insekta dan makhluk kecil lainnya (Mukayat,1987).
B. Ekologi Parasit di Luar Tubuh Inang
Kelangsungan hidup jenis parasit di luar tubuh inang itu tergantung
selain pada adanya makanan yang cukup juga tergantung pada kondisi faktor-
faktor meteorologi. Meteorologi (meteoros jauh tinggi di udara) adalah ilmu
tentang atmosfer dan segala fenomene-fenomenenya.
Faktor-faktor meteorologi yang berpengaruh besar pada kelangsungan
parasit itu adalah sebagai berikut :
1. Data beometeorologi yang bernilai potensial bagi kelangsungan hidup
parasit di luar tubuh inang adalah temperatur.
2. Penguapan air adalah juga penting dalam hubungannya dengan
kelangsungan hidup parasit di luar tubuh inang. Penguapan air itu dapat
diketahui berdasarkan adanya uap air dalam udara, dan diukur sabagai
tekanan uap, dan dinyatakan sebagai lembab relatif.
3. Kandungan air dalam tanah adalah juga kondisi ekologis yang penting
bagi kelangsungan hidup parasit di luar tubuh inang. Kandungan air dalam
tanah itu sulit diukur, terutama kandungan air dalam tanah bagian teratas
7
yang berfariasi besar. Kandungan dalam tanah itu diperkirakan
berdasarkan data curah hujan dan transpirasi (Mukayat,1987).
C. Pengaruh Faktor Cuaca Terhadap Siklus Hidup Parasit
1. Air, curah hujan dan embun
Curah hujan minimum tersebut dapat berbeda tergantung pada sifat tanah,
miringnya tanah (topografi), dan frekuensi presipitasi. Tanah liat, tanah
pasir dan tanah berkapur berbeda-beda kapasitasnya penahan atau
kandungan airnya. Oleh sebab itu jumlah hujan tidak dapat dipakai tepat
untuk meramalkan epidemi penyakit oleh cacing.
2. Temperatur
Tiap jenis parasit itu ternyata menghendaki kisaran temperatur yang
berbeda-beda. Umumnya cacing nematoda menghendaki kisaran
temperatur antara 18 0C dan 38 0C berarti pada temperatur di bawah 18 0C
kelangsungan hidup parasit itu akan terhambat, sedang temperatur diatas 38
0C kelangsungan siklus hidupnya terancam.
3. Sinar Matahari
Bagian sinar matahari yang berpengaruh besar pada siklus hidup parasit itu
diduga hanyalah sinar ultrafiolet.
4. Faktor Waktu
Stadium infektif parasit itu lebih tahan terhadap faktor-faktor cuaca yang
merugikan daripada stadium lain misalkan : cacing Ascaris lumbricoides
tahan terhadap bahan kimia dan antiseptika. Tentu saja katahanan itu akan
berkurang dengan bertambahnya umur, dan selanjutnya habislah vitalitas
8
dan viabilitas infektif, dan akhirnya matilah parasit muda itu
(Mukayat,1987).
D. Cacing Usus yang siklus Hidupnya Melalui Tanah
Di Indonesia, Nematoda usus lebih sering disebut sebagai cacing perut.
Sebagian besar penularannya melalui tanah maka digolongkan ke dalam
kelompok cacing yang di tularkan melalui tanah atau Soil transmitted
helminths (Sudarto, 1991). Yang termasuk Soil transmitted helminths yaitu :
1. Ascaris lumbricoides
Di Indonesia cacing ini dikenal sebagai cacing gelang. Parasit ini terbesar
diseluruh dunia terutama di daerah tropik yang kelembabannya cukup
tinggi (Soedarto,1991).
a. Morfologi
Telur yang telah dibuahi ( fertilized ) berukuran panjang antara
60 mikron dan 75 mikron, sedangkan lebarnya berkisar antara 40 dan
50 mikron. Telur cacing ini mempunyai kulit telur yang tak berwarna
yang sangat kuat. Di luarnya, terdapat lapisan albumin yang
permukaannya berdungkul ( mamillation ) yang berwarna coklat oleh
karena menyerap zat warna empedu. Di dalam kulit telur cacing masih
terdapat suatu selubung vitellin tipis, tetapi lebih kuat dari pada kulit
telur. Selubung vitellin meningkatkan daya tahan telur cacing Ascaris
terhadap lingkungan sekitar, sehingga dapat bertahan hidup 1 tahun
lamanya. Telur yang telah dibuahi ini mengandung sel telur ( ovum )
yang tak bersegmen. Di tiap kutub telur yang berbentuk lonjong atau
9
bulat ini terdapat rongga udara yang tampak sebagai daerah yang terang
berbentuk bulan sabit.
Telur yang tak dibuahi (unfertilizer) dijumpai di dalam tinja,
bila di dalam tubuh hospes hanya terdapat cacing betina. Telur ini
bentuknya lebih lonjong dengan ukuran sekitar 80 × 55 mikron.
Dindingnya tipis, berwarna coklat dengan lapisan albumin yang tidak
teratur (Soedarto,1990).
Gambar 1. Telur Ascaris lumbricoides
b. Daur Hidup
Telur yang infektif bila tertelan oleh manusia menetas menjadi
larva di usus halus. Larva menembus dinding usus halus menuju
pembuluh darah atau saluran limpa kemudian terbawa oleh darah
sampai ke ujung jantung menuju paru-paru. Larva di paru-paru
menembus dinding alveolus, masuk ke rongga alveolus dan naik ke
trakea. Dari trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan iritasi.
Penderita akan batuk karena adanya rangsangan larva ini. Larva di
faring tertelan dan terbawa ke esophagus, terakhir sampai di usus halus
dan menjadi dewasa. Mulai dari telur matang yang tertelan sampai
10
menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan
(Jangkung Samidjo Onggomulyo, 2002).
Gambar 2.Siklus hidup Ascaris lumbricoides
c. Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan
pemeriksaan tinja secara langsung (Srisasi Gandahusada, 2006).
d. Pengobatan
Obat lama yang pernah digunakan adalah piperasin, tiabendasol,
heksilresorkinol dan hestrasan. Sekarang banyak obat-obat baru yang
efek sampingnya rendah dan mudah cara pemakaiannya, misalnya :
pirantelpamoat, mebendasol, albendasol, levamisol (Jangkung Samidjo,
Onggowaluyo, 2002).
11
e. Pencegahan
Dengan perbaikan sanitasi, hygenis pribadi dan lingkungan akan
mencegah penyebaran Ascariasis (Soedarto,1990).
2. Trichuris trichiura
1) Morfologi
Bentuk telur Trichuris trichiura sangat khas, mirip tempayan
kayu atau mirip biji melon, berwarna coklat, mempunyai dua kutub
yang jernih menonjol dan berukuran sekitar 50 × 25 mikron.
Gambar 3. Telur Cacing Trichuris trichiura
2) Daur hidup
Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan
telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam
usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian
distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Masa
pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa
betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari (Srisasi Gandahusada,
1998).
12
Gambar 4. Siklus Hidup Trichuris trichiura
3) Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam tinja.
4) Pengobatan
Sekarang dengan adanya mebendazol dengan dosis 2 × 100 mg
selama 3 hari atau dosis tunngal 500 mg, albendazol dosis tunggal 400
mg, dan oksantel pirantel pamoat dosis tunggal 10 - 15 mg/kgBB,
infeksi cacing Trichuris sudah dapat diobati dengan hasil yang cukup
baik (Srisasi Gandahusada, 2006).
5) Pencegahan
Untuk mengadakan pencegahan trikuriasis dilakukan
pengobatan terhadap penderita atau pengobatan masal, perbaikan
hygiene sanitasi perorangan, mengadakan pembuangan kotoran
manusia yang baik dengan mendirikan jamban ditiap keluarga serta
memasak dengan baik makanan dan minuman (Soedarto,1991).
13
3. Strongyloides stercoralis
1) Morfologi
Bentuk telur lonjong mirip telur cacing tambang, berukuran 55 ×
30 mikron, mempunyai dinding tipis yang tembus sinar. Telur
dikeluarkan di dalam membrana mukosa dan langsung menjadi larva,
sehingga di dalam tinja tidak didapatkan telur cacing.
Larva rabditiform yang berukuran antara 200 dan 250 mikron,
mempunyai mulut pendek dengan dua pembesaran usofagus yang khas.
Larva filariform ukurannya lebih panjang (sekitar 700 mikron),
langsing dan mempunyai mulut yang pendek. Usofagus larva ini
berbentuk silindrik (Soedarto,1991).
2) Daur hidup
Daur hidup cacing ini ada tiga macam cara, yaitu ;
a) Siklus langsung
Telur → larva rabditiform → larva filariform → menembus kulit
→ kapiler darah → jantung kanan → paru → alveolus →trakea →
laring → usus halus (Srisasi Gandahusada, 2003).
b) Siklus tidak langsung
Telur → larva rabditiform di tanah menjadi cacing dewasa di alam
bebas → cacing betina menghasilkan telur → menetas menjadi
larva rabditiform → larva filariform → hospes baru mfnglangi fase
hidup bebas.
14
c) Autoinfektif
Telur → larva rabditiform → larva filariform → usus halus
perinatal → cacing dewasa (Jangkung Samidjo Onggomulyo,
2002).
Gambar 5. Siklus Strongyloides stercoralis
3) Diagnosis
Diagnosis klinis tidak pasti karena strongyloidiasis tidak
memberikan gejala klinis yang nyata. Diagnosis pasti ialah bila
menemukan larva rabditiform dalam tinja segar (Srisasi Gandahusada,
2003).
4) Pengobatan
Pengobatan dengan mebendazol, pirantel pamoat dan levamizol
dapat dicoba walaupun hasilnya kurang memuaskan. Saat ini, obat yang
banyak dipakai adalah tiabendazol (Jangkung Samidjo Onggomulyo,
2002).
15
5) Pencegahan
Pencegahan strongiloidiasis lebih sulit daripada pencegahan
cacing tambang sehubungan dengan adanya reservoir host pada siklus
hidup cacing ini. Terdapatnya kemungkinan autoinfeksi dan terjadinya
siklus hidup bebas mempersulit pencegahannya. Tindakan pencegahan
yang dapat dilakukan sesuai dengan pencegahan penularan infeksi
cacing tambang umumnya (Soedarto,1991).
4. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
1) Morfologi
Morfologi telur kedua jenis cacing tambang ini sukar dibedakan
satu dengan lainnya. Telur berbentuk lonjong atau seperti elips dengan
ukuran sekitar 65 × 40 mikron. Telur yang tidak berwarna ini memiliki
dinding tipis yang tembus sinar dan mengandung embrio dengan 4
blastomer.
Terdapat 2 stadium larva cacing tambang, yaitu larva
rabditiform yang tidak infektif dan larva filariform yang infektif. Larva
rabditiform bentuknya agak gemuk dengan panjang sekitar 250 mikron,
sedang larva rabditiform bentuknya langsing panjangnya kira-kira 600
mikron (Soedarto,1991).
16
Gambar 6. Telur Cacing Tambang
2) Daur hidup
Telur di keluarkan dengan tinja dan setelah menembus dalam
waktu 2 hari keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu 3 hari larva
rabdiform tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit
kemudian masuk ke kapiler darah menuju jantung kanan kemudian paru
ke trakea melalui bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring,
sehingga menimbulkan rangsangan pada faring kemudian batuk karena
rangsangan ini larva akan tertelan ke dalam esofagus kemudian menuju
ke usus halus dan tumbuh menjadi dewasa. Dalam waktu 4 minggu
cacing betina mulai bertelur (Soedarto,1991).
Gambar 7. Siklus Hidup Cacing Tambang
17
3) Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja
segar.
4) Pengobatan
Pirantel pamoat memberikan hasil cukup baik, digunakan 2 – 3
hari berturut-turut (Srisasi Gandahusada, 2003).
5) Pencegahan
Infeksi dapat dihindari dengan menggunakan alas kaki (sandal
atau sepatu) dan menghindari defekasi disenbarang tempat (Janggung
Samidjo Onggowaloyo, 2002).
E. Kakus
Kakus adalah suatu tempat yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran sehingga kotoran itu tersimpan dalam satu tempat
tertentu dan tidak menjadi sarang penyakit. Jenis kakus ini yang tempat
penampungan tinjanya dibangun di bawah tempat injakan atau di bawah
bangunan. Fungsi dari lubang adalah mengisolasi tinja sedemikian rupa
sehingga tidak dimungkinkan penyebaran dari bakteri secara langsung
penjamu yang baru. Bentuk kakus yang digunakan seperti tong lubang
tanah yang tidak berair dan kedalamannya sekitar 1,5 sampai 3 meter.