TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …
Transcript of TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN …
UNIVERSITAS INDONESIA
TINJAUAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN
KERJA ANTARA WARGA NEGARA INDONESIA DAN BADAN HUKUM
ASING UNTUK BEKERJA DI PERSATUAN EMIRAT ARAB DAN
BELANDA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
FAJAR RIDUAN SIAHAAN
0806342005
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG HUBUNGAN TRANSNASIONAL
DEPOK
JANUARI 2013
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Fajar Riduan Siahaan
Program Studi : Ilmu Hukum
Judul : Tinjauan Hukum Perdata Internasional dalam Perjanjian Kerja antara Warga
Negara Indonesia dan Badan Hukum Asing untuk Bekerja di Persatuan
Emirat Arab dan Belanda
Perjanjian Kerja antara Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Asing untuk bekerja di
Persatuan Emirat Arab (PEA) dan Belanda merupakan suatu permasalahan Hukum Perdata
Internasional. Dengan demikian, perlu diketahui hukum mana yang berlaku pada Perjanjian Kerja
tersebut. PEA mendasarkan hukum yang berlaku pada Perjanjian Kerja pada Ketertiban Umum dan
Kaidah Super Memaksa berdasarkan Hukum PEA. Di sisi lain, Belanda memberikan kesempatan
untuk melakukan Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja dengan pembatasan berupa Kaidah
Hukum Super Memaksa menurut Hukum Belanda. Berdasarkan praktek dalam Perjanjian Kerja
antara Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Asing untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab
dan Belanda, hukum yang mengatur Perjanjian Kerja adalah hukum tempat bekerja.
Kata kunci:
Perjanjian Kerja, Warga Negara Indonesia, Badan Hukum Asing
ABSTRACT
Name : Fajar Riduan Siahaan
Study Program : Law
Title : Private International Law Review in Employment Agreement between
Indonesian Citizen and Foreign Corporation to Work in United Arab
Emirates and Netherlands
Employment Agreement between Indonesian Citizen and Foreign Corporation to work in United
Arab Emirates (UAE) and Netherlands is a Private International Law’s issue. Thus, it needs to be
known law of which country is applicable to the Employment Agreement. UAE bases applicable law
to Employment Agreement to Public Policy and Overriding Mandatory Provision from UAE law.
On the other side, Netherlands gives some chance to do Choice of Law in Employment Agreement
with limitations in the form of Overriding Mandatory Provision from Netherlands law. Based on
practice in Employment Agreement between Indonesian Citizen and Foreign Corporation to work
in UAE and Netherlands, governing law of Employment Agreement is the law of place of work.
Keywords:
Employment Agreement, Indonesian Citizen, Foreign Corporation
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
PENDAHULUAN
Secara historis, dengan latar belakang kebijakan politik pada masa itu, telah terdapat Warga
Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri sejak zaman Hindia Belanda, sekitar tahun 1887. Pada
masa itu, banyak Warga Negara Indonesia yang dikirimkan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk
bekerja sebagai kuli kontrak di Suriname, New Calidonia, Siam dan Serawak.1 Pada hakekatnya,
dengan adanya pelaksanaan hubungan kerja Warga Negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri
didasari oleh Perjanjian Kerja. Perjanjian Kerja memberikan perlindungan hukum bagi Warga
Negara Indonesia. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas Warga Negara Indonesia
tidak sadar akan hak dan kewajiban yang terdapat dalam Perjanjian Kerja, dan dampak yuridis dari
setiap ketentuan yang terdapat dalam Perjanjian Kerja. Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai
permasalahan yang muncul, antara lain gaji tidak dibayar,2 diperlakukan secara tidak manusiawi,
3
serta adanya perselisihan berupa tidak sesuainya upah atau pekerjaan dengan yang termuat dalam
Perjanjian Kerja, atau pemutusan hubungan kerja sebelum waktu perjanjian selesai.
Dengan mengetahui bahwa Perjanjian Kerja antara Warga Negara Indonesia dan Badan
Hukum Asing untuk bekerja di luar negeri termasuk dalam permasalahan Hukum Perdata
Internasional, maka perlu diketahui hukum mana yang mengatur Perjanjian Kerja tersebut. Salah
satu hal yang dapat dipergunakan dalam mengetahui hukum mana yang mengatur Perjanjian Kerja
adalah Pilihan Hukum.4 Pada hakekatnya, Perjanjian Kerja merupakan bagian dari berbagai macam
perjanjian. Dalam perjanjian terdapat kebebasan para pihak untuk membuat perjanjian berdasarkan
asas kebebasan berkontrak atau Freedom of Contract. Demikian juga dalam Perjanjian Kerja
terdapat asas kebebasan berkontrak. Dalam kaitannya dengan ruang lingkup Hukum Perdata
Internasional,5 hal yang harus selalu diperhatikan terkait asas kebebasan berkontrak adalah Pilihan
Hukum dari para pihak.
1 Erman Suparno, “Kebijakan dan Strategi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri,”
http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1700, diunduh pada tanggal 13 Maret 2012.
2 Ajeng Ritzki Pitakasari, “Lagi, Kisah Sumbang TKI di Malaysia, Ati Latifah Empat Tahun Tidak Digaji,”
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/12/15/lw95pc-lagi-kisah-sumbang-tki-di-malaysia-ati-latifah-
empat-tahun-tak-digaji, diunduh pada tanggal 23 Maret 2012.
3 Marcus Suprihadi, “Lagi, TKI Meninggal Dianiaya,”
http://internasional.kompas.com/read/2012/02/10/17362540/Lagi.TKI.Meninggal.Dianiaya, diunduh pada tanggal 1
April 2012.
4 “Pilihan Hukum adalah kebebasan yang diberikan kepada para pihak untuk dalam perjanjian memilih sendiri
hukum yang hendak dipergunakan.” Sudargo Gautama (a), Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid II bagian 4
buku ke-5, Cet. ke-3, (Bandung: Alumni, 2004), hal. 5.
5 “Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel
hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa
antara warga (-warga) negara pada suatu waktu tertentu yang memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-stelsel
dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara, yang berbeda dalam lingkungan-lingkungan, kuasa, tempat,
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
PEMBAHASAN
Perjanjian Kerja, dalam bahasa Belanda dikenal dengan sebutan arbeidsovereenkomst,6
memiliki beberapa pengertian. Pasal 1601a KUHPerdata7 memberikan pengertian sebagai berikut,
“Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu (buruh), mengikatkan dirinya untuk
di bawah perintah pihak yang lain, majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan
menerima upah.” UU No. 13 Tahun 2003,8 Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian sebagai
berikut, “Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha/pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.”
Terdapat beberapa jenis Perjanjian Kerja, yaitu:
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (selanjutnya disebut PKWT)
Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) No.
100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu9 menyatakan,
“PKWT adalah Perjanjian Kerja antara pekerja/buruh dan pegusaha untuk mengadakan hubungan
kerja dlam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.” PKWT harus dibuat secara tertulis dan
dalam bahasa Indonesia.10
Jika persyaratan ini tidak dipenuhi, maka PKWT ini akan dinyatakan
sebagai Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu.11
PKWT tidak dapat mensyaratkan adanya masa
percobaan.12
2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (selanjutnya disebut PKWTT)
Pasal 1 angka 2 Kepmenakertrans No. 100/MEN/VI/2004 menyatakan, “PKWTT adalah
Perjanjian Kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang
(pribadi), dan soal-soal.” Sudargo Gautama (b), Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, (Bandung: Bina
Cipta, 1987), hal. 21.
6 Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan Indonesia, Cet. ke-1, Ed. ke-1, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
1995), hal. 33.
7 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, Cet. ke-34, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004).
8 Indonesia (a), Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 No. 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4279.
9 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. 100/MEN/VI/2004.
10 “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan
huruf latin.” Indonesia (a), Op. Cit., Pasal 57 (1).
11 “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagai mana
dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.” Ibid., Pasal 57 (2).
12 “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.” Ibid., Pasal 58
ayat (1).
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
bersifat tetap.” PKWTT dapat mempersyaratkan masa percobaan kerja.13
Bentuk PKWTT secara
bebas ditentukan oleh para pihak, baik tertulis maupun lisan. PKWTT tidak mempunyai jangka
waktu tertentu, artinya berlangsung selama atau sampai para pihak mengakhirinya dengan alasan-
alasan tertentu.
3. Perjanjian Kerja Harian atau Lepas
Pasal 9 Kepmenakertrans No. 100/MEN/VI/2004 menyatakan, “Perjanjian Kerja Harian
Lepas adalah perjanjian kerja untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal
waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran.”
Perjanjian Kerja antara TKI dan Pengguna adalah salah satu bagian dari pembahasan dalam
jurnal ini. Hal tersebut dikarenakan dalam pengklasifikasian menurut undang-undang terdapat
kriteria khusus dari TKI, yakni hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu. Pasal 1 angka 10 UU
No. 39 Tahun 200414
menyatakan, “Perjanjian Kerja adalah perjanjian tertulis antara TKI dengan
Pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak.” Dalam
Perjanjian Kerja antara TKI15
dan Pengguna,16
terdapat perbedaan dengan pengertian Perjanjian
Kerja yang dinyatakan oleh UU No. 13 Tahun 2003, yaitu para pihak dalam Perjanjian Kerja, jenis
dan bentuk Perjanjian Kerja.
Perjanjian Kerja antara WNI17
dan BHA18
untuk bekerja di luar negeri merupakan perjanjian
yang bersifat internasional karena di dalamnya terdapat pertemuan dua atau lebih sistem hukum
yang berasal dari hubungan hukum yang melintasi batas negara dengan perbedaan status personal
antara para pihak dan tempat pelaksanaan pekerjaan. Terkait dengan perjanjian yang bersifat
internasional terdapat beberapa persoalan yang penting untuk diperhatikan tentang hukum yang
13
“(1) Perjanjian Kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga)
bulan. (2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di
bawah upah minimum yang berlaku.“ Ibid., Pasal 60.
14 Indonesia (b), Undang-Undang tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri, UU No. 39 Tahun 2004, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 4445.
15 “TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam
hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.” Ibid., Pasal 1 angka 1.
16 “Pengguna adalah instansi Pemerintah, Badan Hukum Pemerintah, Badan Hukum Swasta, dan/atau
Perseorangan di negara tujuan yang mempekerjakan TKI.” Ibid., Pasal 1 angka 7.
17 “WNI adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-
undang sebagai warga negara.” Indonesia (c), Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, UU No.
12 Tahun 2006, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 No. 63, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 4634, Pasal 2.
18 “BHA merupakan suatu penyebutan terhadap macam-macam Badan Hukum yang didirikan dan diakui oleh
hukum negara lain dari negara yang bersangkutan.” Yaniar Pawetri, “Tinjauan Yuridis terhadap Yayasan sebagai Badan
Hukum Sosial yang Didirikan oleh Badan Hukum Asing (Studi terhadap Proses Pendirian Yayasan Pendidikan
Intrenasional (the International Education Foundation))”, (Skripsi Universitas Indonesia, Depok, 2001), hal. 43.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
harus dipergunakan. Persoalan-persoalan yang timbul berkenaan dengan hukum perjanjian
internasional ini berkisar pada hal-hal berikut:19
1. Piihan Hukum
Peranan Pilihan Hukum dalam menentukan hukum yang harus dipergunakan dalam
suatu perjanjian sangat penting. Terdapat beberapa bentuk Pilihan Hukum, yaitu:
a. Pilihan Hukum secara tegas, dengan sedemikian banyak perkataan20
Pada Pilihan Hukum secara tegas ini para pihak yang melangsungkan kontrak
secara jelas, dengan sedemikian banyak perkataan, mencantumkan bahwa untuk kontrak
ini mereka memilih supaya diperlakukan, misalnya hukum negara X atau hukum negara
Y. Contoh bentuk Pilihan Hukum secara tegas adalah sebagai berikut “This agreement
shall be governed exclusively by the laws of the Netherlands.” Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada perjanjian ini, Pilihan Hukum secara tegas mengarah pada
Hukum Belanda.
b. Pilihan Hukum secara diam-diam21
Pilihan Hukum secara diam-diam ini dianggap ada jika maksud para pihak dapat
disimpulkan dari tingkah laku atau perbuatan-perbuatan yang menunjuk ke arah itu.
Tidak tegas disebut bahwa para pihak menghendaki penggunaan hukum X untuk
kontrak mereka, akan tetapi dari hal-hal dan keadaan dalam isi kontrak dapat terlihat
bahwa para pihak secara diam-diam menghendaki bahwa hukum X yang berlaku bagi
para pihak. Misalnya para pihak telah memilih domisili di kantor pengadilan negeri
tempat X di negara X-i, hal mana dicantumkan dalam klausula perjanjian. Dengan
adanya pemilihan domisili sedemikian ini dapatlah disimpulkan bahwa yang
dikehendaki oleh para pihak secara diam-diam supaya berlaku adalah hukum X-i.
c. Pilihan Hukum secara dianggap22
Pilihan Hukum yang dianggap ini seringkali diwujudkan dalam praktek, di mana
para pihak tidak mengadakan Pilihan Hukum secara tegas dengan sedemikian banyak
perkataan. Suatu hal yang mengkhawatirkan bila para pihak sebenarnya sama sekali
tidak pernah memikirkan ke arah pemakaian stelsel hukum tertentu, tetapi pihak hakim
mengkonstrusikan adanya Pilihan Hukum ini semata-mata berdasarkan dugaan-dugaan
saja. Kehendak para pihak yang dianggap ini hanya merupakan apa yang dalam istilah
19
Sudargo Gautama (c), Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid III bagian 2 buku ke-8, Cet. ke-6,
(Bandung: Alumni, 2007), hal. 2-3.
20 Sudargo Gautama (a), Op. Cit., hal. 28.
21 Ibid., hal. 40-42.
22 Ibid., hal. 50.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
hukum dianggap sebagai preasumptio iuris atau rechtsvermoeden. Dugaan-dugaan
pihak hakim merupakan pegangan yang dipandang cukup untuk mempertahankan
bahwa para pihak benar-benar telah menghendaki berlakunya suatu sistem hukum
tertentu.
d. Pilihan Hukum secara hipotesis23
Dari Pilihan Hukum dianggap ke Pilihan Hukum secara hipotesis hanya selangkah
kecil. Pada Pilihan Hukum dianggap masih dicari-cari akan suatu Pilihan Hukum yang
mungkin telah dijadikan pegangan oleh orang bersangkutan walaupun hakim bekerja
dengan dugaan-dugaan tanpa alat-alat pembuktian yang lebih kuat. Pada hypothetical
intention ini sebenarnya sama sekali tidak ada kemauan para pihak untuk memilih
sendiri hukum yang harus diperlakukan. Akan tetapi, hakim bekerja dengan fictie.
Seandainya para pihak telah memikirkan akan hukum yang harus diperlakukan, hukum
manakah yang akan mendekati pilihan mereka? Hukum manakah yang akan mendekati
pilihan mereka itu seandainya mereka telah memikirkan hal tersebut? Jadi, yang dicari
hakim adalah hukum manakah yang kiranya para pihak kehendaki, jika mereka telah
berpikir tentang itu.
Sudargo Gautama condong kepada pendapat yang mengakui prinsip kebebasan untuk memilih
sendiri hukum yang dikehendaki oleh para pihak dan kehendak untuk melakukan Pilihan
Hukum harus tegas adanya baik dengan sedemikian banyak perkataan atau secara diam-diam
tetapi tegas pula dengan memperlihatkan perbuatan-perbuatan yang tidak dapat menimbulkan
keragu-raguan lagi bahwa memang benar para pihak ketika membuat perjanjian, telah
menghendaki sistem hukum tertentu yang diperlukan bila kelak timbul perselisihan.24
Pilihan Hukum memang memberi kebebasan dalam memilih hukum yang berlaku,
namun tetap terdapat batasan-batasan padanya, yaitu:
a. Ketertiban Umum25
Ketertiban Umum merupakan lembaga yang memungkinkan kepada hakim untuk
mengesampingkan hukum asing yang seyogyanya harus diperlakukan menurut
ketentuan Hukum Perdata Internasional negara hakim sendiri, karena kaidah-kaidah
asing ini dianggap bertentangan dengan sendi-sendi asasi sistem hukum dan masyarakat
hukum sang hakim hingga pemakaiannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Ketertiban Umum menjaga bahwa hukum yang telah dipilih oleh para pihak sebagai
23
Ibid., hal. 53-56.
24 Ibid., hal. 59-60.
25 Ibid., hal. 17.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
yang harus diperlakukan tidak bertentangan dengan sendi-sendi asasi dalam hukum dan
masyarakat para hakim yang dipanggil untuk mengadili perkara bersangkutan.
b. Kaidah Hukum Super Memaksa26
Van Brakel dalam buku Sudargo Gautama yang berjudul Hukum Perdata
Internasional Indonesia buku ke-5 berpendapat bahwa dengan Pilihan Hukum tidak
dapat orang menyimpang dari ketentuan-ketentuan untuk hubungan-hubungan
internasional yang bersifat memaksa. Pilihan Hukum juga dilarang untuk dilakukan
untuk melanggar Kaidah Hukum Super Memaksa. Kaidah-kaidah hukum yang bersifat
super memaksa merupakan hukum-hukum dari suatu negara yang bersifat ekonomis dan
sosial serta demikian erat hubungannya dengan politik dari negara tersebut sehingga
para pihak tidak diberikan kebebasan untuk menyimpang dari peraturan-peraturan itu.27
c. Hanya dapat dilakukan dalam bidang hukum perjanjian28
Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Dasar kebebasan
berkontrak ini merupakan alasan para penulis menerima Pilihan Hukum dalam bidang
hukum kontrak.
d. Tidak diperbolehkan menjelma menjadi Penyelundupan Hukum29
Penyelundupan Hukum terjadi karena kepada kehendak para subyek hukum untuk
mengubah titik-titik taut ke arah stelsel hukum lain. Pilihan Hukum tidak diperkenankan
untuk dilakukan dengan tujuan menghindarkan hukum yang seharusnya berlaku bagi
hubungan perjanjian antara para pihak.
2. Lex loci contractus30
Menurut teori lex loci contractus ini hukum yang berlaku adalah hukum dari tempat di
mana kontrak dibuat. Boleh dikatakan bahwa teori lex loci contractus ini merupakan suatu
teori kuno yang artinya dalam zaman modern dengan lalu lintas dan komunikasi internasional
secara baik sekarang ini, teori ini sudah menjadi usang. Jelas sekali hal ini terlihat pada apa
yang dinamakan kontrak-kontrak antara orang-orang yang tidak bertemu atau contract
between absent persons.
26
Ibid., hal. 234-235.
27 Sudargo Gautama (d), Bunga Rampai Hukum Antar Tata Hukum, Cet. ke-2, (Bandung: Alumni, 1993), hal.
56.
28 Sudargo Gautama (a), Op. Cit., hal. 237-240.
29 Ibid., hal. 18-19.
30 Sudargo Gautama (e), Capita Selecta Hukum Perdata Internasional, Cet. ke-2, (Bandung: Alumni, 1983), hal.
73-75.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
3. Lex loci solutionis31
Lex loci solutionis yaitu hukum dari tempat di mana perjanjian dilaksanakan. Teori ini
ternyata dalam praktek seringkali membawa berbagai kesulitan. Misalnya, tidak hanya
terdapat satu tempat tetapi terdapat beberapa tempat pelaksanaan kontrak. Oleh karena
berbagai permasalahan untuk mengaplikasikan teori ini maka dianggap teori ini kurang
memuaskan.
4. The proper law of the contract32
Menurut teori ini, kita harus mencari hukum dari negara dengan mana kontrak
bersangkutan mempunyai apa yang dinamakan the most real connection. Kita harus dapat
melokalisasi kontrak bersangkutan. Kita harus mencari titik berat centre of grafity dari
perjanjian tersebut. Kita melihat titik-titik taut mana yang paling berat dan atas dasar inilah
kita anggap hukum dari negara dengan mana titik-titik taut ini terbanyak dihubungkan
menjadi yang terberat dan adalah yang harus dipergunakan. Dengan lain perkataan kita
mencari kepada titik-titik taut tertentu sekitar kontrak ini.
5. The most characteristic connection33
Teori ini dikemukakan oleh Rabel. Menurut teori ini, pada setiap kontrak dapat dilihat
pihak mana yang melakukan prestasi yang paling karakteristik dan hukum dari pihak yang
melakukan prestasi paling karakteristik ini adalah hukum yang kita anggap harus kita
pergunakan karena hukum inilah yang terberat dan sewajarnya dipergunakan. Jika kita
menerima bahwa titik taut hukum dari pihak yang melakukan prestasi paling karakteristik
pada suatu kontrak adalah yang dipakai, maka akan diperoleh suatu penyederhanaan dalam
praktek yang sangat bermanfaat.
Dari kelima teori di atas, yang terutama dipergunakan dalam menentukan hukum yang
berlaku bagi suatu perjanjian adalah Pilihan Hukum. Empat teori lainnya dapat dipergunakan untuk
menentukan hukum yang berlaku pada saat para pihak tidak melakukan Pilihan Hukum. Akan
tetapi, dalam penggunaan keempat teori tersebut, timbul suatu permasalahan lain mengenai teori
yang lebih tepat dipergunakan dalam menentukan hukum yang berlaku karena penggunaan teori
yang berbeda dapat menentukan hukum yang berbeda pula. Dalam hal ini, Sudargo Gautama
berpendapat bahwa teori the most characteristic connection adalah teori yang paling baik untuk
31
Ibid., hal. 76-77.
32 Ibid., hal. 77-78.
33 Ibid., hal. 78-80.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
menghadapi kontrak-kontrak internasional pada masa ini, juga untuk negara Indonesia, saat para
pihak tidak menentukan sendiri hukum yang harus dipergunakan.34
Setiap negara memiliki pengaturan yang berbeda-beda mengenai pembatasan Pilihan Hukum,
secara khusus yang terkait dengan Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA.
1. Hukum Indonesia
Indonesia dalam peraturan perundang-undangan belum terdapat pengaturan tertulis yang
menyatakan dengan tegas mengenai Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja. Dalam Hukum
Indonesia terdapat pengaturan mengenai pembatasan Pilihan Hukum berupa Kaidah Hukum Super
Memaksa khusus untuk Perjanjian Kerja antara TKI dan Pengguna, yaitu UU No. 39 Tahun 2004.
Oleh karena itu, Perjanjian Kerja antara TKI dan Pengguna harus menggunakan Hukum Indonesia,
khususnya UU No. 39 Tahun 2004, sepanjang TKI belum meninggalkan Indonesia.
2. Hukum Persatuan Emirat Arab
Dalam Hukum Persatuan Emirat Arab tidak terdapat peraturan perundang-undangan yang
secara tegas menjelaskan mengenai Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja. Akan tetapi, Pilihan
Hukum dalam Hukum Persatuan Emirat Arab diakui dalam prinsip kebebasan berkontrak yang
tertuang dalam Pasal 125 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Persatuan Emirat Arab.35
Dalam Hukum Persatuan Emirat Arab, khususnya UU Ketenagakerjaan Persatuan Emirat
Arab, terdapat pembatasan Pilihan Hukum berupa ketentuan yang menerangkan bahwa Undang-
Undang Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab berlaku bagi hubungan kerja yang tidak tergolong
dalam Pasal 3 UU Ketenegakerjaan Persatuan Emirat Arab.36
Melalui ketentuan ini dapat dipahami
bahwa Undang-Undang Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab tidak berlaku bagi pekerja di
pemerintahan, anggota kepolisian, pekerja rumah tangga, dan pekerja yang bekerja di sektor
pertanian, sebaliknya berlaku bagi pekerjaan lain di luar yang disebutkan termasuk di dalamnya
34
Ibid., hal. 81.
35 “Par. 1 A contract is the coming together of an offer made by one of the contracting parties with the
acceptance of the other, together with the agreement of then both in such a manner as to determine the effect thereof on
the subject matter of the contract, and from which results an obligation upon each of them with regard to that which
each is bound to do for the other.” Persatuan Emirat Arab (a), UAE Civil Transaction Code (UAE Civil
Code/KUHPerdata Persatuan Emirat Arab), Federal Law No. 5 of 1985 as amended by Federal Law No. 1 of 1987,
diterjemahkan oleh James Whelan dan Marjorie J Hall, http://translex.uni-koeln.de/output.php?docid=605600, diunduh
pada tanggal 19 Mei 2012., Pasal 125.
36 “The provisions of this Law are not applicable to the following categories: (a) Officials, employees and
workers of the Federal Government, Governmental Departments of the Member Emirates of the State, Officials,
employees and workers of municipalities as well as other officials, employees and workers, working in Federal and
local public Departments and organizations, as well as the officials, employees and workers appointed for
Governmental Federal and Local Projects. (b) Members of the Armed Forces of Police and Security.(c) Domestic
servants working in Private residences and the like.(d) Workers employed in Agriculture or pastures, other than those
persons employed in the agricultural corporations engaged in processing their products or those permanently engaged
in operating or repairing mechanical machines required for Agriculture.” Persatuan Emirat Arab (b), UAE Labour Law
(Undang-Undang Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab), Federal Law No. 8 of 1980 as amended by Federal Law
No. 24 of 1981 and Federal Law No. 12 of 1986, http://www.mol.gov.ae/english/showAttach.aspx?parent=0&refId=73,
diunduh pada tanggal 19 Mei 2012., Pasal 3.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab. Hal ini
menunjukkan keharusan pemberlakuan Hukum Persatuan Emirat Arab, terkhusus Undang-Undang
Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab dalam Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA untuk
bekerja di Persatuan Emirat Arab. Hal ini juga diperkuat oleh pengaturan dalam UU
Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab mengenai syarat untuk dipekerjakannya pekerja yang
bukan berkewarganegaraan Persatuan Emirat Arab, yaitu pekerja yang berkewarganegaraan
Persatuan Emirat Arab tidak tersedia atau tidak mampu untuk melakukan pekerjaan tertentu,37
dan
harus mendapatkan terlebih dahulu persetujuan dari Departemen Ketenagakerjaan dan izin kerja
dengan prosedur yang ditetapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan Hubungan Sosial, yang
diberikan hanya jika pekerja memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh Persatuan Emirat Arab
dan memasuki Persatuan Emirat Arab sesuai hukum.38
Selain itu, dalam pengadilan di Persatuan Emirat Arab, Pilihan Hukum ke arah hukum asing
hanya berlaku sebagai fakta dan dalam beberapa kondisi seringkali dikesampingkan.39
Terdapat
beberapa area komersial yang padanya pengadilan tidak akan mempertahankan penggunaan hukum
asing, salah satunya ketenagakerjaan.40
Dalam praktek di pengadilan di Persatuan Emirat Arab
terdapat lembaga ketertiban umum, yang didasarkan pada pendapat pengadilan, yang dikutip oleh
seorang praktisi dalam artikelnya, berupa yurisdiksi.41
Yurisdiksi dianggap sebagai kedaulatan
mutlak yang tidak dapat disimpangi termasuk dalam lembaga peradilan. Hal ini memberikan
dampak berupa tidak diakuinya hukum asing dari hukum sang hakim untuk menyelesaikan perkara
yang diperiksa dan diadili di wilayah hukum tersebut. Pemberlakuan lembaga ketertiban umum
pada perkara perdata di Persatuan Emirat Arab diperkuat dengan Pasal 3 KUHPerdata Persatuan
Emirat Arab.42
Berdasarkan ketentuan ini dapat dipahami bahwa Ketertiban Umum dipergunakan
dalam berbagai permasalahan terkait dengan perkawinan, pewarisan, keturunan, dan permasalahan
37
“In the event of non-availability of national workers, preference shall be given to: (1) Arab workers who are
nationals of an Arab Country, (2) Workers of other nationalities.” Ibid., Pasal 10.
38 “Employees who are not UAE nationals may be employed in the United Arab Emirates only after approval of
the Labour Department and the obtainment of a work permit in accordance with the procedures decided by Ministry of
Labour and Social Affairs. Work permits may only be granted if the following condition are fullfiled. (a) That the
employee has the professional competence of educational qualifications that are needed by the State, (b) That employee
has lawfully entered the Country and complies with the conditions stipulated by the residence regulations in force in the
state.” Ibid., Pasal 13.
39 Bashir Ahmed, Nakul Asthana, Afridi dan Angell, “Dispute Resolution: United Arab Emirates,”
http://www.legal500.com/assets/images/stories/firmdevs/disputeresolution.pdf, diunduh pada 1 Juni 2012.
40 Ibid.
41 Ahmad Al Awamleh, “Abu Dhabi Court: Choice of Law May Not Be A Choice,”
http://altamimi.newsweaver.ie/Newsletter/mucy3tvb45o, diunduh pada 9 Juni 2012.
42 “Public order shall be deemed to include matters relating to personal status such as marriage, inheritance,
and lineage, and matters relating to sovereignty, freedom of trade, the circulation of wealth, rules of private ownership
and the other rules and foundations upon which society is based, in such manner as not to conflict with the definitive
provisions and fundamental principles of the Islamic Shari'ah.” Persatuan Emirat Arab (a), Op. Cit., Pasal 3.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
terkait kedaulatan, pasar bebas, perputaran harta, aturan kepemilikan pribadi dan aturan lain selama
tidak bertentangan dengan peraturan lain atau prinsip dasar dari syariah Islam.
3. Hukum Belanda
Dalam Hukum Belanda, Pilihan Hukum secara tegas diatur dalam Pasal 10:153 KUHPerdata
Belanda.43
Pasal 8 ayat (1) Regulation (EC) No. 593/200844
menjelaskan mengenai kebebasan
melakukan Pilihan Hukum dalam perjanjian, termasuk di dalamnya juga Perjanjian Kerja. Pada
hakekatnya, ruang lingkup keberlakuan Regulation (EC) No. 593/2008, terbatas pada negara peserta
Rome Convention I atau negara anggota European Union. Akan tetapi, berdasarkan Pasal 10:154
KUHPerdata Belanda, yang menyatakan, “The provisions of the “Rome I”-Regulation apply
analogously to obligation which fall outside the scope of application of the “Rome I”-Regulation
and the relevant applicable conventions and which can be considered as contractual obligations.”
keberlakuannya diperluas hingga berlaku juga pada perjanjian yang mengikat warga negara Belanda
dengan pihak-pihak yang bukan berasal dari negara peserta Rome Convention I atau negara anggota
European Union.
Pembatasan Pilihan Hukum diberikan Hukum Belanda berupa Kaidah Hukum Super
Memaksa yang dijelaskan dalam Pasal 10:7 KUHPerdata Belanda45
Pasal 9 Regulation (EC) No.
593/2008,46
dan Ketertiban Umum yang dijelaskan dalam Pasal 10:6 KUHPerdata Belanda47
dan
43
“For the purpose of this Title the “Rome I”-Regulation is understood to mean: Regulation (EC) No. 593/2008
of the Parliament and of the Council of 17 June 2008 on the law applicable to contractual obligation (Rome I) (OJ
L1777).” Belanda (a), Book 10: on the Dutch Conflict of Laws, diterjemahkan oleh M.H. ten Wolde, J.G. Knot, dan
N.A. Baarsma, (Groningen: Hephaestus Publishers, 2011), Pasal 153.
44 “(1) An individual employment contract shall be governed by the law chosen by the parties in accordance with
Article 3. Such a choice of law may not, however, have the result of depriving the employee of the protection afforded to
him by provisions that cannot be derogated from by agreement under the law that, in the absence of choice, would have
been applicable pursuant to paragraphs 2, 3 and 4 of this Article. (2) To the extent that the law applicable to the
individual employment contract has not been chosen by the parties, the contract shall be governed by the law of the
country in which or, failing that, from which the employee habitually carries out his work in performance of the
contract. The country where the work is habitually carried out shall not be deemed to have changed if he is temporarily
employed in another country. (3) Where the law applicable cannot be determined pursuant to paragraph 2, the contract
shall be governed by the law of the country where the place of business through which the employee was engaged is
situated. (4) Where it appears from the circumstances as a whole that the contract is more closely connected with a
country other than that indicated in paragraphs 2 or 3, the law of that other country shall apply.” European Union,
Regulation (EC) No. 593/2008 of the Parliament and of the Council on the Law Applicable to Contractual Obligations
(Rome Convention I), http://eur-lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2008:177:0006:0016:En:PDF,
diunduh pada tanggal 20 Mei 2012, Pasal 8.
45 “(1) Overriding mandatory provisions are provisions the compliance of which is essential to maintaining a
state’s public interest such as political, social, or economic organization, to such an extent that these provisions are
applicable to any situation falling within their scope, irrespective of the law otherwise applicable. (2) The application
of the law to which a choice of law rule refers is withheld whenever overriding mandatory provisions of Dutch law
apply in the given case. (3) In applying the law to which the choice of law rule refers, effect may be given to overriding
mandatory provisions of a foreign state to which the case is closely connected. In considering wheter to give effect to
these provisions, their nature and purpose and the consequences of their application or non application will be taken
into account.” Belanda (a), Op. Cit., Pasal 7.
46 “(1) Overriding mandatory provisions are provisions the respect for which is regarded as crucial by a country
for safeguarding its public interests, such as its political, social or economic organization, to such an extent that they
are applicable to any situation falling within their scope, irrespective of the law otherwise applicable to the contract
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
Pasal 21 Regulation (EC) No. 593/2008.48
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 9 ayat (2)
Regulation (EC) No. 593/2008, Kaidah Hukum Super Memaksa dari hukum forum saja yang secara
mutlak tidak dapat disimpangi keberlakuannya. Hal ini berdampak pada Kaidah Hukum Super
Memaksa yang berdasarkan hukum asing dari hukum forum tidak secara mutlak dapat
diberlakukan, namun bergantung pada pertimbangan dari putusan forum.
Pembatasan berupa Kaidah Hukum Super Memaksa dari Hukum Belanda berupa ketentuan-
ketentuan yang bersifat sosial ekonomi berdasarkan Inspektorat Kementerian Sosial dan
Ketenagakerjaan Belanda, yaitu Foreign National Employment Act,49
Working Hours Act,50
Working Conditions Act,51
dan Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act.52
Ketentuan-
ketentuan tersebut menyatakan beberapa ketentuan yang memberi hak bagi mereka untuk
melakukan pemeriksaan tentang pelaksanaan ketentuan perundang-undangan tersebut oleh pemberi
kerja. Berdasarkan analisis dapat dipastikan bahwa Working Condition Act dan Minimum Wage and
Minimum Holiday Allowance Act adalah Kaidah Hukum Super Memaksa. Hal ini dijelaskan dengan
keberlakuan kedua Undang-Undang ini, yaitu:
1. Working Conditions Act53
Pasal 2 menyatakan tentang perluasan wilayah keberlakuan dari Undang-Undang ini
sampai pada yang dilaksanakan di Zona Ekonomi Eksklusif, di kapal laut berbendera
Belanda, pada maskapai penerbangan yang didirikan di Belanda, dan kegiatan yang dilakukan
under this Regulation. (2) Nothing in this Regulation shall restrict the application of the overriding mandatory
provisions of the law of the forum. (3) Effect may be given to the overriding mandatory provisions of the law of the
country where the obligations arising out of the contract have to be or have been performed, in so far as those
overriding mandatory provisions render the performance of the contract unlawful. In considering whether to give effect
to those provisions, regard shall be hard to their nature and purpose and to the consequences of their application or
non-application.” European Union, Op. Cit., Pasal 9.
47 “Foreign law will not be applied where its application is manifestly incompatible with public policy.” Belanda
(a), Op. Cit., Pasal 6.
48 “The application of a provision of the law of any country specified by this Regulation may be refused only if
such application is manifestly incompatible with the public policy (ordre public) of the forum.” European Union, Op.
Cit., Pasal 21.
49 Inspektorat Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan Belanda (a), “Work by Foreign Nationals,”
http://www.inspectieszw.nl/english/work_by_foreign_nationals/, diunduh pada tanggal 28 Juni 2012.
50 Inspektorat Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan Belanda (b), “Working Hours and Rest Breaks,”
http://www.inspectieszw.nl/english/working_hours/, diunduh pada tanggal 28 Juni 2012.
51 Inspektorat Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan Belanda (c), “Working Conditions,”
http://www.inspectieszw.nl/english/working_conditions/, diunduh pada tanggal 28 Juni 2012.
52 Inspektorat Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan Belanda (d), “Minimum Wage and Holiday Allowance,“
http://www.inspectieszw.nl/english/minimum_wage/, diunduh pada tanggal 28 Juni 2012.
53 Belanda (b), Working Condition Act, Act of 18 March 1999 containing provisions to improve working
conditions, diterjemahkan oleh Netherlands Focal Point For Safety and Health at Work,
http://osha.europa.eu/fop/netherlands/en/legislation/PDFdownloads/working_conditions_act.pdf, diunduh pada tanggal
29 Juni 2012.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
oleh murid dan mahasiswa di lembaga pelatihan atau bagiannya termasuk di luar ruangan.54
Pengaturan ini menunjukkan bahwa dalam ruang lingkup wilayah kedaulatan Belanda secara
tegas, Working Condition Act berlaku bagi pekerjaan yang dilakukan di wilayah kedaulatan
Belanda. Berdasarkan Undang-Undang ini dapat disimpulkan bahwa pengaturan mengenai
kondisi bekerja dalam hubungan pekerjaan yang dilaksanakan dalam wilayah kedaulatan
Belanda harus didasarkan pada Hukum Belanda, yaitu Working Condition Act.
2. Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act55
Pasal 4 menyatakan bahwa untuk keperluan dari ketentuan-ketentuan yang diberlakukan
oleh/atau berdasarkan Undang-Undang ini,56
istilah “pekerja” berarti pribadi kodrati yang
dalam hubungan pekerjaan. Bagi mereka yang tidak dalam hubungan pekerjaan di Belanda,
hanya akan dianggap sebagai pekerja bila tinggal di Belanda dan bila majikannya tinggal di
Belanda atau didirikan di sana. Selain itu terdapat kemungkinan untuk menyimpang dari
ketentuan pasal 4 ayat (1) dan (2) oleh atau berdasarkan Order in Council terkaid dengan
orang-orang yang hanya tinggal atau bekerja sementara di Belanda. Pengaturan ini
menunjukkan bahwa Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act berlaku bagi
setiap pekerja yang bekerja di wilayah kedaulatan Belanda, kecuali mereka yang tinggal atau
bekerja sementara di Belanda dan dinyatakan dapat menyimpang oleh atau berdasarkan Order
in Council. Berdasarkan Undang-Undang ini dapat disimpulkan bahwa pengaturan mengenai
gaji minimum dan hari libur minimum yang diperbolehkan dalam hubungan pekerjaan yang
dilaksanakan dalam wilayah kedaulatan Belanda harus didasarkan pada Hukum Belanda,
yaitu Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act.
54
“This Act and the provisions adopted on its basis also apply to: a. work performed within the exclusive
economic zone; b. activities carried out by apprentices and students in training establishments or parts thereof,
including outdoors, that are comparable to work performed in the exercise of the profession for which they are being
trained; c. work performed entirely or partly outside the Netherlands by individuals working on board ships that are
entitled to fly the Dutch flag under Dutch law; d. work performed for an employer established in the Netherlands
entirely or partly outside the Netherlands by individuals working on aircraft.” Ibid., Pasal 2.
55 Belanda (c), Minimun Wage and Minimum Holiday Allowances Act, Act of 27 November 1968 containing
rules on a minimum wage and a minimum holiday allowance, diterjemahkan oleh Brecht Publishers,
http://www.dutchcivillaw.com/actminimumwages.htm, diunduh pada tanggal 29 Juni 2012.
56 “(1) For the purposes of the provisions enacted by or pursuant to this Act, the term 'employee' means the
natural person who is in employment. (2) A person who is not in employment within the Netherlands, will only be
regarded as an employee if he resides in the Netherlands and if also his employer resides in the Netherlands or is
established there. As far as an employer has a fixed (permanent) establishment within the Netherlands from which he
pursues his professional practice or business or as far as he has a regular agent (commercial representative) who
resides within the Netherlands or who is established there, he will be equated, for the purposes of the preceding
sentence, with an employer based in the Netherlands. A person who is employed in the meaning of the Act Mining
Employment North Sea shall in any event be regarded as an employee. (3) By or pursuant to an Order in Council it may
be determined that persons not living in the Netherlands are regarded also as employees if their employment is
performed outside the Netherlands. (4) It is possible to derogate from the provisions of paragraph 1 and 2 by or
pursuant to Order in Council with regard to persons who are only temporarily residing or working in the Netherlands.
(5) For the purposes of the preceding paragraphs ships and aircraft registered in the Netherlands (having their home
port or base in the Netherlands) are towards the employer and the crew regarded as a part of the Netherlands.” Ibid.,
Pasal 4.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
Berdasarkan pemaparan di atas, Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja WNI dan BHA hanya
diakui secara tegas oleh Hukum Belanda. Akan tetapi, terdapat pembatasan dari Hukum Belanda
berupa Kaidah Hukum Super Memaksa, yang termuat dalam beberapa peraturan perundang-
undangan,yang memaksa untuk memberlakukan peraturan perundang-undangan tersebut dalam
Perjanjian Kerja. Selain itu, Hukum Persatuan Emirat Arab memberikan pembatasan berupa
Ketertiban Umum dalam bentuk yurisdiksi dan Kaidah Hukum Super Memaksa berupa keberlakuan
UU Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab. Hukum Persatuan Emirat Arab secara tegas memaksa
untuk memberlakukan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab
dalam Perjanjian Kerja. Hukum Indonesia juga memberikan pembatasan berupa Kaidah Hukum
Super Memaksa berupa keberlakuan UU No. 39 Tahun 2004 selama TKI belum meninggalkan
Indonesia. Selanjutnya, perlu dilakukan analisis terhadap penerapan pengaturan mengenai hukum
yang mengatur dalam Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA untuk bekerja di Persatuan Emirat
Arab dan Belanda.
1. Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk Bekerja di Persatuan Emirat Arab
Para pihak dalam Perjanjian Kerja adalah B dan MNO. B adalah pekerja dalam Perjanjian
Kerja yang berkewarganegaraan Indonesia. Pihak lain, MNO adalah perusahaan pemberi kerja yang
berkedudukan di Abu Dhabi, Persatuan Emirat Arab.
Status personal dari B bergantung pada teori status personal yang dianut oleh Hukum
Indonesia dan Hukum Persatuan Emirat Arab. Hukum Indonesia menganut teori kewarganegaraan
berdasarkan Pasal 16 Algemene Bepalingen, yang merupakan warisan sistem HPI yang ditinggalkan
oleh Hindia Belanda berdasarkan atas prinsip konkordansi.57
Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa
WNI yang berada di luar negeri, sepanjang mengenai hal-hal yang termasuk bidang status
personalnya, tetap berada di bawah lingkungan kekuasaan Hukum Indonesia. Di sisi yang lain,
Hukum Persatuan Emirat Arab menganut teori yang sama, yaitu kewarganegaraan. Hal ini tersebut
disimpulkan berdasarkan Pasal 11 ayat (1) KUHPerdata Persatuan Emirat Arab.58
Berdasarkan
ketentuan ini dapat disimpulkan hukum dari negara yang padanya seseorang memiliki
kewarganegaraan akan berlaku untuk status sipil dan kompetensi dari orang tersebut. Hukum
Indonesia menentukan bahwa status personal dari B harus ditentukan berdasarkan kewarganegaraan
dari B, yaitu Hukum Indonesia karena ia merupakan seorang WNI. Hal tersebut juga dipertegas
57
Sudargo Gautama (g), Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid III bagian I buku ke-7, Cet. ke-3, Ed. ke-
2, (Bandung: Alumni, 2010), hal. 13.
58 “the law of the state of which a person has the nationality shall apply to the civil status and competence of
such person but nevertheless in financial dealings transacted in the State of the United Arab Emirates, the results of
which materialize therein, if one of the parties is an alien of defective capacity and the lack of capacity is attributable to
a hidden cause which the other party could not easily discover, such cause shall have no effect on his capacity.”
Persatuan Emirat Arab (a), Op. Cit., Pasal 11 ayat (1).
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
dengan pengaturan dari Hukum Persatuan Emirat Arab yang mengarahkan pada hal yang sama,
yaitu status personal dari B adalah Hukum Indonesia sesuai kewarganegaraannya. Oleh karena itu,
dapat ditarik kesimpulan bahwa status personal dari B adalah Hukum Indonesia.
Status personal dari MNO bergantung pada teori status personal badan hukum yang dianut
oleh Hukum Persatuan Emirat Arab. Hukum Persatuan Emirat Arab menganut teori inkorporasi
atau tempat kedudukan managemen efektif. Hal tersebut disimpulkan berdasarkan ketentuan Pasal 2
UU Perusahaan Komersial Persatuan Emirat,59
yang menyatakan “the provision of this law shall
apply to commercial corporations established in or that have their Head offices inside the State.”
Berdasarkan teori inkorporasi, status personal dari MNO adalah Hukum Persatuan Emirat Arab
karena perusahaan tersebut didirikan di Abu Dhabi, Persatuan Emirat Arab. Berdasarkan teori
tentang tempat kedudukan managemen efektif, status personal dari MNO adalah sama dengan
berdasarkan teori inkorporasi, yaitu Hukum Persatuan Emirat Arab karena tempat kedudukan
managemen efektif perusahaan tersebut berada di tempat perusahaan didirikan. Oleh karena itu,
dapat ditarik kesimpulan bahwa status personal dari MNO adalah Hukum Persatuan Emirat Arab.
Berdasarkan pembahasan tentang TPP dalam Perjanjian Kerja antara B dan MNO, dapat
disimpulkan bahwa TPP dalam Perjanjian Kerja tersebut adalah status personal. Dengan status
personal sebagai TPP dalam Perjanjian Kerja, selanjutnya dapat disimpulkan bahwa Perjanjian
Kerja ini termasuk masalah Hukum Perdata Internasional.
Dalam Perjanjian Kerja ini yang menjadi TPS adalah Ketertiban Umum dan Kaidah Hukum
Super Memaksa. Para pihak memang menentukan untuk Perjanjian Kerja diatur oleh Hukum
Persatuan Emirat Arab dengan ketentuan berikut, “This agreement shall be construed in
accordance with the laws of UAE. English is the official and ruling languange of this agreement.”60
Berdasarkan ketentuan ini, perjanjian ini akan ditafsirkan sesuai dengan undang-undang dari
Persatuan Emirat Arab dan bahasa Inggris adalah bahasa yang resmi dan berkuasa dalam perjanjian
ini. Akan tetapi, pengaturan mengenai pembatasan Pilihan Hukum berupa Ketertiban Umum dan
Kaidah Hukum Super Memaksa mengarahkan hukum yang berlaku pada Perjanjian Kerja kepada
Hukum Persatuan Emirat Arab.
Pilihan Hukum yang dilakukan oleh B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab
tidak melanggar batasan-batasan Pilihan Hukum. Hal tersebut dapat disimpulkan dari penjelasan
berikut.
59
Persatuan Emirat Arab (c), UAE Commercial Companies Law (Undang-Undang Perusahaan-Perusahaan
Komersial Persatuan Emirat Arab), Federal Law No. 8 of 1984 as amended by Federal Law No. 13 of 1988,
http://www.uaeahead.com/knowledge/laws/doc/company.pdf, diunduh pada tanggal 30 Mei 2012, Pasal 2.
60 Lihat Lampiran 1 “Perjanjian Kerja antara B dengan MNO,” Pasal 20.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
a. Hanya dapat dilakukan dalam hukum perjanjian
Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab merupakan
bagian dalam hukum perjanjian. Hal tersebut disimpulkan dari pemahaman bahwa Perjanjian Kerja
ini merupakan Perjanjian Kerja antara TKI dan Pengguna, dan bagian dari Perjanjian Kerja, serta
bagian dari Perjanjian, sehingga Perjanjian Kerja ini masuk dalam ruang lingkup hukum Perjanjian.
Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab
kepada Hukum Persatuan Emirat Arab tidak melanggar batasan bahwa Pilihan Hukum hanya dapat
dilakukan dalam hukum perjanjian karena Perjanjian Kerja tersebut merupakan bagian dari hukum
perjanjian.
b. Ketertiban Umum
Dalam Hukum Indonesia tidak terdapat pembatasan terhadap Pilihan Hukum berupa
Ketertiban Umum pada Perjanjian Kerja antara TKI dengan Pengguna untuk bekerja di luar negeri.
Di sisi lain, terdapat Ketertiban Umum berdasarkan Hukum Persatuan Emirat Arab terkait
permasalahan tenaga kerja adalah yurisdiksi, yang memaksa pemberlakuan Hukum Persatuan
Emirat Arab terhadap hubungan kerja yang masuk dalam yurisdiksi Hukum Persatuan Emirat Arab.
Hubungan kerja yang terjadi sebagai pelaksanaan Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk
bekerja di Persatuan Emirat Arab termasuk dalam yurisdiksi hukum pengadilan di Persatuan Emirat
Arab. Pilihan Hukum yang dilakukan oleh para pihak kepada Hukum Persatuan Emirat Arab tidak
melanggar ketertiban umum berdasarkan Hukum Persatuan Emirat Arab.
Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat
Arab yang mengarah pada Hukum Persatuan Emirat Arab tidak melanggar Ketertiban Umum
berdasarkan Hukum Indonesia dan Persatuan Emirat Arab. Oleh karena itu, Pilihan Hukum dalam
Perjanjian Kerja ini tidak melanggar batasan Pilihan Hukum oleh Ketertiban Umum.
c. Kaidah Hukum Super Memaksa
Dalam Hukum Indonesia terdapat ketentuan yang diangggap sebagai Kaidah Hukum Super
Memaksa, salah satunya adalah keberlakuan UU No. 39 Tahun 2004 sampai dengan TKI
meninggalkan Indonesia dan setelah TKI kembali ke Indonesia, menunjukkan keharusan
mempergunakan Hukum Indonesia sepanjang TKI belum meninggalkan Indonesia. Pilihan Hukum
dalam Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab yang mengarah
pada Hukum Persatuan Emirat Arab dapat dikatakan tidak tepat, karena tidak dilakukan Pilihan
Hukum dengan pembagian yang disepakati, terkait masa sebelum keberangkatan B dan setelah B
kembali ke Indonesia berdasarkan Hukum Indonesia, khususnya UU No. 39 Tahun 2004. Akan
tetapi, keberlakuan dari Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum Indonesia tersebut
tidak serta merta dapat diberlakukan secara mutlak dalam forum yang telah dipilih dalam perjanjian
yaitu Badan Arbitrase di Persatuan Emirat Arab karena adanya Ketertiban Umum berdasarkan
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
Hukum Persatuan Emirat Arab yang membatasi penggunaan hukum asing terkait masalah
ketenagakerjaan di wilayah Persatuan Emirat Arab. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa Pilihan
Hukum pada Hukum Persatuan Emirat Arab adalah tepat, kecuali berdasarkan putusan forum di
Persatuan Emirat Arab diberlakukan sebaliknya (terkait hal hukum yang berlaku selama TKI belum
meninggalkan Indonesia didasarkan pada Hukum Indonesia). Di sisi lain, dalam Hukum Persatuan
Emirat Arab terdapat ketentuan yang dianggap sebagai Kaidah Hukum Super Memaksa, salah
satunya adalah UU Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab, yang ditegaskan keberlakuannya
dalam Pasal 3. Berdasarkan ketentuan tersebut mengenai ketenagakerjaan harus didasarkan pada
Hukum Persatuan Emirat Arab. Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk
bekerja di Persatuan Emirat Arab yang mengarah pada Hukum Persatuan Emirat Arab adalah tepat
karena tidak bertentangan dengan Kaidah Hukum Super Memaksa yang terdapat dalam Hukum
Persatuan Emirat Arab.
Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat
Arab yang mengarah pada Hukum Persatuan Emirat Arab tidak melanggar batasan Pilihan Hukum
oleh Kaidah Hukum Super Memaksa menurut Hukum Persatuan Emirat Arab. Oleh karena itu,
Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja ini tidak melanggar batasan Pilihan Hukum oleh Kaidah
Hukum Super Memaksa.
Pada hakekatnya, Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara B dan MNO kepada Hukum
Persatuan Emirat Arab tidak melanggar batasan Pilihan Hukum dalam Hukum Persatuan Emirat
Arab. Akan tetapi, mengenai hukum yang berlaku pada Perjanjian Kerja antara B dan MNO tidak
dapat didasarkan pada Pilihan Hukum para pihak karena hukum yang berlaku bagi Perjanjian Kerja
tersebut, yang didasarkan pada Ketertiban Umum dan Kaidah Hukum Super Memaksa dari Hukum
Persatuan Emirat Arab, adalah Hukum Persatuan Emirat Arab.
2. Perjanjian Kerja antara A dan XYZ untuk Bekerja di Belanda
Para pihak dalam Perjanjian Kerja adalah A dan XYZ. A adalah pekerja dalam Perjanjian
Kerja yang berkewarganegaraan Indonesia. Pihak lain, XYZ adalah perusahaan pemberi kerja yang
berkedudukan di Veldhoven, Belanda.
Status personal dari A bergantung pada teori status personal manusia yang dianut oleh Hukum
Indonesia dan Hukum Belanda. Hukum Indonesia menganut teori kewarganegaraan. Di sisi yang
lain, Hukum Belanda menganut teori yang sama, yaitu kewarganegaraan berdasarkan Pasal 10:11
KUHPerdata Belanda.61
Berdasarkan ketentuan ini dapat dipahami bahwa kapasitas seseorang
61
“whether an individual is a minor and to what extent he has the capacity to perform legal acts, is governed by
his national law. Where the person concerned possessed the nationality of more than one state and has his habitual
residence in one of these states, the law of the state of his habitual residence is considered to be his national law. Where
the person concerned does not have his habitual residence in one of the states of his nationality, his national law is
considered to be the law of the states with which he, considering all circumstances, is most closely connected.” Belanda
(a), Op. Cit., Pasal 11.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
untuk melakukan perbuatan hukum diatur oleh hukum nasional orang tersebut. Hukum Indonesia
menentukan bahwa status personal dari A harus ditentukan berdasarkan kewarganegaraan dari A,
yaitu Hukum Indonesia karena ia merupakan seorang WNI. Hal tersebut juga dipertegas dengan
pengaturan dari Hukum Belanda yang mengarahkan pada hal yang sama, yaitu status personal dari
A adalah Hukum Indonesia sesuai kewarganegaraannya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
status personal dari A adalah Hukum Indonesia.
Status personal dari XYZ bergantung pada teori status personal badan hukum yang dianut
oleh Hukum Belanda. Hukum Belanda menganut teori inkorporasi, namun dapat dipergunakan teori
tempat kedudukan managemen efektif jika berdasarkan teori inkorporasi tidak ditunjuk hukum
manapun. Hal ini disimpulkan berdasarkan ketentuan Pasal 10:118 KUHPerdata Belanda,62
Berdasarkan ketentuan ini dapat dipahami bahwa hukum negara yang mengatur suatu badan hukum
adalah hukum tempat kedudukannya pada saat pendirian berdasarkan kesesuaian pada
perjanjiannyan dan tindakan pendirian atau jika hal tersebut tidak ada, maka hukum negara yang
mengatur adalah hukum tempat dari tindakan-tindakan eksternal pada saat pendirian di wilayah
negara yang di bawah hukumnya badan hukum didirikan. Berdasarkan teori inkorporasi, status
personal dari XYZ adalah Hukum Belanda karena perusahaan ini didirikan di Veldhoven, Belanda.
Oleh karena itu, status personal dari XYZ adalah Hukum Belanda.
Berdasarkan pembahasan tentang TPP dalam Perjanjian Kerja antara A dan XYZ, dapat
disimpulkan bahwa TPP dalam Perjanjian Kerja tersebut adalah status personal. Dengan status
personal sebagai TPP dalam Perjanjian Kerja, selanjutnya dapat disimpulkan bahwa Perjanjian
Kerja ini termasuk masalah Hukum Perdata Internasional.
Dalam Perjanjian Kerja ini yang menjadi TPS adalah Pilihan Hukum yang dilakukan oleh
para pihak dan Kaidah Hukum Super Memaksa. Para pihak menentukan untuk Perjanjian Kerja
diatur oleh Hukum Belanda dengan ketentuan berikut,
this agreement shall be governed exclusively by the laws of the Netherlands. The Dutch text of
this contract shall take precedence over any translations of this contract issued by XYZ to the
employee. All disputes concerning this contract shall be reffered exclusively to the court with
competent jurisdiction in the Netherlands.63
Berdasarkan ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian ini akan diatur secara eksklusif oleh
undang-undang dari Belanda dan naskah berbahasa Belanda dari perjanjian ini akan diutamakan
dari terjemahan-terjemahan lainnya dari perjanjian ini yang dikeluarkan oleh XYZ pada pekerja,
serta semua perselisihan tentang perjanjian ini akan dirujuk secara eksklusif ke pengadilan dengan
62
“a corporation, which pursuant to its agreement or deed of incorporation, has at the time of its establishment
its seat or, in the absence thereof, its centre of external operations at the time of its establishment on the territory of the
state under the law of which it has been incorporated, is governed by the law of that state.” Ibid., Pasal 118.
63 Lihat Lampiran 2, “Perjanjian Kerja antara A dan XYZ BV untuk bekerja di Belanda,” Pasal 15.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
yurisdiksi yang kompeten di Belanda. Akan tetapi, pengaturan mengenai pembatasan Pilihan
Hukum berupa Kaidah Hukum Super Memaksa mengarahkan hukum yang berlaku pada Perjanjian
Kerja kepada Hukum Belanda, khusus untuk ketentuan yang tergolong sebagai Kaidah Hukum
Super Memaksa.
Pilihan Hukum yang dilakukan oleh A dan XYZ tidak melanggar batasan-batasan Pilihan
Hukum. Hal tersebut dapat disimpulkan dari penjelasan berikut.
a. Hanya dapat dilakukan dalam hukum perjanjian
Perjanjian Kerja antara A dan XYZ untuk bekerja di Belanda merupakan bagian dalam hukum
perjanjian. Hal tersebut disimpulkan dari pemahaman bahwa Perjanjian Kerja ini merupakan
Perjanjian Kerja antara WNI dan Badan Hukum, dan bagian dari Perjanjian Kerja, serta bagian dari
Perjanjian, sehingga Perjanjian Kerja ini masuk dalam ruang lingkup hukum Perjanjian.
Berdasarkan pemaparan di atas, Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara A dan XYZ untuk
bekerja di Belanda kepada Hukum Belanda tidak melanggar batasan bahwa Pilihan Hukum hanya
dapat dilakukan dalam hukum perjanjian karena Perjanjian Kerja tersebut merupakan bagian dari
Perjanjian.
b. Ketertiban Umum
Tidak terdapat Ketertiban Umum berdasarkan Hukum Indonesia dan Belanda terkait
permasalahan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara A
dan XYZ untuk bekerja di Belanda kepada Hukum Belanda tidak melanggar batasan Pilihan
Hukum oleh Ketertiban Umum.
c. Kaidah Hukum Super Memaksa
Dalam Hukum Indonesia tidak terdapat ketentuan yang diangggap sebagai Kaidah Hukum
Super Memaksa. Di sisi lain, dalam Hukum Belanda terdapat beberapa ketentuan yang dianggap
sebagai Kaidah Hukum Super Memaksa, antara lain:
i. Working Conditions Act64
Pasal 2 menunjukkan bahwa dalam ruang lingkup wilayah kedaulatan Belanda secara
tegas, Working Condition Act berlaku bagi pekerjaan yang dilakukan di wilayah kedaulatan
Belanda. Berdasarkan Undang-Undang ini dapat disimpulkan bahwa pengaturan mengenai
kondisi bekerja dalam hubungan pekerjaan yang dilaksanakan dalam wilayah kedaulatan
Belanda harus didasarkan pada Hukum Belanda, yaitu Working Condition Act.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat Kaidah Hukum Super
Memaksa dalam Working Condition Act sehingga hubungan kerja yang dilaksanakan di
Belanda harus mempergunakan Hukum Belanda terkait dengan kondisi bekerja. Pilihan
64
Belanda (b), Op. Cit.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
Hukum dalam Perjanjian Kerja antara A dan XYZ untuk bekerja di Belanda kepada Hukum
Belanda tidak bertentangan dengan Kaidah Hukum Super Memaksa yang terdapat dalam
Working Condition Act.
ii. Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act65
Pasal 4 menunjukkan bahwa Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act
berlaku bagi setiap pekerja yang bekerja di wilayah kedaulatan Belanda, kecuali mereka yang
tinggal atau bekerja sementara di Belanda dan dinyatakan dapat menyimpang oleh atau
berdasarkan Order in Council. Berdasarkan Undang-Undang ini dapat disimpulkan bahwa
pengaturan mengenai upah minimum dan hari libur minimum yang diperbolehkan dalam
hubungan pekerjaan yang dilaksanakan dalam wilayah kedaulatan Belanda harus didasarkan
pada Hukum Belanda, yaitu Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat Kaidah Hukum Super
Memaksa dalam Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act sehingga hubungan
kerja yang dilaksanakan di Belanda harus mempergunakan Hukum Belanda terkait dengan
upah minimum dan hari libur minimum yang diperbolehkan. Pilihan Hukum dalam Perjanjian
Kerja antara A dan XYZ untuk bekerja di Belanda kepada Hukum Belanda tidak bertentangan
dengan Kaidah Hukum Super Memaksa yang terdapat dalam Minimum Wage and Minimum
Holiday Allowance Act.
Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara A dan XYZ untuk bekerja di Belanda kepada
Hukum Belanda tidak melanggar batasan Pilihan Hukum berupa Kaidah Hukum Super Memaksa
menurut Hukum Belanda. Oleh karena itu, Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja ini tidak
melanggar batasan Pilihan Hukum oleh Kaidah Hukum Super Memaksa.
Pada hakekatnya, Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara A dan XYZ kepada Hukum
Belanda tidak melanggar batasan Pilihan Hukum dalam Hukum Belanda. Akan tetapi, mengenai
hukum yang berlaku pada Perjanjian Kerja antara A dan XYZ tidak dapat hanya didasarkan pada
Pilihan Hukum para pihak karena hukum yang berlaku bagi Perjanjian Kerja tersebut, selain
didasarkan pada Pilihan Hukum juga didasarkan Kaidah Hukum Super Memaksa dari Hukum
Belanda yang memberlakukan ketentuan mengenai kondisi bekerja, upah minimum dan hari libur
minimum didasarkan pada Hukum Belanda.
Berdasarkan pemaparan di atas, Perjanjian Kerja antara TKI dan Pengguna untuk bekerja di
Persatuan Emirat Arab dan Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA untuk bekerja di dan Belanda
65
Belanda (c), Op. Cit.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
yang dianalisis dapat disimpulkan bahwa Pilihan Hukum yang dilakukan tepat. Pada hakekatnya,
para pihak telah tepat untuk menentukan hukum yang mengatur dengan melakukan Pilihan Hukum
ke arah hukum negara tempat dilaksanakannya Perjanjian Kerja karena terdapat sedemikian
Ketertiban Umum dan Kaidah Hukum Super Memaksa yang mengarahkan pada hukum negara
tempat dilaksanakannya hubungan kerja. Meskipun dapat dikatakan kurang tepat saat para pihak
melanggar Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum Indonesia, namun dikarenakan
keberlakuan dari Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum Indonesia tidak mutlak di
forum yang telah dipilih oleh para pihak dan sangat bergantung pada putusan forum tersebut,
Pilihan Hukum pada hukum negara tempat dilaksanakannya hubungan kerja adalah tepat.
PENUTUP
Berdasarkan pemaparan di Bab-bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Pengaturan mengenai hukum yang mengatur dalam Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA
tidaklah sama. Masing-masing negara yang terkait memiliki pengaturan tersendiri mengenai
hukum yang mengatur dalam Perjanjian Kerja. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Indonesia, pada dasarnya, tidak memiliki ketentuan tertulis mengenai Pilihan Hukum
dalam peraturan perundang-undangan terkait Perjanjian Kerja. Hukum Indonesia
memberikan pembatasan Pilihan Hukum berupa Kaidah Hukum Super Memaksa, yaitu UU
No. 39 Tahun 2004, yang harus diberlakukan selama TKI masih berada dalam wilayah
Indonesia dan setelah kembali ke Indonesia. Pengaturan Hukum Indonesia tersebut
memaksakan penggunaan Hukum Indonesia, khususnya UU No. 39 Tahun 2004 dalam
Perjanjian Kerja antara TKI dan Pengguna untuk bekerja di luar negeri sepanjang TKI
belum berangkat dari wilayah Indonesia dan setelah kembali ke Indonesia.
b. Persatuan Emirat Arab, pada dasarnya, tidak memiliki ketentuan tertulis mengenai Pilihan
Hukum dalam Perjanjian Kerja, namun berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang
termuat dalam Pasal 125 KUHPerdata Persatuan Emirat Arab, syariah Islam, dan fiqih.
Hukum Persatuan Emirat Arab memberikan pembatasan berupa Ketertiban Umum yaitu
yurisdiksi terkait keberlakuan Hukum Persatuan Emirat Arab jika dipergunakan oleh
pengadilan di Persatuan Emirat Arab berdasarkan putusan hakim terdahulu dan Pasal 3
KUHPerdata Persatuan Emirat Arab, yang memperboleh mempergunakan Ketertiban
Umum dalam ruang lingkup hukum perdata di Persatuan Emirat Arab, dan Kaidah Hukum
Super Memaksa berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Ketenagakerjaan Persatuan Emirat
Arab, yang menyatakan bahwa Undang-Undang ini berlaku bagi Perjanjian Kerja antara
WNI dan BHA untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab. Pengaturan Hukum Persatuan
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
Emirat Arab tersebut memaksakan penggunaan Hukum Persatuan Emirat Arab dalam
Perjanjian Kerja.
c. Belanda memperbolehkan Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja berdasarkan Pasal
10:153 jo. 10:154 KUHPerdata Belanda jo. Pasal 3 Regulation (EC) No. 593/2008 dengan
memberikan pembatasan berupa Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Pasal 10:7
KUHPerdata Belanda dan Pasal 10:153 jo. 10:154 KUHPerdata Belanda jo. Pasal 21
Regulation (EC) No. 593/2008, antara lain keberlakuan Working Condition Act
berdasarkan Pasal 2 Working Condition Act dan keberlakuan Minimum Wage and
Minimum Holiday Allowance Act berdasarkan Pasal 4 Minimum Wage and Minimum
Holiday Allowance Act. Pengaturan Hukum Belanda tersebut memaksakan penggunaan
Hukum Belanda, khususnya Working Condition Act dan Minimum Wage and Minimum
Holiday Allowance Act dalam Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA untuk bekerja di
Belanda. Persatuan Emirat Arab, pada dasarnya, tidak memiliki ketentuan tertulis
mengenai Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja, namun berdasarkan asas kebebasan
berkontrak yang termuat dalam Pasal 125 KUHPerdata Persatuan Emirat Arab, syariah
Islam, dan fiqih. Hukum Persatuan Emirat Arab memberikan pembatasan berupa
Ketertiban Umum yaitu yurisdiksi terkait keberlakuan Hukum Persatuan Emirat Arab jika
dipergunakan oleh pengadilan di Persatuan Emirat Arab berdasarkan putusan hakim
terdahulu dan Pasal 3 KUHPerdata Persatuan Emirat Arab, yang memperboleh
mempergunakan Ketertiban Umum dalam ruang lingkup hukum perdata di Persatuan
Emirat Arab, dan Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang
Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab, yang menyatakan bahwa Undang-Undang ini
berlaku bagi Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA untuk bekerja di Persatuan Emirat
Arab. Pengaturan Hukum Persatuan Emirat Arab tersebut memaksakan penggunaan
Hukum Persatuan Emirat Arab dalam Perjanjian Kerja.
2. Penerapan Pengaturan mengenai Pilihan Hukum dalam Perjanjian Kerja antara WNI dan
BHA untuk bekerja di luar negeri dianalisis sebagai berikut:
a. Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab melakukan
Pilihan Hukum secara tegas ke arah Hukum Persatuan Emirat Arab. Pilihan Hukum tidak
bertentangan dengan pembatasan hanya dapat dilakukan dalam hukum perjanjian karena
Perjanjian Kerja antara B dan MNO untuk bekerja di Persatuan Emirat Arab termasuk
dalam hukum perjanjian. Pilihan Hukum tidak bertentangan dengan Ketertiban Umum
berdasarkan Hukum Indonesia dan Persatuan Emirat Arab karena Pilihan Hukum ke arah
Hukum Persatuan Emirat Arab sesuai dengan Ketertiban Umum berupa yurisdiksi
berdasarkan Hukum Persatuan Emirat Arab. Pilihan Hukum yang dilakukan tidak
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
bertentangan dengan Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum Persatuan
Emirat Arab karena Pilihan Hukum ke arah Hukum Persatuan Emirat Arab sesuai dengan
Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum Persatuan Emirat Arab yang
memaksakan keberlakuan Hukum Persatuan Emirat Arab, khususnya Undang-Undang
Ketenagakerjaan Persatuan Emirat Arab.
b. Perjanjian Kerja antara A dan XYZ untuk bekerja di Belanda melakukan Pilihan Hukum
secara tegas ke arah Hukum Belanda. Pilihan Hukum tidak bertentangan dengan
pembatasan hanya dapat dilakukan dalam hukum perjanjian karena Perjanjian Kerja antara
A dan XYZ untuk bekerja di Belanda termasuk dalam hukum perjanjian. Pilihan Hukum
tidak bertentangan dengan Ketertiban Umum berdasarkan Hukum Indonesia dan Belanda
karena tidak terdapat Ketertiban Umum terkait Perjanjian Kerja dalam Hukum Indonesia
dan Belanda. Pilihan Hukum yang dilakukan tidak bertentangan dengan Kaidah Hukum
Super Memaksa berdasarkan Hukum Belanda karena Pilihan Hukum ke arah Hukum
Belanda sesuai dengan Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum Belanda yang
memaksakan keberlakuan Hukum Belanda, khususnya Working Condition Act dan
Minimum Wage and Minimum Holiday Allowance Act.
Berdasarkan kesimpulan yang diambil, Penulis memberikan beberapa saran, yaitu:
1. Para pihak dalam Perjanjian Kerja antara TKI dan Pengguna untuk bekerja di Persatuan
Emirat Arab sebaiknya melakukan Pilihan Hukum dengan pembagian yang disepakati,
yakni Pilihan Hukum selama TKI belum berangkat dari wilayah Indonesia
mempergunakan Hukum Indonesia, dan selebihnya dipilih ke arah Hukum Persatuan
Emirat Arab.
2. Para pihak dalam Perjanjian Kerja antara WNI dan BHA untuk bekerja di Persatuan Emirat
Arab dan Belanda sebaiknya melakukan Pilihan Hukum ke arah hukum negara tempat
dilaksanakannya hubungan kerja (Hukum Persatuan Emirat Arab dan Belanda) karena
terdapat Ketertiban Umum dan Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum
Persatuan Emirat Arab terhadap Perjanjian Kerja yang dilaksanakan di Persatuan Emirat
Arab, dan Kaidah Hukum Super Memaksa berdasarkan Hukum Belanda terhadap
Perjanjian Kerja yang dilaksanakan di Belanda.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-undangan
Belanda. Book 10: on the Dutch Conflict of Laws. Diterjemahkan oleh M.H. ten Wolde, J.G. Knot,
dan N.A. Baarsma. Groningen: Hephaestus Publishers, 2011.
________. Minimun Wage and Minimum Holiday Allowances Act. Act of 27 November 1968
containing rules on a minimum wage and a minimum holiday allowance. Diterjemahkan
oleh Brecht Publishers. <http://www.dutchcivillaw.com/actminimumwages.htm>. Diunduh
pada tanggal 29 Juni 2012.
________. Working Condition Act. Act of 18 March 1999 containing provisions to improve working
conditions. Diterjemahkan oleh Netherlands Focal Point For Safety and Health at Work.
<http://osha.europa.eu/fop/netherlands/en/legislation/PDFdownloads/working_conditions_
act.pdf>. Diunduh pada tanggal 29 Juni 2012.
European Union. Regulation (EC) No. 593/2008 of the Parliament and of the Council on the Law
Applicable to Contractual Obligations (Rome Convention I). <http://eur-
lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2008:177:0006:0016:En:PDF>.
Diunduh pada tanggal 20 Mei 2012.
Indonesia. Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan. UU No. 13 Tahun 2003. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 No. 39. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
No. 4279.
________. Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan. UU No. 13 Tahun 2003. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 No. 39. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
No. 4279.
________. Undang-Undang tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di
Luar Negeri. UU No. 39 Tahun 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
No. 133. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4445.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh R. Subekti dan
R. Tjitrosudibio. Cet. ke-34. Jakarta: Pradnya Paramita, 2004.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 100/MEN/VI/2004.
Persatuan Emirat Arab. UAE Labour Law (Undang-Undang Ketenagakerjaan Persatuan Emirat
Arab). Federal Law No. 8 of 1980 as amended by Federal Law No. 24 of 1981 and Federal
Law No. 12 of 1986.
<http://www.mol.gov.ae/english/showAttach.aspx?parent=0&refId=73>. Diunduh pada
tanggal 19 Mei 2012.
________. UAE Civil Transaction Code (UAE Civil Code/KUHPerdata Persatuan Emirat Arab).
Federal Law No. 5 of 1985 as amended by Federal Law No. 1 of 1987. Diterjemahkan oleh
James Whelan dan Marjorie J Hall. <http://translex.uni-
koeln.de/output.php?docid=605600>. Diunduh pada tanggal 19 Mei 2012.
________. UAE Commercial Companies Law (Undang-Undang Perusahaan-Perusahaan
Komersial Persatuan Emirat Arab). Federal Law No. 8 of 1984 as amended by Federal
Law No. 13 of 1988. <http://www.uaeahead.com/knowledge/laws/doc/company.pdf>.
Diunduh pada tanggal 30 Mei 2012.
Buku
Budiono, Abdul Rachmad. Hukum Perburuhan Indonesia. Cet. ke-1. Ed. ke-1. Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1995.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013
Gautama, Sudargo. Bunga Rampai Hukum Antar Tata Hukum. Cet. ke-2. Bandung: Alumni, 1993.
________. Capita Selecta Hukum Perdata Internasional. Cet. ke-2. Bandung: Alumni, 1983.
________. Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid II bagian 4 buku ke-5. Cet. ke-3.
Bandung: Alumni, 2004.
________. Hukum Perdata Internasional Indonesia. Jilid III bagian 2 buku ke-8. Cet. ke-6.
Bandung: Alumni, 2007.
________. Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia. Bandung: Bina Cipta, 1987.
Skripsi
Pawetri, Yaniar. “Tinjauan Yuridis terhadap Yayasan sebagai Badan Hukum Sosial yang Didirikan
oleh Badan Hukum Asing (Studi terhadap Proses Pendirian Yayasan Pendidikan
Intrenasional (the International Education Foundation)).” Skripsi Universitas Indonesia.
Depok, 2001.
Internet
Ahmed, Bashir dan Nakul Asthana. “Dispute Resolution: United Arab Emirates.”
<http://www.legal500.com/assets/images/stories/firmdevs/disputeresolution.pdf>. Diunduh pada 1
Juni 2012.
Al Awamleh, Ahmad. “Abu Dhabi Court: Choice of Law May Not Be A Choice.”
<http://altamimi.newsweaver.ie/Newsletter/mucy3tvb45o>. Diunduh pada 9 Juni 2012.
Inspektorat Kementerian Sosial dan Ketenagakerjaan Belanda. “Minimum Wage and Holiday
Allowance.“ <http://www.inspectieszw.nl/english/minimum_wage/>. Diunduh pada
tanggal 28 Juni 2012.
________. “Work by Foreign Nationals.”
<http://www.inspectieszw.nl/english/work_by_foreign_nationals/>. Diunduh pada tanggal
28 Juni 2012.
________. “Working Conditions.” <http://www.inspectieszw.nl/english/working_conditions/>.
Diunduh pada tanggal 28 Juni 2012.
________. “Working Hours and Rest Breaks,”
<http://www.inspectieszw.nl/english/working_hours/>. Diunduh pada tanggal 28 Juni
2012.
Pitakasari, Ajeng Ritzki. “Lagi, Kisah Sumbang TKI di Malaysia, Ati Latifah Empat Tahun Tidak
Digaji.” <http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/12/15/lw95pc-lagi-kisah-
sumbang-tki-di-malaysia-ati-latifah-empat-tahun-tak-digaji>. Diunduh pada tanggal 23
Maret 2012.
Suparno, Erman. “Kebijakan dan Strategi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.”
<http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1700>.
Diunduh pada tanggal 13 Maret 2012.
Suprihadi, Marcus. “Lagi, TKI Meninggal Dianiaya.”
<http://internasional.kompas.com/read/2012/02/10/17362540/Lagi.TKI.Meninggal.Dianiay
a>. Diunduh pada tanggal 1 April 2012.
Swart, Marco. “Preventing legal complications for cross-border labour.”
<http://www.employment-
lawyer.nl/employmentcontracts/international/international.html>. Diunduh tanggal 30 Mei
2012.
Tinjauan hukum ..., Fajar Riduan Siahaan, FH UI, 2013