TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN WADUK CIRATA, JAWA … · Pengambilan contoh data primer dilakukan pada...
Transcript of TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN WADUK CIRATA, JAWA … · Pengambilan contoh data primer dilakukan pada...
TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN WADUK CIRATA,
JAWA BARAT: PENGARUH SUNGAI DAN
KERAMBA JARING APUNG (KJA)
AANG PERMANA A.P.
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Tingkat Pencemaran Perairan Waduk Cirata, Jawa Barat: Pengaruh Sungai
dan Keramba Jaring Apung (KJA)
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2012
Aang Permana AP
C24080091
RINGKASAN
Aang Permana A.P. C24080091. Tingkat Pencemaran Perairan Waduk Cirata,
Jawa Barat: Pengaruh Sungai dan Keramba Jaring Apung (KJA). Dibimbing
oleh Sigid Hariyadi dan Niken T.M. Pratiwi.
Waduk Cirata merupakan salah satu dari tiga waduk kaskade di Jawa Barat.
Letaknya diantara Waduk Saguling (bagian hulu) dan Waduk Ir.H. Djuanda (bagian
hilir). Waduk Cirata di bangun pada tahun 1987 dengan luas 6.200 ha. Tujuan utama
dibangunnya Waduk Cirata adalah untuk keperluan PLTA, namun pemanfaatan
terus berkembang meliputi budidaya ikan dengan sistem Keramba Jaring Apung
(KJA), perikanan tangkap, wisata, dan transportasi. Secara internal, Waduk Cirata
mendapatkan beban pencemaran dari aktivitas pemanfaatan sedangkan secara
eksternal mendapatkan pencemaran dari sungai. Berdasarkan permasalahan tersebut
dilakukan penelitian terhadap tingkat pencemaran di beberapa muara sungai dan
zona pemanfaatan Waduk Cirata. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan
status mutu air dan tingkat pencemaran perairan Waduk Cirata serta
mengidentifikasi sumber pencemaran yang masuk ke Waduk Cirata.
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder.
Pengambilan contoh data primer dilakukan pada bulan Februari 2012 dan dianalisis
di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Bandung.
Data sekunder diperoleh dari hasil pemantauan Badan Pengelola Waduk Cirata
(BPWC) setiap tiga bulan dari tahun 2007-2011. Analisis kualitas fisika, kimia, dan
biologi perairan dilakukan terhadap 34 parameter. Analisis data kualitas air
menggunakan indeks STORET yang dibandingkan dengan baku mutu air menurut
Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No.82 Tahun 2001 untuk krgiatan perikanan dan PLTA.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pencemaran untuk
kegiatan perikanan di Muara Sungai Citarum sebesar -36 (cemar berat), Muara
Sungai Cisokan sebesar -28 (cemar sedang), tengah Waduk Cirata sebesar -31
(cemar berat), batas zona KJA sebesar -37 (cemar berat), dan dekat outlet Waduk
Cirata sebesar -35 (cemar berat). Nilai indeks STORET pada lapisan permukaan
lebih baik dari pada lapisan kolom air di kedalaman 5 meter ataupun dekat dasar
(p<0,05). Rendahnya nilai indeks STORET disebabkan parameter-parameter
kualitas air yang tidak sesuai dengan peruntukannya seperti H2S, NH3-N, NO2-N, Cl
bebas, DO, BOD, Cu, Zn, Cd, Pb, dan Hg.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kondisi status mutu air
Waduk Cirata secara umum berada pada kisaran tercemar sedang hingga tercemar
berat. Pengaruh pencemaran yang berasal dari Sungai Citarum adalah pencemaran
logam berat dan parameter lainnya seperti NO2-N, Cl bebas, Cu, Zn, Cd, dan Pb.
Pengaruh pencemaran yang berasal dari aktivitas KJA adalah pencemaran bahan
organik seperti H2S, BOD, dan DO.
Kata kunci: DAS Citarum, KJA, kualitas air, pencemaran,Waduk Cirata
TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN WADUK CIRATA,
JAWA BARAT: PENGARUH SUNGAI DAN
KERAMBA JARING APUNG (KJA)
AANG PERMANA A.P.
C24080091
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Tingkat Pencemaran Perairan Waduk Cirata, Jawa Barat:
Pengaruh Sungai dan Keramba Jaring Apung (KJA)
Nama Mahasiswa : Aang Permana AP
NRP : C24080091
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui,
Pembimbing I,
Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc.
NIP 19591118 198503 1 005
Pembimbing II,
Dr. Ir. Niken T M Pratiwi, M.Si.
NIP 19680111 199203 2 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc.
NIP 19660728 199103 1 002
Tanggal lulus:
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tingkat
Pencemaran Perairan Waduk Cirata, Jawa Barat: Pengaruh Sungai dan
Keramba Jaring Apung (KJA)”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian Penulis
yang dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Maret 2012.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Perikanan pada program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam memberikan bimbingan, motivasi, masukan, maupun arahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun
demikian, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu
pengetahuan dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2012
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH .
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ungkapan terima kasih yang
mendalam kepada:
1. Ibunda Yeti Nurhayati, ayahanda Ade Carkendi, Adi Julian AP, dan segenap
keluarga yang senantiasa memberikan senyuman, cinta, kasih sayang, doa,
semangat, perhatian, dukungan, serta kepercayaan penuh sehingga menjadi
kunci kesuksesan Penulis.
2. Dr. Ir. Sigid hariyadi, M.Sc. dan Dr. Ir. Niken TM Pratiwi, M.Si. selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, dan
motivasi sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Ali Mashar, S.Pi, M.Si. dan Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si. selaku dosen
penguji tamu yang telah memberikan banyak masukan dan arahan dalam
penyelesaian skripsi ini.
4. Ir. I.N.N. Suryadiputra dan Taryono Kodiran, S.Pi, M.Si. selaku dosen
pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan,
motivasi, dan kepercayaan yang sangat berarti untuk kesuksesan Penulis.
5. Yaya Hudaya, ST. dan seluruh staf BPWC yang telah banyak membantu
Penulis dalam melaksanakan penelitian selama di lapangan.
6. Segenap dermawan yang telah memberikan beasiswa sehingga Penulis dapat
terus belajar hingga lulus.
7. Dr. Yonvitner, Uda Nandi, dan Gentha yang telah banyak memberikan
masukan dan motivasi yang sangat berarti bagi kesuksesan Penulis.
8. Bu Sulis, Mbak Widar, Mbak Yani, Mang Unus, dan Seluruh staff Tat Usaha
dan Civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan IPB.
9. Rekan-rekan MSP 45, MSP 46, MSP 47: Hendri, Ibad, Pardi, Tefi, Bagas,
Jiwen, Eka, Dea, Dila, Viska, dan teman-teman lainnya yang telah menjalani
kebersamaan selama Penulis menuntut ilmu di IPB baik suka maupun duka.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Subang, Jawa Barat
pada tanggal 15 Juni 1990 sebagai putra pertama dari dua
bersaudara dari pasangan Ade Carkendi dan Yeti Nurhayati.
Pendidikan formal pernah dijalani Penulis berawal dari SDN 1
Wates (1996-2002), SMPN 1 Binong (2002-2005), SMA Plus
Provinsi Jawa Barat Yayasan Darmaloka (2005-2008) dan
pada waktu yang sama Penulis juga sekolah di SMAN 1 Cisarua, Bandung (2005-
2008). Pada tahun 2008 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur SNMPTN di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Imu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa di IPB Penulis aktif dalam berbagai kegiatan.
Dalam bidang organisasi penulis menjadi anggota LDK Al-Hurriyyah (2008-
2009), Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Mahasiswa FPIK (2009-2010),
Anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa MPM-KM IPB (2009-2010),
Ketua Himpunan Profesi Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (2010-
2011), serta aktif dalam berbagai kepanitian di lingkungan kampus IPB. Dalam
bidang akademik penulis menjadi Asisten M.K. Pengantar Komputer
(2009/2010), Asisten M.K. Limnologi (2010/2011 dan 2011/2012), Asisten M.K.
Pencemaran Perairan dan Pengolahan Air Limbah (2010/2011). Dalam bidang
ekstrakulikuler penulis menjadi Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa se-
Jawa Barat dan DKI (2011), Mahasiswa Berprestasi ke-1 Departemen MSP
(2011), The Top 10th
Student of Limnology dalam acara The 3rd
World lake Student
Meeting, di Nevada-USA (2011), Delegasi Indonesia dalam acara The 14th
World
Lake Conference, di Texas-USA (2011). Selama kuliah penulis mendapatkan
beasiswa dari Pemda Prop. Jawa Barat (2008-2010), LAZ Al-Hurriyyah (2009),
Ummah Charity Fund (2010), Djarum Beasiswa Plus (2010-2011), BPWC PT.
Pembagkitan Jawa-Bali (2011), dan Karya Salemba Empat (2012).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viiix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4. Manfaat ..................................................................................................... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4
2.1. Waduk ....................................................................................................... 4
2.2. Kualitas Air ............................................................................................... 6
2.3. Kriteria dan Baku Mutu Air ....................................................................... 7
2.4. Pencemaran Air ......................................................................................... 8
2.6. Upaya pengendalian pencemaran ............................................................. 10
3. METODE PENELITIAN ............................................................................ 11
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 11
3.2. Perolehan Data ........................................................................................ 11
3.2.1. Data primer................................................................................... 12
3.2.2. Data Sekunder .............................................................................. 12
3.3. Penentuan Stasiun ................................................................................... 12
3.4. Pengukuran kualitas air ........................................................................... 13
3.5. Analisis Data ........................................................................................... 13
3.5.1. Analisis deskriptif kualitas air ....................................................... 15
3.5.2. Indeks STORET ........................................................................... 15
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 18
4.1. Hasil ........................................................................................................ 18
4.1.1. Kondisi Umum Waduk Cirata ....................................................... 18
4.1.2. Nilai indeks STORET tiap stasiun ................................................ 20
a. Stasiun 1A (Muara Sungai Citarum) .......................................... 21
b. Stasiun 1B (Muara Sungai Cisokan) .......................................... 24
c. Stasiun 1C (Muara Sungai Cibalagung) ..................................... 26
d. Stasiun 1D (Muara Sungai Cikundul) ........................................ 27
e. Stasiun 2 (Tengah Waduk Cirata) .............................................. 28
f. Stasiun 3 (Batas zona KJA) ....................................................... 31
g. Stasiun 4 (Outlet) ...................................................................... 34
4.1.3. Parameter kualitas air yang melebihi baku mutu ........................... 37
a. Sulfida (H2S) ............................................................................. 37
b. Amonia (NH3-N) ...................................................................... 37
c. Nitrit (NO2-N) ........................................................................... 38
d. Klorin Bebas (Cl2) .................................................................... 39
e. Oksigen terlarut/Dissolved Oxygen (DO) .................................. 39
g. Biological Oxygen Demand (BOD) ........................................... 40
h. Tembaga (Cu) ......................................................................... 411
i. Seng (Zn)................................................................................... 42
j. Timbal (Pb) ............................................................................... 42
4.1.4. Indeks STORET dengan dan tanpa parameter mikrobiologi .......... 43
4.2. Pembahasan ............................................................................................ 44
5. KESIMPULAN ............................................................................................ 52
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 52
5.2. Saran ................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 53
LAMPIRAN ..................................................................................................... 56
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Nama dan koordinat stasiun pengamatan ....................................... 13
Tabel 2. Parameter dan metode analisis kualitas air (APHA 1989) ............... 14
Tabel 3. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air
berdasarkan metode STORET ........................................................ 16
Tabel 4. Data morfometri Waduk Cirata ...................................................... 18
Tabel 5. Jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) tahun 2011 .......................... 20
Tabel 6. Nilai indeks STORET Stasiun 1A secara temporal ......................... 22
Tabel 7. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun 1A ... 24
Tabel 8. Nilai indeks STORET Stasiun 1B secara temporal .......................... 25
Tabel 9. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di stasiun 1B ... 27
Tabel 10. Nilai indeks STORET Stasiun 2 secara temporal .......................... 29
Tabel 11. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun 2 ... 31
Tabel 12. Nilai indeks STORET Stasiun 3 secara temporal .......................... 32
Tabel 13. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di stasiun 3 .... 34
Tabel 14. Nilai indeks STORET Stasiun 4 secara temporal .......................... 35
Tabel 15. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun 4 ... 37
Tabel 16. Nilai indeks STORET dengan dan tanpa parameter mikrobiologi 44
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah ............................................... 3
Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang
(Sumber: Goldman dan Horne 1983) .......................................... 4
Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel
di Waduk Cirata ......................................................................... 11
Gambar 4. Grafik perkembangan jumlah KJA tahun 1988-2011 .................. 19
Gambar 5. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 1A secara temporal ........... 23
Gambar 6. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 1B secara temporal ........... 26
Gambar 7. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 2 secara temporal ............. 30
Gambar 8. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 3 secara temporal ............. 33
Gambar 9. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 4 secara temporal ............. 36
Gambar 10. Grafik sulfida rata-rata secara spasial ....................................... 38
Gambar 11. Grafik amonia rata-rata secara spasial ...................................... 39
Gambar 12. Grafik nitrit rata-rata secara spasial .......................................... 39
Gambar 13. Grafik klorin bebas rata-rata secara spasial .............................. 40
Gambar 14. Grafik DO rata-rata secara spasial ............................................ 40
Gambar 15. Grafik DO rata-rata secara temporal ......................................... 41
Gambar 16. Grafik BOD rata-rata secara spasial ......................................... 41
Gambar 17. Grafik tembaga rata-rata secara spasial .................................... 42
Gambar 18. Grafik seng rata-rata secara spasial .......................................... 43
Gambar 19. Grafik timbal rata-rata secara spasial ........................................ 43
Gambar 20. Nilai indeks STORET tahun 2007-2011 ................................... 45
Gambar 21. Nilai indeks STORET tahun 2000-2011
(Sumber: Feriningtyas 2005) .................................................... 46
Gambar 22. Nilai indeks STORET secara spasial di Waduk Cirata .............. 47
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Lokasi pengambilan contoh ...................................................... 57
Lampiran 2. Contoh perhitungan indeks STORET ....................................... 58
Lampiran 3. Nilai rata-rata konsentrasi (mg/L) parameter kualitas air ........... 63
Lampiran 4. Jenis dan jumlah industri yang beroperasi
di sepanjang DAS Citarum ....................................................... 63
Lampiran 5. Jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) tahun 2011 ..................... 64
Lampiran 6. Tataguna Lahan (%) DAS Citarum Tahun 1994-2010 ............... 64
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Waduk Cirata merupakan salah satu dari tiga waduk kaskade yang ada di
Provinsi Jawa Barat. Letaknya diantara Waduk Saguling (bagian hulu) dan
Waduk Ir.H. Djuanda (bagian hilir). Waduk Cirata dibangun di Daerah Aliran
Sungai Citarum (DAS) dengan luas 6200 ha, kedalaman maksimum 106 m, dan
terletak pada ketinggian 223 m di atas permukaan laut. Area genangan meliputi
tiga kabupaten yaitu Kabupaten Cianjur, Bandung Barat, dan Purwakarta. Waduk
Cirata dibangun pada tahun 1987 yang diawali dengan proses penggenangan
selama satu tahun. Pembangunan Waduk Cirata bertujuan sebagai Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa-Bali.
Pemanfaatan Waduk Cirata semakin berkembang meliputi usaha budidaya
ikan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA), perikanan tangkap, wisata, dan
transportasi. Pemanfaatan tersebut memberikan pengaruh pencemaran dan
menurunnya kualitas air Waduk Cirata. Buruknya kualitas air dapat memberikan
dampak negatif terhadap aktivitas yang ada di dalam waduk seperti kematian
masal ikan budidaya KJA dan korosivitas pada peralatan turbin PLTA. Isu yang
berkembang saat ini mengenai sumber pencemaran Waduk Cirata adalah dari
limbah pakan KJA yang jumlahnya telah melebihi daya dukung yang telah
ditetapkan, namun Waduk Cirata juga menerima masukan dari berbagai sungai.
Terdapat sekitar 15 sungai yang bermuara di Waduk Cirata. Sungai tersebut dapat
memberikan pengaruh terhadap kondisi kualitas air dan pencemaran di Waduk
Cirata. Kondisi ini diperparah dengan tercemarnya DAS Citarum yang
memungkinkan untuk memberikan pengaruh terhadap kondisi kualitas air di
Waduk Cirata.
Menurut Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC 2011), Waduk Cirata telah
mengalami kerusakan yang cukup parah karena secara tidak langsung menerima
masukan berbagai macam limbah sepanjang DAS Citarum. Sumber pencemaran
sepanjang DAS Citarum berasal dari buangan limbah domestik, kegiatan industri,
dan limpasan (run off) dari lahan pertanian. Air limbah yang dihasilkan dari
kegiatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran seperti meningkatnya
2
kandungan unsur hara, bahan organik, dan logam berat di perairan. Berdasarkan
permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian terhadap tingkat pencemaran
perairan pada beberapa muara sungai serta zona pemanfaatan di Waduk Cirata,
sehingga dapat diidentifikasi sumber pencemaran yang menyebabkan kondisi
perairan Waduk Cirata semakin memburuk.
1.2. Perumusan Masalah
Saat ini Waduk Cirata telah mengalami degradasi yang sangat serius,
diindikasikan oleh menurunnya kualitas dan kuantitas air disertai dengan
meningkatnya pencemaran. Sumber pencemaran dari kegiatan dalam dan luar
waduk dapat meningkatkan beban masukan bahan organik, unsur hara, mineral,
padatan, serta logam berat sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
air Waduk Cirata. Secara internal, Waduk Cirata dipengaruhi oleh kegiatan-
kegiatan yang ada di dalam waduk seperti aktivitas KJA, wisata perahu, restoran
apung, dan transportasi. Secara eksternal, Waduk Cirata mendapatkan pengaruh
yang berasal dari sungai serta tataguna lahan di bagian hulu. Penurunan kualitas
air serta meningkatnya pencemaran memiliki dampak negatif terhadap fungsi dan
pemanfaatan waduk.
Semakin menurunnya kualitas air, perlu dilakukan kajian tingkat
pencemaran dari muara sungai hingga outlet Waduk Cirata untuk mengetahui
sumber pencemaran yang paling berpengaruh terhadap penurunan kualitas air.
Parameter pencemaran yang diamati meliputi parameter fisika, kima, dan biologi
perairan. Stasiun pengamatan yang diamati adalah Muara Citarum, Cisokan,
Cikundul, Cibalagung, bagian tengah waduk, batas zona KJA, dan outlet.
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan status mutu air dan tingkat
pencemaran perairan di Waduk Cirata serta mengidentifikasi sumber-sumber
pencemaran yang masuk ke perairan Waduk Cirata.
3
Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah
1.4. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sumber
pencemaran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan
dalam menentukan kebijakan pengelolaan perairan Waduk Cirata.
Sumber pencemaran dari
dalam Waduk Cirata :
Aktivitas KJA
Restoran apung
Wisata perahu
Transportasi
Sumber pemcemaran dari
luar Waduk Cirata :
Daerah Aliran Sungai
Tata guna lahan
Kualitas air
Waduk Cirata
Parameter
kunci
pencemaran
Tingkat
Pencemaran
Perairan Waduk
Cirata
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Waduk
Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara
membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar
sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat tiga bagian dalam suatu badan waduk
yaitu riverin, transisi, dan lakustrin. Zona riverin dicirikan oleh aliran yang lebih
deras dan residence time yang lebih pendek. Zona transisi dicirikan dengan
berkurangnya kecepatan aliran dan meningkatnya residence time. Zona lakustrin
berada paling dekat dengan dam dan biasanya memiliki residence time yang lebih
panjang. Setiap zona memiliki karakteristik dan proses fisika, kimia, maupun
biologi yang berbeda (Wetzel 2001).
Waduk merupakan wadah penampungan air yang menerima berbagai
masukan nutrisi, padatan, dan bahan kimia toksik yang akhirnya mengendap di
dasar. Penampungan bahan-bahan tersebut berlangsung bertahun-tahun, sehingga
menyebabkan proses pendangkalan (Darmono 2001). Waduk yang merupakan
bendungan dari sungai menjadi perangkap sedimen yang besar dari seluruh
masukan sungai (Cole 1988). Perairan waduk biasanya memiliki stratifikasi
akibat perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu pada kolom air. Menurut
keberadaan cahayanya zonasi perairan tergenang dibagi menjadi tiga yaitu zonasi
litoral, limnetik, dan profundal (Goldman dan Horne 1983 ).
Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang
(Sumber: Goldman dan Horne 1983)
5
Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Waduk
atau embung adalah salah satu sumber air yang menunjang kehidupan dan
kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Air waduk digunakan untuk berbagai
keperluan seperti sumber baku air minum, irigasi, pembangkit listrik, dan
perikanan. Pembangunan waduk besar di Indonesia sampai tahun 1995 lebih
kurang terdapat 100 waduk yang sebagian besar berlokasi di Pulau Jawa, salah
satu di antaranya adalah Waduk Cirata (Puslitbang SDA 2004).
Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari tiga waduk kaskade Daerah
Aliran Sungai (DAS) Citarum. Waduk Cirata memiliki luas area sebesar 7.111
Ha dengan luas genangan 6.200 Ha dan daya tampung sebesar 2.165 juta m3 (UP
Cirata 2008). Waduk Cirata terletak diantara dua waduk lainnya, yaitu Waduk
Saguling di bagian hulu dan Waduk Ir.H. Djuanda di bagian hilir. Secara
geografis, Waduk Cirata terletak pada koordinat 107o14’15” – 107
o22’03” LS dan
06o41’30” – 06
o48’07” BT. Secara administratif, Waduk Cirata meliputi tiga
kabupaten di wilayah Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bandung Barat, Purwakarta,
dan Cianjur. Sumber masukan air berasal dari Sungai Citarum atau outlet Waduk
Saguling dan 14 sungai lainnya seperti Cisokan, Cibalagung, Cikundul, Gado
Bangkong, Cilagkap, Cicendo, Cilandak, Cibakom, Cinangsi, Cimareuwah,
Cimeta, Cihujang, Cihea, dan Cibodas (BPCW 2011).
Waduk Cirata dibangun pada tahun 1987 yang diawali dengan proses
penggenangan selama satu tahun. Pembangunan Waduk Cirata bertujuan sebagai
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa-
Bali. Namun saat ini pemanfaatan waduk terus berkembang mulai dari kegiatan
perikanan budidaya, perikanan tangkap, restoran apung, dan pariwisata.
Perkembangan perikanan budidaya dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA)
di Waduk Cirata mengalami peningkatan jumlah setiap tahunnya. Pada sensus
tahun 2011 yang dilakukan BPWC, jumlah KJA adalah 53.031 petak, padahal
batas maksimal yang diperbolehkan yakni hanya sebanyak 12.000 petak sesuai
SK Gub. Jawa Barat No. 41 Tahun 2002 (BPWC 2011).
6
2.2. Kualitas Air
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 Tahun 1990 menyatakan
bahwa “kualitas air adalah sifat dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa
parameter, yaitu fisika (suhu, kekeruhan, padatan, dan sebagainya), parameter
kimia (pH, DO, BOD, kadar logam, dan sebagainya), parameter biologi
(keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya)”. Air merupakan sumberdaya
alam yang diperlukan untuk menunjang kehidupan. Oleh karena itu, sumberdaya
air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh semua
mahkluk hidup (Effendi 2003). Salah satu sumberdaya air yang perlu di
perhatikan kelestariannya adalah Daerah Aliran Sungai (DAS).
DAS Citarum terletak di Jawa Barat melintasi 10 kabupaten/kota dengan
panjang sungai sekitar 350 km yang mengalir dari Gunung Wayang dan bermuara
di pantai utara Jawa. Sungai Citarum berperan penting bagi kehidupan sosial
ekonomi masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta untuk sumber baku air minum,
irigasi pertanian, perikanan, dan PLTA (Bappenas 2010). Saat ini DAS Citarum
telah mengalami degradasi yang sangat serius, menurunnya kualitas dan kuantitas
air disertai dengan meningkatnya pencemaran. Pencemaran berasal dari industri,
pemukiman, pertanian dan peternakan. Selain pencemaran dari luar, Sungai
Citarum juga mendapatkan limbah organik yang berasal dari aktivitas KJA dari
waduk Saguling, Cirata, dan Djuanda (Garno 2001). Pasokan air Waduk Cirata
sebagian besar diperoleh dari DAS Citarum yang juga dimanfaatkan sebagai
sumber pembuangan limbah dari berbagai kegiatan pertanian, industri, dan
pemukiman (BPWC 2011).
Hasil evaluasi kondisi kualitas air Waduk Cirata selama periode 2000-
2004 menggunakan indeks STORET, status mutu air berada pada kisaran status
tercemar sedang sampai tercemar buruk. Penelitian tersebut menggunakan 17
parameter kualitas air fisika dan kimia. Nilai indeks STORET menurut baku
mutu Peraturan Daerah Jawa Barat No.39 Tahun 2000 Golongan C (peruntukan
perikanan) berada pada kisaran tercemar sedang hingga tercemar berat. Nilai
tertinggi sebesar -28 (status tercemar sedang) pada tahun 2001 dan skor terendah
sebesar -52 (status tercemar buruk) pada tahun 2004. Parameter-parameter
7
kualitas air yang melampaui baku mutu secara umum adalah BOD, COD, TSS,
sulfida, amonia, merkuri, kadmium, tembaga, dan timbal (Feriningtyas 2005).
Penelitian kualitas air lain yang dilakukan di Waduk Cirata terhadap jumlah KJA
yang telah melebihi daya dukung, menyimpukan adanya pencemaran bahan
organik yang disebabkan oleh aktivitas KJA (Oktaviana 2007).
Waduk Cirata telah mengalami eutrofikasi karena tercemar oleh nutrien
dari berbagai sumber seperti pemukiman, industri, pertanian, dan perikanan.
Komunitas plankton perairan Waduk Cirata didominasi oleh Cyanophyceae
terutama Mycrocytstis sp. dan Oscillatoria sp., yakni jenis fitoplankton yang
selalu mendominasi perairan yang tercemar nutrien (Garno 2002). Tingkat
kesuburan perairan berdasarkan konsentrasi fosfat, perairan Waduk Cirata telah
mencapai tingkat kesuburan eutrofik hingga hipereutrofik, hal ini disebabkan oleh
tingginya pencemaran organik dari KJA (Purnamaningtyas dan Tjahjo 2008).
Tingginya nilai konsentrasi klorofil-a dan total N di perairan Waduk Cirata
menyebabkan terganggunya pertumbuhan ikan (Komarawidjaya et al. 2005).
Analisis kualitas air di Waduk Ir.H. Djuanda pada tahun 2007
menunjukkan adanya pencemaran karena beberapa parameter kualitas air sudah
tidak memenuhi baku mutu untuk air golongan B (bahan baku air minum) dan C
(perikanan). Rendahnya kualitas air di Waduk Ir.H. Djuanda diduga berasal dari
tercemarnya perairan Waduk Cirata yang menjadi sumber masukan air untuk
Waduk Ir.H. Djuanda (Rikardi 2008).
2.3. Kriteria dan Baku Mutu Air
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001
tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, pasal 1 butir 9
menyebutkan bahwa baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup,
zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaaanya di dalam air. Selanjutnya pasal 8 dari peraturan
tersebut menetapkan klasifikasi mutu air menjadi empat kelas, yaitu sebagai
berikut.
8
a) Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
b) Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
c) Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
d) Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
Berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Barat No.39 Tahun 2000 tentang
peruntukan air dan baku mutu air pada Sungai Citarum dan anak-anak sungainya
di Jawa Barat, terdapat penggolongan mutu air sebagai berikut.
a) Golongan A, air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung
tanpa pengolahan terlebih dahulu.
b) Golongan B, air yang dapat digunakan sebagai baku air minum.
c) Golongan C, air yang dapat digunakan untuk perikanan dan peternakan.
d) Golongan D, air yang digunakan untuk pertanian dan dapat dimanfaatkan
untuk usaha perkotaan, industri, dan PLTA.
2.4. Pencemaran Air
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001,
pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahkluk hidup, zat,
energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
kualitas air menurun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran air diakibatkan oleh
masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut,
9
dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya
melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan
perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-lain (Wardhana 2004).
Sumber-sumber pencemaran secara umum dapat dikategorikan menjadi
point dan non-point source. Sumber pencemaran yang termasuk kategori point
source terpenting berasal dari kegiatan industri, namun jenis dan jumlah bahan
pencemar yang dibuang ditentukan oleh jenis kegiatannya. Point source relatif
lebih mudah dikendalikan karena limbah yang dihasilkan dapat ditampung
terlebih dahulu, dilakukan pengolahan kemudian di buang. Sumber pencemaran
non-point source tidak mudah diidentifikasi karena berasal dari bebagai sumber
aliran kecil, sehingga limbah yang mengalir dari permukaan perkotaan maupun
pedesaan seperti kegiatan pertanian dalam praktiknya lebih sulit untuk ditampung
dan diolah terlebih dahulu (Effendi 2003).
Secara garis besar terdapat dua cara masuknya pencemaran kedalam
perairan yaitu secara alami dan melalui kegiatan manusia. Sebagian besar
pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan manusia terjadi di dalam atau dekat
daerah pemukiman atau area industri (Mukhtasor 2007). Polutan antropogenik
adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya
kegiatan domestik, kegiatan urban, maupun kegiatan industri (Effendi 2003).
Industri tekstil menghasilkan limbah cair berwarna yang dapat menyebabkan
pencemaran dan bersifat racun bagi biota perairan. Selain itu limbah tekstil juga
menyebabkan meningkatnya konsentrasi COD dan amonia bebas (Pratiwi 2010).
Secara spesifik terdapat lima jenis bahan yang berpotensial sebagai bahan
pencemar bagi perairan, yaitu bahan organik, bahan anorganik, mikroorganisme
patogen, substansi radio aktif, dan limbah panas (Mukhtasor 2007). Jenis
pencemaran air yang paling banyak ditemukan biasanya pencemaran
mikroorganisme, bahan anorganik dari nutrisi tanaman, limbah organik, bahan
pencemar kimia anorganik, bahan pencemar kimia organik, sedimen dan bahan
tersuspensi, serta substansi radio aktif (Darmono 2001).
10
2.6. Upaya pengendalian pencemaran
Berdasarkan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, upaya
konservasi sumber daya air khususnya terkait dengan pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air yang juga dimuat dalam Peraturan Pemerintah No.
82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air, bahwa upaya pengendalian pencemaran air adalah mengendalikan kualitas air
masukan ke badan air penampung yang dalam hal ini adalah sungai, danau, dan
waduk serta air tanah. Prinsip dasar pengendalian pencemaran air adalah
melakukan reduksi kadar atau beban pencemaran sampai dengan tingkat baku
mutu limbah cair (effluent standard) yang ditetapkan, atau diversifikasi kegiatan
dengan menggunakan peralatan yang menghasilkan limbah cair sedikit, ataupun
menggunakan sistem industri bersih, mengurangi perluasan atau peningkatan
sistem produksi industri, serta revitalisasi infrastruktur pengendalian pencemaran
air yang telah ada.
.
11
3. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Waduk Cirata, Jawa Barat pada koordinat
107o14’15”- 107
o22’03” LS dan 06
o41’30”-06
o48’07” BT. Lokasi pengambilan
sampel disajikan pada Gambar 3. Pengambilan sampel air dilaksanakan pada 14
Februari 2012 dan analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Universitas Padjajaran, Bandung.
Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata
3.2. Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan monitoring kualitas air
Waduk Cirata yang dilakukan oleh BPWC tahun 1989. Monitoring dilakukan
setiap tiga bulan. Pada penelitian ini ditambahkan dua stasiun pengamatan baru
yaitu Muara Sungai Cibalagung dan Cikundul.
12
3.2.1. Data primer
Data primer didapat dengan menggunakan metode survei lapangan dan
pengambilan contoh. Pengambilan contoh dilakukan bersama tim dari BPWC
sebanyak 7 stasiun pengamatan. Data yang diambil meliputi parameter fisika,
kimia, dan biologi air. Beberapa parameter kualitas fisika dan kimia diukur secara
langsung (in situ) dan parameter yang lain dianalisis di Laboratorium Pusat
Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Universitas Padjajaran, Bandung.
3.2.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari pengumpulan data parameter kualitas air
fisika, kimia, dan biologi Waduk Cirata selama lima tahun terakhir mulai tahun
2007 periode 1 sampai tahun 2011 periode 4. Data tersebut merupakan hasil
pemantauan yang dilakukan oleh Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) setiap
tiga bulan. Pemantauan kualitas air dilakukan empat kali dalam setahun. Periode
pertama mewakili bulan Januari-Februari, periode kedua mewakili bulan April-
Mei, periode ketiga mewakili bulan Juli-Agustus, dan periode keempat mewakili
pada akhir tahun yaitu bulan Oktober-November.
3.3. Penentuan Stasiun
Penentuan stasiun secara horizontal sebanyak tujuh titik pengamatan dengan
tiga kedalaman di perairan waduk. Distribusi horizontal diamati pada inlet (muara
sungai), tengah waduk (zona pemanfaatan KJA), dan outlet waduk (sebelum
turbin PLTA). Penentuan posisi dari lokasi pengambilan contoh dilakukan
dengan GPS (Global Positioning System) Receiver Garmin Vista C. Koordinat
pengambilan contoh dapat dilihat pada Tabel 1.
Pengamatan secara vertikal dilakukan pada tiga kedalaman, yaitu
permukaan, kedalaman 5 meter, dan kedalaman dekat dasar. Hal ini dilakukan
agar contoh dapat mewakili berbagai lapisan pada setiap kedalaman. Lapisan
permukaan menggambarkan kondisi kualitas air pada lapisan eufotik atau lapisan
yang masih mendapatkan banyak cahaya matahari. Secara fungsional, lapisan
permukaan dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas seperti KJA, wisata, dan
13
transportasi. Lapisan kedalaman 5 meter menggambarkan kondisi kualitas air
pada lapisan batas kedalaman jaring KJA. Lapisan kedalaman dekat dasar
diambil 2-3 meter di atas dasar menggambarkan kondisi kualitas air pada lapisan
yang sudah tidak lagi mendapatkan cahaya.
Tabel 1. Nama dan koordinat stasiun pengamatan Stasiun Nama lokasi Lintang Selatan Bujur Timur Kedalaman
1A Muara Citarum 107o 17’46,5” 06
o 47’13,7” 30 m
1B Muara Cisokan 107o 16’61,7” 06
o 46’01,6” 22 m
1C Muara Cibalagung 107o 15’33,4” 06
o 44’42,6” 10 m
1D Muara Cikundul 107o 14’73,7” 06
o 44’23,2” 3 m
2 Tengah Waduk Cirata 107o 16’61,7” 06
o 43’70,2” 60 m
3 Batas zona Pemanfaatan 107o 19’70,7” 06
o 42’40,4” 70 m
4 Outlet Waduk Cirata 107o 20’72,7” 06
o 41’50,1” 65 m
3.4. Pengukuran kualitas air
Pengukuran parameter kualitas air fisika, kimia, dan biologi dilakukan
secara in situ (langsung di lapangan) dan ex situ (di laboratorium). Parameter-
parameter yang diukur secara in situ adalah DO, pH, CO2, TDS, DHL, dan suhu.
Alat yang digunakan di lapangan terdiri atas Van Dorn water sampler,
thermometer, Secchi disc, conductivity meter, pH meter, botol Winkler, dan alat
titrasi, sedangkan parameter yang lainnya diukur di laboratorium. Contoh air
yang digunakan untuk pengukuran ex situ sebelumnya dilakukan penangan. Alat
dan instrumen yang digunakan di laboratorium antara lain alat gelas, turbidimeter,
BOD inkubator, single beam spectrophotometer, dan Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) Model Simadzu AA-6300. Pengukuran parameter
kualitas air fisika, kimia, dan biologi mengikuti standar pengukuran kualitas air
Standar Method For Examination Water and Wastewater (APHA 1989) dan SNI
tahun 1990 pada Tabel 2.
3.5. Analisis Data
Analisis data kualitas air Waduk Cirata dilakukan dua pendekatan yaitu
analisis kualitas air berdasarkan perbandingan dengan baku mutu air secara
deskriptif dan analisis menggunakan metode STORET (Canter 1997 dalam PPRI
2001). Berikut adalah parameter-parameter kualitas yang yang dianalisis berserta
metode analisisnya.
14
Tabel 2. Parameter dan metode analisis kualitas air (APHA 1989)
No Parameter Satuan Metoda Analisis Alat Keterangan
FISIKA
1 Temperatur 0C Pemuaian Termometer Primer
2 Total Disolve Solid
(TDS)
mg/L Gravimetrik Timbangan
analitik
Primer
3 Residu
Tersuspensi (TSS
mg/L Gravimetrik Timbangan
analitik
Sekunder
4 Kedalaman M Visual Tali ukur Primer
5 Kekeruhan NTU Refraksi cahaya Turbiditimeter Sekunder
6 Transparansi Cm Visual Secchi disk Primer
7 DHL mmhos/cm Potensiometrik Primer
KIMIA
8 BOD mg/L Inkubasi Botol gelap Primer
9 COD mg/L Reflux kalium
dikromat
Peralatan gelas Primer
10 pH - Elektroda pH Meter Primer
11 DO mg/L Modifikasi Winkler DO meter Primer
12 Posfat (PO4) mg/L Colorimetrik Spektrofotometer Primer SNI
M–52–1990–
03
13 Amonia (NH3-N) mg/L Nessler Spektrofotometer Primer
14 Nitrat (NO3) mg/L Bruncine Spektrofotometer Primer
15 Nitrit (NO2) mg/L Sulfanilamide Spektrofotometer Primer
16 Natrium (Na) mg/L Serapan atom AAS Sekunder
17 Kesadahan mg/L Kompleksometrik
EDTA
Peralatan gelas Sekunder
18 CO2 Bebas mg/L Tritasi asam basa Peralatan gelas Primer
19 Sulfida (H2S) mg/L Iodometri Peralatan gelas Primer
20 Cl Bebas mg/L Titrimetrik Peralatan gelas Sekunder
21 Arsen (As) mg/L serapan atom AAS Sekunder
22 Besi (Fe) mg/L serapan atom AAS Primer
23 Selenium (Se) mg/L serapan atom AAS Sekunder
24 Kadmium (Cd) mg/L serapan atom AAS Primer
25 Krom (VI) mg/L serapan atom AAS Sekunder
26 Tembaga (Cu) mg/L serapan atom AAS Primer
27 Timbal (Pb) ppb serapan atom AAS Primer
28 Nikel (Ni) mg/L serapan atom AAS Sekunder
39 Merkuri (Hg) mg/L serapan atom AAS Sekunder
30 Minyak dan
Lemak
mg/L Gravimetrik Timbangan
analitik
Sekunder SNI
M–68–1990–
03
31 Seng (Zn) mg/L serapan atom AAS Primer
32 Mangan (Mn) mg/L serapan atom AAS Sekunder
BIOLOGI
33 Fecal Coliform Jum/100 ml MPN Peralatan gelas Sekunder
34 Total Coliform Jum/100 ml MPN Peralatan gelas Sekunder
15
3.5.1. Analisis deskriptif kualitas air
Pendekatan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran Waduk
Cirata dengan membandingkan nilai konsentrasi hasil pengamatan dengan baku
mutu air menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 Golongan C (untuk
keperluan perikanan) dan Golongan D (untuk keperluan PLTA) dan baku mutu air
menurut Peraturan Pemerintah RI No.82 Tahun 2001 Kelas III (untuk keperluan
perikanan) dan Kelas IV (untuk keperluan PLTA). Adapun tahapan analisis data
sebagai berikut.
a) Menghitung niai maksimum, minimum, dan rata-rata dari masing-masing
parameter pada setiap stasiun dan setiap tahun pengamatan selama periode
tahun 2007-2011 ditambah dengan hasil pengamatan langsung pada bulan
Februari 2012.
b) Menyajikan data dalam bentuk grafik yang berhubungan antara periode pada
tahun pengamatan atau stasiun lokasi pengamatan dengan nilai pencemaran,
dibandingkan terhadap baku mutu air menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39
Tahun 2000 Golongan C dan Golongan D dan baku mutu air menurut
Peraturan Pemerintah RI No.82 Tahun 2001 Kelas III dan Kelas IV.
3.5.2. Indeks STORET
Indeks STORET merupakan salah satu metode untuk menentukan status
mutu air. Indeks STORET dihitung dengan mengikutsertakan data analisis semua
parameter kualitas air yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu air
menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 Golongan C (untuk keperluan
perikanan) dan Golongan D (untuk keperluan PLTA) dan baku mutu air menurut
Peraturan Pemerintah RI No.82 Tahun 2001 Kelas III (untuk keperluan perikanan)
dan Kelas IV (untuk keperluan PLTA). Perhitungan indeks STORET dilakukan
untuk mengetahui kualitas perairan setiap titik lokasi pengamatan sehingga akan
didapatkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai kualitas perairan
tersebut. Penilaian indeks ini terdiri dari tiga kategori paramater kualitas air yang
nantinya dijumlahkan, yaitu parameter kualitas air fisika, kimia, dan biologi.
Penilaian setiap parameter dibedakan berdasarkan jumlah sampel, yaitu sampel di
bawah, sama dengan, atau di atas 10 kali pengambilan. Setiap parameter yang
16
diukur dirata-ratakan dan didapatkan juga angka maksimum dan minimumnya.
Ketiga nilai tersebut kemudian dibandingkan nilai baku mutu untuk kemudian
diberi skor. Menurut Kepmen LH No.115 Tahun 2003 langkah-langkah
perhitungan indeks STORET adalah sebagai berikut:
1. Sajikan tabel analisis kualitas air yang memuat semua nilai-nilai hasil
pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi perairan. Kemudian
cantumkan nilai minimum, maksimum, dan rata-rata dari hasil pengukuran
masing-masing parameter pada tabel tersebut.
2. Pada tabel yang sama, dicantumkan pula nilai baku mutu untuk masing-
masing parameter sesuai peruntukannya. Baku mutu air adalah ukuran batas
atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus
ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.
3. Bandingkan nilai minimum, maksimum, dan rata-rata hasil pengukuran dari
masing-masing parameter terhadap nilai baku mutu yang telah ditetapkan.
4. Berikan skor terhadap masing-masing parameter di atas dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Skor nol (0), jika nilai-nilai parameter hasil pengukuran telah memenuhi
atau berada di bawah (≤) nilai baku mutu yang telah ditetapkan.
b. Skor (-1 s/d -9), jika nilai (minimal, maksimal, atau rata-rata parameter)
hasil pengukuran telah melewati (≥) nilai baku mutu yang telah
ditetapkan dan jumlah contoh air yang dianalisis kurang dari (<) 10.
c. Skor (-2 s/d -18), jika nilai (minimal, maksimal, atau rata-rata r) hasil
pengukuran telah melewati (≥) nilai baku mutu yang telah ditetapkan dan
jumlah contoh air yang dianalisis lebih sama dengan dari (≥) 10.
Tabel 3. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air
berdasarkan metode STORET
Jumlah contoh Air Nilai Parameter Kelompok Parameter
Fisika Kimia Biologi
< 10
Maksimum -1 -2 -3
Minimum -1 -2 -3
Rata-rata -3 -6 -9
≥10
Maksimum -2 -4 -6
Minimum -2 -4 -6
Rata-rata -6 -12 -18
Sumber : Canter 1977 dalam Kepmen LH No.115 Tahun 2003
17
5. Setelah masing-masing parameter memiliki nilai skor, lalu menjumlahkan
nilai-nilai dari seluruh parameter (fisika, kimia, dan biologi) dan
membandingkan jumlah tersebut terhadap klasifikasi mutu air berdasarkan
US-EPA sebagai berikut:
a. total skor = 0 (kualitas air tergolong sangat baik)
b. total skor -1 s/d -10 (kualitas air tergolong baik)
c. total skor -11 s/d -21 (kualitas air tergolong sedang)
d. total skor ≥ -31 (kualitas air tergolong buruk)
Nilai indeks STORET yang mendekati nol menggambarkan semakin baik
kualitas air yang diamati. Perincian sistem pemberian nilai bagi setiap nilai
minimum, maksimum, dan rata-rata masing-masing parameter fisika, kimia, dan
biologi bedasarkan jumlah contoh yang digunakan ditampilkan dalam Tabel 4.
Indeks STORET memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan indeks
kualitas air lainnya.
Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.115 Tahun 2003,
kelebihan indeks STORET adalah dapat menggabungkan banyak data parameter
kualitas air sehingga gambaran mengenai kualitas air akan lebih komprehensif dan
tidak terpaku pada parameter-parameter tertentu. Kekurangan yang dimiliki
adalah tidak adanya jumlah parameter tetap yang harus digunakan. Semakin
banyak parameter kualitas air yang digunakan dalam perhitungan indeks
STORET, maka akan semakin tepat gambaran kualitas air yang didapat. Contoh
perhitungan indeks STORET dapat dilihat pada Lampiran 2.
18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Kondisi Umum Waduk Cirata
Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari kaskade tiga waduk Daerah
Aliran Sungai (DAS) Citarum. Waduk Cirata terletak diantara dua waduk
lainnya, yaitu Waduk Saguling di bagian hulu dan Waduk Jatiluhur di bagian hilir.
Secara geografis, Waduk Cirata terletak pada koordinat 107o14’15” LS –
107o22’03” LS dan 06
o41’30” BT – 06
o48’07” BT. Secara administratif Waduk
Cirata termasuk ke dalam tiga kabupaten di wilayah Jawa Barat, yaitu Kabupaten
Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Cianjur. Waduk Cirata
dibangun pada tahun 1987 yang diawali dengan proses penggenangan selama satu
tahun. Sumber masukan air berasal dari outlet Waduk Saguling (Sungai Citarum)
dan 14 sungai lainnya seperti Cisokan, Cibalagung, Cikundul, Gado Bangkong,
Cilagkap, Cicendo, Cilandak, Cibakom, Cinangsi, Cimareuwah, Cimeta,
Cihujang, Cihea, dan Cibodas. Waduk Cirata memiliki luas area sebesar 7.111 ha
dengan luas genangan 6.200 ha dan daya tampung sebesar 2.165 juta m3 air
dengan elevasi maksimum pada ketinggian 221 m dpl (BPWC 2011). Beberapa
data morfometri Waduk Cirata dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Data morfometri Waduk Cirata No Dimensi Nilai
1 Tinggi Bendungan 125 m
2 Panjang Bendungan 453,5 m
3 Elevasi muka air normal 220 m
4 Luas Permukaan 6.200 ha
5 Panjang Maksimum 14,3 km
6 Lebar Rata-rata 4,3 km
7 Kedalaman Maksimum 106 m
8 Kedalaman rata-rata 34,9 m
9 Keliling garis Pantai 181 km
10 Volume air maksimum 2,165 x 106 m
3
Sumber : Unit Pembangkitan Cirata (UP Cirata)
Waduk Cirata termasuk ke dalam jenis waduk serbaguna. Tujuan utama
pembangunan Waduk Cirata adalah sebagai Pembagkit Listrik Tenaga Air
19
(PLTA) untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di pulau Jawa dan Bali dengan
kapasitas pembangkit daya terpasang sebesar 1.008 MW. Namun saat ini
pemanfaatan waduk terus berkembang mulai dari kegiatan perikanan budidaya,
perikanan tangkap, restoran apung, dan pariwisata.
Perkembangan perikanan budidaya dengan sistem Keramba Jaring Apung
(KJA) di Waduk Cirata mengalami peningkatan jumlah setiap tahunnya.
Berdasarkan sensus yang dilakukan BPWC tahun 2011 jumlah KJA adalah 53.031
petak. Sementara batas maksimal yang diperbolehkan adalah sebanyak 12.000
petak sesuai SK Gub. Jawa Barat No. 41 Tahun 2002. Grafik perkembangan
jumlah KJA dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik perkembangan jumlah KJA tahun 1988-2011
(Sumber: Gunawan et al. 2007)
Berdasarkan Gambar 4 terlihat adanya penambahan jumlah KJA dari tahun
1988 hingga tahun 2011. Pada tahun 1988 hingga tahun 1995, jumlah KJA masih
di bawah jumlah maksimum yaitu hanya berkisar antara 74-7.690 petak, namun
pada tahun 1996 hingga tahun 2011 tercatat bahwa jumlah KJA yang ada di
Waduk Cirata telah melebihi angka maksimum yang di perbolehkan. Jumlah KJA
berkurang dari tahun 1997 sebanyak 25.558 petak menjadi 17.447 petak pada
20
tahun 1998, hal ini disebabkan oleh adanya krisis moneter yang melanda
Indonesia pada tahun 1998. Anggaran belanja negara tahun 1998/1999 terdapat
defisit anggaran yang besar, kondisi ini disebabkan oleh terpuruknya nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS (Tarmidi 1999). Peristiwa ini berdampak kepada
pengusaha-pengusaha KJA yang ada di Waduk Cirata selama krisis moneter
terjadi, namun dari pada itu setelah situasi ekonomi mulai membaik pada tahun
2001 hingga 2007 terjadi peningkatan jumlah KJA yang sangat pesat dari 30.429
petak menjadi 51.418 petak. Sementara itu pada tahun 2007 hingga 2011
peningkatan jumlah KJA tidak terlalu signifikan.
Semakin bertambahnya jumlah petak KJA ternyata tidak selalu berbanding
lurus dengan produksi ikan budidaya yang dihasilkan. Pada tahun 1988-1996
terlihat adanya peningkatan volume produksi seiring dengan bertambahnya petak
KJA, namun pada tahun 1997-2000 terlihat adanya penurunan volume produksi
yang disertai penambahan jumlah KJA.
Menurut Komarwidjaja et al. (2005) pertumbuhan ikan budidaya di Waduk
Cirata di kategorikan allometrik negatif yang artinya ikan lebih cepat panjang di
bandingkan beratnya. Kondisi seperti ini kurang menguntukan apabila digunakan
untuk tujuan budidaya. Pertumbuhan ikan terhambat karena fisiologis ikan
terganggu, nafsu makan turun, dan sakit. Kondisi ini diduga timbul dari
lingkungan yang tercemar bahan organik. Bahkan apabila pencemaran yang
terjadi lebih berat dan toksik tidak menutup kemungkinan terjadinya kematian
masal ikan. Jumlah KJA yang semakin meningkat akan memberikan pencemaran
terhadap lingkungan perairan yang ada di sekitarnya. Pencemaran dari budidaya
ikan dapat meningkatkan jumlah dan konsentrasi fosfor sebagai akibatnya akan
menyebabkan eutrofikasi perairan (Kibria et al. 1996).
4.1.2. Status mutu air tiap stasiun berdasarkan Indek STORET
Indeks STORET dapat menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi
umum kualitas air pada setiap stasiun. Data yang digunakan untuk menentukan
nilai indeks STORET adalah data parameter fisika dan kimia dari tahun 2007-
2012. Data parameter kualitas air hasil pengamatan dibandingkan dengan baku
mutu peruntukan perikanan dan peruntukan PLTA. Baik buruknya kualitas
21
perairan dapat diketahui dengan melihat parameter-parameter apa saja yang tidak
memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Beberapa parameter kualitas air
seperti fecal coliform dan total coliform tidak diikutsertakan dalam perhitungan
karena data yang diperoleh kurang lengkap. Evaluasi kualitas air menggunakan
indeks STORET setiap stasiunnya sebagai berikut.
a. Stasiun 1A (Muara Sungai Citarum)
Stasiun 1A terletak pada koordinat 107o 17’47,6” LS dan 06
o 47’16,8” BT
di Muara Sungai Citarum. Stasiun ini merupakan inlet waduk dari Sungai
Citarum yang bermuara di Waduk Cirata dengan kedalaman 30 meter. Lokasi
titik sampling Stasiun 1A dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil perhitungan indeks
STORET di Stasiun 1A menunjukan bahwa status mutu air untuk kegiatan
perikanan berada pada kondisi tercemar buruk. Untuk kegiatan PLTA berada pada
kondisi tercemar ringan (Tabel 5 dan Gambar 5). Tercemarnya perairan di Stasiun
1A diduga berasal dari aktivitas dan pemanfaatan DAS Citarum di bagian hulu.
Tabel 5. Nilai indeks STORET Stasiun 1A secara temporal
Tahun Lapisan Golongan/Kelas
C* D* III** IV**
2007 permukaan -34 -10 -34 -10
(n=4) 5 meter -48 -8 -42 -8
dasar -50 -10 -52 -10
2008 permukaan -36 -4 -32 -4
(n=4) 5 meter -62 -4 -56 -4
dasar -62 -4 -58 -4
2009 permukaan -38 -2 -30 -2
(n=4) 5 meter -56 -4 -52 -4
dasar -66 -2 -58 -2
2010 permukaan -28 -2 -20 -2
(n=4) 5 meter -50 -2 -50 -2
dasar -46 -2 -44 -2
2011-2012 permukaan -50 -10 -36 -10
(n=5) 5 meter -62 -6 -48 -12
dasar -60 -4 -54 -4
Keterangan :
* Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 tahun 2000
** Baku mutu menurut PPRI No. 82 tahun 2001
0 Baik sekali (memenuhi baku mutu)
-1 s.d. -10 Baik (cemar ringan)
-11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang)
-31 Buruk (cemar berat)
22
(a)
(b)
(c)
Gambar 5. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 1A secara temporal
(a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
23
Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 5 terlihat bahwa grafik nilai indeks
STORET di Stasiun 1A (Muara Sungai Citarum) memiliki pola yang berbeda
pada setiap lapisan. Lapisan permukaan cenderung lebih baik dibandingkan
dengan lapisan pada kedalaman 5 meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET
tertinggi terdapat pada lapisan permukaan tahun 2010, sedangkan nilai terendah
terdapat pada lapisan dekat dasar tahun 2009. Kondisi saat ini pada tahun 2012 di
Stasiun 1A cenderung mengalami peningkatan pencemaran berdasarkan hasil nilai
indeks STORET dibandingkan dengan kondisi kualitas air pada lima tahun
terakhir dan berada pada stastus mutu air cemar berat. Parameter-parameter
kualitas air yang melampaui baku di Stasiun 1A disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun 1A
Tahun Lapisan Parameter
H2S NH3 NO2-N Cl2 DO BOD COD Cu Zn Cd Pb Hg
2007
permukaan ● ● ● ● ● ● ●
5 meter ●
● ● ● ● ●
●
dasar ● ● ● ● ● ● ●
2008
permukaan
●
●
● ● ● ●
5 meter ●
● ● ● ●
● ● ● ●
dasar ●
● ● ● ●
● ● ● ●
2009
permukaan ● ● ● ● ● ●
5 meter ● ● ● ● ● ●
● ● ● ●
dasar ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
2010
permukaan
●
●
●
5 meter ●
● ● ● ●
●
dasar ●
● ● ● ●
● ●
2011-2012
permukaan ● ● ● ● ● ● ● ● ●
5 meter ● ● ● ● ●
● ● ● ●
dasar ● ● ● ● ● ● ● ● ●
● Parameter yang melebihi baku mutu
Berdasarkan Tabel 6 terlihat beberapa parameter kualitas air yang
melampaui baku mutu pada Stasiun 1A selama tahun 2007-2012 adalah sulfida,
amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD, tembaga, seng,
kadmium, dan timbal. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter tersebut
sehingga menimbulkan pencemaran di Stasiun 1A diduga bersumber dari
pencemran Sungai Citarum bagian hulu, aktivitas rumah tangga, pertanian di
sekitar muara, dan industri. DAS Citarum terdapat sekitar 394 industri yang
sebagian besar belum memiliki instalasi pengolahan air limbah (Garno 2001).
24
b. Stasiun 1B (Muara Sungai Cisokan)
Stasiun 1B terletak pada koordinat 107o 16’11,1” LS dan 06
o 46’03,1” BT
di Muara Sungai Cisokan. Stasiun ini merupakan inlet waduk dari Sungai Cisokan
atau Teluk Coklat yang bermuara di Waduk Cirata dengan kedalaman 22 meter.
Lokasi titik Sampling 1B dapat dilihat pada Lampiran 1. Terdapat trashboom
(penahan sampah) yang fungsinya untuk menahan sampah apung seperti kayu,
busa, plastik, dan eceng gondok yang berasal dari hulu Sungai Cisokan. Hasil
perhitungan indeks STORET di Stasiun 1B menunjukan bahwa status mutu air
untuk kegiatan perikanan berada pada kondisi tercemar buruk sedangkan untuk
kegiatan PLTA berada pada kondisi tercemar ringan. Tercemarnya perairan di
Stasiun 1B diduga berasal dari aktivitas dan pemanfaatan DAS Cisokan di bagian
hulu. Menurut Bappeda (2003) sepanjang DAS Cisokan selama sepuluh tahun
terakhir ini terdapat peralihan fungsi lahan dari hutan, pertanian, dan perkebunan
menjadi pemukiman (Lampiran 6). Nilai indeks STORET di Stasiun 1B secara
temporal disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 6.
Tabel 7. Nilai indeks STORET Stasiun 1B secara temporal
Tahun Lapisan Golongan/Kelas
C* D* III** IV**
2007 permukaan -30 0 -32 0
(n=4) 5 meter -38 -8 -40 -8
dasar -40 -4 -40 -4
2008 permukaan -40 -2 -32 -2
(n=4) 5 meter -46 0 -42 0
dasar -62 -4 -58 -4
2009 permukaan -40 -2 -32 -2
(n=4) 5 meter -56 -4 -48 -4
dasar -54 -2 -46 -2
2010 permukaan -38 -2 -30 -2
(n=4) 5 meter -44 -2 -42 -2
dasar -46 -8 -46 -8
2011-2012 permukaan -42 -2 -34 -2
(n=5) 5 meter -42 -4 -36 -4
dasar -52 -4 -46 -4
Keterangan :
* Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000
** Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun 2001
0 Baik sekali (memenuhi baku mutu)
-1 s.d. -10 Baik (cemar ringan)
-11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang)
-31 Buruk (cemar berat)
25
(a)
(b)
(c)
Gambar 6. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 1B secara temporal
(a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
26
Berdasarkan Tabel 7 dan Gambar 6 terlihat bahwa grafik nilai indeks
STORET di Stasiun 1B memiliki pola yang berbeda pada setiap lapisan. Lapisan
permukaan cenderung lebih baik dibandingkan dengan lapisan pada kedalaman 5
meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada lapisan
permukaan tahun 2007, sedangkan nilai terendah terdapat pada lapisan dekat dasar
tahun 2008. Kondisi saat ini pada tahun 2012 di Stasiun 1B cenderung
mengalami penurunan pencemaran berdasarkan hasil nilai indeks STORET
dibandingkan dengan kondisi kualitas air pada tahun 2008 dan 2009, namun
masih berada pada status mutu air cemar sedang hingga berat. Parameter-
parameter kualitas air yang melampaui baku di Stasiun 1B disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di stasiun 1B
Tahun Lapisan Parameter
H2S NH3 NO2-N Cl2 DO BOD COD Cu Zn Cd Pb Hg
2007
permukaan ● ● ● ● ●
5 meter ●
● ●
●
●
dasar ● ● ● ● ● ● ● ●
2008
permukaan
●
●
● ●
●
5 meter ●
●
● ●
● ●
●
dasar ●
● ● ● ●
● ● ● ●
2009
permukaan ● ● ● ● ● ● ●
5 meter ● ● ● ● ● ●
●
● ●
dasar ● ● ● ● ● ● ● ●
2010
permukaan ● ●
●
●
5 meter ● ● ● ● ●
●
●
dasar ●
● ● ● ●
●
2011-
2012
permukaan ● ● ● ● ● ● ● ●
5 meter ●
● ● ●
● ● ● ●
dasar ● ● ● ● ● ● ● ●
● Parameter yang melebihi baku mutu
Berdasarkan Tabel 8 terlihat beberapa parameter kualitas air yang
melampaui baku mutu pada Stasiun 1B selama tahun 2007-2012 adalah sulfida,
amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD, tembaga, seng,
kadmium, timbal dan merkuri. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter
tersebut diduga bersumber dari pencemran Sungai Cisokan bagian hulu, aktivitas
rumah tangga, pertanian di sekitar muara, dan pemukiman. Lahan di sekitar
Sungai Cisokan saat ini telah berubah fungsi dari pertanian menjadi pemukiman.
27
c. Stasiun 1C (Muara Sungai Cibalagung)
Stasiun 1C terletak pada koordinat 107o 15’33,4” LS dan 06
o 44’42,6” BT
di Muara Sungai Cibalagung. Stasiun ini merupakan inlet waduk dari Sungai
Cibalagung yang bermuara di Waduk Cirata dengan kedalaman 10 meter.
Terdapat beberapa aktivitas di sekitar Muara Sungai Cibalagung, diantaranya
pemukiman, pertanian, rumah makan, dan daerah wisata perahu air. Lokasi titik
sampling 1C dapat dilihat pada Lampiran 1. Pemantauan kualitas air di stasiun
1C baru dilakukan satu kali pada bulan Februari 2012. Oleh karena itu pada
stasiun ini tidak dapat dihitung nilai indeks STORET.
Berdasarkan hasil pemantauan pertama di Stasiun 1C, terdapat beberapa
parameter yang melebihi baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 tahun
2000 untuk golongan C, D dan Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001 untuk
kelas III, IV. Parameter yang melebihi baku mutu untuk kegiatan perikanan
adalah sulfida, amonia, oksigen terlarut, dan BOD, sedangkan untuk kegiatan
PLTA tidak terdapat parameter yang melebihi nilai baku mutu.
d. Stasiun 1D (Muara Sungai Cikundul)
Stasiun 1D terletak pada koordinat 107o 14’73,7” LS dan 06
o 44’23,2” BT
di muara Sungai Cikundul. Kondisi stasiun ini merupakan inlet waduk dari Sungai
Cikundul yang bermuara di Waduk Cirata memiliki kedalaman 3 meter. Terdapat
beberapa aktivitas di sekitar muara sungai Cikundul, diantaranya pemukiman,
pertanian, dan pertambangan pasir. Lokasi titik sampling 1D dapat dilihat pada
Lampiran 1. Pemantauan kualitas air di stasiun 1D baru dilakukan satu kali pada
bulan Februari 2012. Oleh karena itu pada stasiun ini tidak dapat dihitung nilai
indeks STORET.
Berdasarkan hasil pemantauan pertama di Stasiun 1D, terdapat beberapa
parameter yang melebihi baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 tahun
2000 untuk golongan C, D dan Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001 untuk
kelas III, IV. Parameter yang melebihi baku mutu untuk kegiatan perikanan
adalah amonia dan klorin bebas, sedangkan untuk kegiatan PLTA tidak terdapat
parameter yang melebihi nilai baku mutu.
28
e. Stasiun 2 (Tengah Waduk Cirata)
Stasiun 2 terletak pada koordinat 107o 16’61,7” LS dan 06
o 43’70,2” BT di
tengah Waduk Cirata. Stasiun ini merupakan zona pemanfaatan untuk aktivitas
KJA, perikanan tangkap, lalu lintas wisata perahu, dan lain-lain. Jumlah KJA pada
stasiun ini termasuk kedalam kategori cukup padat. Lokasi stasiun 2 dapat dilihat
pada Lampiran 1. Hasil perhitungan indeks STORET di Stasiun 2 menunjukan
bahwa status mutu air untuk kegiatan perikanan berada pada kondisi tercemar
tercemar buruk sedangkan untuk kegiatan PLTA berada pada kondisi tercemar
ringan. Tercemarnya perairan di Stasiun 2 diduga berasal dari aktivitas
pemanfaatan KJA dan rumah tangga. Aktivitas KJA menghasilkan limbah organik
dari pakan ikan yang tidak termakan dan feses ikan sisa metabolisme, sedangkan
aktivitas rumah tangga berasal dari sisa-sisa makanan dan sampah rumah tangga
lainnya dari para pekerja KJA yang berada di rumah apung. Nilai indeks STORET
di Stasiun 2 secara temporal disajikan pada Tabel 9 dan Gambar 7.
Tabel 9. Nilai indeks STORET Stasiun 2 secara temporal
Tahun Lapisan Golongan/Kelas
C* D* III** IV**
2007 permukaan -44 -4 -46 -4
(n=4) 5 meter -48 0 -48 0
dasar -54 -2 -56 -2
2008 permukaan -42 -2 -44 -2
(n=4) 5 meter -44 -2 -38 -2
dasar -60 -2 -56 -2
2009 permukaan -38 -4 -36 -4
(n=4) 5 meter -50 -4 -46 -4
dasar -66 -4 -64 -4
2010 permukaan -32 0 -32 0
(n=4) 5 meter -38 -2 -38 -2
dasar -46 -2 -46 -2
2011-2012 permukaan -56 -4 -48 -4
(n=5) 5 meter -50 -4 -58 -6
dasar -66 -4 -64 -4
Keterangan :
* Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000
** Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun 2001
0 Baik sekali (memenuhi baku mutu)
-1 s.d. -10 Baik (cemar ringan)
-11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang)
-31 Buruk (cemar berat)
29
(a)
(b)
(c)
Gambar 7. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 2 secara temporal
(a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
30
Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 7 terlihat bahwa grafik nilai indeks
STORET di Stasiun 2 memiliki pola yang berbeda pada setiap lapisan. Lapisan
permukaan cenderung lebih baik dibandingkan dengan lapisan pada kedalaman 5
meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada lapisan
permukaan tahun 2010, sedangkan nilai terendah terdapat pada lapisan dekat dasar
tahun 2009. Tahun 2012 di Stasiun 2 mengalami peningkatan pencemaran
berdasarkan hasil nilai indeks STORET dibandingkan dengan kondisi kualitas air
pada tahun 2010 dan berada pada status mutu air cemar berat. Parameter-
parameter kualitas air yang melampaui baku di Stasiun 2 disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun 2
Tahun Lapisan Parameter
H2S NH3 NO2-N Cl2 DO BOD COD Cu Zn Cd Pb Hg
2007
permukaan ● ● ● ● ● ● ●
5 meter ●
● ● ● ●
● ●
●
dasar ● ● ● ● ● ● ● ●
2008
permukaan ●
●
● ● ● ●
5 meter ●
● ●
● ●
●
dasar ●
● ● ●
● ● ● ●
2009
permukaan ● ● ● ● ● ● ●
5 meter ● ● ● ● ● ●
● ● ● ●
dasar ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
2010
permukaan ●
● ●
●
●
5 meter ●
●
● ●
●
●
dasar ●
● ● ●
●
2011-
2012
permukaan ● ● ● ● ● ● ● ●
5 meter ●
● ● ● ●
● ● ● ●
dasar ● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
● Parameter yang melebihi baku mutu
Berdasarkan Tabel 10 terlihat beberapa parameter kualitas air yang
melampaui baku mutu pada Stasiun 2 selama tahun 2007-2012 adalah sulfida,
amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD, tembaga, seng,
kadmium, timbal dan merkuri. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter
tersebut sehingga menimbulkan pencemaran di Stasiun 2 diduga bersumber dari
pencemaran aktivitas KJA. Waduk Cirata mendapatkan beban pencemaran
organik dari aktivitas KJA sebesar 425 ton organik/hari (Garno 2001).
31
f. Stasiun 3 (Batas zona KJA)
Stasiun 3 terletak pada koordinat 107o 19’70,7” LS dan 06
o 42’40,4” BT di
batas zona pemanfaatan KJA Waduk Cirata. Stasiun ini merupakan ujung zona
pemanfaatan yang ada di Waduk Cirata dari aktivitas KJA, perikanan tangkap,
lalu lintas wisata perahu, dan pemanfaatan lainnya. Terdapat trashboom yang
memisahkan antara zona pemanfaatan dan zona bahaya untuk kegiata PLTA
Cirata. Lokasi titik sampling Stasiun 3 dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil
perhitungan indeks STORET di Stasiun 3 menunjukan bahwa status mutu air
untuk kegiatan perikanan berada pada kondisi tercemar sedang sampai tercemar
buruk. Untuk kegiatan PLTA berada pada kondisi tercemar ringan. Tercemarnya
perairan di Stasiun 3 diduga berasal dari akumulasi pencemaran aktivitas
pemanfaatan KJA dan masukan dari sungai. Nilai indeks STORET di Stasiun 3
secara temporal disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 8.
Tabel 11. Nilai indeks STORET Stasiun 3 secara temporal
Tahun Lapisan Golongan/Kelas
C* D* III** IV**
2007 permukaan -38 -10 -38 -10
(n=4) 5 meter -40 -2 -40 -2
dasar -52 -2 -54 -2
2008 permukaan -36 -4 -32 -4
(n=4) 5 meter -54 -8 -48 -8
dasar -66 -8 -62 -8
2009 permukaan -32 -2 -32 -2
(n=4) 5 meter -44 -2 -38 -2
dasar -56 -2 -48 -2
2010 permukaan -30 0 -30 0
(n=4) 5 meter -52 -2 -52 -2
dasar -48 -2 -48 -2
2011-2012 permukaan -38 -4 -32 -4
(n=4) 5 meter -46 -2 -40 -2
dasar -54 -2 -46 -2
Keterangan :
* Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000
** Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun 2001
0 Baik sekali (memenuhi baku mutu)
-1 s.d. -10 Baik (cemar ringan)
-11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang)
-31 Buruk (cemar berat)
32
(a)
(b)
(c)
Gambar 8. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 3 secara temporal
(a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
33
Berdasarkan Tabel 11 dan Gambar 8 terlihat bahwa grafik nilai indeks
STORET di Stasiun 3 memiliki pola yang berbeda pada setiap lapisan. Lapisan
permukaan cenderung lebih baik di bandingkan dengan lapisan pada kedalaman 5
meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada lapisan
permukaan tahun 2010, sedangkan nilai terendah terdapat pada lapisan dekat dasar
tahun 2008. Kondisi saat ini pada tahun 2012 di Stasiun 3 berada pada status
mutu air cemar berat dan cenderung mengalami peningkatan pencemaran
dibandingkan dengan kondisi kualitas air pada tahun 2010. Parameter kualitas air
yang melampaui baku di Stasiun 3 disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di stasiun 3
Tahun Lapisan Parameter
H2S NH3 NO2-N Cl2 DO BOD COD Cu Zn Cd Pb Hg
2007
permukaan ● ● ● ● ● ● ● ● ●
5 meter
●
●
● ● ●
●
dasar ● ● ● ● ● ● ●
2008
permukaan
●
●
● ● ● ●
5 meter ●
● ● ● ● ● ● ●
●
dasar ●
● ● ●
● ● ● ●
2009
permukaan ● ● ● ● ● ●
5 meter ● ●
● ● ●
● ● ● ●
dasar ● ● ● ● ● ● ● ● ●
2010
permukaan ●
●
●
●
5 meter ●
● ● ● ●
●
●
dasar ●
● ● ● ●
●
2011-
2012
permukaan ● ● ● ● ● ● ●
5 meter
● ● ●
● ● ● ●
dasar ● ● ● ● ● ● ● ● ●
● Parameter yang melebihi baku mutu
Berdasarkan Tabel 12 terlihat beberapa parameter kualitas air yang
melampaui baku mutu pada Stasiun 3 selama tahun 2007-2012 adalah sulfida,
amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD, COD, tembaga, seng,
kadmium, timbal dan merkuri. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter
tersebut sehingga menimbulkan pencemaran di Stasiun 3 diduga bersumber dari
pencemaran aktivitas KJA serta akumulasi pencemaran dari berbagai sungai yang
menjadi inlet waduk Cirata.
34
g. Stasiun 4 (Outlet)
Stasiun 4 terletak pada koordinat 107o 20’72,7” LS dan 06
o 41’50,1” BT di
daerah intake DAM atau daerah pengeluaran air untuk produksi PLTA (outlet).
Kondisi stasiun ini bebas dari aktivitas KJA dan aktivitas-aktivitas pemanfaatan
waduk lainnya. Jarak dari trashboom sekitar 2 km dari zona pemanfaatan KJA.
Lokasi titik sampling 4 dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil perhitungan indeks
STORET di Stasiun 4 menunjukan bahwa status mutu air untuk kegiatan
perikanan berada pada kondisi tercemar sedang sampai tercemar buruk.
Sedangkan untuk kegiatan PLTA berada pada kondisi tercemar ringan.
Tercemarnya perairan di Stasiun 4 diduga berasal dari limpasan pencemaran
aktivitas pemanfaatan KJA dan sungai-sungai yang menjadi inlet Waduk Cirata.
Hal ini disebabkan tidak adanya aktifitas pemanfaatan apapun yang memiliki
dampak menimbulkan pencemaran di Stasiun 4. Nilai indeks STORET pada
Stasiun 4 secara temporal disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 9.
Tabel 13. Nilai indeks STORET Stasiun 4 secara temporal
Tahun Lapisan Golongan/Kelas
C* D* III** IV**
2007 permukaan -38 -4 -32 -4
(n=4) 5 meter -42 -2 -42 -2
dasar -62 -8 -62 -8
2008 permukaan -58 -10 -52 -10
(n=4) 5 meter -48 -10 -50 -10
dasar -64 -2 -58 -2
2009 permukaan -46 -4 -40 -4
(n=4) 5 meter -50 -2 -42 -2
dasar -40 -2 -38 -2
2010 permukaan -42 -2 -34 -2
(n=4) 5 meter -38 0 -38 0
dasar -58 -2 -56 -2
2011-2012 permukaan -42 -2 -40 -2
(n=5) 5 meter -46 -2 -40 -2
dasar -62 -4 -56 -4
Keterangan :
* Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000
** Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun 2001
0 Baik sekali (memenuhi baku mutu)
-1 s.d. -10 Baik (cemar ringan)
-11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang)
-31 Buruk (cemar berat)
35
(a)
(b)
(c)
Gambar 9. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 4 secara temporal
(a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
cemar ringan
cemar sedang
cemar berat
36
Berdasarkan Tabel 13 dan Gambar 9 terlihat bahwa grafik nilai indeks
STORET di Stasiun 4 memiliki pola yang berbeda pada setiap lapisan. Lapisan
permukaan cenderung lebih baik di bandingkan dengan lapisan pada kedalaman 5
meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada lapisan
permukaan tahun 2007, sedangkan nilai terendah terdapat pada lapisan dekat dasar
tahun 2008. Kondisi saat ini pada tahun 2012 di Stasiun 4 berada pada status
mutu air cemar berat dan cenderung mengalami peningkatan pencemaran
dibandingkan dengan kondisi kualitas air pada tahun 2009 dan 2010. Parameter
kualitas air yang melampaui baku di Stasiun 4 disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun 4
Tahun Lapisan Parameter
H2S NH3 NO2-N Cl2 DO BOD COD Cu Zn Cd Pb Hg
2007
permukaan ● ● ● ● ● ● ●
5 meter ● ● ● ● ● ●
● ●
●
dasar ● ● ● ● ● ● ● ● ●
2008
permukaan ● ●
●
● ● ● ●
5 meter ●
●
● ● ● ●
dasar ●
● ● ●
● ● ● ●
2009
permukaan ● ● ● ● ● ● ●
5 meter ● ●
● ● ●
● ● ● ●
dasar ● ● ● ● ● ● ● ●
2010
permukaan ● ●
● ● ●
●
●
5 meter ●
● ● ●
●
●
dasar ●
● ● ● ●
● ●
●
2011-
2012
permukaan ● ● ● ● ● ● ● ●
5 meter ●
●
●
● ● ● ●
dasar ● ● ● ● ● ● ● ●
● Parameter yang melebihi baku mutu
Berdasarkan Tabel 14 terlihat beberapa parameter kualitas air yang
melampaui baku mutu pada Stasiun 4 selama tahun 2007-2012 adalah sulfida,
amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD, tembaga, seng,
kadmium, timbal dan merkuri. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter
tersebut sehingga menimbulkan pencemaran di Stasiun 4 diduga bersumber dari
pencemaran aktivitas KJA serta akumulasi pencemaran dari berbagai sungai yang
menjadi inlet waduk Cirata.
37
4.1.3. Parameter kualitas air yang melebihi baku mutu periode 2007-2012
Kualitas air Waduk Cirata yang tercemar disebabkan oleh beberpa
parameter yang melebihi baku mutu. Setiap parameter yang mencemari perairan
memiliki sumber yang berbeda-beda. Berikut adalah parameter-paremeter yang
menyebabkan tercemarnya perairan Waduk Cirata.
a. Sulfida (H2S)
Secara parsial rata-rata konsentrasi sulfida di perairan Waduk Cirata dari 5
stasiun pengamatan adalah sebesar 0,069 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada
Stasiun 3 sebesar 0,144 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 1A sebesar
0,005 mg/l.
Gambar 10. Grafik sulfida rata-rata secara spasial dari tahun 2007-2011 (– baku
mutu, I rentang)
Berdasarkan Gambar 10 telihat bahwa rentang nilai konsentrasi tertinggi
terdapat pada Stasiun 2 dan Stasiun 3. Tingginya rata-rata konsentrasi sulfida pada
stasiun tersebut disebabkan konsentrasi sulfida yang berada pada lapisan dasar.
Sumber pencemaran sulfida diduga berasal dari limbah rumah tangga, sisa pakan,
dan kotoran ikan dari KJA yang terurai menjadi H2S.
b. Amonia (NH3-N)
Secara parsial rata-rata konsentrasi amonia di perairan Waduk Cirata dari 5
stasiun pengamatan adalah sebesar 0,014 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada
Stasiun 1B sebesar 0,018 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 2 sebesar
0,008 mg/l.
38
Gambar 11. Grafik amonia rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang)
Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa ada penurunan konsentrasi NH3-N
baik muara Sungai Citarum maupun Sungai Cisokan ke arah tengah waduk,
namun terjadi peningkatan kembali pada stasiun outlet waduk.
c. Nitrit (NO2-N)
Secara parsial rata-rata konsentrasi nitrit di perairan Waduk Cirata dari 5
stasiun pengamatan adalah sebesar 0,052 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada
Stasiun 3 sebesar 0,082 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 1A sebesar
0,035 mg/l.
Gambar 12. Grafik nitrit rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang)
Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa rentang nilai konsentrasi pada
seluruh stasiun telah melebihi baku mutu. Tingginya nilai konsentrasi nitrit pada
Stasiun 1A dan 1B diduga berasal dari limbah pertanian, pemukiman, dan industri
di DAS. Sumber nitrit yang terdapat dalam waduk biasanya berasal dari sungai
(Goldman dan Horne 1983).
39
d. Klorin Bebas (Cl2)
Secara parsial rata-rata konsentrasi klorin bebas di perairan Waduk Cirata
dari 5 Stasiun pengamatan adalah sebesar 0,308 mg/l. Nilai tertinggi terdapat
pada stasiun A1 sebesar 0,576 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 1B
sebesar 0,131 mg/l.
Gambar 13. Grafik klorin bebas rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang)
Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa rentang nilai konsentrasi klorin
bebas tertinggi pada stasiun 1A, hal ini diduga berasal dari limbah pabrik yang
ada di bagian hulu Sungai Citarum. Terdapat sekitar 394 industri yang membuang
limbah langsung ke badan air Sungai Citarum (Garno 2001). Klorin bebas
digunakan untuk membunuh bakteri pada pengolahan air limbah, apabila terdapat
dalam konsentrasi yang tinggi di perairan akan membunuh alga, plankton, dan
larva (Goldman dan Horne 1983).
e. Oksigen terlarut/Dissolved Oxygen (DO)
Secara parsial rata-rata konsentrasi oksigen terlarut (DO) di perairan Waduk
Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 3,29 mg/l. Nilai tertinggi terdapat
pada Stasiun 1B sebesar 3,59 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 3
sebesar 2,81 mg/l. Berdasarkan Gambar 14 terlihat bahwa konsentrasi DO secara
rata-rata masih berada dalam batas baku mutu, tetapi berdasarkan selang nilai
konsentrasi terlihat pada Stasiun 3 memiliki nilai DO di bawah baku mutu.
40
Gambar 14. Grafik DO rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang)
Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2000-2004, konsentrasi DO di
Waduk Cirata berkisar antara 4,4-5,7 mg/L. Berikut perkembangan nilai
konsentrasi DO dari tahun 2000-2011 disajikan pada Gambar 15. Berdasarkan
Gambar 16 terlihat adanya penurunan nilai rata-rata konsentrasi DO dari tahun
2000-2011.
Gambar 15. Grafik DO rata-rata secara temporal (– baku mutu)
g. Biological Oxygen Demand (BOD)
Secara parsial rata-rata konsentrasi Biological Oxygen Demand (BOD) di
perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 10,104 mg/l.
Konsentrasi pada stasiun 3 sebesar 11,049 mg/l dan nilai terendah terdapat pada
stasiun 4 sebesar 8,769mg/l.
41
Gambar 16. Grafik BOD rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang)
Berdasarkan Gambar 16 terlihat adanya perbedaan selang nilai konsentrasi
BOD antara Stasiun 3 dengan stasiun lainnya. Tingginya konsentrasi BOD di
stasiun 3 diduga berasal dari limbah organik aktivitas KJA. Limbah organik yang
dihasilkan oleh budidaya ikan KJA sekitar 148.782 ton/tahun atau 425 ton/hari
(Garno 2001). Tingginya rata-rata konsentrasi BOD di Stasiun 3 disebabkan
konsentrasi BOD yang berada pada lapisan dasar.
h. Tembaga (Cu)
Secara parsial rata-rata konsentrasi tembaga (Cu) di perairan Waduk Cirata
dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,033 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada
stasiun 4 sebesar 0,038 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 1A sebesar
0,030 mg/l. Berdasarkan Gambar 17 terlihat adanya peningkatan nilai tembaga
baik dari muara Sungai Citarum maupaun Sungai Cisokan ke arah tegah dan terus
meningkat pada outlet waduk.
Gambar 17. Grafik tembaga rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang)
42
i. Seng (Zn)
Secara parsial rata-rata konsentrasi seng (Zn) di perairan Waduk Cirata dari
5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,034 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada
stasiun 1B sebesar 0,022 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar
0,045 mg/l. Berdasarkan Gambar 18 terlihat adanya sedikit peningkatan
konsentrasi seng dari muara Sungai Citarum, sedangkan dari muara Sungai
Cisokan terlihat peningkatan konsentrasi seng yang cukup signifikan ke arah
tengah, namun kembali menurun ke arah outlet waduk. Tingginya konsentrasi
seng di Stasiun 1A diduga berasal dari limbah industri yang berada di hulu Sungai
Citarum.
Gambar 18. Grafik seng rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang)
j. Timbal (Pb)
Secara parsial rata-rata konsentrasi timbal (Pb) di perairan Waduk Cirata
dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,021 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada
stasiun 1B sebesar 0,033 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar
0,018 mg/l. Berdasarkan Gambar 19 terlihat nilai konsentrasi timbal dari muara
Sungai Citarum hingga outlet terjadi fluktuasi namun tidak terlalu besar.
Sedangkan dari muara Sungai Cisokan terlihat penurunan konsentrasi hingga
tengah dan kembali sedikit meningkat ke arah outlet waduk.
43
Gambar 19. Grafik timbal rata-rata secara spasial (– baku mutu, I rentang)
4.1.4. Status mutu air dengan dan tanpa parameter mikrobiologi
Pada perhitungan nilai indeks STORET sebelumnya tidak disertakan
parameter-paremeter mikrobiologi seperti fecal colifom dan total coliform. Hal
ini kurang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 82 tentang pengolahan kualitas air dan pengendalian limbah
perairan. Menurut peraturan tersebut, parameter mikrobiologi memiliki bobot nilai
indeks STORET yang lebih besar dari pada parameter fisika dan kimia. Alasan
tidak disertakannya parameter biologi dalam perhitungan sebelumnya karena
parameter mikrobiologi tidak tersedianya data parameter mikrobiologi pada setiap
kedalaman. Data parameter mikrobiologi hanya ada pada lapisan permukaan.
Perhitungan nilai indeks STORET pada setiap lapisan kedalaman tidak
disertakan parameter mikrobiologi. Apabila parameter mikrobiologi disertakan
dalam perhitungan, maka hasil nilai indeks STORET pada lapisan permukaan
akan memiliki nilai yang lebih rendah disebabkan jumlah parameter yang
disertakan dalam perhitungan lebih banyak. Berdasarkan informasi tersebut maka
lapisan permukaan tidak bisa dibandingkan dengan lapisan kedalaman 5 meter
dan kedalaman dekat dasar. Tabel 15 ditampilkan perbedaan hasil perhitungan
nilai indeks STORET dengan dan tanpa parameter mikrobiologi.
44
Tabel 15. Nilai indeks STORET dengan dan tanpa parameter mikrobiologi
Stasiun Baku Mutu
Dengan PM* Tanpa PM*
C** D** C** D**
1A -166 -52 -116 -20
1B -140 -52 -120 -8
2 -132 -52 -112 -8
3 -136 -52 -120 -8
4 -140 -10 -124 -8
Keterangan :
* Parameter Mikrobiologi
** Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 tahun 2000
0 Baik sekali (memenuhi baku mutu)
-1 s.d. -10 Baik (cemar ringan)
-11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang)
-31 Buruk (cemar berat)
Berdasarkan Tabel 15 terlihat adanya perbedaan antara perhitungan nilai
indeks STORET yang menggunakan dan tanpa parameter biologi. Nilai indeks
STORET golongan D yang tidak menggunakan parameter biologi memiliki status
cemar ringan, tetapi apabila ditambahkan parameter biologi dalam perhitungan
nilai indeks STORET, statusnya berubah menjadi cemar berat. Perbedaan nilai ini
dikarenakan oleh bobot nilai parameter biologi lebih tinggi dibandingkan dengan
parameter fisika dan kimia (PPRI 2001). Selain itu jumlah pengamatan terhadap
stasiun pengamatan juga mempengaruhi nilai indeks STORET. Pada perhitungan
Tabel 15 digunakan data dari tahun 2007-2012 sebanyak 21 data sehingga
nilainya dua kali lipat lebih besar dalam perhitungan-perhitungan sebelumnya.
Bobot nilai tiap parameter dapat dilihat pada Tabel 3.
4.2. Pembahasan
Waduk Cirata merupakan salah satu dari waduk kaskade Sungai Citarum,
dengan kualitas air yang secara eksternal sangat dipengaruhi oleh kualitas air
sungai-sungai yang bermuara di Waduk Citara. Di sisi lain, secara internal
kualitas air sangat ditentukan oleh besar kecilnya aktivitas budidaya ikan dalam
Keramba Jaring Apung (KJA) (Purnamaningtyas dan Tjahjo 2008). Kegiatan
utama yang ada di Waduk Cirata saat ini adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air
45
(PLTA) untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa-Bali dan Budidaya ikan
menggunakan sistem KJA. Hasil analisis data kualitas air tampak bahwa kondisi
perairan Waduk Cirata telah tercemar sedang hingga tercemar berat untuk
kegiatan perikanan serta tercemar ringan untuk kegiatan PLTA. Berdasarkan
kedalamannya, kualitas air pada permukaan lebih baik dibandingkan dengan
kedalaman 5 meter maupun pada kedalaman dekat dasar (p<0.05).
Secara temporal dari tahun 2007-2011 dengan data setiap 3 bulan tampak
bahwa ada fluktuasi nilai indeks STORET. Nilai indeks STORET tertinggi secara
umum terdapat pada tahun 2010.
Gambar 20. Nilai indeks STORET tahun 2007-2011
Berdasarkan Gambar 20 terlihat bahwa adanya fluktuasi nilai indeks
STORET untuk kegiatan perikanan maupun untuk kegiatan PLTA. Fluktuasi
tersebut lebih disebabkan oleh periode pengambilan sampel pada tiap tahunnya.
Terlihat bahwa adanya pola yang hampir sama setiap tahunnya yaitu nilai indeks
STORET terendah terdapat pada periode 3. Rendahnya nilai indeks STORET
pada periode 3 diduga disebabkan karena pada periode 3 merupakan musim hujan.
Pada saat musim hujan akan terjadi pencampuran massa air pada kolom perairan
(upwelling), selain itu Waduk Cirata akan menerima beban pencemaran yang
lebih banyak pada musim hujan seperti air sungai yang lebih keruh, erosi, dan
limpasan air dari tata guna lahan disekitar waduk. Adapun untuk melihat
perbandingan nilai indeks STORET pada tahun 2007-2011 dengan tahun-tahun
sebelumnya disajikan pada Gambar 21.
46
Gambar 21. Nilai indeks STORET tahun 2000-2011 ( Gol. C)
(Sumber: Feriningtyas 2005)
Berdasarkan Gambar 21 terlihat bahwa nilai indeks STORET pada tahun
2007-2011 cenderung lebih stabil berada pada kisaran -36 hingga -31, sedangkan
pada tahun 2000-2004 terjadi fluktuasi yang cukup signifikan dengan kisaran -52
hingga -28. Kondisi kualitas air pada tahun 2011 lebih baik dibandingkan dengan
tahun 2004. Hal ini diduga karena jumlah KJA pada periode 2000-2004 terjadi
peningkatan yang sangat pesat, sedangkan jumlah KJA pada periode 2007-2011
tidak terlalu meningkat (BPWC 2011). Perbedaan nilai indeks STORET pada
periode 2000-2004 dengan 2007-2011 juga disebabkan adanya perbedaan jumlah
parameter yang dianalisis.
Secara spasial kondisi kualitas air Waduk Cirata berada pada kisaran
tercemar sedang hingga tercemar berat untuk kegiatan perikanan, sedangkan
kondisi kualitas air Waduk Cirata berada pada kisaran tercemar ringan untuk
kegiatan PLTA. Stasiun yang memiliki nilai indeks STORET tertinggi terdapat di
stasiun 1B (muara Sungai Cisokan) sedangkan stasiun yang memiliki nilai indeks
STORET terendah terdapat di Stasiun 3 (batas zona pemanfaatan Waduk Cirata).
Nilai indeks STORET untuk setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 22.
cemar sedang
cemar berat
cemar ringan
47
Gambar 22. Nilai indeks STORET secara spasial di Waduk Cirata
Berdasarkan Gambar 22 terlihat fluktuasi nilai indeks STORET. Adanya
peningkatan nilai indeks STORET dari Muara Sungai Citarum menuju daerah
tengah waduk, hal ini disebabkan oleh terjadinya pengenceran konsentrasi
pencemaran yang berasal dari Sungai Citarum dengan sungai-sungai lainnya di
daerah tengah, sehingga konsentrasi setiap parameter pencemaran yang ada di
muara Sungai Citarum mengalami penurunan konsentrasi di tengah waduk.
Berbeda dengan kondisi Muara Sungai Citarum, hasil pengamatan di Muara
Sungai Cisokan menuju tengah waduk mengalami penurunan indeks STORET.
Setelah melewati zona pemanfaatan waduk mengalami penurunan nilai
indeks STORET di Stasiun 3 batas zona pemanfaatan Waduk Cirata. Hal ini
disebabkan oleh aktivitas pemanfaatan yanag ada di dalam Waduk Cirata seperti
KJA, sehingga konsentrasi parameter pencemaran meningkat dibanding di tengah
waduk. Namun terjadi peningkatan kembali nilai indeks STORET pada outlet
Waduk Cirata setelah melewati batas zona pemanfaatan. Hal ini disebabkan tidak
adanya aktivitas apapun dari batas zona pemanfaatan hingga outlet. Kondisi
tersebut diduga bahwa terjadi pengendapan bahan-bahan pencemar sehingga
pencemaran Stasiun outlet berkurang.
Berdasarkan nilai indeks STORET dan parameter-parameter kualitas air
yang melebihi baku mutu di setiap stasiun, terdapat dua sumber pencemaran
berbeda yang mencemari perairan Waduk Cirata. Sumber pencemaran secara
umum dapat dikategorikan menjadi point source dan non-point source (Effendi
48
2003). Pengaruh secara eksternal dapat diidentifikasi di Stasiun 1A dan Stasiun
1B yang terdapat di muara sungai, sedangkan secara internal dapat diidentifikasi
di Stasiun 3 yang merupakan daerah padat KJA.
Rendahnya nilai indeks STORET pada Stasiun 1A (Muara Sungai Citarum)
diduga berasal dari pencemaran yang ada di bagian hulunya. Bagian hulu Sungai
Citarum terdapat beberapa tata guna lahan seperti pertanian, pemukiman, dan
industri. Berdasarkan citra satelit tahun 1994 dan 2001, membuktikan perubahan
tata guna lahan yang cukup signifikan. Luasan sawah dan hutan semakin
menurun digantikan dengan pemukiman dan industri (Rohmat 2010). Semakin
kecil tutupan hutan dalam sub DAS maka kondisi kualitas air sungai semakin
buruk, terutama akibat adanya pertanian dan pemukiman (Supangat 2008).
Sumber pencemaran utama pada Sungai Citarum hulu berasal dari limbah
domestik dan industri. Buangan limbah industri menurunkan kualitas air Sungai
Citarum mulai dari Majalaya sampai muara Waduk Saguling, sehingga kualitas
air tidak sesuai peruntukannya. Beban pencemaran Citarum hulu merupakan
beban bagi Waduk Saguling, Cirata, dan Juanda (Bukit 2001). Waduk Cirata
menerima masukan air melalui Sungai Citarum dari Waduk Saguling. Kematian
masal ikan terjadi di Waduk Saguling akibat tercemarnya perairan oleh limbah
industri dan pemukiman (Garno 2001). Buruknya kualitas air yang ada di Waduk
Saguling akan terbawa ke Waduk Cirata melalui aliran Sungai Citarum.
Kandungan yang terdapat di dalam air seperti logam berat akan terendapkan atau
terbawa oleh aliran arus secara gravitasi ke arah yang lebih rendah (Sudarwin
2008). Perubahan keadaan DAS Citarum hulu akan memperngaruhi kondisi dan
terkonsentrasi di Waduk Cirata (Poerbandono et al. 2006).
Sepanjang DAS Citarum terdapat sekitar 394 industri yang besar industri-
industri tersebut membuang limbahnya langsung ke badan air Sungai Citarum
(Lampiran 6). Berdasarkan hasil penelitian, tingginya konsentrasi tembaga,
kadmium, timbal, seng, nitrit, serta klorin bebas yang melebihi baku mutu pada
stasiun 1A, dapat diduga bahwa Sungai Citarum merupakan salah satu sumber
pencemaran di Waduk Cirata. Sungai Citarum memiliki kandungan beberapa
logam berat seperti Hg, Cd, Pb, dan Zn yang jauh berada di atas baku mutu yang
telah ditetapkan, demikian pula dengan parameter kualitas air lainnya seperti H2S,
49
nitrit, dan klorin bebas (Garno 2001). Tingginya nilai nitrit di stasiun 1A lebih
dipengaruhi oleh aktivitas rumah tangga di sekitar stasiun pengamatan.
Konsentrasi nitrit dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat di daerah aliran sungai,
hal itu akan menyebabkan penurunan kualitas air (Mustapha 2008). Berdasarkan
hasil tersebut, Sungai Citarum memberikan pengaruh pencemaran logam berat
dan beberapa parameter kualitas air lainnya terhadap perairan Waduk Cirata.
Stasiun yang memiliki pengaruh dari sungai lainnya yaitu stasiun 1B
(Muara Sungai Cisokan). Stasiun ini memiliki nilai indeks STORET yang lebih
tinggi dibandingkan dengan stasiun pengamatan yang lainnya. Kondisi status air
di stasiun ini berada pada kisaran tercemar sedang. Tingginya kualitas air dari
pada stasiun yang lainnya disebabkan oleh tata guna lahan di sekitar DAS Cisokan
masih baik. Walaupun demikian, berdasarkan hasil pengamatan pada stasiun ini
memiliki kandungan konsentrasi timbal tertinggi diantara stasiun lainnya.
Stasiun lain yang diduga terdapat sumber pencemaran bagi Waduk Cirata
yaitu Stasiun 3 (batas zona KJA). Rendahnya nilai indeks STORET pada Stasiun
3 diduga karena adanya pencemaran dari berbagai sumber karena stasiun ini
merupakan akhir dari zona pemanfaatan Waduk Cirata. Pada lokasi ini terdapat
beberapa pemanfaatan yang menyebabkan tercemarnya Waduk Cirata seperti
aktivitas KJA, lalu lintas wisata perahu, dan restoran apung. Waduk Cirata
tercemat berat oleh limbah organik, yang utamanya dari KJA (Garno 2001).
Waduk Cirata mendapatkan masukan limbah organik langsung yang sangat
besar dari pembesaran ikan di KJA yakni sekitar 148.782 ton organik/tahun atau
425 ton organik/perhari (Garno 2001). Tingginya kandungan rata-rata konsentrasi
BOD 11,36 mg/L dan rendahnya kandungan DO 2,81 mg/L dibandingkan dengan
stasiun pengamatan yang lain, fenomena ini dapat menjelaskan bahwa penurunan
kualitas air di stasiun 3 disebabkan oleh pencemaran organik dari kegiatan
pembesaran ikan di KJA. Menurut (BPWC 2011), jumlah KJA di Waduk Cirata
adalah 51.030 petak, sedangkan yang aktif beroperasi sebanyak 48.591 petak.
Jumlah tersebut sudah jauh melebihi batas yang ditetapkan oleh SK Gub. Jawa
Barat No. 41 Tahun 2002. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan Waduk Cirata
berdasarkan konsentrasi fosfat berada pada kisaran eutrofik hingga hipereutrofik
(Purnamaningtyas dan Tjahjo 2008). Hal tersebut, berarti usaha pengembangan
50
ikan dalam KJA telah melebihi daya dukung perairan dan cenderung telah
mencemari perairan. Pada peta pengamatan (Gambar 3) dapat dilihat bahwa
stasiun 3 terletak pada daerah penyempitan waduk yang akan menuju outlet
sehingga besar kemungkinan terjadinya akumulasi pencemaran dari beberapa
sumber pencemaran lainnya seperti sungai. Sehingga berdasarkan hasil penelitian
ini, kegiatan KJA memberikan pengaruh pencemaran bahan organik tehadap
perairan Waduk Cirata.
Status mutu air Waduk Cirata secara temporal maupun spasial berada pada
kisaran cemar sedang hingga cemar berat untuk kegiatan perikanan dan berada
pada kisaran cemar ringan untuk kegiatan PLTA. Perkembangan kondisi kualitas
air dari tahun 2000-2011 terlihat masih berada pada kisaran yang sama, tidak
terlihat adanya penurunan ataupun peningkatan yang signifikan. Secara eksternal
kualitas perairan sangat dipengaruhi oleh kualitas air Sungai Citarum dan Cisokan
sedangkan secara internal kualitas air dipengaruhi oleh kegiatan KJA. Pengaruh
pencemaran yang berasal dari Sungai Citarum yaitu pencemaran logam berat dan
parameter kualitas air lainnya seperti Cu, Cd, Zn, NO2-N, dan Cl bebas.
Pencemaran yang dapat diidentifikasi berasal dari Sungai Cisokan adalah Pb.
Pencemaran tersebut diduga karena pada stasiun 1A terdapat nilai konsentrasi
parameter-parameter tersebut yang tidak sesuai peruntukannya. Pengaruh
pencemaran lain yang berasal dari kegiatan di dalam waduk dapat diidentifikasi
bersumber dari aktivitas KJA. Hal ini hal ini disebabkan rendahnya konsentrasi
DO dan tingginya konsentrasi parameter organik seperti H2S, DO, BOD, dan
COD di Stasiun 3 dibandingakan dengan stasiun lainnya.
DAS Citarum hulu telah tercemar. Beban pencemaran organik dari industri
di hulu Citarum telah melampaui daya tampung sungai sehingga kualitas air pada
musim kemarau tidak memenuhi baku mutu air yang telah ditetapkan. Sumber
pencemaran utama pada Citarum hulu berasal dari limbah domestik dan industri
(Bukit 2001). Buruknya kualitas air DAS Citarum hulu terendapkan di Waduk
Saguling sebelum mengalir ke Waduk Cirata. Namun, sedikit banyaknya
pencemaran yang ada di Waduk Saguling akan berdampak terhadap kondisi
kualitas air yang ada di Waduk Cirata, begitu pun dengan dampak yang akan
diterima oleh waduk Ir. H Djuanda. Perlu adanya pengelolaan Waduk Cirata
51
untuk menjaga kelestariannya. Pengelolaan waduk kaskade seperti Waduk Cirata
ini tidak bisa terpisahkan dari pengelolaan waduk-waduk lainnya dalam satu
kesatuan. Peranan dari setiap stakeholder sangat berpengaruh dalam melakukan
pengelolaan waduk secara terpadu seperti intansi pemerintah, badan pengelola,
tokoh masyarakat, dan pelaku kegiatan. Waduk-waduk yang berada di DAS
Citarum ini memiliki badan pengelolaan yang berbeda-beda sehingga perlu
adanya forum yang menjadi penghubung baik badan pengelola Waduk Saguling,
Waduk Cirata, Waduk Ir.H. Djuanda maupun pengelola DAS Citarum.
52
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Status mutu air Waduk Cirata secara temporal maupun spasial berada pada
kisaran cemar sedang hingga cemar berat untuk kegiatan perikanan dan berada
pada kisaran cemar ringan untuk kegiatan PLTA. Secara eksternal kualitas
perairan Waduk Cirata sangat dipengaruhi oleh kualitas air Sungai Citarum dan
Cisokan, sedangkan secara internal kualitas perairan dipengaruhi oleh kegiatan
KJA. Pengaruh pencemaran yang berasal dari Sungai Citarum dan Cisokan
adalah pencemaran logam berat dan parameter kualitas air lainnya seperti Cu, Cd,
Zn, Pb, NO2-N, dan Cl bebas. Pengaruh pencemaran yang berasal dari KJA
adalah pencemaran bahan organik seperti H2S, DO, dan BOD.
5.2. Saran
• Berdasarkan konsentrasi yang sering melebihi baku mutu, maka parameter
H2S, NH3, NO2-N, Cl2, DO, BOD, COD, Cu, Zn, Cd, Pb, dan Hg agar tetap
dilakukan pengamatan untuk mengetahui perkembangan kualitas air di Waduk
Cirata kedepannya.
• Perlu dilakukan kajian kualitas air terhadap aktivitas lain selain KJA dan
sungai-sungai yang belum sempat dilakukan pengamatan oleh Penulis untuk
megetahui pengaruh pencemaran dari sungai lainnya.
• Nilai indeks STORET akan lebih representatif apabila melibatkan parameter
biologi disertai parameter fisika dan kimia dalam perhitungan.
53
DAFTAR PUSTAKA
APHA. 1989. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater.
20th edition. American Public Health Association. Washington DC.
Bappeda. 2003. Rencana tata ruang wilayah Propinsi Jawa Barat.
Bappenas. 2010. Roadmap untuk Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu Wilayah
Sungai Citarum. Direktorat Pengairan dan Irigasi.
BPWC. 2011. Laporan Akhir Pemantauan Kualitas Air Waduk Cirata 2011.
Badan Pengelola Waduk Cirata. Bandung.
BPWC. 2011. Laporan Sensus Keramba Jaring Apung PT Cikal. Badan Pengelola
Waduk Cirata. Bandung.
Bukit NT. 2001. Pengaruh Air Buangan Terhadap Mutu Air Sungai Citarum.
Prosiding Loka Karya Selamatkan Air Citarum. Serpong, Indonesia.
Cole GA. 1988. Textboox of Limnology. Third Edition. USA. Waveland Press
Inc. Illinois.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan
Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Effendi H. 2003. Telaah kualitas air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Feriningtyas D. 2005. Perubahan Spasial dan Temporal Kualitas Air Waduk
Cirata, Jawa Barat selama Periode 2000-2004 [skripsi]. Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Garno Y Soetrisno. 2001. Status dan Karakteristik Pencemaran di Waduk
Kaskade Citarum. Jurnal teknologi lingkungan Vol.2. No.2.
Garno Y Soetrisno. 2002. Kualitas perairan Waduk Cirata : Dinamika Kualitas
Air di Dua Lokasi yang Berbeda Jumlah Keramba Jaring Apungnya.
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol.3. No.1 50-60.
Goldman CR dan Horne AJ. 1983. Limnology. McGraw-Hill. International Book
Campany.
Gunawan W, Zahidah, dan Mulyanti D. 2007. Model Eutrofikasi Merancang
Kebijakan Pengelolaan Waduk yang Berkelanjutan melalui Pendekatan
System Dinamics.
54
Kepmen LH . 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tentang
Pedoman Penentuan Status Mutu Air.
Kibria Golam, Nugegoda Dayanthi, Lam Paul, dan Fairclough Robert . 1996.
Aspect of Phosphorus Pollution from Aquaculture. The Iclarm Quarterly.
Naga.
Komarawidjaja W, Sukimin S, dan Arman E. 2005. Status kualitas air Waduk
Cirata dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ikan Budidaya. BPPT.
Jakarta.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradya Paraminta. Jakarta.
Mustapha MK. 2008. Assaessment of the Water Quality of Oyun Reservoir, Offa,
Nigeria, Using Selected Physico-chemical Parameters. Turkish Journal of
Fisheries and Aquatic Science 8:309-319.
PPRI. 2001. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001. Tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Perairan.
Oktaviana IS. 2007. Kajian Kualitas Air Waduk Cirata sebagai Area Budidaya
Ikan Menggunakan Kolam Jaring Apung [skripsi]. Program Studi Teknik
Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi
Bandung. Bandung.
Perda No. 39 tahun 2000. Tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada
Sungai Citarum dan Anak-anak Sungainya di Jawa Barat.
Poerbandono, Bahsyar Ahmad, Harto Agung B, dan Rallyanti Puteri. 2006.
Perubahan Perilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum dengan
Pemodelan Spasial. Infrastruktur dan Lingkungnan Binaan. Volume II
Nomor 2 .
Pratiwi Yuli. 2010. Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah Industri Tekstil
Berdasarkan Nutrion Value Coeficient Bioindikator. Jurnal teknologi.
Volume 3 Nomor 2 129-137.
Purnamaningtyas SE dan Tjahjo DHW. 2008. Pengamatan Kualitas Air untuk
Mendukung Perikanan di Waduk Cirata, Jawa Barat. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia. Vol.14 No.2 173-180.
Puslitbang SDA. 2004.Pengelolaan Danau dan Waduk di Indonesia
Rikardi N. 2008. Evaluasi Kondisi Kualitas Air Waduk Ir. H. Djuanda
Purwakarta, untuk Baku Air Minum dan Perikanan pada Bulan Februari –
Mei 2007 [skripsi]. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rohmat D. 2010. Upaya Konservasi untuk Kesinambungan Ketersediaan Sumber
Daya Air: Kasus DAS Citarum. Seminar dalam Rangka Memperingati
55
Hari Air “air untuk kehidupan manusia”. Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung. Indonesia.
Sudarwin. 2008. Analisis Spasial Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cd) pada
Sedimen Aliran Sungai dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah
Jatibarang Semarang [tesis]. Program pascasarjana. Universitas
Diponogoro.
Supangat AB. 2008. Pengaruh berbagai penggunaan lahan terhadap kualitas air
sungai di kawasan hutan pinus di Gombong, Kebumen, Jawa tengah.
Jurnal penelitian hutan dan konservasi alam vol.V No.3 : 267-267.
Tarmidi, LT. 1999. Krisis moneter Indonesia:sebab, dampak, peran IMF dan
saran. Ekonomi moneter dan perbankan. Jakarta.
UP Cirata. 2008. Pematokan dan Pengukuran Sedimentasi Waduk Cirata. Unit
Pembakitan Cirata.
UU. 2004. Undang-Undang No. 7 Tentang Sumber Daya Air.
Wardhana. WA. 2004. Dampak pencemaran lingkungan. Andi. Yogyakarta.
Wetzel RG dan Likens GE. 1991. Limnological analyses. 2nd
. Springer-Verlag.
New York.
56
LAMPIRAN
57
Lampiran 1. Lokasi pengambilan contoh
Stasiun (4) Stasiun (3)
Stasiun (2) Stasiun (1A)
Stasiun (1B) Stasiun (1C)
Stasiun (1D)
58
Lampiran 2. Contoh perhitungan indeks STORET
Stasiun 1A (Muara Sungai Citarum)
Tahun 2007
Kedalaman Dekat dasar
Parameter
Periode Baku mutu Nilai Pegamatan SKOR
1 2 3 4 C* D* III** IV** Max Min Rata C* D* III** IV**
FISIKA
Temperatur 26,6 27 26,8 26,6 dev 3 n dev 3 dev 5 27,0 26,6 26,8
Residu terlarut 180 144 181 250 1000 1000 1000 2000 250,0 144,0 188,8
Zat tersuspensi 11 32 20 22 400 400 32,0 11,0 21,3
Kekeruhan 12 15 15,0 12,0 13,5
D H L 268 210 264 363 2250 363,0 210,0 276,3
Transparensi 0 - - - 0,0 0,0 0,0
KIMIA
pH 7,5 7,4 6,97 7,46 6-9 5-9 6-9 5-9 7,5 7,0 7,3
CO2 bebas 11,9 19,8 63,4 11,9 63,4 11,9 26,7
HCO3 149,6 110,8 199,4 116,3 199,4 110,8 144,0
Kesadahan (CaCO3) 56,045 36 44 48 56,0 36,0 46,0
Sulfida (H2S) 0 0,009 0,037 0,009 0,002 0,002 0,037 0,000 0,014 -8 -8
Ammonia (NH3) 0,004 0,001 0,01 0,005 0,020 0,010 0,001 0,005
Nitrit (NO2-N) 0,089 0,006 0,167 0,031 0,060 0,060 0,167 0,006 0,073 -8 -8
Nitrat (NO3-N) 1,371 0,897 1,073 1,611 20 20 1,611 0,897 1,238
Fosfat (PO4) 0,239 0,205 0,169 0,254 1 5 0,254 0,169 0,217
Klorin bebas (Cl2) 0 0 1,8 0,72 0,003 0,003 1,800 0,000 0,630 -8 -8
Oksigen Terlarut (DO) 3,66 3,19 1 1,1 3 3 3,7 1,0 2,2 -8 -8
C O D 19,03 15,53 23,3 24,56 50 100 50 100 24,6 15,5 20,6
B O D 15,2 12,42 17,48 19,64 6 12 6 12 19,6 12,4 16,2
-
10
-
10 -10 -10
Minyak dan Lemak 0 0 0 0 1000 1000 0,000 0,000 0,000
Fluorida (F) 0,194 0,133 0,126 0,143 1,500 1,500 0,194 0,126 0,149
Besi (Fe) 0,15 0 0,561 0,38 0,561 0,000 0,273
Air Raksa (Hg) (ppb) 0,86 0,23 1,36 0,13 2 5 2 5 1,360 0,130 0,645
Nikel (Ni) 0 0,0171 0 0 0,500 0,017 0,000 0,004
Tembaga (Cu) 0,0082 0 0 0,004 0,020 0,200 0,002 0,200 0,008 0,000 0,003 -8
Seng (Zn) 0,0116 0,132 0,022 0,01 0,020 2,000 0,050 2,000 0,132 0,010 0,044 -8 -2
Krom hexavalen (Cr6+) 0 0 0 0 0,050 1,000 0,050 0,001 0,000 0,000 0,000
Kadmium (Cd) 0 0,0092 0,0006 0 0,010 0,010 0,010 0,010 0,009 0,000 0,002
Timbal (Pb) 0,01 0,00 0 0 0,030 1,000 0,030 1,000 0,009 0,000 0,002
Arsen (As) 0,00 0,00 0 0,0014 1,000 1,000 1,000 1,000 0,001 0,000 0,000
Selenium (Se) 0,001 0 0,005 0 0,050 0,050 0,050 0,050 0,005 0,000 0,002
Surfaktan 0,019 0,019 0 0,025 0,025 0,000 0,016
Fenol 0 0 0 0 0,000 0,000 0,000
Mangan (Mn) 0,0811 0,02 0 0,057 2,000 0,081 0,000 0,040
Natrium (Na) 40 0 0,377 0 40,000 0,000 10,094
BIOLOGI
MPN E.coli 240000 90 1100 2400 100 1000 2000 2000 240000 90 60898
MPN Coliform 460000 150 2400 4600 100 1000 10000 10000 460000 150 116788
Nilai Indeks STORET -
50 -
10 -52 -10
59
Stasiun 1B (Muara Sungai Cisokan)
Tahun 2008 Kedalaman Kedalaman 5 meter
Parameter
periode C* D* III** IV**
Nilai Pengamatan SKOR
1 2 3 4 max min rata C* D* III** IV**
FISIKA
Temperatur 28,7 27,8 27,8 28,4 dev 3 n dev 3 dev 5 28,700 27,800 28,175
Residu terlarut 118 102 123 70 1000 1000 1000 2000 123,000 70,000 103,250
Zat tersuspensi 5,3 0,9 8,4 89 400 400 89,000 0,900 25,900
Kekeruhan 3,73 0,29 10 102 102,000 0,290 29,005
D H L 171 148 178 - 2250 178,000 148,000 165,667
Transparensi - - - 66 66,000 66,000 66,000
KIMIA
pH 7,8 7,55 7,25 7,11 6-9 5-9 6-9 5-9 7,800 7,110 7,428
CO2 bebas 23,76 7,92 15,84 11,88 23,760 7,920 14,850
HCO3 83,1 105,26 77,56 88,64 105,260 77,560 88,640
Kesadahan (CaCO3) 28 48 58 44 58,000 28,000 44,500
Sulfida (H2S) 0 0,016 0 0,095 0,002 0,002 0,095 0,000 0,028 -8 -8
Ammonia (NH3) 0,007 0,005 0,010 0,009 0,020 0,010 0,005 0,008
Nitrit (NO2-N) 0,011 0,013 0,072 0,043 0,060 0,060 0,072 0,011 0,035 -2 -2
Nitrat (NO3-N) 0,517 0,92 2,760 3,910 20 20 3,910 0,517 2,027
Fosfat (PO4) 0,194 0,477 0,205 0,495 1 5 0,495 0,194 0,343
Klorin bebas (Cl2) 0 0 0 0 0,003 0,003 0,000 0,000 0,000
Oksigen Terlarut (DO) 3,5 2 7,5 6,6 3,000 3,000 7,500 2,000 4,900 -2 -2
C O D 15,38 14,58 14,76 9,45 50 100 50 100 15,380 9,450 13,543 0
B O D 8,46 7,36 11,81 7,09 6 12 6 12 11,810 7,090 8,680
-
10 -10
Minyak dan Lemak 0 0 0 0 1000 1000 0,000 0,000 0,000
Fluorida (F) 0,085 0,45 0,337 0 1,500 1,500 0,450 0,000 0,218
Besi (Fe) 0,13 0 0,266 1,276 1,276 0,000 0,418
Air Raksa (Hg) (ppb) 0,089 0,08 0 0,05 2,000 5,000 2,000 5,000 0,089 0,000 0,055
Nikel (Ni) 0 0 0 0 0,500 0,000 0,000 0,000
Tembaga (Cu) 0,026 0,009 0,026 0,075 0,020 0,200 0,002 0,200 0,075 0,009 0,034 -8 -10
Seng (Zn) 0,015 0 0,056 0,017 0,020 2,000 0,050 2,000 0,056 0,000 0,022 -8 -2
Krom hexavalen (Cr6+) 0 0 0 0,000 0,050 1,000 0,050 0,001 0,000 0,000 0,000
Kadmium (Cd) 0,001 0,009 0,000 0,007 0,010 0,010 0,010 0,010 0,009 0,000 0,004
Timbal (Pb) 0 0,222 0,000 0,000 0,030 1,000 0,030 1,000 0,222 0,000 0,055 -8 -8
Arsen (As) 0,0003 0,0012 0,0014 0,002 1,000 1,000 1,000 1,000 0,002 0,000 0,001
Selenium (Se) 0,004 0,005 0,001 0 0,050 0,050 0,050 0,050 0,005 0,000 0,003
Surfaktan 0,018 0,042 0 0,027 0,042 0,000 0,022
Fenol 0 0 0 0 0,000 0,000 0,000
Mangan (Mn) 0,05 0,055 0 0,057 2,000 0,057 0,000 0,041
Natrium (Na) 0,1404 0 0,225 0 0,225 0,000 0,091
BIOLOGI
MPN E.coli 9 - - 100 1000 2000 2000 9,000 9,000 9,000
MPN Coliform 23 - - 100 1000 10000 10000 23,000 23,000 23,000
Nilai indeks STORET -46 0 -42 0
60
Stasiun 2 (Tengah Waduk Cirata)
Tahun 2009 Kedalaman Permukaan
Parameter
periode Baku mutu Nilai Pengamatan SKOR
1 2 3 4 C* D* III** IV** max min rata C* D* III** IV**
FISIKA
Temperatur 28 30,7 29,9 30,9 dev 3 n dev 3 dev 5 30,9 28,0 29,9
Residu terlarut 78 66 68 61,72 1000 1000 1000 2000 78,0 61,7 68,4
Zat tersuspensi 4,6 2 2,2 14 400 400 14,0 2,0 5,7
Kekeruhan 2,91 96 98 101 101,0 2,9 74,5
D H L 113 120 100 115 2250 120,0 100,0 112,0
Transparensi 135 0,68 0,94 10,2 135,0 0,7 36,7
KIMIA
pH 7,38 7,36 7,65 7,23 6-9 5-9 6-9 5-9 7,650 7,230 7,405
CO2 bebas 3,96 11,88 7,92 3,96 11,880 3,960 6,930
HCO3 60,94 55,4 77,56 72,02 77,6 55,4 66,5
Kesadahan (CaCO3) 44 36 24 28,02 44,0 24,0 33,0
Sulfida (H2S) 0,007 0 0 0,013 0,002 0,002 0,013 0,000 0,005 -8 -8
Ammonia (NH3) 0,041 0,003 0,005 0,002 0,020 0,041 0,002 0,013 -2
Nitrit (NO2-N) 0,028 0,015 0,002 0,048 0,060 0,060 0,048 0,002 0,023
Nitrat (NO3-N) 0,460 1,380 7,590 2,530 20 20 7,590 0,460 2,990
Fosfat (PO4) 0,188 0,35 0,244 0,165 1 5 0,350 0,165 0,237
Klorin bebas (Cl2) 0 0 0,36 0,18 0,003 0,003 0,360 0,000 0,135 -8 -8
Oksigen Terlarut (DO) 7,2 4,5 6,8 5,4 3,000 3,000 7,200 4,500 5,975
C O D 13,07 17,23 19,42 12,7 50 100 50 100 19,420 12,700 15,605
B O D 5,23 10,34 15,54 8,89 6 12 6 12 15,54 5,23 10,00 -8 -2 -8 -2
Minyak dan Lemak 0 0 0 0 1000 1000 0,000 0,000 0,000
Fluorida (F) 0,143 0 0,054 0,051 1,500 1,500 0,143 0,000 0,062
Besi (Fe) 0 0 0 0 0,000 0,000 0,000
Air Raksa (Hg) (ppb) 0 0,06 0,06 0,09 2 5 2 5 0,090 0,000 0,053
Nikel (Ni) 0 0,009 0 0,014 0,500 0,014 0,000 0,006
Tembaga (Cu) 0 0,063 0,043 0,008 0,020 0,200 0,002 0,200 0,063 0,000 0,029 -8 -8
Seng (Zn) 0 0,000 0,000 0,000 0,020 2,000 0,050 2,000 0,000 0,000 0,000
Krom hexavalen (Cr6+) 0 0,000 0,000 0,000 0,050 1,000 0,050 0,001 0,000 0,000 0,000
Kadmium (Cd) 0 0,007 0,012 0,011 0,010 0,010 0,010 0,010 0,012 0,000 0,008 -2 -2 -2 -2
Timbal (Pb) 0 0,000 0,000 0,071 0,030 1,000 0,030 1,000 0,071 0,000 0,018 -2 -2
Arsen (As) 0,0005 0,0008 0,0015 0,0002 1,000 1,000 1,000 1,000 0,002 0,000 0,001
Selenium (Se) 0,004 0,001 0 0,001 0,050 0,050 0,050 0,050 0,004 0,000 0,002
Surfaktan 0,025 0 0,027 0,152 0,152 0,000 0,051
Fenol 0 0 0 0 0,000 0,000 0,000
Mangan (Mn) 0,053 0 0,052 0,056 2,000 0,056 0,000 0,040
Natrium (Na) 0 0 0 0,036 0,036 0,000 0,009
BIOLOGI
MPN E.coli 43 43 9 4600 100 1000 2000 2000 4600 9 1174
MPN Coliform 93 93 23 1100 100 1000 10000 10000 1100 23 327
Nilai indeks STORET -
38 -4 -36 -4
61
Stasiun 3 (Batas Zona KJA)
Tahun 2010 Kedalaman Dekat Dasar
Parameter
periode Baku mutu Nilai Pengamatan SKOR
1 2 3 4 C* D* III** IV** max min rata C* D* III** IV**
FISIKA
Temperatur 27,2 26,9 27 26,6 dev 3 n dev 3 dev 5 27,2 26,6 26,9
Residu terlarut 182,85 129 137 138 1000 1000 1000 2000 183 129 147
Zat tersuspensi 2,8 2 18,0 0,41 400 400 18 0 6
Kekeruhan 1,37 187 8,27 200 200 1 99
D H L 265 - 198 - 2250 265 198 232
Transparensi - 1,22 - 2,25 2 1 2
KIMIA
pH 6,57 6,79 6,73 6,75 6-9 5-9 6-9 5-9 6,790 6,570 6,710
CO2 bebas 35,64 27,72 17,82 11,88 35,6 11,9 23,3
HCO3 127,42 88,64 91,41 83,1 127,4 83,1 97,6
Kesadahan (CaCO3) 34 40,032 46 42,03 46,0 34,0 40,5
Sulfida (H2S) 1,248 0,149 0,18 0,124 0,002 0,002 1,248 0,124 0,425
-
10 -10
Ammonia (NH3) 0,003 0,011 0,014 0,002 0,020 0,014 0,002 0,008 0
Nitrit (NO2-N) 0,028 0,078 0,036 0,031 0,060 0,060 0,078 0,028 0,043 -2 -2
Nitrat (NO3-N) 1,150 1,84 3,220 1,61 20 20 3,220 1,150 1,955 0 0
Fosfat (PO4) 0,038 0,358 0,277 0,271 1 5 0,358 0,038 0,236 0 0
Klorin bebas (Cl2) 0 0 0,18 0,36 0,003 0,003 0,360 0,000 0,135 -8 -8
Oksigen Terlarut (DO) 1,4 1,4 1,8 1,1 3,000 3,000 1,800 1,100 1,425 -
10 -10
C O D 15,61 13,86 23,93 11,71 50 100 50 100 23,930 11,710 16,278 0 0 0 0
B O D 9,36 9,7 16,75 5,62 6 12 6 12 16,750 5,620 10,358 -8 -2 -8 -2
Minyak dan Lemak 0 0 0 0 1000 1000 0,000 0,000 0,000 0 0
Fluorida (F) 0 0 0 0,063 1,500 1,500 0,063 0,000 0,016 0 0
Besi (Fe) 0,739 0,904 0,701 1,237 1,237 0,701 0,895
Air Raksa (Hg) (ppb) 0,30 0,14 0,27 0,09 2,000 5,000 2,000 5,000 0,300 0,090 0,200 0 0 0 0
Nikel (Ni) 0 0 0 0 0,500 0,000 0,000 0,000 0
Tembaga (Cu) 0,034 0,097 0,066 0,043 0,020 0,200 0,002 0,200 0,097 0,034 0,060
-
10 0 -10 0
Seng (Zn) 0,005 0 0,003 0 0,020 2,000 0,050 2,000 0,005 0,000 0,002 0 0 0 0
Krom hexavalen (Cr6+) 0 0 0 0 0,050 1,000 0,050 0,001 0,000 0,000 0,000 0 0 0 0
Kadmium (Cd) 0 0 0 0 0,010 0,010 0,010 0,010 0,000 0,000 0,000 0 0 0 0
Timbal (Pb) 0,024 0 0 0 0,030 1,000 0,030 1,000 0,024 0,000 0,006 0 0 0 0
Arsen (As) 0,0003 0,002 0,003 0,001 1,000 1,000 1,000 1,000 0,003 0,000 0,002 0 0 0 0
Selenium (Se) 0,001 0 0,001 0,001 0,050 0,050 0,050 0,050 0,001 0,000 0,001 0 0 0 0
Surfaktan 0,042 0,037 0,027 0,083 0,083 0,027 0,047
Fenol 0 0 0 0 0,000 0,000 0,000
Mangan (Mn) 0,054 0 0 0,063 2,000 0,063 0,000 0,029 0
Natrium (Na) 0,038 0,087 0,067 0,214 0,214 0,038 0,102
BIOLOGI
MPN E.coli 240 93 - 23000 100 1000 2000 2000 23000 93 7778
MPN Coliform 460 240 - 43000 100 1000 10000 10000 43000 240 14567
Nilai indeks STORET -48 -2 -48 -2
62
Stasiun 4 (Outlet Waduk Cirata)
Tahun 2011-2012 Kedalaman 5 meter
Parameter
Periode Baku Mutu Nilai Pengamatan SKOR
1 2 3 4 5 C* D* III** IV** max min rata C* D* III** IV**
FISIKA
Temperatur 28,2 29,1 29 29 27,9 dev 3 n dev 3 dev 5 29,100 27,900 28,640
Residu terlarut 97,29 101,2 90,57 97 125 1000 1000 1000 2000 125 91 102
Zat tersuspensi 10 6,2 14 4,2 6,4 400 400 14 4 8
Kekeruhan 141 3,77 10,3 25,9 4,46 141 4 37
D H L - 146,6 148,2 159,4 205 2250 205 147 165
Transparensi 7,26 - - - 7 7 7
KIMIA
pH 7,51 7,72 7,76 6,81 7,66 6-9 5-9 6-9 5-9 7,760 6,810 7,492
CO2 bebas 5,3 1,4 1,5 4,9 3,2 5,280 1,408 3,256
HCO3 70,0 32,5 39,4 50,3 0,0 70,0 0,0 38,4
Kesadahan (CaCO3) 26,0 26,0 32,0 30,0 40,0 40,0 26,0 30,8
Sulfida (H2S) 0,018 0 0 0,007 0 0,002 0,002 0,018 0,000 0,005 -8 -8
Ammonia (NH3) 0,001 0,007 0,008 0,002 0,012 0,020 0,012 0,001 0,006 0
Nitrit (NO2-N) 0,125 0,0007 0,004 0,008 0,006 0,060 0,060 0,125 0,001 0,029 -2 -2
Nitrat (NO3-N) 1,84 1,150 0,8 0,733 0,450 20,0 20,0 1,840 0,450 0,995 0 0
Fosfat (PO4) 0,201 0,105 0,288 0,284 0,241 1,0 5,0 0,288 0,105 0,224 0 0
Klorin bebas (Cl2) 0 0 0,18 0,18 0,00 0,003 0,003 0,180 0,000 0,072 -8 -8
Oksigen Terlarut (DO) 4,5 4,5 5,7 4,5 5,2 3 3 5,700 4,500 4,880
C O D 15,56 15,69 10,95 16,03 22,5 50 100 50 100 22,500 10,950 16,146 0 0 0 0
B O D 9,34 9,41 4,93 6,89 9,45 6 12 6 12 9,450 4,930 8,004 -8 0 -8 0
Minyak dan Lemak 0 0 0 0 0 1000 1000 0,000 0,000 0,000 0 0
Fluorida (F) 0,064 0,068 0 0,082 0,006 1,500 1,500 0,082 0,000 0,044 0 0
Besi (Fe) 0,559 0 0 0,005 0,000 0,559 0,000 0,113
Air Raksa (Hg) (ppb) 0 0 0,06 0,06 0,000 2 5 2 5 0,060 0,000 0,024 0 0 0 0
Nikel (Ni) 0 0,212 0 0 0,000 0,500 0,212 0,000 0,042 0
Tembaga (Cu) 0,059 0,055 0,024 0 0,000 0,020 0,200 0,002 0,200 0,059 0,000 0,028 -8 0 -8 0
Seng (Zn) 0,041 0,051 0,033 0,021 0,000 0,020 2,000 0,050 2,000 0,051 0,000 0,029 -8 0 -2 0
Krom hexavalen (Cr6+) 0 0 0 0 0,000 0,050 1,000 0,050 0,001 0,000 0,000 0,000 0 0 0 0
Kadmium (Cd) 0 0,002 0,015 0 0,000 0,010 0,010 0,010 0,010 0,015 0,000 0,003 -2 -2 -2 -2
Timbal (Pb) 0 0,033 0 0 0,000 0,030 1,000 0,030 1,000 0,033 0,000 0,007 -2 0 -2 0
Arsen (As) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,000 1,000 1,000 1,000 0,004 0,000 0,001 0 0 0 0
Selenium (Se) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,050 0,050 0,050 0,050 0,000 0,000 0,000 0 0 0 0
Surfaktan 0,044 0,090 0,037 0,034 0,046 0,090 0,034 0,050
Fenol 0 0 0 0 0 0,000 0,000 0,000
Mangan (Mn) 0,053 0 0 0 0,055 2,000 0,055 0,000 0,022 0
Natrium (Na) 0,054 0 0,0006 0,003 0,000 0,054 0,000 0,012
BIOLOGI
MPN E.coli - - - 9 100 1000 2000 2000 0 0
MPN Coliform - - - 9 100 1000 10000 10000 9 9 9
Nilai indeks STORET -46 -2 -40 -2
Lampiran 3. Nilai rata-rata konsentrasi (mg/L) parameter kualitas air
Parameter Nilai Stasiun
1A 1B 2 3 4
Sulfida (H2S) max 0,024 0,038 0,632 0,598 0,269
63
min 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
rata 0,005 0,010 0,111 0,144 0,072
Ammonia (NH3-N)
max 0,083 0,066 0,030 0,049 0,053
min 0,001 0,002 0,002 0,002 0,003
rata 0,017 0,018 0,008 0,009 0,017
Nitrit (NO2-N)
max 0,323 0,243 0,213 0,224 0,149
min 0,004 0,003 0,002 0,001 0,001
rata 0,082 0,043 0,050 0,050 0,035
Klorin bebas (Cl2)
max 5,400 0,660 0,780 1,260 2,160
min 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
rata 0,576 0,131 0,140 0,334 0,357
Oksigen Terlarut (DO)
max 4,500 6,500 4,667 4,900 4,567
min 1,733 1,933 1,967 1,933 3,033
rata 3,194 3,591 3,052 2,811 3,839
B O D
max 21,327 15,173 12,870 66,020 12,363
min 5,917 5,817 5,967 3,017 5,777
rata 11,049 10,137 9,528 11,036 8,769
Tembaga (Cu)
max 0,101 0,110 0,100 0,095 0,095
min 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
rata 0,030 0,031 0,032 0,034 0,038
Seng (Zn)
max 0,310 0,155 0,408 0,108 0,154
min 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
rata 0,040 0,022 0,045 0,031 0,031
Timbal (Pb)
max 0,142 0,232 0,232 0,103 0,079
min 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
rata 0,017 0,033 0,020 0,018 0,019
Lampiran 4. Jenis dan jumlah industri yang beroperasi di sepanjang DAS Citarum
No Jenis industri Jumlah Dampak pencemaran
1 Tekstil 228 Logam berat
2 Aneka industri 38 Logam berat
3 Logam 17 Logam berat
4 Makanan dan minuman 14 BOD, COD
5 Farmasi 10 Logam berat
6 Kimia 8 B3
7 Plastik 7 Anorganik
8 Kulit 6 Logam berat
9 Minyak dan cat 4 Logam berat
10 Kertas 2
Sumber: Garno (2001)
Lampiran 5. Jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) tahun 2011
Wilayah No Desa Keramba Jaring Apung Konstruksi [%]
64
(petak)
Jumlah Aktif Non aktif Drum Busa
Zona 1
Bandung
Barat
1 Bojong mekar 133 119 14
70.8% 29.2%
2 Margalaksana 10,49 10,368 122
3 Margaluyu 8,235 8,023 212
4 Nanggeleng 1,042 938 104
5 Nyenang 1,866 1,866 -
Jumlah 21,766 21,314 452
Zona 2
Purwakarta
1 Citamiang 1,294 1,255 39
94.2% 5.8%
2 Pasir jambu 926 628 298
3 Sinargalih 2,646 2,272 374
4 Tegal datar 5,238 4,488 750
Jumlah 10,104 8,643 1,461
Zona 3
Cianjur
1 Bobojong 7,842 6,777 1,065
64.0% 36.0%
2 Cikidang 1,93 1,503 427
3 Kamurang 4,395 4,363 32
4 Kertajaya 1,762 1,762 -
5 Mande 5,232 4,229 1,003
Jumlah 21,161 18,634 2,527
Persentase 88% 12%
Total 53,031 48,591 4,44 72.5% 27.5%
Sumber: Badan Pengelola Waduk Cirata (2011)
Lampiran 6. Tataguna Lahan (%) DAS Citarum Tahun 1994-2010
No Penggunaan lahan Tahun
1994 2001 2005 2010
1 Hutan primer 11,4 8,8 8,2 1,2
2 Hutan sekunder 21 3,3 3,1 8,1
3 Lahan industri 0,2 0,3 0,3 0,3
4 Tanaman campuran 4,6 6,5 10,3 16,3
5 Kebun 9,2 19,6 25,4 7,3
6 Lahan pemukiman 1,9 2,4 2,7 26,1
7 Sawah 45,6 51,5 42,5 25,5
8 Sungai/waduk/situ 1,1 1,3 1,2 0,1
Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat (Bapeda,
2003).