TINDAK TUTUR KOMISIF BAHASA JAWA bag Depan.1/Tindak... · Dengan ini saya menyatakan bahwa. dalam...
Transcript of TINDAK TUTUR KOMISIF BAHASA JAWA bag Depan.1/Tindak... · Dengan ini saya menyatakan bahwa. dalam...
i
TINDAK TUTUR KOMISIF BAHASA JAWAKajian Sosiopragmatik
DISERTASI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat DoktorProgram Studi Linguistik
Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora
Diajukan oleh :
P A I N ANIM 05/1749/PS
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU BUDAYAUNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA2010
ii
DISERTASI
TINDAK TUTUR KOMISIF BAHASA JAWAKajian Sosiopragmatik
Telah dipertahankan pada ujian terbuka tanggaldihadapan Tim Penguji
1. Dr. Ida Rochani Adi, S.U.2. Prof. Soepomo Poedjosoedarmo, Ph.D.3. Prof. Dr. Marsono, S.U.4. Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A.5. Prof. Stephanus Jawanai, Ph.D.6. Dr. Fx. Nadar, M.A.7. Prof. Dr. Suhartono8. Prof. Dr. Sumijati Atmosudiro
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakanbahwa. dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang pemah diajukan untuk memperoleh gelar kesa~ianaan di suatu
Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pemah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain. kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskahinidan disebutkan
dalam daftar pustaka.
Yogyakarul / -? .Q..s .7...e>o...J
/~~Paina
NIM 0511749/PS
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini
dengan selamat dan sehat.
Sesudah penantian panjang sejak 1995–2005, akhirnya Allah Swt.
melimpahkan rahmat-Nya. Penulis kembali dipertemukan dengan Bapak Prof.
Soepomo Poedjosoedarmo, Ph.D. Sepulang dari Brunai Darussalam Universiti
beliau selalu memberikan pengarahan, bimbingan, dan energi sehingga penulis
dapat bangkit kembali melakukan studi lanjut.
Topik disertasi berjudul “Tindak Tutur Komisif Bahasa Jawa: Kajian
Sosiopragmatik” ini semula berasal dari hasil diskusi yang cukup panjang antara
penulis dan Bapak Prof. Soepomo Poedjosoedarmo, Ph.D. Penelitian tindak
tutur komisif, terutama tindak tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah, dan
bernadar dalam bahasa Jawa dipilih karena memperlihatkan kekhasan jika
dibandingkan dengan yang berlaku di dalam tradisi barat, yang telah
diformulasikan oleh Austin, Searle, maupun sarjana barat yang lain. Fungsi
komisif yang lain, seperti menawarkan, mengancam, belum diperhatikan dalam
penelitian ini karena sifat commet ‘sanggem’ (Jw) yang tidak terlalu jelas.
Disebutkan oleh para sarjana barat bahwa maksud sebuah tindakan ditentukan
oleh bentuk verba. Namun, di dalam bahasa Jawa unsur yang memegang
peranan sangat penting itu bukanlah verba, melainkan konteks. Dorongan dan
dukungan dari Bapak Prof. Soepomo Poedjosoedarmo, Ph.D. akhirnya penulis
v
memiliki keberanian untuk melakukan penelitian tentang tindak tutur komisif
bahasa Jawa dengan ancangan sosiopragmatik.
Penyelesaian disertasi ini tidak terlepas dari uluran tangan dan bantuan
pemikiran dari berbagai pihak. Dalam hubungan itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada beliau-beliau yang senantiasa saya hormati.
Prof. Soepomo Poedjosoedarmo, Ph.D. selaku Promotor yang secara
terus-menerus memberikan dorongan, bimbingan, arahan, dan bekal untuk
kemajuan, baik akademis maupun nonakademis sehingga penulis dapat bangkit
dan kembali bersemangat untuk menyelesaikan penulisan disertasi ini. Semoga
beliau selalu dalam lindungan Allah Swt.
Prof. Dr. Marsono, S.U. selaku Ko-Promotor yang sejak penulis belajar di
Fakultas Sastra dan Kebudayaan, UGM (sekarang menjadi Fakultas Ilmu
Budaya, UGM) telah memperkenalkan linguistik kepada penulis. Pemberian
rekomendasi akademik dari beliau akhirnya penulis diterima menjadi mahasiswa
S3 linguistik. Lebih dari itu, dorongan semangat, arahan, kritik, dan saran beliau,
disertasi ini dapat terwujud. Semoga Allah Swt. rida dalam meninggikan derajat
beliau.
Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A. selaku Ketua Pengelola Program
S3 Linguistik, Program Pascasarjana UGM, yang telah memberikan kemudahan
untuk belajar, kesempatan untuk menyelesaikan disertasi, dan rekomendasi
akademik yang akhirnya memungkinkan penulis diterima menjadi mahasiswa S3
linguistik. Selebihnya, juga atas kesediaan beliau untuk menjadi Ketua Tim
Penilai Disertasi yang dengan penuh kesabaran bersedia memberikan arahan
vi
demi penyempurnaan disertasi. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang setulus-tulusnya. Melengkapkan semua kebaikan itu, kekhasan cara beliau
memanggil penulis, yaitu dengan sebutan “piano”, ternyata mampu mendekatkan
dan meningkatkan semangat penulis untuk menyelesaikan disertasi ini. Semoga
Allah Swt. selalu melimpahkan kekuatan dan kebaikan untuk beliau.
Prof. Drs. M. Ramlan (Alm.), yang telah banyak memberikan pengetahuan
linguistik, dorongan, dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan
disertasi ini. Dorongan semangat itu diwujudkan dalam bentuk tuturan, “Dik
segera selesaikanlah disertasi itu mumpung saya masih hidup. Saya akan ikut
berbahagia.” Rupanya Allah Swt. memberikan kebahagiaan yang lain. Ternyata
beliau terlebih dahulu dipanggil menghadap Allah Swt. Untuk itu, penulis selalu
berdoa semoga arwah beliau diterima di sisi-Nya; semoga semua amal kebaikan
dan pahala mengantarkan beliau memasuki surga-Nya.
Prof. Stephanus Jawanai, Ph.D. selaku Anggota Tim Penilai Disertasi
yang telah berkenan mencermati draf disertasi serta memberikan petuah dan
saran-saran yang amat berharga sebagai petunjuk untuk penyempurnaan
disertasi. Dengan sifat kebapakan, beliau selalu memberikan dorongan
semangat kepada penulis untuk mengarungi samudra ilmu pengetahuan dan
kehidupan melalui teori analisis wacana. Dengan rasa hormat penulis
mengucapkan terima kasih. Semoga Tuhan Yang Mahakuasa melimpahkan
kekuatan dan kesehatan.
vii
Dr. Fx. Nadar, M.A. selaku Anggota Tim Penilai Disertasi. Dengan rendah
hati penulis mengucapkan terima kasih atas koreksi, evaluasi, dan saran-saran
beliau demi penyempurnaan disertasi.
Prof. Dr. Suhartono selaku anggota Tim Penguji berkenan memberikan
kritik dan saran-saran yang amat berharga untuk penyempurnaan disertasi ini.
Prof. Dr. Sumijati Atmosudiro selaku anggota Tim Penguji berkenan
memberikan kritik dan saran-saran untuk penyempurnaan penulisan disertasi ini.
J.L. Austin (1962; 1985), J.R. Searle (1976; 1985), Geoffry Leech (1993),
Stephen Levinson (1983), Soepomo Poedjosoedarmo (1985), I Dewa Putu
Wijana (1996), Marsono (1980), dan para penulis yang karyanya diacu dalam
disertasi ini. Kepada beliau-beliau penulis tulus mengucapkan terima kasih.
Inspirasi yang tertuang dalam karya beliau-beliau itulah, disertasi ini dapat
penulis selesaikan dengan baik.
Drs. Imam Sutarjo, M.Hum., Drs. Sudarno, M.A., dan Prof. Dr. dr. Much.
Syamsul Hadi, Sp.KJ. K., masing-masing selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah,
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, dan Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta, yang telah memberikan izin dan bantuan dana kepada penulis selama
melakukan studi lanjut S3 di Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada,
yang telah memberikan izin, fasilitas, kemudahan, dan pembinaan sehingga
penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.
viii
Direktur Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada yang telah
menerima penulis untuk menjadi mahasiswa S3 bidang studi Linguistik,
merekomendasi pelaksanaan penelitian untuk penulisan disertasi, serta
mengusulkan penulis sebagai penerima beasiswa BPPS dari DIKTI untuk
penyelesaian studi lanjut S3. Dengan rasa hormat, penulis mengucapkan terima
kasih.
Staf Sekretariat Program Pascasarjana FIB, UGM, yang selalu dengan
ramah dan sabar memberikan bantuan untuk kelancaran proses studi lanjut
penulis.
Kawan sejawat, Drs. Tri Mastaya, M.Hum. dan Dr. Tri Wiratno, M.A., yang
dengan sabar terus menyemangati penulis, menjadi teman dalam mendiskusikan
materi disertasi, serta memberikan saran dan kritik sehingga disertasi ini dapat
terwujud. Kawan-kawan dosen Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni
Rupa, Universitas Sebelas Maret; Jurusan Sastra Nusantara dan Jurusan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang
selalu membesarkan hati dan mendorong semangat penulis selama
menyelesaikan studi lanjut S3 hingga terwujudnya disertasi ini. Dra. Wiwin Erni
Siti Nurlina, M.Hum. dan Drs. Edi Setiyanta, M.Hum. yang telah dengan iklas ikut
koreksi draf penulisan disertasi, sehingga terwujud disertasi ini.
Ucapan terima kasih khusus penulis sampaikan kepada Siti Rokhanah,
Yulia Anindyajati, Muhammad Singgih Nugraha, Wara Rahmawati, Cahyono Adi
Nugroho (istri beserta tiga anakku dan menantu), Farid Wimbadi Nugraha (cucu
penulis yang masih mungil) yang selalu memberikan dorongan, semangat, dan
ix
doa yang tiada henti demi keberhasilan ayahnya. Ayah dan Ibu (Alm. Sidhi
Pardiyasa dan Almh. Sikas Pardiyasa) yang dengan iklas telah membesarkan,
mendewasakan, dan menuntun penulis sehingga penulis dapat lebih mengerti
dan memahami arti hidup. Semoga arwah beliau diterima di sisi-Nya. Mendapat
ampunan atas segala dosanya dan diterima semua amal kebaikannya. Ayah dan
Ibu mertua, H. Ridwan Suratin dan Hj. Umi Suratin, yang selalu mendoakan
keberhasilan anaknya. Semoga semua menjadi amal jariah karena rida Allah
Swt.
Akhir kata, kepada semua pihak yang tak mungkin penulis sebut satu per
satu, yang secara langsung maupun tak langsung telah ikut memberikan
bantuan kelancaran dan keberhasilan studi lanjut penulis, penulis tidak lupa
mengucapkan terima kasih.
Penulis,
Paina
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. iPENGESAHAN ....................................................................................................... iiiKATA PENGANTAR ............................................................................................... ivHALAMAN PERNYATAAN .................................................................................... xDAFTAR ISI ............................................................................................................ xiINTISARI ................................................................................................................. xivABSTRACT ............................................................................................................ xvDAFTAR SINGKATAN DAN TANDA ...................................................................... xviBAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 11.1 Latar Belakang Masalah................................................................................... 11.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 171.3 Relevansi Penelitian ........................................................................................ 19
1.3.1 Bidang Komunikasi ................................................................................... 191.3.2 Bidang Sosiolinguistik Bahasa Jawa ......................................................... 191.3.3 Bidang Pengajaran Bahasa Jawa ............................................................. 191.3.4 Bidang Pengembangan Pragmatik Bahasa Jawa ...................................... 20
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 211.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................... 211.4.2 Tujuan Khusus .......................................................................................... 21
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 211.5.1 Manfaat Teoretis ....................................................................................... 221.5.2 Manfaat Praktis ......................................................................................... 22
1.6 Metode penelitian ............................................................................................ 221.6.1 Data Penelitian ......................................................................................... 231.6.2 Lokasi Penelitian ....................................................................................... 241.6.3 Pengumpulan Data ................................................................................... 251.6.4 Analisis Data ............................................................................................. 261.6.5 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ....................................................... 28
1.7 Sistematika Penyajian ..................................................................................... 28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ....................................... 322.1 Pengantar ......................................................................................................... 322.2 Kajian Pustaka tentang Tindak Tutur Komisif ............................................... 332.3 Landasan Teori ................................................................................................ 38
2.3.1 Teori tentang Pragmatik ........................................................................... 392.3.1.1 Teori Tindak Tutur ........................................................................ 422.3.1.2 Teori Prinsip Kerja sama .............................................................. 472.3.1.3 Teori Prinsip Kesopanan .............................................................. 51
2.4 Analisis Wacana .............................................................................................. 532.4.1 Analisis Internal Wacana .......................................................................... 542.4.2 Analisis Eksternal Wacana ....................................................................... 54
2.5 Teori Sosiolinguistik ....................................................................................... 562.6 Teori Linguistik Semantik ............................................................................... 62
2.6.1 Pendekatan Makna secara Referensial .................................................... 622.6.2 Pendekatan Makna secara Logika ........................................................... 632.6.3 Pendekatan Makna secara Konteks dan Pemakaian ............................... 64
xii
2.6.4 Pendekatan Makna secara Budaya .......................................................... 642.6.5 Pendekatan Makna secara Struktur Konseptual ....................................... 65
2.7 Kalimat Propositif sebagai Pengungkap Tindak Tutur Komisif ................... 652.8 Rangkuman ...................................................................................................... 70
BAB III BENTUK TINDAK TUTUR KOMISIF BAHASA JAWA .............................. 723.1 Pengantar ......................................................................................................... 723.2 Bentuk Tindak Tutur Komisif Berniat ............................................................ 72
3.2.1 Bentuk Tindak Tutur Komisif Berniat Ditandai Kata .................................. 723.2.2 Bentuk Tindak Ttutur Komisif Berniat Predikat Propositif ......................... 783.2.3 Bentuk Tindak Tutur Komisif Berniat Ditandai Konteks ............................ 89
3.3 Bentuk Tindak Tutur Komisif Berjanji ............................................................ 943.3.1 Penanda Tindak Tutur Komisif Berjanji dengan Kata ............................... 943.3.2 Penanda Tindak Tutur Komisif Berjanji dengan Ungkapan Kesanggupan 1043.3.3 Penanda Tindak Tutur Komisif Berjanji dengan Konteks .......................... 110
3.4 Bentuk Tindak Tutur Komisif Bersumpah ..................................................... 1153.4.1 Penanda Tindak Tutur Komisif Bersumpah dengan Kata ......................... 1153.4.2 Penanda Tindak Tutur Komisif Bersumpah dengan Konteks ................... 124
3.5 Bentuk Tindak Tutur Komisif Bernadar ......................................................... 1293.5.1 Penanda Tindak Tutur Komisif Komisif Berbentuk Konteks ...................... 130
3.6 Rangkuman ...................................................................................................... 136
BAB IV PEMAKAIAN TINDAK TUTUR KOMISIF BAHASA JAWA ..................... 1394.1 Pengantar ......................................................................................................... 1394.2 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berniat ...................................................... 139
4.2.1 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berniat Positif ....................................... 1404.2.2 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berniat Negatif ..................................... 153
4.3 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berjanji ..................................................... 1724.3.1 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berjanji (O2 Tak Percaya) .................... 1724.3.2 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berjanji karena Unsur Nasihat .............. 1844.3.3 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berjanji kepada Diri Sendiri (-) .............. 1884.3.4 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berjanji kepada Diri Sendiri (+) ............. 190
4.4 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bersumpah ............................................... 1934.4.1 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bersumpah karena Unsur
Ketidakpercayaan...................................................................................... 1944.4.2 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bersumpah Bertobat .......................... 2024.4.3 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bersumpah Setia ................................... 2094.4.4 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bersumpah untuk Ipat-Ipat .................... 218
4.5 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bernadar ................................................... 2214.5.1 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bernadar untuk Orang Lain ................... 2224.5.2 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bernadar untuk Diri Sendiri ................... 226
4.6 Rangkuman ...................................................................................................... 230
BAB V MAKSUD TINDAK TUTUR KOMISIF BAHASA JAWA ............................. 2345.1 Pengantar ......................................................................................................... 234
5.1.1 Maksud Tindak Tutur Komisif Berniat ........................................................ 2345.1.2 Maksud Tindak Tutur Komisif Berjanji ....................................................... 2425.1.3 Maksud Tindak Tutur Komisif Bersumpah ................................................. 2525.1.4 Maksud Tindak Tutur Komisif Bernadar .................................................... 261
5.2 Rangkuman....................................................................................................... 265
xiii
BAB VI REALISASI TINDAK TUTUR KOMISIFBAHASA JAWA ........................................................................................ 268
6.1 Pengantar ......................................................................................................... 2686.2 Tuturan Performatif dalam Tindak Tutur Komisif Berniat ............................ 270
6.2.1 Tuturan Performatif implisit dalam Tindak Tutur Komisif Berniat .............. 2716.2.2 Tuturan Performatif Eksplisit dalam Tindak Tutur Komisif Berniat ............ 275
6.3 Tuturan Performatif dalam Tindak Tutur Komisif Berjanji ........................... 2796.3.1 Tuturan Performatif implisit dalam Tindak Tutur Komisif Berjanji ............. 2806.3.2 Tuturan Performatif Eksplisit dalam Tindak Tutur Komisif Berjanji ............ 286
6.4 Tuturan Performatif dalam Tindak Tutur Komisif Bersumpah ..................... 2916.4.1 Tuturan Performatif Implisit dalam Tindak Tutur Komisif Bersumpah ...... 2916.4.2 Tuturan Performatif Eksplisit dalam Tindak Tutur Komisif Besumpah ...... 297
6.4 Tuturan Performatif dalam Tindak Tutur Komisif Bernadar .......................... 3036.4.1 Tuturan Performatif Eksplisit dalam Tindak Tutur Komisif Bernadar ......... 303
6.5 Rangkuman ...................................................................................................... 305
BAB VII PENUTUP ................................................................................................. 3077. 1 Pengantar ......................................................................................................... 3077. 2 Kesimpulan ...................................................................................................... 3077. 3 Saran ............................................................................................................... 309
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 310
LAMPIRAN DATA ................................................................................................. 315
xiv
INTISARI
Disertasi ini menelaah tindak tutur komisif bahasa Jawa. Tindak tutur komisifberfungsi menyatakan tindakan antara lain tindakan berniat, berjanji, bersumpah, danbernadar. Penelitian ini mempergunakan pendekatan pragmatik dan sosiolinguistik,yang selanjutnya disebut pendekatan sosiopragmatik. Masalah yang akan diteliti ialahbentuk, pemakaian, dan maksud tindak tutur komisif serta tuturan performatif dalamtindak tutur komisif bahasa Jawa itu.
Sifat penelitian ini deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian berupa tuturantindak tutur komisif bahasa Jawa. Data penelitian ini diperoleh dengan metode observasiyang ditindaklanjuti dengan teknik rekam dan catat. Pengumpulan data penelitian inimenggunakan tata cara penelitian sosiolinguistik, yaitu dengan mencatat kontekspenggunaan bahasa yang alamiah. Selain itu, dipergunakan pula tata cara penelitianpragmatik agar dapat mengungkap maksud tuturan komisif secara tepat. Analisisdidesain dengan melakukan pendekatan kontekstual.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, tindak tutur komisif (berniat,berjanji, bersumpah, dan bernadar) dapat ditandai dengan bentuk kata dan konteks.Prinsip kesantunan digunakan sebagai dasar pertimbangan atas pemilihan bentuk kataatau konteks tindak tutur komisif tersebut. Prinsip kerja sama dapat dipakai untukmenentukan struktur interaksi dan sebagai pertimbangan pemilihan bentuk kesantunanberbahasa. Kedua, pemakaian tindak tutur komisif dalam dialog menunjukkan adanyainteraksi komunikasi (berupa stimulus dan respons dalam berbahasa). Unsur-unsurpembentuk dan penyebab terjadinya tuturan komisif dapat diformulasikan secara teratur.Ketiga, maksud tindak tutur komisif ditentukan oleh isi konteks tuturan, pemakaianpredikat propositif tunggal, dan bentuk kata yang maknanya menunjukkan fungsi tindaktutur komisif tersebut. Keempat, tindak tutur adalah suatu tuturan untuk menyatakantindakan. Sebaliknya, tuturan performatif adalah tuturan untuk melakukan tindakan.Bentuk tuturan performatif ada dua jenis, yaitu performatif implisit dan eksplisit. Tuturanperformatif, baik impilsit maupun eksplisit, dapat muncul pada tindak tutur komisif(berniat, berjanji, bersumpah, dan bernadar). Namun, pada tindak tutur komisifbernadar, tuturan hanya dapat berupa tuturan performatif eksplisit. Hal itu sesuaidengan sifat nadar yang harus dituturkan secara jelas dan langsung, baik kepada oranglain maupun diri sendiri. Untuk mengkaji maksud tindak tutur, konteks memegangperanan yang sangat penting.
Pada tradisi linguistik Barat (Austin, Searle, dan lain-lain) tindak tutur komisifsecara dominan ditandai oleh bentuk verba. Sebagai sebuah kekhasan, dalam BahasaJawa, selain ditandai verba, tindak tutur komisif juga dapat ditandai oleh konteks tuturan.Selain itu, maksud tindak tutur komisif juga sering berupa metapesan. Meskipundemikian, peserta tutur tetap dapat memahami maksud tuturan. Pemakaian tuturanperformatif implisit dapat dieksplisitkan dengan berpedoman pada konteks. Penggantiankonteks menjadikan penolakan terhadap konteks yang sebenarnya.
Kata kunci : tindak tutur, tindak tutur komisif, bahasa Jawa
xv
ABSTRACT
This disertation explored the comissive speech acts in Javanese language.Comissive speech acts function to state the actions of, among others, intending,promising, swearing, and vowing. In exploring the problem, pragmatics andsociolinguistics approach–hereafter called sociopragmatics approach–was used. Theproblem investigated was how were the forms, uses, and intentions of comissive speechacts of Javanese language, and how performative acts in comissive speech acts in thelanguage were used.
This research was descriptive and quallitative in nature. The data source of wasutterances taking forms as comissive speech acts in Javanese language. The data wereobtaied by applying observation methods and recording and note-taking techniques. Toobtain the data, sociolinguistics procedures were employed, by taking notes the contextof natural language use. Pragmatics procedures were also taken to investigate theintentions of comissive utterances appropriately. The analysis was designed with respectto contextual approach.
The results of this research show that firstly, the forms of comissive speech acts(intending, promising, swearing, and vowing) can be characterized by word forms andcontext. Politeness principle can be used as a consideration to select the word forms orthe context of use of the comissive speech acts. Cooperative principle can be used todecide the structure of interaction and to consider selecting the forms of polite language.Secondly, the use of comissive speech acts that appear in dialogs indicates thepresence of communicative interaction (i.e. there is stimulus dan response in using alanguage). The features of comissive speech acts and how they appear can be regularlyformulated. Thirdly, the intentions of comissive speech acts are ditermined by thecontent of the context of untterances, and are characterized by the use of singlepropositive predicate, and the word forms that have meanings to show the functions ofthe comissive speech acts. Finally, speech acts are utterances to express actions. Thereis a performative utterance, i.e. an utterance to do an action. There are two forms ofperfomative utterances, namely implicit and explicit formatives. Both implicit and explicitformatives can appear in comissive speech acts (intending, promising, swearing).However, in comissive speech acts of vowing, only explicit performative untterances areused, because vowing must be expressed clearly and directly to both other people andoneself. In order to analylize the meaning of speech acts, context plays an importantrole.
In the tradition of western linguistics (Austin, Searle, and others), comissivespeech acts are dominantly characterized by verb forms. In Javanese language, besidesbeing characterized by verbs, comissive speech acts are also expecially characterizedby the context of utterances. The meaning of comissive speech acts in Javaneselanguage is often framed in meta-message. Nevertheless, the interlocuters haveunderstood each other the meaning of the utterances. The use of implicit performativeutterances can be expressed explicitly by relying on the context. The change of acontext will be a rejection to the real context.
Key words : speech acts, comissive speech acts, Javanese language
xvi
DAFTAR SINGKATAN dan TANDA
SINGKATAN
Akt = aktifAlsn/Als = alasanBenf = benefaktifGent = genetifJw = Jawa (bahasa Jawa)K = kesimpulanPartk = partikelPK = prinsip Kerja samaProps = propositifPS = prinsip kesopananPsf = pasifTgl = tunggal
TANDA
a = reaksi positif dalam peristiwa tutur.
N = bentuk tindak tutur komisif
n = penutur
O1 = orang pertama (pronomina persona)
O2 = orang kedua
O3 = orang ketiga
P3 = pihak ketiga
(R. 25 – 3 – 2006. 1, 17) : Rekaman data tanggal 25 Maret 2006.Dipakai untuk contoh nomor 1 dan 17 padaanalisis.
(C. 11 – 3 – 2006. 18) : Catatan data tanggal 11 Maret 2006. Dipakaiuntuk contoh nomor 18 pada analisis.
t = lawan tutur
X = konteks tuturan
= diuntungkan
xvii
= dirugikan
= terjadi interaksi tutur (proses komunikasi)
+ = positif
_ = negatif
Ø = unsur yang dilesapkan
= Konteks tindak tutur komisif
Di dalam kurung siku ini terdapat kalimat yang menyatakan= alasan, kesimpulan, dan pemakaian bentuk tindak tutur
komisif.
= Menandai dalam satu konteks tuturan komisif yang lengkap.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah alat komunikasi antarmanusia. Manusia tidak dapat lepas
dari penggunaan bahasa untuk mengekspresikan tindakan dalam kehidupannya.
Ekspresi dalam wujud tindakan berbahasa/berbicara atau mengeluarkan ujaran
(berupa kalimat, klausa, frasa, atau kata) dianggap sebagai suatu tindakan.
Tindakan itu dapat disebut tindakan berbicara, tindakan berujar, atau tindak
bertutur. Istilah yang lazim dipakai untuk mengacu tindakan itu ialah tindak tutur.
Tindak tutur adalah tindakan bertutur untuk menyampaikan maksud ujaran atau
tuturan kepada mitra tutur. Oleh karena itu, penggunaan bahasa di dalam
masyarakat dapat dilihat pada pemanfaatan bentuk tindak tutur untuk
menyampaikan informasi.
Secara umum setiap bahasa memperlihatkan ciri-ciri universal, tetapi
sekaligus kekhasan. Bahasa Jawa termasuk bahasa yang mempunyai kekhasan
pada bentuk tindak tuturnya. Bahasa Jawa di dalam masyarakat Jawa
digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari, baik secara lisan maupun
tertulis. Bahasa Jawa, seperti bahasa-bahasa yang lain, dipergunakan juga
untuk menyatakan tindakan bertutur. Dengan demikian, di dalam penggunaan
bahasa Jawa terdapat peristiwa tindak tutur.
Di dalam tindak tutur terdapat tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan
oleh seorang penutur. Tiga tindakan itu adalah tindak lokusi, ilokusi, dan
2
perlokusi (Searle, 1976 : 23-24). Tindak ilokusi adalah tindak tutur untuk
menyatakan sesuatu. Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk
mengatakan atau menginformasikan sesuatu, tetapi sekaligus melakukan
sesuatu. Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya
dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur. Dalam bahasa Jawa terdapat
tindak ilokusi yang berfungsi untuk mengatakan sesuatu sekaligus melakukan
sesuatu.
Realisasi bentuk komunikasi dengan bahasa tercermin pada tindak ilokusi.
Tindak ilokusi ada lima jenis, yaitu tindak tutur asertif, direktif, komisif, deklaratif,
dan ekspresif (Austin, 1962; Searle ,1976; Kreidler, 1998). Tindak tutur asertif
adalah tindak ilokusi terkait dengan kebenaran proposisi yang diungkapkan,
misalnya menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan
pendapat, dan melaporkan. Tindak tutur direktif adalah tindak ilokusi yang
menghasilkan efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya
memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. Tindak tutur
komisif adalah tindak ilokusi yang, sedikit banyak, terkait dengan tindakan di
masa depan, misalnya berniat, berjanji, bersumpah, bernadar. Tindak tutur
deklaratif adalah tindak ilokusi yang menyatakan kesesuaian antara isi proposisi
dengan realitas, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi
nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat pegawai.
Tindak tutur ekspresif adalah tindak ilokusi untuk mengungkapkan atau
mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam
ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi
3
maaf, mengecam, memuji, mengucapkan bela sungkawa. Penggunaan tindak
tutur komisif dalam bahasa Jawa oleh masyarakat Jawa adalah untuk transaksi
komunikasi.
Penelitian ini hanya difokuskan pada tindak tutur komisif yang terjadi di
dalam penggunaan bahasa Jawa. Tindak tutur komisif mempunyai karakteristik
yang agak berbeda dengan tindak tutur yang lain. Kekhasan karakter itu terdapat
pada (1) cara interaksi antara orang pertama (selanjutnya disebut O1) dan orang
kedua (selanjutnya disebut O2) yang harus bersifat langsung dan (2) reaksi tutur
maupun tindakan sebagai akibat adanya tutur komisif yang harus segera
dilaksanakan. Ciri lain yang menonjol pada tindak tutur komisif terlihat pada
bentuknya yang tak langsung, yang dikenal dengan istilah metapesan1. Dengan
kata lain, tindak tutur komisif dapat berbentuk dialog langsung, tetapi dalam hal
pengungkapan maksud sering berupa metapesan. Oleh karena itu, tuturan
komisif tergolong tindak tutur dengan tingkat pragmatik yang tinggi.
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penutur untuk
melaksanakan apa yang disebutkan dalam tuturan. Penutur dituntut tulus dalam
melaksanakan apa yang telah dituturkan. Jadi, tindak tutur komisif berbeda
dengan tindak tutur direktif yang mengharuskan O2 atau O2 dan O3 sebagai
pelaku tindakan.
Istilah tindak tutur komisif pertama kali disampaikan oleh Austin dalam
karyanya berjudul How to Do Things with Words, yang terbit pada tahun 1962
(Austin, 1962:150), yang kemudian dilanjutkan oleh Searle (1976) dan Kreidler
(1998). Kridalaksana (1993) menjelaskan bahwa tindak tutur komisif adalah
4
pertuturan yang mempercayakan tindakan yang akan dilakukan penutur sendiri.
Tindak tutur komisif merupakan tindak ilokusioner, yaitu tindakan dengan tujuan
yang mewajibkan si penutur untuk melakukan sesuatu. Tindak tutur komisif
adalah tuturan yang berfungsi untuk mengutarakan niat, janji, sumpah, dan
nadar.
Penelitian ini difokuskan pada tindak tutur komisif dalam bahasa Jawa
dengan pertimbangan sebagai berikut.
a) Frekuensi penggunaan tindak tutur ini sangat produktif dengan variasi
yang cukup banyak karena cenderung dalam bentuk dialog.
b) Adanya interaksi langsung antara O1 dan O2 dengan kesegeraan
tuntutan atas reaksi tutur maupun tindakan sebagai akibat. Dalam kaitan
itu, O1 dituntut untuk segera melakukan tindakan yang telah diujarkan
untuk memberi kepercayaan kepada O2.
c) Kajian tindak tutur, khususnya tindak tutur komisif, telah dilakukan atas
bahasa Indo-Eropa, seperti bahasa Inggris (Austin, 1962, 1985; Searle,
1976, 1985; Vendler, 1985a, 1985b). Untuk bahasa-bahasa Austronesia,
termasuk bahasa Jawa, kajian seperti yang disebutkan belum pernah
ada. Dari sisi lain, bahasa-bahasa Austronesia, termasuk bahasa Jawa,
memperlihatkan kecenderungan yang berbeda. Dalam pemakaian bahasa
Jawa secara informal, penggunaan tuturan performatif untuk menyatakan
komisif sering tidak ditonjolkan. Oleh karena itu, tindak tutur komisif dalam
bahasa Jawa perlu diteliti.
5
d) Penelitian ini mengambil objek bahasa Jawa dengan pertimbangan
sebagai berikut.
1) Bahasa Jawa masih digunakan oleh penuturnya sebagai bahasa
pengantar sehari-hari. Bahasa itu juga digunakan, baik secara formal
maupun informal, baik secara lisan maupun tulis (Marsono, 2005 : 8).
Bahasa Jawa yang dipakai sebagai bahasa sehari-hari itu berpotensi
memunculkan pemakaian tindak tutur komisif.
2) Tingkat kebakuan bahasa Jawa masih terjaga keasliannya. Secara
historis bahasa Jawa merupakan bahasa pengantar komunikasi
dalam pemerintahan kraton Surakarta dan Yogyakarta. Sampai saat
ini bahasa Jawa di Surakarta dan Yogyakarta dikatakan sebagai
bahasa Jawa standar atau baku. Di samping itu bahasa Jawa juga
merupakan bahasa pendukung budaya Jawa.
3) Dua alasan di atas, secara linguistik dalam penelitian pragmatik
bahasa Jawa belum banyak dilakukan, khususnya penelitian
mengenai tindak tutur komisif. Penelitian terhadap bahasa Jawa
selama ini berfokus pada struktur bahasa. Dengan demikian,
penelitian terhadap tindak tutur komisif ini perlu dilakukan.
4) Secara sosiolinguistik orang Jawa mempunyai kekhususan dalam
kesantunan berbahasa yang ditunjukkan dengan bentuk ngoko dan
krama. Adanya bentuk ngoko krama itu diduga akan mempengaruhi
bentuk tindak tutur komisif.
6
Penelitian ini hanya dibahas bahasa Jawa Modern (bersifat sinkronis)
dengan pertimbangan bahwa bahasa Jawa Modern masih efektif digunakan oleh
masyarakat sebagai alat komunikasi sehari-hari. Bahasa Jawa secara diakronis
tidak diperhatikan karena penelitian ini membatasi pada pemakaian bahasa
Jawa secara aktual.
Di dalam masyarakat tutur Jawa, bahasa Jawa digunakan sebagai alat
komukasi. Bentuk komunikasi itu secara pragmatik terdapat tindak tutur komisif
yang perlu dipahami secara komprehensif. Terpahaminya tindak tutur komisif
secara pragmatis diharapkan dapat memperlancar komunikasi, meningkatkan
kesantunan berkomunikasi, mengurangi kesalahpahaman berkomunikasi, dan
memperjelas ketepatan pesan dalam komunikasi.
Masyarakat Jawa dalam bertutur sangat memperhatikan
kesopansantunan berbahasa. Tindakan ini bergantung pada situasi yang
mendukung fungsi bicara tersebut. Fungsi kesopansantunan ini terwujud dalam
bentuk undha-usuk atau tingkat tutur berbahasa, yaitu bentuk ngoko dan krama
(Dwiraharjo, 2001).
Contoh tidak tutur komisif dapat dilihat pada data berikut:
(1) Nani : Wis dhahar (K) Mas ?Sudah makan Mas ?‘Sudah makan Mas ?
Tanta : Durung .Belum‘Belum’
7
Nani : Tak pundhut ke bakso dhisik ya.props.aktf .S.O1 tgl benfsaya berniat akan beli - kan bakso dahulu ya .
‘(Saya berniat) akan membeli bakso dahulu.’
Tanta : Ngendi ?‘Di mana ?’
Nani : Bu Seger.Bu Seger’(di warung bakso)
Tanta : Ya ken.Ya boleh.‘Ya boleh’.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Nani (O1) dan Tanta(O2). Dialog ini dilakukan dengan warna emosi yang santai. Nani(O1) bermaksud menanyai Tanta apakah sudah makan.Tujuannya, apabila (O2) belum makan akan dibelikan dulu baksodi warung Bu Seger. Bab yang dibicarakan dalam dialog ini ialahtentang makan siang, dengan menggunakan bahasa Jawaragam krama madya, dengan cita rasa bahasa yang cukupsantai. Urutan bicaranya, (O1) bertanya dan (O2) memberikanjawaban. Dalam dialog ini Tanta (O2) mengiyakan danmenyetujui (O1) membelikan bakso.
Pada data (1) bentuk dialog digunakan untuk menyatakan tuturan komisif
berniat, yaitu berniat akan melakukan tindakan. Maksud yang terkandung di
dalam dialog ialah Nani, istri Tanta, menanyakan apakah Tanta sudah makan.
Jika belum, Nani akan membeli bakso (niat yang akan dilakukan oleh Nani,
kalau Tanta setuju). Niat itu dilakukan Nani dengan tindakan akan membeli
bakso (Takpundhutke bakso dhisik ya). Pada kata takpundhutke ‘(saya berniat)
akan saya belikan’, kata tak adalah bentuk propositif aktif orang pertama tunggal
atau propositif2 aktif orang pertama tunggal yang menyatakan makna akan
melakukan suatu tindakan dan tindakan itu belum dilakukan. Kata dhisik ‘dahulu’
8
menyatakan bahwa tindakan niat itu belum dilakukan, tetapi akan dilakukan.
Untuk meminta persetujuan digunakanlah partikel pementing ya ‘ya’. Dengan
demikian, penanda tindak tutur komisif berniat terdapat pada bentuk
Takpundhutke ‘(saya berniat) akan membeli’ pada kalimat Takpundhutke
ø(bakso) dhisik ‘saya (akan) membeli ø(bakso) dahulu’. Oleh karena itu, ciri
tindak tutur komisif terletak pada bentuk propositif tak – ake pada takpundhutake
‘akan saya belikan’. Pekerjaan membeli akan dilakukan oleh O1. Pekerjaan itu
belum dilakukan, tetapi akan dilakukan di masa mendatang. Di dalam dialog itu
terlihat keakraban antara suami istri yang tercermin melalui pemakaian bahasa
Jawa tingkat tutur madya. Kata pundhut ‘beli’ merupakan bentuk madya dalam
tingkat tutur bahasa Jawa. Penggunaan kata itu menghasilkan kalimat Tak
pundhutke bakso dhisik ya ‘Saya berniat akan belikan bakso dahulu’. Bentuk
kalimat itu merupakan kalimat bahasa Jawa tingkat madya. Penggunaan tingkat
tutur madya dalam dialog tadi menunjukkan tingkat kesopanan berbahasa yang
netral. Daya pragmatis pada (1) dapat dikatakan berhasil. Tanta dapat mengerti
maksud Nani dan menyetujui niat Nani untuk membelikan bakso .
Tindak tutur komisif berniat adalah tindakan bertutur untuk menyatakan
niat melakukan suatu pekerjaan/tindakan bagi orang lain. Niat itu dilakukan
dalam kondisi ketulusan dengan pelaku tindakan betul-betul penutur sendiri.
Tindakan tersebut belum dilakukan, dan akan dilakukan pada masa mendatang.
Di bawah ini contoh tindak tutur komisif berjanji. Data berbentuk dialog
antara Pak Dar (seorang guru) dengan Rohmat (siswa).
9
(2) Pak Dar : Mat, kandha /n/ana kanca-kanca mu ya !kandha impert.psf.O2 jamak gen
Mat, beri tahukanlah teman-teman mu ya !‘Mat beri tahukanlah teman-temanmu !
Rohmat : Wonten napa, Pak ?Ada apa Pak?‘Ada apa, Pak ?’
Pak Dar : Iki mengko ana rapat guru jam setengah sepuluh, dadiIni nanti ada rapat guru pukul setengah sepuluh, jadi
jam ku mengko takkosongke. Tulung ya Mat(jam pelajaran) nanti props. pasif S O1 tolong partikel
jam pelajaran nanti (akan) saya kosongkan. Tolong Mat
kanca-kanca mu dikandha [n]i!gen. verba psf.O3 jmk. kandha=kata transf
kawan-kawanmu beritahukanlah !
‘Ini nanti ada rapat guru pukul setengah sepuluh, jadi jam(pelajaran) saya nanti akan saya kosongkan.Tolong Matberitahukanlah teman-temanmu’.
Rohmat : O, nggih Pak! Mengke kula ø(badhe) sanjang .O, ya pak! Nanti saya ø(akan) kata = memberitahukalih kanca-kanca.kepada kawan-kawan.
‘O, ya Pak! Nanti teman-teman akan saya beri tahu.
Pak Dar : (menepuk punggung Rohmat, kemudian pergi).
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Pak Dar (guru)selanjutnya disebut (O1) dan Rohmat (murid) selanjutnya disebut(O2). Warna emosi ketika dialog ini dituturkan dalam susanatenang dan sedikit formal. Maksud atau tujuan pembicaraan, PakDar memberitahukan bahwa nanti akan ada rapat dan jampelajaran Pak Rohmat akan dikosongkan. Urutan bicara (O1)menyapa (O2), (O1) menjelaskan pokok pembicaraan, yaitumasalah pengosongan jam pelajaran kepada (O2). Instrumenyang digunakan dalam dialog ini ialah bahasa Jawa. (O1)
10
menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko dan (O2)menggunakan ragam krama. Rahmat (O2) berjanji akanmemberitahukan hal yang dibicarakan itu kepada teman-temannya.
Tuturan tersebut dilakukan oleh dua orang, yaitu Pak Dar, guru SMP 4
Surakarta, dan Rohmat, siswanya. Tuturan tersebut dilakukan dalam situasi
keduanya baru selesai makan siang di kantin sekolah. Pada tuturan tersebut
terjadi tindak ilokusi berjanji yang dilakukan oleh Rohmat, yaitu ia benar-benar
akan memberitahu teman-temannya. Tindak ilokusi berjanji itu diwujudkan
dengan tuturan, “O, nggih Pak! Mengke kula sanjang kalih kanca-kanca!” ‘O, ya
Pak! Nanti teman-teman akan saya beri tahu!’. Maksud tuturan tersebut berupa
kesanggupan Rohmat yang diucapkan dengan berjanji untuk memberi tahu
teman-temannya. Janji ini diucapkan oleh Rohmat agar Pak Dar percaya.
Tingkat kesantunan berbahasa pada (2) terlihat melalui Rohmat yang
menggunakan ragam krama, “O, nggih Pak! Mengke kula sanjang kalih kanca-
kanca!” ‘O, ya Pak! Nanti teman-teman akan saya beritahu!.’” Maksud kalimat ini
adalah berjanji untuk melaksanakan perintah Pak Dar. Kesanggupan yang akan
dilaksanakan oleh Rohmat menandai bahwa daya pragmatik dalam dialog itu
dapat dipahami oleh Rohmat.
Tindak tutur komisif berjanji adalah suatu tindakan bertutur yang
dilakukan oleh penutur dengan menyatakan janji akan melakukan suatu
pekerjaan yang diminta orang lain. Janji itu dilakukan dalam kondisi tulus
(sungguh-sungguh). Orang yang akan melakukan tindakan itu ialah orang yang
11
mempunyai kesanggupan atas pekerjaan/tindakan, yaitu (O2). (O1) percaya
bahwa (O2) dalam kondisi tulus (sungguh-sungguh) akan melaksanakan
pekerjaan yang diminta O1. Tindakan tersebut belum dilakukan, dan akan
dilakukan pada masa mendatang.
Tindak tutur komisif bersumpah adalah tindak tutur untuk meyakinkan
mitra tutur tentang apa yang dilakukan/dituturkan oleh penutur ialah benar
seperti yang dikatakan. Tuturan bersumpah ini menggunakan penanda tuturan
yang dapat meyakinkan lawan tutur, sering kali dengan menyebut saksi yang
derajatnya lebih tinggi.
Contoh :
(3) Pak Jenal : Piye Le, rapote … entukBagaimana panggilan anak laki-laki raportnya mendapat
rangking ora?rangking tidak ?
‘Bagaimana Le, rapornya … mendapat rangking tidak?’
Rohmat : Hmm … angsal rangking satu PakHmm (interjeksi).... mendapat rangking satu Pak.
‘Mendapat rangking satu Pak’
Pak Jenal : Ah tenane …ah (interjeksi) yang benar (interogatif)‘Ah yang benar …”
Rohmat : Weh, estu Pak! Kula mboten badhe ngapusi!Weh [interjeksi] sungguh Pak ! Saya tidak akan /N/
apusmenipuLhe dipirsa [n]i riyin.
Ini verba psf.O1tgl pirsa=lihat transf dahuludilihat
12
‘Sungguh Pak! Saya tidak akan menipu. Lihatlah dahuluini (raportnya).
Pak Jenal : Endi …(raporte)Pron.interogt mana‘Mana …’
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Pak Jenal (O1) dan Rohmat(O2).Suasana emosi peserta tutur dalam keadan santai, tetapi cukupformal. Maksud pembicaraan dalam dialog itu ialah (O1) PakJenal bertanya kepada (O2) Rohmat tentang rangking rapor yangdiperoleh. Urutan bicaranya, (O1) bertanya kepada (O2) tentangrangking rapor dengan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko.(O2) menggunakan ragam krama. Adegan tutur dalam dialog itu,(O1) bertanya dan (O2) menjawab. Di dalam mejawabpertanyaan, (O2) Rahmat bersumpah bahwa ia tidak menipu(berbohong). Ia benar-benar mendapat rangking satu.
Peristiwa tutur (3) dilakukan oleh dua orang yaitu Pak Jenal (ayah), dan
Rohmat, anaknya. Pokok pembicaraan ialah hasil rapor Rohmat. Tuturan terjadi
di waktu malam dalam situasi santai sesudah makan malam. Pada tuturan
tersebut ditemukan adanya tindak tutur bersumpah sebagai tindak ilokusi yang
dilakukan oleh Rohmat melalui tuturan, “Weh, estu Pak! Kula mboten badhe
ngapusi! Lhe dipirsani rumuyin.” ‘Sungguh Pak! Saya tidak akan menipu. Ini,
(rapornya) dilihat duhulu.’ Di dalam tuturan tersebut, Rohmat bersumpah kepada
ayahnya, Pak Jenal, bahwa hasil rapor yang diperolehnya benar-benar rangking
satu. Rohmat bersumpah agar Pak Jenal percaya bahwa ia benar-benar
mendapat rangking satu, dan ia tidak akan menipu.
Di dalam tindak tutur komisif bahasa Jawa, penggunaan tuturan
performatif3 sering tidak harus dalam bentuk formal.
Contoh:
13
(4) Sarmini : Tik, mesti kowe ora beres. Jare saben dinaTik, pasti kamu tidak beres. Katanya setiap hari
kok mulih telat.Part.pent kok pulang terlambat.
‘Tik, pasti kamu tidak beres. Katanya setiap hari pulangterlambat’.
Tatik : Tatik ki. Ra tauTatik (ki = iki) (pron.dem) ini. (ra = ora) tidak pernahno.Part.pngs‘Tatik itu. Tak pernah (terlambat)’.
Sarmini : Tenane lho Tik.yang benar (interogatif) (interjeksi) lho Tik (Tatik).
‘Yang benar Tik’.
Tatik : Aku ora arep telat maneh , ben apa ta.Saya tidak akan terlambat lagi, biar apa part.
‘Saya tidak akan terlambat lagi, biar apa ta’.
Sarmini : Aja ngono Tik, yen ana Malaikat liwat koweJangan begitu Tik, kalau ada Malaikat lewat kamu
gela.kecewa
‘Jangan begitu Tik, kalau ada Malaikat lewat kamu kecewa’.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan Sarmini selanjutnya disebut(O1) dan Tatik selanjutnya disebut (O2). Sarmini bertanyakepada Tatik apakah masih sering pulang terlambat. Tatikbersumpah bahwa ia tidak pulang terlambat lagi.
Dalam dialog (4) terdapat tindak tutur bersumpah yang dilakukan oleh
Tatik ketika ia ditegur kakaknya, Sarmini, karena katanya setiap hari pulang
terlambat. Tatik menyangkal seperti pada kalimat Tatik ki. Ra tau no. ‘Tatik itu.
14
Tak pernah (terlambat)’. Kalimat itu tergolong kalimat bersumpah, hanya tidak
dalam bentuk sumpah yang jelas.
Tuturan seperti Aku ora arep telat maneh, ben apa ta. ‘Saya tidak akan
terlambat lagi, biar apa ta’, secara leksikal tidak menunjukkan sumpah. Akan
tetapi, secara inferensial dapat dirunut melalui kalimat yang mengikutinya, yaitu
Aja ngono Tik, yen ana Malaikat liwat kowe gela. ‘Jangan begitu Tik, kalau ada
Malaikat lewat kamu kecewa’. Dialog dalam tindak tutur itu menyatakan bahwa
sumpah yang diucapkan oleh Tatik apabila disaksikan malaikat akan dapat
betul-betul terjadi. Dengan kata lain, malaikat menjadi saksi atas sumpah yang
diucapkan oleh Tatik. Malaikat dianggap memiliki derajat lebih tinggi daripada
Tatik.
Memperhatikan data (4) terlihat bahwa tuturan untuk menyatakan
bersumpah dalam bahasa Jawa tidak harus eksplisit. Pada bentuk Ben apa ta
“biar apa ta” maksud kalimat bukanlah bertanya, tetapi bersumpah. Apabila
dilengkapkan, kalimat itu menjadi Ben (samber bledhek, apa (liyane) ta. ”Biar
disambar petir) apa (yang lain) ta”. Bentuk apa ta ‘apa ta’ menggambarkan
kemungkinan akibat dari sumpah yang dapat mengenai dirinya. Bentuk ta adalah
partikel penegas yang menegaskan isi sumpah. Oleh karena itu, Aku ora arep
telat maneh, ben apa ta. ‘Saya tidak akan terlambat lagi, biar apa ta’ adalah
kalimat yang menyatakan sumpah dengan maksud tidak akan terlambat lagi.
Tuturan performatif bersumpah dalam tindak tutur komisif sering tidak
eksplisit, tapi oleh masyarakat tutur Jawa dapat dipahami maksudnya.
15
Berikut ini tindak tutur komisif bernadar yang sering dilakukan oleh
masyarakat Jawa.
Contoh :
(5) Umi : Le, uripmu kok kebakLe [panggilan anak laki-laki], hidupmu [part.] penuh
lelara. Kapan ndang waras kaya kanca-kancamupenyakit. Kapan segera sehat seperti teman-temanmu
‘Le, hidupmu penuh penyakit. Kapan segera sehat seperti teman-temanmu’.
Yadi : Mbok, yen Allah isihMbok [mbok= simbok] ibu jika Allah masih
kersa ngingu aku, mesti waras.berkenan memelihara saya, pasti sehat
Ibu, jika Allah masih berkenan memelihara saya, (saya) pastisembuh’.
Umi : Bener le .... . Ngene, suk yenBenar le [panggilan untuk anak laki-laki] Begini, besuk jikawis waras tenan, taktukokake sepedha anyar.sudah sehat betul, props.aktf O1 tgl.,ben. sepeda baru.
akan kubelikan
Benar le ...... . Begini, besuk jika sudah sehat betul, akan kubelikansepeda baru’.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Umi, selanjutnya disebut(O1), dan Yadi, selanjutnya disebut (O2). (O2) adalah anak (O1)yang sedang berobat di rumah sakit IPHI di Pedan, Klaten. Warnaemosi ketika dialog ini dilakukan (O1) dalam suasana sedih, karenaanaknya sakit. Maksud pembicaraan dalam dialog ini (O1)mengharapkan anaknya segera sehat. Kondisi kesehatan (O2)memang tidak baik, sering sakit-sakitan, sehingga (O1)mengharapkan anaknya segera sehat. (O1) selanjutnyamengucapkan nadar. Ia bernadar jika nanti anaknya sehat akandibelikan sepeda baru.
16
Dialog (5) di atas merupakan bentuk tindak tutur komisif bernadar yang
dilakukan Bu Umi ketika menunggui anaknya Yadi di rumah sakit IPHI Pedan
Klaten. Bentuk tindak tutur komisif bernadar itu ditandai dengan kalimat suk yen
wis waras tenan, mengko taktukokake sepeda anyar. ‘besok jika sudah sehat
betul, akan saya belikan sepeda baru’. Yang menjadi penanda tuturan bernadar
ialah bentuk suk (besuk) ‘besok’ dan yen ‘jika’ atas pokok peristiwa. ............
Detail pernyataannya menjadi yen wis waras tenan ‘jika sudah sehat betul’
(sebagai klausa pertama), dan taktukokake sepedha anyar’ akan saya belikan
sepeda baru’ (sebagai klausa kedua) sebagai tindakan yang akan dilakukan jika
isi pernyataan klausa pertama itu terlaksana.
Pada masyarakat Jawa sering terjadi peristiwa tutur bernadar. Ucapan
nadar biasanya dilatarbelakangi oleh kesulitan, kesusahan, atau cita-cita yang
sulit dicapai oleh penuturnya. Apabila kesulitan atau kesusahan telah terlampaui,
cita-cita telah terwujud, ucapan nadar betul-betul dilaksanakan. Ketika nadar
dituturkan, tindakan belum dilakukan. Tindakan akan dilaksanakan ketika yang
diinginkan oleh penadar telah terwujud. Pada masyarakat Jawa orang yang
bernadar, tetapi belum melaksanakan nadarnya akan merasa mempunyai beban
yang harus dilaksanakan.
Tindak tutur komisif bernadar adalah tindak tutur yang kemunculannya
dilatarbelakang keinginan khusus, tetapi belum terlaksana. Apabila hal yang
dikehendaki itu telah terlaksana/terwujud, penutur akan melaksanakan apa yang
dinadarkan.
17
Dengan memperhatikan pembahasan-pembahasan tadi, masalah yang
dikaji dalam penelitian ini berkenaan dengan, pertama, bagaimanakah bentuk
tuturan yang digunakan untuk menyatakan tindak tutur komisif berniat, berjanji,
bersumpah, dan bernadar dalam bahasa Jawa. Faktor yang memunculkan
pemakaian tindak tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah, bernadar akan
diformulasikan secara konsisten. Kedua, bagaimanakah maksud tindak tutur
komisif berniat, berjanji, bersumpah, dan bernadar dalam bahasa Jawa. Ketiga,
bagaimanakah realisasi tuturan performatif dalam tindak tutur komisif berniat,
berjanji, bersumpah, dan bernadar dalam bahasa Jawa.
Kajian atas bentuk tuturan yang digunakan untuk menyatakan tindak
tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah, dan bernadar dalam bahasa Jawa
dilakukan untuk mendapatkan deskripsi mengenai penanda linguistik. Selain itu,
juga untuk memperoleh deskripsi mengenai alasan pemilihan atas sebuah
bentuk.
Kajian mengenai pemakaian tindak tutur komisif berniat, berjanji,
bersumpah, bernadar dalam bahasa Jawa dilakukan untuk mendapatkan
penjelasan mengenai hal yang melatarbelakangi digunakannya tindak tutur itu.
Kajian mengenai maksud digunakannya tindak tutur komisif berniat,
berjanji, bersumpah, dan bernadar dalam bahasa Jawa dilakukan untuk
memudahkan pemahaman atas tujuan atau daya pragmatis sebuah tindak tutur
komisif.
Kajian mengenai realisasi tindak tutur komisif bersumpah, berjanji,
berniat, bernadar dalam bahasa Jawa dilakukan untuk memahami kekhasannya.
18
Kekhasan itu berkenaan dengan adanya tindak tutur performatif komisif yang
sifatnya eksplisit dan implisit.
Masalah tindak tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah, bernadar yang
mempunyai ciri-ciri maksud yang khas di dalam komukasi perlu dikaji secara
mendalam dalam kaitan dengan konteks yang melatarbelakanginya (band.
Frawly, 1992 : 17).
1. 2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada tipe tindak tutur komisif
berniat, berjanji, bersumpah, bernadar sehingga kajian dalam penelitian ini
meliputi empat hal.
a) Bagaimana bentuk penanda tuturan komisif yang menyatakan tindak
tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah, bernadar dalam bahasa
Jawa dan mengapa bentuk tersebut digunakan sebagai penanda
komisif.
b) Mengapa tindak tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah, bernadar
dalam bahasa Jawa itu dipakai dan bagaimana formulasinya ?
c) Apa saja maksud tindak tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah,
bernadar dalam bahasa Jawa?
d) Bagaimana realisasi tuturan performatif eksplisit dan implisit dalam
tindak tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah, dan bernadar dalam
bahasa Jawa ?
19
1. 3 Relevansi Penelitian
Penelitian ini memiliki relevansi dengan (1) bidang komunikasi, (2) bidang
pengembangan sosiolinguistik bahasa Jawa, (3) bidang pengajaran bahasa, dan
(4) bidang pengembangan pragmatik bahasa Jawa.
1.3.1 Bidang Komunikasi
Tindak tutur komisif mempunyai relevansi dengan komunikasi
antarmanusia. Manusia tidak lepas dari penggunaan tindak tutur komisif untuk
bertransaksi dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam penelitian ini diambil objek
bahasa Jawa. Secara umum bahasa memiliki ciri-ciri universal di samping
kekhasan masing-masing. Bahasa Jawa juga mempunyai kekhasan dalam
tindak tutur komisif, sehingga studi yang sifatnya lintas bahasa perlu
dilaksanakan.
1.3.2 Bidang Sosiolinguistik Bahasa Jawa
Penelitian ini akan mengungkapkan salah satu jenis tindak tutur bahasa
Jawa, yaitu tindak tutur komisif. Pengungkapan tindak tutur ini akan lengkap
apabila diteliti secara linguistik murni. Namun, akan lebih lengkap apabila juga
diteliti secara sosiolinguistik. Anggapan ini sesuai dengan pandangan bahwa
sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan
pemakaiannya di dalam masyarakat (Suwito, 1985:2). Oleh karena itu, penelitian
ini memiliki relevansi dengan pengembangan sosiolinguistik bahasa Jawa.
1. 3. 3 Bidang Pengajaran Bahasa Jawa
Penelitian semacam ini dapat memberikan sumbangan terhadap
pengajaran bahasa Jawa di sekolah-sekolah yang memerlukannya. Pemahaman
20
yang benar mengenai tindak tutur komisif dapat mempengaruhi pemakaian
bahasa sehingga menjadi baik dan benar di samping menjaga kesantunan
komunikasi. Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi kebahasaan, khususnya
mengenai penggunaan tindak tutur komisif yang sesuai dengan kaidah
komunikasi. Dengan pertimbangan itulah informasi tersebut menjadi sangat
penting dalam menentukan bahan pengajaran mengenai pokok bahasan bidang
pragmatik. Penentuan bahan yang baik tentunya disesuaikan dengan lingkungan
sosialnya. Dengan demikian, tidak akan terjadi hambatan dalam penerapannya.
1.3.4 Bidang Pengembangan Pragmatik Bahasa Jawa
Hasil penelitian ini akan mengungkapkan salah satu jenis tindak tutur
dalam bahasa Jawa, yaitu tindak tutur komisif. Pengungkapan tindak tutur ini
akan lengkap apabila diteliti secara linguistik murni. Namun, akan lebih lengkap
apabila juga diteliti secara pagmatik. Angapan itu sesuai dengan pandangan
bahwa pragmatik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya
dengan makna tuturan yang terikat pada konteks (Leech, 1993:5-7). Oleh karena
itu, penelitian ini memiliki relevansi dengan pengembangan pragmatik bahasa
Jawa itu sendiri.
1. 4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dapat dirinci menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Dua tujuan itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
21
1. 4.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan, secara
eksploratif, menemukan kaidah dan pola-pola linguistik tindak tutur komisif
berniat, berjanji, bersumpah, dan bernadar dalam bahasa Jawa.
1.4.2 Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan memberikan pemerian yang jelas
dan komprehensif mengenai aspek-aspek berikut.
a) Bentuk tuturan yang digunakan untuk menyatakan tindak tutur komisif
berniat, berjanji, bersumpah, dan bernadar dalam bahasa Jawa serta alasan
mengapa bentuk tersebut dipilih untuk menyatakan tindak tutur komisif
tersebut.
b) Mengapa tindak tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah, dan bernadar
dalam bahasa Jawa dipakai dan bagaimana formulasinya.
c) Maksud tindak tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah, dan bernadar
dalam bahasa Jawa.
d) Realisasi tuturan performatif dalam tindak tutur komisif berniat, berjanji,
bersumpah, dan bernadar dalam bahasa Jawa dan mengapa muncul tuturan
performatif eksplisit dan implisit.
1. 5 Manfaat Penelitian
Ada dua manfaat dari penelitian ini, yaitu manfaat teoretis dan praktis.
22
1.5.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memajukan wawasan
sosiolinguistik karena studi tentang jenis tutur menuntut pemahaman secara
mendalam. Secara sosiolinguistik variasi tutur dapat dipahami berdasarkan
faktor penentunya, yaitu tujuan tutur.
Selain memajukan wawasan sosiolinguistik, penelitian ini juga diharapkan
dapat memajukan wawasan pragmatik karena sifat kajiannya yang sampai
menjangkau maksud secara pragmatik.
1.5.2 Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan untuk
pembinaan bahasa Jawa. Pernyataan tersebut berdasarkan pemikiran bahwa
dalam pembinaan bahasa, termasuk bahasa Jawa, pembenahan terhadap
materi yang berupa bahasa mutlak diperlukan.
Hasil penelitian ini dapat memberikan penjelasan kepada penutur bahasa
Jawa mengenai tindak tutur komisif. Adanya kejelasan mengenai tindak tutur
komisif akan menjadi informasi kebahasaan yang sangat bermanfaat bagi
masyarakat penutur bahasa Jawa.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian langue4 bukan penelitian parole5.
Penelitian ini mengenai pola-pola kekhasan tindak tutur, bukan meliputi varian
bunyi bahasa. Sehubungan dengan hal itu, maka wujud data dapat berupa
23
pemakaian bahasa tidak memandang wilayah geografis dan kelas sosial, karena
cara orang menggunakan tindak tutur komisif akan sama. Penelitian tindak tutur
jajarannya bukan fonologi dan morfologi pembentukan kata, tetapi pola
komponen sintaksisnya. Sehubungan dengan itu pengumpulan data dapat
dijalankan pada berbagai kelas sosial dan dialek geografi yang berbeda.Pada
dialek sosial dan geografi yang berbeda dalam satu bahasa sistem sintaksis
sama. Untuk kelas sosial tinggi, madya, rendah apabila bertutur komisif sama.
Perbedaan kelas sosial pada umumnya hanya pemilihan leksikon dan undha-
usuk yang sering berbeda.
Penelitian ini dilakukan dengan prosedur (1) mengumpulkan data, (2)
menganalisis data, (3) menyajikan hasil analisis data. Dalam hubungan itu,
dijelaskan pula perihal data dan lokasi penelitian. Oleh karena itu, pembicaraan
mengenai metode penelitian ini meliputi data penelitian, lokasi penelitian,
pengumpulan data, dan metode analisis data. Penjelasan selengkapnya
sebagai berikut.
1.6.1 Data Penelitian
a) Data dan sumber data
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan terhadap tindak tutur komisif
bahasa Jawa. Bentuk data penelitian ialah tuturan bahasa Jawa berjenis tindak
tutur komisif.
24
b) Sumber data
Sumber data diambil dari data lisan berupa penggunaan bahasa Jawa
dalam bentuk tindak tutur bahasa Jawa, yaitu tindak tutur komisif. Tuturan
tersebut diperoleh dari peristiwa tutur masyarakat Jawa yang terjadi dalam
domain sosial, seperti diajukan oleh Gumperz (dalam Fishman, 1975:34).
Domain sosial tersebut berupa enam lingkungan, yaitu lingkungan keluarga,
pendidikan, jaringan kerja, pemerintahan, kebudayaan, dan agama. Dari enam
lingkungan sosial tersebut, peristiwa tutur yang diambil hanyalah peristiwa tutur
yang menggunakan tindak tutur komisif.
1.6.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah penggunaan bahasa Jawa yang
dianggap masih standar, yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Tempat perolehan
data ditunjukkan dengan alamat tempat data diperoleh. Pencantuman alamat
dimaksudkan untuk membuktikan bahwa peristiwa tutur yang digunakan bukan
peristiwa tutur dari masyarakat di luar Surakarta dan Yogyakarta yang
kebanyakan juga merupakan penutur bahasa Jawa. Dengan cara itu keabsahan
data dapat dipertanggungjawabkan. Pemakai bahasa Jawa di Kodia Surakarta
adalah orang Jawa yang menggunakan bahasa Jawa untuk alat komunikasi
sehari-hari bukan hanya bahasa Jawa yang khas digunakan di Kodia Surakarta.
Demikian juga pemakai bahasa Jawa di wilayah Yogyakarta tidak memandang
kekhasan bahasa Jawa di Yogyakarta, namun pemakaian bahasa Jawa sehari-
hari, bukan harus orang Jawa asli Yogyakarta.
25
1.6.3 Pengumpulan Data
Sebelum melaksanakan pengumpulan data, terlebih dahulu peneliti
menentukan domain sosial untuk menentukan kelompok masyarakat pengguna
bahasa Jawa yang dianggap dapat mewakili masyarakat Jawa secara memadai.
Domain sosial dalam penelitian ini meliputi enam lingkungan sosial, yaitu
lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan kebudayaan,
lingkungan jaringan kerja, lingkungan pemerintahan, dan lingkungan
keagamaan. Setelah domain sosial sebagai tempat pengambilan data
ditetapkan, peneliti terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data tindak tutur
komisif bahasa Jawa. Data yang diambil dari enam lingkungan tadi ialah data
lisan yang memuat peristiwa tindak tutur berjenis tindak tutur komisif bahasa
Jawa.
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data ini ialah peneliti sendiri.
Peneliti langsung menyimak penggunaan bahasa Jawa, terutama penggunaan
tindak tutur komisf. Aktivitas peneliti selama pengumpulan data, yaitu mencatat
penggunaan bahasa Jawa yang berbentuk tindak tutur komisif. Selain mencatat
penggunaan tindak tutur komisif, peneliti juga mencatat faktor-faktor penting
yang melatarbelakangi penggunaan tindak tutur komisif, terutama aspek
nonlingual yang menyangkut komponen tutur dan konteks. Hal-hal yang menjadi
perhatian khusus segera dicatat, antara lain bentuk bahasa yang digunakan,
pelaku tindak komunikasi, waktu dan situasi yang melatari, termasuk keadaan
26
emosi, raut muka, dan gerak-gerik pelaku. Pencatatan ini perlu dilakukan karena
merupakan informasi di luar bahasa yang dapat membantu saat analisis
kebahasaan. Pencatatan tidak disertai interpretasi penulis.
Di samping mencatat penggunaan tindak tutur komisif bahasa Jawa, peneliti
juga menggunakan alat rekam untuk mendapatkan data yang sifatnya aktual dan
alamiah. Data alamiah adalah data, dalam hal ini tuturan komisif, yang tidak
terpengaruh oleh faktor-faktor lain; data yang tidak dibuat-buat sekadar untuk
memenuhi keperluan. Data aktual adalah data, dalam hal ini tindak tutur komisif
bahasa Jawa, yang betul-betul dipakai pada saat itu untuk berkomunikasi. Oleh
karena itu, perekaman data dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Perekaman
dapat dilakukan secara terbuka jika peneliti dapat memancing terjadinya
penggunaan tindak tutur komisif bahasa Jawa. Hasil perekaman data
selanjutnya ditranskripsi dan dituliskan dalam kartu data.
1.6.4 Analisis Data
Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan setelah data terkumpul,
yaitu tahap seleksi data (pemilihan data), tahap klasifikasi data (pemilahan data),
tahap analisis data, dan tahap interpretasi data .Penjelasannya sebagai berikut.
Setelah data berupa catatan dialog terkumpul, data ditindaklanjuti dengan
klasifikasi. Klasifikasi dimaksudkan untuk memilah-milah data berdasarkan jenis
tindak tutur komisifnya, yaitu berniat, berjanji, bersumpah, atau bernadar.
Analisis data dilakukan dengan memberikan penjelasan mengenai
penanda bentuk yang menandai tindak tutur komisif. Setelah mendapatkan ciri
27
bentuk tindak tutur komisif, analisis dilanjutkan dengan memberikan interpretasi
dan penjelasan mengenai alasan mengapa bentuk tersebut dipilih dan dipakai
untuk menyatakan tindak tutur komisif dalam bahasa Jawa. Pada analisis
digunakan analisis kotekstual yang dilanjutkan dengan pembuatan formulasi.
Untuk pemahaman maksud dan cara pemakaian tuturan performatif dalam
tindak tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah, dan bernadar, pembahasan
menerapkan metode kontekstual dan analisis wacana, secara internal dan
eksternal.
Metode yang dipakai untuk menganalisis data penelitian ini mengikuti
pemikiran Poedjosoedarmo (tt) bahwa penelitian sosiolinguistik pada dasarnya
adalah penelitian kontekstual, yaitu penelitian tentang wujud tuturan (bahasa)
yang harus memperhatikan konteks sosialnya. Oleh karena itu, dalam studi
sosiolinguistik metode analisis data harus bersifat kontekstual.
Dalam penelitian ini akan menyertakan kajian konteks sosial. Konteks
sosial yang dimaksud adalah komponen tutur yang menyertai bentuk bahasa
dalam suatu peristiwa tutur. Analisis tindak tutur ini sangat erat dengan analisis
maksud dan tujuan tuturan.
Dalam analisis pemakaian tindak tutur komisif ini akan diperhatikan
masalah konteks yang meliputi konteks fisik atau situasi, konteks epistemik,
konteks linguistik, dan kontek sosial dengan memperhatikan komponen tutur
yang menyertai bentuk bahasa dalam suatu peristiwa tutur. Komponen tutur
yang diperhatikan dalam analisis ialah penutur, mitra tutur, warna emosi penutur,
maksud dan kehendak penutur, anggapan penutur terhadap kedudukan sosial
28
dan relasinya dengan mitratutur, sarana bicara, peristiwa tutur, urutan bicara,
dan topik. Selain itu, juga diperhatikan masalah ketaatan peserta tutur terhadap
prinsip-prinsip budaya yang mendasari sikap dan pandangan hidup masyarakat
Jawa, yang meliputi prinsip sopan santun, prinsip kerja sama, dan prinsip
hormat.
1.6.5 Metode Penyajian Hasil Analisis Penelitian
Penyajian hasil analisis data dilakukan dalam bentuk deskripsi. Penyajian
dalam bentuk deskripsi adalah penyajian (atas hasil analisis data) dalam bentuk
uraian dengan menggunakan kalimat formal, bagan-bagan, serta kode secara
konsisten. Fenomena yang menyangkut aspek sosiopragmatik, dideskripsikan
dan dipaparkan dengan diberi argumentasi yang berpedoman pada konsep dan
kerangka teori yang dipakai.
1.7 Sistematika Penyajian
Hasil penelitian disajikan berdasar pokok-pokok pikiran, latar belakang
penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian, pemecahan masalah, dan
simpulan. Pokok-pokok pikiran itu akan dituangkan tujuh bab. Bab I,
Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, relevansi
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta metode penelitian. Bab II,
Tinjauan Pustaka dan Landasan Teoretik, berisi pembicaraan tentang penelitian-
penelitian tindak tutur komisif, pemikiran-pemikiran tentang tindak tutur dan
tindak tutur komisif, serta landasan teori. Bab III berisi analisis terhadap tuturan
untuk menyatakan bentuk tindak tutur komisif bersumpah, berjanji, dan berniat
29
dalam bahasa Jawa. Bab IV berisi analisis terhadap pemakaian tindak tutur
komisif berniat, berjanji, bersumpah, dan bernadar dalam bahasa Jawa. Bab V
berisi analisis terhadap maksud tindak tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah,
dan bernadar dalam bahasa Jawa. Bab VI berisi analisis mengenai realisasi
tuturan performatif dalam tindak tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah, dan
bernadar dalam bahasa Jawa. Terakhir, Bab VII, Penutup, berisi simpulan dan
saran. Laporan penelitian ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka, lampiran
data penelitian, dan peta wilayah pengambilan data.
30
1Metapesan, istilah ini pertama kali dipergunakan oleh Deborah Tannen, 1986 dalam karyanya
berjudul That’s Not I What Meant ! How Conversational style makes or breaks your relation withother. Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Dra. Amitya Kumara,1996, Seni KomunikasiEfektif Membangun Relasi dengan Membina Gaya Percakapan. Jakarta : PT Gramedia PustakaUtama. Hlm. 15. Yang dimaksud pesan adalah informasi yang terungkap melalui makna kata-kata. Metapesan adalah informasi yang terungkap melalui hubungan kita dengan orang lain-sikap kita terhadap orang lain, kesempatannya, dan apa yang kita katakan adalah metapesan.
2Istilah propositif pertama kali digunakan oleh H.N. Killian (1919) dalam karyanya yang berjudul
Javaansche Spraakkunst, S’Gravenhage Martinus Nijhoff dengan istilah De Propositief.Propositif terdiri atas dua bentuk, yaitu propositif aktif dan pasif (305); M.Prjohoetomo (1937)dalam karyanya yang berjudul Javaansche Spraakkunst, Leiden: E.J. Brill menggunakan istilahpropositief, bentuknya berupa propositif aktif dan pasif (100); Marsono (1980) dalam karyanyayang berjudul Propositif Tunggal dalam Bahasa Jawa, Makalah pada Kegiatan Ilmiah dalamRangka Sumpah Pemuda dan Lustrum VI Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas GadjahMada Yogyakarta. Propositif adalah suatu modus yang ditandai dengan bentuk tertentu padapredikatnya. Propositif menyatakan makna ‘niat akan melakukan suatu pekerjaan, keadian, atauhal sehubungan dengan predikat, dengan pelaku orang pertama tuinggal’. Pekerjaan ataukejadian itu, sewaktu tuturan dituturkan, belum ada atau belum dilakukan. Persona pertama atauorang pertama sebagai pelaku “berniat akan” melakukan pekerjaan untuk yang akan datang.Contohnya, Taktukokake bakso dhisik ‘akan kubelikan bakso dahulu’. Taktukokake {tak – tuku –ake} {tak – D - ake}, propositif pasif, subjek orang pertama tunggal, desideratif, bermakna subjekorang pertama (saya) akan melakukan pekerjaan seperti pada predikat tuku ‘beli’, -(a)ke sebagaipenenada benefaktif. Akan saya belikan dulu bakso. Pekerjaan membeli bakso belum dilakukan,baru akan dilakukan. Propositif Bahasa Jawa juga terdiri atas propositif aktif dan pasif berdasarjenis pengisi predikatnya. Pada Tata Bahasa Jawa Mutakhir karya Wedhawati, dkk. (2001),pembahasan makna verba bentuk {tak – (a)ke} yang juga mempunyai varian {dak – (a)ke}termasuk verba pasif; yang melakukan orang pertama tunggal. {tak – (a)ke} mempunyai maknakausatif pasif, (subjek) orang pertama tunggal yang bermakna akan melakukan tindakan yangberkaitan dengan predikat pada kalimat itu. Contohnya, Tugasmu takcedhakake kantorKecamatan ‘Tugasmu akan saya dekatkan kantor Kecamatan’ (89). Istilah kausatif yang dipakaiWedhawati, dkk. (2001) perlu mendapatkan koreksi seperlunya untuk bidang makna yangmenyatakan pekerjaan yang belum dilakukan.
3Untuk istilah tuturan performatif, Austin (1962 : 4-5) mengemukakan pandangannya bahwa di
dalam mengutarakan tuturan, seseorang dapat melakukan sesuatu selain mengatakan sesuatu.Wijana (1996:23) menjelaskan bahwa tuturan performatif adalah tuturan yang pengutaraannyadigunakan untuk melakukan sesuatu. Gunarwan (1994:43) mengemukakan bahwa tuturanperformatif adalah tuturan yang merupakan tindakan melakukan sesuatu dengan membuattuturan itu.Tuturan “saya berjanji akan membelikan anak saya baju” adalah tuturan performatif,karena penuturnya akan melakukan tindakan seperti yang dituturkan. Sedangkan tuturan yangdipakai untuk mengatakan sesuatu disebut tuturan konstatif (Autin, 1962; Gunarwan; 1994;Wijana, 1996; Rustono, 1999). Di dalam tindak tutur komisif berjanji bahasa Jawa, tuturanperformatif sering tidak ditampakkan secara eksplisit. Untuk mengukur validitasnya, diperlukanpengetahuan inferensial. Oleh karena itu, perlu dijelaskan secara baik.
4De Saussure (1916) membedakan langue, langage, dan parole. Langue adalah salah satu
bahasa (misalnya bahasa Inggris, bahasa Perancis, bahasa Jawa dan sebagainya) sebagaisuatu sistem. Langue adalah merupakan konsep yang menunjuk konsep bahasa tertentu,memandang bahasa sebagai fakta sosial, bahasa bersifat kolektif, bahasa sebagai hasilkonvensional, pemakaian bahasa sebagai sistem kaidah (Ferdinand de Saussure,1996.
31
Pengantar Linguistik Umum. Terjemahan Rahayu S. Hidayat. cetakan ke-3. Yogyakarta : GadjahMada University Press. Hlm.74-84. Verhaar, 191996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta:Gadjah Mada Univerity Press.Hlm.3.
5 Parole menunjuk bahasa sebgai ujaran, individual, hiterogin dan sesaat. (Ferdinand deSaussure,1996. Pengantar Linguistik Umum (cetakan ke-3) Yogyakarta : Gadjah MadaUniversity Press. Hlm.74-84. Dengan demikian faktor pembeda dengan langue, parole lebihterikat pada bunyi bahasa sebagai objek (bahan mentah) penelitian linguistik. Langue faktorpembedaanya di atas tataran morfologi pembentukan kata yaitu pada kaidah sintaksis.
32
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2. 1. Pengantar
Bab ini terdiri atas dua bagian. Bagian pertama berupa tinjauan
pustaka tentang tindak tutur komisif; bagian kedua berupa penjelasan
mengenai landasan teori. Kajian tentang tindak tutur komisif berisi paparan
atas beberapa hasil penelitian mengenai tindak tutur komisif, terutama tindak
tutur komisif dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa Jawa. Tujuan
pemaparan dimaksudkan untuk mengetahui hasil penelitian yang telah
dilakukan dan dipublikasikan, baik dalam bentuk laporan penelitian maupun
yang telah diterbitkan dalam bentuk buku. Dengan mempelajari penelitian
mengenai tindak tutur komisif yang telah dilakukan, khususnya yang
berdasarkan sudut pandang sosiolinguistik dan pragmatik, dapat diketahui (1)
bagaimana penelitian dilakukan dan (2) perbedaan antara penelitian yang
satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, kajian mengenai tindak tutur
komisif yang telah dilakukan dapat digunakan sebagai pembanding atas
penelitian tindak tutur komisif dalam bahasa Jawa yang akan dilaksanakan.
Bagian kedua bab ini, yaitu Landasan Teori, memaparkan teori-teori
yang relevan untuk kajian sosiolinguistik dan pragmatik, khususnya tindak
tutur komisif bahasa Jawa. Bagian kedua ini akan mengetengahkan teori-teori
yang saling terkait, yaitu teori sosiolonguistik, teori pragmatik, teori tindak
tutur, teori tentang prinsip kerja sama, prinsip kesopanan, dan teori wacana.
Paparan bertujuan untuk memahami latar belakang yang sifatnya teoretis
33
dengan latar belakang penggunaan tuturan komisif, terutama pada bahasa
Jawa, secara lebih mendalam. Paparan juga dimaksudkan untuk memahami
bagian tuturan yang bermaksud komisif.
Berikut dipaparkan kajian tentang tindak tutur komisif. Pada bagian
berikutnya dipaparkan teori yang terkait dengan penelitian tindak tutur komisif,
terutama dalam bahasa Jawa.
2.2 Kajian Pustaka tentang Tindak Tutur Komisif
Masalah tindak tutur komisif belum pernah diteliti secara mendalam
dan komprehensif, terutama yang berkaitan dengan bentuk, pemakaian, dan
maksud tindak tutur. Beberapa hasil penelitian dan pembahasan yang relevan
dengan penelitian ini, baik dalam bentuk laporan hasil penelitian maupun
terbitan, sebagai berikut.
Rustono (1999), dalam karyanya yang berjudul Pokok-Pokok
Pragmatik, sedikit menyinggung masalah tindak tutur komisif pada bagian
tindak tutur dan jenisnya. Namun, penulis hanya memberikan definisi dan tiga
contoh kalimat untuk menyatakan tindak tutur.
Dardjowidjojo (2003), dalam bukunya yang berjudul Psikolinguistik
Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, pada bab IV, yaitu tentang
pelaksanaan tindak ujaran komisif, menjelaskan bahwa tindak tutur komisif
ditandai dengan tuturan berjanji, bersumpah, dan bertekat. Pembicaraan
tentang pelaksanaan tindak tutur komisif dalam buku itu hanya didasarkan
pada satu contoh penggunaan tuturan berjenis komisif.
34
Setiyanto (2003), dalam laporan penelitiannya yang berjudul
“Pasangan Tutur dalam Dialog Bahasa Jawa”, mengkaji masalah macam
wacana pasangan tutur bahasa Jawa dan jenis tindak tutur yang digunakan
dalam pasangan tutur itu. Dalam menentukan jenis tindak tutur, peneliti hanya
mengikuti pola pelaksanaan tutur. Dengan demikian, hanya ada tindak tutur
langsung, tindak tutur tidak langsung, dan tindak tutur literal. Data penelitian
pda kajian itu banyak yang berjenis wacana tindak tutur komisif. Namun,
karena penelitian tidak membahas secara khusus masalah tindak tutur
komisif, penganalisisan tidak sampai ke sana.
Indiyastini (2003), dalam laporan penelitiannya yang berjudul “Tinjauan
Prgamatik (Tindak Tutur, Implikatur, dan Praanggapan) dalam Wacana Bisnis
(Iklan) Bahasa Jawa”, juga membicarakan masalah tindak tutur komisif.
Dalam mengelompokkan tindak tutur, peneliti mengikuti teori Dardjowidjojo
(2003), yaitu dengan mengelompokkan tindak tutur komisif menjadi berjanji,
bersumpah, dan bertekat. Dalam penelitian itu Indiyastini hanya memberikan
dua contoh tindak tutur komisif, yaitu berjanji dan memastikan. Kedua contoh
tidak diikuti analisis dan penjelasan.
Nurlina (2003) melakukan penelitian berjudul “Prinsip Kesopanan
dalam Wacana Lisan Bahasa Jawa”. Di dalam penelitian itu dibicarakan pula
kesopanan tuturan komisif yang dibagi atas tuturan bahasa Jawa ragam
ngoko dan krama. Peneliti berpendapat bahwa tuturan komisif digunakan
untuk mengungkapkan penawaran dan berjanji. Jumlah data tuturan komisif
menawarkan ada tujuh. Data juga dianalisis untuk mengetahui maksud yang
terkandung dalam tuturan itu. Namun, analisis belum menjelaskan konteks
35
(termasuk konteks situasi) yang melatari terjadinya tuturan. Selain itu, data
juga hanya berupa kalimat; bukan dialog. Oleh sebab itu, gambaran untuk
latar belakang pragmatisnya juga menjadi tidak jelas.
Kushartanti (2005), dalam memberikan penjelasan mengenai
pragmatik, membicarakan masalah “pertuturan’” (yang dimaksudkan ialah
tindak tutur). Ia menjelaskan tentang pertuturan ilokusioner yang bertujuan
untuk menghasilkan ujaran yang dikenal sebagai daya ilokusi ujaran . Penulis
buku ini menjelaskan bahwa berdasarkan tujuannya, pertuturan dapat
dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu asertif, direktif, komisif,
ekspresif, dan deklaratif. Akan tetapi, dalam kaitan dengan tipe komisif,
penulis tidak memberikan penjelasan dan analisis yang mendalam, terutama
yang berkaitan dengan bentuk, fungsi, maksud, daya pragmatis, dan
kesantunan berbahasa secara komisif.
Partana (2003), dalam Dinamika Budaya Lokal dalam Wacana Global,
menulis tentang pola-pola struktur tindak tutur komisif bahasa Jawa. Dalam
tulisan itu struktur kalimat dalam tindak tutur komisif bahasa Jawa dipolakan
berdasarkan bentuk, struktur, dan parameter kesantunan berbahasanya.
Penelitian tindak tutur komisif juga dilakukan oleh Abderrahim AGNAOU
(1999),(http://www.geocities.com/elroyagnaou/personal/writings/Socio/one.ht
m), melalui kajian atas tindak tutur bersumpah yang merupakan salah satu
kelompok tindak tutur komisif. Objek penelitian ini ialah bahasa Arab Moroko.
Secara garis besar penulis menyimpulkan bahwa ada dua tipe maksud
bersumpah, yaitu swearing assertory ‘sumpah untuk menguatkan” dan
swearing promissory ‘bersumpah untuk menyanggupi’. Dalam tulisan itu,
36
Abderrahim belum membahas tentang derajat kesantunan bersumpah, fungsi
bersumpah, dan daya pragmatis dari tindakan bersumpah. Bersumpah di
dalam budaya yang berbeda-beda mempunyai ciri dan bentuk yang berbeda-
beda pula.
Charles W. Kreidler (1998), dalam Introducing English Semantics,
memberikan penjelasan tentang tuturan komisif (commissive utterances).
Tuturan komisif adalah indak tutur yang commit (mengikat) penuturnya sendiri
untuk melakukan tindakan (Kreidler, 1998 : 192). Termasuk dalam tuturan itu
ialah tuturan berjanji, kesanggupan, ancaman, dan nadar. Bentuk kata kerja
dalam tindak tutur komisif dapat dilihat pada tindakan menyetujui, meminta,
menawarkan, menolah, bersumpah. Predikat dalam tuturan komisif
menunjukkan bahwa yang akan melakukan tindakan adalah dirinya sendiri.
Pelaku pada subjek kalimat komisif adalah persona pertama (O1). Selain itu,
Kreidler juga memberikan penjelasan bahwa struktur predikat pada kalimat
komisif dapat digambarkan seperti berikut.
Commissive predicate(predikat komisif)
source goal S-theme (prospective)sumber tujuan Tema-subjek
I / We you actor predicatesaya/kita kamu pelaku predikat
I / wesaya/kita
(Kreidler, 1998 ; 193).
37
Predikat komisif dapat diklasifikasikan menjadi (1) respon langsung, (2)
motivasi dirinya sendiri, dan (3) fokus pada tindak tutur (1998 : 193).
Tentang tindak tutur komisif Kleidler secara ringkas menjelaskan
bahwa tuturan komisif adalah tuturan yang mengikat diri penutur untuk
melakukan tindakan yang dituturkannya. Predikat pada kalimat komisif
menunjukkan bahwa pelaku ialah persona pertama tunggal/jamak, ditujukan
kepada persona kedua, pelaku tindakan (aktor) adalah persona pertama
tunggal/jamak. Syarat yang harus dipenuhi dalam tindak tutur komisif ini
berupa adanya kondisi yang cocok antara penutur dan lawan tutur (1998 :
195).
George Yule (2006) membuat klasifikasi tindak tutur menjadi (1) tindak
tutur deklaratif, (2) tindak tutur ekspresif, (3) tindak tutur direktif, dan (4) tindak
tutur komisif. Khusus mengenai tindak tutur komisif, George Yule memberikan
definisi sebagai berikut.
“Komisif ialah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untukmengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yangakan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudoleh penutur. Tindak tutur ini dapat berupa; janji, ancaman,penolakan, ikrar, dan dapat ditampilkan sendiri oleh penutur ataupenutur sebagai anggota kelompok.” (Yule, 1998:94).
Definisi tersebut menunjukkan bahwa tuturan komisif, bagi penuturnya,
mempunyai sifat mengikat atau commit atau ‘sanggem’ (Jw). Pelaku ialah
persona pertama dan tindakan itu akan dilakukan pada masa yang akan
datang.
Geoffry Leech (1993), dengan mengikuti pendapat Searle (1979)
tentang kategori tindak ilokusi yang berkaitan dengan sopan santun,
menjelaskan tentang tindak tutur komisif sebagai berikut.
38
“Komisif : pada ilokusi ini n (penutur) sedikit banyak terikat padasuatu tindakan masa depan, misalnya, menjanjikan,menawarkan, berkaul. Jenis ilokusi ini cenderung berfungsimenyenangkan dan kurang bersifat kompetitif, karena tidakmengacu pada kepentingan penutur tetapi pada kepentinganpetutur (lawan tutur)” (1993 : 164).
Penjelasan Leech tersebut mengisyaratkan bahwa pelaku tindakan komisif
adalah penutur yang selanjutnya disebut persona pertama (O1), sedangkan
yang mendapat perlakuan atas tindakan itu adalah petutur (lawan tutur) yang
selanjutnya disebut (O2). Tindakan tersebut belum dilakukan, tetapi akan
dilakukan pada masa mendatang. Fungsi tindak tutur ini untuk
menyenangkan sebab (O1) akan bertindak untuk memenuhi kepentingan
(O2).
Untuk memberikan ciri pembeda, fungsi komisif ditandai dengan cara
pasangan minimal. Perbedaan itu dapat dilihat pada verba pengisi kalimat
komisif. Ciri pembeda itu berupa ciri kebersyaratan jawaban. Perbedaan itu
didasarkan pada aspek semantik yang bersifat kategorial, dan pragmatik
yang bersifat skala atau gradasi.
2.3 Landasan Teori
Landasan teori ini berisi dasar-dasar teoretis yang berkaitan dengan
penelitian mengenai tindak tutur komisif bahasa Jawa dilihat dari sudut
pandang sosiolinguistik dan pragmatik. Data penelitian ini berupa wacana
dialog yang berisi tindak tutur komisif. Oleh karena itu, perlu dipaparkan
tentang teori prinsip kerja sama dan teori analisis wacana.
39
2.3.1 Teori tentang Pragmatik
Pragmatik adalah cabang linguistik yang mempelajari bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu. Hartmann dan Stork
(1972 : 205) dan Crystal (1980 : 178) menjelaskan bahwa semantik,
pragmatik, dan sintaksis merupakan cabang semiotika, yaitu ilmu tentang
tanda. Semiotika dibagi menjadi tiga cabang kajian, yaitu (1) sintaksis sebagai
cabang semiotika yang mengkaji hubungan formal antartanda-tanda, (2)
semantik sebagai cabang semiotika yang mengkaji hubungan tanda dengan
objek yang diacunya, dan (3) pragmatik sebagai cabang semiotika yang
mengkaji hubungan tanda dengan penggunaan bahasa.
Leech (1993: 8) menyatakan bahwa pragmatik berkaitan erat dengan
semantik. Semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang
melibatkan dua segi, yaitu dyadic, seperti pada “apa artinya X?”, sedangkan
pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan
tiga segi, yaitu triadic, seperti pada “Apa maksudmu dengan X?”. Dengan
demikian, dalam pragmatik makna diberi definisi dalam hubungannya dengan
penutur atau pemakai bahasa, sedangkan dalam semantik semata-mata
didefinisikan sebagai ciri-ciri ungkapan dalam suatu bahasa tertentu; terpisah
dari situasi, penutur, dan lawan tutur. Levinson (1983: 27) memberikan
definisi pragmatik sebagai berikut: Pragmatics is the study of diexis (at least in
part), implicature, presuposition, speech act, and aspects of discourse
structure. ‘Pragmatik adalah kajian mengenai dieksis (setidak-tidaknya
bagian dari dieksis), implikatur, praanggapan, tindak tutur, dan aspek struktur
wacana’. Pandangan lain yang senada dengan Levinson berasal dari Cruse
40
(2004: 313) yang menyatakan bahwa pembicaraan mengenai pragmatik
meliputi antara lain referensi dan dieksis, implikatur percakapan, tindak tutur.
Sehubungan dengan penelitian tentang tindak tutur komisif, di samping
teori pragmatik, dalam landasan teori ini akan dipaparkan teori tentang tindak
tutur, teori tentang prinsip kerja sama, teori tentang prinsip kesopanan
berbahasa, dan teori tentang kalimat propositif bahasa Jawa untuk
mengetahui penanda adanya tindakan yang akan dilakukan oleh penutur.
Untuk menunjukkan perbedaan antara semantik dan pragmatik, Parker
(1986: 36) menyebutkan dua hal, yaitu adanya speaker reference ‘referensi
penutur’ yang masuk dalam kajian pragmatik, dan linguistic speaker ‘bahasa
penutur’ yang masuk dalam kajian semantik. Demikian juga, Finegan (1992:
140) menyebutkan bahwa semantik kalimat tidak berhubungan dengan
makna tuturan. Tuturan dikaji dalam cabang ilmu bahasa yang disebut
pragmatik. Sehubungan dengan itu, Frawly (1993: 37) menjelaskan bahwa
pragmatik berkaitan dengan konteks dan penggunaan bahasa. Semantik
bahasa tidak terlalu terkait dengan pengkajian konteks dan penggunaan
bahasa. Namun, Frawly tidak membedakan makna dan maksud. Pada kajian
pragmatik, kajian bukan lagi tentang makna, kecuali makna yang telah terikat
oleh konteks sehingga disebut maksud (Wijana, 1996: 2; Rustono, 1999: 14).
Ada beberapa definisi tentang pragmatik yang hampir semuanya
menjelaskan bahwa pragmatik adalah pengkajian terhadap bahasa yang
dipergunakan dalam konteks tertentu. Pendapat lain menyebutkan bahwa
pragmatik adalah kajian tentang bagaimana bahasa digunakan untuk
berkomunikasi (Parker. 1986 : 11). Dalam kaitan ini, Parker menegaskan pula
41
bahwa pragmatik tidak menelaah struktur bahasa secara internal seperti tata
bahasa, melainkan secara eksternal. Oleh karena itu, Parker menekankan
bahwa dalam pragmatik penggunaan bahasa untuk komunikasi menjadi
tekanan dalam definisinya. Demikian juga, tentang pragmatik, Mey (1993: 42)
memberikan tekanan pada konteks. Selanjutnya, Mey mendefinisikan bahwa
pragmatik adalah kajian tentang kondisi penggunaan bahasa manusia
sebagaimana ditentukan oleh konteks masyarakatnya. Mey (1993: 38)
menjelaskan bahwa konteks adalah situasi lingkungan dalam arti luas yang
memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi dan membuat
ujaran yang dapat dipahami. Levinson (1983: 9) memberikan definisi
pragmatik sebagai berikut : Pragmatics is the study of those relations between
language and context the are grammaticalized, or encoded in the structure of
language ‘Pragmatik adalah studi tentang hubungan bahasa dan konteks
yang gramatikalisasi atau terkodifikasi dalam struktur bahasa’. Sehubungan
dengan hal itu, Searle, Keifer, dan Bierwich (1980 : ix) menegaskan bahwa
pragmatics is concerned with the way in which the interpretation of
syntactically defined expressions depends on the particular conditions of their
use in context ‘pragmatik berkaitan dengan interpretasi suatu ungkapan yang
dibuat mengikuti aturan sintaksis tertentu dengan cara menginterpretasi
ungkapan tersebut tergantung pada kondisi-kondisi khusus penggunaan
ungkapan tersebut dalam konteks'. Sehubungan dengan pandangan tersebut,
dalam kajian pragmatik konteks memegang peranan penting.
Konteks sangat penting dalam kajian pragmatik karena pragmatik
mengkaji makna yang terikat oleh konteks, yang selanjutnya disebut maksud
42
(Wijana, 1996 : 2; Rustono, 1999 : 14). Konteks adalah hal-hal yang berkaitan
dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan ataupun latar belakang
pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan lawan tutur dan yang
membantu lawan tutur menginterpretasikan maksud tuturan. Sehubungan
dengan itu, Lecch (1983: 13) mendefinisikan konteks sebagai bacground
knowledge assumed to be shared by s (speaker) and h (hearer) and which
contributer to h’s interpretation of what s means by a given utternce ‘Latar
belakang pemahaman yang dimiliki oleh penutur maupun lawan tutur
sehingga lawan tutur dapat membuat interpretasi mengenai apa yang
‘dimaksud oleh penutur pada waktu membuat tuturan tertentu’.
Selain konteks, terdapat aspek tutur yang meliputi penutur dan lawan
tutur, tujuan tutur, tuturan sebagai bagian tindak tutur, dan tuturan sebagai
produk tindak verbal (Leech, 1993 : 21). Penutur dan lawan tutur adalah
orang yang menjadi sasaran tuturan dari penutur. Tujuan tutur adalah maksud
penutur mengucapkan sesuatu atau makna yang dimaksud penutur dengan
mengucapkan sesuatu. Tuturan dalam kajian pragmatik dapat dipahami
sebagai bentuk tindak tutur, di samping sebagai produk tindak tutur.
2.3.1.1 Teori Tindak Tutur
Bahasa adalah performance manusia, maksudnya bahasa merupakan
realisasi kode yang berupa bunyi ujar. Manusia dalam hidupnya tidak terlepas
dari proses komunikasi sebagai sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan,
pikiran, maksud, dan sebagainya. Seperti diungkapkan Samsuri, bahwa di
43
dalam kegiatan berkomunikasi orang sangat bergantung pada penggunaan
bahasa (Samsuri, 1981:7).
Tindak tutur (speech act) merupakan suatu tindakan yang diungkapkan
melalui bahasa dengan disertai gerak atau sikap anggota badan untuk
mendukung penyampaian maksud. Dalam mengungkapkan perasaannya,
seorang penutur dapat memilih tuturan yang di dalamnya terkandung
praanggapan (presupposition) dan implikatur yang sifatnya khusus.
Austin (1962) melalui artikel How to do Things with Word yang
disampaikan dalam ceramah pada tahun 1955 di Universitas Harvard, yang
kemudian diterbitkan pada tahun 1962, membedakan tiga jenis tindakan, yaitu
lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Tindak lokusi adalah tindak yang semata-mata
untuk berbicara. Tindak itu berupa ucapan dengan kata dan kalimat yang
sesuai dengan makna kata-katanya dan makna gramatikal kalimatnya.
Maksud dan fungsi ujaran belum menjadi perhatian. Jadi, apabila seorang
penutur bahasa Jawa mengujarkan Aku luwe ‘Saya lapar’ dalam tindak
lokusi, kita akan mengartikan aku ‘pronomina persona tunggal’ dan luwe
‘lapar’ yang mengacu pada perut lapar; bukan sebagai tindak (tutur) dengan
maksud untuk meminta makanan. Sebaliknya, tindak Ilokusi adalah tindakan
untuk melakukan sesuatu. Dalam hubungan itu, pemahaman terhadap ujaran
harus dengan mempertimbangkan fungsi, maksud atau daya ujaran, di
samping tujuan untuk apa ujaran itu dilakukan. Jadi, ujaran Aku luwe ‘saya
lapar’ dapat dipahami sebagai ujaran yang dimaksudkan untuk meminta
makan. Selanjutnya, tindak perlokusi adalah tindak yang mengacu pada efek
yang ditimbulkan oleh ujaran yang dilakukan seorang penutur. Secara singkat
44
dapat dikatakan bahwa perlokusi adalah efek dari sebuah tindak tutur bagi
lawan tutur. Jadi, jika lawan tutur kemudian mengambilkan nasi (makanan)
untuk penutur sebagai akibat dari adanya tuturan aku luwe ‘saya lapar’,
tindakan itu disebut tindak perlokusi.
Austin (1962: 98-99) menjelaskan bahwa pada dasarnya ketika
seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Terutama,
pada waktu seseorang menggunakan kata-kata kerja promise ‘berjanji’,
apologize ‘minta maaf’, name ‘menamakan’, pronounce ‘menyatakan’ seperti
terlihat pada ujaran I promise I will come on time ‘Saya berjanji saya akan
datang tepat waktu’, Aja sumelang, aku mesti bakal nuruti panjalukmu ‘Jangan
khawatir, saya pasti akan mengabulkan permintaanmu’, I apologize for coming
late ‘Saya minta maaf karena datang terlambat’, I name this ship Elizabeth
’Saya menamakan kapal ini Elizabeth’. Pada contoh-contoh itu, penutur (O1)
tidak hanya mengucapkan, tetapi juga melakukan tindakan, yaitu berjanji,
meminta maaf, dan menamai (memberi nama). Tuturan yang seperti itu
dinamakan tuturan performatif. Kata kerjanya disebut kata kerja performatif.
Austin (1962 : 150) mengklasifikasi tindak tutur menjadi lima tipe, yaitu
(1) Verdictives, (2) Exertives, (3) Commissives, (4) Behabitives, dan (5)
Expositives. Tipe tindak tutur komisif (commissives) menyatakan tindakan
berjanji, bersumpah kepada Tuhan, bersumpah akan memberi/mengikat
perjanjian/mufakat, kontrak, garansi, penawaran, dan sumpah (Abderrahim
1999:3). Kreidler (1998) mengklasifikasi tindak tutur itu ke dalam tujuh
kategori, yaitu (1) Assertive, (2) performatives, (3) verdictives, (4) expressives,
(5) directives, (6) commissives, dan (7) phatics. Menurut (Kreidler, 1998: 192),
45
yang termasuk dalam tindak komisif ialah janji, kesanggupan, ancaman, dan
nadar. Abdul Syukur Ibrahim (1992: 16) membuat klasifikasi tindak ilokusi
komunikatif menjadi empat jenis, yaitu consttieves, directives, comissives, dan
ackowledgements. Tindak tutur komisif hanya memiliki dua tipe, yaitu promise
‘berjanji’ dan offers ‘menawarkan’. Dalam penelitian ini tipe tindak tutur komisif
diklasifikasikan menjadi tindak tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah, dan
bernadar. Alasan klasifikasi didasarkan pada prinsip tindak tutur komisif yang
merupakan tindak tutur untuk menyatakan akan melakukan tindakan, dan
tindakan itu belum dilakukan.
Searle (1975) mengajukan hipotesis bahwa pada hakikatnya semua
tuturan, termasuk yang tidak berkata kerja performatif, mengandung arti
tindakan. Selebihnya, Searle (1975) berpendapat bahwa unsur yang paling
kecil dalam komunikasi adalah tindak tutur. Namun, ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi agar juga dipahami sebaga satu tindakan. Pada tindakan
berjanji (promise), demi sah dan validnya tindakan, ada lima syarat yang
harus dipenuhi.
1) The speaker must intend to Do What He Promises ‘Penutur harus
sunggung-sungguh bermaksud melakukan apa yang dijanjikan’.
2) The speaker must believe (That the hearer bilieves) That action is in
the Hearer’s best interest ‘Penutur harus percaya bahwa lawan tutur
percaya tindakan tersebut adalah yang terbaik untuk pihak lawan
tutur’.
46
3) The speaker must believe that he can perform the action ‘Penutur
harus percaya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk
melaksanakan tindakan tersebut’.
4) The speaker must predict a future action ‘Penutur harus
menyatakan tindakan di masa yang akan datang’.
5) The speaker must predict an act of himself ‘Penutur harus
menyatakan tindakannya sendiri.
Tindak tutur dapat berbentuk langsung, tidak langsung dan literal
(Parker, 1986 : 17-20; Wijana, 1996 : 30-36). Parker (1986) memberikan
contoh Bring me my coat “Ambilkan jaket saya”. Bentuk itu menunjukkan
tindak ilokusioner meminta. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tindak
tutur Bring me my coat ‘Ambilkan jaket saya’ merupakan tindak tutur
langsung. Hal itu berbeda dengan dengan tuturan Could you bring me my coat
‘Dapatkah anda mengambilkan jaket saya’. Tuturan terakhir merupakan tindak
ilokusioner bertanya yang secara tidak langsung meujudkan tindak ilokusioner
meminta. Dengan demikian, tuturan terakhir merupakan tindak tutur tak
langsung.
Tindak tutur tak langsung dapat ditengarai berdasarkan wujud formal
sintaktiknya. Misalnya, “Kemarin hujan lebat”; “Jam berapa waktu itu?” , dan
“Tutup barang-barang itu agar tidak basah”. Masing-masing kalimat itu
berfungsi memberi informasi, bertanya, dan memerintah. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa tindak tutur langsung adalah tuturan yang sesuai
dengan modus kalimatnya, misalnya kalimat berita untuk memberi tahu,
kalimat tanya untuk menanyakan, kalimat perintah untuk memerintah.
47
Tuturan-tuturan “Ali mempunyai rumah bagus”, “Dimanakah letak kota
Yogyakarta ?”, “Kirim surat segera” merupakan contoh tindak tutur langsung.
Tindak tutur komisif adalah tuturan yang menyatakan bahwa penutur
akan melakukan suatu tindakan, tindakan itu memang belum dilakukan. Oleh
karena itu, di dalam tindak tutur komisif terdapat tipe tindak tutur komisif
berniat, berjanji, bersumpah, dan bernadar—yang akan diteliti—karena
menyatakan tindakan yang belum dilakukan, tetapi akan dilakukan pada masa
mendatang.
Tindak tutur komisif mempunyai fungsi tertentu dan dapat diberi nama
sendiri-sendiri berdasarkan tujuan komunikasi. Yang dimaksud fungsi tertentu
adalah fungsi tuturan untuk menyatakan tindakan yang akan dilaksanakan
(penutur) dan belum terlaksana, seperti berniat, berjanji, bersumpah, DAN
bernadar. Dalam tindak tutur komisif bahasa Jawa, masing-masing tipe dan
pola tindak tutur komisif itu mempunyai maksud secara pragmatis. Pada
tingkat pragmatis itu, kajian bukan lagi sebatas makna, tetapi makna yang
terikat oleh konteks ( Wijana, 1996:2). Makna dalam tataran pragmatik disebut
maksud (Rustono, 1999:14).
2.3.1.2 Teori Prinsip Kerja Sama
Dalam sebuah dialog, penutur dapat menyampaikan ide dengan
mengadakan kerja sama dengan lawan tutur. Di dalam komunikasi itu kadang
kala terjadi kesalahpahaman. Namun, kebanyakan penutur dan lawan tutur
sudah dapat saling memahami maksud tuturan yang mereka buat (Fenigan,
1992:310; Parker, 1986:22; Wijana, 1996:45). Grice (1975:45) mengajukan
48
formulasi tentang prinsip umum penggunaan bahasa dan mengistilahi prinsip
itu sebagai prinsip kerja sama. Rumusan prinsip kerja sama tersebut sebagai
berikut, “Make your conversational contribution such as is required, at the
stage at which it accurs, by the accepted porpuse or direction of the talk
exchange in which you are engaged.” ‘Berikanlah kontribusi anda dalam
percakapan sesuai dengan kebutuhan, pada tahap yang diperlukan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan kegiatan percakapan yang melibatkan diri
anda.’ Selanjutnya, Grice (1975) menjabarkan prinsip kerja sama ke dalam
empat maksim.
a. Maksim Kuantitas (Maxim of Quantity)
1. Berikanlah informasi anda sesuai dengan kebutuhan dalam
rangka tujuan atau maksud pertuturan.
2. Jangan berikan informasi yang berlebihan, melebihi
kebutuhan.
b. Maksim Kualitas (Maxim of Quality)
1. Jangan mengatakan sesuatu yang tidak benar.
2. Jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat
dibuktikan secara memadai.
c. Maksim Relevansi (Maxim of Relevance)
Maksim relevansi mengharuskan peserta tutur memberikan
informasi yang relevan dengan pembicaraan.
d. Maksim Cara (Maxim of Manner)
1. Hindari ungkapan yang tidak jelas.
2. Hindari ungkapan yang membingungkan.
49
3. Hindari ungkapan yang berkepanjangan.
4. Ungkapkan sesuatu secara runtut.
Wijana (1996:46-52) menjelaskan bahwa demi lancarnya proses
komunikasi diperlukan kerja sama antara penutur dan lawan tutur. Mengikuti
istilah Grice (1975), Wijana (1996) menjelaskan pengertian maksim-maksim
sebagai berikut. Maksim kualitas menghendaki setiap peserta tutur
memberikan kontribusi secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan lawan
bicara. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan
hal yang sebenarnya, dan dapat dibuktikan kebenarannya. Maksim relevansi
mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang
relevan dengan masalah pembicaraan. Maksim pelaksanaan atau cara
mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak
kabur, dan tidak berlebih-lebihan.
Prinsip kerja sama digunakan oleh peserta tutur agar komunikasi dapat
berjalan lancar. Manfaat prinsip kerja sama menjadikan setiap peserta tutur
dapat memahami apa yang diinginkan lawan tutur melalui tuturan yang
dibuatnya. Membicarakan masalah komunikasi antarpeserta tutur selalu
terkait dengan bagaimana sesungguhnya komunikasi itu dapat terlaksana.
Sperber dan Wilson (1986 : 23) menjelaskan bahwa komunikasi yang berhasil
bukanlah pada saat lawan tutur mengetahui makna linguistik tuturan penutur,
melainkan pada saat lawan tutur dapat menangkap maksud penutur yang
sesungguhnya lewat tuturan itu.
Derajat kesopansantunan berbahasa dalam tindak tutur komisif bahasa
Jawa berkaitan dengan prinsip-prinsip kerja sama dalam komunikasi. Derajat
50
kesopansantunan dalam tindak tutur itu terkait dengan adanya konteks
situasi, linguistik, dan sosial. Dengan demikian, pengukuran derajat
kesopansantunan tindak tutur komisif tidak dapat dilepaskan dari kaidah-
kaidah sosial yang berkaitan dengan pemakaian bahasa dan hasil pemilihan
strategi komunikasi (Sumarlam, 2003:37). Daya pragmatis tindak tutur
komisif, termasuk tindak tutur komisif dalam bahasa Jawa, berhubungan
dengan efek yang dihasilkan karena adanya penuturan yang dimaksudkan
untuk mempengaruhi lawan tutur.
Tindak tutur merupakan bagian dari variasi pemakaian bahasa dalam
komunikasi. Oleh karena itu, selalu melibatkan penutur dan lawan tutur.
Masalah itu perlu dipahami secara pragmatis.
Penelitian tindak tutur merupakan penelitian yang akan mengungkap
maksud isi tuturan secara benar. Interpretasi secara benar atas tindak tutur
memerlukan pemahaman hubungan antara tindak tutur dan peran sosial
penuturnya (Ibrahim, 1993:129). Oleh karena itu, kajian tindak tutur lebih
merupakan kajian pragmatik dan kajian sosiolinguistik yang selanjutnya
disebut kajian sosiopragmatik. Kajian sosiopragmatik adalah kajian pragmatik
yang dikaitkan dengan situasi sosial. Pendekatan yang dilakukan dapat
dimulai dengan latar belakang sosial peserta tutur dari sebuah peristiwa
komunikasi. Pendekatan memperhatikan bagaimana faktor-faktor yang
bervariasi, seperti usia, status, atau jenis kelamin, menjadikan peserta tutur
memilih salah satu bentuk tuturan, bukan bentuk tutur yang lain (Leech, 1983;
Tarigan, 1990; Crystal, 1997).
51
2.3.1.3 Teori Prinsip Kesopanan
Di dalam peristiwa komunikasi, penutur dan lawan tutur akan bekerja
sama agar masing-masing dapat mencapai tujuan yang diinginkan melalui
tuturannya. Peserta tutur tidak hanya menghormati prinsip-prinsip kerja sama
(seperti yang diajukan oleh Grice (1975)), tetapi juga perlu melaksanakan
prinsip-prinsip kesopanan.
Wijana (1996) menyebutkan bahwa dalam suatu interaksi para pelaku
memerlukan prinsip lain selain kerja sama, yaitu prinsip kesopanan. Prinsip
kesopanan meliputi sejumlah maksim, yaitu (1) maksim kebijaksanaan ‘tact
maxim’, (2) maksim kemurahan ‘generosity maxim’ , (3) maksim penerimaan
‘approbation maxim’, dan (4) maksim kerendahan hati ‘sympathy maxim’.
Berikut paparan untuk masing-masing maksim.
Pertama, maksim kebijaksanaan. Maksim ini diungkapkan dengan
tuturan impositif atau direktif dan komisif. Tuturan direktif dan komisif
termasuk dalam klasifikasi tindak ilokusi yang meliputi asertif, direktif, komisif,
ekspresif, dan deklaratif. Tuturan komisif melibatkan pembicara pada
beberapa tindakan yang akan datang, misalnya berniat, berjanji, bersumpah,
dan bernadar. Maksim kebijaksanaan menandaskan bahwa setiap peserta
tutur harus meminimalkan kerugian orang lain. Dalam budaya Jawa maksim
ini dapat disejajarkan dengan tindakan tepa salira ‘bijaksana, tenggang rasa’.
Tindakan tepa salira, pada prinsipnya, adalah tindakan yang tidak akan
merugikan orang lain.
Kedua, maksim kemurahan. Maksim ini diungkapkan dalam tuturan
ekspresif dan tuturan asertif. Tuturan ekspresif berfungsi untuk
52
mengekspresikan sikap psikologis pembicara menuju suatu pernyataan yang
diperkirakan oleh ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, memuji, dan
sebagainya. Tuturan asertif melibatkan pembicara pada kebenaran proposisi
yang diekspresikan, misalnya menyatakan, menyarankan, melaporkan, dan
sebagainya. Untuk mengindahkan maksim ini, penutur perlu sopan dalam
mengekspresikan sikap dan menyatakan proposisinya. Di dalam budaya
Jawa maksim kemurahan dapat disejajarkan dengan tindakan bawa laksana
‘ikhlas dalam melakukan suatu tindakan’
Ketiga, maksim penerimaan. Maksim ini dapat diungkapkan dengan
tuturan komisif dan direktif. Maksim ini mewajibkan setiap peserta tindak tutur
untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri, tetapi memaksimalkan
keuntungan bagi lawan tutur. Di dalam budaya Jawa, maksim penerimaan
dapat disejajarkan dengan tindakan legawa ‘menerima dengan iklas, tidak
bertindak iri’.
Keempat, maksim kerendahan hati. Maksim ini dapat diungkapkan
dengan tuturan ekspresif dan asertif. Maksim kemurahan berpusat pada
orang lain, sedangkan kerendahan hati berpusat pada diri sendiri. Maksim ini
menuntut setiap peserta tutur untuk memaksimalkan kehormatan pada diri
orang lain, dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Dalam budaya
Jawa, maksim kerendahan hati dapat disejajarkan dengan tindakan/sikap
andhap asor ‘sopan santun’.
Kelima, maksim simpati. Maksim ini diungkapkan dengan tuturan
asertif dan ekspresif. Maksim simpati mengharuskan setiap peserta tutur
untuk memaksimalkan rasa simpati. Dalam budaya Jawa, maksim simpati
53
dapat disejajarkan dengan tindakan/sikap asih mring sasama ‘mengasihi
sesama (manusia)’.
2.4 Analisis Wacana
Analisis wacana mengkaji hubungan bahasa dengan konteks
penggunaannya. Untuk memahami sebuah wacana, perlu diperhatikan semua
unsur yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut. Unsur yang terlibat
dalam penggunaan bahasa itu disebut konteks dan koteks.
Konteks adalah sesuatu yang menjadi sarana untuk memperjelas
suatu maksud. Sarana yang dimaksud ialah bagian ekspresi yang mendukung
kejelasan maksud dan situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian.
Konteks yang berupa bagian ekspresi yang dapat memperjelas maksud
disebut ko-teks (co-text). Konteks yang berupa situasi yang berhubungan
dengan kejadian lazim disebut konteks (context) ( Hallyday,M.A.K & Hasan R,
1976 : 29; Rustono, 1999 : 20; Rani, dkk., 2006 : 16). Ko-teks dan konteks
dalam analisis wacana merupakan dua hal yang saling melengkapi. Dengan
demikian, mengkaji wacana sangat bermanfaat untuk memahami
makna/maksud penggunaan bahasa yang sebenarnya.
Wacana memiliki dua unsur utama, yaitu unsur dalam (internal) dan
unsur luar (eksternal). Unsur internal wacana berkaitan dengan aspek formal
kebahasaan, sedangkan unsur eksternal wacana berkaitan dengan unsur luar
bahasa, seperti latar belakang budaya pengguna bahasa tersebut. Kedua
unsur itu membentuk suatu kepaduan dalam satu struktur yang utuh dan
lengkap.
54
2.4.1 Analisis Wacana Internal
Unsur internal wacana terdiri atas satuan kata atau kalimat. Yang
dimaksud satuan kata ialah tuturan yang berwujud satu kata. Untuk menjadi
susunan wacana yang lebih besar, satuan kata atau kalimat tersebut akan
bertalian dan bergabung (Mulyana, 2005 : 9).
Kalimat-kalimat dalam wacana, berdasarkan kaidah sintaksis dan
semantik, harus benar secara struktur dan jelas secara kemaknaan.
Berdasarkan pandangan analisis wacana, banyak hal yang masih dapat
dipermasalahkan, misalnya masalah konteks kalimat-kalimat pembentuk
wacana. Pemahaman konteks memerlukan kelengkapan maksud dan
informasi. Kemunculan sebuah kalimat, pada dasarnya, dipengaruhi oleh
kondisi yang melatarbelakanginya.
2.4.2 Analisis Wacana Eksternal
Unsur eksternal wacana adalah sesuatu yang juga merupakan bagian
wacana, tetapi tidak eksplisit, sesuatu yang berada di luar satuan lingual
wacana. Kehadirannya berfungsi sebagai pelengkap keutuhan wacana.
Unsur-unsur eksternal wacana itu terdiri atas implikatur, praanggapan,
referensi, dan konteks.
Konsep implikatur diperkenalkan oleh H.P. Grace (1975) untuk
memecahkan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan dengan teori
semantik biasa. Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang
disarankan atau apa yang dimaksudkan oleh penutur, yang sering berbeda
dengan yang dinyatakan secara harfiah. Dengan kata lain, implikatur adalah
55
ujaran yang menyiratkan sesuatu yang “berbeda” dengan yang diujarkan.
Istilah berbeda digunakan di sini untuk menunjuk pada maksud yang tidak
dieksplisitkan oleh penutur. Dengan kata lain, implikatur adalah sarana
penyampaian maksud, keinginan, atau ungkapan hati yang tersembunyi
(Brown dan Yule, 1983 : 31; Soeseno, 1993 ; 30). Tuturan Mas mobilmu,
bensine isih irit? ‘Mas mobilmu, bensinnya masih irit?’, dalam konteks
tertentu, dapat mengungkapkan pengertian bahwa penutur akan meminjam
mobil. Berdasarkan contoh itu, dapat ditegaskan bahwa implikatur memang
sesuatu yang berbeda dengan yang diujarkan. Sebagai “pernyataan
implikatif”, implikatur bersifat melanggar prinsip kerja sama, khususnya
maksim kualitas. Konsep implikatur dikemukakan dengan maksud untuk
menerangkan apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau dimaksudkan oleh
penutur.
Praanggapan adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar
kebersamaan dengan peserta percakapan (Stalnaker, 1973 : 321).
Praanggapan haruslah sesuatu yang dipahami bersama oleh penutur dan
lawan tutur selaku pelaku percakapan dalam bertindak tutur.
Unsur eksternal yang lain ialah konteks wacana. Konteks wacana
adalah adalah teks yang menyertai teks lain. Teks penyerta itu meliputi tidak
hanya yang dituliskan dan dilisankan, tetapi juga kejadian nonverbal melatari
terjadinya ujaran. Konteks sangat menentukan makna/maksud ujaran. Apabila
konteks berubah, makna atau maksud ujaran juga akan berubah.
Konteks pemakaian bahasa dibedakan menjadi empat, yaitu konteks
fisik, epistemik, linguistik, dan sosial. Konteks fisik adalah tempat kejadian
56
pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi; konteks epistemik adalah latar
belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh peserta tutur; konteks
linguistik adalah kalimat-kalimat atau ujran-ujaran yang mendahului ujaran
tertentu dalam suatu peristiwa komunikasi. Konteks linguistik ini disebut pula
koteks; konteks sosial adalah relasi sosial dan latar (setting) yang melengkapi
hubungan peserta tutur (Rani, 2006 : 190; cf. Syafe’i, 1990 : 126; Nadar, 2009
: 6-7). Hal ikhwal analisis wacana ini diperlukan untuk memahami maksud
tindak tutur komisif bahasa Jawa.
2.5 Teori Sosiolinguistik
Pemanfaatan teori sosiolinguistik dalam penelitian ini berkaitan dengan
kaidah komponen tutur. Teori sosiolinguistik menekankan pemakaian bahasa
dalam hubungannya dengan masyarakat. Studi sosiolinguistik memandang
bahasa (ekspresi) bukan sekadar sebagai tanda, tetapi pertama-tama sebagai
sistem sosial dan sistem komunikasi, serta merupakan bagian dari
masyarakat dan kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, penelitian bahasa
idealnya memperhitungkan sifat pemakaiannya di dalam masyarakat. Faktor-
faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa antara lain status sosial,
tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin. Selain faktor sosial,
yang juga mempengaruhi pemakaian bahasa ialah faktor situasional, yaitu
siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana,dan
mengenai apa. Jadi, seperti yang dirumuskan Fishman, “Who speaks what
language to whom and when” (dalam Suwito, 1985:3). Dalam pandangan
sosiolinguistik suatu komunitas penutur (speech community), yang
57
selanjutnya disebut dengan istilah guyup tutur, adalah semua orang yang
memakai bahasa atau dialek tertentu, atau kelompok masyarakat
berdasarkan bahasa (Lyons, 1970; Hudson, 1980; Sumarsono dan Paina
Partana, 2004 ). Pandangan ini diikuti untuk menentukan masyarakat tutur
mana yang akan dijadikan tempat dan objek penelitian. Penelitian ini
dilakukan pada masyarakat tutur Jawa di Surakarta dan Yogyakarta.
Pemakaian bahasa di dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh
faktor sosial sehingga muncul adanya variasi-variasi bahasa
(Poedjosoedarmo, tt). Variasi bahasa dapat berupa dialek, tingkat tutur, tindak
tutur, komponen tutur, atau ragam. Pandangan Poedjosoedarmo itu diikuti
untuk menentukan variasi pemakaian bahasa yang akan dijadikan objek
penelitian. Penelitian ini dikenakan pada variasi pemakaian yang berupa
tindak tutur, khususnya tindak tutur komisif bahasa Jawa.
Untuk mengkaji pemakaian bahasa (khususnya tindak tutur komisif),
diikuti pandangan tentang komponen tutur (Hymes, 1974; Poedjosoedarmo,
tt., Poedjosoedarmo, 1985). Komponen tutur itu terdiri dari enam belas
komponen. Oleh Hymes komponen itu dikelompokkan lagi menjadi delapan.
Komponen yang berdekatan disatukan di bawah satu istilah. Setiap istilah lalu
digabung dan disusun membentuk satu akronim, yaitu SPEAKING. Jika
dilengkapkan, setiap huruf akan mengungkapkan pengertian sebagai berikut.
Situasi (act situation) mencakup latar belakang suasana. Partisipan
mencakup penutur, pendengar, pengirim, dan penerima. End (tujuan)
mencakup maksud dan hasil tuturan. Act (tindak) mencakup urutan tindak
yang meliputi bentuk pesan dan isi pesan. Key (kunci), yaitu cara
58
melaksanakan tindak tutur. Instrument (alat) mencakup saluran dan bentuk
tutur. Norms (norma) mencakup norma interaksi dan norma interpretasi.
Genre mencakup tipe tuturan. Pandangan ini diikuti untuk mendapatkan data
pemakaian tindak tutur.
Selain Hymes (1974), Poedjosoedarmo (1985) juga merinci komponen
tutur. Oleh Poedjosoedarmo komponen itu diakronimkan menjadi O, O, E
MAU BICARA. Berikut penjelasan mengenai akronim itu.
O1 adalah Orang ke-1, yaitu pribadi penutur karena sedikit banyak
ujaran memang ditentukan oleh pribadi penutur. Seorang pemalu akan
memperlihatkan kebiasaan yang berbeda dengan seorang yang pemberani.
Latar belakang penutur menyangkut jenis kelamin, daerah asal, asal
golongan masyarakat, umur, profesi, kelompok etnis, dan kepercayaan.
O2 adalah Orang ke-2, yaitu lawan tutur orang ke-1. Faktor penting
yang menentukan bentuk tuturan yang akan dipilih penutur ialah orang ke
dua, yaitu orang yang diajak bicara oleh penutur. Akan diperhatikan oleh
penutur antara lain penilaian terhadap derajat tingkat sosial O2 dan tingkat
keakraban hubungan antara keduanya. Anggapan terhadap keakraban antara
O1 dan O2 akan menentukan corak bahasa yang dituturkan.
E adalah warna emosi (O1), yaitu suasana emosi O1 ketika hendak
bertutur. Warna emosi O1 akan sangat mempengaruhi bentuk tuturan,
misalnya seorang penutur yang gugup akan mengeluarkan tuturan yang tidak
teratur, kurang jelas, dan kurang beraturan.
M adalah maksud dan tujuan percakapan. Maksud dan kehendak O1
juga akan sangat menentukan bentuk tuturan. Misalnya, orang yang ingin
59
meminjam uang kepada seseorang akan cenderung menggunakan wacana
dengan struktur yang berbelit-belit.
A adalah adanya O3 dan barang-barang lain di sekitar adegan
percakapan. Sebuah tuturan dapat berganti bentuk karena hadirnya orang
tertentu ketika adegan tutur berlangsung. Misalnya, karena keikutsertaan O3
yang berasal dari luar pulau Jawa, O1 dan O2 yang semula menggunakan
bahasa Jawa kemudian beralih menggunakan bahasa Indonesia.
U adalah urutan tutur. Orang pertama (O1) yang memulai suatu
percakapan akan lebih bebas menentukan bentuk percakapannya daripada
lawan tuturnya. Misalnya, apabila O1 menggunakan bahasa Indonesia, O2
akan menjawabnya dengan bahasa Indonesia pula. Demikian juga, apabila
O1 menggunakan bahasa Jawa halus, O2 juga akan menanggapi dengan
bahasa Jawa halus, kecuali jika dalam situasi percakapan tersebut status
sosial O2 lebih tinggi daripada O1.
B adalah bab yang dibicarakan; pokok pembicaraan. Pokok
pembicaraan juga akan mempengaruhi warna suasana bicara. Beberapa
orang yang sedang membicarakan masalah ilmiah, seperti sejarah atau
psikologi, dan mereka berasal dari berbagai daerah di Inonesia, mereka akan
menggunakan bahasa Indonesia. Demikian juga, misalnya percakapan
mengenai kepercayaan, agama, atau bab-bab lain yang serius sifatnya,
bahasa yang digunakan biasanya akan berbentuk bahasa formal.
I adalah instrumen atau sarana tutur. Sarana tutur yang dapat berupa
telegram, telepon, telepon genggam (handphone), chatting, SMS, juga akan
60
mempengaruhi bentuk tuturan. Biasanya bahasa yang dipergunakan harus
ringkas, langsung pada pokok permasalahannya.
C adalah cita rasa tutur. Seperti komponen tutur yang lain, cita rasa
bahasa juga mempengaruhi bentuk tutur yang digunakan. Kapan akan
menggunakan ragam bahasa santai, ragam bahasa formal, atau ragam
bahasa indah, tentu bergantung pada berbagai faktor. Suasana perkawinan
yang megah tentu diisi berbagai pidato yang indah juga. Sebaliknya, ragam
bahasa indah atau formal tentu tidak aka digunakan dalam situasi yang serba
tergesa-gesa atau pada saat penutur diburu waktu.
A adalah adegan tutur, yaitu faktor-faktor yang terkait dengan tempat,
waktu, dan peristiwa tutur. Bentuk percakapan yang dilakukan di masjid,
gereja, kelenteng, atau tempat ibadah lain akan berbeda dengan percakapan
yang dilakukan di pasar.
R adalah register, yaitu bentuk wacana atau genre tutur. Bentuk
wacana seperti pidato tentu akan dilakukan sesuai dengan kelaziman yang
berlaku. Misalnya, dimulai dengan sapaan, salam, pembukaan, isi pidato, dan
penutup.
A adalah aturan atau norma kebahasaan. Aturan kebahasaan atau
norma akan mempengaruhi bentuk tuturan. Ada sejumlah norma yang harus
dipenuhi, misalnya kejelasan dalam bicara. Di samping itu, terdapat aturan
yang berisi anjuran untuk tidak menanyakan gaji, umur, dal lain-lain yang
bersifat pribadi. Keberadaan aturan dan norma itu ikut menentukan bentuk
ujaran.
61
Faktor-faktor tersebut di atas disebut faktor sosiolinguistik. Faktor itu
akan menentukan variasi bahasa yang dipilih oleh penutur. Kajian tindak tutur
komisif bahasa Jawa adalah kajian pragmatik yang menyangkut masalah
bentuk tindak tutur komisif, pemakaian tindak tutur komisif, maksud tindak
tutur komisif, dan pemakaian verba performatif dalam tindak tutur komisif
bahasa Jawa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kajian bersifat pragmatik
sekaligus sosiolinguistik. Penjelasan secara sosiolinguistik diharapkan dapat
memberikan penjelasan mengenai pemakaian bahasa, khususnya tindak tutur
komisif bahasa Jawa. Penjelasan secara pragmatis diharapkan dapat
memudahkan orang untuk memahami maksud yang terkandung dalam bentuk
tindak tutur komisif bahasa Jawa.
Di dalam sosiolinguistik analisis memperhitungkan ekspresi, situasi,
dan makna. Ketiganya bersifat saling melengkapi. Faktor situasi dalam
sosiolinguistik dapat disejajarkan dengan konteks pemakaian (Verhaar,
1980).
Untuk mendapatkan penjelasan mengenai makna yang terikat pada
konteks, yang selanjutnya disebut maksud (Wijana, 1996:2; Kaswanti Purwo,
1990: 16), prinsip-prinsip analisis pragmatik (Austin, 1962; Searle; 1975;
Levinson, 1985; Leech, 1993; Ibrahim, 1993) akan diterapkan secara
saksama. Dengan demikian, penelitian ini merupakan penelitian
sosiopragmatik, yaitu pertemuan antara sosiologilinguistik dan pragmatik
(Lecch, 1983; 1993 : 15).
2.6 Teori Linguistik Semantik
62
Untuk mendapat penjelasan mengenai makna tindak tutur komisif,
dalam penelitian ini diikuti pandangan Frawley (1992 :17), yaitu dalam
menentukan makna terdapat lima pendekatan: pendekatan makna secara
referensial, bentuk logika, konteks dan pemakaian, budaya, konseptual.
Pandangan ini diikuti dengan alasan bahwa dalam memberikan makna atas
pemakian bahasa tidak terlepas dari konteks dan budaya pemakainya.
Frawley masih menggunakan istilah makna meskipun untuk menunjuk
pemakaian bahasa tidak dapat terlepas dari konteks dan budaya. Makna
yang terikat konteks dan budaya, dalam tradisi pragmatik, disebut maksud.
2.6.1 Pendekatan Makna secara Referensial
Referensi adalah hubungan antara kata dengan benda yang
dirujuknya. Makna merupakan referensi. Dalam hubungan itu, harus
dipertimbangkan bagaimana makna dilihat sebagai referensi mental. Di dalam
komunikasi dengan bahasa, pengirim dan penerima pesan melaksanakan
prinsip-prinsip umum untuk mendorong referensi dunia mental dan
meningkatkan pandangan ekstensional terhadap makna. Referensi mental
pada pihak penutur akan dicocokkan dengan referensi mental pihak
pendengar. Jika kecocokan tercapai, dapat dikatakan bahwa apa yang
dimaksudkan penutur telah dapat diketahui oleh pendengar. Dengan
demikian, dalam teori mentalistik makna, makna dapat dicapai bukan hanya
dalam kaitan simbol linguistik dengan berbagai entitas dunia luar, melainkan
juga dalam representasi mental yang ada dalam pikiran kita ketika kita
memproduksi dan memahami simbol-simbol linguistik.
63
2.6.2 Pendekatan Makna secara Logika
Ada sebuah hubungan yang melekat antara logika dan makna logika
dikaitkan dengan kondisi dalam pernyataan yang dapat diambil kesimpulan
dengan benar dari pernyataan-pernyataan lainnya. Dalam hal ini logika dan
analisis makna termasuk kebenaran kondisional. Sebagai hasil dari tujuan itu,
seperti dikemukakan oleh Mc Cawly (1981:1), “ Logic is of necessity
concerned with semantic analysis.” Analisis semantik mengungkapkan
kandungan ungkapan-ungkapan yang berkaitan dengan inferensi. Analisis
logis secara langsung mempengaruhi usaha untuk meneliti perlengkapan
semantik yang secara gramatikal relevan untuk menentukan hadir tidaknya
pelengkap semacam itu dengan membuat inferensi yang benar.
Logika mempercayakan kepada analisis semantik mengenai
kandungan ungkapan-ungkapan untuk menentukan inferensi-inferensi yang
membutuhkan ketepatan. Pada pengertian ini semantik merupakan cabang
dari logika. Semantik mempunyai tujuan untuk analisis logis; untuk
mempresentasikan pernyataan-pernyataan yang tepat dan tidak bermakna
ganda secara kebahasaan.
Analisis semantik logis harus mempertimbangkan makna dari sebuah
ungkapan bentuk logis atau representasinya dalam mekanisme dan rumusan-
rumusan berdasarkan analisis logis. Hal itu meliputi, (1) logis biasanya
berkaitan dengan kebenaran, kesimpulan dan kandungan ungkapan, (2) logis
mempunyai makna-makna eksplisit dan tepat dari representasi kandungan
ungkapan. Pendekatan referensial makna membentuk landasan konsep
semantik kondisi kebenaran dari suatu pernyataan.
64
2.6.3 Pendekatan Makna secara Konteks dan Pemakaian
Pendekatan makna secara konteks dapat digunakan untuk
menjelaskan makna linguistik dalam konteks. Pemakaian bahasa dapat
dibedakan secara pragmatik dan semantik. Kebenaran kondisioanal
bergantung pada konteks. Pemakaian secara pragmatik dan semantik akan
membentuk skala latar belakang informasi yang dapat berupa implikatur
(ketergantungan pada konteks yang lebih besar), presuposisi
(ketergantungan pada konteks yang hanya sedikit), dan entailment
(ketergantungan pada konteks paling sedikit).
2.6.4 Pendekatan Makna secara Budaya
Pendekatan makna secara budaya, di sini dikaitkan dengan hipotesis
Sapir/Whorf dan relativitas linguistik (Ian D. Currie, 1970, “The Sapir-Whorf
Hypothesis” dalam James E. Curtis and John W. Petras (eds), 1970:401-421,
The Sociology of Knowledge: A Reader). Ada dua sudut pandang yang
secara historis berpengaruh dalam menentukan hubungan antara budaya
dengan makna. Pandangan ini tidak dapat dipertahankan karena sifat
pandangannya yang simplistik terhadap bahasa, budaya, pemikiran, dan
interrelasinya. Reduksi budaya melekat pada variasi atau pandangan bahwa
perbedaan antara bahasa dan budaya lebih penting dari pada persamaannya.
Meskipun demikian, makna linguistik memiliki berbagai variasi, bahkan tidak
terikat dengan budaya.
65
2.6.5 Pendekatan Makna secara Struktur Konseptual
Di dalam pendekatan makna secara struktur konseptual dibahas
model-model mental yang menerangkan kategorisasi, persamaan, dan
perbedaan makna. Pembahasan keempat pendekatan makna tersebut akan
terlihat dalam struktur konseptual tentang dunia makna, kategori, persamaan-
perbedaan, ketergantungan konteks dan budaya yang diatur untuk
menempatkan makna sebagai gagasan mental.
2.7 Kalimat Propositif sebagai Pengungkap Tindak Tutur Komisif
Tindak tutur komisif dapat diungkap atau diwujudkan dengan kalimat
propositif. Kalimat propositif adalah kalimat yang predikatnya berjenis
propositif dan menyatakan arti ‘niat akan melakukan pekerjaan, kejadian, atau
hal yang disebutkan oleh predikat dengan pelaku orang pertama tunggal’.
Pekerjaan, kejadian, atau hal itu pada waktu dituturkan belum ada. Persona
pertama tunggal sebagai pelaku berniat akan melakukannya dalam waktu
antara sekarang—yang akan datang (Marsono, 1980:1).
Perbedaan bentuk predikat akan menentukan jenis propositif. Terdapat
dua bentuk propositif: propositif aktif dan propositif pasif. Masing-masing
berpelaku orang pertama tunggal. Propositif dengan pelaku orang pertama
tunggal selanjutnya disebut propositif tunggal. Kalimat propositif tunggal aktif
adalah kalimat propositif yang predikatnya berbentuk aktif, berpelaku persona
pertama tunggal, dan memiliki kala sekarang—yang akan datang. Di dalam
bahasa Jawa propositif ini ditandai dengan partikel {tak} pada predikatnya.
Partikel {tak} memiliki dua fungsi: sebagai penanda pelaku (orang pertama
66
tunggal) dan penanda ‘niat akan melakukan pekerjaan atau kejadian yang
disebutkan oleh predikatnya’. Karena identitas pelaku sudah tersirat dalam
penggunaan {tak} yang menyatakan makna ‘niat akan melakukan (tindakan)
dengan kala sekarang—yang akan datang’, {tak} sebagai penanda orang
pertama tunggal (aku ‘saya’) kadang tidak dimunculkan, kecuali untuk
mempertegas pelaku.
Contoh :
6) ...... tak nggawa payung. (Marsono, 1980:2)...... props.Akt. O1 tgl membawa payung
saya berniat
‘Saya berniat akan membawa payung.’
7) Yen pancen karep mu ngono tak rewangiJika memang kehendak Gent begitu props.Akt. O1 tgl bantu
(berniat akan) kubantu
sarampunge.sampai selesai
‘Jika memang kehendakmu begitu akan kubantu sampai selesai.’
Bentuk {tak} sebagai penanda propositif dapat digantikan dengan kata arep
‘akan, hendak’ karena maknanya yang bermiripan. Namun, penggantian itu
menjadikan kalimatnya bukan lagi kalimat propositif.
8) Aku arep nggawa payungSaya akan/hendak membawa payung‘Saya akan/hendak membawa payung.’
9) Yen pancen karepmu ngono, aku arep ngrewangiJika memang kehendakmu begitu , saya akan/hendak membantusarampunge.sampai selesai‘Jika memang kehendakmu begitu, saya akan/hendak membantusampai selesai.’
67
Pada kalimat (6 – 9) semua pekerjaan yang disebutkan predikat belum
dilaksanakan dan akan dilaksanakan kemudian. Tindak tutur komisif, pada
dasarnya, menyatakan bahwa pelaku akan melakukan pekerjaan (dengan
berniat, berjanji, bersumpah, atau bernadar) di kemudian hari. Pada tindak
tutur komisif yang lebih dipentingkan ialah maksud kalimat, bukan bentuk
kalimat.
Di samping bentuk kalimat propositif tunggal aktif, terdapat kalimat
propositif tunggal pasif. Kalimat propositif tunggal pasif adalah kalimat
propositif yang predikatnya berbentuk pasif, berpelaku persona pertama
tunggal, dan memiliki kala sekarang—yang akan datang. Kalimat propositif
tunggal pasif ditandai dengan partikel {tak-/-e} pada predikatnya. Arti {tak-/-e},
sebagai satu kesatuan yang utuh, ialah ‘sehubungan dengan yang ada pada
kata dasar predikat berniat akan kulakukan’.
10)Surate tak waca ne.Suratnya props. Psf. O1 tgl baca nya
Saya berniat akan
‘Saya berniat akan membaca suratnya’.
Bentuk {tak-/-e} sebagai penanda propositif pasif dapat digantikan
dengan kata lain, yaitu arep ‘hendak’. Namun, penggunaan bentuk arep
‘hendak’ akan menjadikan kalimatnya kalimat pasif biasa, bukan propositif
pasif.
11) Layange arep takwaca.Sutarnya akan ku baca
‘Suratnya akan saya baca.’
Selain untuk menyatakan berniat, bentuk propositif juga dapat mencerminkan
pemakaian tindak tutur komisif berjanji. Berikut contoh untuk itu.
68
(12) Tenan Mas, Minggu dak ter -i, ajaSungguh Mas, Minggu props.psf. O1 tgl antar (psf) jangan
akan sayasumelang .khawatir.
‘Sungguh Mas, (hari) Minggu akan saya antar, jangan khawatir.’
Kalimat (12) merupakan bentuk kalimat propositif pasif yang ditandai dengan
penggunaan kata dakteri ’akan saya antar’ . Tindakan itu belum dilakukan dan
penutur memberikan pemantapan akan janjinya dengan menambahakan
pernyataan aja sumelang ’jangan khawatir’.
(13) Besuk lamun anak- anak ku arepBesuk jika anak - anak Gent. akan
dirabi wong sing seneng main, nganti mati ora bakaldinikahi orang yang suka judi, sampai mati tidak akan
dak lila ni.(props.psf.O1) iklaskan (psf)kansaya ikhlaskan
‘Besuk jika anak-anakku akan dinikahi orang yang suka judi,sampai mati tidak akan saya iklaskan.’
Kalimat (13) adalah kalimat propositif yang ditandai adanya bentuk propositif
daklilani dalam ora bakal daklilani ’tidak akan saya ikhlaskan’. Kalimat ini
menyatakan tindak tutur komisif bersumpah.
(14) Mlakua Le, takkauli, suk yen bisa mlaku tenan,Berjalanlah (sapaan) saya bernadar besuk jika dapat berjalan sungguh
takjak menyang kraton Sala.props.akt.O1tgl pergi ke kraton Salasaya berniat akan mengajak
‘Berjalanlah Le, saya bernadar, jika besuk sungguh-sungguh dapatberjalan, akan saya ajak pergi ke kraton Sala.’
Kalimat (14) adalah bentuk kalimat ropositif yang ditandai dengan takkauli
dan takjak ’saya bernadar’ dan ‘saya akan mengajak’. Tindakan itu belum
69
dilakukan, akan dilakukan bila besok (O2) dapat berjalan. Kalimat propositif ini
digunakan untuk menyatakan tindak tutur komisif bernadar.
Kalimat propositif tunggal, baik aktif maupun pasif, pada dasarnya
menunjukkan arti ‘berniat akan melakukan tindakan, pekerjaan seperti
disebutkan predikatnya, dengan kala sekarang— yang akan datang. Bentuk
itu dapat dimanfaatkan untuk menyatakan tindak tutur komisif. Selain bentuk
kalimat propositif, terdapat kalimat/ujaran dalam dialog yang mengandung
maksud akan melakukan tindakan, pekerjaan (berupa niat, janji, sumpah,
nadar) untuk masa mendatang (kala akan datang).
Untuk mengungkapkan tindak tutur komisif dalam bahasa Jawa, selain
digunakan ungkapan propositif berupa kalimat dengan predikat propositif,
dapat digunakan bentuk metapesan. Pengungkapannya dalam bentuk
wacana tak langsung; pemahamannya menggunakan cara inferensial.
Contoh :
(15) Mardi : Wah pisang e gedhe-gedhe ya Mas ?Wah pisang nya besar-besar ya Mas ?
“Wah pisangnya besar-besar ya Mas ?
Tukiya : Iki nggunakake rabuk kompos. Aja sumelangIni menggunakan pupuk kompos. Jangan khawatir
sesuk wis tekan kana.besuk sudah sampai (di) sana
‘Ini menggunakan pupuk kompos. Jangan khawatirbesuk sudah sampai di sana.’
Data (15) merupakan bentuk wacana tak langsung yang menyatakan
tuturan komisif tipe berjanji. Data ini diperoleh ketika Mardi bertemu dengan
Tukiya di kebun pisang Tukiya, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Mardi dan
Tukiya dalam konteks ini adalah sebagai partisipan (O1 dan O2). Kalimat
70
yang diungkapkan oleh Mardi berupa kalimat tanya dan dijawab oleh Tukiya
dengan kalimat berita. Kalimat selanjutnya, Aja sumelang sesuk wis tekan
kana ‘Jangan khawatir besok sudah sampai (di) sana’, yang diungkapkan
oleh Tukiya merupakan sebuah janji, yaitu akan mengantar pisang ke rumah
Mardi. Tindakan ini belum dilakukan dan akan dilakukan kemudian. Maksud
berjanji ditandai dengan ungkapan Aja sumelang ‘Jangan khawatir’. Secara
inferensial, bentuk pertanyaan dari Mardi ditanggapi oleh Tukiya sebagai
ungkapan permintaan. Oleh karena itu, Tukiya kemudian menyanggupi untuk
memberi Mardi pisang yang akan diantarkan ke rumahnya. Metapesan dalam
(15) memperlihatkan bahwa permintaan dan kesanggupan dapat tidak
dieksplisitkan, tetapi diungkapkan dalam bentuk wacara tak langsung.
2.8 Rangkuman
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya
untuk melaksanakan apa yang disebutkan dalam tuturan. Tindak tutur komisif
dapat menyatakan fungsi tindakan berniat, berjanji, bersumpah, dan
bernadar.
Untuk mengkaji masalah tindak tutur komisif diperlukan teori
sosiolinguistik. Teori ini dimanfaatkan untuk menentukan data dan konteks
tuturan. Selain ancangan sosiolinguistik, kajian juga memerlukan teori
pragmatik. Teori pragmatik dimanfaatkan untuk mengukur keberhasilan daya
perlokusi atau daya pragmatisnya.
Untuk mengetahui penanda adanya tindak tutur komisif, diperlukan
teori morfosintaksis, khususnya yang berkaitan dengan bentuk propositif.
71
Selain penanda morfosintaksis, masalah konteks memegang peranan penting
dalam kajian pragmatik.
Untuk mengetahui pemakaian tindak tutur komisif diperlukan teori
pragmatik, sosiolinguistik, analisis wacana, dan linguistik semantik (analisis
semantik yang memperhitungkan konteks).
Di dalam memahami pemakaian katakerja performatif diperlukan kajian
wacana dan analisis pragmatik.
72
BAB III
BENTUK TINDAK TUTUR KOMISIF BAHASA JAWA
3.1 Pengantar
Pada bab ini dibahas bentuk tindak tutur komisif bahasa Jawa yang
meliputi tindak tutur komisif (1) berniat, (2) berjanji, (3) bersumpah, dan (4)
bernadar. Dimaksud dengan bentuk di sini adalah satuan lingual sebagai
penanda tindak tutur komisif. Bentuk penanda tuturan komisif itu dapat berupa
kata, predikat berjenis propositif, atau konteks tuturan. Uraian selanjutnya
sebagai berikut.
3.2 Bentuk Tindak Tutur Komisif Berniat
Tindak tutur komisif berniat adalah tindakan bertutur untuk menyatakan
niat melakukan suatu tindakan. Tindakan belum dilaksanakan karena masih
sebatas tuturan, tetapi akan dilaksanakan di masa yang akan datang oleh
penuturnya sendiri untuk orang lain.
3.2.1 Bentuk Tindak Tutur Komisif Berniat Ditandai Kata
Tindak tutur komisif berniat yang terwujud dalam sebuah dialog terdiri
atas kalimat-kalimat yang mempunyai maksud komisif. Dalam kalimat itu
terdapat unsur tuturan yang berbentuk kata yang menyatakan arti berniat. Niat
merupakan tindakan yang belum dikalsanakan dan akan dilaksanakan oleh
penuturnya sendiri pada masa yang akan datang.
Contoh :
73
(16) Murtiati : Pak, blanja ya mung cukup kanggo mangan,Panggilan gaji ya hanya cukup untuk makan
pripun mbenjing yen Adnan arep kuliah, terusbagaimana besok jika Adnan akan kuliah, lalu
wragade pripun ?biayanya bagaimana ?
‘Pak, gaji hanya cukup untuk makan, bagaimana jika besukAdnan akan kuliah, (lalu) bagaimana biayanya ?.”
Murtana : Bu, yen Adnan ya karep kuliah, niat ku arep buruh,Panggilan, jika Adnan ya bertekad kuliah, niat saya akan buruh
abot ora apa-apa, muga-muga entuk rejeki.berat tidak apa-apa , semoga mendapat rezeki
‘Bu, jika Adnan bertekad kuliah, saya berniat akan buruh,berat tidak apa-apa, semoga mendapatkan rezeki.’
Konteks :Pada data (16) terdapat peristiwa tutur berbentuk dialog antara Murtiatiselanjutnya disebut (O1) dan Murtana, suami Murtini, yang selanjutnyadisebut (O2). Warna emosi dalam pembicaraan itu pesimis. Maksud atautujuan pembicaraan dalam dialog itu ialah (O1) memberitahukan tentanggaji yang hanya sedikit dan anaknya Adnan (O3) akan masuk kuliah.Urutan bicara dalam peristiwa tutur itu dimulai oleh (O1) denganmenggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko alus. (O2) meresponsdengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko. Bab pokok yangdibicarakan ialah niat (O2) akan buruh agar mendapat tambahanpenghasilan untuk membiayai kuliah (O3). Pada posisi ini (O2) berperanmenjadi (O1) dan (O3) menjadi (O2). Instrumen yang digunakan dalamdialog itu ialah bahasa Jawa ragam ngoko alus dan ngoko. Cita rasabahasa yang digunakan dalam pembicaraan tidak terlalu formal. Adegantutur dialog ini dilakukan di kampung Petoran, Jebres, Surakarta. Registerdialog adalah wacana lisan. Tak ada aturan bahasa secara khusus.
Data (16) adalah sebuah peristiwa tutur berwujud dialog yang dilakukan
oleh Murtiati (n) (O1), dan Murtana (t)(O2). Mereka merupakan suami istri,
berputra satu bernama Adnan. Mereka bertempat tinggal di Petoran, Jebres,
Surakarta. Peristiwa tutur itu terjadi ketika mereka usai menjalankan salat
Magrib di rumahnya. Tujuan tuturan ialah (O1) menginformasikan bahwa gaji
Murtana hanya cukup untuk makan, tidak cukup kalau juga untuk biaya kuliah
74
anaknya. (O2) memberikan respons dengan berniat akan melakukan tindakan
buruh agar mendapatkan rezeki untuk beaya kuliah anaknya (Adnan).
Tindakan berniat (O2) direalisasikan dalam bentuk tuturan Bu, yen Adnan ya
karep kuliah, niatku arep buruh, abot ora apa-apa, muga-muga entuk rejeki.
‘Bu, jika Adnan ya bertekad kuliah, saya berniat akan buruh, berat tidak apa-
apa semoga mendapatkan rezeki’. Kata niatku ’niat saya’ menyatakan sebuah
tindakan yang belum dilakukan, dan akan dilakukakan pada waktu yang akan
datang. Oleh karena itu, secara pragmatis kata niatku ’niat saya’ menjadi
penanda untuk mengenali bentuk tuturan komisif. Penentunya ialah bentuk
verba yang mengikutinya, yaitu arep buruh ’akan buruh’. Bentuk itu
menunjukkan tindakan yang akan dilakukan.
Dialog (16) dilakukan dengan menggunakan bahasa Jawa tingkat tutur
ngoko. Norma dialog yang berupa interaksi antara penutur (O1) dan lawan
tutur (O2) berdasarkan jarak sosialnya.
Penggunaan norma tuturan dalam dialog (16) terdapatpada pemakaian
tingkat tutur yang berbeda antara (O1) dan (O2). (O1) menggunakan tuturan
bahasa Jawa tingkat tutur krama madya kepada (O2), tetapi (O2)
menggunakan bahasa Jawa tingkat tutur ngoko. Bentuk tuturan ini dipilih
karena dalam budaya Jawa, secara pragmatis dikenal norma komunikasi
berupa prinsip kesopanan (politeness principle)(PS) yang meliputi beberapa
maksim, yaitu maksim kebijaksanaan, kemurahan, penerimaan, kecocokan,
dan kesimpatian. Berkaitan dengan dialog (16), ditemukan maksim
penerimaan yang diutarakan dengan kalimat impositif dan komisif. Maksim ini
menekankan bahwa setiap peserta tutur harus meminimalkan kerugian orang
75
lain, dalam budaya Jawa disebut ngajeni ’menghormati’, dan meminimalkan
keuntungan diri sendiri, dalam budaya Jawa disebut andhap asor
’menghormat, sopan-santun’.
Pada dialog (16) ini (O1) menggunakan kalimat impositif dengan
maksud tertentu. Kalimat itu berupa Pak, blanja ya mung cukup kanggo
mangan, pripun mbenjing yen Adnan arep kuliah, terus wragade pripun? ‘Pak,
gaji ya hanya cukup untuk makan, bagaimana jika besok Adnan akan kuliah,
bagaimana biayanya?’ Tuturan (O1) ini terealisasi dalam bentuk kalimat tanya,
tetapi secara pragmatis mempunyai maksud agar lawan tutur (t) (O2) diminta
(disuruh) mencari tambahan rezeki apabila anaknya bertekad akan masuk
kuliah. (O1) dengan bijaksana memilih kalimat impositif agar tidak melanggar
kesopanan. Dengan prinsip itu, t, yaitu (02) secara maksimal diuntungkan atau
dihormati. Sementara, n (penutur) (O1) meminimalkan keuntungan untuk
dirinya sendiri dalam bentuk dengan bersikap andhap asor. Dalam intereksi
tutur ini, t (O2) merealisasikan interaksinya terhadap n (O1) dengan
menggunakan maksim penerimaan. Maksim itu diutarakan dengan kalimat
komisif sebagai berikut, Bu, yen Adnan ya karep kuliah, niatku arep buruh,
abot ora apa-apa, muga-muga entuk rejeki ‘Bu, jika Adnan ya bertekad kuliah,
saya berniat akan buruh, berat tidak apa-apa, semoga mendapatkan rezeki’.
Maksud kalimat komisif itu ialah pelaku, yaitu t (O2) berniat akan
melakukan tindakan (buruh) untuk menambah rezeki agar dapat membiayai
kuliah Adnan. Tuturan komisif ini muncul sebagai jawaban tuturan n (O1).
Sesuai dengan maksim kuantitas, t (O2) memberikan kontribusi secukupnya
dalam proses komunikasi. Berkaitan dengan prinsip kesopanan, pelaku yang
76
akan melakukan tindakan atas niat itu ialah t (O2), untuk (O3), yaitu Adnan.
Dalam adegan tutur tersebut posisi Murtana (O2) berganti menjadi (O1) dan
Adnan (O3) berganti menjadi (O2). Oleh karena itu, secara pragmatis, prinsip
komunikasi (16) dapat diformulasikan sebagai berikut,
X
↑n ↓t
Keterangan:
X adalah konteks (komisif); n adalah penutur (O1); t adalah lawan tutur (O2); ↓ adalah penutur memaksimalkan kerugian untuk dirinya sendiri atau dalamistilah budaya Jawa andhap asor ’sopan santun’, ↑ adalah penutur memaksimalkan keuntungan untuk lawan tutur atau dalam istilah budayaJawa ngajeni ’menghormati’.
Penjelasan:
X adalah isi konteks dialog, yaitu gaji yang tidak mencukupi untuk biaya kuliah
dan niat akan melakukan tindakan buruh untuk menambah rezeki. Tindakan
itu belum dilakukan dan akan dilakukan kemudian. Kontribusi komunikasi
dalam konteks ini berasal dari n(O1). t (O2) memberikan kontribusi
secukupnya dan akan melakukan tindakan seperti isi kontribusi. Oleh karena
itu, n mendapatkan keuntungan maksimal atau diajeni ’dihormati’, dan t
meminimalkan keuntungan untuk dirinya sendiri atau andhap asor atau
mungkin ngalah ‘mengalah’ (Jw).
Terbentuknya komunikasi yang wajar dan terpahami oleh peserta tutur
disebabkan adanya kerja sama di antara peserta tutur. Di dalam berbicara,
penutur dan lawan tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah
yang mengatur tindakan maupun interpretasi-interpretasi terhadap tindakan
77
dan ucapan lawan tutur. Secara ringkas dapat diasumsikan bahwa ada prinsip
kerja sama yang harus dipenuhi oleh penutur dan lawan tutur agar komunikasi
berjalan secara wajar (Wijana, 1996 : 46). Prinsip kerja sama mempunyai
beberapa maksim, di antaranya maksim kuantitas. Maksim ini menghendaki
agar peserta tutur memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak
yang diperlukan lawan tutur. Berkaitan dengan data (16), dalam komunikasi itu
n (O1) memberikan kontribusi berupa informasi secara kontekstual tentang
gaji yang mungkin tidak cukup untuk membiayai kuliah. Bentuk tuturan n (O1)
adalah kalimat impositif dengan maksud imperatif. t (O2) juga memberikan
kontribusi komunikasi berupa tuturan yang diperlukan oleh n (O1). t (O2)
memahami kalimat dari n (O1) yang bermaksud imperatif dengan memberikan
kontribusi berupa tuturan kalimat komisif. Maksud kalimat komisif berupa niat
akan melaksanakan tindakan berkaitan dengan maksud kalimat imperatif dari
(O1).
Niat dari t (O2) itu direalisasikan dalam wujud tindak tutur komisif.
Jawaban yang relevan dengan permintaan mewujudkan maksim relevansi.
Maksim relevansi adalah maksim yang mengharuskan peserta tutur
memberikan kontribusi yang relevan atas topik pembicaraan. Pada (16)
masalah yang dibicarakan ialah n (O1) mengatakan bahwa gaji hanya cukup
untuk makan, mungkin tidak mencukupi untuk membiayai kuliah. Secara
pragmatis ujaran itu bermaksud agar t (O2) mencari tambahan rezeki untuk
biaya kuliah. Jawaban t (O2) berupa tindak tutur komisif berniat, yaitu berniat
akan bekerja (buruh) untuk mencari tambahan rezeki.
Interaksi antara n (O1) dan t (O2) tergolong relevan. Dengan demikian,
78
dapat dikatakan bahwa t (O2) dapat memahami maksud dan akan melakukan
tindakan seperti yang diinginkan n (O1). Sehubungan dengan hal itu,
terjadilah interaksi positif. Proses komunikasi dalam dialog tadi secara
pragmatis dapat diformulasikan sebagai berikut.
X
n t
a
Keterangan:
X adalah konteks, n adalah penutur (O1), t adalah lawan tutur (O2), dan atuturan reaksi positif.
Penjelasan :
n (O1) memberikan kontribusi dalam komunikasi tentang hal yang dimaksud
dalam konteks, dan meminta jawaban t (O2). t (O2) memberikan kontribusi
berupa jawaban yang relevan dengan yang diperlukan n (O1). Jawaban t (O2)
berupa tuturan kalimat komisif. Maksud jawaban bersifat relevan dengan
permintaan n (O1). Relevansi permintaan dan jawaban merupakan bentuk
reaksi positif.
3.2.2 Bentuk Tindak Tutur Komisif Berniat Ditandai Predikat Propositif
Tindak tutur komisif terwujud dalam dialog yang terdiri atas kalimat-
kalimat yang mempunyai maksud komisif. Predikat propositif adalah predikat
yang mengungkapkan makna bahwa pelaku (O1 tunggal) berniat akan
melakukan tindakan. Pada waktu dituturkan tindakan belum dilakukan, tetapi
akan dilakukan pada waktu sekarang—yang akan datang (periksa: Marsono,
79
1980:1). Predikat propositif dapat dijadikan salah satu penanda bentuk tindak
tutur komisif.
Contoh:
(17) Nani : Wis dhahar Mas ?Sudah makan Mas ?‘Sudah makan Mas?’
Tanto : Durung.Belum
‘Belum.’
Nani : Takpundhutne bakso dhisik ya.props.aktf.O 1 tglbeli bakso dahulu partikelsaya berniat akan‘Saya (berniat akan) membelikan bakso dahulu.’
Tanto : Ngendi ?'Di mana?'
Nani : Bu Seger‘Bu Seger (di warung bakso).’
Tanto : Ya kenaYa boleh
‘Ya boleh.’
Konteks :Pada data (17) terjadi peristiwa tutur antara Nani, selanjutnya disebut(O1), dan Tanta, selanjutnya disebut (O2). Mereka merupakan pasangansuami istri. Warna emosi tuturan saat dialog berlangsung dalam suasanasantai setelah pulang dari bekerja. Bahasa yang digunakan ragamnonformal. Maksud atau tujuan percakapan, yaitu (O1) berniat akanmembelikan bakso untuk (O2). Adegan tutur dalam dialog itumenggunakan bahasa yang sederhana dan lugas. Adapun urutanbicaranya, (O1) mengawali bertutur dengan menggunakan bahasa Jawaragam krama madya yang ditanggapi oleh (O2) dengan menggunakanbahasa Jawa ragam ngoko. Dalam budaya Jawa suami mempunyai statusyang harus dihormati oleh istrinya. Oleh karena itu, (O2) menanggapi (O1)dengan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Bab yang dibicarakandalam dialog itu ialah membeli bakso. Bahasa yang digunakan tidakbegitu serius. Pembicaraan antara suami istri dalam dialog (17)mempunyai cita rasa bahasa yang santai. Adegan tutur ini terjadi di rumahmereka, Jalan Pancanaka No. 7, Tipes, Surakarta pada pukul 14.15(WIB). Register yang digunakan berupa wacana dialog. Aturan ataunorma kebahasaan yang dipakai, (O1) menggunakan ragam krama
80
madya untuk menghormati suaminya.
Data (17) berbentuk dialog. Digunakan untuk menyatakan tuturan
komisif berniat akan melakukan tindakan. Maksud yang terkandung di dalam
dialog itu ilah Nani, istri Tanto, menanyakan apakah Tanto sudah makan. Jika
belum, Nani berniat akan membelikan bakso (ini merupakan niat yang akan
dilakukan oleh Nani, jika Tanto setuju). Niat itu akan dilakukan Nani melalui
tindakan akan membeli bakso (Takpundhutne bakso dhisik ya). Kata
takpundhutne ’saya berniat akan kubelikan' berunsur bentuk {tak-/-e}. Bentuk
{tak-/-e} adalah bentuk propositif pasif orang pertama tunggal yang
menyatakan makna pelaku akan melakukan tindakan dan tindakan itu belum
terjadi. Kata dhisik ‘dahulu' menyatakan waktu niat bertindak; niat itu belum
dilakukan dan akan dilakukan. Untuk meminta persetujuan digunakanlah
partikel ya 'ya'. Dengan demikian, penanda bentuk tindak tutur komisif berniat
pada tuturan Takpundhutne bakso dhisik ya ‘Saya berniat akan membelikan
bakso dulu ya’ terdapat pada kata takpundhutne ‘saya berniat akan kubelikan’.
Bentuk takpundhutne ‘saya berniat akan kubelikan’ adalah bentuk predikat
berjenis propositif pasif orang pertama tunggal.
Kalimat-kalimat dalam dialog (17) mengalami pelesapan-pelesapan
yang oleh penutur maupun lawan tutur dapat dipahami. Apabila bentuk yang
lesap itu dikembalikan, bentuk dialog akan menjadi seperti berikut.
(17a) Nani : Wis dhahar Mas ?Sudah makan Mas ?
‘Sudah makan Mas ?
Tanto : Aku durung mangan .Saya belum makan
'Saya belum makan’
81
Nani : Tak pundhut ne bakso dhisik ya.{tak } - pundhut {-e} partikelprops.psf.O1tgl benfsaya berniat akan beli - kan bakso dahulu ya.
’Saya (berniat akan) membeli bakso dahulu.’
Tanto : Ngendi Ø ( sing arep tuku bakso ?)di mana yang akan membeli bakso?
‘Di mana akan membeli bakso?’
Nani : Ø (Nggone warung bakso) Bu Segertempat warung bakso Bu Seger
‘Warung Bakso Bu Seger’
Tanto : Ya kena Ø(tukua)ya boleh. belilah
‘Ya boleh, belilah.’
Kata-kata yang dicetak tebal ialah bentuk-bentuk lesap yang
dimunculkan kembali. Pemunculan itu dimaksudkan agar informasi yang
terkandung di dalam dialog utuh dan dapat tepat seperti yang dimaksudkan,
baik oleh penutur maupun lawan tutur. Dengan demikian, keduanya dapat
saling memahami apa yang dimaksudkan dalam tuturan.
Di dalam komunikasi yang wajar, penutur dan lawan tutur sama-sama
menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakan, penggunaan
bahasa, maupun interpretasi-interpretasi terhadap tindakan ucapan lawan
tutur (Wijana, 1996:45). Bertutur merupakan tindakan yang berkaitan aspek
interpersonal maupun tekstual. Di dalam retorika interpersonal, pragmatik
memerlukan prinsip kesopanan. Dalam retorika tekstual. pragmatik
memerlukan prinsip kerja sama (Wijana, 1996:55). Prinsip kesopanan
mempunyai beberapa maksim, yaitu maksim kebijaksanaan, kemurahan,
penerimaan, kerendahan hati, kecocokan, dan kesimpatian.
Di dalam dialog (17) terlihat keakraban antara suami istri yang
82
tercermin melalui pemakaian bahasa Jawa tingkat tutur krama inggil pada kata
dhahar 'makan' atau krama madya pada kata pundhut `beli'. Penggunaan
tingkat tutur itu menunjukkan tingkat kesopanan berbahasa. Hal itu dapat
dilihat pada bentuk kalimat bahasa Jawa Wis dhahar Mas? 'Sudah makan
Mas?' dan Takpundhutne bakso dhisik ya 'Saya (berniat akan) membeli bakso
dahulu'. Kalimat tadi merupakan kalimat bahasa Jawa tingkat madya.
Di dalam prinsip kesopanan (PS) terdapat maksim penerimaan.
Maksim penerimaan mewajibkan setiap peserta tindak tutur untuk
memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan bagi
diri sendiri (Wijana, 1996:57). Dialog (16) memenuhi maksim tersebut. Pada
dialog itu terlihat O1 (Nani) menggunakan kata takpundutne ’saya berniat
akan membelikan’ yang merupakan krama madya dan dhahar ’makan’ yang
merupakan bentuk krama inggil’ untuk O2 (Tanto) suaminya. Penggunaan
kata takpundhutne ’saya berniat akan membelikan’ dan dhahar ’makan’
dimaksudkan untuk memberikan penghormatan kepada suaminya (O2).
Dengan demikian, O1 merugi karena memberikan hormat atau, dalam istilah
Jawa, andhap asor ‘menghormat’. O2 diuntungkan karena diberi kehormatan
atau, dalam istilah Jawa, diajeni ’dihargai’. Tindak tutur komisif yang
sedemikian merupakan tindak kesopanan berbahasa. Prinsip kesopanan
dalam tindak tutur komisif (17) dapat diformulasikan sebagai berikut.
X
↓ n ↑ t
Keterangan:
X adalah predikat propositif untuk menghormat, n adalah penutur (O1), t
83
adalah lawan tutur (O2), ↓ adalah penutur memaksimalkan kerugian untuk dirinya sendiri atau andhap asor (sopan santun), ↑ adalah penutur memaksimalkan keuntungan untuk lawan tutur atau ngajeni ’menghargai’.
Penjelasan:
(X) adalah predikat propositif yang digunakan n (O1) untuk menghormat
kepada t (O2). n memaksimalkan kerugian bagi dirinya sendiri andhap asor
(sopan santun) dan memaksimalkan keuntungan bagi t ngajeni ’mengormati’.
Di dalam masyarakat tutur Jawa, terutama pada masalah kesopanan
berbahasa, penutur akan selalu menggunakan kata-kata hormat (bentuk
krama) kepada lawan tutur yang lebih dihormati.
Bu Seger dalam konteks itu adalah nama pemilik sebuah warung bakso
di dekat rumah Nani. Dengan penafsiran lokal, antarpeserta tutur sama-sama
mengetahui bahwa Bu Seger yang dimaksud ialah warung bakso milik Bu
Seger. Daya pragmatis pada (17) dikatakan berhasil karena Tanta dapat
mengerti maksud Nani, dan menyetujui niat Nani akan membelikan bakso,
seperti dalam kalimat ya kena 'ya boleh'. Penyataan ya kena 'ya boleh'
merupakan kondisi atau syarat dilakukannya tindakan berniat, yaitu membeli
bakso.
Di dalam retorika tekstual, pragmatik membutuhkan prinsip kerja sama.
Dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama, setiap penutur harus
mematuhi empat maksim percakapan, yakni maksim kuantitas, kualitas,
relevansi, pelaksanaan (Grice, 1975:45-47; Sperber & Wilson, 1986:33-34;
Wijana, 1996:46; Louise Cummings, 1999:15). Data (17) menunjukkan
terpenuhinya maksim kualitas, yaitu setiap peserta tuturan memberikan
kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang diperlukan oleh lawan bicara.
84
n (Nani) berniat akan membelikan bakso untuk t (Tanta) apabila belum
makan dan tindakan itu akan dilaksanakan apabila mendapat persetujuan t.
Informasi yang dibutuhkan n adalah persetujuan. t memberikan persetujuan
melalui tuturan Ya kena ‘Ya boleh'. Dengan demikian, t memberikan kontribusi
secukupnya dalam komunikasi itu. t (O2) dapat memahami dan memberikan
kontribusi yang relevan dengan yang diperlukan n (O1). Berdasarkan itu,
dapat dikatakan bahwa daya pragmatis pada (17) berhasil. Reaksi lawan tutur
terhadap penutur sebagai pemahaman daya pragmatis dapat diformulasikan
sebagai berikut:
Xn t
a
Keterangan:
X tindak tuturan komisif (O1), n adalah penutur (O1), t adalah lawan tutur(O2),dan a tuturan reaksi positif.
Penjelasan:
n (O1) bertindak tutur komisif (X) kepada t (O2). t memberikan reaksi sebagai
respons positif. Yang dimaksud di sini ialah n (O1) bertindak tutur komisif
dengan mengatakan Takpundhutne bakso dhisik ya '(Saya berniat akan)
membelikan bakso dahulu' dan t bereaksi positif (a) menyetujui niat (O1)
dengan mengatakan Ya kena 'Ya boleh'.
Selain ditandai dengan predikat berjenis propositif pasif, bentuk tindak
tutur komisif berniat ada yang ditandai dengan predikat propositif aktif .
Contoh :
85
(18) Narno : Di jupukna pacul ku, taknandurpanggilan ambilkan cangkul gent , props.akf. S O1 tgl.
menanamsaya berniat akan
wit jati ben kena dinggo gawe omah.Pohon jati agar dapat dipakai membuat rumah.
Yen tuku larang.Jika membeli mahal
‘Di ambilkan cangkulku, saya (berniat akan)menanam pohon jati agar dapat dipakai membuatrumah. Jika membeli (kayu jati harganya) mahal.’
Nardi : Nggih Pak.Ya Pak
‘Ya Pak.’
Konteks : Pada (18) terjadi peristiwa tutur antara Narno, mertua Nardi, yangselanjutnya disebut O1 dan Nardi, menantu (O1), yang selanjutnyadisebut O2. Warna emosi saat tuturan berlangsung dalam keadaantidak formal, tapi agak serius. Maksud pembicaraan, (O1) memintadiambilkan cangkul dan berniat akan menanam pohon jati agar kelakdapat dipakai untuk membuat rumah karena jika membeli kayu jatiharganya mahal. Tidak ada (O3) yang terlibat dalam dialog itusehingga tidak terjadi alih kode. Urutan tuturnya, (O1) memulai tuturandengan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko dan ditanggapi oleh(O2) dengan ragam krama. Pokok pembiacaraan dialog ialah niat (O1)akan menanam pohon jati. Bahasa Jawa digunakan sebagaiinstrumennya. Cita rasa bahasa yang muncul berbentuk ragam formalkarena status sosial peserta tutur yang berbeda. Adegan tutur initerjadi di pekarangan Narno di desa Mojosanga, Kecamatan Jebres,Kodia Surakarata, pada pukul 09.00 (WIB). Register yang digunakanadalah wacana dialog. Norma tuturan menggunakan bahasa Jawaragam ngoko dan krama. Aturan kebahasaan yang digunakan dalamdialog menunjukkan adanya tingkat hormat (O2) kepada (O1) dengantidak menolak permintaan (O1).
Data (18) berupa peristiwa tutur yang dilakukan oleh Narno (O1) dan
Nardi (O2). Dialog antara (O1) dan (O2) dilakukan di pekarangan milik (O1).
Tujuan tuturan berupa (O1) yang berniat akan menanam pohon jati agar kelak
dapat dipakai sebagai bahan untuk membuat rumah. Alasan penanaman
86
disebabkan harga kayu jati yang mahal. Dalam dialog itu (O1) menuturkan
niatnya, yaitu taknandur wit jati ben kena dinggo gawe omah ‘saya berniat
akan menanam pohon jati agar dapat dipakai untuk membuat rumah’. Pada
taknandur, bentuk tak- merupakan morfem imbuhan pembentuk propositif
tunggal aktif dengan pelaku orang pertama tunggal; maknanya ‘saya berniat
akan menanam’. Morfem tak- sebagai penanda propositif aktif dapat dipakai
sebagai salah satu kunci untuk mengetahui adanya bentuk tindak tutur komisif
berniat. Instrumen yang dipakai dalam dialog itu ialah bahasa Jawa tingkat
tutur ngoko (O1) dan krama (O2).
Di dalam dialog (18) terdapat penggunaan prinsip kesopanan (PS)
untuk menunjukkan status sosial masing-masing penutur. Hal itu terlihat pada
tuturan (O1) yang menggunakan bahasa Jawa ngoko ketika menyuruh (O2)
untuk mengambilkan cangkul dengan tuturan Di jupukna paculku taknandur
wit jati ‘Di ambilkan cangkulku saya berniat akan menanam pohon jati’ dan
(O2) yang menjawab dengan bahasa Jawa krama inggil melalui tuturan Nggih
Pak ‘Ya Pak’. (O2) memberi hormat secara maksimal kepada (O1) dengan
menggunakan tingkat tutur krama inggil. Dengan demikian, (O1) diuntungkan
dan (O2), dengan tindakan ngajeni ‘menghormati, menghargai’ (O1),
memaksimalkan kerugian untuk dirinya sendiri, terlebih dengan mengingat
bahwa permintaan (O1) disampaikan dengan ragam ngoko. Prinsip
kesopanan pada (18) dapat diformulasikan sebagai berikut.
X
↑n ↓ t
Keterangan:
87
X adalah isi konteks, n adalah penutur (O1), t adalah lawan tutur (O2), ↑penutur menerima keuntungan atau diajeni ’dihormat’, ↓ lawan tuturmemaksimalkan kekerugian untuk dirinya sendiri atau andhap asor’menghormat’.
Penjelasan:
Di dalam peristiwa tutur (18) terdapat konteks yang melatari pembicaraan
antara (O1) dan (O2) yang status sosialnya tidak sama. Status sosial n (O1)
lebih tinggi daripada t (O2). Dengan demikian, meskipun n (O1) menggunakan
bahasa Jawa ngoko, (O2) akan menjawab dengan menggunakan bahasa
Jawa krama inggil untuk menghormat n (O1). Dalam hubungan itu, n (O1)
mendapatkan keuntungan secara maksimal (↑n), sedangkan t mendapatkan
kerugian untuk dirinya sendiri karena telah bersikap andhap asor
’menghormat’ (↓ t).
Penghormatan dan kesopanan dalam pragmatik merupakan dua hal
yang dapat dibedakan. Penghormatan adalah bagian aktivitas yang berfungsi
sebagai sarana simbolis untuk menyatakan penghormatan secara reguler,
sedangkan kesopanan adalah alat yang diasosiasikan dengan ujaran bahwa
menurut pendengar, penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak ingkar
dalam memenuhi kewajibannya (Rustono, 1999:68). Berkaitan dengan
formulasi PS, t (O2) memilih penggunaan krama inggil kepada n untuk
memenuhi kewajiban memberi hormat atau sebagai bentuk realisasi
kesopanan berbahasa.
Daya pragmatis dalam komunikasi perlu dipahami untuk membuktikan
keberhasilan komunikasi. Pemahaman daya pragmatis dalam komunikasi
dapat menggunakan pinsip kerja sama yang di dalamnya memuat beberapa
88
maksim. Daya pragmatis dialog (18) dapat dipahami dengan menggunakan
salah satu maksim, yaitu maksim kuantitas. Maksim ini mengharuskan setiap
peserta tuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang
diperlukan lawan bicara. Dalam konteks itu (O1) meminta cangkul dan berniat
akan menanam pohon jati. Pekerjaan itu belum dilakukan dan akan dilakukan
kemudian. Tuturan (O1) yang meminta cangkul merupakan kontribusi
secukupnya dalam komunikasi. (O2) memberikan respons sebagai kontribusi
komunikasi sebanyak yang diperlukan (O1) dengan memberikan tuturan
kesanggupan (Ngih Pak ’ya Pak’). (O2) yang memberikan kesanggupan atas
permintaan (O1) merupakan reaksi positif. Bahwa daya pragmatis pada (18)
dapat dipahami oleh (O2) tercermin melalui adanya reaksi positif tersebut.
Daya pragmatis (18) itu dapat diformulasikan sebagai berikut.
Xn t
a
Keterangan:
X tindak tuturan komisif (O1), n adalah penutur (O1), t adalah lawan tutur(O2),dan a tuturan reaksi positif.
Penjelasan:
X adalah isi konteks tuturan, yaitu n (O1) meminta diambilkan cangkul dan
berniat akan menanam pohon jati. Dalam proses komunikasi itu n meminta t
melakukan apa yang diperlukan n untuk melakukan X (t mengambilkan
cangkul, n berniat akan menanam pohon Jati). t menyanggupi permintaan n
sehingga boleh dikatakan t memahami permintaan n. Tindakan t merupakan
89
reaksi positif. Proses komunikasi dalam dialog (18) secara pragmatis
dikatakan berhasil.
3.2.3 Bentuk Tindak Tutur Komisif Berniat Ditandai Konteks
Tindak tutur komisif berniat, selain ditandai dengan adanya predikat
berjenis propositif tunggal, baik aktif atau pasif, dapat ditandai dengan unsur
tuturan yang secara kontekstual menyiratkan maksud berniat akan melakukan
tindakan dan tindakan itu belum dilakukan, tetapi akan dilakukan dalam waktu
sekarang—yang akan datang.
Contoh :
(19) Muzaki : Pak napa kula mbenjing saged sekolahPak apakah saya besok dapat sekolah
teng Jogja ?bentuk pendek dhateng-- ke Jogja.
'Pak apakah saya besok dapat sekolah ke Jogja ?
Sarwono: Lha .... sekolah apa dhisik. Ngono wae kokPartk ... sekolah apa dahulu Begitu saja partk.
wedi, pinter ya klebu. Arep sekolah apa ta Le ?takut, pandai ya masuk akan sekolah apa partk. panggilananak laki-laki
'Lha.... sekolah apa dulu. Begitu saja kok takut, (jika) pandai pastiditerima. Sekolah apa ?'
Muzaki : Pengin kula badhe sekolah wonten Kehutanan UGM.Ingin saya akan sekolah di (fak) Kehutanan UGM
Sing diajrihi niku napa kiatPart ditakuti itu apa kuat
mbayare Pak.verba akt.transf : membayarnya panggilan untuk Ayah
Jarene SPP-ne larang banget.katanya SPPnya mahal sekali
'Saya ingin sekolah di (Fakultas) Kehutanan UGM. Yang ditakuti ituapa kuat membayarnya. Katanya SPP-nya mahal sekali'.
90
Sarwono : Yen kowe klebu mangkat a.Jika kamu (02 tgl) masuk berangkat verba akt.imperf : lah
'Jika kamu masuk (diterima) berangkatlah'.
Muzaki : Estu pak, nggeSungguh panggilan untuk ayah, bentuk pendek kangge =untuk
bayar pripun ?bayar bagaimana ?
' Sungguh pak, untuk bayar bagaimana?.
Sarwono: Tenan... wis ta mangkat a,Sungguh.- sudah partk berangkat verba akt.imperf=lah
Pira ta. NyekolahakeBerapa partk. {N-ake}sekolah (verba aktf.transf)menyekolahkan
Anak kok.Anak partk.
'Sungguh .... sudah berangkatlah, (membayar) berapa. (niat)Menyekolahkan anak.
Yanti : Ngguya-ngguyu, arep nyekolahakeTertawa-tawa, akan (N-ake) (verba aktf.transf) menyekolahkan
anak kok kaya ora tenanan.anak partk seperti tidak sungguh-sungguh
'Tertawa-tawa, akan menyekolahkan anak kenapa sepertinya tidaksungguh-sungguh'.
Sarwono: Ati ku wis mantep arep nyekolahakeHati gent. sudah mantap akan {N-ake)sekolah(verbaak-tf.transf) menyekolahkan
Zaki, tekan ngendi sing arep sekolah.Zaki, sapai di mana yang akan sekolah.
'Hati saya sudah mantap akan menyekolahkan Zaki.
Konteks : Pada (19) Terjadi peristiwa tutur antara Muzaki, selanjutnya disebutO1, dan Sarwono, yang selanjutnya disebut O2. (O1) adalah anak (O2)yang saat itu sebagai pelajar SMA kelas III. (O1) ingin kuliah di fakultasKehutanan UGM. Wacana yang digunakan dalam dialog itu cukupsederhana, lugas, dan tidak berbelit-belit. Terdapat keterlibatan Yantiyang selanjutnya disebut (O3). Ia adalah istri (O2). Tingkat keakrabanrelasi antara (O2) dan (O3) cukup dekat sehingga tidak mempengaruhipemilihan ragam bahasa. (O2) mempunyai status yang lebih tinggi dari(O1) sehingga dalam dialog (O1) selalu memberikan hormat. Warnaemosi dari dialog yang berlangsung di rumah itu bersifat santai.Maksud atau tujuan percakapan dalam dialog itu (O2) ingin kuliah di
91
Fakultas Kehutanan UGM. Ia khawatir apabila diterima tidak dapatmembayar SPP karena mahal. Urutan bicara dimulai (O1) yangmenggunakan ragam krama inggil bahasa Jawa dan ditanggapi (O2)dengan ragam ngoko bahasa Jawa. (O2) mempunyai status sosialyang lebih tinggi. Bab pokok yang dibicarakan dalam dialog itu tentangniat (O1) akan kuliah di Fakultas Kehutanan UGM dan niat (O2) akanmenyekolahkan anaknya. Bahasa Jawa lisan yang digunakan sebagaiinstrumen berupa dialog. Cita rasa bahasa terasa santai. Adegan tuturdialog itu dilakukan di desa Nglipar, kalurahan Nglipar, KecamatanNglipar, Kabupaten Gunung Kidul. Norma yang dipakai berupa wacanadialog.
Peristiwa tutur wacana dialog (19) terjadi pada keluarga Sarwono yang
beristrikan Yanti dan berputrakan Muzaki. Dalam dialog itu peran Muzaki
sebagai (01), Sarwono sebagai (02), dan Yanti sebagai (03). Keluarga
Sarwono ialah keluarga petani di desa Nglipar, Kecamatan Nglipar,
Kabupaten Wonosari, Gunung Kidul. Dialog ini terjadi pada jam 14.15 (WIB) di
teras rumah Sarwono. Isi tuturan ialah keluhan Muzaki (01), anak Sarwono,
apakah ia nanti dapat bersekolah di Yogyakarta. Menurut Muzaki, bersekolah
di Yogyakarta itu sulit dengan bayaran yang sangat mahal. Keluhan Muzaki
ditunjukkan pada tuturan Sarwono Lha sekolah apa dhisik, ngono wae kok
wedi 'Lha sekolah apa dulu, begitu saja kok takut '. Menurut isi tuturan
sebelumnya, yang ditakuti Muzaki ialah tentang mahalnya SPP, seperti
disebutkan pada tuturan Sing diwedeni ki mbayare. Jare SPPne larang banget
‘Yang ditakuti itu membayarnya. Konon SPP-nya mahal sekali'. Sarwono (02)
kemudian memberikan kepercayaan kepada Muzaki bahwa jika dapat diterima
masuk Fakultas Kehutanan UGM, supaya berangkat berapa pun
membayarnya karena Sarwono berniat akan menyekolahkan Muzaki. Sambil
senyum-senyum Sarwono kemudian mengangkat cangkul akan ke sawah.
Saat itu Yanti (03), istri Sarwono, memberikan reaksi dengan tuturan Ngguya-
92
ngguyu, arep nyekolahake anak kok kaya ora tenanan 'Tertawa-tawa, akan
menyekolahkan anak seperti tidak sungguh-sungguh'. Sebagai reaksi atas
tuturan Yanti (03), Sarwono (O2) memunculkan tuturan yang berisi pernyataan
tindak tutur komisif berniat, tetapi tidak ditandai bentuk kata. Tindak tutur
komisif itu ditandai dengan konteks tuturan berupa kalimat Atiku wis mantep
arep nyekolahke Muzaki, tekan ngendi sing arep sekolah 'Hatiku sudah
mantap akan menyekolahkan Muzaki, sampai di mana pun dia
menginginkannya’. Pernyataan Atiku wis mantep arep ... 'Hatiku sudah
mantap akan ...' merupakan sebuah pernyataan berniat akan melakukan suatu
tindakan, yaitu menyekolahkan Muzaki, dan tindakan itu belum dilakukan.
Bentuk sing 'yang' pada tekan ngendi sing arep sekolah ' sampai di mana
akan bersekolah' merupakan bentuk yang menggantikan (O1) (Muzaki).
Secara pragmatis, dalam komunikasi yang berupa dialog diperlukan
penggunaan prinsip kesopanan (PS) untuk melancarkan proses komunikasi.
Di dalam prinsip kesopanan terdapat beberapa maksim, di antaranya maksim
penerimaan yang biasanya dapat diutarakan dengan kalimat komisif dan
impositif (Wijana, 1996 : 57). Maksim penerimaan mewajibkan setiap peserta
tutur untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan
keuntungan bagi diri sendiri. Pada data (19) terdapat pemakaian prinsip
kesopanan yang diutarakan dengan ujaran impositif dan komisif. Ujaran
impostif adalah ujaran berbentuk kalimat yang digunakan untuk perintah atau
suruhan. Ujaran impositif pada (19) itu berupa Tenan ... wis ta, mangkata, pira
ta. Nyekolahke anak kok ’Sungguh ... sudahlah, berangkatlah berapa
(biayanya), (akan) menyekolahkan anak’. Pada kalimat itu terdapat beberapa
93
pelesapan unsur. Dengan memperhatikan konteks, bentuk data (19) dapat
diutuhkan kembali untuk memperjelas apa yang dimaksud. Bentuk kalimat
yang lesap ialah Tenan Ø.... wis ta, mangkata, Ø pira ta . Nyekolahke anak
kok ’Sungguh.... sudah ta, berangkatlah berapa ta. Menyekolahkan anak kok’.
Kalimat lesap itu, jika diutuhkan, menjadi sebagai berikut, Tenan Ø (yen kowe
klebu ana (Fakultas) Kehutanan UGM)... wis ta, mangkata, Ø (SPPne) pira ta.
Nyekolahke anak kok ’Sungguh (jika kamu diterima di (fakultas) Kehutanan
UGM) ... sudahlah, berangkatlah, (SPP-nya) berapa. Menyekolahkan anak
kok’. Ujaran komisif pada (19) terlihat melalui ujaran berikut, Atiku wis mantep
arep nyekolahake Zaki, tekan ngendi sing arep sekolah 'Hati saya sudah
mantap akan menyekolahkan Zaki, sampai ke mana pun dia akan sekolah'.
Secara kontekstual kalimat komisif itu mempunyai maksud bahwa
pelaku, yaitu ku ’aku, saya’(orang pertama tunggal) pada bentuk atiku ’hati
saya’, berniat akan melakukan tindakan arep nyekolahke ’akan
menyekolahkan’. Bentuk arep nyekolahke berperan sebagai predikat, dan
tindakan itu belum dilakukan, tetapi akan dilakukan dalam waktu sekarang—
yang akan datang. Dengan demikian, secara kontekstual, bentuk tindak tutur
komisif dialog dapat dikenali berdasarkan konteks kalimat-kalimatnya.
Pada tindak tutur (19), maksim penerimaan diwujudkan melalui apa yang
diperlukan (O1), yaitu ingin bersekolah di Fakultas Kehutanan UGM dan
kontribusi secukupnya dari (O2) yang berupa niat untuk menyekolahkan (O1).
Dengan demikian, (O2) memaksimalkan keuntungan bagi (O1) dan
meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Secara pragmatis prinsip
kesopanan pada (19) dapat diformulasikan sebagai berikut.
94
X
↑n ↓ t
Keterangan:
X adalah maksud isi konteks, n adalah penutur (O1), t adalah lawan tutur(O2), ↓ adalah penutur memaksimalkan kerugian untuk dirinya sendiri yangdalam budaya Jawa disebut andhap asor ’menghormat’, ↑ adalah penutur memaksimalkan keuntungan untuk lawan tutur yang dalam budaya Jawadisebut ngajeni ’menghargai’.
Penjelasan :
X adalah maksud isi konteks, yaitu n (O1) berkeinginan sekolah di Fakultas
Kehutanan UGM, tetapi takut kalau SPP-nya mahal. Ujaran itu menggunakan
bahasa Jawa krama inggil untuk menghormat t (O2). t (O2) berniat akan
menyekolahkan (O1) apabila diterima di Fakultas Kehutanan UGM walaupun
SPP-nya mahal. Pernyataan komisif ini diujarkan dengan menggunakan
bahasa Jawa ngoko. Dengan demikian, secara pragmatis (O2) mendapatkan
keuntungan maksimal atau mendapatkan penghormatan dari (O1), sedangkan
(O1) meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri atau bersikap andhap asor
dengan menghargai (O2). Dalam tradisi masyarakat Jawa, orang yang lebih
tua, apalagi orang tua sendiri, wajib dihargai oleh anaknya. Salah satu bentuk
penghormatan itu diwujudkan dengan menerapkan cara berbahasa yang
tepat. Dengan memperhatikan penggunaan saluran bahasa Jawa, semua
peserta tutur sama-sama memaksimalkan keuntungan.
Tindak perlokusi (daya pragmatis) adalah daya pengaruh atau efek dari
sebuah tuturan yang muncul dalam diri orang yang mendengarkan. Efek atau
daya pengaruh itu dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh
penutur. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk
95
mempengaruhui lawan tutur disebut tindak perlokusi (Wijana, 1996:19-20).
Jika antarpeserta tutur dapat saling memahami maksud tuturan, dapat
dikatakan bahwa daya pragmatis tuturan berhasil. Pada sebuah komunikasi
yang diwujudkan dalam sebuah dialog, berhasil tidaknya komunikasi dapat
diukur. Daya pragmatik pada (19) dapat diamati dengan prinsip kerja sama
(PK) yang terdiri atas beberapa maksim, di antaranya maksim kuantitas.
Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta tutur memberi kontribusi yang
secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicara. Pada wacana
dialog (19) n (O1) memberikan kontribusi komunikasi dengan tuturan Pengin
kula badhe sekolah wonten Kehutanan UGM. Sing diajrihi niku napa kiat
mbayare Pak. Jarene SPPne larang banget. 'Ingin saya ya sekolah di
(Fakultas) Kehutanan UGM. Yang ditakuti itu apa kuat membayar, Pak.
Katanya SPP-nya mahal sekali'. t (O2), setelah memahami maksud tuturan n
(O1), memberikan respons yang direalisasikan dengan tuturan Yen kowe
klebu mangkata. Atiku wis mantep arep nyekolahke Muzaki, tekan ngendi sing
arep sekolah ’Jika kamu diterima berangkatlah. Hatiku sudah mantap akan
menyekolahkan Muzaki, sampai di mana pun’. t (O2) memberikan jawaban
secukupnya dari yang diperlukan n (O1). Secara pragmatis proses komunikasi
dalam dialog (19) dapat diformulasikan sebagai berikut.
Xn t
a
96
Keterangan:
X adalah maksud isi konteks tuturan, n adalah penutur (O1), t adalah lawantutur, dan a reaksi positif .
Penjelasan :
t (O2), setelah memahami isi konteks (X), memberikan reaksi positif kepada n
(O1) dengan memberikan kesanggupan berniat akan melakukan tindakan,
dan tindakan itu belum dilakukan. Tindakan akan dilakukan pada waktu
sekarang--yang akan datang. Tindakan berupa niat untuk menyekolahkan t
(O2) sampai di mana pun. Berdasarkan penjelasan itu, terbukti bahwa tindak
perlokusi atau daya pragmatis wacana (19) berhasil.
Penanda bentuk tindak tutur komisif berniat bahasa Jawa dapat berupa
kata kerja yang dirangkai dengan unsur morfem tertentu yang bermakna niat
akan melakukan tindakan atau bentuk predikat propositif tunggal, baik aktif
atau pasif. Pelaku pada tindak tutur komisif ialah orang pertama tunggal
dengan makna pelaku akan melakukan tindakan dan tindakan itu belum
dilakukan, tetapi akan dilakukan pada waktu sekarang—yang akan datang.
Secara pragmatis tindak tutur komisif pada tipe data (16) ditandai dengan kata
yang bermakna komisif; pada tipe data (16) dan (17)1 ditandai dengan
predikat propositif, pada tipe (18) dan (19)2 ditandai dengan maksud konteks
tuturan. Pemilihan dan pemakaian tingkat tutur (krama atau ngoko) dapat
dipahami berdasarkan telaah prinsip kesopanan. Pemanfaatan prinsip kerja
sama dapat dipakai untuk memahami kelancaran dan keberhasilan
komunikasi.
97
3.3 Penanda Bentuk Tindak Tutur Komisif Berjanji.
Tindak tutur komisif berjanji merupakan tindakan yang dituturkan oleh
penutur kepada lawan tutur tentang kesediaannya untuk melakukan tindakan,
sesuai dengan janji yang dituturkan. Tindakan dalam tindak tutur berjanji akan
dilakukan pada waktu sekarang—yang akan datang.
3.3.1 Penanda Tindak Tutur Komisif Berjanji Berbentuk Kata
Kata yang diujarkan oleh peserta tutur ada yang mengungkapkan
makna akan melakukan tindakan. Kata yang seperti itu dapat menjadi
penanda bentuk tindak tutur komisif. Tindak tutur komisif berjanji ada yang
berbentuk kata.
Bentuk tindak tutur berjanji ditandai dengan kata tenan 'sungguh'. Di
samping itu, dapat ditandai dengan bentuk tuturan yang secara eksplisit
menyatakan tindak tutur berjanji (Tipe penanda tindak tutur komisif berjanji ini
dapat diperiksa pada Lampiran melalui kata-kata yang dicetak miring tebal).
Contoh:
(20) Tanti : Mas, piye kiMas (panggilan orang laki-laki dewasa),bagaimana (ki bentuk pendek iki=ini)
rencanane menyang Tonjong sesuk ?rencananya ke Tonjong besok
'Mas, bagaimana rencana ke Tonjong besok ?'
Rosyad : Lha piye ... aku manut waePartk bagaimana .... saya mengikut saja
`Lha bagaimana, saya mengikuti saja'
Tanti : Ngene wae Mas sesuk njenenganBegini saja Mas (penggilan orang laki-laki dewasa), besok 02 tgl kamu
mampir Delanggu, Ibu diaturi mrene disuwun
98
mampir (ke) Delanggu, ibu dimohon ke sini, diminta
mangkat bareng. Aja lali ya.berangkat bersama. Jangan lupa ya.
‘Begini saja Mas, besok kamu mampir Delanggu, dan Ibu dimohonke sini, diminta berangkat bersama. Jangan lupa ya.’
Rosyad : Tenan takmrana sesuk bar saka kantor.sungguh props.akt.O1 tgl. ke sana besok sesudah dari kantor.
saya berjanji akan
'Ya sungguh saya (berjanji) akan ke sana besok sesudah dari kantor.’
Tanti : (Berdiri mengangguk, lalu menggendong anaknya.)
Konteks :Dialog (20) dilakukan oleh Tanti, yang selanjutnya disebut (O1), danRosyad, yang selanjutnya disebut (O2). Rosyad ialah seorang guru SMPNegeri Prambanan. (O1) dan (O2) merupakan sepasang suami istri yangtinggal di Lempuyangan, Yogyakarta. Keduanya sangat akrab karenamerupakan suami istri. Warna emosi ketika melaksanakan tuturan sedikitformal. (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko alus ’ngoko halus’.Maksud atau tujuan pembicaraan dialog ialah rencana keberangkatanmereka ke Tonjong (Bumiayu) dengan mengajak bersama ibu mertua (IbuO2). Urutan tuturnya, (O1) memulai dengan menggunakan bahasa Jawaragam ngoko, dan ditanggapi (O2) dengan menggunakan bahasa Jawaragam ngoko juga. Pokok pembicaraan ialah rencana keberangkatan keTonjong dengan mengajak ibu mertua dari (O1) yang bertempat ringgal diDelanggu. (O2) menyanggupi (berjanji) akan menjemput ibunya keDelanggu. Kesanggupan (O2) direalisasikan dengan bahasa Jawa formaluntuk berjanji. Dialog ini menggunakan instrumen bahasa Jawa lisan. Citarasa tutur dirasakan akrab, santai, tetapi tetap sopan. Hal itu dikarenakan(O1) dan (O2) bersikap saling menghargai. Adegan tutur dialog inidilakukan di rumah mereka, yaitu di Lempuyangan, Yogyakarta, padapukul 16.00 (WIB). Mereka menggunakan register wacana lisan. Normayang tampak pada dialog itu ialah sikap saling menghargai walaupunmenggunakan bahasa Jawa ragam ngoko.
Peristiwa tutur (20) dilakukan oleh pasangan suami istri, yaitu Tanti (n)
atau (O1) dan Rosyad (t) atau (O2). Tuturan tersebut terjadi di rumah mereka,
di Lempuyangan, Yogyakarta. Saat itu mereka duduk di teras menjelang
sholat magrib. n (O1) meminta t (O2) jangan sampai lupa menjemput ibunya di
Delanggu untuk diajak pergi bersama ke Tonjong. t (O2) berjanji untuk datang
ke rumah ibunya di Delanggu, sesuai dengan digunakannya kata tenan
’sungguh’ pada kalimat Tenan takmrana sesuk bar saka kantor ‘Ya sungguh
99
saya (berjanji) akan ke sana besok sesudah dari kantor’.
Maksud t (Rosyad), yaitu menjanjikan kepada n bahwa ia bersedia
menjemput Ibunya untuk diajak bersama-sama berangkat ke Tonjong. Di
dalam dialog itu terdapat unsur tuturan berupa kata yang merupakan penanda
tindak tutur komisif berjanji yaitu, tenan ’sungguh’. Kata tenan ’sungguh’
bermakna kesanggupan akan melakukan tindakan yang tercermin pada
predikat propositif yang mengikutinya, yaitu takmrana 'akan ke sana'
(propositif aktif orang pertama tunggal), tindakan itu belum dilaksanakan, dan
janji itu akan dilaksanakan pada waktu sekarang—yang akan datang, seperti
dinyatakan pada tuturan Sesuk bar saka kantor 'Besuk sesudah dari kantor'.
Dengan demikian, penanda bentuk tindak tutur komisif berjanji ialah kata
tenan ’sungguh’. Jenis tindakan yang akan dilakukan disebutkan pada
predikat propositif aktif takmrana ’saya akan ke sana’. Berkaitan dengan
predikat propositif itu, maknanya tuturannya menjadi ‘saya berjanji akan ke
sana’. Janji itu akan dilaksanakan pada waktu sekarang—yang akan datang.
Pada wacana dialog (20) terdapat tuturan yang tidak lengkap. Tuturan
tak lengkap itu dapat dilihat pada (20a) berikut.
(20a) Tanti : Mas, piye kiMas (panggilan orang laki-laki dewasa), bagaimana (ki bentuk pendek iki=ini)
rencanane menyang Tonjong sesuk.rencananya ke Tonjong besok
‘Mas, bagaimana rencana ke Tonjong besok.’
Rosyad : Lha piye ... Ø aku manut waePartk bagaimana .... saya mengikut saja
‘Lha bagaimana saya mengikuti saja’
Tanti : Ngene wae Mas, sesukBegini saja Mas (penggilan orang laki-laki dewasa), besok
100
njenengan mampir Delanggu, Ibu diaturi mreneO2tgl kamu mampir (ke) Delanggu, ibu dimohon ke sini
disuwun mangkat bareng Ø. Aja lali Ø ya.diminta berangkat bersama. Jangan lupa ya
’Begini saja Mas, besuk kamu mampir Delanggu, Ibudimohon ke sini, diminta berangkat bersama, Jangan lupa.’
Rosyad : Tenan takmrana Ø... sesuk bar saka kantorSungguh props. akt.01 tg1. ke sana besok sesudah dari kantor
Saya berjanji akan
‘Sungguh saya akan ke sana ... besok sepulang dari kantor.’
Bentuk Ø adalah unsur yang dilesapkan dari kalimat-kalimat pada
dialog (20). Agar dapat diketahui bentuk lengkapnya, unsur lesap itu akan
dikembalikan. Wacana (20b) ialah wacana (20) yang sudah mengalami
pengembalian atas bentuk-bentuk sifar (Ø). Pengembalian bentuk sifar
dimaksudkan agar wacana menjadi lengkap dengan pemahaman yang tidak
memerlukan interpretasi.
(20b) Tanti : Mas, piye kiMas (panggilan orang laki-laki dewasa), bagaimana (ki bentuk pendek iki=ini)
rencanane menyang Tonjong sesuk.rencananya ke Tonjong besok
‘Mas, bagaimana rencana ke Tonjong besok'
Rosyad : Lha piye ... rencanane aku manut waePartk bagaimana.rencananya.. saya mengikut saja
‘Lha bagaimana..rencananya.... saya mengikut saja.’
Tanti : Ngene wae Mas, sesuk njenenganBegini saja Mas (penggilan orang laki-laki dewasa), besok 02 tgl kamu
mampir Delanggu, Ibu diaturi mrene disuwunmampir (ke) Delanggu, ibu dimohon ke sini, diminta
mangkat bareng menyang Tonjong. Aja lali ngaturi ibu yaberangkat bersama, ke Tonjong Jangan lupa memohon Ibu ya.
‘Begini saja Mas, besok kamu mampir Delanggu, Ibu dimohon kesini, diminta berangkat bersama ke Tonjong. Jangan lupa memohonIbu ya.’
101
Rosyad : Tenan takmrana mampir Delanggu ...Sungguh props.akt.01 tgl. ke sana mampir Delanggu
sesuk bar saka kantor.besok sesudah dari kantor.
‘Sungguh saya (berjanji)akan ke sana mampir Delanggu... besoksesudah dari kantor.’
Dialog (20) adalah sebuah dialog yang menggunakan instrument
bahasa Jawa sebagai media komunikasi. Di dalam bahasa Jawa setidaknya
terdapat dua tingkat tutur bahasa, yaitu ngoko dan krama yang harus dipilih
peserta tutur. Pemilihan tutur itu di antaranya didasarkan pada status sosial
penutur. Di dalam interaksi tutur terdapat strategi untuk melancarkan proses
komunikasi itu. Salah satu strategi itu ialah strategi kesopanan. Strategi
kesopanan merupakan alat untuk menjaga keharmonisan dan keeratan
hubungan (Yule, 2006:184). Strategi kesopanan sama dengan prinsip
kesopanan (PS) (Wijana, 1996:55; Rustono, 1999:65) atau maksim sopan
santun (Leech, 1993:206). Dalam maksim sopan santun (Leech 1993 : 206 -
207) menyatakan bahwa sopan santun berkenaan dengan hubungan
pemeran serta dalam tuturan itu. Peserta tutur juga dapat menunjukkan sopan
santun kepada pihak ketiga yang hadir dalam pertuturan. Kesopanan kepada
pihak ketiga ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor kunci berupa hadir
tidaknya pihak ketiga. Faktor yang lain ialah apakah pihak ketiga itu di bawah
pengaruh n (O1) atau t (O2).
Pada dialog (20) terjadi proses komunikasi antara n (O1) dan t (O2)
dengan menggunakan bahasa Jawa tingkat tutur ngoko. Penggunaan tingkat
tutur ngoko tidak menandakan bahwa P (O1) tidak sopan terhadap t (O2).
102
Penggunaan itu untuk menunjukkan tingkat keakraban dan keeratan di antara
peserta tutur yang berstatus suami dan istri. Pada dialog itu terdapat
pemakaian bahasa Jawa tingkat tutur krama, seperti njenengan
(panjenengan) ‘kamu’ untuk menyapa t (O2) atau diaturi ‘dimohon’, disuwun
‘diminta’ untuk menyebut Ibu mertua n (O1) (sebagai pihak yang dibicarakan
atau pihak ketiga). Dalam konteks itu, pihak ketiga di bawah pengaruh t (O2)
sehingga n (O1) memilih bentuk sopan santun, yaitu bentuk krama untuk
menghormat.
Proses komunikasi dalam dialog (20) memperlihatkan pilihan-pilhan
kata yang dapat menunjukkan maksim penerimaan. Maksim penerimaan
mewajibkan setiap peserta memaksimalkan kerugian diri sendiri atau atau
yang disebut andhap asor ‘santun’ serta memaksimalkan keuntungan bagi
lawan tutur atau yang disebut juga ngajeni ‘menghargai’. n (O1) dalam posisi
sebagai istri t (O2) memilih menggunakan kata sapaan njengenan
(panjenengan) ‘kamu’ untuk menghormat t (O2). Oleh karena itu, dalam
maksim ini t (O2) diuntungkan secara maksimal atau diajeni ‘dihargai’,
sedangkan n (O1) merugi secara maksimal, atau disebut andhap asor
‘santun’. Penggunaan bentuk tingkat tutur krama oleh n (O1) kepada pihak
ketiga (Ibu atau p3) menunjukkan tingkat kesopanan atau atau ngajeni
‘menghargai’ sehingga juga menguntungkan pihak ketiga. Prinsip kesopanan
pada (20) dapat diformulasikan sebagai berikut,
X
↓n ↑ t p3
Keterangan:
103
X isi konteks , n adalah penutur (O1), t adalah lawan tutur (O2), ↓ adalah penutur memaksimalkan kerugian untuk diri sendiri atau bersikap andhap asor’santun, menghormat’, ↑ adalah penutur memaksimalkan keuntungan untuk lawan tutur atau ngajeni ’menghargai’, p3 adalah pihak ketiga (yangdibicarakan)
Penjelasan :
(X) Isi konteks tuturan (20) adalah permintaan n (O1) agar t (O2) meminta Ibu
(p3) dapat berangkat bersama-sama ke Tonjong dengan menggunakan
tingkat tutur krama. Dengan demikian, n (O1) memaksimalkan kerugian untuk
diri sendiri atau bertindak andhap asor ’santun, menghormat’. t (O2) yang
mendapat kehormatan dengan sapaan bentuk krama diuntungkan secara
maksimal atau diajeni ’dihargai’. p3, yang berada di bawah pengaruh t (O2),
juga mendapat keuntungan maksimal atau diajeni ’dihargai’ sehubungan
dengan dipilihnya bentuk krama setiap mengacu ke dirinya.
Untuk mengetahui apakah pada dialog (20) setiap peserta tutur dapat
memahami isi konteks tuturan dan memberikan respons sesuai dengan
maksud konteks itu, secara pragmatis dapat digunakan prinsip kerja sama
(PK). Pada (20) terdapat maksim kuantitas yang menghendaki setiap peserta
tutur untuk memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang
dibutuhkan oleh lawan bicara. Dalam konteks itu, n (O1) menghendaki agar t
(O2) meminta ibunya dapat berangkat ke Tonjong bersama-sama. t (O2)
memberikan kontribusi komunikasi dengan berjanji akan berangkat ke
Delanggu (tempat ibunya) sesudah dari kantor. Dengan kata lain, t (O2)
melakukan tindakan perlokusi karena dapat memahami maksud permintaan n
(O1). Tindak perlokusi t (O2) bersifat tindakan positif. Tindakan itu berupa
104
tindak tutur komisif berjanji yang akan dilakukannya sendiri pada waktu
sekarang—yang akan datang. Prinsip kerja sama (PK) pada (20) dapat
diformulasikan sebagai berikut.
Xn t
a
Keterangan :
X adalah isi konteks , n adalah penutut (O1), t adalah lawan tutur, dan areaksi tutur positif.
Penjelasan.
X adalah isi konteks, yaitu permintaan n (O1) agar t (O2) tidak lupa
berkunjung ke Delanggu untuk meminta ibunya dapat berangkat bersama-
sama ke Tonjong. Terjadi proses komunikasi antara n (O1) dan t (O2). n (O1)
meminta t (O2) tidak lupa untuk pergi ke Delanggu, t (O2) melakukan tindak
tutur komisif berjanji akan ke Delanggu. Isi janji tersebut belum dilakukan dan
akan dilakukan pada waktu sekarang—yang akan datang. Dengan demikian, t
(O2) memahami secara positif dan memberikan kontribusi secukupnya dalam
proses komunikasi. Reaksi positif itu dilambangkan dengan huruf a.
3.3.2 Penanda Bentuk Tindak Tutur Berjanji dengan Ungkapan
Kesanggupan
Tindak tutur komisif berjanji adakalanya ditandai dengan ungkapan
kesanggupan t (O2) untuk melakukan tindakan yang diminta oleh n (O1).
Ungkapan kesanggupan itu tidak harus diungkapkan dengan kata yang
105
menyatakan makna berjanji. Ungkapan kesanggupan dinyatakan setelah
penutur menyampaikan pesan kepada lawan tutur. Tindakan atas
kesanggupan itu belum dilakukan dan akan dilakukan pada waktu sekarang—
yang akan datang.
Contoh:
(21) Pak Dar : Mat, kandha [n]anaMat (penggilan pendek Rohmat) imperf.psf. kandha=kata
kanca-kanca mu ya !kawan-kawan gent. Ya
‘Mat, beritahukanlah teman-temanmu!’
Rohmat : Wonten napa, PakAda apa, Pak(panggilan orang laki-laki yang dituakan)
‘Ada apa, Pak?’
Pak Dar : Iki mengko ana rapat guru jam setengah sepuluh, dadiIni nanti ada rapat guru jam setengah sepuluh, jadi
Jam ku iki mengko takkosongke. Tulung ya Matjam gent. ini nanti props.pas. 01 tgl. kosongkan Tolong ya Mat
saya berniat akan(Mat panggilan pendek Rohmat )
kanca-kanca mu dikandhani ya!kawan-kawan gent. verba pas. transf diberi tahu ya
`lni nanti ada rapat guru jam setengah sepuluh, jadi jam (pelajaran)nanti akan saya kosongkan. Tolong Mat, teman-temanmu diberitahu!'
Rohmat : O, nggih Pak! Mengke kula sanjang kanca-kanca.O, ya Pak ! nanti saya katakan kawan-kawan
‘O, ya Pak! Nanti saya katakan kepada kawan-kawan.’
Pak Dar : (menepuk punggung Rohmat, kemudian pergi)
Konteks : Peristiwa tutur (21) dilakukan oleh Pak Dar, selanjutnya disebut O1, danRohmat, selanjutnya disebut O2. (O1) adalah seorang guru di SMPNegeri 2, Juwiring, Klaten. (O2) ialah seorang murid SMP Negeri 2Juwiring kelas 2b. (O1), selaku guru, berstatus sosial lebih tinggidaripada (O2) sehingga dalam dialog menggunakan bahasa Jawaragam ngoko dan (O2) menanggapinya dengan menggunakan bahasaJawa ragam krama. Warna emosi pada dialog itu terasa formal karenamerupakan pembicaraan antara guru dan murid, terlebih juga terjadi di
106
lingkungan sekolah. Maksud atau tujuan dialog, yaitu (O1) akanmengosongkan jam pelajarannya karena ada rapat. (O2) (berjanji)menyanggupi akan memberitahu kawan-kawannya, yaitu (O3). Namun,(O3) tidak terlibat dalam dialog. Urutan tuturnya, (O1) memulaipembicaraan dengan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yangditanggapi (O2) dengan menggunakan bahasa Jawa ragam krama.Pokok pembicaraan dialog ialah (O1) akan mengosongkan jampelajarannya dan (O2) (berjanji) akan memberitahu teman-temannya.Instrumen yang digunakan dalam dialog ini ialah bahasa Jawa lisan. Citarasa tutur dialog terasa akrab dan formal. Adegan tutur terjadi di depanruang kelas 2b SMP Negeri 2, Juwiring, Klaten, pukul 09.15 (WIB).Dialog menggunakan register wacana lisan. Aturan atau normakebahasaan berupa penggunaan bahasa Jawa lisan ragam ngoko dankrama bergantung status sosial masing-masing penutur.
Tuturan (21) dilakukan oleh dua orang, yaitu Pak Dar (O1), guru SMP
Negeri 2 Juwiring Klaten, dan Rohmat (O2), siswa kelas 2b. Tuturan tersebut
dilakukan dalam situasi santai, tetapi agak formal. Tuturan terjadi pada jam
istirahat pertama, yaitu pukul 09.15 (WIB). Pada tuturan tersebut telah terjadi
tindak ilokusi berjanji dalam bentuk ungkapan kesanggupan yang dilakukan
oleh (O2), yaitu kesanggupan akan memberitahu teman-temannya, seperti
pada tuturan 0, nggih Pak! Mengke kula sanjang kanca-kanca ‘0, ya Pak!
Nanti saya katakan kepada kawan-kawan'. Tindakan akan mengatakan bahwa
akan ada rapat dan pak Dar akan mengosongkan jam pelajarannya belum
dilakukan oleh (O2), tetapi akan dilakukan kemudian. Maksud tuturan tersebut
ialah kesanggupan Rohmat yang diucapkan dengan berjanji nggih Pak 'ya
pak' untuk memberitahu teman-temannya tentang jam pelajaran yang
dikosongkan. Janji itu dilakukan oleh (O2) agar (O1) percaya. Bentuk nggih
Pak ’ya Pak’ ialah bentuk berjanji yang terwujud dalam ungkapan
kesanggupan. Bentuk itu dapat dipakai untuk memandai tindak tutur komisif
berjanji.
107
Dalam pragmatik terdapat tiga parameter. Pertama, tingkat jarak sosial
(distance rating), yaitu tingkat jarak sosial antara penutur dan lawan tutur yang
ditentukan berdasarkan perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang
sosiokultural. Kedua, tingkat status sosial (power rating), yaitu tingkat jarak
sosial yang didasarkan pada kedudukan yang asimetris dari para peserta tutur
di dalam konteks pertuturan. Ketiga, tingkat peringkat tindak tutur (rank rating),
yaitu tingkat jarak sosial yang didasarkan atas kerelatifan sebuah tindak tutur
dibandingkan tindak tutur yang lain (Wijana, 1996:65).
Pada (21) terjadi proses komunikasi yang berupa dialog dengan status
sosial antarpelaku yang berbeda. Perbedaan status sosial itu terlihat pada diri
penutur, yang selanjutnya disebut n atau (O1), karena umurnya yang lebih tua
dari lawan tutur, yang selanjutnya disebut t atau (O2). Secara sosiokultural n
(O1) ialah guru dengan status sosial yang lebih tinggi daripada t (O2) selaku
murid. Berdasarkan sifat kedudukan yang asimetris, t lebih rendah sehingga
dalam dialog n menggunakan bahasa Jawa tingkat tutur ngoko, sedangkan t
menanggapinya dengan menggunakan bahasa Jawa tingkat tutur krama.
Pemilihan tingkat tutur bahasa tersebut semata-mata untuk menunjukkan
kesopanan bertutur.
Prinsip kesopanan (PS) terlihat dalam tuturan t (O2) yang
menggunakan tingkat tutur krama untuk n (O1). Hal itu sesuai dengan
kedudukan t (O2) sebagai murid yang status dan jarak sosialnya lebih rendah.
Berdasarkan PS, dalam konteks itu n (O1) mendapatkan keuntungan yang
maksimal atau diajeni ’dihargai’, dan t (O2) meminimalkan keuntungan untuk
dirinya sendiri atau bertindak andhap asor ’santun, menghormat’. Proses
108
komunikasi dalam dialog tipe (20) dapat diformulasikan sebagai berikut.
X
↑n ↓ t
Keterangan:
X isi konteks, n adalah penutur (O1), t adalah lawan tutur (O2), ↓ adalah penutur memaksimalkan kerugian untuk dirinya sendiri atau bertindak andhapasor ’santun, menghormat’, ↑ adalah penutur memaksimalkan keuntungan untuk lawan tutur atau ngajeni ’menghargai’.
Penjelasan :
X adalah isi konteks dialog (21), yaitu n (O1) akan mengosongkan jam
pelajarannya karena ada rapat. Hal itu agar disampaikan kepada teman-
teman t. t (O2) berjanji menyanggupi untuk menyampaikan kepada kawan-
kawannya dengan menggunakan tindak tutur komisif berjanji yang terwujud
dalam ungkapan kesanggupan. Ungkapan kesanggupan yang ditujukan
kepada n itu menggunakan bahasa Jawa ragam krama. Oleh karena itu, n
secara maksimal mendapatkan keuntungan atau diajeni ’dihargai’, dan t
meminimalkan keuntungan untuk dirinya sendiri atau bertindak andhap asor
’santun, menghormati’.
Terwujudnya proses komunikasi yang wajar secara pragmatik tercermin
melalui prinsip kerja sama (PK). Prinsip kerja sama memiliki empat maksim, di
antaranya maksim kuantitas. Maksim kuantitas menghendaki agar setiap
peserta tutur memberikan kontribusi komunikasi secukupnya. Maksim
kuantitas dapat diutarakan dengan kalimat impositif yang secara implisit
bermakna imperatif atau kalimat komisif. Penerapan prinsip kerja sama dapat
dipakai sebagai alat untuk memahami keberhasilan komunikasi, termasuk
109
komunikasi dalam bentuk dialog. Keberhasilan komunikasi merupakan
keberhasilan tindak perlokusi.
Pada (21) terdapat komunikasi yang berupa dialog antara n dan t. Pada
dialog itu n menggunakan kalimat-kalimat impositif atau imperatif untuk
memerintah t. t memberikan tanggapan dengan menggunakan kalimat komisif
yang diwujudkan dalam ungkapan kesanggupan. Ungkapan kesanggupan
atas perintah n menandai bahwa t dapat memahami perintah n dan t akan
melakukan tindakan sesuai dengan janjinya. Dengan demikian, tindak
perlokusi atau daya pragmatis pada dialog (21) tergolog berhasil atau positif.
Peristiwa tutur tipe (21) dapat diformulasikan sebagai berikut.
Xn t
a
Keterangan :
X adalah isi konteks , n adalah penutut (O1), t adalah lawan tutur, dan a reaksitutur positif.
Penjelasan:
Terjadi komuniasi antara n dan t yang membicarakan masalah X. X, yaitu isi
konteks tuturan, ialah n yang memerintahkan t untuk memberitahu tentang
jam pelajaran yang akan dikosongkan kepada kawan-kawan n. t memberikan
reaksi tutur positif karena t dapat memahami perintah n. Reaksi positif t
diwujudkan dengan tuturan komisif berjanji. Dengan kata lain, tindak perlokusi
n berhasil sesuai dengan terpahaminya perintah n oleh t.
110
3.3.3 Penanda Tindak Tutur Berjanji Berbentuk Konteks
Penanda tindak tutur komisif berjanji dapat berbentuk konteks. Dalam
hal ini, konteks mengungkapkan maksud akan melakukan tindakan seperti
yang dituturkan. Tindak tutur komisif berjanji yang berbentuk konteks dapat
dipahami dengan cara inferensial.
Berikut contoh tindak tutur komisif berjanji yang ditandai dengan
konteks.
Contoh
(22) Ari : Ayo Har, melu aku neng pasar.Ayo (ajakan) panggilan pendek Suharjo, ikut saya ke pasar
'Ayo Har, ikut aku ke pasar!
Suharjo : Wah, aku arep nggarap PR ...Wah, saya akan mengerjakan PR (pekerjaan rumah)
‘Wah, saya akan mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah).’
Ari : Nggarap PR mengko ya kena.Mengerjakan PR nanti ya bisa
‘Mengerjakan PR nanti ya bisa.’
Suharjo : Akeh he Mbak ...Banyak part .penunjuk panggilan wanita yang lebih tua
'Banyak itu Mbak ...'
Ari : Mbok mengko takrewang i. akeh ePartk. Nanti props. pas. bantu transf banyak Nom.
sepira, ta?berapa imperatif.
'Nanti akan saya bantu! Seberapa banyak?'
Suharjo : Rongpuluh nomer ki Mbak.Dua puluh nomor bentuk paendek iki=itu panggilan wanita yang lebih tua
`Dua puluh nomor Mbak `.
Ari : Wis, mengko gampang. Saiki ayo terkeSudah nanti mudah sekarang ayo antarkan
neng pasar sik!ke pasar bentuk pendek dhisik=dahulu
‘Sudahlah, nanti gampang! Sekarang antarkan ke pasar dahulu!’
111
Suharjo : Ya, ning mengko tenan Iho MbakYa, tetapi nanti sungguh partk panggilan wanita yang lebih tua
'Ya, tetapi nanti sungguh lho Mbak.'
Ari : Beres ta wis!Beres partk. sudah
'Sudahlah beres!'
Konteks : Peristiwa tutur (22) dilakukan oleh Ari, selanjutnya disebut (O1), danSuharjo, selanjutnya disebut (O2). (O1) adalah kakak perempuan (O2)yang berprofesi sebagai pedagang di pasar Kranggan, Yogyakarta.Warna emosi dalam dialog itu bersifat tergesa-gesa, tetapi disampaikandalam tuturan yang santai. Maksud atau tujuan tuturan dialog ialah (O1)meminta tolong kepada (O2) untuk mengantar ke pasar, dan berjanjiakan membantu mengerjakan pekerjaan rumah (O2). Tidak terdapatketerlibatan (O3). Urutan tutur dalam dialog itu dimulai oleh (O1) denganmenggunakan bahasa Jawa ragam ngoko dan ditanggapi oleh (O2)dengan bahasa Jawa ragam ngoko pula. Hal ini menunjukkan statussosial peserta tutur sama dengan tingkat keakraban yang cukup tinggi.Pokok pembicaraan dialog, secara kontekstual, (O1) berjanji akanmembantu (O2) mengerjakan pekerjaan rumah dengan syarat (O2) maumengantar (O1) ke pasar terlebih dahulu. Instrumen atau sarana tuturyang digunakan ialah bahasa Jawa lisan. Cita rasa tutur dialog santaidan akrab. Adegan tutur terjadi di rumah Ibu Juari, Pogung Kidul,Sinduadi, Sleman, Yogyakarta. Ibu Juari ialah orang tua kandung Aridan Suharjo. Tuturan itu terjadi pada pukul 09.00 (WIB). Register yangdigunakan adalah wacana dialog lisan. Aturan atau norma kebahasaanmenggunakan bahasa Jawa ragam ngoko.
Tuturan pada (22) dilakukan oleh Ari n (O1) dan Suharjo t (O2) di
rumah Ibu Juari dalam situasi Suharjo sedang akan mengerjakan pekerjaan
rumah di teras rumahnya. Ari n (O1) datang menghampiri Suharjo untuk
meminta diantar ke pasar. (O1) meemberikan janji yang diwujudkan dalam
tuturan komisif Mbok mengko takrewangi! 'Nanti akan saya bantu!’. (O2) mau
mengantarkan (O1) ke pasar asalkan (O1) mau membantu menyelesaikan
pekerjaan rumah. (O1) setuju dengan permintaan (O2). (O2) meyakinkan apa
yang dituturkan (O1) dengan tuturan Ya, ning mengko tenan Iho Mbak 'Ya,
tapi nanti sungguh lho Mbak’. (O1) meyakinkan (O2) dengan mengucapkan
janji secara implisit melalui tuturan Beres ta wis! 'Sudahlah beres!’. Secara
112
inferensial tuturan Beres ta wis ‘Sudahlah beres’ merujuk kembali kepada isi
konteks untuk membantu (O2) mengerjakan pekerjaan rumah. Dengan
demikian, secara kontekstual tuturan Beres ta wis ‘Sudahlah beres’
merupakan penanda bentuk tindak tutur komisif berjanji. Penanda tindak tutur
berjanji itu tidak ditandai dengan ujaran berjanji, tetapi tuturan yang secara
kontekstual menyatakan berjanji.
Konteks data (22) mengandung pelaksanaan maksim penerimaan.
Maksim penerimaan itu diutarakan dengan kalimat impositif dan komisif.
Maksim penerimaan mewajibkan setiap peserta tutur untuk memaksimalkan
kerugian bagi drinya sendiri atau, dalam budaya Jawa, disebut tepa salira
‘bijaksana, saling pengertian’. Dalam melaksanakan maksim ini, (O1)
mengutarakan tindakannya dengan menggunakan kalimat impositif yang
terwujud dalam tuturan Wis, mengko gampang. Saiki ayo terke neng pasar
sik! 'Sudahlah, nanti gampang! Sekarang antarkan ke pasar dahulu!’ Kalimat
yang baru disebutkan ialah kalimat yang mengandung maksud memerintah.
Bentuk tindak tutur komisf berjanji dalam maksim ini terwujud dalam tuturan
yang secara kontekstual bermakna berjanji, yaitu Beres wis ta ’Sudahlah
beres’. (O1) berjanji akan melakukan tindakan membereskan atau
menyelesaikan pekerjaan rumah (O2). Tuturan ini ditujukan kepada (O2) dan
(O2) memberikan kesanggupan untuk melakukan perintah (O1) dengan
tuturan Ya, ning mengko tenan Iho Mbak 'Ya, tetapi nanti sungguh lho Mbak'.
Kata ya ‘ya’ menggambarkan kesanggupan (O2) untuk melaksanakan
perintah (O1). Prinsip kesopanan (PS) pada tipe data (22) ini, berdasarkan
parameter pragmatik antara n dan t, memperlihatkan jarak sosial, tingkat
113
status sosial, dan tingkat peringkat tindak tutur yang relatif sama. Dengan
demikian, derajat kesopanan keduanya memperlihatkan tingkat yang juga
relatif sama. Keduanya melakukan tindakan yang sesuai dengan isi konteks
tuturan. Instrumen bahasa yang digunakan oleh peserta tutur ialah bahasa
Jawa tingkat tutur ngoko. Dengan demikian, secara pragmatis tipe data (22)
dapat diformulasikan sebagai berikut.
X
↓n ↓ t
Keterangan:
X isi konteks, n adalah penutur (O1), t adalah lawan tutur (O2), ↓ adalahpeserta tutur memaksimalkan kerugian bagi dirinya sendiri atau dalam budayaJawa disebut tepa selira ’saling menghormat’.
Penjelasan :
X adalah isi konteks tuturan yang menyatakan bahwa n memerintah t untuk
mengantar ke pasar dan berjanji akan membantu membereskan pekerjaan
rumah t. t menyanggupi perintah n dan menanyakan keseriusan janji yang
diutarakan n untuk membantu t. n berjanji dengan bentuk tindak tutur komisif
yang dapat diketahui secara inferensial dan kontekstual. Oleh karena itu,
kedua peserta tutur sama-sama akan melakukan tindakan berjanji dan
kesanggupannya. Masing-masing peserta tutur memaksimalkan kerugian
untuk dirinya sendiri atau, yang dalam budaya Jawa, sejajar dengan istilah
tepa selira ’saling menghormati’.
Keberhasilan tindak perlokusi atau daya pragmatis dapat diketahui
dengan mempertimbangkan prinsip kerja sama (PK). Di dalam prinsip kerja
sama itu terdapat beberapa maksim yang mengatur kaidah percakapan. Di
114
antara maksim-maksim itu ada maksim kuantitas. Masim ini menghendaki
setiap peserta tutur memberikan kontribusi secukupnya atau sebanyak yang
diperlukan lawan bicara (Wijana, 1996:46). Pada (22) Penutur, n atau (O1),
memberikan kontribusi berupa tuturan dalam bentuk kalimat impositif untuk
memerintah t agar mengantar ke pasar dan bertindak tutur komisif yang
diwujudkan dalam kalimat komisif dengan maksud berjanji. t (O2) juga
memberikan kontribusi sebanyak yang diminta n. Kontribusi itu berupa
kesanggupan untuk melaksanakan perintah n. Berdasarkan itu, prinsip kerja
sama pada dialog (22) dapat diformulasikan sebagai berikut.
Xn t
a
Keterangan :
X adalah isi konteks , n adalah penutur (O1), t adalah lawan tutur, dan a reaksitutur positif.
Penjelasan.
Terjadi komunikasi antara n dan t yang membicarakan masalah X. X, yaitu isi
konteks tuturan, ialah n yang memerintahkan t untuk mengantarkan n ke
pasar. t memberikan reaksi tutur positif karena t dapat memahami perintah n.
Reaksi positif t diwujudkan dengan tuturan komisif berjanji untuk
melaksanakan perintah n. Tindakan seperti dalam perintah itu belum
dilakukan, tetapi akan dilakukan pada waktu sekarang—yang akan datang.
Tindak perlokusi n dapat dikatakan berhasil sesuai dengan dipahaminya
perintah n oleh t.
115
3.4 Penanda Bentuk Tindak Tutur Komisif Bersumpah
Tindak tutur bersumpah adalah tindakan tutur yang dituturkan oleh
penutur kepada lawan tutur untuk meyakinkan tentang kebenaran atau
kesetiaan akan sesuatu hal. Tindak tutur bersumpah biasanya disebabkan
oleh keadaan lawan tutur yang kurang mempercayai kebenaran akan
pernyataan penutur. Tuturan dalam tindak tutur bersumpah ditandai dengan
bentuk tuturan estu ’sungguh’, yakin 'yakin', demi Allah ’demi Allah', dan
sumpah ’sumpah’ (data pemakaian bentuk tindak tutur komisif bersumpah
dapat diperiksa pada lampiran data). Di samping penanda yang berbentuk
kata, tindak tutur bersumpah dapat ditandai dengan konteks.
3.4.1 Penanda Tindak Tutur Komisif Bersumpah Berbentuk Kata
Penanda bentuk tindak tutur komisif bersumpah ada yang berupa kata.
Kata tersebut dipakai untuk menyatakan bersumpah yang dapat meyakinkan
bahwa tindakan atas sumpah itu akan dilakukan pada waktu sekarang—yang
akan datang.
Contoh :
(23) Pak Jenal : Piye Le, rapote ... entukBagaimana panggilan anak laki-laki rapornya.. mendapat
rangking ora?rangking tidak ?
'Bagaimana Le, rapornya ... mendapat rangking tidak?'
Rohmat : Angsal rangking satu Pakmendapat rangking satu Pak.
‘Mendapat rangking satu Pak' Pak Jenal
Pak Jenal : Tenane ...Sungguh ....
'Sungguh...‘
116
Rohmat : Estu Pak kula mboten badhe ngapusi malih.Demi Allah.sungguh Pak saya tidak akan {N) apus i bohong lagi Demi Akkah
Lhe dipirsani riyin.partk dilihat dahulu
’Sungguh Pak saya tidak akan berbohong lagi. Demi Akakah. Ini,dilihat dahulu.'
Pak Jenal : Endi ... (rapote)Pron.interogt mana
`Mana ...'
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Pak Jenal, yang selanjutnyadisebut (O1). Pak Jenal ialah ayah Rohmat, selanjutnya disebut (O2).Rohmat ialah putra Pak Jenal yang sedang bersekolah di SMPMuhammadiyah 7, Surakarta. Warna emosi ketika dialog terjadi santaikarena dilakukan pada waktu malam sesudah makan malam. Maksudatau tujuan pembicaraan ialah (O1) menanyakan hasil rapor kepada (O2).Tidak terdapat keterlibatan orang ketiga (O3). Urutan bicara dimulai oleh(O1) dengan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yang direspons(O2) dengan menggunakan ragam krama. Penggunaan ragam bahasayang sedemikian disebabkan (O1) mempunyai status sosial yang lebihtinggi daripada (O2). Bab yang dibicarakan dalam konteks itu ialahrangking rapor yang diperoleh (O2). Dialog menggunakan instrumenbahasa Jawa. Cita rasa bahasa pada dialog itu santai dan tidak formal.Adegan peristiwa tutur itu dilakukan di rumah (O1), yaitu KampungMondokan, Kecamatan Jebres, Kodia Surakarta, pada pukul 20.00 (WIB).Register dialog berupa wacana lisan. Norma kebahasaan dialog, (O1)menggunakan ragam ngoko, sedangkan (O2) menggunakan ragam kramaagar setiap peserta dapat saling menjaga kesopanan.
Peristiwa tutur (23) dilakukan oleh dua orang, yaitu Pak Jenal n (O1),
yang selanjutnya disebut dan Rohmat t (O2). Konteks tuturan ialah hasil rapor
Rohmat. Tuturan terjadi pada malam hari dalam situasi yang santai sesudah
makan malam. Pada tuturan itu ditemukan tindak tutur bersumpah yang
dilakukan oleh Rohmat, selanjutnya disebut t (O2), untuk menjawab
ketidakpercayaan n (O1) yang dinyatakan melalui tuturan Tenane ‘sungguh’. t
(O2) menuturkan sumpah melalui tuturan Estu Pak! kula mboten badhe
ngapusi malih ‘Sungguh Pak saya tidak akan berbohong lagi’. Tuturan
sumpah dimaksudkan untuk meyakinkan n (O1) bahwa hasil rapor yang
117
diperoleh t (O2) benar-benar mendapat rangking satu. Sebagai penanda
sumpah digunakan kata estu ’sungguh’ dalam kalimat Estu kula mboten
badhe ngapusi malih ‘Sungguh saya tidak akan berbohong lagi’. Tindakan
atas sumpah itu belum dilakukan, tindakan sumpah tidak nenipu akan
dilakukan dari waktu sekarang—yang akan datang. Dalam hubungan itu, (O2)
tidak akan berbohong lagi. Pernyataan itu terdapat pada tuturan mboten
badhe ngapusi malih ‘tidak akan berbohong lagi’. Dengan demikian, bentuk
penanda tindak tutur komisif bersumpah ialah kata estu ‘sungguh’, sedangkan
yang menjadi penentu tindak tutur itu ialah konteks dialog itu sendiri.
Dalam dialog (23) dijumpai penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa
yang berbeda di antara peserta tutur. O1 menggunakan tingkat tutur ngoko
dan O2 menggunakan tingkat tutur krama. Berdasarkan parameter pragmatik
(Wijana, 1996:62–66), hal itu disebabkan oleh adanya perbedaan jarak sosial
maupun tingkat status sosial di antara peserta tutur. Oleh karena itu,
pemilihan tingkat tutur juga menjadi berbeda. t (O2) menggunakan tingkat
tutur krama untuk memberikan penghormatan kepada n (O1), sesuai dengan
status dan jarak sosial n (O1) yang lebih tinggi. n mendapatkan keuntungan
maksimal, yang dalam budaya Jawa disebut dengan diajeni ‘dihormati’ oleh t
(O2) yang status dan jarak sosialnya lebih rendah. t (O2) mendapatkan
tuturan dalam bentuk tingkat tutur ngoko. Dengankata lain, t (O2) mendapat
kerugian yang maksimal, yang dalam budaya Jawa disebut dengan ngalah
atau nglenggana ‘ngalah atau menyadari’. Istilah itu mengungkapkan maksud
bahwa (O2) menyadari jika status sosialnya memang lebih rendah daripada
(O1).
118
Parameter pragmatik yang berkaitan dengan prinsip kesopanan (PS)
mempunyai beberapa maksim, di antaranya maksim penerimaan. Maksim ini
mewajibkan setiap peserta tutur untuk memaksimalkan kerugian diri sendiri
(Wijana, 1996 : 57). Pada (23) n (O1) mendapatkan keuntungan dari t (O2).
Secara pragmatis PS pada tipe (23) dapat diformulasikan sebagai berikut.
X
↑n ↓ t
Keterangan:
X isi konteks , n (O1) adalah penutur, t (O2) adalah lawan tutur, ↓ adalahpeserta tutur memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri yang dalam budayaJawa disebut dengan ngalah, nglenggana ’ngalah, menyadari, ↑memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri, yang dalam budaya Jawa dapatdisebut dengan diajeni ’dihormati’.
Penjelasan :
X adalah isi konteks tuturan yang menyatakan bahwa n menanyakan hasil
rapor t. Ada unsur ketidakpercayaan n kalau t mendapat rangking satu. t
meyakinkan n dengan tindak tutur komisif bersumpah menggunakan tingkat
tutur krama. Oleh karena itu, n memperoleh kehormatan sebagai bentuk
keuntungan yang maksimal. Dengan digunakannya tingkat tutur krama oleh t,
t memaksimalkan kerugian untuk dirinya sendiri sehingga dapat disejajarkan
dengan istilah ngajeni ’menghormati’ dalam budaya Jawa.
Proses komunikasi dalam (23) yang berupa dialog memerlukan prinsip
kerja sama (PK) demi dicapainya proses komunikasi yang terpahami dan
wajar. Di dalam prinsip kerja sama terdapat maksim kuantitas. Maksim ini
menghendaki agar setiap peserta tutur memberikan kontribusi secukupnya
atau sebanyak yang diperlukan oleh lawan tutur. n (O1) memberikan
119
kontribusi komunikasi yang diwujudkan dalam pertanyaan berupa tuturan
ketidakpercayaan terhadap t. t memberikan kontribusi komunikasi berupa
tuturan komisif bersumpah untuk meyakinkan n. Tindakan yang tercermin
dalam sumpah itu belum dilakukan oleh t, tetapi akan dilakukan pada waktu
sekarang—yang akan datang. Kontribusi t merupakan tanggapan atau reaksi
atas kontribusi n. Tanggapan t untuk meyakinkan n menggunakan tuturan
komisif bersumpah. Secara pragmatis tipe (23) dapat diformulasikan sebagai
berikut.
Xn t
a
Keterangan :
X adalah isi konteks, n adalah penutur (O1), t adalah lawan tutur, dan a reaksitutur positif.
Penjelasan:
Terjadi komuniasi antara n dan t membicarakan masalah X. X, yaitu isi
konteks tuturan berupa n yang menanyakan hasil rapor t. t memberikan
reaksi tutur positif karena dapat memahami ketidakpercayaan n. Reaksi positif
itu diwujudkan dengan tuturan komisif bersumpah untuk meyakinkan n.
Tindakan seperti disebutkan dalam sumpah belum dilakukan, tetapi akan
dilakukan pada waktu sekarang—yang akan datang. Tindak perlokusi n dapat
dikatakan berhasil terbukti dengan terpahaminya ketidakpercayaan n atas t.
Berdasarkan itu, komunikasi (23) dapat dikatakan berhasil secara pragmatis.
Selain menggunakan kata estu ‘sungguh’, untuk menandai tindak tutur
120
komisif bersumpah, dapat digunakan kata yakin ‘yakin’, sumpah ‘sumpah’.
Contoh :
(24) Mbak Sar : Ngersake napa Bu ?Verba.akt .benft apa panggilan seorang ibu{N}-kersa-ake) memerlukan...
‘Memerlukan apa, Bu?’
Bu Tarni : Minyak gorenge sekilo pira Mmbak?.Minyak goreng satu kilo berapa Mbak
'Minyak goreng satu kilo berapa Mbak?’.
Mbak Sar : Sakniki regine awis Bu.Sekarang harganya mahal panggilan seorang ibu
‘Sekarang harganya mahal Bu.’
Bu Tarni : Pira regane saiki?Berapa harganya sekarang?
'Berapa harganya sekarang?'
Mbak Sar : Sakniki sekilo gangsal ewu, saged dipunkirim ndalem .Sekarang sekilo lima ribu dapat dikirim (ke) rumah
'Sekarang sekilo lima ribu dapat dikirim (ke) rumah.'
Yakin, sumpah mboten ngapusi, mangke badhe kulayakin sumpah tidak berbohong nanti akan saya
kintun ndalem.kirim (ke) rumah
‘Yakin, sumpah tidak berbohong, nanti akan sayakirim (ke) rumah.’
Bu Tarni : Ya wis nek ngono seket kilo wae.Ya sudah kalau begitu lima puluh kilo saja .
'Ya sudah kalau begitu lima puluh kilo saja'.
Mbak Sar : Nggih .... Sanese napa Bu?.Ya lainnya apa
‘Ya .... lainnya apa Bu?’
Konteks : Peristiwa tutur (24) dilakukan oleh Mbak Sar, selanjutnya disebut n (O1).(O1) ialah pedagang sembako di pasar Beringharjo, Yogyakarta. Bu Tarni,selanjutnya disebut t (O2), ialah salah seorang pelanggan (O1). Warnaemosi pada dialog (24) bersifat santai, tetapi agak formal. Maksud atautujuan pembicaraan, yaitu (O2) bermaksud membeli minyak goreng dalamjumlah banyak. Dialog ini hanya dilakukan oleh (O1) dan (O2), tidak adapihak lain yang ikut terlibat. Urutan bicara dimulai dari (O1) yangmenggunakan bahasa Jawa krama dan direspons oleh (O2) dengan
121
menggunakan bahasa Jawa ngoko. Hal itu terjadi karena dalamperdaganagan seorang pembeli harus dihormati oleh penjual. Dengankata lain, status sosial pembeli dianggap lebih tinggi. Pembeli akan disapadengan bahasa yang bersifat menghormat (bahasa Jawa krama). Babyang dibicarakan ialah perihal jual beli sembako (khususnya minyakgoreng). Cita rasa bahasa bersifat santai, tetapi cukup formal. Adegantutur dialog dilakukan di sebuah kios sembako pasar Beringharjo,Yogyakarta. Register dialog menggunakan register wacana lisan. Aturannorma kebahasaannya, (O1) menggunakan bahasa Jawa Jawa ragamkrama, sedangkan (O2) merespons dengan bahasa Jawa ragam ngoko.
Peristiwa tutur (24) yang berupa dialog terjadi di sebuah kios di pasar
Beringharjo, Yogyakarta. Dialog dilakukan oleh Mbak Sar n (O1) dan Bu Tarni
t (O2). Percakapan terjadi pada waktu Bu Tarni berbelanja di kios Mbak Sar.
Pada tuturan (24) tersebut dijumpai adanya tindak tutur komisif bersumpah
yang dilakukan oleh n (Mbak Sar) melalui tuturan Yakin, sumpah mboten
ngapusi, mangke badhe kula kintun ndalem 'Yakin, sumpah tidak berbohong,
nanti akan saya kirim (ke) rumah'. Pada tuturan tersebut n bersumpah kepada
t bahwa n bersedia mengantarkan minyak goreng ke rumah t. n bersumpah
agar t percaya bahwa walaupun minyak goreng mahal, masih ada fasilitas
pengantaran sampai ke rumah pembeli. Dengaan demikian, penanda tindak
tutur bersumpah pada (24) ialah kata yakin ’yakin’ dan kata sumpah ’sumpah’.
Tuturan penentunya ialah kalimat yang menyatakan tidak akan menipu dan
akan mengantarkan (barang) yang dibeli t ke rumah. Tuturan sumpah dan
tururan penentu itu terlihat pada tuturan sumpah mboten ngapusi, mangke
badhe kula kentun ndalem 'sumpah tidak berbohong, nanti akan saya kirim
(ke) rumah'.
Interaksi komunikasi pada (24) terjadi antara n (O1) dan t (O2) yang
masing-masing berperan sebagai penjual dan pembeli. n memberikan
122
kehormatan kepada t dengan menggunakan tingkat tutur krama. Tingkat tutur
krama dipilih oleh n (O1) agar t (O2) merasa dihormati sebagai pembeli dan
bersedia membeli dagangan n (O1). Berdasarkan prinsip kesopanan (PS), n
(O1) yang menggunakan tingkat tutur krama telah memaksimalkan kerugian
bagi diri sendiri. Namun, sebagai satu wacana transaksi jual-beli, n (O1) akan
mendapatkan keuntungan dari t (O2). Demikian juga, t (O2), berdasarkan PS,
mendapatkan keuntungan maksimal karena memperoleh kehormatan dalam
bentuk menerima tuturan bahasa Jawa tingkat tutur krama. Oleh karena itu,
PS dalam dialog (24) dapat diformulasikan sebagai berikut.
X
↓n ↑t
Keterangan:
X isi konteks , n adalah penutur (O1), t adalah lawan tutur (O2), ↓ adalah peserta tutur memaksimalkan kerugian bagi dirinya sendiri atau dapat disebutandhap asor ’menghormat’, ↑ adalah meminimalkan kerugian diri sendiri ataudapat disebut diajeni ’dihormati’.
Penjelasan :
X adalah konteks berisi transaksi jual beli minyak goreng di pasar Beringharjo
dengan dukungan berupa fasilitas pengantaran sampai ke rumah pembeli.
Fasilitas itu dituturkan dengan tindak tutur komisif bersumpah. Dalam
peristiwa tutur itu, berdasarkan prinsip kesopanan (PS), n (O1) memberikan
penghormatan dengan menggunakan tingkat tutur krama dan fasilitas
pengantaran kepada t (O2). Dengan kata lain, n memaksimalkan kerugian
untuk dirinya sendiri atau andhap asor ’sikap menghormat’ dan meminimalkan
kerugian untuk t (O2) atau ngajeni ’menghormat’.
123
Proses komunikasi (24) yang terwujud dalam bentuk dialog itu
menggunakan prinsip kerja sama (PK) untuk mewujudkan komunikasi yang
wajar. Pada PK terdapat beberapa maksim yang mengatur kaidah-kaidah dan
interpretasi percakapan. Maksim yang digunakan dalam dialog (24) adalah
maksim kuantitas. Maksim ini menghendaki peserta tutur untuk memberikan
kontribusi secukupnya atau yang diperlukan lawan tutur. Kontribusi yang
diberikan oleh n (O1) ialah informasi tentang harga minyak goreng dan
fasilitas pengantaran sampai ke rumah pembeli. t (O2) memberikan kontribusi
percakapan dengan tuturan yang menyatakan maksud untuk membeli minyak
goreng. Untuk memberikan kepercayaan kepada t (O2) tentang fasilitas yang
akan diberikan, n menggunakan tindak tutur komisif bersumpah. Dengan
sumpah n (O1) yang juga dipercaya oleh t (O2), t (O2) jadi membeli minyak
goreng lebih banyak. Dengan kata lain, tindak tutur bersumpah dari n (O1)
berhasil mempengaruhi t (O2). Daya pragmatik atau perlokusi dari proses
komunikasi (24) dapat dikatakan berhasil karena t (O2) merespons dengan
reaksi positif. Prinsip kerja sama (PK) pada tipe data (24) dapat diformulasikan
sebagai berikut.
Xn t
a
Keterangan :
X adalah isi konteks , n adalah penutur (O1), t adalah lawan tutur, dan a reaksitutur positif.
Penjelasan:
Terjadi komunikasi antara n dan t yang membicarakan masalah X. X, yaitu isi
124
konteks tuturan mengungkapkan bahwa n menginformasikan harga minyak
goreng dan bersumpah akan memberikan fasilitas pengantaran barang untuk
t. t memberikan reaksi tutur positif karena t percaya bahwa sumpah n akan
dilaksanakan. Ketika sumpah dituturkan, tindakan itu belum dilakukan, tetapi
akan dilakukan pada waktu sekarang—yang akan datang. t (O2) merespons
positif tuturan n (O1) yang tunjukkan dengan membeli minyak goreng lebih
banyak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bhwa daya pragmatik wacana
(24) berhasil.
Penanda bentuk tindak tutur komisif bersumpah dengan menggunakan
kata dapat diperiksa pada lampiran data.
3.4.2 Penanda Tindak Tutur Komisif Bersumpah Berbentuk Konteks
Tindak tutur komisif dalam bahasa Jawa ada yang ditandai dengan
konteks. Jika penanda berbentuk konteks, pemahaman atas adanya tindak
tutur komisif bersumpah dilakukan dengan menggunakan inferensi atau
analisis kontekstual.
Contoh:
(25) Sarmini : Tik, mesthi kowe ora beres. Jare saben dinaTik, pasti kamu tidak beres. Katanya setiap hari
kok mulih telat.Part. pulang terlambat.
‘'Tik, pasti kamu tidak beres. Katanya setiap hari pulangterlambat.’
Tatik : Tatik ra tau no.Tatik (ra = ora) tidak pernah Part.
'Tatik tidak pernah no'.
125
Sarmini : Tenane Iho Tik.sungguh (interogatif) (interjeksi) lho Tik (Tatik).
`Sungguh lho Tik'.
Tatik : Aku ora arep telat maneh, ben apa ta.Saya tidak akan terlambat lagi, biar apa part. ta
‘Saya tidak akan terlambat lagi, biar apa ta.’
Sarmini : Aja ngono Tik, yen ana Malaikat liwat kowe gela.Jangan begitu Tik, kalau ada Malaikat lewat kamu kecewa
‘Jangan begitu Tik, kalau ada Malaikat lewat kamu kecewa.’
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Sarmini, selanjutnya disebutn (O1). (O1) ialah kakak kandung Tatik, selanjutnya disebut t (O2).Warna emosi dalam dialog terkesan santai, tapi sebenarnya sangatserius. Maksud atau tujuan tutur dalam dialog, yaitu (O1) menanyakanbenar tidaknya bahwa (O2) sering pulang terlambat. Tidak terdapatpihak ketiga yang hadir sehingga dialog tidak mengalami alih kode.Urutan tutur pada dialog dimulai oleh (O1) dengan menggunakanbahasa Jawa ragam ngoko yang direspons oleh (O2) dengan jugamenggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Hal itu menunjukkanbahwa peserta tutur mempunyai status sosial yang sama dengantingkat keakraban yang tinggi. Permasalahan yang dibicarakan dalamdialog itu ialah perihal (O2) yang sering pulang terlambat. (O2)bersumpah (dan mau menerima akibat apa pun dari sumpah itu)apabila masih pulang terlambat. Instrumen yang digunakan dalamdialog ialah bahasa Jawa ragam ngoko dengan wacana berbentukdialog lisan. Cita rasa dialog menunjukkan keakraban, santai, tetapisangat formal. Adegan tutur dilakukan oleh (O1) dan (O2) di rumah(O1) di Lempuyangan, Yogyakarta. Register yang dipakai ialahwacana lisan. Norma kebahasaan yang dipakai Jawa ragam ngokokarena peserta tutur sudah akrab, tetapi dengan tetap salingmenghormat.
Dialog (25) ialah sebuah peristiwa tutur yang dilakukan oleh Sarmini
atau n (O1) dan Tatik atau t (O2). Tuturan tersebut dilakukan di rumah n (O1)
Lempuyangan, Yogyakarta. Tindakan tuturan berupa teguran n (O1) terhadap
t (O2) yang kabarnya tidak beres dan sering pulang terlambat. Teguran itu
diwujudkan dalam tuturan Tik, mesthi kowe ora beres. Jare saben dina kok
mulih telat ’Tik pasti kamu tidak beres. Katanya setiap hari pulang terlambat.’ t
(O2) memberikan reaksi tuturan berupa penyangkalan seperti terlihat pada
ujaran Tatik ki. Ra tau no 'Tatik itu. Tak pemah no'. Atas penyangkalan t (O2)
126
itu, timbul ketidakpercayaan n (O1) sehingga membuat tuturan Tenane lho Tik
‘Sungguh itu Tik’. Dari ketidakpercayaan itulah t (O2) lalu menggunakan tindak
tutur bersumpah dengan kalimat komisif bersumpah Aku ora arep telat maneh,
ben apa ta 'Saya tidak akan terlambat lagi, biar apa ta'. Tuturan yang
menyatakan sumpah tidak tampak, tetapi secara kontekstual dapat diketahui
dengan memahami isi konteks dan tuturan yang mengikutinya, yaitu Aja
ngono Tik, yen ana Malaikat liwat kowe gela 'Jangan begitu Tik, kalau ada
Malaikat lewat kamu kecewa'. Maksud dialog pada tindak tutur itu, yaitu jika
sumpah yang diucapkan oleh Tatik disaksikan Malaikat, akan dapat betul-
betul terjadi.
Berdasarkan data (25), diketahui bahwa tuturan untuk menyatakan
bersumpah dalam bahasa Jawa tidak harus eksplisit. Pernyataan pada klausa
Ben apa to ‘biar apa ta’ tidak dimaksudkan untuk bertanya, tetapi bersumpah.
Penggunaan bentuk apa 'apa' dimaksudkan untuk menggambarkan semua
kemungkinan akibat dari sumpah yang dapat mengenai dirinya, sedangkan
bentuk ta sebagai partikel penegas yang menegaskan isi sumpah. Oleh
karena itu, ben apa ta 'biar apa ta' menjadi penanda bentuk tindak tutur
komisif bersumpah yang pemahamannya hanya dapat dikenali melalui analisis
kontekstual. Tuturan penentu bahwa bentuk ben apa ta ’biar apa ta’
merupakan tindak tutur komisif bersumpah terdapat pada kalimat sebelumnya,
yaitu Aku arep ora telat maneh ’Saya tidak akan terlambat lagi’. t (O2)
bersumpah akan melakukan tindakan tidak terlambat pulang lagi, tindakan itu
belum dilakukan, tetapi akan dilakukan pada waktu sekarang—yang akan
datang.
127
Prinsip kesopanan (PS) pada dialog (25) dapat diamati dengan
menggunakan salah satu maksim (PS). Maksim yang dapat digunakan ialah
maksim penerimaan. Maksim penerimaan dapat diutarakan dengan kalimat
komisif atau impositif. Maksim ini mewajibkan setiap peserta tindak tutur untuk
memaksimalkan kerugian diri sendiri yang sejajar dengan istilah andhap asor
’bersikap sopan’ dalam budaya Jawa. Dialog (25) dilakukan dengan tingkat
tutur ngoko. Prinsip kesopanan dalam berkomunikasi dengan bahasa Jawa
salah satunya tercermin melalui penggunaan tingkat tutur. Penggunaan
tingkat tutur ngoko pada (25) menunjukkan bahwa tingkat keakraban antara
perserta tutur tinggi. n (O1) pada dialog itu memberikan peringatan kepada t
(O2) karena sumpah yang dituturkannya dengan kalimat Aja ngono Tik, yen
ana Malaikat liwat kowe gela 'Jangan begitu Tik, kalau ada Malaikat lewat
kamu kecewa'. Sumpah yang dituturkan t (O2) dapat memberikan
kepercayaan n (O1). Dengan bersumpah, t (O2) telah memaksimalkan
kerugian bagi dirinya sendiri atau sejajar dengan bersikap andhap asor ’sikap
santun’. Dengan demikian, prinsip kesopanan (PS) tipe wacana (25) bersifat
memaksimalkan kerugian bagi para paserta tutur atau menujukkan sikap
saling menghormat. Hal itu secara pragmatis dapat diformulasikan sebagai
berikut.
X
↓n ↓ t
Keterangan:
X isi konteks, n adalah penutur (O1), t adalah lawan tutur (O2), ↓ adalahmemaksimalkan kerugian peserta tutur atau saling bersikap andhap asor’sikap menghormat’.
128
Penjelasan :
X adalah isi konteks, yaitu sumpah t (O2) untuk tidak pulang terlambat lagi.
Sumpah dalam bentuk kalimat komisif itu dimunculkan karena adanya
ketidakperyaan dalam diri n (O1). Oleh karena itu, n dan t masing-masing
memaksimalkan kerugian untuk diri sendiri atau sejajar dengan sikap andhap
asor ’sikap menghormat’.
Untuk melancarkan sebuah komunikasi, digunakan prinsip kerja sama
(PK). Selain untuk memperlancar komunikasi, prinsip kerja sama (PK) juga
digunakan untuk mendapatkan hasil komunikasi yang wajar. Komunikasi yang
wajar tercermin melalui keberhasilan tindak perlokusi atau daya pragmatis
komunikasi. Di dalam prinsip kerja sama (PK) terdapat seperangkat kaidah
yang mengatur percakapan yang lazim disebut maksim, di antaranya maksim
kualitas. Maksim ini menghendaki setiap peserta tutur agar mengatakan hal
yang sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasakan pada
bukti-bukti yang memadai (Wijana, 1996 ; 48). Pada (25) n (O1) memberikan
kontribusi percakapan berupa pertanyaan tentang kebiasaan t (O2) untuk
pulang terlambat. Dengan demikian, n (O1) memerlukan kontribusi
percakapan dari t (O2) dalam bentuk jawaban yang relevan dengan
pertanyaan n (O1) yang didukung dengan bukti yang memadai. t (O2), dengan
menggunakan bentuk tindak tutur komisif bersumpah, memberikan bukti yang
memadai bahwa t (O2) akan melaksanakan tindakan seperti disebutkan pada
isi sumpah. Dengan demikian, kontribusi timbal balik antara n (O1) dan t (O2)
berlangsung lancar dan wajar. Permintaan n (O1) dapat dipahami dan
129
direaksi positif oleh t (O2). Prinsip kerja sama pada (25) dapat diformulasikan
sebagai berikut.
Xn t
a
Keterangan :
X adalah isi konteks , n (O1) adalah penutur, t (O2) adalah lawan tutur, dan areaksi tutur positif.
Penjelasan:
Terjadi komunikasi antara n dan t yang membicarakan masalah X. X, yaitu isi
konteks tuturan berupa n (O1) yang menanyakan dengan nada tidak percaya
tentang t (O2) yang sering pulang terlambat. t memberikan reaksi tutur positif
dengan menyatakan sumpah kepada n (O1) bahwa t (O2) tidak akan pulang
terlambat lagi. Tindakan yang disumpahkan itu (tidak akan pulang terlambat)
belum dilakukan, tetapi akan dilakukan pada waktu sekarang—yang akan
datang. t (O2) yang merespons positif tuturan n (O1) dengan tindak tutur
komisif bersumpah menandai bahwa daya pragmatik wacana (25) berhasil.
3.5 Penanda Bentuk Tindak Tutur Komisif Bernadar
Di dalam masyarakat Jawa sering terjadi peristiwa yang kurang
menguntungkan sehingga kadang dianggap sebagai hukuman dari yang
Mahakuasa. Peristiwa itu dapat berwujud penderitaan karena sakit,
kesengsaraan, kekurangan, atau ketakberuntungan. Apabila hal yang kurang
menguntungkan itu telah berganti dengan yang sebaliknya, orang yang
mengalaminya akan merasa harus menyampaikan ucapan syukur dan terima
130
kasih kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Tindakan bersyukur dan berterima
kasih kepada Tuhan Yang Mahakuasa itu baru diucapkan belum dilakukan.
Tindakan tersebut disebut tindakan bernadar. Tindak tutur bernadar termasuk
tindak tutur komisif karena tindakan yang sebenarnya belum dilakukan, tetapi
akan dilakukan apabila syarat tertentu sudah diperoleh. Tindak tutur komisif
bernadar adalah tindak tuturan yang menyatakan bahwa tindakan yang
dinyatakan dalam tuturan belum dilakukan, tetapi akan dilakukan di masa
mendatang apabila hal yang diinginkan penutur sudah terkabul. Bentuk yang
menandai tindak tutur bernadar adalah konteks. Penentu tindak tutur komisif
benadar berupa kata atau kalimat yang menyatakan kapan dan mengapa
tindakan komisif akan dilakukan. Bentuk penentu itu disebut prasyarat tuturan
komisif bernadar. Oleh karena itu, tindak tutur komisif bernadar ditandai
dengan konteks.
3.5.1 Penanda Tindak Tutur Komisif Bernadar Berbentuk Konteks
Tindak tutur komisif bernadar ditandai dengan bentuk kalimat komisif
yang menyatakan akan melakukan tindakan sesuai dengan predikat propositif
kalimat. Yang menjadi penentu tindak tutur komisif bernadar adalah prasyarat
yang menyatakan waktu dilaksanakannya tindakan. Prasyarat itu biasanya
berupa kalimat yang menyatakan harapan atau peristiwa yang diinginkan.
Tindakan bernadar akan dilakukan apabila prasyarat sudah terpenuhi. Dengan
kata lain, penentu tidak tutur komisif bernadar adalah prasyarat yang
menyatakan kapan tindakan bernadar akan dilakukan.
Contoh:
131
(26) Umi : Le, uripmu kok kebakLe [panggilan anak laki-laki, hidupmu kok penuh
lelara, ndang waras kaya kanca-kanca mu.. penyakit. segera sehat seperti teman-teman gent
`Le, hidupmu kok penuh penyakit, segera sehat seperti teman-temanmu'.
Yadi : Mbok, menawi Allah taksihMbok [mbok= simbok] ibu jika Allah masih
kersa ngingah, kula mesti waras.berkenan memelihara, saya pasti sehat
`Ibu, jika Allah masih berkenan memelihara, saya pasti sehat'.
Umi : Ndang warasa, lamun suk waras tenan, taktukokakeSegera sehatlah jika kelak sehat betul, props.psf. O1tgl
akan kubelikan
sepedha anyar.sepeda baru
'Segeralah sehat, jika kelak sehat betul, akan kubelikan sepedabaru.’
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan Umi, selanjutnya disebut n (O1).(O1) ialah Ibu kandung Yadi, selanjutnya disebut t (O2). Yadi ialahanak (O1) yang sedang dirawat dirumah sakit IPHI Pedan, Klaten.Warna emosi ketika dialog dilakukan bersuasana sedih. Maksud atautujuan pembicaraan dalam dialog, yaitu (O1) menghendaki anaknya(O2) yang sedang sakit dapat segera sembuh. Tidak ada pihak ketigayang terlibat dalam pembicaraan ini. Urutan bicara dimulai oleh (O1)dengan menggunakan tuturan bahasa Jawa ragam ngoko yangdirespons (O2) dengan bahasa Jawa ragam krama. Bab yangdibicarakan ialah masalah kesembuhan (O2) dan nadar (O1) untukmembelikan sepeda baru bagi (O2) apabila (O2) sembuh. Cita rasabahasa terasa akrab di samping penuh perasaan kasih sayang denganpenggunaan nada yang datar. Adegan tutur dialog ini dilakukan dirumah sakit IPHI Pedan, Klaten. Register yang dipakai ialah wacanalisan. Norma kebahasaan dialog, (O2) menggunakan ragam bahasaJawa krama untuk menghormat (O1) karena (O1) mempunyai statussosial yang lebih tinggi. (O1) ialah ibu kandung (O2).
Dialog (26) adalah peristiwa tutur yang dilakukan oleh Umi (Ibu Yadi),
selanjutnya disebut n (O1), dan Yadi, selanjutnya disebut t (O2). Tuturan
dialog dilakukan ketika n (O1) menunggui t (O2) yang sedang dirawat di
132
rumah sakit IPHI, Pedan, Klaten. N (O1) bertutur kepada t (O2) Ndang
warasa, lamun suk waras tenan, taktukokake sepeda anyar 'Segeralah sehat,
jika kelak sehat betul, (kamu) akan saya belikan sepeda baru'. Pernyataan
sebagai prasyarat tuturan komisif bernadar ialah bentuk Ndang warasa, lamun
suk waras tenan… ’Segeralah sehat, jika kelak sehat betul ….’ Tuturan itu
menjadi penanda bahwa pelaku bernadar dengan harapan agar t (O2) segera
sehat dan, jika kelak benar-benar sehat, n (O1) akan melakukan sebuah
tindakan. Tindakan yang dimaksud tercermin pada bentuk komisif yang
menyertai kalimat nadar. Bentuk tuturan itu ialah taktukokake sepeda anyar
‘saya berniat akan kubelikan sepeda baru’ sebagai penentu tindak tutur
komisif bernadar.
Dialog (26) merupakan interaksi percakapan yang dilakukan oleh ibu
dan anaknya. Kewajaran interaksi percakapan itu terikat pada parameter
pragmatis. Parameter pragmatis itu tercermin melalui peran sosial penutur
yang berkaitan dengan strategi kesopanan (periksa Wijana, 1996:63). Wijana
(1996) menjelaskan bahwa ada tiga parameter pragmatik, yaitu tingkat jarak
sosial, tingkat status sosial, tingkat peringkat tindak tutur. Tiga parameter
pragmatik berkaitan dengan prinsip kesopanan (PS). Di dalam (PS) terdapat
sejumlah maksim yang dapat dipakai untuk mengukur tingkat kesopanan.
Maksim adalah kaidah yang mengatur pemilihan tingkat tutur berdasarkan
parameter pragmatis. Pada dialog (26) n (O1) bertutur menggunakan tingkat
tutur ngoko untuk t (O2) karena n (O1) memiliki tingkat jarak sosial dan tingkat
status sosial yang lebih tinggi. Sebaliknya, t (O2) menggunakan tutur tingkat
krama untuk n (O1) karena t (O2) memiliki kedudukan yang lebih rendah.
133
Dengan demikian, secara pragmatis PS pada tipe (26) dapat diformulasikan
sebagai berikut.
X
↑ n ↓ t
Keterangan:
X isi konteks, n (O1) adalah penutur, t (O2) adalah lawan tutur, ↑ adalahmemaksimalkan keuntungan penutur, atau sejajar dengan sikap andhap asor’sikap sopan santun’. ↓ memaksimalkan kerugian untuk diri sendiri atau sejajardengan sikap ngajeni ’menghormati’.
Penjelasan :
X adalah isi konteks, yaitu tindak tutur komisif bernadar yang dilakukan oleh n
untuk t. Kedudukan peran sosial n lebih tinggi daripada t sehingga n
menggunakan tingkat tutur ngoko untuk t. Sebaliknya, t yang lebih rendah
peran sosialnya menggunakan tingkat tutur krama. Oleh karena itu, t
memaksimalkan keuntungan untuk n atau bersikap andhap asor ’sikap sopan
santun’, tetapi meminimalkan keuntungan untuk dirinya sendiri atau t ngajeni
’menghormat’.
Prinsip kerja sama (PK) dalam interaksi tutur yang terwujud dalam
dialog (26) dapat dijelaskan dengan menggunakan kaidah maksim yang ada.
Di antara maksim dalam (PK), maksim kuantitas dapat diterapkan untuk
wacana (26). Maksim kuantitas mewajibkan peserta tutur untuk memberikan
kontribusi komunikasi secukupnya atau sebatas yang diperlukan lawan bicara.
Pada (26) n (O1) memberikan kontribusi berupa tuturan Ndang waras kaya
kanca-kancamu ’Segeralah sehat seperti kawan-kawanmu’. t (O2) juga
memberikan kontribusi komunikasi berupa tuturan Menawi Alloh taksih kersa
134
ngingah, kula mesti waras ’Jika Allah masih berkenan memelihara, saya pasti
sehat'. Dalam komunikasi itu apa yang diperlukan n (O1) telah diberikan oleh
t (O2). Dengan demikian, daya pragmatis pada (25) dapat dikatakan telah
terpenuhi. Hal itu terbukti dengan t (O2) yang dapat memahami dan
memberikan reaksi positif atas apa yang diperlukan n (O1). Berdasarkan
pemahaman atas interaksi tutur itu, n (O1) kemudian melakukan tindak tutur
komisif bernadar. Nadar itu akan dilaksanakan setelah harapan yang
diinginkan terlaksana. Secara pragmatis, dialog keberhasilan daya pragmatis
tipe (26) dapat diformulasikan sebagai berikut.
Xn t
a
Keterangan:
X adalah isi konteks , n (O1) adalah penutur, t (O2) adalah lawan tutur, dan areaksi tutur positif.
Penjelasan:
X adalah isi konteks, yaitu n (O1) yang mengharapkan agar t (O2) segera
sembuh dari sakitnya. t (O2) memberi keyakinan kepada n (O2) bahwa jika
Allah menghendaki, ia pasti sembuh. n (O1) bernadar apabila t (O2) sehat
akan dibelikan sepeda baru. Pemberian keyakinan t (O2) kepada n (O1)
menunjukkan reaksi positif. Hal itu menunjukkan keberhasilan daya pragmatis.
Prasyarat yang biasa mendahului tuturan komisif bernadar, selain kata
lamun ‘jika’ ialah suk yen ‘jika kelak’ dan kata menawa ‘jika’. (Data dapat
diperiksa pada lampiran data).
135
Dengan memperhatikan srtuktur bentuk tindak tutur komisif bernadar
pada (26), terdapat kecenderungan bahwa formulasi tindak tutur bernadar
ialah sebagai berikut.
Prasyarat (waktu) Peristiwa yang diinginkan Tuturan komisif bernadar
Belum dilakukan suk yen‘besok jika ..’ lamun,‘jika’, menawa ‘jika’
Wis waras ‘sudah sehat’ (tindakan belumdilakukan dan akandilakukan setelahperistiwa terlaksana)Mengko daktukokakesepeda anyar’nanti akankubelikan sepeda baru’
Dengan demikian, yang menjadi penanda bentuk tindak tutur komisif
bernadar sebenarnya terletak pada prasyarat waktu, tindakan apa yang akan
dilakukan dalam bernadar itu (yang ditunjukkan dengan tuturan komisif), dan
kapan tindakan nadar harus dilaksanakan. Bentuk penanda itu menjadi
penentu adanya tindak tutur komisif bernadar. Tindak tutur komisif bernadar
berbeda debfgan tindak tutur komisif berjanji. Perbedaan itu terletak pada
gradasi saksi. Nadar mempunyai gradasi saksi semata-mata dilakukan karena
keberhasilan yang diberikan oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Tindakan
dimaksudkan sebagai ucapan syukur yang diwujudkan dengan suatu tindakan
untuk orang lain. Apabila tindakan belum dilaksanakan, penadar akan terus
merasa ada tanggung jawab yang masih harus diselesaikan. Tanggung jawab
itu justru bukan kepada orang yang dikenai nadar, tetapi kepada Tuhan Yang
Mahakuasa. Pada tindak tutur berjanji, tanggungjawab penutur hanya kepada
yang diberi janji.
Kekhasan penggunaan penanda dan penentu tindak tutur komisif
bahasa Jawa terletak pada pemilihan kata yang didasarkan pada parameter
136
pragmatis. Oleh karena itu masalah jarak sosial, status sosial, dan tingkat
peringkat tindak tutur sangat berpengaruh terhadap pemilihan penanda tindak
tutur komisif. Hal ini dapat dilihat pada pemilihan tingkat tutur bahasa Jawa
(ngoko atau krama) oleh peserta tutur.
3.6 Rangkuman
Penanda bentuk tindak tutur komisif berniat bahasa Jawa dapat berupa
kata yang dirangkai dengan unsur morfem tertentu yang bermakna niat akan
melakukan tindakan atau predikat propositif tunggal, baik aktif atau pasif;
pelaku orang pertama tunggal dengan makna pelaku akan melakukan
tindakan dan tindakan itu belum dilakukan, tetapi akan dilakukan pada waktu
di antara sekarang—yang akan datang. Selain dua bentuk penanda tersebut,
tindak tutur komisif juga dapat ditandai dengan maksud konteks tuturan yang
membentuk dialog. Pemakaian prinsip kesopanan dapat dipergunakan untuk
pertimbangan pemilihan dan pemakaian bentuk tingkat tutur bahasa tertentu
(misalnya krama atau ngoko) untuk menjaga keharmonisan komunikasi.
Pemanfaatan prinsip kerja sama dapat memperlancar pemahaman dan
menciptakan keberhasilan komunikasi atau keberhasilan daya pragmatis.
Tindak tutur komisif berjanji ditandai dengan bentuk kata yang
mempunyai makna berjanji. Penentunya berupa kata kerja propositif yang
mengikutinya. Tindak tutur komisif berjanji juga ditandai dengan bentuk
ungkapan kesanggupan atau konteks tuturan yang mengungkapkan makna
komisif berjanji.
Tindak tutur komisif bersumpah ditandai dengan kata yang bermakna
137
sumpah. Tindak tutur komisif bersumpah juga ditandai dengan konteks tuturan
yang menyatakan makna bersumpah.
Tindak tutur komisif bernadar ditandai dengan kata yang menunjukkan
makna prasyarat berupa penunjukan waktu (akan datang), peristiwa yang
diinginkan, atau konteks yang berisi akan adanya tindakan yang diwujudkan
dengan tuturan komisif.
Kekhasan penggunaan penanda dan penentu tindak tutur komisif pada
bahasa Jawa terletak pada pemilihan kata yang didasarkan pada parameter
pragmatis. Oleh karena itu, masalah jarak sosial, status sosial, dan tingkat
peringkat tindak tutur sangat berpengaruh terhadap pemilihan penanda tindak
tutur komisif. Hal itu dapat dilihat pada pemilihan tingkat tutur bahasa Jawa
(ngoko atau krama) oleh peserta tutur.
138
1Tindak tutur komisif berniat merupakan suatu modus berniat yang akan dilakukan sendiri
dengan kala sekarang—yang akan datang. Tindak tutur berniat dapat direalisaikan dalambentuk predikat propositif tunggal. Bentuk predikat propositif tunggal itu ditandai denganmorfem penanda propositif. Berdasarkan jenis perannya, predikat propositif tunggal terbagiatas dua jenis, yaitu propositif aktif dan pasif. Marsono (1980) mengikhtisarkan bentukpropositif tunggal sebagai berikut. Propositif tunggal aktif diderivasi langsung dari kata kerjatransitif: N-, N-/-i, N-/-(a)ke (morfem imbuhan pembentuk); tak- pelaku: tak-, niat & kala: tak-(bentuk morfem penanda); takN-, takN-/-i, takN-/-(a)ke (bentuk morfem imbuhan); takN- +KD,takN-/i +KD, takN-/(a)ke +KD (pembentuk morfem predikat). Propositif aktif tunggal didirevasilangsung dari kata kerja intrasitif: N-, (morfem imbuhan pembentuk); tak- pelaku: tak, niat &kala: tak (bentuk morfem penanda); tak- , takN- (bentuk morfem imbuhan); tak- +KD, takN-+KD (bentuk morfem predikat). Propositif tunggal pasif diderivasi langsung dari praketegorial:tak-, tak-/-an, tak-/-n (morfem imbuhan pembentuk); tak- pelaku: tak, niat & kala: tak (bentukmorfem penanda); tak-/e, tak-/-ane, tak-/ne (bentuk morfem imbuhan); tak-/-e +KD, tak-/-ane+KD, tak-/-ne +KD (bentuk morfem predikat). Secara morfologis morfem-morfem propositif itumenandai makna niat akan melakukan suatu tindakan dan pelakunya ialah orang pertamatunggal. Bentuk tindak tutur komisif yang ditandai dengan propositif, baik aktif maupun pasif,menunjukkan makna niat akan melakukan tindakan sesuai dengan makna predikat propositifitu. Secara pragmatis, bentuk penanda propositif dapat digunakan sebagai salah satupetunjuk pemakaian tuturan komisif. (Data tipe ini dapat diperiksa pada lampiran data. Datayang setipe tidak akan diuraikan dalam analisis karena akan menghasilkan simpulan yangsama.)
2Untuk memahami isi konteks tuturan tipe data ini dipergunakan prinsip penafsiran lokal.
Prinsip penafsiran lokal atau prinsip interpretasi lokal dipergunakan sebagai dasar untukmenginterpretasi wacana (dialog) dengan cara mencari konteks yang melingkupi wacana(dialog) itu. Konteks yang dimaksud ialah wilayah, area, atau lokal (setting) tempat wacana(dialog) berlangsung; pelaku; tujuan tindakan; sarana yang digunakan; dan waktu.
139
BAB IV
PEMAKAIAN TINDAK TUTUR KOMISIFBAHASA JAWA
4.1 Pengantar
Pada bab ini akan dibahas mengenai pemakaian tindak tutur komisif
bahasa Jawa yang meliputi tindak tutur komisif (1) berniat, (2) berjanji, (3)
bersumpah, (4) bernadar. Uraian selanjutnya sebagai berikut.
4.2 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berniat
Pemakaian tindak tutur komisif berniat ialah pemakaian tindak tutur yang
berfungsi untuk menyatakan niat melakukan suatu tindakan. Tindakan itu
belum dilakukan dan akan dilakukan pada masa “sekarang – yang akan
datang”. Peristiwa komunikasi dapat diwujudkan dalam tuturan yang
mengandung maksud. Maksud tuturan itu terbingkai dalam bentuk konteks.
Dalam pemahaman konteks tuturan akan dapat ditemukan situasi penggunaan
bahasa oleh peserta tutur. Dengan pemahaman konteks itu akan dapat
ditemukan cara pemilihan bentuk penggunaan tindak tutur. Pemilihan
penggunaan tuturan dalam tindak tutur sangat dipengaruhi oleh konteks yang
melatarbelakanginya. Di dalam tindak tutur komisif, untuk memahami
pemakaian tutur komisif itu, diperlukan suatu cara. Cara pemahaman tentang
pemakaian tindak tutur komisif, selain harus memahami konteks yang
melatarbelakanginya, diperlukan dua prinsip pragmatis. Dua prinsip itu ialah
140
prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Prinsip kerja sama dipergunakan
untuk mengetahui proses komunikasi dan prinsip kesopanan dipakai untuk
menjelaskan mengapa penutur memilih ragam bahasa tertentu di dalam reaksi
tuturan berkaitan dengan situasi tutur. Oleh karena itu, maksud konteks tuturan
akan dapat menuntun pemilihan tuturan komisif dan dapat tuturan itu
diformulasikan.
Untuk mendapatkan penjelasan mengenai konteks dan maksud tuturan, di
dalam analisis ini akan dipergunakan analisis komponen tutur.
4.2.1 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berniat Positif
Pemakaian tindak tutur komisif berniat yang mempuyai maksud tuturan
positif dan mengakibatkan adanya tanggapan dengan kesimpulan yang positif
akan memunculkan pemakaian tindak tuturan komisif berniat yang positif.
Contoh :
(27)Marjuki : Mas Fuad yen pasang telepon saiki murah, tur isohMas Fuad, jika memasang telepon sekarang murah, lagi pula dapat
dicicil.diangsur
”Mas Fuad, jika pasang telepon sekarang murah, lagi pula dapatdiangsur”.
Fuad : Pira Juk, kok isoh dicicil piye ?Berapa Juk (sapaan pendek Marjuki) partk dapat diangsur bagaimana?
”Berapa Juk, kok dapat diangsur bagaimana?”
Marjuki : Murah Mas, mung sejuta pitungMurah Mas (sapaan org.dewasa laki-laki), hanya satu juta tujuh
atus ewu , sing pitung atus bayar kontan, sing sejuta dicicilratus ribu, yang tujuh ratus dibayar kontan, yang satu juta diangsur
ping sepuluh.{bentuk pendek kaping = kali} sepuluh
141
Murah Mas, hanya satu jta tujuh ratus ribu (rupiah), yang tujuhratus (ribu rupiah) dibayar kontan, yang satu juta diangsursepuluh kali.
Fuad : Masang telepon dienggo apa ta Juk, yen bayare larang,Memasang telepon untuk apa ta Juk, jika bayarnya mahal,
bayare saben sasi ya larangbayarnya setiap bulan ya mahal.
“Memasang telepon untuk apa ta Juk, jika bayarnya mahal,bayar setiap bulan ya mahal”.
Marjuki : Mas, penjenengan wis sepuh, putra mu nyambut gaweMas, kamu sudah tua, anak Gent bekerja
adoh-adoh, yen ana kabar sing penting ora kudu marani,jauh-jauh, jika ada kabar yang penting tidak harus mendatangi
uga putra- putra yen arep ngabarke ngomah sak wayah-demikian juga anak-anak jika akan mengabarkan rumah se-waktu-
wayah gampang.waktu mudah
”Mas, kamu sudah tua, anakmu bekerja jauh-jauh, jika ada kabarpenting tidak harus mendatangi, juga anak-anak jika akanmengabarkan (keadaan)rumah sewaktu-waktu mudah”.
.
Fuad : Wah, iya guna banget ya Juk. Ya wis, yen ngono akuWah, ya berguna sekali ya Juk. Ya sudah, jika begitu saya
dak pasang.props.psf. O1 memasang.aku berniat akan
”Wah, iya berguna sekali ya Juk. Ya sudah, kalau begitu sayaakan memasang”.
Marjuki : Yen mengko bayare saben sasi larang piye Mas ?Jika nanti bayarnya tiap bulan mahal bagaimana Mas (sapaan
org.dewasa laki-laki),
”Jika manti membayarnya setiap bulan mahal bagaimana Mas ?”
Fuad : Wis ta, ndang sowana Pak Sahuri, sida ... sida, akuSudah ta segera datanglah (ke) Pak Sahuri, jadi … jadi, saya
dak pasang telepon, rada larang ora apa-apa,props.psf.O1 tgl memasang telepon agak mahal tidak apa-apa ,saya berniat akan
yen pancen manfaat.jia memang bermanfaat
142
”Sudah lah, datanglah segera ke Pak Sahuri, jadi ….. jadi, sayaakan memasang telepon, agak mahal tidak apa-apa, jika memangbermanfaat”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Marjuki yangselanjutnyadisebut n (O1), ia seorang pegawai Telkom diYogyakarta. Fuad yang selanjutnya disebut t (O2). Ia ialah kakakkandung Merjuki. Warna emosi ketika dialog itu berlangsung dalamsuasna santai dan tidak formal. Maksud atau tujuan pembicaraandalam dialog ini ialah (O1) memberi tahu kepada (O2) bahwapemasangan telepon sekarang murah. Tidak ada keterlibatan pihakketiga. Urutan bicara dalam dialog ini dimulai (O1) denganmenggunakan bahasa Jawa ragam ngoko dan direspon (O2)dengan menggunakan bahasa Jawa ragam madya pula. Bab yangdibicarakan dalam dialog ini ialah tentang pemasangan telepon.Dialog ini menggunakan instrumen bahasa Jawa ragam ngoko,berbentuk lisan. Citarasa bahasa ketika dialog ini berlangsungdalam keadaan santai, dan tidak dormal. Adegan tutur dialog initerjadi di rumah Fuad (O2), jalan Petung 11 b Papringan Yogykartapada pukul 20.00 (wib). Register yang digunakan dialog ini adalahwacana lisan. Aturan atau norma kebahasaan yang terlihat dalamdialog ini adalah penggunaan bahasa Jawa ragam madya yangdapat menunjukkan tingkat keakraban para peserta tutur.
Data (27) di atas merupakan sebuah dialog yang terjadi di rumah Fuad
pada waktu malam hari sesudah sholat Isya’. Dialog itu dilakukan oleh Marjuki
(O1) dan Fuad (O2). Ketika itu Marjuki bertamu di rumah Fuad. Mereka ialah
kakak beradik yang tinggal dalam satu kota, yaitu di jalan Petung no. 11b
Papringan Yogyakarta. Tujuan pembicaraan dalam dialog itu adalah
pemberitahuan Marjuki kepada kakaknya (Fuad), yaitu bahwa harga
pemasangan telepon sekarang sudah murah dan dapat diangsur. Pernyataan
ini terlihat pada kalimat (27a) berikut.
(27a) Mas Fuad, yen pasang telpun saiki murah, turMas Fuad, jika memasang telepon sekarang murah, lagi pula
isoh dicicil.dapat diangsur
“Mas Fuad, jika pasang telepon sekarang murah, lagi pula dapatdiangsur”.
143
Isi pesan dalam dialog itu adalah harga pemasangan telepon yang sudah
murah dan penting bagi Fuad. Marjuki juga memberikan penjelasan kepada
Fuad bahwa pemasangan telepon itu penting baginya. Untuk hal ini dapat
dilihat pada kalimat berikut.
(27b) Mas, penjenengan wis sepuh, putra mu nyambut gaweMas, kamu sudah tua, anak Gent bekerja
adoh-adoh, yen ana kabar sing penting ora kudu marani,jauh-jauh, jika ada kabar yang penting tidak harus mendatangi
uga putra- putra yen arep ngabarke ngomah sak wayah-demikian juga anak-anak jika akan mengabarkan rumah se-waktu-
wayah gampang.waktu mudah
“Mas, kamu sudah tua, anakmu bekerja jauh-jauh, jika ada kabarpenting tidak harus mendatangit, juga anak-anak jika akanmengabarkan (yang di)rumah sewaktu-waktu mudah”.
.
Tindak tutur yang terjadi dalam dialog ini ialah Marjuki (O1) memberitahu
bahwa harga pemasangan pesawat telepon kepada Fuad (O2). Dialog antara
Marjuki dan Fuad disampaikan dengan menggunakan bahasa Jawa ragam
madya. Penggunaan bahasa Jawa dengan tingkat tutur madya dapat
menunjukkan bahwa hubungan keduanya sudah akrab dan saling
menghormati. Hal ini dapat dilihat dalam norma pembicaraan antara O1 dan
O2 saling menggunakan bahasa Jawa bertingkat tutur madya. Fuad (O2)
memberikan tanggapan atas informasi harga dan alasan pentingnya
pemasangan telepon itu, yang dapat dilihat pada kalimat berikut.
144
(27c) Wah, iya (Ø) guna banget ya Juk. Ya wis, yen ngono akuWah, ya berguna sekali ya Juk. Ya sudah, jika begitu saya
dak pasang (Ø).props psf O1 tgl memasang (Ø).saya berniat akan
Wah, iya berguna sekali ya Juk. Ya sudah, kalau begitu saya akanmemasang.
Kalimat di atas terdapat bentuk yang dilesapkan yaitu sabjek pada klausa
pertama dan objek pada klausa kedua yaitu Ø (telepon) sehingga kalimat
dapat dikembalikan menjadi kalimat lengkap seperti pada kalimat (27d) berikut.
(27d)Wah, iya telepon (iku) guna banget ya Juk. Ya wis, yenWah, ya telepon (itu) berguna sekali ya Juk. Ya sudah, jika
ngono aku dak pasang telepon.begitu saya props.psf.O1 tgl memasang telepon
saya berniat akan
“Wah, iya telepon berguna sekali ya Juk. Ya sudah, kalau begitusaya akan memasang telepon”.
Tindak tutur komisif berniat yang terdapat pada (27) ini terlihat pada kalimat(27e) berikut.
(27e) Wah, iya telepon (iku) guna banget ya Juk. Ya wis, yenWah, ya telepon (itu) berguna sekali ya Juk. Ya sudah, jika
ngono aku dak pasang telepon.begitu saya props.psf.O1. tgl memasang telepon
saya berniat akan
“Wah, iya telepon (itu) berguna sekali ya Juk. Ya sudah, kalaubegitu saya akan memasang telepon”.
Penentu maksud berniat ’ditunjukkan pada ya wis ‘ya sudah’ yang
merupakan keputusan untuk berniat akan melakukan sesuatu tindakan,
sedangkan penanda tuturan komisif terlihat pada bentuk propositif pasif dak
masang ‘akan saya pasang’ . Bentuk tersebut dipakai untuk menandai bentuk
tindak tutur komisif berniat. Pemakaian tindak tutur komisif berniat muncul
145
dengan dilatarbelakangi adanya informasi yang berisi manfaat pemasangan
telepon (alasan positif) sebelumnya, yaitu pada kalimat (27b) berikut.
(27b) Mas, penjenengan wis sepuh, putra mu nyambut gaweMas, kamu sudah tua, anak Gent bekerja
adoh-adoh, yen ana kabar sing penting ora kudu marani,jauh-jauh, jika ada kabar yang penting tidak harus mendatangi
uga putra- putra yen arep ngabarke ngomah sak wayah-demikian juga anak-anak jika akan mengabarkan rumah se-waktu-
wayah gampang.waktu mudah
“Mas, kamu sudah tua, anakmu bekerja jauh-jauh, jika ada kabarpenting tidak harus mendatangit, juga anak-anak jika akanmengabarkan (yang di)rumah sewaktu-waktu mudah”.
Kalimat berikutnya merupakan kesimpulan dari informasi yang berisi maksud
dan kegunaan telepon. Kesimpulan itu ialah Wah, iya telepon (iku) guna
banget ya Juk. ‘Wah, telepon (itu) berguna sekali ya Juk’ (alasan positif). Oleh
karena itu pada ekspresi ya wis ‘ya sudah’ bentuk lengkapnya ialah Ya wis,
yen telepon iku guna banget, yen ngono aku dakpasang telepon ‘ Ya
sudah, jika telepon itu berguna sekali, kalau demikian saya (berniat) akan
memasang telepon’(kesimpulan positif). Bentuk ya wis ‘ya sudah’ muncul
sebagai ekspresi untuk menentukan berniat akan melakukan tindakan yang
dilatarbelakangi (alasan positif) dan yen ngono aku dakpasang telepon
’kalau demikian saya (berniat) akan memasang telepon’ ialah kesimpulan
positif. Niat akan memasang telepon terlihat pada kalimat (27e) berikut.
(27e) Wis ta Ø , ndang sowana Pak Sahuri, sida …. sida,ØSudah ta (partk) segera datanglah (ke) Pak Sahuri, jadi ……jadi,
rada larang ora apa-apa, yen pancen manfaat.agak mahal tidak apa-apa , jia memang bermanfaat
Sudah ta, datanglah segera ke Pak Sahuri, jadi ….. jadi, agakmahal tidak apa-apa, jika memang bermanfaat.
146
Bentuk wis ta ‘sudah ta’ dan sida … sida ‘jadi … jadi’ merupakan kesimpulan
berniat akan melakukan tindakan. Oleh kerena itu, bentuk kalimat lengkapnya
dapat hadir seperti pada (27f) berikut.
(27f) Wis ta aku dak pasang telepon , koweSudah ta (partk) saya props.psf.O1 tgl memasang telepon kamu
saya berniat akan
(Marjuki) ndang sowana Pak Sahuri, sida …. sida aku(Marjuki) segera datanglah (ke) Pak Sahuri, jadi …… jadi, saya
dak pasang telepon, bayar rada larang ora apa-props.akt.O1 memasang telepon, membayar agak mahal tidak apa-saya berniat akan
apa, yen pancen telepon iku manfaat.apa jika memang telepon itu bermanfaat
“Sudah ta saya akan memasang telepon, kamu (Marjuki)datanglahsegera ke Pak Sahuri, jadi ….. jadi, saya akan memasang telepon,membayar agak mahal tidak apa-apa, jika memang telepon itubermanfaat”.
Niat (O2) akan melakukan tindakan untuk memasang telepon itu betul-betul
meyakinkan sehingga niat tersebut tergolong positif.
Pemakaian tindak tutur komisif berniat bahasa Jawa ini dapat diformulasikan
sebagai berikut.
Keterangan:Konteks = Isi peristiwa tuturAlsn = AlasanK = KesimpulanN = bentuk tuturan komisif+ = Positif_ = Negatif
+ + +Konteks Alsn _ K _ = N _
147
Tindak tutur komisif berniat bahasa Jawa (27) di atas dapat diformulasikan
sebagai berikut.
Formulasi 1 Tindak tutur komisif berniat positif
Penjelasan:
Pemakaian tindak tutur komisif berniat didasarkan pada konteks dalam
peristiwa tutur. Konteks (27) ialah tentang pemasangan telepon. Alasan
memasang telepon yaitu untuk mempermudahkan dalam berkomunikasi
sehingga alasan itu tergolong positif (Alsn +). Dari alasan yang positif (+)
muncul tanggapan yang berkesimpulan positif. Maksudnya, telepon termasuk
sesuatu yang penting dan bermanfaat. Oleh karena itu, dalam tindak tutur itu
terdapat kesimpulan positif (K+). Alasan yang positif dan kesimpulan yang
positif, akan memunculkan tuturan komisif berniat yang positif (N+), yaitu (O2)
berniat akan melakukan suatu tindakan (memasang telepon). Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pemakaian tindak tutur komisif berniat
bahasa Jawa itu terjadi karena adanya konteks tuturan yang mempunyai
alasan positif dan adanya tanggapan dengan kesimpulan yang positif.
Sehubungan dengan itu, tindak tutur yang akan muncul dan yang dipakai ialah
tindak tuturan komisif berniat yang juga positif.
Contoh:
+ + +Konteks Alsn K = N
148
(28) Juadi : Pak Anwar sowan kula dipunutus Pak Partana, BapakPak Anwar, kedatangan saya disuruh Pak Partana, bapak
benjing dinten Minggu kasuwun rawuh ing dalem ipunbesuk hari Minggu dimohon datang di rumah nya (Gent)
saperlu paring donga syukuran sepekenanuntuk memberi doa syukuran se(pasar= lima hari)
putra nipun.anak nya
“Pak Anwar kedatangan saya disuruh Pak Partana, Bapakbesuk hari Minggu dating ke rumahnya untuk memberi doasyukuran lima hari putranya”.
Pak Anwar: Matur nuwun Mas, ning dina kuwi wis ana sing nimbali.Terima kasih mas, tetapi hari itu sudah ada yang mengundang
Dadi aturna Pak Partana yen aku ana undhangan,Jadi sampaikan (ke) Pak Partana kalau saya ada undangan,
ora bisa sowan.tidak dapat datang
“Terima kasih mas, tetapi hari itu saya ada undangan, tidakdapat datang ”.
Juadi : Pak, kala wau Pak Partana meling kula, Pak AnwarPak, tadi Pak Partana pesan (kepada) saya, Pak Anwar
badhe kasuwun paring nami dhateng putraakan dimohon memberi nama kepada anak
nipun ingkang nembe lahir.nya yang baru lahir
“Pak, tadi Pak Partana pesan (kepada) saya, Pak Anwar akandimohon memberi nama kepada anaknya yang baru lahir”.
Pak Anwar : Wah, aku Mas sing didhawuhi maringi jeneng putra neWah, saya mas yang disuruh memberi nama anak nya
Pak Partana. Yen ngono iki penting banget, terusPak Partana. Jika demikian ini penting sekali, lalu
jam pira?pukul berapa?
“ Wah, saya Mas yang disuruh memberi nama anaknya PakPartana. Jika demikian ini penting sekali, lalu pukul berapa?.
Juadi : Leres pak, mila Pak Anwar dipuntengga rawuhipun jamBetul pak, maka Pak Anwar ditunggu kehadirannya pukul
sedasa injing.sepuluh pagi
149
“Betul pak, maka Pak Anwar ditunggu kehadirannya pukulsepuluh pagi”.
Pak Anwar : Ya wis ngene wae Mas, mengko ora ketang telatYa sudah begini saja Mas, nanti meskipun terlambat
aku dak sowan.saya Props.akt O1 tgl datang
saya berniat akan
“Ya sudah begini saja mas, nanti meskipun terlambat sayaakan datang”.
Juadi : Matur nuwun Pak, mangke badhe kula aturaken Pak Partana.Terima kasih pak, nanti akan saya sampaikan Pak Partana
“Terima kasih pak, nanti akan saya sampaikan (kepada) PakPartana’”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Juadi yang selanjutnyadisebut n (O1). Ia ialah seorang pemuda di kampung Kemasan Rt02/Rw VII Tipes Surakarta. Pak Anwar yang selanjutnya disebut t (O2).(O2) ialah seorang ulama tinggal di daerah itu juga. Warna emosiketika dilog itu dilakukan dalam suasana santai tetapi cukup resmi.Maksud atau tujuan tutur dialog ini ialah (O1) memohon (O2) untukmengisi pengajian dalam syukuran anaknya yang baru lahir. Tidak adaketerlibatan pihak ketiga, sehingga tidak mempengaruhi perubahanbahasa yang dipakai dalam dialog itu. Urutan bicara dlam dialog ini(O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2). (O2)menjawab tuturan (O1) dengan menggunakan bahasa Jawa ragamngoko. Memperhatikn urutan berbicara ini kelihatan bahwa statussosial (O2) lebih tinggi dari pada (O1). Bab yang dibicarakan dalamdialog ini ialah masalah permohonan untuk mengisi pengajian dalamrangka tasyakuran kelahiran bayi dan pemberian nama bayi tersebut.Instrumen yang digunakan dialog ini ialah bahasa Jawa. Citarasabahasa dialog ini terasa akrab, namun tetap hormat. Adegan tutur.Dialog ini dituturkan di rumah (O2) kampung Kemasan Rt.02/Rw.VIIKelurahan Tipes, Kecamatan Serengan, Kodia Surakarta, pada tanggal18 Nope,ber 2008, pukul 16.30. Register yang dipakai ialah wacanalisan. Norma atau aturan bahasa yang digunakan ialah bahasa Jawargam krama dan ngoko.
Data (28) berupa sebuah dialog yang terjadi di rumah Pak Anwar, di
Kemasan Rt 02/Rw VII, Kalurahan Kemasan, Kecamatan Serengan,
Kotamadya Surakarta. Dialog itu terjadi pada tanggal 18 Nopember 2008, jam
16.30 wib. Dialog tersebut dilakukan oleh Juadi (O1)dan Pak Anwar(O2). Juadi
150
ialah seorang pemuda yang disuruh Pak Partana, yang juga warga Kemasan
Rt 02/Rw VII, untuk mengundang Pak Anwar. Tujuan pembicaraan dalam
dialog ini ialah mengundang syukuran dan pemberi nama anak Pak Partana
yang baru lahir. Pernyataan yang menunjukkan tujuan dan konteks dalam
dialog itu terlihat pada kalimat berikut.
(28a) Juadi : Pak Anwar sowan kula dipunutus Pak Partana, bapakPak Anwar, kedatangan saya disuruh Pak Partana, bapak
benjing dinten Minggu kasuwun rawuh ing dalem ipunbesuk hari Minggu dimohon datang di rumah nya
saperlu paring donga syukuran sepekenanuntuk memberi doa syukuran se(pasar= lima hari)
putra nipun.anak nya
“Pak Anwar kedatangan saya disuruh Pak Partana, Bapakbesuk hari Minggu dating ke rumahnya untuk memberi doasyukuran lima hari putranya”.
Begitu juga, konteks penting dalam pembicaraan itu ialah tentang syukuran
dan pemberian nama bayi yang baru lahir seperti dalam kalimat berikut.
(28b) Juadi: Bapak benjing dinten Minggu kasuwun rawuh ing dalemBapak besuk hari Minggu dimohon datang di rumah
ipun saperlu paring donga syukuran sepekenannya untuk memberi doa syukuran se(pasar= lima hari)
putra nipun.anak nya
“Bapak besuk hari Minggu dimohon datang ke rumahnya (PakPartana) untuk memberi doa syukuran lima hari putranya”.
(28c) Pak Anwar : Wah, aku Mas sing didhawuhi maringi jeneng putra neWah, saya mas yang disuruh memberi nama anak nya
Pak Partana. Yen ngono iki penting banget, terusPak Partana. Jika demikian ini penting sekali, lalu
jam pira?pukul berapa?
“ Wah, saya Mas yang disuruh memberi nama anaknya PakPartana. Jika demikian ini penting sekali, lalu pukul berapa?.
151
Konteks tentang syukuran itu terdapat pada kalimat saperlu paring
donga syukuran ’untuk memberi doa syukuran’ dalam(28b). Adapun konteks
mengenai pemberian nama tertera pada kalimat Aku mas sing didhawuhi
maringi jeneng putrane Pak Partana. ’Saya mas yang disuruh memberi
nama anak nya Pak Partana’ (28c). Demikian pula, kedua konteks itu
dikatakan penting sekali, seperti pada kalimat berikutnya dalam (28c) Yen
ngono iki penting banget ’Jika demikian ini penting sekali’. Iki ‘ini’ yang
dimaksud ialah syukuran dan pemberian nama. Oleh karena itu, konteks pada
(28) tergolong konteks positif. Konteks positif ini ditandai dengan alasan
positif, yaitu O2 (Pak Anwar) dapat menerima pesan dari O1 dan akan
melaksanakan pesan tersebut. Tuturan komisif positif berniat dalam dialog ini
dapat diperiksa pada kalimat (28d) berikut.
(28d) Pak Anwar : Ya wis ngene wae mas, mengko ora ketang telatYa sudah begini saja mas, nanti meskipun terlambat
aku dak sowan.saya Props.akt O1tgl datang
saya berniat akan
“Ya sudah begini saja mas, nanti meskipun terlambatsaya akan datang”.
Kalimat (28d) dikatakan tuturan komisif positif karena penutur kalimat itu (Pak
Anwar) menerima pesan O1 dan berniat akan melakukan tindakan datang
untuk memberi doa syukuran dan memberikan nama anak Pak Partana.
Keputusan berniat untuk mendatangi undangan itu tercermin pada ya wis ‘ya
sudah’. Bentuk ya wis ‘ya sudah’ dapat dibuat kalimat lengkap menjadi Ya wis
tak tampa undangane, ngene wae mas, …. “Ya sudah kuterima undangannya,
begini saja mas, ….”. Selanjutnya, niat akan melakukan tindakan tercermin
pada tuturan mengko ora ketang telat aku dak sowan. “Nanti meskipun
152
terlambat saya akan datang”. Tuturan komisif yang demikian ini dikatakan
tuturan komisif berniat positif.
Pemakaian tindak tutur komisif berniat didasarkan pada konteks dalam
peristiwa tutur. Konteks dalam (28) berisi tentang pemberian doa syukuran dan
pemberian nama. Alasan memberikan doa dalam syukuran dan pemberian
nama dianggap hal yang penting sekali. Hal ini merupakan alasan positif (Alsn
+). Alasan yang positif (+) memunculkan tanggapan yang berkesimpulan positif
yaitu, O2 (Pak Anwar dapat memerima undangan dan berniat akan datang).
Oleh karena itu, dalam tuturan itu terdapat kesimpulan positif (K+). (Alasan
yang positif dan kesimpulan yang positif, akan memmunculkan tuturan komisif
berniat positif (N+), yaitu (O2= Pak Anwar) berniat akan melakukan suatu
tindakan (memberikan doa syukuran dan memberikan nama pada bayi putra
Pak Partana). Dengan demikian, sementara dapat disimpulkan bahwa
pemakaian tindak tutur komisif berniat karena adanya konteks tuturan yang
mempunyai alasan positif dan adanya tanggapan dengan kesimpulan yang
positif, yang akan memunculkan dan dipergunakannya tindak tuturan komisif
berniat yang positif juga.
Formulasi : tindak tutur komisif berniat positif
+ + +Konteks Alsn K = N
153
4.2.2 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berniat Negatif.
Selain latar belakang pemakaian tindak tutur komisif berniat bahasa
Jawa positif, terdapat juga latar belakang pemakaian tindak tutur komisif
berniat bahasa Jawa negatif. Yang dimaksud tindak tutur komisif beniat negatif
ialah adanya konteks tuturan yang tergolong negatif dan adanya tanggapan
negatif, yang akan memunculkan pemakaian tindak tutur komisif berniat negatif.
Contoh:
(29) Kardimin : Mas Adnan wis sida mundhutMas (sapaan penghormatan pria) Adnan sudah jadi membeli
buku Atlas Anatomi Sobota? Jare kios ebuku Atlas Anatomi Sobota ?. Katanya kios nya (Gent)
Mbak Wid ana. Yen neng Gramedia(sapaan penghormatan wanita) Wid ada. Kalau di Gramedia
larang banget.mahal sekali.
“Mas Adnan sudah jadi membeli buku Atlas AnatomiSobota? Katanya (di) kiosnya mbak Wid ada. Kalau diGramedia (harganya) mahal sekali”.
Adnan : Jane aku arep tuku, ning bareng weruh bukuneSebenarnya saya akan membeli, tetapi ketika melihat bukunya
Aku gela ?saya kecewa.
”Sebenarnya saya akan membeli, tetapi ketika melihatbukunya saya kecewa.”
Kardimin : Gela ngapa Mas?Kecewa mengapa (introgt) mas
“ Mengapa kecewa Mas ?
Adnan : Jane murah, ning bajakan, fotocopi tur reget.Sebenarnya murah, tetapi bajakan, fotocopi lagi pula kotor
Gambar sing kudune warna ya mung katon ireng.Gambar yang seharusnya berwarna ya hanya kelihatan hitam
Pokoke elek banget.Pokoknya jelek sekali
154
“Sebenarnya murah, tetapi bajakan, fotocopi lagi pulakotor. Gambar yang seharusnya berwarna hanya kelihatanhitam. Pokoknya jelek sekali”.
Kardimin : Terus piye Mas ?Terus (Interogt) bagaimana (sapaan kehormatan untuk pria) mas ?
“Terus bagaimana mas ?
Adnan : Barang bajakan, murah aBarang bajakan murah (adj) verba.akt.impert meskipun
ya ora bakal dak tuku.Ya tidak akan props akt.O1tgl beli
Saya berniat akan
“Barang bajakan, meskipun murah tidak akan saya beli”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Kardimin yang selanjutnya disebut (O1). Iaialah mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS Surakarta, dan Adnan yangselanjutnya disebut (O2). Ia juga mahasiswa fakultas Kedokteran UNS.Warna emosi ketika dialog itu dituturkan dalam suasana santai dantidak formal. Maksud atau tujuan tutur dialog ini ialah sebuahpertanyaan (O1) kepada (O2) tentang pembelian kamus AnatomiSobotta. Di dalam dialog ini tidak ada keterlibatan pihak ketiga. Urutanbicara, dialog ini dimulai oleh (O1) dengan menggunakan bahasa Jawaragam ngoko, dan direspon (O2) dengan bahasa Jawa ragam ngokojuga. Bab pokok yang dibicarakan ialah masalah pembelian kamusAnatomi Sobotta yang tidak jadi dilakukan karena kamus itu ternyatabajakan dan jelek. Instrumen yang digunakan dalam dialog ini ialahbahasa Jawa ragam ngoko. Citarasa bahasa yang muncul dalamdialog ini ialah akrab dan tidak formal. Adegan tutur, dialog inidilakukan di kios buku Shopping Center Beringharjo Yogyakarta, padahari Minggu, tanggal 17 Desember 2006, pukul 11.15 (wib). Registeryang dipakai ialah wacana lisan. Aturan atau norma kebahasaan dialogini peserta tutur menggunakan bahasa Jawa ngoko, karena merekamempunyai status sosial sederajat dan sudah sangat akrab.
Peristiwa tutur pada dialog (29) ini dilakukan oleh dua peserta tutur,
yaitu Kardimin (O1) dan Adnan (O2). Dialog ini terjadi ketika Kardimin bertemu
Adnan di kios buku Shopping Center Beringharjo, Yogyakarta pada hari
Minggu, 17 Desember 2006, pukul 11.15. Kardimin dan Adnan, keduanya
sama-sama mahasiswa Fakultas Kedokteran. Tujuan pembicaraan dalam
dialog ini ialah tentang pembelian buku Atlas Anatomi Sobota. Penyataan yang
155
menjadi tujuan pembicaraan dalam konteks dialog itu dapt dilihat pada
kalimat berikut.
(29a) Kardimin : Mas Adnan wis sida mundhutMas (sapaan penghormatan pria) Adnan sudah jadi membeli
buku Atlas Anatomi Sobota? Jare kios ebuku Atlas Anatomi Sobota ?. Katanya kios nya (Gent)
Mbak Wid ana. Yen neng Gramedia(sapaan penghormatan wanita) Wid ada. Kalau di Gramedia
larang banget.mahal sekali.
“Mas Adnan sudah jadi membeli buku Atlas AnatomiSobota? Katanya (di) kiosnya mbak Wid ada. Kalau diGramedia mahal sekali”.
Tujuan pembicaraan di dalam dialog yang terdapat pada (29a) dijelaskan
sebagai bberikut. Penanya pada (29a) ini ialah Kardimin (O1). Tujuan kalimat
itu ialah menanyakan pembelian buku Atlas Anatomi Sobota. Tujuan
pembicaraan itu terlihat pada kalimat Mas Adnan wis sida mundhut buku Atlas
Sobota ? ’Mas Adnan sudah jadi membeli buku Atlas Sobota?’ Dalam dialog
ini, tujuan pembicaraan dapat dijadikan konteks karena ada kelanjutan
pembicaraan yang berkaitan dengan tujuan pembicaraan. Adapun konteks
pembiacaran dialog ini ialah pembelian buku Atlas Anatomi Sobota. Isi
pembicaraan dalam dialog selanjutnya O2 yaitu (Adnan) kecewa melihat
keadaan buku Altas Anatomi itu, kemudian tidak jadi membeli buku Atlas
Anatomi Sobota tersebut. Alasan ia tidak membeli buku Atlas Sobota di kios
Mbak Wid yaitu karena buku yang dijual murah itu ternyata buku bajakan,
fotokopi, kotor, dan gambar yang mestinya berwarna hanya kelihatan hitam.
Alasan ini dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut.
156
(29b) Adnan : Jane aku arep tuku, ning bareng weruh bukuneSebenarnya saya akan membeli, tetapi ketika melihat bukunya
Aku gela ?Saya kecewa.
Kardimin : Gela ngapa masKecewa mengapa (introgt) mas
“ Mengapa kecewa mas ?
Adnan : Jane murah, ning bajakan, fotokopi tur reget.Sebenarnya murah, tetapi bajakan, fotocopi lagi pula kotor
Gambar sing kudune warna ya mung katon ireng.Gambar yang seharusnya berwarna ya hanya kelihatan hitam
Pokoke elek banget.Pokoknya jelek sekali
“ Sebenarnya murah, tetapi bajakan, fotocopi lagi pulakotor. Gambar yang seharusnya berwarna hanya kelihatanhitam. Pokoknya jelek sekali”.
Kalimat-kalimat pada tuturan (29b) itu merupakan alasan negatif karena ada
kekurangan yang menjadikan kekecewaan. Alasan negatif ini akhirnya
berdampak pada kesimpulan untuk tidak melaksakan tindakan (membeli buku
). Untuk hal ini dpat diperksa pada (29c) berikut.
(29c) Adnan : Barang bajakan, murah aBarang bajakan murah (adj) (verba.akt.impert)
meskipun
ya ora bakal dak tuku.Ya tidak akan props akt.O1tgl beli
saya berniat akan
“Barang bajakan, meskipun murah tidak akan sayabeli”.
Kesimpulan tindakan yang akan dilakukan oleh O2 (Adnan) tidak jadi
membeli buku Atlas Anatomi Sobota, karena keadaan barang tersebut
dianggap tidak baik. Dengan demikian kesimpulan dari dialog ini ialah
termasuk negatif. Kesimpulan negatif ini akan memunculkan tindak tutur
komisif berniat yang negatif pula. Tindak tutur komisif negatif itu terlihat pada
kalimat Barang bajakan, muraha ya ora bakal daktuku. “Barang bajakan,
157
meskipun murah tidak akan saya beli’. Klausa ora bakal daktuku ‘tidak akan
saya beli’ menjadi penanda tindak tutur komisif negatif karena terdapat
penolakan dengan ditandai bentuk negatif ora ’tidak’ dan bakal dak tuku ‘akan
saya beli’ ialah tindakan yang belum dilakukan dan akan dilakukan. Dengan
penanda negatif ora ‘tidak’, maka tindakan itu tidak akan dilakukan. Ora bakal
‘tidak akan’ merupakan bentuk berniat negatif. Untuk hal ini diberi istilah tindak
tutur komisif berniat negatif.
Dengan penjelasan di atas, maka tindak tutur komisif berinat negatif
dapat diformulasikan sebagai berikut.
Formulasi 2 Tindak tutur komisif berniat negatif
Penjelasan :
Pemakaian tindak tutur komisif berniat ditunjukkan di dalam konteks
dengan alasan negatif (Alsn -), maka akan muncul kesimpulan yang negatif (K
-) pula. Pemakaian tindak tutur komisif berniat itu tergantung dari konteks yang
mempunyai alasan dan kesimpulan negatif, maka akan muncul tindak tutur
komisif berniat negatif (N-).
Contoh
(30)Yanto : Pilihan Lurah sida tanggal 4 Maret 2007 ta Bu ? TerusPilihan Lurah jadi tanggal 4 Maret 2007 ta Bu ? Lalu
sing arep maju sapa wae ta ? Jareyang akan maju siapa saja ta ? Katanya
Lik Wandi mantan lurah ya(Sapaan untuk paman muda) Wandi mantan lurah ya
arep maju. Apa ya bakal menang pilihan,
_ _ _Konteks Alsn K = N
158
akan maju, apakah ya akan menang pilihan
Dheweke wis dianggep koroptor.Dia sudah dianggap koroptor.
“Pilihan Lurah jadi tanggal 4 Maret 2007 ta Bu? Lalu yangakan maju siapa saja ? Katanya Lik Wandi mantan lurahakan maju. Apakah ya akan menang pilihan. Dia sudahdianggap koroptor”.
Warih : Ya tanggal 4 Maret 2007. LikYa tanggal 4 Maret 2006. (Sapaan untuk panam muda)
Wandi sida maju, nadyan jeneng eWandijadi maju, meskipun nama (Substitusi O3 tunggal)nya
wis hancur merga ora beres. Ngapusi proyeksudah hancur karena tidak beres Menipu proyek
listrik wingi.listrik kemarin
“Ya tanggal 4 Maret 2007. Lik Wandi jadi maju, meskipunnamanya sudak rusak karena tidak beres. Menipu proyeklistrik kemarin”.
Yanto : Ngapa ta prekara listrik ?(interogt) Mengapa partk perkara listrik ?
“Mengapa perkara listrik ?
Warih : Lemah rakyat sing kena proyek listrik dhuwit eTanah rakyat yang kena proyek listrik uang nya
rak akeh sing dipotongi sakarepe, jarene(partk) banyak yang dipotong semaunya, katanya
arep dinggo mbangun masjid. E dhuwit eakan dipakai membangun masjid. Partk uang nya
dinggo rabi maneh karo randha sing duwedipakai kawin lagi dengan janda yang punya
toko material kidul pasar Jongke. Apa kaya ngonotoko material selatan pasar Jongke. Apa seperti itu
ya arep dipilih. Dheweke ngapusi rakyat. Wingiya akan dipilih. Dia menipu rakyat. Kemarin
didemo wong sak Kelurahan. Akeh lhodidemo (demontrasi) orang se Kalurahan. Banyak (partk)
Yan dhuwit sing dikoropsi Wandi(Sapaan singkat Yanto) uang yang dikoropsi Wandi
kira-kira Rp 950 an juta.kira-kira Rp 950 an juta.
“Tanah rakyat yang kena proyek listrik uangnya banyakyang dipotong semaunya, katanya akan dipakai untuk
159
membangun masjid. E uangnya untuk kawin lagi denganjanda yang punya toko matrial di selatan pasar Jongke.Apakah seperti itu akan dipilih. Dia menipu rakyat.Kemarin didemo orang se-Kelurahan. Banyak Yan uangyang dikoropsi Wandi kira-kira Rp 950an juta”.
Yanto : Yen ngono, dheweke ora bisa diconto.Kalau begitu, dia tidak dapat dicontoh.
Aku diweneh anaSaya diberi (imperative pasif objektif) meskipun
apa wae Lik Wandi ora arep dakpilih.apa saja Lik Wandi tidak akan props.akt.O1tgl pilih.
Saya berniat akan
“Kalau begitu, dia tidak dapat dicontoh. Meskipun diberiapa saja (dari) Lik Wandi tidak akan saya pilih”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Yanto yang selanjutnyandisebut (O1) dan Warih yang selanjutnya disebut (O2). (O1) ialahkeponakan (O2) yang tinggal di kampung Pringgolayan, KalurahanTipes, Kecamatan Serengan, Kodia Surakarta. (O2) ialah pemilikwarung Soto di pasar Jongke, Kecamatan Lawiyan, Kodia Surakarta.Warna emosi ketika diakog ini dituturkan terlihat santai, karena isipembicaraan hal yang serius, maka suasana emosi sedikit terbawamenjadi serius juga. Maksud atau tujuan tuturan dialog ini ialahmasalah Wandi mantan Lurah yang akan kembali maju di pemilihanLurah periode berikutnya. Urutan bicara (O1) mendahului bertuturdengan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko, dan direspon (O2)dengan bahasa Jawa ragam ngoko juga. Hal ini menunjukkankeakraban peserta tutur. Bab pokok pembicaraan ialah pemilihanLurah. Instrumen yang digunakan ialah dengan bahasa Jawa ragamngoko. Citarasa bahasa yang muncul ialah serius dan agak formal.Adegan tutur, dialog ini terjadi di warung soto milik Bu Warih di pasarJongke, Lawiyan, Surakarta, pada hari Minggu, tanggal 24 Desenber2006 pukul 09.13. Register yang dipakai ialah wacana lisan. Aturanatau norma kebahasaan khas yang dipakai ialah bahasa Jawa ragamngoko, sehingga terlihat keakraban peserta tutur.
Dialog (30) merupakan data yang dicatat dari sebuah warung soto di
dekat pasar Jongke Surakarta, pada hari Minggu, tanggal 24 Desember 2006,
pukul 09. 13. Peserta dialog pada (30) yaitu Yanto dan Bu Warih. Yanto
adalah kemenakan Bu Warih. Bu Warih adalah orang yang mempunyai
warung soto. Saluran komunikasi yang digunakan ialah bahasa Jawa ragam
ngoko dan berbentuk lisan. Konteks dalam dialog itu ialah tentang pemilihan
160
Lurah di desa asal kedua pembicara (Pedan, Klaten). Tujuan pembicaraan
ialah masalah colon Lurah yang akan maju dalam pemilihan lurah pada
tanggal 4 Maret 2007. Konteks itu terdapat pada kalimat-kalimat dalam dialog
berikut.
(30a) Yanto : Pilihan Lurah sida tanggal 4 Maret 2007 ta Bu ? TerusPilihan Lurah jadi tanggal 4 Maret 2007 ta Bu ? Lalu
sing arep maju sapa wae ta ?yang akan maju siapa saja ta ?
“Pilihan Lurah jadi tanggal 4 Maret 2007 ta Bu? Lalu yangakan maju siapa saja ?
Konteks dialog ini terletak pada kalimat pertama (30a) Pilihan Lurah
sida tanggal 4 Maret 2007 ta Bu ? “Pemilihan Lurah jadi tanggal 4 Maret 2007
ta Bu”. Kalimat itu dianggap menjadi penanda konteks karena dialog antara
Yanto dan Warih berisi masalah pemilihan Lurah.
Tujuan pembicaraan yaitu tentang siapa saja yang akan maju untuk ikut
dalam pemilihan Lurah. Tujuan pemicaraan tersebut dapat dilihat pada
kalimat-kalimat berikut.
(30b) Warih : Ya tanggal 4 Maret 2007. LikYa tanggal 4 Maret 2006. (Sapaan untuk panam muda)
Wandi sida maju, nadyan jeneng eWandi jadi maju, meskipun nama (Substitusi pronominaO3tunggal)nya
wis remuk merga ora beres. Ngapusi proyek listriksudah hancur karena tidak beres menipu proyek listrik
wingi.kemarin
“Ya tanggal 4 Maret 2007. Lik Wandi jadi maju,meskipun namanya sudak rusak karena tidak beres.Kemarin menipu proyek Listrik”.
161
Pada kalimat kedua dan ketiga (30b) Lik Wandi sida maju, nadyan jenenge wis
remuk amarga ora beres. Ngapusi proyek listrik wingi. ’Lik Wandi jadi maju,
meskipun namanya sudak rusak karena tidak beres. Menipu proyek Listrik
kemarin’. Kata maju ‘maju’ yang dimaksud di sini ialah maju mencalonkan
menjadi Lurah.
Alasan yang terdapat di dalam dialog tersebut termasuk alasan
negatif. Hal ini terlihat pada pernyataan tentang penilaian terhadap colon
Lurah, yaitu Lik Wandi yang dituduh menipu rakyat pada proyek listrik. Selain
dituduh sebagai penipu, juga dituduh sebagai koruptor yang uangnya dipakai
untuk kawin lagi. Pernyataan sebagai alasan negatif dapat dilihat pada (30c)
berikut.
(30c) Warih : Lemah rakyat sing kena proyek listrik dhuwit eTanah rakyat yang kena proyek listrik uang nya
rak akeh sing dipotongi sakarepe, jarene(partk) banyak yang dipotong semaunya, katanya
arep dinggo mbangun masjid. E dhuwit eakan dipakai membangun masjid. (Partk) uang nya
dinggo rabi maneh karo randha sing duwedipakai kawin lagi dengan janda yang punya
toko material kidul pasar Jongke. Apa kaya ngonotoko material selatan pasar Jongke. Apa seperti itu
ya arep dipilih. Dheweke ngapusi rakyat. Wingiya akan dipilih. Dia menipu rakyat. Kemarin
didemo wong sak Kelurahan. Akeh lhodidemo (demontrasi) orang se Kalurahan. Banyak (partk)
Yan dhuwit sing dikoropsi Wandi(Sapaan singkat Yanto) uang yang dikoropsi Wand
kira-kira Rp 950 an juta.kira-kira Rp 950 an juta.
“Tanah rakyat yang kena proyek listrik uangnyabanyak yang dipotong semaunya, katanya akan dipakaiuntuk membangun masjid. E uangnya untuk kawin lagidengan janda yang punya toko material di selatan pasarJongke. Apakah seperti itu akan dipilih. Dia menipu
162
rakyat. Kemarin didemo orang se-Kelurahan. Yanbanyak uang yang dikoropsi Wandi kira-kira Rp 950anjuta”.
Isi penyataan pada (30c) yaitu pernyataan negatif tentang calon
Lurah (Lik Wandi). Oleh karena itu, dengan alasan tersebut, isi pernyataan
(30c) itu tergolong alasan negatif (Alsn -). Alasan negatif itu memungkinkan
munculnya kesimpulan yang negatif (K-) pula. Pada (30) dapat dilihat
kemunculan kalimat yang merupakan kesimpulan negatif (K-) seperti berikut.
(30d) Yanto : Yen ngono, dheweke ora bisa diconto.Kalau begitu, dia tidak dapat dicontoh.
Aku di weneh anaSaya (pasif) di beri (imperative pasif objektif) meskipun
apa wae Lik Wandi ora arep dakpilih.apa saja Lik Wandi tidak akan saya pilih.
“Kalau begitu, dia tidak dapat dicontoh. Meskipundiberi apa saja Lik Wandi tidak akan saya pilih”.
Kesimpulan negatif (K-) terlihat pada kalimat pertama (30d), yaitu Yen ngono
dheweke ora bisa diconto. ”Kalau begitu dia tak dapat dicontoh”. Yang
dimaksud dheweke ‘dia’ dalam kalimat ini ialah Lik Wandi (calon Lurah).
Konstruksi dialog dalam tindak tutur komisif berniat yang terdiri atas
alasan negatif (Alsn -) dan kesimpulan negatif (K -) akan memunculkan
pemakaian tindak tutur komisif berniat negatif (N -). Contoh hal ini terlihat pada
kalimat kedua (30d) yaitu Aku diwenehana apa wae, Lik Wandi ora arep
dakpilih ’Meskipun diberi apa saja, Lik Wandi tidak akan saya pilih’. Bentuk
negatif pada tindak tutur komisif berniat di sini ditandai dengan ora ‘tidak’.
Dengan demikian tindak tutur komisif berniat disebut tindak tutur komisif
berniat negatif.
163
Dengan penjelasan di atas, tindak tutur komisif berinat negatif dapat
diformulasikan sebagai berikut.
Formula 2 Tindak tutur komisif berniat negatif.
Penjelasan
Pemakaian tindak tutur komisif berniat bahasa Jawa yang ditunjukkan di
dalam konteks dengan alasan negatif (Alsn -) akan muncul kesimpulan yang
negatif (K -) pula. Pemakaian tindak tutur komisif berniat itu tergantung pada
konteks yang mempunyai alasan dan kesimpulan negatif, yang akan
memunculkan tindak tutur komisif berniat negatif (N-), yang ditandai dengan
kalimat propositif negatif.
Pemakaian tindak tutur komisif positif dan negatif memiliki variasi
lain yang didasarkan pada konteks dengan alasan, kesimpulan, dan
kemunculan pemakaian kalimat propositif untuk menyatakan tindak tutur
komisif berniat.
Contoh:
(31) O1 : Mas menda niki(Sapaan kehormatan untuk pria) kambing ini
mawon taksih enem, tur lumayan ageng.saja masih muda lagi pula lumayan besar
Regine nggih boten larang,Harganya (bentuk pendek dari inggih) ya tidak mahal,
niki ingon dhewe.ini memeliharaan sendiri
Cekap kangge korban.Cukup untuk korban.
_ _ _Konteks Alsn K = N
164
“Mas, kambing ini saja masih muda, lagi pula lumayanbesar. Harganya ya tidak mahal, ini memeliharaansendiri. Cukup untuk korban”.
O2 : Ya apik Pak, katon sehat, ning kuru. Yen nggo kurbanYa baik Pak, kelihatan sehat, tetapi kurus. Jika untuk kurban
daginge sihik.dagingnya sedikit
“Ya baik Pak, kelihatan sehat, tetapi kurus. Jika untukkurban dagingnya sedikit”.
O1 : Kaya ngene kok kera ta Mas!Seperti ini Partk kurus Partk panggilan
“Seperti ini kurus Mas!
O2 : Regine pinten Pak ?harganya berapa Pak ?
“Harganya berapa Pak?”
O1 : Diparingi wolu seket mawon. Nika lhediberi delapan limapuluh saja itu Partk
menda sing ireng dugi sanga setengah.kambing yang hitam sampai sembilan setengah
“Diberi (dibeli) delapan puluh (delapan puluh ribu rupiah)saja. Itu kambing yang hitam (harganya) sampai sembilansetengah (sembilan puluh lima ribu rupiah”.
O2 : Pak menda niki wis kuru, larang.Pak kambing ini sudah kurus, mahal
Emoh, ora arep dak tukuTidak mau, tidak akan props.akt.O1tgl beli
Saya berniat akan
kelarangen.terlalu mahal
“Pak kambing ini sudah kurus, (harganya) mahal. Sayatidak mau, tidak akan saya beli (harganya terlalu mahal”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh pedagang kambing yangselanjutnya disebut (O1), dan calon pembeli kambing, yang selanjutnyadisebut (O2). Warna emosi yang tampak pada dialog itu terasa sangatsantai, tidak begitu formal. Maksud atau tujuan pembicaraan dialog iniialah tentang jual beli kambing untuk hewan qurban. Tidak adaketerlibatan pihak ketiga. Urutan bicara dalam dialog ini dimulai oleh(O1) dengan menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2).(O2) memberi respon dengan menggunakan bahasa Jawa ragamngoko. Bab pokok yang dibicarakan ialah jual-beli kambing untukhewan qurban, Dialog ini menggunakan instrumen bahasa Jawa ragam
165
krama dan ngoko. Citarasa bahasa dialog ini terkesan akrab, walaupuntetap ada jarak. Adegan tutur, dialog dilakukan di pasar hewan Klaten,pada hari kamis,tanggal 9 Desember 2006, pukul 09 (wib). Aturan ataunorma kebahasaan dengan menggunakan bahasa Jawa ragam kramadan ngoko yang dapat menunjukkan tingkat sosial penuturnya.
Data (31) ialah sebuah dialog antara pedagang kambing dan calon
pembelinya. Dialog itu terjadi dipinggir jalan Yogya – Solo (di pasar hewan
Klaten). Dialog tersebut terjadi pada hari Kamis, tanggal 19 Desember 2006,
pukul 09.00 (wib). Konteks dalam dialog ini ialah perdagangan kambing
menjelang Hari Raya Qurban (Idul Adha). Tujuan pembicaraan yaitu
penawaran kambing untuk Qurban. O1 (penjual kambing) memberikan alasan
bahwa kambingnya sehat, besar, muda, harganya murah, dan cukup untuk
Qurban. Alasan ini dapat diperiksa pada (31a) berikut.
(31a) O1 : Mas menda niki(Sapaan kehormatan untuk pria) kambing ini
mawon taksih enem, tur lumayan ageng.saja masih muda lagi pula lumayan besar
Regine nggih boten larang,Harganya (bentuk pendek dari inggih) ya tidak mahal,
niki ingon dhewe.ini memeliharaan sendiri
Cekap kangge qorban.Cukup untuk qorban.
“Mas, kambing ini saja masih muda, lagi pula lumayanbesar. Harganya ya tidak mahal, ini memeliharaansendiri. Cukup untuk qorban”.
Data (31a) merupakan bentuk penawaran yang selalu menunjukkan
alasan yang positif. Barang yang ditawarkan dikatakan tidak ada
kekurangannya. Dengan demikian, alasan dalam dialog ini termasuk alasan
positif (Alsn +). Lain halnya dengan O2 (calon pembeli) yang akan memberikan
penilaian terhadap barang yang beralasan positif itu. Calon pembeli akan
166
selalu mencari kelemahan dan memberikan kesimpulan untuk jadi membeli
atau tidak. Tuturan dalam dialog (5) terdapat kalimat yang menunjukkan
penilaian terhadap barang dagangan (kambing) yang ditawarkan oleh O1,
seperti pada tuturan (31b) berikut.
(31b) O2 : Ya apik Pak, katon sehat, ning kuru. Yen nggo qurbanYa baik Pak, kelihatan sehat, tetapi kurus. Jika untuk kurban
daginge sihik.dagingnya sedikit
“Ya baik Pak, kelihatan sehat, tetapi kurus. Jika untukqurban dagingnya sedikit”.
Penilaian yang disampaikan oleh O2 menunjukkan kekurangan, yaitu bahwa
kambing itu, walapun sehat, tetapi kurus. Akibatnya, jika untuk qurban,
dagingnya hanya sedikit. Demikian juga, harga kambing itu dinilai mahal,
seperti terlihat pada tuturan (31c) berikut.
(31c) O2 : Regine pinten Pak ?harganya berapa Pak ?
“Harganya berapa Pak?”O1 : Diparingi wolu seket mawon. Nika lhe
diberi delapan limapuluh saja itu Partk
menda sing ireng dugi sanga setengah.kambing yang hitam sampai sembilan setengah
“Diberi delapan puluh saja. Itu kambing yang hitamsampai sembilan setengah”.
O2 : Pak menda niki wis kuru, larang.Pak kambing ini sudah kurus, mahal
“Pak kambing ini sudah kurus, mahal”.
Pada (31c) yang dimaksud diparingi ‘diberi’ ialah menunjuk pada pengertian
harga kata wolu seket ‘delapan lima puluh’ bermakna ’delapan ratus lima
puluh ribu rupiah’, kata sanga setengah ‘sembilan setengah’ bermakna
’sembilan ratus lima puluh ribu rupiah’. Nilai-nilai angka tersebut merupakan
167
harga kambing. Dengan memperhatikan keadaan kambing dan harganya, O2
memberikan kesimpulan bahwa kambing itu kurus dan mahal. Hal ini
terungkap pada kalimat Pak menda niki wis kuru, larang. “Pak kambing ini
sudah kurus, (harganya) mahal”. Memperhatikan kesimpulan O2 yang menilai
kambing kurang baik, maka dapat dikatakan bahwa peristiwa tutur dalam
dialog ini berkesimpulan negatif (K- ).
Implikasi dari kesimpulan yang negatif (K-) ini ialah munculnya
tuturan komisif berniat ngetif seperti pada kalimat (31d) berikut.
(31d ) O2 : Emoh, ora arep dak tuku kelarangen.Tidak mau, tidak akan (props.akt. O1)saya beli terlalu mahal
“Saya tidak mau, tidak akan saya beli (harganya) terlalumahal”.
Tindak tutur komisif berniat negatif tercermin pada kalimat (31d) yang terdapat
unsur penolakan ora ‘tidak’ yang mengikuti bentuk propositif aktif O1 tunggal
bermakna akan melakukan tindakan . Sehubungan dengan itu, tuturan ora
arep dak tuku ‘tidak akan saya beli’ merupakan tindak tutur komisif berniat
negatif (N-).
Contoh dialog (31) tersebut mempunyai unsur alasan positif (Alsn +),
kesimpulan negatif (K-), dan Tindak tutur komisif berniat negatif (N-)
Dengan penjelasan di atas, tindak tutur komisif berinat negatif
dapat diformulasikan sebagai berikut.
Konteks + _ _Alsn K = N
168
Formulasi 3: Tindak tutur komisif beniat (Als + K- = N-)
Penjelasan
Pemakaian tindak tutur komisif berniat bahasa Jawa yang ditunjukkan di
dalam konteks dengan alasan positif (Alsn +), kesimpulan negatif (K -), akan
memunculkan pemakaian tindak tutur komisif berniat negatif (N-).
Contoh :(32) O1 : Mas aku sida pundhut
(Sapaan kehormatan/kerabat yang lebih tua)Mas beli
na sepedha ya. Sepedhane aja kaya(imperetif.pasif) kan sepeda ya Sepedanya jangan seperti
sing abang kae, kedhuwuren, tur ora ana bele.yang merah itu, terlalu tinggi, lagipula tidak ada belnya.
Aku wis juara matematika naSaya sudah juara matematika (bentuk pendek ana) di
kelas 3C lho Mas.kelas 3C partk (sapaan pria dewasa)
“Mas belikan sepeda. Sepedanya jangan seperti yangmerah, terlalu tinggi, lagi pula tidak ada belnya. Sayasudah juara matematika di kelas 3C mas”.
O2 : Yen sing biru kuwi arep ora ?Kalau yang biru itu mau tidak ?
“Kalau yang biru itu mau tidak ?.
O1 : Gire kok ora tumpuk mung siji, rime ora cakram.Girnya partk tidak susun hanya satu, remnya tidak cakram
Pokoke yen elek aku emoh lho Mas.Pokoknya kalau jelek aku tidak mau partk. lho (sapaan pria)mas
“Girnya kok tidak bersusun hanya satu, remnya tidakcakram. Pokoknya kalau jelek aku tidak mau Mas”.
O2 : Le, sing biru rada cendhek, luwih apik.(Sapaan Pria kecil) Le, yang biru agak pendek, lebih baik
Poroke ana pire, rime ya cakram, dhalanganePoroknya ada pernya, rinya ya cakram, dalangannya (kerangkanya)
gepeng luwih rosa, bele antik. Pas nggo kowepipih lebih kuat, belnya antik. Tepat untuk kamu
169
Le, iki wae ya.(sapaan pria kecil) Le, ini saja partk.
“Le, yang biru agak pendek, lebih baik. Poroknya adapernya, remnya cakram, dalangan (kerangka)nya gepenglebih kuat, belnya antik. Tepat untuk kamu Le, ini saja ya”.
01 : YaYa
“ya”.
02 : Pancen niat ku tak pundhut ake sepedhaMemang niat saya props psf. O1 tgl. beli kan sepeda
Saya berniat akan
ki minangka hadiah mu juara(bentuk pendek iki) ini sebagai hadiah klitika juara
kelas.kelas.“
“Memang niat saya akan saya membelikan sepeda ini sebagaihadiah kamu juara kelas”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan O1 dan O2 di pasarNgasem Yogyakarta. (O1) yang sudah juara Matematikadi kelasnya. Warna emosi ketika dialog itu dituturkan dalamkeadaan santai dan akrab. Maksud atau tujuan pembicaraanialah (O1) minta dibelikan sepeda. Tidak ada keterlibatan (O3)dalam dialog ini. Urutan bicara, dialog ini dimulai dari (O1)dengan membuka percakapan dengan menggunakan bahasaJawa ragam ngoko kepada (O2), dan (O2) meresponnyadengan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko juga. Babyang dibicarakan ialah masalah pembelian sepeda untukhadiah jura matematika. Instrumen yang digunakan ialahbahasa Jawa ragam ngoko. Citarasa bahasa ketika dialog itudituturkan terasa akrab dan tidak tegang. Adegan tutur, dialogini dituturkan di pasar Ngasen Yogyakarta, hari Sabtu, tanggal6 Januari 2007, pukul 13.00 (wib). Register dialog ini ialahwacana lisan. Aturan kebahasaan yang khas ialah penggunaanragam bahasa Jawa ngoko bagi peserta tutur.
Dialog (32) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di lingkungan
pasar sepeda. Peristiwa tutur ini terjadi di pasar Ngasem Yogyakarta pada hari
170
Sabtu, 6 Januari 2007 pukul 13.00 (wib). Konteks dalam dialog ini ialah
pembelian sepeda. Calon pembeli O1 meminta sepeda dengan kriteria jika
sepeda itu jelek, (rem tidak cakram, bel tidak antik, dan girnya tidak bersusun),
(O1) tidak mau menerima, seperti dalam kalimat (6a) berikut.
(32a) O1 : Gire kok ora tumpuk mung siji, reme ora cakram.Girnya partk tidak susun hanya satu, remnya tidak cakram
Pokoke yen elek aku emoh lho Mas.Pokoknya kalau jelek aku tidak mau partk. lho (sapaan pria)Mas
“Girnya tidak bersusun hanya satu, remnya tidak cakram.Pokoknya kalau jelek saya tidak mau Mas”.
Calon pembeli (O1) beralasan bahwa sepeda yang girnya tidak bersusun,
remnya tidak cakram dianggap jelek. Kesimpulan, kriteria sepeda yang tidak
memenuhi permintaan dianggap jelek dan (O1) tidak mau menerima.
Pernyataan ini terlihat pada kalimat Pokoke yen elek aku emoh lho Mas.
’Pokoknya kalau jelek aku tidak mau Mas’. Pernyataan (O1) ini dapat dianggap
sebagai alasan negatif (Alsn -) Pihak O2 menganggap bahwa sepeda yang
ditawarkan memberikan kesimpulan sebagai sepeda baik, seperti dalam
kalimat (32b) berikut.
(32b) O2 : Le, sing biru rada cendhek, luwih apik.(Sapaan Pria kecil) Le, yang biru agak pendek, lebih baik
Poroke ana pire, rime ya cakram, dhalanganePoroknya ada pernya, rinya ya cakram, dalangannya (kerangkanya)
gepeng luwih rosa, bele antik. Pas nggo kowepipih lebih kuat, belnya antik. Tepat untuk kamu
Le, iki wae ya.(sapaan pria kecil) le, ini saja partk.
“Le, yang biru agak pendek, lebih baik. Poroknya adapernya, remnya cakram, dalangan (kerangka)nya gepenglebih kuat, belnya antik. Tepat untuk kamu Le, ini saja”.
171
Dengan memperhatikan tuturan (32b), dialog itu O2 berkesimpulan positif,
karena dapat menujukkan kelebihan sepeda yang akan dibeli. Selanjutnya O1
menyetujuinya dengan pernyataan ya ‘ya’. Dengan pernyataan (32b), dialog ini
berkesimpulan positif (K+).
Setelah memperhatikan dialog (32), dapat diketahui konteks yang
jelas yaitu tentang pembelian sepeda sebagai hadiah kejuaraan matematika.
Pada pembicaraan itu dilakukan oleh O1 dan O2 ditemukan alasan negatif
(Alsn -) tercermin pada (32a) dan kesimpulan positif (K+) pada (32b). Dengan
memperhatikan kalimat akhir pada dialog ini ditemukan kalimat yang
merupakan tindak tutur berniat positif. Hal itu dikatakan positif karena tindak
tutur komisif berniat itu akan melakukan tindakan (membeli sepeda) dan
tindakan itu belum dilakukan. Tindakan itu akan dilakukan pada masa
“sekarang – yang akan datang”, hal ini dapat ditandai dengan (N+).
Dengan penjelasan di atas, dapat dibuatkan formulasi pemakaian
tindak tutur komisif berniat, yaitu sebagai berikut.
Formulasi 4: Tindak tutur komisif berniat (Als - K+ =N+)
Penjelasan
Pemakaian tindak tutur komisif berniat walaupun ditemukan alasan negatif,
tetapi diikuti kesimpulan yang positif maka tindak tutur komisif berniat yang
muncul ialah tindak tutur komisif berniat positif.
- + +Konteks Alsn K = N
172
4.3 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berjanji
Tindak tutur komisif berjanji merupakan suatu tindakan yang dituturkan
oleh penutur kepada lawan tutur tentang kesediannya akan berbuat sesuatu
atau menuturkan janji. Tindakan dalam tindak tutur komisif berjanji belum
dilakukan,dan akan dilakukan pada masa “sekarang - yang akan datang”.
Dalam melakukannya didasarkan atas suatu keadaan yang mendesak
penutur untuk mengucapkan janji agar lawan tutur mempunyai kepercayaan
kepada penutur. Bentuk tindak tutur berjanji ditandai dengan tuturan "tenan"
'sungguh', sedangkan dalam bentuk krama "saestu" 'sungguh'. Di samping itu,
juga ditandai dengan bentuk tuturan sejenis di atas yang secara eksplisit
menyatakan tindak tutur berjanji.
4.3.1 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berjanji (O2 Tak Percaya)
Tindak tutur komisif berjanji di dalamnya terdapat unsur kepercayaan
dan ketidakpercayaan antara peserta tutur. Unsur kepercayaan atau
ketidakpercayaan itu tampak pada tanggapan (O2). Selanjutnya (O1) akan
menggunakan tindak tutur komisif berjanji disertai pemantapan janji.
Contoh:
(33) Fajar : Pari kidul Ngadisari kae wis kuning durung Mas Rodli ?Padi selatan Ngadisari itu sudah kuning belum Mas Rodli ?
“Padi (sebelah ) selatan Ngadisari itu sudah kuning belumMas Rodli ?.
Rodli : Wis yake, aku seminggu ora niliki. JareSudah kiranya saya seminggu tidak menengok. Katanya
sisih kidul pangan tikus. Pari nggon kusebelah selatan dimakan tikus. Padi tempat Gent
173
kae tekan pira ya Bud ?milik saya itu sampai (harganya) berapa ya Bud ?.
”Sudah kiranya, saya seminggu tidak menengok. Katanyasebelah selatan dimakan tikus. Padi milik saya sampai(harganya) berapa ya Bud?.
Fajar : Murah Mas, saiki panenan akeh sing pangan tikus.Murah Mas, sekarang panenan banyak yang dimakan tikus.
”Murah Mas, panenan sekarang banyak yang makan tikus”.
Rodli : Nggonku kae kowe wani pira ?Tempatku (padiku) itu kamu berani berapa ?
”Tempatku (padiku) itu kamu berani (membeli) berapa ?.
Fajar : Mas aku mau wis nonton, sisih kidul dipangan tikus.Mas saya tadi sudah melihat, sebelah selatan dimakan tikus.
Aku mung wani telulas. Piye mas ?Saya hanya berani (membeli) tigabelas. Bagaimana Mas ?
”Mas tadi saya sudah melihat, sebelah selatan dimakan tikus.Saya hanya berani (membeli) tigabelas (maksudnya satu jutatiga ratus ribu rupiah). Bagaimana Mas ?.
Rodli : Ya wis ra papa.Ya sudah (bentukpendek ora) tidak (bentuk pendek apa-apa)apa-apa.
Kapan mbayare ?. Aja suwe-suwe lho, mengkoKapan membeyarnya ? Jangan lama-lama prtk., nanti
kaya dekemben.seperti dahulu.
”Ya sudah tidak apa-apa. Kapan membayarnya ?. Janganlama-lama lho, nanti seperti dahulu”.
Fajar : Tenan Mas, Minggu dak ter i, ajaSungguh Mas, Minggu props.psf. O1 tgl antar, psf jangan
Saya berniat akan
sumelang.khawatir.
” Sungguh Mas, Minggu akan saya antar, jangan khawatir”.
Konteks: Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Fajar, yang selanjutnyadisebut (O1) dan Rodli yang selanjutnya disebut (O2). (O1) ialah seorangpembeli padi di sawah ketika belum dipotong.(tukang tebas). Warnaemosi ketika dialog itu berlangsung dalam keadaan santai dan tidakbegitu formal. Maksud atau tujuan tuturan yaitu (O2) menawarkan padiuntuk dibeli (O1), tetapi pembayarannya jangan sampai terlambat. Tidakada keterlibatan (O3) dalam dialog ini. Urutan bicara dimulai (O1) dengan
174
menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko, kemudian direspon (O2)dengan ragam ngoko juga. Hal pokok yang dibicarakan ialah jual belipadi di sawah. Instrumen yang digunakan ialah bahasa Jawa lisan ragamngoko. Citarasa bahasa dialog ini terasa akrab dan santai. Adegan tutur,dialog ini terjadi di kampung Ngadisari, Desa Mrisen, KecamatanJuwiring, Kabupaten Klaten, pada hari Minggu, 7Januari 2007, pukul13.35 (wib). Register yang digunakan ialah register wacana lisan. Aturankebahasaan khusus peserta tutur saling menggunakan bahasa Jawalisan ragam ngoko untuk menunjukkan keakraban di antara keduanya.
Dialog (33) dilakukan oleh Fajar dan Rodli. Fajar berposisi sebagai
pembeli padi dan masih tetangga Rodli, pemilik padi. Dialog ini terjadi di
kampung Ngadisari, Desa Mrisen, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten (di
pinggir jalan Yogyakarta – Surakarta) pada hari Minggu, tanggal 7 Januari
2007 pukul 13.35 (wib). Konteks pada dialog itu ialah masalah transaksi jual-
beli padi. Tujuan pembicaraan dalam dialog itu yaitu O2 (Rodli) akan menjual
hasil penen padi kepada tukang tebas padi (pembeli padi). Konteks dialog ini
dapat dilihat pada penggalan dialog berwujud kalimat (33a) berikut.
(33a ) Rodli : Wis yake, aku seminggu ora niliki. JareSudah kiranya saya seminggu tidak menengok. Katanya
sisih kidul pangan tikus. Pari nggon kusebelah selatan dimakan tikus. Padi tempat Gent (saya )
kae tekan pira ya Jar ?.milik saya itu sampai (harganya) berapa ya Jar?.
”Sudah kiranya, saya seminggu tidak menengok. Katanyasebelah selatan dimakan tikus. Padi milik saya laku(harganya) berapa ya Jar?.
Pada kalimat Pari nggonku kae tekan pira ya Jar ?. ” Padi milik saya laku
(harganya) berapa ya Jar?”. Pada bentuk tekan pira ’laku berapa’ yang
dimaksud ialah harga padi. Konteks pembicaan dialog ini ialah masalah jual-
beli hasil panen padi. Selanjutnya O2 (Readli) mengajukan penawaran untuk
membeli padi dengan mengatakan seperti pada penuturan (33b) berikut.
175
(33b) Fajar : Mas aku mau wis nonton, sisih kidul dipangan tikus.Mas saya tadi sudah melihat, sebelah selatan dimakan tikus.
Aku mung wani telulas. Piye mas ?Saya hanya berani (membeli seharga) tigabelas. Bagaimana Mas ?
”Mas tadi saya sudah melihat, sebelah selatan dimakantikus. Saya hanya berani (membeli seharga) tigabelas(maksudnya satu juta tiga ratus ribu rupiah). BagaimanaMas ?.
Kalimat kedua(33b) Aku mung wani Ø telulas. Piye mas ?
Saya hanya berani tigabelas. Bagaimana Mas ?
”Saya hanya berani (membeli) tigabelas (maksudnya satu jutatiga ratus ribu rupiah). Bagaimana Mas ?.
Kalimat ini terdapat unsur yang dilesapkan (Ø). Kalimat lengkapnya ialah Aku
mung wani nuku telulas. ’Saya hanya berani membeli tigabelas’. O2
menawar padi dengan harga satu juta tiga ratus ribu rupiah, dan oleh O1 padi
itu diberikan seperti pada kalimat (33c) berikut.
(33c) Ya wis ra papa.Ya sudah (bentukpendek ora) tidak (bentuk pendek apa-apa)
apa-apa.
Kapan mbayare ?.Kapan membayarnya ?
”Ya sudah tidak apa-apa. Kapan membayarnya ?.
Pernyataan ini merupakan bentuk kesimpulan positif (K+) dari konteks jual beli
padi. Masalah waktu pembayaran O1 mempunyai pengalaman yang
mengecewakan yang dialami sebelumnya. Pengalaman itu tergambar pada
kalimat (33d) berikut.
(33d) Aja suwe-suwe lho, mengko kaya dekemben.Jangan lama-lama prtk. Lho, nanti seperti dahulu.
Jangan lama-lama lho, nanti seperti dahulu”.
Kalimat (33d) mencerminkan maksud ketidakpercayaan O1 terhadap O2,
yaitu masalah waktu pembayaran pembelian padi sebelumnya. Pernyataan
176
ini merupakan alasan negatif (Als-). O2 kemudian mengingatkan O1
pembayaran padi jangan terlalu lama, yang dinyatakan pada kalimat Aja
suwe-suwe lho. ”Jangan terlalu lama lho”. Selanjutnya, O1 memberikan reaksi
atas pernyataan-pernyataan O2 dengan memberikan kesanggupan berupa
janji yang akan dilakukan, seperti terlihat pada kalimat (33e) berikut.
(33e) Tenan Mas, Minggu dak teri, ajaSungguh Mas, Minggu props.akt. O1 akan saya antar, jangan
sumelang.khawatir.
” Sungguh Mas, Minggu akan saya antar, jangan khawatir”.
Pada kalimat (33e) terdapat unsur yang dilesapkan (Ø) dan letak bentuk yang
lesap itu dapat dilihat pada (33f) berikut.
(33f) Tenan Mas, Minggu dak teri Ø , ajaSungguh Mas, Minggu props. psf O1tgl antar, jangan
Saya berniat akan
sumelang Ø .khawatir.
” Sungguh Mas, Minggu akan saya antar Ø , jangan khawatir Ø”.
Kalimat (33f) dapat dikembalikan kepada bentuk lengkapnya seperti pada
kalimat (33g) berikut.
(33g) Tenan Mas, Minggu dak teri dhuwit , ajaSungguh Mas, Minggu props.akt. O1 akan saya antar uang jangan
sumelang yen ora dibayar.khawatir. kalau tidak dibayar
” Sungguh Mas, Minggu akan saya antar uang , jangan khawatirkalau tidak dibayar”.
Kata tenan ’sungguh’ merupakan penanda bentuk tindak tutur komisif berjanji
yang akan dilakukan pada masa ’sekarang – yang akan datang, dan saat
berjanji itu tindakan belum dilakukan. Pada data (33) ini O1 akan melakukan
tindakan seperti yang terdapat pada bentuk (33g) Minggu dakteri dhuwit.
177
”Minggu akan saya antar uang”. Uang untuk membayar padi itu memang
belum diantarkan, baru akan diantarkan pada hari Minggu. Pemakaian tindak
tutur komisif berjanji (33g) dengan menggunakan penanda propositif dakteri
’akan kuantar’ merupakan bentuk pemakaian tindak tutur komisif berjanji positif
(N+).
Munculnya pemakaian bentuk tindak tutur komisif berjanji dalam (33)
dilatarbelakangi adanya unsur ketidakpercayaan O2 terhadap O1, seperti pada
kalimat (33d). Selain berjanji, O1 lebih memantapkan janjinya itu dengan
memberikan pernyataan seperti pada klausa ketiga (33g) Aja sumelang yen
ora dibayar. ”Jangan khawatir kalau tidak dibayar”.
Tipe data (33) memiliki konteks yang yang berunsur alasan negatif
(Alsn-) yaitu adanya unsur ketidakpercayaan dan kesimpulan positif (K+) akan
muncul pemakaian tindak tutur berjanji positif N+) yang juga diikuti
pemantapan janji tersebut. Untuk hal ini dapat diformulasikan berikut.
Formulasi 5: Pemakaian tindak tutur komisif berjanji (Alsn- K+ = N)
Penjelasan:
Apabila di dalam konteks tindak tutur komisif berjanji terdapat unsur alasan
negatif yang tercermin pada unsur ketidakpercayaan dan terdapat kesimpulan
positif, akan muncul pemakaian tindak tutur komisif berjanji positif.
Konteks Alsn - K + N +unsur (O2)
- tak percaya
178
Pemakaian tindak tutur komisif berjanji bahasa Jawa, selain menggunakan
kata tenan ‘sungguh’, atau saestu ‘sungguh’ untuk menyatakan tuturan berjanji.
Contoh :
(34) O1 : Bu menika lho batik alus saking Sragen,Bu (panggilan) ini partk lho batik halus dari Sragen
Wonten ingkang tulis lan cap . Menawi ingkangAda yang tulis dan cap . Kalau yang
Truntum kangge seragam sae sanget.nama motiv batik untuk seragam bagus sekali.
“Bu ini lho batik halus dari Sragen. Ada yang tulis dancap. Kalau yang Truntum untuk seragam bagus sekali”.
O2 : Truntum ingkang biru wonten Bu ?nama motiv batik yang biru ada Bu ?
“Truntum yang biru ada Bu ?
O1 : Menika wonten, ning kantun sekedhik Bu, kathahIni ada, tetapi tinggal sedikit Bu, banyak
ingkang mundhut kangge seragam.yang membeli untuk seragam.
“Ini ada, tetapi tinggal sedikit Bu, banyak yang membeliuntuk seragam”.
O2 : Luntur mboten mangke Bu ?Luntur tidak nanti Bu ?
“Luntur tidak nanti Bu ?.
O1 : Mboten badhe luntur, saestu kok Bu, menikaTidak akan luntur, sungguh partk Bu, ini
kualitas sae, tur nggih mirah mung Rp 18.000,-kualitas bagus, lagi pula ya murah hanya Rp 18.000,-
semeter. Badhe ngersaaken pinten ta Bu ?satu meter. Akan membeli berapa partk Bu ?
“Tidak akan luntur, sungguh Bu, ini kualitas bagus, lagipula murah hanya Rp 18.000,- satu meter. Akan membeliberapa Bu ?
O2 : Kula badhe tumbas kathah, ning kula sumelang menawiSaya akan membeli banyak, tetapi saya khawatir kalau
mangke lajeng luntur, kula didukani kanca kathah.nanti kemudian luntur, saya dimarahi kawan banyak..
179
“Saya akan membeli banyak, tetapi saya khawatir nantikemudian luntur, saya dimarahi kawan banyak”.
O1 : Njenengan kok maido kalih kula, estuAnda partk tidak percaya dengan saya, sungguh
kula jamin mboten badhe luntur. Estu yensaya jamin tidak akan luntur . Sungguh Apabila
luntur mangke kula gantos. Menawi mangkeluntur nanti saya ganti. Apabila nanti
mundhutipun kathah estu badhe kula caosimembelinya banyak sungguh akan saya beri
korting gangsalwelas persenkorting (potongan harga) lima belas persen..
“Anda tidak percaya dengan saya, sungguh saya jamintidak akan luntur. Sungguh apabila luntur nanti sayaganti. Apabila nanti membeli banyak, sungguh akan sayaberi korting lima belas persen”.
O2 : Kula estu badhe tumbas bathik 650 potong, bakalSaya sungguh akan membeli batik 650 potong, kain
Celana 300 potong, bakal rok 350 potong, sagetCelana 300 potong, kain rok 350 potong, dapat
ngentun dhateng Klaten.mengirim ke Klaten
”Saya sungguh akan membeli batik 650 potong batik, 300potong kain celana, 350 potong kain rok, dapat mengirim(kan) ke Klaten”.
O1 : Saget Bu, estu mangke badhe kula kentun,Dapat Bu sungguh nanti akan saya kirim,
beres, ampun sumelang.beres, jangan khawatir.
Matur nuwun mugi-mugi dados lengganan.Terima kasih semoga menjadi langganan.
“Dapat Bu, sungguh nanti akan saya kirim, beres, jangankhawatir. Terima kasih semoga menjadi langganan”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh (O1) pedagang batik, dan(O2) pembeli batik. Warna emosi ketika dialog itu dituturkan terlihatsantai dan santun. Maksud atau tujuan pembicaraan dalam dialog iniialah(O1) berjanji bahwa batik tidak akan luntur, dan pembelian batikberjumlah banyak akan diantar sampai rumah. Tidak ada keterlibatan(O3). Urutan bicara dimulai dari (O1) menawarkan batik denganmenggunakan bahasa Jawa krama dan direspon (O2) dengan bahasaJawa ragam krama pula. Bab pokok yang dibicarakan (O1) berjanji
180
akan mengantar batik yang sudah dibeli sampai di rumah, apabila (O2)membeli banyak batik. Instrumen yang digunakan ialah bahasa Jawalisan ragam krama. Citarasa bahasa dialog ini terasa santai dansantun. Adegan tutur, dialog ini dituturkan di salah satu kios batik dipasar Klewer Surakarta. Register yang digunakan ialah wacana lisan.Aturan kebahasaan yang khas ialah penggunaan bahasa Jawa lisanragam krama oleh peserta tutur. Hal ini menunjukkan tingkatkesopanan penuturnya.
Dialog (34) terjadi pada lingkungan perdagangan yang terdapat di
pasar Klewer Surakarta. Percakapan (34) terjadi di sebuah kios penjual batik.
Konteks dialog ini ialah penawaran batik untuk seragam sekolah. (O1) berjanji
bahwa batik itu tidak akan luntur. Tujuan pembicaraan O1 menawarkan batik
yang baik untuk seragam sekolah kepada O2 . Isi pembicaraan dialog ini ialah
O1 (penjual batik) menawarkan batik kepada O2 (calon pembeli batik).
Konteks (34) mengenai penawaran batik dapat dilihat pada kalimat-kalimat
(34a) berikut.
(34a) O1 : Bu menika lho batik alus saking Sragen,Bu (panggilan) ini partk batik halus dari Sragen
Wonten ingkang tulis lan cap . Menawi ingkangAda yang tulis dan cap . Kalau yang
Truntum kangge seragam sae sanget.nama motiv batik untuk seragam bagus sekali.
“Bu ini lho batik halus dari Sragen. Ada yang tulis dancap. Kalau yang Truntum untuk seragam bagus sekali”.
Isi pernyataan (34a) ialah seorang penjual batik menawarkan
dagangan batik tulis dan cap bermotif truntum. Batik itu cocok untuk seragam
sekolah. Pernyataan ini merupakan konteks yang selanjutnya akan terjadi
tuturan terjadi tawar menawar. Di dalam tawar menawar, O2 memberikan
evaluasi terhadap barang yang ditawarkan. Ia (02) seakan-akan tidak percaya
181
terhadap kelebihan bahan yang ditawarkan. Evaluasi terhadap barang tersebut
tercermin dalam sebuah pertanyaan O2, seperti dalam kalimat (34b) berikut.
(34b) O2 : Luntur mboten mangke Bu ?Luntur tidak nanti Bu ?
“Luntur tidak nanti Bu ?”
Maksud pembicaraan O2 pada (34b) itu tidak sekedar bertanya, tetapi
menuntut kebenaran apa yang dikakatan O1, yaitu tentang batik yang baik itu
benar tidak luntur. Jadi, ada unsur ketidakpercayaan O2 terhadap O1.
O1 (penjual batik) memberikan reaksi dan bertutur yang isinya
meyakinkan O2 tentang kebenaran kelebihan bahan batik yang ditawarkan.
Untuk meyakinkan O2, O1 menyatakan kebenaran tentang apa yang
ditawarkan dengan pernyataan yang isinya berjanji yaitu apabila hal itu tidak
benar (batik itu luntur), ia sanggup menggantinya. Pernyataan ini dapat dilihat
pada pernyataan (34c) berikut.
(34c) O1 : Njenengan kok maido kalih kula, estuAnda partk tidak percaya dengan saya, sungguh
kula jamin mboten badhe luntur. Estu yensaya jamin tidak akan luntur . Sungguh apabila
luntur mangke kula gantos. Menawi mangkeluntur nanti saya ganti. Apabila nanti
mundhutipun kathah estu badhe kula caosimembelinya banyak sungguh akan saya beri
korting gangsalwelas persenkorting (potongan harga) lima belas persen.
“Anda tidak percaya dengan saya, sungguh saya jamin tidak akanluntur. Sungguh apabila luntur nanti saya ganti. Apabila nantimembelinya banyak, sungguh akan saya beri korting lima belaspersen”.
Pernyataan estu yen luntur mangke kula gantos “sungguh apabila luntur nanti
akan saya ganti”, itu merupakan tindak tutur komisif berjanji. Munculnya tindak
tutur berjanji ini disebabkan adanya pernyataan yang menuntut kebenaran
182
atau adanya unsur ketidakpercayaan O2 seperti pada (34b). Demikian juga
pernyataan (34d) berikut merupakan pernyataan untuk tindak tutur komisif
berjanji.
(34d) O1: Saget Bu, estu mangke badheDapat (panggilan wanita dewasa) sungguh nanti akan
kula kentun, beres, ampun sumelang.saya kirim, beres, jangan khawatir.
“Dapat Bu, sungguh nanti akan saya kirim, beres, jangankhawatir”.
Pernyataan estu mangke badhe kula kentun, beres, ampun sumelang
“sungguh nanti akan saya kirim, beres, jangan khawatir”. Penrnyataan ini berisi
janji yang akan dilakukan oleh O1 yaitu akan mengirimkan (batik) ke alamat
pembeli, dan pernyatan ini merupakan tindak tutur komisif berjanji. Dikatakan
demikian karena tindakan (mengirim) belum dilakukan dan akan dilakukan oleh
O1 pada masa ‘sekarang – yang akan datang’. Selanjutnya, O1 memberikan
pemantapan janji, yaitu akan melakukan tindakan dengan tuturan beres,
ampun sumelang Ø ’beres, jangan khawatir Ø’. Bentuk sifar tersebut dapat
dikembalikan dalam bentuk lengkap menjadi beres, ampun sumelang badhe
kula kentun batikipun “ beres, jangan khawatir nanti akan saya antar batiknya”.
Pernyataan ini merupakan bentuk keinginan sebuah tindakan yang akan
dilakukan oleh O1. Kesantunan penggunaan bahasa dalam dialog ini terlihat pada
ragam bahasa Jawa yang dipergunakan yaitu ragam bahasa Jawa krama.
Pemakaian tindak tutur komisif berjanji (34) dapat digambarkan,
pertama, adanya konteks (yang berwujud transaksi) yang memuncul dan
adanya stimulus dan respon antara O1 dan O2. Pada dialog (34) terdapat
stimulus O1 dengan menawarkan batik, yang kemudian terdapat respon dari
183
O2 dengan menanyakan kebenaran yang ditawarkan dengan wujud
pertanyaan karena ada unsur ketidakpercayaan. Oleh karena itu, yang menjadi
fokus dalam dialog ini ialah pernyataan O1. Untuk memberikan kepercayaan
pada O2, O1 memberikan janji tentang kebenaran yang ditawarkan. Untuk
menyatakan janji ini, O1 menggunakan tindak tutur komisif berjanji dengan
menggunakan kosa kata estu (K) ‘sungguh’ dan bentuk komisinya
menggunakan mangke badhe kula …. ‘nanti akan saya ….’. Di dalam koteks
(34) terdapat unsur ketidakpercayaan O2 terhadap O1 sehingga unsur itu
merupakan alasan negatif (Alsn-). O1 berjanji dan menjamin kain batik tidak
luntur merupakan kesimpulan positif (K+). (O2) menyatakan akan membeli
sejumlah banyak kain batik untuk seragam, dengan menggunakan tindak tutur
komisif berjanji merupakan tindak tutur komisif berjanji positif.
Pemakaian tindak tutur berjanji bahasa Jawa pada tipe (34) dapat
diformulasikan sebagai berikut.
Formulasi 6 : Pemakaian tindak tutur komisif berjanji (Als- K+ =N+)
Penjelasan
Apabila terdapat konteks pembicaraan yang terdapat unsur
ketidakpecayaan (O2) terhadap (O1) dan (O2) percaya terhadap (O1) dalam
bentuk kepercayaan terhadap (O1), akan muncul pemakaian tindak tutur
Konteks Alsn– K+ = N+unsur
(O2) tak per-caya.
184
komisif berjanji positif (akan melakukan tindakan sesuai dengan janji yang
diucapkan).
4.3.2 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berjanji karena Unsur Nasihat (O1)
Tindak tutur komisif berjanji yang terdapat unsur nasihat dari (O1)
akan memunculkan tanggapan berupa tindak tutur komisif berjanji oleh (O2),
yang disertai alasan berjanji.
Unsur (O2) yang menunjukkan respon tak percaya atas stimulus O1,
terdapat unsur nasihat dari O1 yang langsung mendapatkan respon berupa
tuturan komisif. Untuk masalah ini dapat diperiksa contoh (35) berikut.
(35) Darsono : Tin, ngapa kok awak muNama panggilan (Sartini) mengapa partk badan gent
panas maneh ? Mau nengpanas lagi ? Tadi bentuk pendek aneng (ana + ing) ‘ada di’
sekolahan tuku es ya ?sekolah membeli es ya ?
“Tin, mengapa badanmu panas lagi ?. Tadi di sekolahmembeli es ?
Sartini : Mung sethik kok Mas, setengah gelas.Hanya sedikit partk Mas setengah gelas.
“Hanya sedikit Mas, setengah gelas”.
Darsono : Setengah gelas yen terus awak e panas,Setengah gelas kalau kemudian badan nya panas
seneng ta?senang partk
Yen dikandhani manuta , aja ngombe es dhisik,Jika dinasihati ikutilah, jangan minum es dahulu
yen sehat kowe dhewe ta sing seneng. Ajakalau sehat kamu sendiri partk yang senang. Jangan
dibaleni tuku es maneh ya.diulangi membeli es lagi ya.
“Setengah gelas kalau kemudian badannya panas,senang ta? Jika dinasihati ikutilah, jangan minum es
185
dahulu, kalau sehat kamu sendiri ta yang senang.Jangan diulangi membeli es lagi ya”.
Sartini : Ya Mas, aku kapok sesuk oraYa Mas saya kapok besuk tidak
tak baleni ngombe es manehProps. pasf. O 1 tgl : ulangi minum es lagi.saya berjanji tidak akan
Saiki sirah ku dadi mumet banget,Sekarang kepala gent jadi pusing sekali,
awak ku panas.badan gent panas.
“Ya Mas, saya kapok besok tidak akan saya ulangiminum es lagi. Sekarang kepalaku jadi pusing sekali,badanku panas”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Darsono yangselanjutnya disebut (O1). Ia ialah kakak kandung Sartini.Sartini, yang selanjutnya disebut (O2). Warna emosi pada saatdituturkannya dialog ini sedikit serius karena kondisi (O2)sedang sakit. Maksud atau tujuan pembicaraan (O2) berjanjitidak akan minum es lagi kerena mengakibatkan badannyamenjadi panas. Urutan bicara. Tuturan dalam dialog dimulaioleh (O1) dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragamngoko dan direspon (O2) dengan menggunakan bahasa Jawaragam ngoko pula. Bab pokok yang dibicarakan ialah (O2)berjanji tidak akan minum es agar badannya tidak panas, hal inidilakukan atas nasihat (O1). Dialog ini menggunakan instrumenbahasa Jawa lisan ragam ngoko. Citarasa bahasa yangnampak ialah sedikit agak serius. Adegan tutur. Dialog ini terjadipada keluarga Darsono Jalan Lukitasari II/7 Kemasan, Tipes,Surakarta. Register yang digunakan ialah wacana lisan. Aturankebahasaan khusus ialah penggunaan bahasa Jawa lisanragam ngoko, tetapi masih terasa saling menghormati.
Dialog (35) terjadi pada lingkungan keluarga di jln. Lukitasari II/7
Kemasan, Tipes, Surakarta. Percakapan (35) merupakan percakapan antara
Darsono dan Sartini. Mereka ialah kakak beradik dalam satu keluarga.
Konteks dialog ini ialah nasihat kakak kepada adiknya. Tujuan pembicaraan
O1 yaitu memberi nasihat untuk tidak minum es agar badan O2 tidak sakit
(panas). Urutan tindakan di dalam dialog tersebut ialah O1 (Darsono) bertanya
186
kepada O2 (Sartini), mengapa badannya panas, apakah ia membeli es di
sekolah. Isi pembicaraan dialog ini yaitu O1 memberi nasihat kepada O2 untuk
tidak membeli es supaya tidak sakit. Bentuk pesan dalam dialog ini berupa
nasihat. Konteks (35) nasihat dapat dilihat pada kalimat-kalimat (35a) berikut.
(35a) Yen dikandhani manuta , aja ngombe es dhisik,Jika dinasihati ikutilah, jangan minum es dahulu
yen sehat kowe dhewe ta sing seneng. Ajakalau sehat kamu sendiri partk yang senang. Jangan
dibaleni tuku es maneh ya.diulangi membeli es lagi ya.
“Jika dinasihati ikutilah, jangan minum es dahulu, kalau sehat kamusendiri yang senang. Jangan diulangi membeli es lagi”.
Kalimat (35a) diucapkan oleh O1 (Darsono). Hal yang menjadi kunci konteks
dalam dialog ini terletak pada klausa Yen dikandhani manuta ‘Jika dinasihati
ukutilah’, dan Aja dibaleni tuku es maneh ya ‘Jangan diulangi membeli es lagi’.
Dua klausa dalam (35a) tersebut mempunyai maksud nasihat. Oleh karena, itu
berbentuk nasihat itu berupa alasan bertipe positif (Alsn +).
Instrumen yang digunakan pada (35) ialah bentuk dialog lisan antara
O1 dan O2 menggunakan bentuk tutur bahasa Jawa ragam Ngoko. Norma
interaksi (35) yaitu percakapan yang merupakan bentuk stimulus dan respon
antara O1 dan O2 yang saling bergantian. Tindakan (O2) membeli es
mengakibatkan sakit. Pernyataan ini merupakan kesimpulan negatif (K-)
seperti pada pernyataan (35b) berikut.
(35b) Saiki sirah ku dadi mumet banget, awak ku panas.Sekarang kepala gent jadi pusing sekali, badan gent panas.
“Sekarang kepalaku jadi pusing sekali, badanku panas”.
Tindak tutur komisif berjanji (35) ialah seperti pada (35c)sebagai berikut.
187
(35c) Ya Mas, aku kapok sesuk oraYa Mas (sapaan laki-laki muda) saya kapok besuk tidak
tak baleni ngombeProps. psf O 1 tgl : ulangi minumSaya berjanji (tidak)akan
es maneh.es lagi
“Ya mas, saya kapok (saya berjanji) besuk tidak akan saya ulangiminum es lagi”.
Bentuk sesuk ora takbaleni ’besuk tidak akan saya ulangi’ adalah
tuturan komisif berjanji pemakaiannya setelah kejadian yang dialami (O2) yaitu
sakit panas karena membeli minuman es, dan nasihat yang diterima dari (O1).
Sebelum berjanji didahului dengan pernyataan berjanji (kapok) akibat dari
sebuah tindakan meminum es yang mengakibatkan badan panas dan pusing.
Pemakaian tindak tutur komisif berjanji pada (35) merupakan tipe tindak tutur
komisif bejanji positif (N+).
Pemakaian tindak berjanji bahasa Jawa pada tipe (35) dapat
diformulasikan sebagai berikut.
Formulasi 7 : Pemakaian tindak tutur komisif berjanji (Alsn-, K+ = N+)
Penjelasan
Apabila ada konteks tuturan berjanji yang di dalamnya terdapat unsur
alasan positif (nasihat) dan terdapat kesimpulan negatif yaitu akibat dari
Alsn + K- = N+Konteks unsur (O1) O2 O2
nasihat
188
tindakan yang membuat kerugian, akan memunculkan pemakaian tindak tutur
positif, yaitu janji tidak akan mengulangi tindakan yang merugikan itu.
4.3.3 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berjanji Kepada Diri Sendiri (-)
Tindak tutur komisif berjanji bahasa Jawa pada umumnya dilakukan oleh
O1 dan O2. Namun demikian, ada pula tindak tutur komisif berjanji yang
hanya dilakukan oleh O1 saja tanpa melibatkan O2.
Contoh :
(36) Emping ki pancen enak, ning angger manganNama makanan ini nenang enak, tetapi jika makan
loro wae sikil ku dadi keju. Aku tak ora mangandua saja kaki gent menjadi linu Saya tidak akan makan
emping maneh, ben ora lara .nama makanan lagi agar tidak sakit
“Emping memang enak, tetapi jika makan dua saja kakiku menjadi linu.Saya tidak akan makan emping lagi agar tidak sakit”.
Konteks : Terjadi tuturan berjanji yang dilakukan oleh Bapak Atman Wikarto yangselanjutnya disebut (O1). Ia berbicara sendirian dalam bentuk ngudarasa ’bergumam’. Warna emosi ketika ia bertutur dalam keadaansantai. Maksud atau tujuan tutur menyatakan tidak makan empingdapat mengakibatkan sakit. Tidak ada keterlibatan (O2) dan (O3).Urutan berbicara, penutur berbicara sendiri dengan menggunakanbahasa Jawa lisan ragam ngoko. Bab pokok yang dibicarakanmasalah makan emping mengakibatkan kaki menjadi sakit. BahasaJawa ragam ngoko dipakai sebagai instrumen penyampaianpernyataan. Citarasa bahasa terlihat santai. Adegan tutur, tuturan inidilakukan (O1) di rumah (O1) jalan Petung 11a Papringan Yogyakarta,pada waktu sore hari sesudah sholat Asar, pukul 15.35 (wib). Registeryang digunakan ialah wacana lisan. Tidak terdapat aturan kebahasaansecara khusus.
’
Data (36) diucapkan O1 dalam bentuk bergumam (nguda rasa ) yang
dilakuklan oleh Pak Atman Wikarto di jalan. Petung 11a Papringan
Yogyakarta, pada sore hari sesudah waktu sholat Ashar (± pukul 15. 35 wib).
189
Pada (36) ini terdapat klausa yang mempunyai maksud berjanji tidak kepada
orang lain (O2), tetapi pada dirinya sendiri, yaitu untuk tidak melakukan tindakan
yang terdapat pada janji itu. Pernyataan (36a) berikut menunjukkan alasan positif
(Alsn+) terdapat pada tuturn emping ki pancen enak. ’Emping itu memang enak’.
36a) Emping ki pancen enak,’Emping itu memang enak’.
36b) ning angger mangan loro wae sikilku dadi keju.’tetapi jika makan dua saja kakiku menjadi (sakit)’.
Pernyataan (36b) merupakan kesimpulan negatif (K-), karena makan emping
mengakibatkan kaki menjadi sakit.
Pernyataan itu terdapat pada klausa (36c) berikut.
(36c) Aku tak ora mangan empingSaya tidak akan makan nama makanan
maneh, ben ora lara .lagi agar tidak sakit
“Saya tidak akan makan emping lagi agar tidak sakit”.
Bentuk (36c) merupakan bentuk tindak tutur berjanji yang dilakukan untuk diri
penutur sendiri. Pernyataan ini merupakan bentuk tindak tutur berjanji bertipe
positif (N+). Hal itu ditunjukkan dengan isi tuturan bahwa (O1) berjanji tidak
akan makan emping lagi supaya kakinya tidak sakit linu.
Pemakaian tindak tutur berjanji bahasa Jawa pada tipe (36) yang hanya
dilakukan oleh seorang diri (O1) saja dapat diformulasikan sebagai berikut.
Formulasi 8: Pemakaian tindak tutur komisif berjanji pada diri sendiri(Als+, K- = N+)
Konteks Alsn + K- = N+
190
Penjelasan :
Pemakaian tindak tutur komisif berjanji yang hanya melibatkan O1
saja, O1 merespon/menilai objek yang dilihat atau yang dirasakan, kemudian
penutur (O1) itu memberikan alasan penilaian. Jika janji itu baik, akan
memunculkan alasan positif (Alsn +), seperti pada (36a) beralasan positif
(Alsn+). Dalam formulasi (36) terdapat alasan positif (Als+) dan kesimpulan
negatif (K-). Akibatnya, tindak tutur komisif berjanji yang muncul ialah tindak
tutur komisif berjanji positif (N+) karena pernyataan pada tindak tutur komisif
berjanji itu berisi janji untuk menghindari bahaya makan emping
sehinggatindak tutur itu dapat dikatakan positif.
4.3.3 Pemakaian Tindak Tutur Berjanji Kepada Diri Sendiri (+)
Terdapat pemakaian tindak tutur komisif berjanji pada dirinya
sendiridan terdapat unsur alasan (+) yaitu O1 (penutur) memberikan alasan
sebagai penilaian terhadap objek bersifat menyenangkan, seperti contoh (37)
berikut.
(37) Ngombe jamu lempuyang ki marakake oraMinum jamu lempuyang (tanaman jamu) itu menyebabkan tidak
mbesesek na weteng. Pancen lempuyang kuwi marakake sehat.kembung di perut Memang lempuyang itu menjadikan sehat
Ya tenan tak ngombe sing ajek awakkuYa sungguh props.akt.O1.tgl minum yang rutin badanku
saya berjanji akan
ben waras.agar sehat.
”Minum jamu lempuyang itu menyebabkan tidak kembung di perut.Memang lempuyang itu menjadikan sehat. Ya sungguh saya akanminum yang rutin agar badanku sehat”.
191
Konteks :Terdapat tuturan berjanji yang dilakukan oleh Pak Sadam yangselanjutnya disebut (O1). Ia ialah seorang pensiunan Tentara MiliterIndonesia Angkatan Laut. Warna emosi ketika tuturan itu berlangsungdalam keadaan agak gelisah karena perutnya kembung. Maksud atautujuan pembicaraan tuturan ini ialah (O1) akan minum lempuyang agarmenjadi sehat. Tidak ada keterlibatan (O2) dan (O3). Urutan berbicara,(O1) berbicara sendirian dengan menggunakan bahasa Jawa lisanragam ngoko. Bab pokok yang dibicarakan ialah berjanji kepada dirinyasendiri akan minum lempuyang agar sehat (perutnya tidak kembung).Instrumen yang digunakan dalam tuturan ini ialah bahasa Jawa lisanragam ngoko. Citarasa bahasanya netral. Adegan tutur, tuturan inidilakukan di rumah (O1) jalan Muh.Yaminn 124 Surakarta. Registeryang digunakan ialah wacana lisan. Tidak ada aturan kebahasaan yangkhas.
Data (37) diucapkan O1 (Pak Sadam) di jalan Muh. Yamin 124
Surakarta, pada malam hari sesudah sholat Isya’. Pada (37) ini terdapat
klausa yang mempunyai maksud berjanji tidak kepada orang lain (O2), tetapi
pada dirinya sendiri akan melakukan tindakan yang terdapat pada janji itu.
Sebelum muncul pernyataan komisif berjanji, penutur memberikan penilaian
terhadap objek yang menjadi konteks tuturan, yaitu minum jamu lempuyang.
Ternyata minum jamu lempuyang itu menjadikan perut tidak kembung
(menyehatkan), seperti pada (37a) berikut.
(37a) Ngombe jamu lempuyang ki ndadekake oraMinum jamu lempuyang (nama tanaman jamu) itu menyebabkan tidak
mbesesek na weteng.kembung di perut
”Minum jamu Lempuyang itu menyebabkan tidak kembung diperut”.
Pernyataan pada (37a) merupakan alasan pernilaian terhadap dampak
minum jamu lempuyang, yaitu dapat menyebabkan perut tidak kembung
(sehat). Pernyataan ini merupakan alasan positif (Alsn+). Pernyataan (37b)
berikut merupakan kesimpulan tentang minum jamu lempuyang.
192
(37b) Pancen lempuyang kuwi ndadekake sehat.”Memang lempuyang itu menjadikan sehat”.
Pernyataan (37b) merupakan kesimpulan positif (K+) karena kesimpulan
pernyataan itu menguntungkan penuturnya.
Dengan alasan (37c) tindak tutur komisif berjanji yang akan dilakukan
sendiri untuk penuturnya sendiri, dapat dilihat pada bentuk (37c).
(37c) Ya tenan takngombe sing ajek wae awakkuYa sungguh props.akt.O1.tunggal minum yang rutin saja badanku
ben waras.agar sehat.
”Ya saya akan minum yang rutin saja agar badanku sehat”.
Bentuk (37c) merupakan bentuk tindak tutur komisif berjanji yang dilakukan
oleh diri penutur sendiri. Bentuk itu ditandai dengan ya takngombe sing ajeg
wae….. ‘ Ya saya akan minum yang rutin saja ……”. Yang berjanji akan
melakukan tindakan (ngombe ‘minum’) ialah penuturnya(O1), janji itu
diucapkan untuk dirinya sendiri. Pemakaian tindak tutur komisif berjanji (37c)
termasuk tindak tutur komisif berjanji positif (N+) karena terdapat alasan
positif, dan kesimpulan positif.
Pemakaian tindak tutur berjanji bahasa Jawa pada tipe (37) yang
hanya dilakukan oleh penuturnya sendiri (O1) dapat diformulasikan sebagai
berikut.
Formulasi 9: Pemakaian tindak tutur berjanji pada diri sendiri.(Als+ K+ = N+)
Konteks Alsn+ K+ = N+
193
Penjelasan :
Pemakaian tindak tutur komisif berjanji yang hanya melibatkan O1 saja,
O1 secara kontekstual menilai objek dalam konteks itu (jamu lempuyang yang
menjadikan pertut tidak kembung) ialah bernilai positif (Alsn+). Selanjutnya
(O1) berkesimpulan bahwa jamu lempuyang memang menyehatkan. Hal itu
merupakan suatu kesimpulan positif (K+) juga. Hal yang akan dilakukan pada
janji itu dituturkan dalam tindak tutur komisif berjanji dan betul-betul akan
melakukan tindakan seperti yang dijanjikan itu sehingga tindak tutur komisif
berjanjinya itu termasuk positif (N+).
4.4 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bersumpah
Pemakaian tindak tutur komisif bersumpah adalah suatu tindakan
berutur yang dilakukan oleh penutur dan lawan tutur tentang kebenaran
sesuatu hal atau kesetiaan dengan sumpah. Dalam melakukan tindak tutur
komisif bersumpah biasanya didasarkan oleh suatu keadaan lawan tutur yang
kurang mempercayai kebenaran pernyataan penutur. Penutur berusaha
meyakinkan lawan tutur dengan membuat sumpah. Tuturan dalam tindak tutur
komisif bersumpah ditandai dengan bentuk tuturan yakin 'yakin', tenan, demi
Allah 'sungguh demi Allah', sumpah ‘sumpah’, saestu (K) ‘sungguh’. Di
samping itu, ditandai juga dengan tuturan-tuturan sejenis yang secara eksplisit
menyatakan bersumpah. Pada tuturan komisif bersumpah ditandai pula
dengan saksi atas sumpah itu.
194
4.4.1 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bersumpah karena Unsur
Ketidakpercayaan
Tindak tutur komisif bersumpah interlokutornya ialah (O1) dan (O2).
Pemakaian tindak tutur komisif besumpah terjadi karena adanya saling tidak
percaya antarpeserta tindak tutur itu. Peserta tindak tutur saling memberikan
alasan dengan menggunakan tuturan komisif untuk menyakinkan lawan tutur.
Contoh:
(38) Andi : Lis, komputer iki kok rusak maneh,Lis (nama orang) komputer ini partk rusak lagi
kok nggo dolanan ya?Verba psf. O2 tunggal (kau) pakai mainan ya ?
Aja ndridhis, senengane kok usil.Jangan usil , sukanya partk usil
“Lis, komputer ini kok rusak lagi, kau pakai mainan ya ?.Jangan usil, sukanya kok usil”.
Lisa : Aku ora nganggo kok mas, aku ora ngerti.Saya tidak memakai partk mas (sapaan), saya tidak tahu.
“Saya tidak memakai kok mas, saya tidak tahu”.
Andi : Sing nganggo komputer iki mung aku karo kowe thok,Yang memakai komputer ini hanya saya dan kamu saja
kok ra ngerti. Lha terus sapa ?Partk tidak tahu partk lalu siapa ?
“Yang memakai komputer ini hanya saya dan kamu saja,kok tidak tahu. Lalu siapa?.
Lisa : Mas, Mas, yakin demi Allah aku ora ngerti.Mas, Mas, (sapaan) yakin demi Alloh saya tidak tahu
Kok maido wae.Part tidak percaya saja
“Mas, Mas yakin demi Allah saya tidak tahu”. “Kok tidakpercaya saja”.
195
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Andi yang selanjutnya disebut (O1). Iaialah suami Lisa. Lisa selanjutnya disebut (O2). Warna emosi ketikadilakukannya tuturan ini agak keras. Maksud atau tujuan tuturan iniialah (O2) bersumpah tidak merusakkan komputer. Tidak adaketerlibatan (O3). Urutan bicara, dialog ini dimulai oleh (O1)menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko dan direspon (O2)dengan bahasa Jawa lisan ragam ngoko juga. Bab pokok yangdibicarakan ialah sumpah (O2) bahwa ia tidak merusakkan komputer.Dialog ini menggunakan in strumen bahasa Jawa lisan ragam ngoko.Citarasa bahasa dialog ini sangat formal. Adegan tutur, dialog inidilakukan di rumah Andi jalan Pulanggeni nomor 17 Tipes Surakarta,hari Sabtu, 3 Maret 2007, pukul 09.30. Register yang digunakan ialahwacana lisan. Aturan kebahasaan secara khusus peserta tutur salingmenggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko, namun tetap dalamkeadaan saling menghormat.
Data (38) terjadi di rumah Andi di jalan. Pulanggeni 17, Tipes, Surakarta.
Data ini dicatat pada hari Sabtu, 3 Maret 2007, pukul 09.30 (wib). Dialog
dilakukan Andi (O1) dan Lisa (O2). Mereka ialah suami istri. Tujuan dialog ini ialah
O1 menanyakan komputer yang rusak kepada O2. Tindakan yang dilakukan O1
ialah menyampaikan tuturan berbentuk pertanyaan dengan bahasa lisan. Kunci
tuturan dialog ini O1 menyampaikan pertanyaan dengan nada tidak percaya,
seperti pada bentuk (38a) berikut.
(38a) Lis, komputer iki kok rusak maneh,Lis (nama orang) komputer ini partk rusak lagi
kok nggo dolanan ya?Verba psf. O2 tunggal (kau) pakai mainan ya ?
Aja ndridhis, senengane kok usil.Jangan usil , sukanya partk usil
“Lis, komputer ini kok rusak lagi, kau pakai mainan ya ?.Jangan usil, sukanya kok usil”.
Dalam bentuk (38a) terkandung maksud ketidakpercayaan O1 karena
yang memakai komputer hanya mereka berdua. O1 tidak percaya kalau O2 tidak
tahu siapa yang merusakkan komputer. Tuturan inilah menjadi alasan pemakaian
196
tindak tutur komisif bersumpah karena adanya unsur ketidakpercayaan O1
kepada O2. Unsur ketidakpercayaan ini termasuk alasan negatif (Alsn-).
Setelah menyampaikan pertanyaan tentang kerusakan komputer dan
tidak tahu siapa yang merusakkan, O1 belum dapat membuat kesimpulan
tentang siapa yang merusakkan komputer. Pertanyaan O1 mengandung unsur
ketidakpercayaan terhadap O2. Tuturan ini merupakan kesimpulan pertanyaan
sebelumnya. Tuturan yang terdapat unsur ketidakpercayaan ini merupakan
kesimpulan negatif (K-). Tuturan tersebut dapat dilihat pada (38b) berikut.
(38b) Sing nganggo komputer iki mung aku karo kowe thok,Yang memakai komputer ini hanya saya dan kamu saja
kok ra ngerti. Lha terus sapa ?Partk tidak tahu partk lalu siapa ?
“Yang memakai komputer ini hanya saya dan kamu saja, koktidak tahu. Lalu siapa?
Berkaitan dengan konteks tuturan (38), O2 menyatakan bersumpah
untuk memberikan keyakinan kepada O1 bahwa ia betul-betul tidak tahu siapa
yang merusakkan komputer seperti (38c) berikut.
(38c) Mas, mas, yakin demi Allah aku ora ngerti.Mas, mas, (sapaan) yakin demi Allah saya tidak tahu.
“Mas, mas yakin demi Allah saya tidak tahu”.
Kok maido wae.Part tidak percaya saja
“Kok tidak percaya saja”.
Tuturan (38b) pada klausa pertama Mas,mas, yakin demi Allah aku ora
ngerti. “Mas, mas, yakin demi Allah saya tidak tahu”. Yakin demi Allah “yakin
demi Allah” merupakan bentuk tindak tutur komisif bersumpah. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pemakaian tuturan komisif bersumpah itu
197
didasarkan pada bentuk ketidakpercayaan O1 , yang kemudian O2 berusaha
meyakinkan O1. Pemakaian tindak tutur komisif bersumpah pada (38)
merupakan tindak tutur komisif bersumpah positif (N+), dengan alasan bahwa
O2 berani bersumpah dengan menyebut demi Allah.
Tipe data (38) merupakan pemakaian tindak tutur komisif bersumpah
yang dapat diformulasikan sebagai berikut.
Formula 10 : Pemakaian tindak tutur komisif bersumpah(Alsn- K- = N+)
Selain tindak tutur komisif bersumpah yang ditandai dengan yakin demi
Allah ‘yakin demi Allah’, ada pula yang ditandai dengan bentuk yakin ’yakin’,
seperti contoh (39) berikut.
(39) Hartanta : Mas Jarwadi, weruh tas abang ana logo UNES ?Sapaan Jarwadi, melihat tas merah ada logo UNES ?
“Mas Jarwadi, melihat tas merah ada logo UNES ?”
Jarwadi : Aku ra weruh kok, takon a Fajar.Saya tidak melihat partk, tanya impert Fajar
“Saya tidak melihat, tanyalah Fajar”.
Hartanta : Jar, weruh tas abang ? Biasane kowePanggilan Fajar melihat tas merah ? Biasanya kamu
ta sing usil.partk yang usil.
“Jar, melihat tas merah ? Biasanya kamu yang usil”.
Fajar : Senengane kok nudhuh. Yakin Mas,Senangnya partk menuduh. Yakin sapaan,
aku ora arep mbaleni usil maneh.saya tidak akan mengulangi usil lagi.
Konteks Alsn - K- = N+
198
“Senangnya kok menuduh. Tidak melihat. Sungguh Mas,saya tidak akan mengulangi usil lagi”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Hartanto yang selanjutnyadisebut O1, Ia ialah saudara tertua dari tiga bersaudara. O1 ialah dosenUNES. Jarwadi yang selanjutnya disebut (O2). Ia ialah adik Hartantamahasiswa Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang, dan Fajar yangselanjutnya disebut O3. Ia ialah adik hartanto yang paling kecil. (O3)ialah mahasiswa Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta. Warna emosiketika berlangsungnya dialog agak serius tetapi tidak tegang. Maksudatau tujuan pembicaraan O1 menanyakan keberadaan tas merahberlogo UNES, dan O3 bersumpah bahwa ia tidak usil mengganggulagi. Terdapat keterlibatan O3 namun tidak mempengaruhi perpindahankode bahasa, karena mereka adalah satu keluarga yang derajadsosialnya sama, kecuali kakak tertua yang mesti mendapat kehormatandalam hubungan keluarga. Urutan bicara ketika dialog ini dilakukanpertama O1 membuka pembicaraan dengan menggunakan bahasaJawa lisan ragam ngoko. Selanjutnya, direspon O2 dan O3 denganmenggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko pula. Demikian inimenunjukkan bahwa peserta tutur mempunyai derajad sosial yangsama. Bab pokok yang dibicarakan ialah masalah sumpah O3 bahwa iatidak mengambil tas warna merah berlogo UNES dan tidak akan usilmenganggu lagi. Instrumen dalam dialog ini menggunakan bahasaJawa lisan ragam ngoko. Citarasa bahasa ketika dialog ini berlangsungsedikit serius, tetapi tetap menggunakan bahasa yang santun. Adegantutur dialog ini terjadi di rumah Hartanta bertempat tinggal di KaratonSurakarta, pada sore hari, Selasa, 20 Februri 2007. Register yangdigunakan ialah wacana lisan. Tidak terdapat aturan kebahasaankhusus dalam dialog ini.
Data (39) berupa dialog yang terjadi pada keluarga Bapak Hartanta
yang bertempat tinggal di Kratonan, Surakarta. Tuturan pada dialog ini terjadi
pada sore hari pada hari Selasa, 20 Februari 2007. Ketika itu peneliti sedang
berkunjung di rumah tersebut untuk menemui Pak Hartanta. Partisipan dalam
dialog itu ialah Hartanta (O1), Jarwadi (O2), dan Fajar (O3). Mereka ialah
kakak beradik dalam satu keluarga. Tujuan pembicaraan (39) yaitu O1 mencari
tas warna merah berlogo UNES. Adapun tindakan yang dilakukan yaitu O1
bertutur menanyakan keberadaan tas merah itu. O1 bertanya kepada O2 dan
199
mendapatkan jawaban bahwa O2 tidak tahu. Selanjutnya, O1 bertanya kepada
(O3). Peristiwa tuturan ini dapat dilihat pada data (39a) berikut.
(39a) Hartanta (O1) : Mas Jarwadi, weruh tas abang ana logone UNES ?Sapaan Jarwadi, melihat tas merah ada logonya UNES ?
“Mas Jarwadi, melihat tas merah ada logonya UNES ?
Jarwadi (O2) : Aku ra weruh kok, takon a Fajar.Saya tidak melihat partk, tanya impert Fajar
“Saya tidak melihat, tanyalah Fajar”.
Data (39a) juga menunjukkan tujuan pembicaraan dalam dialog. Bentuk (39a)
ini merupakan alasan munculnya pemakaian tindak tutur komisif bersumpah
dan alasan yang negatif (Alsn-) karena terdapat barang yang hilang.
Selanjutnya, tuturan (39a) berlanjut dengan tuturan baru yang melibatkan
partisipan baru, yaitu Fajar (O3). Pada kondisi itu terjadilah komunikasi antara
Hartanta (O1) dan Fajar yang kemudian berganti menjadi O2. Warna emosi O1
agak sedikit serius, yang memunculkan tuturan bermaksud menuduh kurang baik
terhadap O2. Tuturan yang muncul ialah seperti (39b) berikut.
(39b) Hartanta (O1) : Jar, weruh tas abang ? Biasane kowePanggilan Fajar melihat tas merah ? Biasanya kamu
ta sing usil.rartk yang usil.
“Jar, melihat tas merah ? Biasanya kamulah yangusil”.
Tuduhan O1 terhadap O2 terlihat pada kalimat Biasane ta kowe sing usil.
“Biasanya kamu yang usil”. Tuduhan ini merupakan kesimpulan negatif (K-)
Kemudian O2 menyangkal tuduhan itu, seperti pada kalimat (39c) berikut.
(39c) Senengane kok nudhuh. Ora weruh.Senangnya partk menuduh. Tidak melihat.
“Senangnya kok menuduh. Tidak melihat”.
200
Bentuk (39c) merupakan bentuk penyangkalan terhadap pernyataan O1. Pada
klausa kedua terdapat unsur yang dilesapkan, Ora weruh Ø. “Tidak melihat
Ø”. Unsur Ø itu ialah tas abang. Jika unsur itu dihadirkan, klusa lengkapnya
ialah Ora weruh tas abang. “Tidak melihat tas merah”.
Unsur tuduhan dan ketidakpercayaan O1 yang direspon dengan
penyangkalan, selanjutnya memunculkan pemakaian tindak tutur komisif
bersumpah. Tuturan bersumpah dalam (39) terdapat pada kalimat (39d)
berikut.
(39d) Yakin Mas, aku ora arep mbaleni usil maneh.Yakin sapaan, saya tidak akan mengulangi usil lagi.
“ Sungguh Mas, saya tidak akan mengulangi usil lagi”.
Bentuk (39d) mengandung maksud bersumpah yang dituturkan oleh O2
dengan ditandai kata yakin ’yakin. Pada (39d) terdapat unsur yang dilesapkan.
Unsur yang dilesapkan itu terlihat pada bentuk sifar berikut.
(39e) Yakin Mas , aku ora arep mbaleni usil Ø manehSungguh sapaan , saya tidak akan mengulangi usil lagi.
“ Sungguh mas, saya tidak akan mengulangi usil lagi”.
Bentuk (39e) dapat dikembalikan pada bentuk lengkapnya seperti (39f) berikut.
(39f) Yakin Mas , tenan aku ora arep mbaleni usil njupukYakin sapaan sungguh saya tidak akan mengulangi usil mengambil
tas maneh.tas lagi
“Yakin Mas, Sungguh saya tidak akan mengulangi usilmengambil tas lagi”.
Kata yakin ’yakin’ dan tenan ’sungguh’ merupakan bentuk kata yang
dipergunakan untuk menyatakan sumpah. Pemakaian tindak tutur komisif
bersumpah (39) tergolong tindak tutur komisif bersumpah positif (N+) karena
201
(O2) dengan keyakinannya berani mengucapkan sumpah untuk membersihkan
dirinya dari tuduhan.
Setelah menyimak analisis pada tipe data (38 dan 39 ) dapat
dikatakan bahwa pemakaian tindak tutur komisif bersumpah, pada awalnya,
adanya komunikasi yang terdapat unsur ketidakpercayaan di antara peserta
tutur terhadap objek yang dituturkan itu. Tindakan ini merupakan alasan
munculnya konteks tuturan (Alsn -) dan pemberian kesimpulan atas tindakan
pada konteks itu (K-) . Tindakan meyakinkan lawan tutur itu menggunakan
tindak tutur komisif bersumpah. Dengan demikian, tipe data (38 dan 39 ) dapat
diformulasikan sebagai berikut.
Formula 11: Pemakaian tindak tutur komisif bersumpah(Alsn-, K- = N+)
Penjelasan :
Apabila terjadi komunikasi antara O1 dan O2, objek yang dikomunikasikan
tersebut terdapat unsur yang tidak dipercaya oleh O1 atau sebaliknya O2.
Akibatnya, O1 atau O2 akan memberikan alasan yang diperkuat dengan
mengucapkan sumpah atau menggunakan tidak tutur komisif bersumpah untuk
meyakinkan lawan tuturnya.
Setelah memperhatikan pola munculnya tindak tutur komisif bersumpah
ini, pemakaian tindak tutur komisif bersumpah disebabkan adanya unsur
Konteks Alsn – K- = N+unsur O1 O1 O2
Takpercaya menuduh bersumpah
202
ketidakpercayaan dari lawan tutur dan dilanjutkan dengan tindakan menyakinkan
lawan tutur dengan menggunakan tindak tutur komisif bersumpah.
4.4.2 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bersumapah Bertobat
Selain tindak tutur komisif bersumpah untuk meyakinkan lawan tutur,
terdapat pula tindak tutur komisif bersumpah bahasa Jawa untuk bertobat.
Tindak tutur komisif bersumpah ini ditujukan kepada yang lebih berkuasa untuk
dirinya sendiri. Tindak tutur komisif bersumpah untuk bertobat dapat dilihat
contoh (40) berikut.
(40) Sarna : Rai mu pucet ana apa Ta ?Muka gent. pucat ada apa Ta (panggilan untuk Manta)
“Mukamu pucat ada apa Ta ?”
Manta : Paru-paru ku lara wis sesasi.Paru-paru gent sakit sudah satu bulan.
“Sudah satu bulan paru-paruku sakit”.
Sarna : Ciu sak genthong entek na, ben katon gagah.Ciu satu jun habis impert. agar kelihatan gagah
Yen paru-paru mu wis kobong, entek-entekaneJika paru-paru gent. sudah terbakar , akhirnya
ya mung diterne nyang kuburan.ya hanya diantar ke kubur.
“Habiskanlah ciu satu jun, agar kelihatan gagah. Jika paru-parumu sudah terbakar, akhirnya ya hanya diantar kekubur”.
Manta : Tenan Sar, aku pengin sehat. Anak kuSungguh nama panggilan Sarna, saya ingin sehat. Anak saya
isih cilik- cilik. Muga sing gawe urip nyeksenimasih kecil-kecil. Semoga yang membuat hidup menjadi saksi
aku ora bakal mendem maneh.saya tidak akan mabuk lagi.
Sungguh Sar, saya ingin sehat. Anak saya masih kecil-kecil.Semoga yang membuat hidup (Tuhan Yang Mahakuasa)menjadi saksi saya tidak akan mabuk lagi”.
203
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Sarna yang selanjutnyadisebut (O1) dan Manta yang selanjutnya disebut (O2). Warnaemosi ketika dialog ini berlangsung menunjukkan suasana sedihkarena (O2) sedang sakit. Maksud atau tujuan pembicaraan (O2)bersaksi kepada Tuhan Yang Mahakuasa bahwa ia tidak akanmabuk lagi, karena paru-parunya sudah sakit. Tidak adaketerlibatan (O3) dalam dialog ini. Urutan bicara, dalam dialog inidimulai (O1) dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragamngoko dan direspon (O2) dengan bahasa Jawa lisan ragam ngokojuga. Bab pokok yang dibicarakan yaitu sumpah bertobat (O2)untuk tidak mabuk lagi. Instrumen menggunakan bahasa Jawalisan ragam ngoko. Citarasa bahasa dialog ini terasa santai tetapimempunyai makna rasa yang dalam. Adegan tutur. Dialog initerjadi di rumah (O1) di Jagalan, Pakualaman, Yogyakarta, padahari Sabtu, tanggal 3 Februari 2007 pukul 13.00 (wib). Registeryang digunakan ialah wacana lisan. Tidak terdapat aturankebahasaan yang khas dalam dialog tersebut.
Data (40) dialog terjadi di rumah Sarna, Jagalan, Pakualaman,
Yogyakarta, pada hari Sabtu, tanggal 3 Februari 2007, pukul 13.00 (wib). Dialog
itu dilakukan oleh Sarna (O1) dan Manta (O2). Keduanya merupakan teman
sepekerjaan. Konteks dalam dialog itu yaitu bahwa (O2) bertobat kepada Tuhan
untuk tidak akan mabuk lagi. Peristiwa tutur itu dimulai dari pernyataan O2
tentang keadaan kesehatannya, yaitu mukanya pucat karena paru-parunya sakit
sudah satu bulan, seperti pada penyataan (40a) berikut.
(40a) Paru-paru ku lara wis sesasi.Paru-paru gent sakit sudah satu bulan.
“Sudah satu bulan paru-paruku sakit”.
O1 mengetahui bahwa O2 suka mabuk dan akibatnya paru-parunya sakit.
Pernyataan O1 ini merupakan alasan negatif (Alsn-) karena keadaan ()1 sakit
paru-paru yang disebabkan seringnya mabuk. O1 memberikan saran yang
bernada nglulu dengan pernyataan seperti (40b) berikut.
(40b) Ciu sak genthong entek na, ben katon gagah.Ciu satu jun habis impert. agar kelihatan gagah
Yen paru-paru mu wis kobong, entek-entekane
204
Jika paru-paru gent. sudah terbakar , akhirnya
ya mung diterne nyang kuburan.ya hanya diantar ke kubur.
“Habiskanlah ciu satu jun, agar kelihatan gagah. Jika paru-parumu sudah terbakar, akhirnya ya hanya diantar kekubur”.
Pernyataan O1 (40b) bermaksud memberikan peringatan kepada O2,
yaitu apabila 02 masing sering mabuk, ia akan segara menemui kematiannya.
Pernyataan (40b) menunjukkan kesimpulan negatif (K-) karena isi pernyataan
itu menyatakan akibat dari tindakan mabuk.
Pernyataan (40c) merupakan stimulus dari O1 yang direspon oleh O2
dengan munculnya pemakaian tindak tutur bersumpah bertobat. Pernyataan
sumpah bernuansa tobat yang didahului dengan alasan yang merupakan
sebab sebuah tindakan. Pernyataan O2 yang demikian itu dapat dilihat pada
(40c) berikut.
(40c) Tenan Sar, aku pengin sehat. Anak kuSungguh nama panggilan Sarna, saya ingin sehat. Anak saya
isih cilik- cilik. Muga sing gawe urip nyeksenimasih kecil-kecil. Semoga yang membuat hidup menjadi saksi
aku ora bakal mendem maneh.saya tidak akan mabuk lagi.
Sungguh Sar, saya ingin sehat. Anak saya masih kecil-kecil.Semoga yang membuat hidup (Tuhan Yang Mahakuasa)menjadi saksi saya tidak akan mabuk lagi”.
Pernyataan (40d) merupakan alasan yang menjadikan sebab (O2) untuk
bersumpah dapat diketahui dari bentuk berikut.
(40d) ........, aku pengin sehat. Anak ku.......... , saya ingin sehat. Anak saya
isih cilik- cilik.masih kecil-kecil
“…….., saya ingin sehat. Anak saya masih kecil-kecil”.
205
Pernyataan ini merupakan respon O2 terhadap stimulus yang diberikan
oleh O1 yang berisi akan mempercepat kematian. Pernyataan ini pulalah yang
merupakan sebab munculnya pemakaian tindak tutur komisif bersumpah.
Munculnya respon (40d), mengakibatkan munculnya pemakaian tindak tutur
komisif sumpah yang bernuansa tobat seperti pada (40e) berikut.
(40e) Muga sing gawe urip nyeksenimasih kecil-kecil. Semoga yang membuat hidup menjadi saksi
aku ora bakal mendem maneh.saya tidak akan mabuk lagi.
”Semoga yang membuat hidup (Tuhan Yang Mahakuasa)menjadi saksi saya tidak akan mabuk lagi”.
Pernyataan (40e) merupakan sebuah tindak tutur komisif bersumpah yang
bernuansa tobat dan penuturnya bersaksi kepada Tuhan Yang Mahakuasa
bahwa ia tidak akan mengulangi tindakan (mabuk) lagi. Pernyataan tindak
bertutur itu dinamakan tindak tutur komisif bersumpah positif (N+). Tipe data (40)
merupakan pemakaian tindak tutur komisif bersumpah bernuansa tobat dapat
diformulasikan sebagai berikut.
Formulasi 12 : Pemakaian tindak tutur komisif bersumpah (bertobat)(Alsn- K- = N+)
Penjelasan:
Di dalam koteks bertutur untuk tindak tutur komisif bersumpah
(bertobat), biasanya didahului adanya alasan negatif akibat dari tindakan yang
telah dilaklukan (Alsn -), dan terdapat pula kesimpulan dari tindakan yang tidak
Konteks Alsn - K- saksi = N+
206
menguntungkan (K-). Penutur kemudian bertobat dengan memakai tindak tutur
komisif bersumpah (bertobat) (N+).
Selain data (40) penyataan tindak tutur bersumpah dengan bersaksi
kepada Tuhan Yang Mahakuasa, ada pula yang bersaksi kepada bumi dan
langit , seperti data (41) berikut.
(41) Muga bumi lan langit nyekseni, Mas, aku oraSemoga bumi dan langit menjadi saksi sapaan saya tidak
bakal mbaleni tumindak ku sing gawe rugi neakan mengulangi tindakan saya yang membuat rugi nya
wong akeh, wis wis cukup semene wae, anak putuorang banyak sudah sudah cukup sekian saja anak cucu
ku aja ana sing kaya aku. Saiki aku didohigent. jangan ada yang seperti saya. Sekarang saya dijauhi
sedulur lan tangga.saudara dan tetangga.
”Semoga bumi dan langit menjadi saksi, mas, saya tidak akan mengulangitindakan saya yang membuat rugi orang banyak, sudah sudah cukupsekian saja anak cucuku jangan ada yang seperti saya. Sekarang sayadijauhi saudara dan tetangga”.
Konteks : Terjadi tuturan oleh seseorang yang selanjutnya disebut (O1). (O1) saatitu sedang berkunjung di pondok Pesantren Nirbitan. Warna emosi saattuturan itu dilaksanakan terlihat sedih dan menyesal. Maksud atau tujuantuturan (O1) bersumpah tobat tidak akan merugikan orang lain lagi. Tidakada pihak lain (O3) yang ikut dalam pembicaraan itu. Bab pokok yangdibicarakan (O1) bersumpah tobat bersaksi kepada bumi dan langitbahwa ia tidak mengulangi merugikan orang lain.Bahasa Jawa lisanragam ngoko sebagai instrumennya. Citarasa bahasa saat tututran itudilakukan terkesan sedih dan menyesal. Adegan tutur, tuturan inidilakukan di Pondok Pesantren Nirbitan, Tipes,Surakarta, pada hariJumat, tanggal 16 Februari 2007, pukul 14.30 (wib). Register yangdigunakan ialah wacana lisan. Tidak ada norma kebahasaan khusus.
Data (41) diperoleh dari pembicaraan seseorang yang sedang berada di
Pondok Pesantren Nirbitan, Surakarta, pada hari Jumat, tanggal 16 Februari
2007, pukul 14.30 (wib). Tuturan itu dilakukan oleh seseorang (O1) dan
pengasuh pondok (O2). Tujuan tuturan yang dilakukan O1 merupakan
permohonan doa agar dapat meninggalkan perbuatan yang merugikan banyak
207
orang, dan anak cucu tidak ada yang mengikutinya. Tindakan yang dilakukan
O1 ialah sumpah sehingga ia menggunakan tindak tutur komisif bersumpah
yang bernuansa tobat, seperti (41a ) berikut.
(41a) Muga bumi lan langit nyekseni, Mas, aku oraSemoga bumi dan langit menjadi saksi sapaan saya tidak
bakal mbaleni tumindak ku sing gawe rugi neakan mengulangi tindakan saya yang membuat rugi nya
wong akeh.orang banyak.
”Semoga bumi dan langit menjadi saksi, Mas, saya tidak akanmengulangi tindakan saya yang membuat rugi orang banyak”.
Klausa pertama pada (41a) Muga bumi lan langit nyekseni ’Semoga bumi dan
langit menjadi saksi’ merupakan penanda tuturan sumpah yang memerlukan
saksi. Pada (41a) yang menjadi saksi ialah bumi lan langit ’bumi dan langit’.
Klausa kedua aku ora bakal mbaleni tumindakku sing gawe rugine wong akeh
’saya tidak akan mengulangi tindakan yang rugikan banyak orang’ merupakan isi
sumpah. Tindak tutur yang demikian disebut sebagai tindak tutur komisif
bersumpah bernuansa tobat karena penutur bersaksi kepada (yang menciptakan)
bumi dan langit. Pemakaian tindak tutur komisif bersumpah yang bernuasa tobat
dapat dilihat pada pernyataan tindak tutur (41b) dan (41c) yang mendorong
munculnya pemakaian tindak tutur komisif bersumpah (tobat) berikut.
(41b) Tumindak ku sing gawe rugi ne wong oleh.tindakan saya yang membuat rugi nya orang banyak
”Tindakan saya yang membuat rugi orang banyak”
(41c) Saiki aku didohi sedulur lan tangga.Sekarang saya dijauhi saudara dan tetangga.
”Sekarang saya dijauhi saudara dan tetangga”.
208
Bentuk (41b) berisi pernyataan tindakan yang menjadi penyebab kerugian
banyak orang. Akibatnya, muncul pernyataan (41c) yang berisi pernyataan
akibat dari tindakan (41b). Secara psikologis penutur menderita disebabkan
adanya kondisi seperti pada tuturan (41b, 41c). Adanya dalam keadaan seperti
itu maka ia melakukan sumpah dengan menggunakan tindak tutur komisif
bersumpah bernuansa tobat. Pernyataan (41b dan 41c) menunjukkan alasan
negatif (Alsn -), karena perbuatan itu merugikan orang lain. Kemudian penutur
bersumpah untuk tidak mengulangi perbuatan merugikan orang banyak dan
semoga anak cucunya tidak meniru perbuatan tersebut. Hal itu diungkapkan
dengan pernyataan (41d) berikut.
(41d) Wis wis cukup semene wae, anak putusudah sudah cukup sekian saja anak cucu
ku aja ana sing kaya aku.gent. jangan ada yang seperti saya.
”Sudah sudah cukup sekian saja anak cucuku jangan ada yangseperti saya”.
Harapan tentang keturunannya dengan tidak melakukan perbuatan merugikan
orang banyak tercermin pada (41d). Pernyataan itu merupakan kesimpulan
positif (K+) karena pernyataan tersebut mengharapkan kebaikan.
Pernyataan (41e) sebagai puncak pernyataan yang dituangkan dalam
bentuk tindak tutur komisif bersumpah (tobat). Pernyataan itu ialah sebagai
berikut.
(41e) Muga bumi lan langit nyekseni, Mas, aku ora bakal mbalenitumindakku sing gawe rugi ne wong akeh.”Semoga bumi dan langit menjadi saksi, Mas, saya tidak akanmengulangi tindakan saya yang membuat rugi orang banyak”.
209
Pernyataan ini merupakan bentuk tindak tutur komisif bersumpah
(tobat) positif (N+) karena pelaku tidak akan berbuat merugikan orang lain
yang dinyatakan dengan tobat dan bersaksi kepada bumi dan langit.
Tipe data (40 dan 41) yang merupakan pemakaian tindak tutur komisif
bersumpah yang bernuasa tobat dapat formulasikan sebagai berikut
Formulasi 13 : Pemakaian tindak tutur komisif bersumpah (bertobat)(Alsn-, K+ = N+)
Penjelasan :
Terjadi konteks O1 dan O2 dengan objek yang dikomunikasikan
tersebut mengandung unsur yang bermaksud sebab dan akibat yang diderita
oleh O1, yang merupakan alasan negatif (Alsn -). Harapan kebaikan untuk
anak cucunya merupakan kesimpulan positif (K+). Dengan alasan negatif dan
harapan positif akan memunculkan pemakaian tindak tutur komisif bersumpah
(tobat) positif (N+).
4.4.3 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bersumpah Setia
Dalam bahasa Jawa terdapat terdapat pemakaian tindak tutur komisif
bersumpah dengan nuasa setia. Maksudnya ialah orang yang bersumpah akan
melakukan tindakan apapun sebagai bentuk kesetiaannya kepada penerima
sumpah. Tindak tutur bersumpah ini dilakukan sebelum penutur melakukan
tindakan. Untuk menjelaskan hal itu dapat dicontohkan tuturan (42) berikut.
Konteks Alsn - K+ saksi = N+
210
(42) Hadi : Kangge nebus kesalahan, kula badheUntuk menebus kesalahan, saya akan
dipundhawuni menapa Pak?diperintah apa pak ?
”Untuk menebus kesalahan, saya akan diperintah apaPak ?
Jaka : Aku arep duwe gawe, apa sliramu saguhSaya akan punya kerja, apakah saudara sanggup
ngrewangi aku. Gawean iki abot tur resikonemembatu saya. Pekerjaan ini berat lagi pula resikonya
gedhe. Ngene Dhik, aku arepbesar. Begini sapaan (untuk yang lebih muda) saya akan
nyalonake Lurah maneh, apa sliramu saguhmencalonkan lurah lagi apakah saudara sanggup
dadi kadher ku. Resikone digethingi kancamenjadi kader gent. Resikonya dibenci kawan
kadher liya.kader lain.
”Saya akan punya kerja, apakah saudara sanggupmembantu saya. Pekerjaan ini berat lagi pularesikonya besar. Begini Dik, saya akan mencalonkanLurah lagi, apakah saudara sanggup menjadi kadersaya. Resikonya dibenci kawan kader lain”.
Hadi : Mugi ingkang Mahakuaos nyekseni, nadyanSemoga yang Mahakuasa menjadi saksi, walaupun
awrat lan ageng resikonipun badhe kula lampahi,berat dan besar resikonya akan saya lakukan
kula tetep badhe setia mbelani Pak Jaka.saya tetap akan setia membela Pak Jaka.
”Semoga Yang Mahakuasa menjadi saksi, walaupunberat dan besar resikonya akan saya lakukan, sayatetap akan setia membela Pak Jaka”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Hadi selanjutnya disebut(O1). Ia adalah penduduk Desa Mrisen, Juwiring, Klaten. Jaka yangselanjutnya disebut O2. Ia menjadi seorang Kepala Desa (Lurah)Desa Mrisen, Juwiring, Klaten. O2 mempunyai status sosial yanglebih tinggi dari pada O1. Warna emosi ketika dialog ini dilakukanialah sangat serius. Maksud atau tujuan pembicaraan ialah O1bersumpah akan setia kepada O2. Tidak ada keterlibatan O3 dalamdialog ini. Urutan berbicara dalam dialog ini dimulai O1 menggunakanbahasa Jawa lisan ragam krama, dan direspon O2 denganmenggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko. Hal ini terjadi karenaO2 mempinyai derajad sosial lebih tinggi. Bab pokok yang dibicarakanialah sumpah O1 kepada O2. Bahasa Jawa lisan ragam ngoko dan
211
krama digunakan sebagai instrumen dialog. Citarasa bahasa dalamdialog ini sangat terasa formal. Adegan tutur, dialog ini dituturkanketika O1 bertandang ke rumah O2 pada hari Senin, tanggal 19Maret 2007, pukul 20.00 wib di rumah Pak Jaka (Lurah). Registeryang dipakai adalah wacana lisan. Aturan kebahasaan khas yangdipergunakan dalam dialog ini O1 menggunakan bahasa Jawa lisanragam krama dan O2 merespon dengan bahasa Jawa lisan ragamngoko.
Data (42) dicatat dari pembicaraan Hadi (O1) penduduk kampung Mrisen
dan seorang Lurah (Kepala Desa) di Mrisen, Juwiring, Klaten bernama Jaka (O2).
Adanya perbedaan status sosial, maka ragam bahasa Jawa yang digunakan ialah
ragam krama O1, dan ragam krama madya (O2). Data ini dicatat pada hari Senin,
tanggal 19 Maret 2007, pukul 20.00 wib di rumah Pak Jaka (Lurah). Adapun
tujuan pembicaraan dalam dialog ini ialah Hadi (O1) bersumpah untuk setia,
karena untuk menebus kesalahannya (minta maaf). Tindakan untuk meminta
maaf itu dituturkan dengan menebus kesalahan, hal ini dapat dilihat pada (42a)
berikut.
(42a) Kangge nebus kesalahan, kula badheUntuk menebus kesalahan, saya akan
dipundhawuni menapa Pak?diperintah apa pak ?
”Untuk menebus kesalahan, saya akan diperintah apa Pak ? ”
Pernyataan menebus kesalahan yang dimaksud ialah meminta maaf atas
kesalahan yang telah diperbuat. Permintaan maaf itu dibarengi dengan
kesanggupan melakukan pekerjaan apapun yang akan dijalani. Pengakuan
kesalahan itu merupakan alasan yang tergolong alasan positif (Alsn+) karena
tindakan sebelumnya terdapat perbuatan salah. Untuk mendapatkan maaf atas
kesalahannya O1 diperintahkan melakukan suatu tindakan yang beresiko tinggi,
seperti pada pernyataan (42b) berikut.
212
(42b) Aku arep duwe gawe, apa sliramu saguhSaya akan punya kerja, apakah saudara sanggup
ngrewangi aku. Gawean iki abot tur resikonemembatu saya. Pekerjaan ini berat lagi pula resikonya
gedhe. Ngene Dhik, aku arepbesar. Begini sapaan (untuk yang lebih muda) saya akan
nyalonake Lurah maneh, apa sliramu saguhmencalonkan lurah lagi apakah saudara sanggup
dadi kadher ku. Resikone digethingi kancamenjadi kader gent. Resikonya dibenci kawan
kadher liya.kader lain.
”Saya akan punya kerja, apakah saudara sanggup membantu saya.Pekerjaan ini berat lagi pula resikonya besar. Begini Dik, sayaakan mencalonkan Lurah lagi, apakah saudara sanggup menjadikader saya. Resikonya dibenci kawan kader lain”.
Pernyataan (42b) ini menunjukkan sebuah kesimpulan pemberian maaf
apabila O1 sanggup melakukannnya. Oleh karena itu tuturan (42b) merupakan
kesimpulan positif (K+). O1 tanggap atas pemberian maaf dengan syarat yang
harus dipenuhi yaitu menjadi kader dalam pemilihan Lurah. Untuk
mendapatkan maaf dari (O2), (O1) bersumpah dalam bentuk tindak tutur
komisif bersumpah setia. Tindak bersumpah itu terlihat pada bentuk (42c)
berikut.
(42c) Mugi ingkang Mahakuaos nyekseni, nadyanSemoga yang Mahakuasa menjadi saksi, walaupun
awrat lan ageng resikonipun badhe kula lampahi,berat dan besar resikonya akan saya lakukan
kula tetep badhe setia mbelani Pak Jaka.saya tetap akan setia membela Pak Jaka.
”Semoga Yang Mahakuasa menjadi saksi, walaupun berat danbesar resikonya akan saya lakukan, saya tetap akan setia membelaPak Jaka”.
Pada (42c) terlihat bentuk yang menjadi saksi dalam sumpah itu. Dalam
sumpah setia unsur saksi sangat diperlukan. Saksi sumpah setia dalam (42c)
213
terdapat pada tuturan Mugi ingkang Mahakuaos nyekseni ’Semoga Yang
Mahakuasa menjadi Saksi’. Bentuk tindak tutur komisif bersumpah setia
terlihat pada Kula tetep badhe setia mbelani Pak Jaka. ’Saya tetap akan
setia membela Pak Jaka’. Tindakan yang menunjukkan kesetiaan kemudian
akan melakukan suatu tindakan walaupun berat resikonya termasuk tindakan
positif. Oleh karena, itu tindak tutur komisif bersumpah setia termasuk tindak
tutur komisif bersumpah positif (N+). Dari struktur tindak tutur komisif
bersumpah setia pada tipe (42), dapat dapat diformulasikan sebagai berikut.
Formulasi 14: Pemakaian tindak tutur komisif bersumpah (bertobat)(Alsn+, K+ = N+)
Penjelasan :
Apabila terjadi tindak bersumpah setia biasanya didahului adanya
perasaan bersalah (O1 terhadap O2 hal ini merupakan alasan positif (Alsn+).
Untuk meminta maaf O1 bersaksi dan memberikan penyataan kesanggupan
untuk melakukan pekerjaan apapun. Untuk meyakinkan tindakan yang akan
dilakukan itu, muncullah pernyataan dengan menggunakan tindak tutur komisif
bersumpah. Tindakan ini merupakan kesimpulan apa yang akan dilakukan.
Oleh karena itu, kesimpulan yang menyatakan akan melakukan tindakan
disebut sebagai kesimpulan positif (K+). Pemakaian tindak tutur komisif
bersumpah itu diperlukan saksi untuk meyakinkan (O2) atas kesanggupan
Konteks Alsn + K+ saksi = N+
214
dan kesetiaan (O1) terhadap (O2). Pemakaian tindak tutur komisif bersumpah
setia yang lengkap dengan adanya saksi tergolong tindak tutur komisif
bersumpah positif (N+).
Tindak tutur komisif bersumpah setia biasanya didadahului dengan
perasaan bersalah. Namun, bersumpah setia ada yang hanya sekedar untuk
meyakinkan lawan tutur seperti contoh (43) berikut.
(43) O1 : Warga Muhammadiyah saiki akeh sing wis keserangWarga Muhammadiyah sekarang banyak yang sudah terserang
ideologi liya. Malah ana warga Muhammadiyah singideologi lain. Bahkan ada warga Muhammadiyah yang
nggunakake bandha Muhammadiyah kanggo kepentinganmenggunakan harta Muhammadiyah untuk keperluan
ideologi liya iku. Kang mangkono iku waraga Muhammadiyahideologi lain itu. Yang demikian itu warga Muhammadaiyah
mau wis ora setia maneh marang ideologi Muhammadiayah.tadi sudah tidak setia lagi terhadap ideologi Muhammadaiyah.
Ana Kepala Sekolah Muhammadiayah jare mung nyambutAda Kepala Sekolah Muhammadiyah katanya hanya bekerja
gawe ana amal usaha Muhammadiyah ora perlu ideologine.di amal usaha Muhammadiyah tidak perlu ideologinya
Ngono iku ateges nggembosi ideologi Muhammadiyah.Demikian itu artinya menggembosi ideologi Muhammadiyah.
”Warga Muhammadiyah sekarang banyak yang sudah terserangideologi lain. Bahkan ada warga Muhammadiyah yangmenggunakan harta Muhammadiyah untuk keperluan ideologi lainitu. Warga Muhammadiyah yang demikian itu tadi sudah tidak setialagi terhadap ideologi Muhammadiyah. Ada Kepala SekolahMuhammadiyah katanya hanya bekerja di amal usahaMuhammadiyah tidak perlu ideologinya”.
O2 : Menawi kula mboten mekaten Pak. Gesang kula awit wontenKalau saya tidak demikian Pak. Hidup saya sebab ada
amal usaha Muhammadiyah ingkang lair saking ideologiamal usaha Muhammadiyah yang lahir dari ideologi
Muhammadiyah. Mila mugi dipunsekseni bilih kula tetepMuhammadiyah. Maka supaya disaksikan bahwa saya tetap
badhe setia dhateng ideologi Muhammadiyah.akan setia kepada ideologi Muhammadiyah.
”Kalau saya tidak demikian Pak. Hidup saya karena ada amalusaha Muhammadiyah yang lahir dari ideologi Muhammadiyah.
215
Maka supaya disaksikan bahwa saya tetap akan setia kepadaideologi Muhammadiyah”.
Konteks : Terjadi tindak tutur yang dilakukan Ketua Pimpinn Muhammadiyah yangselanjutnya disebut (O1). Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah yangselanjutnya disebut (O2). (O1) Ketua Pimpinan Muhammadiayah DaerahSurakarta mempunyai status sosial lebih tinggi dari pada Kepala SMAMuhammadiyah. Warna Emosi ketika tuturan ini berlangsung dalamkeadaan sangat serius. Maksud atau tujuan pembicaraan dalam tuturanini (O1) menyindir bahwa warga Muhammadiyah idologinya sudah luntur.Tiada (O3) yang terlibat dalam tuturan ini. Urutan bicara (O1) dalammembuka rapat Muhammadiyah menggunakan bahasa Jawa lisanragam ngoko, dan direspon (O2) dengan menggunakan bahasa Jawalisan ragam krama. Bab pokok yang dibicarakan sumpah setia terhadapideologi Muhammadiyah. Instrumen menggunakan bahasa Jawa lisanragam ngoko dan krama. Citarasa bahasa ketika tuturan ini berlangsungdalam keadaan serius. Adegan tutur, tuturan ini dilakukan di di kantorPimpinn Daerah Muhammadiyah Surakarta. Register yang dipakai ialahwacana lisan. Tidak terdapat aturan kebahasaan yang khas.
Data (43) merupakan sebuah tuturan yang terjadi pada pertemuan
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Surakarta. Maksud tuturan itu ialah
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Surakarta (O1) mengeluhkan adanya warga
Muhammadiyah yang terserang ideologi lain. Begitu juga, ada warga
Muhammadiyah yang membesarkan ideologi lain itu dengan harta
Muhammadiyah. Oleh O1, warga Muhammadiyah yang demikian itu dikatakan
”menggebosi” ideologi Muhammadiyah dan dianggap bersalah. Tuturan (43a)
berikut menunjukkan alasan negatif (Alsn-) karena adanya warga
Muhammadiyah yang terserang idologi lain.
(43a) Warga Muhammadiyah saiki akeh sing wis keserangWarga Muhammadiyah sekarang banyak yang sudah terserang
ideologi liya. Malah ana warga Muhammadiyah singideologi lain. Bahkan ada warga Muhammadiyah yang
nggunakake bandha Muhammadiyah kanggo kepentinganmenggunakan harta Muhammadiyah untuk keperluan
216
ideologi liya iku. Kang mangkono iku waraga Muhammadiyahideologi lain itu. Yang demikian itu warga Muhammadaiyah
mau wis ora setia maneh marang ideologi Muhammadiayah.tadi sudah tidak setia lagi terhadap ideologi Muhammadiyah.
”Warga Muhammadiyah sekarang banyak yang sudah terserangideologi lain. Bahkan ada warga Muhammadiyah yangmenggunakan harta Muhammadiyah untuk keperluan ideologi lainitu. Warga Muhammadiyah yang demikian itu tadi sudah tidak setialagi terhadap ideologi Muhammadiyah”.
Pernyataan adanya warga Muhammadiyah yang terserang idologi lain
dan sudah tidak setia lagi terhadap idologi Muhammadiyah merupakan alasan
negatif (Alsn-) .
Reaksi tutur O2, seorang Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah
menolak anggapan O1 dengan alasan bahwa penghidupannya dari adanya
amal usaha Muhammadiyah, seperti pada penyataan (43b) berikut.
(43b) Menawi kula mboten mekaten Pak. Gesang kula awit wontenKalau saya tidak demikian Pak. Hidup saya sebab ada
amal usaha Muhammadiyah ingkang lair saking ideologiamal usaha Muhammadiyah yang lahir dari ideologi
Muhammadiyah.Muhammadiyah
”Kalau saya tidak demikian Pak. Hidup saya karena ada amal usahaMuhammadiyah yang lahir dari ideologi Muhammadiyah”.
Penolakan anggapan salah yang disampaikan oleh O1 itu dituturkan
O2 menawi kula mboten mekaten ’kalau saya tidak demikian’. Alasan untuk
penolakan itu karena penghidupan O2 dari amal usaha Muhammadiyah yang
lahir dari ideologi Muhammadiyah, seperti pada pernyataan Gesang kula awit
wonten amal usaha Muhammadiyah ingkang lair saking ideologi
Muhammadiyah. ’Hidup saya sebab ada amal usaha Muhammadiyah yang
217
lahir dari ideologi Muhammadiyah’. O2 menyatakan penolakan pernyataan
(O1) dengan tuturan menawi kula mboten mekaten ’kalau saya tidak demikian’
dengan alasan bahwa kehidupannya dari amal usaha Muhammadiyah.
Penolakan yang disertai alasan positif akan membentuk kesimpulan positif
(K+) juga.
Untuk menunjukkan kesetiaannya terhadap ideologi Muhammadiyah,
selanjutnya O2 bersumpah bahwa ia akan tetap setia kepada ideologi
Muhammadiyah. Hal ini dapat diperiksa pada pernyataan O2 pada (43c)
berikut.
(43c) Mila mugi dipunsekseni bilih kula tetepMaka supaya disaksikan bahwa saya tetap
badhe setia dhateng ideologi Muhammadiyah.akan setia kepada ideologi Muhammadiyah.
”Maka supaya disaksikan bahwa saya tetap akan setia kepadaideologi Muhammadiyah”.
Pada tuturan (43c) terdapat tindak tutur komisif bersumpah setia yang
ditunjukkan pada bentuk Mila mugi dipunsekseni bilih kula tetep badhe
setia dhateng ideologi Muhammadiyah ’Maka supaya disaksikan bahwa saya
tetap akan setia kepada ideologi Muhammadiyah’. Tindak tutur komisif
bersumpah setia ini merupakan tindak tutur positif (N+) karena tuturannya
disaksikan oleh O2. Oleh karena itu, lengkaplah persyaratan bersumpah.
Dengan memperhatikan struktur tindak tutur komisif bersumpah setia pada tipe
(43), dapat diformulasikan sebagai berikut.
218
Formulasi 15: Pemakaian tindak tutur komisif bersumpah (setia)(Alsn-, K+ = N+)
Penjelasan :
Pemakaian tindak tutur komisif bersumpah setia terjadi apabila ada
masalah dan dianggap bersalah yang selanjutnya menjadi alasan negatif (Als-
). Akibatnya akan terjadi reaksi tutur menolak anggapan kesalahan tersebut
dengan alasan yang logis sehingga dapat menunjukkan kesimpulan positif
(K+). Selanjutnya, akan memunculkan pemakaian tindak tutur bersumpah setia
(setia) positif (N+) yang dikuatkan saksi. Unsur saksi dalam sumpah ini tidak
jelas pelakunya.
4.4.4 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bersumpah Untuk Ipat-Ipat
(Sumpah Serapah)
Selain tindak tutur komisif bersumpah untuk setia, ada pula tindak tutur
komisif bersumpah ipat-ipat (sumpah serapah). Tindak tutur jenis ini kata-kata
yang digunakan ialah kata-kata yang berkonotasi buruk (makian dan
umpatan). Tindak tutur ini dapat diperiksa pada contoh (44 ) berikut.
(44) Utari : Aja sombong dhik Gita dupeh saikiJangan sombong (panggilan) Gita mentang-mentang sekarang
wis bisa tuku mobil.sudah dapat membeli mobil.
Mbakyune lara disilihi mobil e(panggilan untuk kakak perempuan) sakit dipinjami mobil gent
malah nesu. O ... maune mlarat kok saiki kemaken.malah marah. O .... tadinya melarat partk sekarang sombong
Konteks Als- K+ saksi = N+(pelaku tidak jelas)
219
”Jangan sombong dik Gita mentang-mentang sekarangdudah dapat membeli mobil. Kakaknya sakit dipinjamimobilnya malah marah. O.... tadinya melarat kok sekarangsombong”.
Sugita : Tuku nganggo dhuwit ku dhewe kok ewa.Beli memakai uang gent sendiri kok(partk) iri.
”Membeli mamakai uangku sendiri kok iri”.Utari : Ya yen wis ara gelem nulungi aku, besuk
Ya jika sudah tidak mau menolong aku, besuk
uripmu ora bakal tentrem, aku ora arep ngaku adhihidupmu tidak akan tenterem, saya ya tak mau mengaku adik
manehlagi.
“Ya jika sudah tidak mau menolong aku, besok hidupmutidak akan tenteram, saya tidak akan lagi mengaku adik”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Utari yang selanjutnyadisebut (O1). Ia ialah kakak perempuan Sugita. Sugita selanjutnyadisebut (O2). (O2) ialah adik (O1), yang berprofesi sebagai pengusahamaterial bangunan. Warna emosi waktu dialog ini berlangsung dalamkeadaan kecewa. Maksud atau tujuan pembicaraan (O1) akanmeminjam mobil untuk ke rumah sakit (berobat). Urutan bicara dimulaiO1 dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko. (02)merespon dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngokopula. Bab pokok yang dibicarakan ialah peminjaman mobil (O1) danditolak O2. O1 menyumpahi (sumpah serapah) (O2) untuk tidak diakuisebagai keluarga. Instrumen dialog ini ialah bahasa Jawa lisan ragamngoko. Citarasa bahasa yang muncul hambar karena sedang dalamkeadaan marah. Adegan tutur dialog ini dilakukan di rumah keluarga(O1) Petoran Rt 01/Rw. X Jebres, Surakarta, pukul 17.00 (wib).Register dialog ini menggunakan wacana lisan. Aturan kebahasaankhusus tidak terdapat kerana status sosial perserta tutur derajadnyasama.
Data (44) diperoleh dari peristiwa tutur yang terjadi pada keluarga Utari
di Petoran Rt 01/Rw. X Jebres, Surakarta, pukul 17.00 (wib). Utari dan Sugita
merupakan saudara kakak beradik, sebagai unsur partisipan dalam dialog.
Tujuan dialog ini Utari akan meminjam mobil untuk mengantar berobat.
Adapun tindakan yang dilakukan Utari kepada Sugita dengan nada kecewa
dapat dilihat pada data seperti (44a) berikut,
220
(44a) Aja sombong dhik Gita dupeh saiki wis bisaJangan sombong (panggilan) Gita mentang-mentang sekarang sudah dapat
tuku mobil.membeli mobil
”Jangan sombong dik Gita mentang-mentang sekarang dudah dapatmembeli mobil”.Mbakyune lara disilihi mobil e(panggilan untuk kakak perempuannya) sakit dipinjami mobil gent nya
malah nesu. O ... maune mlarat kok saiki kemaken.malah marah. O .... tadinya melarat kok sekarang (sombong)
”Kakaknya sakit dipinjami mobilnya malah marah. O.... tadinyamelarat sekarang sombong”.
Tindak tutur yang dilontarkan oleh Utari (O1) ini bernuansa marah dan kecewa
sehingga keluarlah kata-kata umpatan O ... maune mlarat kok saiki kemaken
’O.... tadinya melarat kok sekarang sombong’. Kekecewaan dan kemarahan
Utari merupakan alasan negatif (Alsn -) karena tuturan itu termasuk tuturan
yang emosional. Respon Sugita (O2) terhadap umpatan Utari menunjukkan
penolakan dengan tuturan Tuku nganggo dhuwitku dhewe kok ewa’ Membeli
mamakai uangku sendiri kok iri’. Tuturan ini merupakan tuturan kesimpulan
bahwa Sugita memang tidak mau meminjami mobil. Tindakan O2 merupakan
kesimpulan negatif (K-) Dengan kesimpulan negatif dari O2, timbulah
pemakaian tindak tutur komisif bersumpah ipat-ipat (sumpah serapah), yaitu
akibat dari kesimpulan negatif (K-). Tindak tutur komisif bersumpah ipat-ipat itu
dapat dilihat pada tuturan (44b) berikut.
(44b) Ya yen wis ara gelem nulungi aku, besuk uripmu ora bakaltentrem, aku ora arep ngaku adhi maneh.
’Ya jika sudah tidak mau menolong aku, besuk hidupmu tidakakan tenteram, saya tidak akan mengaku lagi adik’.
Klausa besuk uripmu ora bakal tentrem, aku ora arep ngaku adhi maneh.
’besuk hidupmu tidak akan tenteram, saya ya tak mau lagi mengaku adik’
221
merupakan tindak tutur komisif bersumpah ipat-ipat dan merupakan tindak
tutur bersumpah negatif (N-).
Tipe data (44) merupakan struktur pemakaian tindak tutur komisif
bersumpah ipat-ipat yang dapat diformulasikan sebagai berikut.
Formulasi 16: Pemakaian tindak tutur komisif bersumpah (ipat-ipat)(Alsn- K- = N-)
Penjelasan :
Dalam konteks tuturan yang berisi sumpah (ipat-ipat) ’sumpah
serapah’, akan selalu terdapat unsur alasan negatif dan kesimpulan yang
negatif pula. Interaksi yang ditunjukkan pada alasan dan kesimpulan negatif itu
akan memunculkan pemakaian tindak tutur komisif bersumpah (ipat-ipat)
negatif.
4.5 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bernadar
Tindak tutur komisif bernadar ialah tindak tuturan yang menyatakan
bahwa tindakan yang dinyatakan dalam tuturan itu belum dilakukan dan akan
dilakukan mendatang. Pemakaian tindak tutur komisif bernadar ini
dilatarbelakangi adanya suatu peristiwa yang bersifat khusus.
Konteks Alsn - K- = N-
222
4.5.1 Pemakaian Tindak Tutur Komisif Bernadar untuk Orang Lain
Tindak tutur komisif bernadar untuk orang lain ialah tindak tutur
bernadar karena pemakaiannya dilatarbelakangi adanya peristiwa khusus
yang menyangkut orang lain (anak, keluarga, dan lainnya)
Contoh:
(45) Sunarna : Gus, kowe kok ora waras-waras,(Panggilan nama) kamu partk tidak sehat-seha
ndang waras a.segera sehat imprt lah
’Gus, kamu tidak sehat-sehat, segerlah sehat.’
Giyarti : Pak, yen waras sukPak kalau sehat (bentuk pendek besuk) nanti
yen supit arep dakjika khitan akan props.akt.O1tgl
akan saya
tanggapake dhalang Anom Suroto.tanggapkan dalang (Panggilan nama)
’Pak, (Agus) kalau besuk sehat jika khitan akan sayatanggapkan dalang Anom Suroto.’
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakaukan oleh Sumarno yang selanjutnyadisebut (O1). Ia ialah suami Giyarti. Giyarti yang selanjutnya disebut (O2).Ia ialah istri (O1) yang sudah mempunyai satu anak bernama Agus. Agusselanjutnya disebut (O3). Warna emosi ketika dialog ini dilakukan dalamkeadaan sedih. Maksud atau tujuan pembicaraan (O1 dan O2) berharapatas kesembuhan (O3). (O2) bernadar akan menanggap dalang AnomSuroto apabila (O3) sehat dan tiba saatnya khitan. Terdpat keterlibatan(O3) tetapi tidak mengubah ragam bahasa yang digunakan. Bab pokokyang dibicarakan ialah masalah bernadar akan menanggap dalang AnomSuroto. Instrumen dialog ini ialah bahasa Jawa lisan ragam ngoko.Citarasa bahasa saat dialog ini dilakukan cukup serius walaupun tidakterlalu formal. Adegan tutur dialog ini dituturkan di kelaurga SunarnoKampung Sutogunan, Kelurahan Tipes, Kecamatan Serengan, KodiaSurakarta. Dialog ini menggunakan register wana lisan. Tidak ada aturankebahasaan khusus dalam dialog ini.
Data (45) merupakan peritiwa tutur yang terjadi pada keluarga Sunarno
di kampung Sutagunan, Kalurahan Tipes, Kotamadia Surakarta. Partisipan
tutur (45) ialah Sunarna (O1) dan Giyarti (O2). Mereka ialah suami istri yang
223
mempunyai anak bernama Agus, yang sedang sakit. Di dalam keluarga itu
terjadi peristiwa khusus, yaitu Agus sedang sakit keras sehingga ibunya
sangat khawatir. Keluarga Sunarna sedang menanti kesembuhan Agus. Giyarti
sangat berharap akan kesembuhan Agus dan kemudian ia bernadar, yaitu jika
Agus sehat, saat khitanan akan ditanggapkan (wayang) dengan dalang Anom
Suroto. Unsur tindak tutur komisif bernadar (45) terdapat pada kalimat (45a)
berikut.
(45a) Pak, yen waras suk yen wanci supit arep daktanggapake dhalangAnom Suroto.’Pak, kalau sembuh jika waktunya khitan akan saya tanggapkan(wayang) dalang Anom Suroto.’
Pada kalimat (45a) terdapat unsur yang dilesapkan dan dapat dihadirkan
bentuk lengkapnya. Kalimat itu menjadi seperti pada (45b) berikut.
(45b) Pak, yen Agus waras suk yen wanci supit Agus arep daktanggapakedhalang Anom Suroto.’Pak, kalau Agus sembuh besok jika Agus waktunya khitan Agusakan saya tanggapkan (wayang) dalang Anom Suroto.’
Bentuk sifar () pada (45b) ialah Agus. Oleh karena itu, yang mendapat
nadar yaitu Agus dan yang bernadar Giyarti. Tuturan bernadar arep dak
tanggapake dhalang Anom Suroto. ’Akan saya tanggapkan (wayang) dalang
Anom Suroto.’ termasuk tindak tutur komisif sebab tindakan itu baru sebatas
informasi dan belum dilakukan. Adanya peristiwa Agus sakit, merupakan
peristiwa khusus. Dengan adanya peristiwa itu, muncullah pemakaian tuturan
bernadar untuk kesebuhan Agus. Tuturan bernadar itu dilakukan dalam bentuk
tindak tutur komisif bernadar. Tentang keadaan O3 sakit keras merupakan
alasan yang bernilai negatif (Alsn -) . Harapan kesembuhan O3 oleh O1 dan
224
harpan kesembuhan oleh O1 dan O2 merupakan suatu kesimpulan positif (K+).
Tindakan bernadar akan menyenangkan O3 yaitu ditanggapkan (wayang) dalang
Anom Suroto itu merupakan tindakan bernadar positif (N+). Dengan demikian,
tindak tutur komisif benadar (45) dapat diformulasikan sebagai berikut.
Formulasi 17: Pemakaian tindak tutur komisif bernadar untuk orang lain(Alsn-, K-+ = N+)
Penjelasan:
Apabila terdapat konteks tindak tutur komisif benadar yang terdapat unsur
alasan negatif (Alsn -) dan kesimpulan positif (K +), akan muncul bentuk
pemakaian tindak tutur komisif bernadar positif (N +).
Contoh lain yaitu sebagai berikut.
(46) Suciati : Mas, Tanta ki wis umur telung (3) taun kok durung bisa mlaku.Mas. Tanta ini sudah umur tiga tahun partk belum dapat berjalan
Kancane wis playon tekan ngendi-endi. PiyeTemannya sudah berlari-lari sampai di mana-mana. Bagaimana
ta Mas anake dhewe iki.partk Mas anak kita ini.
” Mas, Tanta ini sudah umur tiga tahun belum dapat berjalan.Teman-temannya sudah berlari-lari sampai di mana-mana.Bagaimana Mas anak kita ini”.
Sapardi : Mlakua Le, suk tak jak menyangBerjalanlah (sapaan) besok props.akt.O1tgl ajak pergi ke
akan kuajak
kraton Sala.kraton Sala
“Berjalanlah Le, besok akan kuajak pergi ke kraton Sala”.
Konteks Alsn - K+ = N+
225
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Suciati yang selanjutnyadisebut (O1). Ia ialah istri Sapardi. Sapardi seorang pegawai kantorKecamatan Depok Sleman Yogyakarta yang selanjutnya disebut (O2).Pasangan suami istri ini mempunyai seorang anak bernama Tanta yangselanjutnya disebut (O3). Warna emosi ketika dialog ini dilakukan dalamkeadaan sedih karena O3 sudah berumur tiga tahun belum dapatberjalan. Maksud atau tujuan pembicaraan O1 menginformasikan bahwaO3 sudah berumur tiga tahun belum dapat berjalan, lalu O2 bernadaruntuk O3 apabila sudah dapat berjalan, akan diajak ke kraton Sala.Urutan bicara O1 membuka pembicaraan dengan menggunakan bahasaJawa lisan ragam ngoko, dan O2 merespon O1, tetapi tuturan itu ditujukankepada O3 dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragan ngoko. Ada(O3), tetapi tidak mengubah pemakaian bahasa Jawa tersebut. Hal pokokyang dibicarakan ialah O2 bernadar apabila O3 dapat berjalan akan di ajakke kraton Sala. Dialog ini menggunakan instrumen bahasa Jawa lisanragam mngoko. Citarasa bahasa ketika dialog ini dilakukan terasakesedihan akibat O3 sudah berumur tiga tahun belum dapat berjalan.Adegan tutur: tuturan ini terjadi di keluarga Sapardi di Purwakinanti,Pakualaman Yogyakarta, tanggal 17 Agustus 2008, pukul 14,15 (wib).Wacana lisan dimanfaatkan untuk register dialog ini. Tidak ada aturankebahasaan yang khusus pada dialog ini.
Data (46) merupakan bentuk pemakaian tindak tutur bernadar yang
diucapkan oleh Sapardi ketika anaknya yang berumur tiga tahun belum dapat
berjalan. Sapardi mengharapkan anaknya agar berjalan seperti pada kalimat
Mlakua Le ’berjalanlah Le’. Di dalam bentuk tindak tutur komisif bernadar, kalimat
Mlakua Le ’Berjalanlah Le’ merupakan prasyarat dan sebuah peristiwa (bahwa
anak Sapardi belum dapat berjalan) yang dituturkan dalam sebuah kalimat. Yang
menunjukkan adanya kalimat yang merupakan tindak tutur bernadar ialah kalimat
yang mengikutinya yaitu, kalimat suk takjak menyang kraton Sala ’besok akan
kuajak pergi ke kraton Sala”. Bentuk ini merupakan bentuk tuturan komisif
bernadar karena tindakan yang ditunjukkan pada maksud kalimat itu belum
dilakukan dan akan dilakukan apabila peristiwa (prasyarat) itu sudah terlaksana.
Keluhan mengenai O3 yang sudah berumur tiga tahun belum dapat berjalan
226
merupakan alasan negatif (Alsn -) karena berupa bentuk kekurangan. Haparan
O2 yaitu agar O3 dapat berjalan merupakan kesimpulan positif (K+) dan bentuk
bernadar akan mengajak ke kraton Sala. Itu merupakan pemakaian tindak tutur
komisif bernadar positif (N+) karena menyenangkan O3. Oleh karena itu
formulasinya sama dengan formulasi 16.
Selain formulasi umum seperti formulasi 16 ada data (46) ada kecenderungan
dapat dibuat formulasi secara khusus dalam kemunculan pemakaian tindak tutur
komisif bernadar seperti berikut.
4.5.2 Tindak Tutur Komisif Bernadar untuk Diri Sendiri
Tindak tutur komisif benadar untuk diri sendiri ialah tindak tutur bernadar
yang dilatarbelakangi adanya peristiwa khusus yang menyangkut dirinya sendiri.
Contoh :
(47) Marsih : Bas, mlebu perguruan tinggi saiki angel,(Panggilan nama) masuk perguruan tinggi sekarang sulit
tur bayare larang. Mula usaha a lanlagi pula bayarnya mahal. Maka usaha imprt. lah dan
donga a tenanan.doa imprt. lah sungguh-sungguh.
‘Bas, masuk perguruan tinggi sekarang sulit, lagi pula bayarnyamahal. Maka sungguh-sungguh berusahalan dan berdoalah.’
Basuki : Suk yen aku bisa ketampa(Bentuk pendek sesuk besuk) jika saya dapat diterima
ana UGM aku arep pasa Senin Kamis.di UGM saya akan puasa Senin Kamis.
Prasyarat (waktu) Peristiwa yang diinginkan Tuturan komisif bernadar
Belum dilakukan suk yen‘besok jika ..’ lamun, ‘jika’,menawa ‘jika’
Wis waras ‘sudah sehat’ (tindakan belum dilakukandan akan dilakukan setelahperistiwa terlaksana)Mengko dak tukokakesepeda anyar’nanti akankubelikan sepeda baru’
227
”Besuk jika saya diterima di UGM saya akan berpuasa SeninKamis”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang diakukan oleh Marsih, yang selanjutnyadisebut (O1). Basuki, yang selanjutnya disebut (O2). O1 ialah ibukandung O2. Warna emosi ketika dialog ini dituturkan ialah akrabbersahabat. Maksud atau tujuan pembicaraan O1 bertutur bahwa bahwamasuk perguruan tinggi memang sulit. Kemudian O2 bernadar apabiladiterima di UGM, akan puasa pada hari Senin dan Kamis. Tidak adaketerlibatan O3 dalam dialog ini. Urutan bicara dimulai O1 menggunakanbahasa Jawa lisan ragam ngoko dan direspon O2 dengan bahasa Jawalisan ragam ngoko juga. Bab pokok yang dibicarakan yaitu nadar akanberpuasa hari Senin dan Kamis apabila diterima menjadi mahasiswaUGM. Bahasa Jawa Lisan ragam ngoko dipakai sebagai instrumendialog. Citarasa bahasa dialog ini ialah akrab dan santai. Adegan tuturdialog ini dilakukan di rumah O1 jalan Ki Hajar Dewantara 42 Surakarta,pada tanggal 7 Mei 2008, pukul 15.15 (wib). Register dialog ini ialahwacana lisan. Aturan kebahasaan khusus tidak ditemukan di dalamdialog ini.
Data (47) merupakan peristiwa tutur yang terjadi pada keluarga Marsih di
Jln. Ki Hajar Dewantara 42 Surakarta. Partisipan dalam dialog ini ialah Marsih
(O1). Ia ialah ibu kandung Basuki (O2). Tujuan pembicaraan dalam dialog ini
yaitu pemberitahuan bahwa saat ini masuk perguruan tinggi sulit dan mahal.
Oleh karena itu, 02 diminta untuk sungguh-sungguh berusaha dan berdoa agar
dapat diterima. Aktivitas tindakan dalam peristiwa tutur ini yaitu O1 menuturkan
sulit dan mahalnya masuk perguruan tinggi. Adapun alat yang dipakai untuk
menyampaikan proposisi yaitu tindak berbahasa yang terlihat pada kalimat-
kalimat (47a) berikut.
(47a) Bas, mlebu perguruan tinggi saiki angel,(Panggilan nama) masuk perguruan tinggi sekarang sulit
tur bayare larang. Mula usaha a lanlagi pula bayarnya mahal. Maka usaha imprt. lah dan
donga a tenanan.doa imprt. lah sungguh-sungguh.
‘Bas, masuk perguruan tinggi sekarang sulit, lagi pula bayarnyamahal. Maka sungguh-sungguh berusahalah dan berdoalah.’
228
Pada (47a) terdapat dua kalimat. Kalimat pertama Bas, mlebu perguruan
tinggi saiki angel, tur bayare larang. ’Bas, masuk perguruan tinggi
sekarang sulit, lagi pula bayarnya mahal.’ Maksud kalimat itu memberi informasi
bahwa masuk perguruan tinggi sekarang sulit dan mahal. Kalimat kedua Mula
usahaa lan dongaa tenanan. ’Maka sungguh-sungguh berusahalah dan
berdoalah.’ Maksud kalimat tersebut (O1) memberikan nasihat.
Norma dalam dialog ialah adanya pembicara dan penanggap. Pembicara
memberikan stimulus dan penanggap meresponnya. Pada (47), O1 memberikan
stimulus berupa informasi dan nasihat. Penanggap merespon dengan tindak tutur
komisif bernadar, seperti (47b) berikut.
(47b) Suk yen aku ketampa ana UGM aku arep pasa Senin Kemis.’Besuk jika saya diterima di UGM saya akan puasa (hari)Senin danKamis.’
Maksud (47b) ialah tindakan bernadar untuk dirinya sendiri, tetapi tindakan itu
belum dilakukan. Tuturan (47b) merupakan tuturan komisif bernadar. Munculnya
tuturan ini dilatarbelangai adanya peristiwa khusus oleh penuturnya sendiri, yaitu
koneksi jika penutur diterima di UGM. Informasi mengenai sulit dan mahalnya
sekolah di Perguruan Tinggi merupakan alasan negatif (Alsn -). Nasihat untuk
usaha dan berdoa agar dapat diterima itu merupakan kesimpulan positif (K+).
Respon bernadar akan berpuasa pada hari Senin dan Kamis apabila diterima di
UGM merupakan bentuk tindak tutur komisif bernadar positif (N +). Dengan
demikian, tindak tutur secara umum (47) dapat diformulasikan sebagai berikut.
229
Formulasi 18: Pemakaian tindak tutur komisif bernadar untuk orang lain(Alsn-, K+ = N+)
Penjelasan :
Apabila terdapat konteks berisi tindak tutur komisif bernadar yang
mengandung unsur alasan negatif (Alsn -) dan memiliki kesimpulan positif
(K+), akan muncul pemakaian tindak tutur komisif bernadar positif (N +).
Dengan demikian, tindak tutur komisif benadar kepada dirinya sendiri, seperti
tipe (47), dapat diformulasikan sebagai berikut.
Prasyarat (waktu) Peristiwa yang diinginkan Tuturan komisif bernadar
Belum terlaksana suk yen‘besok jika ..’
Ketampa UGM ‘diterima diUGM
(tindakan belum dilakukandan akan dilakukan setelahperistiwa terlaksana)Aku arep pasa Senin Kemis‘Saya akan berpuasa SeninKamis”.
Penjelasan:
Pemakaian tindak tutur komisif bernadar biasanya didahului dengan
persyaratan waktu kapan nadar itu dilaksanakan, kemudian harus ada unsur
peristiwa yang diinginkan, jika yang diinginkan telah terlaksana, nadar itu baru
akan dilaksanakan. Pernyataan nadar itu menggunakan tindak tutur komisif
bernadar.
Konteks Alsn - K+ = N+
230
4.6 Rangkuman
I. Pemakaian tindak tutur komisif berniat
1. Pemakaian tindak tutur komisif berniat bahasa Jawa itu terjadi karena
adanya konteks tuturan yang mempunyai alasan positif dan adanya
tanggapan dengan kesimpulan yang positif, yang akan memunculkan
dan digunakannya tindak tuturan komisif berniat positif .
2. Pemakaian tindak tutur komisif berniat bahasa Jawa yang ditunjukkan di
dalam konteks dengan alasan negatif (Alsn -) akan memunculkan
kesimpulan yang negatif (K -) pula. Latar belakang pemakaian tindak
tutur komisif berniat itu tergantung dari konteks yang mempunyai alasan
dan kesimpulan negatif, yang memunculkan tindak tutur komisif berniat
negatif (N-).
3. Pemakaian tindak tutur komisif berniat bahasa Jawa yang ditunjukkan di
dalam konteks dengan alasan negatif (Alsn -), akan memunculkan
kesimpulan yang negatif (K -). Latar belakang pemakaian tindak tutur
komisif berniat itu tergantung dari konteks yang mempunyai alasan dan
kesimpulan negatif, akan memunculkan tindak tutur komisif berniat
negatif (N-) yang ditandai dengan kalimat propositif negatif.
4. Pemakaian tindak tutur komisif berniat walaupun ditemukan alasan negatif,
tetapi diikuti kesimpulan yang positif, mengakibatkan munculnya tindak
tutur komisif berniat yang berupa tindak tutur komisif berniat positif.
231
II. Pemakaian Tindak Tutur Komisif Berjanji
1. Pemakaian tindak tutur berjanji terjadi karena adanya transaksi yang di
dalamnya terdapat unsur ketidakpercayaan yang pada akhirnya muncul
tindak tutur komisif berjanji yang diikuti pemantapan janji.
2. Apabila terjadi transaksi komunikasi yang menunculkan stimulus dan
respon antara O1 dan O2, respon O2 menuntut kebenaran (karena tak
percaya) maka respon balik dari O1 akan memunculkan tindak tutur
komisif berjanji dan dilanjutkan memberikan pemantapan akan
melakukan tindakan seperti pada janji tersebut.
3. Pemakaian tindak tutur komisif berjanji yang hanya melibatkan O1 saja,
O1 merespon/menilai objek yang dilihat atau yang dirasakan, kemudian
penutur O1 itu memberikan alasan penilaian itu (jika kurang baik atau
tidak menyenangkan penutur, ditandai dengan (-). Akibatnya, tindak
tutur komisif berjanji yang muncul ialah tindak tutur komisif berjanji yang
bermakna tidak akan melakukan perbuatan seperti pada tindak tutur itu.
III. Pemakian tindak tutur komisif bersumpah
1. Apabila terjadi komunikasi antara O1 dan O2, objek yang dikomunikasikan
tersebut terdapat unsur yang tidak dipercaya oleh O1 atau sebaliknya O2,
O1 atau O2 akan memberikan alasan yang diperkuat dengan
mengucapkan sumpah atau menggunakan tidak tutur komisif bersumpah
untuk meyakinkan lawan tuturnya.
2. Pemakaian tindak tutur bersumpah dengan nuansa bertobat apabila terjadi
komunikasi antara O1 dan O2 dan makna dalam objek yang
232
dikomunikasikan tersebut terdapat unsur yang bermaksud sebab dan
akibat yang diderita oleh O2. Itu merupakan stimulus dari (O1) yang
kemudian respon (O2) akan muncul dengan menggunakan tindak tutur
komisif bersumpah yang bernuansa tobat, yang didahului dengan bersaksi
kepada Tuhan atau bentuk ciptaan-Nya untuk tidak akan melakukan
tindakan seperti tercermin pada sebab dan akibat yang dideritanya.
3. Tindak tutur bersumpah setia biasanya terjadi dengan didahului adanya
perasaan bersalah O1 terhadap O2. Untuk meminta maaf, O1 bersaksi
dan O1 memberikan penyataan kesanggupan untuk melakukan pekerjaan
apapun. Untuk meyakinkan tindakan yang akan dilakukan itu, dimunculkan
pernyataan dengan menggunakan tindak tutur komisif bersumpah. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa latar belakang munculnya pemakaian
tindak tutur komisif bersumpah itu diperlukan untuk meyakinkan O2 atas
kesanggupan dan kesetiaan O1 akan melakuakan tindakan terhadap O2.
4. Munculnya pemakaian tindak tutur komisif bersumpah dengan nuansa
ipat-ipat terjadi apabila komunikasi yang berisi permintaan dari O1 yang
disertai kritik terhadap O2 dan O2 menolak dengan nada sombong.
Akibatnya, akan muncul tanggapan negatif dari O1 yang berupa tindak
tutur komisif bersumpah ipat-ipat.
IV. Permakaian tindak tutur komisif bernadar
1. Apabila terjadi tindak tutur yang dilakukan oleh O1 dengan proposisi berisi
informasi peristiwa khusus untuk O2, O1 akan memunculkan tindak tutur
komisif bernadar untuk orang lain (O2). Dengan demikian yang
233
melatarbelakangi munculnya pemakaian tindak tutur komisif bernadar untuk
orang lain (O2) ialah adanya peristiwa khusus yang dialami (O1). Tindak
tutur komisif bernadar muncul dengan prasyarat berbentuk kalimat perintah
dari O1 kepada O2. O2 akan melakukan tindakan jika yang dikehendaki
terlaksana.
2. Apabila terjadi tindak tutur yang dilakukan oleh O1 berisi proposisi informasi
peristiwa khusus yang akan dialami penuturnya sendiri, akan memunculkan
tindak tutur komisif bernadar untuk dirinya sendiri yang akan melakukan
tindakan nadar itu. Dengan demikian, yang melatarbelakangi munculnya
pemakaian tindak tutur komisif bernadar untuk diri sendiri ialah adanya
peristiwa khusus yang akan dialaminya.
234
BAB V
MAKSUD TINDAK TUTUR KOMISIFBAHASA JAWA
5. Pengantar
Tuturan yang dikaji dalam cabang ilmu bahasa disebut pragmatik. Sehubungan
dengan itu, Frawly (1993 : 37) menjelaskan bahwa pragmatik itu berkaitan dengan
konteks akan dapat menentukan makna. Rupa-rupanya, Frawly tidak membedakan
makna dan maksud. Pada tingkat kajian pragmatik bukan lagi kajian makna, makna
yang terikat oleh konteks dalam tataran pragmatik disebut maksud (Wijana, 1996 : 2;
Rustono, 1999 : 14).
Bab V ini berisi kajian masalah maksud tindak tutur komisif bahasa Jawa.
Masing-masing jenis tindak tutur komisif akan dikaji maksud yang terkandung di dalam
tuturan komisif itu. Untuk mendapatkan kejelasan pemakaian tindak tutur komisif
dipergunakan kajian komponen tutur model Poedjosoedarmo (1985), dan Hymes
(1974).
5.1 Maksud Tindak Tutur Komisif Berniat
Maksud tindak tutur komisif berniat adalah tuturan yang bermaksud penutur berniat
akan melakukan tindakan seperti yang dituturkan. Di dalam peristiwa komunikasi, konteks
pembicaraan akan dapat menentukan pemilihan penggunaan tindak tutur. Begitu pula,
pemilihan tuturan komisif akan dapat dipakai memahami maksud.
Contoh :
235
(48) Ira : Rif, sarung biru selawe potong kuwi(panggilan Arif) sarung biru duapuluh lima potong itu
talenana, terus unggahna mobil.ikatlah, terus naikkanlah (ke) mobil.
” Rif, sarung biru duapuluh lima potong itu ikatlah, terus naikkan (ke)mobil.”
Arif : Nggih Budhe.Ya, (panggilan )
”Ya Budhe.”Ira : Takgawane sisan ben ndang didum
Props.aktf. O1 tgl bawanya sekaligus agar segera dibagisaya berniat akan
kanggo salin.untuk ganti
”Akan kubawa sekaligus agar segera dibagi untuk ganti”.
Arif : Kagem napa ta Budhe.Untuk apa part. (panggilan)
”Untuk apa ta Budhe”.
Ira : Panti Asuhan Putra Muhammadiyah arep ana khitanan.Panti Asuhan Putra Muhammadiyah akan ada khitanan
”Panti Asuhan Putra Muhammadiyah akan ada khitanan”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Ira yang selanjutnya disebut (O1). Iaadalah seorang ibu yang berprofesi sebagai pedagang kain batik sedangkan Arifyang selanjutnya disebut (O2). O2 keluarga sebagai sopir pribadi O1. Warna emosiketika dialog itu berlangsung sangat formal dan hormat karena O2 berbicara denganmajikannya. Maksud atau tujuan pembicaraan O1 jika akan membawa sarung, yangsekaligus akan dibagikan kepada anak-anak Panti Asuhan Muhammadiyah yangakan dikhitan. Tidak ada keterlibatan O3 dalam dialog ini. Urutan bicara, O1mengawali dialog dengan tuturan memerintah O2 menggunakan bahasa Jawa lisanragam ngoko. Kemudian, disusul O2 memberikan jawaban atas perintah O1 denganmenggunakan bahasa Jawa lisan ragam krama. Hal ini terjadi karena status sosialO2 lebih rendah dari pada O1. Hal yang dibicarakan ialah O1 berniat membawasarung untuk dibagikan kepada anak-anak Panti Asuhan Muhammadiayah. BahasaJawa lisan ragam ngoko dan krama dipakai sebagai instrumen dialog ini. Citarasabahasa dialog ini terasa formal. Adegan tutur dialog ini terjadi di rumah O1 jalanSidoluhur 46 Pajang Surakarta, pada pukul 14.30 (wib). Register wacana lisandimanfaatkan dalam dialog ini. Terdapat aturan kebahasaan khusus yaitu adanyaperbedaan ragam bahasa yang digunakan oleh peserta tutur. O1 yang mempunyaistatus sosial lebih tinggi menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko, sebaliknyaO2 yang status sosialnya lebih rendah, menggunakan bahasa Jawa lisan ragamkrama untuk menghormat O1.
Data (48) merupakan sebuah percakapan antara Ibu Ira (O1) dan Arif, sopir Ibu Ira
(O2), Percakapan ini terjadi di rumah Ibu Ira, jalan Sidoluhur 46 Pajang, Surakarta, pukul
236
14.30 (wib). O1 ialah seorang ibu yang berprofesi sebagai pedagang kain batik. Dalam
komunikasi itu, status sosial O1 lebih tinggi dari pada O2 sehingga pilihan bahasa yang
digunakan adalah bahasa Jawa ragam ngoko. Pilihan ragam bahasa Jawa ngoko terlihat
ketika O1 memerintah (O2) pada kalimat, Rif, sarung biru selawe potong kuwi talenana
terus unggaha mobil. ”Rif, sarung biru duapuluh lima potang itu ikatlah, terus naikkan (ke)
mobil.” Pilihan kata untuk memerintah Arif semuanya menggunakan bahasa Jawa ragam
Ngoko. Arif (O2) berstatus sebagai pembantu O1 yaitu sebagai sopir. Status sosial sopir
lebih rendah dibanding majikannya (O1) sehingga hubungan 02 dengan O1 tidak terlalu
akrab. Hubungan status sosial O1 dan O2 dapat menentukan corak pemilihan ragam
tuturan. Dalam konteks ini O2 menggunakan tuturan bahasa Jawa Krama sebagai bentuk
penghormatan kepada majikannya. Urutan tutur dalam teks ini yaitu O1 menggunakan
bahasa Jawa Ngoko dan O2 menggunakan bahasa Jawa Krama karena status sosialnya
lebih rendah. Konteks (48) maksudnya yaitu bahwa Ira berniat akan memberikan dua
puluh lima potong sarung warna biru untuk anak-anak Panti Aduhan Putra Muhammadiyah
yang akan dikhitan.
Dalam data (48) maksud tindak tutur berniat ditunjukkan oleh tuturan Ira
Takgawane sisan ben ndang didum kanggo salin. Saya berniat akan kubawa (nya)
sekaligus agar segera dibagi untuk ganti. Takgawane merupakan bentuk propositif aktif.
Orang pertama tunggal dan bermakna ”akan saya bawa”, ialah objek yang akan dibawa,
yaitu sarung biru. Niat akan membawa sarung biru itu dapat dituturkan kembali secara utuh
seperti berikut.
(48a) Tak gawa ne sisan sarung biru selawe potong kuwiProps.psf. O1 tgl bawa nya sekaligus sarung biru suapuluh lima potong ituSaya berniat akan
ben ndang didum kanggo salin.agar segera dibagi untuk ganti
237
” Saya berniat akan kubawa sekaligus sarung biru duapuluh lima potong itu agarsegera dibagi untuk ganti”.
Berdasarkan isi konteks pembicaraan data dialog (48) menyatakan maksud tindak tutur
komisif berniat yang akan dilakukan oleh O1 untuk membawa duapuluh lima potong sarung
biru dan akan diberikan kepada anak-anak Panti Asuhan Muhammadiyah yang akan
dikhitan. Oleh karena itu, yang menjadi penentu maksud tindak tutur komisif berniat ialah isi
konteks tuturan dan penandanya, yaitu bentuk propositif aktif orang pertama tunggal yang
menjadi predikat pada kalimat komisif itu.
Contoh :
(49) Darminah : Mas Manto, yen arep sowanMas manto(Panggilan)jika akan berkunjung (ke)
Mbak Iyah adoh tur ya ragade larang. KuduMbak Iyah (penggilan) jauh lagi pula ya beayanya mahal. Harus
numpak montor mabur.naik kapal terbang
”Mas Manto, jika akan berkunjung (ke) Mbak Iyah jauh lagi pulabeayanya mahal. Harus naik kapal terbang”.
Harmanto : Piye maneh, sedulur ya mung kari siji Mbah Iyah, turBagaimana lagi saudara ya hanya tinggal satu Mbak Iyah, lagi pula
saiki wis sepuh. Sisan awake dhewe ya bensekarang sudah tua. Sekaligus (Pron.psn O1 jmk) kita ya agar
bisa weruh luar negeri.dapat melihat luar negeri.
” Bagaimana lagi, saudara tinggal satu Mbak Iyah, lagi pula sekarangsudah tua. Sekaligus agar kita dapat melihat luar negeri”.
Darminah : Karep ku tabungan sing ana BNI bisa diagemNiat saya tabungan yang berada (di) BNI dapat dipergunakan
wragad sowan mrana.beaya berkunjung (ke) sana.
”Niat saya tabungan yang berada di BNI dapat dipakai beaya(perjalanan) berkunjung ke sana”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Darminah yang selanjutnya disebut (O1), danHarmanto yang selanjutnya disebut (O2). Mereka berdua merupakan pasangan
238
suami istri. Warna emosi ketika dialog ini dilakukan menunjukkan tingkat keakrabantinggi, karena mereka menjadi pasangan suami istri. Maksud atau tujuan ialah niatO1 memberikan uang tabungan di BNI untuk beaya berkunjung ke rumah mbak Iyahdi luar negeri. Tidak terdapat keterlibatan O3 dalam dilog ini. Urutan bicara dimulaiO1 dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko, lalu direspon oleh O2dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko juga. Hal pokok yangdibicarakan ialah niat O1 memberikan tabungan uang di BNI untuk beayaberkumjung ke luar negeri. Instrumen yang dipergunakan dalam dialog ini ialahbahasa Jawa lisan ragam ngoko. Citarasa bahasa dalam dialog ini terkesan rasapesimis karena mahalnya beaya perjalanan ke luar negeri. Adegan tutur, dialog inidilakukan di kampung Baluwarti, Kalurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon,Kodia Surakarta, tanggal 09 Juli 2008, pukul 20.00 (wib). Terdapat aturan berbahasasecara khas menurut budaya Jawa, yaitu seorang istri dalam berbahasa kepadasuami diwajibkan memberikan hormat, begitu pula suami dapat menggunakanragam ngoko alus kepada istrinya.
Data dialog (49) dilakukan oleh Darminah (O1) dan suaminya Harmanto (O2).
Hubungan suami istri dalam dialog ini sangat akrab dan mempunyai status sosial yang
setara. Namun demikian, sebagai penutur yang berlatar belakang budaya Jawa,
seorang istri (Darminah) tetap memberikan penghormatan kepada suaminya
(Harmanto) dengan menggunakan ragam bahasa Jawa krama, seperti kata sowan
’berkunjung’ dan diagem ’dipakai, untuk’. Warna emosi penutur (O1) dengan
menggunakan bahasa Jawa ragam krama madya menunjukkan tingkat akrab tinggi
karena mereka suami istri. Urutan tutur O1 memulai dengan menggunakan bahasa
Jawa ragam krama madya dan O2 menjawab tuturan O1 dengan menggunakan bahasa
Jawa ragam ngoko. Hal ini terjadi karena dalam budaya Jawa suami (O2) dianggap
berstatus sosial lebih tinggi sebab ia menjadi kepala keluarga. Isi konteks dalam dialog
(49) ialah masalah mahalnya ongkos kunjungan kepada keluarga Harmanto di luar
negeri. Isi konteks (49) berpengaruh pada suasana tutur. Suasana tutur pada dialog ini
sedikit agak pesimis untuk dapat berkunjung kepada saudaranya yang di luar negeri. Di
dalam tuturan itu terdapat adanya alasan seperti yang dituturkan O2 yang dapat dilihat
pada (49a) berikut,
239
(49a) Piye maneh, sedulur ya mung kari siji Mbah Iyah, turBagaimana lagi saudara ya hanya tinggal satu Mbak Iyah, lagi pula
saiki wis sepuh. Sisan awake dhewe ya bensekarang sudah tua. Sekaligus (Pron.psn O1 jmk) kita ya agar
bisa weruh luar negeri.dapat melihat luar negeri.
”Bagaimana lagi, saudara tinggal satu Mbak Iyah, lagi pula sekarang sudaha tua.Kita sekaligus agar dapat melihat luar negeri”.
Dengan adanya data (49a), yang merupakan alasan mengapa kunjungan itu akan
dilakukan, O2 memberikan jawaban yang maksudnya berniat menggunakan tabungannya
untuk biaya kunjungan, seperti pada tuturan (49b) berikut.
(49b) Karepku tabungan sing ana BNI bisa diagem wragadNiat saya tabungan yang ada (di) BNI dapat dipergunakan beaya
sowan mrana.berkunjung (ke) sana.
”Niat saya tabungan yang ada di BNI dapat dipergunakan (untuk) beayaberkunjung ke sana”.
Maksud kalimat (49b) ialah niat dan kesanggupan untuk memberikan tabungan sebagai
ongkos kunjungan. Kata karepku ’niat saya’ menunjukkkan maksud berniat akan
melaksanakan apa yang menjadi niat yang sudah dituturkan. Dengan demikian, kata
karepku ’niat saya’ merupakan petunjuk adanya tindak tutur komisif yang mempunyai
maksud berniat akan melakukan tindakan dan tindakatan itu belum dilakukan.
Data berikut merupakan tuturan komisif yang mengandung maksud berniat dan
kata-kata yang menunjukkan tindak tutur berniat tidak ditampakkan. Konteks ini dapat
dipahami maksudnya dengan menggunakan analisis kontekstual.
Contoh :
(50) Rokhana : Kain kanggo seragam iki yen dietung regane kok yaKain untuk seragam ini jika dihitung harganya part ya
wis akeh.sudah banyak.
”Kain untuk seragam ini jika dihitung harganya kok ya sudahbanyak”.
240
Riyadi : Kanggo wong pira ta Bu ?Untuk orang berapa part Bu ?
”Untuk berapa orang ta Bu?”.
Rokhana : Sing kanggo penerima tamu wae wis selawe, kanggoYang untuk penerima tamu saja sudah duapuluh lima untuk
keluarga wong patlikur.keluarga orang duapuluh empat
”Yang Untuk penerima tamu saja sudah duapuluh lima, untuk keluargaduapuluh empat orang”.
Riyadi : Pira-piroa ya kudu dituku, pancen wis dadiBerapa pun ya harus dibeli, memang sudah menjadi
kewajiban yen arep njaluk tulung.kewajiban jika akan minta tolong.
”Berapapun harus dibeli, memang sudah menjadi kewajiban jikaakan minta tolong”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Rokhana yang selanjutnya disebut (O1) danRiyadi yang yang selanjutnya disebut (O2). Mereka adalah pasangan suami istri yangakan menikahkan putrinya. Warna emosi ketika dialog itu dilakukan dalam keadaansantai, tetapi tetap dalam kondisi serius. Maksud atau tujuan percakapan O1 ialahmenginformasikan bahwa jumlah uang untuk membeli kain seragam penerima tamusudah banyak. Tidak ada keterlibatan O3 dalam dialog ini. Urutan berbicara dimulai O1menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko, yang direspon O2 dengan ragamngoko juga. Hal pokok yang dibicarakan ialah niat membeli kain untuk seragampenerima tamu berapapun jumlah dan harganya. Instrumen dialog ini menggunakanbahasa Jawa lisan ragam ngoko. Citarasa bahasa dialog ini menunjukkan rasa optimismenghadapi kewjiban menikahkan anak. Adegan tutur, dialog ini dilakukan di jalanMandala no. 7 Surakarta, tanggal 27 Agustus 2008, pukul 16.00 (wib). Dialog inimenggunakan register wacana lisan. Tidak ada aturan kebahasaan yang khas dalamdialog ini.
Data (50) merupakan sebuah percakapan antara Rokhana (O1) dan Riyadi (O2).
Meraka adalah pasangan suami istri yang akan menikahkan putrinya. Latar belakang
peristiwa tutur ini ialah ketika O1 sedang menghitung dan menyiapkan kain serangam
untuk penerima tamu. Tujuan tuturan ini yaitu memberitahu kepada O2 bahwa harga kain
untuk seragam sudah banyak, dengan menyebutkan jumlah yang akan diberi kain itu.
Tujuan percakapan ini terlihat pada tuturan (50a) berikut,
241
(50a) Kain kanggo seragam iki yen dietung regane kok yaKain untuk seragam ini jika dihitung harganya part ya
wis akeh.sudah banyak.
”Kain untuk seragam ini jika dihitung harganya kok ya sudah banyak”.
Sing kanggo among tamu wae wis selawe, kanggoYang untuk penerima tamu saja sudah duapuluh lima untuk
keluarga wong patlikur.Keluarga orang duapuluh empat
” Untuk Penerima tamu saja sudah duapuluh lima, untuk keluarga duapuluh empatorang”.
Isi tuturan ini memberi tahu jumlah kain yang sudah dibeli dan harganya mahal. Kain itu
akan diberikan kepada penerima tamu yang jumlahnya juga banyak. Di dalam urutan
tindakan percakapan, O2 memberikan tanggapan dengan tuturan (50b) berikut,
(50b) Pira-piroa ya kudu dituku, pancen wis dadiBerapa pun ya harus dibeli, memang sudah menjadi
kewajiban yen arep njaluk tulung.kewajiban jika akan minta tolong.
”Berapapun (harganya) harus dibeli, memang sudah menjadi kewajiban jika akanminta tolong”.
Maksud O2 dalam tuturan ini yaitu O2 merasa memunyai kewajiban untuk
melaksanakan tindakan dan berniat akan melakukan tindakan (membeli kain), seperti
pada tuturan Ya pira-piroa ya kudu dituku (Økain). ”Berapapun (Ø=kain) harus dibeli”.
O2 merasa mempunyai kewajiban melaksanakan tindakan membeli kain terlihat pada
tuturan pancen wis dadi kewajiban yen arep njaluk tulung Memang sudah menjadi
kewajiban jika akan minta tolong.
Dengan penjelasan ini, dapat diketahui bahwa yang menjadi kunci untuk
mengetahui maksud tindak tutur komisif ialah tuturan Ya pira-piroa ya kudu dituku (Økain).
”Berapapun (Økain) ya harus dibeli”. Tindakan membeli kain belum dilakukan dan tindakan
itu akan dilakukan, seperti pada tuturan pancen wis dadi kewajiban yen arep njaluk tulung
Memang sudah menjadi kewajiban jika akan minta tolong. Maksud tuturan ini yaitu O2
242
akan melakukan tindakan seperti isi tuturan sebelumnya, yaitu berniat akan membeli kain
untuk seragam penerima tamu. Dalam urutan bertutur pada tipe (50) (O2) lah yang tampak
menunjukkan maksud dalam tindak tutur komisif berniat.
Untuk menandai maksud tindak tutur komisif dapat dilihat pada bentuk kata yang
mempunyai maksud berniat dan ada pula yang harus memahami isi konteks tuturan
karena niat itu tidak harus ditunjukkan dengan kata-kata yang bermaksud niat.
5.2 Maksud Tindak Tutur Komisif Berjanji
Tindak tutur komisif berjanji adalah suatu tindakan yang dituturkan oleh penutur
kepada lawan tutur tentang kesediaannya akan melakukan tindakan dengan
menuturkan janji. Tindakan dalam tindak tutur komisif berjanji itu belum dilakukan dan
akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Untuk memahami maksud tindak tutur
berjanji diperlukan pemahaman inferensial dan penafsiran lokal. Sehubungan dengan
hal ini, penjelasan secara kontekstual perlu dilakukan terlebih dahulu. Perubahan
konteks akan dapat mengubah maksud tuturan.
Contoh :
(51) Mutmainah : Mbak Tiwi yen sida menyang Jogja aku aja ditinggal ya.(Penggilan) jika jadi ke Jogja saya jangan ditinggal ya
“Mbak Tiwi jika jadi ke Jogya saya jangan ditinggal ”.
Pratiwi : Ya, yen arep melu aja tangi kawanen, mengkoYa jika akan ikut jangan bangun kesiangan, nanti
tak tinggal tenan.Props.atf.O1 tgl tinggal sungguh.saya berniat akan
“Ya, jika akan ikut jangan bangun kesiangan, sungguh akankutinggal”.
Mutmainah : Mbak aku arep ndaftar menyang UNY, aku(Panggilan) saya akan mendaftar ke UNY, saya
243
durung weruh nggone. Tenan ya Mbak ajabelum tahu tempatnya. Sungguh ya (panggilan) jangan
ditinggal.ditinggal.
“Mbak saya akan mendaftar ke UNY, saya belum tahutempatnya. Sungguh, Mbak jangan ditinggal”.
Pratiwi : Ya wis aja sumelang mengko tak kancaniYa sudah jangan khawatir nanti props.akf.O1 tgl teman
saya berjanji akan
ndaftar.mendaftar.
“Ya sudah jangan khawatir, nanti akan kutemani mendaftar”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Mutmainah yang selanjutnyadisebut (O1), dan Pratiwi yang selanjutnya disebut (O2). Mereka adalahsaudara sepupu. Warna emosi ketika tuturan itu dilakukan dalam suasnasantai dan tidak begitu formal. Maksud atau tujuan pembicaraan (O1)akan ikut bersama ke UNY Yogyakarta, karena ia belum tahu tempattersebut. Tidak terdapat keterlibatan (O3) dalam dialog ini. Urutan bicara,(O1) membuka percakapan dengan menggunakan bahasa Jawa lisanragam ngoko, dan direspon (O2) dengan menggunakan bahasa Jawalisan ragam ngoko juga. Bab pokok yang dibicarakan adalah (O2) berjanjiakan menemani mendaftarkan (mendaftarkan menjadi mahasiswa baru diUNY). Instrumen dialog ini menggunakan bahasa Jawa lisan ragamngoko. Citarasa bahasa dialog ini terasa sangan akrab, sehinggapenggunaan bahasa Jawa lisan ragam ngoko dirasakan tepat. Adegantutur dialog ini dilakukan di Kartopuran, Surakarta, tanggal 06 April 2007,pukul 19.35 (wib). Tidk ada aturan kebahasaan khas dalam dialog ini.
Data dialog (51) dilakukan oleh Mutmainah (O1) dan Pratiwi (O2). Mereka
merupakan saudara sepupu yang rumahnya berdekatan, yaitu di wilayah Kartopuran
Surakarta. Peristiwa tutur ini terjadi ketika mereka sedang berbincang-bincang di ruang
keluarga Mutmainah sesudah sholat Isyak. Situasi pembicaraan saat itu cukup akrab
sehingga dialog itu menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko. Yang menjadi tujuan
tuturan pada dialog (51) yaitu O1 ingin ikut ke Yogyakarta untuk mendaftarkan diri
menjadi mahasiswa baru di UNY tetapi belum tahu tempatnya. O1 Khawatir bila
ditinggal O2, kemudian ia meminta O2 untuk sungguh-sungguh tidak
244
menginggalkannya. O2 berjanji untuk menemani mendaftar menjadi mahasiswa baru di
UNY. Bentuk tindak tuturan yang menyatakan janji pada (51) tidak ditampakkan secara
eksplisit. Pernyataan tindak tutur komisif pada (51) didasarkan pada isi secara
kontekstual. Tuturan komisif yang bermaksud berjanji seperti dilihat pada (51a) berikut.
(51a) Ya wis aja sumelang mengko tak kancaniYa sudah jangan khawatir nanti props.akf.O1 tgl temani
saya berjanji akan
ndhaftar.mendaftar.
“Ya sudah jangan khawatir, nanti akan kutemani mendaftar”.
Pada (51a) O2 berjanji bahwa O1 tidak perlu khawatir (tidak akan ditinggal) dan akan
ditemani untuk mendaftar di UNY. Bentuk (51) ya wis aja sumelang ‘Ya sudah jangan
khawatir’ dapat ditafsirkan sebuah janji yang akan dilakukan oleh O2. Kekhawatiran
yang dimaksud secara inferensial menunjukkan bahwa O1 khawatir ditinggal (O2)
karena O1 belum tahu tempat UNY. Dengan demikian, yang menjadi petunjuk tentang
maksud tindak tutur berjanji ialah rujukan secara inferensial tindakan yang akan
dilakukan oleh O2 seperti pada kalimat ya wis aja sumelang, mengko takkancani
ndaftar ‘Ya sudah jangan khawatir, nanti akan saya temani mendaftar”.
Tanggapan dari sebuah permintaan sering kali merupakan kesanggupan dari
sebuah janji itu, yang kelak akan dilaksanakan dan janji betul-betul akan dilaksanakan.
Contoh (52) berikut ialah tuturan maksud berjanji yang akan melakukan tindakan seperti
apa yang diucapkan oleh (O1 kepada O2).
(52) Rahma : Mas kaca mata ku wis rusak, dinggo(Sapaan) kaca mata gent sudah rusak, dipakai (untuk)
maca ora penak.membaca tidak enak
“Mas, kaca mata saya sudah rusak, dipakai tidak enak”.
245
Singgih : Yen rusak ya tuku ta.Jika rudak partk beli partk.
“Jika (kacamatanya) rusak membeli (lagi)”.
Singgih : Tak pundhut -ke yen gelem ngewangiProps. akf. O1 tgl beli vrb psf jika mau membantu
saya berjanji akan
aku.saya
“Akan saya belikan jika mau membantu saya.”
Rahma : Ya tak rewang i, ning tenan lho.Ya props atf O1 tgl bantu (vrb psf) tetapi sungguh partk
saya akan
“Ya saya akan membantu, tetapi sungguh lho”.
Singgih : Iya ... Iya tenan.Ya …… ya sungguh
“Ya….. ya sungguh”.
Konteks : Terjadi peristiw tutur yang dilakukan oleh Rahma yang selanjutnya disebut O1 danSinggih yang selanjutnya disebut O2. Mereka adalah saudara kakak beradik.Warna emosi ketik dialog itu dituturkan dalam keadaan santai dan tidak formal.Maksud atau tujuan pembicaraan O1 minta kacamata kepada O2. Tidak terlibatO3 dalam pembicaraan. Ututan bicara, dialog ini dimulai O1 menyampaikaninformasi tentang kacamatanya yang rusak dengan menggunakan bahasa Jawalisan ragam ngoko, dan direspon O2 dengan menggunakan bahasa Jawa lisanragam ngoko pula. Bab pokok yang dibicarakan dalam dialog ini adalah O1 mintakacamata kepada O2. Instrumen dialog ini adalah bahasa Jawa lisan ragamngoko. Citarasa bahasa dalam dialog ini terasa sangat akrab dengan bahasasederhana. Adegan tutur, dialog ini dituturkan di rumah Singgih, jalan LukitosariII/7 Kemasan Tipes Surakarta, pukul 19.48 (wib). Register wacana lisandimanfaatkan untuk dialog ini. Tidak terdapat aturan kebahasaan khas dalamdialog ini.
Data (52) berupa peristiwa tutur yang terjadi antara Rahma (O1), dan Singgih
(O2). Peristiwa tutur itu terjadi di rumah Singgih jln. Lukitosari II/7 Kemasan Tipes
Surakarta pada pukul 19.48 (wib). Isi tuturan ialah Rahma memberitahukan bahwa kaca
matanya sudah rusak. Maksud tuturan ini yaitu Rahma minta kaca mata kepada
Singgih. Setelah memberikan informasi kerusakan kaca mata, secara tersirat Rahma
minta dibelikan kaca mata baru. Tanggapan Singgih seperti pada kalimat
Takpundhutke yen gelem ngewangi aku. ’Akan saya belikan jika mau membantu
246
saya’ dan dilanjutkan dengan janji Iya ….. iya tenan. ‘Ya …. ya ‘sungguh’. Maksudnya
adalah sebuah janji untuk melaksanakan tindakan atas hal yang ditanggapi, yaitu
membelikan kaca mata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tanggapan O2
menunjukkan maksud berjanji akan melakukan tindakan.
Contoh:(53) Ari : Mbak Maya mengko arep ana tamu saka
Sapaan kakak (wanita) Maya nanti akan ada tamu dari
Madiun, aku sing ngancani sapa Mbak ?Madiun, saya yang menemani siap Mbak ?
”Mbak Maya nanti akan ada tamu dari Madiun, siapa yangmenemani saya Mbak ?
Maya : Sapa tamune dhik ?Siapa tamunya dhik ?
”Siapa tamunya dik ?
Ari : Mas Taufik karo Bapak lan Ibune.Sapaan kakak (pria) Taufik dengan bapak dan ibunya.
Mengko piye, bapak ibu isih ana Bandung.Nanti bagaimana, bapak ibu masih di Bandung.
Aku kancani nemoni tamu ya Mbak.Saya ditemani menerima tamu ya mbak
”Mas Taufik dengan bapak dan ibunya. Nanti bagaimana, bapakibu masih di Bandung. Saya ditemani menerima tamu yaMbak.”
Maya : Wis aja sumelang mengko takkancaniSudah jangan khawatir nanti prop.akf.O1 tgl teman
saya berjanji akan
nemoni Tamu mu, aku dadi sulihe bapak ibu.menerima tamu gent, saya menjadi gantinya bapak ibu.
”Sudah jangan khwatir nanti saya akan kutemani menerimatamumu, saya menjadi gantinya bapak ibu.”
Ari : Tenan ya mbak.Sungguh ya mbak.
”Sungguh ya Mbak”.
Maya : Ora ngandel dhik ?. Tenan akuTidak percaya sapaan (untuk yang lebih muda) Sungguh saya
247
ora goroh, kowe adhiku wadon.tidak menipu, kamu adikku putri.
”Tidak percaya dik ?. Sungguh saya tidak menipu, kamu adikperempuanku.”
Konteks : Terjadi peristiwa tindak tutur yang dilakukan oleh Ari yang selanjutnya disebut(O1), dan Maya selanjutnya disebut (O2). Mereka adalah tetangga dekat yangsudah sangat akrab seperti kakak beradik, Warna emosi ketika dialog itu terjadi(O1) dalam suasana bingung. Maksud atau tujuan pembicaraan (O1) mintatolong (O2) untuk menemani menemui tamunya. Tidak ada keterlibatan (O3).Urutan bicara, (O1) memulai bicara dengan menggunakan bahasa Jawa lisanragam ngoko, dan dilanjutkan (O2) meresapon dengan menggunakan bahasaJawa ragam ngoko pula. Bab pokok yang dibicarakan adalah (O2) berjanji akanmenemani (O1) menemui tamunya. Instrumen dialog menggunakan bahasaJawa lisan ragam ngoko. Citarasa bahasa dialog ini adalah santai dan sangatkasih sayang. Adegan tutur, dialog ini dituturkan di Bausasran, Pakualaman,Yogyakarta, pada tanggal 1 September 2007, pukul 16.00 (wib). Register dialogini adalah wacana lisan. Tidak terdapat aturan kebahasaan yang khas dalamdialog ini.
Dialog (53) dilakukan oleh Ari (O1) dan Maya (O2). Pembicaraan itu dilakukan di
rumah Ari ketika Maya sedang bertandang ke rumah Ari. Isi pembicaraan pada dialog itu
ialah Ari akan kedatangan tamu dari Madiun, yaitu Mas Taufik calon suami Ari beserta
Bapak dan Ibunya. Tujuan pembicaraan ini ialah Ari akan menolong Maya untuk
menemani menemui tamunya. Untuk meyakinkan bahwa Maya betul-betul mau menemani
Ari, Maya berjanji untuk meyakinkannya. Dalam konteks ini, janji yang diucapkan Maya
dapat berbentuk propositif aktif, yaitu takkancani ’akan saya temani’, yang merupakan
salah satu tindakan yang akan dilakukan oleh Maya (O2) dan tindakan itu belum dilakukan.
Untuk meyakinkan lawan tutur, Maya berjanji bahwa ia akan sungguh-sungguh menemani
Ari. Hal ini terjadi disebabkan adanya desakan Ari dengan mengatakan tenan mbak
’sungguh ya mbak’. Selanjutnya, Maya (O2) mengucapkan Tenan aku ora goroh ’sungguh
aku tidak menipu’, seperti pada kalimat dalam dialog terakhir Ora ngandel dhik, tenan aku
ora goroh, kowe adhikku wadon.’Tidak percaya dik, sungguh saya tidak menipu, kamu
adikku putri’.
248
Kalimat Wis aja sumelang, mengko takkancani ’Sudah jangan khwatir, nanti akan
saya temani’ pada dialog (53) merupakan kesanggupan O2 untuk melakukan suatu
tindakan dan saat itu belum dilakukan. O2 berjanji pada kalimat terakhir dalam dialog itu
dengan mengucapkan tenan aku ora goroh’sungguh saya tidak menipu’. Maksud kalimat
terakhir itu ialah sebuah janji (tindak tutur berjanji). Dengan demikian, untuk memahami
maksud tindak tutur berjanji itu perlu dipahami konteks kesanggupan untuk melakukan
tindakan, dan pemahaman ucapan janji untuk melakukan tindakan.
Selain adanya pemahaman konteks (yang di dalamnya berisi kesanggupan, dan
ucapan janji), ada pula maksud tindak tutur berjanji yang hanya berbentuk ungkapan
kesanggupan saja.
Contoh :
(54) Lestari : Mas rabuk Urea ne yen dikon ngedol Rp 125.000 per sakSapaan pupuk Urea nya jika disuruh menjual Rp 125.000 per sak
aku ora saguh. Rabuk iki rega subsidi, aja larang-larang.Saya tidak sanggup. Pupuk ini harga subsidi, (harganya)jangan mahal-mahal.
” Saya tidak sanggup menjual pupuk Orea seharga Rp 125 000 per sak.Harga pupuk ini (mendapat) subsidi, Harganya jangan mahal.
Sukimin : Ya yen ngono mengko dakrembuge karoYa jika demikian nanti prop.akt.O1 tgl bicara dengan
saya berjanji akan
juragane ben rada suda.juragannya biar agak berkurang
” jika demikian nanti akan saya bicarakan lagi dengan juragannya, agar(harganya) agak berkurang.”
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Lestaru, yang selanjutnya disebut (O1)dan Sukimin yang selanjutnya disebut (O2). Warna emosi pada waktu dialogdilaksanakan kurang bergairah untuk berdagang. Maksud atau tujuan pembiaraanmasalah mahalnya harga pupuk Urea. Tidk ada O3 dalam dialog ini. Urutan bicara,O1 memulai bicara dengan bahasa Jawa ngoko, dan direspon O2 dengan bahasadan ragam yang sama. Hal pokok yang dibicarakan adalah kesanggupan O2 akanmembicarakan lagi harga pupuk itu supaya tidak mahal. Instrumen dialogmenggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko. Citarasa bahasa dialog ini agakserius dalam suasana perdagangan. Adegan tutur dialog ini dituturkan di depan toko
249
pupuk milik O1 di Pajang, Surakarta. Register dialog ini adalah wacana lisan. Tidakterdapat aturan kebahasaan yang khas.
Dialog (54) dilakukan oleh Lestari (O1) dan adiknya Sukimin (O2). Dialog ini
terjadi di toko pupuk milik Lestari di pinggiran kota Surakarta, yaitu di Pajang. Sukimin
bekerja sebagai sub-agen pupuk Urea yang juga mempunyai toko sendiri. Lestari
adalah pengecer pupuk urea. Dialog ini berisi masalah harga pupuk yang semakin
mahal. Lestari (O1) merasa tidak sanggup menjual pupuk dengan harga terlalu mahal
karena pupuk yang dijualnya merupakan pupuk dengan harga subsidi dari pemerintah,
yang seharusnya lebih murah. Ungkapan itu terlihat pada ucapan Lestari Rabuk iki
rega subsidi, aja larang-larang. ”Pupuk ini harga subsidi, jangan mahal-mahal”.
Sukimin (O2) menyatakan kesanggupan (berjanji) akan membicarakan lagi dengan
juragan pupuk yang menyuplainya dengan memberikan kesanggupan (berjanji) dengan
menggunakan bentuk propositif (dakrembuge) dengan mengucapkan Ya yen ngono
mengko dakrembuge karo juragane ben rada suda. Ya jika demikian nanti akan saya
bicarakan lagi dengan juragannya, biar agak berkurang. Yang menjadi penanda
kesanggupan (berjanji) pada dialog ini yaitu ungkapan yang diucapkan Sukimin (O2) Ya
yen ngono mengko dakrembuge.... ’ Ya jika demikian nanti akan kubicarakan....” Bentuk
inilah yang menunjukkan salah satu maksud berjanji pada tindak tutur komisif berjanji
bahasa Jawa.
Contoh lain dialog yang dapat menunjukkan maksud tindak tutur berjanji yaitu
sebagai berikut.
(55) Safik : Mas Hanif, aku didhawuhi maca Atlas Anatomi Subbota mas.Sapaan Hanif, saya disuruh membaca Atlas Anatomi Subbota sapaan.
Nyilih na perpustakaan ora oleh. Yen tuku regane larang.Pinjam di perpustakaan tidak boleh. Jika membeli harganya mahal.
250
Aku kudu ndang maca kanggo praktikum anatomiSaya harus segera membaca untuk praktek anatomi
”Mas Hanif, saya disuruh membaca Atlas Anatomi Subbota mas.Pinjam di perpustakaan tidak boleh. Jika membeli harganya mahal. Sayaharus segera membaca untuk praktek anatomi.”
Hanif : Rega Atlas pira ? Aja sumelang mengko taktukokakeHarga Atlas berapa ? Jangan khawatir nanti props. Akt.O1 tgl.
Saya berjanji akan
”Berapa harga Atlas ?. Jangan khawatir nanti akan saya belikan. ”
Safik : Tenan lho mas.Sungguh part sapaan
”Sungguh lho mas.”
Hanif : Ya......tenan.Ya..... sungguh
”Ya ..... sungguh”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Safik yang selanjutnya disebut O1,danHanif yang selanjutnya disebut O2. Safik (O1) adalah mahasiswa Fakultaskedokteran UGM sedang mendapat tugas untuk membaca Atlas Anatomi Sobotta.O2 adalah kakak kandung O1 seorang pegawai BNI. Warna emosi dialog iniserius. Maksud atau tujuan pembicaraan O1 yaitu menginformasikan bahwa iaharus membaca Atlas Sobotta untuk bahan persiapan praktikum Anatomi kepadaO2. Tidak ada O3. Urutan bicara, O1 memulai berbicara dengan menggunakanbahasa Jawa lisan ragam ngoko dan direspon O2 dengan menggunakan bahasadan ragam yang sama. Hal pokok yang dibicarakan adalah janji (O2) akanmembelikan Atlas Anatomi Sobotta. Instrumen dialog ini bahasa Jawa lisan ragamngoko. Citarasa bahasa terkesan manja. Adegan tutur, dialog ini dituturkan dirumah Bapak Rosyid di Ambarukma, Yogyakarta, tanggal 6 Mei 2006, pukul 15.00(wib). Register dialog ini adalah wacana lisan. Tidak terdapat aturan bahasayang khas dalam dialog ini.
Dialog (55) ini dilakukan di rumah keluarga Bapak Rosyid di Ambarukma Yogyakarta,
ketika Safik pulang dari kuliah di fakultas Kedokteran UGM. Adapun yang menjadi
partisipan dalam dialog ini adalah Safik (O1) dan kakaknya Hanif (O2). Tujuan
pembicaraan (55) O1 memberikan informasi bahwa ia harus segera membaca Atlas
Anatomi Sobotta untuk persiapan mengikuti praktikum anatomi. Buku Atlas Anatomi
Subotta di perpustakaan tidak boleh dipinjam keluar, dan jika membeli harganya mahal.
Selanjutnya, informasi O1 itu ditanggapi O2 dengan menanyakan harga buku Atlas
251
Anatomi. Dengan menggunakan bentuk propositif ia menyanggupi akan membelikan
buku tersebut seperti pada kalimat Rega Atlas pira ? Aja sumelang mengko
taktukokake. Berapa harga Atlas?. Jangan khawatir nanti akan saya belikan. Di dalam
dialog ini yang menjadi kunci untuk mengetahui maksud yang terkandung di dalam
konteks ini ialah bentuk propositif aktif yang pelakunya O2 (Hanif). O2 berjanji akan
membelikan (buku Atlas Anatomi Sobotta) dan diperkuat dengan tuturan Ya .... tenan ’ya
.... sungguh’. Maksud berjanji dalam tindak tutur komisif (55) terdapat pada kalimat pada
Aja sumelang mengko taktukokake Ø ’Jangan khawatir nanti akan saya belikan Ø’, dan ya
. Ø... tenan ’ya . Ø.... sungguh’. Dua penanda maksud berjanji ini terdapat unsur yang
dilesapkan. Dan hal yang dilesapkan itu dapat dikembalikan secara utuh sebagai berikut.
(55a) Aja sumelang mengko taktukokake Ø.’Jangan khawatir nanti akan saya belikan Ø.
Bentuk (55a) yang dilesapkan merupakan objeknya sehingga dapat dikembalikan bentuk
utuhnya, yaitu menjadi (55b) berikut.
(55b) Aja sumelang mengko taktukokake buku Atlas Anatomi Subotta.’Jangan khawatir nanti akan saya belikan buku Atlas Anatomi Subotta’.
Bentuk ya ..Ø.. tenan. ’Ya... Ø sungguh ’ terdapat unsur verba propositif yang
dilesapkan dan dapat dikembalikan secara utuh seperti bentuk (55c) berikut.
(55c) ya taktukokake (Atlas Anatomi Subotta) tenan. ’Ya akan saya belikan (AtlasAnatomi Subotta) sungguh ’.
Setelah dikembalikan pada bentuk utuhnya (55b dan 55c), menjadi tampak jelas bahwa
bentuk aja sumelang ’jangan khawatir’, dan ya.... tenan ’ya .... sungguh’ merupakan
petunjuk untuk mengenali maksud berdasarkan konteks tindak tutur komisif berjanji
dalam bahasa Jawa.
252
5.3 Maksud Tindak Tutur Komisif Bersumpah
Tindak tutur komisif bersumpah adalah suatu tindakan yang dituturkan oleh penutur
kepada lawan tutur tentang kesediannya akan berbuat sesuatu dengan menuturkan
sumpah disertai dengan adanya saksi. Saksi tersebut biasanya berkedudukan lebih tinggi.
Tindakan dalam tindak tutur komisif bersumpah belum dilakukan dan akan dilakukan pada
waktu yang akan datang. Dalam melakukannya didasarkan atas suatu keadaan yang
mendesak, penutur mengucapkan sumpah agar lawan tutur mempunyai kepercayaan
kepada penutur. Untuk dapat memahami maksud tindak tutur bersumpah ini diperlukan
pemahaman konteks.
Contoh:
(56) Triyadi : Mar yen mainmu kuwi nekad, terus ditiru(panggilan) jika judimu itu nekad, terus ditiru
anakmu piye ?. Ora ana wong main kok bisaanakmu bagaimana ? Tidak ada orang berjudi part bisa
sugih, isohe ya mung mlarat. Yen menang main,kaya, bisanya ya hanya miskin. Jika menang judi
maine saya nekat, yen kalah jere golek ulih-ulih.judinya semakin nekat, jika kalah katanya mencari kembalian.
Sengsara kok disenengi.sengsara part disenangi.
“Mar jika kamu nekad berjudi, terus ditiru anakmu bagaimana?.Tidak ada orang berjudi bisa kaya, bisanya hanya miskin. Jikamenang berjudi, judinya semakin nekat, jika kalah katanyamencari kembalian. Sengsara kok disenangi”.
Marno : Pancen bener mas, wong seneng main ki ya mungMemang benar (panggilan) orang senang berjudi itu ya hanya
marahi mlarat. Wis mas seksenana aku tobatmenyebabkan miskin. Sudah (panggilan) saksikanlah saya tobat
ora arep main maneh, muga-muga anak putuku oratidak akan berjudi lagi, semoga anak cucuku tidak
tiru aku.meniru saya.
”Memang benar Mas, orang senang berjudi itu hanya menyebkanmiskin. Sudah Mas saksiknlah saya tobat tidak akan berjudi lagi,semoga anak cucuku tidak meniru saya”.
253
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Triyadi yang selanjutnya disebut (O1),dan Marno yang selanjutnya disebut (O2). (O1) adalah kakak kandung (O2).Warna emosi ketika dialog itu dilakukan adalah (O1) sedikit marah. Maksud atautujuan pembicaraan (O1) mengingatkan (O2) agar tidak berjudi lagi. Tidakterdapat keterlibatan (O3). Urutan tutur dimulai (O1) dengan menggunakanbahasa Jawa lisan ragam ngoko. Selanjutnya (O2) merespon denganmenggunakan bahas Jawa lisan ragam ngoko pula. Bab pokok yang dibicarakansumpah bertobat (O2) yang disaksikan (O1) bahwa (O2) tidak akan bermain judilagi. Instrumen dialog ini adalah bahasa Jawa lisan ragam ngoko. Citarasabahasa dialog ini menujukkan rasa akrab dan banyak sindiran. Adegan tuturdialog ini dituturkan di warung makan milik (O1) di jalan Sala (Demangan)Yogyakarta, pada tanggal 24 Juni 2007, pukul 11.00 (wib). Register dialog iniadalah wacana lisan. Tidak ada aturan bahasa yang khas.
Data (56) ialah sebuah dialog yang dilakukan oleh Triyadi (O1), dan Marno (O2).
Dialog ini terjadi di warung makan milik Triyadi di jalan Solo (Demangan) Yogyakarta,
tanggal 24 Juni 2007, pukul 11.00 (wib). Tujuan dialog ini yaitu Triyadi mengingatkan
Marno agar tidak berjudi dan jangan sampai ditiru anaknya. Selain itu, juga diingatkan
bahwa orang berjudi mengakibatkan miskin. Hal ini dapat diperiksa pada kalimat yang
disampaikan Triyadi berikut, Mar yen mainmu kuwi nekad, terus ditiru anakmu piye
?. Ora ana wong main kok bisa sugih, isohe ya mung mlarat.”Mar, jika judimu itu
nekad, terus ditiru anakmu bagaimana ? Tidak ada orang berjudi bisa kaya,
akibatnya miskin”. Setelah Marno (O2) mendapatkan teguran dari Triyadi (O1), ia
memberikan respon dengan membenarkan isi teguran itu, kemudian ia bertutur Pancen
bener mas, wong seneng main ki ya mung marahi mlarat. ’Memang benar Mas, orang
senang berjudi itu mengakibatkan miskin’. Konteks dialog (56) merupakan tindakan
berjudi itu berakibat menjadi miskin.
Akibat perjudian itu yaitu menjadi miskin. Oleh karena itu, di dalam dialog ini (O2)
bersumpah untuk tidak lagi melakukan judi dengan menututrkan sumpah tobat untuk
tidak berjudi, seperti pada kalimat Wis mas, aku tobat ora arep main maneh. ’Sudah
254
Mas, saya bertobat tidak akan berjudi lagi’. Dalam konteks ini yang menjadi penanda
maksud bersumpah ialah kalimat aku tobat ora arep main maneh “aku bertobat tidak
akan berjudi lagi”. Yang menunjukkan maksud tindak tutur komisif bersumpah ialah
tindakan bertutur untuk bertobat tidak melakukan berjudi. Tindakan itu belum dilakukan
dan akan dilakukan kemudian. O2 menjadi saksi sumpah tobat O1.
Selain maksud bersumpah dengan menggunakan kata tobat, ada juga maksud
bersumpah dengan menggunakan kata yakin ‘yakin, seperti contoh (57) berikut.
(57) Samsi : Syid, apa kowe wingi nggawa termometer(panggilan) apakah kamu kemarin membawa termometer
sing ana meja ku?.Yang berada (di) meja gent (ku) ?.
“Syid, apakah kamu kemarin membawa termometer yang berada dimejaku ?.”
Rosyid : Aku ora nggawa Mas.Saya tidak membawa mas.
“Saya tidak membawa Mas.”
Samsi : Terus sing nggawa sapa, sing ana mung aku karo kowe.Lalu yang membawa siapa, yang ada hanya saya dan kamu.
Kowe lali, digawa terus ilang. Mengko takenggoKamu lupa, dibawa lalu hilang. Nanti prop.akf. O1tgl (pakai)
akan saya pakai
praktek biologi.Praktek biologi.
“Lalu yang membawa siapa, yang ada hanya saya dan kamu. Kamulupa, dibawa lalu hilang. Nanti akan saya pakai untuk praktekbiologi.”
Rosyid : Mas, aku ora nggawa, yakin, ora arep nggawa tanpaSapaan, saya tidak membawa, yakin, tidak akan membawa tanpa
nembung dhisik, mbok ben apa ta ?memberi tahu dahulu, part biar apa part. ta?
“Mas, saya tidak membawa, yakin, tidak akan membawa tampamemberi tahu dahulu, mbok biar apa ta ?.”
Konteks : Terjadi peristiwa tindak tutur yang dilakukan oleh Samsi, yang selanjutnya disebut(O1) dan Rosyid yang selanjutnya disebut (O2). (O1) adalah kakak kandung (O2),sehingga mempunyai status sosial yang sederajat. Warna emosi ketika dialog ini
255
dituturkan (O1) terkesan marah. Maksud atau tujuan bicara dialog ini adalah (O1)menanyakan keberadaan termometer. Tidak terdapat (O3) dalam dialog ini.Urutan bicara dimulai (O1) menanyakan keberadaan termometer denganmenggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko. Sealanjutnya (O2) merespondengan menjawab tuturan (O1) menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko.Bab pokok yang dibicarakan dalam dialog ini adalah sumpah (O2) bahwa ia yakintidak mengetahui keberadaan termometer. (O2) sanggup menerima akibat apasaja atas sumpahnya itu. Instrumen dialog ini adalah bahasa Jawa lisan ragamngoko. Citarasa bahasa dialog ini sedikit ada ketegangan. Adegan tutur dialog inidialkukan di Asrama mahasiswa UNS, tanggal 5 Januari 2008, pukul 12.30 (wib).Register dialog ini adalah wacana lisan. Tidak ada aturan kebahasaan yang khasdalam dialog ini.
Data (57) merupakan dialog antara Samsi (O1) dan Rosyid (O2), mereka adalah
kakak beradik, yang sama-sama sedang kuliah di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Peristiwa tutur ini terjadi di Asrama Mahasiswa UNS, Ngoresan Surakarta. Tujuan dalam
dialog ini yaitu O1 menanyakan termometer yang berada di meja (O1), tetapi
termometer itu tidak ada. O2 menjawabnya bahwa ia tidak membawa. Ada unsur
ketidakpercayaan O1 terhadap O2 yang tertuang pada tuturan Terus sing nggawa
sapa, sing ana mung aku karo kowe. Kowe lali, digawa terus ilang. ’Lalu yang
membawa siapa, yang ada hanya saya dan kamu. Kamu lupa, dibawa lalu hilang’.
Tuturan O1 seakan-akan menuduh O2 yang menghilangkan termometer. Dalam konteks
ini, O2 merespon dengan tuturan yang bermaksud bersumpah untuk memberikan
kepercayaan pada O1, lalu bertutur Mas, aku ora nggawa, yakin, ora arep nggawa tanpa
nembung dhisik, mbok ben apa ta ? ’Mas, saya tidak membawa, yakin, tidak akan
membawa tanpa memberi tahu dahulu, mbok biar apa ta ?.’ Kata yakin ‘yakin’
merupakan salah satu bentuk tindakan bertutur yang mempunyai maksud bersumpah.
Oleh karena itu, berdasarkan konteks ini, yang menjadi kunci (key) untuk mengetahui
maksud bersumpah ialah kata yang mengisyaratkan maksud bersumpah. Unsur klausa
256
selanjutnya ialah mbok ben apa ta ’mbok biar apa ta?’ merupakan maksud akibat
tindakan dari sumpah (berupa apa saja) yang akan diterima. Tuturan ini mengisyaratkan
bahwa sumpah itu betul-betul dapat diyakini dan tindakan atas sumpah itu belum
dilakukan.
Selain menggunakan kata-kata yang bermaksud sumpah, ada maksud sumpah
yang tidak lagi menggunakan kata-kata bersumpah. Bentuk yang demikian hanya dapat
diketahui dengan memadukan isi tuturan dan konteks tuturan itu terjadi.
(58) Utami : Mas, nggilani setut wis kaya ngono(panggilan), menjijikkan ikat punggang sudah seperti itu
. isih dienggo.masih dipakai
Yen ora duwe dhuwit, kanca-kanca arep nglumpukakeJika tidak mempunyai uang, kawan-kawan akan mengumpulkan
dhuwit kanggo tuku setut, ben penjenenganuang untuk membeli setut, agar kamu
ora nganggo setut nggilani.tidak memakai ikat punggang menjijikkan.
“Mas, menjijikkan setut (ikat pinggang) sudah seperti itu masihdipakai. Jika tidak mempunyai uang, kawan-kawan akanmengumpulkan uang untuk membeli setut(ikat pinggang), agar kamutidak memakai setut (ikat pinggang) (yang) menjijikkan.”
Riyadi : Aja ngono kuwi. Aja dianggep aku wong mlaratJangan seperti itu. Jangan dianggap saya orang miskin
ora bisa tuku setut, tuku setut saket aku ya bisa.tidak dapat membeli setut, membeli setut lima puluh saya ya bisa.
Nadyan setut iki wis elek tetep dakenggo.Walaupun setut ini sudah jelek tetap saya pakai.
Aku ora bakal ganti setut yen durung lulus doktor.Saya tidak akan ganti setut jika belum lulus doktor.
“Jangan seperti itu. Jangan dianggap saya orang miskin tidak dapatmembeli setut/sabuk (ikat pinggang), membeli lima puluhsetut/sabuk saya bisa. Walaupun ikat pinggang ini sudah jelak tetapsaya pakai. Saya tidak akan ganti ikat punggang jika belum lulusnenjadi doktor.”
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Utami yang selanjutnya disebut (O1), danRiyadi yang selanjutnya disebut (O2). O1 dan O2 adalah kawan sejawat sama-sama menjadi mahasiswa Program Magister (S2) di UNS Surakarta. Warna emosi
257
ketika dialog ini dilakukan O2 merasa tersinggung atas tuturan O1. Maksud atautujuan tuturan dialog ini, O1 merasa jijik melihat ikat pinggang O2 dan O1bermaksud menyuruh agar O2 berganti ikat pinggang. O3 tidak terlibat dalamtuturan ini. Urutan bicaranya O1 memulai dengan bahasa Jawa lisan ragam ngokodan ditanggapi O2 dengan bahasa dan ragam yang sama. Bab pokok yangdibicarakan (O2) bersumpah bahwa tidak akan berganti ikat pinggang sebelumlulus menjadi doktor. Instrumen dialog ini ialah bahasa Jawa lisan ragam ngoko.Citarasa bahasa dialog ini terasa hambar karena salah satu peserta tutur merasatersinggung. Adegan tutur dialog ini dilakukan di kerumunan para mahasiswa S2 diProgram Pascasarjana UNS Surakarta, tanggal 1 Maret 2006, pukul 16.00 (wib).Register dialog ini ialah wacana lisan. Tidak ada aturan kebahasaan khas dalamdialog ini.
Data (58) ialah peristiwa tutur yang terjadi ketika O2 menjadi mahasiswa S2 di
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Percakapan itu dilakuka oleh Utami
(O1) dan Riyadi (O2). Percakapan itu dilakukan di depan kerumunan mahasiswa S2.
Tujuan percakapan dalam konteks ini yaitu O1 merasa jijik melihat O2 memakai ikat
pinggang yang sudah sangat jelek dan memperolok pemakainya yaitu tidak dapat membeli
ikat pinggang baru. Menanggapi percakapan O1, O2 merespon dengan tenang dan
mengatakan bahwa walaupun setut/sabuk (ikat pinggang) sudah jelek tetap dipakai.
Selanjutnya O2 mengatakan Aku ora bakal ganti setut yen durung lulus doktor. ’Saya
tidak akan ganti setut (ikat pinggang) jika belum lulus menjadi doktor.’ Pernyataan (O2)
ini menunjukkan maksud bersumpah bahwa O2 tidak akan berganti setut (ikat pinggang)
sebelum lulus menjadi doktor. Tindakan berganti setut/sabuk belum dilakukan dan akan
dilakukan apabila sudah lulus menjadi doktor. Untuk mengetahui maksud bersumpah dalam
tindak tutur komisif ini diperlukan pemahaman konteks. Konteks yang dimaksud di sini ialah
penggantian ikat pinggang jika sudah lulus menjadi doktor.
Dalam data (59) berikut terdapat bentuk peribahasa Jawa yang maksudnya
bersumpah. Bentuk sumpah tersebut merupakan sumpah serapah (Jw: ipat-ipat) yang
bersifat negatif.
258
(59) Wardi : Yu, sawah tinggalane bapak arepSapaan (kakak perempuan) sawah warisannya bapak akan
takdol. Aku iki anak lanang dhewe, ya mestineprops.akf.O1 tgl. Saya ini anak laki-laki sendiri, ya mestinyaakan kujual
tinggalane bapak aku kabeh.Warisannya bapak saya semua.
“Yu, warisan sawah (dari) Bapak akan kujual. Saya ini anak laki-laki sendiri yan seharusnya warisannya Bapak saya semua”.
Warti : Di, yen kowe wis ora kena dikandhani, sedulur-Panggilan, jika kamu sudah tidak dapat dinasihati saudara-
sedulurmu, aku ya ora kabotan, ning ngertia bab ikisaudaramu saya ya tidak keberatan, tetapi ketahuilah bab ini
marake bubrahe keluarga, pisah ya ora apa-apa.menyebabkan hancurnya keluarga, pisah ya tidak apa-apa
Seksenana kowe dadia godhong aku emoh nyuwek,Saksikanlah kamu jadilah daun saya tidak mau menyobek
dadia banyu aku emoh nyawuk.jadilah air saya tidak mau menyaduk
“Di, jika kamu sudah tidak dapat dinasihati sudara-saudaramu, sayaya tidak keberatan, tetapi ketahuilah bab ini menyebabkanhancurnya keluarga, pisah ya tidak apa-apa. Saksikanlah kalaukamu jadi daun aku tidak mau menyobek, jadi air aku tidak maumenyaduk”.
Konteks : Peristiwa tutur ini dilakukan oleh Wardi yang selanjutnya disebut (O1), dan Wartiyang selanjutnya disebut (O2). Mereka berdua adalah saudara kandung. Warnaemosi ketika dialog itu dituturkan peserta tutur kelihatan marah. Maksud atau tujuantutur (O1) ingin menjual warisan ayahnya dan ditentang sasuara-saudaranya. Tidakada (O3). Urutan bicara (O1) memulai bicara dengan menggunakan bahasa Jawalisan ragam ngoko. Selanjutnya (O2) merespon dengan bahasa dan ragam yangsama. Bab pokok yang dibicarakan masalah penjualan sawah warisan oleh (O1)ditentang saudara-saudaranya. Salah satu saudaranya (O2) bersumpah (ipat-ipat)tidak mengakui lagi (O1) menjadi keluarganya. Instrumen dialog ini adalah bahasaJawa ragam ngoko. Citarasa bahasa dialog ini tegang dan marah. Adegan tuturdialog ini dilakukan di rumah (O2) di Kenthingan, Jebres, Surakarta. Register dialogini wacana lisan. Tidak ada aturan kebahasaan yang khas.
Dialog (59) ini merupakan peristiwa tutur yang lakukan oleh Wardi (O1) dan Warti (O2).
Peristiwa tutur ini terjadi di rumah Warti, di Kenthingan Jebres Surakarta. Pada sore hari
O1 meminta persetujuan O2 untuk dapat menjual warisan sawah peninggalan ayah
mereka. O1 beralasan bahwa dia merupakan satu-satunya anak laki-laki yang berhak
259
mendapatkan semua warisan dari ayahnya. Tuturan yang dilakukan O1 yaitu Yu, sawah
tinggalane bapak arep takdol. Aku iki anak lanang dhewe, ya mesthine tinggalane bapak
aku kabeh. ’Kak, sawah warisan dari bapak akan kujual. Aku ini anak laki-laki sendiri, ya
mestinya warisan bapak (untuk) saya semua’. Reaksi tuturan yang diberikan oleh O2
bernada mengingatkan O1 untuk tidak melaksanakan niatnya sebab dapat
menghancurkan persaudaraan seperti pada tuturan O1 berikut, Di, yen kowe wis ora
kena dikandhani sedulur-sedulurmu, aku ora kabotan, ning ngertia bab iki marakake
bubrahe keluarga, pisah ya ora apa-apa. ‘Di, jika kamu sudah tidak dapat dinasihati
saudara-saudaramu, aku tidak keberatan, tetapi ketahuilah bab ini menyebabkan
hancurnya keluarga, pisah ya tidak apa-apa’. Penyataan O1 ini secara kontekstual
menunjukkan maksud kejengkelan terhadap (O2) yang sudah tidak mau dinasihati.
Kejengkelan itu ditunjukkan pada tuturan pisah ya ora apa-apa ‘pisah ya tidak apa-apa’.
Maksudnya, bahwa keluarga Warti dan saudara-saudaranya pisah dengan Wardi tidak
apa-apa. Dari puncak kejengkelan itu munculah tuturan bersumpah serapah ‘ipat-ipat’.
Tindakan menuturkan ipat-ipat ini merupakan tindak tutur komisif. Dialog (59) ini yang
dapat menunjukkan maksud bersumpah, yaitu tuturan O2 Seksenana, dadia gadhong
moh nyuwek, dadia banyu moh nyawuk ‘Saksikanlah, kalau (kamu) jadi daun (aku) tidak
mau menyobek, kalau jadi air (aku) tidak mau menyaduk’. Jadi, dalam teks ini yang
menjadi penanda adanya tuturan bersumpah ialah kata seksenana ‘saksikanlah’.
Tuturan ini dilakukan O2 terhadap O1. Isi sumpah (maksudnya O2 tidak lagi mau
menerima O1 menjadi saudaranya), baru kemudian dituturkan. Rangkaian kesaksian
dan isi sumpah itulah yang menjadi penanda adanya maksud bersumpah dalam tindak
tutur komisif bersumpah (ipat-ipat).
260
Selain tindak tutur komisif bersumpah ’ipat-ipat’ yang menunjukkan sifat negatif,
ada tindak tutur bersumpah yang bersifat positif.
Contoh :
(60) Darsana : Pak sampun dados kewajiban kula dados polisi, kula mboten badhePak sudah menjadi kewajiban kula menjadi polisi, saya tidak akan
mundur sejangkah menawi dereng saged nangkep para penjahat.mundur sejangkah kalau belum bisa menagkap para penjahat
“Pak sudah menjadi kewajiban saya menjadi polisi, saya tidak akanmundur sejangkah kalau belum bisa meangkap para penjahat’.
Sukiman : Ya, yen pancen kuwi sumpahmu, dakdongakake bisa nangkepYa, jika memang itu sumpahmu, props.aktf.O1 tgl. dapat menagkap
akan kudoakan
para penjahat kang ngrugekake masyarakat. Muga-muga kowepara penjahat yang merugikan masyarakat. Semoga kamu
tansah entuk pitulungan saka Allah.selalu mendapatkan pertolongan dari Alloh.
“Ya, jika memang itu sumpahmu, akan kudoakan dapat menagkap prapenjahat yang merugikan masyarakat. Semoga kamu selalu mendapatkanpertolongan dari Allah”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Darsono yang selanjutnya disebut (O1), danSukiman yang selanjutnya disebut (O2). O2 ialah ayah kandung O1 dan (O1)menjadi seorang anggota Polisi. Warna emosi ketika dialog ini dituturkan dalamsuasana sangat serius. Maksud atau tujuan pembicaraan O1 bersumpah tidakakan mundur sejangkal sebelum dapat menangkap penjahat yang merugikanmasyarakat. Tidak ada keterlibatan O3 dalam dialog ini. Urutan bicara dimulaiO1 bicara dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragam krama untukmengucapkan sumpahnya. Dilanjutkan O2 memberikan respon tuturan (O1)dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko untuk memberi restukepada O1. Ragam ngoko ini dipakai karena status sosial O2 lebih tinggi dariO1. Bab pokok yang dibicarakan adalah ucapan sumpah O1 untuk menangkappenjahat. Instrumen dialog ini ialah bahasa Jawa ragam ngoko dan krama.Citarasa bahasa dalam dialog ini cukup akrab dan serius. Adegan tutur dialogini dilakukan di Jagalan, Pakualaman, Yogyakart, tanggal 6 Mei 2006, pukul19.30 (wib). Aturan kebahasaan khas adalah (O1) selalu menggunakan bahasaJawa ragam krama kepda (O2) kerena di dalam buadaya Jawa anak selalumemberikan hormat kepada ayahnya. Penghormatan dalam bahasa selalumenggunakan bentuk ragam krama.
Dialog (60) ini ialah peristiwa tutur yang dilakukan oleh Darsono (O1) seorang anggota
polisi dan Sukiman (O2), ayah Darsono. Tuturan ini dilakukan ketika Darsono pulang ke
261
rumah orang tuanya (Sukiman) di Jagalan, Pakualaman, Yogyakarta. Tujuan
pembicaraan dalam dialog ini yaitu O1 bersumpah ingin menangkap para penjahat yang
merugikan masyarakat. Tuturan sumpah itu ialah kula mboten badhe mundur sejangkah
menawi dereng saged nangkep para penjahat ‘saya tidak akan mundur sejangkah kalau
belum dapat menangkap para penjahat yang merugikan masyarakat’. Maksud
pernyataan (O1) ini adalah ungkapan bersumpah untuk melakuakan tindakan akan
menangkap para penjahat yang merugikan masyarakat. Yang menjadi kunci untuk
mengetahui maksud bersumpah adalah tuturan (O1) akan melakukan tindakan
penangkapan para penjahat dan tetap tidak akan berhenti sebelum dapat menangkap
penjahat itu. Tindak tutur komisif bersumpah ini dikatakan positif karena tujuannya agar
masyarakat tidak dirugikan lagi dengan ulah para penjahat. Selain itu, tindak tutur
komisif bersumpah yang ditunjukkan oleh penuturnya sendiri, dalam (61) ini dapat
dikenali dengan adanya tuturan (O2) seperti Ya yen pancen kuwi sumpahmu ‘Ya, kalau
memang itu sumpahmu’. Pernyataan (O1) inilah menunjukkan bahwa (O1) sedang
mengucapkan sumpah. Dengan demikian, yang menjadi penanda adanya maksud
tindak tutur komisif bersumpah yaitu tuturan sumpah yang akan dilakukan oleh
penuturnya, dan penentunya ialah isi maksud sumpah yang akan dilakukan oleh
penuturnya. Selain itu, ada kalanya tuturan maksud bersumpah itu dapat dikenali pada
tuturan sebagai tanggapan dari lawan tuturnya (O2).
5.4 Maksud Tindak Tutur Komisif Bernadar
Tindak tutur komisif bernadar adalah tindak tuturan yang menyatakan bahwa
tindakan yang akan dilakukan karena adanya peristiwa khusus tertentu yang diinginkan.
Tindakan itu akan dilakukan apabila keingingan tersebut telah terlaksana. Tuturan ini
262
dilakukan sebelum terlaksana keingingannya. Tindak tutur komisif bernadar ini ada
yang dinadarkan untuk orang lain (O2), maksudnya, tindakan bernadar itu akan
dilakukan oleh O2.Tindak tutur komisif bernadar yaitu yang tindakan bernadar itu akan
dilakukan oleh penuturnya sendiri dan nadar itu untuk dirinya sendiri (O1). Tindakan itu
belum dilakukan dan akan dilakukan mendatang. Tindak tutur komisif bernadar untuk
orang lain (O2) dapat dilihat pada contoh berikut.
Contoh :
(61) Slamet : Ni, wiwit cilik kok kesehatanmu ora apik, dhela-dhela na rumahNi, sejak kecil part kesehatanmu tidak baik, sebentar-sebentar ke rumah
sakit. Saiki malah wis setengah sasi turu na klinik. Ndangsakit. Sekarang malah sudah setengah bulan tidur di klinik. Segeralah
sehat ya. Suk yen payu rabi, nikahmu daktanggapke wayang.sehat ya . Besok jika dilamar orang nikahmu props. akt. O1 tgl. wayang.
akan kutanggapkan
”Ni, sejak kecil kesehatanmu tidak baik, sebentar-sebentar ke rumah sakit.Sekarang malah sudah setengah bulan tidur di klinik. Segeralah sehat. Besokjika dilamar orang, pernikahanmu akan saya tanggapkan wayang”.
Tini : Mugi-mugi Gusti Allah enggal paring sehat ya Pak.Semoga Gusti Allah segera memberi sehat ya Pak
”Semoga Gusti Allah segera memberi sehat Pak”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Slamet yang selanjutnya disebut (O1), dan Tini yangselanjutnya disebut (O2). O2 adalah anak perempuan O1 yang sekarangberumur 19 tahun. Warna emosi ketika dialog itu dilaksanakan dalam suasanasedih. Maksud atau tujuan pembicaraan dalam dialog ini ialah O1 mengeluhkankesehatan O2 yang sejak kecil sakit-sakitan. O3 tidak terlibat dalam dialog ini.Urutan bicara dimulai dari O1 mengeluhkan kondisi O2 dengan menggunakanbahasa Jawa lisan ragam ngoko. Selanjutnya, O2 meresponnya denganmenggunakan bahasa Jawa lisan ragam krama. Hal pokok yang dibicarakanialah O1 bernadar jika kelak O2 sehat dan dilamar orang, pernikahannya akanditanggapkan wayang. Instrumen dialog ini menggunakan bahasa Jawa lisanragam ngoko dan krama. Citarasa bahasa dialog ini terasa sedih dan kasihsayang. Adegan tutur dialog ini dilakukan di RSU dr. Muwardi pavilyun CendanaII nomor 4 Surakarta, tanggal 15 Januari 2009, pukul 19.00 (wib). Aturankebahasaan khas tidak terdapat dalam dialog ini.
Dialog (61) merupakan sebuah peristiwa tutur yang dilakukan oleh Slamet (O1)
dan Tini (O2). Peristiwa tutur ini terjadi di RSUD dr. Muwardi Surakarta di pavilyun
263
Cendana II nomor 4. Peristiwa tutur ini terjadi pada tanggal 15 Januari 2009, pukul
19.00 (wib). Tujuan pembicaraan dalam dialog itu ialah O1 mengaharap kesembuhan
anaknya (O2) yang sejak kecil sakit-sakitan. (O1) bernadar apabila kelak anaknya sehat
dan mendapatkan jodoh, pernikahannya akan ditanggapkan wayang. Tuturan bernadar
dapat dilihat pada Suk yen payu rabi nikahmu daktanggapke wayang. ’Besok jika
dilamar orang nikahmu kutanggapkan wayang’. Sebelum tuturan nadar ini diucapkan,
penutur mempunyai sebuah keinginan untuk anaknya, seperti pada tuturan Ndang
sehat ya. ’Segera sehat ya’. Keinginan inilah merupakan sebuah harapan atau
peristiwa khusus yang dikehendaki penutur yang dapat mendorong munculnya tuturan
bernadar. Dalam peristiwa tutur ini tindakan nadar belum dilakukan, sehingga masih
menggunakan prasyarat waktu kapan tindakan itu betul-betul dilaksanakan. Dengan
demikian, untuk menentukan maksud tindak tutur komisif bernadar, terlebih dahulu
diperlukan penjelasan mengenai alasan, waktu, dan tindakan nadar. Maksudnya,
adanya tindak tutur bernadar menjadi alasan munculnya tuturan bernadar, waktu kapan
nadar itu dilakukan, dan isi nadar yang akan dilakukan. Oleh karena itu, pada (61) yang
menandai maksud tindak tutur komisif bernadar ialah peristiwa khusus (keinginan
penutur) Ndang sehat ya.’Segera sehat ya’, dan tindakan nadar yang kelak akan
dilakukan Suk yen payu rabi nikahmu daktanggapke wayang ’Besok jika dilamar orang
nikahmu kutanggapkan wayang’. Tindakan tutur komisif bernadar itu dilakukan O2
untuk O1. Jadi, kelak yang akan melaksanakan nadar itu adalah (O2).
Yang dimaksud tindak tutur komisif bernadar untuk dirinya sendiri (O1) adalah
tindak tutur komisif bernadar ditujukan kepada dirinya sendiri (O1) dan yang akan
melakukan tindakan nadar itu ialah O1 sendiri.
264
Contoh :
(62) Ari : Mbak Ambar, jebulane melu tes CPNS kok angel banget ya.panggilan Ambar, ternyata ikut tes CPNS part sulit sekali ya
Ketampa apa ora ya mbak.Diterima apa tidak ya panggilan
”Mbak Ambar, ternyata ikut tes CPNS kok sulit sekali ya. Diterima apa tidakya Mbak”.
Ambar : Ya saiki kari ndonga nyuwun Gusti Allah muga-muga bisaYa sekarang tinggal berdoa meminta Gusti Alloh semoga dapat
ketampaditerima
”Ya sekarang tinggal berdoa meminta Gusti Allah semoga dapat diterima”.
Ari : Mbak, suk yen aku ketampa CPNS aku arep syukuran menehiPanggilan, besok jika saya diterima CPNS saya akan syukuran memberi
seragam 20 setel kanggob bocah-bocah Panti Asuhan Aisyiah Salaseragam 20 setel untuk anak-anak Panti Asuhan Aisyiah Sala.
”Mbak, besok jika saya diterima CPNS saya akan syukuran memberi seragam20 setel untuk anak-anak Panti Asuhan Aisyiah Sala”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Ari yang selanjutnya disebut (O1), dan Ambarselanjutnya disebut (O2). Mereka adalah teman sejawat pengasuh Panti AsuhanAisyah Surakarta. Warna emosi ketika dialog itu dituturkan dalam keadaanbimbang. Maksud atau tujuan percakapan dialog ini adalah (O1) menyatakanbahwa ikut tes CPNS sulit sekali. (O3) tidak terlibat dalam dialog ini. Urutanbicara dialog ini dimulai (O1) menginformasikan tentang sulitnya tes CPNS denganmenggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko. Selanjutnya ditanggapi (O2)dengan menggunakan Bahasa Jawa lisan ragam ngoko juga. Citarasa bahasadialog ini terkesan bimbang dan agak serius. Adegan tutur dialog ini dilakukan diPanti Asuhan Aisyah Surakarta. Register wacana lisan dimanfaatkan dalam dialogini. Tidak ada aturan kebahasaan khas dalam dialog ini.
Peristiwa tutur pada dialog (62) dilakukan oleh Ari (O1), dan Ambar (O2).
Peristiwa tutur ini terjadi di Panti Asuhan Aisyah Surakarta. Tujuan tuturan pada dialog
ini yaitu (O1) menyatakan bahwa ikut tes CPNS memang sulit sekali. Ia merasa pesimis
apakah nantinya dapat diterima sebagai CPNS. Tujuan tuturan ini direalisasikan dalam
tuturan Jebule melu tes CPNS angel banget ya Mbak. Ketampa apa ora yan Mbak
’Ternyata ikut tes CPNS sulit sekali ya Mbak. Diterima atau tidak ya Mbak’. O2
memberikan reaksi tutur agar Ari berdoa kepada Gusti Allah semoga dapat diterima.
265
Selanjutnya, Ari melakukan tindak tutur komisif bernadar apabila nanti dapat diterima
CPNS akan mengadakan syukuran, yaitu memberi 20 setel seragam untuk anak-anak
Panti Asuhan Aisyiah Surakarta. Tuturan komisif yang menyatakan bernadar itu yaitu
Suk yen aku ketampa CPNS aku syukuran menehi seragam 20 setel kanggo bocah-
bocah Panti Asuhan Aisyiah Surakarta. ’Besok jika saya diterima CPNS saya akan
syukuran memberi 20 setel seragm untuk anak-anak Panti Asuhan Aisyiah Surakarta’.
Untuk menentukan adanya maksud tindak tutur komisif bernadar, terdapat tiga hal,
yaitu adanya peristiwa khusus yang diinginkan penuturnya, prasyarat waktu kapan
tindakan itu dilakukan, dan tindakan yang akan dilakukan kemudian. Tuturan Ari (O1)
yang menyatakan apabila dapat diterima CPNS akan syukuran memberi seragam 20
setel seragam untuk anak-anak Panti Asuhan Aisyiah Surakarta merupakan penanda
adanya maksud tindak tutur komisif bernadar. Adapun penentunya ialah tuturan
sebelumnya, yaitu prasyarat waktu (suk yen’besok jika’ dan ketampa CPNS ’diterima
CPNS (peristiwa khusus yang diinginkan penutur). Tindakan untuk melakukan isi nadar
belum dilakukan dan akan dilakukan pada masa yang akan datang apabila peristiwa
khusus itu telah terlaksana.
Dengan demikian, untuk menentukan maksud tindak tutur komisif bernadar
diperlukan penjelasan mengenai hal yang diinginkan penutur (peristiwa khusus yang
diinginkan penutur, prasyarat waktu kapan nadar itu akan dilakukan, dan tindakan bernadar
yang biasanya diungkapkan dengan tindak tutur komisif.
5.5 Rangkuman
Kajian makna pada tingkat pragmatik disebut maksud. Dalam kajian maksud konteks
sangat berperanan penting. Dalam kajian maksud, konteks dapat digunakan sebagai
266
petunjuk dan dapat pula sebagai pedoman untuk menentukan maksud. Tindak tutur
komisif di dalamnya dapat mencerminkan fungsi tuturan berniat, berjanji, bersumpah, dan
bernadar yang semuanya itu dapat dikenali perbedaannya dengan berdasarkan pada
konteks. Di dalam peristiwa komunikasi, konteks pembicaraan akan dapat menentukan
pemilihan penggunaan tindak tutur.
1) Maksud tindak tutur komisif berniat
Yang menjadi penentu maksud tindak tutur komisif berniat ialah isi konteks tuturan.
Penandanya adalah bentuk propositif aktif orang pertama tunggal yang menjadi predikat
pada kalimat komisif itu. Untuk menandai maksud tindak tutur komisif berniat dapat dilihat
adanya bentuk kata yang mempunyai maksud berniat. Ada pula yang harus dipahami isi
konteks tuturan karena niat itu tidak harus ditunjukkan dengan kata-kata yang bermaksud
niat.
2) Maksud tindak tutur komisif berjanji
Untuk memahami maksud tindak tutur berjanji diperlukan pemahaman inferensial
dan penafsiran lokal. Sehubungan dengan hal ini, penjelasan secara kontekstual perlu
dilakukan terlebih dahulu.
Selain adanya pemahaman konteks (yang di dalamnya berisi kesanggupan dan
ucapan janji), ada pula maksud tindak tutur berjanji yang hanya berbentuk ungkapan
kesanggupan saja.
3) Maksud tindak tutur komisif bersumpah
Tindak tutur komisif bersumpah merupakan suatu tindakan yang dituturkan oleh
penutur kepada lawan tutur tentang kesediannya untuk berbuat sesuatu dengan
menuturkan sumpah. Tindakan dalam tindak tutur komisif bersumpah belum dilakukan
267
dan akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Untuk dapat memahami maksud
tindak tutur bersumpah, diperlukan pemahaman konteks. Selain menggunakan kata-
kata yang bermaksud sumpah, ada maksud sumpah yang tidak lagi menggunakan
kata-kata untuk bersumpah. Bentuk yang demikian hanya dapat diketahui dengan
memadukan isi tuturan dan konteks tuturan itu terjadi.
Selain itu, ada bentuk peribahasa Jawa yang maksudnya bersumpah. Bentuk
sumpah tersebut merupakan sumpah serapah (Jw: ipat-ipat) yang bersifat negatife dan
positif (sumpah akan melakukan tindakan kebaikan).
4) Maksud tindak tutur komisif bernadar
Tindak tutur komisif bernadar adalah tindak tuturan yang menyatakan bahwa
tindakan yang akan dilakukan karena adanya peristiwa khusus tertentu yang diinginkan.
Tindakan itu akan dilakukan apabila keingingan tersebut telah terlaksana. Tuturan ini
dilakukan sebelum terlaksana keingingannya. Tindak tutur komisif bernadar ini ada
yang dinadarkan untuk orang lain (O2), yang maksudnya bahwa yang akan melakukan
tindakan bernadar itu ialah (O2). Tindak tutur komisif bernadar diri sendiri adalah
melakukan tindakan bernadar dengan penutur yaitu sendiri dan nadar itu untuk dirinya
sendiri (O1).
Untuk menentukan maksud tindak tutur komisif bernadar diperlukan penjelasan
mengenai hal yang diinginkan penutur (peristiwa khusus yang diinginkan penutur,
prasyarat waktu kapan nadar itu akan dilakukan, dan tindakan bernadar yang biasanya
diungkapkan dengan tindak tutur komisif).
Tindak tutur komisif baik berniat, berjanji, bersumpah, dan bernadar dapat
dilakukan oleh (O1) maupun (O2) berdasarkan konteksnya.
BAB VI
REALISASI TINDAK TUTUR KOMISIFBAHASA JAWA
6.1 Pengantar
Di dalam tindak tutur orang dapat melakukan sesuatu selain mengatakan
sesuatu. Tuturan yang digunakan untuk melakukan sesuatu disebut tuturan performatif
(Austin, 1962 : 4; Wijana, 1996 : 23). Sedangkan tuturan untuk mengatakan sesuatu
disebut tuturan konstatif. Gunarwan (1994 : 43) lebih tegas mengatakan bahwa tuturan
performatif ialah tuturan yang merupakan tindakan melakukan sesuatu dengan
membuat tuturan itu.
Untuk memahami tuturan, aspek konteks dalam pragmatik merupakan hal yang
sangat penting. Konteks yang dimaksud ialah semua latar belakang pengetahuan yang
dimiliki penutur dan lawan tutur. Oleh karena itu, faktor-faktor ekstralingual sangat
berperan dalam analisis pragmatik. Dengan demikian, faktor konteks dan ekstralingual
sangat diperlukan untuk mengukur validitas tuturan terutama tuturan performatif
Di dalam tuturan performatif terdapat parameter validitas tuturan. Wijana (1996 :
24) mengemukakan bahwa validitas tuturan performatif tergantung pada terpenuhinya
beberapa syarat validitas (sahih atau tidak sahih), yang disebut falicity conditions. Syarat
itu ialah (1) orang yang mengutarakan dan situasi pengutaraannya harus sesuai, (2)
tindakan itu harus dilakukan secara sungguh-sungguh oleh penutur dan lawan tutur, dan
(3) Penutur dan lawan tutur harus memiliki niat sungguh-sungguh untuk melakukan
tindakan itu. Selanjutnya, Wijana (1996 : 25-26 ; Gunarwan, 1973:47-48)
menjelaskan bahwa tuturan performatif harus memenuhi lima syarat yaitu (1) penutur
269
harus mempunyai niat yang sungguh-sungguh terhadap apa yang dijanjikan, (2)
penutur harus berkeyakinan bahwa lawan tutur percaya tindakan itu benar-benar
akan dilaksanakan, (3) penutur harus berkeyakinan bahwa ia mampu melaksanakan
tindakan itu, (4) penutur harus mempredikasi tindakan yang akan dilakukan, bukan
tindakan yang sudah dilakukan, dan (5) penutur harus mempredikasi tindakan yang
dilakukannya sendiri, bukan yang dilakukan orang lain.
Berkaitan dengan kondisi felisitas (falicity conditions) Yule (2006 : 87- 88)
menjelaskan bahwa ada harapan tertentu karena tampilan tindak tutur diketahui
seperti yang dimaksud. Yule (2006) menjelaskan ada lima kondisi dalam tindak tutur,
yaitu (1) Kondisi umum, kondisi pada peserta tutur, yaitu peserta tutur saling
memahami bahasa yang sedang digunakan. (2) Kondisi isi, yang dimaksud ialah tuturan
yang diutarakan peserta tutur harus berisi tentang peristiwa yang akan terjadi
mendatang. Peristiwa yang akan terjadi mendatang itu merupakan tindakan penutur
pada masa mendatang. (3) Kondisi persiapan, pada kondisi persiapan ini ada dua
hal, yaitu peristiwa itu tidak terjadi sendiri, dan peristiwa itu akan mempunyai akibat
yang bermanfaat. Yang terkait dengan kondisi ini ialah kondisi ketulusan (sincerity
condition). (4) Kondisi ketulusan, yang dimaksud kondisi ketulusan yaitu dalam
sebuah janji penutur secara tulus bermaksud melaksanakan tindakan itu pada masa
mendatang. (5) Kondisi esensial, ialah penggabungan suatu spesifikasi tentang apa
yang harus ada dalam isi tuturan, yaitu konteks dan maksud penutur agar tindak tutur
khusus dapat ditampilkan secara tepat.
Di dalam menampilkan bentuk tuturan performatif terdapat dua bentuk, yaitu
tuturan performatif implisit dan eksplisit (Austin, 1962 : 32; Yule, 2006 : 90). Tuturan
270
performatif implisit ialah tuturan performatif yang berbentuk kata kerja performatif
yang ngisi fungsi predikat dalam kalimat atau klausa dalam sebuah bentuk tindak
tutur itu dilesapkan. Biasanya bentuk ini terealisasi dalam wacana taklangsung atau
disejajarkan dengan istilah metapesan. Untuk memahami dan mengenali kembali
bentuk tuturan performatif itu diperlukan pemahaman konteks dan pemahaman
budaya. Tuturan performatif eksplisit ialah tuturan performatif yang berbentuk kata
kerja performatif pengisi fungsi predikat dalam kalimat atau klausa dalam sebuah
bentuk tindak tutur yang ditampakkan secara utuh. Biasanya bentuk ini terealisasi
dalam wacana langsung. Bentuk tuturan performatif implisit ini kadang-kadang disebut
sebagai performatif primer (Yule (2006 : 90).
Tindak tutur komisif bahasa Jawa berfungsi untuk menyatakan niat, janji,
sumpah, dan nadar. Fungsi-fungsi itu ditandai dengan tuturan tuturan performatif. Ada
kekhasan dalam tindak tutur komisif bahasa Jawa yaitu, bahwa selain terdapat
tuturan performatif yang bersifat implisit, terdapat pula tuturan performatif yang
bersifat eksplisit. Tuturan performatif implisit terdapat dalam bentuk metapesan.
Metapesan dalam tindak tutur komisif bahasa Jawa dipakai untuk menyampaikan
maksud tuturan secara tidak langsung. Penutur dalam memahami maksud itu harus
melalui inferensi dan saling memahami latar belakang dunia pengetahuannya.
6.2 Tuturan Performatif dalam Tindak Tutur Komisif Berniat.
Tuturan performatif ialah tuturan yang dipergunakan untuk melakukan
sesuatu tindakan. Terdapat dua tipe tuturan performatif, yaitu tuturan performatif
implisit dan eksplisit.
271
6.2.1 Tuturan Performatif Implisit dalam Tindak Tutur Komisif Berniat
Tuturan performatif implisit ialah tuturan yang dipergunakan untuk melakukan
tindakan dan tuturan tersebut dilesapkan.
Contoh :
(63) Sutrisna : Mas galengane durung rampung Mas, sesuk arep tandur.Mas pematangnya belum selesai Mas, besok akan menanam (padi)
“Mas pematangnya belum selesai Mas, besok akan menanam(pagi)”
Suyadi : Ya wis, ndi pacule. Aku wae.Ya sudah, mana cangkulnya. Saya saja.
“Ya sudah, mana cangkulnya”. Saya saja”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Sutrisna yang selanjutnya disebut (O1), danSuyadi yang selanjutnya disebut (O2). Mereka berdua ialah saudara kakakberadik. Warna emosi ketika dialog itu dituturkan ialah terlihat akrab danakur. Maksud atau tujuan tuturan ialah O1 memberi tahu (O2) bahwapematang sawah belum selesai dikerjakan. Tidak ada (O3) dalam dialog ini.Urutan bicara, O1 membuka pembicaraan dengan menggunakan bahasaJawa lisan ragam ngoko, dan ditanggapi O2 dengan bahasa dan ragamyang sama. Bab yang dibicarakan ialah niat menyelesaikan pembuatanpematang sawah. Instrumen dialog ini ialah bahasa Jawa lisan ragamngoko. Citarasa bahasa sangat akur dan akrab. Adegan tutur dialog inidituturkan di sawah wilayah Kelurahan Mrisen, Kecamatan Juwiring,Kabupaten Klaten, tanggal 17 April 2006, pukul 10.00 (WIB). Register dialogini ialah wacana lisan. Tidak terdapat aturan kebahasaan yang khas dalamdialog ini.
Data (63) berupa dialog yang dilakukan Sutrisna (O1) dan Suyadi (O2).
Peristiwa ini terjadi di sawah, di Mrisen, Juwiring, Klaten. Ketika itu mereka sedang
mengerjakan pembuatan pematang dan segara akan ditanami padi. O1 mengatakan
bahwa ia belum selesai mengerjakan pembuatan pematang pada hal sawah akan
segera ditanami padi. Pernyataan O1 tersebut ditanggapi oleh O2 dengan niat akan
melanjutkan pekerjaan membuat pematang itu. O2 dalam merealisasikan tuturan
niatnya disampaikan secara implisit. Pekerjaan pembuatan pematang itu disampaikan
272
dengan tuturan yang dilesapkan seperti pada tuturan Ya wis ndi pacule ’Ya sudah
mana cangkulnya’. Maksud tuturan ini bukan menanyakan keberadaan cangkul,
tetapi meminta cangkul. Pernyataan (O2) terdapat tuturan yang dilesapkan dan dapat
kembalikan keutuhannya. Menurut konteks yang sedang berjalan, unsur yang lesap itu
dapat dikembalikan ke aslinya sebagai berikut.
(63a) Ya wis ndi pacule. Aku wae Ø (taknggaleng)Props.aktf.O1 tgl.
“Ya sudah mana cangkulnya, Saya saja (saya berniat) yang (akan) membuatpematang”).
Pada klausa kedua (63a) terdapat unsur yang dilesapkan, yaitu bentuk
predikat berjenis propositif aktif dengan pelaku orang pertama tunggal taknggaleng
‘saya berniat akan membuat pematang’ ialah tuturan performatif yang lesap, atau
dinyatakan dengan cara implisit.
Bentuk tuturan performatif taknggaleng ’saya berniat akan membuat
pematang’ merupakan tuturan performatif yang valid karena penuturnya sunggung-
sungguh akan melakukan tindakan yang dituturkannya. Penutur benar-benar akan
membuat pematang sawah. Berdasarkan konteks tuturan (63), O1 percaya bahwa
O2 akan melaksanakan apa yang dituturkan dan mampu melaksakan tindakan yang
dituturkan itu. Tindakan pembuatan pematang betul-betul akan dilakukan oleh (O2)
sendiri, bukan oleh orang lain. Tindakan membuat pematang oleh (O2) baru akan
dilaksanakan bukan dan telah dilaksanakan.
Tuturan performatif dalam tindak tutur komisif berniat bahasa Jawa merupakan
bentuk tuturan yang khas dalam komunikasi dengan bahasa Jawa. Kekhasan itu
terletak pada bentuk yang dilesapkan. Untuk memahami maksud tuturan itu
diperlukan inferensial yang sama antara penutur dan lawan tutur. Selain kekhasan
273
pemahaman makna, terdapat juga kekhasan efisiensi kalimat, yaitu bentuk kalimat itu
sederhana dan tidak panjang.
(64)Fajar : Ris, kok kebangetan ta, kamus regane murahPanggilan patk keterlaluan partk kamus harganya murah
wae ra gelem tuku.Saja tidak mau membeli.
“Ris, kok keterlaluan, kamus harganya murah saja tidak maumembeli”.
Risa : Pira ta Mas ? Suk tanggal siji aku wis etuk blanja.Berapa part Mas ? Besok tanggal satu saya sudah mendapat gaji.
Terke na Gramedia ya.Antarkan ke Gramedia ya.
“Berapa (harganya) Mas? Besok tanggal satu saya sudahmendapat gaji.Antarkan (saya) ke Gramedia”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Fajar yang selanjutnya disebut (O1), dan Risayang selanjutnya disebutg (O2). Kedua orang tersebut ialah kawanbertetangga. Warna emosi dialog ini menunjukkan akrab bersahabat.Maksud atau tujuan dialog ini ialah O1 mengkritik O2 karena tidak memilikikamus dan tidak mau membeli kamus. Urutan berbicara dimulai (O1)mengkritik (O2) dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko, danditanggapi (O2) dengan bahasa dan ragam yang sama. Bab yangdibicarakan (O2) meminta (O1) untuk mengantar ke toko Gramedia ((O1)akan membeli kamus bahasa (Inggris). Instrumen dialog ialah bahasa Jawalisan ragam ngoko. Citarasa bahasa dialog ini akrab. Adegan tutur dialog inidituturkan di rumah (O1) jalan Pancanaka 7 Tipes, Surakarta, tanggal 24Juni 2007, pukul 15.00 (wib). Register dialog ini wacana lisan. Aturanberbahasa yang khas tidak ditemukan.
Data (64) ialah sebuah peristiwa tutur yang dilakukan Fajar (O1) dan Risa
(O2). Peristiwa tutur ini terjadi di rumah Fajar, jalan Pancanaka 7, Tipes Surakarta,
ketika mereka sedang mengerjakan terjemahan bahasa Indonesia ke bahasa Inggris.
O2 ialah pegawai Lotus Tour and Travel di Surakarta. Tujuan pembicaraan (64) yaitu
O1 mengkritik O2 karena tidak mempunyai kamus (bahasa Inggris). Padahal harga
kamus itu murah. Kritik ini direspon O2 dengan menanyakan harga kamus dan minta
274
diantar ke toko buku Gramedia untuk membeli kamus. Pada pernyataan O2 terdapat
beberapa unsur yang dilesapkan sehingga bentuknya seperti berikut.
(64a) Pira ta Mas Ø? Suk tanggal siji aku wis entuk blanja. Terke na Ø Gramedia ya. Ø‘Berapa ta Mas Ø? Besok tanggal satu saya sudah mendapat gaji. Antarkan ke Ø
Gramedia ya. Ø”
Pada bentuk (64a) terdapat beberapa pelesapan unsur yang dapat dikembalikan
pada bentuk lengkapnya. Pengembalian unsur ini harus selalu berdasarkan pada
konteks tuturan yang terjadi pada (64). Tanpa memperhitungkan konteks, maksud
yang terkandung dalam unsur, pengembalian bentuk lesap itu tidak akan tepat. Dengan
demikian, bentuk (64a) dapat ditampilkan kembali dengan bentuk yang lengkap, yang
menjadi tuturan (64b) berikut.
(64b) Pira ta Mas regane kamus bahasa Inggris? Suk tanggal siji aku wis entuk blanja.Terna na toko buku Gamedia ya. Aku taktuku kamus bahasa Inggris.“Berapa harga kamus bahasa Inggris (itu) Mas? Besok tanggal satu saya sudahmendapat gaji. Antarkan ke toko buku Gramedia. Saya akan membeli kamus bahasaInggris”.
Penampilan kembali unsur-unsur yang lesap harus sesuai konteks. Misalnya,
pada klausa pertama (64b) Pira ta Mas Ø? pasti menanyakan harga kamus bukan
yang lain karena konteks pembicaraannya masalah kamus. Oleh karena itu, unsur
yang dilesapkan itu pasti tentang harga kamus. Pada klausa ketiga Terna na Ø
Gramedia ya ’Antarkan ke Gramedia ya’, unsur yang lesap, yaitu toko buku.
Gramedia merupakan sebuah toko yang menjual buku. Oleh karena itu, Gramedia
identik dengan toko buku. Letak efisiensi tuturan ini ialah penyebutan toko buku yang
tidak dimunculkan. Klausa keempat yaitu klausa yang mempunyai maksud
menyatakan tujuan ke toko buku Gramedia. Jawabnya ada pada maksud klausa
empat ini yaitu Aku taktuku kamus bahasa Inggris ’Saya akan membeli kamus
275
bahasa Inggris’ Tindakan taktuku (saya akan membeli) dilakukan oleh orang pertama
tunggal sendiri bukan orang lain, pada masa “sekarang – yang akan datang” atau
bukan dilaksanakan sebelumnya. Penutur ini betul-betul akan melakukan membeli
kamus dan mampu membeli kamus. Tuturan Aku taktuku kamus bahasa Inggris
’Saya akan membeli kamus bahasa Inggris’ merupakan tuturan performatif yang
valid. Bentuk tuturan itu pada (64a) sebagian dilesapkan. Pengembalian bentuk
tuturan performatif ke yang utuh harus selalu didasarkan pada konteks. Apabila
berbeda konteks, akan berbeda pula tuturan performatif yang muncul.
6.2.2 Tuturan Performatif Eksplisit dalam Tindak Tutur Komisif Berniat.
Tuturan performatif eksplisit ialah tuturan yang dipergunakan untuk melakukan
tindakan dan tuturan itu dimunculkan secara jelas.
Contoh :
(65) Rusmanta : Pak Arifin, perpustakaan sekolah niki badhe kanggePanggilan Arifin , perpustakaan sekolah ini akan dipakai
lomba tingkat Kotamadya lho Pak. Buku-buku kiranglomba tingkat Kotamadia part penggilan Buku-buku kurang
jangkep tur nanung sekedhik.lengkap apalagi hanya sedikit.
“Pak Arifin, perpustakaan ini akan dipakai lomba tingkatKotamadia lho Pak. Buku-buku kurang lengkap apalagi hanyasedikit”.
Arifin : Kula taktumbas buku-buku wacan kangge njangkepiSaya props.aktf.O1 tgl. Buku-buku bacaan untuk melengkapi
Saya akan membeli
koleksi perpustakaan.koleksi perpustakaan
“Saya akan meembeli buku-buku bacaan untuk melengkapi koleksiperpustaan”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Rusmanto yang selanjutnya disebut(O1), dan Arifin yang selanjutnya disebut (O2). Warna emosi ketikadialog dituturkan ialah sangat formal. Maksud atau tujuan
276
pembicaraan O1 memberitahu O2 bahwa perpustakaan sekolahnyaakan dipakai untuk lomba perpustakaan tingkat Kotamadia, danbukunya kurang lengkap. Tidak terdapat O3. Urutan bicara dialog inidimulai dari O1 yang menggunakan bahasa Jawa lisan ragamkarma, dan (O2) demikian juga. Bab pokok yang dibicarakan O2berniat akan membeli buku untuk melengkapi perpustakaan.Instrumen dialog ini bahasa Jawa lisan ragam krama. Citarasa bahasasangat formal. Adegan tutur dialog ini dilakukan di SD NegeriKawatan, Serengan Surakarta. Pada tanggal 09 Agustus 2007, pukul11.00 (wib). Register dialog ini ialah wacana lisan. Tidak terdapataturan kebahasaan secara khas dalam dialog ini.
Data (65) merupakan sebuah peristiwa tutur yang dilakukan oleh Rusmanto (O1)
dan Arifin (O2). O1 ialah petugas perpustakaan sekolah SD Negeri Kawatan, Serengan,
Surakarta dan O2 ialah Kepala Sekolah SD tersebut. O1 menjelaskan bahwa
perpustakaannya akan dipakai untuk lomba perpustakaan tingkat Kotamadya. Buku
perpustakaan tidak lengkap dan jumlahnya hanya sedikit. O2 menanggapi tuturan O1
dengan menggunakan tuturan performatif eksplisit seperti berikut.
(65a) Kula taktumbas buku-buku wacan kangge njangkepi koleksi perustakaan.“Saya akan membeli buku-buku bacaan untuk melengkapi koleksi perpustaan”.
Tuturan (65a) yaitu Kula taktumbas buku-buku wacan kangge njangkepi
perpustakaan ’Saya akan membeli buku bacaan untuk melengkapi perpustakaan’.
Tuturan ini menunjukkan bahwa pelaku akan melakukan tindakan membeli buku-
buku bacaan untuk melengkapi perpustakaan. Bentuk tuturan tersebut merupakan
tuturan performatif eksplisit karena tindakan yang akan dilakukan (O1) ditampakkan
secara jelas tidak dilesapkan.
Tuturan (65a) termasuk tuturan performatif eksplisit sebab tuturan performatif
itu tampak dan tidak dilesapkan. Tingkat kevalidan tuturan performatif implisit ini
tergolong telah memenuhi syarat tuturan performatif. Syarat tuturan performatif itu
277
yaitu sebagai berikut. (1) penutur harus memiliki niat yang sungguh-sungguh
terhadap apa yang dijanjikan. Tuturan (65a) termasuk tindak tutur komisif berniat
dengan diwujudkan dengan tuturan performatif implisit. Niat akan membeli buku-buku
bacaan itu sungguh-sungguh akan dilakukan. (2) Tindakan yang tercermin pada
tuturan performatif (65a) ini dapat dipercaya bahwa tindakan itu sungguh-sungguh
akan dilaksanakan. (3) O2 berkeyakinan mampu melaksanakan tuturannya dan
bukan orang lain yang melaksanakan. Dalam (65a) digunakan bentuk propositif aktif,
orang pertama tunggal sebagai pelaku tindakan taktumbas ’saya akan membeli’. (4)
Penutur harus diprediksikan bahwa tindakan yang akan dilakukan (future action),
bukan tindakan yang sudah dilakukan. Tuturan performatif eksplisit (65a) berbentuk
tuturan komisif berniat dengan ditandai bentuk tuturan performatif eksplisit. Maksud
tindakan membeli buku-buku bacaan belum dilakukan dan akan dilakukan pada
masa “sekarang – yang akan datang”. (5) Penutur harus mempredikasi tindakan yang
akan dilakukannya sendiri, bukan dilakukan oleh orang lain. Pada (65a), predikat
berupa bentuk propositif aktif, orang pertama tunggal. Oleh karena itu, jelas yang
akan melakukan yaitu orang pertama tunggal, yaitu penuturnya sendiri. Lima kriteria
kevalidan tuturan performatif telah terpenuhi pada (65a).
(66) Surahman : Pak Rusdi, kula suwun maringi pengaosan wantenPanggilan Rusdi, saya mohon memberi pengajian di
dalemipun Pak Mulyana. Pak Mulyana badherumah Panggilan Mulyana. Panggilan Mulyana akan
ngawontenaken syukuran putranipun lulus sarjana psikologimengadakan syukuran anaknya lulus sarjana psikologi.
’Pak Rusdi, saya mohon memberi pengajian di rumah PakMulyana. Pak Mulyana akan mengadakan syukuran karenaanaknya lulus menjadi sarjana psikologi’.
.Rusdi : Ya Mas, taksholat magrib dhisik.
Ya Mas, props.aktf.O1 tgl. Magrib dahulu.
278
“Ya Mas, saya akan sholat magrib dahulu”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Surahman selanjutnya disebut (O1), danRusdi selanjutnya disebut (O2). O1 ialah tetangga (O2) lebih muda dariO2. O2 ialah pengasuh Pondok Al Ma’un. O2, berdomisili di kampungKauman Surakarta. Warna emosi ketika dialog ini dilakukan dalamkeadaan serius dan penuh hormat. Maksud atau tujuan tutur dalamdialog ini, O1 memohon O2 berkenan mengisi pengajian di rumah PakMulyana dalam rangka syukuran atas kelulusan anaknya menjadisarjana Psikologi. Tidak ada O3 yang ikut dalam dialog ini. Urutanbicara dimulai dari O1 menggunakan bahasa Jawa lisan ragam kramadan ditanggapi O2 dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragamngoko. Hal ini dilakukan O2 karena O2 berstatus sosial lebih tinggi.Bab pokok yang dibicarakan ialah kesanggupan (niat) O2 akan datangmengisi pengajian, tetapi ia terlebih dahulu menjalankan sholat magrib.Instrumen dialog ini menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko dankrama. Dengan memperhatikan ragam bahasa yang dipakai dalamdialog ini dapat menunjukkan adanya status sosial yang berbeda.Citarasa bahasa dialog ini sangat santun karena permohonan O1dimulai dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragam krama.Adegan tutur dialog ini dilakukan di rumah (O2) kampung KaumanSurakarta. Register dialog ini ialah wacana lisan. Aturan kebahasaankhas dalam dialog ini (O1) selalu menggunakan bahasa Jawa ragamkrama, karena status sosial (O2) lebih tinggi dan dihormati.
Data (66) berupa sebuah peristiwa tutur yang dilakukan oleh Surahman (O1)
dan Rusdi (02). Tuturan ini terjadi di rumah Rusdi di kampung Kauman, Surakarta.
Ketika itu Rusdi bersiap-siap akan menjalankan sholat magrib. Tujuan pembicaraan
yaitu O1 meminta O2 untuk memberikan pengajian di rumah Pak Mulyana dalam
rangka syukuran anaknya yang lulus sarjana psikologi. O2 memberikan kesanggupan
untuk mengisi pengajian, tetapi ia akan menjalankan sholat magrib dahulu.
Kesanggupan O2 tersebut tercermin dalam tuturan Ya Mas, taksholat magrib dhisik
’Ya Mas, saya akan sholat magrib dahulu’. Tuturan taksholat magrib dhisik ’saya
akan sholat magrib dahulu’ termasuk tuturan performatif eksplisit. Dikatakan sebagai
tuturan performatif eksplisit karena penutur mempunyai niat yang sungguh-sungguh
terhadap apa yang dituturkan. Hal ini dapat dilihat waktu penuturannya, yaitu ketika
279
Rusdi sedang bersiap-siap akan menjalankan sholat magrib. O2 berkeyakinan bahwa
O1 dalam konteks ini percaya bahwa tindakan itu benar-benar akan dilaksanakan.
Dalam konteks (66) ini Rusdi sudah bersiap akan melaksanakan sholat magrib
sehingga Surahman (O1) yakin tindakan yang dituturkan O2 memang betul-betul
akan dilaksanakan. Dengan demikian, penutur dianggap mampu melaksanakan
tindakan yang dituturkannya. Hal yang dituturkan merupakan tindakan yang belum
dilakukan dan akan dilakukan pada masa “sekarang – yang akan datang”. Tuturan
performatif implisit Aku taksholat magrib dhisik ’Saya akan sholat magrib dahulu’
predikatnya ialah bentuk propositif aktif, pelakukanya yaitu orang pertama tunggal
aku ’saya’ Aku ‘saya’ pada bagian depan bentuk ini sebagai subjek, dan fungsinya
hanya untuk memberi tekakan pelakukanya saja. Pelaku tindakan dalam tuturan
performatif eksplisit ini tercermin pada bentuk propositif aktif, pelakukannya orang
pertama tunggal yaitu aku ’saya’ maksudnya penutur tuturan performatif itu. Oleh
karena itu, tindakan performatif ini tidak mungkin dilakukan oleh orang lain. Yang
akan menjalankan sholat magrib ialah aku ’saya’ (Rusdi) bukan Surahman.
Pemakaian tuturan performatif dalam tindak tutur komisif berniat, baik tuturan
performatif implisit maupun eksplisit ternyata tidak dapat dilepaskan dari konteks
tuturan yang melatarbelakanginya.
6.3 Tuturan Performatif dalam Tindak Tutur Komisif Berjanji
Tuturan performatif ialah tuturan yang dipergunakan untuk melakukan
sesuatu tindakan. Terdapat dua tipe tuturan performatif, yaitu tuturan performatif
implisit dan eksplisit.
280
6.3.1 Tuturan Performatif Implisit dalam Tindak Tutur Komisif Berjanji .
Tuturan performatif implisit ialah tuturan yang dipergunakan untuk melakukan
tindakan dan tuturan tersebut dilesapkan. Dalam tindak tutur komisif berjanji terdapat
pula tuturan performatif berjanji dalam bentuk implisit yang keberadaannya tidak
ditampakan atau dilesapkan.
Contoh :
(67) Iwit : Mas, kiriman bathik saka Pekalongan wis teka lho Mas. SaikiSapaan kiriman batik dari Pekalongan sudah datang partk sapaan. Sekarang
wis diudhunake ana kios ngisor, hem 50 kodi, daster 20 kodi. Akusudah diturunkan di kios bawah, hem 50 kodi, daster 20 kodi. Saya
ra kuat nggawa munggah.tidak kuat membawa naik.
“Mas kiriman batik dari pekalongaan sudah datang lho Mas. Sekarangsudah diturunkan di kios bawah, 50 kodi hem, 20 kodi daster. Saya tidakkuat membawa naik”.
Maka : Aja sumelang, mengko bar sholat dluhur.Jangan khawatir, nanti sesudah sholat dluhur.
“Jangan khawatir, nanti sesudah sholat dluhur”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Iwit yang selanjutnya disebut (O1)dan suaminya Maka yang selanjutnya disebut (O2). Tindak tutur ini terjadi dipasar Klewer Surakarta, pada pukul 10.00 (wib). Warna emosi ketika dialog inidituturkan dalam suasana sibuk berdagang dan serius. Maksud atau tujuanpembicaraan dalam dialog ini ialah O1 meminta O2 untuk membawa kainbatik kiriman dari Pekalongan ke kios lantai atas, karena O1 tidak kuatmengangkatnya. Tidak ada keterlibatan O3 dalam dialog ini. Urutan bicaradialog ini didahului oleh O1 dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragamngoko meminta O2 mengangkat kain batik ke kios atas. Selanjutnya O2memberikan tanggapan dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragamngoko berjanji akan mengangkat kain batik tersebut. Janji itu dituturkandengan tuturan aja sumelang ‘jangan khawatir’. Hal pokok yang dibicarakanialah janji O2 untuk mengangkat kain batik setelah sholat dluhur. Instrumen
281
dialog ini ialah bahasa Jawa lisan ragam ngoko. Citarasa bahasa dialog initerasa akrab, sebab mereka ialah suami istri yang sedang berdagang kainbatik bersama di padar Klewer. Adegan tutur dialog ini dilakukan di kios nomor16 A lantai atas pasar Klewer Surakarta, pukul 10.00 (wib). Ketika itu pasarsudah mulai rame pengunjung. Register yang digunakan dalam dialog ini ialahregister wacana lisan. Tidak terdapat aturan kebahasaan yang khas.
Data (67) ialah sebuah peristiwa tutur yang dilakukan oleh Iwit (O1) dan
suaminya Maka (O2). Tuturan ini terjadi di kios nomor 16A, pukul 10.00 (WIB) pasar
Klewer Surakarta. O1 memberi tahu kepada O2 bahwa kiriman batik dari Pekalongan
sudah datang dan diturunkan di kios bawah. O1 tidak kuat membawa naik. Tindakan
yang dilakukan O1 di samping memberitahu tentang kiriman batik dan tidak kuat
membawa naik, sebenarnya hal itu juga mengandung maksud untuk meminta O2 agar
melakukan tindakan membawa naik batik yang masih di kios bawah. O2 dengan
berinferensi dapat menangkap maksud tuturan O1. Kemudian O1 dengan tepat dapat
memberikan respon positif dengan tuturan berjanji yang ditandai dengan tuturan
performatif implisit. Tuturan performatif implisit pada konteks ini dilesapkan. Bentuk
tersebut ialah sebagai berikut.
(67a) Aja sumelang. Mengko bar sholat dluhur. Ø.‘Jangan khawatir. Nanti sesudah sholat dluhur’. Ø
Bentuk (67a) termasuk tindak tutur komisif berjanji dengan penentunya pada
bentuk Aja sumelang ‘Jangan khawatir’. Maksudnya lawan tutur hendaknya jangan
khawatir. Untuk memahami apa yang dikhawatirkan lawan tutur dapat diperiksa
kembali isi konteks tuturan yang melatarbelakanginya. Dalam konteks (67) (O1) tidak
kuat mengangkat batik yang masih di kios bawah. Dalam konteks ini (O2)
memunculkan tuturan berjanji dengan bentuk tuturan performatif secara implisit.
Bentuk tuturan performatif implisit ini dapat dimunculkan kembali sesuai dengan
282
konteks yang melatarbelakanginya. Konteks ini dapat dijadikan dasar untuk
mengembalikan bentuk tuturan performatif implisit ke dalam bentuk yang utuh.
Dengan demikian bentuk (67a) akan menjadi bentuk yang utuh (67b) berikut.
(67b) Aja sumelang. Mengko bar sholat dluhur, bathike takusunge munggah.‘Jangan khawatir. Nanti sesudah sholat dluhur, batiknya akan kuanggat naik’.
Klausa batike takusungane munggah ‘nanti batiknya akan kuangkat naik’ ialah
dapat dijadikan penanda bentuk tindak tutur komisif berjanji. Janji untuk
melaksanakan tindakan apa berkaitan dengan tuturan Aja sumelang ’Jangan
khawatir’ yaitu janji untuk mengangkat batik ke atas menjadi penanda adanya tindak
tutur komisif berjanji. Tindakan untuk melaksakan janji belum dilakukan dan akan
dilakukan pada masa sekarang – yang akan datang”. Hal ini dapat dikenali adanya
unsur predikat berjenis propositif aktif. Pelakunya ialah orang pertama tunggal yang
terlihat pada kata takusunge ‘akan kuangkat’. Jadi, tindakan itu belum dilakukan dan
akan dilakukan pada masa “sekarang – yang akan datang”
Tuturan performatif implisit pada (67) secara utuh telah dapat dikembalikan
selengkapnya. Untuk mengukur kevalidan atau kesahihan tuturan performatif ini akan
digunakan parameter syarat kesahihan model Wjana (1996 : 25-27). Ada lima syarat
kesahihan bentuk tuturan performatif, yaitu sebagai berikut (1) penutur harus
mempunyai niat yang sungguh-sungguh terhadap apa yang dijanjikan. Pada konteks
(67), tuturan performatif berupa tindak tutur komisif berjanji. Penutur mempunyai niat
sungguh-sungguh untuk melaksanakan janjinya setelah selesai sholat dluhur. (2)
Penutur berkeyakinan bahwa lawan tutur percaya, yaitu tindakan itu benar-benar akan
dilaksanakan. Dengan menggunakan tindak tutur komisif berjanji yang diwujudkan
283
dalam tuturan performatif, penutur benar-benar akan melaksanakan janjinya pada
masa “sekarang -- yang akan datang”. (3) Penutur berkeyakinan bahwa ia mampu
melaksanakan tindakan itu. Penutur (Maka) berkeyakinan mampu melaksanakan
tindakan mengangkat batik dari kios bawah ke kios atas tempat Iwit berjualan. Hal ini
ditunjukkan pada kesanggupan (janji) akan mengangkat batik ke kios atas. (4) Penutur
harus mempredikasi tindakan yang akan dilakukan (future actions), bukan tindakan yang
sudah dilakukan. Dalam konteks (67) tuturan performatif diwujudkan dalam tindak tutur
komisif dan terdapat unsur predikat yang berjenis propositif aktif. Propositif aktif
mengindikasikan bahwa tindakan belum dilakukan dan akan dilakukan pada masa
sekarang – yang akan datang”. Pada kata takusunge ‘akan kuangkat’ merupakan bentuk
propositif aktif, orang pertma tunggal, kala “sekarang – yang akan datang”. (5) Penutur
harus mempredikasi tindakan yang akan dilakukannya sendiri, bukan orang lain.
Predikat propositif pada tuturan performatif (67) berbentuk takusunge ‘akan kuangkat’
pelakukanya ialah orang pertama tunggal aku ’saya’, buka dheweke ’dia’. Berdasarkan
parameter tuturan performatif model Austin, dapat disimpulkan bahwa tuturan performatif
(67) ialah sahih atau valid. Di dalam bahasa Jawa bentuk tuturan performatif implisit ini
merupakan bentuk yang khas. Kekhasan itu tercermin dalam bentuk tindak tutur tak
langsung yang mengandung metapesan. Metapesan digunakan untuk kesantunan
berkomunikasi, seperti pada (67), O1 yang menggunakan tindak tutur tak langsung
untuk menyuruh O2 mengangkat batik dari kios bawah ke kios atas.
(68) Rokhani : Mas, yen udan terus aku ora wani methuk Mira.Panggilan, jika hujan terus saya tidak berani menjemput Mira
Adoh, aku ora wani udan-udan. Awakku lagi oraJauh, saya tidak berani hujan-hujan. Badanku sedang tidak
sehat. Mira njaluk dipethuk jam 11.00.sehat. Mira minta dijemput pukul 11.00.
284
“Mas, jika hujan terus saya tidak berani menjemputMira. Jauh, saya tidak berani hujan-hujan. Badanku sedangtidak sehat. Mira minta dijemput pukul 11.00”.
Mugi : Ya wis, aku tenan.Ya sudah, saya sungguh.
“Ya sudah, saya sungguh”.Rokhani : Aja kaya wingi kebacut sare.
Jangan seperti kemarin terlanjur tidur.
“Jangan seperti kemarin terlanjur tidur”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Rokhani yang selanjutnya disebut (O1) dan Mugiyang selanjutnya disebut (O2). Mereka ialah suami istri yang mempunyai anakbernama Mira. Warna emosi ketika dialog ini dituturkan dalam keadaan seriuskarena (O1) sedang sakit. Maksud atau tujuan pembicaraan ialah O1 memintaO2 menjemput anaknya karena O1 sedang tidak sehat. Tidak ada keterlibatanO3. Urutan bicara dalam dialog ini didahului O1 dengan menggunakan bahasaJawa lisan ragam ngoko alus, dilanjutkan tanggapan dari (O2) denganmenggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko. Bab pokok yang dibicarakanialah janji O2 yang sungguh-sungguh akan menjemput Mira. Instrumen dialogini ialah bahasa Jawa lisan ragam ngoko. Citarasa bahasa ketika dialog inidituturkan ialah keadaan serius penuh kasih sayang. Adegan tutur dialog inidilakukan di rumah O1, kampung Kratonan, Surakarta, pukul 10.00 (wib).Register wacana lisan dimanfaatkan dalam dialog ini. Tidak ada aturankebahasaan yang khas dalam dialog ini.
Data (68) ialah sebuah peristiwa tutur yang dilakukan oleh Rokhani (O1) dan
Mugi (O2). Mereka ialah suami istri yang mempunyai anak bernama Mira. Mira
sedang sekolah di SD Negeri Kawatan Surakarta. Peristiwa tutur ini terjadi di rumah
Rokhani kampung Kratonan Surakarta. Saat peristiwa ini dituturkan pukul 10.00
(pagi), cuaca mendung, dan sudah mulai turun hujan. Tujuan tuturan dalam konteks
ini ialah O1 memberitahu O2 bahwa ia tidak berani menjemput Mira karena hujan,
dan badannya tidak sehat. Tuturan O1 termasuk tuturan yang bersifat deklaratif,
tetapi sebenarnya mempunyai maksud imperatif. Maksudnya ialah O1
memberitahukan keadaan cuaca dan kesehatan badannya sehingga ia tidak dapat
menjemput Mira. Dengan alasan tersebut secara tidak langsung ia meminta O2 untuk
285
menggantikan dirinya agar menjemput Mira. O2 dengan berinferensi berdasarkan
konteks yang ada, ia tahu yang dimaksudkan O1. Oleh karena itu, ia bereaksi
dengan tuturan yang mempunyai maksud berjanji akan menjemput Mira. O2 bertutur
Ya wis, aku tenan. ’Ya sudah, aku sungguh’. Kata tenan ’sungguh’ merupakan
sebuah petunjuk adanya janji yang juga dapat menjadi penentu adanya tuturan
berjanji. Dalam konteks ini, sesuatu yang dijanjikan tidak diutarakan secara eksplisit,
tetapi secara implisit. Untuk memunculkan kembali tuturan yang implisit itu, diperlukan
pemahaman konteks yang ada. Tuturan O2 sebagai reaksi dari tuturan O1 dapat dilihat
pada (68a) berikut.
(68a) Ya wis, aku tenan. Ø’Ya sudah, aku tenan’
Yang dimaksud dengan tuturan aku tenan ‘saya sungguh’ belum jelas apa yang
disungguhkan masih dilesapkan. Untuk menjelaskan kesungguhan, perlu dilihat
kembali konteks yang ada. Konteks tuturan ini ialah ketidaksanggupan O1
menjemput Mira karena hujan dan badannya sakit. Maksud tuturan O1 bersifat
deklaratif, yang sebenarnya sebuah imperatif, yaitu menyuruh O2 untuk melakukan
tindakan seperti yang diminta O2 menjemput Mira. Kata tenan ‘sungguh’ yang dimaksud
O2 yaitu ia berjanji akan sungguh-sungguh dan akan menjemput Mira. Dengan
demikian bentuk Ø (68a) dapat dihadirkan kembalikan seperti pada (68b) berikut.
(68b) Ya wis, aku tenan takmethuk Mira.Ya sudah, saya sungguh props.aktf.O1tgl Mira
akan kujemput
“Ya sudah, saya sungguh akan saya jemput Mira”.
Tuturan Aku tenan takmethuk Mira ‘Saya sungguh akan menjemput Mira’ termasuk
bentuk tindak tutur komisif berjanji yang juga ditandai dengan tuturan performatif implisit
karena dalam konteks tuturan selengkapnya tidak dimunculkan.
286
Bentuk tuturan performatif implisit Aku tenan takmethuk Mira. ’Aku sungguh
akan kujemput Mira’. Bersumber dari konteks selengkapnya. Pelaku tuturan performatif
ini sungguh – sungguh berjanji akan melakukan tindakan menjemput Mira. Situasi
penuturan performatif ini sesuai dengan situasi ketika tindakan itu dituturkan, yaitu di
rumah O1 dan O1 memang betul-betul tidak dapat menjemput. Dalam tuturan
performatif ini penutur yakin mampu melaksakan apa yang dijanjikan dalam tuturan itu.
Tindakan itu belum dilakukan dan tindakan itu akan dilakukan sendiri.
Penggantian bentuk Ø yang tidak mengikuti konteksnya akan menjadi sebuah
penolakan. Apabila bentuk tuturan performatif keluar dari konteks seperti (68c) berikut.
(68c) Ya wis, aku tenan takmenyang Semarang.Ya sudah, aku sunguh props.aktf.O1 tgl Semarang
aku akan ke
“Ya sudah, aku sungguh (aku) akan ke Semarang”.
Bentuk tuturan performatif (68c) merupakan penolakan tuturan (68b). Penutur
tidak menjemput Mira dan justru akan ke Semarang. Oleh karena itu, pemunculan
tuturan performatif yang berganti konteks, akan berganti pula maksud tuturan
performatif implisitnya.
6.3.2 Tuturan Performatif Eksplisit dalam Tindak Tutur Komisif Berjanji .
Tuturan performatif eksplisit ialah tuturan yang dipergunakan untuk melakukan
tindakan dan tuturan tersebut dimunculkan secara jelas. Dalam tindak tutur komisif
berjanji terdapat pula tuturan performatif berjanji yang eksplisit.
Contoh :
(69) Marjuki : Mbak Ning mbenjing tanggal 11 Maret wonte Dies Natalis UNS.Panggilan Ning besok tanggal 11 Maret ada Dies Natalis UNS
Acaranipun wonten orkes kroncong De Java Orchestra. Rawuh estuAcaranya ada orkes keroncong De Java Orchestra. Datang sungguh
287
nggih Mbak.ya panggilan
“Mbak Ning besok tanggal 11 Maret ada Dies Natalis UNS. Acaranyaada orkes keroncong De Java Orchestra. Datang sungguh ya Mbak”.
Nuning : InsyaAllah taknonton orkes kronconge.InsyaAllah props.psf.O1 tunggal orkes keroncongnya.
“InsyaAllah saya akan menonton orkes keroncongnya”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Marjuki yamg selanjutnya disebut (O1), danNuning yang selanjutnya disebut (O2). Mereka bertangga di satu kampung.Usia O1 lebih muda dari usia O2. Warna emosi ketika dialog ini dituturkandalam keadaan santai. Maksud atau tujuan tuturan ialah O1 menawarkankepada O2 untuk melihat orkes keroncong dalam rangka Dies Natalis UNS.Tidak ada keterlibatan O3 dalam dialog ini. Urutan bicara dialog ini dimulai O1menawarkan untuk melihat orkes keroncong kepada O2 dengan menggunakanbahasa Jawa lisan ragam krama. Ragam krama ini dipilih karena status sosialO1 lebih rendah dari O2 dalam kaitannya dengan usia. Selanjutnya, O2menanggapi O1 dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko. Halpokok yang dibicarakan dalam dialog ini ialah janji (O2) untuk melihat orkeskroncong dengn mengatakan InsyaAllah. Instrumen yang digunakn dalamdialog ini ialah bahasa Jawa lisan ragam ngoko dan krama. Citarasa bahasadialog ini ialah santai dan hormat. Adegan tutur dialog ini dilakukan di rumah O2di kampung Menangan, Gading, Surakarta. Register dialog ini ialah wacanalisan. Tidak terdapat aturan kebahasaan khas dalam dialog ini.
Data (69) merupakan sebah peristiwa tutur yang dilakukan oleh Marjuki (O1)
dan Nuning (O2). Tuturan itu terjadi di rumah Nuning kampung Menangan Gading
Surakarta. Tujuan tuturan ini ialah (O1) menawarkan kepada (O2) untuk menonton
orkes keroncong dalam rangka Dies Natalis UNS. (O2) berjanji akan datang
menonton orkes itu. Janji (O2) itu dituturkan dalam bentuk tindak tutur komisif berjanji
dan dengan tuturan performatif eksplisit sebagai (69a) berikut.
(69a) InsyaAllah taknonton orkes kroncongeInsyaAllah props.aktf.O1 tunggal orkes keroncongnya.
“InsyaAllah saya akan kutonton orkes keroncongnya”.
Bentuk (69a) berupa bentuk tindak tutur komisif berjanji yang ditandai dengan
tuturan Insya Allah ’Insya Allah’. Tuturan insya Allah ’insya Allah’ menunjukkan maksud
bahwa penutur berjanji akan melakukan suatu tindakan dan tindakan itu belum
288
dilakukan. Bentuk ini merupakan penentu akan adanya tuturan tindakan yang
dijanjikan. Tuturan tersebut ialah taknonton ’akan kulihat’. Dengan demikian, tindakan
yang dijanjikan penutur ialah akan melihat, dan diteruskan adanya objek yang akan
ditonton, yaitu orkes keroncong. Tuturan yang digunakan untuk melakukan tindakan
disebut tuturan performatif. Tuturan (69a) termasuk tuturan performatif eksplisit. Apa
yang akan dilakukan penutur tampak jelas yaitu taknonton orkes keroncong ’akan
kulihat orkes keroncong’. Tuturan taknonton ’saya akan melihat’ merupakan tuturan
yang digunakan untuk melakukan tindakan menonton. Tindakan menonton orkes
keroncong belum dilakukan oleh penuturnya.
Untuk mengukur derajad kesahihan tuturan performatif (69a) dapat dijelaskan
sebagai berikut. (1) Dengan menggunakan tuturan berjanji, penutur mempunyai niat
yang sungguh-sungguh tentang apa yang dijanjikan itu. (2) Penutur berkeyakinan bahwa
lawan tutur percaya tindakan itu benar-benar akan dilaksanakan. Dalam hal ini Marjuki
percaya bahwa Nuning benar-benar akan melaksanakan tindakan (datang menonton
orkes keroncong). (3) Penutur berkeyakinan bahwa ia mampu melaksanakan tindakan
yang dijanjikannya itu. Pada konteks (69a) ini penutur berkeyakinan mampu
melaksanakan tindakan menonton orkes keroncong. (4) Penutur harus mempredikasi
tindakan akan dilaksanakan, bukan telah dilaksanakan. Pada (69a) penutur
menggunakan predikat propositif aktif taknonton ‘akan kutonton’, menunjukkakn bahwa
tindakan itu belum dilaksanakan. (5) Penutur harus mempredikasi tindakan yang
dilakukannya sendiri, bukan orang lain. Dengan pemakaian predikat propositif aktif yang
pelakunya orang pertama tunggal taknonton ’akan kutonton’, jelaslah yang melakukan
tindakan ialah aku ‘saya’ ku’. Yang dimaksudkan ialah penuturnya sendiri.
289
Dengan memperhatikan bentuk tuturan propositif aktif dan memperhatikan
konteks tuturannya, kita akan mudah mengenali bentuk dan pemakaiannya.
Kemunculan pemakaian tuturan performatif eksplisit pada tindak tutur komisif berjanji
itu. Konteks tuturanlah yang memegang kendalinya.
(70) Ari : Mas Anton, aku jane pengin nonton sekaten na alun-alun Sala.Sapaan Anton, saya sebetulnya ingin menonton sekaten di alun-alun Sala.
Wiwit dhisik kok durung sida ditontonke ta Mas.Sejak dahulu partk belum jadi ditontonkan part Mas.
Kapan Mas nonton sekaten ?Kapan Mas menonton sekaten ?
“Mas Anton saya sebetulnya ingin nonton sekaten di alun-alun Sala. Sejakdahulu belum jadi ditontonkan ta Mas ?”. Kapan Mas menonton Sekaten ?”.
Anton : Ya taktontonke sekaten tenan yo. Gamelan Sekaten ya lagiya props.aktf. O1 tgl sekaten sungguh yo (ayo). Gamelan Sekaten ya baru
akan kutontonkan
metu.ke luar
“Ya sungguh akan kutontonkan sekaten yo. Gamelan Sekaten ya baru keluar”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Ari yang selanjutnya disebut (O1), dan Antonselanutnya disebut (O2). O1 dan O2 ialah saudara kakak beradik sehingga statussosialnya sederajat. Warna emosi ketika dialog ini dituturkan dalam keadaansantai dan O1 kelihatan manja. Maksud atau tujuan tuturan ialah O1 inginditontonkan Sekaten di alun-alun Sala. Tidak ada keterlibatan O3 dalam dialogini. Urutan bicara dialog ini dimulai dari O1 menggunakan bahasa Jawa lisanragam ngoko kepada O2. Ia meminta kepada O2 untuk ditontonkan Sekaten dialun-alun Sala. Selanjutnya, O2 memberikan tanggapan dengan menggunakanbahasa Jawa ragam ngoko pula. Hal pokok yang dibicarakan ialah O2 berjanjidengan sungguh-sungguh akan menontonkan O1 Sekaten di alun-alun Sala.Instrumen dialog ini menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko. Citarasabahasa dialog ini santai dan manja. Adegan tutur dialog ini dilakukan di rumah O2di kampung Keprabon, Surakarta, pada hari Minggu pagi sepulang daripengajian di Balai Muhammadiyah Surakarta. Register dialog ini berupa wacanalisan. Tidak terdapat aturan kebahasaan yang khas dalam dialog ini.
290
Data (70) berupa sebuah peristiwa tutur yang dilakukan Ari (O1) dan Anton (O21).
Ari ialah adik Anton. Tuturan ini terjadi di rumah Anton, kampung Keprabon Surakarta.
Tuturan ini dilakukan pada hari Minggu pagi sepulang dari pengajian Ahat padi di Balai
Muhammadiyah Surakarta. Tujuan pebicaraan dalam tuturan ini ialah Ari berkeinginan
menonton sekaten di alun-alun Sala yang sejak dahulu belum kesampaian. Ari meminta
Anton untuk dapat menintonkannya. Permintaan Ari diutarakan dengan bentuk tuturan
tanya Kapan Mas nonton sekaten ? ’Kapan Mas menonton sekaten?’. Bentuk tuturan
tanya ini maksudnya iala O1 meminta untuk ditontonkan Sekaten. Dalam komunikasi ini,
O2 memberikan reaksi tutur dengan menggunakan bentuk tindak tutur komisif berjanji
dengan tuturan performatif eksplisit. Tuturan performatif eksplisit yang dimaksud di sini
ialah tuturan yang digunakan untuk mengatakan tindakan dan tindakan itu dinyatakan
secara jelas tidak dilesapkan. Tindakan eksplisit yang dimaksud ialah berjanji akan
menontonkan sekaten. Tuturan performatif eksplisit itu terdapat pada tuturan Ya
taktontonke sekaten tenan yo ’Ya sungguh akan kutontonkan sekaten yo’. Yang
menandai tuturan berjanji ialah kata tenan ‘sungguh’ dan tindakan yang dijanjikan
penuturnya yaitu akan menontonkan taktontonake (propositif aktif orang pertama saya,
aku ’saya’) tentang sekaten. Tindakan menontonkan sekaten itu belum dilakukan dan
akan dilakukan pada masa “sekarang – yang akan datang”. Pelakunya ialah orang
pertama tunggal aku ’saya’ sendiri.
Tuturan performatif Ya taktontonake sekaten tenan yo ’Ya sungguh akan
kutontonkan sekaten yo’ dapat dijelaskan sebagai berikut. Penuturnya berjanji
dengan sungguh-sungguh akan melakukan tindakan yang dijanjikan, yang ditandai
dengan kata tenan ’sungguh’. Tindakan yang dijanjikan itu dapat dipercayai akan
291
sungguh-sungguh dilaksanakan. Hal ini terlihat pada kata tenan yo ’sungguh ayo’.
Penutur berkeyakinan bahwa dirinya mampu melaksanakan tindakan yang dijanjikan.
Keyakinan mampu melaksanakan tindakan yang dijanjikan itu dapat dikembalikan pada
konteks, yaitu bahwa di alun-alun Sala memang sedang ada Sekaten dan penutur
berjanji akan menontonkannya. Tuturan performatif (70) memiliki unsur predikat
propositif aktif yang pelakunya orang pertama. Ia menyatakan bahwa tindakan yang
dijanjikan itu belum dilaksanakan. Tuturan performatif dapat dipredikasikan sebuah
tindakan yang belum dilakukan. Tindakan yang dijanjikan penutur akan dilakukannya
sendiri, bukan orang lain. Untuk itu, bentuk tuturan yang dimunculkan ialah bentuk
propositif aktif dengan pelaku orang pertama tunggal.
Tuturan performatif pada tindak tutur komisif berjanji selalu bertumpu pada konteks
tuturan yang selengkapnya. Penggantian tuturan performatif yang tidak mengikuti
konteks yang melatarbelakangi akan menjadi sebuah penolakan.
6.4 Tuturan Performatif dalam Tindak Tutur Komisif Bersumpah
Tuturan performatif ialah tuturan yang dipergunakan untuk melakukan
sesuatu tindakan. Terdapat dua tipe tuturan performatif, yaitu tuturan performatif
implisit dan eksplisit.
6.4.1 Tuturan Performatif Implisit dalam Tindak Tutur Komisif Bersumpah.
Tuturan performatif implisit ialah tuturan yang dipergunakan untuk melakukan
tindakan bersumpah dan tuturan tersebut dilesapkan. Dalam tindak tutur komisif
292
bersumpah terdapat tuturan performatif bersumpah dalam bentuk implisit yang
keberadaan sumpah itu tidak ditampakan atau dilesapkan.
Contoh:
(71) Soni : Jar, kowe saiki ngrasakake yen wong main kertuPanggilan, kamu sekarang merasakan jika orang berjudi kartu
ora bakal bisa sugih. Malah ndadekake bubrahe keluarga.tidak akan dapat kaya. Malah menjadikan rusaknya keluarga
Wis kapok tenan ?Sudah kapok sungguh ?
“Jar, kamu sekarang merasakan jika orang berjudi kartu tidak akan dapatkaya. Malah menjadikan rusaknya keluarga. Sudah kapok sungguh ?”.
Fajar : Demi Allah Mas.“Demi Allah Mas”
Konteks : Terjadi peristiwa yang dilakukan oleh Soni selanjutnya disebut (O1), danFajar selanjutnya disebut (O2). (O2) ialah kakak O1. Dalam hubungankeluarga O1 lebih tua dan status sosialnya lebih tinggi. Warna emosiketika dialog ini dituturkan dalam keadaan serius. Tidak ada keterlibatanO3 dalam dialog ini. Maksud atau tujuan pembicaraan dialog ini. O1menasihati (O2) agar tidak berjudi lagi, karena berjudi tidak akanmenjadi kaya. Urutan bicara dalam dialog ini O1 menggunakan bhasaJawa lisan ragam ngoko untuk menasihati O2. Selanjutnya, O2menanggapi O1 dengan menggunakan bahasa Indonesia. Bab pokok yangdibicarakan dalam dialog ini ialah sumpah O2 bahwa ia bersaksi kepadaAllah tidak akan berjudi lagi. Instrumen dialog ini menggunakan bahasaJawa lisan ragam ngoko dan bahasa Indonesia. Citarasa bahasa dialogini serius. Adegan tutur dialog ini dituturkan di rumah (O1) di Taman SariYogyakarta, pada tanggal 3 Maret 2006, sore hari sesudah sholat Asar.Register dialog ini ialah wacana lisan. Aturan kebahasaan khas dalamdialog ini O2 menanggapi O1 dengan menggunakan bahasa Indonesiakarena istilah bersaksi Demi Allah merupakan kosa kata bahasaIndonesia.
Data (71) berupa sebuah peristiwa tutur yang dilakukan oleh Soni (O1) dan
Fajar (O2). Tuturan ini terjadi di rumah Soni, di Taman Sari, Yogyakarta, pada sore hari
sesudah sholat Asar. Tujuan tuturan ini ialah (O1) mengingatkan atau menasihati O2
bahwa orang berjudi itu tidak bisa kaya dan merusakkan keluarga. O1 bertanya, apakah
O2 sudah kapok tidak berjudi kartu lagi?. Pertanyaan O2 itu diwujudkan dalam tuturan
Wis kapok tenan ? ’Sungguh sudah kapok?’ Selanjutnya, terdapat reaksi tutur dari O1
293
yang dituangkan pada tuturan Demi Allah ’Demi Alloh’. Reaksi tutur O1 tersebut belum
jelas Demi Allah tengang apa. Masih ada tuturan yang belum selesai atau memang
tuturan itu tidak diutarakan secara utuh. Lawan tutur masih harus mencari tuturan yang
dilesapkan itu. Untuk mengatahui dan mengembalikan keutuhan tuturan itu diperlukan
pengetahuan tentang konteks tuturan yang selengkapnya. Bentuk (71a) sebenarnya
belum selesai. Dalam tuturan itu ada yang diimplisitkan keberadaannya.
(71a) Demi Allah Ø ’Demi Allah Ø’Demi Allah Ø ’Demi Allah Ø’
Untuk menunjukkan kembali bentuk Ø, diperlukan konteks yang melatarbelakangi
munculnya tuturan Demi Allah itu. Konteks (71) berupa nasihat tentang tidak berjudi
dan apakah pelakuknya sudah jera. Berdasarkan konteks itu, bentuk yang
diimplisitkan dalam tuturan ini mesti berkaitan dengan konteks yang diwujudkan
dalam pertanyaan O2, Wis kapok tenan ’Sudah jera sungguh?’ Oleh karena itu,
jawaban (O1) atas pertanyaan (O2) akan berbentuk tuturan lengkap seperti bentuk
(71b) berikut.
(71b) Demi Allah, Ø (ora takbaleni main kartu maneh.)Demi Allah, tidak props.akt.O1 tgl. judi kartu lagi
“Demi Allah, saya tidak akan kuulangi judi kartu lagi”
Tuturan (71b) berupa sebuah tindak tutur komisif bersumpah yang ditentukan dengan
kata Demi Allah ‘Demi Allah’ dan ditandai dengan predikat propostif aktif dengan
pelaku orang pertma tunggal. Tindakan itu belum dilakukan, akan dilakukan pada masa
’sekarang – yang akan datang’ yaitu kata (ora) takbaleni ‘(tidak) ’akan kuulangi’
berjudi kartu.
Bentuk Ora takbaleni main kartu maneh merupan bentuk tuturan
performatif. Dalam konteks (71), bentuk tuturan performatif ini disampaikan secara
294
implisit atau dilesapkan. Bentuk tersebut dapat dimunculkan kembali berdasarkan
konteks yang melatarbelakangi. Untuk mengukur derajad kevalidan atau kesahihan
tuturan performatif bentuk ini, digunakan parameter Wijana (1996) sebagai berikut (1)
Tuturan performatif (71) terdapat predikat propositif yang bermakna akan melakukan
tindakan seperti yang dituturkan. Jadi penutur memiliki niat yang sungguh-sungguh
terhadap yang dituturkan. (2) Penutur harus berkeyakinan berupa lawan tutur percaya
bahwa tindakan itu benar-benar akan dilaksanakan. Dalam hal ini penutur benar-benar
akan melakukan tindakan tidak mengulangi bermain judi kartu. (3) Penutur harus
berkeyakinan bahwa ia mampu melaksanakan tindakan itu. Dalam tuturan performatif,
(71) penutur yakin mampu melaksanakan tindakan tidak berjudi yang ditandai dengan
tindakan bersumpah. (4) Tindakan yang disumpahkan pada tindak tutur komisif
bersumpah ini belum dilakukan ditandai dengan pemakaian bentuk propositif. (5)
Dengan bentuk predikat propositif pada tuturan performatif implisit (71) menunjukkan
bahwa pelaku ialah orang pertama tunggal. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa
tindakan tidak mengulangi berjudi kartu. Pelakunya ialah penutur orang pertama tunggal
yaitu penuturnya sendiri. Kesahihan tuturan performatif (71) memenuhi persyaratan.
Pemunculan kembali bentuk tuturan performatif implisit telah ditemukan atas dasar
pemahaman konteks yang melatarbelakanginya.
(72) Siti : Mas Bari, apa sida tindak Jepang ? Yen sida terus pirang sasiPanggilan Bari, apakah jadi pergi (ke) Jepang ? Jika jadi terus berapa bulan
Mas.panggilan
“Mas Bari apakah jadi pergi ke Jepang ? Jika jadi terus berapa bulan Mas”.
Bari : Kira-kira 36 wulan, yen kontrake diperpanjang ya luwih saka iku.Kira-kira 36 bulan, jika kontraknya diperpanjang ya lebih dari itu.
Gelem ngenteni aku?. Yen ora sabar nikaha dhisik.Mau menunggu saya ? Jika tidak sabar menikahlah dahulu.
295
“Kira-kira 36 bulan, jika kontraknya diperpanjang ya lebih dari itu. Maumenunggu saya ? Jika tidak sabar menikahlah dahulu”.
Siti : Yakin Mas, aja sumelang.Yakin panggilan, jangan khawatir
“Yakin Mas, jangan khawatir”
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Siti yang selanjutnya disebut (O1), dan Bariyang selanjutnya disebut (O2). Mereka saling mencintai dan berencanaakan segera menikah. Warna emosi ketika dialog ini dituturkan terlihatcemburu. Maksud atau tujuan bicara dialog ini ialah O2 memberi tahu O1bahwa ia akan pergi bekerja di Jepang. Apabila (O1) tidak sabar menunggukepulangannya O1 dipersilakan menikah terlebih dahulu. Tidak adaketerlibatan O3 dalam dialog ini. Urutan biacara dialog ini dimulai dari O1dengan menggunakan bahasa Jawa lisan ragam ngoko dan direspon O2dengan bahasa dan ragam yang sama. Hal pokok yang dibicarakan ialahsumpah O1 untuk menyakinkan O2 bahwa ia sanggup menunggukepulangan O2 untuk menikahinya. Instrumen dialog ini berupa bahasaJawa lisan ragam ngoko. Citarasa bahasa dialog ini ialah santai penuh kasihsayang. Adegan tutur dialog ini dilakukan di rumah O1 di kampungKentingan, Jebres, Surakarta. Register yang digunakan ialah wacana lisan.Tidak ada aturan kebahasaan yang khas dalam dialog ini.
Data (72) berupa sebuah peristiwa tutur didilakukan Siti (O1) dan Bari (O2).
Peristiwa tutur ini terjadi di rumah Siti kampung Kentingan Surakarta pada malam
hari setelah selesai sholat Isya’. Tujuan pembicaraan pada dialog ini Siti
menanyakan, apakah Bari betul-betul akan berangkat bekerja ke Jepang dan berapa
lamanya. Hubungan Siti dengan Bari ialah hubungan kekasih, yang akan segera
menikah. Bari akan pergi bekerja ke Jepang sehingga Siti diminta untuk menunggu,
dan sabar. Jika tidak sabar menunggu dipersilakan menikah terlebih dahulu. Untuk
hal ini, O2 merealisasikan tuturannya sebagai berikut.
(72a) Gelem ngenteni aku ?. Yen ora sabar nikaha dhisik.‘Mau menunggu saya ? Jika tidak sabar menikahlah dahulu’.
Tuturan O2 pada (72a) inilah yang akan ditanggapi oleh O1 dan tanggapan itu dituturkan
dalam bentuk tindak tutur komisif bersumpah. Tindakan sumpah itu tidak ditampakkan.
296
Tuturan yang menyatakan tindakan berupa tuturan performatif tidak ditampakkan atau
diimplisitkankan. Tindak tutur komisif bersumpah yang diutarakan O1, seperti terlihat
pada tuturan (72b) berikut.
(72b) Yakin Mas. Aja sumelang. (Ø).‘Yakin Mas. Jangan khawatir’.
Hal yang dikhawatirkan pada (72b) belum jelas, masih dalam bentuk implisit atau
dalam bentuk sifar (Ø). Untuk mengembalikan bentuk yang sifar itu, diperlukan
adanya operator yang mengendalikan bentuk sifar tersebut. Yang menjadi operator
tuturan performatif implisit ini ialah konteks yang melatarbelakanginya. Konteks (72)
menjelaskan Bari meminta Siti menunggu dengan sabar atas kepulangannya dari
Jepang untuk segera menikah. Oleh karena itu, aja sumelang ’janghan khawatir’ yang
dimaksud ialah sumpah O1 yang akan menunggu sampai kedatangan O2. Pernyataan
O1 ini dituturkan dengan bentuk tuturan performatif, seperti (72c) berikut.
(72c) Yakin, aja sumelang Mas, taktunggu sakondurmu.Yakin, jangan khawatir panggilan props.aktf. O1 tgl sampai kau pulang.
akan kutunggu
“Yakin, jangan khawatir Mas, akan kutunggu sampai kau pulang”.
Bentuk tuturan taktunggu sakondurmu ’akan kutunggu sampai kau pulang’
ialah sebuah tuturan performatif implisit. Dikatakan bentuk performatif, karena bentuk
taktunggu merupakan bentuk predikat propositif aktif dengan pelaku orang pertama
tunggal yang menyatakan makna berniat akan melakukan tindakan seperti yang
disebut pada bentuk dasarnya. Bentuk ini juga dikatakan sebagai tindak tutur komisif
bersumpah karena didahului dengan tuturan sumpah. Oleh karena itu, penutur tuturan
performatif ini sungguh-sungguh (bersumpah) akan melakukan tindakan seperti yang
dituturkan. Penutur berkeyakinan bahwa lawan tutur percaya bahwa tindakan itu
benar-benar akan dilaksanakan. Tuturan Yakin, aja sumelang Mas, taktunggu
297
sakondurmu ’Yakin, jangan khawatir Mas, akan kutunggu sampai kau pulang’
merupakan tuturan performatif karena yang menuturkan memang benar-benar
sedang menunggu kedatangan O2 yang pergi ke Jepang. Penutur berkeyakinan
mampu melaksanakan tuturan itu. Tuturan taktunggu sakondurmu ’akan kutunggu
sampai kau pulang’ yang melakukan ialah penuturnya sendiri, yaitu Siti (O1) kekasih
Bari (O2), bukan orsng lain. Tuturan performatif taktunggu sakondurmu ’akan
kutunggu sampai kau pulang’ merupakan sebuah bentuk propositif sehingga tindakan
itu belum dilakukan, dan akan dilakukan pada masa sekarang – yang akan datang.
Bentuk taktunggu merupakan bentuk propositif aktif dengan pelaku orang pertama
tunggal sehingga tindakan itu akan dilakukan oleh penuturnya sendiri.
Tuturan performatif implisit dapat dieksplisitkan dengan mengikuti konteks
yang melatarbelakanginya. Oleh karena itu, konteks yang melatarbelakangi tuturan
performatif itu dapat dikatakan sebagai operator pelesapan tuturan performatif.
6.4.2 Tuturan Performatif Eksplisit dalam Tindak Tutur Komisif Bersumpah
Tuturan performatif eksplisit ialah tuturan yang dipergunakan untuk melakukan
tindakan dan tuturan tersebut dimunculkan secara jelas. Dalam tindak tutur komisif
bersumpah terdapat pula tuturan performatif bersumpah eksplisit.
Contoh:
(73) Sukamta : Bud, yen terus ngene iki ndang ditutup wae tokone. Urusan keuanganSapaan, jika terus begini ini segera ditutup saja tokonya. Urusan keuangan
kowe ora beres. Tagihan material ya ra beres. Pawitan saya tipis,kamu tidak beres. Tagihan material ya tidak beres. Modal semakin tipis
jenenge rugi. Bareng uripmu wis kecukupan, ora gelem ngurusnamanya rugi. Setelah hidupmu sudah tercukupi tidak mau mengurus
tokotoko.
298
‘Bud, jika terus begini ini segera ditutup saja tokonya. Urusan keuangankamu tidak beres. Tagihan material ya tidak beres. Modal semakin tipis,namanya rugi. Setelah hidupmu tercukupi, tidak mau mengurus tokonya’.
Budi : Sumpah Mas, wiwit saiki menejemen toko takdandanane, ajaSumpah Mas, mulai sekarang menejemen toko props.aktf. O1 tgl, jangan
akan kuperbaiki
nglokro.putus asa.
’Sumpah Mas, mulai sekarang menejemen toko akan saya perbaiki. Janganputus asa’.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Sukamta yang selanjutnya disebut (O1), danBudi yang selanutnya disebut (O2). Mereka ialah kakak beradik yangsudah berumah tangga sendiri-sendiri. Warna emosi ketika dialogdituturkan terlihat agak ada sedikit kemarahan pada pihak O1. Maksudatau tujuan pembicaraan (O1) menegur (O2) karena dianggap tidakmampu mengurus toko. Tidak ada keterlibatan O3 Urutan bicara dimulaiO1 menggunakan Bahasa Jawa lisan ragam ngoko, dan ditanggapi O2dengan bahasa dan ragam yang sama. Bab pokok yang dibicrakan ialahsumpah O2 yang akan memperbaiki menejemen toko. Citarsa bahasadialog ini agak sedikit keras karena terdapat teguran yang serius.Adegan tutur dialog ini dilakukan di toko “SUBUR” di jalan VeteranSurakarta. Register dialog ini berupa wacana lisan. Tidak ada aturankebahasaan khas dalam dialog ini.
Data (73) berupa sebuah peristiwa tutur yang dilakukan oleh Sukamto (O1)
dan Budi (O2). Peristiwa tutur ini dilakukan di toko material “SUBUR” di jalan Veteran
Surakarta. Tujuan penuturan ini O1 menegur O2 yang tidak beres mengurus
menejemen keuangan toko. Tindakan menegur itu dilakukan dengan tuturan Urusan
keuangan kowe ora beres. Tagihan material ya ra beres. ‘Urusan keuangan kamu
tidak beres. Tagihan material ya tidak beres’. Teguran O1 mendapatkan reaksi tutur
dari O2 yang dituturkan dengan tindak tutur komisif bersumpah, dan tindakan
sumpah yang akan dilakukan ialah berbentuk tuturan performatif. Tutruran
bersumpah O2 dapat diperhatikan bentuk (73a) berikut.
(73a) Sumpah Mas, wiwit saiki menejemen toko takdandanane, ajaSumpah Mas, mulai sekarang menejemen toko props.aktf. O1 tgl, jangan
akan kuperbaiki
nglokro.
299
putus asa
“Sumpah Mas, mulai sekarang menejemen toko akan kuperbaiki, jangan putus asa”.
Bentuk (73a) merupakan bentuk tindak tutur komisif bersumpah yang ditandai
kata sumpah ‘sumpah’. Tindakan sumpah yang akan dilakukan terlihat pada kata
takdandanane (props.aktf.O1 tgl) ’akan kuperbaiki’. Objek yang akan diperbaiki ialah
menejemen toko. Ketika tuturan bersumpah diucapkan, tindakan sumpah itu belum
dilakukan dan akan dilakukan pada masa “sekarang – yang akan datang”.
Pada (73a) terdapat tuturan wiwit saiki menejemen toko takdandanane ‘mulai
sekarang menejemen toko akan kuperbaiki’. Tuturan ini merupakan tuturan
performatif eksplisit yang terdapat pada tindak tutur komisif bersumpah. Tuturan
performatif ialah tuturan untuk mengatakan suatu tindakan. Tindakan dalam tuturan
itu akan dilakukan oleh penuturnya sendiri. Tindakan itu akan dilakukan bukan telah
dilakukan. Tindakan pada tuturan wiwit saiki menejemen toko takdandanane ’mulai
sekarang menejemen toko akan kuperbaiki’ akan dilakukan oleh penuturnya sendiri.
Tindakan itu terlihat pada pemakaian bentuk propositif aktif orang pertama tunggal,
yaitu pada kata takdandanane ’akan kuperbaiki’ (tindakan perbaikan itu akan
dilakukan penuturnya sendiri). Dengan menggunakan bentuk propositif itu, tindakan
yang tercermin pada predikat tuturan performatif itu belum dilakaukan, akan
dilakukan pada masa “sekarang – yang akan datang”.
Munculnya bentuk tuturan performatif selalu didasarkan pada konteks yang
melatarbelakanginya. Konteks (73) secara singkat isinya ialah O1 menegur O2
tentang menejemen toko tidak baik. Oleh karena itu, O2 dalam tanggapan tuturnya
memunculkan tuturan takdandanane ’akan saya perbaiki’. Munculnya tuturan
performatif eksplisit ini sesuai dengan konteks yang melatarbelakanginya. Apabila
300
tuturan performatif itu tidak sesuai dengan konteks yang melatarbelakanginya dapat
dicontohkan seperti tuturan (73b) berikut.
(73b) Sumpah Mas, taktukokne truk wae.Sumpah Mas, props.aktf. O1 tgl, saja
“Sumpah Mas, akan kubelikan truk saja”.
Tuturan (73b) merupakan tuturan performatif yang tidak sesuai dengan konteks (73).
Dengan demikian tuturan itu tidak sesuai dengan yang dimaksudkan dalam konteks
yang melatarbelakanginya. Oleh karena itu, tuturan performatif (73b) justru menjadi
penolakan pada konteks (73). Dengan demikian, peranan konteks dalam memahami
tuturan performatif baik yang implisit maupun eksplisit, sangat penting.
(74) Muzaki : Le, apa ya wis mantep tenan ta sing arep sekolahPanggilan, apa ya sudah mantap sungguh partk yang akan sekolah
na luar negeri. Ana kana ora duwe sedulur, adoh wong tuwa.di luar negeri. Di sana tidak mempunyai saudara jauh orang tua.
Yen ana apa-apa terus piye ?. Apa kowe wani tenan ?Jika ada apa-apa terus bagaimana ? Apakah kamu berani sungguh ?
“Le apa ya sudah mantap sungguh akan sekolah ke luar negeri. Di sanatidak mempunyai saudara, jauh orang tua. Jika ada apa-apa terusbagaimana?. Apakah kamu sungguh berani?.
Yusuf : Yakin, mantep Mas, sumpahku nadyan angel taklakonane.Yakin, mantap penggilan, sumpahku walaupun sulit props.aktf.O1 tgl.
akan kujalani
“Yakin, mantap Mas, sumpahku walaupun sulit akan kujalani”.
Konteks : Terjadi Peristiwa tutur yang dilakukan Muzaki yang selanjutnya disebut (O1) danYusuf yang selanjutnya disebut (O2). Mereka ialah kakak beradik putra bapakJayadi. Warna emosi ketika dialog itu dituturkan dalam keadaan serius.Maksud atau tujuan biacara dialog ini ialah O1 menanyakan kemantapan O2yang akan sekolah di luar negeri. Tidak ada O3 dalam dialog ini. Bab yangdibicarakan dalam dialog ini ialah sumpah kemantapan O2 akan sekolah diluar negeri. Instrumen dialog ini menggunakan bahasa Jawa lisan ragamngoko. Citarasa bahasa dialog ini serius. Adegan tutur dialog ini dituturkn dirumah Bapak Jayadi (orang tua O1 dan O2) di kampung Sapen Yogyakarta.Register dialog ini berupa wacana lisan. Tidak ada aturan kebahasaan khasdalam dialog ini.
301
Data (74) berupa subuah peristiwa tutur dilakukan Muzaki (O1) dan Yusuf (O2).
Tuturan itu dilakukan di rumah Jayadi orang tua mereka. Data ini diperoleh di rumah
Jayadi di Sapen Yogyakarta. Tujuan tuturan dalam dialog ini (O1) menanyakan
kesungguhan (O2) yang akan sekolah ke luar negeri. Begitu juga (O1) mengingatkan
sekolah di luar negeri jauh dari saudara dan orang tua. (O1) menanyakan apakah (O2)
betul-betul berani sekolah ke luar negeri. Tindakan (O1) diwujudkan dalam tuturan
(74a) berikut.
(74a) Le, apa ya wis mantep tenan ta sing arep sekolahPanggilan, apa ya sudah mantap sungguh partk yang akan sekolah
na luar negeri. Ana kana ora duwe sedulur, adoh wong tuwa.di luar negeri. Di sana tidak mempunyai saudara jauh orang tua.
Yen ana apa-apa terus piye ?. Apa kowe wani tenan ?Jika ada apa-apa terus bagaimana ? Apakah kamu berani sungguh ?
“Le apa ya sudah mantap sungguh sekolah ke luar negeri. Di sana tidak mempunyaisaudara, jauh orang tua. Jika ada apa-apa terus bagaimana?. Apakah kamu sungguhberani?.
Yang menjadi kunci pembicaraan pada (74) ialah pada kalimat Yen ana apa-apa
terus piye ?. Apa kowe wani tenan ? Jika ada apa-apa terus bagaimana ? Apakah
kamu berani sungguh ?. Yang dimaksud tuturan ini ialah apakah (O2) berani
menghadapi resiko jauh saudara dan orang tua, dan keberanian melakukan tindakan
sekolah di luar negeri. Dari kunci pembicaraan inilah yang dijadikan dasar (O1)
memberikan reaksi tutur. Untuk mengutarakan reaksinya (O1) menggunakan tindak
tutur komisif bersumpah. Tuturan itu ialah (74b) berikut.
(74b) Yakin, mantep Mas, sumpahku nadyan angel taklakonane.Yakin, mantap penggilan, sumpahku walaupun sulit props.aktf.O1 tgl.
akan kujalani
“Yakin, mantap Mas, sumpahku walaupun sulit akan kujalani”.
Bentuk (74b) ialah bentuk tindak tutu komisif bersumpah yang ditandai dengan
kata yakin ‘yakin’ dan sumpahku’ saya bersumpah’, dan tindakan yang akan
302
dilakukan ialah menjalani susuatu yang sulit, seperti pada tuturan nadyan angel
taklakonane ’walaupun sulit akan kujalani’. Bentuk tuturan (O2) sumpahku nadyan
angel taklakonane ‘sumpahku walaupun sulit akan kulakukan’
ialah tuturan performatif yang eksplisit. Dikatakan tuturan performatif eksplisit karena
pelakukanya secara kontekstual mempunyai niat yang dituturkan dengan sumpah
untuk melakukan apa yang disumpahkan. Oleh karena itu tuturan performatif eksplisit
ini dituturan dengan bentuk propositif aktif. Berdasarkan konteks yang
melatarbelakangi munculnya tuturan performatif itu yaitu kesungguhan akan
menjalani resiko sekolah di luar negeri, maka tuturan performatif ini dipercayai
penutut bahwa pelakukanya benar-benar tindakan itu akan dilaksanakan. (O2)
dengan bertutur yakin, mantap Mas ‘yakin, mantap Mas’, maka dapat dipercayai
bahwa penuturnya mampu melaksanakan tindakan yang diyakini tersebut. Tindakan
yang akan dilakukan seperti pada tuturan performatif eksplisit ini tindakan belum
dilakukan. Oleh karena itu penuturannya menggunakan bentuk propositif, yaitu
tindakan yang akan dilaksanakan pada masa “sekarang – yang akan datang”.
Tuturan performatif ini akan dilakukan oleh penuturnya sendiri, oleh karena itu
pengutaraannya menggunakan bentuk propositif. Pelaku pada tuturan propositif ialah
orang pertama tunggal aku ‘saya’. Pelaku tuturan performatif ini ialah aku ‘saya’,
bukan orang lain.
Tuturan performatif (74) sesuai dengan konteks yang melatarbelakanginya.
Apabila tuturan performatif tersebut keluar dari konteks yang melatarbelakanginya,
maka akan menjadi sebuah bentuk penolakan. Hal ini dapat diperhatikan bentuk
tuturan performatif yang menyimpang dari konteks yang melatarbelakanginya.
303
(74c) Sumpahku takdagang wae.Sumpahku props.aktf.O1 saja
saya akan
“Sumpahku saya akan berdagang saja”
Tuturan (74c) berupa tuturan yang tidak sesuai dengan konteks yang
melatarbelakangi untuk bentuk (74). Maksud yang terkandung dalam (74c) bukan
membicarakan masalah sekolah di luar negeri, tetapi masalah berdagang. Oleh
karena itu, tuturan performatif (74c) tidak ada hubungannya dengan (74). Bentuk
(74c) akhirnya menjadi sebuah bentuk penolakan terhadap (74).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemunculan pemakaian tuturan
performatif eksplisit dalam satu konteks tidak dapat lepas dari konteks tersebut.
Apabila bentuk tuturan performatif yang muncul dan keluar dari konteks yang
melatarbelakanginya, tutura itu akan menjadi bentuk penolakan terhadap konteks
tersebut.
6.5 Tuturan Performatif dalam Tindak Tutur Komisif Bernadar.
Tuturan performatif ialah tuturan yang dipergunakan untuk melakukan tindakan.
Dalam tindak tutur komisif bernadar terdapat pula tuturan performatif bernadar yang
pemakaiannya harus dituturkan secara jelas atau eksplisit.
6.5.1 Tindak Tutur Performatif Eksplisit dalam Tindak Tutur Komisif Bernadar.
Tindak tutur komisif bernadar terdapat pula tuturan performatif bernadar yang
pemakaiannya harus dituturkan secara jelas atau eksplisit. Tuturan yang eksplisit itu
dimaksudkan untuk dapat diketahui oleh yang akan menerima nadar itu atau
disaksikan oleh orang lain.
304
(75) Suraji : Nu, bijimu kok ora tau apik ta. Sinaua sing sregepPanggilan, nilaimu part tidak pernah baik part. Belajarlah yang rajin
suk ben bisa lulus sekolahmu.besok agar bisa lulus sekolahmu.
Menawa bijimu apik lan bisa lulus tenan suk taktukokakeJika nilaimu baik dan dapat lulus sungguh besok props.aktf. O1tgl.
Honda.Honda
“Nu, nilaimu kok tidak pernah baik ta. Belajarlah yang rajin besok agarbisa lulus sekolahmu. Jika nilaimu baik dan sungguh dapat lulus akankubelikan Honda”.
Ibnu : Nggih Pak, mugi-mugi kula saged nglampahi.Ya Pak, semoga saya dapat menjalani
“Ya Pak, semoga saya dapat menjalaninya”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Suraji yang selanjutnya disebut (O1), danIbnu yang selanjutnya disebut (O2). Tuturan ini dilakukan oleh ayah,O1 dan anaknya O2. Warna emosi ketika dialog ini dituturkan O1terlihat sedih karena O2 ternyata tidak pandai mengikuti pelajaran disekolahnya. Maksud atau tujuan bicara dialog ini ialah O1 memberisemangat O2 agar rajin belajar sehingga dapat lulus sekolahnya. O3tidak terdapat dalam dialog ini. Urutan bicara dimulai O1 menggunakanbahasa Jawa lisan ragam ngoko, dan direspon O2 dengan bahasaJawa lisan ragam krama. Hal ini dilakukan (O2) karena ia sangatmenghormati ayahnya (O1). Bab yang dibicarakan yaitu (O1) bernadarapabila O2 dapat lulus sekolah akan dibelikan Honda. Instrumen dialogini ialah bahasa Jawa lisan ragam ngoko dan krama. Citarasa bahasadialog ini ialah dengan bahasa yang sederhana penuh kasih sayang.Adegan tutur dialog ini terjadi di rumah O1, kampung KaumanYogyakarta. Register dialog ini berupa wacana lisan. Tidak ada aturankebahasaan yang khas.
Data (75) berupa peristiwa tutur berbentuk dialog yang dilakukan oleh Suraji ayah
Ibnu (O1) dan Ibnu (O2). Keadaan O2 termasuk anak yang kurang pandai mengikuti
pelajaran di sekolahnya. Tuturan ini dilakukan di rumah Suraji di Kauman Yogyakarta.
Tujuan tuturan bernadar pada dialog ini ialah O1 memberikan rangsangan kepada O2
untuk lebih rajin belajar dan kelak dapat lulus ujian dengan nilai baik. Jika kelak dapat
lulus, akan dibelikan Honda. Tujuan tindak tutur komisif bernadar ini direalisasikan
dengan tindakan bertutur (75a) berikut.
305
(75a) Menawa bijimu apik lan bisa lulus tenan suk taktukokake Honda.Jika nilaimu baik dan dapat lulus sungguh besok props.aktf. O1tgl. Honda
“Jika nilaimu baik dan sungguh dapat lulus akan kubelikan Honda”.
Untuk menentukan sebuah tuturan termasuk tuturan komisif bernadar ada tiga
hal, sebagai berikut.
(1) Prasyarat (waktu) (2)Peristiwa yang diinginkan (3)Tuturan komisif bernadar
Belum dilakukan, menawa‘jika’ suk ‘besok ..’
Lulus tenan ‘sungguh lulus’ (tindakan belum dilakukan dan akandilakukan setelah peristiwaterlaksana)taktukokakeHonda’’akan kubelikanHonda”
Tuturan komisif bernadar taktukokke Honda ialah tuturan performati eksplisit. Bentuk
taktukokake merupakan bentuk propositif aktif dengan pelaku orang pertama tunggal
dan menyatakan tindakan itu belum dilakukan. Tindakan itu akan dilakukan pada masa
“sekarang – yang akan datang”. Tindakan dalam tuturan performatif eksplisit bernadar
akan dilakukan apabila peristiwa yang diinginkan telah terpenuhi. Dalam konteks (75)
peristiwa yang harus terpenuhi ialah O2 dapat lulus sekolah dengan nilai baik. Oleh
karena itu, penutur (O1) dengan menggunakan tuturan komisif yang berbentuk
performatif eksplisit memiliki niat sungguh-sungguh terhadap nadarnya itu. Penutur
harus percaya lawan tutur percaya tindakan nadar itu benar-benar akan dilaksanakan,
apabila peristiwa yang diinginkan telah terlaksana, yaitu O2 lulus ujian. Penutur nadar
percaya akan mampu melaksanakan nadarnya itu. Hal ini ditunjukkan pada pemakaian
bentuk propositif pada kata kerja yang menyakatan tindakan yang akan dilakukan yaitu
taktukokake ‘akan kubelikan’. Tuturan performatif bernadar dalam konteks (75)
tindakannya belum dilakukan dan akan dilakukan pada masa “sekarang – yang akan
datang” maka dipergunakanlah bentuk propositif taktukokake ‘akan kubelikan’. Tuturan
performatif eksplisit (75) akan dilakukan penuturnya sendiri bukan orang lain. Hal ini
306
ditunjukkan pada pemakaian bentuk propositif yang pelakukanya ialah orang pertama
tunggal aku ’saya’, bukan dheweke ’dia’. Tuturan performatif eksplisit (75) tidak
menyimpang dari konteks yang melatarbelakanginya. Apabila tuturan performatif itu
maksudnya menyimpang dari konteks yang melatarbelakanginya, tidak lagi menjadi
tuturan performatif yang sahih.
Tuturan performatif implisit dalam tindak tutur komisif bahasa Jawa tidak
ditemukan karena lazimnya orang bernadar selalu diucapkan atau dituturkan secara
jelas, tidak dalam bentuk implisit.
6.6 Rangkuman
Tuturan performatif ialah tuturan untuk melakukan tindakan. Bentuk tuturan
performatif ada dua, yaitu tuturan performatif implisit dan tuturan performatif implisit.
Tuturan performatif implisit ialah tuturan yang dipergunakan untuk melakukan tindakan
dan tuturan tersebut dilesapkan. Tuturan performatif eksplisit ialah tuturan yang
dipergunakan untuk melakukan tindakan dan tuturan tersebut dituturkan secara lengkap
atau jelas.
Di dalam tindak tutur komisif bahasa Jawa terdapat tuturan performatif beniat,
berjanji, bersumpah dan bernadar. Masing-masing fungsi tindak tutur komisif terdapat
pemakaian tuturan performatif implisit dan eksplisit, kecuali pada tindak tutur komisf
bernadar tidak diketukan tuturan performatif implisit. Belum diketemukannya data tuturan
performatif implisit pada tindak tutur komisif bernadar karena kelaziman orang bernadar
itu selalu dituturkan atau diungkapkan secara jelas tidak dilesapkan.
Kemunculan tuturan performatif itu harus selalu mengikuti konteks yang
melatarbelakanginya. Apabila tuturan performatif yang menyimpang dari konteks yang
307
melatarbelakanginya, akan menjadi bentuk penolakan terhadap konteks yang
melatarbelakanginya itu.
307
BAB VII
P E N U T U P
7. 1 Pengantar
Pada bab VII akan disajikan kesimpulan penelitian dan saran. Kesimpulan
penelitian disarikan dari hasil analisis data, dan temuan-temuan kekhasan hasil
penelitian. Saran memuat hal-hal sehubungan dengn penelitian sejenis yang
perlu dilakukan pada kesempatan lain.
7.2 Kesimpulan
Bentuk tindak tutur komisif bahasa Jawa dapat berupa kata, predikat
propositif, dan konteks yang menyatakan komisif. Secara pragmatis kata,
predikat propositif, dan konteks pemakaiannya dipengaruhi prinsip kerja sama
dan prinsip kesantunan. Penggunakan bentuk tindak tutur komisif bahasa Jawa
dapat diformulasikan secara konsisten. Muculnya pemakaian tindak tutur komisif
baik positif maupun negatif terdapat suatu struktur yang dapat diformulasikan
pula secara konsisten. Konteks dalam kajian pragmatik dapat dijadikan petunjuk
untuk mengenali maksud. Perbedaan konteks dalam komunikasi dapat menjadi
bentuk penolakan terhadap koteks sebelumnya. Realisasi tindak tutur komisif
bahasa Jawa dapat berbentuk implisit dan eksplisit. Bentuk verba pada realisasi
tindak tutur komisif bahasa Jawa keberadaaanya tidak harus dimunculkan,
namum para peserta komunikasi sudah dapat saling memahami.
Kekhasan yang dapat ditemukan pada penelitian tindak tutur komisif bahasa
Jawa ini adalah adanya ciri pembeda jenis tindak tutur komisif itu (Periksa tabel
308
halaman 311). Sehubungan dengan hal itu, maka jenis-jenis tindak tutur komisif
dapat didefinikan sebagai berikut.
Tindak tutur komisif berniat tuturan untuk melakukan tindakan berniat,
belum dilakukan, akan dilakukan masa sekarang – yang akan datang. Tindakan
itu akan dilakukan O1 sendiri. Niat itu dapat dilisankan atau tidak. Pelaksanaan
beniat dilakukan sebelum tindakan dilakukan. Objeknya O2/O3. Tidak perlu
kehadiran sasksi. Keseriusan secara spiritual kurang serius.
Tindak tutur komisif berjanji tuturan untuk melakukan tindakan berjanji,
tindakan yang dijanjikan itu belum dilakukan. Pelakunya O1. Tindakan yang
dijanjikan itu akan dilakukan masa masa sekarang – yang akan datang. Janji itu
dapat dilisankan atau tidak. Objeknya O2/O3. Pelaksanaan berjanji dilakukan
sebelum tindakan dilakukan. Tidak perlu kehadiran sasksi. Keseriusan secara
spiritual kurang serius.
Tindak tutur komisif berumpah tuturan untuk melakukan tindakan
bersumpah, tindakan akibat sumpah itu belum dilakukan, pelakunya O1.
Tindakan akibat sumpah itu akan dilakukan masa masa sekarang – yang akan
datang. Sumpah itu harus dilisankan. Objeknya O2/O3. Pelaksanaan tindakan
bersumpah ada atau tidak ada. Diperlukan kehadiran sasksi. Keseriusan secara
spiritual serius.
Tindak tutur komisif bernadar tuturan untuk melakukan tindakan
berbernadar, tindakan itu belum dilakukan, pelakunya O1. Tindakan nadar itu
akan dilakukan masa masa sekarang – yang akan datang. Sumpah itu harus
dilisankan. Objeknya O1/O2/O3. Pelaksanaan tindakan nadar dilakukan setelah
309
keinginan/yang dikehendaki/yang dimohon telah terlaksana. Kehadiran sasksi
boleh ada atau tidak ada. Keseriusan secara spiritual sangat serius.serius.
Pada tradisi komunikasi budaya Barat (bahasa Inggris) yang bersifat
“langsung”, tindak tutur komisif didominasi bertuk verba. Di dalam tradisi budaya
Timur (budaya Jawa dengan bahasa Jawanya) bersifat “tak langsung”, tindak tutur
komisif dapat ditandai dengan konteks tuturan atau wacana tak langsung yang
dibingkai dengan metapesan. Terdapat kekhasan penanda dan penentu bentuk
tindak tutur komisif bahasa Jawa, yaitu dominannya bentuk konteks tuturan (Periksa
tabel halaman 312).
Ternyata pemilihan tuturan sebagai penanda dan penentu tindak tutur komisif
bahasa Jawa sangat dipengaruhi prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam
proses berkomunikasi. Dalam pemilihan bentuk tindak tutur komisif bahasa Jawa
pemakaian tingkat tutur selalu memperhatikan dua prinsip di atas tersebut.
Di dalam proses komunikasi apabila terjadi perbedaan maksud konteks
tuturan, maka perbedaan itu mengakibatkan penolakan pada konteks semula.
7.3 Saran
Penelitian penggunaan bahasa secara pragmatis perlu dilakukan secara
intensif. Penelitian masalah fungsi-fungsi tindak tutur komisif bahasa Jawa
selain tindak tutur komisif berniat, berjanji, bersumpah, dan bernadar, masih ada
lagi tindak tutur komisif menawarkan dan mengancam. Dua fungsi terakhir ini
perlu diteliti lebih mendalam karena mempunyai karakteristik yang berbeda
dengan empat fungsi sebelumnya.
310
Hasil kajian itu diharapkan dapat diketahui khalayak pengguna bahasa –
dalam hal ini pengguna bahasa Jawa – agar dapat mengurangi kesalahpahaman
karena terdapat biasnya maksud informasi.
Kajian tentang tindak tutur perlu diteliti dan dikaji dengan harapan hasilnya
dapat digunakan sebagai acuan untuk studi pragmatik. Untuk selanjutnya dapat
digunakan untuk mengurangi kesalahpahaman dalam menerima maksud informasi.
310
DAFTAR PUSTAKA
Abderrahim, 1999. Oath Swearing Speech Atcs in Moroccan Arabicdalam(http:www.geocities.comelroyagnaou/personal/writings/socio/one.htm). (diakses 15 November 2005)
Austin, J.L. 1962. How to Do Things with Words. Cambridge: Mass Harverd UP.
Austin, J.L. 1985. “Performative Utterances” dalam Martinich, A.P. (ed) The Philosophyof Language. New York: Oxford University Press.
Brown and Yule, 1983. Discourse Analysis. Cambridge : Cambridge University Press.
Cammings, Louise. 1999. Pragmatics: A Multidiciplinary to Semantyics and Pragmatics.New York : Oxford University Press. Inc,
Cruse, Allan. 2004. Meaning and Language: An Introduction to Semantics andPragmatics. Oxford : Oxford University Press.
Crystal, David.1980. A First Dictionary of Linguistic and Phonetics. Colorado: WestviewPress.
Currie, Ian D, “The Sapir-Whorf Hypothesis” dalam James R. Curtis and JohnW.Petras, 1970. The Sociology of Knowledge : A Reader. New York –Washington. Praeger Publisher. Hlm 401-421.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman BahasaManusia. Jakarta : Yayasan Obor.
Dwiraharjo, Maryono. 2001. Bahasa Jawa Krama. Surakarta : Yayasan Pustaka Cakra.
Finegan, Edward et al 1992. Language: Its Structere and Use. Marrickville: HarcourtBrace Jovanovich Group Pty Ltd.
Fishman, J.A. 1975. Sociolinguistics: A Brief Interduction. Masschusetts : NewburyHous Publisher.
Frawley, William. 1992. Linguistic Semantics. London : Lawrence Erlbaum Publisher.
Grimes, Barbara F. (Ed), 1969. Ethnoloque: Language of the World. Edisi ke 13.Sammer Institute of Linguistics.
311
Gunarwan, Asim. 1994. “Kesantunan Negatif di Kalangan Dwibahasawan Indonesia –Jawa di Jakarta : Kajian Sosiopragmatik” dalam PELLBA 7 PenyuntingBambang Kaswanti Purwo. Jakarta : Lembaga Bahasa Unika Atmajaya.
Halliday, M.A.K. dan Hasan, R. 1976. Cohesion in English. London : Longman.
Hymes, Dell. 1974. Foundations in Sociolinguistics An Ethnographic Approach.Philadelphia : University of Pennsylvania Press.
Hudson, R.A. 1980. Sociolinguistics. Cambridge : Cambridge University Press.
Ibrahim, Abdul Syukur. 1992. Kajian Tindak Tutur. Surabaya : Usaha Nasional.
Indiyastini, Titik. 2003. Tinjauan Pragmatik (Tindak Tutur, Implikatur, dan Praanggapan)dalam Wacana Bisnis (Iklan) Berbahasa Jawa. Yogyakarta : DepartemenPendidikan Nasional, Balai Bahasa Yogyakarta.
Killian, N.H. 1919. Javaansche Spraakkunst. ‘s-Garavenhage: Martinus Nijhoff.
Kreidler, C,. 1998. Introduction to English Semantics. London : Routleledge.
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta : PT Gramedia.
Kushartanti, 2005. “Pragmatik” dalam Kushartanti, Untung Yuwono, Multamia RMTLauder (Penyt). 2005. Pesona Bahasa Langkah Awal MemahamiLinguistik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Laksono, Kisyani. 2002. “Bahasa Jawa Timur Bagian Utara dan Blambangan, KajianDialektologis” Disertasi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Leech, Geoffry. 1993. Prinsip-Pinsip Pragmatik. Terjemaham M.D.D. Oka, M.A. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press (UI Press).
Levinson, Stephen. 1983. Pragmatics. Cambridge : Cambridge University Press.
Lyon, John. 1970. New Horizon in Linguistics. Harmondsworth, Middlesex: Pinguin.
Lyon, John. 1995. Linguistic Semantics. Cambridge : Cambridge University Press.
Marsono, 1980. “Propositif Tunggal dalam Bahasa Jawa” Makalah. Kegiatan Ilmiahdalam Rangka Sumpah Pemuda dan Lustrum VI Fakultas Sastra danKebudayaan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
312
Marsono, 2005. “Basa Jawi Kalenggahanipun, Tebanipun, lan Pambudidaya AmrihNgrembakanipun” dalam Caraka Buletin Kongres Bahasa Jawa, No.01-02 Th.2005.
Mey, Jacob L. 1993. Pragmatics An Introduction. Cambridge, Massachusetts: BlackwellPublisher.
Mulyana, 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi, Prinsip-Prinsip AnalisisWacana. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Nadar, F. X. 2009. Pragmatik & Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nurlina, Wiwin Erni Siti. 2003. Prinsip Kesopanan dalam Wacana Lisan Bahasa Jawa.Yogyakarta : Departemen Pendidkan Nasional, Balai Bahasa Yogyakarta.
Partana, Paina. 2000. Kaidah Percakapan dalam Tindak Tutur Komisif Bahasa Jawa.Surakarta : Fakultas Sastra UNS.
Partana, Paina. 2003. “Tindak Tutur Komisif Bahasa Jawa” dalam Sumijati Atmosudiro,Suhatono, Marsono, Dewa Putu Wijana (Editor) Dinamika Budaya Lokaldalam Wacana Global. Yogyakarta : Devisi Penerbitan Unit Pengkajiandan Pengembanagan Fakultas Ilmu Budaya bekerja sama denganMEDIKA FK UGM. Hlm 269-278
Partana, Paina. 2004. “Tindak Tutur Komisif Bahasa Jawa” (Laporan Penelitian DIKSTA 2004). Surakarta : Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas SebelasMaret.
Poedjosoedarmo, Soepomo. 1985. “Komponen Tutur” dalam Perkembangan LinguistikIndonesia. Jakarta : Arcan.
Poedjosoedarmo, Soepomo. (tanpa tahun). “Penentuan Metode Penelitian (Naskah).
Prijohoetomo, M. 1937. Javanese Spraakkunst. Leiden : E.J. Brill.
Purwo, Bambang Kaswanti. 1999. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa.: MenyibakKurikulum 1984. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Purwo, Bambang Kaswanti. 2000. Bangkitnya Kebhinekaan Dunia Linguistik danPendidikan (Orasi Ilmiah pada Upacara Pengukuhan Guru Besar diUniversitas Katolik Indonesia Atmajaya Jakarta) 10 November 2000.Jakarta : Mega Media Abadi.
Rani, Abdul. Arifin, Bustanul. Martutik. 2006. Analisis Wacana : Sebuah Kajian Bahasadalam Pemakaian. Malang : Bayumedia Publishing.
313
Rustono, 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang : CV. IKIP Semarang Press.
Samsuri, 1981. Analisis Bahasa. Jakarta : Erlangga.
Saussure, Ferdinand de. 1959, Course in General Linguistics. Edited by Charles Ballyand Albert Sechehaye. Translited, with an Introduction and notes by WadeBaskin. New York : McGraw-Hill Book Campany.
Saussure, Ferdinand de. 1998. Pengantar Linguistik Umum (terjemahan Rahayu S.Hidayat). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Shciffirin, Deborah. 1994. Approaches of Discourse. Cambridge : Beckwell.
Searle, J.R. 1976. Speech act: An Essay in the Philosophy of Language. USA :Cambridge University Press.
Searle, J.R. 1985. 1976. “What Searle is a Speech Act ?” dalam Martinich A.P. (ed.)The Philosophy of Language. New York : Oxford University Press.
Setiyanto, Edi. 2001. “Tindak Tutur Tak Langsung Bahasa Jawa”. Makalah. KongresBahasa Jawa III. Yogyakarta.
Speber Dan dan Deidre Wilson. 1989. Relevance : Communication Cognition. Oxford :Basil Blacwell.
Stalnaker, R.C. 1973. “Pragmatics Presupposition”. In Munitz, M.K.& D.K. Unger (Eds)(1974) Semantics and Philosophy. New York: New York University Press,hlm. 197-213.
Sumarlam, 2003. “Pemahaman dan Kajian Pragmatik” dalam Linguistika Jawa JurnalIlmiah Linguistik Vol.1 No.1 Febreuari 2003. Jurusan Sastra DaerahFakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Sumarsono dan Paina Partana, 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sutopo, H.B. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
Suwito, 1985. Pengantar Awal Sosiolinguistik : Teori dan Problema. Surakarta : HenaryOfset.
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung : Penerbit Angkasa.
Tunnen, Deborah. 1986. That’s Not What I Mean ! How Conversational Style makes orbrekes your relations whit other. Dialihbahasakan oleh Amitya Kumara,
314
1996. Seni Komunikasi Efektif: Membangun Relasi dengan MembinaGaya Percakapan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Uhlenbeck, E.M. 1972. “The Language Java and Madura” dalam Thomas, A. (ed.)Current Trend in Linguistics. Paris : The Haque Mouton
Vandler, Zeno, 1985a. “On Saying Something” dalam Martinics A.P (ed.) ThePhilosophy of Language. New York : Oxford University Press.
Vandler, Zeno, 1985b. “Thought” dalam Martinics A.P (ed.) The Philosophy ofLanguage. New York : Oxford University Press.
Verhaar, J.W.M. 1980. Teori Linguistik Bahasa Indonesia. Yogyakarta : PenerbitKanisius.
Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.
Wedhawati, Wiwin Erni Siti Nurlina, Edi Setiyanta, Restu Sukesi, Marsono, I. PraptomoBariyadi. 2006. Tata Bahasa Jawa Mutakhir. Edisi Revisi. Yogyakarta:Penerbit Kanisius.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta : Penerbit AndiOfset.
327
LAMPIRAN DATA
1. Tindak Tutur Komisif Berniat
(1) Nani : Wis dhahar (K) Mas ?Sudah makan Mas ?
Tanto : Durung .‘Belum’
Nani : Takpundhutake bakso dhisik ya.(Saya berniat) akan kubelikan bakso dahulu ya.
Tanto : Ngendi ?Di mana ?’
Nani : Bu Seger .Bu Seger’‘(di warung bakso)
Tanto : Ya kenaYa boleh.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Nani dan Tanto. Nanimenanyai Tanto apakah sudah makan, kalau belum makanakan dibelikan baksa di warung Bu Seger. Tanta mengiyakan.
(R.25 – 3 – 2006. 1, 17)
(2) Murtiati : Pak, blanja ya mung cukup kanggo mangan, pripun mbenjingyen Adnan arep kuliah, terus wragade pripun ?
”Pak, gaji ya hanya cukup untuk makan, bagaimana jika besokAdnan akan kuliah, bagaimana beayanya ?.”
Murtana : Bu, yen Adnan ya karep kuliah, niat ku arep buruh, abotora apa-apa, muga-muga entuk rejeki.
”Bu, jika Adnan ya bertekat kuliah, saya berniat akan buruh,berat tidak apa-apa, semoga mendapatkan rejeki”.
Konteks : Murtiati pesimis jika kelak Adnan akan kuliah, karena gajinyahanya cukup untuk makan. Murtana (suaminya) berniat akanburuh jika memang Adnan bertekat untuk masuk kuliah.
(R. 1 – 4 – 2006. 16)
328
(3) Narno : Di, jupukna paculku, taknandur wit jati ben kena dinggo gaweomah. Yen tuku larang.
.“Di ambilkan cangkulku, saya (berniat akan) menanam pohon jatiagar dapat dipakai membuat rumah. Jika membeli mahal”.
Nardi : Nggih Pak.“Ya Pak”.
Konteks : Narno (O1) meminta diambilkan cangkul dan berniat akanmenanam pohon jati agar kelak dapat dipakai untuk membuatrumah. Jika membeli kayu jati harganya mahal.
(C. 1 – 4 – 2006. 18)
(4) Sumidi : Nur jupukna dhuwitku taktuku rabuk Orea saiki.Nur ambilkan uangku saya akan membeli pupuk Orea.
Nuryati : Arep tuku na ngendi Pak ?Akan membeli di mana Pak ?
Konteks : Terjadi pembicaraan antara Sumidi dan Nuryati. Sumidi mintauang akan dipergunakan untuk membeli pupuk Orea.
(R. 24 – 2 – 2007)
(5) Muzaki : Pak napa kula mbenjing saged sekolah teng Jogja ?'Pak apakah saya besok dapat sekolah ke Jogja ?
Sarwono : Lha .... sekolah apa dhisik. Ngono wae kok wedi, pinterya klebu. Arep sekolah apa ta Le ?'Lha.... sekolah apa dahulu. Begitu saja kok takut, pandai yamasuk (diterima). Akan sekolah apa ta Le ?'
Muzaki : Pengin kula badhe sekolah wonten Kehutanan UGM.Sing diajrihi niku napa kiat mbayare Pak. Jarene SPPnelarang banget'Ingin saya sekolah di (fak) Kehutanan UGM. Yang ditakuti ituapa kuat membayar, Pak'. Katanya SPPnya mahal sekali'.
Sarwono : Yen kowe klebu mangkata.'Jika kamu masuk (diterima) berangkatlah'.
Muzaki : Estu pak, ngge bayar pripun ?' Sungguh pak, untuk bayar bagaimana?.
Sarwono : Tenan... wis ta mangkata, Pira ta. Nyekolahake Anak kok.'Sungguh....sudah berangkatlah, berapa ta. MenyekolahkanAnak kok”.
329
Yanti : Ngguya-ngguyu, arep nyekolahake anak kok kaya oratenanan.'Tertawa-tawa, akan menyekolahkan anak kok seperti tidaksungguh-sungguh'.
Sarwono : Atiku wis mantep arep nyekolahake Zaki, tekan ngendising arep sekolah.'Hati saya sudah mantap akan menyekolahkan Zaki, yangakan sekolah'.
Konteks : Muzaki anak Sarwono ingin kuliah di fakultas Kehutanan UGM.Ia khawatir apabila diterima tidak dapat membayar SPPkarena mahal. Yanti Istri Sarwono mengkritik Sarwono karenasuaminya dianggap tidak sungguh-sungguh akanmenyekolahkan anaknya. Sarwono bereaksi bahwa ia berniatakan menyekolahkan Muzaki sampai di mana pun.
(C. 16 – 2 – 2007. 19)
(6) Marjuki : Mas Fuad yen pasang telepon saiki murah, tur isohdicicil.
”Mas Fuad jika pasang telepon sekarang murah, lagi puladapat diangsur”.
Fuad : Pira Juk, kok isoh dicicil piye ?”Berapa Juk, kok dapat diangsur bagaimana?”
Marjuki : Murah Mas, mung sejuta pitung atus ewu, sing pitung atusbayar kontan, sing sejuta dicicil ping sepuluh.
”Murah Mas, hanya satu jta tujuh ratus ribu (rupiah), yang tujuhratus (ribu rupiah) dibayar kontan, yang satu juta diangsursepuluh kali.
Fuad : Masang telepon dienggo apa ta Juk, yen bayare larang, bayaresaben sasi ya larang.
“Memasang telepon untuk apa ta Juk, jika bayarnya mahal,bayar setiap bulan ya mahal”.
Marjuki : Mas, penjenengan wis sepuh, putramu nyambut gaweadoh-adoh, yen ana kabar sing penting ora kudu marani,uga putra- putra yen arep ngabarke ngomah sak wayah-
wayah gampang.
330
”Mas, kamu sudah tua, anakmu bekerja jauh-jauh, jika adakabar penting tidak harus mendatangit, juga anak-anak jikaakan mengabarkan (yang di)rumah sewaktu-waktu mudah”.
.
Fuad : Wah, iya guna banget ya Juk. Ya wis, yen ngono aku dakpasang.
”Wah, iya berguna sekali ya Juk. Ya sudah, kalau begitu sayaakan memasang”.
Marjuki : Yen mengko bayare saben sasi larang piye Mas ?”Jika manti membayarnya setiap bulan mahal bagaimana Mas ?”
Fuad : Wis ta, ndang sowana Pak Sahuri, sida …. sida, akudakpasang telepon, rada larang ora apa-apa, yen pancenmanfaat.”Sudah ta, datanglah segera ke Pak Sahuri, jadi ….. jadi, sayaakan memasang telepon, agak mahal tidak apa-apa, jikamemang bermanfaat”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Marjuki (O1) dan Fuad (O2).Merjudi memberi tahu bahwa pemasangan telepon sekarang murah.Fuad menganggap telepon sangat penting untuk komunikasi dengananak-anaknya yang berada diluar kota, maka ia berniat memasangtelepon tersebut.
(R. 8 – 5 – 2007. 27)
(7) Juadi : Pak Anwar sowan kula dipunutus Pak Riyadi, Bapakbenjing dinten Minggu kasuwun rawuh ing dalemipunsaperlu paring donga syukuran sepekenan putra nipun.
“Pak Anwar kedatangan saya disuruh Pak Riyadi, Bapakbesuk hari Minggu dating ke rumahnya untuk memberi doasyukuran lima hari putranya”.
Pak Anwar : Matur nuwun Mas, ning dina kuwi wis ana sing nimbali.Dadi aturna Pak Riyadi yen aku ana undhangan, ora bisasowan.“Terima kasih mas, tetapi hari itu saya ada undangan, tidakdapat datang ”.
Juadi : Pak, kala wau Pak Riyadi meling kula, Pak Anwar badhekasuwun paring nami dhateng putranipun ingkang nembe lahir.
“Pak, tadi Pak Riyadi pesan (kepada) saya, Pak Anwar akandimohon memberi nama kepada anaknya yang baru lahir”.
331
Pak Anwar : Wah, aku Mas sing didhawuhi maringi jeneng putranePak Riyadi. Yen ngono iki penting banget, terus jampira?
“Wah, saya Mas yang disuruh memberi nama anaknya PakRiyadi. Jika demikian ini penting sekali, lalu pukul berapa?.
Juadi : Leres pak, mila Pak Anwar dipuntengga rawuhipun jamsedasa injing.
“Betul pak, maka Pak Anwar ditunggu kehadirannya pukulsepuluh pagi”.
Pak Anwar : Ya wis ngene wae Mas, mengko ora ketang telataku daksowan.
“Ya sudah begini saja mas, nanti meskipun terlambat sayaakan datang”.
Juadi : Matur nuwun Pak, mangke badhe kula aturaken PakRiyadi.
“Terima kasih pak, nanti akan saya sampaikan (kepada) PakRiyadi”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Juadi dan PakAnwar. Pak Anwar untuk mengisi pengajian dalamsyukuran anaknya yang beru lahir. Pak Anwar jugadimohon untuk memberikan nama anak yang baru lahir itu.Pak Anwar menyanggupi akan datang menggunakantuturan komisif.
(R. 18 – 11 – 2008. 28)
(8) Kardimin : Mas Adnan wis sida mundhut buku Atlas AnatomiSobota? Jare kiose Mbak Wid ana. Yen neng Gramedialarang banget.
“Mas Adnan sudah jadi membeli buku Atlas AnatomiSobota? Katanya (di) kiosnya mbak Wid ada. Kalau diGramedia mahal sekali”.
Adnan : Jane aku arep tuku, ning bareng weruh bukune aku gela ?
”Sebenarnya saya akan membeli, tetapi ketika melihatbukunya saya kecewa.”
Kardimin : Gela ngapa Mas?“ Mengapa kecewa Mas ?
332
Adnan : Jane murah, ning bajakan, fotocopi tur reget. Gambar singkudune warna ya mung katon ireng. Pokoke elek banget.
“ Sebenarnya murah, tetapi bajakan, fotocopi lagi pula kotor.Gambar yang seharusnya berwarna ya hanya kelihatan hitam.Pokoknya jelek sekali”.
Kardimin : Terus piye Mas ?“Terus bagaimana mas ?
Adnan : Barang bajakan, muraha ya ora bakal dak tuku.
“Barang bajakan, meskipun murah tidak akan saya beli”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Kardimin dan Adnan. Kardiminbertanya kepada Adnan apakah sudah membeli Atlas AnatomiSobota. Adnan tidak jadi meembeli karerna melihat atlas itubajakan dan tidak baik. Walaupun murah ia tidak akan membeliatlas tersebut.
(C.17 – 12 – 2006. 29)
(9) O1 : Mas menda niki mawon taksih enem, tur lumayan ageng.Reginenggih boten larang, niki ingon dhewe. Cekap kanggekorban.“Mas, kambing ini saja masih muda, lagi pula lumayan besar.Harganya ya tidak mahal, ini memeliharaan sendiri. Cukupuntuk korban”.
O2 : Ya apik Pak, katon sehat, ning kuru. Yen nggo kurbandaginge sihik.
“Ya baik Pak, kelihatan sehat, tetapi kurus. Jika untukkurban dagingnya sedikit”.
O1 : Kaya ngene kok kera ta Mas!“Seperti ini kok kurus ta Mas!
O2 : Regine pinten Pak ?“Harganya berapa Pak?”
O1 : Diparingi wolu seket mawon. Nika lhe menda sing irengdugi sanga setengah.“Diberi delapan puluh saja. Itu kambing yang hitam sampai
sembilan setengah
333
O2 : Pak menda niki wis kuru, larang. Emoh, ora arepdaktuku kelarangen.
“Pak kambing ini sudah kurus, mahal. Tidak mau, tidak akankubeli terlalu mahal”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh pedagang kambing(O1) dan calon pembeli kambing (O2). (O1) menawarkankambing dengan harga murah. (O2) akan membeli kambinguntuk Kurban, dan tidak mau membeli kambing tersebut,karena kambing itu kurus dan harganya terlalu mahal.
(C. 9 – 12 – 2006. 31)
(10) O1 : Mas aku sida pundhutna sepeda ya. Sepedane aja kayasing abang kae, kedhuwuren, tur ora ana bele. Aku wisjuara matematika na kelas3C lho Mas.
“Mas belikan sepeda ya. Sepedanya jangan seperti yangmerah, terlalu tin ggi, lagi pula tidak ada belnya. Aku sudahjuara matematika di mkelas 3C lho mas
O2 : Yen sing biru kuwi arep ora ?“Kalau yang biru itu mau tidak ?.
O1 : Gire kok ora tumpuk mung siji, rime ora cakram.Pokoke yen elek aku emoh lho Mas.
“Girnya kok tidak bersusun hanya satu, remnya tidak cakram.Pokoknya kalau jelek aku tidak mau lho Mas”.
O2 : Le, sing biru rada cendhek, luwih apik. Poroke ana pire,rime ya cakram, dhalangane gepeng luwih rosa, bele antik.Pas nggo kowe Le, iki wae ya.
“Le, yang biru agak pendek, lebih baik. Poroknya adapernya, remnya cakram, dalangan (kerangka)nya gepenglebih kuat, belnya antik. Tepat untuk kamu Le, ini saja ya”.
01 : Ya“ya”.
O2 : Pancen niatku takpundhutake sepeda ki minangkahadiahmu juara kelas.
“Memang niat saya akan saya membelikan sepeda inisebagai hadiah kamu juara kelas”.
334
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan O1 dan O2 di pasar NgasemYogyakarta. (O1) yang sudah juara Matematika di kelasnya, mintadibelikan sepeda. (O2) berniat membelikan sepeda itu sebagaihadiah (O1) yang sudah juara Matematika.
(R. 6 – 1 – 2007. 32)
(11) Ira : Rif, sarung biru selawe potong kuwi talenana, terusunggahna mobil.
”Rif, sarung biru duapuluh lima potang itu talilah, terusnaikkan (ke) mobil.”
Arif : Nggih Budhe.”Ya Budhe.”
Ira : Takgawane sisan ben ndang didum kanggo salin.”Akan kubawa sekaligus agar segera dibagi untuk ganti”.
Arif : Kagem napa ta Budhe.”Untuk apa ta Budhe”.
Ira : Panti Asuhan Putra Muhammadiyah arep ana khitanan.”Panti Asuhan Putra Muhammadiyah akan ada khitanan”.
Konteks : Konteks tuturan ini berisi pembicaraan anatara Ira (O1) danArif (O2). (O2) diminta mengikat sarung biru dua puluhlima potong. (O1) berniat akan membagikan sarung itukepada anak-anak yang sedang dikhitan di Panti AsuhanPutra Muhammadiyah.
(C. 28 – 11 – 2007. 48)
(12) Darminah : Mas Manto, yen arep sowan Mbak Iyah adoh turya ragade larang. Kudu numpak montor mabur.
”Mas Manto, jika akan berkynjung (ke) Mbak Iyah jauhlagi pula beayanya mahal. Harus naik kapal terbang”.
Harmanto : Piye maneh, sedulur ya mung kari siji Mbah Iyah, tursaiki wis sepuh. Sisan awake dhewe ya ben bisa weruhluar negeri.
” Bagaimana lagi, saudara ya tinggal satu Mbak Iyah, lagipula sekarang sudaha tua. Sekaligus ya kita agar dapatmelihat luar negeri.
335
Darminah : Karepku tabungan sing ana BNI bisa diagem wragadsowan mrana.
”Niat saya tabungan yang berada di BNI dapat dipakaibeaya berkunjung ke sana”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Darminah dan Harmantoyang berencana akan berkunjung ke rumah kakaknya(Iyah) yang berada di luar negeri. Kunjungan itu harusnaik kapal terbang dan beayanya mahal. Darminahberniat akan memberikan uang tabungannya di BNIuntuk beaya kunjungan.
C. 09 – 07 – 2008. 49)
(13) Rokhana : Kain kanggo seragam iki yen dietung regane kok yawis akeh.
”Kain untuk seragam ini jika dihitung harganya kok yasudah banyak”.
Riyadi : Kanggo wong pira ta Bu ?”Untuk berapa orang ta Bu?”.
Rokhana : Sing kanggo among tamu wae wis selawe, kanggokeluarga wong patlikur.
”Yang Untuk Among Tamu saja sudah duapuluh lima,untuk keluarga duapuluh empat orang”.
Riyadi : Pira-piroa ya kudu dituku, pancen wis dadi kewajibanyen arep njaluk tulung.
”Berapapun ya harus dijalani, memang sudah menjadikewajiban jika akan minta tolong”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Rokhana danRiyadi yang akan menikahkan putrinya. Rokhanamenghitung jumlah harga kain yang akan dipakai untukpara among tamu. Riyadi berniat akan membeli kainseragam berapapun harganya akan dibeli karenasudah menjadi kewajiban jika akan minta tolongkepada orang lain untuk menjadi among tamu.
(R. 27 – 08 – 2008. 50)
336
(14) Sutrisna : Mas galengane durung rampung Mas, sesuk arep tandur.“Mas pematangnya belum selesai Mas, besok akan
menanam (pari)”
Suyadi : Ya wis, ndi pacule. Aku wae.(taknggaleng)“Ya sudah, mana cangkulnya”. Saya saja yang membuat
pematang”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Sutrisna (O1) dan Suyadi(O2).Peristiwa tutur ini terjadi di sawah ketika merekasedang membuat penatang. Isi konteks ini yaitu (O1)menginformasikan bahwa pekerjaan membuat pematangbelum selesai, pada hal besok akan segera ditamani(padi). (O2) berniat meminta cangkul untukmenyelesaiakan pekerjaan membuat pematang.
(C. 14 – 5 – 2007. 64)
(15) Fajar : Ris, kok kebangetan ta, kamus regane murah wae ragelem tuku.
“Ris, kok keterlaluan ta, kamus murah harganya saja tidakmau membeli.
Risa : Pira ta Mas ? Suk tanggal siji aku wis etuk blanja.Terke na Gramedia ya.(taktuku kamus)
“Berapa ta Mas? Besok tanggal satu saya sudah mendapatgaji. Antarkan ke Gramedia ya”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Fajar dan Risa. Fajar mengkritikRisa karena ia tidak mau membeli kamus. Risa bertanyaharga kamus dan tanggal satu sudah mendapat gaji. Iaberniat akan membeli kamus di toko buku Gramedia.
(R. 8 – 4 – 2007. 65)
(16) Rusmanta : Pak Arifin, perpustakaan sekolah niki badhe kangge lombatingkat Kotamadya lho Pak. Buku-buku kirang jangkep turnanung sekedhik.
“Pak Arifin, perpustakaan ini akan dipakai lomba tingkatKotamadya lho Pak. Buku-buku kurang lengkap apalagihanya sedikit”.
337
Arifin : Kula taktumbas buku-buku wacan kangge njangkepikoleksi perpustakaan.
“Saya akan membeli buku-buku bacaan untuk melengkapikoleksi perpustaan”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Rusmanto (O1) dan Arifin(O2). (O1) menjelaskan kepada (O2) bahawaperpustakaan sekolahnya akan dipakai untuk lombaperpustakaan tingkat Kotamadya. Tetapi buku-bukunyakurang lengkap dan hanya sedikit. (O2) berniat akanmembeli buku bacaan untuk melengkapi perpustakaanitu.
(R. 28 – 5 – 2007. 66)
(17) Surahman : Pak Rusdi, kula suwun maringi pengaosan wantendalemipun Pak Mulyana. Pak Mulyana badhengawontenaken syukuran putranipun lulus sarjanaPsikologi
“Pak Rusdi, saya mohon memberi pengajian di rumahPak Mulyana. Pak Mulyana akan mengadakan syukurananaknya lulus sarjana psikologi”.
Rusdi : Ya Mas, taksholat magrib dhisik.(mengko daksowan)“Ya Mas, saya akan sholat magrib dahulu”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Surahman (O1) dan Rusdi(O2). Isi konteks itu Surahman meminta Rusdi untukmengisi pengajian dalam rangka syukuran anak PakMulyana lulus sarjana Psikologi. Rusdi menyanggupi,tetapi dia akan sholat magrib dahulu.
(R. 21 – 4 – 2007. 67)
(18) Yanto : Pilihan Lurah sida tanggal 4 Maret 2007 ta Bu ? Terus Lurahsing arep maju sapa wae ta ? Jare Lik Wandi mantan lurah yaarep maju. Apa ya bakal menang pilihan, Dheweke wisdianggep koroptor.
“Pilihan Lurah jadi tanggal 4 Maret 2007 ta Bu? Lalu yang akanmaju siapa saja ? Katanya Lik Wandi mantan lurah ya akanmaju. Apakah ya akan menang pilihan. Dia sudah dianggapkoroptor”.
338
Warih : Ya tanggal 4 Maret 2007. Lik Wandi sida maju, nadyan jenengewis hancur merga ora beres. Ngapusi proyek listrik wingi.“Ya tanggal 4 Maret 2007. Lik Wandi jadi maju, meskipunnamanya sudak rusak karena tidak beres. Menipu proyeklistrik kemarin”.
Yanto : Ngapa ta prekara listrik ?“Mengapa ta perkara listrik ?
Warih : Lemah rakyat sing kena proyek listrik dhuwite rak akeh singdipotongi sakarepe, jarene arep dinggo mbangun masjid.E, dhuwite dinggo rabi maneh karo randha sing duwe tokomaterial kidul pasar Jongke. Apa kaya ngono ya arepdipilih. Dheweke ngapusi rakyat. Wingi didemo wong sakKelurahan. Akeh lho ya dhuwit sing dikoropsi Wandi kira-kiraRp 950 an juta.
“Tanah rakyat yang kena proyek listrik uangnya banyak yangdipotong semaunya, katanya akan dipakai untuk membangunmasjid. E uangnya untuk kawin lagi dengan janda yang punyatoko matrial di selatan pasar Jongke. Apakah seperti itu akandipilih. Dia menipu rakyat. Kemarin didemo orang se-Kelurahan. Banyak lho uang yang dikoropsi Wandi kira-kira
Rp 950an juta”.
Yanto : Yen ngono, dheweke ora bisa diconto. Aku diwenehanaapa wae Lik Wandi ora arep dakpilih.
“Kalau begitu, dia tidak dapat dicontoh. Meskipun diberi apasaja (dari) Lik Wandi tidak akan saya pilih”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Yanto (O1) danWarih (O2). Isi konteks ini adalah tentang pemilihan KepalaDesa yang akan dilaksanakan tanggal 4 Maret 2007.Mantan Kepada Desa (Wandi) juga mencalonkan lagi. Iadianggap tidak baik, karena disangka korupsi uang proyeklistrik.
(R. 24 – 12 – 2006. 30)
339
2. Tindak Tutur K0misif Berjanji
(19) Pak Dar : Mat, kandhanana kanca-kancamu ya !‘Mat beri tahukanlah teman-temanmu ya !
Rohmat : Wonten napa, Pak ?‘Ada apa, Pak ?’
Pak Dar : Iki mengko ana rapat guru jam setengah sepuluh, dadijam mengko takkosongke. Tulung ya Mat kanca-kancamu kandhanana.
‘Ini nanti ada rapat guru jam setengah sepuluh, jadi jamsaya nanti akan saya kosongkan.Tolong ya Matberitahukanlah teman-temanmu’.
Rohmat : O, nggih Pak! Mengke kula badhe sanjang kalihkanca- kanca.‘O, ya Pak! Nanti teman-teman akan saya beri tahu.
Pak Dar : (menepuk punggung Rohmat, kemudian pergi).
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Pak Dar (Guru) danRohmat (Murid) Pak Dar memberitahukan bahwa nanti akan adarapat dan jam pelajaran Pak Rohmat akan dikosongkan.Rahmat berjanji akan memberitahukan hal itu kepada teman-temannya.
(C. 2 – 5 – 2007. 2, 21)
(20) Tanti : Mas, piye ki rencanane menyang Tonjong sesuk.'Mas, bagaimana rencana ke Tonjong besok'
Rosyad : Lha piye ... aku manut wae.`Lha bagaimana saya mengikut saja'
Tanti : Ngene wae Mas sesuk njenengan mampir Delanggu,ibu diaturi mrene disuwun mangkat bareng. Aja lali ya.
”Begini saja Mas, besok kamu mampir Delanggu, dan ibudimohon ke sini, diminta berangkat bersama. Jangan lupaya”.
Rosyad : Tenan takmrana sesuk bar saka kantor.'Ya sungguh saya (berjanji) akan ke sana besok sesudahdari kantor”.
340
Tanti : (Berdiri mengangguk, lalu menggendong anaknya.)
Konteks : Dialog ini dilakukan oleh Tanti dan Rosyad mengenai rencana akanpergi ke Tonjong. Mereka berencana mengajak ibunya yang tinggaldi Delanggu. Rosyad diminta agar tidak lupa memohon kepadaibunya untuk berangkat bersama. Rosyad berjanji sesudah darikantor akan ke tempat ibunya di Delanggu.
(R. 13 – 6 – 2007. 20)
(21) Ari : Ayo Har, melu aku neng pasar.'Ayo Har, ikut aku ke pasar!
Suharjo : Wah, aku arep nggarap PR ...'Wah, saya akan mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah)
Ari : Nggarap PR mengko ya kena ta?'Mengerjakan PR nanti ya bisa ta ?
Suharjo : Akeh he Mbak ...'Banyak itu Mbak ...'
Ari : Mbok mengko takrewangi. Akehe sepira, ta?'Nanti akan saya bantu! Seberapa banyak ta?'
Suharjo : Rongpuluh nomer ki Mbak.`Dua puluh nomor itu Mbak `.
Ari : Wis, mengko gampang. Saiki ayo terke neng pasar sik!'Sudahlah, nanti gampang! Sekarang antarkan ke pasardahulu!
Suharjo : Ya, ning mengko tenan Iho Mbak'Ya, tetapi nanti sungguh lho Mbak'
Ari : Beres ta wis!'Sudahlah beres!'
Konteks : Peristiwa tutur ini mengandung konteks bahwa Ari (O1) mintatolong Suharjo (O2) untuk mengantarkan ke pasar. Suharjomau mengantar dengan syarat Ari mau membantumenyelesaikan PR (pekerjaan rumah). (O2) menanyakankesungguhan (O1) untuk membantu (O2). P berjanji akanmembantu atau meembereskan pekerjaan (O2).
(R. 18 – 6 – 2007. 22)
341
(22) Fajar : Pari kidul Ngadisari kae wis kuning durung Mas Rodli ?
“Padi (sebelah ) selatan Ngadisari itu sudah kuning belumMas Rodli ?.
Rodli : Wis yake, aku seminggu ora niliki. Jare sisih kidulpangan tikus. Pari nggonku kae tekan pira ya Bud ?.
”Sudah kiranya, saya seminggu tidak menengok. Katanyasebelah selatan dimakan tikus. Padi milik saya sampai(harganya) berapa ya Bud?.
Fajar : Murah Mas, saiki panenan akeh sing pangan tikus.”Murah Mas, panenan sekarang banyak yang makan tikus”.
Rodli : Nggonku kae kowe wani pira ?”Tempatku (padiku) itu kamu berani (membeli) berapa ?.
Fajar : Mas aku mau wis nonton, sisih kidul dipangan tikus.Aku mung wani telulas. Piye mas ?
”Mas tadi saya sudah melihat, sebelah selatan dimakantikus. Saya hanya berani (membeli) tigabelas (maksudnyasatu juta tiga ratus ribu rupiah). Bagaimana Mas ?.
Rodli : Ya wis ra papa. Kapan mbayare ?. Aja suwe-suwe lho,mengko kaya dekemben.
”Ya sudah tidak apa-apa. Kapan membayarnya ?Jangan lama- lama lho, nanti seperti dahulu”
Fajar : Tenan Mas, Minggu dakteri, aja sumelang.”Sungguh Mas, Minggu akan saya antar, jangan khawatir”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Fajar (O1) dan Rodli (O2).Peserta tutur melakukan tawar menawar padi. O1 sebagai pembelipadi berjanji akan membayar padi hari Minggu.
(R. 7 – 1 – 2007. 33)
(23) O1 : Bu menika lho batik alus saking Sragen. Wonten ingkangtulis lan cap . Menawi ingkang Truntum kangge seragam
sae sanget.
“Bu ini lho batik halus dari Sragen. Ada yang tulis dan cap.Kalau yang Truntum untuk seragam bagus sekali”.
342
O2 : Truntum ingkang biru wonten Bu ?“Truntum yang biru ada Bu ?
O1 : Menika wonten, ning kantun sekedhik Bu, kathah ingkangmundhut kangge seragam.“Ini ada, tetapi tinggal sedikit Bu, banyak yang membeliuntuk seragam”.
O2 : Luntur mboten mangke Bu ?“Luntur tidak nanti Bu ?.
O1 : Mboten badhe luntur, saestu kok Bu, menikakualitas sae, tur nggih mirah numg Rp 18.000,-semeter. Badhe ngersaaken pinten ta Bu ?
“Tidak akan luntur, sungguh kok Bu, ini kualitas bagus, lagipula ya murah hanya Rp 18.000,- satu meter. Akanmembeli berapa ta Bu ?
O2 : Kula badhe tumbas kathah, ning kula sumelang menawimangke lajeng luntur, kula didukani kanca kathah.
“Saya akan membeli banyak, tetapi saya khawatir nantikemudian luntur, saya dimarahi kawan banyak”.
O1 : Njenengan kok maido kalih kula, estu kula jaminmboten badhe luntur. Estu yen luntur mangke kulagantos. Menawi mangke mundhutipun kathah estubadhe kula caosi korting gangsalwelas persen.
“Anda kok tidak percaya dengan saya, sungguh sayajamin tidak akan luntur. Sungguh apabila luntur nantisaya ganti. Apabila nanti membelinya banyak, sungguhakan saya beri korting lima belas persen”.
O2 : Kula estu badhe tumbas bathik 650 potong,bakal Celana 300 potong, bakal rok 350 potong, sagetngentun dhateng Klaten.
”Saya sungguh akan membeli batikb 650 potong batik,300 potong kain celana, 350 potong kain rok, dapatmengirim (kan) ke Klaten”.
343
O1 : Saget Bu, estu mangke badhe kula kentun, beres,ampun sumelang. Matur nuwun mugi-mugi dadoslengganan.
“Dapat Bu, sungguh nanti akan saya kirim, beres,jangan khawatir. Terima kasih semoga menjadilangganan”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh (O1) pedagang batik,dan (O2) pembeli batik. (O1) menawarkan kain batik Truntumdan mengatakan bahwa kain batik Trumtun itu tidak luntur. (O2)tidak percaya bahwa kain batik itu tidak luntur. (O2) berjanjibahwa kain batik Truntum itu betul-betul tidak akan luntur. (O2)akan membeli batik dalam jumlah banyak untuk seragam. (O1)berjanji pula untuk mengantar sampai alamat pembeli.
(C. 14 – 2 – 2007. 34)
(24) Darsono : Tin, ngapa kok awakmu panas maneh ? Mau nengsekolahan tuku es ya ?
“Tin, mengapa kok badanmu panas lagi ?. Tadi disekolah membeli es ya ?
Sartini : Mung sethik kok Mas, setengah gelas.“Hanya sedikit kok mas, setengah gelas”.
Darsono : Setengah gelas yen terus awake panas, seneng ta?Yen dikandhani manuta , aja ngombe es dhisik,yen sehat kowe dhewe ta sing seneng. Aja dibalenituku es maneh ya.
“Setengah gelas kalau kemudian badannya panas,senang ta? Jika dinasihati ikutilah, jangan minum esdahulu, kalau sehat kamu sendiri ta yang senang.Jangan diulangi membeli es lagi ya”.
Sartini : Ya Mas, aku kapok sesuk ora tak baleni ngombees maneh. Saiki sirahku dadi mumet banget , awakkupanas.
“Ya Mas, saya kapok besok tidak akan saya ulangiminum es lagi. Sekarang kepalaku jadi pusing sekali,badanku panas”.
344
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Darsono (O1) danSartini (O2). (O1) menasihati (O2) agar tidak minum es dahulusupaya badannya sehat, tidak panas lagi. (O2) berjanji tidakakan mengulangi minum es lagi.
(C. 19 – 4 – 2008.35)
(25) Emping ki pancen enak, ning angger mangan loro wae sikilkudadi keju. Aku tak ora mangan emping maneh, ben ora lara.
“Emping ini memang enak, tetapi jika makan dua saja kakikumenjadi linu. Saya tidak akan makan emping lagi agar tidak sakit”.
Konteks : Terjadi tuturan berjanji tidak akan makan emping lagi karenadapat mengakibatkan kaki menjadi limu (sakit).
(C. 20 – 6 –n 2008. 36)
(26) Ngombe jamu lempuyang ki marakake ora mbesesek na weteng.Pancen lempuyang kuwi marakake sehat.Ya tenan takngombe sing ajek ben waras.
”Minum jamu lempuyang itu menyebabkan tidak kembung di perut.Memang lempuyang itu menjadikan sehat. Ya sungguh saya akanminum yang rutin agar sehat”.
Konteks : Terdapat tuturan berjanji yang dilakukan oleh Pak Sadan bahwa iaakan sungguh-sungguh minum jamu lempuyang karena dapatmenyebabkan perut tidak kembung.
(C. 27 – 7 – 2008. 37)
(27) Mutmainah : Mbak Tiwi yen sida menyang Jogja aku aja ditinggal ya.“Mbak Tiwi jika jadi ke Jogya saya jangan ditinggal ya”.
Pratiwi : Ya yen arep melu aja tangi kawanen, mengkotaktinggal tenan.
“Ya jika akan ikut jangan bangun kesiangan, sungguhakan kutinggal”.
Mutmainah : Mbak aku arep ndaftar menyang UNY, aku durungweruh nggone. Tenan ya Mbak aja ditinggal.
“Mbak saya akan mendaftar ke UNY, saya belum tahutempatnya. Sungguh ya Mbak jangan ditinggal”.
345
Pratiwi : Ya wis aja sumelang mengko takkancani ndaftar.“Ya sudah jangan khawatir, nanti akan kutemani
mendaftar”.
Konteks : Isi konteks dalam dialog ini adalah Mutmainah akanmendaftarkan kuliah di UNY Yogyakarta. Ia belumpernah ke UNY yogyakarta. Mutmainah ingin ikut Pratiwike Yogya dan khawatir kalau ditinggal Pratiwi. Pratirimenyakinkan Mutmainah dengan tindak tutur komisfberjanji. Janji ini dituturkan secara tersirat saja.
( (R. 27 – 7 – 2007. 51)
(28) Rahma : Mas kacamataku wis rusak, dinggo maca ora penak.“Mas, kaca mata saya sudah rusak, dipakai tidak enak”.
Singgih : Yen rusak ya tuku ta.“Jika rusak ya membeli ta”.
Singgih : Takpundhutke yen gelem ngewangi aku.“Akan saya belikan jika mau membantu saya.”
Rahma : Ya takrewangi, ning tenan lho.“Ya saya akan membantu, tetapi sungguh lho”.
Singgih : Iya ... Iya tenan.“Ya….. ya sungguh”.
Konteks : Rahma memberitahukan kepada dr. Singgih bahwakacamatanya sudah rusak. Dr.Singgih berjanji akanmembelikan kaca mata bila Rahma mau membantupekerjaannya. Rahma sanggup memantu asalkan drSinggih betul-betul membantu.
(R. 30 – 8 – 2007. 52)
(29) Ari : Mbak Maya mengko arep ana tamu saka Madiun,aku sing ngancani sapa Mbak ?
”Mbak Maya nanti akan ada tamu dari Madiun, siapayang menemani saya Mbak ?
Maya : Sapa tamune Dhik ?”Siapa tamunya Dik ?
346
Ari : Mas Taufik karo Bapak lan Ibune. Mengko piye, bapakibu isih ana Bandung. Aku kancani nemoni tamuya Mbak.
”Mas Taufik dengan bapak dan ibunya. Nantibagaimana, bapak ibu masih di Bandung. Sayaditemani menerima tamu ya Mbak.”
Maya : Wis aja sumelang mengko takkancani nemonitamumu, aku dadi sulihe bapak ibu.
”Sudah jangan khwatir nanti saya akan kutemanimenerima tamumu, saya menjadi gantinya bapak ibu.”
Ari : Tenan ya mbak.”Sungguh ya Mbak”.
Maya : Ora ngandel dhik ?. Tenan aku ora goroh, koweadhiku wadon.”Tidak percaya dik ?. Sungguh saya tidak menipu,kamu adikku putri.”
Konteks : Ari akan kedatangan tamu dari Madiun. Ayah dan Ibunyamasih Bandung. Maya kakaknya berjanji akan menemaniAri .
(C. 01 – 09 – 2007. 53)
(30) Lestari : Mas rabuk Urea ne yen dikon ngedol Rp 125.000 peraku ora saguh. Rabuk iki rega subsidi, aja larang-larang.
”Mas pupuk Oreanya jika disuruh menjual Rp 125 000per sak saya tidak sanggup. Pupuk ini harga subsidi,jangan mahal-mahal.
Sukimin : Ya yen ngono mengko dakrembuge karo juraganeben rada suda.
”Ya jika demikian nanti akan saya bicarakan lagi denganjuragannya, biar agak berkurang.”
Konteks : Lestari pedagang pengecer pupuk tidak sanggp menjualpupuk lagi karena harga mahal. Sukimin kakaknyaberjanji akan membicarakan kepada juragan pupukharganya bisa turun.
347
((R. 14 – 5 – 2007. 54)
(31) Safik : Mas Hanif, aku didhawuhi maca Atlas AnatomiSubbota Mas. Nyilih na perpustakaan ora oleh.Aku kudu ndang maca kanggo praktikum anatomi
”Mas Hanif, saya disuruh membaca Atlas AnatomiSubbota Mas. Pinjam di perpustakaan tidak boleh.Jika membeli harganya mahal. Saya harus segeramembaca untuk praktek anatomi.
Hanif : Rega Atlas pira ? Aja sumelang mengkotaktukokake , waton kowe sregep sinau.
”Berapa harga Atlas ?. Jangan khawatir nanti akansaya belikan asal kamu rajin belajar.”
Safik : Tenan lho mas.”Sungguh lho mas.”
Hanif : Ya......tenan.”Ya ..... sungguh”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Safik danHanif. Safik adalah mahasiswa Fakultas kedokteranUGM sedang mendapat tugas untuk membaca AtlasAnatomi Sobota, karena akan dipakai untuk bahanpraktikum. Ia tidak punya buku itu dan memintakakaknya Hanif berjanji akan membelikannya, Safiklebih rajin belajar.
(R. 06 – 05 - 2007. 55)
(32) Iwit : Mas, kiriman bathik saka Pekalongan wis teka lhoMas. Saiki wis diudhunake ana kios ngisor, hem50kodi, daster 20 kodi. Aku rakuat nggawa munggah.
“Mas kiriman batik dari pekalongaan sudah datang lhoMas. Sekarang sudah diturunkan di kios bawah, 50kodi hem, 20 kodi daster. Saya tidak kuat membawanaik”.
Maka : Aja sumelang, mengko bar sholat dluhur.“Jangan khawatir, nanti sesudah sholat dluhur”.
348
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Iwit (O1) dansuaminya Maka (O2). Tindak tutur ini terjadi di pasarKlewer Surakarta, pada pukul 10.00 (wib). Ketika itupasar sudah mulai rame pengunjung. (O1) memberitahu (O2) bahwa kiriman batik dari Pekalongan sudahdatang, dan diturunkan di kios bawah. (O1) tidak kuatmembawa naik. (O2) berjanji akan membawa naiksesudah sholat dluhur. (Janji (O2) dilesapkan).
(C. 19 – 10 – 2007. 68)
(33) Rokhani : Mas, yen udan terus aku ora wani methuk Mira.Adoh, aku ora wani udan-udan. Awakku ya lagi orasehat. Mira njaluk dipethuk jam 11.00.
“Mas, jika hujan terus saya tidak berani menjemputMira. Jauh, saya tidak berani hujan-hujan. Badanku yasedang tidak sehat. Mira minta dijemput pukul11.00”.
Mugi : Ya wis, aku tenan.“Ya sudah, saya sungguh”
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Rokhani (O1) dan Mugi (O2).Mereka adalah suami istri yang mempunyai putra Mira.Mira sekolah di SD Kawatan Surakarta. Rokhani tidakberani menjemput Mira karena hujan dan badannyasedang tidak sehat. Mugi berjanji akan menjemput Mira.
(R. 27 – 8 – 2007. 69)
(34) Marjuki : Mbak Ning mbenjing tanggal 11 Maret wonte DiesAcaranipun wonten orkes kroncong De Java Orchestra.Rawuh estu nggih Mbak.
“Mbak Ning besok tanggal 11 Maret ada Dies NatalisUNS. Acaranya ada orkes keroncong De JavaOrchestra. Datang sungguh ya Mbak”.
Nuning : InsyaAllah taknonton orkes kronconge.“InsyaAllah saya akan menonton orkes keroncongnya”.
349
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Marjuki (O1) dan Nuning(O2). Tuturan ini terjadi di rumah Nuning di kampungMenangan Gading Surakarta. Tujuan tuturan (O1)menawarkan kepada (O2) untuk menonton orkeskeroncong dalam rangka Dies Natalis UNS. (O2)berjanji akan datang menonton orkes keroncongtersebut.
(R. 8 – 3 – 2007. 70)
(35) Ari : Mas Anton, aku jane pengin nonton sekaten na alun-alun Sala. Wiwit dhisik kok durung sida ditontonke taMas. Kapan Mas nonton sekaten ?
“Mas Anton saya sebetulnya ining nonton sekaten dialun-alun Sala. Sejak dahulu kok belum jadiditontonkan ta Mas ?”.
Anton : Ya taktontonke sekaten tenan yo.Gamelan Sekaten ya lagi metu.
“Ya sungguh akan kutontonkan sekaten yo. GamelanSekaten ya baru ke luar”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Ari dan Anton. Ari penginnonton sekaten di alun-alun Sala yang sejak dahulubelum kesampaian. Anton berjanji akan menontonkansekaten.
(C. 7 – 3 – 2007. 71)
(36) Mardi : Wah pisang e gedhe-gedhe ya Mas ?“Wah pisangnya besar-besar ya Mas ?
Tukiya : Iki nggunakake rabuk kompos. Aja sumelangsesuk wis tekan kana.
“Ini menggunakan pupuk kompos. Jangankhawatir besok sudah sampai di sana”
350
Konteks : Terjadi pembicaraan antara Mardi dan Tukiya.Mardi menanyakan pisang yang ditamanTukiyo yang buahnya besar-besar. Dengantindak tutur tak langsung Tukiya akanmemberikan pisang dan mengantarkan kerumah Mardi.
(C. 23 – 7- 2008. 15)
3. Tindak Tutur Komisif Bersumpah
(37) Pak Jenal : Piye Le, rapote … entuk rangking ora?
‘Bagaimana Le, raportnya … mendapat rangking tidak?’
Rohmat : Hmm … angsal rangking satu Pak‘Hmm … dapat rangking satu Pak’
Pak Jenal : Ah tenane …‘Ah yang benar …”
Rohmat : Weh, estu Pak. Kula mboten badhe ngapusi!Lhe dipirsai riyin.‘Weh, sungguh Pak! Saya tidak akan menipu. Ini, dilihat
duhulu.’
Pak Jenal : Endi …(raporte)‘Mana .....
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Pak Jenal dan Rohmat. PakJenal bertanya kepada Rohmat tentang berapa rengkingraport yang didapat Rohmat. Rahmat besrsumpahbahwa ia mendapat rengking satu.
(C. 14 – 1 – 2007. 3, 23)
(38) Sarmini : Tik, mesti kowe ora beres. Jare saben dina kok mulihtelat.
“Tik, pasti kamu tidak beres. Katanya setiap hari kokpulang terlambat’.
351
Tatik : Tatik ki. Ra tau no.‘Tatik itu. Tak pernah no’.
Sarmini : Tenane lho Ttik.‘Yang benar lho Tik’.
Tatik : Aku ora arep telat maneh , ben apa ta.‘Saya tidak akan terlambat lagi, biar apa ta’.
Sarmini : Aja ngono Tik, yen ana Malaikat liwat kowe gela.‘Jangan begitu Tik, kalau ada Malaikat lewat kamukecewa’.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan Sumini dan Tatik. Suminibertanya kepada Tatik apakah masih sering pulang terlambat.Tatik bersumpah bahwa ia tidak pulang terlambat lagi.
(R. 21. 3 – 2007. 4, 25)
(39) Mbak Sar : Ngersake napa Bu“Memerlukan apa, Bu ...”
Bu Tarni : Minyak gorenge sekilo pira mbak.“Minyak goreg satu kilo berapa Mbak”.
Mbak Sar : Sakniki regine awis Bu“ Sekarang harganya mahal Bu”.
Bu Tarni : Pira regane saiki?”Berapa harganya sekarang?”
Mbak Sar : Sakniki sekilo gangsalewu, saged dipunkirim ndalem .Yakin, sumpah mboten ngapusi, mangke badhe
kula kentun ndalem.
”Sekarang sekilo lima ribudapat dikirim (ke)rumah'.`Yakin, sumpah tidak berbohong, nanti akansaya kirim(ke) rumah”.
Bu Tarni : Ya wis nek ngono seket kilo wae.”Ya sudah kalau begitu lima puluh kilo saja”.
352
Mbak Sar : Nggih .... Sanese napa Bu.”Ya .... Lainnya apa Bu”
Konteks : Peristiwa tutur ini terjadi di pasar Beringharjo Yogyakarta.Peristiwa tutur berujud dialog itu dilakukan oleh Mbak Sarsebagai n (O1) dan Bu Tarni sebagai t (O2). Isi kontekspembicaraan dalam konteks ini adalah n(O1) menanyakanapa yang dibutuhkan t (O2). t akan mmbeli miyak gorengdan menanyakan harganya. n (O1) menginformasikanbahwa harga minyak goreng mahal, tetapi ada fasilitaspengantaran sampai di rumah t (O2). Informasi fasilitas itudituturkan dengan menggunakan tindak tutur komisifbersumpah.
(C. 2 – 3 – 2007. 24)
(40) Andi : Lis, komputer iki kok rusak maneh, kok nggo dolananya? Aja ndridhis, senengane kok usil.
“Lis, komputer ini kok rusak lagi, kau pakai mainan ya ?.Jangan usil, sukanya kok usil”.
Lisa : Aku ora nganggo kok mas, aku ora ngerti“Saya tidak memakai kok mas, saya tidak tahu”.
Andi : Sing nganggo komputer iki mung aku karo kowe thok,kok ra ngerti. Lha terus sapa ?
“Yang memakai komputer ini hanya saya dan kamu saja, koktidak tahu. Lha lalu siapa?.
Lisa : Mas, Mas, yakin demi Allah aku ora ngerti.Kok maido wae.“Mas, Mas yakin demi Allah saya tidak tahu”. “Kok tidak
percaya saja”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Andi dan Lisa. Yang menjadiinti pembicaraan adalah tentang kerusakan komputer.Andi menanyakan siapa yang merusakan komputer dankelihatannya menuduh Lisa yang merusakan komputeritu. Lisa bersumpah bahwa ia betul-betul tidakmerusakkan komputer tersebut.
(R. 3 – 3 – 2007. 38)
353
(41) Hartanta : Mas Jarwadi, weruh tas abang ana logo UNES ?“Mas Jarwadi, melihat tas merah ada logo UNES ?”
Jarwadi : Aku ra weruh kok, takona Fajar.“Saya tidak melihat kok, tanyalah Fajar”.
Hartanta : Jar, weruh tas abang ? Biasane kowe ta sing usil.“Jar, melihat tas merah ? Biasanya kamu ta yang usil”.
Fajar : Senengane kok nudhuh. Yakin Mas,aku ora arep mbaleniusil maneh.
“Senangnya kok menuduh. Yakin Mas, saya tidak akanmengulangi usil lagi”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Hartanto (O1),Jarwadi (O2), dan Fajar (O3). Hartanta bertanya kepadaJarwadi apakah melihat tas merah berlogo UNES. Jarwaditidak tahu dan Hartanta bertanya dan menuduh Fajar yangsering usil. Fajar bersumpah bahwa ia tidak usil lagi.
(R. 20 – 2 – 2007. 39)
(42) Sarna : Rai mu pucet ana apa Ta ?“Mukamu pucat ada apa Ta ?”
Manta : Paru-paru ku lara wis sesasi.“Sudah satu bulan paru-paruku sakit”.
Sarna : Ciu sak genthong entek na, ben katon gagah.Yen paru-paru mu wis kobong, entek-entekaneya mung diterne nyang kuburan.
“Habiskanlah ciu satu jun, agar kelihatan gagah. Jika paru-parumu sudah terbakar, akhirnya ya hanya diantar kekubur”.
Manta : Tenan Sar, aku pengin sehat. Anakku isih cilik- cilik.Muga sing gawe urip nyekseni aku ora bakal mendemmaneh.
”Sungguh Sar, saya ingin sehat. Anak saya masih kecil-kecil. Semoga yang membuat hidup (Tuhan YangMahakuasa) menjadi saksi saya tidak akan mabuk lagi”.
354
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Sarna danManta. Manto mukanya pucat karena paru-parunya sakitakibat suka minum ciu. Sarna meledek akan memberikanciu satu gentong agar diminum Manto. Manto bertobatkrpada Tuhan tidak akan mabuk lagi, agar sehat karenaanak-anaknya masih kecil.
(R. 3 – 2 – 2007. 40)
(43) Muga bumi lan langit nyekseni, Mas, aku orabakal mbaleni tumindak ku sing gawe rugine wongakeh, wis wis cukup semene wae, anak puku aja ana sing kaya aku. Saiki aku didohi sedulurlan tangga.
”Semoga bumi dan langit menjadi saksi, mas, saya tidakakan mengulangi tindakan saya yang membuat rugi orangbanyak, sudah sudah cukup sekian saja anak cucukujangan ada yang seperti saya. Sekarang saya dijauhisaudara dan tetangga”.
Konteks : Terjadi tuturan oleh seseorang yang telah merugikan banyakorang. Ia merasa bersalah dan bertobat untuk tidakmelakukannya lagi. Begitu juga kelak anak cucunya tidakmeniru perbuatannya.
(C. 16 – 2 – 2007.41)
(44) Hadi : Kangge nebus kesalahan, kula badhe dipundhawunimenapa Pak?”Untuk menebus kesalahan, saya akan diperintah apaPak ?
Jaka : Aku arep duwe gawe, apa sliramu saguh ngrewangiaku . Gawean iki abot tur resikone gedhe. NgeneDhik, aku arep nyalonake Lurah maneh, apa sliramusaguh dadi kadherku. Resikone digethingi kancakadher liya.
”Saya akan punya kerja, apakah saudara sanggupmembantu saya. Pekerjaan ini berat lagi pula resikonyabesar. Begini Dik, saya akan mencalonkan Lurah lagi,apakah saudara sanggup menjadi kader saya.Resikonya dibenci kawan kader lain”.
355
Hadi : Mugi ingkang Mahakuaos nyekseni, nadyan awratlan ageng resikonipun badhe kula lampahi, kulatetep badhe setia mbelani Pak Jaka.
”Semoga Yang Mahakuasa menjadi saksi, walaupunberat dan besar resikonya akan saya lakukan, sayatetap akan setia membela Pak Jaka”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Hadi dan Jaka.Jaka akan mencalonkan diri menjadi Lurah lagi. Hadimerasa mempunyai kesalahan terhadap Hadi. Untukmenebus kesalahannya Hadi bersumpah akan setiakepada Jawa dan bersedia melakukan apa yangdiperintahkan Jaka.
(C. 19 – 3 – 2007.42)
(45) O1 : Warga Muhammadiyah saiki akeh sing wis keserangideologi liya. Malah ana warga Muhammadiyah singnggunakake bandha Muhammadiyah kanggo kepentinganideologi liya iku. Kang mangkono ikuwaraga MuhammadiyahAna Kepala Sekolah Muhammadiayah jare mungnyambut gawe ana amal usaha Muhammadiyah ora perluideologine. Ngono iku ateges nggembosi ideologiMuhammadiyah.
”Warga Muhammadiyah sekarang banyak yang sudahterserang ideologi lain. Bahkan ada warga Muhammadiyahyang menggunakan harta Muham madiyah untuk keperluanideologi lain itu. Warga Muhammadiyah yang demikian itutadi sudah tidak setia lagi terhadap ideologi Muhammadiyah.Ada Kepala Sekolah Muhammadiyah katanya hanya bekerjadi amal usaha Muhammadiyah tidak perlu ideologinya”.
O2 : Menawi kula mboten mekaten Pak. Gesang kula awitwonten amal usaha Muhammadiyah ingkang lair sakingideologi Muhammadiyah. Mila mugi dipunsekseni bilihkula tetep badhe setia dhateng ideologiMuhammadiyah.
”Kalau saya tidak demikian Pak. Hidup saya karena adaamal usaha Muhammadiyah yang lahir dari ideologiMuhammadiyah. Maka supaya disaksikan bahwa sayatetap akan setia kepada ideologi Muhammadiyah”.
356
Konteks : Dalam kegiatan rapat Cabang Muhammadiyah di SerenganSurakarta pimpinan Muhammadiyah mengeluh bahwa adaMuhammadiyah yang terserang idologi lain, danmenggunakan harta Muhammadiyah untuk membesarkanidologi lain itu. Warga Muhammadiyah yang demikian itudianggap menggembosi idologi Muhammadiyah. Adawarga Muhammadiyah yang tetap setia kepadaMuhammadiyah karena sejak lahir ia dihidupi oleh amalusaha Muhammadiyah.
(C. 19 – 9 – 2008. 43)
(46) Utari : Aja sombong dhik Gita dupeh saiki wis bisa tuku mobil.Mbakyune lara disilihi mobil e malah nesu.O ... maune mlarat kok saiki kemaken.
”Jangan sombong dik Gita mentang-mentang sekarangdudah dapat membeli mobil. Kakaknya sakit dipinjamimobilnya malah marah. O.... tadinya melarat kok sekarangsombong”.
Sugita : Tuku nganggo dhuwit ku dhewe kok ewa.”Membeli mamakai uangku sendiri kok iri”.
Utari : Ya yen wis ara gelem nulungi aku, besuk uripmu orabakal tentrem, aku ora arep ngaku adhi maneh.
“Ya jika sudah tidak mau menolong aku, besok hidupmutidak akan tenteram, saya tidak akan lagi mengaku adik”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Utari dan Sugita.Utari sedang sakit, dan ingin meminjam mobil untukberobat. Sugita tidak memperbolehkan. Utari melihatkesombongan Sugito, kemudian menyumpahinya denganipat-ipat, bahwa kelak hidup Sugita tidak akan tenteram,dan Utari tidak mengakui Sugita menjadi adiknya.
(R. 21 – 4 – 2008. 44)
357
(47) Triyadi : Mar, yen mainmu kuwi nekad, terus ditiru anakmu piye ?Ora ana wong main kok bisa sugih, isohe ya mungmlarat. Yen menang main, maine saya nekat, yen kalahjere golek ulih-ulih. Sengsara kok disenengi.
“Mar jika kamu nekad berjudi, terus ditiru anakmubagaimana?. Tidak ada orang berjudi bisa kaya, bisanyaya hanya miskin. Jika menang berjudi, judinya semakinnekat, jika kalah kata mencari kembalian. Sengsara kokdisenangi”.
Marno : Pancen bener Mas, wong seneng main ki ya mung marahimlarat. Wis mas aku tobat ora arep main maneh, mugamuga anak putuku ora tiru aku.
”Memang benar Mas, orang senang berjudi itu ya hanyamenyebkan miskin. Sudah Mas saya tobat tidak akan berjudilagi, semoga anak cucuku tidak meniru saya”.
Konteks : Triyadi mengingatkan adiknya Marno agar tidak menuruskanberjudi, karena tidak ada orang berjudi menjadi kaya. Judi ituakan membuat orang sengsara. Marno bertobat (bersumpah)tidak akan berjudi lagi, agar tidak ditiru anak cucunya.
((C. 24 – 7 – 2008. 56)
(48) Samsi : Syid, apa kowe wingi nggawa termometer sing anamejaku?.
“Syid, apakah kamu kemarin membawa termometer yangberada di mejaku ?.”
Rosyid : Aku ora nggawa Mas.“Saya tidak membawa Mas.”
Samsi : Terus sing nggawa sapa, sing ana mung aku karo kowe.Kowe lali, digawa terus ilang. Mengko takenggo praktekbiologi.
“Lalu yang membawa siapa, yang ada hanya saya dan kamu.Kamu lupa, dibawa lalu hilang. Nanti akan saya pakai untukpraktek biologi.”
358
Rosyid : Mas, aku ora nggawa, yakin, ora arep nggawa tanpanembung dhisik, mbok ben apa ta ?
“Mas, saya tidak membawa, yakin, tidak akan membawatampa memberi tahu dahulu, mbok biar apa ta ?.”
Konteks : Samsi mencari termometer yang diletakkaan di meja tidakada ditempat. a Rosyid adiknya yang dituduh membawa.Rosyid bersumpah dengan perkataan ‘yakin’, dan jugabersumpah bahwa ia tidak membawa.
(R. 05 – 01 – 2008. 57)
(49) Utami : Mas, nggilani setut wis kaya ngono isih dienggo. Yen oraduwe dhuwit, kanca-kanca arep nglumpukake dhuwitkanggo tuku setut, ben penjenengan ora nganggo setutnggilani.
“Mas, menjijikkan setut (ikat pinggang) sudah seperti itumasih dipakai. Jika tidak mempunyai uang, kawan-kawanakan mengumpulkan uang untuk membeli setut(ikatpinggang), agar kamu tidak memakai setut (ikat pinggang)(yang) menjijikkan.”
Riyadi : Aja ngono kuwi. Aja dianggep aku wong mlarat ora bisatuku setut, tuku setut saket aku ya bisa. Nadyan setut ikiwis elek tetep dakenggo.Aku ora bakal ganti setut yen durung lulus doktor.
“Jangan seperti itu. Jangan dianggap saya orang miskin tidakdapat membeli setut (ikat pinggang), membeli lima puluhsetut saya ya bisa. Walaupun setut ini sudah jelak tetap sayapakai. Saya tidak akan ganti setut jika belum lulus doktor.”
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Utami dan Riyadi.Utami merasa jijik melihat ikat pinggang yang dipakai Riyadi.Jika Riyadi tidak punya uang untuk membeli ikat pinggangkawan-kawan Utami akan membelikannya. Riyadi tetap akanmemakai ikat pinggang iku, dan tidak akan berganti ikatpinggang sebelum lulus doktor.
(C. 11 – 03 – 2006. 58)
359
(50) Wardi : Yu, sawah tinggalane bapak arep takdol. Aku iki anaklanang dhewe, ya mestine tinggalane bapak aku kabeh.
“Yu, warisan sawah (dari) Bapak akan kujual. Saya inianak laki-laki sendiri yan mestinya warisannya Bapaksaya semua”.
Warti : Di, yen kowe wis ora kena dikandhan, sedulur-sedulurmu, uku ya ora kabotan, ning ngertia bab ikimarake bubrahe keluarga, pisah ya ora apa-apa.Seksenana kowe dadia godhong aku emohnyuwek, dadia banyu aku emoh nyawuk.
“Di, jika kamu sudah tidak dapat dinasihati sudara-saudaramu, saya ya tidak keberatan, tetapi ketahuilahbab ini menyebabkan hancurnya keluarga, pisah ya tidakapa-apa. Saksikanlah kalau kamu jadi daun aku tidakmau menyobek, jadi air aku tidak mau menyaduk”.
Konteks : Wardi ingin menjual sawah warisan dari ayahnya. Dia merasaanak laki-laki satu-satunya dan berhak atas semua warisandari ayahnya. Wardi tidak mau dinasihati sausara-saudaranya terutama Warti (kakak perempuannya). Warti lalubersumpah serapah (Ipat-ipat) kepada Wardi kalau Wardijadi daun tidak mau meyobek, jadi air pun tidak maumeyaduk.
(R. 15 – 01 – 2009. 61)
(51) Darsana : Pak sampun dados kewajiban kula dados polisi, kula mbotenbadhe mundur sejangkah menawi dereng saged nangkeppara durjana.
“Pak sudah menjadi kewajiban saya menjadi polisi, saya tidakakan mundur sejangkah kalau belum bisa menangkap parapenjahat’.
Sukiman : Ya, yen pancen kuwi sumpahmu, dakdongakake bisanangkep para penjahat kang ngrugekake masyarakat. Muga-muga kowe tansah entuk pitulungan saka Allah.
“Ya, jika memang itu sumpahmu, akan kudoakan dapatmenagkap pra penjahat yang merugikan masyarakat.Semoga kamu selalu mendapatkan pertolongan dari Allah”.
360
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Darsono dan Sukiman. Darsonoseorang anggota polisi bersumpah tidak akan mundursejanggal sebelum dapat menangkap penjahat yangmerugikan masyarakat. Sukiman mendoakan semogaDarsono selalu mendapatkan pertolongan dari Allah.
(R. 06 – 05 – 2006. 62)
(52) Soni : Jar, kowe saiki ngrasakake yen wong main kertuora bakal bisa sugih. Malah ndadekake bubrahe keluarga.Wis kapok tenan ?
“Jar, kamu sekarang merasakan jika orang berjudi kartutidak akan bisa kaya. Malah menjadikan rusaknyakeluarga. Sudah kapok sungguh”.
Fajar : Demi Allah Mas.“Demi Allah Mas”
Konteks : Terjadi peristiwa yang dilakukan oleh Soni (O1) danFajar (O2). Soni mengingatkan Fajar bahwa berjudiitu tidak akan bisa menjadi kaya, malah merusakkankeluarga. Apaka Fajar sudah kapok. Fajarbersumpah tidak akan berjudi lagi.
(R. 24 – 4 – 2007. 72)
(53) Siti : Mas Bari, apa sida tindak Jepang ? Yen sida terus pirangsasi
“Mas Bari apakah jadi pergi ke Jepang ? Jika jadi terusberapa bulan Mas”.
Bari : Kira-kira 36 wulan, yen kontrake diperpanjang ya luwihsaka iku. Gelem ngenteni aku?. Yen ora sabar nikahadhisik.
“Kira-kira 36 bulan, jika kontraknya diperpanjang ya lebihdari itu. Mau menunggu saya ? Jika tidak sabarmenikahlah dahulu”.
Siti : Yakin Mas, aja sumelang.“Yakin Mas, jangan khawatir”
361
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Siti dan Bari. Mereka salaingmencintai dan berencana akaan segera menikah. Bariakan bekerja di Jepang 36 bulan. Siti ditanya apakah maudan sabar menunggunya, bila tidak dipersilakan menikahlebih dahulu. Siti bersumpah akan menunggu sampai Baripulang.
(C. 28 – 7 – 2007. 73)
(54) Sukamta : Bud, yen terus ngene iki ndang ditutup wae tokone.Urusan keuangan kowe ora beres. Tagihan materialjenenge rugi. Bareng uripmu wis kecukupan, oragelem ngurus toko
“Bud, jika terus begini ini segera ditutup saja tokonya.Urusan keuangan kamu tidak beres. Tagihanmaterial ya tidak beres. Modal semakin tipis,namanya rugi. Setelah hidupmu tercukupi, tidak maumengurus tokonya”.
Budi : Sumpah Mas, wiwit saiki menejemen tokotakdandanane, aja nglokro.
“Sumpah Mas, mulai sekarang menejemen toko akankuperbaiki. Jangan putus asa”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Sukamta (O1) dan Budi(O2). Sukamta menegur adiknya Budi karena tidakberes mengurus keuangan dan tagihan material.Stelah Budi hidupnya tercukupi, dianggap tidak maumengurus tokonya lagi. Budi bersumpah akanmemperbaiki menejemen toko itu.
(R. 1 – 8 – 2007. 74)
(55) Muzaki : Le, apa ya wis mantep tenan ta sing arep sekolahna luar negeri. Ana kana ora duwe sedulur, adohwong tuwa. Yen ana apa-apa terus piye ?. Apa kowewani tenan ?
“Le apa ya sudah mantap sungguh ta yang akan sekolahke luar negeri. Di sana tidak mempunyai saudara, jauhorang tua. Jika ada apa-apa terus bagaimana?. Apakahberani sungguh kamu ?.
362
Yusuf : Yakin, mantep Mas, sumpahku nadyan angeltaklakonane.
“Yakin, mantap Mas, sumpahku walaupun sulit akankulakukan”.
Konteks : Terjadi Peristiwa tutur yang dilakukan Muzaki dan Yusuf.Muzaki menanyakan kemantapan Yusuf yang akansekolah ke luar negeri, karena jauh saudara dan orangtua. Yusuf sudah yakin dan mantap untuk sekolah keluar negeri. Ia bersumpah walaupun sulit akan dijalani.
(R. 28 – 1 – 2007. 75)
4. Tindak Tutur Komisif Bernadar
(56) Umi : Le, uripmu kok kebak lelara. Kapan ndang waras kayakanca-kanca mu..
‘Le, hidupmu kok penuh penyakit. Kapan segera sehatseperti teman-temanmu’.
Yadi : Mbok, yen Allah isih kersa ngingu aku, mesti waras.‘Ibu, jika Allah masih berkenan memelihara saya, ø (aku)pasti sembuh’.
Umi : Bener le.... . Ngene, suk yen wis waras tenan,taktukokake sepedha anyar.
‘Benar le...... . Begini, besok jika sudah sehat betul, jikakhitananmu akan kubelikan sepeda baru’.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Yadi dan Umi.Mereka adalah suami istri yang mempunyai anak laki-lakiyang sedang sakit. Umi bernadar jika nanti anaknya sehatakan dibelikan sepeda baru.
(R. 18 – 1 – 2008. 5, 26)
(57) Sunarna : Gus, kowe kok ora waras-waras, ndang warasa.’Gus, kamu kok tidak sehat-sehat, segera sehatlah.’
Giyarti : Pak, yen waras suk yen supit arep daktanggapakedhalang Anom Suroto.
’Pak, kalau besuk sehat jika khitan akan saya tanggapkandalang Anom Suroto.’
363
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakaukan oleh Sumarno danGiyarti. Mereka mempunyai anak bernama Agus. Anaktersebut sakit tidak kunjung sehat. Giyarti bernadar jikakelak sehat dan khitan akan ditanggapkan dalang AnomSuroto.
(C. 26 – 5 – 2008. 45)
(58) Suciati : Mas, Tanta ki wis umur telung (3) taun kok durung bisa mlaku.Kancane wis playon tekan ngendi-endi. Piye ta Mas anakedhewe iki.
”Mas, Tanta ini sudah umur tiga tahun kok belum dapatberjalan. Teman-temannya sudah berlari-lari sampai dimana-mana. Bagaimana ta Mas anak kita ini”.
Sapardi : Mlakua Le, suk takjak menyang kraton Sala.
“Berjalanlah Le, besok akan kuajak pergi ke kraton Sala”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang dilakukan oleh Suciati danSapardi. Mereka mempunyai anak laki-laki bernamaTanta yang sudah umur tiga tahun dan sedang sakit danbelum dapat berjalan. Sapardi bernadar jika Tanta dapatberjalan akan diajak ke kraton Sala.
(C. 17 – 08 – 2008. 46)
(59) Marsih : Bas, mlebu perguruan tinggi saiki angel, tur bayare larang.Mula usahaa lan dongaa tetanan.‘Bas, masuk perguruan tinggi sekarang sulit, lagi pula bayarnyamahal. Maka sungguh-sungguh berusahalan dan berdoalah.’
Basuki : Suk yen aku bisa ketampa ana UGM aku arep pasa SeninKamis.”Besuk jika saya diterima di UGM saya akan berpuasa SeninKamis”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur yang diakukan oleh Marsih dan Basuki.Marsih mengatakan bahwa masuk perguruan tinggi itu sulit danbayarnya mahal, maka Basuki dimnita berusaha sungguh-sungguhdan berdoa supaya dapat diterima. Basuku bernadar apabilakelaaka diterima di UGM akan menjalankan puasa Senin danKamis.
(R. 07 – 05 – 2007. 47)
364
(60) Slamet : Ni, wiwit cilik kok kesehatanmu ora apik, dhela-dhela na rumahsakit. Saiki malah wis setengah sasi turu na klinik. Ndang sehatya. Suk yen payu rabi nikahmu daktanggapke wayang.
”Ni, sejak kecil kok kesehatanmu tidak baik, sebentar-sebentar kerumah sakit. Sekarang malah sudah setengah bulan tidur di klinik.Segeralah sehat ya. Besok jika dilamar orang nikahmu akankutanggapkan wayang”.
Tini : Mugi-mugi Gusti Allah enggal paring sehat ya Pak.”Semoga Gusti Allah segera memberi sehat ya Pak”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Slamet dan Tini. Slamet mengeluhkankesehatan Tini sejak kecil kurang baik. Slamet bernadar jika kelakTini sehat dan dilamar orang pernikahannya akan ditanggapkanwayang.
(R. 15 – 01 – 2009. 62)
(61) Ari : Mbak Ambar, jebulane melu tes CPNS kok angel banget ya.Ketampa apa ora ya mbak.”Mbak Ambar, ternyata ikut tes CPNS kok sulit sekali ya.Diterima apa tidak ya Mbak”.
Ambar : Ya saiki kari ndonga nyuwun Gusti Alloh muga-muga bisaKetampa.
”Ya sekarang tinggal berdoa meminta Gusti Alloh semoga dapatditerima”.
Ari : Mbak, suk yen aku ketampa CPNS aku arep syukuranmenehi seragam 20 setel kanggob bocah-bocah PantiAsuhan Aisyiah Sala.
”Mbak, besok jika saya diterima CPNS saya akan syukuranmemberi seragam 20 setel untuk anak-anak Panti AsuhanAisyiah Sala”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Ari dengan Ambar. Ari menyatakanbahwa ikut tes CPNS sulit sekali. Jika nanti diterima ia bernadarakan syukuran memberi 20 setel seragam untuk anak-anak PantiAsuhan Aisyiah Sala.
(R. 16– 9 – 2007. 64)
365
(62) Suraji : Nu, bijimu kok ora tau apik ta. Sinaua sing sregep sukben bisa lulus sekolahmu. Menawa bijimu apik lan bisalulus tenan suk taktukokake Honda.
“Nu, nilaimu kok tidak pernah baik ta. Belajarlah yang rajin besokagar bisa lulus sekolahmu. Jika nilaimu baik dan sungguh dapatlulus akan kubelikan Honda”.
Ibnu : Nggih Pak, mugi-mugi kula saged nglampahi.“Ya Pak, semoga saya dapat menjalani”.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Suraji (O1) dan Ibnu (O2), merekaadalah ayah dan anaknya. Ibnu diminta rajin belajar agarnilainya baik dan dapat lulus sekolah. (O1) bernadar jika (O2)sungguh dapat lulus sekolah dan nilainya baik akan dibelikanHonda.
(R. 21 – 9 – 2007. 76)
(63) Ngadini : Ret, ndang sinaua ta. Bapak pengin kowe bisa lulus SMK.‘Ret, segera belajarlah ta. Bapak ingin kamu dapat lulusSMK’.
Retna : Yen bijiku apik arep diparingi apa pak ?Jika nilaiku baik akan diberi apa Pak ?
Ngadini : Lamun bijimu apik, suk takpundutake kios na pasarKranggan.‘Juka nilaimu baik besok akan kubelikan kios di pasarKranggan’.
Konteks : Terjadi peristiwa tutur antara Ngadini dan Retna. Ngadinibernadar apabila nilai Retna yang sedang sekolah di SMKdapat lulus, akan dibelikan kios di pasar Kranggan.
(R. 26 – 11 – 2007)