TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH...

97
TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH AYAT 7 - 56 ( Kajian Analisa Perbandingan Antara Tafsir Al-Marâghî dengan Tafsir Al-Misbâh ) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud) Penulis: Muhammad Malik NIM. 106034001205 JURUSAN TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H. / 2011 M.

Transcript of TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH...

Page 1: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH

AYAT 7 - 56

( Kajian Analisa Perbandingan Antara Tafsir Al-Marâghî dengan Tafsir Al-Misbâh )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Penulis:

Muhammad Malik

NIM. 106034001205

JURUSAN TAFSIR-HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H. / 2011 M.

Page 2: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH

AYAT 7 - 56

( Kajian Analisa Perbandingan Antara Tafsir Al-Marâghî dengan Tafsir Al-Misbah )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Penulis:

M u h a m m a d M a l i k

N I M. 1060 3400 1205

Di bawah Bimbingan:

Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA

NIP. 19711003 199903 2 001

JURUSAN TAFSIR-HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H. / 2011 M.

Page 3: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH

AYAT 7 - 56; Kajian Analisa Perbandingan Antara Tafsir Al-Marâghî dengan

Tafsir Al-Misbâh telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud) pada Program Studi

Tafsir Hadis.

Jakarta, 15 Maret 2011

Sidang Munaqasah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota

Dr. Bustamin, M.Si Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA

NIP. 19630701 199803 1 003 NIP. 19711003 199903 1 002

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Dr. M. Suryadinata, MA Dr. Bustamin, M.Si

NIP. 19600908 198903 1 005 NIP. 19630701 199803 1 003

Pembimbing,

Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA

NIP. 19711003 199903 1 002

Page 4: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 21 Maret 2011

Muhammad Malik

Page 5: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur tersanjung hanya bagi Allah SWT., yang dengan

taufiq-Nya penelitian berjudul “TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM

SURAT AL-WÂQI’AH AYAT 7 - 56; Kajian Analisa Perbandingan Antara

Tafsir Al-Marâghî dengan Tafsir Al-Misbâh” ini dapat selesai, demikian juga,

salawat serta salam semoga tercurahkan untuk Rasulullah SAW.

Sebagai karya tulis yang da‟if, terutama di dalam penelitian ini masih

terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, yang kelak ditemukan oleh mereka

yang mau menelaah dengan teliti. Segala kesalahan tersebut tak lain adalah bukti

keterbatasan penulis di dalam melakukan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini tak luput dari jasa lembaga dan

orang-orang tertentu yang telah membantu penulis, baik secara moril maupun

materil. Atas segala bantuan tersebut, penulis sampaikan banyak terima kasih;

khususnya kepada:

1. Segenap civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor), Prof. Dr. Zainun Kamal, MA (Dekan

Fakultas Ushuluddin), Dr. Bustamin, M.Si (Ketua Jurusan Tafsir-Hadis) dan

Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA (Sekjur Tafsir-Hadis).

2. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, selaku pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktunya di tengah-tengah kesibukan beliau untuk membantu,

membimbing, dan mengarahkan penulisan skripsi ini.

Page 6: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

vi

3. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen di jurusan

Tafsir-Hadis yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, sehingga berkat

merekalah penulis mendapatkan setetes ilmu pengetahuan.

4. Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan

Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan Iman Jama‟ yang telah memberikan

pelayanan dalam memberikan literatur kepada penulis dalam menyusun

skripsi ini.

5. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan motivasi, bimbingan,

pendidikan, dan pengajaran, serta senantiasa mendoakan penulis untuk

mencapai kesuksesan di masa depan.

6. Mamang, teteh dan adik penulis yang selalu setia memberi semangat penulis

dalam menyelesaikan studi.

7. Teman-teman penulis di mana pun berada khususnya sahabat-sahabat penulis

mahasiswa Tafsir-Hadis angkatan 2006/2007 dan teman-teman KKN Sirna

Ruju / Jayanti.

8. Terakhir, untuk seluruh orang yang pernah melihat saya, bertemu dengan saya,

dan bertukar pikiran dengan saya.

Jazâkumullah ahsan al-Jazâ, Âmîn…

Jakarta,15 Maret 2011

Penulis,

Page 7: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI1

Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis bawah ص

d de dengan garis bawah ض

t te dengan garis bawah ط

z zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik keatas, menghadap ke kanan „ ع

gh ge dan ha غ

f ef ؼ

q ki ؽ

k ka ؾ

1 Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105

Page 8: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

viii

l el ؿ

m em ـ

n en ف

w we و

h ha هػ

apostrof „ ء

y ye ي

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

______ a fathah

___ ___ i kasrah

______ u Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ____ي

و____ au a dan u

Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ــا

ـيـ î i dengan topi di atas

ــوـ û u dengan topi di atas

Page 9: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

ix

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh

huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân

bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tashdid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secara lisan

berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,

demikian seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf

/t/ (lihat contoh 3).

Contoh:

No Kata Arab Alih aksara

tarîqah طريقة 1

al-jâmî‟ah al-islâmiyyah الجامعة اإلسالمية 2

wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang

Page 10: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

x

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain

yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan

lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal

atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid

Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)

atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak

miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar

katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,

tidak „Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

Cara Penulisan kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)

ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-

kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas.

Kata Arab Alih Aksara

dzahaba al-ustâzu ذهب األستاذ

tsabata al-ajru بت األجر ثػ

al-harakah al-„asriyyah الحركة العصرية

asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh أشهد أف ال إله إال اهلل

Maulânâ Malik al-Sâlih موالنا ملك الصالح

yu‟atstsirukum Allah اهلليػؤثػركم

al-mazâhir al-„aqliyyah المظاهر العقلية

al-âyât al-kauniyyah اليات الكونية

al-darûrat tubîhu al-mahzûrât الضرورة تبيح المحظورات

Page 11: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

PENGESAHAN PEMBIMBING ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN iii

KATA PENGANTAR v

PEDOMAN TRANSLITERASI vii

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian 7

D. Kajian Pustaka 8

E. Metodologi Penelitian 8

F. Sistematika Penulisan 10

BAB II SURAT AL-WÂQI’AH ( AYAT 7 - 56 ) DALAM TAFSIR

AL-MARÂGHÎ DAN TAFSIR AL-MISBÂH 12

A. Karakteristik Tafsir 12

1) Ahmad Mustafa al-Marâghî 12

a. Potret Pendidikan dan Karir Akademis 12

b. Sistematika dan Metodologi Tafsir 18

2) M. Quraish Shihab 24

a. Potret Pendidikan dan Karir Akademis 24

b. Sistematika dan Metodologi Tafsir 32

Page 12: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

xii

B. Penafsiran Surat Al-Wâqi’ah Ayat 7 - 56 39

1) Penafsiran Al-Marâghî 39

a. Al-Sâbiqûn al-Sâbiqûn (Ayat 10 - 26) 40

b. Ashâb al-Yamîn (Ayat 8, 27 - 40) 46

c. Ashâb al-Syimâl (Ayat 9,41 - 56) 49

2) Penafsiran Quraish Shihab 55

a. Al-Sâbiqûn al-Sâbiqûn (Ayat 10 - 26) 55

b. Ashâb al-Yamîn (Ayat 8, 27 - 40) 59

c. Ashâb al-Syimâl (Ayat 9, 41 - 56) 62

BAB III ANALISA PERBANDINGAN DAN IMPLIKASINYA 66

A. Pengertian Umum Surat Al-Wâqi‟ah (Ayat 7 - 56) 66

1) Persamaan Dan Perbedaan 66

2) Balasan Bagi Ketiga Golongan 72

B. Implikasi Penafsiran Surat Al-Wâqi‟ah ( Ayat 7 - 56 )

Dalam Kehidupan Di Masyarakat 75

BAB IV PENUTUP 80

A. Kesimpulan 80

B. Saran-saran 82

DAFTAR PUSTAKA 83

Page 13: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟ân adalah Kalâm Allâh yang diwahyukan kepada Nabi

Muhammad SAW. melalui perantara Jibril. Kitab suci ini memiliki kekuatan

luar biasa yang di luar kemampuan apapun, sebagaimana firman Allah SWT.:

“Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran Ini kepada sebuah gunung,

pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan

ketakutannya kepada Allah.” (Q.S. Al-Hasyr/59:21)

Untuk mengungkap dan menjelaskan itu semua, tidaklah memadai bila

seseorang hanya mampu membaca dan melunakkan bacaan Al-Qur‟ân dengan

baik. Namun yang diperlukan itu lebih pada kemampuan memahami dan

mengungkap isi serta mengetahui prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.

Kemampuan seperti inilah yang disebut tafsîr.1 Sebab dikatakan, “Tafsir adalah

kunci untuk membuka gudang simpanan yang tertimbun dalam Al-Qur‟ân.

1 Kata tafsîr adalah bentuk masdar dari kata fassara, yang berarti menguraikan dan

menjelaskan segala sesuatu yang dikandung Al-Qur‟ân. Tidak ada istilah atau term dalam Islam

yang cukup bisa menjelaskan proses penalaran yang produktif dalam Islam selain kata tafsîr.

Tafsîr, dalam pengertiannya yang lebih luas, adalah dialog antara teks Al-Qur‟ân yang memuat

cakrawala makna di dalamnya, dengan horizon pengetahuan manusia dan problematika

kehidupannya yang terus mengalami perubahan dan dinamika yang tidak pernah berhenti. Dengan

demikian, kekayaan dan signifikansi teks Al-Qur‟ân sangat tergantung pada pencapaian

pengetahuan sang penafsir. Semakin tinggi tingkat pengetahuan dan keilmuan penafsir, makin

beragam dan signifikan pula makna yang dihasilkan. Lihat Abd. Muin Salim, Metodologi Ilmu

Tafsir, tanpa penerbit (tt, tpn, 2005), cet. Ke-1, h.5

Page 14: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

2

Tanpa tafsir orang tidak akan bisa membuka gudang simpanan tersebut untuk

mendapatkan mutiara dan permata yang ada di dalamnya”.2

Di dalam Al-Qur‟ân, banyak sekali ayat-ayat yang membicarakan

tentang kisah. Pemberian tempat mengenai kisah-kisah di dalam Al-Qur‟ân

mempunyai tujuan agar manusia dapat mengambil pelajaran dan mengambil

hikmah serta manfaat dari peristiwa tersebut.

Surat al-Wâqi‟ah merupakan salah satu surat yang turun sebelum Nabi

Muhammad SAW. berhijrah ke Madinah yang berisi 96 ayat. Surat ini diawali

dengan penjelasan tentang terjadinya hari kiamat dan peristiwa-peristiwa yang

terjadi pada hari itu yang dilanjutkan dengan penjelasan bahwa manusia, pada

hari itu, terbagi ke dalam tiga golongan. Kemudian dilengkapi dengan

penjelasan rinci tentang kenikmatan dan siksaan yang sesuai dengan kadar

kesalehan dan kekafiran masing-masing golongan. Ayat-ayat selanjutnya

memaparkan beberapa bentuk karunia Allah, wujud nyata kekuasaan-Nya yang

ada pada ciptaan-Nya seperti tanaman, air dan neraka, sehingga menjadikan-

Nya pantas untuk dipuji dan disucikan. Ayat-ayat dalam surat ini juga

bersumpah atas kedudukan Al-Qur‟ân yang harus disucikan dan mencela sikap-

sikap orang-orang kafir yang mendustakannya. Padahal seharusnya mereka

bersyukur. Sesudah itu surat ini membicarakan secara global tiga golongan

yang telah disebutkan secara rinci di muka beserta kenikmatan dan siksaan

yang berhak diterima oleh masing-masing. Surat ini ditutup dengan penegasan

2 M. Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Al-Qur‟ân di Indonesia Abad Keduapuluh, Tanpa

Penerbit (tt, tnp, tth), h. 50

Page 15: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

3

bahwa apa yang ada dalam surat ini merupakan keyakinan yang jelas dan

kebenaran yang tetap sehingga Allah pantas untuk disucikan.3

Ada di antara beberapa surat yang memiliki nilai fadilah atau

keutamaan jika membacanya. Di antaranya surat Yâsîn, surat al-Rahmân, surat

al-Mulk, termasuk salah satunya adalah surat al-Wâqi‟ah itu sendiri. Dan tidak

sedikit hadis yang mendukung keutamaan beberapa surat yang terdapat di

dalam Al-Qur‟ân.

Ada dua hadis yang menjelaskan Keutamaan Surat al-Wâqi‟ah,

diantaranya;

م سعود ع و ابن ق ال ن ع نو اهلل ر ضي ع ل يو: اهلل ص لى اهلل ر سول عت س كل:و س لم ي قول سور ة الو اقع ةف ل ة ل تصبوف اق ةأ ب دام نق ر أ 4ل ي

Dari Ibnu Mas‟ûd RA. berkata: saya mendengar Rasulullah SAW. berkata:

“Barang siapa yang membaca surat al-Wâqi‟ah tiap malam maka orang itu

tidak akan pernah ditimpa kefakiran selama-lamanya”

ع نر سولاهللص لىاهللع ل يوو س لم ع ع لموانس اء كمسور ة الو اقع ة:نأ ن س

5اسور ةالغن ف إن ه Dari Anas dari Rasulullah SAW. berkata: “Ajarkanlah istri-istrimu surat

al-Waqi‟ah karena sesungguhnya surat al-Waqi‟ah adalah surat kekayaan”

3 Abdussabur Syahin, Sejarah Al-Qur‟ân,Trjmh. Prof. Dr. Ahmad Bachmid, Lc.,

Jakarta:PT.Rehal Republika,2008,Cet.1, Jld.3 h.66 4 Muhammad bin Abdullah al-Khatîb at-Tabrîzî, Musykâtul Mashâbih, kitâb fadâ‟il

al-qur‟ân, Juz 1, Dârul Fikr.1991, h. 682 5 Ibn Hisân Al-Dîn Al-Hindi, Kanzun Al-Umâl, fî sunan al-aqwâl wa al-af‟âl, Juz.1,

Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1989, h. 582

Page 16: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

4

Kajian fenomenal di dalam Al-Qur‟ân mengenai kiamat (الواقعة(

merupakan bahan wacana yang seharusnya menjadi kajian yang urgen dalam

setiap rentan waktu yang tak terbatas, selain menambah kamajemukan berpikir

juga merupakan wadah setiap manusia untuk meningkatkan setiap detik

kesadaran religinya dan meningkatkan kepada mereka bahwa kiamat itu

semakin dekat.

Allah SWT. menggambarkan tentang kejadian ini di dalam surat ini

(Al-Wâqi‟ah(, bahwa Dia merendahkan suatu kaum dan mengangkat derajat

kaum yang lain. Lalu bumi ketika itu bergoncang sehingga gunung-gunung dan

bangunan-bangunan yang ada di atasnya roboh. Kemudian gunung-gunung

berhamburan seperti debu yang berhamburan di udara. Hingga manusia di

waktu itu terbagi menjadi tiga golongan, yaitu golongan kanan, golongan kiri,

dan orang-orang yang bersegera kepada kebaikan.6

Firman Allah SWT.:

“Dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan alangkah

mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri alangkah sengsaranya

golongan kiri itu. Dan orang-orang yang beriman paling dahulu.”

(Q.S. Al-Wâqi‟ah/56 :7-10)

6 Ahmad Mustafa al-Marâghî, Tafsir al-Marâghî, Trjmh. Bahrun Abu Bakar, Cet. Ke-

Dua, Juz.XXVII, 1989. h.231

Page 17: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

5

Firman Allah SWT.:

“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-

kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat Ini Telah

datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-

orang yang beriman.” (Q.S. Hûd/11: 120)

Berdasarkan ayat di atas, penulis merasa tertarik untuk mendalami

kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur‟ân, termasuk ayat-ayat yang mem-

bahas perihal hari akhir atau kiamat. Dan kali ini penulis akan mencoba

menganalisa kembali surat Al-Wâqi‟ah. Karena surat ini juga sudah tidak asing

lagi ditelinga masyarakat, layaknya surat Yâsîn, al-Rahmân dan Al-Mulk yang

sering dibaca pada waktu-waktu dan momen-momen tertentu. Namun penulis

hanya memfokuskan sebuah kisah yang terdapat dalam surat Al-Wâqiah pada

ayat 7-56, yang berkenaan dengan tiga golongan manusia pada hari kiamat.

Penulis juga tertarik untuk membuat kajian analisa perbandingan

terhadap Tafsir Al-Marâghî yang dikarang oleh Ahmad Mustafa Al-Marâghî

dengan Tafsir Al-Misbâh yang dikarang oleh M. Quraish Shihab. Karena

dalam Analisa perbandingan kedua tafsir ini, penulis akan mengetahui tentang

metode penafsiran, sistematika penulisan, corak pemikiran penafsir dan hal-hal

yang berkait dengan karya kedua tafsir tersebut. Penulis juga bisa mengetahui

apakah tafsir mereka terpengaruh dengan pemikiran mufassir. Karena kedua

mufassir ini mempunyai kecenderungan atau keistimewaan masing-masing.

Alasan penulis memilih tafsir al-Marâghî karena tafsir ini mengandung hal-hal

Page 18: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

6

baru yang relevan dengan kebutuhan umat Islam masa sekarang, yang ditandai

dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang.

Selain itu, argumentasi Al-Qur‟ân menurut Al-Qur‟ân mengisyaratkan luas

wawasan penafsiran yang dibangun olehnya. Begitu juga tafsir ini mengambil

corak sastra budaya kemasyarakatan yang memang berorientasi pada kebutu-

han dan kemaslahatan masyarakat. Sedangkan penulis memilih tafsir al-Misbâh

karena kitab tafsir persembahan dari M. Quraish Shihab yang sangat

representatif dalam dunia tafsir kontemporer, memiliki berbagai macam

disiplin ilmu serta jangkauan pemahaman yang dinamis dan lebih komprehen-

sif. Sedangkan tafsir al-Misbâh itu sendiri menggunakan metode gabungan

antara metode tahlili dan metode maudu‟i. 7

Melihat latar belakang permasalahan di atas, maka penulis mencoba

untuk membahasnya dalam sebuah kajian skripsi yang berjudul “TIGA

GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH AYAT 7 - 56;

Kajian Analisa Perbandingan Antara Tafsir Al-Marâghî dengan Tafsir

Al-Misbâh”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah-masalah yang telah diuraikan di atas, agar

pembahasan terfokus dan tidak melebar, maka penulis merasa perlu memberi

batasan-batasan. Pertama, tidak semua ayat dalam surat Al-Wâqi‟ah yang

dibahas, tetapi hanya pada ayat 7 sampai 56 saja. Kedua, tidak semua tafsir

7 Hamdani Anwar, Telaah kritis terhadap tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab; dalam

MIMBAR AGAMA DAN BUDAYA, Vol.XIX, No.2, 2002, h.162-169

Page 19: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

7

yang menjadi rujukan analisa, tapi hanya dua tafsir antara tafsir al-Marâghî dan

tafsir al-Misbâh.

Alasan penulis menentukan ayat-ayat tersebut adalah untuk memudah-

kan penelitian dan pembahasan. Untuk melihat bagaimana ayat-ayat di atas

dipahami oleh kedua ahli tafsir, maka penulis perlu menjelaskan menurut

pandangan mereka.

Adapun rumusan masalah yang akan dijawab dalam skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Apa persamaan dan perbedaan penafsiran Al-Marâghî dan Quraish

Shihab mengenai “Al-Sâbiqûn Al-Sâbiqûn, Ashâb Al-Yamîn dan Ashâb

Al-Syimâl” dalam surat al-Wâqi‟ah ayat 7 - 56?

2. Apa implikasinya dalam kehidupan di masyarakat?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang ada, maka hal yang

diharapkan menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Dapat menjadi bahan wacana terhadap pengembangan hazanah keilmuan

di bidang tafsir, juga dapat mengetahui persamaan dan perbedaan antara

penafsiran Al-Marâghî dengan Quraish Shihab mengenai “Al-Sâbiqûn

Al-Sâbiqûn, Ashâb Al-Yamîn dan Ashâb Al-Syimâl” dalam surat

al-Wâqi‟ah ayat 7 - 56.

2. Untuk memenuhi tugas akademik yang merupakan syarat dalam

menyelesaikan studi untuk mendapatkan gelar sarjana Strata ( S ) I UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 20: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

8

D. Kajian Pustaka

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan, penelitian tentang masalah

ini masih belum ada yang melakukannya. Peneliti hanya menemukan satu

skripsi yang hanya membahas tantang kualitas hadis yang ditulis oleh Hafid

(Tafsir-Hadis/2009(, dengan judul “Studi Kritik Kualitas Hadis Keutamaan

Membaca Surat Al-Wâqi‟ah Dalam Tafsir Al-Dûr Fî Al-Tafsîr Al-Ma‟tsûr”.

Skripsi ini membahas tentang kualitas hadis keutamaan membaca surat

al-Wâqi‟ah dari kitab tafsir ini, karena al-Suyûtî dalam menafsirkan ayat dalam

tafsir ini tidak memilih hadis-hadis yang sahih saja, prioritas beliau adalah

bagaimana tafsir ini selalu ditafsirkannya dengan hadis-hadis Nabi SAW. Ia

memilih surat al-Wâqi‟ah karena sangat umum dalam pandangan masyarakat

akademis dan masyarakat awam bahwasanya surat al-Wâqi‟ah di sini dipercaya

sebagai surat pesugihan.

Secara khusus penulis berbeda dengan skripsi di atas, karena dilihat dari

judul yaitu membahas “Tiga Golongan Manusia Pada Hari Kiamat” dalam

surat al-Wâqi‟ah yang merujuk kepada tafsir al-Marâghî dan tafsir al-Misbâh.

E. Metodologi Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian

kepustakaan ( Library research ) yaitu mencari dan mengumpulkan berbagai

macam literatur yang relevan dan menelaah dengan pokok masalah yang

dibahas. Adapun buku yang menjadi rujukan utama / sumber primer dalam

penulisan skripsi ini antara lain kitab Tafsir Al-Marâghî karya Ahmad Mustafa

Al-Marâghî dan Tafsir Al-Misbâh karya M. Quraish Shihab.

Page 21: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

9

Penulis juga melakukan pembahasan skripsi ini secara telaah studi

komparatif yaitu dengan mengumpulkan data-data dan pendapat para ahli yang

berkaitan dengan masalah surat al-Wâqi‟ah, kemudian data tersebut

dideskripsikan yang dimaksudkan untuk menuliskan keadaan objek semata-

mata apa adanya. Langkah ini diambil sebagai permulaan yang sangat penting,

karena ia adalah metode dasar bagi penelitian selanjutnya. Quraish Shihab dan

al-Marâghî misalnya, tidak bisa lepas dari lingkungan sosial kemasyarakatan

yang melingkupinya. Dengan itu, penulisan biografi menjadi sangat perlu. Dan

setelah itu dianalisis dari setiap pendapat guna memperoleh kejelasan masalah.

Metode analitis ini dianggap perlu karena akan tersingkap keterlibatan dari

kedua penafsir dengan persoalan-persoalan yang berada di sekitarnya dalam

menatap nilai-nilai yang berlaku dizamannya.

Sedangkan teknik penulisan dan penyusun skripsi ini berpedoman pada

buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang disusun oleh Tim

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta8 dengan beberapa pengecualian:

1. Kutipan ayat Al-Qur‟ân tidak diberi catatan kaki dan terjemahannya

diambil dari “Al-Qur‟ân dan terjemah” yang diterbitkan oleh

Departemen Agama R.I., Jakarta, Proyek Pengadaan.

2. Kutipan yang menggunakan ejaan yang lama diganti dengan ejaan

yang disempurnakan (EYD) kecuali nama orang/pengarang.

8 Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah(Skripsi, Tesis dan Disertasi),

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: CeQda, 2007), cet. Ke-2

Page 22: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

10

F. Sistematika Penulisan

Untuk keserasian pembahasan dan mempermudah analisis materi

dalam penulisan skripsi ini, maka berikut ini penulis jelaskan dalam

sistematika penulisan.

Secara garis besar skripsi ini terdiri dari empat bab. Setiap bab dibagi

menjadi sub bab, dan setiap sub bab mempunyai pembahasan masing-masing

yang antara satu dan lainnya saling berkaitan.

Pada bab pertama, merupakan pendahuluan yang disajikan sebagai

acuan pembahasan bab-bab berikut dan sekaligus mencerminkan isi global

skripsi yang cangkupannya terdiri dari alasan pemilihan latar belakang

masalah (judul), kajian pustaka, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Pada bab kedua, merupakan pembahasan tentang seputar biografi

penafsir secara umum, juga penafsirannya tentang surat al-Wâqi‟ah ayat 7- 56.

Dalam bab ini menjadi dua pembahasan. Pertama, mengenai karakteristik

tafsir antara Ahmad Mustafa al-Marâghî dan M. Quraish Shihab. Masing-

masing terdiri dari potret pendidikan mereka, karya-karya, karir akademis,

sistematika penulisan dan metodologi tafsir. Kedua, mengenai penafsirannya

masing-masing terhadap ayat-ayat yang terdapat di dalam surat al-Wâqi‟ah

ayat 7 - 56.

Kemudian pada bab ketiga, bab ini merupakan analisa perbandingan

dan implikasinya terhadap penafsiran Surat Al-Wâqi‟ah ayat 7 - 56 yang

diantaranya mengenai persamaan dan perbedaan antara Al-Sâbiqûn

Page 23: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

11

Al-Sâbiqûn (balasan kepada orang mukmin yang beriman paling dahulu),

Ashâb Al-Yamîn (balasan kepada golongan kanan) dan Ashâb Al-Syimâl (azab

atas golongan kiri). Kemudian implikasi penafsiran ini dalam kehidupan di

masyarakat.

Dan yang terakhir bab keempat, merupakan penutup dari skripsi ini

yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.

Page 24: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

12

BAB II

SURAT AL-WÂQI’AH (AYAT 7 - 56) DALAM TAFSIR AL-MARÂGHÎ

DAN TAFSIR AL-MISBÂH

A. Karakteristik Tafsir

1) Ahmad Mustafa Al-Marâghî

a. Potret Pendidikan dan Karir Akademis

Nama lengkapnya adalah Ahmad Mustafa bin Mustafa Ibn Muhammad

bin Abdul Mun‟im al-Qadi al-Marâghî (1883-1952).1 Kadang-kadang nama

tersebut diperpanjang dengan kata Beik, sehingga menjadi Ahmad Mustafa

al-Marâghî Beik. Ia berasal dari keluarga yang sangat tekun dalam

mengabdikan diri kepada ilmu pengetahuan dan peradilan secara turun-

temurun, sehingga keluarga mereka dikenal sebagai keluarga hakim. Beliau

lahir di kota Marâghah – sebuah kota kabupaten di tepi barat sungai Nil

sekitar 70 Km. di sebelah selatan kota Kairo – pada tahun 1300 H./1883 M.

Nampaknya, kota kelahirannya inilah yang melekat dan menjadi nisbah bagi

dirinya, bukan keluarganya. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa nama

al-marâghî tidak mutlak menunjukan kapada dirinya.

Ahmad Mustafa al-Marâghî berasal dari kalangan ulama yang taat dan

menguasai berbagai bidang ilmu agama. Hal ini terbukti dengan adanya lima

dari delapan putra Syekh Mustafa al-Marâghî (ayah dari Ahmad Mustafa

1 Hasan Zaini, Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam Tafsir al-Marâghî (Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya, 1996) Cet. I, h. 13

Page 25: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

13

al-Marâghî) adalah ulama besar yang memiliki kharisma besar di Marâghah,

yaitu:

1. Syekh Muhammad Mustafa al-Marâghî yang pernah menjadi syekh

al-Azhâr selama dua periode yaitu tahun 1928-1930 dan 1935-1945.2

2. Syekh Ahmad Mustafa al-Marâghî, yaitu pengarang Kitab Tafsir

al-Marâghî.

3. Syekh Abdul Aziz al-Marâghî, dekan Fakultas Ushuluddin Universitas

Al-Azhâr dan Imam Raja Faruq.

4. Syekh Abdullah Mustafa al-Marâghî, Inspektur Umum pada

Universitas Al-Azhâr.

5. Syekh Abdul Wafa Mustafa al-Marâghî, sekretaris badan penelitian

dan pengembangan Universitas Al-Azhâr.3

Hal ini perlu dijelaskan sebab seringkali terjadi salah persepsi tentang

siapa sebenarnya penulis tafsir al-Marâghî di antara kelima putra Mustafa itu.

Hal yang sering membingungkan karena Mustafa al-Marâghî juga terkenal

sebagai seorang mufassir. Memang benar bahwa sebagai mufassir Muhammad

Mustafa al-Marâghî juga melahirkan sejumlah karya tafsir, hanya saja ia tidak

berhasil menafsirkan Al-Qur‟ân secara menyeluruh. Ia hanya berhasil menulis

2 Muhammad dan Ahmad Mustafa al-Marâghî, keduanya beradik kaka dan sama-sama

mengarang kitab tafsir, serta sama-sama pernah menjadi murid Muhammad Abduh. Muhammad

Mustafa al-Marâghî (kakak) adalah yang penulisan tafsir-nya tidak lenggkap 30 Juz, hanya

beberapa surat seperti surat al-Hujrât, al-Had, dan beberapa ayat dari surat Luqman dan al-„Ashr.

Sungguh pun demikian, ia termasuk salah seorang anggota panitia pembaharuan Universitas

Al-Azhâr. Pada masanya Al-Azhâr dibagi kepada tiga Fakultas, yaitu Fakultas Hukum dan

Syari‟ah, Fakultas Teologi atau Ushuluddin, dan Fakultas Bahasa Arab. Beliau dua kali menjadi

rektor Universitas Al-Azhâr pertama mulai bulan Mei 1928 sampai bulan Oktober 1929, kedua,

mulai bulan April 1935 sampai ia meninggal dunia tanggal 22 Agustus 1945. Lihat Hasan Zaini,

Tafsir Tematik, h.20 3 Hasan Zaini, Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam Tafsir al-Marâghî, h. 20

Page 26: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

14

tafsir beberapa bagian Al-Qur‟ân, seperti surat al-Hujurât dan lain-lain.

Dengan demikian, jelaslah yang dimaksud disini adalah Ahmad Mustafa

al-Marâghî, adik kandung dari Muhammad Mustafa al-Marâghî.

Disamping itu al-Marâghî sebagai keturunan ulama yang menjadi

ulama, ia juga berhasil dengan gemilang dalam mendidik putra-putranya

menjadi ulama dan sarjana yang selalu mengabdikan ilmunya pada

masyarakat, dan bahkan mendapat kedudukan penting sebagai hakim pada

pemerintahan Mesir.

Masa kanak-kanaknya dilalui dalam lingkungan keluarga. Pendidikan

dasarnya ia tempuh pada sebuah Madrasah di desanya, tempat di mana ia

mempelajari al-Qur‟ân, memperbaiki bacaan, dan menghafal ayat-ayatnya,

sehingga sebelum mencapai umur yang ke-13 tahun ia sudah menghafal

seluruh ayat al-Qur‟ân. Disamping itu, ia juga mempelajari ilmu tajwid dan

dasar-dasar ilmu agama yang lain di madrasah tersebut sampai ia menamatkan

pendidikan Tingkat Menengah.4

Setelah menamatkan pendidikan dasarnya tahun 1314 H./1897 M.,

al-Marâghî melanjutkan pendidikannya ke Universitas al-Azhâr di Kairo atas

persetujuan orang tuanya, di samping mengikuti kuliah di Universitas Dârul

„Ulum Kairo.5 Dengan kesibukannya belajar di dua perguruan tinggi ini,

4 Abdullah Mustafa al-Marâghî, al-Fath al-Mubîn Fi Tabaqât al-Ushuliyîn, (Beirut:

Muhammad Amin, 1993), h. 202. Lihat juga. Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam;

Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang 1996) Cet. Ke. 12, h. 77 5 Yang dahulu merupakan perguruan Tinggi yang berdiri sendiri dan sekarang menjadi

bagian dari Cairo University

Page 27: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

15

al-Marâghî dapat disebut sebagai orang yang beruntung, sebab keduanya

berhasil diselesaikan pada saat yang sama, tahun 1909 M.6

Pada tahun 1314 H./1897 M. itulah beliau menuntut ilmu pengetahuan

agama, seperti Bahasa Arab, Balâghah, Tafsîr, Ilmu al-Qur‟ân, Ilmu Hadîs,

Fiqih, Ushul Fiqih, Akhlak, Ilmu Falak dan sebagainya. Pada perguruan tinggi

tersebut, al-Marâghî mendapatkan bimbingan langsung dari tokoh-tokoh

ternama dan ahli dibidangnya masing-masing pada waktu itu, seperti: Syekh

Muhammad Abduh, Syekh Muhammad Bukhait al-Mut‟i, Ahmad Rifa‟i

al-Fayumi, dan lain-lain. Merekalah antara lain yang menjadi narasumber bagi

al-Marâghî, sehingga ia tumbuh menjadi sosok intelektual muslim.7

Setelah Syekh Ahmad Mustafa al-Marâghî menamatkan studinya di

Universitas al-Azhâr dan Dar al-„Ulum, ia memulai karirnya dengan menjadi

guru di beberapa sekolah menegah. Kemudian ia diangkat menjadi direktur

Madrasah Mu‟allimîn di Fayum, sebuah kota setingkat kabupaten (kota

madya), kira-kira 300 km sebelah barat daya kota Kairo. Pada tahun 1916 ia

diangkat menjadi dosen utusan al-Azhâr untuk mengajar ilmu-ilmu syari‟ah

Islam pada Fakultas Ghirdun di Sudan. Di Sudan, selain sibuk mengajar

al-Marâghî juga giat mengarang buku-buku ilmiah. Salah satu buku yang

selesai dikarangnya di sana adalah „Ulum al-Balaghah.8

6 Abdullah Mustafa al-Marâghî, al-Fath al-Mubîn..h. 202, beberapa dosen yang pernah

aktif mengajarnya di al-Azhâr dan Dar al-„Ulum adalah Syekh Muhammad Abduh, Syekh

Muhammad Hasan Al-Adawi, Syekh Muhammad Bahis al-Mut‟î, dan Syekh Muhammad Rifa‟i

al-Fayumi. 7 Hasan Zaini, Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam Tafsir al-Marâghî, h. 17

8 Abdul Djalal, Tafsir al-Marâghî dan Tafsir al-Nûr Sebuah Studi Perbandingan. h. 17

Page 28: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

16

Pada tahun 1920 ia kembali pulang ke Kairo dan diangkat menjadi

dosen bahasa Arab dan ilmu-ilmu syarî‟ah Islam di Dar al-„Ulum sampai

tahun 1940. Disamping itu ia diangkat menjadi dosen ilmu balaghah dan

sejarah kebudayaan islam di Fakultas Adab Universitas Al-Azhâr. Selama

mengajar di Universitas al-Azhâr dan Dar al-„Ulum, ia tinggal di daerah

Hilwan, sebuah kota satelit Kairo, kira-kira 25 km sebelah selatan kota Kairo.

Ia menetap di sana sampai akhir hayatnya, sehingga di kota tersebut terdapat

suatu jalan yang diberi nama jalan al-Marâghî.9

Ahmad Mustafa al-Marâghî juga mengajar pada perguruan Ma‟had

Tarbiyah Mu‟allimât beberapa tahun lamanya, sampai ia mendapatkan piagam

tanda penghargaan dari Raja Mesir, Faruq pada tahun 1361 H. atas jasa-

jasanya tersebut. Piagam tersebut tertanggal 11-01-1361 H. Pada tahun 1370

H./1951 M., yaitu setahun sebelum beliau meninggal dunia, dalam usianya

yang terbentang selama 71 tahun, beliau juga masih mengajar dan bahkan

dipercayakan menjadi direktur Madrasah Utsman Mahir Basya di Kairo

sampai menjelang akhir hayatnya. Beliau meninggal pada tanggal 9 juli 1952

M. / 1371 H. di tempat kediamannya di jalan Zulfikar Basya nomor 37 Hilwan

dan dikuburkan di pemakaman keluarganya di Hilwan, kira-kira 25 km

disebelah kota Kairo.10

Berkat didikan Syekh Ahmad Mustafa al-Marâghî, lahirlah ratusan,

bahkan ribuan ulama/sarjana dan cendikiawan muslim yang bisa dibanggakan

9 Abdullah Mustafa al-Marâghî, al-Fath al-Mubîn ,h.114

10Abdul Djalal, Tafsir al-Marâghî dan Tafsir al-Nûr Sebuah Studi Perbandingan. h. 18

Page 29: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

17

oleh berbagai lembaga pendidikan islam, yang ahli dan mendalami ilmu-ilmu

agama Islam.

Diantara mahasiswa Ahmad Mustafa al-Marâghî yang berhasil dari

Indonesia adalah:

1. Bustami Abdul Ghani, Guru Besar dan dosen Program Pasca sarjana

IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Mukhtar Yahya, Guru Besar IAIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta.

3. Mastur Djahri, dosen senior IAIN Antasari Banjarmasin.

4. Ibrahim Abdul Halim, dosen senior IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Abdul Rozak al-Amudy, dosen senior IAIN Sunan Ampel Surabaya.11

Ahmad Mustafa al-Marâghî menyadari bahwa setiap masa mempunyai

karakter sendiri-sendiri, baik dalam sikap masyarakat, tradisi, akhlak dan cara

berfikir pasti berbeda antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu

al-Marâghî merasa perlu untuk mengeluarkan sebuah kitab tafsir dengan corak

yang sesuai dengan masa kini atau bersifat kontemporer dan sesuai dengan

kondisi pluralis masyarakat yang ada. Namun demikian al-Marâghî masih

tetap menganggap perlu untuk mengikuti pendapat-pendapat mufassir

sebelumnya sebagai wujud penghargaan al-Marâghî atas kerja keras yang

telah mereka lakukan.

Ia telah melakukan banyak hal. Selain mengajar di beberapa lembaga

pendidikan yang telah disebutkan, ia juga memberikan kontribusi yang besar

11

Departeman Agama RI, Ensiklopedi Islam (Jakarta: t.p., 1993), Jld.2, h.696

Page 30: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

18

terhadap umat lewat beragam karyanya. Salah satu di antaranya adalah kitab

tafsir yang beredar di seluruh dunia Islam sampai saat ini.

Diantara buah pena yang dapat dihasilkan dan dibaca diantaranya:

„Ulûm al-Balâghah, Hidâyah al-Tâlib, Tahbîz al-Tandîh, Buhuts wa Ara,

Tarikh „Ulum al-Balaghah wa Ta‟rif Bi rijâliha, Mursyid al-Tulâb, al-Mujasfi

„Ulûm wa al-Usûl Al-Diyanât wa al-Akhlâq, al-Hisâb Fi al-Islâm, al-Rifqi bi

al-Hayawân Fi al-Islâm, Syarah Tsalâsîn Hadîsan, Tafsir Juz Innama

al-Sabîl, Risalât Fi Zauzat al-Nabi, Risalât Ishat Ru‟yat al-Hilâl Fi Ramadân,

al-Khutbah Wa al-Khutaba Fi Daulat al-Umawiyah Wa al-„Abbasiyah,

al-Mutâla‟ah al-Arabiyah Li al-Madâris al-Sudaniyah. 12

Penulisan sekian banyak karyanya ini tidak terlepas dari rasa

tanggungjawab al-Marâghî sebagai salah seorang ulama tafsir yang melihat

begitu banyak problema yang membutuhkan pemecahan dalam masyarakat-

nya. Ia merasa terpanggil untuk menawarkan berbagai solusi berdasarkan

dalil-dalil Qur‟ani sebagai alternatif untuk dijadikan cara pemecahan yang

aktual dan pemecahan menurut Islam di masa modern ini.

b. Sistematika dan Metodologi Tafsir

Sebagaimana yang dituliskan al-Marâghî dalam mukaddimah tasirnya

ia menjelaskan bahwa dimasa sekarang orang sering menyaksikan banyak

kalangan yang cenderung memperluas cakrawala pengetahuan dibidang

agama, terutama sekali dibidang tafsir al-Qur‟ân dan Sunnah Rasul, kitab-

kitab tafsir tersebut banyak memberitakan manfaat karena menyikap berbagai

12

Kafrawi Ridwan, et. Al (ed), Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve

Jakarta, 1994), cet. Ke-3, h.166, lihat juga Abdullah Mustafa al-Marâghî, al-Fath al-Mubîn Fi

Tabaqât al-Ushuliyîn (Beirut: Muhammad Amin, co. 1934). h. 204

Page 31: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

19

persoalan agama dan bermacam-macam kesulitan yang tidak mudah dipahami,

namun kebanyakan telah banyak dibumbui dengan istilah-istilah ilmu yang

lain, seperti ilmu balaghah, nahwu, saraf, fiqih, tauhîd, dan ilmu lainnya, yang

justru merupakan hambatan bagi pemahaman al-Qur‟ân secara benar bagi para

pembaca.13

Namun demikian al-Marâghî mengulas, hal ini memang tidak bisa

disalahkan, karena ayat-ayat al-Qur‟ân sendiri memberikan isyarat tentang hal

itu. Tetapi saat ini dapat dibuktikan dengan dasar penyelidikan ilmiah dan data

autentik dengan berbagai argumentasi yang kuat, bahwa sebaiknya tidak perlu

ditafsirkan al-Qur‟ân dengan analisa ilmiah yang hanya berlaku seketika.

Sebab, dengan berlalunya masa, sudah tentu situasi tersebut akan berubah.

Apalagi, tafsir-tafsir dahulu itu dulu ditampilkan dengan gaya bahasa yang

hanya bisa dipahami oleh para pembaca yang semasa.14

Seiring problema yang terus berkembang dan menjadikan Al-Qur‟ân

sebagai kenyataan yang bisa meminimalisir permasalahan-permasalahan

agama dan sosial, seiring pula para penafsir mengembangkan dan memberikan

corak yang varian terhadap tafsir mereka. Para ulama tafsir membagi metode

penulisannya kedalam empat metode tafsir, yaitu:15

1) Metode Tahlili, Berasal dari kata halala Yuhalilu, Tahlili yang berarti

mengurai atau menganalisis. Metode tahlili adalah tafsir yang menyoroti

ayat-ayat Al-Qur‟ân dengan memaparkan segala makna dan aspek yang

13

Hasan Zaini, Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam Tafsir al-Marâghî, h. 24 14

Hasan Zaini, Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam Tafsir al-Marâghî, h. 25 15

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur‟ân Al-Karîm, h. V, (pengantar), lihat juga Sejarah

„Ulum al-Qurân (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), cet. Ke-1, h.172-192

Page 32: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

20

terkandung di dalamnya sesuai urutan bacaan yang terdapat dalam

Al-Qur‟ân Mushaf Utsmani. Tafsir ini disebut juga Tajzi‟i (parsial).

2) Metode Ijmali (global) adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-

ayat Al-Qur‟ân secara global dan singkat, sehingga terasa oleh

pembacanya bagai tetap dalam gaya dan kalimat-kalimat Al-Qur‟ân.

3) Metode Muqarran (komparatif) adalah tafsir yang berupaya membanding-

kan satu ayat dengan ayat lain atau dengan hadis Nabi SAW. yang

terkesan bertentangan atau juga membandingkan pendapat dua ulama atau

lebih menyangkut ayat-ayat tertentu.

4) Metode Maudu‟i (tematik) dinamai juga metode tauhidy yaitu menyajikan

pesan ayat-ayat al-Qur‟ân yang berbicara satu topik dalam kesatuan utuh.

Metode ini mempunyai dua bentuk. Pertama, yaitu tafsir yang membahas

satu surat Al-Qur‟ân secara menyeluruh, memperkenalkan dan menjelas-

kan maksud-maksud umum dan khususnya secara garis besar dengan cara

menghubungkan ayat yang satu dengan ayat yang lain dan atau antara satu

pokok masalah dengan pokok masalah lain. Kedua, tafsir yang

menghimpun dan menyusun ayat-ayat Al-Qur‟ân yang memiliki kesamaan

arah dan tema, kemudian memberikan penjelasan dan mengambil

kesimpulan, di bawah satu bahasan tema tertentu.

Dengan melihat uraian di atas, maka tafsir al-Marâghî menggunakan

metode Tahlili. Bila dibandingkan dengan kitab-kitab tafsir yang lain, baik

sebelum atau sesudah Tafsir al-Marâghî, termasuk Tafsir al-Manâr yang

dipandang modern, ternyata tafsir al-Marâghî mempunyai sistematika

Page 33: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

21

penulisan sendiri, yang membuatnya berbeda dangan tafsir-tafsir lain tersebut.

Sedang coraknya sama dengan corak Tafsir al-Manâr karya Muhammad

Abduh dan Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur‟ân al-Karîm karya Muhammad

Syaltut, dan Tafsir al-Wad‟i karya Muhammad Mahmud Hijazi.16

Semuanya

itu mengambil Adabi Ijtima‟i. Menurut Husain al-Dzahabi, Adabi Ijtima‟i

adalah corak penafsiran yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟ân berdasarkan

ketelitian ungkapan-ungkapan yang disusun dengan bahasa yang lugas,

dengan menekankan tujuan yang pokok diturunkannya al-Qur‟ân, lalu

mengaplikasikannya pada tatanan sosial, seperti pemecahan masalah-masalah

umat islam dan bangsa pada umumnya, sejalan dengan perkembangan

masyarakat.17

Adapun sistematika penulisan tafsir al-Marâghî yang dikemukakannya

dalam Mukaddimah tafsirnya adalah sebagai berikut.18

1. Mengemukakan Ayat-ayat di Awal Pembahasan

Pada setiap bahasan Al-Marâghî memulai dengan satu, dua lebih ayat-

ayat al-Qur‟ân yang kami susun sedemikian rupa hingga memberikan

pengertian yang menyatu.

2. Menjelaskan Kosa Kata

Kemudian ia sertakan penjelasan-penjelasan kata secara bahasa, jika

memang terdapat kata-kata yang dianggap sulit dipahami oleh para pembaca.

16

Ahmad Akram, Tarikh „ilm al-Tafsir wa Manahij al-Mufassirî, ter. Ali Hasan al-„Aridh,

Sejarah dan Metodologi Tafsir (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1992), Cet. Ke-2, h. 72 17

Muhammad Husain al-Dzahabi, Al-Tafsîr wa Al-Mufassirûn (t.p. 1986) cet. Ke-2, jilid

2, h. 574, lihat juga Sejarah dan „Ulum al-Qur‟ân, h. 184 18

Hasan Zaini, Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam Tafsir al-Marâghî, h. 26-30

Page 34: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

22

3. Menjelaskan Pengertian Ayat-ayat Secara Global

Kemudian, Al-Marâghî menyebutkan ayat-ayat secara ijmal, dengan

maksud memberikan pengertian ayat-ayat di atasnya secara global. Sehingga

sebelum memasuki pengertian tafsir yang menjadi topik utama, para pembaca

telah terlebih dahulu mengetahui ayat-ayat secara ijmal.

4. Menjelaskan Sebab Turun Ayat

Kemudian, ia pun akan menyertakan bahasan Asbâbun an-Nuzul jika

terdapat riwayat sahih dari hadis yang menjadi pegangan para mufassir.

5. Meninggalkan Istilah-istilah Yang Berhubungan Dengan Ilmu

Pengetahuan

Di dalam tafsir ini, sengaja mufassir mengesampingkan istilah yang

berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Misalnya ilmu Saraf, Nahwu,

Balaghah dan lain-lain, walaupun masuknya ilmu-ilmu tersebut justru

merupakan suatu penghambatan bagi para pembaca di dalam mempelajari

kitab-kitab tafsir. Meskipun ia mengingkari visi dan paradigma tafsir

al-Qur‟ân ilmiah, akan tetapi ia juga berusaha memadukan karena mengikuti

metodologi gurunya, Muhammad Abduh dalam mengkompromikan antara

Islam dengan sivilisasi Barat antara sikap mereka yang menolak terhadap visi

dan paradigma tersebut dengan sikap para pendukung dan penganjurnya,

karena itu beliau masih mentolelir jika antara tekstualitas ayat dengan realitas

ilmiah yang fixed itu ada kesesuaian.19

19

Seperti yang ia katakan berangkat dari sini, saya tidak ingin mengatakan bahwa

al-Qur‟ân ini memuat seluruh ilmu pengetahuan, baik secara global maupun sistematis dengan

model pendidikan yang sudah dikenal. Namun, saya ingin menegaskan bahwa al-Qur‟ân memang

telah membawa dasar-dasar secara general apa saja yang bisa dipersepsikan oleh manusia

Page 35: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

23

6. Gaya Bahasa Para Mufassir

Al-Marâghî sadar bahwa kitab-kitab tafsir terdahulu disusun dengan

gaya bahasa yang sesuai dengan para pembaca ketika itu, yang sudah barang

tentu sangat dimengerti oleh mereka. Kebanyakan mufassir, di dalam

menyajikan karya-karyanya itu menggunakan gaya bahasa yang ringkas,

sekaligus sebagai kebanggaan mereka karena mampu menulis dengan cara itu.

7. Pesatnya Sarana Komunikasi Di Masa Modern

Masa sekarang ini ternyata mempunyai ciri tersendiri. Masyarakat

lebih cenderung menggunakan gaya bahasa sederhana yang dapat dimengerti

maksud dan tujuannya. Terutama ketika bahasa itu dipergunakan sebagai alat

komunikasi sehingga melahirkan kejelasan pengertian. Karenanya, sebelum

Al-Marâghî melakukan pembahasan, terlebih dahulu membaca seluruh kitab-

kitab tafsir terdahulu yang beraneka kecenderungannya dan masa ditulisnya.

Sehingga ia memahami secara keseluruhannya sisi kitab-kitab tersebut.

Kemudian, ia berusaha mencernanya, dan ia sajikan dengan gaya bahasa yang

bisa dimengerti di masa sekarang.

8. Seleksi Terhadap Kisah-kisah Yang Terdapat Di Dalam Kitab-kitab

Tafsir

Pada dasarnya, fitrah manusia selalu ingin mengetahui hal-hal yang

masih samar, dan berupaya menafsirkan hal-hal yang masih dianggap sulit

berdasarkan pengetahuannya dan untuk diaktualisasikan, agar dia sampai pada tataran (manusia

sempurna), dia telah membiarkan pintu itu terbuka bagi orang-orang berilmu, mereka yang pekerja

ilmu pengetahuan, yang beragam bentuknya, agar mereka bisa menjelaskan delik-deliknya kepada

manusia, sesuai dengan apa yang mereka terima pada era dimana mereka hidup disana. Abdul

Majid Abdussalam al-Muhtasib, Visi dan Paradigma Tafsir al-Qur‟ân Kontemporer (Jakarta: al-

Izzah 1997) cet. 1, h. 323

Page 36: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

24

untuk dapat diketahui. Terdesak oleh kebutuhan tersebut, mereka justru

mengidentifikasi permasalahan kepada ahli kitab – baik kalangan Yahudi

maupun Masehi. Ketika mereka menceritakan kepada umat Islam kisah yang

dianggap sebagai interpretasi mengenai hal-hal yang sulit di dalam al-Qur‟ân,

padahal mereka tersebut bagaikan orang-orang yang mencari kayu bakar

dikegelapan malam, mereka mengumpulkan apa saja yang didapat, kayu

maupun yang lainnya, sebab kisah-kisah mereka tidak melalui proses seleksi.

Hal ini diungkapkan oleh beliau sendiri pada mukadimahnya, “Maka

dari itu kami tidak perlu menghadirkan riwayat-riwayat kecuali riwayat

tersebut dapat diterima dan dibenarkan oleh ilmu pengetahuan. Dan, kami

tidak melihat di sana hal-hal yang menyimpang dari permasalahan agama

yang tidak diperselisihkan lagi oleh para ahli. Menurut kami, yang demikian

itu lebih selamat untuk menafsirkan Kitabullah secara lebih menarik hati

orang-orang yang berkebudayaan ilmiah yang tidak bisa puas kecuali dengan

bukti-bukti dan dalil-dalil, serta cahaya pengetahuan yang benar”.

Berdasarkan pertimbangan di atas, al-Marâghî melihat langkah yang

baik dalam pembahasan tafsirnya ialah tidak menyebutkan masalah-masalah

yang berkaitan erat dengan cerita orang terdahulu, kecuali cerita-cerita

tersebut tidak bertentangan dengan prinsip agama yang sudah tidak

diperselisihkan.

Page 37: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

25

2) M. Quraish Shihab

a. Potret Pendidikan dan Karir Akademis

Quraish Shihab menjadi sosok yang penuh karisma dalam warisan

dunia tafsir kontemporer. Karenanya, bayak problem keagamaan dan sosial-

teologi yang dapat dijawab oleh Quraish ini menjadikannya sosok yang unik

dalam memahami keagamaan. Dengan keluasan sebuah pengetahuan ia

mengelola dan memproduksi agama dari bentuk transenden menuju iman, dari

yang berwajah simbolik menuju subtantif, dari yang tak terpikirkan menuju

yang terpikirkan.

Muhammad Quraish Shihab dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1944

di Rappang, Sulawesi Selatan. Ia berasal dari keturunan Arab yang terpelajar.

Ia merupakan salah satu putra dari Prof. KH. Abdurrahman Shihab (1905-

1986) seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir.20

Memiliki reputasi

baik dalam dunia pendidikan di Sulawesi selatan, Kontribusinya terbukti dari

usahanya membina dua perguruan tinggi di Ujung padang, yaitu Universitas

Muslim Indonesia (UMI) dan IAIN Alaudin Ujung Padang.21

Quraish Shihab pertama sekali belajar bahasa Al-Qur‟ân langsung dari

ayah kandungnya sendiri yang secara rutin dilaksanakan sehabis maghrib,

ayahnya selalu mengajak Quraish Shihab dan saudara-saudara yang lain untuk

bercengkrama bersama dan sesekali memberikan petuah-petuah keagamaan

dengan memasukan makna ayat-ayat Al-Qur‟ân dan perkataan orang-orang

20

Kusmana, Membangun Citra Institusi, dalam Badri Yatim dan Hamid Nasuhi, (ed),

Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam (Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta), (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2002) Cet. Ke-1, hal.254 21

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van

Houve, 1996), Jilid 2, hal.110

Page 38: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

26

bijak.22

Dari sinilah rupanya mulai bersemi benih cinta dalam diri Quraish

Shihab terhadap studi Al-Qur‟ân.23

Petuah-petuah itu berasal dari ayat-ayat

Al-Qur‟ân, petuah Nabi, sahabat, atau pakar-pakar Al-Qur‟ân.

Pendidikan formal sekolah Dasar Quraish Shihab di Ujung Pandang,

kemudian melanjutkan sekolah menengahnya (SLTP) di kota Malang, Jawa

Timur dibarengi dengan belajar agama di Pondok Pesantren Dâr al-Hadîts

al-Fiqhiyah, di kota yang sama. Pada tahun 1958, dalam usianya yang ke 14

tahun ia berangkat ke Kairo, Mesir dan diterima ke Kelas II Tsanawiyah

al-Azhâr pada Jurusan Tafsir Hadis Fakultas ushuluddin, tetapi ia tidak di

terima karena belum memenuhi syarat yang ditetapkan. Oleh karena itu, ia

bersedia mengulang setahun untuk mendapatkan kesempatan studi di Jurusan

Tafsir Hadis. Walaupun, jurusan-jurusan lainnya terbuka lebar untuknya.24

Pada tahun 1967 ia dapat menyelesaikan kuliahnya dan mendapat gelar

Lc (setingkat dengan SI). karena kehausannya dalam ilmu Al-Qur‟an. Ia

melanjutkan kembali pendidikannya di jurusan dan universitas yang sama dan

berhasil meraih gelar MA pada tahun 1968 untuk spesialisasi di bidang tafsir

al-Qur‟ân dengan tesis berjudul Al-I‟jaz al-Tasyri‟î Li Al-Qur‟ân al-Karîm.

Dengan rasa suka ia kembali ke kampung halaman dengan mengantongi gelar

Megister di tangannya.25

22

Petuah-petuah keagamaan yang hingga detik ini masih terngiang di telinga saya.

Biarkanlah Al-Qur‟ân berbicara (Istantiq al-Qurân) Sabda Ali Ibn Abi Thalib, Bacalah al-Qur‟ân

seolah-olah ia diturunkan kepadamu kata Muhammad Iqbal, Rasakanlah Keagungan al-Qur‟ân,

sebelum kau menyentuhnya dengan nalarmu_kata Syaikh Muhammad Abduh. Lihat Membumikan

Al-Qur‟ân_Kata Pengantar. 23

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟ân, (Bandung: Mizan,2001), Cet. Ke-22,hal.6 24

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟ân, hal. 14 25

Ensiklopedi Islam, h.111

Page 39: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

27

Quraish Shihab tidak langsung melanjutkan studinya ke program

doctoral melainkan kembali ke Ujung Pandang, dalam beberapa periode,

kurang lebih sebelas tahun (1969-1980) ia terjun ke berbagai aktivitas. Antara

lain, di Ujung Pandang ia membantu ayahnya mengelola pendidikan di IAIN

Alaudin, jabatan yang ia pegang di dalam universitas tersebut sangat istimewa

yaitu sebagai Wakil Rektor di bidang Akademis dan Kemahasiswaan,

Koordinator perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia bagian timur

(KOPERTAIS), sedangkan di luar kampus ia dipercaya sebagai Wakil Ketua

Kepolisian Indonesia Bagian Timur dalam bidang penyuluhan mental. Di

Ujung Pandang ia sempat untuk melakukan berbagai penelitian, diantaranya

dengan tema: Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur

(1975)26

dan Masalah Wakaf Sulawesi Selatan (1978).27

Pada tahun 1980 Quraish Shihab kembali ke Kairo, Mesir untuk

melanjutkan studinya di program Pascasarjana Fakultas Ushuluddin Jurusan

Tafsir Hadis, Universitas Al-Azhâr. Pada tahun 1982 dengan Disertasi

berjudul Nazm al-Durâr li al-Biqa‟I Tahqîq wa Dirasah dan meraih gelar

doctor (Ph.D) dengan yudisium Summa Cum Laude, disertai penghargaan

tingkat pertama (mumtâz ma‟a martabah al-syarâfah al-„ula).28

26

Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1975. Isinya

merupakan penggambaran di bidang sosial tentang terciptanya kerukunan hidup antar umat

beragama yang paling harmonis 27

Ensiklopedi Islam, h.111, karya ini juga merupakan bentuk laporan dari penelitian yang

dilakukan pada tahun 1978. Isinya menggambarkan bagaimana situasi dan kondisi objektif dari

persoalan wakaf yang terdapat di Sulawesi Selatan, juga terdapat di dalamnya saran-saran yang

perlu dipertimbangkan 28

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qurân, h. 6, lihat juga Membumikan al-Qurân,

Pengantar penulis

Page 40: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

28

Sekembalinya ke kampung halaman, dua tahun kemudian, tepatnya

pada tahun 1984 babak baru bagi karir Quraish Shihab, dimulai saat pindah

tugas dari IAIN Alaudin, Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Disinilah Quraish Shihab aktif mengajar bidang tafsir

dan ulum Al-Qur‟ân di program SI, S2, dan S3 sampai tahun 1998.

Selain menjadi Rektor IAIN Jakarta dua periode (1992-1996 dan 1997-

1998), ia juga dipercaya menjadi menteri agama selama kurang dua bulan di

awal tahun 1998, pada cabinet terakhir Soeharto, cabinet pembangunan VI.

Pada tahun 1999, Quraish Shihab diangkat menjadi Duta Besar Rebpublik

Indonesia untuk Negara Republik Arab Mesir yang berkedudukan di Kairo.29

Pada tahun 1993 Quraish Shihab mendapatkan jabatan sebagai Menteri

Agama RI cabinet pembangunan VII (1998), akan tetapi jabatan tersebut tak

lama dipegangnya, kurang lebih dua bulan dan ia juga sekaligus merangkap

jabatan sebagai Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Nama Quraish Shihab

pun tak lekam begitu saja karena pada masa pemerintahan transisisonal Habibi

tahun 1999, lagi-lagi Quraish mendapat jabatan baru sebagai Duta Besar Mesir.

Dari latar belakang keluarga dan pendidikan yang perolehnya itu telah

menjadikannya ia seorang yang mempunyai kajian dan wawasan yang

mendalam menonjol dalam khazanah tafsir di Indonesia. Atau seperti apa

Ia merupakan orang pertama di Asia Tenggara yang meraih gelar doctor di bidang Ilmu

Tafsir, sementara dalam lingkup keluarga, ia merupakan dokter keempat dari anak-anak Shihab

yang berjumlah 12, terdiri dari enam putra dan enam putri. 29

Hamdani Anwar, Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Misbah Karya M. Quraish Shihab,

dalam Mimbar Agama dan Budaya, Vol. XIX, No.2, 2002, h. 172

Page 41: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

29

yang dikatakan Howard M. Federsfiel30

, telah menjadikan ia terdidik lebih

baik dibandingkan dengan hampir semua pengarang lainnya yang terdapat

dalam Populer Indonesia Literature Of The Quran.31

Al-Qur‟ân merupakan media petunjuk untuk manusia secara umum

mengetahui berbagai perihal informasi dari Allah SWT. mengenai perintah,

larangan, ancaman, cobaan, balasan, imbalan, dan lain-lain. Dan tafsir sebagai

metodologi menjembatani usaha manusia untuk memahami kandungan ayat-

ayat Al-Qur‟ân sesuai dengan keluasan ilmu yang dimilikinya. Hal ini berarti,

bukan hal yang mudah untuk menterjemahkan pesan Tuhan secara aktual,

ilmu dan kemampuanlah yang menjadi tolak ukur dalam mentafsirkan Al-Qur‟ân.

Sedangkan menurut Quraish Shihab tafsir Al-Qur‟ân adalah penjelasan

tentang maksud firman-firman sesuai kemampuan manusia. Kemampuan itu

bertingkat-tingkat, sehingga apa yang dicerna atau diperoleh oleh seorang

penafsir dari Al-Qur‟ân bertingkat-tingkat pula. Kecenderungan manusia juga

berbeda-beda, sehingga apa yang dihidangkan dari pesan-pesan Ilahi dapat

berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Jika fulan memiliki

kecenderungan hukum, tafsirnya banyak berbicara tentang hukum. Kalau

fulan adalah seorang filosof, maka tafsir yang dihidangkan bersifat filosofis.

30

Howard M. Federsfiel adalah Profesor di Institut studi-studi islam, universits MCGill di

Montreal, Kanada, juga sebagai Profesor ilu politik di universitas Negara bagian Ohio di AS. Ia

lahir di New York AS pada tahun 1932, ia melanjutkan studinya di Universitas MC Gill di mana ia

belajar di bawah bimbingan willfred Cantwell Smith, Fazlur Rahmân, John Alden Williams, M.

Yani Barkes dan Muhammad Rasyidi. Lihat Kajian al-Qur‟an di Indonesia dari Mahmud Yunus

hingga Quraish Shihab, terbitan Mizan 31

Howard M. Fiderspiel, Penerjemah Drs. Tajul Arifin, M.A, Kajian al-Qurân di

Indonesia; dari Muhammad Yunus hingga Quraish Shihab, (Bandung: Mizan, 1996), Cet. Ke-1,

h.295

Page 42: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

30

Kalau studi yang diminatinya bahasa, maka tafsirnya banyak berbicara tentang

aspek-aspek kebahasaan demikian seterusnya.32

Menyadari begitu luas dan dalamnya makna-makna yang terkandung

dalam Al-Qur‟ân, Quraish Shihab pun mengoptimalisasi berbagai ilmu dengan

masyarakat luas yang ditumpahkan dalam karya-karyanya. Di harian Media

Massa surat kabar Pelita, pada setiap hari rabu ia menulis dalam rublik Pelita

Hati. Ia juga mengasuh rublik Tafsir Amanah. Begitu pula fatwa-fatwanya di

Harian Republik dan majalah Ummat. Selain itu, ia juga tercatat sebagai anggota

Dewan Redaksi Majalah „Ulumul Qurân dan Mimbar „Ulama, Indonesia Journal

For Islamic Studies, Refleksi Jurnal Kajian Agama dan Filsafat, Keempatnya

terbit di Jakarta. Di luar kegiatan di atas, ia juga sering berceramah lewat media

elektronik, khususnya di bulan Ramadhan.33

Tanggapan Federspiel juga tentang karya Quraish Shihab yaitu bahwa

tafsir tersebut ditunjukan bagi kaum muslim awam, sekalipun sebenarnya

karya tersebut ditunjukan kepada pembaca yang cukup terpelajar. Federspiel

mengklasifikasikan tafsir karya Quraish Shihab sebagai karya yang sangat

kuat dan merupakan batu ujian bagi pemahaman yang lebih baik tentang Islam.34

Berbagai pujian dan karya ilmiah yang diluncurkannya mencerminkan

ia seorang yang aktif dan produktif sebagai penulis dan pandangannya dalam

menggambarkan permasalahan yang menjadi kegelisahan masyarakat,

khususnya wilayah agama dan sosial keagamaan.

32

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟ân,

(Jakarta: Lentera Hati, 2000), cet. Ke-1, Vol.1, h.xvii 33

Kusma, Membangun Citra Institusi, h. 259 34

Federspiel, Kajian al-Qurân di Indonesia, h. 298

Page 43: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

31

Tulis pengantar Redaksi Kompas (Minggu 18 Februari 1996) sewaktu

menurunkan wawancara panjang dengan Muhammad Quraish Shihab

pandangan tafsir Al-Qur‟ân bergelar doktor ini dari Universitas al-Azhar,

Kairo, memang senantiasa membimbing untuk menemukan jalan keluar yang

arif dengan tidak mengurangi dan menghakimi.35

Karya-karya Quraish Shihab yang lain secara global terbagi kepada

dua judul besar, Pertama, karya-karya dengan metode Maudhû‟i (tematik),

manyajikan pesan-pesan ayat Al-Qur‟ân yang berbicara satu topic dalam satu

kesatuan. Seperti, Mahkota Tuntunan Ilahi (1996), Membumikan Al-Qur‟ân

(1992), dan Lentera Hati,36

Untaian Permata Buat Anakku; Pesan Al-Qurân

untuk Mempelai (1995), Wawasan Al-Qurân (1996), Mu‟jizat Al-Qurân

(1997), Haji Mabrur bersama Quraish Shihab (1997), Menyikap Tabir Ilahi;

Asmaul Husna Dalam Perspektif Al-Qurân (1998), Fatwa-fatwa Seputar

Ibadah Mu‟amalah (1999), Fatwa-fatwa Seputar Agama (1999), Fatwa-fatwa

Seputar al-Qurân dan Hadis (1999) Yang Tersembunyi; Jin, Iblis, Setan dan

Malaikat dalam al-Qurân dan Sunnah (1999), Shaum Bersama Quraish

Shihab di RCTI/Presenter Arif Rahman (1999), Menuju haji Mabrûr, Ed. D.

Rohadi (2000) dan Membumikan Al-Qurân (2001), Jilbab Pakaian Wanita

Muslimah; Dalam Pandangan Ulama dan Cendikiawan Kontemporer (2004),

Dia Di Mana-mana; Tangan Tuhan dibalik Setiap Fenomena (2005),

Perempuan (2005), Rasionalitas Al-Qurân (2006),37

Logika Agama (2006),

35

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qurân; Tafsir Maudû‟i Atas Pelbagai Persoalan

Umat, (Bandung: Mizan, 1996) cet. Ke-3, h. pengantar 36

Kedua buku ini merupakan makalahnya dan ceramahnya sejak tahun 1975 37

Merupakan hasil revisi dari karya Quraish yang berjudul Tafsir Al-Manâr (1999)

Page 44: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

32

Sunni-Syiah Bergandengan Tangan, Mungkinkah (2007). Mistik, Seks, dan

Ibadah (2007), Pengantin Al-Qurân (2007).

Kedua, karya dengan metode Tahlili (uraian) atau dinamai Tajzi‟i yaitu

menjelaskan ayat dari berbagai seginya, ayat demi ayat sebagaimana urutan

dalam mushaf Al-Qur‟ân, antara lain seperti, Tafsir al-Amanah (1992), Tafsir

Al-Qurân Al-Karîm Dr. Quraish Shihab; Tafsir Atas Surat-surat Pendek

Berdasarkan Turunnya Wahyu (1997), Hidangan Ilahi Ayat-ayat Tahlili

(1997), Tafsir Al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qurân (2003),

Perjalanan Menuju Keabadian; Kematian, Syurga dan Ayat-ayat Tahlil (2000).

Sedangkan kategori yang lain dari karya Quraish Shihab yang

berbicara tokoh dapat kita jumpai pada karyanya yang berjudul Studi Kritis Tafsir

Al-Manâr Karya Muhammad Abduh dan M. Rasyid Rido (1994). Dan karyanya

juga dalam bidang ilmu tafsir yaitu Sejarah dan „Ulum al-Qurân (1999).

Demikian karya Quraish Shihab yang tidak dibilang kecil dan relative

dekatnya masa waktu pengkaryaan, ia pun termasuk ulama sekaligus mufassir

yang produktif, terlebih dalam konteks keindonesiaan.

b. Sistematika dan Metodologi Tafsir

Sistematika penulisan di sini adalah teknik penyaian suatu penafsiran

dalam bentuk tulisan (dalam bentuk kitab/buku). Setiap penulisan suatu karya,

sistematika merupakan hal yang cukup urgen yang dipakai dalam sebuah

penulisan, juga hal ini diterapkan dengan maksud untuk mempermudah

penyusunan dalam sebuah karya.

Page 45: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

33

Mufassir dituntut untuk menjelaskan nilai-nilai Qur‟âni sejalan dengan

perkembangan masyarakatnya, sehingga al-Qur‟ân dapat benar-benar

berfungsi sebagai petunjuk, pemisah, antara yang hak dan yang batil, serta

jalan keluar bagi setiap problema kehidupan yang dihadapi. Di samping itu,

mufassir dituntut pula menghapus kesalahpahaman terhadap Al-Qur‟ân atau

kandungan ayat-ayatnya, sehingga pesan-pesan Al-Qurân diterapkan dengan

sepenuh hati dalam kehidupan pribadi dan masyarakat.38

Menghidangkan tafsir Al-Qur‟ân berdasarkan kronologi turunnya

diharapkan dapat mengantarkan pembaca untuk mengetahui runtutan petunjuk

Ilahi yang dianugrahkan kepada Nabi Muhammad SAW. dan umatnya.

Menurutnya menguraikan tafsir Al-Qur‟ân berdasarkan urutan surat-surat

dalam mushaf seringkali menimbulkan banyak pengulangan, jika kandungan

kosa kata atau pesan ayat atau suratnya sama atau mirip dengan ayat atau surat

yang telah ditafsirkan. Ini mengakibatkan diperlukannya waktu yang cukup

banyak untuk memahmi dan mempelajari kitab suci. Karena itu, dalam tafsir

Al-Qur‟ân al-Karîm dan tafsir al-Misbâh ia memaparkan makna kosa kata

sebayak mungkin dan kaedah-kaedah tafsir yang menjelaskan makna ayat

yang sekaligus dapat digunakan untuk memahmi ayat-ayat yang tidak

ditafsirkan.39

Sistematika penulisan dalam tafsir Quraish pun menjadi hal yang

urgen untuk menghilangkan kejenuhan serta kesulitan pembaca dalam

mengkaji ayat-ayat Al-Qur‟ân. Hal ini berdasarkan keinginannya untuk bisa

38

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.3, h.3 39

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Qurân Al-Karîm (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), cet.

Ke-1, h. VI

Page 46: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

34

dikenal dan dipahami oleh masyarakat luas. Antara lain yang menjadi

sistematika tafsirnya adalah:

1. Dalam upaya menjelaskan Al-Qur‟ân, pertama-tama Quraish Shihab

berusaha dalam karyanya menampilkan penjelasan gobal setiap Surah

kemudian beliau menguraikan keterangan tentang identitas surat yang

meliputi sejarah turunnya surah, kemudian menjelaskan penjelasan

tentang nama surat, serta tema tujuan surat, dan berjumlah jumlah

ayat-ayatnya (pada beberapa temat). Beliau menjelaskan masa

turunnya sebuah surah.40

Menjelaskan nama-nama lain – kalau ada –

dari sebuah surat, dan sebagainya.

2. Metode interteks pun dalam hal ini menjadi pengembaraannya, beliau

banyak mengutip pendapat para ulama tafsir sebelumnya.41

Hal ini

dilakukan baik untuk menguatkan pendapatnya maupun benar-benar

dalam rangka untuk menafsirkan ayat yang sedang ditafsirkan.

3. Setelah melakukan penukilan terhadap beberapa ulama juga

menjelaskan pada munasabah (keserasian) antara ayat-ayat dan surat

dalam Al-Qur‟ân. Kadang-kadang juga keserasian itu ditempatkan di

akhir pembahasan pengelompokan ayat.

4. Ketika menafsirkan ayat demi ayat, beliau terlebih dahulu

mencantumkan ayat-ayatnya ke dalam bahasa Indonesia berdasarkan

40

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.1, h.81-83 41

Di antara para mufassir yang menjadi bahan rujukannya adalah Ibrahim Umar

al-Biqa‟i, Sayyid Muhammad Tantawi, Syaikh Mutawali as-Sya‟rawi, Sayyid Qutb, Muhammad

Tahir Ibn Asyur, Sayyid Muhammad Husain Tabataba‟i, serta beberapa ahli tafsir lainnya.

Page 47: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

35

pemahamannya sendiri, artinya beliau tidak berpedoman pada salah

satu terjemahan Al-Qur‟ân.

5. Langkah selanjutnya, Quraish Shihab menjelaskan kandungan ayat

demi ayat secara berurutan, kemudian beliau memisahkan terjemahan

makna Al-Qur‟ân dengan sisipan atau tafsir melalui penulisan terjemah

maknanya dengan tulisan Italic dan sisipan atau tafsirnya dengan

tulisan Normal, kadang-kadang juga Quraish menghadirkan penggalan

teks ayat sebagai penguat keserasian al-Qur‟ân.

6. Al-Qur‟ân dan hadis dijadikan dalil yang fundamen atau bagian dari

tafsirnya hanya ditulis terjemahnya saja. Hal ini diduga sengaja

dilakukan Quraish untuk mempermudah pemahaman dan dikarenakan

tafsir yang berbahasa Indonesia.

Syatibi dalam kitab al-Muwafaqât memaparkan kurang lebih bahwa

tafsir adalah kepastian makna satu kosa kata atau ayat tidak mungkin atau

hampir tidak mungkin dicapai kalau pndangan hanya tertuju kepada kosa kata

atau ayat tersebut secara berdiri sendiri. Karena untuk menafsirkan satu kata

dalam Al-Qur‟ân sangatlah luas, dan media untuk menafsirkan juga sangat

banyak, oleh karena itu, bahasa Al-Qur‟ân merupakan bahasa paling kaya

akan makna, bahasa yang paling bagus akan segala bahasa.

Metode mengandung arti cara kerja yang bersistem untuk

memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan tertentu.42

Dalam pengertian ini metode tafsir berarti sistem yang dikembangkan untuk

42

WJS. Poerwadarminta, ed., Kamus Umum Bahasa Indonesia; Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa (Jakarta: Balai Pustaka, 1988) h. 649

Page 48: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

36

memudahkan dan memperlancar proses penafsiran Al-Qur‟ân secara

keseluruhan. Dr. Ahsin Muhammad Asyrofuddin mengemukakan bahwa

metode terjemahan dalam bahasa arab yaitu al-Manhâj atau Tanawiyah adalah

jalan yang ditempuh oleh seorang mufasir dalam tafsirnya untuk menuangkan

ide-ide atau kecenderungan.43

Sekian banyak ulama tafsir yang sudah membuahkan hasil karyanya,

tentunya didukung dengan pisau metodologi yang bisa membuka makna

Al-Qur‟ân sejauh mufasir pahami. Metodologi tafsir Al-Qur‟ân, secara umum

terbagi kepada tiga macam, Tafsir bi al-Ma‟tsur adalah tafsir yang didasarkan

pada periwayatan, Tafsir bi al-Ra‟yi adalah tafsir yang didasarkan pada nalar

atau pengetahuan dan Tafsir al-Isy‟ârî adalah tafsir berdasarkan pada isyarat

(indikasi).44

Bila kita melihat dari karya-karya Quraish Shihab yang sudah

dipaparkan di atas, dapatlah kita menyimpulkan dengan cara apa beliau

menafsirkan karya-karyanya, dan bagaimana beliau memberikan titik pusat

dalam sistematisasi penafsirnya. Kebanyakan karya-karya yang ditulisnya

adalah menggunakan metode maudû‟i yaitu dengan mengumpulkan ayat-ayat

Al-Qur‟ân, yang tentunya masih dalam permasalahan yang sama (memiliki

munasabah ayat atau korelasi) dalam berbagai surat, kemudian menekankan

pesan moral yang ingin disampaikan, dan selanjutnya mengambil benang

merah dari berbagai ayat-ayat tersebut.

43

Ahsin Muhammad Asrofuddin, Corak dan Metode Tafsir Yang Perlu Dikembangkan;

Makalah Pada Seminar Pengembangan dan Pengajaran Tafsir di Perguruan Tinggi Agama

(Ciputat: Perpustakaan IAIN Jakarta, 1992), h.30 44

Thameem Ushma‟, Metodologi Tafsîr Al-Qur‟ân; Kajian Kritik Objek dan

Komprehensif (Jakarta: Riora Cipta, 2000), cet. I, h. 5

Page 49: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

37

Hal ini didorong upaya Quraish Shihab dalam mendapatkan pandangan

dan pesan Al-Qur‟ân secara praktis dan mendalam menyangkut tema-tema

yang dibicarakan juga mengungkapkan pendapat-pendapat Al-Qur‟ân tentang

berbagai masalah kehidupan sekaligus dapat menjadikan bukti bahwa ayat-

ayat Al-Qur‟ân sejalan dengan perkembangan IPTEK dan kemajuan

peradaban masyarakat.45

Kecenderungan Quraish Shihab menggunakan metode ini, karena

metode maudu‟i memiliki sejumlah keistimewaan. Antara lain, pertama, dapat

mengindari kelemahan atau problem metode lain. Kedua, menafsirkan ayat

dengan ayat atau dengan hadis Nabi, merupakan satu cara terbaik dalam

menafsirkan Al-Qur‟ân. Ketiga, bahwa kesimpulan yang dihasilkan mudah

dipahami. Hal ini disebabkan karena dia membawa pembaca kepada petunjuk

Al-Qur‟ân tanpa mengemukakan berbagai pembahasan dalam satu disiplin

ilmu. Keempat, metode ini memungkinkan seseorang untuk menolak

anggapan adanya ayat-ayat yang bertentangan dengan Al-Qur‟ân. Dia juga

sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat-ayat Al-Qur‟an sejalan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan.46

Selain metode Maudu‟i yang dikembangkan di dalam karyanya, juga

metode Tahlili yang menjadi peran utama dalam menafsirkan Al-Qur‟ân.

Upaya Quraish Shihab dalam menyambut tamunya yang terlihat ingin puas

45

M. Quraish Shihab dalam upaya menerjemahkan ayat-ayat al-Qur‟ân adalah dengan

cara melihat problem apa yang berkembang dalam masyarakat, lalu dicari bagaimana

penjelasannya dalam al-Qur‟ân. Untuk upaya ini, Quraish menggunakan metode maudu‟i, sebuah

metode yang ia kenalkan pertama kali Indonesia dan ia pulalah yang pertama kali menggunakan

metode ini dalam konteks Indonesia. 46

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.1, h. 117

Page 50: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

38

dan ingin santai. Maka, Quraish Shihab menyajikan cara prasmanan. Yang

dimaksud prasmanan di sini adalah kiasan dari tafsir yang menggunakan

metode Tahlili.47

Metode yang ingin menguraikan dari semua segi, bermula

dari kosa kata, asbab al-nuzûl, munasabah, dan lain-lain yang berkaitan

dengan teks atau kandungan ayat. Metode ini, walaupun dinilai sangat luas,

namun tidak menyelesaikan satu pokok bahasan yang diuraikan sisinya atau

kelanjutannya, pada ayat yang lain.48

Seorang tokoh al-Jazair kontemporer, Malik bin Nabi, menilai bahwa

upaya para ulama menafsirkan Al-Qur‟ân dengan metode tahlili itu, tidak lain

kecuali dalam rangka upaya mereka meletakan dasar-dasar rasional bagi

pemahaman akan kemukjizatan Al-Qur‟ân. Penafsir juga membahas mengenai

Asbab al-Nuzul dan dalil-dalil yang berasal dari Rasul, sahabat, para tabi‟in

yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para penafsir itu

sendiri yang diwarnai oleh latar belakang pendidikannya.49

Selanjutnya Quraish Shihab menegaskan bahwa kalimat-kalimat yang

tersusun dalam Tafsîr al-Misbâh ini sepintas seperti terjemahan Al-Qur‟ân,

maka hendaknya jangan dianggap sebagai terjemahan. Oleh karena itu

Quraish Shihab berusaha sedapat mungkin memisahkan terjemahan makna

al-Qur‟ân dengan sisipan atau tafsirnya melalui penulisan terjermahan makna

dengan italic letter (dengan tulisan miring) dan sisipan atau tafsirnya dengan

tulisan normal.

47

Metode Tahlili ini dapat dibedakan ke dalam beberapa contoh, antara lain: Tafsir bi al-

Matsûr, Tafsir bi al-Ra‟yi, Tafsir Sufi, Tafsir Fiqh, Tafsir Falsafi, Tafsir „Ilmi dan Tafsir Adab al-Ijtima‟i 48

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.1, h. 86 49

Abd. Al-Hayy al-Farmawî, Metode Tafsîr Mauduî; suatu pengantar (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 1996), Cet. Ke-2, h.12

Page 51: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

39

Quraish Shihab menggunakan dua metode sekaligus dalam Tafsîr

al-Misbâh, karena dari segi teknik, metode tahlili yang menafsirkan ayat demi

ayat yang terpisah antara satu dengan lainnya sehingga tidak disuguhkan

kepada pembaca secara menyeluruh sehingga membutuhkan waktu lama bagi

pembaca untuk memahami isi Al-Qur‟ân. Oleh karena itu ia menambahkan

metode maudu‟î.

Cara ini dipilih oleh Quraish Shihab karena ia menilai bahwa ia mesti

menguraikan seluruh ayat al-Qur‟ân sesuai dengan mushaf usmani (tahlili(

tetapi ia mesti pula mengelompokan ayat-ayat sesuai dengan temanya, agar

kandungan ayat tersebut dapat dijelaskan sesuai dengan topiknya (Maudu‟î).50

B. Penafsiran Surat Al-Wâqi’ah Ayat 7 - 56

1. Penafsiran Al-Marâghî

Surat al-Wâqi‟ah ayat 7.

“Dan kamu menjadi tiga golongan.”

Ada beberapa hal yang menjadi perbincangan dalam surat ini yaitu

membicarakan singkat tentang berakhirnya alam dan mulianya perhitungan

amal. Ketika kiamat terjadi, maka tidak ada seorangpun yang mendustakan

atau mengingkari Allah. Penjelasannya diakhiri dengan status keberadaan

manusia dengan penjelasan akibat-akibat atau ganjaran yang akan didapat oleh

ketiga golongan.

Al-Marâghî menafsirkan ayat 7 bahwa manusia di waktu itu terbagi

menjadi tiga golongan, yaitu golongan kanan, golongan kiri dan orang-orang

50

Hamdani Anwar, Telaah Kritis Terhadap Tafsîr al-Misbâh, h.188

Page 52: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

40

yang bersegera kepada kebaikan. Menurut al-Marâghî, setiap golongan yang

disebutkan bersama golongan lain disebut Zauj. Seperti halnya „Ainain dan

Rijlain (dua mata dan dua kaki). Masing-masing dari keduanya disebut

Zaujan. Dan bila kedua-duanya disebut bersama-sama, maka disebut Zaujân.

Sedang pada ayat ini disebutkan Azwâjan Tsalâtsah (tiga golongan).51

Adapun analisa penafsiran mengenai ketiga golongan yang dimaksud

di dalam surat al-Wâqi‟ah adalah sebagai berikut:

a. Al-Sâbiqûn Al-Sâbiqûn Ayat 10 - 26

Surat al-Wâqi‟ah ayat 10 - 14.

“Dan orang-orang yang beriman paling dahulu, mereka Itulah yang

didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan.

Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, Dan

segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.”

Al-Marâghî menafsirkan ayat ke 10 di atas bahwa orang-orang yang

mendahului lainnya kepada ketaatan-ketaatan, merekalah yang bersegera

kepada rahmat Allah SWT. Maka barang siapa yang bersegera di dunia ini

untuk melakukan kebaikan, maka di akhirat ia tergolong orang-orang yang

bersegera ke negeri kehormatan (surga). Jadi balasan itu sesuai dengan amal

51

Al-Marâghî, Ahmad Mustafa, Tafsîr Al-Marâghî, (Mesir:1973), Juz.27, h.133

Page 53: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

41

perbuatan, sebagaimana seseorang memberi hutang, maka ia akan mendapat

bayarannya.52

Diriwayatkan dari „Aisyah RA. bahwa Rasulullah SAW. bersabda;

اهللع ن ه ا،ع نر سولاهللص لىاهللع ل يوو س لم، ع نع ائش ة ر ضي و ج لاهلللىلظإن وقابالسنم ن وردت أ :ق ال :واال؟ق ةام ي لقام وي ع زق مل عأ ولوسر و اهلل ال ، أذ إن يذال: اطعا سذ إو اهولبق قل وا هولئا

54.أخرجوأمحد53 .مهسفن ل مهمكحك اسلنالومك ح و هولذ ب

Dari „Aisyah RA. berkata, dari Rasulullah SAW. bersabda:

“Tahukah kalian siapakah orang-orang yang segera menuju

naungan Allah pada hari kiamat?” Para sahabat menjawab, “Allah

dan rasul-Nya yang lebih tahu.” Rasul bersabda, “Orang-orang

yang apabila diberi hak, maka mereka menerimanya, apabila

mereka dimintai hak, maka mereka memberikannya. Dan mereka

memberikan keputusan kepada orang lain seperti memberi

keputusan untuk dirinya sendiri.”(Hadis Riwayat Ahmad).

Kemudian ayat ke 11 dan 12 bahwa orang-orang yang mempunyai

sifat mulia tersebut (As-Sâbiqûn), al-Marâghî menafsirkannya dengan orang-

orang yang mendapatkan pangkat di sisi Allah. Mereka berada dalam surga

yang penuh kenikmatan, dimana mereka menikmati kenikmatan-kenikmatan

yang tak pernah dilihat oleh mata, tak pernah didengar oleh telinga, dan tak

pernah terlintas dalam hati seorang manusia pun.55

Pada ayat 13 dan 14, al-Marâghî menafsirkan makna Tsullatun min

al-awwalîn ( ثلة من األولين ) dengan segolongan besar umat-umat terdahulu, dan

menafsirkan makna wa qalîlun min al-âkhirîn ( وقليل من اآلخرين ) ialah sedikit

52

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.134 53

Muhammad bin Abdullah al-Khatîb at-Tabrîzî, Musykâtul Mashâbih, kitâb al-imârah

wa al-qadâ‟, Juz 2, Dârul Fikr.1991, h. 341 54

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.134 55

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.134

Page 54: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

42

dari umat Muhammad SAW. Beliau (Rasulullah) merasa senang menerima hal

ini dan menyatakan dengan sabdanya, “Kita adalah umat yang terakhir segera

kepada kebaikan pada hari kiamat.”56

Surat al-Wâqi‟ah ayat 15 - 17.

Mereka berada di atas dipan yang bertahta emas dan permata,

Seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi

oleh anak-anak muda yang tetap muda”

Makna al-maudûnah ( الموضونة ) – pada ayat 15 – dari kata al-wahnu,

yang artinya menenun (menatahkan). Al-Marâghî menafsirkan ayat ini bahwa

mereka para al-sâbiqûn, yakni orang-orang yang bersegera kepada kebaikan,

mereka berada di atas dipan-dipan yang bertahtakan emas, berjalin dengan

mutiara dan permata.

Al-A‟sya ketika mensifati baju perang mengatakan:

“Di antara baju perang itu ada yang bertahtakan emas dan

mutiara (al-maudûnah). Ia berjalan menyertai kabilah itu kafilah

demi kafilah.”57

Lalu ayat 16, al-Marâghî menafsirkan bahwa mereka para al-sâbiqûn

sambil bertelekan pada dipan-dipan, mereka saling memandang antara satu

dengan yang lain. Mereka berada dalam kejernihan dan penghidupan yang

luas. Di samping pergaulan yang baik, dalam hati mereka tidak terdapat

dendam maupun kebencian yang menyebabkan perpisahan.

56

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.136 57

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h. 136

Page 55: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

43

Selanjutnya makna mukhalladûn ( pada ayat 17 – diartikan – ( مخلدون

dengan dikekalkan selamanya pada sifat ini (sifat kekanakan). Al-Marâghî

menafsirkannya ayat ini, bahwa mereka para al-sâbiqûn dikelilingi oleh

pelayan-pelayan yang sama sifatnya, yaitu tidak mengalami ketuaan dan

perubahan. Mereka senantiasa pada sifat yang menggembirakan kepada yang

dilayani apabila ia melihat kepada pelayannya.58

Surat al-Wâqi‟ah ayat 18 - 21

“Dengan membawa gelas, cerek dan minuman yang diambil dari

air yang mengalir, Mereka tidak pening karenanya dan tidak pula

mabuk, Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, Dan daging

burung dari apa yang mereka inginkan.”

Pada ayat 18, makna ka‟sin min ma‟în ( كأس من معين ) menurut Ibnu

Abbas dan Qatadah diartikan dengan arak yang mengalir dari sumbernya.

Maksudnya bahwa arak itu bukan hasil perasan seperti halnya arak di dunia.59

Al-Marâghî menafsirkan ayat ini, bahwa para pelayan itu berkeliling disekitar

mereka (al-sâbiqûn) dengan alat minum yang sempurna, yang terdiri dari

gelas-gelas dan kendi-kendi, serta khamr yang mengalir dari sumber-

sumbernya dan tidak perlu diperas lagi. Jadi khamr itu adalah khamr yang

jernih, bersih tidak terputus buat selama-lamanya. Ketika meminumnya

58

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.136 59

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.135

Page 56: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

44

mereka tidak akan hilang akal (mabuk) seperti halnya terjadi akibat meminum

khamr di dunia.60

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas:

“Bahwa khamr di dunia memuat empat hal, yaitu mabuk, pening,

muntah-muntah dan kencing. Allah SWT. membersihkan khamr

surga dari hal-hal seperti itu semua.”61

Kemudian ayat 20 dan 21, al-Marâghî memberi penafsirannya bahwa

para pelayan itu berkeliling dengan bermacam-macam buah-buahan yang

beraneka ragam cita rasanya. Mereka para al-sâbiqûn boleh memilih di

antaranya yang mereka sukai. Dan juga membawa bermacam-macam daging

burung yang lezat dan enak. Mereka boleh mengambil di antaranya yang

mereka sukai dan senangi.

Surat al-Wâqi‟ah ayat 22 - 26

“Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli, Laksana mutiara yang

tersimpan baik. Sebagai balasan bagi apa yang Telah mereka

kerjakan. Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang

sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, Akan

tetapi mereka mendengar Ucapan salam.”

Selanjutnya, makna hûrun ( حور ) – pada ayat 23 – merupakan bentuk

jama‟ dari haura‟, yang artinya baida‟ (putih). Penafsiran Al-Marâghî pada

ayat 22 dan 23 ialah bahwa mereka menikmati istri-istri yang putih cemerlang

60

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.136 61

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.136

Page 57: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

45

wajahnya tampak pada mereka kesegaran yang nikmat. Seolah-olah mereka

adalah mutiara yang begitu jernih dan megah.

Ayat 24 beliau tafsirkan bahwasanya Allah memberi balasan kepada

mereka atas apa yang telah mereka lakukan, di samping memberi pahala

kepada mereka atas apa yang telah mereka lakukan semasa di dunia, dan atas

amal-amal soleh yang dengan itu mereka mensucikan jiwa mereka, juga atas

apa yang mereka tegakan, berupa pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama

dengan cara yang paling sempurna dan paling lengkap. Mereka adalah orang-

orang yang gemar melakukan salat malam dan saum di siang hari.

Firman Allah SWT. dalam Surat Az-Zâriyât/15 ayat 17 - 19:

“Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu

memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. Dan pada

harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan

orang miskin yang tidak mendapat bagian.”

Kemudian ayat 25 - 26, beliau (al-Marâghî) menafsirkannya bahwa

mereka para al-sâbiqûn tidak mendengar perkataan yang sia-sia yang tiada

mengandung kebaikan dan tidak pula perkataan kotor maupun perkataan yang

dirasa menjijikan oleh jiwa yang tinggi, yang mempunyai akhlak luhur. Akan

tetapi mereka mendengar ucapan salam yang paling baik dan perkataan tinggi

yang dirasa enak sebagaimana firman Allah SWT. di dalam al-Qurân surat

Yunus ayat ke-10 yang artinya: “Salam penghormatan mereka ialah salam.”62

62

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.137

Page 58: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

46

b. Ashâb Al-Yamîn Ayat 8, 27 - 40

Surat al-Wâqi‟ah ayat 8

“Yaitu golongan kanan. alangkah mulianya golongan kanan itu.”

Ayat 8 menjelaskan golongan yang kedua, yakni golongan kanan.

Al-Marâghî menafsirkan ayat ini, bahwa golongan kanan adalah yang

mengambil buku-buku catatan mereka dengan tangan kanan mereka.

Betapakah keadaan, sifat dan kebahagiaan mereka. Maksudnya, bahwa

mereka berada dalam keadaan yang sangat baik dan sempurna.63

Surat al-Wâqi‟ah ayat 27 - 34

“Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu.

Berada di antara pohon bidara yang tak berduri, Dan pohon pisang

yang bersusun-susun (buahnya), Dan naungan yang terbentang

luas, Dan air yang tercurah, Dan buah-buahan yang banyak, Yang

tidak berhenti (berbuah) dan tidak terlarang mengambilnya. Dan

kasur-kasur yang tebal lagi empuk.”

Al-Marâghî menafsirkan ayat 27 ini, bahwa golongan kanan adalah

mereka yang berada dalam puncak kemegahan dan berderajat tinggi, serta

berkedudukan luhur.64

Uslub seperti ini terdapat dalam bahasa arab untuk

memberi pengertian Mubalâghah (bersangatan dalam memuji ataupun

63

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.133 64

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.138

Page 59: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

47

mengecam). Orang Arab mengatakan Fulan mâ fulan (si fulan, siapakah fulan

itu?).65

Selanjutnya Allah SWT. menerangkan lebih lanjut tentang hal ihwal

Ashâbu al-Yamîn yang tadi dinyatakan secara mubham. Ayat 28 sampai 33

ditafsirkan oleh al-Marâghî secara rinci bahwa mereka menikmati surga-surga

yang di dalamnya terdapat pohon bidara yang tiada berduri lagi, tidak seperti

pohon bidara liar di dunia. Di sana terdapat pohon pisang yang penuh dengan

buah, sehingga tampaknya tidak mempunyai batang buah. Dan terdapat pula

naungan rindang yang melindungi mereka dari sengatan panas dan deraan

matahari. Kemudian terdapat air yang tercurah bagi penghuni surga agar tidak

perlu bersusah payah memperolehnya. Ada pula di sana bermacam-macam

buah-buahan yang tiada terputus buat selama-lamanya, dan tidak terlarang

bagi mereka, kapan saja mereka menginginkan dan menghendakinya.

Ayat 34, kata furusy ( فرش ) diterjemahkan dengan kasur, yakni bentuk

jama‟ dari firasy. Beliau menafsirkan ayat ini, bahwa mereka duduk di atas

kasur-kasur empuk yang tersusun tinggi, tidak melelahkan orang yang duduk

di atasnya.66

Surat al-Wâqi‟ah ayat 35 - 40

“ Sesungguhnya kami menciptakan mereka (Bidadari-bidadari)

dengan langsung, Dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.

65

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.138 66

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.139

Page 60: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

48

Penuh cinta lagi sebaya umurnya. (Kami ciptakan mereka) untuk

golongan kanan, (yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang

terdahulu. Dan segolongan besar pula dari orang-orang yang

kemudian.”

Makna„uruban ( عربا ) – pada ayat 37 – merupakan bentuk jama‟ dari

„urub yang berarti penuh cinta. Al-Marâghî menafsirkan ayat 35 sampai 38

bahwa, sesungguhnya Allah telah menyediakan bidadari-bidadari itu sebagai

wanita-wanita gadis, perawan yang dicintai oleh suami mereka. Karena

mereka melayani suami mereka dengan baik. Mereka semua sebaya umurnya,

yang satu tidak berbeda dari yang lain. Dan kami berikan bidadari-bidadari itu

untuk golongan kanan (Ashâb al-Yamîn).

Pada ayat 38 terjadi pengulangan kata Ashâb al-Yamîn ( ألصحب اليمين )

yang artinya untuk golongan kanan. Menurut penafsiran al-Marâghî,

penyebutan Ashâb al-Yamîn di sini diulangi sebagai penguat dan pernyataan,

bahwa hal itu benar-benar akan terjadi (tahqîq).67

Lalu ayat 39 dan 40 menjelaskan bahwa Ashâb al-Yamîn adalah

segolongan besar dari kaum mukminin dari umat terdahulu dan segolongan

besar dari kaum mukminin umat Muhammad SAW.

Kemudian al-Marâghî menambahkan bahwa Allah tidak menyatakan

tentang Ashâb al-Yamîn itu Jazâ‟an bimâ kânû ya‟malûn, seperti halnya yang

dikatakan tentang para Sâbiqûn pada ayat 24. Hal itu tak lain sebagai isyarat

bahwa amal dari Ashâb al-Yamîn, belumlah apa-apa jika dibanding dengan

amal para Sâbiqûn.68

67

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.139 68

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.139

Page 61: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

49

c. Ashâb Al-Syimâl Ayat 9, 41 - 56

Surat al-Wâqi‟ah ayat 9

“Dan golongan kiri. alangkah sengsaranya golongan kiri itu.”

Ayat 9 menjelaskan golongan yang ketiga, yakni golongan kiri.

Al-Marâghî menafsirkan ayat ini, bahwa golongan kiri adalah mereka yang

diseret ke dalam neraka. “Bagaimanakah keadaan mereka?” Bentuk sebuah

pertanyaan yang tidak perlu dijawab karena bermaksud memberi gambaran,

bahwa mereka mencapai keadaan yang paling buruk.69

Surat al-Wâqi‟ah ayat 41- 44

“Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu? Dalam (siksaan(

angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih, Dan dalam

naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.”

Al-Marâghî menafsirkan ayat 41 yang serupa pertanyaan, menanyakan

siapakah golongan kiri itu?. Maksudnya bahwa golongan kiri itu berada dalam

keadaan yang tidak bisa digambarkan dan tidak bisa dikira-kira tentang

kesengsaraan, penderitaan dan nasib mereka yang buruk.

Namun kemudian Allah SWT. menafsirkan hal yang masih mubham

ini dengan ayat 42 sampai 44. Penafsiran beliau (al-Marâghî) mengenai ayat

ini, bahwa Ashâb al-Syimâl (golongan kiri) berada dalam panas yang

menembus pori-pori tubuh, air yang amat panas, naungan dari asap hitam

69

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.133

Page 62: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

50

yang tidak enak hembusannya dan tidak indah dipandang. Karena asap itu

adalah asap dari kobaran neraka jahannam yang menyakitkan orang yang

bernaung di bawahnya.70

Ibnu Jarir mengatakan:

“Orang Arab senantiasa mengikutkan kata karim dalam kalimat

negatif (manfi). Mereka mengatakan, Hâdza ta‟âmun lais bi

Tayyibin wala Karîm (daging ini tidak gemuk dan tidak

menyenangkan), Hâdzihi Dâr laisat Wâsi‟atin wala Karîmah

(rumah ini tidak luas dan tidak menyenangkan(.”71

Allah SWT. menyebutkan al-Samûm dan al-Hamîm (panas neraka dan

air panas). Sedangkan nerakanya itu sendiri tidak disebutkan, dengan tujuan

menyatakan sesuatu yang lebih tinggi dengan cara menunjuk sesuatu yang

lebih rendah. Yakni kalau udara bagi penghuni neraka itu saja sudah

merupakan angin panas dan air yang mereka minta berupa air panas, padahal

udara dan air adalah barang yang paling dingin dan paling bermanfaat. Maka

bagaimana pendapat manusia tentang api bagi mereka.

Jadi seolah Allah SWT. berfirman, “Sesungguhnya barang yang paling

dingin bagi penghuni neraka adalah yang paling panas. Maka bagaimanakah

pendapatmu tentang barang yang paling panas untuk mereka?”

Semakna dengan ayat ini ialah firman Allah SWT.:

“(Dikatakan kepada mereka pada hari kiamat(: „Pergilah kamu

mendapat-kan azab yang dahulunya kamu mendustakannya.

Pergilah kamu mendapatkan naungan yang mempunyai tiga

cabang72

, Yang tidak melindungi dan tidak pula menolak nyala api

neraka‟. Sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api sebesar

70

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.141 71

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h. 141 72

Yang dimaksud dengan naungan di sini bukanlah naungan untuk berteduh akan tetapi

asap api neraka yang mempunyai tiga gejolak, yaitu di kanan, di kiri dan di atas. Ini berarti bahwa

azab itu mengepung orang-orang kafir dari segala penjuru.

Page 63: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

51

dan setinggi istana. Seolah-olah ia iringan unta yang kuning.

Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang

mendustakan.” (Q.S. Al-Mursalat/77: 29 - 34)

Kesimpulannya, bahwa angin panas menerpa mereka, sehingga merasa

haus dan kadang melahap isi perut mereka, lalu mereka meminum air panas

yang merantaskan usus-usus mereka. Dan mereka ingin bernaung di bawah

suatu naungan namun ternyata naungan itu berupa asap hitam.

Surat al-Wâqi‟ah ayat 45 - 48

“Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan. Dan

mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar. Dan mereka selalu

mengatakan: "Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang

belulang, apakah Sesungguhnya kami akan benar-benar dibangkit-

kan kembali? Apakah bapak-bapak kami yang terdahulu (juga)?"

Penjelasan ayat 45 sampai 48 di atas ditafsirkan oleh al-Marâghî

bahwa mereka (Ashâb al-Syimâl) semasa di dunia adalah orang-orang yang

diberi nikmat dengan bermacam-macam makanan, minuman, tempat tinggal

yang enak dan tempat-tempat bermukim yang menyenangkan. Mereka

tenggelam dalam menuruti syahwat. Sehingga tidaklah mengherankan bila

mereka diazab dengan hal-hal yang berlawanan dengan nikmat-nikmat

tersebut. Di samping itu, mereka dulu juga mengingkari hari ini. Mereka

mengatakan: “Apakah bila kami mati kemudian menjadi tanah dan tulang

Page 64: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

52

belulang, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali? Apakah

bapak-bapak kami yang terdahulu (juga(?”.

Kesimpulannya bahwa dulu mereka (Ashâb al-Syimâl) mendapat

sesuatu berupa kenikmatan-kenikmatan yang banyak dan karunia-karunia

yang besar. Namun demikian mereka terus-terusan kafir dan tidak bersyukur

kepada Allah atas nikmat-nikmat yang telah Dia karuniakan kepada mereka.

Sehingga mereka patut mendapat hukuman dari Allah. Dan dulu mereka juga

mendustakan hari ini dengan menganggap tidak mungkin terjadi. Mereka tidak

peduli apa pun, berkelana dalam lembah-lembah kesesatan dan berjalan di

jalan yang menyimpang seolah tiada yang mengawasi dan tiada yang

menghitung.

Mereka menganggap hari kebangkitan ini tak mungkin terjadi dengan

menyebutkan sebab-sebab berikut:

1. Hidup sesudah mati

2. Masa yang begitu lama sesudah kematian terjadi, sehingga daging-

daging telah menjadi tanah dan tulang-tulang telah hancur luluh.

3. Begitu ingkarnya mereka, sampai berkata dengan penuh keheranan,

“Apakah bapak-bapak kami terdahulu pun dibangkitkan kembali?”73

Kemudian Al-Marâghî menafsirkan bahwa Allah SWT. menjawab

semua ini dan menyuruh rasul-Nya agar menyampaikan jawaban tersebut

kepada mereka pada ayat 49 dan 50.

73

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.142

Page 65: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

53

“Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan

orang-orang yang terkemudian, Benar-benar akan dikumpulkan di

waktu tertentu pada hari yang dikenal.”

Beliau menafsirkan ayat ini dengan ungkapan, Jawablah wahai rasul

yang mulia, dengan mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya orang-orang

yang terdahulu yang kamu anggap tidak mungkin sejauh-jauhnya

dibangkitkan kembali, dan orang-orang yang kemudian yang kamu sangka

juga takan dibangkitkan, Mereka benar-benar akan dikumpulkan disatu tanah

lapang pada waktu tertentu pada hari yang dikenal. Dan tidak diragukan

bahwa dikumpulkannya bilangan manusia yang tiada terhingga banyaknya itu

lebih mengherankan lagi dari pada kebangkitan itu sendiri.74

Semakna dengan ayat ini ialah firman Allah SWT. yang artinya:

“Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah satu kali tiupan saja,

Maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan

bumi.” (Q.S. an-Nazi‟at/79: 13 - 14)

Surat al-Wâqi‟ah ayat 51- 56

“Kemudian Sesungguhnya kamu Hai orang-orang yang sesat lagi

mendustakan, Benar-benar akan memakan pohon zaqqum, Dan

akan memenuhi perutmu dengannya. Sesudah itu kamu akan

meminum air yang sangat panas. Maka kamu minum seperti unta

74

Al-Marâghî, Tafsîr Al-Marâghî, h.143

Page 66: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

54

yang sangat haus minum. Itulah hidangan untuk mereka pada hari

pembalasan”.

Kemudian al-Marâghî menafsirkan Ayat 51 sampai 55 dengan kalimat

teguran kepada mereka (Ashâb al-Syimâl), Hai orang-orang yang sesat, yang

terus melakukan dosa besar. Karena kamu tidak mengesakan Allah dan

mendustakan hal-hal yang wajib diagungkan, lalu kamu mendustakan para

Rasul Allah. Kamu mengingkarinya dan pembalasanlah pada hari ini.

Sesungguhnya kamu benar-benar memakan pohon zaqqum. Lalu kamu

memenuhi perutmu dengannya, lalu sesudah itu meminum air panas karena

kamu sangat kehausan. Akan tetapi minuman itu adalah minuman yang tidak

memuaskan orang yang kehausan. Oleh karena itu kamu meminum tanpa

puas-puasnya. Seolah-olah kamu adalah unta yang ditimpa penyakit

“kehausan” yang tiada terpuasi hausnya dengan meminum air.75

Dapat disumpulkan bahwa untuk menambah azab, maka mereka takan

merasa puas dengan meminum air busuk lagi panas. Sehingga mereka takan

berhenti meminumnya. Hal itu merupakan awal dan sebagian dari azab.

Ditutup dengan penafsiran ayat 56 bahwa, pohon zaqqum yang

dimakan ini dan air panas yang dimunum ini, adalah suguhan pertama yang

disuguhkan kepada mereka, sebagaimana tamu yang disuguhi suguhan yang

ada dihadapannya.

75

Al-Marâghî, Tafsir Al-Marâghî, h.143

Page 67: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

55

2. Penafsiran Quraish Shihab

Surat al-Wâqi‟ah ayat 7

“Dan kamu menjadi tiga golongan”

Sebelum kepada penafsiran, Quraish Shihab menyatakan bahwa ayat-

ayat yang lalu menjelaskan apa yang bakal terjadi saat kiamat menyangkut

bumi tempat hunian manusia. Dan kini ayat-ayat di atas menjelaskan keadaan

dan kelompok-kelompok penghuni bumi. Ia menyatakan ketika terjadi

peristiwa itu semua wahai manusia akan memperoleh balasan dan ganjaran

setimpal dan manusia seluruhnya terbagi menjadi tiga golongan.76

Diantaranya;

a. Al-Sâbiqûn Al-Sâbiqûn Ayat 10 – 26

Surat al-Wâqi‟ah ayat 10 - 14.

“Dan orang-orang yang beriman paling dahulu, Mereka Itulah

yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan.

Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, Dan segolo-

ngan kecil dari orang-orang yang kemudian”

Ayat di atas menguraikan kelompok pertama dari manusia, setelah ayat

yang lalu menyebut dua kelompok. Ayat 10 seakan menyatakan; Dan

kelompok ini adalah orang-orang yang mendahului mereka yang mukmin

dalam segala bidang kebajikan, mereka itulah yang mendahului siapa pun

76

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h.545

Page 68: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

56

memasuki surga dan meraih kenikmatan abadi. Selanjutnya ayat 11 sampai 14

ditafsirkan bahwa, mereka itulah yang sungguh tinggi kedudukannya yang

merupakan orang-orang yang didekatkan kepada Allah. Masing-masing

mereka ditempatkan di dalam surga-surga na‟îm yakni yang penuh

kenikmatan. Mereka para al-sâbiqûn adalah sekelompok besar dari umat

terdahulu yang bersama Nabi mereka masing-masing dan sedikit dari umat

yang kemudian yakni dari umat Nabi Muhammad SAW. Mereka kecil jika

dibandingkan dengan jumlah umat Nabi Muhammad secara keseluruhan.77

Surat al-Wâqi‟ah ayat 15 - 21.

“Mereka berada di atas dipan yang bertahta emas dan permata,

Seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi

oleh anak-anak muda yang tetap muda, Dengan membawa gelas,

cerek dan minuman yang diambil dari air yang mengalir, Mereka

tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk, Dan buah-buahan

dari apa yang mereka pilih, Dan daging burung dari apa yang

mereka inginkan.”

Ayat 15 sampai 19 ditafsirkan bahwa ayat di atas menggambarkan

sekelumit dari nikmat atau keadaan mereka para al-sâbiqûn. Ia menyatakan:

Mereka berada di atas dipan-dipan yang terakit dengan kukuh dan indah

77

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 547

Page 69: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

57

berlapikan emas dan permata. Seraya bertelekan dengan santai di atasnya lagi

berhadap-hadapan dengan mesra dan penuh kasih. Berkeliling yakni

senantiasa berbolak balik guna melayani dan memenuhi permintaan mereka,

pelayan-pelayan dalam bentuk remaja-remaja yang tetap muda belia tidak

disentuh oleh ketuaan. Dengan membawa gelas kosong dan ceret-ceret penuh

aneka minuman serta seloki yang berisi khamr surgawi yang diambil dari

sumber yang mengalir dan tidak pernah habis-habisnya. Mereka tidak pening

karena meminumnya dan tidak pula mabuk kehilangan akal dan

keseimbangan.78

Kemudian ayat 20 dan 21 menjelaskan makanan yang dihidangkan.

Anak-anak muda yang menjadi pelayan-pelayan itu berkeliling membawakan

aneka buah yang lezat dari apa yang mereka pilih sebelumnya. Lalu

dihidangkan kepada mereka daging burung dari apa yang mereka inginkan

dari jenis burung dan cara masakannya.79

Surat al-Wâqi‟ah ayat 22 - 26.

“Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli, Laksana mutiara yang

tersimpan baik. Sebagai balasan bagi apa yang Telah mereka

kerjakan. Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang

sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, Akan

tetapi mereka mendengar Ucapan salam.”

78 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 550

79 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 550-551

Page 70: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

58

Selanjutnya, ayat 22 sampai 24 menyebut pendamping mereka. Karena

kenikmatan baru dapat dikatakan sempurna begitu pula makan dan minum

baru terasa lezat bila ada yang mendampinginya, maka Quraish Shihab

menafsirkan ayat di atas diyatakan bahwa: Di samping apa yang telah disebut

sebelum ini, ada juga di dalam surga itu, pendamping-pendamping

penghuninya yaitu wanita-wanita surgawi yang bermata indah; kebeningan

dan kecemerlangan mata mereka laksana mutiara yang tersimpan baik

sehingga tidak disentuh oleh sedikit kekeruhan pun. Dan itu semua sebagai

balasan bagi apa yang telah mereka (al-sâbiqûn) kerjakan.80

Ayat 25 dan 26 – secara singkat – menafikan segala macam

kekurangan yang boleh jadi terbayang dalam benak seseorang dengan

menyatakan bahwa, mereka tidak mendengar di dalam surga itu perkataan

yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi

yang mereka dengar hanyalah ucapan – sikap dan perlakuan yang

mengandung makna – salam yang disusul lagi secara bersinambung tanpa

putus dengan salam sejahtera serupa.81

Pengulangan kata salâm di sini, bukan saja mengandung makna

pengukuhan ucapan, tetapi juga mengisyaratkan terulang dari saat kesaat

ucapan tersebut karena silih bergantinya anugrah Ilahi kepada mereka. Dan

menurut Quraish Shihab, salam ini adalah salâm aktif yang bermakna

anugerah dan kesejahteraan.

80

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 551 81

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 552

Page 71: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

59

Salah satu cara memuji dalam bahasa Arab adalah mengungkapkan

satu keistimewaan lalu mengecualikannya. Pengecualian biasanya bertolak

belakang maknanya dengan yang disebut sebelumnya. Ini yang dinamai,

ta‟kîd al-madh bimâ yusybihu adz-dzam / menentukan (تأكيد المدح بما يشبه الذم)

pujian dengan gaya yang serupa dengan celaan. Ayat di atas menggunakan

gaya tersebut. Setelah memuji dengan menafikan adanya lagw dan ta‟tsîm,

ayat di atas menyebut kata „tetapi‟. Yang disebut sesudahnya bukannya celaan

atau kekurangan, tetapi justru sesuatu yang sangat terpuji yakni salâm.82

b. Ashâb Al-Yamîn Ayat 8, 27 – 40

Surat al-Wâqi‟ah ayat 8.

“Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu.”

Quraish Shihab memaknai kata al-maimanah serupa dengan kata

al-yamîn / kanan. Ia terambil dari kata yumn yang berarti keberkatan.

Sedangkan kata al-masy‟amah merupakan antonim dari kata al-maimanah.

Arah kanan biasa digunakan sebagai isyarat tentang kebaikan dan

kebahagiaan. Demikian banyak bahasa menggunakan istilah itu. Seperti juga

dalam bahasa Indonesia ketika berkata langkah kanan yakni mujur dan

untung. Maka ayat di atas ditafsirkan; yaitu golongan kanan, alangkah

mulianya golongan kanan itu.

Surat al-Wâqi‟ah ayat 27 - 34.

82

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 553

Page 72: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

60

“Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu.

Berada di antara pohon bidara yang tak berduri, Dan pohon pisang

yang bersusun-susun (buahnya), Dan naungan yang terbentang

luas, Dan air yang tercurah, Dan buah-buahan yang banyak, Yang

tidak berhenti (berbuah) dan tidak terlarang mengambilnya. Dan

kasur-kasur yang tebal lagi empuk.”

Ayat-ayat di atas menguraikan kelompok penghuni surga yang

kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang lalu.

Namun itu bukan berarti kenikmatan yang mereka raih tidak sempurna.

Quraish Shihab menafsirkan ayat-ayat ini bahwa kelompok kedua adalah

Ashâb al-Maimanah yaitu golongan kanan; alangkah bahagianya mereka.

Tidak terbayang betapa kenikmatan yang diraih golongan kanan itu. Mereka

berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang atau

kurma yang buahnya bersusun-susun dengan indah dan menarik. Kemudian

naungan yang terbentang luas sepanjang masa dan di seluruh tempat. Lalu air

yang tercurah setiap diinginkan. Buah-buahan yang banyak jenis, rasa dan

ragamnya, tidak putus-putusnya seperti halnya di dunia yang hanya ditemukan

pada musim musim tertentu dan tidak juga terhalangi untuk mengambilnya.

Kemudian kasur-kasur yang diangkat ke atas ranjang-ranjang tidur, atau

bersusun satu dengan yang lain sehingga terasa empuk.83

83

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 554-555

Page 73: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

61

Surat al-Wâqi‟ah ayat 35 - 40.

“Sesungguhnya kami menciptakan mereka (Bidadari-bidadari)

dengan langsung, Dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.

Penuh cinta lagi sebaya umurnya. (Kami ciptakan mereka) untuk

golongan kanan, (yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang

terdahulu. Dan segolongan besar pula dari orang-orang yang

kemudian.”

Hubungan ayat di atas dengan uraian ayat-ayat yang lalu sangatlah

jelas. Tetapi jika dipahami, kata furusy dalam arti kasur-kasur tempat

pembaringan, maka untuk sementara ulama, ketika disebut hal tersebut

muncul di dalam benak pertanyaan tentang siapa yang menjadi teman para

penghuni surga pada kasur-kasur yang empuk itu. Nah, ayat di atas menjawab

dengan menyatakan bahwa ada teman-teman yang menyertai mereka. Beliau

menafsirkan ayat 35 sampai 40 bahwa Allah menciptakan mereka yakni

wanita-wanita surgawi yang menjadi teman dan pasangan penghuni surga

dengan penciptaan sempurn. Lalu Allah jadikan mereka gadis-gadis perawan,

penuh cinta lagi sebaya umurnya. Bentuk badannya satu dengan yang lain

sebaya dengan pasangan-pasangan mereka. Mereka Allah ciptakan untuk

golongan kanan (Ashâb al-Yamîn). Mereka itu sekelompok dari umat yang

terdahulu, yang hidup pada masa para nabi yang lalu dan sekelompok besar

pula dari umat yang kemudian yang hidup pada masa Nabi Muhammad SAW.

serta generasi sesudah mereka.84

84

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 556

Page 74: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

62

c. Ashâb Al-Syimâl Ayat 9, 41 – 56

Surat al-Wâqi‟ah ayat 9.

“Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu.”

Kata al-masy‟amah serupa dengan kata syimâl / kiri. Ia terambil dari

kata syu‟m. Sedangkan kata al-maimanah terambil dari kata yumn yang berarti

keberkatan. Kata yumn merupakan antonim dari kata syu‟m. Arah kiri biasa

digunakan sebagai isyarat tentang kejahatan dan kesengsaraan. Demikian

banyak bahasa menggunakan istilah itu. Seperti juga dalam bahasa Indonesia

ketika berkata langkah kiri berarti yang sial atau serba salah. Maka ayat di atas

ditafsirkan; yaitu golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.

Surat al-Wâqi‟ah ayat 41 - 44.

“Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu? Dalam (siksaan(

angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih, Dan dalam

naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.”

Ayat-ayat ini menguraikan keadaan golongan manusia yang ketiga

yakni penghuni neraka, setelah sebelumnya telah menguraikan kedua

golongan penghuni surga. Quraish Shihab menafsirkan ayat 41 sampai 44

yang menyatakan bahwa kelompok ketiga yang akan hadir di hari kemudian,

adalah Ashâb al-Masy‟amah yaitu golongan kiri; alangkah buruk dan ngeri

apa yang dialami oleh golongan kiri itu. Mereka berada dalam wadah siksaan

Page 75: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

63

berupa angin yang amat panas yang menembus pori-pori, air panas yang

mendidih dan dalam naungan asap hitam yang panas dari hembusan neraka

Jahannam. Tidak sejuk sehingga meringankan panasnya udara dan tidak

menyenangkan bila dihirup.85

Surat al-Wâqi‟ah ayat 45 - 50.

“Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan. Dan

mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar. Dan mereka selalu

mengatakan: "Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang

belulang, apakah Sesungguhnya kami akan benar-benar

dibangkitkan kembali? Apakah bapak-bapak kami yang terdahulu

(juga)?" Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu

dan orang-orang yang terkemudian, Benar-benar akan dikumpul-

kan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.”

Selanjutnya ayat 45 sampai 50 menjelaskan beberapa sebab utama dari

siksa tersebut. Beliau (Quraish) menafsirkan ayat tersebut bahwa, secara

mendarah daging sebelum siksa menimpa mereka, yakni ketika masih di dunia

ini, mereka hidup berlebih-lebihan atau berfoya-foya. Angkuh sambil

melupakan Allah Pemberi nikmat dan mengabaikan tuntunan-Nya. Di

samping itu mereka juga terus-menerus bersikeras mengerjakan dosa yang

besar. Dan mereka juga mengingkari keniscayaan kiamat serta senantiasa dari

85

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 558

Page 76: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

64

saat kesaat mengatakan; “Apakah apabila kami telah mati dan kelak menjadi

tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan

dibangkitkan kembali? Apakah bapak-bapak kami yang terdahulu, juga akan

dibangkitkan?” Padahal keadaan mereka jauh lebih mustahil dari kebangkitan

kami. Karena pastilah setelah sekian lama mereka mati, tulang belulang

mereka telah punah dan tidak ada bekas-bekasnya lagi.

Kemudian Allah SWT. memerintahkan kepada Nabi Muhammad

SAW. untuk menjawabnya pada ayat 49 dan 50 bahwa, “Katakanlah kepada

mereka dan yang semacam mereka bahwa tidak ada bedanya di sisi Allah

dalam hal membangkitkan manusia, tidak ada yang sulit dan lebih sulit

baginya. Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu mati dan yang kamu kira

lebih sulit dibangkitkan dan orang-orang yang mati kemudian – termasuk

kamu – benar-benar akan sama-sama dan bersamaan dikumpulkan dengan

sangat mudah di waktu dan tempat tertentu pada hari yang ditentukan oleh

Allah SWT.”86

Surat al-Wâqi‟ah ayat 51 - 56.

“Kemudian Sesungguhnya kamu Hai orang-orang yang sesat lagi

mendustakan, Benar-benar akan memakan pohon zaqqum, Dan

akan memenuhi perutmu dengannya. Sesudah itu kamu akan

86

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13,h. 560

Page 77: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

65

meminum air yang sangat panas. Maka kamu minum seperti unta

yang sangat haus minum. Itulah hidangan untuk mereka pada hari

pembalasan".

Ayat 51 sampai 55 diuraikan bahwa siksaan yang akan dialami para

pendurhaka dengan menjelaskan sebab utamanya. Quraish Shihab menafsir-

kan bahwa mereka (Ashâb al-Syimâl) orang-orang sesat, yang tidak bahkan

enggan mengikuti jalan yang benar lagi para pengingkar kebenaran. Benar-

benar mereka semua pasti akan memakan makanan yang diambil dari pohon

zaqqûm. Yaitu pohon yang sangat buruk bentuk, rasa dan aromanya serta yang

akarnya tumbuh di jurang neraka. Kemudian mereka juga secara mantap tetapi

terpaksa akibat lapar yang mereka derita pasti memenuhi perutnya dengan

memakan pohon itu. Mereka pun akan meminum air yang sangat panas dan

yang tidak menghilangkan dahaga. Meminumnya dengan sangat banyak

seperti unta yang sangat haus. Namun demikian dahaganya tidak juga hilang.87

Setelah lengkap apa yang harus disampaikan oleh Nabi SAW. kepada

para pendurhaka itu, ditutuplah dengan ayat 56 bahwa, inilah aneka siksa yang

disebut itu merupakan hidangan selamat datang untuk mereka pada hari

Pembalasan dan tentu saja hidangan pokoknya jauh lebih buruk dari itu.”88

87

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 561-562 88

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, vol.13, h. 562

Page 78: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

66

BAB III

ANALISA PERBANDINGAN DAN IMPLIKASINYA

A. Pengertian Umum Ayat 7 - 56

1. Persamaan Dan Perbedaan

Ada benang merah yang dapat ditarik diantara keduanya, baik itu

penafsiran Al-Marâghî maupun penafsiran Quraish Shihab, yaitu bahwa kajian

fenomenal tentang surat al-Wâqi‟ah mengenai tiga golongan manusia ketika

hari kiamat merupakan bahan wacana yang seharusnya menjadi kajian yang

urgen dalam setiap rentan waktu yang tak terbatas. Selain menambah

kamajemukan berpikir juga merupakan wadah setiap manusia untuk

meningkatkan setiap detik kesadaran religinya dan meningkatkan kepada

mereka bahwa kiamat itu semakin dekat.

Penafsiran surat al-Wâqi‟ah yang menggambarkan tentang tiga

golongan ini, di antara keduanya – baik penafsiran al-Marâghî maupun

Quraish Shihab – tidak jauh berbeda secara global, bahwa Allah SWT.

merendahkan suatu kaum dan mengangkat derajat kaum yang lain. Dan bumi

ketika itu bergoncang sehingga gunung-gunung dan bangunan-bangunan yang

ada di atasnya roboh. Kemudian gunung-gunung berhamburan seperti debu

yang berhamburan di udara. Lalu manusia di waktu itu terbagi menjadi tiga

golongan, yaitu golongan kanan, golongan kiri, dan orang-orang yang

bersegera kepada kebaikan. Kemudian di ikuti dengan penjelasan rinci tentang

Page 79: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

67

kenikmatan dan siksaan yang sesuai dengan kadar kesalehan dan kekafiran

masing-masing golongan.

Adapun perbedaannya itu hanya terdapat dari segi penafsiran dan

keterangan redaksi pada sebagian ayat-ayat tertentu saja, tetapi tidak jauh

berbeda secara maksud dan tujuannya. Perbedaan latar belakang juga

berpengaruh terhadap penafsiran di antara keduanya, sehingga penulis perlu

menggarisbawahi setidaknya ada enam perbedaan maupun persamaan

penafsiran perihal tiga golongan manusia ini sebagai berikut;

Pertama, Makna Al-Sâbiqûn al-Sâbiqûn pada ayat 10 dalam surat

al-Wâqi‟ah, al-Marâghî menafsirkannya dengan orang-orang yang mempunyai

pangkat dan kemuliaan di sisi Tuhan mereka. Dengan penegasan bahwa

mereka adalah orang-orang yang mendahului lainnya kepada ketaatan atau

bersegera untuk melakukan kebaikan selama di dunia.1 Sedangkan Quraish

Shihab hanya sedikit berbeda dari redaksi penafsir sebelumnya. Dalam

memahami ayat tersebut, beliau (Quraish) menafsirkan kata Al-Sâbiqûn

al-Sâbiqûn yang disebutkan dua kali dengan memisahkan makna keduanya.

Kata Al-Sâbiqûn yang pertama adalah mereka yang bergegas dalam

melaksanakan kebajikan. Sedangkan makna Al-Sâbiqûn yang kedua adalah

mereka yang mendahului yang lain masuk ke surga.2

Menurut penulis, berkenaan dengan kedua penafsiran tersebut bila

disatukan maknanya bahwa Al-Sâbiqûn al-Sâbiqûn adalah golongan yang

paling dulu sampai di hadapan Allah SWT. Mereka inilah yang paling khusus,

1 Ahmad Mustafa al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Mesir:1973), Juz.27, h.131

2 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟ân, (Jakarta

:Lentera Hati, 2000), cet. Ke-1, Vol.13, h.548

Page 80: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

68

lebih terhormat, dan lebih dekat daripada orang-orang yang berada di sebelah

kanan yang merupakan pemuka mereka semua. Sebab di antara mereka adalah

para Rasul, para Nabi, orang-orang yang benar (al-Siddîqûn), dan para

Syuhada yang jumlahnya lebih sedikit dari Ashâb al-Yamîn. Merujuk kepada

sabda Rasulullah SAW. mengenai kriteria orang-orang yang paling dulu

sampai kepada naungan Allah pada hari Kiamat kelak adalah mereka yang

jika diberi kebenaran, mereka segera menyambutnya, dan jika diminta, mereka

segera memberikannya, serta memberikan keputusan kepada orang lain

layaknya memberi keputusan untuk diri mereka sendiri.

Kedua, pada ayat 13 dan 14, al-Marâghî menafsirkan makna Tsullah

min al-awwalîn dengan segolongan besar umat-umat terdahulu, dan makna wa

qalîl min al-âkhirîn ialah sedikit dari umat Muhammad SAW. Sedangkan

Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat ini dengan uraian, bahwa orang-orang

yang mendahului siapa pun memasuki surga adalah mereka sekelompok besar

dari umat yang terdahulu bersama Nabi mereka masing-masing, dan sedikit

dari umat yang kemudian dari umat Nabi Muhammad SAW.

Sedikit penulis mengambil referensi penafsiran di luar kedua mufassir

di atas, dari kitab Lubâb al-Tafsîr min Ibn Katsîr.3 Setidaknya bisa dijadikan

perbandingan dalam memahami ayat ini. Allah berfirman seraya menjelaskan

tentang orang-orang yang paling dulu masuk Surga dan didekatkan kepada-

Nya, bahwa mereka adalah sekelompok besar dari orang-orang terdahulu dan

sebagian kecil dari orang-orang yang hidup terakhir. Para ulama telah berbeda

3 „Abdullah bin Muhmmad Alu Syaikh, Lubâb al-Tafsîr min Ibni Katsîr, trjmh. M.Abdul

Ghoffar, (Bogor:Pustaka Imam Syafi‟i(, 2007, Cet.Ke-4, jld.8, h.7

Page 81: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

69

pendapat tentang maksud firman Allah : األوليه dan اآلخريه. Pertama, pendapat

yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan األوليه adalah umat-umat

terdahulu, dan اآلخريه adalah umat yang ada sekarang ini.

Pendapat kedua lebih kuat mengenai hal di atas, bahwa yang dimaksud

dengan firman Allah ثلة من األولين “Segolongan besar dari orang-orang yang

terdahulu.” adalah generasi pertama dari umat ini. Kemudian وقليل من اآلخرين

“Dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian,” adalah dari

kalangan umat ini juga.4

Penulis berpendapat bahwa ayat tersebut bersifat umum meliputi

seluruh umat – umat-umat terdahulu maupun umat Nabi Muhammad SAW. –,

yang masing-masing mempunyai kedudukan tersediri. Tidak diragukan lagi

bahwa orang-orang yang pertama dari suatu umat selalu lebih baik dari pada

mereka yang terakhir dari umat yang sama. Berpegang kepada sabda

Rasulullah SAW.:

اللو اني ع لي بن ال س ن ح دث ن السمان: س عد بن أ زى ر ث ن ا ح دالنب اهللع ن ع بد ع ن عب يد ة ، ع ن إب ر اىيم ، ع ن ، ع ون ابن ع ن

ع ل يوو س لمق ال رالناس:ص لىاهلل ي ي لون همث،ق رنخ ث،الذين ي لون هم إىلآخرال ديث...5الذين

al-Hasan bin „Ali al-Hulwâniy berkata: Azhar bin Sa‟ad al-Sammân

dari Ibn „Aun berkata, dari Ibrâhîm, dari „Ubaidah, dari Abdillâh

dari Nabi SAW. Bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah kurunku,

kemudian kurun setelahnya, dan kemudian kurun setelahnya”.

Sampai hadis selengkapnya.

4 Alu Syaikh, Lubâb al-Tafsîr min Ibni Katsîr, jld.8, h.7

5 Abi al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Naisâbûry, Sahih Muslim, fadâ‟il al-Sahâbah,

Riyâd: Dâr al-Salâm,1998, hadis ke-6472, h. 1111

Page 82: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

70

Dan umat ini merupakan umat yang paling baik seperti yang ditegaskan

didalam nas Al-Qur‟an, sehingga sangat jauh sekali jika yang dimaksud

dengan orang-orang yang didekatkan oleh Allah itu sebagian besar bukan dari

umat Muhammad ini. Kecuali jika yang dimaksudkan itu adalah perbandingan

antara umat terdahulu dengan umat ini. Yang jelas, bahwa orang-orang yang

didekatkan dari umat ini lebih banyak daripada umat-umat sebelumnya.

Ketiga, makna Al-Maimanah pada ayat 8, secara bahasa al-Marâghî

menafsirkannya dengan “sebelah kanan”. Dengan penjelasan bahwa golongan

kanan adalah yang mengambil buku catatan amal ibadahnya selama di dunia

dengan tangan kanan mereka, dalam keadaan bahagia seraya berada dalam

kondisi yang sangat baik dan sempurna.6 Namun Quraish Shihab dalam

menafsirkan kata (الميمنة) al-Maimanah itu serupa dengan kata (اليمين) al-Yamîn

yakni kanan. Ia terambil dari kata (يمن) Yumn yang berarti keberkatan. Dengan

keterangan selanjutnya bahwa arah kanan biasa digunakan sebagai isyarat

tentang kebaikan dan kebahagiaan.7

Keempat, al-Marâghî dalam menafsirkan makna Ashâb Al-Yamîn pada

ayat 27 dengan keterangan, bahwa golongan kanan adalah mereka yang

berada dalam puncak kemegahan dan derajat tinggi, serta berkedudukan

luhur.8 Sedangkan Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat ini dengan uraian,

bahwa kelompok ini merupakan penghuni surga yang kedudukannya lebih

rendah dibandingkan dengan kelompok yang lalu (Al-Sâbiqûn al-Sâbiqûn).

Namun, itu bukan berarti kenikmatan yang mereka raih tidak sempurna.

6 Al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, h.131

7 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, h.546

8 Al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, h.139

Page 83: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

71

Dengan penekanan ayat Mâ Ashâb Al-Yamîn yakni alangkah bahagianya

mereka itu, tidak terbayang betapa kenikmatan yang diraih oleh golongan

kanan.”9

Kelima, al-Marâghî menafsirkan makna Al-Masy‟amah pada ayat 9

secara bahasa adalah sebelah kiri. Kemudian dalam menafsirkan Ashâb

al-Masy‟amah pada ayat ini sebagai golongan yang diseret ke kiri masuk ke

neraka, dengan keterangan, bahwa mereka mencapai keadaan yang paling

buruk. Sedangkan dalam tafsir al-Misbâh, kata (المشأمة) al-Masy‟amah

terambil dari kata (شؤم) Syu‟um yang merupakan antonim dari Yumn. Arah kiri

biasa digunakan sebagai isyarat tentang kesialan dan kesengsaraan.

Gaya pertanyaan yang diajukan di atas serta pengulangannya pada

masing-masing kelompok (antara Ashâb al-Maimanah dan Ashab al-Masy‟amah)

mengandung isyarat tentang kedudukan mereka yang sangat mengagumkan

bagi kelompok kanan dan memprihatinkan bagi kelompok kiri.10

Keenam, Mustafa al-Marâghî dalam menafsirkan Ashâb Al-Syimâl

pada ayat 41 bahwa golongan kiri itu berada dalam keadaan yang tidak bisa

digambarkan dan tidak bisa dikira-kira tentang kesengsaraan, penderitaan dan

nasib mereka yang buruk.11

Sedangkan Quraish Shihab dalam menafsirkan

ayat ini dengan uraian, bahwa kelompok ketiga yang akan hadir di hari

kemudian adalah golongan kiri dalam keadaan sangat buruk dan mengerikan

apa yang dialami oleh golongan itu.12

9 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, h.554

10 M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh, v.13, h.546

11 Mustafa Al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, Juz.27, h.141

12 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, h.558

Page 84: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

72

Penulis perlu menggaris bawahi bahwa pada ayat yang menjelaskan

antara Ashâb al-Yamîn dan Ashâb al-Syimâl, dari segi maksud keadaan kedua

golongan ini. Antara kedua penafsir itu tidak jauh berbeda, hanya saja yang

membedakan adalah dari segi redaksi penafsiran. Menurut al-Marâghî, bagi

Ashâb al-Yamîn, mereka akan menerima catatan (buku) amalnya dengan

tangan kanannya. Dan akan pada saatnya nanti mereka akan dikumpulkan

bersama kaum yang berada di barisan kanan, yakni kedalam Surga. Sedang

bagi Ashâb al-Syimâl adalah sebaliknya. Dan menurut Quraish Shihab, kedua

golongan ini berada pada golongannya masing-masing. Bagi Ashâb al-Yamîn

adalah keberkatan dan kenikmatan yang mereka raih. Dan bagi Ashâb

al-Syimâl adalah kesengsaraan dan penderitaan yang mereka peroleh.

2. Balasan Bagi Ketiga Golongan

Bagi golongan pertama, secara umum bahwa ayat 10 sampai dengan

ayat 26 memberi pengertian bahwa Allah SWT. menerangkan keberadaan

penghuni surga dari al-Sâbiqûn al-Sâbiqûn adalah segolongan dari umat-umat

terdahulu yang beriman dan segolongan kecil dari umat kemudian. Maka

Ganjaran yang mereka raih adalah surga yang berisi tempat tidur yang

bertahtakan emas permata, dengan penghuni yang cantik jelita yang bermata

jeli laksana mutiara yang tersimpan baik. Meraih minuman dan makanan, juga

buah-buahan dan daging-daging burung yang rasanya lezat, dengan pelayan-

pelayan surganya adalah anak-anak muda yang tidak berubah, yang

menyenangkan bila dipandang. Dan di dalamnya tidak terdengar kata-kata

Page 85: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

73

yang tidak layak diucapkan oleh orang-orang baik yang mempunyai akhlak

tinggi dan perasaan yang halus.

Selanjutnya, bagi golongan kedua secara umum bahwa ayat 27 sampai

dengan ayat 40 mengenai Ashâb Al-Yamîn, memberi pengertian bahwa Allah

menerangkan keberadaan mereka nanti di dalam surga yang ditumbuhi pohon

bidara yang tidak berduri dan pohon pisang yang tersusun buahnya. Satu di

atas yang lain dengan buah-buahan yang banyak. Tidak pernah berhenti

berbuah untuk selama-lamanya, dan tidak terlarang bagi mereka kapan saja

mereka menghendaki. Di dalam surga juga terdapat kasur-kasur yang empuk

dan tersusun tinggi, di samping bidadari yang cantik yang masih perawan,

penuh dengan rasa cinta lagi sebaya umurnya.

Dalam ayat lain terdapat gambaran kenikmatan yang di peroleh para

penghuni Surga.13

“Mereka itu memperoleh rezki yang tertentu, Yaitu buah-buahan.

dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan, Di dalam surga-

surga yang penuh nikmat. Di atas tahta-tahta kebesaran berhadap-

hadapan. Diedarkan kepada mereka gelas yang berisi khamar dari

13

Fachruddin Hs, Ensiklopedi al-Qur‟ân, Jakarta:PT.Rineka Cipta,1992, cet.1, Jld.II,

h.623

Page 86: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

74

sungai yang mengalir. (Warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi

orang-orang yang minum. Tidak ada dalam khamar itu alkohol dan

mereka tiada mabuk karenanya. Di sisi mereka ada bidadari-

bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya, Seakan-

akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan

baik. Lalu sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang

lain sambil bercakap-cakap.” (Q.S. Al-Saffat/37:41 - 50)

Dan terakhir adalah golongan ketiga, secara umum bahwa ayat 41

sampai dengan ayat 56 mengenai Ashâb al-Syimâl, memberi pengertian bahwa

Allah menerangkan bencana dan kesengsaraan, serta keadaan buruk yang

diterimanya. Golongan ini terbakar dalam panas neraka, meminum air panas

bagaikan kotoran minyak yang membakar wajah. Makanan mereka adalah

berupa pohon zaqqum, yang memenuhi perut mereka. Kemudian mereka akan

meminum air tanpa ada puas-puasnya, bagai unta yang kehausan. Ini adalah

penghormatan dan suguhan terbaik yang Allah sediakan untuk mereka pada

hari tersebut.

Perihal Zaqqum atau makan penghuni neraka pada ayat 52 dari surat

al-Wâqi‟ah, juga termaktub dalam al-Qur‟ân surat al-Dukhân yang berbunyi;

“Sesungguhnya pohon zaqqum itu, Makanan orang yang banyak

berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam

perut, Seperti mendidihnya air yang amat panas. Peganglah dia

Kemudian seretlah dia ke tengah-tengah neraka. Kemudian

tuangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari( air yang amat panas.”

(Q.S. Al-Dukhân/44:43 - 48)

Page 87: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

75

Dalam Al-Qur‟ân disebutkan, bahwa Zaqqum itu makanan orang

berdosa yang menjadi isi neraka. Urat pohon Zaqqum itu dalam neraka,

buahnya bagai kepala syaitan (ular). Zaqqum dimakan oleh isi neraka sepenuh

perutnya dan dalam perut mendidih bagai hancuran tembaga. Sesudah itu

orang yang memakan buah Zaqqum diberi minuman dengan air yang

mendidih dan tetap menderita pembakaran api neraka.14

Dari analisa ayat di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa orang

yang memakan buah Zaqqum, meminum air yang sedang mendidih dan

menggelegak dalam perut bagai hancuran tembaga, itu semua disebutkan

dalam Al-Qur‟ân untuk membuat perbandingan. Mana yang lebih baik

dibandingkan dengan orang yang mendiami surga kesenangan, memperoleh

rezeki yang mudah diterima, buah-buahan segala rupa, mendapat kehormatan

dan pelayanan yang amat baik. Diam dalam taman kesenangan, duduk di atas

kursi kebesaran, berhadapan satu sama lain. Disuguhi minuman yang lezat cita

rasanya, anggur yang tiada menimbulkan mabuk, pening atau sakit kepala.

B. Implikasi Penafsiran (Ayat 7 - 56 ) Dalam Kehidupan Di Masyarakat

Dalam skripsi ini, sengaja penulis sajikan beberapa pesan moral

maupun implikasi yang ada dalam kehidupan di masyarakat.

Pertama, keterangan kedua mufassir – Ahmad Mustafa al-Marâghî dan

M. Quraish Shihab – tentang tiga golongan manusia dalam surat al-Wâqi‟ah

ayat 7 - 56 memberikan penjelasan, bahwa ayat-ayat tersebut termasuk bagian

dari petunjuk Allah SWT. untuk manusia agar mempersiapkan perihal

14

Fachruddin Hs, Ensiklopedi al-Qur‟ân, Jakarta:PT.Rineka Cipta,1992, cet.1, Jld.II,

h.621-622

Page 88: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

76

kejadian di hari kemudian. mengenai perintah, larangan, ancaman dan balasan.

Pada firman-Nya ( ن السببقونوالسببقو ( “Dan orang-orang yang paling dahulu

beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga(,” Al-„Auza‟i mencerita-

kan dari „Utsman bin Abi Saudah, bahwa ia pernah membaca ayat ini,

)والسببقون السببقون، أولئك المقربون) “Dan orang-orang yang paling dahulu beriman,

merekalah yang paling dulu (masuk surga), mereka itulah yang didekatkan

(kepada Allah(”. Kemudian ia mengatakan, “Yakni, orang-orang yang

pertama kali pergi ke masjid dan orang-orang yang pertama kali pergi

(berjuang( di jalan Allah.”15

Mereka itu adalah orang-orang yang menunaikan

kewajibannya mematuhi perintah Allah dan menjauhkan diri dari larangan-

larangan-Nya. Mereka bangun tengah malam melakukan salat, memuji,

berdzikir, merenungkan kebesaran Allah, dan memohon ampunan-Nya, serta

berpuasa pada siang harinya. Semua pendapat dan ungkapan di atas adalah

Sahih, karena yang dimaksud dengan al-Sâbiqûn al-Sâbiqûn adalah orang-

orang yang bersegera untuk berbuat kebaikan seperti yang telah diperintahkan

kepada mereka.

Kemudian, Ashâb al-Yamîn dan Ashâb al-Syimâl, kedua golongan ini

merupakan sebuah pilihan bagi setiap manusia. Mau mengikuti jejak kebaikan

para Ashâb al-Yamîn. Mereka adalah orang-orang yang suka berbuat baik,

sebagaimana yang dikatakan oleh Maimun bin Mihran16

bahwa kedudukan

Ashâb al-Yamîn itu berada di bawah orang-orang yang mendekatkan diri

kepada Allah. Atau justru jauh dari rahmat Allah dengan sebab lalai dari

15

„Abdullah bin Muhmmad Alu Syaikh, Lubâb al-Tafsîr min Ibni Katsîr, jld.8, h.5 16

Maimun bin Mihran al-Jazariy adalah golongan tabi‟in yang lahir di kufah tahun 40 H.

dan wafat tahun 117 H. Beliau dikenal dengan nama Abu Ayub al-Râqy.

Page 89: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

77

kewajiban seperti para Ashâb al-Syimâl. Mereka semasa di dunia adalah

orang-orang yang berkemewahan, yang tenggelam dalam dosa-dosa. Mereka

mengingkari hari ini (hari pembalasan). Dan jika mereka mati itu termasuk

golongan para pembohong dan pengingkar kebenaran. Semoga semua umat

Islam terhindar dari hal-hal yang demikian.

Kedua, perihal surat al-Wâqi‟ah dikenal di kalangan masyarakat dari

dulu hingga kini sebagai suatu surat yang memiliki nilai fadilah tersendiri bagi

yang membacanya. Sebab dipercaya sebagai amalan wirid dengan harapan

fadilah dimurahkannya rizki. Dalam hal ini, mengunggulkan beberapa surat

tertentu dalam Al-Qur‟an bukan lah hal yang baru didengar di masyarakat.

Bersandarkan kepada sabda Rasulullah SAW. yang sering disampaikan oleh

kalangan guru agama maupun asâtidz kepada masyarakatnya, bahwa surat

Yâsîn, al-Rahmân, al-Mulk dan termasuk salah satunya ialah surat al-Wâqi‟ah

yang merupakan sebagian dari surat-surat yang memiliki keutamaan.

Pengalaman penulis semasa bermukim di Madrasah Islamiyah

Tangerang, kegiatan rutinitas yang biasa dilaksanakan para santri dan

masyarakat sekitar bahwa setelah salat dzuhur itu disambung dengan

pembacaan surat al-Mulk secara berjama‟ah. Dengan harapan fadilahnya

kelak terhindar dari siksa kubur dan api neraka. Kemudian setelah salat „ashr

disambung dengan membaca surat al-Wâqi‟ah, dengan harapan fadilahnya

kelak dimudahkan dalam urusan rizki. Termasuk di daerah tempat penulis

tinggal, bahwa pada setiap malam jumat, kegiatan rutinitas di Masjid-masjid

masih berkumandang hingga kini pembacaan surat Yâsîn berikut Dzikirnya.

Page 90: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

78

Dengan harapan bahwa fadilah surat tersebut kelak pada setiap hurufnya

menjadi cahaya di hari kemudian serta menerima catatan amalannya dengan

tangan kanan.

Kritikan penulis terhadap pernyataan di atas, bahwa sebagai umat

Islam, agar seharusnya selalu berpegang teguh kepada ajaran Al-Qur‟ân. Serta

membacanya dan berusaha mengamalkan isi kandungannya dalam kehidupan,

dengan tanpa mengesampingkan ayat-ayat yang lain dari sekian banyak surat.

Sebab, Al-Qur‟ân seluruhnya adalah Kalam Allah SWT. yang merupakan

mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dan ditulis di

mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, yang mana membaca dan

mempelajarinya adalah bernilai ibadah.

Ketiga, adapun hikmah yang dapat dipetik dari kandungan ayat-ayat

dalam surat al-Wâqi‟ah ialah senantiasa kajian ini menjadi motivasi dalam

beribadah, berbuat kebajikan, serta amalan-amalan saleh lainnya dengan

semata-mata hanya mengharap keridaan Allah SWT. Karena setiap umat

seluruhnya berharap sekali untuk menjadi golongan al-Sâbiqûn, yang

bersegera masuk ke dalam surga. Tentunya dengan bersegera berbuat

kebajikan sesuai dengan petunjuk Al-Qur‟ân, Karena ia merupakan sumber

utama ajaran Islam yang memiliki autentisitas yang tak terbantahkan.17

Dengan tidak menjadikannya sebagai barang antik yang harus disakralkan,

tetapi bagaimana Al-Qur‟ân itu secara kultural dapat dihayati, dan secara

17

Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. (Jakarta:PT.Ichtiar Baru Van

Hoeve.2002), Jld.1, h.143

Page 91: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

79

sosiologis ajaran-ajarannya dapat diamalkan.18

Sebagaimana petunjuk Al-

Qur‟ân serta kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW., telah mampu mengubah

segi negatif adat-istiadat masyarakat jahiliyah tersebut, dalam waktu yang

sangat singkat sehingga pada akhir generasi mereka itu berubah dan dinilai

sebagai khairul qurn (sebaik-baik generasi).19

Namun, sekiranya upaya yang dilakukan dalam beribadah masih jauh

dari kategori golongan Al-Sâbiqûn al-Sâbiqûn, kemungkinan adanya harapan

– penulis pada khususnya, seluruh umat Muslim pada umumnya – agar bisa

tergolong sebagai Ashâb al-Yamîn. Semoga kajian ini senantiasa bermanfaat,

juga menjadi pelajaran bagi mereka yang mau untuk mengamalkan isi

kandungan Al-Qur‟ân, serta peringatan bagi mereka yang senantiasa masih

bergelimang dosa.

18

Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur‟an: Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum da-

lam Al-Qur‟an, (Jakarta:Penamadani.2005), Cet: Ke-3, h.41 19

Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur‟an, h.81-82

Page 92: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

80

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis membuat analisa dan menguraikan pembahasan dari

bab ke bab, mengenai tiga golongan manusia ketika hari Kiamat dalam surat

al-Wâqi‟ah ayat 7 - 56 menurut analisa perbandingan antara tafsir Al-Marâghî

karya dari Ahmad Mustafa al-Marâghî dengan tafsir Al-Misbâh Karya

M. Quraish Shihab, maka penulis menyimpulkan bahwa penjabaran mengenai

hal-hal di atas sebagai berikut;

Persamaan antara kedua mufassir dalam memahami ayat-ayat ini

adalah pada penekanan aspek pelajaran atau pesan yang terkandung dalam

kisah tersebut. Jadi, yang perlu digali adalah pesan yang ingin Allah

sampaikan melalui kisah ini, bukan pada persoalan waktu kejadiannya, serta

mengetahui tentang tiga golongan itu.

Menurut analisa penulis, melihat dari uraian penafsiran al-Marâghî

dalam menjelaskan beberapa ayat pada surat al-Wâqi‟ah berdasarkan

ketelitian ungkapan-ungkapan yang disusun secara lugas, dengan menekankan

tujuan yang pokok dari surat ini, lalu mengaplikasikannya pada tatanan sosial

yang sejalan dengan perkembangan masyarakat, dan ini adalah bentuk corak

penafsiran Adabi Ijtima‟i. Berbeda sedikit dengan Quraish Shihab yang

menjelaskan ayat demi ayat secara berurutan, serta memahami bahasa ayat

Page 93: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

81

dari segi asal kosa kata itu. Lalu memisahkan terjemahan makna al-Qurân

dengan sisipan penafsiran.

Perbedaan yang menonjol dari analisa penulis antara kedua mufassir

dalam menafsirkan surat al-Wâqi‟ah ayat 7-56 ialah ketika menafsirkan dua

perkara. Pertama, dalam memahami makna ketiga golongan manusia yakni,

Al-Sâbiqûn Al-Sâbiqûn, Ashâb Al-Yamîn dan Ashâb Al-Syimâl, al-Marâghî

menafsirkannya secara lugas dan menekankan tujuan pokok sesuai dengan

wawasan keilmuan beliau. Sedangkan Quraish Shihab menafsirkannya sesuai

dengan asal kosa kata ayat tersebut dengan menjelaskan beberapa ayat itu agar

sejalan dengan perkembangan masyarakat. Kedua, al-Marâghî menafsirkan

makna Tsullah min al-awwalîn dengan segolongan besar umat-umat

terdahulu, dan makna wa qalîl min al-âkhirîn ialah sedikit dari umat

Muhammad SAW. Sedangkan Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat ini

dengan mereka sekelompok besar dari umat yang terdahulu bersama Nabi

mereka masing-masing, dan sedikit dari umat yang kemudian dari umat Nabi

Muhammad SAW.

Adapun implikasinya dalam kehidupan dimasyarakat, ialah ketika

sebagian ulama menyampaikan fadilah (keutamaan) beberapa surat dalam

Al-Qur‟ân, bahwa dengan membacanya setiap saat serta menjadikannya

sebagai wiridan tetap, kepercayaan itulah yang mereka jalankan. Dan itu

diyakini sebagai keutamaan yang final. Bila dibandingkan dengan memahami

isi kandungan serta mengamalkannya dalam kehidupan bermasyarakat, itu

jauh lebih memilki nilai keutamaan yang tak terhingga.

Page 94: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

82

B. Saran-saran

1. Dalam al-Qur‟an mengandung 114 surat. Maka, jangan hanya terfokus

pada satu surat saja, seperti surat al-Wâqi‟ah yang menjadi tumpun

kebanyakan masyarakat Muslim dalam mengamalkan bacaan dan memetik

fadilahnya. Tapi yang perlu diingat bahwa semua surat yang ada dalam

al-Qur‟ân itu perlu dibaca, dipahami, dihayati dan diamalkan seluruhnya

dalam kehidupan di masyarakat. Agar senantiasa menjadi petunjuk yang

mampu menyelamatkan setiap insan, baik di dunia dan terlebih di akhirat.

2. Dalam Al-Qur‟ân terdapat banyak kisah yang diceritakan oleh Allah.

Tujuan utama dari kisah yang terdapat di dalamnya adalah agar manusia

dapat mengambil pelajaran, karena kisah-kisah tersebut sarat dengan

petunjuk. Oleh karena itu penelitian terhadap kisah yang terdapat dalam

al-Qur‟ân harus diambil perhatian supaya pelajaran yang terkandung di

dalamnya dapat dipetik.

3. Kepada peneliti yang tertarik untuk membahas tentang kisah ini, agar bisa

membahas lebih lengkap dan dalam lagi, karena dalam penelitian ini

masih banyak kekurangan dan kelemahan.

4. Penelitian terhadap tokoh Ahmad Mustafa al-Marâghi dan M. Quraish

Shihab sudah banyak dilakukan, namun masih banyak ruang untuk dikaji

dan diteliti. Oleh karena itu, peneliti sarankan supaya pengkaji tafsir

al-Qur‟ân semakin mengembangkan kajiannya untuk menambah khasanah

keilmuan Islam dan menjadikan al-Qur‟ân semakin praktis dan mudah

dipahami bagi para pembacanya.

Page 95: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

83

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. Jakarta:PT.Ichtiar Baru Van

Hoeve.2002, Jld.1

Akram, Ahmad, Tarikh „ilm al-Tafsir wa Manahij al-Mufassirî, ter. Ali Hasan

al-„Aridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1992, Cet. Ke-2

Âlu Syaikh, Abdullah bin Muhammad, Lubâbu al-Tafsîr min Ibni Katsîr,

penterjemah. M. Abdul Ghoffar E.M Dkk., (Bogor:PUSTAKA IMAM

SYAFI‟I(, 2007, cet.ke-4, jld.8

Anwar, Hamdani, Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Misbah Karya M. Quraish

Shihab, dalam Mimbar Agama dan Budaya, Vol. XIX, No.2, 2002

Asrofuddin, Ahsin Muhammad, Corak dan Metode Tafsir Yang Perlu

Dikembangkan; Makalah Pada Seminar Pengembangan dan Pengajaran

Tafsir di Perguruan Tinggi Agama, Ciputat: Perpustakaan IAIN Jakarta, 1992

Departemen Agama RI, Ensiklopedia Islam, Jakarta: t.p., 1993, Jld. 2

Dewan Redaksi ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru

Van Houve, 1996, Jilid 2

Al-Dzahabi, Muhammad Husain, Al-Tafsîr wa Al-Mufassirûn, t.p. 1986, Cet.Ke-2,

jilid 2

Fachruddin Hs, Ensiklopedi al-Qur‟ân, Jakarta: PT. RINEKA CIPTA,1992, cet.1,

Jld.II

Al-Farmawî, Abd. Al-Hayy, Metode Tafsir Mauduî; suatu pengantar, Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 1996, Cet. Ke-2

Page 96: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

84

Fiderspiel, Howard M., Penerjemah Drs. Tajul Arifin, M.A, Kajian al-Qurân di

Indonesia; dari Muhammad Yunus hingga Quraish Shihab, (Bandung:

Mizan, 1996), Cet. Ke-1

Ghazali, Muhammad. Tafsir Tematik dalam al-Qur‟an. Jakarta: Gaya Media,

2004

Al-Hindi, Ibn Hisân Al-Dîn, Kanzun Al-Umâl, fî sunani al-aqwâl wa al-af‟âl,

Juz.1, Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1989

Kusmana, Membangun Citra Institusi, dalam Badri Yatim dan Hamid Nasuhi,

(ed), Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam (Sejarah dan Profil

Pimpinan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Jakarta: IAIN Jakarta Press,

2002, Cet. Ke-1, hal.254

Al-Marâghî, Abdullah Mustafa, al-Fath al-Mubîn Fi Tabaqât al-Ushuliyîn,

Beirut: Muhammad Amin, 1993

Al-Marâghî, Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Marâghî, Penterjemah. Bahrun Abubakar

Dkk. Juz XXVII. PT. Karya Toha Putra Semarang, 1989 Cet. Ke-2

----------, Al-Marâghî, Ahmad Mustafa, Tafsîr Al-Marâghî, Mesir:1973, Juz.27

Al-Muhtasib, Abdul Majid Abdussalam, Visi dan Paradigma Tafsir al-Qur‟ân

Kontemporer, Jakarta: al-Izzah, 1997, cet. 1

al-Naisâbûry, Abi al-Husain Muslim bin al-Hajjâj bin Muslim al-Qusyairy, Sahih

Muslim, Riyâd: Dâr al-Salâm,1998

Nasuhi, Hamid, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi),

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: CeQda, 2007), cet. Ke-2

Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan,

Jakarta: Bulan Bintang, 1996, Cet. Ke-12

Naufal, Abdurrazaq, Hari Kiamat, Surabaya. Mutiara Ilmu, 1993

Page 97: TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM SURAT AL-WÂQI’AH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3827/1/MUHAMMAD... · vii PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab Huruf Latin

85

Ridwan, Kafrawi, et. Al (ed), Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve

Jakarta, 1994, cet. Ke-3

Salim, Abd. Muin, Metodologi Ilmu Tafsir, tanpa penerbit, 2005, cet. Ke-1

Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur‟an, Bandung: Mizan, 2001, cet. Ke-22

----------, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jakarta:

Lentera Hati, 2002, Cet. Ke-1, Vol.13

----------, Tafsir al-Qur‟an al-Karim, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997, cet. Ke-1

----------, Wawasan al-Qurân; Tafsir Maudû‟i Atas Pelbagai Persoalan Umat,

Bandung: Mizan,1996, cet. Ke-3

Shihab, Umar, Kontekstualitas Al-Qur‟an: Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum

dalam Al-Qur‟an, Jakarta:Penamadani, 2005, Cet: Ke-3

Smith, Jane Idelman dan Haddad, Yvone Yazbeck, Maut, Barzakh, Kiamat, dan

Akhirat, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004, cet. Ke-1

Syahin, Abdussabur, Sejarah Al-Qur‟ân,Trjmh. Prof. Dr. Ahmad Bachmid, Lc.,

Jakarta:PT.Rehal Republika,2008,Cet.1, Jld.3

Al-Tabrîzî, Muhammad bin Abdullah al-Khatîb, Musykâtul Mashâbih, Juz 1,

Dârul Fikr.1991

Ushma‟, Thameem, Metodologi Tafsir Al-Qur‟ân; Kajian Kritik Objek dan

Komprehensif, Jakarta: Riora Cipta, 2000, cet. I

WJS. Poerwadarminta, ed., Kamus Umum Bahasa Indonesia; Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa, Jakarta: Balai Pustaka, 1988

Yusuf, M. Yunan, Karakteristik Tafsir Al-Qur‟ân di Indonesia Abad Keduapuluh,

Tanpa Penerbit (tt, tnp, tth)

Zaini, Hasan, Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam Tafsir al-Marâghî, Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya, 1996, Cet. I