Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)
Click here to load reader
description
Transcript of Thp.a2011-Kelompok 7-Biooil (Kelapa Sawit)
PAPER
PENGOLAHAN PRODUK DERIVAT
“BIO OIL KELAPA SAWIT”
KELOMPOK 7
1. Fifi Dewi Kadita 111710101045
2. Anita Ray S. 111710101001
3. Insiatul Hasanah 111710101009
4. Lisa Lutfiatul F. 111710101019
5. Maharlika P.B.N 111710101079
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
BAB 1. PENDAHULUAN
Adanya keterbatasan sumber energi dari minyak bumi memicu ditemukannya sumber
energi lain salah satunya yaitu bahan bakar sintetis seperti bio-oil yang dapat dibuat dari
biomassa yang dapat diperbaharui. Bio-oil digunakan untuk pembangkit generator, produksi
bahan-bahan kimia dan resin, bahan bakar untuk transportasi dan sangat baik sebagai pengganti
bahan bakar alternatif (Mohan el al, 2006).
Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan. Bahan
bakar yang digunakan selama ini berasal dari minyak mentah yang diambil dari perut bumi,
sedangkan minyak bumi merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui, sehingga untuk
beberapa tahun ke depan diperkirakan masyarakat akan mengalamikekurangan bahan bakar.Pada
saat sekarang telah banyak dilakukan yang berkaitan dengan bahan bakar alternatif pengganti
minyak bumi, seperti penelitian yang dilakukan oleh Beis dkk. (2002), Ozbay dkk. (2001) dan
Onay dkk. (2004) yaitu mengkonversikan biomas menjadi produk bio-oil. Goyal dkk. (2006)
melaporkan bahwa bio-oil merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat
diperbaharui. Bio-oil sangat menjanjikan dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan industri
antara lain sebagai combustion fuel dan power generation untuk memproduksi bahan kimia serta
dapat dicampur dengan minyak diesel sebagai bahan bakar mesin diesel.
Biomas yang digunakan untuk memproduksi bio-oil dapat diperoleh dari limbah
pertanian, hutan, perkebunan, industri dan rumah tangga. Negara-negara tropis seperti Indonesia
umumnya memiliki biomas yang berlimpah. Sekitar 250 milyar ton per-tahun dihasilkan dari
biomas hutan dan limbah pertanian. Limbah pertanian secara umum berasal dari perkebunan
kelapa sawit, tebu, kelapa serta sisa panen dan lain-lainnya yang mencapai kira–kira 40 milyar
ton per-tahun (Suwono, 2003).
Dari estimasi potensi limbah perkebunan dari tahun 2001–2003 dilaporkan bahwa di
Indonesia limbah kelapa sawit mempunyai potensi yang lebih besar dibandingkan dengan batang
karet, kelapa dan tebu. Potensi yang besar ini karena Indonesia memiliki perkebunan kelapa
sawit sekitar 4 juta Ha dengan total produksi 8 juta ton CPO dan Kernel (Suwono, 2003).
Proses yang digunakan dalam memproduksi bio-oil adalah pirolisis. Pirolisis merupakan
proses dimana partikel-partikel bahan organik atau biomass diberikan pemanasan secara cepat
tanpa adanya kandungan oksigen dalam proses. Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan
organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen lainnya, dimana
material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Dari proses
tersebut diperoleh uap organik, gas dan arang. Uap organik itulah yang nantinya dikondensasikan
menjadi bio-oil.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Menurut morfologinya, kelapa sawit dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathopyta
Class : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Palmae
Genus : Elaeis
Species : Elaeis guinensis Jacq.
(Pahan, 2008).
Kelapa sawit termasuk produk yang banyak diminati investor karena nilai ekonominya
cukup inggi. Potensi areal perkebunan Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman kelapa sawit.
Pengembangan perkebunan tidak hanya diarahkan pada sentra–sentra produksi seperti di
Sumatera dan Kalimantan. Data di lapangan menunjukkan kecendrungan peningkatan luas areal
perkebunan kelapa sawit khususnya perkebunan rakyat. Pertumbuhan perkebunan rakyat pada
priode tiga puluh tahun terakhir mencapai 45,1% per tahun sementara areal perkebunan negara
tumbuh 6,8% per tahun, dan areal perkebunan swasta tumbuh 12,8% pertahun. Industri
pengolahan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan (Fauzi, 2004).
2.2 Cangkang Sawit
Secara anatomi, buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian utama
adalah perikaprium yang terdiri dari epikaprium dan mesokarpium, sedangkan yang kedua
adalah biji, yang terdiri dari endokaprium, endosperm, dan lembaga atau embrio. Epikaprium
adalah kulit buah yang keras dan licin, sedangkan mesokaprium yaitu daging buah yang
berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen tingi. Epokaprium merupakan cangkang
berwarna hitam dan keras (Fauzi, 2004).
2.3 Bio-oil
Bio-oil adalah bahan bakar cair berwarna gelap, beraroma seperti asap, dan diproduksi
dari biomassa seperti kayu, kulit kayu, kertas atau biomassa lainnya melalui teknologi pirolisis
(pyrolysis ) atau pirolisis cepat (fast pyrolysis ). Fast Pyrolysis (pirolisis cepat) adalah
dekomposisi thermal dari komponen organik tanpa kehadiran oksigen dengan cara mengalirkan
N2 dalam prosesnya untuk menghasilkan cairan, gas dan arang. Cairan yang dihasilkan ini lebih
lanjut kita kenal sebagai Bio-oil. Produk yang dihasilkan dalam proses pirolisis cepat tergantung
dari komposisi biomassa yang digunakan sebagai bahan baku, kecepatan serta lama pemanasan.
Rendemen cairan tertinggi yang dapat dihasilkan dari proses pirolisis cepat berkisar 78 % dengan
lama pemanasan 0,5–2 detik, pada suhu 400-600oC dan proses pendinginan yang cepat pada
akhir proses. Pendinginan yang cepat sangat penting untuk memperoleh produk dengan berat
molekul tinggi sebelum akhirnya terkonversi menjadi senyawa gas yang memiliki berat molekul
rendah. Produksi bio oil sangat menguntungkan karena dengan pengorvensian bio oil maka akan
didapatkan produk berupa bahan bakar minyak bio, misalnya: biokerosene, biodiesel dan lain-
lain (Hambali, 2007).
2.4 Spesifikasi Bio–Oil Untuk Bahan Bakar
Bio–oil terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen dengan sedikit kandungan nitrogen dan
sulfur. Hanya saja kandungan sulfur dan nitrogen dalam Bio–oil dapat ditiadakan (tidak begitu
berarti). Komponen organik terbesar dalam Bio oil adalah lignin, alkohol, asam organik, dan
karbonil. Karakteristik Bio–oil tersebut menjadikan bio–oil sebagai bahan bakar yang ramah
lingkungan. Selain itu, Bio–oil memiliki nilai bakar yang lebih besar dibandingkan dengan bahan
bakar oksigen lainnya (seperti metanol) dan nilainya hanya lebih rendah sedikit dibandingkan
dengan diesel dan light fuel oil lainnya ( Hambali dkk, 2007).
Tabel 2.1 dibawah ini merupakan spesifikasi bio-oil untuk bahan bakar.
Propertics Spesifikasi Keterangan
HHV >70.000 BTU/gal Metode DISN 51900
Kandungan air< 25 %
Titrasi karl fisher
berdasarkan ASTM D 1744
Kandungan padatan
<1 %
Dihitung berdasarkan
kandungan etanol yang
insoluble dengan metode
filtrasi
Viskositas 10-150 Cst pada 50o C ASTM D445
Spesifik Grafity (densitas) 1.2 (pada 15o C) ASTM D405
Karbon 51,5 % - 58,3 % 54,5 %
Hydrogen 0,1 % - 0,4 % 0,4 %
Nitrogen 0,07 % - 0,40 % 0,2 %
Sulfur 0,00 % - 0,07 % 0,0005 %
Debu 0,13 % - 0,21 % 0,16 %
Tabel 2.1 Spesifikasi bio–oil untuk bahan bakar
2.5 Pirolisis
Pirolisis adalah proses panas yang berasal dari luar atau ibangkitkan dalam reactor.
Proses pirolisis terjadi pada suhu 120o C yang ditandai dengan hadirnya sedikit tar yang
menyelimuti dinding penampung tar (Schroder, 2004). Pada suhu 120oC yang keluar dari
kondensor adalah uap air. Pada suhu 170o C maka zat-zat organik hasil hidrolisis yang mudah
menguap akan keluar, sedangkan pada suhu 300oC mulai terjadi pembentukan karbon panjang.
Apabila suhu dinaikkan menjadi 400oC sampai 600oC maka akan terbentuk gas CO, H2, CO2,
hidrokarbon rantai rendah dan menengah segera keluar dari reactor dan mengembun pada
kondensor dan menjadi bio-oil.
Menurut Blasi (2005) produk pirolisis dapat dimaksimalkan dengan mengendalikan 3
variasi parameter yakni dengan menggunakan kecepatan panas tinggi, kontrol temperatur reaksi,
waktu tinggal uap yang singkat dengan jalan pendinginan produk uap dengan cepat. Mekanisme
pirolisis dimulai dari transfer panas ke permukaan pertikel secara radiasi, kemudian uap air lepas
dan diikuti dengan perengkahan (cracking) biomassa. Hasil volatil dan gas menuju kepermukaan
partikel biomassa secara divusi, selama perjalanannya volatil dan gas bereaksi, baik berupa
perengkahan maupun polimerisasi.
Menurut Girard (2003) pirolisis merupakan proses dekomposisi lignoselulosa oleh panas
dengan oksigen yang terbatas menghasilkan gas, padat, dan cair, yang jumlahnya tergantung
pada jenis bahan, metode, dan kondisi pirolisator. Komponen biomassa terdiri dari sellulosa,
hemiselulosa, dan lignin akan terdekomposisi sesuai dengan mekanisme den kecepatan masing-
masing. Sellulosa akan terdekomposisi pada suhu 200-260oC sedangkan lignin pada suhu 310-
500oC atau lebih.
Dalam bidang katalis, lempung telah lama dikenal sebagai katalis perengkahan yang
digunakan dalam perengkahan minyak bumi. Hal ini disebabkan oleh keistimewaan struktur
lempung yaitu ukuran porinya yang besar. Lempung biasanya muncul dari daerah dengan
kondisi geologis tertentu dan bisa terbentuk di laut (marine clay) atau di darat (terrestrial clay)
dengan proses pembentukan bisa secara allogenic clay (dari luar cekungan sedimentasi) atau
secara authigenic clay (terbentuk di dalam lingkungan sedimentasi, misalnya perubahan atau
proses alterasi dari mineral feldspar menjadi mineral lempung) dan juga dapat terbetuk di daerah
vulkanik, daerah geotermal dan sebagainya. Jadi ditinjau dari ukuran butir dalam urutan batuan
sedimen, batu lempung ini mempunyai ukuran yang paling halus (Vaccari, 1999), sehingga
bagus untuk menyempurnakan proses pyrolysis cangkang sawit menjadi bio-oil.
Pada penelitian ini akan dilakukan konversi cangkang sawit menjadi bio-oil
menggunakan katalis CoMo/Lempung dengan metode pyrolysis. Kadar logam CoMo yang
diembankan pada lempung divariasikan yaitu 0%, 0,5%, 1%, dan 1,5% b/b. Pemilihan lempung
sebagai katalis dikarenakan struktur lempung yang memiliki pori lebih besar dibandingkan
zeolit, stabilitas termal tinggi, luas permukaan lebih luas, dan aktivitas katalitik yang baik.
Kombinasi antara logam Co dan Mo dapat meningkatkan kualitas katalis dan memperbaiki
kinerja katalis (Trisunaryanti, dkk., 2005).
2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pirolisis
Blasi 2005 menyampaikan factor-faktor yang mempengaruhi proses pirolisis antara lain:
1. Suhu
Suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam proses pirolisis, karena proses
perengkahan biomassa memerlukan energy kalor, semakin tinggi suhu, maka hasil cair
yang diperoleh akan semakin besar namun pada suhu tertentu kenaikan malah
menurunkan hasil cair yang diperoleh.
2. Kecepatan transfer panas
Kecepatan panas yang tinggi diperlukan untuk menjamin ketersediaan kalor reaksi
pirolisis yang berlangsung cepat. Semakin besar kecepatan pemanasan, maka hasil cair
yang diperoleh semakin besar, sedangkan padatang semakin kecil (Onay dan Kockar,
2004).
3. Waktu tinggal gas hasil pirolisis
Char yang dihasilkan merupakan katalis pada proses cracking, waktu tinggal gas yang
lebih lama akan memberikan kesempatan terjadinya cracking kedua sehingga hasil
padatan akan semakin besar kecil (Onay dan Kockar, 2004).
4. Ukuran Butiran
Pengaruh ukuran butiran pada proses pirolisis akan paralel disertai butiran panas dalam
butiran. Ukuran butiran cukup kecil membuat panas mudah tersebar secara merata
keseluruh bagian semakin besar, ukuran partikel yang semakin besar pemanasan akan
berlangsung lambat, akibatnya suhu rata-rata pada partikel akan lebih rendah dan
mengakibatkan hasil yang diperoleh lebih sedikt.
Bio-Oil dari Limbah Padat Sawit
Metodologi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah padat sawit yang terdiri dari batang,
tandan kosong dan pelepah. Bahan lain yang digunakan adalah gas nitrogen. Sedangkan alat
yang digunakan adalah furnace turbular, pipa stainless steel (sebagai reaktor), kondenser, oven,
picnometer, viskometer ostwald, statif, beaker glass, kertas indikator universal, bubble flow
meter.
Limbah sawit padat
Pemotongan
Penghalusan
Pengovenan
Pengayakan
PyrolisisGas nitrogen
Uap organik
Kondensasi
Bio oil
Limbah padat sawit yang digunakan terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Limbah padat
sawit yang telah dihaluskan kemudian diayak menggunakan ayakan dengan ukuran 2, 6 dan 10
mesh, sehingga diperoleh biomas dengan ukuran 6-10 mesh dan 2-6 mesh. Selanjutnya limbah
padat sawit yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam oven untukmenghilangkan kadar air
limbah padat sawit sampai kelembaban kurang dari 10 %-berat. Selanjutnya partikel biomas
diproses dengan proses pyrolisis. Dalam proses pyrolisis digunakan reaktor yang terbuat dari
pipa stainless steel dengan diameter 3,81 cm dan panjang 60 cm. Reaktor dipanaskan
menggunakan furnace turbular dengan cara mengatur temperatur furnace sehingga mencapai
temperatur operasi sesuai variable penelitian.
Limbah padat sawit yang telah dihaluskan sebanyak 45 gram dimasukkan ke dalam reaktor.
Selanjutnya gas nitrogen dialirkan ke dalam reaktor dengan kecepatan 1 mL/detik. Uap organik
yang dihasilkan dikondensasi menggunakan kondenser untuk mendapatkan cairan yang
dinamakan bio-oil. Proses berlangsung sampai tidak terlihat lagi uap organik atau cairan yang
keluar dari hasil kondensasi.
Bio-oil yang dihasilkan kemudian ditentukan pH dan densitasnya masing-masing dengan
menggunakan kertas indikator dan picnometer. Untuk menentukan komponen yang terkandung
dalam bio-oil, dilakukan analisa menggunakan gas chromathograpy.
Hasil Dan Pembahasan
Pengaruh Temperatur terhadap Bio-oil yang Dihasilkan
Gambar 1 memperlihatkan hubungan temperatur terhadap bio-oil yang dihasilkan.
Pengaruh temperatur dipelajari pada suhu 450, 500, 550 dan 600oC. Sedangkan Gambar 2
memperlihatkan perbandingan yield bio-oil dan char yang dihasilkan pada suhu tertentu. Secara
teoritis, yield bio-oil akan meningkat dengan meningkatnya suhu dan char akan berkurang
dengan menurunnya suhu. Yield maksimum yang diperoleh pada suhu 500oC.
Dari Gambar 1 terlihat bahwa dari hasil penelitian didapatkan bahwa yield bio-oil
maksimum diperoleh pada suhu 500oC, kecuali untuk variabel batang 6-10 mesh dan pelepah 6-
10 mesh. Hal ini terjadi karena kandungan holoselulosa pada tandan kosong dan pelepah lebih
kecil jika dibandingkan dengan kandungan holoselulosa pada batang kelapa sawit. Kandungan
holoselulosa ini berpengaruh pada jumlah pembentukan biooil karena semakin banyak
kandungan holoselulosa pada suatu bahan maka bio-oil yang terbentuk juga akan semakin
banyak (Song dkk., 2000).
Pengaruh Jenis Limbah Sawit terhadap Massa Bio-oil
Biomas yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat sawit meliputi batang,
tandan kosong dan pelepah. Perbandingan jumlah bio-oil yang dihasilkan sebagaimana disajikan
pada Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat bahwa bio-oil terbanyak diperoleh pada batang kelapa
sawit pada suhu 600oC. Sedangkan pada pelepah dan tandan kosong, bio-oil lebih banyak
dihasilkan pada suhu 500oC. Namun, bio-oil lebih banyak dihasilkan oleh tandan kosong pada
suhu 600oC sedangkan untuk pelepah dan batang kelapa sawit, bio-oil yang dihasilkan lebih
banyak pada suhu 500oC. Namun secara keseluruhan bio-oil yang tertinggi diperoleh dari batang
kelapa sawit. Secara teoritis, semakin besar kandungan holoselulosa maka pembentukan produk
(bio-oil) akan semakin tinggi. Berdasarkan data, kandungan holoselulosa batang kelapa sawit
lebih besar dari pada limbah padat sawit lainnya (Anderson dan Khalid, 2000)
Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Bio-oil
Pengaruh ukuran partikel padatan sawit terhadap bio-oil yang dihasilkan juga dapat
dilihat pada Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat pengaruh ukuran partikel terhadap bio-oil yang
dihasilkan. Secara keseluruhan untuk beberapa percobaan biomas dengan ukuran 2-6 mesh
menghasilkan bio-oil yang lebih banyak daripada biomas dengan ukuran 6-10 mesh. Hal ini
diduga karena pada biomas dengan ukuran kecil maka gas Nitrogen tidak dapat masuk secara
merata pada keseluruhan rongga. Sedangkan untuk biomas dengan ukuran 2-6 mesh, bio-oil akan
lebih mudah terbentuk karena gas Nitrogen dapat masuk secara merata pada keseluruhan rongga
antar biomas. Sehingga akan mengurangi jumlah oksigen yang terdapat dalam reaktor. Dengan
adanya oksigen dalam reaktor, maka akan terjadi pembakaran yang akan menghasilkan arang
dan mengurangi jumlah bio-oil yang dihasilkan.
Analisis Kromatografi
Analisis menggunakan gas chromatography HP 5890 II. Untuk menentukan kandungan
yang terdapat dalam bio-oil, analisa dilakukan dengan metoda standar adisi (penambahan etanol
dan BTX -benzena, toluena dan xylen- pada sampel tandan kosong). Hasil analisis disajikan pada
Gambar 3 dan 4.
Gambar 3 memperlihatkan hasil analisa sampel menggunakan gas choromatography
sebelum dan sesudah penambahan standar adisi. Dari Gambar 3 dapat diduga bahwa produk bio-
oil yang dihasilkan mengandung benzene, toluene dan xylen (puncak yang standar adisi lebih
tinggi dibandingkan dengan yang tanpa adisi). SedangkanGambar 4 memperlihatkan sampel
sebelum dan sesudah ditambah etanol. Gambar 4 menunjukkan kecenderungan yang sama
dengan Gambar 3. Hal ini disebabkan setelah penambahan standar adisi puncak dominan naik
seiring dengan penambahan standar dibanding tanpa penambahan standar.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini, dapat dilihat bahwa limbah padat sawit
merupakan biomas yang sangat berpotensi menghasilkan liquid yang dapat didefenisikan sebagai
bio-oil yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Secara teoritis, kandungan etanol yang
terdapat dalam bio-oil merupakan bahan dasar untuk dijadikan bahan bakar. Bio-oil yang
dihasilkan memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
ρ : 0,99 – 1,1 gr/ml
pH : 3, hal ini disebabkan oleh asam
asetat yang terdapat dalam biooil.
Warna : Coklat tua
Bau : Asap
PROSPEK EKONOMI
Biomas yang digunakan untuk memproduksi bio-oil dapat diperoleh dari limbah pertanian,
hutan, perkebunan, industri dan rumah tangga. Negara-negara tropis seperti Indonesia umumnya
memiliki biomas yang berlimpah. Sekitar 250 milyar ton per-tahun dihasilkan dari biomas hutan
dan limbah pertanian. Limbah pertanian secara umum berasal dari perkebunan kelapa sawit,
tebu, kelapa serta sisa panen dan lain-lainnya yang mencapai kira–kira 40 milyar ton per-tahun
(Suwono, 2003). Dari estimasi potensi limbah perkebunan dari tahun 2001–2003 dilaporkan
bahwa di Indonesia limbah kelapa sawit mempunyai potensi yang lebih besar dibandingkan
dengan batang karet, kelapa dan tebu. Potensi yang besar ini karena Indonesia memiliki
perkebunan kelapa sawit sekitar 4 juta Ha dengan total produksi 8 juta ton CPO dan Kernel
(Suwono, 2003).
Berdasarkan data BPS tahun 2004 dari 4 juta Ha perkebunan tersebut, sekitar 1,23 juta
Ha berada di Propinsi Riau. Luasnya lahan kebun kelapa sawit akan menghasilkan limbah padat
sawit yang sangat banyak. Limbah padat sawit yang dihasilkan dapat berupa cangkang, batang,
tandan kosong, pelepah dan lain-lain yang merupakan sisa dari industri sawit yang belum
dimanfaatkan secara optimal (Padil, 2005). Selama ini, limbah padat sawit dibakar di lahan dan
menghasilkan abu yang digunakan sebagai pupuk tanaman (Suwono, 2003). Selain itu limbah
padat seperti cangkang digunakan sebagai bahan bakar boiler untuk pembangkit uap serta bahan
baku karbon aktif. Namun
pemanfaatan limbah dengan metode seperti ini hanya dapat menanggulangi limbah dalam skala
kecil sedangkan limbah padat diproduksi dalam skala yang cukup besar (Miura dkk., 2003).
Pembuatan Bio Oil Dengan Cara Pirolisis Menggunakan CoMo/Lempung Cangar dan
CoMo/NZA Sebagai Bahan Katalis
Salah satu teknologi proses yang digunakan dalam pembuatan bio-oil yaitu pyrolysis.
Pyrolysis biomassa cangkang sawit dengan katalis perlu dilakukan untuk mempercepat
terjadinya reaksi pada suatu proses pyrolysis. Katalis yang digunakan adalah katalis yang
berbasis zeolit alam, Hal ini dikarenakan zeolit alam merupakan kristal yang memiliki sifat stabil
terhadap panas.
Pembuatan Katalis terdiri dari 4 tahap yaitu :
a. Perlakuan Awal Zeolit
Zeolit
Zeolit halus
penumbukan
Pengayakan -100+200 mesh
b. Aktivasi Zeolit
Aktivasi zeolit dengan cara refluks zeolit alam sebanyak 200 gram dalam larutan HCl
6 N sebanyak 500 ml selama 30 menit sedangkan untuk bahan katalis lempung
cengar 100 gram dalam larutan H2SO4 1,2 M sebanyak 600 ml selama 6 jam pada
Zeolit halus
Filtrat
Cake
Filtrat
Cake
Refluks, 30 menit pada suhu 50oC
+ Larutan HCl 6 N, 500 ml
Pengeringan dalam oven selama 24 jam
Perendaman dengan 500 ml larutan NH4Cl 1 N pada suhu 90oC sambil diaduk selama 3 jam/hari (satu minggu)
Pengeringan pada suhu 130o C selama 3 jam dalam oven
Perendaman dengan 500 ml larutan NH4Cl 1 N pada suhu 90oC sambil diaduk selama 3 jam/hari (satu minggu)
Penyaringan
Pencucian dengan aquades
Penyaringan
Pencucian dengan aquades
Sampel NZA
suhu 50oC sambil diaduk dengan motor pengaduk pada reaktor alas datar volume 1
liter. Kemudian disaring dan dicuci dengan aquades berulang kali sampai tidak ada
ion Cl- yang terdeteksi oleh larutan AgNO, cake dikeringkan pada suhu 130o C
selama 3 jam dalam oven, sedangkan pada sampel yang menggunakan katalis
lempung cangar, sampel tersebut didiamankan selama 16 jam yang selanjutnya
disaring dan dicuci menggunakan akuades berulang kali sampai tidak ada ion SO42
yang terdeteksi oleh larutan BaCl2, cake dikeringkan pada suhu 120oC selama 4 jam
dalam oven. Lalu didapat sampel lempung cangar. Untuk sampel dari bahan zeolit
direndam kembali dalam 500 ml larutan NH4Cl 1 N pada temperatur 90oC sambil
diaduk pada reaktor alas datar selama 3 jam per hari yang dilakukan sampai satu
minggu. Sampel tersebut kemudian disaring dan dicuci setelah itu dikeringkan
dalam oven selama 24 jam. Pada tahap ini didapat sampel yang dinamai dengan
sampel NZA.
c. Pengembanan (Impregnasi) Logam CoMo
Pengembanan (Impregnasi) logam Co dan Mo dengan cara sampel NZA direndam
dalam larutan (NH4)6Mo7O24.4H2O dan direfluks pada suhu 90oC selama 6 jam
Sampel NZA
Filtrat
Cake
Direfluks dengan larutan Co(NO3)2.6H2O pada suhu 90oC selama 6 jam sambil diaduk
Penyaringan
Pencucian
Pengeringan dalam oven pada suhu 120oC selama 3 jam
Sampel CoMo/NZA
direfluks pada suhu 90oC selama 6 jam sambil diaduk
Penyaringan
Pencucian
Pengeringan dalam oven pada suhu 120oC selama 3 jam
Sampel Mo/NZA
Filtrat
Cake
Perendaman dalam larutan (NH4)6Mo7O24.4H2O
sambil diaduk pada reaktor alas datar ukuran 1 L, kemudian disaring dan dicuci.
Cake kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 120oC selama 3 jam (diperoleh
sampel Mo/NZA dan lempung cangar). Sampel tersebut kemudian direfluks kembali
dengan larutan Co(NO3)2.6H2O pada suhu 90oC dengan waktu yang sama, kemudian
disaring dan dicuci. Sampel ini dikeringkan dalam oven pada suhu 120oC selama 3
jam sehingga didapat sampel CoMo/NZA dan CoMo/lempung cangar. Pengembanan
logam divariasikan sebesar 0%, 0,5%, 1 % dan 1,5% b/b terhadap sampel.
d. Kalsinasi, Oksidasi dan Reduksi
Sampel katalis dimasukkan ke dalam tube sebanyak 10 gram. Sebelumnya ke dalam
tube telah diisi dengan porcelain bed sebagai heat carrier dan penyeimbang unggun
katalis, di antara porcelain bed dengan unggun katalis diselipkan glass woll. Tube
ditempatkan dalam tube furnace secara vertikal, dikalsinasi pada suhu 500oC selama
7 jam untuk bahan katalis NZA (6 jam pada bahan katalis lempung cangar) sambil
dialirkan gas nitrogen sebesar ±400 ml/menit, dilanjutkan dengan oksidasi pada suhu
400oC menggunakan gas oksigen sebesar ±400 ml/menit selama 2 jam dan reduksi
pada suhu 400oC menggunakan gas hidrogen sebesar ±400 ml/menit selama 2 jam.
Sampel katalis
Pemasukan dalam tube yang telah diisi porcelain bed
Kalsinasi pada suhu 500oC selama 7 jam
oksidasi pada suhu 400oC dengan gas oksigen sebesar ±400 ml/menit selama 2 jam
Pengaliran gas nitrogen ±400 ml/menit
reduksi pada suhu 400 oC dengan gas oksigen
sebesar ±400 ml/menit selama 2 jam
Setelah diperoleh katalis dilanjutkan dengan pembuatan Bio-oil yang dilakukan melalui
beberapa tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan Biomassa
Biomassa berupa cangkang, dicuci dan dijemur sampai kering di bawah terik matahari
kemudian dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan kadar airnya sampai beratnya
konstan. Biomassa tersebut kemudian dihaluskan dan diayak (screening) untuk memperoleh
ukuran - 40+60 mesh.
b. Tahap Penelitian
Biomassa yang telah dihaluskan sebanyak 50 gram beserta 500 ml thermal oil (silinap) dan
katalis CoMo/NZA atau CoMo lempung 1,5 gram, dimasukkan ke dalam reaktor pyrolysis
untuk dilakukan proses pirolisis pada suhu 320oC tanpa adanya oksigen dengan mengalirkan
gas nitrogen 1,35 mL/detik. Diaduk dengan pengaduk listrik (Heidolph) dengan kecepatan
pengadukan 300 rpm selama waktu tertentu hingga tidak ada bio-oil yang menetes lagi, dan
aliran air dengan menggunakan kondensor. Bio-oil yang dihasilkan ditampung dalam gelas
piala.
pencucian
Cangkang Sawit
limbah
Pengeringan sampai kadar airnya konstan
penggilingan
Pengayakan
Bubuk cangkang sawit
500 gr tepung cangkang sawit + 500 ml thermal oil (silinap) dan
katalis CoMo/NZA 1,5ram
Masukkan dalam reactor pirolisis
Pyrolysis pada suhu 320oC tanpa oksigen dengan mengalirkan gas nitrogen 1,35 mL/detik
Pengadukan dengan pengaduk listrik (Heidolph) 300 rpm selama waktu tertentu hingga tidak ada bio-oil yang menetes lagi
Bio-oil
1. Pengaruh variasi kadar logam Co-Mo pada katalis CoMo/lempung terhadap yield
bio-oil yang diperoleh
Untuk menentukan pengaruh kadar logam CoMo yang diembankan pada Lempung terhadap
yield bio-oil yang diperoleh akan digunakan variasi kadar logam 0%; 0,5%; 1% dan 1,5% b/b.
Pengaruh variasi kadar logam katalis CoMo/Lempung terhadap yield bio-oil yang dihasilkan
dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini.
Gambar 3.1 Pengaruh variasi kadar logam CoMo pada katalis CoMo/Lempung terhadap yield
bio-oil yang dihasilkan.
Pada proses pirolisis, waktu pirolisis mulai dihitung dari pertama kali bio-oil menetes,
hingga tidak ada lagi bio-oil yang menetes. Pengukuran massa bio-oil yang diperoleh dilakukan
setiap 10 menit. Penambahan massa bio-oil yang paling tinggi terjadi pada 20 menit awal.
Namun perolehan bio-oil dengan pengembanan logam 1,5% CoMo lebih tinggi bila
dibandingkan tanpa pengembanan logam CoMo. Pada rentang 20-120 menit, perolehan bio-oil
mengalami penurunan, dan cenderung konstan. Adanya penurunan massa bio-oil yang dihasilkan
berhubungan dengan kecepatan reaksi, dimana kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi
umpan, hal ini dikarenakan pada awal reaksi konsentrasi reaktan masih tinggi, dengan
meningkatnya waktu akan mengurangi konsentrasi dari reaktan, sehingga akan mengurangi
volume serta mengurangi massa dari bio-oil.
Gambar 3.1 menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan hingga tidak ada lagi bio-oil
yang menetes yaitu 120 menit. Dapat dilihat bahwa pengembanan logam CoMo mempengaruhi
perolehan yield yang dihasilkan pada proses pirolisis. Hal ini dapat dilihat dari yield bio-oil yang
dihasilkan, Persentase yield bio-oil yang dihasilkan pada penggunaan katalis 0%
CoMo/Lempung, 0,5% CoMo/Lempung, 1% CoMo/Lempung, dan 1,5% CoMo/Lempung
berturut-turut adalah 44,35%; 46,8%; 37,7%; dan 50,4%. Yield biooil optimum diperoleh pada
pengembanan logam CoMo sebesar 1,5% terhadap lempung yaitu sebesar 50,4%.
Pada pengembanan 1% CoMo/lempung terjadi penurunan yield bio-oil yang disebabkan
banyaknya produk gas noncondensable yang terbentuk yaitu gas CH4,CO2 dan gas H2, pada saat
proses perengkahan lebih banyak menghasilkan fraksi-fraksi hidrokarbon ringan yang tidak
dapat dikondensasi. Jenis hidrokarbon tersebut memiliki titik didih lebih rendah daripada
temperatur lingkungan (Purwanto dkk. 2011). Penurunan Yield bio-oil pada penggunaan katalis
1% CoMo/lempung kemungkinan juga disebabkan karena kinerja katalis CoMo/Lempung tidak
begitu maksimal.
Penurunan kinerja katalis ini bisa disebabkan karena pada proses aktifasi katalis yang
kurang sempurna sehingga menyebabkan luas pori-pori menjadi kecil dan juga bisa disebabkan
karena pada proses impregnasi, logam tidak terdistribusi merata di permukaan pengemban
(Trisunaryanti, 2005). Namun secara keseluruhan yield akhir yang didapat dari proses pirolisis
menggunakan pengemban logam CoMo lebih besar dibandingkan tanpa menggunakan
pengembanan logam CoMo. Sistem katalis logam pengemban terbukti dapat meningkatkan luas
permukaan spesifik dari lempung sehingga aktivitas dari katalis juga semakin meningkat
(Setyawan dan Handoko, 2002).
2. Hasil Karakterisasi Fisika Bio-oil
Hasil uji karakteristik sifat fisika bio-oil dari cangkang sawit menggunakan katalis
dengan logam pengemban sebanyak 0%; 0,5%; 1%; 1,5% b/b CoMo terhadap lempung secara
keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Hasil Uji Karakteristik Bio-oil dari Cangkang Sawit
Secara umum, parameter yang menjadi standar mutu bio-oil adalah densitas, viskositas,
angka keasaman dan titik nyala. Nilai uji fisika berdasarkan yield bio-oil optimum yang
diperoleh pada katalis dengan persen pengembanan logam CoMo terhadap lempung sebanyak
1,5% yaitu densitas 1,016 gr/ml, viskositas 22,83 cSt, angka keasaman 68,34 gr NaOH/gr
sampel, dan titik nyala 85oC.
Secara keseluruhan nilai densitas bio-oil berkisar antara 1,012 – 1,022 gr/ml. Dimana
nilai densitas terendah terletak pada penggunaan katalis dengan persen logam pengembanan
CoMo sebanyak 1% terhadap Lempung yaitu sebesar 1,012 gr/ml, sedangkan nilai densitas
tertinggi terletak pada penggunaan katalis dengan persen logam pengembanan CoMo sebanyak
0% terhadap Lempung sebesar 1,022 gr/ml. Nilai densitas dipengaruhi oleh kandungan air yang
terkandung didalam bio-oil. Dengan densitas yang lebih kecil, penggunaan bio-oil sebagai bahan
bakar akan menguntungkan karena lebih ringan (Negri, 2012).
Pengujian viskositas bio-oil dilakukan dengan menggunakan viscometer Oswald. Nilai
viskositas pada penelitian ini berkisar antara 10,24 – 22,83 cSt. Dimana nilai viskositas terendah
terletak pada penggunaan katalis dengan pengembanan logam CoMo sebanyak 1% terhadap
Lempung yaitu sebesar 10,24 cSt, sedangkan nilai viskositas tertinggi terletak pada penggunaan
katalis dengan persen logam pengembanan CoMo sebanyak 1,5% terhadap Lempung yaitu
sebesar 22,83 cSt. Nilai viskositas sangat dipengaruhi oleh kandungan air didalam bio-oil.
Semakin banyak kandungan air didalam bio-oil telah menyebabkan nilai viskositas menjadi lebih
rendah (Purwanto dkk.2011). Semakin besar kadar pengembanan logam CoMo pada Lempung,
maka viskositas yang diperoleh semakin besar. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya jumlah
lignin yang terdekomposisi. Dekomposisi liginin akan menghasilkan phenol dan komponen
kimia lain dengan berat molekul yang tinggi (Yi, 2008).
Pengujian angka keasaman bio-oil pada penelitian ini berkisar 68,34 – 99 gr NaOH/gr
sampel. Disini dapat dilihat bahwa angka keasaman terendah terletak pada penggunaan katalis
1,5% CoMo/Lempung yakni 68,34 gr NaOH/gr sampel, sedangkan angka keasaman tertinggi
terletak pada katalis 0% CoMo/Lempung yakni 99 gr NaOH/gr sampel. Semakin rendah angka
keasaman pada bio-oil, maka semakin sedikit asam-asam organik yang terkandung pada bio-oil
(Sukiran, 2008).
Pengujian titik nyala bio-oil menggunakan alat Cleveland flash point tester. Titik nyala
pada penelitian ini berkisar 50-85oC. Titik nyala terendah terletak pada penggunaan katalis
dengan persen logam pengembanan CoMo sebanyak 0,5% terhadap lempung yakni 50oC,
sedangkan titik nyala tertinggi terletak pada penggunaan katalis tanpa pengembanan logam
CoMo terhadap lempung yakni 85oC. Semakin rendah titik nyala suatu bahan bakar, maka
semakin susah dalam hal penyimpanannya karena dapat menimbulkan api dan terbakar (Yi.
2008).
Catalytic Cracking Cangkang Sawit Menjadi Bio-Oil dengan Katalis Ni/Zsm-5 dalam
Reaktor Slurry
Metodologi
Penelitian ini melalui beberapa tahapan.
a. Persiapan bahan baku
Persiapan bahan baku meliputi produksi silica terpresitasi, ZSM-5 dan Ni/ZSM-5. Produksi silica
terpresipitasi dibuat denganmencampur abu sawit dengan larutan NaOH dan dipanaskan pada
suhu 105oC, diaduk dengan kecepatan 500 rpm selama 4 jam. Kemudian setelah kondisi dingin
dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dan cake. Filtrat ditambahkan HCl pekat
dengan cara dititrasi sampai larutan membentuk gel semua. Gel yang terbentuk dipisahkan dan
dikeringkan dalam oven. Silika terpresipitasi ini dianalisa kadar silikanya yaitu 84,7%. Produksi
ZSM-5 dilakukan dengan melarutkan natrium aluminat dengan aquadest (suspense 1). Silika
terpresipitasi dicampur dengan aquadest (suspensi 2). Suspensi 1 dicampur dengan suspensi 2
(suspensi 3) dengan nisbah Si/Al 30. Suspensi 3 ditambahkan NaOH sehingga diperoleh nisbah
Na2O/Al2O 7,4, diaduk selama 30 menit dan dimasukkan dalam autoclaf pada uhu 1750C dan
waktu 18 jam. Padatan yang terbentuk dicuci dengan aquadest dan dioven pada 110 oC selama 6
jam. Produksi Ni/ZSM-5 dilakukan dengan mengimpregnasikan logam Nikel pada ZSM-5 pada
suhu 900C selama 12 jam. Kemudian padatan tersebut dikalsinasi pada suhu 5000C selama 4 jam,
oksidasi pada suhu 4000C selama 2jam dan direduksi pada suhu 400oC selama 2 jam. Ni/ZSM-5
yang terbentuk digunakan sebagai katalis untuk proses cracking cangkang sawit menjadi bio-oil.
Abu sawit
Pencampuran
Pemanasan pada suhu 105oC sambil diaduk dengan kecepatan 500 rpm selama 4 jam
Pendinginan
Cake
NaOH
Penyaringan
Titrasi sampai membentuk gel
Filtrat
+ HCl pekat
Gel
Pengeringan dengan oven
Silika
Pembuatan ZSM-5
Pembuatan Ni/ZSM-5
Logam nikel
Impregnasi pada suhu 90OC selama 12 jam
Kalsinasi pada suhu 500oC selama 4 jam
Ni/ZSM-5
Reduksi pada suhu 400oC selama 2 jam
b. Pembuatan bio-oil
Pembuatan bio-oil dilakukan dengan cara memasukan cangkang sawit sebanyak 50 gram, silinap
50 ml dan katalis NiMo/ZSM-5 dengan persentasi tertentu dalam reaktor catalytic slurry
cracking. Dan kedalam reactor dialiri gas nitrogen dan diaduk serta dipanaskan pada suhu proses
cracking. Produk gas yang terkondensasi (bio-oil) ditampung sampung produk tidak menetes
lagi.
Pencampuran dalam reaktor catalytic slurry cracking
50 gr cangkang sawit + silinap50 ml + katalis NiMo/ZSM-5
Biooil
Pengadukan serta pemanasan pada suhu proses cracking Dialiri gas nitrogen
PEMBAHASAN
1. Pengaruh Suhu Cracking Terhadap Yield
Dalam menentukan pengaruh suhu cracking terhadap yield yang diperoleh digunakan
variabel berubah berupa suhu operasi sebesar 290oC, 300oC, 310oC, dan 320oC, dan variabel
tetap berupa massa cangkang sawit 50 gram dan jumlah katalis Ni/ZSM-5 sebesar 1% wt
cangkang sawit. Proses pirolisis dibantu dengan penambahan silinap sebanyak 500 ml sebagai
termo oil dan pengadukan 300 rpm. Yield boi-oil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Gambar 3.1 diketahui bahwa yield boi-oil
meningkat seiring kenaikan suhu cracking sampai suhu 310oC. Pada suhu 290oC diperoleh yield
sebesar 38,4% dan yield boi-oil meningkat pada suhu pirolisis 310oC menjadi 48,8 %. Pirolisis
adalah proses dekomposisi dengan reaksi endotermis, dimana yield yang diperoleh meningkat
seiring bertambahnya suhu pirolisis [Setiadi, dkk. 2006], hal ini yang terjadi pada pirolisis suhu
290oC, 300oC dan 310oC.
Pada suhu pirolisis 320oC terjadi penurunan yield boi-oil dengan yield sebesar 45,4 % .
Penurunan yield bio-oil pada suhu pirolisis 320oC bertentangan dengan prinsip reaksi
endotermis. Bio-oil pada penelitian ini bukan merupakan produk tunggal, masih terdapat produk
samping yang tidak terukur dan teranalisis yaitu gas. Produk gas tidak terukur disebabkan
penggunaan kondensor atmosferik menggunakan fluida pendingin air dengan suhu kamar. Pada
proses pirolisis dengan suhu 320oC memungkinkan terbentuknya gas yang tidakterkondensasi,
hal ini disebabkan tingginya suhu pirolisis yang dapat memicu pembentukan gas yang lebih
banyak dibandingkan cracking pada suhu 310oC.
2. Pengaruh Jumlah Katalis Terhadap Yield
Pada penentuan pengaruh jumlah katalis terhadap yiel boi-oil yang diperoleh kita
menggunakan variasi katalis sebesar 1, 2, 3, 4 % b/b biomassa dimana proses cracking
berlangsung pada suhu optimal proses cracking dengan katalis Ni/ZSM-5 sebesar 310oC. Hasil
yang diperoleh dari cracking dengan variasi jumlah katalis Ni/ZSM-5 dapat dilihat pada Gambar
3.2.
Dari Gambar 3.2 terlihat bahwa yield bio-oil yang diperoleh terus meningkat setiap
kenaikan rasio katalis sampai rasio 3% b/b biomassa dengan yield 58,7% dan menurun pada
rasio katalis 4% b/b biomasa menjadi 55,9%. Semakin besar rasio katalis akan mempercepat
proses cracking karena semakin besar permukaan aktif katalis tempat terjadinya reaksi.
Kandungan logam Ni pada katalis Ni/ZSM-5 membantu proses pemutusan ikatan C-C dan C-H
[Vang, dkk. 2005], hal ini terjadi pada cracking dengan variasi katalis 1%, 2%, dan 3%.
Pada rasio katalis 4 % b/b penurunan yield bio-oil dapat disebabkan kelebihan jumlah
katalis yang mengakibatkan reaksi pemutusan ikatan C-C dan C-H oleh logam Ni terjadi secara
berlebihan (kecepatan reaksi tinggi). Semakin tinggi logam Ni akan menyebabkan semakin
banyak ikatan C-C dan C-H yang diputus dan menyebabkan semakin banyak produk rantai
pendek (gas) yang terbentuk. Terbentuknya produk rantai pendek seperti gas methan dalam
jumlah besar akan mengurangi yield bio-oil yang diperoleh.
3. Karakterisasi Bio-Oil
Bio-oil yang dihasilkan dikarakterisasi secara fisika dan kimia. Hasil karakterisasi secara
fisika diperoleh nilai densitas 0,981gr/ml, viscositas 12,98 cSt, titik nyala 52oC dan nilai kalor
nilai kalor 43,31 MJ/Kg. Karakterisasi secara kimia dilakukan analisa GC-MS dan diperoleh
hasil dengan komponen utama dalam bio-oil antara lain asam asetat(45,56%), fenol(28,30%),
methyl ester(6,66%) dan methanol(4,82%).
DAFTAR PUSTAKA
Negri, G, P., 2012. Konversi Pelepah Nipah menjadi Bio-oil Menggunakan Metode Pirolisis
menggunakan Katalis CoMo/NZA, Skripsi, Universitas Riau.
Purwanto, W.W., Ningrum, A.O., dan muthi, R., 2011, Pengembangan Produksi dari limbah
Kelapa Sawit dengan metode Fast Pyrolysis, Fakultas Teknik Universitas Indonesia,
ISSN, 190-0500
Setyawan, D., dan Handoko, P., 2002, Preparasi Katalis Cr/Zeolit Melalui Modifikasi Zeolit
Alam, Jurnal Ilmu Dasar, Vol. 3, No. 1, Hal: 15-23.
Sukiran, M.A.B., 2008, Pyrolysis Of Empty Oil Palm Fruit Bunches using The Quartz Fluidised-
Fixed Bed Reactor, Dissertation, University of Malaya.
Trisunaryanti, W., E.Triwahyuni, dan S.Sudiono, 2005, Preparasi, Modifikasi dan Karakterisasi
Katalis Ni-Mo/Zeolit Alam dan Mo-Ni/Zeolit Alam, TEKNOIN,10(4), 269-282.
Yi, L.X., 2008, Development and Charaterisation of Continuous Fast Pyrolysis of Oil Palm Shell
for Bio-oil Production, Tesis, Universiti Teknologi Malaysia