thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37309.docx · Web viewWord Health Organisation (WHO)...
Click here to load reader
Transcript of thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t37309.docx · Web viewWord Health Organisation (WHO)...
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis yang
ditandai dengan hambatan udara di saluran nafas yang bersifat progresif
nonrefersibel atau reversibel parsial (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Keluhan sesak nafas, berkurangnya kapasitas kerja dan kekambuhan yang sering
terjadi berulang menyebabkan menurunya kualitas hidup penderita (Donohue et
al, 2006).
PPOK merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang
telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko,
seperti faktor penjamu yang diduga berhubungan dengan PPOK, semakin
banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta
pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.
Menyikapi hal tersebut pemerintah telah menyusun buku Pedoman
Penanggulangan PPOK sebagai pedoman pengendalian penyakit tersebut (Kep.
Men. Kes. 1022, 2008)
Kejadian PPOK akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah perokok, polusi udara dari industri dan asap kendaraan yang menjadi
faktor risiko penyakit tersebut. Word Health Organisation (WHO)
memperkirakan bahwa pada tahun 2020 prevalensi PPOK akan terus meningkat
1
dari peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 di dunia dan dari peringkat ke-6
menjadi peringkat ke-3 penyebab kematian tersering di dunia (Depkes RI, 2008).
Menurut WHO pada tahun 2010 PPOK adalah masalah kesehatan utama yang
menjadi penyebab kematian no 4 di Indonesia (PDPI, 2006).
Hasil survey penyakit tidak menular oleh Direktorat Jendaral PPM dan PL di
5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung dan
Sumatra Selatan) pada tahun 2004, menunjukan PPOK menempati urutan pertama
penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru
(30%) dan lainnya (2%) (Depkes RI, 2008). Angka kejadian PPOK di Jawa
Tengah pada tahun 2008 adalah 0,20% dan pada tahun 2009 mengalami
penurunan menjadi 0,12% (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2009). Namun
demikian tidak menutup kemungkinan angka ini akan meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah perokok di Jawa Tengah.
Hasil wawancara personal dengan perawat di RSUD Prof. DR. Margono
Soekarjo Purwokerto, dimana rumah sakit tersebut merupakan salah satu rumah
sakit rujukan wilayah Jawa Tengah bagian barat, pada April 2012 didapatkan
informasi bahwa jumlah penderita PPOK setiap harinya meningkat. Rata-rata
dalam sehari terdapat 20 penderita dengan PPOK yang dirawat dengan keluhan
sesak nafas yang sangat berat dan sebagian besar dari mereka adalah pasien yang
datang dengan serangan sesak nafas berulang.
Sesak nafas atau dyspnoea merupakan gejala yang umum dijumpai pada
penderita PPOK (Ambrosino & Serradori, 2006). Penyebab sesak nafas tersebut
bukan hanya karena obstruksi pada bronkus atau bronkhospasme saja tapi lebih
2
disebabkan karena adanya hiperinflasi. Oleh karena itu pada penanganan PPOK
tidak hanya mengandalkan terapi farmakologi saja melainkan terapi non
farmakologi juga merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk mengurangi
sesak nafas (Russell, et al, 2012).
Penantalaksanaan medis maupun keperawatan pada pasien PPOK bertujuan
untuk mengurangi gejala sesak nafas, mencegah eksaserbasi berulang,
memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru dan meningkatkan kualitas hidup
mereka (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Perawat sebagai care
provider memiliki peran memberikan asuhan keperawatan pada pasien PPOK
untuk meningatkan kondisi pernafasannya secara komprehensif dan bekerja sama
dengan tim. Oleh karena itu dalam mengelola penderita PPOK juga perawat perlu
melakukan tindakan yang ditujukan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu
dengan rehabilitasi paru/ pernafasan. Rehabilitasi pernafasan adalah istilah untuk
berbagai teknik yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan dan daya tahan
otot pernafasan serta meningkatkan kepatenan pola pernafasan torakhoabdominal
(Ambrosino & Serradori, 2006).
Beberapa teknik latihan pernafasan yang dapat dilakukan diantaranya adalah
latihan otot inspirasi, pursed lips breathing (PLB) dan diaphragmatic breathing
(Ambrosino & Serradori, 2006). Menurut Ambrosino dan Serradori (2006) bahwa
kelemahan otot inspirasi dan atau disfungsi otot tersebut berkontribusi terhadap
terjadinya sesak nafas pada pasien dengan PPOK. Hasil penelitiannya terhadap
pasien PPOK yang mengalami sesak nafas setelah dilakukan latihan otot inspirasi
terjadi penurunan sesak nafas
3
PLB merupakan salah satu teknik latihan pernafasan yang melibatkan
pernafasan melalui perlawanan yang diciptakan dengan penyempitan bibir. Efek
dari PLB adalah meningkatkan volume tidal dan volume akhir ekspirasi paru dan
dampaknya adalah meningkatkam kapasitas otot-otot pernafasan untuk memenuhi
kebutuhan dalam memberikan tekanan pernafasan (Ambrosino & Serradori,
2006). Ramos et al (2009) melaporkan hasil penelitiannya bahwa PLB secara
signifikan dapat menurunkan sesak nafas dan heart rate serta meningkatkan
saturasi oksigen pada pasien dengan PPOK. Hasil penelitian Bianchi, et al.,
(2004) PLB menurunkan volume akhir ekspirasi dan meningkatkan volume akhir
inspirasi serta meningkatkan kondisi pernafasasan (menurunkan skala Brogs
Scale).
Afanji dan Hajbaghery (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Efek PLB
terhadap fungsi respirasi artial blood gas dan aktifitas sehari- hari pasien PPOK
menunjukan bahwa PLB (bernafas seperti bersiul, dengan inhalasi melalui hidung
selama 2-3 detik dan ekshalasi perlahan-lahan selama 4-6 detik melalui mulut)
yang dilakukan sebanyak 4 kali dalam sehari sebelum makan dan sebelum tidur
selama 30 menit dan dilakukan secara teratur maka setelah 3 minggu didapatkan
hasil saturasi oksigen secara signifikan meningkat, PaCO2 menurun, frekuensi
bernafas secara signifikan menurun, tingkat aktifitas sehari - hari meningkat tetapi
forced ekspired volume second 1 (FEV 1%) dan forced vital capacity (FVC) tidak
ada perubahan secara signifikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PLB dapat meningkatkan PaO2 dan
saturasi Oksigen serta menurunkan PaCO2, beberapa peneliti melaporkan bahwa
4
PLB dan latihan nafas yang lain dapat menurunkan volume akhir
ekspirasi,menstabilkan respirasi rate dan meningkatkan volume tidal yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi ventilator (Dechman & Wilson, 2004)
Nield, et al (2007) melaporkan bahwa tehnik rehabilitasi pernafasan seperti
PLB dapat menurunkan secara signifikan penggunaan oksigen pada pasien PPOK
stabil. Mereka merekomendasikan bahwa pasien PPOK dapat dilatih tehnik PLB
untuk meminimalkan kebutuhan metabolik respirasi.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa PLB membantu pasien
mengoptimalkan kemampuan menjalankan aktifitas hidup sehari hari dan
meningkatkan kualitas hidup. Pada pasien dengan hiperinflasi progresif pada
PPOK berat, pernafasan menjadi sangat cepat dan terjadi friksi penahanan
oksigen udara di dalam tubuh. Perubahan ini menyebabkan otot inspirasi dan
ekspirasi melemah sehingga aktifitas sehari-hari sangat rendah yang berdapak
menurunnya kualitas hidup dan kemampuan psikososial. Latihan pernafasan PLB
dapat mengurangi kelelahan pasien. Beberapa peneliti membuat hipotesis bahwa
latihan bernafas dapat mengurangi hiperinflasi yang selanjutnya meningkatkan
daya tahan tubuh dan kualitas hidup mereka (Avanji & Hajbaghery, 2011).
Penelitian berikutnya menunjukkan bahwa PLB dapat menyebabkan
peningkatan kemampuan aktifitas otot asesori pernafasan seperti otot dinding dada
dan abdomen pada saat terjadi siklus pernafasan. Peningkatan kemampuan
aktifitas otot asesori pernafasan selanjutnya dapat menurunkan kerja otot
diafragma. Dengan demikian pada pasien PPOK ini akan terjadi perubahan
5
pernafasan lebih efektif dan menurunkan penggunaan oksigen (Roa at al,1991;
Fregonisi at al,2004; Jhones,2003)
PLB juga merupakan tehnik yang sering digunakan pada pasien PPOK untuk
mengurangi sesak nafas ketika latihan atau melakukan aktifitas sehari- hari atau
istirahat. Hasil penelitian yang lain juga menunjukkan bahwa PLB
mempengaruhi perubahan heart rate sebagaimana diobservasi pada sinus aritmia
respirasi, karakteristik fenomena cardiorespiratori pada mamalia dengan heart
rate dengan R-R interval fluktuasi pada fase inhalasi dan ekshalasi. Hal ini
dihubungkan dengan pertukaran gas di paru lebih efisien, sehingga perfusi dan
ventilasi alveolar menjadi lebih baik. Selama siklus bernafas terjadi peningkatan
heart rate pada fase inspirasi diikuti penurunan heart rate selama fase ekspirasi,
Hal ini terjadi disebabkan ketenangan dan kestabilan inspirasi sehingga
menghambat parasimpati kemudian meningkatkan heart rate saat simpati
diaktifkan. Selanjutnya selama ekspirasi yang nyaman dan stabil akan
menurunkan heart rate karena parasimpati diaktifkan.
Selain PLB maka tindakan keperawatan lain yang dapat dilakukan untuk
membantu meningkatkan kondisi pernafasan pasien PPOK adalah memposisikan
pasien. Posisi pasien yang dapat membantu meningkatkan kondisi pernafasan
pasien.
Banyak pasien PPOK menggunakan posisi condong ke depan (CKD) ketika
mengeluh sesak nafas. Posisi CKD menigkatkan tekanan intraabdominal dan
menurunkan penekanan diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi
(Bhatt, et al, 2009)
6
Hasil penelitian sebelumnya menunjukan penurunan aktifitas otot scalene
(SM) dan sternocleidomastoid (SCM) pada posisi CKD. Penelitian yang lain juga
menunjukan bahwa posisi CKD dengan bahu disangga oleh otot (seperti otot
pectoralis mayor dan minor ) berkontribusi secara signifikan terhadap
pengembangan tulang rusuk. Pengembangan tulang rusuk dengan lengan dan
kepala disangga berkontribusi terhadap inspirasi (Gosselink, 2004).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kim, et al (2012) aktifitas otot SM dan
SCM meningkat secara signifikan pada posisi condong kedepan dengan lengan
disangga pada paha ataupun lengan disangga kepala dibandingkan posisi netral.
Beberapa mekanisme yang dapat dijelaskan dari hasil tersebut adalah adanya
restriksi pergerakan diafragma, meningkatkan tekanan intraabdomen dengan
mendekatkan tulang rusuk ke pelvis dan peningkatan tekanan abdomen ini
membuat diafragma kesulitan untuk menekan abdomen kebelakang selama
inspirasi, dengan pengembalian aktifitas otot dengan kekuatan yang dipertahankan
oleh tangan yang ditopang ke muka/ kepala dan lengan yang ditopang oleh paha
serta stabilnya tangan dan lengan , sternum, clavicula dan tulang rusuk dapat
ditarik ke atas oleh otot SM dan SCM (Kim, et al, 2012)
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa PLB dan posisi
CKD dapat meningkatkan kondisi pernafasan pasien PPOK. Hasil wawancara
dengan beberapa perawat wilayah Banyumas termasuk di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto bahwa tindakan
keperawatan seperti PLB dan posisi CKD tidak pernah dilakukan. Sebagian
tindakan yang dilakukan mayoritas berfokus pada tindakan kolaborasi dengan
7
dokter, yaitu pemberian oksigen dan terapi bronchodilator serta posisi yang
diberikan untuk pasien PPOK adalah semi fowler. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian Resti (2013) tentang penatalaksanaan pasien PPOK di RSUD Prof. DR.
Margono Soekarjo Purwokerto, menunjukan bahwa posisi yang diberikan kepada
pasien adalah semi fowler dan lima menit pertama setelah diberikan posisi tersebut
pasien masih mengeluh sesak nafas. Selanjutnya pasien memposisikan diri
condong kedepan dan pasien menyampaikan merasa lebih nyaman dalam
bernafas.
Hasil penelitian sebelumnya berkaitan dengan PLB dan posisi CKD seperti
yang dilakukan oleh Kim, et al (2012), Avanji & Hajbaghery (2011) dan lain-lain
sebagaimana telah disebutkan di atas memang sudah banyak dilakukan. Namun
menurut penulis, penelitian terhadap kedua tindakan tersebut baru dilihat
efektifitas dari masing-masing tindakan secara sendiri-sendiri dan belum sampai
pada pengaruh dan efektifitas kedua tindakan tersebut apabila dilakukan secara
bersama-sama terhadap kondisi pernafasan pasien dengan PPOK. Oleh karena itu
didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya tentang manfaat PLB dan posisi
CKD pada pasien PPOK sebagaimana telah disebutkan di atas dan mengingat
peran perawat sebagai care provider dalam hal ini membantu meningkatkan
kondisi pernfasan pasien PPOK, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut
pengaruh PLB dan posisi CKD terhadap kondisi pernafasan pasien PPOK di
RSUD Margono Soekarjo Purwokerto.
Kondisi pernafasan yang akan dinilai meliputi respirasi rate (RR), keluhan
sesak nafas (skala sesak nafas), jumlah udara yang dapat dihembuskan dari paru
8
dan saturasi oksigen (SaO2). Pemilihan penilaian kondisi pernafasan tersebut
didasarkan pada pertimbangan kemudahan, efektifitas dan efisien tindakan
tersebut untuk dapat dilakukan oleh perawat dalam penerapan implikasi dari hasil
penelitian ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Jumlah penderita PPOK yang semakin meningkat berdampak terhadap
menurunnya kualitas hidup mereka dikarenakan seringnya mengalami keluhan
sesak nafas. Hiperinflasi paru dapat terjadi pada pasien PPOK yang berdampak
pada munculnya keluhan sesak nafas.
Hiperinflasi paru menyebabkan pemendekan dan pendataran diafragma,
mengubah panjang serabut otot diafragma serta kekuatannya. Bersamaan dengan
hal tersebut kapasitas diafragma secara umum menurun secara optimal karena
kerugian mekanik pada tekanan yang panjang sehubungan dengan hiperinflasi
(Kimanthianaki, Vaporidi, Georgopoulos, 20011).
Menyikapai hal tersebut peran perawat sebagai care giver dituntut untuk
dapat memberikan tindakan keperawatan yang cepat dan tepat untuk membantu
pasien mengurangi atau bahkan mengatasi masalah keperawatan yang dirasakan
pasien. Hasil penelitian sebelumnya menunjukan bahwa posisi CKD dan PLB
dapat meningkatkan kondisi pernafasan pasien PPOK.
Oleh karena itu untuk dapat mengaplikasikan tindakan tersebut pada
penatalaksanaan pasien dengan PPOK, maka pengaruh posisi CKD dan PLB
9
menjadi hal penting untuk dilakukan penelitian. Dengan demikian rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
“Manakah yang paling efektif antara posisi CKD dengan posisi CKD dan PLB
terhadap peningkatan kondisi pernafasan pasien PPOK?”
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui tindakan yang paling efektif antara posisi CKD (CKD)
dengan posisi CKD dan PLB terhadap peningkatan kondisi pernafasan
pasien PPOK dirawat di RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis efektifitas posisi CKD terhadap peningkatan kondisi
pernafasan pasien PPOK, meliputi : RR, keluhan sesak nafas, jumlah
udara yang dapat dihembuskan dari paru dan saturasi oksigen
b. Menganalisis efektifitas posisi CKD dan PLB terhadap peningkatan
kondisi pernafasan pasien PPOK, meliputi : RR, keluhan sesak nafas,
jumlah udara yang dapat dihembuskan dari paru dan saturasi oksigen
c. Menganalisis tindakan yang paling efektif antara posisi CKD dengan
posisi CKD dan PLB terhadap peningkatan kondisi pernafasan pasien
PPOK, meliputi : RR, keluhan sesak nafas, jumlah udara yang dapat
dihembuskan dari paru dan saturasi oksigen
10
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah khasanah pustaka dan memperkuat tindakan keperawatan
khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
sesak nafas dengan PPOK
b. Memberikan masukan untuk penelitian selanjutnya tentang pengaruh
posisi CKD dan PLB terhadap kondisi pernafasan pasien dengan
PPOK.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit Tempat Penelitian (RSUD Prof. DR. Margono
Soekardo Purwokerto dan RS Jatiwinangun Purwokerto)
Hasil penelitian dapat dijadikan masukan dalam membuat standar
operasional penatalaksanaan pasien dengan PPOK sebagai upaya
untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
b. Bagi Profesi Keperawatan
Hasil penelitian dapat dijadikan informasi dan acuan dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan PPOK
sehingga diharapkan dengan hasil penelitian ini asuhan keperawatan
yang diberikan oleh perawat menjadi lebih berkualitas.
c. Bagi Responden khususnya dan Pasien PPOK pada umumnya
Hasil penelitian dapat memberikan informasi kepada pasien PPOK
tentang upaya untuk mengurangi sesak nafas.
11
d. Bagi Peneliti
Menambah wacana keilmuan peneliti dalam penatalaksanaan pasien
PPOK dan menambah pengalaman dalam melakukan penelitian.
E. ORISINALITAS PENELITIAN
Beberapa penelitian terkait dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut:
Tabel 1.1 : Matrik Penelitian Terkait
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Metodologi Persamaan Perbedaan
Kim, et al (2012)
Effects of Breathing Maneuver and Sitting Posture on Muscle Activity in Inspiratory Accessory Muscle in Pasients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease
Tujuan penelitian: mengetahui pengaruh breathing maneuver dan posisi duduk terhadap tidal volume, RR, dan aktivitas otot yaitu otot assesori inspirasi pada pasien dengan PPOK.Desain eksperimen, responden 12 orang laki-laki dengan PPOK. Analisis data menggunakan uji beda. Prosedur penelitian PLB dilakukan pada
Sama variabel bebasnya yaitu PLB dan posisi CKD, serta desain sama ekperimen.
Variabel bebas tidak ada posisi duduk tegak, tapi posisi semi fowler untuk kelompok kontrol1, adanya modifikasi penopang lengan dan kepala pada posisi CKD, variabel terikat: RR, SaO2, Modifikasi skala borg dan jumlah udara yang dihembuskan dari paru, sehingga alat
12
semua posisi duduk (posisi
yang digunakan
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Metodologi Persamaan Perbedaan
duduk, posisi duduk condong kedepan dgn lengan ditopang kepala dan paha)
pun berbeda. Prosedur penelitian: memiliki 2 kelompok kontrol: kontrol 1 : posisi semi fowler dgn natural breathing; kontrol 2 : posisi CKD dgn natural breathing.Analisis selain menggunakan uji beda juga menggunakan regresi linier dan ganda.
Fillibeck, et al, (2005)
Does Sitting Posture in Chronic Obstructive Pulmonary Disease Really Matter ? An Analysis of Two Sitting Postures and Their Effect on Pulmonary and Cardiovascular Function
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki perubahan yang terjadi pada fungsi paru dalam posisi duduk pada pasien PPOK. Desain eksperimen, responden 19 orang laki-laki dengan PPOK. Analisis data menggunakan uji beda one way ANOVA
Variabel bebas : posisi duduk tetapi semi fowler. Semi Fowler digunakan pada penelitian ini untuk kelompok kontrol 1 dan desain penelitian sama eksperimen
Variabel terikat: RR, SaO2, Modifikasi skala borg dan jumlah udara yang dihembuskan dari paru, sehingga alat yang digunakan pun berbeda. Prosedur penelitian: memiliki 2 kelompok kontrol: kontrol 1 : posisi semi
13
fowler dgn natural
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Metodologi Persamaan Perbedaan
breathing; kontrol 2 : posisi CKD dgn natural breathing.Analisis selain menggunakan uji beda juga menggunakan regresi linier dan ganda
Kera dan Maruyana, (2005)
The Effect of Posture on Respiratory Activity of The Abdominal Muscle
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh postur pada aktivitas ekspirasi dari otot-otot perut. Desain eksperimen, responden 15 pria dewasa muda. Analisis uji beda
Desain eksperimen, variabel bebas : posisi CKD
Variabel bebas yang lain PLB, adanya modifikasi penopang lengan dan kepala pada posisi CKD, variabel terikat: RR, SaO2, Modifikasi skala borg dan jumlah udara yang dihembuskan dari paru, sehingga alat yang digunakan pun berbeda. Prosedur penelitian: memiliki 2 kelompok kontrol: kontrol 1 : posisi semi fowler dgn natural
14
breathing; kontrol 2 :
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Metodologi Persamaan Perbedaan
posisi CKD dgn natural breathing.Analisis selain menggunakan uji beda juga menggunakan regresi linier dan ganda.
Nield, et al (2007), dengan judul.
Efficacy of Pursed-Lips Breathing: a Breathing Pattern Retraining Strategy for Dyspnea Reduction
Tujuan penelitian untuk membandingkan 2 program memperpanjang waktu ekspirasi (yaitu pursed lips breathing dan expiratory muscle training) pada dyspnea dan kinerja fungsional. Jenis penelitian randomized control trial. Subyek penelitian diambil dari klinik paru rawat jalan Pusat Kesehatan Veteran Affairs University yang diambil secara acak dan dibuat menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok PLB, kelompok expiratory muscle training
Desain: eksperimen, variabel bebas : PLB, salah satu instrument : modifikasi skala borg
Variabel bebas yang lain posisi CKD dan adanya modifikasi penopang lengan dan kepala pada posisi CKD, variabel terikat: RR, SaO2, Modifikasi skala borg dan jumlah udara yang dihembuskan dari paru, sehingga alat yang digunakan pun berbeda. Prosedur penelitian: memiliki 2 kelompok kontrol: kontrol 1 : posisi semi fowler dgn natural
15
dan kelompok kontrol.
breathing; kontrol 2 :
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Metodologi Persamaan Perbedaan
Perubahan sesak nafas dinilai dengan menggunakan modifikasi borg scale setelah 6 menit berjalan dan Shortness of Breath Questionnaire dan functional performance (Human Activity Profile and physical function scale of Short Form 36-item Health Survey). Analisis menggunakan uji beda.
posisi CKD dgn natural breathing.Analisis selain menggunakan uji beda juga menggunakan regresi linier dan ganda.
Faager, Stahle dan Larsen (2008)
Influence of Spontaneous Pursed Lips Breathing on Walking Endurance and Oxygen Saturation in Patients with Moderate to Severe Chronic Obstructive Pulmonary Disease
Tujuan penelitian mengevaluasi pengaruh PLB terhadap ketahan dalam berjalan, saturasi oksigen dan sesak nafas pada pasien dengan PPOK moderat sampai berat. Desain penelitian mengunakan randomized open-label, cross-over, dengan 32 sampel. Tempat di Center Rehabilitasi
Desain : eksperimen, Variabel bebas : PLB
Variabel bebas yang lain posisi CKD dan adanya modifikasi penopang lengan dan kepala pada posisi CKD, variabel terikat: RR, SaO2, Modifikasi skala borg dan jumlah udara yang dihembuskan dari paru, sehingga alat yang
16
Paru University Hospital.
digunakan pun berbeda.
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Metodologi Persamaan Perbedaan
Analisis uji beda Prosedur penelitian: memiliki 2 kelompok kontrol: kontrol 1 : posisi semi fowler dgn natural breathing; kontrol 2 : posisi CKD dgn natural breathing.Analisis selain menggunakan uji beda juga menggunakan regresi linier dan ganda.
Bianchi, et al (2004)
Chest wall Kinematics and Breathlessness During Pursed Lips Breathing in Patients with COPD
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pergerakan dinding dada dan sesak nafas selama PLB pada pasien dengan PPOK. Desain eksperimen dengan 22 sampel dan analisis sampai ke multipel regresi
Desain : eksperimen, salah satu variabel bebas: PLB, analisis sampai regresi
Variabel bebas yang lain posisi CKD dan adanya modifikasi penopang lengan dan kepala pada posisi CKD, variabel terikat: RR, SaO2, Modifikasi skala borg dan jumlah udara yang dihembuskan dari paru, sehingga alat yang
17
digunakan pun berbeda.
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Metodologi Persamaan Perbedaan
Prosedur penelitian: memiliki 2 kelompok kontrol: kontrol 1 : posisi semi fowler dgn natural breathing; kontrol 2 : posisi CKD dgn natural breathing dan tempat penelitian
Uraian dalam tabel matrik penelitian terkait tersebut di atas dapat disimpulkan
perbedaan yang mendasar dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
pada penelitian sebelumnya antara posisi CKD dan PLB masing-masing hanya
diteliti sebagai tindakan sendiri-sendiri. Sementara pada panelitian ini selain
peneliti melihat/ meneliti tindakan meposisikan CKD juga meneliti tindakan
posisi CKD dan PLB yang dilakukan bersama-sama. Pada penelitian ini peneliti
selain melihat efektifitas dan pengaruh dari masing-masing tindakan juga melihat
perbandingan efektifitas dari kedua tindakan tersebut.
18
19