thesis ui.pdf
-
Upload
harismapratama -
Category
Documents
-
view
96 -
download
1
Transcript of thesis ui.pdf
-
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI AUDITORI-VISUAL-TAKTIL-KINESTETIK TERHADAP PERKEMBANGAN
PERILAKU NEONATUS PREMATUR DI RUANG PERINATOLOGI RS CIPTO MANGUNKUSUMO
JAKARTA
TESIS
LUCI FRANSISCA SITUMORANG
0806446473
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK DEPOK, JULI 2010
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI AUDITORI-VISUAL-TAKTIL-KINESTETIK TERHADAP PERKEMBANGAN
PERILAKU NEONATUS PREMATUR DI RUANG PERINATOLOGI RS CIPTO MANGUNKUSUMO
JAKARTA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan
LUCI FRANSISCA SITUMORANG
0806446473
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK DEPOK, JULI 2010
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas kasih dan penyertaanNya sehingga
saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pengaruh pemberian stimulasi
auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus
prematur di ruang perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Penyusunan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Magister Ilmu Keperawatan dengan kekhususan keperawatan
anak.
Saya menyadari bahwa banyak pihak telah terlibat dan membantu saya dalam
penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc., selaku pembimbing pertama dan
sekaligus juga Ketua Program Studi Magister dan Spesialis, yang telah
memberikan waktu, tenaga dan pikirannya membimbing saya dalam
penyusunan tesis ini.
2. Ibu Dessie Wanda, S.Kp., MN, selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan arahan dan bimbingan serta memotivasi saya untuk
menyelesaikan tesis ini dengan baik.
3. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp., MN, selaku pendamping pembimbing pertama
sekaligus juga pembimbing akademik saya, yang telah membantu saya
selama proses perkuliahan, berdiskusi dalam pemilihan topik penelitian serta
penyusunan tesis ini.
4. Ibu Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc, Ph.D., sebagai narasumber untuk
validitas isi dari instrumen yang saya gunakan dalam penelitian ini.
5. Direktur RSUPN Cipto Mangunkusumo, Kepala Departemen Ilmu Kesehatan
Anak dan Kepala Divisi Perinatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
yang telah memberikan ijin kepada saya untuk melakukan penelitian di
RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
vi
6. Kepala ruang perinatologi serta para perawat di special care nursery 3 dan 4
RSUPN Cipto Mangunkusumo yang telah membantu saya selama proses
pengambilan data.
7. Suami, orang tua dan mertua saya, serta seluruh keluarga besar saya yang
senantiasa memberikan doa, semangat dan dukungan kepada saya.
8. Teman-teman kekhususan keperawatan anak, atas kebersamaan, pertemanan
dan dukungan selama proses perkuliahan.
9. Semua pihak yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima
kasih atas bantuannya.
Semoga hasil penelitian saya yang tertulis dalam tesis ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan anak.
Depok, Juli 2010
Penulis
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama : Luci Fransisca Situmorang
NPM : 0806446473
Program : Pasca Sarjana Magister Ilmu Keperawatan
Kekhususan : Keperawatan Anak
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty-free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Pengaruh Pemberian
Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap Perkembangan Perilaku
Neonatus Prematur di ruang Perinatologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 8 Juli 2010
Yang menyatakan
(Luci Fransisca Situmorang)
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
ix Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
Tesis, Juli 2010
Luci Fransisca Situmorang
Pengaruh Pemberian Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap Perkembangan Perilaku Neonatus Prematur di Ruang Perinatologi RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta
xv + 61 hal + 15 tabel + 4 gambar + 2 skema + 8 lampiran
Abstrak
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur di ruang perinatologi RSCM Jakarta. Penelitian ini adalah penelitian quasi experiment dengan disain one group pre and post test. Sampel penelitian berjumlah 18 responden. Hasil penelitian terdapat perbedaan yang signifikan antara perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah diberi stimulasi (p = 0,0005). Hasil seleksi bivariat menunjukkan bahwa usia gestasi, berat badan lahir dan jenis kelamin bukan merupakan faktor perancu pada perilaku neonatus prematur setelah diberi stimulasi. Hipotesis berupa adanya pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur dapat dibuktikan dalam penelitian ini.
Kata Kunci : Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik, Perilaku, Neonatus Prematur
Daftar Bacaan : 43 (1995 2009)
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
ix Universitas Indonesia
UNIVERSITY OF INDONESIA
MASTER PROGRAM IN NURSING SCIENCE
MAJORING IN PEDIATRIC NURSING
POST GRADUATE PROGRAM-FACULTY OF NURSING
Thesis, July 2010
Luci Fransisca Situmorang
Effect of Stimulation of Auditory-visual-tactile-kinesthetic to the development of Premature Neonates Behavior in Perinatology of Cipto Mangunkusumo Hospital
Jakarta
xv + 61 p. + 15 tables + 4 + 2 scheme drawings + 8 attachments
Abstract
This thesis aims to investigate the influence of stimulation of auditory-visual-tactile-kinesthetic to the behaviour development of premature neonate. This study is a quasi-experimental research with one group pre and post test design. The samples were 18 respondents. The results there are significant differences between the behavior of preterm neonates before and after a given stimulation (p = 0.0005). Bivariate selection results showed that gestational age, birth weight and gender is not a confounding factor in the premature neonate behavior after a given stimulation. The hypothesis of the existence of the effect of stimulation of auditory-visual-kinesthetic-tactile to the development of a premature neonate behavior could be demonstrated in this study.
Keywords : Auditory-visual-tactile-kinesthetic stimulation, Behavior, Premature Neonates
Reading list : 43 (1995 - 2009)
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL . i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS . ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN iv
HALAMAN PERSEMBAHAN v
KATA PENGANTAR vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS . vii
ABSTRAK . viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI.. x
DAFTAR TABEL .. xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR SKEMA xiv
DAFTAR LAMPIRAN . xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang . 1 1.2. Rumusan Masalah 6 1.3. Tujuan Penelitian . 7 1.4. Manfaat Penelitian 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Neonatus Prematur . 9 2.2. Konsep Perkembangan 12 2.3. Teori Perkembangan Anak . 13 2.4. Model Sistem Perilaku Johnson .. 19 2.5. Intervensi Keperawatan Perkembangan : Stimulasi Auditori-visual-taktil-kinestetik 22 2.6. Kerangka Teori 27
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
x Universitas Indonesia
BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep . 28 3.2. Hipotesis .. 29 3.3. Definisi Operasional 29
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian .. 31 4.2 Populasi dan Sampel 32 4.3 Tempat Penelitian 34 4.4 Waktu Penelitian . 34 4.5 Etika Penelitian ... 34 4.6 Alat Pengumpulan Data .. 36 4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas .. 37 4.8 Prosedur Pengumpulan Data .. 38 4.9 Pengolahan Data . 39 4.10 Rencana Analisis Data 40
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1. Analisis Multivariat . 42 5.2. Analisis Bivariat .. 46 5.3. Analisis Multivariat . 47
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1. Perilaku Neonatus Prematur . 32 6.2. Alat Ukur Perilaku Neonatus Prematur .. 55 6.3. Implikasi Keperawatan . 57 6.4. Keterbatasan Penelitian 58
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Rancangan Penelitian 60 7.2. Populasi dan Sampel . 60
DAFTAR REFERENSI
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tahap perkembangan psikoseksual dan psikososial pada anak ... 14 Tabel 2.2 Perkembangan psikoseksual pada anak 15 Tabel 2.3 Perkembangan psikososial pada anak .. 16 Tabel 2.4 Tahap perkembangan kognitif pada anak 17 Tabel 2.5 Tahap perkembangan sensorimotorik pada anak 18 Tabel 2.6 Perkembangan daya lihat pada bayi ..... 23 Tabel 2.7 Prosedur stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik pada neonatus.. 25 Tabel 4.1 Analisis data .. 41 Tabel 5.1 Karakteristik responden 43 Tabel 5.2. Perilaku neonatus sebelum dan setelah stimulasi auditori-visual- taktil-kinestetik 44 Tabel 5.3 Uji normalitas data 46 Tabel 5.4 Perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik 47 Tabel 5.5 Korelasi usia gestasi dengan perilaku neonatus prematur setelah stimulasi 48 Tabel 5.6 Korelasi berat badan lahir dengan perilaku neonatus prematur setelah stimulasi 48 Tabel 5.7 Korelasi jenis kelamin dengan perilaku neonatus prematur setelah stimulasi 49
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Model sistem perilaku Dorothy E. Johnson 21 Gambar 4.1 Disain penelitian . 31 Gambar 5.1. Gambaran perilaku neonatus prematur sebelum stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik ... 45 Gambar 5.2. Gambaran perilaku neonatus prematur setelah stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik ... 45
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
xiv
DAFTAR SKEMA Skema 2.1. Kerangka teori .. 27 Skema 3.1 Kerangka konsep .. 28
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
xv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar pengkajian perilaku neonatus prematur Lampiran 2 Prosedur stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik Lampiran 3 Lembar permintaan menjadi responden penelitian Lampiran 4 Lembar persetujuan menjadi responden penelitian Lampiran 5 Keterangan lolos kaji etik Lampiran 6 Permohonan ijin penelitian dan uji instrument penelitian Lampiran 7 Ijin penelitian/pengambilan data dari bagian penelitian RSCM Lampiran 8 Persetujuan penelitian dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSCM
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian.
1.1. Latar Belakang Neonatus merupakan istilah yang digunakan untuk bayi baru lahir sampai
berusia 28 hari. Neonatus prematur adalah bayi yang lahir dengan usia
gestasi kurang dari 37 minggu dihitung dari periode menstruasi terakhir
(Cloherty, Eichenwald & Stark, 2008).
Usia gestasi yang belum cukup mengakibatkan sistem organ tubuh pada
neonatus masih belum sempurna sehingga neonatus akan mengalami
kesulitan beradaptasi terhadap kehidupan di luar uterin. Bayi lahir prematur
sangat berisiko untuk mengalami permasalahan kardiopulmonal, respiratori,
gastrointestinal, otak, hiperbilirubinemia dan imunitas (Medoff-Cooper et al,
2005; Raju et al, 2006 dalam Winchester et al, 2009) yang mengakibatkan
rentan mortalitas. Kondisi tidak stabil ini membutuhkan perawatan stabilisasi
dan resusitasi di Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Perawatan di NICU
mengakibatkan bayi mengalami berbagai tindakan invasif, rawat inkubasi
dan perpisahan sementara dengan orang tua terutama ibunya yang
mengakibatkan ikatan kasih sayang ibu anak terganggu (Sanders &
Buckner, 2006). Lingkungan luar uterin pertama yang dialami neonatus
prematur adalah NICU, yang sangat berbeda dengan lingkungan neonatus
cukup bulan.
Interaksi yang terjadi secara terus menerus antara anak dan lingkungannya,
akan menentukan perkembangan perilaku anak (Bowden, Dickey &
Greenberg, 1998). Menjalani perawatan di NICU, mendapatkan tindakan
invasif, serta mengalami perpisahan dengan ibu merupakan stressor yang
cukup besar bagi neonatus prematur dan memiliki dampak jangka panjang
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
2
Universitas Indonesia
terhadap penurunan kesehatan, sensorik dan kognitif (Lucas-Thompson et al,
2009). Terbatasnya interaksi neonatus dengan ibu karena neonatus dirawat di
NICU dapat mengakibatkan kurangnya ikatan kasih sayang antara neonatus
dan ibu, keterlambatan perkembangan dan sindrom gagal tumbuh (Leitch,
1999; Lowdermilk & Perry, 2000; Nelson, 2003; Kennel & Klauss, 1998;
Schenk, Kelley & Schenk, 2005 dalam Sanders & Buckner, 2006).
Nyeri karena tindakan invasif yang dialami oleh bayi prematur sejak lahir
ternyata juga berkontribusi terhadap perubahan perkembangan sistem nyeri,
perilaku, kognisi dan pembelajaran saat di masa kanak-kanak nanti (Grunau,
Weinberg & Whitfield, 2004). Penelitian jangka panjang pada anak dengan
riwayat lahir prematur menunjukkan terdapat risiko lebih besar menderita
penyakit kronis; cerebral palsy; gangguan perkembangan motorik, visual
dan auditori serta gangguan perkembangan perilaku dan kognitif, yang dapat
mempengaruhi kemampuan akademik mereka saat usia sekolah dan remaja
(Reijneveld et al, 2006). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Hawthorne
(2005), bahwa bayi yang lahir sangat prematur akan mengalami gangguan
sosial; kognitif; linguistik dan perilaku; serta penurunan auditori, visual dan
perkembangan neurologi.
Proses perkembangan perilaku merujuk pada perubahan kualitatif individu
dalam hal komunikasi, proses berpikir dan kemampuan mengembangkan
hubungan sosial sehingga terbentuk kepribadian yang unik. Istilah
perkembangan pada anak merupakan aspek perubahan bentuk atau fungsi
pematangan organ atau pun individu, termasuk perubahan aspek sosial atau
emosional akibat pengaruh lingkungan (Markum, 2002).
Perilaku neonatus risiko tinggi berbeda dengan neonatus cukup bulan yang
sehat dan perbedaan ini mempengaruhi proses interaksi bayi dengan
pengasuhnya (Brazelton & Nugent, 1995). Neonatus yang lahir cukup bulan
dan sehat akan mampu beradaptasi dengan lingkungan di luar uterin, relatif
cepat membentuk kontrol perilaku dan status fisiologis tubuh setelah proses
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
3
Universitas Indonesia
kelahiran (DApolito, 1991 dalam Brazelton & Nugent, 1995). Selain itu
neonatus cukup bulan juga menunjukkan pergerakan yang baik, status tidur
dan bangun yang jelas serta memiliki energi yang cukup untuk melakukan
interaksi. Sedangkan neonatus prematur belum memiliki kemampuan fungsi
fisiologis dan perilaku yang sesuai. Neonatus prematur sangat mudah
terstimulasi secara berlebihan sementara isyarat perilaku yang mereka
berikan sulit dimengerti oleh pengasuhnya. Neonatus ini kesulitan untuk
beradaptasi terhadap stimulus lingkungannya dengan menunjukkan
disorganisasi fisiologis seperti perubahan warna kulit, peningkatan usaha
nafas, regulasi suhu tubuh yang buruk, belum sempurnanya fungsi digestif
dan organ tubuh, kondisi tidur yang buruk, kesulitan membentuk suatu
kebiasaan, serta bermasalah dalam mempertahankan postur tubuh dan
suasana relaks.
Ketidakstabilan perilaku neonatus prematur yang teridentifikasi setelah
dilakukan pengkajian perilaku, menunjukkan bahwa neonatus tersebut
membutuhkan intervensi keperawatan berupa pengasuhan, proteksi dan
stimulus (Johnson, 1980 dalam Tomey & Alligood, 2006). Pengkajian
perilaku dalam praktik klinik dilakukan untuk mengetahui kebutuhan akan
suatu intervensi dan mengevaluasi keefektifan suatu perlakuan (Blount &
Loiselle, 2009). Melalui proses pengkajian perilaku, perawat anak dapat
menentukan apakah perkembangan neonatus normal atau ada deviasi yang
kelak memungkinkan terjadinya penelantaran anak, keterlambatan
perkembangan atau sindrom gagal tumbuh kembang. Hawthorne (2005)
mengatakan bahwa memahami perilaku bayi merupakan bagian vital dari
perawatan neonatus. Perawat berkontribusi dalam memfasilitasi keefektifan
fungsi perilaku pasien pada saat sebelum, selama dan sesudah sakit
(Johnson, 1980 dalam Tomey & Alligood, 2006). Perawatan perkembangan
neonatus ditujukan untuk membantu regulasi diri neonatus supaya
mendapatkan hasil kesehatan yang lebih baik (Als et al, 2003; Als et al, 1994
dalam Lucas-Thompson et al, 2008). Oleh karena itu intervensi dini yang
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
4
Universitas Indonesia
dapat meningkatkan perkembangan perilaku perlu dilakukan sejak bayi baru
lahir (Reijneveld et al, 2006).
Intervensi keperawatan berupa pengasuhan, proteksi dan stimulus sudah
menjadi asuhan keperawatan standar terhadap neonatus. Tetapi
perkembangan perilaku neonatus prematur perlu dipacu dengan memberikan
stimulasi tambahan yang bervariasi dan sesuai tahap tumbuh kembang,
diluar asuhan keperawatan standar untuk neonatus. Stimulasi tambahan
memberikan efek positif pada perkembangan, misalnya mengurangi apnea,
kondisi lebih stabil, meningkatkan berat badan, mengurangi gerak refleks
yang abnormal, keterampilan motorik dan sensorik yang superior saat
dilakukan pengkajian perilaku, serta pengurangan lama rawat inap
(Symington & Pinelli, 2000; Field, 1988 dalam Dieter & Emory, 1996).
Salah satu intervensi keperawatan perkembangan neonatus yang dapat
diberikan adalah stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik. Stimulasi ini
berupa rangkaian stimulus yang memberikan pengalaman sensorik dan
motorik pada neonatus sehingga neonatus dapat menunjukkan perilaku yang
sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya.
Stimulasi ini bersumber pada teori kognitif Piaget, yang menyatakan bahwa
neonatus berada pada tahap sensorimotorik sehingga stimulus yang diberikan
seharusnya berfungsi untuk memacu perkembangan sensorimotorik
neonatus. Pada tahap ini neonatus mempelajari diri sendiri dan lingkungan
melalui aktivitas sensorik dan motorik (Papalia, Olds & Feldman, 2002).
Pretorius, Naud & Van Vuuren (2002) menyatakan bahwa kematangan dan
perkembangan kognitif yang optimal tergantung pada persepsi auditori,
visual dan taktil-kinestetik. Stimulasi auditori dan visual akan membantu
meningkatkan akurasi koordinasi auditori-visual pada neonatus (Santrock,
1998). Stimulasi auditori dan visual membentuk persepsi sensori yang akan
membantu neonatus mempelajari lingkungannya sehingga neonatus dapat
mengeksplorasi lingkungan. Sedangkan stimulasi taktil-kinestetik terbukti
dapat memfasilitasi pertumbuhan dan pengaturan perilaku neonatus, bahkan
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
5
Universitas Indonesia
pada neonatus prematur sangat kecil sekalipun (Mathai et al, 2001;
Symington & Pinelli, 2000). Stimulasi taktil-kinestetik akan merangsang
pergerakan neonatus baik motorik kasar maupun motorik halus. Pengalaman
motorik akan mempertajam dan memodifikasi persepsi neonatus terhadap
apa yang akan terjadi jika neonatus bergerak dengan cara tertentu (Papalia,
Olds & Feldman, 2002). Symington dan Pinelli (2000) menyatakan bahwa
stimulasi auditori, visual, taktil dan vestibular dapat menurunkan kecepatan
pernafasan dan nadi serta meningkatkan kemampuan makan dan status
perilaku neonatus.
Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik akan diberikan kepada neonatus
lahir prematur (usia gestasi < 37 minggu) dengan berat badan lahir < 2500
gram. Stimulasi ini berlangsung selama 20 menit, diberikan minimal 45
menit setelah neonatus makan (Golchin et al, 2004), dilakukan sebanyak 1
kali per hari dan dilaksanakan secara serial selama 5 hari (Dieter et al, 2003;
Mathai et al, 2001; Kesharvarz, Babaee & Dieter, 2009). Intervensi yang
dilakukan serial dapat menunjukkan bagaimana sistem-sistem dalam tubuh
neonatus terintegrasi dari waktu ke waktu dan bagaimana sistem tersebut
terpengaruh oleh faktor-faktor lingkungan neonatus (Brazelton & Nugent,
1995). Selanjutnya pengaruh stimulasi ini terhadap perkembangan perilaku
neonatus prematur akan dilihat berdasarkan hasil pengkajian perilaku
neonatus tersebut.
Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik merupakan suatu rangkaian
stimulus yang dapat digunakan dalam perawatan perkembangan neonatus di
Indonesia. Penelitian tentang stimulasi ini dilakukan di rumah sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada bulan Mei sampai Juni 2010. RSCM
merupakan rumah sakit rujukan nasional di Indonesia dan jumlah neonatus
yang dirawat di bagian perinatologi RSCM juga cukup tinggi. Pada tahun
2007 sebanyak 3.320 bayi lahir di RSCM dimana 27% dari jumlah tersebut
(897 bayi) memerlukan perawatan di NICU dan sekitar 25-30% bayi
tersebut lahir prematur. Perincian kelahiran bayi prematur pada tahun 2007
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
6
Universitas Indonesia
adalah sebagai berikut : bayi dengan gestasi < 28 minggu sebanyak 1%,
gestasi 28-30 minggu sebanyak 2%, gestasi 31-32 minggu sebanyak 3%,
gestasi 33-34 minggu sebanyak 5% dan gestasi 35-36 minggu sebanyak 9%.
Pada bulan Juli 2008 sampai Juli 2009 terdapat 2.595 bayi yang lahir di
RSCM dimana 3,04% dari jumlah itu (790 bayi) lahir prematur (Roeslani,
2009). Peneliti belum menemukan adanya penelitian di Indonesia tentang
pengaruh stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap perkembangan
perilaku neonatus. Peneliti juga belum menemukan data tentang penerapan
stimulasi ini sebagai bagian dari asuhan keperawatan neonatus di berbagai
rumah sakit di Indonesia. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti
pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik terhadap
perkembangan perilaku neonatus prematur di RSCM Jakarta.
1.2. Rumusan Masalah Neonatus lahir prematur memiliki perilaku dan fungsi fisiologis yang
berbeda dengan neonatus cukup bulan. Bayi prematur memiliki fungsi organ
yang belum sempurna sehingga berpengaruh terhadap kemampuannya dalam
beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan di luar uterin. Untuk
memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan, bayi tersebut dirawat di
NICU dan sementara mengalami perpisahan dengan orang tuanya, terutama
ibu. Proses hospitalisasi yang dijalani oleh bayi prematur memiliki dampak
jangka panjang terhadap perkembangan perilakunya.
Intervensi keperawatan berupa pengasuhan, proteksi dan stimulus dapat
membantu mengoptimalkan proses perkembangan perilaku neonatus
prematur. Pemberian stimulasi sebagai bagian intervensi keperawatan
perkembangan neonatus dapat diberikan untuk memacu perkembangan
neonatus. Terdapat berbagai variasi stimulasi yang dapat digunakan untuk
memacu perkembangan perilaku neonatus prematur sehingga neonatus dapat
beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan ekstrauterin sesuai tahap
tumbuh kembangnya.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
7
Universitas Indonesia
1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik
terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur di ruang
perinatologi RS Cipto Mangunkusumo.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Untuk mengetahui karakteristik neonatus prematur di ruang
perinatologi RSCM (usia gestasi, berat badan lahir, jenis
kelamin dan usia saat pengkajian).
1.3.2.2. Untuk mengetahui perilaku neonatus prematur sebelum dan
setelah dilakukan stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik di
ruang perinatologi RSCM.
1.3.2.3. Untuk mengetahui perbedaan perkembangan perilaku
neonatus prematur sebelum dan setelah dilakukan stimulasi
auditori-visual-taktil-kinestetik di ruang perinatologi RSCM.
1.3.2.4. Untuk mengetahui hubungan usia gestasi, berat badan lahir
dan jenis kelamin terhadap perkembangan perilaku neonatus
prematur.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Divisi Perinatologi RS Cipto Mangunkusumo
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
membuat pedoman pelayanan perawatan neonatal yang komprehensif
(memperhatikan dan memfasilitasi proses tumbuh dan kembang
neonatus) di ruang perinatologi RSCM Jakarta.
1.4.2. Masyarakat
Penelitian ini memberikan pengetahuan kepada masyarakat, terutama
orang tua dengan neonatus yang dirawat di rumah sakit, bahwa
neonatus menunjukkan respon terhadap berbagai stimulus yang
memungkinkan neonatus berinteraksi dengan lingkungannya,
termasuk dengan orang tua.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
8
Universitas Indonesia
1.4.3. Ilmu Keperawatan Anak
Penelitian ini dapat memberikan sumbangsih untuk memperkaya ilmu
keperawatan anak dalam hal tumbuh kembang anak. Hasil penelitian
ini dapat menjadi dasar bagi para perawat anak untuk memodifikasi
intervensi keperawatan yang diberikan pada neonatus sesuai dengan
karakteristik dan perkembangan perilaku neonatus sehingga pelayanan
keperawatan yang diberikan dapat meningkatkan proses tumbuh
kembang neonatus secara optimal.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
9
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang konsep neonatus prematur, konsep perkembangan dan
faktor-faktor yang mempengaruhi, teori perkembangan anak, model sistem
perilaku Johnson, intervensi keperawatan berupa stimulasi auditori-visual-taktil-
kinestetik dan kerangka teori.
2.1. Neonatus Prematur Neonatus adalah bayi baru lahir sampai berumur 4 minggu (Markum, 2002;
Papalia, Olds & Feldman, 2002). World Health Organization (WHO)
menetapkan bayi yang lahir hidup sebelum 37 minggu kehamilan (dihitung
dari hari pertama haid terakhir) sebagai bayi prematur (Markum, 2002;
Cloherty, Eichenwald & Stark, 2008). Jika masa gestasi kurang dari 37
minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu
disebut neonatus kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan (Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005).
Neonatus prematur dapat diklasifikasikan berdasarkan usia gestasinya.
Cloherty, Eichenwald & Stark (2008) menyebutkan neonatus dengan usia
gestasi antara 34-38 minggu disebut late preterm. Tetapi beberapa
penelitian mengklasifikasikannya secara berbeda-beda, misalnya usia gestasi
32-34 minggu disebut moderate preterm dan usia gestasi 34-36 mingu
disebut late preterm (Winchester et al, 2009). Grunau, Weinberg &
Whitfield (2004) mengklasifikasikannya menjadi extremely low gestational
age ( 28 minggu), very low gestational age (29-32 minggu) dan low
gestational age (33-< 37 minggu).
Neonatus prematur akan mengalami kesulitan tumbuh kembang karena
belum matangnya fungsi metabolisme, ginjal, hati, imunologik dan
hematologik. Sistem saraf juga masih imatur sehingga tidak memungkinkan
neonatus melakukan fungsi dasar untuk bertahan hidup, seperti refleks
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
10
Universitas Indonesia
menghisap. Nilai Appearance, Pulse, Grimace, Activity dan Respiration
effort (APGAR) yang rendah pada neonatus prematur merupakan indikasi
kuat neonatus risiko tinggi dan perlu perawatan intensif (Weinberger et al,
2000 dalam Papalia, Olds & Feldman, 2002). Selain itu berat badan lahir
(BBL) juga berpengaruh saat menentukan neonatus tersebut berisiko tinggi
atau tidak, karena semakin rendah BBL akan semakin tinggi risiko neonatus
prematur tersebut (McIntire et al, 1999 dalam Papalia, Olds & Feldman,
2002). Istilah yang digunakan untuk menyebut BBL kurang dari 2.500 gram
adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Istilah Berat Lahir Sangat Rendah
(BBLSR) digunakan pada bayi yang berat lahirnya kurang dari 1.500 gram
dan Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) digunakan untuk
berat lahir kurang dari 1.000 gram (Indrasanto et al, 2008; Cloherty,
Eichenwald & Stark, 2008).
Neonatus dengan BBL 1000-1500 gram cenderung mempunyai kepala yang
relatif lebih bulat dan lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuhnya;
kulitnya lebih mengkilat, secara sepintas tampak lemah, atonik atau
hipotonik, gerakan ekstremitas sangat minimal dan bunyi suara sangat
lemah. Refleks genggam, moro dan hisap neonatus prematur juga lemah;
reaksinya terhadap keadaan lapar sangat kurang. Pada neonatus ini sulit
untuk menentukan status bangun dan tidur, meskipun sebenarnya masih
dapat distimulasi dengan rangsangan yang lebih kuat (Markum, 2002).
Neonatus prematur yang mempunyai BBL 1500-2000 gram terlihat lebih
aktif, kulit mengandung lebih banyak jaringan subkutan, ukuran kepala tidak
terlampau besar, tonus otot cukup baik, refleks genggam dan moro lebih
nyata, serta dengan mudah dapat diperkirakan pola tidurnya. Bayi mampu
memfiksasi pandangannya terhadap suatu obyek dan yang terpenting adalah
kemampuannya untuk menetek, karena refleks hisapnya cukup kuat
(Markum, 2002).
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
11
Universitas Indonesia
Neonatus dengan BBL 2000-2500 gram umumnya mempunyai penampilan
seperti bayi cukup bulan dalam ukuran yang lebih kecil, karena dari aspek
perkembangannya sukar dibedakan. Bayi ini mempunyai tonus otot yang
baik dan menangis cukup keras (Markum, 2002).
Kenaikan berat badan rata-rata neonatus prematur dalam 1 tahun pertama
sama dengan neonatus cukup bulan, yaitu 6-7 kg. Meskipun pada waktu lahir
neonatus prematur memperlihatkan penampilan yang lebih hidup dan aktif
dari neonatus cukup bulan, namun dalam kurun waktu sampai umur 1 tahun,
bayi tersebut akan tetap tertinggal dalam tingkat perkembangannya oleh bayi
cukup bulan. Kesenjangan ini berkaitan dengan derajat prematuritasnya dan
biasanya akan menghilang setelah umur 2 tahun bila tidak ada pengaruh
negatif lainnya (Markum, 2002).
Kelahiran prematur dapat disebabkan oleh faktor ibu dan faktor janin (Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005). Faktor ibu berupa penyakit,
usia ibu dan keadaan sosial ekonomi. Penyakit yang dapat menyebabkan
prematuritas adalah penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan,
misalnya toksemia gravidarum dan perdarahan antepartum, ataupun penyakit
lain seperti diabetes melitus, infeksi akut atau adanya tindakan operasi saat
hamil. Angka kejadian prematuritas tertinggi terjadi pada ibu yang berusia
dibawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antar kelahirannya
terlalu dekat. Kejadian prematuritas terendah adalah pada ibu usia 26-35
tahun. Keadaan sosial ekonomi juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya
prematuritas, dimana kejadian tertinggi terjadi pada golongan sosial-
ekonomi rendah. Sedangkan faktor janin dapat berupa kehamilan
hidramnion, yang selain mengakibatkan prematuritas juga mengakibatkan
berat badan lahir rendah.
Kelainan perkembangan lebih sering ditemukan pada bayi lahir prematur
daripada bayi lahir cukup bulan, yang biasanya meliputi kelainan fungsi
intelektual atau motorik. Selanjutnya pada masa neonatal, bayi tersebut lebih
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
12
Universitas Indonesia
rentan terhadap kelainan rangsang sensorik atau sosial, yang disebabkan oleh
lamanya masa isolasi dan terbatasnya hubungan dengan lingkungan selama
perawatan. Atas dasar ini dalam perawatan neonatus prematur sekecil apa
pun dianjurkan partisipasi ibu, sejauh aspek perawatan memungkinkannya
(Markum, 2002).
2.2. Konsep Perkembangan Perkembangan adalah pola perubahan yang dimulai sejak masa konsepsi dan
terus berlangsung di sepanjang rentang kehidupan (Santrock, 1998).
Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat
dengan organ yang dipengaruhinya, sehingga terjadi pertambahan struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak
halus, bicara, bahasa, sosialisasi dan kemandirian (Depkes, RI, 2006).
Pola perkembangan merupakan sesuatu yang kompleks karena melibatkan
berbagai proses, yaitu proses biologis, kognitif dan sosioemosional
(Santrock, 1998). Proses biologis meliputi perubahan alami pada fisik setiap
individu. Proses kognitif meliputi perubahan pada cara pikir, kecerdasan, dan
bahasa. Proses sosioemosional meliputi perubahan individu dalam hal
berinteraksi dengan orang lain, perubahan emosi dan perubahan kepribadian.
Tahapan perkembangan anak terdiri dari 5 periode, yaitu periode pranatal,
periode bayi, periode kanak-kanak awal, periode kanak-kanak pertengahan
dan periode kanak-kanak akhir (Hockenbery & Wilson, 2009; Bowden,
Dickey & Greenberg, 1998). Masa pranatal dimulai dari sejak terjadinya
konsepsi sampai kelahiran. Neonatus baru lahir sampai usia 1 tahun
merupakan periode bayi. Masa kanak-kanak awal berlangsung saat anak
berusia 1 tahun sampai 6 tahun, terbagi menjadi tahap todler (1-3 tahun) dan
tahap prasekolah (3-6 tahun). Selanjutnya anak memasuki periode kanak-
kanak pertengahan, yang berlangsung pada usia 6-11 atau 12 tahun. Periode
kanak-kanak pertengahan dikenal juga sebagai tahap usia sekolah. Periode
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
13
Universitas Indonesia
yang terakhir adalah masa kanak-kanak akhir (usia 11-18 tahun) yang terbagi
menjadi masa prapubertas (10-13 tahun) dan masa remaja (13-18 tahun).
Kualitas tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Yang
merupakan faktor internal adalah ras/etnik, keluarga, umur, jenis kelamin,
genetik dan kelainan kromosom (Depkes RI, 2006). Jenis kelamin
merupakan karakteristik individu yang diasosiasikan dengan perilaku
pengaturan diri pada neonatus prematur (Foreman, Thomas & Blackburn,
2008). Penelitian Boatella-Costaa et al (2006) menunjukkan bahwa neonatus
perempuan lebih tinggi dalam hal orientasi auditori, kewaspadaan dan
regulasi diri dibandingkan neonatus laki-laki. Sementara itu neonatus laki-
laki lebih peka rangsang (iritabilitas) dibandingkan dengan neonatus
perempuan.
Faktor eksternal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak dibagi menjadi
faktor pranatal, faktor persalinan dan faktor paskasalin. Menurut Depkes RI
(2006) yang termasuk dalam faktor pranatal adalah gizi ibu, posisi fetal,
endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio dan status
psikologi ibu. Sedangkan faktor persalinan terjadi jika pada saat proses
persalinan ada komplikasi persalinan pada bayi, misalnya trauma kepala atau
asfiksia. Faktor paskasalin terdiri dari gizi bayi, penyakit kronis/kelainan
kongenital, lingkungan fisis dan kimia, psikologis anak, endokrin, sosio-
ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat-obatan (Depkes RI,
2006).
2.3. Teori-teori perkembangan anak Para pakar perkembangan telah mengembangkan berbagai teori tentang
perkembangan anak, diantaranya adalah teori psikoanalitik (teori
psikoseksual Freud dan teori psikososial Erikson) dan teori kognitif Piaget.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
14
Universitas Indonesia
2.3.1. Teori Psikoanalitik
Perspektif psikoanalitik memandang perkembangan sebagai sesuatu
yang dibentuk oleh kekuatan bawah sadar, yang memotivasi perilaku
manusia (Papalia, Olds & Feldman, 2002). Teori psikoanalitik yang
paling sering digunakan ada 2, yaitu teori psikoseksual Freud dan teori
psikososial Erikson yang secara ringkas ditampilkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tahap perkembangan psikoseksual dan psikososial pada anak
No Periode PerkembanganPsikoseksual
(Freud) Psikososial (Erikson)
1 Bayi Oral Percaya vs Tidak percaya
2 Batita (Todler) Anal Otonomi vs Rasa malu & ragu 3 Prasekolah Falik Inisiatif vs Rasa bersalah 4 Usia sekolah Latensi Industri vs Inferioritas 5 Remaja Genital Identitas vs Difusi peran
2.3.1.1.Teori Psikoseksual
Teori psikoseksual dikembangkan oleh Sigmund Freud (1856-
1939), seorang dokter spesialis neurologi. Freud berpendapat
bahwa manusia ingin mengalami kesenangan fisik sejak dari
lahir. Freud juga berkeyakinan bahwa setiap orang lahir
dengan tuntutan biologis yang harus diarahkan supaya orang
tersebut bisa hidup dalam masyarakat. Sumber
ketidakseimbangan emosional individu terletak pada
pengalaman traumatis masa kanak-kanak. Freud mengatakan
bahwa kepribadian dibentuk pada masa kanak-kanak, dimana
anak-anak menghadapi berbagai konflik antara dorongan
naluri dengan tuntutan hidup bermasyarakat (Papalia, Olds &
Feldman, 2002).
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
15
Universitas Indonesia
Konflik yang dialami anak-anak tampak pada 5 tahap
perkembangan dalam teori psikoseksual Freud dimana setiap
tahap dikarakteristikkan dengan sensitivitas bagian tubuh
tertentu atau yang disebut area erogen (Kail, 2001). Tiga tahap
pertama, yaitu tahap oral, anal dan falik, merupakan tahap
yang krusial karena stimulus yang anak-anak terima pada ke-3
tahap awal ini akan melekat dalam diri mereka dan akan
berpengaruh terhadap kepribadian saat dewasa (Papalia, Olds
& Feldman, 2002). Menurut Freud, perkembangan akan
berlangsung pesat jika kebutuhan anak dapat dipenuhi sesuai
tahap perkembangannya.
Tabel 2.2 Perkembangan psikoseksual pada anak
No Tahap Perkembangan
1 Oral
Kesenangan anak berpusat pada area sekitar mulut, misalnya : menghisap, menggigit, mengunyah. Tindakan-tindakan ini mengurangi ketegangan pada anak.
2 Anal Kesenangan anak terkait dengan anus atau fungsi eliminasi terkait anus. Gerakan melatih otot anus mengurangi ketegangan pada anak.
3 Falik Kesenangan anak berfokus pada area genital dimana anak menemukan suatu manipulasi diri yang menyenangkan.
4 LatensiAnak menekan semua ketertarikan akan seksualitas dan mulai mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual.
5 Genital
Ketertarikan seksual anak muncul kembali tetapi sumbernya berasal dari seseorang di luar keluarga. Jika anak remaja mampu menyelesaikan konflik dengan orang tuanya, maka remaja tersebut akan mampu mengembangkan hubungan percintaan yang matang dan dapat berfungsi sebagai orang dewasa yang mandiri.
Sumber : Santrock (1998). Child development, 8th edition.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
16
Universitas Indonesia
2.3.2.2.Teori Psikososial
Teori psikososial dikembangkan oleh Erik Erikson (1902-
1994). Teori ini menekankan bahwa aspek perkembangan
psikologis dan sosial lebih penting daripada aspek fisik dan
biologis (Kail, 2001). Erikson mengemukakan 5 tahap
perkembangan anak dimana setiap tahapan memiliki tugas
perkembangan tertentu yang menghadapkan individu pada
suatu krisis. Perkembangan yang sehat terjadi jika anak
mampu menyelesaikan krisis dengan baik. Erikson
menyatakan bahwa tahap awal perkembangan psikososial
adalah pondasi bagi perkembangan selanjutnya.
Tabel 2.3 Perkembangan psikososial pada anak
No Tahap Tantangan Perkembangan
1 Percaya vs Tidak Percaya
Mengembangkan rasa bahwa lingkungan aman, merupakan tempat yang baik.
2 Otonomi vs
Rasa malu dan ragu
Menyadari bahwa seseorang adalah individu yang independen, yang dapat membuat keputusan sendiri.
3 Inisiatif vs Rasa bersalah
Mengembangkan keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru dan mengatasi kegagalan.
4 Industri vs inferioritas
Mempelajari keterampilan-keterampilan dasar dan bekerja sama dengan orang lain.
5 Identitas vs difusi peran Mengembangkan rasa percaya diri yang mantap dan terintegrasi.
Sumber : Kail (2001). Children and their development, 2nd edition.
Resolusi masalah yang baik membutuhkan keseimbangan
antara perkembangan yang positif dan negatif. Perkembangan
positif memang harus lebih dominan, tetapi perkembangan
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
17
Universitas Indonesia
negatif juga diperlukan oleh anak. Misalnya pada tahap
perkembangan awal (percaya versus tidak percaya), tugas
perkembangan anak bertujuan supaya anak mempercayai
lingkungannya. Tetapi anak juga perlu belajar tidak percaya
terhadap lingkungannya supaya anak dapat melindungi diri
dari bahaya (Papalia, Olds & Feldman, 2002).
2.3.2. Teori Kognitif
Teori ini dikembangkan oleh Jean Piaget (1896-1980), seorang
psikolog Swiss. Perspektif teori ini berfokus pada bagaimana anak-
anak berpikir dan bagaimana pikiran mereka berubah dari waktu ke
waktu (Kail, 2001) serta perilaku yang muncul dari proses pikir ini
(Papalia, Olds & Feldman, 2002). Piaget menekankan bahwa anak-
anak secara aktif mengembangkan area kognitifnya sendiri, bukan
hanya karena lingkungan yang memasukkan informasi ke dalam
pikiran anak-anak (Santrock, 1998).
Tabel 2.4 Tahap perkembangan kognitif pada anak
No Usia perkembangan Kognitif (Piaget) 1 0-2 tahun Sensorimotorik 2 2-4 tahun Praoperasional : fase prakonseptual 3 4-7 tahun Praoperasional : fase intuitif 4 7-11 tahun Operasional konkret 5 11-15 tahun Operasional formal
Dalam setiap tahap pikiran anak mengembangkan cara-cara baru
untuk berperilaku. Tahapan perkembangan ini berdasarkan 3 prinsip
yang saling berhubungan yaitu pengaturan (organization), adaptasi
(adaptation) dan keseimbangan (equilibrium). Organization
merupakan kecenderungan untuk terus menciptakan struktur kognitif
yang kompleks : sistem pengetahuan atau cara berpikir. Adaptasi
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
18
Universitas Indonesia
merupakan istilah Piaget tentang bagaimana anak-anak mengatasi
perbedaan antara hal-hal baru yang diterimanya dengan hal-hal yang
sebelumnya telah diketahuinya. Sedangkan keseimbangan adalah
usaha konstan untuk keseimbangan yang stabil.
Pada tahap sensorimotorik, anak mempelajari diri sendiri dan
lingkungan melalui perkembangan aktivitas sensorik dan motorik.
Tahap sensorimotorik terdiri dari 6 tahap seperti tampak pada tabel
2.5. Selama proses 5 tahap pertama, anak belajar mengkoordinasikan
input yang diperoleh indra dan kemudian mengatur aktivitas sesuai
dengan lingkungan. Sedangkan pada tahap terakhir, anak berkembang
dari pembelajaran berdasarkan trial-and-error menjadi pembelajaran
dengan menggunakan simbol dan konsep untuk memecahkan
masalah sederhana. Proses perkembangan awal kognitif ini
kebanyakan berlangsung melalui reaksi sirkular, dimana anak belajar
untuk menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menyenangkan
yang tanpa sengaja ditemukannya (Papalia, Olds & Feldman, 2002).
Tabel 2.5 Tahap perkembangan sensorimotorik pada anak
Tahap Usia Perkembangan
Gerak refleks
0-1 bulan
Neonatus mempelajari gerak refleks untuk memperoleh kontrol atas gerak refleks ini. Neonatus menunjukkan suatu perilaku walaupun stimulus sebenarnya tidak tampak.
Reaksi sirkular pertama
1-4 bulan
Bayi mengulangi perilaku menyenangkan yang ditemukannya pertama kali (misal : menghisap tangan). Aktivitas berfokus pada tubuh bayi. Bayi membuat adaptasi pertama, yaitu menghisap berbagai benda. Bayi mulai mengkoordinasikan berbagai informasi sensori (penglihatan dan pendengaran) dan mulai menggenggam benda.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
19
Universitas Indonesia
Tahap Usia Perkembangan
Reaksi sirkular kedua
4-8 bulan
Bayi lebih tertarik pada lingkungan. Bayi mengulangi tindakan-tindakan yang memberikan pengalaman menyenangkan (misal : menggoyangkan kerincingan).
Koordinasi kedua skema
8-12 bulan
Perilaku mulai ada tujuan dan lebih dipikirkan, bayi mengkoordinasikan skema yang telah dipelajarinya (misal : melihat dan menggenggam kerincingan) untuk mencapai tujuan tertentu (merangkak untuk mengambil mainan). Bayi juga sudah mulai mengantisipasi suatu kejadian.
Reaksi sirkular ketiga
12-18 bulan
Batita menunjukkan rasa ingin tahu dan eksperimen. Batita memodifikasi tindakan untuk melihat hasil yang berbeda-beda (misal : menggoyangkan kerincingan yang berbeda-beda untuk mendengar perbedaan suara). Batita mencoba aktivitas baru dan menggunakan trial-and-errorr untuk memecahkan masalah.
Kombinasi mental
1,5-2 tahun
Batita mulai menggunakan symbol dan konsep, serta mulai mendemonstrasikan pengertian yang mendalam. Batita mulai berpikir tentang suatu kejadian dan mengantisipasi konsekuensi.
Sumber : Papalia, Olds & Feldman (2002). A childs world, Infancy through adolescence, 9th edition.
2.4. Model Sistem Perilaku Johnson Model keperawatan ini dikembangkan oleh Dorothy E. Johnson (1919-
1999). Johnson (1992) berpendapat bahwa ilmu dan seni keperawatan harus
berfokus pada pasien sebagai individu dan bukan kepada keberadaan
penyakit yang spesifik (Tomey & Alligood, 2006). Johnson
mengkonseptualisasikan manusia sebagai sebuah sistem perilaku dimana
hasil akhir yang menunjukkan bahwa manusia tersebut berfungsi adalah
perilaku yang dapat diobservasi. Oleh karena itu keperawatan berkontribusi
untuk memfasilitasi fungsi perilaku yang efektif pada saat sebelum, selama
dan sesudah pasien sakit.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
20
Universitas Indonesia
Model sistem perilaku Johnson terdiri dari 4 asumsi mayor, yaitu
keperawatan; manusia; kesehatan dan lingkungan. Keperawatan menurut
Johnson adalah sebuah kekuatan eksternal yang bertindak untuk
memelihara pengaturan perilaku pasien dengan memberikan penekanan
pada mekanisme regulatori atau penyediaan sumber daya jika pasien berada
dalam kondisi stres (Loveland-Chery & Wilkerson, 1983 dalam Tomey &
Alligood, 2006). Johnson memandang manusia sebagai sebuah sistem
perilaku dimana perilaku tersebut memiliki pola, berulang dan mempunyai
tujuan, serta dapat menghubungkan manusia tersebut dengan
lingkungannya. Sedangkan kesehatan adalah sesuatu yang elusif, sebuah
status dinamis yang dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis dan sosial.
Dalam teori Johnson, lingkungan terdiri dari semua faktor yang bukan
bagian dari sistem perilaku individu, tetapi dapat mempengaruhi sistem
tersebut.
Pengertian perilaku dalam model Johnson ini adalah hasil dari struktur
intraorganismik yang berproses secara koordinasi dan artikulasi serta
berespon terhadap perubahan stimulus sensorik. Sistem menurut Johnson
adalah semua hal yang berfungsi sebagai suatu kesatuan dari setiap bagian
yang saling tergantung. Maka sistem perilaku menekankan cara perilaku
yang memiliki pola, berulang dan mempunyai tujuan. Sistem perilaku ini
memiliki 7 subsistem yang saling berhubungan, yaitu (1) attachment
affiliative, (2) dependency, (3) ingestive, ( 4) eliminative, (5) sexual, (6)
achievement, dan (7) aggressive protective.
Setiap subsistem dapat dijelaskan dan dianalisis sesuai dengan tuntutan
struktur dan fungsional. Ada 4 elemen struktur yang teridentifikasi, yaitu
(1) tujuan, (2) latar belakang tindakan, (3) alternatif tindakan dan (4)
perilaku. Dan setiap subsistem juga memiliki 3 tuntutan fungsional, yaitu
(1) proteksi, (2) pengasuhan dan (3) stimulasi. Respon dari subsistem ini
dibentuk melalui motivasi, pengalaman dan pembelajaran serta dipengaruhi
oleh faktor biologis, psikologis dan sosial.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
21
Universitas Indonesia
Sistem perilaku berusaha mencapai keseimbangan dengan beradaptasi
terhadap stimulus internal dan lingkungan. Status ketidakstabilan sistem
perilaku menunjukkan kebutuhan akan intervensi keperawatan. Dengan
mengidentifikasi sumber masalah dalam sistem akan menetapkan tindakan
keperawatan yang tepat sehingga hasilnya adalah mempertahankan atau
memulihkan keseimbangan sistem perilaku. Keperawatan dipandang
sebagai kekuatan regulatori eksternal yang bertindak untuk mengembalikan
keseimbangan sistem perilaku.
Sumber : Tomey & Alligood [2006]. Nursing Theorists and Their Work
Gambar 2.1
Model sistem perilaku Dorothy E. Johnson
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
22
Universitas Indonesia
2.5. Intervensi keperawatan perkembangan : Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik
Stimulasi merupakan suatu proses memberikan rangsangan sensoris
tambahan dalam berbagai bentuk (visual, auditori, taktil, vestibular,
olfaktori) kepada bayi sebagai suatu intervensi terapeutik (Almli, 2005).
Stimulasi harus disesuaikan dengan kebutuhan neonatus, yang merupakan
pertimbangan perawat dalam merencanakan suatu intervensi (Thoman,
Ingersoll & Acebo, 1991 dalam Dieter & Emory, 1997). Pembagian spesifik
dan durasi setiap komponen stimulasi disesuaikan dengan status neonatus
dan reaksinya terhadap setiap stimulus (diukur dengan menggunakan
pengkajian perilaku). Tujuan pemberian stimulasi tambahan pada neonatus
prematur adalah (1) meningkatkan regulasi diri neonatus, (2) memfasilitasi
hubungan neonatus dengan lingkungan, dan (3) meningkatkan
perkembangan perilaku neonatus secara umum (Dieter & Emory, 1997).
Stimulasi sensoris, berupa auditori-visual-taktil-kinestetik melibatkan organ
sensoris pada neonatus, yaitu mata, telinga dan kulit. Telinga mulai
terbentuk pada kehamilan 5 minggu dan bentuknya menjadi lengkap pada
akhir trimester pertama (Bowden, Dickey & Greenberg, 1998). Pada usia
gestasi 26 minggu, fetus sudah memberikan respon terhadap suara. Pada
saat lahir, neonatus mampu membeda-bedakan suara dan mampu
membedakan suara ibunya dari suara orang lain pada usia 12 jam setelah
lahir (Bowden, Dickey & Greenberg, 1998).
Perkembangan pembentukan mata pada akhir kehamilan 28 minggu adalah
mata mulai membuka dan pupil berespon terhadap cahaya. Fungsi visual
pada saat baru lahir terbatas, tetapi meningkat pesat pada usia selanjutnya
bersamaan dengan berkembangnya struktur mata (Bowden, Dickey &
Greenberg, 1998). Refleks berkedip muncul pada neonatus normal.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
23
Universitas Indonesia
Tabel 2.6 Perkembangan daya lihat pada bayi
No Umur Perkembangan
1 0 2 minggu
a. Ketajaman penglihatan 20/300 b. Tampak nistagmus c. Sadar terhadap stimulus visual pada jarak 20-
30 cm d. Pupil membesar e. Kelenjar air mata mulai berfungsi
2 2 4 minggu
a. Mata dan kepala mengikuti benda sampai sudut 90
b. Kurang memperhatikan stimulus pada jarak 60 cm
c. Berkedip merupakan tanda neonatus mengenali suatu benda
3 6 12 minggu
a. Sadar akan benda bergerak b. Kepala dan mata mengikuti benda pada sudut
180 c. Tertarik pada benda berwarna terang d. Kelenjar air mata berespon terhadap emosi e. Neonatus mengenali tangannya sendiri f. Mulai ada koordinasi motorik-visual
4 16 20 minggu a. Ketajaman penglihatan 20/200 b. Tertarik pada stimulus dengan jarak lebih dari
90 cm
5 20 28 minggu
a. Lebih suka warna merah dan kuning terang b. Mulai ada koordinasi mata-tangan c. Muncul berkedip yang sebenarnya d. Otot siliaris mulai berfungsi e. Refleks akomodasi dan konvergen mulai
muncul
6 36 44 minggu
a. Ketajaman penglihatan 20/200 b. Mengenali dan mengikuti benda bergerak
dengan menggerakkan mata secara horisontal dan vertikal
7 1 tahun
a. Diameter pupil terus meningkat b. Ukuran kornea sama dengan dewasa (12 mm) c. Ketajaman penglihatan 20/100 d. Mampu membedakan bentuk geometris
Sumber : Bowden, Dickey & Greenberg (1998). Children and Their Families.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
24
Universitas Indonesia
Stimulasi taktil (sentuhan dari kepala sampai kaki) dan kinestetik (gerak
ekstensi dan fleksi secara pasif pada ekstremitas) merupakan gabungan
rangsangan sensorik dan motorik. Taktil memberikan rangsangan sensorik
terhadap kulit. Sedangkan kinestetik merangsang pergerakan ekstremitas
sehingga neonatus dapat menunjukkan kemampuan motorik sesuai tahap
tumbuh kembangnya. Penelitian Moyer-Mileur et al (1995) menunjukkan
bahwa prosedur kinestetik yang dilakukan selama 4 minggu dapat
meningkatkan kadar mineral dan ketebalan tulang (Dieter & Emory, 1997).
Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik berdasarkan pada tahap tumbuh
kembang neonatus menurut Piaget dalam teori kognitif, yaitu tahap
sensorimotorik.
Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik diharapkan juga dapat memenuhi
tahap tumbuh kembang neonatus menurut Freud dan Erikson. Freud dalam
teori psikoseksual menyatakan bahwa neonatus berada pada tahap oral,
sedangkan Erikson dalam teori psikososial menyatakan bahwa neonatus
berada pada tahap percaya versus tidak percaya. Neonatus prematur belum
memiliki kemampuan menghisap yang memadai sehingga untuk pemenuhan
nutrisi dilakukan melalui selang (orogastric tube/nasogastric tube). Sehingga
tahap tumbuh kembang menurut Freud, yaitu tahap oral, belum dapat
dipenuhi karena neonatus tidak mendapat kepuasan dari mulutnya. Sementara
itu perawatan di NICU atau rawat inkubasi membatasi interaksi neonatus
dengan ibu atau orang tuanya, sehingga neonatus akan mengalami gangguan
dalam usaha mempercayai lingkungan sekitarnya. Maka dengan melakukan
stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik diharapkan dapat meningkatkan
interaksi sosial neonatus dengan lingkungannya sekaligus juga dapat
merangsang kemampuan oral neonatus.
Stimulus auditori dan visual akan membantu meningkatkan akurasi
koordinasi auditori-visual pada neonatus (Santrock, 1998). Persepsi sensori
neonatus akan membantu neonatus mempelajari lingkungannya sehingga
neonatus dapat beradaptasi dengan lingkungan (Papalia, Olds & Feldman,
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
25
Universitas Indonesia
2002; Dieter & Emory, 1996). Stimulasi taktil (sentuhan) dan kinestetik
(gerak ekstensi dan fleksi secara pasif pada ekstremitas) terbukti dapat
memfasilitasi pertumbuhan dan pengaturan perilaku neonatus, bahkan pada
neonatus prematur sangat kecil sekalipun (Mathai et al, 2001; Symington &
Pinelli, 2002). Pengalaman motorik akan mempertajam dan memodifikasi
persepsi neonatus terhadap apa yang akan terjadi jika neonatus bergerak
dengan cara tertentu (Papalia, Olds & Feldman, 2002).
Pelaksanaan stimulasi ini akan membutuhkan waktu 30 menit, dengan
perincian 5 menit untuk stimulasi auditori-visual dan 15 menit untuk
stimulasi taktil-kinestetik. Stimulasi ini akan dilaksanakan selama 5 hari
berturut-turut berdasarkan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa
stimulasi taktil-kinestetik memberikan efek positif pada neonatus setelah 5
hari intervensi. Stimulasi dilakukan 45 menit setelah neonatus mendapatkan
makanandan pemberian stimulasi hanya dilakukan satu (1) kali setiap
harinya.
Tabel 2.7 Prosedur stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik pada neonatus
No Stimulus Prosedur Keterangan
1
Auditori-Visual
terhadap benda mati
a. Peneliti dalam keadaan duduk. b. Pegang neonatus dalam posisi
wajah berhadapan (en face) dengan peneliti pada sudut 45 dan jarak 20-30 cm.
c. Gerakkan kerincingan sesuai dengan lapang pandang neonatus, kerincingan sambil dibunyikan.
a. Stimulus dilakukan maksimal 2 kali
b. Usahakan wajah peneliti tidak berada pada lapang pandang neonatus
2
Auditori-Visual
terhadap benda hidup
a. Peneliti dalam keadaan duduk. b. Pegang bayi dalam posisi
wajah berhadapan (en face) dengan peneliti pada sudut 45 dan jarak 20-30 cm.
c. Gerakkan neonatus secara horisontal dan tetap dalam posisi wajah berhadapan
a. Stimulus dilakukan maksimal 2 kali
b. Penting diperhatikan bahwa tubuh dan kepala bayi disangga dengan
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
26
Universitas Indonesia
No Stimulus Prosedur Keterangan
sambil mengajak neonatus bicara. Selanjutnya gerakkan neonatus secara vertikal.
d. Gerakkan neonatus secara horisontal dan vertikal pada sudut 180. Posisi wajah tetap berhadapan dan ajak neonatus bicara.
maksimal se-hingga bayi me-rasa aman saat dilakukan inter-vensi
3 Taktil
a. Neonatus diletakkan dalam posisi prone.
b. Kedua telapak tangan peneliti saling digosokkan sebelum dilakukan sentuhan.
c. Dengan menggunakan kedua telapak tangan, sentuhan dimulai dari puncak kepala ke leher dan bahu. Kemudian dari punggung atas menuju ke panggul terus sampai kedua kaki. Selanjutnya sentuhan dari bahu menuju kedua tangan neonatus.
a. Waktu 5 menit b. Sentuhan
tanpa menggunakan minyak
4 Kinestetik
a. Neonatus diletakkan dalam posisi supine.
b. Kedua tangan neonatus digerakkan fleksi dan ekstensi, masing-masing sebanyak 6 kali.
c. Kedua kaki neonatus digerakkan fleksi dan ekstensi, masing-masing sebanyak 6 kali.
Waktu 5 menit
5 Taktil
a. Neonatus diletakkan dalam posisi prone.
b. Kedua telapak tangan saling digosokkan sebelum dilakukan sentuhan.
c. Dengan menggunakan kedua telapak tangan, sentuhan dimulai dari puncak kepala ke leher dan bahu. Kemudian dari punggung atas menuju ke panggul terus sampai kedua kaki. Selanjutnya sentuhan dari bahu menuju kedua tangan neonatus.
a. Waktu 5 menit b. Sentuhan
tanpa menggunakan minyak
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
27
Universitas Indonesia
Skema 2.1
Kerangka teori
Sumber : Cloherty, Eichenwald & Stark (2008), Markum (2002), Depkes RI (2006), Tomey & Alligood (2006), Papalia, Olds & Feldman (2002), Kail (2001), Santrock
(1998)
Faktor Ibu
a. Penyakit saat hamil b. Usia ibu c. Sosial ekonomi
Faktor Janin
a. Hidramnion
Faktor Internal
a. Ras/etnik b. Umur c. Jenis kelamin d. Genetik e. Kelainan kromosom
Faktor Eksternal
a. Pranatal Gizi ibu Posisi fetal Endokrin Radiasi Infeksi Kelainan imunologi Anoksia embrio Psikologi ibu
b. Persalinan c. Paskasalin
Gizi bayi Penyakit kronis / kelainan
kongenital Psikologi anak Endokrin Sosio ekonomi Ling. Pengasuhan Stimulasi Obat-obatan
Neonatus lahir prematur (< 37 minggu)
Perkembangan
Perilaku Neonatus
Intervensi Keperawatan
Nurturance
Protection
Stimulation
Tahap Oral
Tahap Percaya versus
Tidak percaya
Tahap Sensorimotorik
Stimulasi auditori
visual taktil kinestetik
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
28
Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Bab ini akan membahas tentang kerangka konsep, hipotesis dan definisi
operasional yang digunakan dalam penelitian ini.
3.1. Kerangka Konsep Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal
khusus. Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur (Notoatmodjo, 2005). Konsep
hanya dapat diamati atau diukur melalui bentuk variabel. Dalam penelitian
ini yang menjadi variabel independen (bebas) adalah stimulasi auditori-
visual-taktil-kinestetik, variabel dependen adalah perilaku neonatus prematur
dan yang menjadi variabel perancu adalah usia gestasi, jenis kelamin dan
berat badan lahir. Hubungan berbagai variabel tersebut dapat dilihat pada
skema 3.1.
Skema 3.1. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Variabel Perancu
Neonatus lahir prematur
Stimulasi auditori-visual-taktil-
kinestetik
Perkembangan perilaku neonatus
Usia gestasi, berat badan lahir jenis kelamin
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
29
Universitas Indonesia
3.2. Hipotesis 3.2.1. Hipotesis Null (H0)
Tidak ada pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-
kinestetik terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur.
3.2.2. Hipotesis Kerja (Ha)
Ada pengaruh pemberian stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik
terhadap perkembangan perilaku neonatus prematur.
3.3. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil ukur Skala
1
Independen
Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik
Pemberian sti-mulus auditori-visual-taktil-kinestetik untuk merangsang per-kembangan peri-laku neonatus
Observasi
Stimulasi 1x sehari, 5 hari berturut-turut
2
Dependen
Perilaku neonatus
Respon neona-tus terhadap ber-bagai stimulus
Lembar pengkajian
perilaku neonatus prematur, rentang
nilai 0-60
Nilai absolut Rasio
1 = Baik, nilai 46-60
2 = Cukup, nilai 30-45
3= Kurang, nilai < 30
Ordinal
3
Perancu
Usia Gestasi
Usia kehamilan saat neonatus lahir
Kuesioner
1 = 33 - < 37 mg
2 = 29 - 32 mg 3 = 28 mg
Ordinal
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
30
Universitas Indonesia
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil ukur Skala
4
Berat badan lahir
Berat badan neo-natus saat lahir
Kuesioner
1 = 2000 < 2500 gr 2 = 1500
< 2000 gr 3 = 1000 < 1500 gr 4 = < 1000 gr
Ordinal
5
Jenis kelamin
Karakteristik gender neonatus saat lahir
Kuesioner
1 = Laki-laki 2 =Perempuan
Nominal
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
31
Universitas Indonesia
BAB 4
METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang rancangan penelitian, populasi dan sampel penelitian,
tempat penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, uji
validitas dan reliabilitas, prosedur pengumpulan data, pengolahan data dan
analisis data.
4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen-semu (quasi experiment),
yaitu studi eksperimental yang dalam mengontrol situasi penelitian
menggunakan cara non-randomisasi (Last, 2001 dalam Murti, 2003). Metode
ini dipilih karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau
memanipulasi semua variabel yang relevan (Danim, 2003).
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pre and post
test design. Desain ini merupakan eksperimen kuasi dimana masing-masing
unit eksperimentasi (subyek ataupun kelompok) berfungsi sebagai kontrol
bagi dirinya sendiri, dan pengamatan variabel hasil dilakukan sebelum dan
sesudah perlakuan (Murti, 2003).
Gambar 4.1.
Disain penelitian
X3
X1 Intervensi X2
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
32
Universitas Indonesia
Keterangan :
X1 : Perilaku neonatus prematur sebelum dilakukan intervensi
X2 : Perilaku neonatus prematur setelah dilakukan intervensi
X3 : Perbedaan perilaku neonatus prematur sebelum dan setelah dilakukan
intervensi (X2 dibandingkan dengan X1)
4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi
Populasi adalah sekelompok subyek atau data dengan karakteristik
tertentu (Sastroasmoro, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh neonatus yang lahir prematur dan dirawat di ruang
perinatologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.
4.2.2. Sampel
Sampel adalah elemen-elemen populasi yang dipilih atas dasar
kemampuan mewakilinya (Danim, 2003). Sampel pada penelitian ini
adalah neonatus yang lahir prematur dan dirawat di special care
nursery (SCN) 3 dan 4 ruang perinatologi RSCM Jakarta. Sampel
ditentukan dengan cara purposive sampling, yang merupakan salah
satu cara pengambilan sampel dengan metode non-probabilitas.
Kriteria sampel ditemukan atau ditentukan sendiri oleh peneliti sesuai
dengan masalah dan hipotesis penelitian, atau sampel bisa juga
ditentukan oleh pertimbangan pakar (Danim, 2003; Murti, 2003).
Sampel yang diambil harus memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:
a. Usia gestasi < 37 minggu
b. Berat badan lahir < 2500 gram
c. Usia neonatus saat penelitian maksimal 48 minggu paskakonsepsi
d. Neonatus pernah dirawat di NICU, mendapat terapi intravena,
terapi oksigen, pemberian makan lewat lambung atau rawat
inkubasi.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
33
Universitas Indonesia
e. Neonatus dirawat di ruang SCN 3 dan 4, tidak sedang mendapatkan
terapi intravena, terapi oksigen, pemberian makan lewat lambung
atau rawat inkubasi.
f. Orang tua menandatangani lembar persetujuan menjadi responden
penelitian.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah neonatus yang
mengalami kondisi tidak stabil secara medis saat proses penelitian.
Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut (Notoatmodjo, 2005):
N
1 Nd
Keterangan :
N = besarnya populasi
n = besarnya sampel
d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)
Maka besarnya sampel adalah :
N
1 Nd
66
1 660,05
56,4 ~ 56 orang
Untuk mengantisipasi terjadinya pengurangan sampel pada saat
pengambilan data, maka jumlah sampel ditambah 10% menjadi total
62 orang.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
34
Universitas Indonesia
Jumlah responden yang berhasil ditemukan untuk dijadikan sampel
dalam penelitian ini adalah 18 orang. Besar sampel ini lebih sedikit
dibandingkan jumlah sampel berdasarkan penghitungan dengan
menggunakan rumus diatas, tetapi besar sampel ini memenuhi jumlah
sampel minimal untuk penelitian eksperimen, yaitu 15 subyek per
grup (Kasjono & Yasril, 2009).
4.5. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SCN 3 dan 4 ruang perinatologi rumah sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan
nasional dimana angka kelahiran neonatus prematur cukup tinggi.
4.6. Waktu Penelitian Keseluruhan penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli
2010. Khusus untuk pengambilan data dilakukan pada bulan Mei Juni
2010.
4.7. Etika Penelitian Penelitian intervensi yang berhubungan dengan manusia berkaitan erat
dengan keselamatan individu sebagai subyek penelitian, dalam arti individu
tidak dirugikan baik mereka sadari maupun tidak disadari (Pratiknya, 2007).
Cara yang dilakukan peneliti untuk mengurangi kerugian pada responden
adalah dengan memberikan informasi tentang tujuan dan manfaat penelitian.
Setiap responden diberikan kebebasan untuk memberikan persetujuan atau
menolak untuk menjadi subjek penelitian dengan cara menandatangani
informed consent atau surat pernyataan kesediaan (lampiran 4) yang telah
disiapkan oleh peneliti. Prinsip etik penelitian yang harus dipenuhi menurut
Burns & Grove (2003) adalah :
4.7.1. Right to self - determination
Responden mempunyai hak otonomi untuk berpartisipasi atau tidak
berpartisipasi dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
35
Universitas Indonesia
responden adalah neonatus prematur, yang tidak mungkin dapat
memberikan persetujuan sendiri untuk ikut serta menjadi responden.
Maka peneliti/asisten peneliti meminta persetujuan untuk menjadi
responden kepada orang tua neonatus. Sebelumnya peneliti/asisten
peneliti memberikan penjelasan yang berisi tentang prosedur
penelitian, manfaat dan risiko yang mungkin terjadi kepada para orang
tua neonatus yang dijadikan responden. Orang tua juga diperkenankan
untuk membatalkan keikutsertaan bayinya dalam penelitian ini tanpa
ada konsekuensi apa pun. Total 27 orang tua yang dimintai
persetujuannya menyatakan setuju untuk mengikutsertakan bayinya
sebagai responden dalam penelitian ini. Tetapi selama proses
pemberian stimulasi terdapat 9 orang tua yang membatalkan
keikutsertaan bayinya sebagai responden dalam penelitian ini. Hal
tersebut dikarenakan orang tua membawa pulang paksa bayinya dari
perawatan di ruang perinatologi RSCM atau bayi tersebut memang
sudah diperbolehkan pulang dari perawatan di ruang perinatologi
RSCM. Maka tersisa 18 responden yang tetap menjadi sampel dalam
penelitian ini.
4.7.2. Right to privacy and dignity
Peneliti melindungi privasi dan martabat responden. Pelaksanaan
pengkajian perilaku serta stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik
pada neonatus prematur dilakukan sendiri oleh peneliti di ruang rawat
neonatus. Asisten peneliti terlibat dalam melakukan penilaian perilaku
neonatus. Keterlibatan orang lain sangat diminimalkan, tetapi orang
tua diperbolehkan untuk mengikuti proses pemberian stimulasi.
4.7.3. Right to anonymity and confindentialiy
Kerahasiaan identitas responden dijamin oleh peneliti. Setiap
responden diberi kode yang hanya diketahui oleh peneliti. Identitas
responden pada lembar pengkajian perilaku ditulis dengan kode angka
1-18 dan inisial bayi. Selama pengolahan data, analisis dan publikasi
hasil penelitian, identitas responden tetap dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
36
Universitas Indonesia
4.7.4. Right to fair treatment
Penelitian ini menggunakan desain one group pre and post test,
dimana responden penelitian ini hanya terdiri dari satu kelompok
intervensi. Seluruh responden dalam penelitian ini mendapatkan
stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik selama 5 hari berturut-turut
sebanyak 1 kali dalam sehari.
4.7.5. Right to protection from discomfort and harm
Keamanan dan kenyamanan responden dalam penelitian ini sangat
diperhatikan. Intervensi serta pengkajian perkembangan perilaku
neonatus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi neonatus. Jika
kondisi neonatus tidak memungkinkan untuk tetap menjadi responden
sampai proses penelitian selesai, maka neonatus tersebut dikeluarkan
dari sampel. Semua neonatus yang menjadi responden dalam
penelitian ini berada dalam kondisi stabil sehingga bisa mengikuti
proses pemberian stimulasi dan pengkajian perilaku sampai selesai.
Tidak ada responden yang dieksklusikan karena kondisi yang tidak
stabil secara medis.
4.8. Alat Pengumpulan Data Instrumen penelitian yang digunakan adalah Lembar Pengkajian Perilaku
Neonatus Prematur (lampiran 1), yang dikembangkan oleh peneliti
berdasarkan Neonatal Behaviour Assessment Scale (Brazelton & Nugent,
1995), Infant Stimulation Program (Almli, 2005) dan Neonatal reflexes
(Schott & Rossor, 2003; Plaster, 2007).
Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus Prematur ini terdiri dari :
4.8.1. Kuesioner
Mengkaji data karakteristik neonatus prematur yang berupa identitas,
jenis kelamin, usia gestasi, usia saat pengkajian dan berat badan lahir.
4.8.2. Lembar pengkajian Perilaku Neonatus Prematur
Untuk mengkaji perkembangan perilaku neonatus prematur.
Pengkajian perilaku neonatus prematur terdiri dari 20 kriteria, yaitu
respon terhadap cahaya, respon terhadap bunyi, respon terhadap
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
37
Universitas Indonesia
stimulasi taktil di kaki, refleks Babinski, tonic neck reflex, refleks
Moro, rooting reflex, refleks menghisap, refleks menggenggam,
refleks glabella, pull-to-sit, refleks berdiri, refleks berjalan, refleks
merangkak, gerakan defensif, orientasi visual-auditori terhadap
kerincingan, orientasi visual-auditori terhadap wajah dan suara,
iritabilitas, upaya saat neonatus menangis dan warna kulit. Masing-
masing kriteria dinilai dengan skala 0 3 (4 skala).
4.9. Uji Validitas dan Realibilitas 4.9.1. Validitas
Validitas merupakan pernyataan tentang sejauh mana alat ukur
(pengukuran, tes, instrumen) mengukur apa yang memang
sesungguhnya hendak diukur (Murti, 2003; Danim, 2003). Validitas
isi merujuk pada sejauh mana sebuah instrumen penelitian memuat
rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan
tertentu (Danim, 2003).
Instrumen dalam penelitian ini yaitu Lembar Pengkajian Perilaku
Neonatus Prematur, dilakukan uji validitas isi berdasarkan hasil
konsultasi dengan pakar dalam bidang keperawatan neonatus. Pakar
yang dimintai pendapatnya adalah Ibu Yeni Rustina, PhD. dari
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Pendapat pakar
tersebut menyatakan bahwa Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus
Prematur yang dirancang oleh peneliti dapat digunakan dalam
penelitian ini.
4.9.2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat konsistensi hasil yang dicapai oleh sebuah
alat ukur, meskipun digunakan secara berulang-ulang pada subyek
yang sama atau berbeda (Danim, 2003). Untuk mengetahui reliabilitas
suatu alat ukur dilakukan uji Cronbach Alpha. Bila Cronbach alpha
lebih besar daripada r tabel berarti variabel tersebut reliabel.
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
38
Universitas Indonesia
Sedangkan jika Cronbach alpha lebih kecil dari r tabel maka variabel
tersebut tidak reliabel (Hastono, 2007).
Hasil uji realibilitas didapatkan bahwa cronbach alpha = 1,707.
Sementara itu pada tingkat kemaknaan 5% didapat angka r tabel
menurut Pearson product moment untuk degree of freedom (df) = 3
adalah 0,878. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa instrumen
lembar pengkajian perilaku neonatus prematur adalah reliabel, karena
cronbach alpha > r tabel.
Selanjutnya akan dilakukan uji interrater reliability untuk
menyamakan persepsi peneliti dengan asisten peneliti. Alat yang
digunakan untuk uji interrater reliability adalah uji statistik Kappa
(Hastono, 2007). Jika p value lebih besar daripada alpha (0,05) maka
berarti hasil uji Kappa tidak signifikan/bermakna. Tetapi jika p value
lebih kecil daripada alpha maka hasil uji Kappa signifikan, yang
berarti tidak ada perbedaan persepsi mengenai aspek yang diamati
antara peneliti dengan asisten peneliti.
Hasil uji Interrater reliability didapatkan koefisien Kappa sebesar
0,397 dan p value sebesar 0,029. Dengan hasil ini berarti p value <
alpha, berarti hasil uji Kappa bermakna dan kesimpulannya tidak ada
perbedaan persepsi mengenai aspek yang diamati antara peneliti
dengan asisten peneliti.
4.10. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu :
4.10.1. Persiapan
Sebelum pelaksanaan penelitian diperlukan surat ijin pengambilan
data penelitian (lampiran 5) dan surat lulus kaji etik (lampiran 6)
dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Kemudian
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
39
Universitas Indonesia
surat beserta proposal diserahkan kepada bagian penelitian RSCM
untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur di RSCM (lampiran 7 dan 8).
4.10.2. Asisten peneliti
Asisten peneliti diperlukan dalam penelitian ini untuk melakukan
observasi dan penilaian perilaku neonatus prematur pada saat
dilakukan pengkaijan sesuai Lembar Pengkajian Perilaku Neonatus
Prematur oleh peneliti. Selain itu asisten peneliti juga membantu
peneliti dalam memberikan informed consent kepada orang tua
neonatus. Asisten peneliti terdiri dari 1 orang yang merupakan
perawat ruang perinatologi dengan pendidikan D3 keperawatan dan
pengalaman kerja di ruang perinatologi selama 6 tahun.
4.10.3. Pelaksanaan
4.10.3.1. Peneliti memilih responden sesuai kriteria inklusi.
4.10.3.2. Peneliti/asisten peneliti memberikan lembar persetujuan
sebagai tanda setuju untuk diikutsertakan dalam penelitian
kepada orang tua neonatus yang dipilih sebagai sampel.
4.10.3.3. Stimulasi dilakukan oleh peneliti, sedangkan asisten
peneliti melakukan observasi dan memberikan penilaian
saat pengkajian perilaku neonatus dilakukan.
4.10.3.4. Pengkajian perilaku neonatus prematur dilakukan pada hari
pertama sejak neonatus tersebut ditetapkan sebagai sampel
penelitian. Pengkajian yang ke-2 dilakukan pada hari ke-5
setelah pengkajian yang pertama.
4.10.3.5. Stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik diberikan selama
5 hari berturut-turut sebanyak 1 kali setiap harinya. Jeda
waktu antara pemberian stimulasi dengan pengkajian
perilaku neonatus adalah 3 jam. Waktu 3 jam dipilih untuk
memberikan neonatus kesempatan beristirahat dan
mencegah neonatus tersebut terstimulasi secara berlebihan.
4.11. Pengolahan Data Setelah semua data didapatkan, dilakukan tahap pengolahan data berikut :
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
40
Universitas Indonesia
4.11.1. Editing
Dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh telah terisi
semua dengan lengkap, jelas, sesuai, konsisten dan relevan.
4.11.2. Coding
Data yang diperoleh diperiksa kelengkapannya dan kemudian
dilakukan pemberian kode untuk masing-masing variabel penelitian.
Proses ini berguna untuk memudahkan proses analisis dan
mempercepat entry data.
4.11.3. Processing
Setelah semua isian kuesioner lengkap dan benar serta telah
dilakukan pengkodean, selanjutnya data diproses dengan cara
memasukkan nilai-nilai yang sudah diperoleh ke dalam program
komputer.
4.11.4. Cleaning
Merupakan kegiatan pembersihan data yang telah dimasukkan
dengan cara mengecek ulang. Tujuan kegiatan ini adalah untuk
mengetahui adanya data yang hilang, variasi data dan konsistensi
data.
4.12. Analisis Data 4.12.1. Analisis Univariat
Tujuan analisis ini adalah untuk melihat gambaran distribusi
frekuensi dengan ukuran persentase dan proporsi dari masing-
masing variabel. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan usia
neonatus saat pengkajian, jenis kelamin, usia gestasi, berat badan
lahir. Selanjutnya untuk data perkembangan perilaku neonatus
sebelum dan setelah dilakukan stimulasi ditampilkan dalam bentuk
mean, nilai minimal dan maksimal, standar deviasi serta nilai
interval kepercayaan.
4.12.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara
kedua variabel. Perbedaan perilaku sebelum dan setelah dilakukan
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
41
Universitas Indonesia
stimulasi auditori-visual-taktil-kinestetik pada neonatus prematur
dilakukan dengan menggunakan uji t dependen (paired t-test).
4.12.3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat bertujuan untuk melihat hubungan beberapa
(lebih dari 1) variabel independen dengan satu atau beberapa
variabel dependen pada waktu yang bersamaan (Hastono, 2007).
Analisis multivariat yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah
uji linear ganda karena variabel dependen berupa numerik. Sebelum
dilakukan analisis multivariat terlebih dahulu dilakukan seleksi
bivariat dari variabel perancu terhadap variabel dependen. Korelasi
usia gestasi dan berat badan lahir dengan perilaku neonatus
prematur dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA. Sedangkan
korelasi jenis kelamin dengan perilaku neonatus prematur dilakukan
dengan menggunakan uji T independen.
Tabel 4.1.
Analisis data
No Variabel Independen Variabel Dependen Analisis
1 - Perbedaan perilaku neona-tus prematur sebelum dan setelah diberikan stimulasi.
Uji t dependen
2 Usia gestasi Perilaku neonatus prematur Uji Anova
3 Berat badan lahir Perilaku neonatus prematur Uji Anova
4 Jenis kelamin Perilaku neonatus Prematur Uji t independen
5
Usia gestasi, berat badan lahir & jenis
kelamin
Perkembangan perilaku neonatus prematur
Regresi Linear Ganda
Pengaruh pemberian..., Luci Fransisca Situmorang, FIK UI, 2010
-
42
Universitas Indonesia
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Bab ini membahas tentang hasil penelitian setelah dilakukan analisis untuk
mengetahui karakteristik responden, perilaku neonatus prematur sebelum dan
setelah stimulasi, perbedaan perkembangan perilaku neonatus antara sebelum dan
setelah stimulasi serta hubungan usia gestasi, jenis kelamin dan berat badan lahir
terhadap perkembangan perilaku neonatus.
5.1. Analisis Univariat
5.1.1. Karakteristik responden
Karakteristik responden berupa jenis kelamin, usia gestasi, usia bayi
saat pengkajian dan berat badan lahir ditampilkan dalam bentuk
persentase dan proporsi seperti tampak pada tabel 5.1.
5.1.2. Jenis Kelamin
Hasil analisis univariat untuk data variabel jenis kelamin neonatus
prematur yang dirawat di ruang perinatologi RSCM menunjukkan
proporsi jenis kelamin laki-laki lebih besar (66,7%) daripada
perempuan (33,3%) seperti terlihat pada tabel 5.1.
5.1.3. Usia gestasi
Hasil analisis univariat untuk data variabel usia gestasi neonatus
prematur yang dirawat di ruang perinatologi RSCM menunjukkan
bahwa sebagian responden (50%) lahir pada usia gestasi 33 - < 37
minggu. Proporsi responden yang lahir pada usia gestasi 2932
minggu adalah sebesar 38,9% dan responden yang lahir pada usia
gestasi 28 minggu sebesar 11,1% seperti terlihat pada tabel 5.1.
5.1.4. Usia responden saat pengkajian
Hasil analisis univariat untuk data usia responden pada saat dilakukan
pengkajian