Theories of Education

21
THEORIES OF EDUCATION PERENIALISME,ESSENTIALISME, PROGRESSIVISME DAN RECONSTRUCTIONISM Salah Satu Tugas Semester Dari Mata Kuliah “LANDASAN PENDIDIKAN” Di Program Pascasarjana Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Malang. Pembina Mata Kuliah :. Dr. Sanapiah Faisal Oleh : LUTFI ARIEFIANTO (100141507558) PROGRAM S2 PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Transcript of Theories of Education

Page 1: Theories of Education

THEORIES OF EDUCATIONPERENIALISME,ESSENTIALISME, PROGRESSIVISME DAN

RECONSTRUCTIONISM

Salah Satu Tugas Semester Dari Mata Kuliah “LANDASAN PENDIDIKAN” Di Program Pascasarjana Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Malang.

Pembina Mata Kuliah :. Dr. Sanapiah Faisal

Oleh :

LUTFI ARIEFIANTO

(100141507558)

PROGRAM S2 PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

TAHUN 2010

PERENIALISME

Page 2: Theories of Education

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad

kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau

selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif.

Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan

perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah

dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau

prinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada

zaman kuno dan abad pertengahan.

Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang

tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang

lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam

perilaku pendidik.

Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa

pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan

ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai

jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam

kebudayaan ideal.

PANDANGAN MENGENAI KENYATAAN

Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama ialah

jaminan bahwa reality is universal that is every where and at every moment the same

(2:299) realita itu bersifat universal bahwa realita itu ada di mana saja dan sama di

setiap waktu.

Dengan keputusan yang bersifat ontologism kita akan sampai pada pengertian

pengerian hakikat. Ontologi perenialisme berisikan pengertian : benda individual,

esensi, aksiden dan substansi.

• Benda individual adalah benda yang sebagaimana nampak di hadapan

manusia yang dapat ditangkap oleh indera kita seperti batu, kayu,dll

• Esensi dari sesuatu adalah suatu kualitas tertentu yang menjadikan benda itu

lebih baik intrinsic daripada halnya, misalnya manusia ditinjau dari

esensinya adalah berpikir

• Aksiden adalah keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya

kurang penting dibandingkan dengan esensialnya, misalnya orang suka

barang-barang antik

Page 3: Theories of Education

• Substansi adalah suatu kesatuan dari tiap-tiap hal individu dari yang khas

dan yang universal, yang material dan yang spiritual.

PANDANGAN MENGENAI NILAI

Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual,

sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sedangkan perbuatan manusia

merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan.

Secara teologis, manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yaitu nilai yang

merupakan suatu kesatuan dengan Tuhan. Untuk dapat sampai kesana manusia harus

berusaha dengan bantuan akal rationya yang berarti mengandung nilai kepraktisan.

Menurut Aristoteles, kebajikan dapat dibedakan: yaitu yang moral dan yang

intelektual. Kebajikan moral adalah kebajikan yang merupakan pembentukan

kebiasaan, yang merupakan dasar dari kebajikan intelektual. Jadi, kebajikan

intelektual dibentuk oleh pendidikan dan pengajaran.

Kebajikan intelektual didasari oleh pertimbangan dan pengawasan akal. Oleh

perenialisme estetika digolongkan kedalam filsafat praktis. Kesenian sebagai salah

satu sumber kenikmatan keindahan adalah suatu kebajikan intelektual yang bersifat

praktis filosofis. Hal ini berarti bahwa di dalam mempersoalkan masalah keindahan

harus berakar pada dasar dasar teologis, ketuhanan.

PANDANGAN MENGENAI PENGETAHUAN

Kepercayaan adalah pangkal tolak perenialisme mengenai kenyataan dan

pengetahuan. Artinya sesuatu itu ada kesesuaian antara piker (kepercayaan) dengan

benda-benda. Sedang yang dimaksud benda adalah hal-hal yang adanya bersendikan

atas prinsip keabadian.

Oleh karena itu, menurut perenialisme perlu adanya dalil-dalil yang logis, nalar,

sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Menurut Aristoteles, Prinsip-

prinsip itu dapat dirinci menjadi :

• Principium identitatis, yaitu identitas sesuatu. Contohnya apabila si yuli adalah

benar ,benar si yuli ia todak akan menjadi Si dani

• Principium contradiksionis (prinsipium kontradiksionis), yaitu hukum

kontradiksi (berlawanan). Suatu pernyataan pasti tidak mengandung sekaligus

kebenaran dan kesalahan, pasti hanya mengandung satu kenyataan yakni benar

atau salah.

• Principium exelusi tertii (principium ekselusi tertii), tidak ada kemungkinan

ketiga. Apabila pernyataan atau kebenaran pertama salah, pasti pernyataan

Page 4: Theories of Education

kedua benar dan sebaliknya apabila pernyataan pertama benar pasti pernyataan

yang berikutnya tidak benar.

• Principium rationis sufisientis. Prinsip ini pada dasarnya mengetengahkan

apabila barang sesuatu dapat diketahui asal muasalnya pasti dapat dicari pula

tujuan atau akibatnya.

Perenialisme mengemukakan adanya hubungan antara ilmu pengetahuan

dengan filsafat Science sebagai ilmu pengetahuan Science yang meliputi biologi,

fisika, sosiologi, dan sebagainya ialah pengetahuan yang disebut sebagai

empiriological analysis yakni analisa atasindividual things dan peristiwa-peristiwa

pada tingkat pengalaman dan bersifat alamiah. Science seperti ini dalam pelaksanaan

analisa dan penelitiannya mempergunakan metode induktif. Selain itu, juga

mempergunakan metode deduktif, tetapi pusat penelitiannya ialah meneliti dan

mencoba dengan data tertentu yang bersifat khusus.

FILSAFAT SEBAGAI PENGETAHUAN

Menurut perenialisme, fisafat yang tertinggi ialah ilmu metafisika. Sebab,

science dengan metode induktif bersifat empiriological analysis (analisa empiris);

kebenarannya terbatas, relatif atau kebenarannya probability.

Tetapi filsafat dengan metode deduktif bersifat ontological analysis, kebenaran

yang dihasilkannya universal, hakiki, dan berjalan dengan hukum-hukum berpikir

sendiri, berpangkal pada hukum pertama; bahwa kesimpulannya bersifat mutlak,

asasi.

PANDANGAN TENTANG PENDIDIKAN

Teori atau konsep pendidikan perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat-

filsafat Plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak

Realisme Klasik, dan filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukan antara

filsafat Aristoteles dengan ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya

1. Plato

Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian,

yaitu fisafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral menurut sofisme adalah

manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral dan

kebenaran, tergantung pada masing-masing individu. Plato berpandangan bahwa

realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah karena telah ada pada diri manusia sejak

dari asalnya. Menurut Plato, dunia ideal, yang bersumber dari ide mutlak, yaitu

Page 5: Theories of Education

Tuhan. Manusia menemukan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral dengan

menggunakan akal atau ratio.

Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas

normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan. Masyarakat yang

ideal adalah masyarakat adil sejahtera. Manusia yang terbaik adalah manusia yang

hidup atas dasar prinsip idea mutlak, yaitu suatu prinsip mutlak yang menjadi sumber

realitas semesta dan hakikat kebenaran abadi yang transcendental yang membimbing

manusia untuk menemukan criteria moral, politik, dan social serta keadilan. Ide

mutlak adalah Tuhan

2. Aristoteles

Aristoteles (384-322 SM) adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia

mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut

filsafat realisme. Ia mengajarkan cara berpikir atas prinsip realistis, yang lebih dekat

pada alam kehidupan manusia sehari-hari.

Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus.

Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi

alam materi dan social. Sebagai makhluk rohani, manusia sadar ia akan menuju pada

proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal. Perkembangan budi

merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat mencapainya.

Ia menganggap penting pula pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan

usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral. Aristoteles juga

menganggap kebahagiaan sebagai tujuan dari pendidikan yang baik. Ia

mengembangkan individu secara bulat, totalitas. Aspek-aspek jasmaniah, emosi, dan

intelek sama dikembangkan, walaupun ia mengakui bahwa kebahagiaan tertinggi

ialah kehidupan berpikir(2:317)

3. Thomas Aquinas

Thomas berpendapat pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan

yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap

individu. Seorang guru bertugad untuk menolong membangkitkan potensi yang masih

tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyata. Menurut J.Maritain, norma

fundamental pendidikan adalah :

• Cinta kebenaran

• Cinta kebaikan dan keadilan

• Kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi

Page 6: Theories of Education

• Cinta kerjasama

Kaum perenialis juga percaya bahwa dunia alamiah dan hakikat manusia pada

dasarnya tetap tidak berubah selam berabad-abad : jadi, gagasan-gagasan besar terus

memiliki potensi yang paling besar untuk memecahkan permasalahan-permasalahan

di setiap zaman. Selain itu, filsafat perenialis menekankan kemampuan-kemampuan

berpikir rasional manusia sehingga membedakan mereka dengan binatang-binatang

lain.

PANDANGAN MENGENAI BELAJAR

Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah : Mental disiplin

sebagai teori dasar. Penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan

berpikir (mental discipline) adalah salah satu kewajiban tertinggi dari belajar, atau

keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena itu teori dan program

pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.

Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan.

Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan ;

otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan

pendidikan ialah membantu manusia untuk menjadi dirinya sendiri, be him-self,

sebagai essential-self yang membedakannya daripada makhluk- makhluk lain. Fungsi

belajar harus diabdikan bagi tujuan ini, yaitu aktualitas manusia sebagai makhluk

rasional yang dengan itu bersifat merdeka.

Learning to Reason ( Belajar untuk Berpikir)

Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam

permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis dan berhitung merupakan

landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi

tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.

Belajar sebagai Persiapan Hidup

Bagi Thomisme, belajar untuk berpikir dan belajar untuk persiapan hidup

(dalam masyarakat) adalah dua langkah pada jalan yang sama, yakni menuju

kesempurnaan hidup, kehidupan duniawi menuju kehidupan syurgawi.

Learning through Teaching (belajar melalui Pengajaran)

Adler membedakan antara learning by instruction dan learning by discovery,

penyelidikan tanpa bantuan guru. Dan sebenarnya learning by instruction adalah dasar

dan menuju learning by discovery, sebagai self education. Menurut perenialisme,

tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga

Page 7: Theories of Education

sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru

mengembangkan potensi-potensi self discovery ; dan ia melakukan moral authority

atas murid-muridnya, karena ia adalah seorang professional yang qualified dan

superior dibandingkan muridnya

ESSENSIALISM

Essensialisme mempunyai tinjauan mengenai pendidikan yang berbeda dengan

progressifisme. Kalau progressifisme menganggap bahwa banyak hal yang

mempunyai sifat yang serba fleksibel dan nilai-nilai yang dapat berubah serta

berkembang, essensialisme menganggap bahwa dasar pijak semacam ini kurang tepat.

Dalam pendidikan, fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadikan timbulnya

pandangan yang berubah-ubah, pelaksanaan yang kurang stabil dan tidak menentu.

Pendidikan yang bersendikan tata nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat

menjadikan pendidikan itu sendiri kehilangan arah. Dengan demikian, pendidikan

haruslah bersendikan pada nilai-nilai yang dapat mendatangkan stabilitas. Agar dapat

terpenuhi maksud tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih agar mempunyai tata yang jelas

dan yang telah teruji oleh wktu. Dengan demikian, prinsip essensialisme

menghen¬daki agar landasan-landasan pendidikan adalah nilai-nilai yang essen¬sial

dan bersifat menuntun.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Aliran esensialisme ialah aliran yang muncul pada zaman renaisans dengan

ciri-ciri utamanya yang berbeda progressivisme. Esensialisme didasari atas pendangan

humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian.

Tujuan umum aliran esensialisme dan realisme adalah membentuk pribadi

bahagia di dunia dan pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu

menggerakkan kehendak manusia.

PEMBAHASAN ALIRAN ESENSIALISME

Esensialisme muncul pada zaman renaissans, dengan ciri-ciri utamanya yang

berbeda progressiveisme. Perbedaan ini terutama dalam memberikan dasar berpijak

mengenai pendidikan yang penuh fleksibelitas, dimana serba terbuat untuk perubahan,

toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Bagi essensialisme,

pendidikan yang berpijak pada dasar pandangan itu mudah goyah dan kurang terarah,

karena itu essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai

Page 8: Theories of Education

yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan kestabilan dan arah

yang jelas .

Essensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi

terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan matrelialistik.

Selain itu pula diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran

idealisme dan realisme.

Sebagai mana telah disinggung dimuka bahwa essensialisme mempunyai

pandangan yang dipengaruhi oleh paham idealisme dan realisme, maka konsep-

konsepnya tentang pendidikan sedikit banyak ikut diwarnai oleh konsep-konsep

idealisme dan realisme.

Tujuan umum aliran essensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia

dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal

yang mampu menggerakkan kehendak manusia.

Kurikulum sekolah bagi essensialisme merupakan semacam dunia yang bisa

dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah

perkembangannya, kurikulum essensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum,

seperti pola idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam

menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan

kenyataan sosial yang ada dimasyarakat.

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari uraian di atas dalam bab pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

a. Essensilaisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi

terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan

materialistik. Yang diwarnai pandangan-pandangan dari paham penganut aliran

idealisme dan realisme.

b. Isi pendidikan aliran essensialisme mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan

segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia.

PROGRESIVISME

BAB I RINGKASAN MATERI

Progressivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan

kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan

Page 9: Theories of Education

dapat menghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya manusia itu sendiri.

Aliran Progressivisme mengakui dan berusaha mengembangakan asas Progressivisme

dalam semua realitas, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua

tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi

keagungannya. Berhubungan dengan itu progressivisme kurang menyetujui adanya

pendidikan yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada

zaman sekarang.

Pendidikan yang bercorak otoriter ini dapat diperkirakan mempunyai kesulitan

untuk mencapai tujuan, karena kurang menghargai dan memberikan tempat

semestinya kepada kemampuan-kemampuan tersebut dalam proses pendidikan. Pada

hal semuanya itu ibaratkan motor penggerak manusia dalam usahanya untuk

mengalami kemajuan atau progress.

Oleh karena itu kemajuan atau progress ini menjadi inti perhatian

progressivisme, maka, beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan

kemajuan dipandang oleh progresivisme merupakan bagian-bagian utama dari

kebudayaan. Progresivisme dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini

beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup,

kesejahteraan, mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme,

karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asa eksperimen yang

merupakan untuk menguji kebenaran suatu teori. Sedangkan dinamakan

environmetalisme karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi

pembinaan kepribadian.

Progresivisme yang lahir sekitar abad ke-20 merupakan filsafat yang bermuara

pada aliran filsafat pragmatisme yang diperkenalkan oleh William James (1842-1910)

dan John Dewey (1859- 1952), yang menitikberatkan pada segi manfaat bagi hidup

praktis.

Filsafat progressivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat pragmatisme

dimana telah memberikan konsep dasar dengan azas yang utama yaitu manusia dalam

hidupnya untuk tetap survive terhadap semua tantangan, harus pragmatis memandang

sesuatu dari segi manfaatnya.

Di sini kita bisa menganggap bahwa filsafat progressivisme merupakan The

Liberal Road of Culture (kebebasan mutlak menuju kearah kebudayaan) maksudnya

nilai-nilai yang dianut bersifat fleksibel terhadap perubahan, toleran dan terbuka

sehingga menuntut untuk selalu maju bertindak secara konstruktif, inovatif dan

Page 10: Theories of Education

reformatif, aktif serta dinamis. Untuk mencapai perubahan tersebut manusia harus

memiliki pandangan hidup yang bertumpu pada sifat-sifat: fleksibel, curious (ingin

mengetahui dan menyelidiki), toleran dan open minded.

Filsafat progressivisme telah memberikan kontribusi yang besar di dunia

pendidikan, dimana telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada

peserta didik. Anak didik diberikan kebebasan secara fisik maupun cara berfikir, guna

mengembangakan bakat, kreatifitas dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya

tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Berdasarkan pandangan

di atas maka sangat jelas sekali bahwa filsafat progressivisme bermaksud menjadikan

anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju sebagai generasi yang akan

menjawab tantangan zaman peradaban baru.

Progressivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan

kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan

dapat menghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya manusia itu sendiri.

Aliran Progressivisme mengakui dan berusaha mengembangakan asas Progressivisme

dalam semua realitas, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua

tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi

keagungannya. Berhubungan dengan itu progressivisme kurang menyetujui adanya

pendidikan yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada

zaman sekarang.

Ontologi progresivisme mengandung pengertian dan kualitas evolusionistis

yang kuat. Pengalaman diartikan sebagai ciri dinamika hidup, dan hidup adalah

perjuangan, tindakan dan perbuatan. Manusia akan tetap hidup berkembang, jika ia

mampu mengatasi perjuangan, perubahan dan berani bertindak.

Dalam epistemologi, rasional berarti suatu pandangan bahwa akal adalah

instrument utama bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan. Empirik adalah sifat

pandangan bahwa persepsi indera adalah media yang memberikan jalan bagi manusia

untuk memahami lingkungan. Fakta yang masih murni saja – yang belum diolah atau

disusun – belum merupakan pengetahuan. Sehingga masih membutuhkan

pengorganisasian tertentu dari “bahan-bahan mentah” tersebut.

Nilai tidak timbul dengan sendirinya, melainkan ada faktor-faktor yang

merupakan pra syarat. Nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa, sehingga

memungkinkan adanya relevansi seperti yang ada dalam masyarakat pergaulan. Oleh

karena adanya faktor-faktor yang menentukan adanya nilai, maka makna nilai itu

Page 11: Theories of Education

tidaklah bersifat eksklusif. Ini berarti berbagai jenis nilai seperti benar atau salah, baik

atau buruk dapat dikatakan ada bila menunjukkan adanya kecocokan dengan hasil

pengujian yang dialami manusia dalam pergaulan.

Metode Filsafat Pendidikan Progresivisme

Progresivisme dalam ranah filsafat pendidikan itu sendiri dapat didefinisikan

sebagai prinsip yang menganggap bahwa pendidikan itu dimulai dari anak didik itu

sendiri yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Jadi seorang anak didik tidak

harus disuruh membaca dan mengimani buku secara terus menerus, tetapi juga harus

bisa mencari jawaban otentik tentang mengapa begini dan mengapa begitu.

Aliran filsafat pendidikan progresivisme secara garis besar dapat diuraikan menjadi

beberapa pokok yaitu:

Menolak praktek pendidikan tradisonal yang dianggap terlalu mementingkan

disiplin, pasif, dan bertele-tele.

Perubahan merupakan inti dari kenyataan.

Pendidikan merupakan proses perubahan.

Metode atau kebijakan senantiasa berubah sesuai dengan perubahan

lingkungan.

Mutu terletak pada adanya kemampuan untuk merekonstruksi pengalaman

terus menerus, bukan pada standar kebaikan, kebenaran, dan keindahan yang

abadi.

Pendidikan hendaklah merupakan kehidupan itu sendiri, bukan persiapan

untuk hidup.

Belajar disangkutpautkan dengan minat subjek didik.

Belajar melalui pemecahan masalah lebih utama daripada belajar pasif.

Peranan pendidik bukan menuntun namun lebih sebagai pemberi nasihat.

Sekolah hendaknya mengembangkan kerjasama bukan persaingan. Adanya

demokrasi memungkinkan saling tukar menukar ide secara bebas yang amat

berguna bagi perkembangan subjek didik. (Materi kuliah Filsafat Pendidikan)

Metode Filsafat Pendidikan Progresivisme

Pengaplikasian dari filsafat pendidikan progresivisme ini juga dapat

dituangkan dalam bentuk metode yang riil. Metode mengajar dengan dasar filsafat

pendidikan progresivisme antara lain adalah:

Memberikan soal latihan dalam bentuk teka-teki kepada anak didik.

Membuat kelompok atau grup belajar, dengan mengelompokkan minat

Page 12: Theories of Education

masing-masing anak pada suatu topik.

Membicarakan topik hangat yang sedang beredar di masyarakat secara

bersama-sama di dalam ruang kelas.

Masih banyak pengembangan metode filsafat pendidikan lainnya yang dapat

diterapkan kepada anak didik. Tentunya berbagai metode yang akan digunakan harus

diuji coba terlebih dahulu sehingga dapat diambil kesimpulan apakah sebuah metode

mendidikan tepat digunakan atau tidak.

REKONSTRUKSI SOSIAL

Salah satu model yang sampai sekarang ini masih eksis adalah model

rekonstruksi sosial. Secara historis, hancurnya sistem kapitalisme yang mendorong

terjebaknya dunia dalam Depresi Besar 1929 membuat banyak ahli pendidikan jengah

dan sekaligus mempersoalkan kebenaran dari sistem kapitalisme. Salah satunya

Harrold Rugg. Dia membuat analisis kritis mengenai kebohongan ilmu sejarah yang

diajarkan di sekolah-sekolah. Pada tahun 1939, dia menerbitkan serangkaian buku

teks yang mengubah lanskap pendidikan di Amerika Serikat. Dia mengajarkan

pentingnya para anak didik untuk tidak sekedar menerima “kebenaran” yang

dicekokkan oleh otoritas, namun justru mencari sumber belajar untuk mempersoalkan

“kebenaran” yang coba ditanamkan oleh otoritas. Harrold Rugg menolak agenda

pemerintah untuk membentuk para siswa menjadi sosok-sosok pasif tanpa

mempersoalkan kebenaran yang dipaksakan. Dua tahun pertama Harrold Rugg

menerbitkan bukunya, dia tercatat sebagai pemegang rekor sebagai best-selling

author, karena bukunya terjual lebih dari 6 juta eksemplar. Uniknya, begitu Jepang

membombardir Pear Harbor 7 Desember 1941, Harrold Rugg yang populer karena

sikap anti pemerintahnya dicampakkan dan dinilai tidak punya patriotisme!

Namun demikian, teori rekonstruksi sosial tidak mati. Ira Shor (1992)

mengajarkan pendekatan pedagogi demokratis-kritis yang berorientasi pada

kehidupan sehari-hari. Pertama-tama, dia mengajak para siswanya untuk menuliskan

esay pribadi dengan tema pengembangan diri masing-masing siswa. Berikutnya, dia

mengajak anak didiknya untuk memahami topic “bagaimana upaya pengembangan

diri kita masing-masing ditentukan oleh ketersediaan sumber daya (ekonomis).” Dia

menghadirkan serangkaian bacaan tentang contoh-contoh mengenai bagaimana

banyak perusahaan lari dari kota untuk mengembangkan usahanya di daerah-daerah

yang lebih murah tenaga kerjanya. Sementara itu, ada juga bacaan-bacaan yang

Page 13: Theories of Education

menggambarkan keputusan pemerintah untuk mempertahankan agar perusahaan-

perusahaan ini tetap tinggal di kota. Ira Shor kemudian mengajak para siswanya untuk

menimbang dan mendiskusikan bagaimana kondisi ekonomi macam ini memunculkan

kebijakan ekonomi tertentu, dan kemudian dampak-dampak macam apa yang akan

mempengaruhi pajak, pelayanan kota, dan biaya pendidikan. Mereka akhirnya bisa

mengaitkan bahwa esay pribadi tentang pengembangan diri sangat erat kaitannya

dengan konteks sosial ekonomi di tempat mereka tinggal.

Model rekonstruksi sosial ini memang berorientasi pada terciptanya sikap

kritis. Siswa diharapkan tidak hanya sekedar menerima apa yang diusung oleh guru.

Dan guru pun harus siap dengan serangkaian strategi untuk mengajak anak berpikir

kritis. Ira Shor menampilkan serangkaian bacaan yang menantang para siswanya

untuk berpikir tentang keadilan gender. Di salah satu bacaan, dikisahkan para wanita

Irlandia yang mengerjakan pekerjaan kasar, yang bekerja dalam kondisi yang jauh

dari ideal dan dibawahi oleh dominasi laki-laki. Dia mengajukan beragam pertanyaan

untuk menggiring kesadaran kritis akan ketidaksamaan posisi pria dan wanita dalam

lingkup kerja.

Dapat diambil kesimpulan bahwa model rekonstruksi sosial ini ditandai dengan lima

langkah.

1. Mengidentifikasi suatu isu yang paling problematik,

2. Mempelajari realitas dari kehidupan para peserta didik, termasuk kesulitan dan

sumber-sumber persoalannya,

3. Mengaitkan beragam persoalan tersebut dengan lembaga dan struktur dalam

masyarakat yang lebih luas,

4. Mengaitkan norma sosial dengan norma-norma dan cita-cita ideal yang mereka

miliki dalam kaitannya dengan kehidupan di masyarakat mereka, dan

5. Mengambil peran dan tanggung jawab untuk membuat situasi lebih sesuai dengan

harapan.