THE POWER OF BEING UNDERSTOOD - RSM Global
Transcript of THE POWER OF BEING UNDERSTOOD - RSM Global
THE POWER
OF BEING
UNDERSTOOD
AUDIT | TAX | CONSULTING
ABOUT RSM
20 countries
118 offices
11,939 people
14 countries
21 offices
862 people
45 countries
184 offices
9,744 people
ASIA PACIFIC AFRICA EUROPE
20 countries
76 offices
3,352 people
20 countries
34 offices
1,050 people
LATIN AMERICA MIDDLE EAST
2 countries
390 offices
20,954 people
NORTH AMERICA
QUICK FACTS
GLOBAL
• 120+ countries
• 48,000+ staff
• 3,800+ partners
• 820 offices
• 57 years
• $ 6.3 billion revenue
INDONESIA
• 700+ staff
• 40+ partners
• 2 offices
• 36 years
• #3 in number of listed entities
audited
• Shortlisted as Tax Firm of the Year
in Asia Tax Award 2020
Our Services in Indonesia
ConsultingAccounting Advisory | Corporate Finance & Transaction Advisory Services |
Finance & Accounting Outsourcing | Governance Risk Control Consulting Services |
Management Consulting | Technology Consulting | Other Consulting |
Audit Agreed Upon Procedures | Financial Information Review | General Audit |
TaxBusiness Tax | International Tax | Tax Merger & Acquisition | Transfer Pricing |
Our Tax & Consulting Services
ACCOUNTING ADVISORY
Complex Accounting & Financial
Reporting
New Accounting Standards &
Implementation
FINANCE & ACCOUNTING
OUTSOURCING
Accounting Services
Financial Outsourcing Services
Payroll
Secretarial
GOVERNANCE RISK
CONTROL CONSULTING
SERVICES
Anti Money Laundering
Fraud Prevention, Forensic,
Investigation
Process, Risk & Controls
Security & Privacy Risk Consulting
Technology Risk Consulting
MANAGEMENT
CONSULTING
Business Consulting
Operations & Supply Chain
People & Organization
Technology & Digital
TECHNOLOGY CONSULTING
Application Development &
Integration
Data Analytics
Technology Infrastructure
CORPORATE FINANCE &
TRANSACTION ADVISORY
SERVICES
Corporate Finance
Corporate Recovery & Insolvency
Restructuring
Valuation
OTHER CONSULTING
Business Establishment & Licensing
Executive Search
BUSINESS TAX
Customs & Trade
Tax Advisory
Tax Audit & Dispute
Tax Compliance
INTERNATIONAL TAX
TAX MERGER &
ACQUISITION
Tax Due Diligence
Tax Structuring
TRANSFER PRICING
Bringing you ideas and insights to help you move forward with confidence
ONE POINT OF CONTACT
When you are under pressure, quick and easy communication is of paramount
importance. At RSM you have one trusted senior contact who will connect you to a well-
informed team, exactly when and where you need them.
QUICK ANSWERS
The partners of our member firms around the world know each other
extremely well. This means they can personally recommend
colleagues in other international offices, and draw on those close
relationships to get you quick answers and fast decisions.
MAXIMIZING POTENTIALS
When you work with us, you have a team of
advisers who are constantly looking out for your
business interests. Based on a thorough
analysis of your markets, laws and customs, we
will identify opportunities and challenges before
they arise. We will help you analyze risk,
establish the right direction of your business and
maximize your potential, supporting you every
step of the way.
UNDERSTANDING
YOUR BUSINESS
We devote a great deal of time, thought and energy to understanding
you and your organization. We will immerse ourselves in your business
so we know who you are, what you believe in and what motivates you.
Your management team will receive high quality feedback on issues
that are pertinent to your business, together with personalized reports
and advice from experts in your sector.
CORPORATE INCOME TAX (CIT) RETURN PREPARATION UPDATES
RSM Webinar Series Kamis, 15 April 2021
Ivoni Noviana
Partner
Tax Practice
Topik Webinar
1. Perhitungan Pajak Penghasilan Badan
2. Pengaruh Insentif Perpajakan bagi Pelaporan
SPT Tahunan PPh Badan
3. Implikasi Perpajakan atas Penerapan PSAK 73:
Sewa (IFRS 16: Lease)
4. SPT Form
5. Lain-lain
Topik 1
Perhitungan Pajak Penghasilan
Badan
Corporate Income Tax / PPh Badan
Yang menjadi Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Namun demikian, terdapat beberapa jenis penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan. Undang-Undang
Pajak Penghasilan mengatur jenis penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, di antaranya adalah:
➢ bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan sumbangan keagamaan lainnya yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah;
➢ harta hibahan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
➢ warisan;
➢ harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan
modal;
➢ penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, apabila diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak tertentu
akan menjadi Penghasilan); dan
➢ penghasilan lain sebagaimana tertera dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.
Corporate Income Tax / PPh Badan (cont’d)
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha. Bentuk Badan dapat berupa Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
Yang termasuk dalam pengertian perkumpulan dapat berbentuk asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-
pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
Penghasilan Kena Pajak
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang terutang atas penghasilan, antara lain penghasilan dari gaji, penghasilan
dari laba usaha, penghasilan berupa hadiah, dan penghasilan berupa bunga.
Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterimanya dalam 1 (satu) tahun pajak.
PPh yang terutang dalam 1 (satu) tahun pajak harus dilunasi pembayarannya oleh Wajib Pajak dan Undang-Undang Pajak
Penghasilan telah mengatur cara pelunasan PPh yang terutang oleh Wajib Pajak, yaitu dengan cara membayar sendiri dan
melalui pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak lain.
Untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan perlu terlebih dahulu ditentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak. Dalam
penentuan Penghasilan Kena Pajak, Wajib Pajak Badan wajib menyelenggarakan pembukuan berdasarkan Pasal 28 UU
Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan.
Langkah-langkahnya untuk mendapatkan besaran Penghasilan Kena Pajak adalah sebagai berikut:
Pertama, hitung seluruh Penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. Penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak dan penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat Final tidak perlu
dimasukkan. Bila Penghasilan yang tidak dapat dikurangkan tersebut telah masuk dalam pembukuan wajib pajak,
Penghasilan tersebut perlu dikeluarkan dari Laporan Rugi/Laba terlebih dahulu melalui koreksi fiskal.
Penghasilan Kena Pajak (cont’d)
Kedua, kurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh badan tersebut. Biaya-biaya tersebut meliputi seluruh biaya yang
secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: biaya pembelian bahan, biaya
berkenaan dengan pekerjaan atau jasa (gaji, tunjangan dsb), biaya bunga, biaya sewa, royalty, biaya perjalanan, biaya
pengolahan limbah, premi asuransi, biaya promosi dan penjualan, biaya administrasi. Jangan lupa untuk mengurangkan
biaya penyusutan dan amortisasi.
Ketiga, perhatikan biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan sebagaimana di atur dalam perundangan perpajakan
beserta aturan turunannya. Keluarkan biaya-biaya tersebut dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Bila sudah
terlanjur masuk dalam pembukuan wajib pajak, biaya-biaya tersebut perlu dikeluarkan terlebih dahulu melalui koreksi fiskal.
Biaya tersebut di antaranya pembagian laba seperti dividen, pembagian sisa hasil usaha koperasi maupun biaya untuk
kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota maupun biaya-biaya lain yang diatur dalam peraturan
perpajakan.
Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan biaya-biaya didapat kerugian sehingga tidak terdapat Penghasilan Kena
Pajak, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai
dengan 5 (lima) tahun.
Pembukuan
Kewajiban Pembukuan Proses Pembukuan
Didasarkan pada itikad baik atau “adat
kebiasaan pedagang yang baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan
usaha yang sebenarnya
Dilakukan secara taat asas dengan
stelsel akrual atau stelsel kas –
perubahan metode pembukuan dan/atau
tahun pajak harus persetujuan DJP
Diselenggarakan di Indonesia dengan
menggunakan huruf latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah, dan disusun
dalam bahasa Indonesia atau bahasa
asing yang diizinkan oleh Menteri
Keuangan
Laporan Keuangan
Rekonsiliasi fiskal
Berdasar PSAK Berdasar UU Pajak dan
peraturan
Lapkeu Fiskal
Neraca, L/R, Arus kas,
Ekuitas, dllLaba/Penghasilan Neto
Fiskal
Didasarkan pada itikad baik atau “adat”
kebiasaan pedagang yang baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan
usaha yang sebenarnya
Dilakukan secara taat asas dengan
stelsel akrual atau stelsel kas –
perubahan metode pembukuan dan/atau
tahun pajak harus persetujuan DJP
Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian
atas laporan keuangan komersial (laba komersial) yang
berbeda secara prisip atau metode dengan ketentuan fiskal
untuk menyajikan dan/atau menghasilkan penghasilan
neto / laba yang sesuai dengan ketentuan pajak.
REKONSILIASI FISKAL
Perbedaan Prinsip dalam Rekonsiliasi Fiskal
1. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yangbersifat final.
2. Menurut akuntansi komersial merupakan beban sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan dansebaliknya misalnya:➢ Biaya-biaya 3M penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final.➢ Penggantian/imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan.➢ Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan.➢ Biaya-biaya yang tidak memenuhi syarat-syarat (daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif atas
peghapusan piutang).
Penghasilan Kena Pajak (cont’d)
Wajib Pajak Badan
Penghasilan Neto Komersial Dalam Negeri
+/+ Penghasilan Neto Komersial Luar Negeri
Jumlah Penghasilan Neto Komersial
-/- Penghasilan Yang Dikenakan PPh Final & Bukan Objek Pajak
+/+ Penyesuaian/Koreksi Fiskal Positif
-/- Penyesuaian/Koreksi Fiskal Negatif
Penghasilan Neto Fiskal
-/- Kompensasi Kerugian Fiskal
Penghasilan Kena Pajak
Tarif PPh Badan – UU PPh stdtd UU Nomor 2 Tahun 2020
Omzet > Rp50 milyar
(Pasal 17 ayat (1)
huruf (b) dan ayat
(2a))
• Tarif 22% - tahun pajak 2020 dan 2021
• Tarif 20% - mulai tahun pajak 2022
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2020
Omzet s.d Rp50
milyar
(Pasal 31E)
Perusahaan Terbuka
(Tbk)
Minimal 40% saham
dimiliki publik
Mendapatkan fasilitas pengurangan tarif pajak
• Sebesar 50% dari tarif Pasal 17 untuk omzet s.d Rp4,8 miliar (Pasal 31E)
• Sisa omzet yang telah dikurangi bagian Rp4,8 miliar tetap menggunakan tarif Pasal 17
Tarif sebesar 3% lebih rendah dari tarif PPh Badan yang omzetnya > Rp50 milyar
• Tarif 19% - tahun pajak 2020 dan 2021
• Tarif 17% - mulai tahun pajak 2022
Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2020
Pelunasan Pajak di Tahun Berjalan
Setelah diperoleh angka Penghasilan Kena Pajak dan Pajak terhutang, langkah berikutnya adalah mengurangkan Pajak
Penghasilan dengan kredit pajak.
Kredit Pajak untuk Wajib Pajak Badan meliputi:
➢ pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha tertentu yang disebut sebagai Pajak Penghasilan Pasal 22.
➢ pemotongan pajak atas penghasilan dari modal, jasa dan kegiatan tertentu yang disebut sebagai Pajak Penghasilan
Pasal 23.
➢ pembayaran oleh Wajib Pajak sendiri yang disebut sebagai Pajak Penghasilan Pasal 25.
Deductible Expense - Pasal 6 Pengurang Penghasilan
➢ Merupakan biaya yang diperkenankan mengurangi penghasilan bruto dalam penghitungan pajak penghasilan
terutang.
➢ Biaya ini berkaitan dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (Biaya “3M”)
➢ Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
✓ Biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, biaya sewa dan royalti, biaya perjalanan,
biaya pengelolaan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, pajak kecuali pajak penghasilan
✓ Biaya promosi dan penjualan (PMK 02/PMK.03/2010)
✓ Biaya bunga, kecuali:
• melebihi ketentuan DER 4:1
• terkait pinjaman untuk kegiatan usaha bersifat final atau bukan objek pajak
• pinjaman dari pihak dengan hubungan istimewa dengan bunga yang tidak wajar/ lazim
✓ Penyusutan dan amortisasi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 11 dan 11A UU Pajak Penghasilan dan PMK-
96/PMK.03/2009
Deductible Expense - Pasal 6 Pengurang Penghasilan (cont’d)
✓ Biaya kendaraan & Handphone (Kep-220/PJ./2002)
Deductible :
• 100% biaya penyusutan atas perolehan/perbaikan besar, atau biaya pemeliharaan rutin bus/minibus/sejenisnya
untuk antar jemput karyawan
• 50% dari biaya penyusutan atas perolehan sedan/sejenisnya atau handphone
• 50% dari biaya pemeliharaan sedan & biaya berlangganan handphone / isi pulsa.
✓ Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan
✓ Kerugian atas penjualan atau pengalihan aset perusahaan
✓ Kerugian selisih kurs mata uang asing:
✓ Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia
✓ Biaya beasiswa, magang dan pelatihan
✓ Biaya perjamuan/entertainment (apabila dibuat nominative list sesuai SE-27/PJ.22/1986)
Deductible Expense - Pasal 6 Pengurang Penghasilan (cont’d)
✓ Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat (PMK-105/PMK.03/2009 jo. PMK-57/PMK.03/2010 jo. PMK-
207/PMK.010/2015):
• telah dibebankan sebagai biaya dalam laba rugi komersial
• Wajib Pajak menyerahkan daftar piutang tak dapat ditagih dan dokumen/bukti kepada Direktorat Jenderal Pajak dengan
dilampirkan di SPT Tahunan PPh pada tahun pajak dihapusnya piutang
• telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara,
atau terdapat perjanjian tertulis tentang penghapusan piutang/pembebasan utang antara debitur dan kreditur, atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan
untuk jumlah utang tertentu
✓ Sumbangan dalam rangka (1) penanggulangan bencana nasional, (2) penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia,
(3) fasilitas pendidikan, (4) pembinaan olahraga, dan (5) biaya pembangunan infrastruktur sosial (PP-93/2010 dan PMK-
76/PMK.03/2011)
• maximum 5% dari penghasilan neto fiskal tahun sebelumnya dan tidak menyebabkan rugi pada tahun pajak sumbangan
diberikan
• sumbangan dalam bentuk uang/barang sedangkan biaya pembangunan infrastruktur sosial dalam bentuk sarana dan prasarana
untuk kepentingan umum
• didukung oleh bukti yang sah
• lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki NPWP
• tidak diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa
Non-Deductible Expense - Pasal 9 Biaya yang tidak dapat dikurangkan
➢ Biaya yang tidak diperkenankan mengurangi penghasilan bruto dalam penghitungan PPh terutang yang meliputi:
• Biaya 3M penghasilan yang bukan merupakan obyek Pajak;
• Biaya 3M penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final;
• Biaya penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan neto.
➢ Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun
➢ Biaya terkait dengan kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu dan anggota
➢ Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali (PMK-81/PMK.03/2009 jo. PMK-219/PMK.011/2012) kecuali
• Cadangan piutang tak tertagih untuk bank umum, Bank Perkreditan Rakyat, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, perusahaan anjak piutang
• Cadangan untuk usaha asuransi
• Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan
• Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
• Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
• Cadangan biaya untuk usaha pengolahan limbah industri.
Non-Deductible Expense - Pasal 9 Biaya yang tidak dapat dikurangkan (cont’d)
➢ Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang
dibayar Wajib Pajak orang pribadi, kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan objek PPh Pasal 21
➢ Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali (PMK-83/PMK.03/2009 jo. PMK-
167/PMK.03/2018) kecuali:
• Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan;
• Natura/kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu/terpencil
• Natura/kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja
atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.
➢ Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham dan pihak yang mempunyai hubungan
istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan
➢ Hibah, bantuan atau sumbangan dan warisan (Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b kecuali sumbangan Pasal 6 ayat (1)
huruf i s.d m dan zakat (PP Nomor 18 Tahun 2009)
➢ Pajak Penghasilan
➢ Biaya untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak dan orang yang menjadi tanggungannya
➢ Gaji yang dibayar kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham
➢ Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
➢ Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan (Pasal 11) atau
amortisasi (Pasal 11A).
Non-Deductible Expense - Pasal 9 Biaya yang tidak dapat dikurangkan (cont’d)
Penyusutan - Pasal 11
Penyusutan diatur dalam Pasal 11 UU Pajak Penghasilan.
Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali
tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan
dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat (metode garis lurus) yang telah ditentukan bagi harta
tersebut.
Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun
selama masa manfaat (metode saldo menurun), yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa
buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak,
Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan
penilaian kembali aktiva tersebut.
Penyusutan – Pasal 11 (cont’d)
Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:
Penyusutan – Pasal 11 (cont’d)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku
harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau
diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.
Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian,
maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar kerugian dibukukan sebagai beban masa kemudian
tersebut.
Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagai bantuan, sumbangan, zakat, hibah dan/atau warisan yang
diakui berdasarkan perundang-undangan perpajakan, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta
tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan. Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok
harta berwujud sesuai dengan masa manfaat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Amortisasi – Pasal 11A
Amortisasi diatur dalam Pasal 11A UU Pajak Penghasilan.
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan
hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian
yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara
menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi
sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
Amortisasi – Pasal 11A (cont’d)
Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya
pengeluaran atau diamortisasi. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan
metode satuan produksi. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain dengan menggunakan
metode satuan produksi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi setinggi-
tingginya 20% (dua puluh persen) setahun.
Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,
dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi. Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak guna bangunan, hak guna
usaha, hak pakai, muhibah (goodwill), hak pengusahaan hutan, hak di bidang penambangan minyak dan gas bumi dan hak
pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, maka nilai
sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian
merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.
Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagai bantuan, sumbangan, zakat, hibah dan/atau warisan yang
diakui berdasarkan perundang-undangan perpajakan, yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta
tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
Kredit Pajak
Pasal 22
Pemungutan PPh dari kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain
Pasal 23
Pemotongan PPh dari dividen, bunga, royalti, sewa,
hadiah, dan penghargaan, dan imbalan lain
Pasal 24
Pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan
dari luar negeri yang boleh dikreditkan
Pasal 25Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri
Pasal 26 ayat (5)
Pemotongan pajak atas penghasilan Subjek PajakLuar Negeri yang menjadi Subjek Pajak DalamNegeri (tidak bersifat final)
•
Tidak boleh dikreditkanSanksi administrasi berupa denda, bunga, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
Kredit Pajak PPh Pasal 24
•PPh di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang
terutang dalam tahun pajak yang sama
•Besarnya kredit pajak adalah sebesar PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak
boleh melebihi PPh terutang di dalam negeri
PPh yang terutang di luar negeri
Jumlah penghasilan dari luar negeri
Penghasilan Kena PajakX Total PPh terutang
KPLN dihitung per negara asal penghasilan
Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak Penghasilan Untuk Wajib Pajak Badan
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto
sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Contoh:
Peredaran bruto sebesar Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar
Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
(Rp 4.800.000.000,00 : Rp 12.000.000.000,00) x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 400.000.000,00
2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
Rp 1.000.000.000,00 – Rp 400.000.000,00 = Rp 600.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
- (50% x 22%) x Rp 400.000.000,00 = Rp 44.000.000,00
- 22% x Rp 600.000.000,00 = Rp 132.000.000,00 (+)
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp 176.000.000,00
Topik 2
Pengaruh Insentif Perpajakan bagi
Pelaporan SPT Tahunan PPh Badan
Insentif Pajak – Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020
• Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 (“PP-29”) tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona
Virus Disease 2019 (“COVID-19”) diterbitkan pada 10 Juni 2020 dan berlaku di tanggal yang sama.
• Seluruh fasilitas dapat dimanfaatkan mulai 1 Maret 2020 hingga 31 Desember 2020
• WP yang memanfaatkan fasilitas tertentu dalam PP-29 harus menyampaikan laporan secara online ke DJP paling lambat
bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh Badan tahun 2020.
• Berikut adalah fasilitas yang diberikan oleh PP-29:
Produksi alat
kesehatan dan
perbekalan rumah
tangga
• Menerima tambahan pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari biaya produksi yang
dikeluarkan yang dibebankan sekaligus pada tahun pajak saat biaya dikeluarkan
• Fasilitas pajak diberikan untuk WPDN yang memproduksi alat kesehatan (masker bedah, respirator
jenis N95, pakaian pelindung diri, sarung tangan bedah, sarung tangan pemeriksaan, ventilator, reagen
diagnostic test untuk COVID-19), antiseptic hand sanitizer, dan disinfektan
Sumbangan dalam
rangka penanganan
COVID-19
• Pemberian donasi dapat diiperhitungkan sebagai pengurang hasil bruto – dalam bentuk uang, barang,
jasa, atau pemanfaatan harta tanpa kompensasi
• Sumbangan diberikan kepada institusi tertentu yang telah ditetapkan atau memperoleh izin
penyelenggaraan pengumpulan sumbangan
• WP harus memberikan bukti telah memberikan sumbangan kepada penyelenggara pengumpulan
sumbangan yang ditetapkan Pemerintah
Insentif Pajak – Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020
Penyediaan harta
untuk digunakan
dalam penanganan
Covid-19
Pembelian kembali
saham di bursa efek
• WP mendapatkan penghasilan sewa secara penuh dari pemerintah – dikenai PPh final tarif 0%
• Penghasilan sewa berasal dari penyewaan tanah, bangunan atau harta lainnya kepada pemerintah
dalam rangka penanganan COVID-19
• Fasilitas yang diberikan berupa tarif PPh Badan yang lebih rendah 3% berdasar UU Nomor 2 Tahun
2020 – WP yang melakukan pembelian kembali saham sampai dengan 30 September 2020 dan hanya
boleh dikuasai hingga 30 September 2022.
• Fasilitas pajak diberikan kepada emiten yang melakukan pembelian kembali saham yang
diperjualbelikan di bursa (stock buyback) dalam rangka mempertahankan stabilitas pasar saham
Topik 3
Implikasi perpajakan atas penerapan
psak 73: sewa (ifrs 16: lease)
Perubahan PSAK 30 dan PSAK 73
PSAK 30 PSAK 73
Sewa
Pembiayaan
Sewa
Operasi
Semua Jenis
Sewa
Pendapatan Bunga
Beban Bunga X X
Beban Operasional:
- Beban Sewa XX
- Beban Depresiasi dan
AmortisasiX X
Laba Operasional
NERACA LAPORAN LABA RUGI
Dampak PSAK 73 pada Laporan Keuangan
Neraca
Aset hak guna
Liabilitas sewa
Laporan
Laba Rugi
Beban Bunga
Beban Sewa
Laporan
Arus Kas
Aktivitas operasi
Aktivitas pendanaan
Dampak PSAK 73 pada Laporan Keuangan (Lanjutan)
Laporan Posisi Keuangan
Perusahaan yang memiliki banyak transaksi sewa akan terlihat
memiliki lebih banyak aset, namun juga memiliki lebih banyak
utang
Laporan Laba Rugi
Jumlah beban pada awal periode sewa akan terlihat lebih besar
bahkan ketika pembayaran kas konstan
Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi (Finance Lease)
Lessor
Penghasilan lessor yang dikenakan PPhadalah sebagian dari pembayaran sewa
guna usaha dengan hak opsi yang berupa imbalan jasa sewa guna usaha
Lessor tidak boleh menyusutkan atasbarang modal yang disewaguna-
usahakan dengan hak opsi
Dalam hal masa sewa-guna-usaha lebihpendek dari masa yang ditentukan dalam
Pasal 3 Keputusan Menteri KeuanganNo. 1169/KMK.01/1991, Dirjen Pajakmelakukan koreksi atas pengakuan
penghasilan pihak lessor
Lessor
Lessor dapat membentuk cadanganpenghapusan piutang ragu-ragu yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% dari rata-
rata saldo awal dan saldo akhir piutangsewa-guna-usaha dengan hak opsi.
Cadangan penghapusan piutang yang dibentuk dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto
Kerugian yang diderita karena piutang sewa-guna-usaha yang nyata-nyata tidak dapatditagih lagi dibebankan pada cadangan
penghapusan piutang ragu-ragu yang telahdibentuk pada awal tahun pajak yang
bersangkutan
Dalam hal cadangan penghapusan piutangragu-ragu tersebut tidak atau tidak
sepenuhnya dibebani untuk menutupkerugian yang dimaksud maka sisanya
dihitung sebagai penghasilan. Sementara itu, apabila cadangan tersebut tidak mencukup
maka kekurangannya dapat dibebankansebagai biaya yang dikurangkan dari
penghasilan bruto
Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi (Finance Lease)
Lessee
Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa guna usahakan sampai saat Lessee menggunakan opsi untuk membeli barang modal
Setelah Lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barangmodal tersebut, Lessee melakukan penyusutan dan dasar
penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan
Lessee
Pembayaran sewa guna usaha yang dibayar oleh Lessee kecuali pembebasan atas tanah, merupakan biaya yang
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjangtransaksi sewa guna usaha tersebut memenuhi kriteria sewa
guna usaha dengan hak opsi.
Dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masayang ditentukan dalam kriteria sewa guna usaha dengan hak
opsi (Pasal 3 KMK No. 1169/KMK.01/1991), Dirjen Pajakmelakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-guna-usaha
Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi (Finance Lease) (Lanjutan)
Aspek Pot-Put
• Pasal 23 ayat (4) huruf b UU Pajak Penghasilan: Pemotongan pajak PPh Pasal 23 tidak
dilakukan atas sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi
Aspek PPN
• Pasal 1A ayat (1) huruf b UU PPN, termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) – pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa
guna usaha
• Pasal 4A ayat (3) huruf d UU PPN, jasa di bidang keuangan, asuransi, dan sewa guna usaha
dengan hak opsi termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi (Finance Lease) (Lanjutan)
KOREKSI FISKAL ATAS SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI DALAM SPT TAHUNAN PPh BADAN
Contoh :
Pada laporan laba rugi tahun 2020 terdapat data sebagai berikut:
Laporan R/L Nilai
Foreksi FiskalSPT Tahunan
PPh BadanPositif Negatif
Beban
Beban Bunga Leasing-Hak Opsi 19.019 - 100.980 120.000
Beban amortisasi aset leasing 50.038 50.038 - 0
Pembayaran Pokok (Principal) Hutang
Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi (Operating Lease) (Lanjutan)
Lessor
• Seluruh pembayaran sewa guna usaha yang diterima merupakan obyek PPh Pasal 23
• Berhak menyusutkan barang yang disewa guna usahakan dimulai pada tahun pajak barang
modal yang bersangkutan disewa-guna-usahakan
• Tidak diperkenankan membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu
• Memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa sewa yang diberikan
Lessee
• Tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa guna usahakan
• Pembayaran sewa guna usaha yang dibayarkan atau yang terutang adalah biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto
• Kewajiban: memotong PPh Pasal 23 setiap kali membayar sewa kepada lessor dengan dasar
perhitungan pemotongan PPh Pasal 23
Topik 4
SPT Form
Tahap-tahap Persiapan SPT Tahunan PPh Badan
▪ Formulir 1771 SPT PPh Badan
▪Formulir tambahan yang wajib dilampirkan:• Informasi yang memuat transaksi afiliasi
• Ringkasan Master File dan Lokal File
• Penghitungan fasilitas pajak – Pasal 31E UU PPh
(pengurangan tarif 50% atas peredaran bruto sampai
dengan Rp50 miliar dan PKP sampai dengan
Rp4,8M)
• Kompensasi atas kerugian pajak
• Daftar PPh Final – PP Nomor 23 Tahun 2018
• Penghitungan Debt to Equity Ratio (4:1)
• Laporan yang memuat tentang pinjaman yang
berasal dari luar negeri
Dokumen-dokumen1
Pengajuan melalui e-filing 2
SPT FORM -1771 Induk halaman 2
SPT FORM – 1771 I
SPT FORM – 1771 I
SPT FORM – 1771 I
SPT FORM – 1771 II
SPT FORM – 1771 IV
SPT FORM – 1771 VI
SPT FORM – 1771 VI
SPT FORM – Lampiran 3A
SPT FORM – Lampiran 3A-1
SPT FORM – Lampiran 3A-1
SPT FORM – Lampiran 3A-2
SPT FORM – Lampiran Kompensasi Kerugian
SPT FORM – Lampiran Transkrip Kutipan Elemen Laporan Keuangan
SPT FORM - Transkrip Kutipan Elemen Laporan Keuangan
SPT FORM - Transkrip Kutipan Elemen Laporan Keuangan
Topik 5
Lain-lain
Pelanggaran, konsekuensi dan sanksi hukum – UU KUP / UU Cipta Kerja
No Jenis Pelanggaran Konsekuensi Sanksi Dasar Hukum
1 Tidak melampirkan ringkasan
Master File dan Lokal File
SPT dianggap tidak lengkap →
SPT dianggap tidak disampaikan
sesuai Pasal 4 ayat (7)
Sanksi denda sebesar Rp1 juta –
SPT Tahunan PPh Badan tidak
disampaikan
Pasal 7 ayat (1)
Jika sudah ditegur secara tertulis,
maka akan ada pemeriksaan
Jika hasil pemeriksaan
menghasilkan koreksi transfer
pricing → diterbitkan SKPKB
(Pasal 13 ayat (1) huruf (b))
ditambah sanksi kenaikan sebesar
50%
Pasal 13 ayat (3)
huruf (a)
2 Tidak melampirkan CbCR
(lampiran E, F, G)
SPT dianggap tidak lengkap →
SPT dianggap tidak disampaikan
sesuai Pasal 4 ayat (7)
Sanksi denda sebesar Rp1 juta –
SPT Tahunan PPh Badan tidak
disampaikan
Pasal 7 ayat (1)
Jika sudah ditegur secara tertulis,
maka akan ada pemeriksaan
Jika hasil pemeriksaan
menghasilkan koreksi transfer
pricing → diterbitkan SKPKB
(Pasal 13 ayat (1) huruf (b))
ditambah sanksi kenaikan sebesar
50%
Pasal 13 ayat (3)
huruf (a)
Pelanggaran, konsekuensi dan sanksi hukum – UU KUP / UU Cipta Kerja
No Jenis Pelanggaran Konsekuensi Sanksi Dasar Hukum
3 Tidak melampirkan formulir DER
dan/atau tidak menggunakan format
laporan sesuai dengan ketentuan aturan
yang berlaku
SPT dianggap tidak lengkap → SPT
dianggap tidak disampaikan sesuai
Pasal 4 ayat (7)
DJP akan mengenakan Arm’s
Length Principle berdasarkan
opini mereka.
SKPKB akan diterbitkan → hasil
pemeriksaan, ada pajak yang
kurang atau tidak dibayar (Pasal
13 ayat (1) huruf (a)) ditambah
sanksi bunga – tarif suku bunga
acuan + 15% dan dibagi 12
Pasal 13 ayat (2)
dan (2b)
4 Tidak melampirkan format yang memuat
tentang pinjaman yang berasal dari luar
negeri dan/atau tidak menggunakan
format laporan sesuai dengan ketentuan
aturan yang berlaku
SPT dianggap tidak lengkap (Oleh
karena itu, SPT dianggap tidak
disampaikan sesuai Pasal 4 ayat (7))
Biaya yang muncul dari pinjaman
(bunga) yang berasal dari luar negeri
akan dianggap sebagai NDE atas
peredaran bruto ketika menghitung
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Jika hasil pemeriksaan
menghasilkan koreksi transfer
pricing → diterbitkan SKPKB
(Pasal 13 ayat (1) huruf (b))
ditambah sanksi kenaikan
sebesar 50%
Pasal 13 ayat (3)
huruf (a)
RSM INDONESIA
PLAZA ASIA LEVEL 10
JL. JEND. SUDIRMAN KAV.59
JAKARTA 12190 INDONESIA
w w w . r s m . i d