the impact of constructing the primary arterial road of tohpati to ...
-
Upload
phunghuong -
Category
Documents
-
view
227 -
download
0
Transcript of the impact of constructing the primary arterial road of tohpati to ...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL
PENELTIAN
Bab ini terdiri dari beberapa sub-bab yaitu : kajian pustaka, yang
mengemukakan tentang penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan penelitian
yang akan dilakukan, konsep merupakan hasil abstraksi dan sistesis dari teori yang
dikaitkan dengan masalah penelitian, landasan teori adalah landasan berpikir yang
bersumber dari suatu teori yang ada, dan model penelitian yang merupakan abstraksi
teori dan permasalahan yang digambarkan dalam bentuk bagan.
2.1. Kajian Pustaka
Kajian pustaka yang digunakan merupakan hasil dari penelitian sebelumnya
yang terkait dengan penelitian yang dilakukan berupa tesis mahasiswa, adapun
beberapa kajian pustaka yang dipergunakan antara lain:
Fonataba (2010), dalam tesisnya yang berjudul pengaruh perkembangan guna
lahan terhadap kinerja jalan disepanjang koridor jalan antara pelabuhan laut dan
bandar udara Dominie Edward Ossok (DEO) Kota Sorong. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh perkembangan guna lahan Kecamatan Sorong
terhadap kinerja koridor jalan utama. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah
perkembangan kawasan permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran, serta
pendidikan dalam lima tahun terakhir ini mengalami peningkatan dan menyebabkan
pergerakan mulai tidak stabil dengan kecepatan rendah. Hal-hal yang bisa digunakan
sebagai referensi meliputi ; (a) teori tentang penggunaan lahan, sistem transportasi,
9
hunbungan transportasi dan tata guna lahan. (b). metodelogi penelitian terkait
pendekatan penelitian, instrumen penelitian dan metode penyajian. Persamaan usulan
penelitian ini adalah mengetahui perkembangan guna lahan, sedang perbedaannya
pengaruh perkembangan guna lahan sedangkan usulan penelitian menekankan pada
dampak pembangunan jalan terhadap tata guna lahan.
Biang (2008), dalam tesisnya yang berjudul Dampak pembangunan Jalan
Metro Tanjung Bunga terhadap komunitas nelayan di Kota Makasar. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh dampak yang timbul oleh
pembangunan Jalan Metro Tanjung Bunga di Kota Makassar terhadap aspek sosial
ekonomi komunitas nelayan. Kesimpulan dari hasil penelitian adalah keberadaan
Jalan Metro telah turut memicu pesatnya perkembangan pembangunan fisik di
kawasan Tanjung Bunga dan telah menimbulkan “dampak negatif”, terhadap
penurunan kualitas lingkungan di perairan Teluk Losari yang ditandai dengan
sebagian hasil-hasil laut di perairan tersebut telah berkurang dan sebagian lagi telah
hilang dari habitatnya, sehingga berdampak lebih lanjut terhadap penurunan hasil
laut, konflik pemanfaatan lahan hingga terjadinya alih profesi pekerjaan. Hal-hal
yang bisa digunakan sebagai referensi meliputi ; (a) teori tentang penggunaan lahan,
jaringan jalan. (b). metodelogi penelitian terkait pendekatan penelitian, intrumen
penelitian dan metode penyajian. Persamaan usulan penelitian ini adalah mengetahui
dampak yang terjadi akibat pembangunan jalan, sedang perbedaannya dampak sosial
terhadap komunitas nelayan sedangkan usulan penelitian menekankan pada dampak
fisik pembangunan jalan terhadap tata guna lahan
Puryanto (2003), dalam tesisnya yang berjudul Pengaruh Pembangunan Jalan
Arteri Citarum Pedurungan Terhadap Perkembangan Keruangan BWK V Kota
10
Semarang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh pembangunan Jalan
Arteri Citarum-Pedurungan terhadap perkembangan keruangan BWK V Kota
Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan keruangan di
kawasan sekitar jalan arteri Citarum-Pedurungan pada tahun 1995 sampai 2001
lambat, tetapi sepanjang jalan jalan arteri Citarum-Pedurungan tumbuh suatu
kawasan campuran (perdagangan jasa dan pendidikan) yang menuju pertumbuhan
(kota). Hal-hal yang bisa digunakan sebagai referensi meliputi ; (a) teori tentang
perkembangan wilayah, jaringan jalan. (b). metodelogi penelitian terkait pendekatan
penelitian, intrumen penelitian dan metode penyajian. Persamaan usulan penelitian
ini adalah mengetahui perkembangan tata guna lahan, sedang perbedaannya
pengaruh perkembangan jalan terhadap keruangan sedangkan usulan penelitian
menekankan pada dampak fisik pembangunan jalan terhadap tata guna lahan
2.2. Kerangka Berfikir dan Konsep
Kerangka berfikir merupakan penggambaran proses penelitian mulai dari
awal dalam menentukan tema-tema yang diangkat sebagai topik pembahasan
penelitian, dikaitkan dengan teori-teori terkait sehingga dihasilkan penelitian yang
dilaksanakan.
Konsep merupakan acuan yang digunakan untuk memberikan batasan pola
pemikiran dalam kegiatan penelitian yang dilakukan, sehingga terbentuk kesatuan
dalam pemikiran para pembaca.
2.2.1. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian tentang "Dampak
Pembangunan Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusampa Terhadap Penggunaan Lahan di
11
Desa Gunaksa Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung" yang digambarkan dalam
suatu kerangka pada diagram dibawah ini.
Diagram 2.1 Kerangka berpikir
Mengatasi kemacetan dan pengembangan wilayah
Observasi awal
Konteks Studi : • Pembangun jaringan jalan untuk meningkatkan, pelayanan dan pemerataan pembangunan • Pembangunan jaringan jalan akan berdampak pada sektor kehidupan perkotaan lainnya, • Peningkatan pelayanan jalan,alih fungsi lahan, mahalnya harga lahan, penataan ruang, • Perkembangan penggunaan lahan, mewujudkan penataan ruang yang terpadu dan
berkelanjutan.
Metodologi Penelitian
Rumusan Masalah 1:
Penggunaan lahan sebelum dan
sesudah Pembangunan Jalan
Rumusan Masalah 2:
Zonasi penggunaan lahan terhadap
peraturan penataan ruang disepanjang Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba
Rumusan Masalah 3:
Penyebab terjadinya alih fungsi
pemanfaatan lahan disepanjang Jalan
Arteri Primer Tohpati-Kusamba
terhadap Landasan Teori
Observasi dan wawancara
mendalam kepada pihak-pihak terkait serta dokumentasi
Wawancara mendalam kepada pihak-pihak terkait serta dokumentasi
Analisis secara menyeluruh berdasarkan
Observasi dan wawancara
Tabulasi Data
Analisis Data
Hasil, Simpulan dan Saran
Dampak Pembangunan Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba Terhadap Penggunaan Lahan Di Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Kabupaten
Klungkung
12
2.2.2. Konsep
A. Dampak
Pengertian dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh
adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk
watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana
ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi
dengan apa yang dipengaruhi. (KBBI Online, 2013).
Menurut (Yuli,1996) lebih jauh lagi menjelaskan bahwa dampak dari suatu
pembangunan tidak terlepas dari dampak yang bersifat primer dan bersifat sekunder.
Dampak yang bersifat primer menyangkut perubahan yang disebabkan secara
langsung oleh suatu kegiatan pembangunan seperti perubahan lingkungan. Dampak
yang bersifat sekunder merupakan kelanjutan dari dampak yang bersifat primer yang
telah terjadi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dampak sekunder merupakan
dampak tidak langsung dari adanya dampak yang bersifat primer akibat adanya
perubahan lingkungan. Dari perkembangan dampak pembangunan tersebut akan
melahirkan dampak positif yang memberikan keuntungan atau dampak negatif
merupakan bentuk yang menimbulkan kerugian bagi manusia dan makhluk hidup
lainnya.
Menurut (Soemarwoto, 2001:67-69), untuk dapat melihat dan menjelaskan
bahwa suatu dampak atau perubahan telah terjadi pada suatu kawasan, maka harus
mempunyai bahan perbandingan sebagai bahan acuan. Salah satu bahan yang dapat
menjadi acuan adalah “keadaan sebelum terjadi perubahan”. Ada dua batasan penting
dalam menganalisis terjadinya dampak, yaitu; (a) dampak suatu aktivitas terhadap
lingkungan adalah perbedaan antara aspek lingkungan sebelum aktivitas terjadi
13
dengan aspek lingkungan setelah adanya aktivitas tersebut, (b) dampak aktivitas
terhadap lingkungan adalah perbedaan antara aspek lingkungan tanpa adanya
aktivitas dengan aspek lingkungan yang diperkirakan terjadi setelah adanya aktivitas.
B. Pembangunan Jalan Arteri Primer
Pengertian Pembangunan adalah mendayagunakan sumber daya alam dan
lingkungan hidup dengan tujuan meningkatkan taraf hidupnya (Purwono, 2000).
pengertian lainnya mengenai Pembangunan adalah semua proses perubahan yang
dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Pembangunan pada
hakekatnya merupakan campur tangan manusia terhadap lingkungan, oleh sebab itu
dalam pembangunan selalu terkait antara sumber daya alam, sumber daya manusia
dan sumber daya binaan.
Menurut Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan, definisi jalan
adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel.
Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem
jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan
jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan
semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa
distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sedangkan Sistem jaringan jalan
sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
14
barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan (UU. N0.38 Tahun
2004).
Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan
kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan arteri merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-
rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor
merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan
masuk dibatasi, Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah,
dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan merupakan jalan umum
yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat,
dan kecepatan rata-rata rendah (Bina Marga, 1990).
Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan
provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Jalan nasional merupakan jalan
arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan
antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan provinsi
merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan
ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota,
dan jalan strategis provinsi. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan
lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah
kabupaten, dan jalan strategis kabupaten, Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem
15
jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota,
menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta
menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota, Jalan desa
merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di
dalam desa, serta jalan lingkungan (Bina Marga, 1990).
C. Penggunaan Lahan
Dalam penggunaan lahan, manusia berperan sebagai pengatur ekosistem,
yaitu dengan menyingkirkan komponen-komponen yang dianggap tidak berguna
ataupun dengan mengembangkan komponen yang diperkirakan akan menunjang
penggunaan lahannya, misalnya diubahnya areal hutan yang heterogen menjadi lahan
perkebunan yang homogen karena budidaya perkebunan lebih menguntungkan
daripada hutan. Demikian juga dengan pengalihfungsian lahan rawa menjadi lahan
tambang, lahan terbuka menjadi perkebunan dan sebagainya (Mather dalam Rosnila
2004).
Jenis penggunaan lahan dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu (a)
penggunaan lahan perkotaan yang didominasi oleh jenis penggunaan nonpertanian
seperti perumahan, jasa, perdagangan, dan industri dengan intensitas penggunaan
yang lebih intensif, keterkaitan antara unit penggunaan tanah yang sangat erat,
ukuran unit (kapling) penggunaan lahan relatif kecil. (b) penggunaan lahan perdesaan
adalah didominasi oleh kegiatan pertanian dalam artian luas, yang mencakup
pertanian tanaman pangan, perkebunan, hutan, perikanan, dan peternakan
(Sadyohutomo.2008;94-95).
16
2.3. Landasan Teori
2.3.1.Hubungan Penggunaan Lahan dan Transportasi
Sistem perkotaan terdiri dari berbagai macam dan jenis aktivitas yang
berlangsung di atas berbagai macam dan jenis peruntukan lahan yang disebut dengan
pengunaan lahan (land use). Untuk melakukan kegiatan tersebut manusia melakukan
perjalanan diantara land use tersebut dengan menggunakan jaringan transportasi
seperti jalan, kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Pergerakan manusia,
kendaraan, barang dan jasa membentuk suatu interaksi dengan melibatkan perjalanan
yang mengakibatkan terjadinya arus lalu lintas. komponen ini merupakan suatu
sistem yang terintegrasi dan saling mempengaruhi antara satu sama lainnya
(membentuk hubungan yang saling mempengaruhi (resiprocal) antara satu dengan
yang lainnya). Interaksi antara 2 (dua) komponen juga dapat memberikan pengaruh
pada komponen yang lainnya seperti interaksi antara land use dan transport supply
berpengaruh pada besarnya traffic, Interaksi antara transport supply dan traffic
berpengaruh pada land use, Interaksi antara traffic dan land use berpengaruh
terhadap transport supply. Perubahan yang terjadi pada suatu komponen secara
otomatis akan menimbulkan perubahan pada komponen yang lainnya (Swari,
2010:10-12). Untuk lebih jelas lihat Gambar 2.1.
Land Use
Transport Supply Traffic
Gambar 2.1 Gambar Hubungan antara land use, transport supply dan traffic Sumber : (swari, 2010:11)
17
Guna lahan dalam fasilitas transportasi merupakan sistem tertutup, artinya
bila salah satu bagian sistem berubah maka bagian yang lain akan dipengaruhi.
Kegiatan tata guna lahan memerlukan pengadaan prasarana berupa fasilitas
transportasi, sedangkan pengadaan sarana transportasi akan mendorong timbulnya
kegiatan guna lahan.
Potensi tata guna lahan adalah satu ukuran dari skala aktivitas sosio-ekonomi
yang terjadi pada suatu lahan tertentu. Ciri khas dari tata guna lahan adalah
kemampuan atau potensinya untuk ”membangkitkan” lalu lintas. Dengan demikian
sudah sewajarnya apabila kita menghubungkan potensi tata guna lahan dari sepetak
lahan, yang memiliki aktivitas tertentu, untuk membangkitkan sejumlah tertentu arus
lalu lintas per hari. Sebidang lahan dengan jenis tata guna lahan tertentu
menghasilkan sejumlah perjalanan tertentu, perjalanan ini menunjukkan kebutuhan
akan fasilitas transportasi untuk memenuhi permintaan perjalanan, pada gilirannya,
fasilitas transportasi yang baru atau yang lebih maju akan menyediakan aksesibilitas
yang lebih baik. Dengan sendirinya permintaan untuk membangun lahan ini akan
meningkat karena adanya peningkatan aksesibilitas, yang menyebabkan nilai lahan
juga akan meningkat.
Peningkatan pelayanan transportasi seperti trem, bus kota, dan kereta api
bawah tanah (seperti di Negara barat dan jepang) memudahkan orang bertempat
tinggal jauh dari tempat kerjanya, apalagi setelah kendaraan bermotor mudah
dimiliki sendiri maka terjadilah suburban explosion. Dimasa lampau perumahan
penduduk terutama terutama berderet disepanjang jalan raya atau rel kereta api, akan
tetapi saat ini lahan kosong di pinggiran kota yang semula adalah pedesaan menjadi
kawasan perumahan (Hammond dalam Daldjoeni,1992:174)
18
Sebagai salah satu elemen pembentuk kota, jaringan jalan mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan penggunaan lahan, hubungan tersebut
dicerminkan dengan adanya perkembangan fisik kota. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bourne, yang menyatakan bahwa jaringan jalan bukan hanya sebagai
tempat menjalarnya perkembangan kota tetapi juga berpengaruh terhadap rencana
dan fungsi elelem-elemen struktur kota (Bourne,1971:76).
Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas seperti bekerja,
sekolah, olahraga, belanja, dan bertamu yang berlangsung di atas sebidang tanah.
Untuk memenuhi kebutuhannya manusia melakukan perjalanan di antara
penggunaan lahan dengan menggunakan system jaringan transportasi, hal ini
menimbulkan pergerakan orang, kendaraan dan barang yang mengakibatkan
terjadinya berbagai macam interaksi (Tamin,1997:50).
Pembangunan suatu areal lahan akan menyebabkan timbulnya lalu-lintas
yang akan mempengaruhi prasarana transportasi, sebaliknya adanya prasarana
trasportasi yang baik akan mempengaruhi pola pemanfaatan lahan. Interaksi antara
tata guna lahan dengan transportasi sangat dipengaruhi oleh peraturan dan kebijakan.
Dalam jangka panjang, pembangunan prasarana transportasi atau penyediaan sarana
transportasi dengan teknologi modern akan mempengaruhi bentuk dan pola
penggunaan sebagai akibat tingkat aksesbilitas yang meningkat (Tamin,1997:360).
Pada umumnya perkembangan kegiatan komersil terjadi di pusat-pusat bisnis
kota yang padat lalu lintasnya, sedangkan untuk industri permukiman dan jasa
pelayanan seperti pertokoaan,pompa bensin, restoran dan lain-lain terjadi di pinggir
kota sepanjang jalan-jalan utama yang menuju kota, sedangkan perubahan
pemanfaatan lahan pada jalan-jalan utama menuju kota yang pada mulanya lapangan
19
atau perumahan berubah menjadi pusat perdagangan, pertokoan, perkantoran dan
lain-lain dalam skala yang lebih luas (Srihono,2001:3).
Jika dikaitkan penggunaan lahan dan transportasi memiliki interaksi yang
sangat dinamis dan kompleks dimana interaksi ini melibatkan berbagai aspek
kegiatan serta berbagai kepentingan sehingga dengan adanya. perubahan penggunaan
lahan akan selalu mempengaruhi perkembangan transportasi dan begitu pula
sebaliknya.
2.3.2. Pengembangan Wilayah
Secara umum urutan perkembangan dan pertumbuhan kota diawali oleh
adanya faktor internal dan eksternal kota. Faktor internal disini adalah faktor-faktor
pertumbuhan dan perkembangan yang datang dari kota itu sendiri, seperti tingginya
angka kelahiran, kegiatan sosial budaya dan sosial ekonomi yang dilakukan
penduduk kota. Faktor eksternal adalah faktor-faktor pertumbuhan dan
perkembangan kota yang datang dari luar wilayah kota, misalnya adanya
kebijaksanaan nasional maupun regional yang dikenakan pada kota tersebut,
tingginya perpindahan penduduk dari luar ke dalam kota dan sebagainya. Kedua
faktor tersebut menyebabkan adanya pertambahan dan perkembangan penduduk
beserta segala kegiatan yang bersifat sosial budaya maupun bersifat sosial ekonomi.
Konsekuensi dari hal tersebut adalah bertambahnya kebutuhan ruang untuk
menampung segala kegiatan yang pada akhirnya menyebabkan adanya perubahan
pola penggunaan lahan (Pontoh & Kustiawan,2009;258).
Menurut (Perroux dalam Adisasmita,1980,29), pertumbuhan tidaklah terjadi
secara bersamaan setiap waktu, tetapi dimulai pada beberapa titik atau kutub tertentu,
20
dengan tingkat intensitas yang berbeda dan selanjutnya menyebar ke berbagai arah.
Kutub pertumbuhan adalah suatu kelompok yang mempunyai kemampuan untuk
menginduksikan pertumbuhan pada kelompok lain. Apabila sebuah industri
pendorong atau kompleks industri pendorong terbangun pada sebuah lokasi, maka
industri tersebut akan berkembang dengan pesat dan unit-unit ekonomi lainnya
cenderung untuk mengambil lokasi yang berdekatan karena faktor pengaruh
aglomerasi ekonomi yang terdiri dari berbagai bentuk, yaitu: keuntungan intern
perusahaan, keuntungan ekstern bagi perusahaan tapi intern bagi industri, dan
keuntungan ekstern bagi industri tapi intern bagi kegiatan perkotaan.
Teori daerah inti (Friedman dalam Adisasmita,1980,47-48), suatu wilayah
terdapat perbedaan yang prinsip diantara daerah inti dengan daerah pinggiran
disekitarnya yang disebut daerah belakang. Hubungan antara daerah inti dengan
daerah pinggiran mempunyai karakter yang spesifik karena adanya pengaruh-
pengaruh kuat dari daerah pusat terhadap daerah pinggirannya yaitu: pengaruh
dominasi, informasi, psikologis, mata rantai, produksi.
Pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri yaitu adanya hubungan internal
antara berbagai macam kegiatan yang bernilai ekonomi, unsur pengandaan
(multiplier effect), konsentrasi geografis dari sektor atau kegiatan yang saling
berhubungan, dan bersifat mendorong pertumbuhan wilayah belakang (Tarigan, 2005
dalam Pontoh & Kustiawan,2009;129).
Perkembangan kegiatan di kawasan perkotaan menimbulkan persaingan antar
penggunaan lahan yang mengarah pada terjadinya perubahan penggunaan lahan
dengan intensitas yang semakin tinggi. Kawasan pinggiran kota berada dalam proses
transisi dari daerah perdesaan menjadi perkotaan yang berada diluar batas
21
administrasi dari kota inti. Sebagai daerah transisi, daerah ini berada pada tekanan
kegiatan-kegiatan perkotaan yang meningkat dan berdampak pada perubahan fisikal,
(MC Gee dalam Giyarsih.2001). Akibat yang ditimbulkan oleh perkembangan kota
(Yunus,1999;20-21) adalah adanya kecendrungan pergeseran fungsi-fungsi kota ke
arah pinggiran kota (urban fringe) yang disebut dengan proses perembetan
kenampakan fisik kekotaan ke arah luar (urban sprawl)
Ditinjau dari prosesnya, secara garis besar terdapat tiga macam proses urban
sprawl yaitu : (a) perembetan kosentris (concentric development), merupakan jenis
perembetan areal kekotaan yang paling lambat, perembetan berjalan perlahan-lahan
terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakan fisik kota, (b) perembetan
memanjang (ribbon development), tipe ini menunjukan ketidakmerataan perembetan
areal kekotaan disemua bagian sisi-sisi luar dari daerah kota utama. Perembetan
paling cepat terlihat disepanjang jalur transportasi, khususnya yang bersifat menjari
(radial) dari pusat kota, daerah disepanjang rute transportasi utama merupakan
tekanan paling berat perkembangannya. (c). Perembetan yang meloncat (leap frog
development), tipe perkembangan ini oleh kebanyakan pakar lingkungan dianggap
paling merugikan, tidak efisien dalam arti ekonomi, tidak mempunyai nilai estetika
dan tidak menarik, perkembangan lahan kekotaan terjadi berpencar secara sporadis
dan tumbuh ditengah-tengah lahan pertanian (Pontoh & Kustiawan,2009;259)
2.3.3. Perubahan Penggunaan Lahan
Ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan rencana, merupakan gejala umum
yang terjadi di kota-kota yang pesat pertumbuhannya. Perubahan penggunaan lahan
dari peruntukan yang direncanakan umumnya disebabkan oleh ketidaksesuaian
antara pertimbangan yang mendasari arahan rencana dengan pertimbangan pelaku
22
pasar (Zulkaidi, 1999: 108). Di satu sisi, peruntukan lahan harus mempertimbangkan
kepentingan umum serta ketentuan teknis dan lingkungan yang berlaku, sedangkan di
sisi lainnya kepentingan pasar dan dunia usaha mempunyai kekuatan yang sangat
besar yang sulit untuk ditahan. Kedua faktor yang saling berlawanan ini diserasikan
untuk memperoleh arahan pemanfaatan ruang yang optimum, yaitu yang dapat
mengakomodasi kebutuhan pasar dengan meminimumkan dampak sampingan yang
dapat merugikan kepentingan umum. Menurut (Karsidi,2004:158) perubahan
penggunaan lahan pada umumnya terjadi karena faktor manusia seperti pertambahan
penduduk, ekonomi, sosial budaya serta kelembagaan dan faktor alam seperti banjir,
kekeringan, kebakaran hutan, dan gunung meletus.
Faktor Pembentuk Penggunaan lahan sangat berkaitan dengan tiga sistem,
meliputi : sistem kegiatan, sistem pengembangan lahan dan sistem lingkungan.
Sistem kegiatan berkaitan dengan cara manusia dan kelembagaan mengatur
urusannya sehari-hari untuk memenuhi kebutuhannya dan saling berinteraksi dalam
waktu dan ruang, sistem pengembangan lahan, berfokus pada proses pengubahan
ruang dan penyesuaiannya untuk kebutuhan manusia dalam menampung kegiatan
yang ada dalam susunan sistem kegiatan sementara sedangkan sistem lingkungan
berkaitan dengan kondisi biotik dan abiotik yang dibangkitkan oleh proses alamiah
(Chapin dan Kaiser, 1979: 28-31). Menurut (Kuncoro, 2004:51) salah satu yang
mempengaruhi keputusan lokasi dari investor adalah daya tarik dari suatu daerah,
bentuk daya tarik bisa berupa fasilitas hiburan, pendidikan, perumahan, serta
infrastruktur.
Perubahan pemanfaatan ruang dapat mengacu pada dua hal yang berbeda,
yaitu pemanfaatan ruang sebelumnya, dan pemanfaatan ruang berdasarkan rencana
23
tata ruang. Perubahan yang mengacu pada pemanfaatan sebelumnya adalah suatu
pemanfaatan baru atas lahan yang berbeda dengan pemanfaatan lahan sebelumnya,
sedangkan perubahan yang mengacu pada rencana tata ruang adalah pemanfaatan
baru lahan yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam rencana tata ruang
wilayah yang telah disahkan. Jenis perubahan pemanfaatan ruang dapat dibagi
menjadi tiga cakupan, yaitu; (a) Perubahan fungsi, adalah perubahan jenis kegiatan,
(b) perubahan intensitas, mencakup perubahan KDB, KLB, kepadatan bangunan, dan
lain-lain. (c) perubahan teknis bangunan, mencakup antara lain perubahan GSB,
tinggi bangunan, dan perubahan minor lainnya tanpa mengubah fungsi dan
intensitasnya (Sadyohutomo,2008:49).
Tahapan dalam suatu proses perubahan fungsi kawasan yang terjadi adalah
sebagai berikut: (a) penetrasi, yaitu terjadinya penerobosan fungsi baru ke dalam
suatu fungsi yang homogen. (b) invasi, yaitu terjadinya serbuan fungsi baru yang
lebih besar dari tahap penetrasi tetapi belum mendominasi fungsi lama.(c) dominasi,
yaitu terjadinya perubahan dominasi proporsi fungsi dari fungsi lama ke fungsi baru
akibat besarnya perubahan ke fungsi baru. (d) suksesi, yaitu terjadinya pergantian
secara menyeluruh dari suatu fungsi lama ke fungsi baru.
Konflik atau ketidaksesuaian kepentingan antara dua pihak atau lebih
terhadap satu atau lebih masalah, sering terjadi dalam perubahan penggunaan lahan.
Pihak-pihak yang berkaitan langsung dalam perubahan penggunaan lahan, yaitu : (a)
developer/investor, merupakan pihak yang melakukan perubahan pemanfaatan lahan
dengan lebih memperhitungkan keuntungan. (b) pemerintah, adalah pihak yang
berhadapan langsung dengan dampak negatif perubahan pemanfaatan lahan serta
terhadap penataan dan pelayanan kota secara keseluruhan. (c) masyarakat, adalah
24
pihak yang seringkali terkena dampak/eksternalitas negatif suatu perubahan
pemanfaatan lahan, seperti kemacetan lau lintas, berkurangnya kenyamanan dan
privasi.
2.3.4. Penataan Ruang
Menurut Undang-Undang Nomor : 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
pengertian tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang
yang dimaksudkan adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola
ruang yang dimaksud adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya.
Berdasarkan pada kenampakan morfologi kota serta jenis perembetan areal
kekotaan yang ada, (Hudson dalam Yunus, 1999:133-141) mengemukakan beberapa
alternatif model struktur tata ruang kota yaitu ; (a) bentuk satelit, kota utama dengan
kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan efisien,
(b) bentuk radial, tiap lidah dibentuk pusat kegiatan kedua yang berfungsi memberi
pelayanan pada areal perkotaan dan yang menjorok ke dalam direncanakan sebagai
jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat rekreasi dan tempat olah
raga bagi penduduk kota; (c) bentuk cincin, kota berkembang di sepanjang jalan
utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah hijau
terbuka; (d) bentuk linear, pusat perkotaan yang lebih kecil tumbuh di kanan-kiri
pusat perkotaan utama, pertumbuhan perkotaan hanya terbatas di sepanjang jalan
utama, dipinggir jalan biasanya ditempati bangunan komersial dan dibelakangnya
ditempati permukiman penduduk
biasanya lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan
terciptanya konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil;
dalam kesatuan morfologi yang besar dan kompak ter
dimana masing-masing pusat mempunyai grup fungsi
berbeda satu sama lain (g
di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat diam
di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian yang tetap hijau.
Untuk lebih jelas mengenai beberapa alternatif bentuk kota dapat dilihat pada
Gambar 2.2.
Gambar
Kota Satelit
K
Kota cincin
n penduduk (e) bentuk inti/kompak, perkembangan kota
biasanya lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan
terciptanya konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil; (f) bentuk memencar
dalam kesatuan morfologi yang besar dan kompak terdapat beberapa
masing pusat mempunyai grup fungsi-fungsi yang khusus dan
(g) bentuk kota bawah tanah struktur perkotaannya dibangun
di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat diam
di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian yang tetap hijau.
Untuk lebih jelas mengenai beberapa alternatif bentuk kota dapat dilihat pada
Gambar 2.2.Beberapa Alternatif Bentuk Kota
Kota Satelit Kota Bintang
Kota Kompak
Kota Memancar
Kota bawah Tanah
Kota cincin
Kota linear
25
perkembangan kota
biasanya lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan
) bentuk memencar
dapat beberapa urban center,
fungsi yang khusus dan
struktur perkotaannya dibangun
di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat diamati,
di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian yang tetap hijau.
Untuk lebih jelas mengenai beberapa alternatif bentuk kota dapat dilihat pada
26
Menurut (Colby dalam Pontoh dan Kustiawan,2009:270-271) Secara garis
besar, kekuatan-kekuatan dinamis yang mempengaruhi pola pemanfaatan ruang kota
disebabkan karena adanya kekuatan sentrifugal (Centrifugal forces) dan kekuatan
sentripetal (Centripetal forces).
Kekuatan Sentrifugal (Centrifugal forces), yaitu kekuatan-kekuatan yang
menyebabkan terjadinya pergerakan penduduk dan fungsi-fungsi perkotaan dari
bagian dalam kota menuju ke bagian luarnya (kawasan pinggiran kota). Kekuatan
sentrifugal (Centrifugal forces) terdiri dari 6 (enam) jenis kekuatan yaitu; (a) spatial
forces, adalah kekuatan pendorong dari dalam yang berhubungan dengan ruang kota
seperti kemecetan lalu lintas, polusi, kepadatan penduduk dan lain-lain. (b) Site
forces adalah kekuatan pendorong dari dalam yang berkaitan dengan lokasi (site) di
dalam kota seperti adanya industri, lahan sempit sedangkan dibagian luar tersedia
natural landscape yang lebih luas. (c) Situational forces adalah kekuatan pendorong
yang berhubungan dengan ketidakpuasan fungsi ruang dalam kota, sedangkan diluar
masih adanya keleluasaan dalam perencanaan pemanfaatan lahan. (d) The forces of
social evaluation, adalah kekuatan pendorong yang terkait dengan kemahalan tanah,
pajak tinggi dan larangan tertentu dalam tatanan kehidupan sosial. (e) The forces of
status and organization occupance adalah kekuatan pendorong dari ketidakpuasan
sistim transportasi dan status penempatan fungsi-fungsi yang tidak baik. (f) Human
eguation force; adalah kekuatan pendorong yang terkait dengan persepsi manusia
terhadap nilai-nilai dan menempatkan sesuai dengan hak-hak sebagai anggota
masyarakat.
27
Kekuatan sentripetal (Centripetal forces), kekuatan-kekuatan yang
menyebabkan terjadinya pergerakan penduduk dan fungsi perkotaan yang berasal
dari bagian luar menuju ke bagian dalam kota meliputi ; (a) site forces, adanya
penarik site dalam kota dari bagian luarnya, seperti bahwa dekat dengan pusat kota
lebih strategis, (b) functional convienience forces : kekuatan penarik dari dalam
seperti adanya pusat kegiatan bisnis.(c) Magnetism functional forces: kekuatan
penarik yang berkaitan dengan kelengkapan fasilitas umum, olah raga dan
hiburan.(d) functional prestise forces : gengsi fungsional, berkembangnya reputasi
akibat adanya fungsi tertentu.untuk lebih jelas mengenai Kekuatan dinamis yang
mempengaruhi pola pemanfaatan ruang kota dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kekuatan dinamis yang mempengaruhi pola pemanfaatan ruang kota
Kekuatan Dinamis Daya Tarik (lokasi tujuan) Daya Dorong (lokasi Asal) Gaya Sentripetal Kelebihan zona bagian dalam
- akses yang tinggi keseluruh bagian kota
- akses yang tinggi ke firma pusat lainnya
- lahan prestisius - banyak pelayanan dan
fasilitas dll
Kekurangan zona pinggiran - akses rendah ke bagian
kota lainnya - kekurangan pelayanan - kekurangan fasilitas - lahan kurang prestisius
Gaya Sentripugal Kelebihan zona pinggiran - lingkungan yang
menyenangkan banyak lahan murah
- akses terhadap aksis dan sirkulasi transportasi
- lalu lintas belum macet - bebas polusi
Kekurangan zona bagian dalam - kemacetan - harga lahan mahal - keterbatasan lahan - kebijakan yang
membatasi - pajak tinggi - polusi
Sumber: (Pontoh & Kustiawan,2009:249)
Adanya kekuatan tersebut pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai
persoalan dalam kaitan dengan pertumbuhan kota, khususnya yang berkaitan dengan
kontrol penggunaan dan pengendalian lahan. Kesulitan tersebut antara lain karena
28
tidak tertibnya penggunaan lahan, menurunnya optimasi pelayanan prasarana
pemerintah dan menurunnya landscape kota.
Lingkup Penataan Ruang Menurut Undang-Undang Nomor : 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang dapat dijabarkan sebagai berikut; (a) perencanaan tata ruang,
yang produknya adalah rencana tata ruang (RTR), (b) pemanfaatan ruang merupakan
pelaksanaan rencana tata ruang, (c) pengendalian pemanfaatan ruang, merupakan
pengendalian rencana tata ruang.
Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan tahapan terakhir dalam penataan
ruang yang bertujuan agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan. Pada dasarnya bentuk kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang ini
berisi uraian tentang ketentuan-ketentuan yang terkait dengan pengawasan dan
penertiban pemanfaatan ruang. Menurut Undang-Undang Nomor : 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang, pengendalian pemanfaatan diselenggarakan melalui 2 (dua)
kegiatan utama yaitu pengawasan dan penertiban. Pengawasan pemanfaatan ruang
merupakan kegiatan menjaga pemanfaatan ruang sesuai fungsi yang ditetapkan
dalam rencana tata ruang yang terdiri dari: 1). Pelaporan, yaitu kegiatan memberi
informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, 2). Pemantauan, yaitu upaya atau
perbuatan untuk mengamati, mengawasi, dan memeriksa dengan cermat perubahan
kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, 3).
Evaluasi, yaitu usaha untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam
mencapai tujuan rencana tata ruang, sedangkan Penertiban adalah usaha untuk
mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud.
29
Penertiban dilakukan melalui pemeriksaan dan penyelidikan atas semua pelanggaran
terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Bentuk-bentuk pelanggaran pemanfaatan ruang yang seringkali terjadi dalam
perkembangan suatu wilayah meliputi; (a) pelanggaran fungsi kawasan. (b)
pelanggaran jenis penggunaan dalam satu fungsi kawasan (c) pelanggaran teknis
bangunan. Penertiban yang dapat dilakukan dalam usaha mencapai tertib ruang
adalah (a) pencabutan ijin yang telah diberikan apabila pemanfaatan ruang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang; (b) kegiatan pembangunan dihentikan untuk
sementara dan pihak pelaksana (investor/masyarakat) diminta untuk memenuhi
aturan yang sesuai dengan rencana tata ruang setelah dilakukan peringatan tertulis;
(c) pengenaan denda sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan atau
kurungan; (d) melalui mekanisme pengendalian, pemulihan fungsi dan pembinaan
(Sadyohutomo,2008:48-50).
2.4. Model Penelitian
Dalam model penelitian ini akan disampaikan mengenai kerangka berpikir
yang menyangkut tahapan penelitian dan substansi. Penelitian ini dilatarbelakangi
oleh beberapa permasalahan dalam pembangunan Jalan Arteri Primer Tohpati-
Kusamba terhadap penggunaan lahan di Desa Gunaksa Kecamatan Dawan
Kabupaten Klungkung. Berdasarkan latar belakang tersebut kemudian dilakukan
perumusan masalah, tujuan yang diinginkan, melakukan kajian teori dan konsep-
konsep tentang dampak pembangunan jalan arteri dan penggunaan lahan.
Selanjutnya kegiatan penelitian dikembangkan dengan pengumpulan dan
mengkompilasi data kualitatif dan kuantitatif berupa informasi baik yang bersumber
30
dari wawancara maupun observasi serta data kuantitatif yang diperoleh dari instansi
terkait berupa data sekunder, kemudian dilakukan kajian teori, konsep serta analisa
kualitatif dan kuantitatif dengan membandingkan antara kondisi dilapangan dengan
acuan normatif yang berlaku. Variabel yang akan dianalisis mencakup variabel
perubahan penggunaan lahan dan dampak pembangunan jalan.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesimpulan dan
jawaban atas permasalahan-permasalahan yang dirumuskan sehingga terbentuk suatu
rumusan yang mengarah pada dampak pembangunan Jalan Arteri Primer Tohpati-
Kusamba terhadap pengunaan lahan di Desa Gunaksa Kecamatan Dawan Kabupaten
Klungkung. Rumusan model penelitian ini secara lebih terstruktur dapat dilihat pada
Diagram 2.2.
31
Diagram 2.2. Model Penelitian
Pembangunan Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba
- Perkembangan penggunaan lahan mengikuti pola jaringan jalan
- Alih Fungsi Lahan Pertanian menjadi non pertanian
- Penyimpangan terhadap peraturan tata ruang
Perkembangan penggunaan lahan lahan dengan penataan ruang yang terpadu dan berkelanjutan
Desa Gunaksa Kecamatan Dawan
Dampak Pembangunan Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba Terhadap Penggunaan Lahan di Desa
Gunaksa Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung
Landasan Teori • Hubungan transportasi
dengan penggunaan lahan • Pengembangan wilayah • Perubahan penggunaan
lahan
Penggunaan lahan sebelum dan setelah pembangunan Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba
zonasi penggunaan lahan terhadap peraturan penataan ruang disepanjang Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba
Landasan Teori • UU No 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang • UU No. 38 Tahun 2014
tentang Jalan • Perda RTRW
Provinsi/Kabupaten • Perda RDTRK • Perda Jalur Hijau
Penyebab terjadinya alih fungsi pemanfaatan lahan disepanjang Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba terhadap penggunaan lahan